Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
68
Konsentrasi sulfida air laut di pantai wilayah Kabupaten Progo tahun
2016 yang dipantau adalah 0,11 mg/L sedangkan tahun 2017 yaitu 0,12 mg/L dan
0,006 mg/L dimana ambang batas yang diperkenankan di dalam air laut ini adalah
0 mg/L. Banyaknya kandungan sulfida tersebut masih dianggap normal karena
belum mencapai 0,4 mg/L yang mengakibatkan kematian ikan. Namun demikian
kenaikan kandungan sulfida pada tahun 2017 perlu diwaspadai karena kenaikan
kandungan sulfida dapat mengancam kehidupan ikan laut.
12. Fenol
Senyawa fenol sering ditemukan pada perairan laut yang merupakan
bahan polutan berasal dari tumpahan minyak mentah, tumpahan bahan bakar
kapal, maupun pembuangan limbah industri minyak bumi. Fenol menimbulkan
bau tidak sedap, bersifat racun dan korosif terhadap kulit (iritasi). Disamping itu
fenol menyebabkan gangguan pada manusia dan kematian organisme yang
terdapat pada air dengan nilai konsentrasi tertentu. Pada kadar fenol yang rendah
masih dapat didegradasi oleh mikroorganisme, namun jumlah dan
mikroorganisme pengurai fenol sangat terbatas pada kadar fenol yang tinggi.
Senyawa Fenol tidak diperbolehkan dalam perairan wisata laut bahari atau
ambang batasnya 0 mg/L. Kadar fenol air laut di lokasi pantai Kabupaten Kulon
Progo tahun 2016 sebesar 0,0001 mg/L, artinya melebihi baku mutu. Sedangkan
pada tahun 2017 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.45 Hasil Uji Parameter Fenol Pada Kualitas Air Laut di Kabupaten Kulon
Progo Tahun 2017
No. Nama Lokasi Waktu Sampling
(tgl/th/bulan) Fenol (mg/L) Baku Mutu
1. Pantai Bugel 17 Maret <0,0001 0
2. Pantai Glagah 17 Maret <0,0001 0
3. Pantai Glagah 17 Agustus 0.0226 0
Sumber: Badan Lingkungan Hidup DIY, 2017
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa kandungan fenol sebesar <0,0001
mg/L artinya masih diatas baku mutu. Namun demikian ada kenaikan kandungan
fenol dari tahun 2016 ke tahun 2017. Di lautan senyawa fenol dalam kadar rendah
dapat diuraikan oleh bakteri sehingga tidak bersifat toksik. Kehidupan bakteri
biodegradasi ini tergantung pada kualitas lingkungan yang baik, maka faktor-
69
faktor fisik dan kimia perairan turut menentukan dapat tidaknya terjadi proses
biodegradasi. Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan
bakteri pendegradasi fenol adalah konsentrasi BOD, COD, DO, Salinitas, suhu
dan pH air laut.
3.2.4 Kualitas Air Danau/Waduk/Situ/Embung
Kabupaten Kulon Progo memiliki satu waduk dan beberapa embung
yang difungsikan sebagai penampung air guna memenuhi kebutuhan air
masyarakat sekitar. Berikut beberapa daftar rincian waduk dan embung yang ada
di Kabupaten Kulon Progo:
Tabel 3.46. Kondisi Danau/Waduk/Situ/Embung di Kabupaten Kulon Progo
Tahun 2017
No. Nama
Danau/Waduk/Situ/Embung Luas (Ha)
Volume
(m3)
Danau - -
1. Tidak Ada - -
Waduk - -
1. Waduk Sermo 157 25.000.000
Situ - -
1. Tidak Ada - -
Embung - -
1. Embung Tangkisan I 0 35.000
2. Embung Tangkisan II 0 7.500
3. Embung Ngroto 0,3120 6.000
4. Embung Kayangan 0,15 6.000
5. Embung Dawetan 0,9438 4.000
6. Embung Penggung 1,5146 4.000
7. Embung Blubuk 0,9525 18.655
8. Embung Bogor 0 6.000
9. Embung Batur 0 8.900
10. Embung Kalibuko I dan Plampang 0 6.700
11. Embung Kedungromo 0 3.500
12. Embung Weden 0 3.500
13. Embung Cikli 0 3.000
14. Embung Sambeng 0 12.000
15. Embung Bibis 0 40.000
16. Embung Jurug 0 9.000
70
No. Nama
Danau/Waduk/Situ/Embung Luas (Ha)
Volume
(m3)
17. Embung Samigaluh 0 6.523
18. Embung Kleco 0 8.000
19. Embung Tonogoro 0 10.000
Keterangan : Tidak ada Danau dan Situ di Kabupaten Kulon Progo
Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kabupaten Kulon Progo, 2017
Waduk Sermo merupakan satu-satunya waduk yang terdapat di
Kabupaten Kulon Progo dengan luas 157 hektar dan berkapasitas 25 juta m3.
Waduk Sermo memiliki banyak manfaat khususnya bagi masyarakat sekitar, baik
dari segi ekonomi, pertanian maupun pariwisata. Masyarakat sekitar
memanfaatkan Waduk Sermo untuk mengairi lahan pertanian berupa budidaya
buah-buahan lokal seperti durian dan budidaya ikan tawar. Bukan hanya itu, untuk
mendukung kegiatan pariwisata dibangun pula fasilitas-fasilitas penunjang untuk
menarik minat kunjungan wisatawan.
Selain memiliki waduk, Kabupaten Kulon Progo juga memiliki embung
sebanyak 19. Beberapa embungdi Kabupaten Kulon Progo yaitu Embung Ngroto
dengan luas 0.3120 Ha dan volume 6,000 m3, kemudian Embung Kayangan
dengan luas 0.15 Ha dan volume 6,000 m3 serta Embung Penggung dengan luas
1.5146 dan volume 4,000 m3. Keberadaan embung tersebut berfungsi untuk
mengairi sawah sekitar dan penampung air disaat musim kemarau tiba.
3.3. Kualitas Udara
Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon Progo telah melakukan
pemantauan kualitas udara pada 8 titik lokasi yang tersebar di wilayah Kabupaten
Kulon Progo. Pemantauan dilakukan satu kali periode yaitu pada bulan November
2017. Berikut merupakan daftar lokasi dan hasil pemantauan kualitas udara
Kabupaten Kulon Progo.
Tabel 3.47. Lokasi 8 Titik PemantauanKualitas Udara Kabupaten Kulon Progo
2017
Nomor Lokasi Nama Lokasi
Lokasi 1 : Pertigaan Tugu Brosot, Galur, Kulon Progo
Lokasi 2 : Pertigaan Jangkaran, Temon, Kulon Progo
Lokasi 3 : Pro Liman Karangnongko, Jl. Khudori, Wates, Kulon Progo
Lokasi 4 : Pertigaan Ngeplang, Kulon Progo
Lokasi 5 : Perempatan Dekso, Kalibawang, Kulon Progo
71
Lokasi 6 : Pertigaan Tugu Brosot, Galur, Kulon Progo
Lokasi 7 : Pro Liman Karangnongko, Jl. Khudori, Wates, Kulon Progo
Lokasi 8 : Perempatan Dekso, Kalibawang, Kulon Progo
1. Parameter SO2
Nilai kandungan SO2 pada 8 titik memiliki nilai rata-rata 33,4125
µg/Nm3. Nilai terkecil kandungan SO2 yaitu 7,6 µg/Nm3 yang berada pada lokasi
Pro Liman Karangnongko, Jl. Khudori, Wates dan kandungan SO2 tertinggi yaitu
72,85 µg/Nm3 terdapat pada lokasi Perempatan Dekso, Kalibawang, Kulon
Progo. Dari semua pemantauan yang dilakukan pada 8 titik seluruh nilai pada
parameter SO2 masih berada pada nilai Baku Mutu yang ditetapkan.
