Upload
iman-nurul
View
244
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
word baru
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Stroke adalah penyakit multifaktorial dengan berbagai penyebab disertai
manifestasi klinis mayor, dan penyebab utama kecacatan dan kematian di
negara-negara berkembang (Saidi, 2010). WHO mendefinisikan stroke
sebagai suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal
(atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih
dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas
selain vaskuler (WHO, 2006).
Berdasarkan data WHO (2010-b), setiap tahunnya terdapat 15 juta orang
di seluruh dunia menderita stroke. Diantaranya ditemukan jumlah kematian
sebanyak 5 juta orang dan 5 juta orang lainnya mengalami kecacatan yang
permanen. Penyakit stroke telah menjadi masalah kesehatan yang menjadi
penyebab utama kecacatan pada usia dewasa dan merupakan salah satu
penyebab terbanyak di dunia (Xu, et al., 2010).
Stroke merupakan penyakit serebrovaskular yang banyak ditemukan tidak
hanya pada negara-negara maju tapi juga pada negara-negara berkembang.
Menurut Janssen, et al., (2010), stroke merupakan penyebab utama kecacatan
di negara-negara barat. Di Belanda, stroke menduduki peringkat ketiga
sebagai penyebab DALY’s (Disability Adjusted Life Years = kehilangan
bertahun-tahun usia produktif).
Berdasarkan data NCHS (National Center of Health Statistics), stroke
menduduki urutan ketiga penyebab kematian di Amerika setelah penyakit
jantung dan kanker (Heart Disease and Stroke Statistics—2010 Update: A
Report from American Heart Association). Dari data National Heart, Lung,
and Blood Institute tahun 2008, sekitar 795.000 orang di Amerika Serikat
mengalami stroke setiap tahunnya. Dengan 610.000 orang mendapat serangan
stroke untuk pertama kalinya dan 185.000 orang dengan serangan stroke
berulang (Heart Disease and Stroke Statistics_2010 Update: A Report From
the American Heart Association). Setiap 3 menit didapati seseorang yang
meninggal akibat stroke di Amerika Serikat. Stroke menduduki peringkat utama
penyebab kecacatan di Inggris (WHO, 2010-a).
1
2
Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian setelah
penyakit jantung koroner dan kanker di negara-negara berkembang. Negara
berkembang juga menyumbang 85,5% dari total kematian akibat stroke di
seluruh dunia. Dua pertiga penderita stroke terjadi di negara-negara yang
sedang berkembang. Terdapat sekitar 13 juta korban stroke baru setiap tahun,
di mana sekitar 4,4 juta di antaranya meninggal dalam 12 bulan (WHO, 2006).
Di Indonesia, prevalensi stroke mencapai angka 8,3 per 1.000 penduduk.
Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah Nanggroe Aceh
Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan yang terendah adalah Papua (3,8
per 1.000 penduduk). Menurut Riskesdas tahun 2007, stroke, bersama-sama
dengan hipertensi, penyakit jantung iskemik dan penyakit jantung lainnya,
juga merupakan penyakit tidak menular utama penyebab kematian di
Indonesia. Stroke menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian
utama semua usia di Indonesia (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2009).
Menurut Davenport dan Dennis (2000), secara garis besar stroke dapat
dibagi menjadi stroke iskemik dan stroke hemoragik. Di negara barat, dari
seluruh penderita stroke yang terdata, 80% merupakan jenis stroke iskemik
sementara sisanya merupakan jenis stroke hemoragik.
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, di Indonesia kejadian
stroke iskemik lebih sering ditemukan dibandingkan stroke hemoragik. Dari
studi rumah sakit yang dilakukan di Medan pada tahun 2001, yang tidak
sempat dipublikasi, ternyata pada 12 rumah sakit di Medan pada tahun 2001,
dirawat 1263 kasus stroke terdiri dari 821 stroke iskemik dan 442 stroke
hemoragik, di mana meninggal 201 orang (15,91%) terdiri dari 98 (11,93%)
stroke iskemik dan 103 (23,30%) stroke hemoragik (Nasution, 2007).
