Upload
firman-hidayat
View
214
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/17/2019 Wajib Militer 1
1/4
Wajib Militer... Pentingkah?
Menguras Pundi-pundi demi Komponen CadanganSaiful Haq
BEBERAPA waktu berselang, media massa di Indonesia ramai membincangkan soal wajib
militer. Perbincangan itu mengemuka setelah pemerintah menyatakan akan mengajukan RUU
omponen !adangan pada awal "##$, dimana salah satu isinya adalah mengharuskan warga
negara Indonesia yang berusia %$ sampai &' tahun untuk mengikuti program (ajib )iliter.
*ak lama kemudian beragam tanggapan bermunculan. +alah satunya datang dari letnan
jenderal purnawirawan *I )ashudi, yang mengatakan, -+etidaknya melalui wajib militer
akan ditanamkan rasa patriotisme dan nasionalisme, hingga terbentuk karakter rakyat yang
disiplin.-ika asionalisme didorong sebagai landasan diajukannya program wajib militer ini, maka
persoalannya pertama, atas dasar apa kita menuduh generasi muda atau rakyat Indonesia
dewasa ini tidak nasionalis/ Apa ukurannya/ Kedua, ta0sir tunggal atas de0enisi nasionalisme
sangat berbahaya di era demokrasi seperti sekarang ini. 1leh karena ukuran2ukuran yang
absurd tentang nasionalisme tersebut, maka asumsi menjadikan nasionalisme sebagai dasar
dicantumkannya wajib militer dalam RUU omponen !adangan merupakan asumsi yang
sangat lemah.
Profesionalisme TNI Meragukan
3alam panggung negara ini militer, dalam hal ini *I, sudah menorehkan sejarah gelap yangmenyisakan trauma bagi kebebasan masyarakat sipil. Re0ormasi +ektor eamanan 4++R5,
yang sudah berjalan kurang lebih delapan tahun, terbukti belum mampu menjadikan militer
sebagai alat negara yang bisa dikontrol oleh otoritas politik sipil. 3alam hal kontrol,
disyaratkan sebuah kontrol demokratik terhadap alat kekerasan negara ini. Bentuk kontrol
demokratik di negara2negara demokratis, menempatkan tentaranya dalam sebuah mekanisme
kontrol politik atas anggaran, kebijakan penggunaan kekuatan, postur pertahanan yang e0isien
dan e0ekti0 serta, supermasi sipil atas institusi militer. 3i negara totaliter yang menganut
sistem satu partai, militer mutlak di bawah kontrol partai, sehingga militer benar2benar hanya
sebagai alat bagi kebijakan otoritas pemerintahan sipil. Untuk kasus Indonesia, *I sudah
terlalu lama menjadi sebuah kekuatan yang memiliki posisi politik yang kuat sehingga, tidak
bisa begitu saja disubordinasi di bawah otoritas pemerintahan sipil.
Berkaitan dengan program wajib militer yang mengemuka belakangan ini, sangat meragukan
jika pelaksanaannya kemudian melibatkan pihak militer. Apalagi, dalam dra0t UU komponen
cadangan yang baru, tidak diatur mengenai institusi mana yang punya otoritas untuk
mengeksekusi program ini. 6ang pasti, jika program ini dijalankan keterlibatan militer tidak
lagi diragukan. 6ang mengkhawatirkan pertama, ketika *I dengan kapasitas seperti yang
sekarang ini 4tidak pro0esional dan tidak berada di bawah kontrol demokratik5, kemudian
diberi tanggungjawab untuk terlibat dalam proses pembangunan komponen cadangan
maka, yang akan terjadi bukannya menciptakan komponen cadangan tapi, malah akan
menciptakan komponen paramiliter yang wataknya adalah kombatan 4bukan kompnencadangan5. +atuan2satuan paramiliter seperti ini, justru akan menjadi batu sandungan bagi
8/17/2019 Wajib Militer 1
2/4
proses integrasi sosial dan konsolidasi demokrasi. Kedua, tugas baru tersebut hanya akan
menjauhkan *I dari core competency2nya sebagai kekuatan pertahanan utama.
alau kita periksa, jumlah pasukan *I yang siap untuk berperang 4kombatan5 tidak lebih
dari 7# persen dari jumlah anggota *I. Apologinya8 justru karena itu kita butuh komponen
cadangan. Bisa ya bisa tidak. +aya lebih condong menjawab *idak. Pertimbangannya, selamaini anggota *I justru terlalu banyak mengurusi sesuatu di luar core competency2nya,
sehingga lupa akan tugas utamanya. *I terlalu banyak mengurusi politik dan bisnis2
bisnisnya, mengurus yayasan, mengurus sekolah, mengurus rumah sakit, mengurus
perumahan, tanah dll. Inilah yang mestinya mendesak dibenahi8 kembalikan *I ke tugas
pokoknya sebagai tentara.
n!aman "ari Mana?