2. Parameter CO
Nilai kandungan CO pada 8 titik memiliki nilai rata-rata 33,4125
µg/Nm3. Nilai terkecil kandungan CO yaitu 7,6 µg/Nm3 yang berada pada lokasi
Pro Liman Karangnongko, Jl. Khudori, Wates dan kandungan CO tertinggi yaitu
72,85 µg/Nm3 terdapat pada lokasi Perempatan Dekso, Kalibawang, Kulon
Progo. Dari semua pemantauan yang dilakukan pada 8 titik seluruh nilai pada
parameter CO masih berada pada nilai Baku Mutu yang ditetapkan.
3. Parameter NO2
Nilai kandungan NO2 pada 8 titik memiliki nilai rata-rata 23,68125
µg/Nm3. Nilai terkecil kandungan NO2 yaitu 15,91 µg/Nm3 yang berada pada
lokasi Perempatan Dekso, Kalibawang dan kandungan NO2 tertinggi yaitu
35,77µg/Nm3 terdapat pada lokasiPertigaan Ngeplang. Dari semua pemantauan
yang dilakukan pada 8 titik seluruh nilai pada parameter NO2 masih berada pada
nilai Baku Mutu yang ditetapkan.
4. Parameter TSP
Nilai kandungan TSP pada 8 titik memiliki nilai rata-rata 133,1988
µg/Nm3. Nilai terkecil kandungan TSP yaitu 80,52 µg/Nm3 yang berada pada
lokasi Pertigaan Tugu Brosot, Galur dan kandungan TSP tertinggi yaitu 203,35
µg/Nm3 terdapat pada lokasiPertigaan Ngeplang. Dari semua pemantauan yang
72
dilakukan pada 8 titik seluruh nilai pada parameter TSP masih berada pada nilai
Baku Mutu yang ditetapkan.
Gambar 3.22. Dokumentasi Pemantauan Kualitas Udara
Tabel 3.48 Konsentrasi Parameter Kebisingan Bulan Maret dan September
Tahun 2017
No. Nama Lokasi Konsentrasi dB (A) Baku Mutu
dB (A) Maret September
1 Pertigaan Tugu Brosot, Galur,
Kulon Progo 67,3 67,6 70
2 Pertigaan Jangkaran, Temon,
Kulon Progo 64,4
- 70
3 Pro Liman Karangnongko, Jl.
Khudori, Wates, Kulon Progo 71,5* 70,8* 70
4 Pertigaan Ngeplang, Kulon
Progo 74,2*
- 70
5 Perempatan Dekso,
Kalibawang, Kulon Progo 68,7 65,4 70
Sumber : Badan Lingkungan Hidup DIY, 2017
Keterangan : warna merah * : Melebihi Baku Mutu.
Parameter yang melebihi baku mutu udara ambien dalam pengambilan
sampel adalah parameter Kebisingan. Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon
Progo melakukan pemantauan kualitas udara ambien dengan parameter
Kebisingan dua kali periode yaitu bulan Maret dan September. Periode pertama
dilakukan pemantauan kualitas udara pada lima lokasi dan periode ke dua
sebanyak tiga lokasi pemantauan. Berikut analisa parameter Kebisingan pada
lima lokasi. Kondisi tingkat kebisingan dari 5 lokasi pemantauan menunjukkan
bahwa, di lokasi pemantauan pada bulan Maret berkisar 64,4 - 74,2 dB(A) dimana
73
tertinggi berada di Pertigaan Ngeplang dan terendah di Pertigaan Jangkaran,
Temon. Pemantauan periode ke dua pada tiga lokasi pemantauan nilai tingkat
Kebisingan berkisar 65,4 - 70,8 dB(A) dengan intensitas kebisingan paling tinggi
berada di Pro Liman Karangnongko, Jl. Khudori, Wates dan untuk angka
terendahnya di Perempatan Dekso, Kalibawang. Untuk rerata intensitas
kebisingan pada bulan Maret sebesar 72,85 dB(A) dan untuk Bulan September
sebesar 70,8 dB(A), sedangkan baku mutu tingkat Kebisingan berdasarkan Baku
Mutu Udara Ambient Daerah di Prop. DIY No. 153 tahun 2002 adalah sebesar 70
dB(A). Pemantauan pada bulan Maret terdapat dua lokasi yang melebihi baku
mutu pada parameter Kebisingan sedangkan pada bulan September terdapat satu
lokasi.
Tingginya tingkat Kebisingan di Kabupaten Kulon Progo menimbulkan
dampak antara lain dapat mengganggu ketenangan pikiran, mengarah kepada
peningkatan emosional, serta tidak adanya kenyamanan lingkungan. Apabila
dibandingkan dengan tingkat Kebisingan tertinggi antara tahun 2017 dan 2016
yaitu tahun 2017 sebesar 74,2 dB(A) sedangkan kondisi tahun 2016 sebesar 72,6
dB(A) maka kondisi parameter Kebisingan tahun 2017 lebih tinggi, hal ini
dimungkinkan oleh adanya penambahan alat transportasi atau kendaraan bermotor
yang melintas atau terjadinya pembangunan yang terjadi pada titik-titik
pemantauan. Perbandingan kondisi parameter Kebisingan dari pengukuran yang
telah dilakukan dapat ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
Tabel 3.49 Suhu Udara Rata-Rata Bulanan (0C).
Nama dan Lokasi Stasiun
Suhu Udara Rata-Rata Bulanan (0C)
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
Staklim Yogyakarta
26,1 26,2 26,4 26,5 26,3 26,3 25,1 25,1 25,7 26,6 25,6 26,3
Suhu udara merupakan salah satu parameter untuk mengetahui kualitas
udara di suatu wilayah, khususnya di perkotaan. Rata-rata suhu bulanan pada
Kabupaten Kulon Progo tahun 2017 adalah berkisar antara 25 sampai 26 derajat
celsius. Hal tersebut menunjukan bahwa keadaan suhu di Kabupaten Kulon Progo
dalam keadaan normal. Hal tersebut di dukung dengan hasil pengujian kualitas
udara yang menunjukkan semua parameter kualitas udara dibawah baku mutu.
74
Sehingga dapat disimpulkan, kualitas udara di Kabupaten Kulon Progo tahun
2017 tergolong baik. Sedangkan pada parameter kebisingan terdapat dua titik
yang menunjukkan diatas baku mutu karena padatnya jumlah kendaraan.
3.4. Resiko Bencana
Bencana merupakan sebuah kata yang membuat sebagian orang takut
apabila mendengarnya. Bencana identik dengan kata negatif seperti kerugian,
penderitaan, kecelakaan, bahaya dan lain sebagainya. Waktu dan tempat
terjadinya bencana tidak bisa ditebak secara pasti, hanya bisa diprediksi dan
dianalisis, sehingga dapat menyimpulkan perkiraan dampak dan cara penanganan
dari bencana yang akan terjadi. Pengelolaan bencana perlu dilakukan agar resiko
bencana dapat di minimalisir. Pemerintah Indonesia membuat Undang-Undang
tentang penanggulangan bencana agar penanganan bencana yang terjadi di
wilayah Indonesia dapat berjalan efektif. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2007 BAB I Pasal 1 tentang Penanggulangan Bencana, menjelaskan bahwa
“Bencana adalah peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis”. Selanjutnya dalam undang-undang tersebut
juga dijelaskan pengertian risiko bencana, yaitu potensi kerugian yang
ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang
dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman,
mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.