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh
gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan dapat
menimbulkan cacat atau kematian.
Secara umum, stroke digunakan sebagai sinonim Cerebro Vascular Disease
(CVD) dan kurikulum Inti Pendidikan Dokter di Indonesia (KIPDI) mengistilahkan
stroke sebagai penyakit akibat gangguan peredaran darah otak (GPDO). Stroke atau
gangguan aliran darah di otak disebut juga sebagai serangan otak (brain attack),
merupakan penyebab cacat (disabilitas, invaliditas).
Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan
fungsi otak fokal atau global, dengan gejala- gejala yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler (WHO, 2005).
B. EPIDEMIOLOGI
Stroke adalah penyebab kematian terbesar ketiga di negara-negara industri
setelah penyakit jantung dan kanker. Prevalensi stroke pada populasi kulit putih
berkisar antara 500-600 per 100.000 penduduk. Dilaporkan di Selandia baru 793 per
100.000 penduduk, di Perancis 1445 per 100.000 penduduk. Rentang pada Negara
sedang berkembang juga bervariasi. Di China, prevalensi stroke 620 per 100.000
penduduk, dan Thailand 690 per 100.000 penduduk (WHO, 2006)
Stroke adalah penyebab neurologis utama pasien datang ke rumah sakit dan
penyebab kematian tertinggi ketiga di Amerika Serikat setelah penyakit jantung dan
kanker (Purve, 2004). Setiap tahunnya 500.000 orang di negara ini mengalami stroke
dan 150.000 meninggal. Prevalensi secara keseluruhan adalah 750/ 100.000 (Davis,
2005). Di Indonesia, penyebab kematian utama pada semua umur adalah stroke
(15,4%), yang disusul oleh TB (7,5%), Hipertensi (6,8%), dan cedera (6,5%). Hasil
Riskesdas 2007, prevalensi stroke di Indonesia ditemukan sebesar 8,3 per 1.000
penduduk, dan yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6 per 1.000.
4
Prevalensi stroke tertinggi Indonesia dijumpai di Nanggroe Aceh Darussalam (16,6 per
1.000 penduduk) dan terendah di Papua (3,8 per 1.000 penduduk) (Depkes, 2009).
C. KLASIFIKASI
Berdasarkan gejala klinis dan pola waktu (temporal profile)
Dulu Sekarang
- TIA (Transient Ischemic Attack)
- RIND (Reversible Ischemic
Neurological Deficit)
- SIE (Stroke-in-evolution/
Progressing stroke)
- Completed stroke
- Improving Stroke
- Worsening Stroke
- Stable Stroke
A. Transient Ischemic Attack
Defidit neurologis yang terjadi kemudian hilang sempurna dalam waktu < 24
jam (umumnya 2-15 menit).
B. Improving Stroke (dulu RIND)
Defisit neurologis yang sembuh sempurna dalam kurun waktu > 24 jam dan <
3 minggu.
C. Worsening Stroke (dulu SIE)
Defisit neurologis yang bertambah berat secara progresif, baik kuantitatif
maupun kualitatif, baik dari anamnesa maupun pemeriksaan fisik. Progresifitas defisit
neurologis 50% biasanya terjadi dalam beberapa menit sampai jam. Berdasarkan
perjalanan klinisnya dibagi dalam :
a. Smooth worsening
Bertambah berat secara bertahap/gradual.
b. Steplike worsening
Progresifitas berjalan seperti anak tangga, bertambah berat diselingi periode
menetap (fase tanpa perbaikan).
c. Fluctuating worsening
Suatu periode progresifitas (bertambah berat) didahului atau diselingi fase
perbaikan.
5
D. Stable Stroke (dulu Completed Stroke)
Apabila defisit neurologis yang langsung lengkap tidak banyak berubah atau
tidak berubah lagi dalam perjalanan waktu.
