Upload
dinnadinun
View
239
Download
18
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI KLINIK
WAWANCARA RIWAYAT PENGOBATAN
KELOMPOK 2A
1. NISSA SUSANTI (M3510054)
2. NITA WAHYU (M3510055)
3. NOFI TRI (M3510056)
4. NOVA KARLINA (M3510057)
5. NOVERIMA (M3510058)
6. NUGRAENI BUDI (M3510059)
7. OKSA SETYA (M3510060)
8. PRAKHAS (M3510061)
9. PUTRI K (M3510062)
10. QURROTUL A’YUN (M3510063)
TANGGAL PRAKTIKUM : 16 April 2012
PROGRAM STUDI D3 FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2012
ACARA IV
WAWANCARA RIWAYAT PENGOBATAN
I. TUJUAN PRAKTIKUM
Mahasiswa dapat melakukan wawancara riwayat pengobatan dan
mendokumentasinya.
II. DASAR TEORI
Wawancara riwayat pengobatan merupakan langkah atau tahap
dalam mengenal pasien dan bertujuan mendapatkan informasi mengenai
berbagai aspek penggunaan obat pasien sehingga dapat membantu
pengobatan secara keseluruhan.
Informasi tersebut dapat digunakan untuk :
Membandingkan profil pengobatan sekarang dan sebelumnya
Memverifikasi riwayat pengobatan yang diperoleh dan memberikan
informasi tambahan jika perlu
Mendokumentasikan adanya alergi dan Adverse Drugs Reaction
Skrining interaksi obat
Menilai kepatuhan pasien
Menilai rasionalitas obat yang diresepkan
Menilai kejadian penyalahgunaan obat
Data-data yang perlu diperoleh adalah :
Informasi demografi pasien : umur, berat badan, tinggi badan, alamat,
pendidikan, pekerjaan.
Informasi diet pasien
Kebiasaan sosial ; merokok, alkohol
Pengobatan yang sedang diperoleh.
Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya.
Pengobatan tanpa resep yang pernah diperoleh sebelumnya.
Pengobatan alternatif sekarang ataupun pernah diterima.
Alergi
Adverse drugs Reaction
Kepatuhan pasien (Kundarto, 2011).
Keterampilan Dasar dalam Mewawancarai Pasien
Salah satu saat kritis pada pengkajian pasien oleh farmasis adalah ketika
mengajukan pertanyaan kepada pasien. Untuk memperoleh informasi yang
berguna, farmasis harus menggunakan keterampilan yang tepat dalam
mewawancarai pasien.
a. Lingkungan
Sebelum farmasis berbicara kepada pasien atau mendapatkan data
pengkajian pasien (misalnya: tekanan darah), lingkungan di mana interaksi
berlangsung harus dipersiapkan. Interaksi dapat terjadi pada berbagai
situasi dan kondisi (setting) yang bervariasi, misalnya farmasi komunitas,
ruang periksa di rumah sakit, atau kamar pemeriksaan di klinik. Namun,
karakteristik lingkungan dasar haruslah konsisten dari satu situasi ke
situasi yang lain untuk membantu menjamin interaksi farmasis dan pasien
yang lancar dan produktif. Karakteristik lingkungan yang sesuai meliputi:
Suhu ruangan yang nyaman.
Pencahayaan ruang yang memadai bagi farmasis dan pasien untuk dapat
melihat satu sama lain dengan jelas dan semua materi tertulis yang
mungkin digunakan.
Lingkungan yang tenang, karena suara bising dari satu atau beberapa
sumber akan mengalihkan perhatian pasien maupun farmasis dan dapat
menyebabkan kesalahan menafsirkan informasi pasien yang penting.
Tempat yang bersih dan terorganisir, karena benda-benda yang
mengalihkan perhatian dan barang lain yang berantakan tidak
menciptakan atmosfer profesional.
Jarak empat sampai lima kaki antara farmasis dan pasien; secara umum
jarak yang lebih dekat dapat menimbulkan kegelisahan dan jarak yang
lebih jauh menyiratkan ketidaktertarikan terhadap pasien.
Privasi: pasien perlu untuk merasa nyaman berbicara tentang masalah-
masalah kesehatan pribadi dan farmasis perlu untuk dapat memperoleh
data pengkajian pasien secara berhati-hati.
Posisi duduk yang sama rata atau berdiri pada posisi sejajar mata dan
berhadapan atau membentuk sudut 90 derajat. Semua penghalang harus
dipindahkan antara farmasis dan pasien (misalnya: meja peresepan,
pemisah keamanan dari kaca atau plastik, lemari). Dalam pengaturan di
rumah sakit, farmasis harus duduk sejajar mata dengan pasien untuk
interaksi tatap muka. Berdiri di hadapan pasien yang terbaring di tempat
tidur dapat menyiratkan superioritas, mungkin menyebabkan pasien
merasa lebih rendah maupun tidak nyaman.
b. Kalimat Pembuka
Kalimat-kalimat pembuka antara farmasis dan pasien menentukan
tahap interaksi. Pasien sebaiknya dipanggil dengan nama keluarganya
(apabila diketahui). Farmasis harus memperkenalkan dirinya dan
menjelaskan alasan perlunya interaksi apabila pasien belum mengenalnya.
Sebagai tambahan, pasien perlu diberi tahu perkiraan jumlah waktu yang
diperlukan untuk interaksi. Sebagai contoh, “ Nyonya Smith, Saya Dr.
Mark Davis, Farmasis. Saya ingin berbicara dengan anda untuk melihat
bagaimana keadaan anda selama terapi. Ini hanya perlu beberapa menit
saja.” Karena jenis interaksi ini mungkin merupakan hal baru bagi
beberapa pasien, farmasis harus siap untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang berkaitan (misalnya:“Mengapa anda perlu berbicara
kepada saya? Farmasis lain tidak melakukan ini.”). Penjelasan singkat
tambahan dalam interaksi biasanya dapat mengatasi setiap kebingungan.
c. Jenis-jenis Pertanyaan
Melanjutkan perkenalan singkat, farmasis harus menanyakan
kepada pasien beragam pertanyaan. Agar dialog antara pasien dan farmasis
dapat efektif dan produktif, perlu digunakan kombinasi pertanyaan terbuka
dan pertanyaan tertutup. Secara umum, pertanyaan-pertanyaan terbuka
digunakan pada saat awal, untuk mengumpulkan informasi umum, dan
selanjutnya diikuti dengan pertanyaan-pertanyaan tertutup, apabila sesuai,
untuk mengumpulkan data pasien yang lebih spesifik.
d. Verifikasi Informasi Pasien
Sementara pasien menjawab pertanyaan-pertanyaan farmasis,
farmasis harus menanggapi secara tepat untuk melanjutkan dialog.