Berdasarkan pengertian bencana dan risiko bencana, maka bencana dapat
dibedakan menjadi bencana alam, non alam, dan bencana sosial. Sedangkan yang
terjadi di Kabupaten Kulon Progo yaitu bencana alam dan bencana sosial. Adapun
data risiko bencana dapat dilihat pada uraian berikut ini:
3.4.1. Bencana Alam
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi,
tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor
75
(UURI Nomor 24 Tahun 2007). Berikut diuraikan bencana alam yang terjadi di
Kabupaten Kulon Progo tahun 2017:
Pada tahun 2017 terjadi dua bencana alam di Kabupaten Kulon Progo
yaitu bencana banjir dan tanah longsor. Bencana banjir terjadi di lima kecamatan,
yaitu Kecamatan Wates, Kecamatan Panjatan, Kecamatan Galur, Kecamatan
Lendah, dan Kecamatan Sentolo. Total area yang terendam seluas 114 ha, dengan
kerugian mencapai Rp10.945.250.000,-. Kecamatan yang memiliki dampak total
area terendam banjir terluas yaitu Kecamatan Wates dan perkiraan kerugian
tertinggi ada pada Kecamatan Panjatan dengan nilai perkiraan kerugian sebesar
Rp 10.140.000.000,-. Berikut adalah tabel bencana alam banjir berdasarkan
masing-masing kecamatan :
Tabel 3.50. Bencana Banjir, Korban, dan Kerugian di Kabupaten Kulon Progo
Tahun 2017
No. Kecamatan
Total Area
Terendam
(Ha)
Jumlah Korban Perkiraan
Kerugian (Rp.) Mengungsi Meninggal
1. Temon 0,00 0 0 0,00
2. Wates 57,00 0 0 285.000.000,00
3. Panjatan 15,00 497 0 10.140.000.000,00
4. Galur 13,00 0 0 100.000.000,00
5. Lendah 23,00 155 0 270.250.000,00
6. Sentolo 6,00 0 0 150.000.000,00
7. Pengasih 0,00 0 0 0,00
8. Kokap 0,00 0 0 0,00
9. Girimulyo 0,00 0 0 0,00
10. Nanggulan 0,00 0 0 0,00
11. Samigaluh 0,00 0 0 0,00
12. Kalibawang 0,00 0 0 0,00
Total 114,00 652 0 10.945.250.000,00
Sumber : Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Kulon Progo, 2017
Kelima kecamatan yang terkena banjir merupakan kecamatan yang
masuk dalam zona rawan bencana banjir, selain Kecamatan Sentolo yang masih
belum masuk pada zona rawan banjirsesuai RTRWK yaitu Kecamatan Temon,
Kecamatan Wates, Kecamatan Panjatan, Kecamatan Galur, dan Kecamatan
Lendah. Kelima daerah terkena banjir merupakan daerah dataran di wilayah
Kabupaten Kulon Progo dengan ketinggian 25-200 mdpl.
Penanganan bencana banjir dilaksanakan oleh Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) bersama Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo
76
dengan memberikan bantuan berupa perahu karet, pompa air, bantuan logistik,
serta makanan. Dinas kesehatan juga memperhatikan sanitasi air yang digunakan
warga pasca banjir. Dinas kesehatan melakukan kaporisasi pada air yang
tercemar. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya wabah penyakit.
Selanjutnya bencana alam yang terjadi di Kabupaten Kulon progo yaitu
tanah longsor. Tanah longsor terjadi di enam kecamatan, yaitu Kecamatan
Lendah, Kecamatan Sentolo, Kecamatan Kokap, Kecamatan Girimulyo,
Kecamatan Nanggulan dan Kecamatan Samigaluh. Perkiraan kerugian dari tanah
longsor pada tiap kecamatan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3.51. Bencana Alam Tanah Longsor dan Gempa Bumi, Korban, Kerugian di
Kabupaten Kulon Progo Tahun 2017
No. Kecamatan Jenis Bencana
Jumlah
Korban
Meninggal
(jiwa)
Perkiraan
Kerugian(Rp.)
1. Temon
0 0,00
2. Wates 0 120.000.000,00
3. Panjatan 0 0,00
4. Galur 0 0,00
5. Lendah 0 79.000.000,00
6. Sentolo Tanah longsor 0 195.000.000,00
7. Pengasih 1 659.000.000,00
8. Kokap 0 1.887.070.000,00
9. Girimulyo 2 6.547.000.000,00
10. Nanggulan 0 526.500.000,00
11. Samigaluh 0 6.137.000.000,00
12. Kalibawang 0 481.000.000,00
Total 3 16.631.570.000,00
Sumber: Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Kulon Progo, 2017
Bencana alam tanah longsor di Kabupaten Kulon Progo tahun 2017
diperkirakan mengakibatkan kerugian sebesar Rp 16.631.570.000,- rupiah dan
telah mengakibatkan tiga korban meninggal dunia. Kondisi paling parah terjadi di
Kecamatan Girimulyo dengan kerugian terbesar yaitu Rp 6.547.000.000,-. Tanah
longsor di Kecamatan Girimulyo juga merupakan daerah dengan korban jiwa
tertinggi yaitu 2 korban jiwa serta 1 korban jiwa di Kecamatan Pengasih. Menurut
RTRWK kecamatan yang termasuk dalam zona bencana longsor yaitu Kecamatan
Pengasih, Kecamatan Kokap, Kecamatan Nanggulan, Kecamatan Girimulyo,
77
Kecamatan Kalibawang, dan Kecamatan Samigaluh. Berdasarkan kejadian
bencana tanah longsor di Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2017 maka
Kecamatan Wates, Kecamatan Lendah dan Kecamatan Sentolo belum menjadi
kawasan zona bencana longsor pada RTRW sehingga perlu mendapatkan
perhatian dalam penanganan penanggulangan bencana tanah longsor.
Pada bencana tanah longsor, pemerintah khususnya BPBD bersama
Dinas Kesehatan berkoordinasi melakukan bantuan dan pelayanan kesehatan bagi
korban dan masyarakat yang mengungsi. Bantuan berupa logistik, makanan dan
obat-obatan.
Bencana banjir dan tanah longsor di Kabupaten Kulon Progo terjadi
hampir setiap tahun. Oleh karena itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah
menyusun peta kawasan bencana banjir dan tanah longsor. Pemetaan tersebut
bertujuan untuk memberikan informasi kepada masyarakat maupun pemerintah
setempat. Selain pembuatan peta rawan bencana,BPBD melakukan mitigasi
bencana dengan penyuluhan dan simulasi kepada masyarakat yang bertujuan
untuk bersiapsiaga terhadap bencana alam.
78
Gambar 3.22 Peta Rawan Bencana Tanah Longsor di Kabupaten Kulon Progo
79
Gambar 3.23 Peta Rawan Bencana Banjir di Kabupaten Kulon Progo
3.4.2. Bencana Non Alam
Bencana non alam yang terjadi di Kabupaten Kulon Progo merupakan
kejadian luar biasa yang telah terdokumentasi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten
Kulon Progo sebagai berikut.
Tabel 3.52. Kejadian Luar Biasa Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo Tahun
2017
No. Kejadian Luar Biasa Jumlah Lokasi
1 Antraks 1 Girimulyo
2 AFP 1 Galur
3 Rubella 1 Kokap
4 Keracunan Makanan 1 Panjatan
5 Keracunan Makanan 1 Galur
6 Keracunan Makanan 2 Sentolo
7 Keracunan Makanan 1 Kalibawang
8 Keracunan Makanan 1 Lendah
9 Keracunan Makanan 1 Panjatan
10 Keracunan Makanan 1 Kokap
11 Keracunan Makanan 1 Wates
Jumlah 12
80
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo, 2017
Bencana non alam atau kejadian luar biasa yang terjadi di Kabupaten
Kulon Progo seperti yang terdapat pada table di atas menunjukan daftar list
kejadian luar biasa diantaranya antraks, AFP, rubella dan keracunan makanan
dengan total sebanyak 12 kasus yang terjadi di berbagai kecamatan di Kabupaten
Kulon Progo. Antraks merupakan penyakit menular dan mematikan yang
disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis. Penyakit ini dapat ditularkan dari
hewan yang terjangkit kepada manusia, namun tidak dapat ditularkan antara
sesama manusia. Kejadian ini terjadi di Desa Purwosari, Kecamatan Girimulyo
dan menjangkiti 16 warga serta menyebabkan kematian satu ekor sapi dan empat
kambing secara mendadak.
Acute Flaccid paralysis (AFP) adalah kelumpuhan flaccid (layuh) tanpa
penyebab lain pada anak kurang dari 15 tahun. AFP tersebut merupakan gejawa
awal dari penyakit polio. Penyakit ini pun menjangkiti warga di Kecamatan Galur.
Penyakit berikutnya yaitu Rubella, yang terjadi di Kecamatan Kokap. Rubella
atau campak Jerman adalah infeksi virus yang ditandai dengan ruam merah pada
kulit yang dapat terjadi pada anak-anak dan remaja. Pemerintah melalui Dinas
Kesehatan langsung mengambil tindakan cepat dengan melakukan imunisasi
Measles Rubbela (MR) dengan sasaran kepada anak-anak dan remaja usia 9
bulan-15 tahun yang dibagi menjadi dua fase.