Berdasarkan gambaran patologis intrakranial dan menunjukkan tipe stroke, terdiri dari :
1. Infark Otak
Adalah kematian pada sebagian jaringan otak disebabkan berkurangnya perfusi
vaskuler (cerebral blood flow) akibat stenosis atau oklusi pembuluh darah.
Berdasarkan patofisiologinya dibagi dalam :
a. Infark Aterotrombotik (suatu proses trombosis superimposed pada aterosklerosis
serebral)
b. Infark Kardioemboli (sumbatan emboli berasal dari jantung)
c. Infark Lakuner (terjadinya infark-infark kecil)
2. Perdarahan Intra Serebral (PIS), yaitu perdarahan ke dalam jaringan parenkimal otak
akibat ruptura vaskuler.
3. Perdarahan Sub Arachnoid (PSA), yaitu pecahnya pembuluh darah dan masuknya
darah ke dalam rongga subarachnoidal. Berdasarkan asalnya darah dibagi dalam PSA
primer yaitu bila darah masuk langsung ke dalam rongga subarachnidal dan PSA
sekunder apabila darah berasal dari PIS kemudian juga mengisi rongga
subarachnoidal; biasanya melalui perdarahan intraventrikuler.
Gambar 1. stroke hemoragik dan stroke infark
6
Gambar 2. Jenis stroke
Gambar 3. Stroke hemoragik
Berdasarkan lokalisasi lesi pembuluh darah yang terkena dibagian dalam:
A. Sistem Karotis
B. Sistem Vertebrobasiler
7
Tabel 1. Perbedaan manifestasi sistem karotis dan vertebrobasiler
D. FAKTOR RISIKO
Dalam penanganan pasien stroke perlu dicari faktor-faktor resiko yang mendasari
terjadinya perubahan patologik pembuluh darah otak.
A. Non-Modifiable
Umur – semakin tua, semakin beresiko
Jenis Kelamin – sering pada pria dibanding wanita. Namun, kematian akibat stroke
terjadi pada wanita
Ras dan etnik – sering pada orang berkulit hitam karena berpotensi untuk terkena
hipertensi, diabetes mellitus dan obesitas
Herediter – terdapat stroke di kalangan anggota keluarga
B. Modifiable / Modification
Hipertensi – antihipertensi
Penyakit jantung – antiplatelet, antikoagulan, antiaritmia
Diabetes mellitus – kontrol glukosa
Hiperkolestrolemia – obat penurun lipid
Rokok – henti rokok
Peminum alkohol berat – reduksi
TIA atau stroke sebelumnya – antiplatelet, antikoagulan
Stenosis karotis asimptomatik – antiplatelet, endarterektomi
8
Tabel 2. Faktor risiko stroke
E. SROKE PERDARAHAN INTRASEREBRAL (PIS)
Merupakan 10% dari seluruh kasus yang ada. Perdarahan intraserebri ditandai oleh
adaya perdarahan ke dalam parenkim otak akibat pecahnya arteri penetrans yang
merupakan cabang dari pembuluh darah superficial dan berjalan tegak lurus menuju
parenkim otak yang di bagian distalnya berupa anyaman kapiler. Atherosklerosis yang
terjadi dengan meningkatnya usia dan adanya hipertensi kronik, maka sepanjang arteri
penetrans ini terjadi aneurisma kecil –kecil (mikroaneurisma) dengan diameter sekitar 1
mm disebut aneurismas Charcot-Bouchard. Pada suatu saat aneurisma ini dapat pecah
oleh tekanan darah yang meningkat sehingga terjadilah perdarahan ke dalam parenkim
otak. Darah ini mendorong struktur otak dan merembes ke sekitarnya bahkan dapat
masuk ke dalam ventrikel atau ke ruangan subaraknoid yang akan bercampur dengan
cairan serebrospinal dan merangsang meningens.