Seringkali, farmasis juga perlu untuk memverifikasi detil tertentu
mengenai pasien untuk memastikan bahwa dia mengerti benar apa yang
pasien katakan. Beberapa teknik umpan balik dapat berguna dalam
membimbing farmasis dengan kedua proses ini. Teknik-teknik tersebut
meliputi: (i) klarifikasi, (ii) refleksi, (iii) empati, (iv) fasilitasi, (v)
keheningan, dan (vi) ringkasan.
e. Ringkasan
Ringkasan adalah ulasan dari apa yang pasien telah
komunikasikan. Pernyataan ringkasan merupakan verbalisasi dari
pemahaman farmasis terhadap informasi pasien, dan ini dapat digunakan
pada setiap waktu selama atau pada akhir wawancara. Hal ini juga
memungkinkan pasien untuk setuju atau tidak setuju dan apabila
diperlukan, untuk memperbaiki interpretasi farmasis. Sebagai contoh, pada
bagian akhir ketika pasien menjelaskan permasalahan pengobatannya,
farmasis menanggapi “Baik Harry, yang anda katakan kepada saya adalah
bahwa anda berpikir obat diabetes anda, metformin, mengakibatkan anda
sakit perut dan diare. Anda juga meminum obat tekanan darah, lisinopril,
tetapi tidak meminum obat bebas rutin apapun dan belum mencoba apapun
untuk gejala-gejala saluran cerna anda. Apakah ini benar?”.
f. Komunikasi Nonverbal
Komunikasi yang tepat melibatkan tidak hanya keahlian-keahlian
verbal tetapi juga nonverbal, di mana media pertukaran merupakan sesuatu
selain kata-kata yang diucapkan. Komunikasi nonverbal mencerminkan
pemikiran dan perasaan mendalam seseorang dan secara konstan bekerja,
bahkan bila orang itu tidak menyadarinya. Elemen-elemen komunikasi
nonverbal meliputi: (i) jarak, (ii) postur tubuh, (iii) kontak mata, (iv)
ekspresi wajah, dan (v) gerak isyarat. Untuk pertemuan farmasis-pasien
yang berhasil, komunikasi verbal dan nonverbal harus seiring. Hal ini
sangat penting dalam menciptakan relasi dengan pasien.
g. Pernyataan Penutup
Membawa wawancara kepada penutupan yang tepat merupakan
bagian penting dari proses komunikasi. Banyak kali, pasien akan
mengevaluasi keseluruhan interaksi berdasarkan pada pernyataan-
pernyataan terakhir; oleh karena itu, farmasis tidak seharusnya mengakhiri
wawancara secara mendadak. Cara efektif untuk menutup interaksi adalah
memberikan ringkasan singkat. Hal ini memungkinkan untuk farmasis dan
pasien mengulas apa yang telah didiskusikan dan menjernihkan setiap
informasi yang salah. Ketika kedua belah pihak telah menentukan bahwa
informasi sudah benar, farmasis dapat menyimpulkan dengan sebuah
pertanyaan tertutup sederhana (misalnya: Apakah anda memiliki
pertanyaan?) atau pernyataan tulus (misalnya: “Terima kasih untuk waktu
anda. Jika anda memiliki pertanyaan ketika anda sampai di rumah, silakan
hubungi saya.”). Petunjuk-petunjuk nonverbal (misalnya: mengatur
pekerjaan tulis menulis untuk rekam medis pasien atau berdiri dari kursi)
juga dapat berguna ketika digabungkan dengan ringkasan atau sebuah
pertanyaan atau pernyataan penutup (Tindall dkk, 2003).
h. Kesalahan-Kesalahan Umum dalam Mewawancarai Pasien
Ketika berbicara kepada pasien, mudah sekali untuk jatuh ke dalam
teknik-teknik komunikasi nonproduktif, yang dapat membatasi komunikasi
pasien dengan farmasis. Kesalahan komunikasi ini dapat menurunkan
jumlah data yang diperoleh dari pasien dan menghalangi perkembangan
hubungan. Oleh karena sifat alaminya yang melemahkan, tanggapan-
tanggapan berikut harus senantiasa dihindari ketika mengumpulkan
informasi dari pasien: (i) mengganti subyek, (ii) memberi nasihat, (iii)
memberikan penghiburan yang tidak tepat, (iv) menanyakan pertanyaan
yang mengarahkan atau bias, dan (v) menggunakan terminologi
profesional (Tietze, 2004).
Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan adalah ringkasan singkat dari permasalahan-
permasalahan medis saat ini dan lampau, riwayat pengobatan, riwayat
keluarga, riwayat sosial, dan ulasan sistem dari pasien. Tujuan dari riwayat
kesehatan adalah untuk memperoleh informasi subyektif pasien atau dengan
kata lain, apa yang pasien sampaikan mengenai kesehatannya, pengobatan,
dan seterusnya. Biasanya, data subyektif ini kemudian digabungkan dengan
pemeriksaan fisik obyektif dan data laboratorium untuk mengevaluasi status
kesehatan pasien saat ini. Dalam lingkungan institusi (misalnya rumah sakit
atau asuhan jangka panjang), riwayat kesehatan biasanya diambil oleh dokter
atau perawat dan didokumentasikan dalam rekam medis pasien. Dalam
lingkungan ambulatori atau komunitas, farmasis dapat mengambil riwayat
kesehatan. Bagi farmasis, tujuan utama dari riwayat kesehatan adalah untuk
mengevaluasi terapi obat pasien (misalnya penapisan gejala-gejala abnormal
yang mungkin disebabkan pengobatan) atau untuk mengevaluasi keluhan-
keluhan dan atau gejala-gejala pasien. Pasien biasanya memberikan riwayat
kesehatannya masing-masing. Akan tetapi jika pasien tidak dapat
memberikan informasi yang dapat dipercaya, maka anggota keluarga, teman,
pemberi asuhan, atau penterjemah dapat digunakan sebagai sumber
(Coulehan dan Block, 2006).
Tanggungjawab apoteker dalam pelayanan farmasi nonklinik berupa
pelayanan produk, yaitu berupa perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, dan distribusi obat-obatan yang dibutuhkan di rumah sakit,
sedangkan pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan yang dilakukan
secara langsung dan memerlukan interaksi dalam pelaksanannya baik dengan
pasien maupun dokter dan perawat, antara lain pelayanan obat atas order
dokter, pendistribusian obat dan produk farmasi pada pasien dan perawat,
serta pelayanan konseling dan informasi obat (Ikawati, Zullies. 2010).