Kejadian luar biasa lainnya yaitu keracunan makanan. Hal ini disebabkan
oleh tindakan mengonsumsi makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri,
virus dan parasait. Adapun gejala yang dialami yaitu seperti mual-mual dan
muntah, doiare dan sakit atau kram perut. Kejadian ini pun menjadi yang paling
sering terjadi di Kabupaten Kulon Progo pada tahun 17 dengan total 9 kasus yang
terjadi di Kecamatan Panjatan, Galur, Sentolo, kalibawang, Lendah, Kokap dan
Wates.
3.4.3. Bencana Sosial
Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial
antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror. Pada tahun 2017
81
tidak terjadi bencana social di Kabupaten Kulon Progo. Hal tersebut menunjukan
bahwa masayarakat di Kabupaten Kulon Progo dalam keadaan yang damai dan
tidak memiliki pengelompokan berdasarakan suku ataupun kelompok tertentu.
Diharapkan kondisi masyarakat yang dapat bersatu walaupun berbeda pendapat
atau pandangan akan terus terjaga demi kehidupan yang lebih baik.
3.5. Perkotaan
3.5.1 Kependudukan
Jumlah penduduk diarea perkotaan relative lebih tinggi dibandingkan
dengan jumlah penduduk di pedesaan. Penduduk merupakan subjek pembangunan
yang perlu diperhatikan. Data-data kependudukan dapat dijadikan dasar sebagai
pedoman penentu kebijakan suatu daerah. Data kependudukan tidak dapat
terlepas dari laju pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk, dan rasio jenis
kelamin.
Laju pertumbuhan penduduk merupakan salah satu indikator penting
dalam proses pembangunan suatu wilayah. Jumlah penduduk yang tinggi akan
menjadibeban berat bagi pertumbuhan wilayah. Pertumbuhan penduduk yang
tinggi tentu harus disertai kualitas penduduk yang baik pula. Namun jika
jumlah penduduk tinggi dengan kualitas penduduk yang rendah, maka beban
pemerintah akan semakin berat dalam menjalankan pembangunannya.
Berdasarkan data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kabupaten Kulon Progo, jumlah penduduk Kabupaten Kulon Progo tahun 2017
sebanyak 446.064 jiwa. Jumlah tersebut naik sebesar 0,17% bila dibandingkan
dengan jumlah penduduk pada tahun 2016 yaitu sebanyak 445.293 jiwa. Secara
umum, jumlah penduduk di Kabupaten Kulon Progo dalam 5 tahun terakhir terus
mengalami peningkatan yag cukup signifikan. Berikut data jumlah penduduk
Kabupaten Kulon Progo dalam 5 tahun terakhir.
82
Gambar 3.24. Perkembangan Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Tahun 2013-2017 di Kabupaten Kulon Progo
Berdasarkan Gambar di atas, perkembangan jumlah penduduk Kabupaten
Kulon Progo berdasarkan jenis kelamin, baik laki-laki maupun perempuan tahun
2013-2017 terus mengalami peningkatan. Selama tahun 2013-2017, jumlah
penduduk Kulon Progo mengalami peningkatan sebesar 7,17%. Berdasarkan
jumlah tersebut, jumlah penduduk dengan jenis kelamin perempuan selalu
mendominasi dibanding jumlah penduduk laki-laki pada tiap
tahunnya.Peningkatan tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten Kulon Progo
memiliki kuantitas Sumber Daya Manusia (SDM) dengan kuantitas yang cukup
tinggi.Namun, peningkatan kuantitas tersebut harus diimbangi dengan
peningkatan kualitas SDM tersebut agar tidak menjadi beban dalam perekonomian
keluarga yang nantinya dapat menyebabkan indeks gini (gini ratio) Kabupaten
Kulon Progo semakin meningkat.
Pertumbuhan jumlah penduduk bukan hanya terjadi secara keseluruhan
penduduk Kabupaten Kulon Progo, namun pertumbuhan penduduk juga terjadi di
tiap-tiap kecamatan. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:
83
Tabel 3.53 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Pertumbuhan Penduduk dan
Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2017
No. Kecamatan Luas
(km2)
Jumlah Penduduk (jiwa) Pertumbuhan
Penduduk
(%)
Kepadatan
Penduduk
(jiwa/km2) L P L+P
1. Temon 36,3 14.436 14.748 29.184 0,52 803,97
2. Wates 32 24.495 24.600 49.095 -0,18 1.534,22
3. Panjatan 44,59 19.352 19.681 39.033 0,08 875,38
4. Galur 32,91 16.423 16.620 33.043 0,34 1004,04
5. Lendah 35,59 20.557 20.809 41.366 0,45 1.162,29
6. Sentolo 52,65 25.006 25.245 50.251 0,05 954,43
7. Pengasih 61,66 25.541 26.100 51.641 0,35 837,51
8. Kokap 73,8 18.280 18.339 36.619 0,22 496,19
9. Girimulyo 54,9 12.475 12.695 25.170 -0,18 458,47
10. Nanggulan 39,61 15.149 15.639 30.788 0,27 777,28
11. Samigaluh 52,96 14.441 14.375 28.816 0,26 544,11
12. Kalibawang 69,29 15.225 15.797 31.022 -0,18 447,71
Jumlah 586,28 221.380 224.684 446.064 0.17 760,84
Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencacatan Sipil Kabupaten Kulon Progo,
2017
Pertumbuhan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Temon yaitu
sebesar 0,52% dengan kepadatan penduduk sebesar 803,97 jiwa/km2. Sedangkan
Kecamatan dengan pertumbuhan penduduk terbesar kedua dan ketiga yaitu
Kecamatan Lendah yaitu sebesar 0,45% dengan kepadatan penduduk sebesar
1.162,29 jiwa/km2 dan Kecamatan Pengasih sebesar 0,35% dengan kepadatan
penduduk sebesar 837,51 jiwa km2. Pada tahun sebelumnya pertumbuhan
tertinggi terdapat di kecamatan Wates dengan pertumbuhan sebesar 3,28% dengan
kepadatan penduduk 1.537 jiwa/km2. Namun, pada tahun 2017 pertumbuhan
penduduk Kecamatan Wates justru mengalami penurunan yang cukup signifikan
bahkan menyentuh minus (-) yaitu sebesar -0,18%. Penurunan yang sama pun
terjadi pada dua Kecamatan lainnya yaitu Kecamatan Girimulyo dan Kalibawang
dengan pertumbuhan penduduk sebesar -0,18%.Hal ini diduga disebabkan oleh
84
angka kematian yang lebih besar dibanding angka kelahiran dan adanya
perpindahan penduduk (transmigrasi).
Tabel 3.54. Jumlah Penduduk Kota Berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten
Kulon Progo
No. Kecamatan Desa/Kelurahan Jumlah Penduduk (Jiwa)
Total Laki-laki Perempuan
1. Wates Wates 7.171 7.300 14.471
Giripeni 4.053 4.289 8.342
Bendungan 3.256 3.339 6.595
Triharjo 3.392 3.600 6.992
2. Pengasih Pengasih 4.849 5.027 9.876
Karangsari 4.749 5.116 9.865
Margosari 2.854 3.010 5.864
Sendangsari 4.480 4.740 9.220
Kedungsari 2.076 2.227 4.303
Total 36.880 38.648 75.528
Sumber: Proyeksi Penduduk Kabupaten Kulon Progo,Badan Pusat Statistik (BPS)
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa jumlah penduduk kota di
Kabupaten Kulon progo sebanyak 75.528 jiwa, dengan rincian 36.880 jiwa laki-
laki dan 38.648 jiwa perempuan. Desa/Kelurahan dengan jumlah penduduk
terbanyak yaitu Desa/Kelurahan Wates dengan total penduduk sebanyak 14.471
jiwa. Sedangkan Desa/Kelurahan dengan jumlah penduduk terendah yaitu
Desa/Kelurahan Kedungsari dengan total penduduk sebanyak 4.303 jiwa.