Onset perdarahan intraserebri sangat mendadak, seringkali terjadi saat beraktivitas
dan disertai nyeri kepala berat, muntah dan penurunan kesadaran, kadang-kadang juga
disertai kejang. Distribusi umur biasanya pada usia pertengahan sampai tua dan lebih
sering dijumpai pada laki-laki. Hipertensi memegang peranan penting sebagai penyebab
lemahnya dinding pembuluh darah dan pembentukan mikroaneurisma. Pada pasien
nonhipertensi usia lanjut, penyebab utama terjadinya perdarahan intraserebri adalah
amiloid angiopathy. Penyebab lainnya dapat berupa aneurisma, AVM, angiopati
kavernosa, diskrasia darah, terapi antikoagulan, kokain, amfetamin, alkohol dan tumor
otak. Dari hasil anamnesa tidak dijumpai adanya riwayat TIA.
9
Lokasi perdarahan umumnya terletak pada daerah ganglia basalis, pons, serebelum
dan thalamus. Perdarahan pada ganglia basalis sering meluas hingga mengenai kapsula
interna dan kadang-kadang rupture ke dalam ventrikel lateral lalu menyebar melalui
system ventrikuler ke dalam rongga subarachnoid. Adanya perluasan intraventrikuler
sering berakibat fatal. Perdarahan pada lobus hemisfer serebri atau serebelum biasanya
terbatas dalam parenkim otak.
Apabila pasien dengan perdarahan intraserebri dapat bertahan hidup, adanya darah
dan jaringan nekrotik otak akan dibersihkan oleh fagosit. Jaringan otak yang telah rusak
sebagian digantikan pleh jaringan ikat, lia dan pembuluh darah baru, yang meninggalkan
rongga kecil yang terisi cairan. .
Gambaran klinis tergantung dari lokasi dan ukuran hematoma. Karakteristiknya
berupa sakit kepala, muntah-muntah dan kadang-kadang kejang pada saat permulaan.
Kesadaran dapat terganggu pada keadaan awal dan menjadi jelas dalam waktu 24-48 jam
pertama bila volume darah lebih dari 50 cc. Karena jaringan otak terdorong, maka timbul
gejala defisit neurologik yang cepat menjadi berat dalam beberapa jam.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan CSS seperti air cucian daging (xanthocrome)
pada pungsi lumbal dan adanya perdarahan (hiperdens) pada CT Scan.
F. KLASIFIKASI STROKE PERDARAHAN INTRASEREBRAL (PIS)
Stroke Perdarahan Intraserebral (PIS) menurut NINDS (National Institute of
Neurological Disorder and Stroke) adalah adanya defisit neurologis baik fokal maupun
global yang terjadi mendadak yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak,
dalam hal ini terjadi pecahnya pembuluh darah serebri dalam parenkim otak.
Kaufman, 1991, membagi stroke perdarahan intraserebral menjadi intraserebral
primer (hipertensi) dan perdarahan intraserebral sekunder (non hipertensi).
G. PERDARAHAN INTRASEREBRAL NON HIPERTENSI
10
Arteri Vena Malformasi (AVM)
AVM merupakan suatu kelainan perkembangan kongenital (embrional) pada
pembuluh darah intraserebral, dimana terjadinya hubungan langsung antara arteriole dan
venule tanpa melalui kapiler, sehingga terjadi aliran darah yang cepat melewati daerah
tersebut. Akibat aliran yang cepat inilah dan
tekanan yang besar dari arteri akan mengakibatkan
penipisan dinding pembuluh darah, dapat
menimbulkan aneurisma dan penurunan aliran
darah otak disekitar AVM yang dapat
menyebabkan kerusakan jaringan disekitarnya.
Aneurisma Gambar 4. AVM
11
Aneurisma merupakan suatu kelainan congenital pada pembuluh darah, dimana
terjadi gangguan perkembangan dinding pembuluh darah yaitu pada tunika media dan
lamina elastika. Akibat adanya gangguan pada tunika media, dan terjadi perubahan
degeneratif sehingga dapat terjadi destruksi local pada membrane elastika interna yang
menyebabkan tunika intima menonjol dan membentuk suatu aneurisma bentuk sakuler.