3alam merumuskan sebuah kekuatan pertahanan negara, yang paling pertama harus dijawab
adalah persoalan persepsi ancaman 4de0inisi ancaman dan tingkat ancaman5. 9al ini sejatinya
selalu dituangkan dalam sebuah paper akademik berkala, yang di beberapa negara, dikenaldengan istilah +trategic 3e0ense Re:iew 4+3R5. 3epartemen Pertahanan RI pernah
mengeluarkan buku putih pertahanan di tahun "##", dan tahun ini merilis +3R baru yang
jauh dari nilai2nilai akademis. +eluruh de0inisi ancaman dalam dua dokumen tersebut secara
umum bersi0at ancaman dari dalam, kecuali beberapa yang berkaitan dengan terorisme dan
penyelundupan.
Pasca perang dingin, negara kita nyaris tidak mungkin menghadapi perang kon:ensional atau
agresi dari negara lain. alaupun ada, bisa diminimalisir dengan diplomasi dan politik luar
negeri yang berorientasi damai. +ehingga, sangatlah menggelikan memaksakan komponen
cadangan, ketika de0inisi ancaman kita hanya berasal dari dalam negeri sendiri. omponen
cadangan hanya dibutuhkan untuk mengantisipasi perang kon:ensional yang membutuhkanmobilisasi angkatan perang yang besar. )emang, beberapa negara maju masih menerapkan
program wajib militer di masa damai tapi, dalam kasus Indonesia, di tengah pilihan program
pembangunan ekonomi dan demokrasi, tentu pilihan ini bukanlah prioritas.
Wajib Militer dan #eban nggaran
ika wajib militer di Indonesia dilakukan, seperti usulan dalam RUU komponen !adangan,
bahwa yang akan di ikutsertakan dalam wajib militer adalah mereka yang berusia %$ sampai
&' tahun, maka sesuai data BP+ tentang jumlah penduduk Indonesia dalam rentang usia
tersebut sebanyak %#&.;
8/17/2019 Wajib Militer 1
3/4
menyebutkan perkiraan 7# juta rupiah per orang selama 7# hari maka, jumlah biaya yang
harus dikeluarkan adalah sekitar Rp. "$7 trilyun.
)ari kita bandingkan dengan biaya untuk melatih satu peleton pasukan elit Angkatan 3arat
dengan kemampuan lengkap. )enurut mantan +A3 Ryami>ard Ryacud, dibutuhkan sekitar
Rp " milyar per peleton 4satu peleton sekitar 7# orang5. 3engan Rp. "$7 trilyun, kita bisamelatih pasukan elit kita dalam jumlah besar dengan tingkat keahlian tempur yang dahsyat.
Atau bandingkan dengan harga satu jenis pesawat +ukhoi 4+u27#5 dengan persenjataan
lengkap seharga ;## milyar rupiah, serta kapal selam ilo !lass buatan Rusia yang harganya
sebesar 7 trilyun rupiah untuk satu kapal selam. Bisa dibayangkan kemampuan alutsista apa
yang bisa kita miliki dengan biaya sebesar "$7 trilyun rupiah.
+eluruh biaya tersebut juga jauh melebihi anggaran pertahanan negara dalam APB "##
8/17/2019 Wajib Militer 1
4/4
dengan jumlah Pegawai egeri +ipil 4P+5 sekitar ' juta orang, yang juga sudah dibekali
kemampuan pendidikan bela negara.
Kedua, untuk mereduksi ancaman nasional baik dari luar maupun dari dalam, maka re0ormasi
institusi perlu dilakukan. +elain *I dan Polri tentunya, ada dua lembaga yang selama ini
perlu diarahkan untuk meningkatkan per0ormance nasional yakni, korps diplomatik danlembaga Intelijen yang hingga saat ini undang2undangnya belum juga di bahas di 3PR.
Pertimbangan2pertimbangan tersebut setidaknya menunjukkan bahwa program wajib militer
di Indonesi belum merupakan prioritas. APB yang minim, sumber daya manusia *I, Polri
dan P+ yang cukup besar, merupakan angkatan perang yang kuat. Pilihan2pilihan untuk
meningkatkan kesejahteraan prajurit serta alutsista, mengembalikan *I kepada core
competency2nya, merupakan program yang lebih penting dan mendesak untuk negeri ini.@@@
Saiful Haq , Mahasiswa Politik Justus Liebi !ni"ersitat of #iessen, Jerman$