Jumlah penduduk Kabupaten Kulon Progo berdasarkan jenis kelamin
tahun 2017, diketahui jumlah penduduk laki-laki yaitu 221.380 jiwa dan jumlah
penduduk perempuan yaitu 224.684 jiwa, maka nilai sex ratio nya sebesar 99,
artinya terdapat 99 laki-laki per 100 perempuan. Berdasarkan rasio tersebut dapat
disimpulkan bahwa jumlah penduduk laki-laki dan perempuan seimbang, , seperti
pada gambar berikut:
85
Gambar 3.25. Diagram Persentase Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di
Kabupaten Kulon Progo Tahun 2017
Terdapat beberapa permasalahan yang sering terjadi dalam kependudukan,
salah satu yang utama yaitu masalah kemiskinan.Kemiskinan selalu menjadi
momok yang menakutkan bagi masyarakat maupun pemerintah sebagai
pengambil kebijakan.Kemiskinan terjadi diseluruh negara, baik negara maju
maupun negara berkembang seperti Indonesia.Oleh sebab itu, diperlukan adanya
formulasi kebijakan yang tepat dari pemerintah untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut, baik melalui kebijakan moneter, fiskal maupun kebijakan
lainnya.Permasalahan kemiskinan tersebut pun terjadi di Kabupaten Kulon Progo,
seperti yang tercantum pada tabel dibawah ini.
Tabel 355. Jumlah Rumah Tangga Miskin per Kecamatan di Kabupaten Kulon
Progo Tahun 2017
No. Kecamatan Jumlah Rumah
Tangga
Jumlah Rumah
Tangga Miskin
1. Temon 10.101 4.081
2. Wates 16.165 5.805
3. Panjatan 13.113 5.800
4. Galur 11.374 5.183
5. Lendah 14.076 6.655
86
No. Kecamatan Jumlah Rumah
Tangga
Jumlah Rumah
Tangga Miskin
6. Sentolo 16.426 7.752
7. Pengasih 16.914 7.264
8. Kokap 12.276 6.019
9. Girimulyo 8.517 4.001
10 Nanggulan 10.094 5.159
11. Samigaluh 9.719 5.417
12. Kalibawang 10.490 5.677
Total 149.265 68.813
Sumber :Jumlah Rumah Tangga Miskin - DTPPFM (Data Dinas Sosial
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kab. Kulon Progo,
2017)
Jumlah Rumah Tangga (KK) - Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kabupaten Kulon Progo, 2017 ( Data Semester 2 tahun 2017)
Berdasarkan data di atas, jumlah Rumah Tangga di Kabupaten Kulon
Progo sebanyak149.265 dan 68.813 diantaranya termasuk dalam Rumah Tangga
Miskin (RTM). Jumlah ini meningkat sangat drastis yakni 215% dari tahun lalu
dimana jumlah RTM Kabupaten Kulon Progo tahun 2016 sebesar 21.820 dari
108.889 jumlah rumah tangga. Kecamatan dengan RTM tertinggi yaitu
Kecamatan Sentolo, kemudian Pengasih dan Kokap. Sedangkan Kecamatan
dengan RTM terendah yaitu Kecamatan Girimulyo, disusul Temon dan
Nanggulan.
Tinggi nya jumlah RTM tersebut harus menjadi perhatian khusus
pemerintah Kabupaten Kulon Progo dan harus segera dicari solusi untuk
mengatasi hal tersebut. Sesuai dengan yang tercantum dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Kulon Progo,
pemerintah diberikan mandat untuk mewujudkan pemerataan pembangunan dan
berkeadilan diantaranya meningkatkan pembangunan wilayah; mengurangi
kesenjangan sosial secara menyeluruh, keberpihakan kepada masyarakat dan
wiayah yang tertinggal,; menanggulangi kemiskinan dan pengangguran;
menyediakan akses yang sama terhadap berbagai pelayanan sosial dan sarana
prasarana ekonomi; serta menghilangkan diskriminasi dalam berbagai aspek.
87
Tak hanya itu, terdapat satu faktor utama yang dapat dijadikan sebagai
solusi untuk menyelesaikan masalah kependudukan, yaitu pendidikan.Pendidikan
merupakan faktor yang dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia,
khususnya Kabupaten Kulon Progo yang memiliki jumlah penduduk yang selalu
meningkat tiap tahunnya.Berikut grafik jumlah penduduk menurut tingkat
pendidikan di Kabupaten Kulon Progo.
Gambar 3.26. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten Kulon
Progo Tahun 2017
Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Kulon Progo,
2017
Pada tahun 2017, jumlah penduduk menurut pendidikan didominasi oleh
penduduk berpendidikan SMA sebanyak 119.119 orang (30%), kemudian SD
sebanyak 100.673 orang (25%) dan berpendidikan tinggi (Diploma, S1, S2 dan
S3) sebanyak 28.130 orang (6%), sedangkan penduduk yang tidak atau belum
sekolah (21%). Komposisi penduduk menurut pendidikan ini tidak jauh berbeda
dengan komposisi pada tahun 2016 dimana persentase komposisi penduduk
menurt pendidikan tertinggi yaitu jenjang SMA (29%), kemudian SD (26%) dan
jumlah penduduk yang tidak atau belum sekolah (21%).Detail mengenai
persentase tersebut seperti tergambar pada gambar berikut:
88
Gambar 3.27. Persentase Tingkat Pendidikan di Kabupaten Kulon Progo Tahun
2017
3.5.2 Kesehatan
Kesehatan merupakan hak semua manusia, kesehatan juga sebagai
salah satu indikator kesejahteraan penduduk. Untuk meningkatkan
produktivitas penduduk, yang dilakukan yaitu meningkatkan kesehatan
penduduknya. Dengan penduduk yang sehat maka pekerjaan akan optimal dengan
hasil yang baik. Saat ini ada dua beban yang dialami pemerintah untuk mengatasi
penyakit di Indonesia, khususnya di Kabupaten Kulon Progo yaitu penyakit
degeneratif dan penyakit karena lingkungan. Penyakit degeneratif yaitu penyakit
karena gen atau keturunan atau pola hidup, seperti diabetes mellitus.
Sedangkan penyakit karena kondisi lingkungan yaitu lingkungan fisik yang
kurang baik (adanya pencemaran atau kawasan slum) maupun kondisi makanan
yang kurang sehat salah satu contohnya seperi diare. Berikut beberapa jenis
penyakit utama yang diderita penduduk di Kabupaten Kulon Progo:
89
Tabel 3.56. Jenis Penyakit Utama yang Diderita Penduduk di Kabupaten Kulon
Progo Tahun 2016
No. Jenis Penyakit Jumlah Penderita
1. Nasofaringitis akut (Common Cold) 46.754
2. Hipertensi Esensial (primer) 44.358
3. Dispepsia 20.856
4. Artritis Lainnya 16.984
5. Infeksi saluran nafas atas akut multipel dan YTT 12.601
6. Diabetes Melitu Non dependen Insulin 9.547
7. Penyakit Pulpa dan jaringan periapikal 8.200
8. Dermatitis kontak alergi 7.872
9. Sakit kepala 7.511
10. Myalgia 5.917
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo, 2017 (Profil Kesehatan 2017
data Tahun 2016)
Nasofaringitis akut dan hipertensi esensial merupakan dua penyakit
dengan jumlah penderita terbanyak di Kabupaten Kulon Progo.Nasofaringitis akut
atau yang popular dengan istlah “masuk angin” merupakan terjadinya peradangan
yang disebabkan oleh virus di saluran pernafasan dimana penyakit ini dapat
sembuh dengan dirinya.Sedangkan hipertensi atau yang biasa disebut darah tinggi
merupakan kondisi dimana tekanan darah melebihi nilai normal pada kisaran
130/80 mmHg.Penyakit ini disebabkan oleh pola hidup yang tidak sehat.