Ukuran aneurisma ini rata-rata 7,5 mm, bila > 10 mm maka akan mudah terjadi ruptur.
Amiloid Angiopati
Cerebral amiloid angiopati atau disebut juga congophilic angiopati merupakan
suatu kelainan pada dinding pembuluh darah otak akibat deposit protein beta amiloid.
Deposit ini terjadi pada dinding arteri tunika media dan tunika adventisia arteri kecil atau
sedang yang terletak di korteks, leptomeningen dan subkortikal substansia alba dimana
menggantikan jaringan kolagen dan
elemen
kontraktilitas
pembuluh darah
dengan amiloid
protein beta ini.
Deposit amiloid ini
menyebabkan
kerusakan pada tunika media dan adventisia pembuluh darah otak kortikal dan
leptomeningen. Terjadi penebalan membran basalis sehingga terjadi stenosis lumen
pembuluh darah dan fragmentasi/kerusakan pada tunika lamina elastika interna, sehingga
dinding pembuluh darah menjadi rapuh dan mudah terjadi ruptur pembuluh darah.
Tumor Otak
Tumor otak dapat menyebabkan
perdarahan intraserebral biasanya oleh jenis
tumor ganas yang primer atau bentuk metastasis
dengan presentasi 5-10%. Tumor otak primer
yang dapat mengalami perdarahan adalah
glioblastoma, oligodendroma, medulloblastoma,
hemangioblastoma atau metastase. Namun yang
Gambar 5. Aneurisma
Gambar 6. Teori amyloid angiopati
12
paling sering terjadi adalah pada glioblastoma dan metastase. Metastase yang sering
alami perdarahan intraserebral adalah tumor primer melanoma, karsinoma bronkial,
karsinoma ginjal dan choriokarsinoma. Perdarahan diduga karena rapuhnya pembuluh
darah abnormal dalam tumor yang kaya akan komponen vaskuler.
Penyalahgunaan Obat (Drug Abuse)
Banyak obat-obatan yang menyebabkan kecanduan mengakibatkan perdarahan
intraserebral. Kokain termasuk salah satu obat yang menyebabkan perdarahan
intraserebral dengan jalan meninggikan tekanan darah, nadi, temperatur dan
metabolisme. Juga dengan obat phenylpropanolamin (PPA), PPA ini bersifat
vasokonstriktor, yaitu menciutkan pembuluh darah. Jika digunakan dalam dosis kecil,
terjadinya vasokonstriksi tadi relatif terlokalisir, terutama di pembuluh darah tepi yang
ada di mukosa hidung, sehingga memberikan efek melonggarkan hidung tersumbat.
Tetapi jika dosisnya cukup tinggi, maka penciutan pembuluh darah (vasokonstriksi)
terjadi secara sistemik di seluruh tubuh. Hal inilah akan menyebabkan kenaikan tekanan
darah yang signifikan, sehingga dapat memacu kejadian pecahnya pembuluh darah otak
alias stroke hemoragik.
Diskrasia darah
Yang termasuk diskrasia darah yang dapat menyebabkan perdarahan
intraserebral adalah anemia sickle cell, leukimia dan hemofilia serta gangguan koagulasi
yang didapat, misalnya pada penyakit hepar yang berat seperti sirosis hepar dan hepatitis
fulminan dapat menyebabkan gangguan sintesis faktor pembekuan, peningkatan
fibrinolisis, dan trombositopenia.
Antikoagulan
Pada penggunaan obat antikoagulan heparin atau warfarin, sekitar 9% dapat
terjadi perdarahan intraserebral. Biasanya terjadi perdarahan apabila antikoagulan
digunakan secara berlebihan atau penggunaan jangka panjang dengan insidens 8-11 kali
jika dibandingkan pada pasien yang tidak mendapatkan antikoagulan. Faktor predisposisi
yang dapat menyebabkan perdarahan pada pasien yang menggunakan antikoagulan
adalah meningkatnya umur, infark iskemik yang luas dan adanya hipertensi berat.