Tanggungjawab dan wewenang apoteker selanjutnya diatur dalam
Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri Kesehatan.
Seiring dengan perkembangan kesehatan, orientasi pelayanan kefarmasian
saat ini telah bergeser lebih ke arah pelayanan kefarmasian klinik
(Pharmaceutical Care), yaitu bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung
profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien. Hal inilah yang menjadi poin penting peran apoteker di rumah
sakit.
Peran farmasi klinik sendiri memberikan dampak yang baik terhadap
berbagai outcome terapi pada pasien, baik dari sisi humanistik (kualitas
hidup, kepuasan), sisi klinik (kontrol yang lebih baik pada penyakit kronis),
dan sisi ekonomis (pengurangan biaya kesehatan). Pelayanan farmasi klinik
efektif untuk mengurangi biaya pelayanan kesehatan dan juga efektif dalam
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Hal ini diperoleh terutama
dengan melakukan pemantauan resep dan pelaporan efek samping obat
(Inditz et al, 1999).
Namun seperti yang telah disinggung di atas, peran apoteker tersebut
tampaknya memang tidak banyak disadari dan dirasakan oleh masyarakat
Indonesia. Berbeda dengan apa yang terjadi di dunia internasional, di
Amerika apoteker klinik termasuk profesi papan atas, baik dalam hal
popularitas, tanggungjawab, bahkan salary. Inggris merupakan negara di
Eropa yang paling lama menerapkan farmasi klinik. Sebagian besar penelitian
tentang peran penting farmasi klinik dalam pelayanan kesehatan sebagian
besar diperoleh dari pengalaman di Amerika dan Inggris. Di Australia, 90%
rumah sakit swasta dan 100% rumah sakit pemerintah memberikan pelayanan
farmasi klinik.
Memang banyak faktor yang menyebabkan pelayanan farmasi klinik
dan peran profesi apoteker di Indonesia tidak sepesat negara lain. Praktek
pelayanan farmasi klinik di Indonesia sendiri relatif baru berkembang pada
sekitar tahun 2000-an. Konsep farmasi klinik sendiri belum seutuhnya
diterima oleh tenaga kesehatan di rumah sakit, sehingga pelayanan farmasi
klinik di Indonesia berkembang cukup lambat. Paradigma apoteker terjun ke
bangsal pasien, memantau pengobatan pasien, memberikan informasi dan
konseling secara rutin, serta memberikan rekomendasi pengobatan masih
belum lazim, karena fungsi apoteker di IFRS (Instalasi Farmasi Rumah Sakit)
dianggap hanya berfungsi dalam menyiapkan obat. Farmasis sendiri selama
ini terkesan kurang menyakinkan untuk bisa memainkan peran dalam
pengobatan. Selain itu, faktor apoteker sendiri yang belum secara utuh
menjalankan fungsinya sehingga mengakibatkan masyarakat awam dan
pasien kurang mengenal profesi apoteker, khususnya di rumah sakit.
Kebanyakan rumah sakit pun hanya memiliki tenaga apoteker yang minim,
hanya sekitar satu atau beberapa saja. Tentunya akibat sedikitnya tenaga
apoteker yang ada, maka apoteker tidak bisa mendampingi pasien secara utuh
dalam penggunaan obat dan terapinya (Siregar, dkk, 2003).
Standar pelayanan farmasi di apotek disusun atas kerjasama ISFI
dengan Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal
Pelayanan Farmasi Departemen Kesehatan pada tahun 2003. Standar
kompetensi apoteker di apotek ini dimaksudkan untuk melindungi masyarakat
dari pelayanan yang tidak profesional, melindungi profesi dari tuntutan
masyarakat yang tidak wajar, sebagai pedoman dalam pengawasan praktek
apoteker dan untuk pembinaan serta meningkatkan mutu pelayanan farmasi di
apotek. Didalam standar tersebut pelaksanaan farmasi di apotek terdiri dari
pelayanan obat non resep (bidang I), pelayanan komunikasi – informasi –
edukasi (bidang II), pelayanan obat resep (bidang III) dan pengelolaan obat
(bidang IV) (Angki P, 2004).
Pelayanan Obat Non Resep merupakan pelayanan kepada pasien yang
ingin melakukan pengobatan sendiri, dikenal dengan swamedikasi. Obat
untuk swamedikasi meliputi obat-obat yang dapat digunakan tanpa resep yang
meliputi obat wajib apotek (OWA), obat bebas terbatas (OBT) dan obat bebas
(OB). Obat wajib apotek terdiri dari kelas terapi oral kontrasepsi, obat saluran
cerna, obat mulut serta tenggorokan, obat saluran nafas, obat yang
mempengaruhi sistem neuromuskular, anti parasit dan obat kulit topikal
(Angki P, dkk. 2004)
III. DESKRIPSI KASUS
Anda sebagai lulusan UNS dituntut dapat mengembangkan apotek.
Anda menerapkan perlunya membuat lembar riwayat pengobatan pasien.
X seorang mahasiswi semester IV sebuah PTN, umur 20 tahun, tinggi
160 cm dan BB 45 kg datng ke apotek Anda pagi ini. X ingin membeli obat
untuk perut kembung, terasa banyak gas, dan obat flu yang tidah
menyebabkan kantuk. X mengeluhkan minggu ini sering begadang untuk
membuat laporan dan belajar ujian. X memang sering belajar di malam hari
karena suasana kos mendukung walaupun menjadi kurang istirahat. X kurang
akrab dengan teman-teman di lingkungan kosnya. X juga sedang banyak
pikiran dan galau, baru saja putus dengan pacarnya sehingga tadi malam
melampiaskan dengan makan tongseng kambing dan kubis di warung dekat
kosnya.
X biasa minum jus jeruk untuk menjaga kesehatannya, serta minum
jamu beras kencur di pagi hari dan susu di malam hari. Saat ini X juga sedang
mendapatkan obat dari dokter yaitu :
R/ Amoksisilin 500 X
S3dd1 tab
R/ Alpara X
S3dd1
R/ Deksametason 0,5 X
S3dd 1 tab
Oleh X karena ada obat yang membuat mengantuk menjadikannya
sedikit malas minum obat mengingat perlu bergadang. X tidak mempunyai
riwayat alergi antibiotik. Sebulan yang lalu X pernah mendapatkan terapi
asam mefenamat 500mg 3sdd 1 tab untuk sakit giginya, dan merasakan tidak
nyaman di lambung sehingga menjadi kurang patuh dalam minum obat.