Peran pemerintah sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas
hidup masyarakatnya khususnya dibidang kesehatan melalui berbagai kebijakan
strategis, seperti penyediaan sarana prasarana kesehatan, seperti puskesmas dan
rumah sakit yang memadai serta adanya keringanan biaya kesehatan bagi
masyarakat kurang mampu. Disisi lain, di era media teknologi seperti saat ini
pemerintah juga harus gencar melakukan sosialisasi tentang pentingnya hidup
sehat dengan olahraga rutin dan menjaga lingkungan agar tetap bersih melalui
berbagai media sosial yang saat ini sudah sangat familiar di masyarakat . Tak
hanya itu, pemerintah juga dapat mengajak berbagai komunitas maupun lembaga
swadaya masyarakat untuk melakukan olahraga bersama seperti senam sehat
setiap minggu pagi. Melalui kegiatan seperti itu diharapkan dapat meningkatkan
kualitas kesehatan dan kualitas hidup masyarakat Kabupaten Kulon Progo.
90
3.5.3 Timbulan Sampah
Sampah merupakan permasalahan yang sering timbul khususnya di
perkotaan. Hal ini disebabkan oleh konsumsi masyarakat kota yang cukup tinggi
yang menyebabkan tingginya produksi sampah perkotaan yang melebihi
kemampuan pengelolaannya. Permasalahan tersebut belum dapat ditangani
dengan baik karena belum ditemukannya metode dan formulasi yang tepat untuk
mengatasi permasalahan tersebut.
Tabel 3.57. Perkiraan Jumlah Timbulan Sampah per Hari di Kabupaten Kulon
Progo Tahun 2017
No. Kecamatan Jumah Penduduk Timbulan Sampah (kg/hari)
1. Temon 26.634 9.855
2. Wates 47.877 17.714
3. Panjatan 36.071 13.346
4. Galur 31.024 11.479
5. Lendah 39.271 14.530
6. Sentolo 48.327 17.881
7. Pengasih 49.169 18.193
8. Kokap 32.003 11.841
9. Girimulyo 22.615 8.368
10. Nanggulan 29.372 10.868
11. Samigaluh 27.741 9.656
12. Kalibawang 26.096 10.264
Total 416.200 153.995
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman
Kabupaten Kulon Progo, 2017
Berdasarkan data di atas, diketahui total timbulan sampah di Kabupaten
Kulon Progo mencapai 154 ton per hari. Kecamatan dengan jumlah timbulan
sampah terbesar yaitu Kecamatan Pengasih, Sentolo dan Wates.Sedangkan,
Kecamatan dengan timbulan sampah terkecil yaitu Kecamatan
Girimulyo,Samigaluh, dan Temon.Sampah tersebut dibagi menjadi sampah
organik dan anorganik dimana sampah organik akan diolah menjadi pupuk
kompos, sedangkan sampah anorganik hanya dilakukan pengepresan saja.
Berdasarkan sumbernya, timbulan sampah dibagi menjadi 2, yaitu: timbulan
sampah permukiman dan timbulan sampah non-permukiman.
91
3.5.3.1 Timbulan Sampah Permukiman
A. Kondisi Pengelolaan Sampah
1. Timbulan Sampah
Pelayanan pengelolaan sampah di Kabupaten Kulon Progo
sudahmelingkupi seluruh kecamatan kecuali Kecamatan Girimulyo.Unit yang
bertanggung jawab terhadap pengelolaan sampah adalah UPTD Kebersihan dan
Pertamanan di bawah koordinasi Dinas Pekerjaan Umum. Sumber timbulan
sampah yangdikelola oleh UPTD Kebersihan dan Pertamanan berasal dari
warga/pemukiman, taman danpenyapuan jalan, pasar, terminal, industri, rumah
sakit, perkantoran dan sekolah.
Volume sampah yang tertanggani sebesar 84,76 m3/hari(10,39 %) dari
total timbulan sampah setiap harinya sebesar 815,81 m3/hari, sedangkan
reratatingkat pelayanan sampah di 12 Kecamatan adalah 8,31 %. Timbulan
sampah tertinggidiKecamatan Pengasih (94,95 m3/hari), dan terendah di
Kecamatan Girimulyo (46,01 m3/hari).Daerah yang tertinggi pelayanan
sampahnya adalah Kecamatan Wates yaitu volumesampah terlayani sebesar 57,17
m3/hari dan pelayanan terendah pada Kecamatan Kalibawang(sampah terlayani
0,15 m3/hari) dan Kecamatan Girimulyo yang belum terlayani sama sekali.
Tabel 3.58. Pelayanan Sampah di Kabupaten Kulon Progo Tahun 2014
Sumber : Penyusunan DED Persampahan (PTMP dan DED) Kabupaten Kulon
Progo 2014
92
Hasil survei primer menunjukkan timbulan sampah Kabupaten Kulon
Progo adalah 2,06 liter/org/hari, dan data sekunder menunjukkan tingkat
pertumbuhan penduduk sebesar 0,71 % dan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,16%
per tahun. Berdasarkan hal tersebut,timbulan sampah diprediksikan akan
mengalami kenaikan dari 2,06 lt/org/hr (sekarang)hingga 4,86 lt/org/hari atau
sebesar 2.394 m3/hari pada tahun 2034 dengan densitassampahuntuk kota
kecil/sedang sebesar 300 kg/m3.
Sesuai dengan jumlah penduduknya, timbulan sampah terbesar terdapat
pada Kecamatan Pengasih, Sentolo dan Wates.Timbulan sampah yang terdata
merupakan sampahyang sudah dilakukan pengelolaan (pewadahan) melalui TPS
yang disiapkan oleh pemerintah(DPU) maupun oleh non pemerintah (masyarakat
dan perusahaan/swasta).Selainpengelolaantersebut diatas maka timbulan sampah
tidak dilakukan pendataan (timbulan sampah liar).Berikut ini timbulan sampah
berdasarkan sumber sampah yang diangkut menuju ke TPA Banyuroto.
Tabel 3.59. Timbulan Sampah Berdasarkan Sumber Sampah di Kulon Progo
93
Sumber : Penyusunan DED Persampahan (PTMP dan DED) Kabupaten Kulon
Progo 2014
2. Komposisi Sampah
Komposisi sampah di Kabupaten Kulon Progo didominasi oleh materi
organik denganprosentase terbesar sebesar 67.18%. Bila ditilik dari komposisi
keseluruhan sesuai konseppemakaian kembali dan daur ulang pengelolaan sampah
yang dapat dilakukan sebesar 29.73%yang merupakan penjumlahan prosentase
komponen kertas, kaca, plastik, dan logam.Komposisi persampahan Kabupaten
Kulon Progo dapat dilihat pada table berikut:
94
Tabel 3.60. Komposisi Sampah di Kabupaten Kulon Progo
Sumber : Penyusunan DED Persampahan (PTMP dan DED) Kabupaten Kulon
Progo 2014
Berdasarkan hasil pengukuran di seluruh rumah yang dijadikan lokasi
sampling, maka diperoleh data timbulan per hari baik volume maupun beratnya.
Hasil pengukuran ini kemudian dianalisa untuk mendapatkan nilai rata-rata,
terendah dan tertinggi dari volume dan berat sampah.
a. Volume Sampah
Untuk menghitung volume sampah, petugas sampling menyediakan wadah
yang sudah diketahui dimensinya baik panjang, lebar dan tinggi. Sampah dituang
ke wadah tersebut kemudian diukur volumenya. Hasil pengukuran per hari
direkap untuk setiap lokasi sampling baik rumah permanen, semi permanen dan
non permanen, hasilnya adalah sebagai berikut :
Gambar 3.28. Timbulan Sampah Harian Rumah Permanen (L/org. hari
95
Untuk rumah permanen, rerata volume sampah yang dihasilkan perorang
per hari sebesar 3,37 L. Sedangkan volume terkecil didapatkan di daerah Temon
dengan nilai 0,95 L dan volume terbesar diperoleh di daerah Kalibawang yaitu
sebesar 7,87 L. Apabila dibandingkan dengan SNI 19-3983-1995 tentang standar
volume sampah yang dihasilkan oleh rumah permanen yaitu antara 2,25 – 2,50
L/org.hari maka volume timbulan sampah di Kulon Progo masih lebih besar. Hal
ini terjadi karena sebagian besar sampah yang dihasilkan oleh rumah permanen
adalah plastik dan bungkus makanan sehingga volumenya besar.