Trombolitik
13
Perdarahan merupakan gejala toksisitas mayor pada penggunaan obat-obat
trombolitik, hal ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu:
- Lisisnya fibrin pada trombin yang terbentuk di pembuluh darah yang luka
- Lisis sistemik yang diakibatkan oleh pembentukan plasmin, fibrinolisis dan destruksi
faktor-faktor pembekuan.
Namun mekanisme yang mendasari terjadinya perdarahan otak ini belum diketahui jelas.
Vaskulitis
Vaskulitis merupakan penyakit inflamasi pada pembuluh darah arteri dan
vena, misalnya penyakit Lupus Eritematosus Sistemik (SLE). SLE secara histologis
ditandai dengan adanya inflamasi mononuclear sel raksasa (giant cell) dalam tunika
media dan adventisia arteri dan vena berukuran kecil dan sedang. Keadaan ini
menyebabkan lemahnya dinding pembuluh darah sehingga terbentuk mikroaneurisma.
Rupturnya pembuluh darah tersebut oleh karena adanya riwayat hipertensi atau penyakit
lain yang dapat memicunya.
H. TANDA DAN GEJALA STROKE PERDARAHAN INTRASEREBRAL
Onset sangat mendadak, sering kali disertai nyeri kepala hebat, muntah dan penurunan
kesadaran
Kadang-kadang diserta kejang
Seringkali terjadi saat aktivitas atau emosi
Pada awal serangan tekanan darah biasanya meningkat walaupun tidak memiliki riwayat
hipertensi sebelumnya
Pernapasan biasanya mengorok, wajah kemerah-merahan
Dapat dijumpai gangguan tonus otot
Pada PIS, lokasi perdarahan dapat menunjukkan gejala neurologis tertentu seperti :
1. Sistem Karotis
Perdarahan striata atau putamen dan kapsula interna yang berdekatan. Gejala
yang sering dijumpai diantaranya nyeri kepala, muntah, parese otot wajah, gangguan
bicara, penurunan kesadaran, hemianopia homonim, hemihipestesia, hemiplegia. Bila
perdarahan terbatas pada nukleus caudatus, defisit neurologis kurang berat dan bersifat
sementara.
Perdarahan Talamus. Defisit neurologis yag biasa dijumpai adalah hemihipestesia,
hemiparese/hemiplegi, gaze palsy keatas (pada waktu istirahat posisi mata kea bawah),
14
pupil kecil, tidak berekasi terhadap cahaya, bila sisi dominan yang terkenan maka
akan dapat dijumpai afasia atau disfasia global, sedangkan pada sisi non dominan akan
didapatkan anosognosia.
Perdarahan pada lobus hemisfer serebri. Terjadi paling sering di daerah temporo-
oksipital. Defisit neurologis yang terjadi bervariasi tergantung lobus mana yang
terkena.
2. Sistem Vertebrobasiler
Perdarahan mesensefalon. Defisit neurologis yang didapatkan seperti
kelumpuhan N III ipsilateral dan ganguan traktis kortikospinalis kontralateral
(Sindrom Weber).
Perdarahan Pons. Defisit neurologis yang terjadi diantaranya onset koma yang
dalam tanpa didahului nyeri kepala atau gejala prodormal lainnya, gangguan traktus
piramidalis bilateral, desrebrasi, refleks gerakan mata hilang, pinpoin pupil tetapi
bereksi terhdap cahaya dan kematian terjadi dalam beberapa jam.
Perdarahan Medula Oblongata
Perdarahan Serebelum. Biasanya berjalan cepat dan fatal. Namun dapat juga
ditemukan gejala-gejala berupa nyeri kepala, dizzines, vertigo, muntag berulang,
ataksia, gangguan gerakan mata, gangguan keseimbangan, nistagmus. Jarang
dijumpai hemiparese atau hemiplegia.
Perdarahan lobus oksipitalis. Gejalanya berupa nyeri kepala, hemianopia dengan
atau tanpa gejala traktus kortikospinalis yang minimal pada sisi yang sama dengan
gangguan lapang pandang.