IV. ANALISA KASUS
Subjective
Umur pasien : 20 tahun
perutnya terasa kembung dan terasa penuh gas
Minum jamu beras kencur di pagi hari, jus jeruk dan susu di
malam hari
Banyak pikiran
Tidak memiliki riwayat alergi Suka makan ikan asin (4 x
seminggu)
Objective
Tinggi 160 cm dan Berat badan 45 kg
Mendapatkan Resep :
R/ Amoksisilin 500 X
S3dd 1 tab
R/ Alpara X
S3dd 1 tab
R/ deksametason 0,5 X
S3dd 1 tab
Assessment
Dari data subyektif dan obyektif yang diperoleh, pasien mengalami
perut kembung dan tersa banyak gas serta flu. Sebelumnya pasien pernah
mendapatkan obat dari dokter yaitu
a. Amoksisilin 500x
Indikasi : Infeksi yang disebabkan oleh kuman-kuman gram positif dan
gram negatif yang peka terhadap Amoxicillin, seperti infeksi pada saluran
pernapasan bagian atas, otitis media, bronchitis akut dan kronik,
pneumonia cystitis, urethris, pyelonephritis, gonorhea yang tidak
terkomplikasi, infeksi kulit dan jaringan lunak.
KI : Penderita yang hipersensitif terhadap Penicillin dan turunannya
ES : Pada pasien yang hipersensitif dapat terjadi reaksi alergi seperti
urticaria, ruam kulit, angioedema dan gangguan saluran cerna seperti diare,
mual, muntah, glositis dan stomatitis. Kemungkinan reaksi anafilaksi
(Anonim, 2011).
b. Alpara X
Berisi paracetamol 125 mg, dekstrometorfan HBr 3,75 mg, CTM 0,5
mg, Phenylpropanolamine HCl 12,5 mg
Indikasi : Untuk meredakan flu, seperti demam, sakit kepala, hidung
tersumbat, dan bersin-bersin yang disertai batuk.
KI : peka terhadap obat simtomatik lain misalnya efedrin, pseudoefedrin,
fenilefrin, hipertensi berat.
ES : mengantuk, gangguan GI, gangguan psikomotorik, takikardi, aritmia,
mulut kering, palpitasi, retensi urin (Anonim, 2011),
c. Deksametason 0,5 X
Indikasi : Imunosupresan/antialergi, gangguan kolagen, reumatik,
gangguan dermatologik dan pernapasan ,anti inflamasi
KI : tukak lambung dan duodenum,
ES : Tukak lambung, hipoglikemia, atropi kulit, lemah otot, menstruasi
tidak teratur, sakit kepala (Anonim, 2011).
Pasien tidak patuh minum obat karena obat tersebut menyebabkan kantuk
sedangkan pasien perlu begadang untuk menyelesaikan pekerjaannya.
Kantuk yang dialami pasien adalah efek samping dari Alpara yang
mengandung CTM yang dapat menyebabkan kantuk.
Dari data subyektif yang diperoleh saat melakukan wawancara
riwayat pengobatan, dapat diketahui pasien juga mengalami perut
kambung dan terasa banyak gas .
Perut kembung dan terasa banyak gas yang menyebabkan kondisi
tidak nyaman bukan merupakan suatu penyakit. Udara bukan satu-satunya
penyebab gejala ini tetapi makanan dan minuman tertentu juga dapat
menyebabkan timbulnya gas berlebihan sehingga berakibat perut menjadi
kembung, misalnya saja kol, sawi, atau minuman bersoda. Makanan
berlemak lainnya ikut serta dalam gejala ini, karena lemak menghambat
percernaan dalam perut dan membuat perut terasa kenyang (Anonim,
2012)
Dari wawancara yang dilakukan perut kembung yang dialami pasien
disebabkan karena pasien terlalu banyak mengkonsumsi tongseng kambing
dan kubis malam hari sebelumnya.
Dari hasil wawancara pula, dketahui bahwa pasien rutin minum jamu
beras kencur, jus jeruk dan susu dimalam harinya untuk menjaga
kesehatannya. Diare yang dialami disebabkan karena makan makanan
pedas (sambal ikan teri) dalam jumlah banyak, akibatnya perut tidak kuat
sehingga mengalami diare.
Plan
Dalam kasus ini Asisten Apoteker memberikan pilihan dalam
pengobatan pasien X dimana pasien X yang mengeluhkan sakit flu dan sudah
mendapatkan obat dari dokter, namun pasien tidak minum obat dari dokter
karena obat tersebut menyebabkan ngantuk, maka AA memberikan pilihan
agar pasien mengkonfirmasi untuk mengganti obat tersebut kepada dokter
atau pasien tetap ingin membeli obat bebas terbatas atas informasi yang nanti
akan diberikan asisten apoteker. Obat yang diberikan dokter yang mempunyai
efek mengantuk adalah alpara, dimana alpara mempunyai kandungan
parasetamol, phenylpropanolamine HCl, chlorpheniramine maleat dan
dextromethorphan HBr. Chlorpheniramine maleat merupakan obat untuk
alergi yang mempunyai efek samping mengantuk, mungkin dokter
memberikan obat ini dengan maksud agar pasien dapat istirahat dalam proses
pengobatannya, namun pasien mempunyai kebiasaan bergadang untuk
membuat laporan dan belajar untuk ujian. Dalam hal ini asisten apoteker
memberikan pilihan pasien untuk mengkonsumsi obat bebas terbatas sebagai
pengganti alpara yakni sanaflu plus batuk. Pemilihan obat diberikan karena
kandungan dari sanaflu plus batuk ini sama dengan alpara yakni parasetamol,
phenylpropanolamine HCl dan dextromethorphan HBr, yang membedakan
adalah tidak terdapat chlorpheniramine maleat, sehingga obat ini tidak
menyebabkan ngantuk saat setelah dikonsumsi oleh pasien. Dosis untuk
pemakaian adalah 3x sehari 1 kaplet dan diminum setelah makan. Obat lain
yang diberikan dokter yakni amoksisilin dan deksametason tetap dikonsumsi
sesuai dengan resep dokter yakni 3x sehari 1 tablet. Pemberian amoksisilin
sebagai antibiotik mempunyai tujuan adalah untuk menghapuskan segala
kuman meningokokus dari dalam tenggorokan agar tidak dapat
mengakibatkan infeksi lebih lanjut. Kemudian pemberian deksametason
untuk antiinflamasi yang diderita pasien.