Gambar 3.29. Timbulan Sampah Harian Rumah Semi Permanen (L/org. hari)
Untuk kategori rumah semi permanen, rerata volume sampah yang
dihasilkan sebesar 4,02 L/org.hari. Volume sampah terendah diperoleh di daerah
Kokap dengan nilai 1,10 L/org.hari, sedangkan volume sampah terbesar diperoleh
sebesar 10,23 L/org.hari di daerah Girimulyo. Jika dibandingkan dengan SNI 19-
3983-1995 tentang standar timbulan sampah yang dihasilkan oleh rumah semi
permanen antara 2,00 – 2,25 L/org.hari maka volume timbulan sampah di Kulon
Progo masih lebih besar.
96
Gambar 3.30. Timbulan Sampah Harian Rumah Non Permanen (L/org. hari)
Untuk kategori rumah non permanen, jumlah sampel yang diambil sebesar
11 rumah. Rerata volume sampah yang dihasilkan sebesar 4,81 L/org.hari.
Volume sampah terendah yang dihasilkan sebesar 1,60 L/org.hari diperoleh di
daerah Kokap sedangkan volume sampah terbesar diperoleh sebesar 9,51
L/org.hari di daerah Sentolo. Jika dibandingkan dengan SNI 19-3983-1995
tentang standar timbulan sampah untuk rumah non permanen yaitu antara 1,75 –
2,00 L/org.hari maka timbulan sampah di Kulon Progo masih lebih besar.
b. Berat Sampah
Untuk mendapatkan berat sampah, petugas sampling melakukan
penimbangan sampah dengan mempergunakan alat timbang gantung. Hasil
pengukuran tiap lokasi sampling direkap dan dikelompokkan berdasarkan kategori
rumah. Berikut ini hasil pengukuran berat sampah yang diperoleh :
97
Gambar 3.31. Timbulan Sampah Harian Rumah Permanen (Kg/org. hari)
Rerata berat sampah yang dihasilkan dari sampling di rumah permanen
didapatkan nilai sebesar 0,17 kg/org. hari. Berat sampah terendah diperoleh di
daerah Temon dengan nilai 0,07 kg/org.hari sedangkan berat sampah terbesar
diperoleh 0,37 kg/org.hari di daerah Kalibawang. Jika dibandingkan dengan SNI
19-3983-1995 tentang standar berat sampah yang dihasilkan oleh rumah permanen
yaitu antara 0,350 – 0,400 kg/org.hari maka berat sampah di Kabupaten Kulon
Progo masih lebih rendah. Hal ini disebabkan sebagian besar sampah yang
dihasilkan adalah jenis plastik dan kertas bungkus makanan.
Gambar 3.32. Timbulan Sampah Harian Rumah Semi Permanen (Kg/org. hari)
Untuk kategori rumah semi permanen, rerata berat sampah yang diukur
diperoleh sebesar 0,23 kg/org.hari. Berat sampah terendah diperoleh di daerah
Kokap yaitu sebesar 0,09 kg/org.hari sedangkan berat sampah sampah terbesar
98
diperoleh di daerah Girimulyo yaitu sebesar 0,48 kg/org.hari. Jika dibandingkan
dengan SNI 19-3983-1995 tentang standar berat sampah yang dihasilkan oleh
rumah semi permanen yaitu antara 0,300 – 0,350 kg/org.hari maka berat sampah
di Kabupaten Kulon Progo masih lebih rendah.
Gambar 3.33. Timbulan Sampah Harian Rumah Non Permanen (Kg/org. hari)
Rerata berat sampah yang dihasilkan untuk kategori rumah non permanen
sebesar 0,20 kg/org.hari. Berat sampah terendah diperoleh di daerah Sentolo yaitu
sebesar 0,07 kg/org.hari sedangkan berat sampah terbesar diperoleh di daerah
Sentolo yaitu sebesar 0,42 kg/org.hari. Jika dibandingkan dengan SNI 19-3983-
1995 tentang standar berat sampah yang dihasilkan oleh rumah non permanen
yaitu antara 0,250 – 0,300 kg/org.hari maka berat sampah di Kabupaten Kulon
Progo masih lebih rendah.
3. Komposisi Sampah Permukiman
Untuk mengetahui komposisi sampah maka dilakukan pemilahan dan
diukur baik volume maupun berat untuk setiap komponen. Berikut ini hasil
pengukuran komposisi sampah untuk masing-masing lokasi sampling.
a. Rumah Permanen
Dari hasil pengukuran komposisi sampah di kawasan rumah permanen
didapatkan komposisi sampah yang dominan adalah sampah organik, kertas dan
plastik. Sedangkan untuk logam dan kaca jarang ditemukan pada kegiatan
sampling ini. Komposisi sampah yang terbanyak adalah sampah organik dengan
nilai sebesar 74,4%, sedangkan sampah plastik menduduki urutan kedua dengan
99
nilai sebesar 14,9%. Sampah kertas diperoleh sebesar 10,5% dan sampah logam
sebesar 0,2%. Secara rinci data per wilayah dapat dilihat pada table berikut:
Tabel 3.61. Komposisi Sampah Rumah Permanen Kabupaten Kulon Progo
Daerah Sampling Komposisi Sampah Rumah Permanen
Organik Kertas Logam Kaca Plastik
Nanggulan 67,0% 17,2% 0,0% 0,0% 15,8%
Kalibawang 79,1% 9,3% 0,0% 0,0% 11,6%
Girimulyo 69,1% 18,8% 0,0% 0,0% 12,0%
Wates 83,5% 4,9% 1,0% 0,0% 10,5%
Galur 75,9% 17,2% 0,0% 0,0% 6,9%
Sentolo 77,5% 3,7% 0,7% 0,0% 18,1%
Temon 73,0% 6,5% 0,0% 0,0% 20,5%
Kokap 69,8% 6,4% 0,0% 0,0% 23,8%
Rerata 74,4% 10,5% 0,2% 0,0% 14,9%
Untuk sampah organik wilayah Wates memiliki prosentase tertinggi yaitu
sebesar ,5% sedangkan prosentase terendah terdapat di daerah Nanggulan.
Sedangkan untuk sampah kertas, wilayah Girimulyo memiliki prosentase tertinggi
sedangkan untuk sampah plastik prosentase tertinggi diperoleh di daerah Kokap.
Distribusi komposisi sampah untuk rumah permanen di Kabupaten Kulon Progo
dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 3.34. Distribusi Komposisi Sampah Rumah Permanen
100
b. Rumah Semi Permanen
Untuk rumah semi permanen, komposisi sampah terbanyak diperoleh pada
sampah organik yaitu sebesar 79,6%, sampah plastik di urutan kedua sedangkan
sampah kertas berada di urutan ketiga. Untuk sampah logam dan kaca,
prosentasenya sangat sedikit yaitu sebesar 0,2% dan 0,4%. Secara rinci data tiap
komponen sampah di setiap wilayah dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.62. Komposisi Sampah Rumah Semi Permanen Kabupaten Kulon Progo
Daerah Sampling Komposisi Sampah Rumah Semi Permanen
Organik Kertas Logam Kaca Plastik
Nanggulan 71,3% 14,2% 0,0% 0,0% 14,5%
Kalibawang 81,6% 7,7% 0,0% 0,0% 10,7%
Girimulyo 75,9% 13,0% 0,0% 0,0% 11,0%
Wates 78,4% 8,0% 1,2% 0,0% 12,3%
Galur 82,2% 6,7% 0,0% 0,8% 10,3%
Sentolo 81,3% 4,7% 0,0% 0,0% 14,0%
Temon 82,8% 3,5% 0,0% 2,6% 11,2%
Kokap 82,8% 2,6% 0,0% 0,0% 14,6%
Rerata 79,6% 7,6% 0,2% 0,4% 12,3%
Untuk sampah organik wilayah yang memiliki prosentase tertinggi
didapatkan di adalah wilayah Temon dan Kokap, yaitu sebesar 82,8%. Sedangkan
untuk sampah kertas prosentase tertinggi didapatkan di wilayah Nanggulan yaitu
sebesar 14,2%. Sedangkan sampah plastik wilayah yang memiliki prosentase
terbesar adalah Kokap yaitu sebesar 14,6%. Distribusi prosentase untuk masing-
masing wilayah dapat dilihat pada gambar berikut:
101
Gambar 3.35. Distribusi Komposisi Sampah Rumah Semi Permanen
c. Rumah Non Permanen
Untuk rumah non permanen, sampling dilakukan hanya di empat lokasi
karena keterbatasan jumlah rumah non permanen yang dapat disampling.