I. PENATALAKSANAAN STROKE PERDARAHAN
Perdarahan intraserebral merupakan jenis stroke yang sering berat dan banyak
penyebabnya. Tujuan terapi antara lain mencakup:
1. Mencegah akibat buruk dari meningkatnya tekanan intrakranial.
2. Mencegah komplikasi sekunder akibat menurunnya kesadaran, misalnya gangguan
pernapasan, aspirasi, hipoventilasi.
3. Identifikasi sumber perdarahan yang mungkin dapat diperbaiki dengan tindakan
bedah.
Terapi Umum
15
1. Tirah baring total dengan kepala ditinggikan paling sedikit 15-30”, paling sedikit dua
minggu
2. Fisioterapi pasif beberapa kali sehari, fisioterapi aktif tidak dianjurkan dalam dua
minggu pertama
3. Diet makanan sesuai faktor resiko
4. Monitoring tanda-tanda vital
Terapi Khusus
1. Pemberian sedasi misalnya diazepam 5 mg tiap 6 jam atau phenobarbital 30-60 mg/p.o
atau IV tiap 6 jam untuk pasien gelisah dan analgetik untuk nyeri kepala.
2. Nyeri kepala hebat narkotika. Misalnya demetol 100-150 mg IM tiap 4 jam. Dapat
digunakan kodein 30-60 mg p.o tiap 2-3 jam
3. Pemakaian obat yang mempengaruhi fungsi platelet sebaiknya dihindari karena dapat
memperpanjang perdarahan.
4. pemberian manitol 20% 1 gr/kgBB diberikan dalam 20 menit diikuti 0,25 gr/kgBB
tiap 4 jam untuk edema serebri.
5. Bila terdapat fasilitas pemantaun tekanan intrakranial, tekanan perfusi otak harus
dipertahankan lebih dari 70 mmHg.
6. Untuk kelainan jantung akibat PSA dapat diberikan β-blocker seperti propanolol yang
dilaporkan dapat menurunkan efek samping ke jantung.
7. Untuk perdarahan saluran cerna, dapat dilakukan lavage lambung dengan NaCl,
transfusi, pemberian cairan yang adekuat, dan antasida.
8. H2-blocker, misalnya ranitidin, untuk mengurangi resiko terjadinya stress ulcer.
9. Untuk mual muntah dapat diberikan antiemetik.
10. Bila kejang dapat diberikan anti-konvulsan : fenitoin 10-15 mg/kg IV (loading dose),
kemudian diturunkan menjadi 100 mg per 8 jam atau phenobarbital 30-60 mg tiap 6-8
jam.
16
Terapi dan Penanganan
Penatalaksanaan umum stroke akut
Stabilisasi jalan nafas dan pernapasan
Stabilisasi hemodinamik
Berikan cairan kristaloid atau kolloid intravena (hindari pemberian
glukosa)
Pemasangan CVC (central venous catheter) : jika ada dehidrasi
Optimalisasi tek. Darah → bila sistolik dibawah 120 & cairan
sudah mencukupi → berikan vasopresor
Cardiac monitoring
Pemasangan NGT : untuk diet
Pemasangan foley catheter
Skema 1. Tatalaksana stroke seerhana
17
Pengendalian TTIK
Pemantauan ketat untuk pasien dgn resiko edema serebral.
Monitor TIK harus dipasang dengan GCS < 9.
Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg.
Penatalaksaan :
Semi fowler 30o
hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik.
Berikan manitol 20% 0,25-0,50 gr/kgBB selama 20 menit
diulang 4-6 jam.
Pemberian manitol : 200 ml – 150 ml-150 ml.
Tidak boleh diberikan manitol pada : DM, dehidrasi,
hipotensi, gangguan ginjal, dekom cordis.
Kalau perlu beri furosemid dgn dosis inisial 1 mg/kgBB I.V
(pada pasien dengan keadaan dekom cordis).