Pasien juga mengeluhkan perut kembung dan banyak gas, pada kasus
perut kembung yang dideritanya asisten apoteker tidak memberikan terapi
farmakologi untuk pasien karena alasan pasien sebelumnya telah
mengkonsumsi tongseng kambing dan kubis pada malam harinya. Mungkin
pasien makan terlalu banyak dan sebelumnya jarang makan tongseng
kambing dan kubis maka perutnya terasa kembung dan banyak gas.
Konsumsi kobis terlalu banyak tidak baik karena kubis adalah sifatnya yang
dapat menimbulkan gas pada perut, sehingga menyebabkan kembung.
Asisten apoteker menyarankan kepada pasien agar perutnya diolesi minyak
kayu putih untuk menghilangkan rasa kembung dan banyak gas di perutnya.
Terapi nonfarmakologi lainnya adalah dapat melakukan hal – hal sebagai
berikut :
1. Minum air putih yang banyak
2. Olahraga secara teratur.
3. Mengatur pola makan, Lebih banyak mengkonsumsi buah serta sayuran
serta mengurangi minum-minuman dingin
4. Menghindari stress agar cepat sembuh
Melakukan monitoring pasien dengan tujuan pada terapi pengobatan ini
tidak lain yaitu untuk memaksimalkan efek terapi serta meminimalkan efek
samping obat. Terapi farmakologi dan non farmakologi ini akan memberi
efek lebih optimal dengan adanya faktor kepatuhan dari pasien dalam
menjalankan terapi. Oleh karenanya diharapkan pasien memiliki kesadaran
dalam mengkonsumsi obat yang diberikan, hal ini tentu saja juga memerlukan
perhatian dari keluarga pasien yang setiap saat dapat memantau
perkembangan terapi pada pasien. Parameter pemantauan yang dapat
dilakukan adalah berkurangnya sakit flu yang diderita pasien dan masih
merasakan perut kembung dan terasa banyak gas atau tidak, serta efek
samping obat yang sebelumnya telah yang diberikan yakni sanaflu plus batuk.
Obat sanaflu plus batuk ini mempunyai efek samping gangguan pencernaan,
gangguan psikomotor, takikardia, aritmia, palpitasi, retensi urin, pada
penggunaan dosis besar dan jangka panjang menyebabkan kerusakan hati.
Adapun interaksi obat yang dihindari adalah penggunaan sanaflu bersama
MAOI dapat menyebabkan krisis hipertensi. Kemudian untuk terapi non
farmakologi yang di berikan yakni penggunaan minyak kayu putih ini
biasanya tidak menimbulkan efek yang berbahaya, mungkin bisa mengalami
iritasi bila kulit pasien sensitif terhadap penggunaan minyak kayu putih.
Informasi yang dapat diberikan ke pasien secara farmakologi yakni
untuk meminum obat yang telah diberikan yakni sanaflu plus batuk,
amoksisilin dan deksametason masing-masing 3x sehari setelah makan.
Pasien dianjurkan untuk banyak mengkonsumsi air putih karena sangat baik
untuk kesehatan, pasien juga dianjurkan untuk mengurangi minum-minuman
yang dingin karena pada pengobatan orang sakit, hal yang utama adalah
kelancaran sirkulasi darah, demikian juga dengan sakit flu, sedangkan suhu
dingin saat meminum es mempengaruhi sirkulasi darah di seputar rongga
mulut, hidung. dan organ lain yang terkait. Pasien juga disarankan untuk
refreshing agar tidak terlalu banyak pikiran yang nantinya dapat
menyebabkan stress, refreshing dapat dilakukan dengan melakukan olahraga
secara teratur.
V. EVALUASI OBAT TERPILIH
1. Amoksisilin
Indikasi :
Infeksi yang disebabkan oleh strain bakteri yang peka infeksi kulit dan
jaringan lunak : Staphylococcus bukan penghasil penisilinase,
Streptococcus,S. Pnemoniae. E. Coli, Infeksi saluran pernafasan : H.
Influenza, Streptococcus, S. Pneumoniae, Staphylococcus bukan penghasil
penisilinase, E. Coli, Infeksi saluran genitourinary : E. Coli, P. Mirabilis
dan Streptococcus faecalis. Gonore : N. Gonorrhoe (bukan penghasil
penisilinase).
Kontra Indikasi :
hipersensitivitas, pasien dengan riwayat alergi terhadap penisilin.
Efek Samping :
Reaksi kepekaan seperti erythematosus maculopapular, rash, urtikaria,
serum sickness. Reaksi kepekaan yang serius dan fatal adalah anafilaksis
terutam terjadi pada penderita yang hipersensitif pada penisilin. Gangguan
saluran pencernaan seperti mual, muntah, dan diare. Reaksi – reaksi
hematologik (biasanya bersifat reversibel).
Dosis dan Aturan Pakai :
Dewasa dan anak – anak dengan berat badan > 20kg 250-500 mg tiap 8
jam. Anak – anak dengan berat badan d” 20 kg : 20-40 mg/kg/BB sehari
dalam dosis bagi tiap 8 jam. Untuk penderita dengan gangguan ginjal perlu
dilakukan pengurangan dosis. Pada penderita yag menerima dialisa
peritoneal : dosis maksimum yang dianjurkan 500 mg/hari. Gonokokkus
uretritis : amoksilin 3 g sebagai dosis tunggal. Anak – anak dengan berat
badan e’8 kg sebaiknya diberikan sediaan sirup kering. Dosis sebaiknya
diberikan setelah makan. Aturan Pakai 3 x sehari 1 tablet.
Mekanisme Kerja :
Mekanisme kerja amoksisilin sebagai bakterisida, yaitu lewat
penghambatan sintesis peptidoglikan yang merupakan komponen utama
pembentuk dinding/membran bakteri, maka data pada tabel 1
menunjukkan bahwa PT sebagai pengubah permeabilitas/integritas
membran menyebabkan obat segera dapat mencapai tempat aksi dan
mempercepat berlangsungnya reaksi penghambatan sintesis dinding atau
membran bakteri sehingga bakteri tidak dapat tumbuh (sebagai fasilitator
penetrasi obat dan inisiator efek daya hambat).
Interaksi obat :
Probenesid dapat meningkatkan dan memperpanjang level darah
Amoksisilin.
Penggunaan bersamaan Alopurinol dapat menyebabkan peningkatan
terjadinya reaksi pada kulit.
Contoh Produk :
Amoxan ( Caprifarmindo )
Amoxil ( SmithKline Beecham )
Amosine ( Mugi )
2. Dexamethasone
Indikasi :
Mengatasi gejala inflamasi akut, penyakit alergi, arthritis rematoid,
keadaan darurat seperti insufiensi adreankortikal primer tau sekunder,
edema serebral.