Komposisi sampah terbanyak didapatkan untuk sampah organik yaitu sebesar
75,8% disusul sampah plastik dan kertas yaitu sebesar 17,0% dan 7,0%. Selain itu
juga ditemukan sampah kaca dengan prosentase sebesar 0,2%. Rincian dari
komposisi sampah rumah non permanen dapat dilihat pada table berikut:
Tabel 3.63. Komposisi Sampah Rumah Non Permanen Kabupaten Kulon Progo
Daerah Sampling Komposisi Sampah Rumah Non Permanen
Organik Kertas Logam Kaca Plastik
Girimulyo 81,1% 9,5% 0,0% 0,0% 9,4%
Wates 72,8% 7,7% 0,0% 0,0% 19,5%
Sentolo 76,8% 3,8% 0,0% 0,8% 18,6%
Kokap 72,6% 6,9% 0,0% 0,0% 20,6%
Rerata 75,8% 7,0% 0,0% 0,2% 17,0%
Wilayah Girimulyo memiliki prosentase sampah tertinggi untuk jenis
sampah organik dan kertas yaitu sebesar 81,1% dan 9,5%. Sedangkan untuk
102
sampah plastik, wilayah Kokap memiliki prosentase tertinggi dengan nilai sebesar
20,6%. Sampah kaca pada kegiatan sampling ini hanya ditemukan di daerah
Sentolo. Distribusi prosentase komposisi sampah untuk rumah non permanen pada
tiap wilayah dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 3.36. Distribusi Komposisi Sampah Rumah NonPermanen
3.5.3.2 Timbulan Sampah Non Permukiman
Berdasarkan hasil pengukuran di seluruh bangunan non permukiman yang
dijadikan lokasi sampling, maka diperoleh data timbulan per hari baik volume
maupun beratnya. Hasil pengukuran ini kemudian dianalisa untuk mendapatkan
nilai rata-rata, terendah dan tertinggi dari volume dan berat sampah.
a. Kantor
Untuk menghitung volume sampah, petugas sampling menyediakan wadah
yang sudah diketahui dimensinya baik panjang, lebar dan tinggi. Sampah dituang
ke wadah tersebut kemudian diukur volumenya. Hasil pengukuran per hari
direkap untuk setiap lokasi sampling hasilnya adalah sebagai berikut :
103
Gambar 3.37. Timbulan Sampah Kantor
Berdasarkan hasil pengukuran timbulan sampah dari kantor diperoleh
rerata berat timbulan sampahnya sebesar 0,083 kg/pegawai.hari dan volume
timbulannya sebesar 1,009 L/pegawai.hari. Jika dibandingkan dengan SNI 19-
3983-1995 untuk berat timbulan sampah kantor antara 0,025 – 0,100
kg/pegawai.hari maka hasil pengukuran timbulan sampah di Kabupaten Kulon
Progo sudah masuk di kisaran tersebut. Sedangkan untuk volume timbulan
sampah dalam SNI 19-3983-1995, nilainya berkisar antara 0,50 – 0,75
L/pegawai.hari maka volume sampah di Kabupaten Kulon Progo lebih besar
nilainya.
b. Toko
Terdapat 8 toko yang akan diukur timbulan sampahnya baik volume
maupun beratnya. Dari hasil pengukuran diperoleh rerata berat timbulan
sampahnya sebesar 0,498 kg/petugas.hari. Nilai tersebut lebih besar dari kisaran
berat timbulan sampah toko dalam SNI 19-3983-1995 yaitu 0.150 – 0,350
kg/petugas.hari. Sedangkan rerata volume timbulan toko di Kabupaten Kulon
Progo sebesar 5,25 L/petugas.hari. Nilai ini lebih besar dari kisaran volume
timbulan sampah toko dalam SNI 19-3983-1995 yaitu 2,50 – 3,00 L/petugas.hari.
104
Gambar 3.38. Timbulan Sampah Toko
c. Sekolah
Terdapat 10 sekolah yang menjadi lokasi sampling sampah non
permukiman di Kabupaten Kulon Progo. Rerata berat timbulan sampah yang
diperoleh sebesar 0,034 kg/murid.hari. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan
kisaran berat timbulan sampah sekolah dalam SNI 19-3983-1995 yaitu antara
0,010 – 0,020 kg/murid.hari. Sedangkan rerata volume timbulan sampah sekolah
diperoleh nilainya sebesar 0,302 L/murid.hari. Nilai ini lebih besar dari kisaran
volume timbulan sampah sekolah dalam SNI 19-3983-1995 yaitu 0,10 – 0,15
L/murid.hari.
105
Gambar 3.39. Timbulan Sampah Sekolah
d. Lokasi Wisata
Terdapat tiga lokasi wisata yang menjadi lokasi sampling non permukiman
di Kabupaten Kulon Progo, yaitu Gua Kiskendo, Kalibiru, dan Wanatirta
Mangrove. Rerata berat timbulan sampah yang diperoleh sebesar 5,00
kg/lokasi.hari sedangkan rerata volume timbulan sebesar 52,25 L/lokasi.hari. Nilai
yang diperoleh tersebut tidak dapat dibandingkan dengan SNI 19-3983-1995
karena tidak ada nilai acuan untuk kategori lokasi wisata
Gambar 3.40. Timbulan Sampah Lokasi Wisata
106
e. Rumah Makan
Terdapat 18 rumah makan yang menjadi lokasi sampling timbulan sampah
non permukiman. Dari hasil pengukuran diperoleh rerata berat timbulan sampah
yang dihasilkan sebesar 9,76 kg/unit.hari sedangkan rerata volume timbulan
sampahnya sebesar 19,97 L/unit.hari. Nilai yang diperoleh tersebut tidak dapat
dibandingkan dengan SNI 19-3983-1995 karena tidak ada nilai acuan untuk
kategori rumah makan.
Gambar 3.41. Timbulan Sampah Rumah Makan
f. Pasar
Ada tiga pasar di Kabupaten Kulon Progo yang menjadi lokasi sampling
timbulan sampah non permukiman. Berdasarkan hasil pengukuran didapatkan
nilai rerata berat timbulan sampah sebesar 0,08 kg/m2.hari. Nilai tersebut lebih
rendah dibandingkan kisaran berat timbulan sampah pasar dalam SNI 19-3983-
1995 yaitu antara 0,100 – 0,300 kg/m2.hari. Sedangkan rerata volume timbulan
107
sampah pasar sebesar 0,74 L/m2.hari dan Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan
kisaran berat timbulan sampah pasar dalam SNI 19-3983-1995 yaitu antara 0,20 –
0,60 L/m2.hari.
Gambar 3.42. Timbulan Sampah Pasar
g. Jalan
Ada dua jalan di Kabupaten Kulon Progo yang menjadi lokasi sampling
timbulan sampah non permukiman, yaitu jalan kolektor dan jalan lokal.
Berdasarkan hasil pengukuran penyapuan sore hari diperoleh rerata berat timbulan
sampah untuk jalan kolektor adalah 0,008 kg/m.hari. Nilai tersebut lebih rendah
dibandingkan dengan acuan dalam SNI 19-3983-1995 yaitu antara 0,010 – 0,050
kg/m.hari. Sedangkan untuk jalan lokal, berat timbulan sampah yang dihasilkan
sebesar 0,009 kg/m.hari dan nilainya berada pada kisaran dalam SNI 19-3983-
1995 yaitu antara 0,005 – 0,025 kg/m.hari
Gambar 3.43. Timbulan Sampah Penyapuan Jalan