Pengendalian kejang
Bila pasien kejang berikan Diazepam bolus 5-20 mg.
Pengendaclian suhu tubuh
Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,50C
Pemeriksaan penunjang
Penatalaksanaan khusus stroke akut pendarahan intraserebral
Reversal of anticoagulation
Pasien PIS akibat pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan
FFP dan vit. K
Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka
pemberian obat dapat dimulai pada hari ke 7-14 setelah terjadi
pendarahan.
Tindakan bedah
Tidak dioperasi bila :
Pasien dengan perdarahan kecil (<10 cm3) atau defisit
neurologis minimal.
Pasien dengan GCS ≤ 4, meskipun pasien GCS ≤ 4 dengan
perdarahan serebelar disertai kompresi batang otak masih
mungkin untuk life saving.
Dioperasi bila :
18
pasien dengan perdarahan serebelar > 3 cm dengan perburukan
klinis atau kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi
ventrikel harus secepatnya dibedah.
PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV
atau angioma cavernosa dibedah jika mempunyai harapan
outcome yang baik dan lesi strukturnya terjangkau atau
accesible.
Pasien dengan usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d
besar yang memburuk.
Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien
usia muda dengan perdarahan lobar yang luas (≥ 50 cm3) masih
menguntungkan.
19
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Definisi stroke berdasarkan WHO adalah suatu tanda klinis yang
berkembang secara cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-
gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke hemoragik adalah stroke
yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi
perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.
Dari keseluruhan kasus stroke, mortalitas dan morbiditas pada stroke hemoragik lebih
berat dari pada stroke iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20% saja pasien yang
mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya. Selain itu, ada sekitar 40-80% yang
akhirnya meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan dan sekitar 50% meninggal
pada 48 jam pertama.
Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain
hemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak,
diplopia. Vertigo, afasia, disfagia, disartria, ataksia, kejang atau penurunan kesadaran
yang keseluruhannya terjadi secara mendadak. Diagnosis stroke hemoragik dapat
ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurologis, dan
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium, CT scan, dan MRI.
Penatalaksanaan stroke hemoragik berbeda berdasarkan manifestasi perdarahan yang
terjadi. Pada stroke hemoragik dengan perdarahan intraserebral, penatalaksanaan yang
diberikan berupa terapi hemostatik, penghentian pemberian antikoagulan, dan
penatalaksanaan bedah bila terdapat indikasi. Pada stroke hemoragik dengan
perdarahan subarakhnoid, penatalaksanaan yang diberikan berupa penatalaksanaan
dini di ruang gawat darurat, pencegahan perdarahan ulang, pencegahan vasospasme,
pengobatan antifibrinolitik, antihipertensi, hiponatremi, kejang, hidrosefalus, dan
terapi tambahan berupa terapi simtomatik dan terapi suportif.
20
B. SARAN
Saran yang dapat diberikan dalam penanganan kasus stroke hemoragik adalah
edukasi pasien maupun keluarga bahwa stroke adalah penyakit yang membutuhkan
penanganan yang sangat lama. Keluarga dan penderita harus mengerti bahwa stroke
dapat menyebabkan disabilitas dan membutuhkan waktu dan terapi panjang untuk
mengembalikan fungsinya seperti semula. Meskipun begitu, tidak ada jaminan bahwa
pasien stroke dapat sembuh seutuhnya atau mengalami disabilitas permanen. Edukasi
lain yang penting adalah bahwa stroke yang diderita pasti memiliki penyebab yang
mendasarinya, jadi apabila penderita memiliki faktor risiko, maka diharapkan
partisipasi keluarga dan lingkungan untuk menjaganya.
Saran yang bisa diberikan untuk klinisi dan tenaga kesehatan adalah
meningkatkan mutu pelayanan stroke, khususnya dalam penatalaksanaan
kegawatdaruratan. Dengan deteksi dini dan penanganan awal yang tepat sasaran,
diharapkan dapat meberikan prognosis yang baik bagi pasien.