Kontra Indikasi :
Tukak lambung dan duo denum, anastomosis usus yang baru, herpes
simpleks pada mata, osteoporosis, sindroma cushing, psikotis akut,
penderita sensitive.
Efek Samping :
Osteoporosis, tukak lambung, efek katabolic, efek diabetogenik, efek
psikotropik, peningktan tekanan darah.
Dosis :
Oral 0,5 – 0,9 mghari dibagi dalam 2-4 pemberian, insuflensi adrenal
0,0233 mg/kg BB. Aturan Pakai 3 x sehari 1 tablet.
Mekanisme Kerja :
Deksamethasone adalah obat anti inflamasi dan anti alergi yang sangat
kuat. Sebagai perbandingan Deksamethasone 0,75 mg setara dengan obat
sbb : 25 mg cortisone, 25 mg hydrocortisone, 5 mg prednisone, 5 mg
prednisolone.
Deksamethasone Harsen praktis tidak mempunyai aktivitas mineral
corticoid dari Cortisone dan Hydrocortisone, sehingga pengobatan untuk
kekurangan adrenocortical tidak berguna.
Interaksi Obat :
Insulin, hipoglikemik oral : menurunkan efek hipoglikemik
Phenythoin, phenobarbital, efedrin : meningkatkan clearance metabolik
dari deksametason; menurunkan kadar steroid dalam darah dan aktifitas
fisiologis.
Antikoagulansia oral : meningkatkan atau menurunkan waktu
protrombin.
Diuretik yang mendepresi kalium : meningkatkan resiko hipokalemia.
Glikosida kardiak: meningkatkan reesiko aritmia atau toksisitas digitalis
sekunder terhadap hipokalemia.
Antigen untuk tes kulit : menurunkan reaksivitas.
Imunisasi : menurunkan respon antibodi.
Perhatian :
o Kekurangan adrenocortical sekunder yang disebabkan oleh pengobatan
dapat dikurangi dengan mengurangi dosis secara bertahap.
o Ada penambahan efek Corticosteroid pada penderita dengan
hypothyroidism dan cirrhosis.
Contoh Produk :
Danasone ( Dankos )
Dexanel ( Nellco )
Dexicorta ( Zenith )
3. Sanaflu Plus
Parasetamol 500 mg, fenilpropanolamin HCI 15 mg, dekstrometorfan HBr
15 mg/kaplet.
Indikasi :
Meringankan gejala flu disertai batuk.
Kontra Indikasi :
Peka terhadap obat simpatomimetik, tekanan darah tinggi berat dan yang
mendapat terapi obat anti depresan tipe penghambat MAO.
Perhatian :
Hati – hati pada penggunaan pada penderita dengan ggn fungsi hati dan
ginjal.
Efek Samping :
Gangguan pencernaan, gangguan psikomotor, takikardia, aritmia, palpitasi,
retensi urin, penggunaan dosis besar dan jangka panjang menyebabkan
kerusakan hati.
Dosis :
Kaplet : Dewasa, sehari 3 x 1 kaplet ; anak 6 – 12 th sehari 3 x ½ kaplet.
Contoh Produk :
Flutamol Plus ( Pyridam )
Fluvit C ( Rosella )
Mixaflu ( Dankos )
VI. MONITORING
Pada praktikum kali ini pasien mendapatkan terapi obat antara lain :
Amoksisilin, Alpara, dan Deksametason. Pada hal ini pasien harus
mendapatkan monitoring terapi untuk mengetahi keberhasilan dari
pengobatan yang dilakukan. Pada bab ini monitorinbg yang dilakukan yaitu :
Kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat
Masih merasakan perut kembung, terasa banyak gas atau tidak
Keluhan pada gigi dan lambung
Kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat, hal ini merupakan salah
satu faktor penentu keberhasilan pengobatan yang dilakukan, walaupun obat
yang didapatkan sudah sesuai tetapi apabila pasien tidak patuh meminum obat
tersebut maka pengobtan juga tidak akan berhasil. Dalam hal ini pasien
mengeluhkan sering mengantuk karena obat yang diminumnya dan pasien
tidak dapat menegrjakan tugasnya, sehingga pasien tidak lagi meminum obat
tersebut, pada resep tersebut obat yang menyebabkan mengantuk yaitu
Alpara, sehingga obat diganti dengan obat yang mempunyai kandungan sama
tetapi tidak menyebabkan mengantuk yaitu Sanaflu, agar pasien tetap dapat
mengejakan tugasnya.
Masih merasakan perut kembung, terasa banyak gas. Hal ini perlu di
monitoring karena pasien saat datang mengeluhkan perutnya kembung dan
terasa banyak gas. Perut kembung kebanyakan disebabkan karena banyak
udara yang masuk dalam rongga perut, selain itu karena makanan, dalam hal
ini pasien memakan kol dan kol merupakan salah satu makanan penyebab
perut kembung. Monitoring dilakukan dengan meminta pasien tidak makan
banyak kol, dan pada pasien di sarankan untuk mengoleskan minyak angin
pada perutnya apabila perut kembungnya agar dapat teratasi.
Keluhan pada gigi dan lambung, hal ini merupakan pengobatan yang
pernah dilakukan pasien sebelumya. Hal ini perlu dilakukan monitoring
karena ditakutkan obat yang diberikan dapat menyebabkan efek negatif
karena bereaksi terhadap obat yang diberikan.
VII. KOMUNIKASI, INFORMASI, DAN EDUKASI
Informasi yang perlu diberikan pada mahasiswa semester IV terkait
dengan terapi pengobatan yang dijalaninya yaitu untuk perut kembung, terasa
banyak gas, dan flu yang dialami oleh mahasiwa semester IV ini, untuk obat
penyakit flunya harus diganti karena obat yang dipakai sebelumnya
menyebabkan kantuk yang membuat pasien tidak taat dalam meminum obat.
Hal ini disebabkan karena menurut wawancara yang dilakukan bahwa
mahasiswa pada minggu ini sering mengeluhkan bergadang untuk membuat
laporan dan belajar ujian, serta sering belajar malam hari karena suasana
mendukung. Maka membutuhkan obat yang tidak menyebabkan kantuk dan
untuk kelancaran dalam pembuatan tugas obat flu pasien harus diganti dengan
Sanaflu Plus.
Selain perut kembung, pasien juga menderita sakit gigi sebulan yang
lalu. Pasien mendapat resep asam mefenamat yang mempunyai aturan pakai
3x sehari 1 tablet, tapi merasakan tidak nyaman di lambung sehingga menjadi
kurang patuh dalam minum obat. Untuk kelancaran dalam mengerjakan
tugasnya maka obat ini dihentikan pemakaiannya. Karena apabila diteruskan
akan mengganggu aktifitas dalam mengerjakan laporan dan belajar untuk
ujian.
Mahasiswa ini mempunyai kebiasaan minum jus jeruk, untuk menjaga
kesehatannya, serta minum jamu beras kencur dipagi hari dan susu di malam
hari. Sebab, walaupun termasuk obat herbal namun apabila terlalu sering
mengkonsumsinya, maka juga tidak baik untuk ginjal. Jadi untuk jamu beras
kencurnya disarankan untuk tidak meminum terlalu sering dan untuk susu
disarankan untuk di minum 2 jam setelah meminum obat. Terapi non
farmakologi untuk perut kembung yang dialami pasien ini yaitu untuk tidak
mengkonsumsi daging kambing dan kubis yang terlalu banyak, untuk
menghindari terjadinya kembung kembali.
VIII. KESIMPULAN
1. Wawancara riwayat pengobatan merupakan langkah mengenal pasien
untuk mendapatkan informasi mengenai berbagai aspek penggunaan obat
pasien sehingga dapat membantu pengobatan secara keseluruhan
2. Hal-hal yang harus diperhatikan farmasis saat akan mewawancarai pasien
adalah lingkungan yang nyaman, kalimat pembuka, jenis-jenis pertanyaan,
verifikasi informasi pasien, ringkasan, komunikasi nonverbal dan
pernyataan penutup
3. Riwayat kesehatan sangat penting untuk mengetahui informasi ringkasan
singkat dari permasalahan-permasalahan medis saat ini dan lampau,
riwayat pengobatan, riwayat keluarga, riwayat sosial, dan ulasan sistem
dari pasien
4. Atas persetujuan pasien, Asisten Apoteker mengganti obat Alpara yang
diresepkan sebelumnya oleh dokter Pasien X menjadi Sanaflu Plus Batuk
karena tidak seperti obat sebelumnya, obat ini tidak menyebabkan kantuk.
Obat lain yang diberikan dokter yakni amoksisilin dan deksametason tetap
dikonsumsi sesuai dengan resep dokter yakni 3x sehari 1 tablet setelah
makan.
5. Asisten apoteker menyarankan terapi nonfarmakologis kepada pasien agar
perutnya diolesi minyak kayu putih untuk menghilangkan rasa kembung
dan banyak gas di perutnya. Pasien juga disarankan untuk refreshing agar
tidak terlalu banyak pikiran yang nantinya dapat menyebabkan stress,
refreshing dapat dilakukan dengan melakukan olahraga secara teratur.
6. Pasien mempunyai kebiasaan minum jus jeruk, jamu beras kencur dipagi
hari dan susu di malam hari. Untuk jamu beras kencurnya disarankan
untuk tidak meminum terlalu sering karena tidak baik untuk ginjal dan
untuk susu disarankan untuk di minum 2 jam setelah meminum obat
7. Parameter pemantauan yang dapat dilakukan adalah berkurangnya sakit flu
yang diderita pasien dan masih merasakan perut kembung dan terasa
banyak gas atau tidak, serta efek samping obat yang sebelumnya telah
yang diberikan yakni sanaflu plus batuk.
8. Peran farmasi klinik adalah dapat memberikan dampak yang baik
terhadap berbagai outcome terapi pada pasien, baik dari sisi humanistik
(kualitas hidup, kepuasan), sisi klinik (kontrol yang lebih baik pada
penyakit kronis), dan sisi ekonomis (pengurangan biaya kesehatan)
IX. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Obat Perut Kembung. http://www.tipsku.info/obat-perut-
kembung/. Diakses 20 April 2012
Coulehan JL, Block JR. 2006. The Medical Interview: Mastering Skills for
Clinical Practice, 5th ed. Philadelphia: FA Davis
Ikawati, Zullies. 2010. Pelayanan Farmasi Klinik pada Era Genomik: Sebuah
Tantangnan dan Peluang. Farmasi Klinik Fakultas Farmasi UGM
Inditz MES, Artz MB, 1999. Value Added to Health by Pharmacists. Soc Sci
Med, 48:647-60.
Purwanti Angki, Harianto, Supardji S. 2004. Gambaran Pelaksanaan Standar
Pelayanan Farmasi Di Apotek DKI Jakarta Tahun 2003. Majalah Ilmu
Kefarmasian, Vol. I, No.2.
Siregar, Charles J.P., Amalia, L., 2003, Farmasi Rumah Sakit : Teori dan
Penerapan,Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tietze KJ. 2004. Communication skills for the pharmacist In: Clinical Skills
for Pharmacists: A Patient-focused Approach, 2nd ed. St. Louis:
Mosby-Year Book
Tindall WN, Beardsley RS, Kimberlin CL. 2003. Communication Skills in
Pharmacy Practice: A Practical Guide for Students and Practi tioners,
4th ed. Baltimore: Lea & Febiger
LAMPIRAN
I. Dialog
Pasien : Selamat pagi, Mbak!
AA : Iya selamat pagi Mbak.. Ada yang bisa saya bantu?
Pasien : Begini mbak, saya ingin beli obat untuk perut kembung, terasa
banyak gas dan obat flu yang tidak menyebabkan kantuk
mbak, soalnya minggu ini saya sering begadang untuk
mengerjakan laporan dan belajar buat ujian.
AA : Oh gitu mbak, perutnya kembung dan terasa banyak gas ya.
Memangnya mbak terakhir makan apa?
Pasien : Tadi malam saya makan tongseng kambing dan kubis di
warung sebelah kos mbak.
AA : Oh, gitu mbak. Maaf sebelumnya ini dengan mbak siapa ya?
Pasien : Mbak A’yun
AA : Begini mbak A’yun, bagaimana kalau saya melakukan
wawancara lebih lanjut dengan mbak untuk menyusun lembar
riwayat pengobatan agar saya bisa lebih tahu tentang data-data
mengenai mbak, untuk menentukan langkah pengobatan
selanjutnya.
Pasien : Oh iya mbak silahkan.
AA : Mbak A’yun umurnya berapa? Tinggi badan dan berat
badannya berapa?
Pasien : Umur 20 tahun mbak. Tinggi saya 160 cm dan berat badan
saya 45 kg mbak.
AA : Mbak A’yun sebelumnya pernah mengkonsumsi obat atau
pernah periksa ke dokter gitu?
Pasien : Iya mbak pernah,ini saya juga membawa obat yang diberikan
oleh dokter (sambil mengeluarkan obatnya).
AA : Selama sakit pernah mengkonsumsi multivitamin atau apa gitu
mbak?
Pasien : Tidak pernah mbak,tapi untuk menjaga kesehatan, saya biasa
mengkonsumsi jamu beras kencur di pagi hari, susu di malam
hari dan minum jus jeruk.
AA : Mbak punya alergi antibiotik nggak? (sambil mencatat obat
yang ditunjukkan kepadanya).
Pasien : Nggak pernah sih mbak,tapi dulu pernah sakit gigi dan minum
obat yang namanya pooo.. poooo..
AA : Ponstan mbak????
Pasien : Nah, iya mbak Ponstan
AA : Itu bukan antibiotik mbak, tapi obat untuk penghilang nyeri
waktu mbak sakit gigi.
Pasien : Iya mbak kurang lebih sebulan yang lalu saya sakit gigi dan
diberi Ponstan
AA : Hmm, ini obatnya kok masih banyak ya mbak?
Pasien : Iya mbak, buat ngantuk sih jadi saya malas minumnya, soalnya
saya harus mengerjakan laporan dan belajar buat ujian
AA : Oh, begini mbak, obat yang menyebabkan kantuk ini yaitu
Alpara. Memang Alpara ini mempunyai efek samping
mengantuk, kalau mbak ingin obat yang tidak menyebabkan
mengantuk apa obat alpara ini diganti saja?
Pasien : Iya mbak diganti saja obatnya yang tidak nyebabin ngantuk
AA : Kalau mau diganti harus konfirmasi dokter mbak dulu atau
mbak mau obat bebas saja?
Pasien : Wah, obat bebas saja mbak
Aa : Ini mbak saya ganti dengan Sanaflu plus ,Sanaflu plus ini
kandungan atau komposisinya sama dengan Alpara, tapi
Sanaflu plus ini tidak mempunyai efek samping mengantuk.
Cara pemakaiannya 1 kaplet 3 kali sehari ya mbak, minumnya
kurang lebih setengah jam setelah makan.
Pasien : Iya mbak, saya mau beli Sanaflu plus ini saja
AA : Oh iya mbak, karena mbak sudah terbiasa minum jamu beras
kencur, minum jamunya 1 jam setelah minum obat saja, untuk
minum susunya sebelum minum obat, dan untuk jus jeruk tetap
diminum tidak apa-apa karena mengandung vitamin C.
Pasien : Iya mbak
AA : Boleh minta nomornya mbak A’yun agar apotek kami bisa
memantu perkembangannya mbak A’yun terkait pemakaian
obatnya dan kondisinya mbak A’yun juga.
Pasien : Iya mbak boleh, ini mbak (0271) 867534
AA : Iya mbak terimakasih (sambil mencatat nomor telefon Pasien)
Pasien : Iya mbak sama-sama.
Nama Pasien : A’yun Tanggal : 16 April 2011
Alamat : Jl,Ir sutami 36
B,Surakarta
Jenis Kelamin:
Perempuan
Umur : 20
thTinggi : 160 cm
II. Lembar Riwayat Pengobatan
No. telp : (0271) 867534
Pekerjaan : MahasiswiBerat : 45 kg
Pengobatan R/ sekarang :
Amoksisilin 500 mg 3 sehari 1 tablet, sebagai antibiotik
Alpara 3x sehari 1 tablet, sebagai dekongestan dan antiinfluenza
Deksametason 0,5 mg 3x sehari 1 tablet, sebagai antiinflamasi
Pengobatan R/ sebelumnya :
Tidak ada
Pengobatan tanpa R/ sekarang :
Tidak ada
Pengobatan tanpa R/ sebelumnya :
Asam mefenamat 500 mg 3xsehari 1 tablet, Antiinflamasi Nonsteroid
Konsumsi minuman yang biasa dilakukan :
Minum jus jeruk untuk menjaga kesehatannya
Minum jamu beras kencur di pagi hari
Minum susu di malam hari
Riwayat Alergi
Tidak ada (Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan tertentu)
Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita :
Sakit gigi dan merasakan tidak nyaman di lambung setelah meminum obat
Efek samping , Interaksi Obat :
Alpara : Obat ini dapat menyebabkan kantuk, gangguan pencernaan,
gangguan psikomotor, takikardia, aritmia, mulut kering, palpitasi,
retensi, urine. Penggunaan dosis besar dan jangka panjang
menyebabkan kerusakan fungsi hati.
Asam mefenamat : Dapat terjadi gangguan saluran cerna,antara lain : iritasi
lambung,kolik usus,mual, muntah dan diare,rasa
mengantuk,pusing,sakit kepala,penglihatan kabur,vertigo dan
Riwayat Sosial :
Begadang untuk membuat laporan dan sering belajar di malam hari
Sedang banyak pikiran dan galau
Bermasalah dengan hubungan percintaannya
Tidak akrab dengan teman-teman di lingkungan kosnya.
Penilaian Kepatuhan Pasien :
Terapi farmakologis : Kurang patuh dalam mengonsumsi obat
Terapi non farmakologis : Biasa minum jus jeruk, jamu beras kencur, dan susu
Rencana Terapi :
Amoksisilin : 500mg, 3xsehari 1 tablet
Sanaflu plus sebagai pengganti alpara: 3x sehari 1 kaplet
Deksametason : 0,5mg 3xsehari 1 tablet
Monitoring Terapi :
Kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat
Monitoring gejala-gejala flu seperti bersin-bersin dan hidung tersumbat
Masih merasakan perut kembung, terasa banyak gas atau tidak
Keluhan pada gigi dan lambung
Monitoring terhadap kebiasaan pasien yang sering begadang
KIE :
Farmakologi :
Amoksisilin diminum 3xsehari 1 tablet
Sanaflu plus diminum 3xsehari 1 kaplet
Deksametason diminum 3xsehari 1 tablet
Non Farmakologi :
Olahraga teratur
Refershing untuk meghindari stress
Menghindari faktor resiko yang dapat menyebabkan flu,seperti minum minuman
yang dingin,begadang di malam hari,dan kurang istirahat.
Menghindari makanan yang dapat menyebabkan perut kembung seperti makan
kubis berlebihan.
Jamu Beras kencur sebaiknya tetap digunakan karena dapat meningkatkan nafsu
makan dan diminum 1 jam setelah minum obat
Tetap mengkonsumsi susu sebelum minum obat dan jus jeruk juga tetap diminum
untuk menjaga kesehatan.