5 Universitas Kristen Petra
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Elemen Cangkang dalam Pengertian Umum
Elemen hingga untuk cangkang merupakan elemen yang paling sulit untuk
dirumuskan. Ada tiga pendekatan teori untuk permasalahan yang dicapai untuk
menganalisa permasalahan tersebut (Cook et al., 2002, pp. 563), yaitu :
1. Superposed Element
2. Curved shell elements berdasarkan teori klasik elemen cangkang
3. Degenarasi elemen 3D
2.1.1. Superposed Element
Elemen tipis diformulasikan dengan mengabungkan antara elemen pelat
dan elemen membran. Elemen membran dapat memikul beban lateral yang
disebabkan oleh gaya aksial N (dan gaya geser) yang bekerja pada permukaan
tengah (Eduard Ventsel dan Theodor Krauthammer, 2001). Contoh struktur
membran dapat terlihat pada Gambar 2.1 di bawah ini:
Gambar 2.1. Struktur membran
Sumber: Kwari dan Fenny, 2009
Untuk elemen pelat, terdapat beban vertikal yang menyebabkan momen
lentur dan gaya geser transversal. Contoh struktur pelat dapat terlihat pada
Gambar 2.2 di bawah ini :
6 Universitas Kristen Petra
Gambar 2.2. Struktur pelat
Sumber : Kwari dan Fenny, 2009
Pengabungan antara elemen membran dan elemen pelat ini bertujuan
untuk mendekati perilaku dari elemen cangkang, dimana selain dapat menerima
beban vertikal dan lentur, elemen cangkang dapat pula memikul beban gaya
aksial.
Untuk memodelkan suatu struktur cangkang, dalam meode elemen hingga
struktur cangkang harus dibagi menjadi elemen-elemen yang lebih kecil. Elemen-
elemen yang umum digunakan adalah model elemen segitiga (triangular element)
dan model elemen segiempat (quadrilateral element). Gambar 2.3.
memperlihatkan contoh elemen cangkang yang dimodelkan dengan elemen–
elemen segitiga dan segiempat.
Gambar 2.3. Struktur elemen pelat dengan elemen segitiga dan elemen segiempat
Perumusan elemen segitiga dan elemen segiempat tentulah berbeda. Letak
perbedaan yang paling mencolok ada pada derajat kebebasannya, dimana elemen
segitiga memiliki delapan belas derajat kebebasan sedangkan elemen segiempat
memiliki dua puluh empat derajat kebebasan. Hal ini dikarenakan nodal dari tiap
tiap elemen tersebut memiliki enam derajat kebebasan yang merupakan gabungan
7 Universitas Kristen Petra
dari elemen membran dan elemen cangkang. Pengabungan perumusan tersebut
dapat dilihat pada Gambar 2.4. berikut:
Gambar 2.4. Perumusan Elemen Cangkang
Sumber : Cook et al 2002
Dimana {dm} adalah matriks kekakuan dari elemen membran dan {db}
adalah matriks kekakuan dari elemen pelat.
(a) (b)
Gambar 2.5. (a) Elemen membran dan (b) Elemen pelat
Sumber : Cook et al 2002
Pada Gambar 2.5.(a) adalah elemen membran dimana pada masing – masing
nodal dapat berdeformasi arah x dan y serta dapat berotasi pada arah z, sedangkan
pada Gambar 2.5.(b) adalah elemen pelat dimana pada masing – masing nodal
dapat berotasi arah x dan arah y serta berdeformasi arah z
8 Universitas Kristen Petra
2.1.2 Curved Shell Elements
Formulasi dari elemen lengkung berdasarkan pada teori klasik elemen
cangkang, dimana elemen cangkang dijabarkan dengan membuat beberapa asumsi
yang berkaitan dengan kinematika, distribusi gaya dari elemen cangkang itu
sendiri. Salah satu asumsi yang umum adalah hipotesis Kirchoff-Love, dimana
deformasi pada bagian tengah permukaan akan selalu tegak lurus. Sebagai
konsekuensi dari asumsi tersebut, tipe elemen ini disyaratkan untuk mempunyai
permukaan di bagian tengah dengan kontinuitas-C1, sehingga mengakibatkan
kinematika elemen ini akan sangan rumit. Selain itu, pengunaan elemen ini
terbatas hanya untuk perhitungan elemen cangkang tipis dikarenakan deformasi
geser diabaikan dalam hipotesanya.
2.1.3 Degenerasi Elemen 3D
Pertama kali diusulkan oleh Ahmad et al. [1968,1970] .Permodelan ini
bertujuan untuk mengatasi kesulitan yang berkaitan dengan model tiga dimensi.
Untuk perumusan dari degenarasi elemen cangkang ini, hipotesis dari Kirchoff-
Love diabaikan. Sebagai gantinya, dua asumsi dibuat: garis di permukaan tengah
tidak akan bertambah panjang dan akan tetap lurus setelah terjadi deformasi, dan
energi regangan yang diakibatkan gaya tegak lurus terhadap tengah permukaan
sangat kecil. Dengan asumsi tersebut, perumusan rotasi yang semulanya normal
dapat dianggap bebas terhadap perpindahan tengah permukaan dan deformasi
geser pun diperhitungkan dalam perumusan elemen ini.
2.2. Elemen Cangkang Tipis dan Elemen Cangkang Tebal
Berdasarkan ketebalannya, elemen cangkang dapat dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu elemen cangkang tipis (thin shell element) dan elemen cangkang tebal
(thick shell element). Elemen cangkang tipis dan elemen cangkang tebal
dikembangkan berdasarkan dari teori pelat, yaitu teori pelat tipis (thin plate
theory) oleh Kirchhoff, dan teori pelat tebal (thick plate theory) oleh
Mindlin/Reissner.
Cangkang tipis dan cangkang tebal dapat dibedakan secara teori dan secara
fisik. Secara teori perbedaan antara cangkang tipis dan cangkang tebal terletak
pada peninjauan deformasi geser yang diperhitungkan. Pada teori cangkang tipis
9 Universitas Kristen Petra
deformasi geser yang terjadi diabaikan. Sedangkan pada teori cangkang tebal
deformasi geser transversal yang terjadi diperhitungkan. Deformasi geser ini
terlihat pada Gambar 2.6. di bawah ini :
Gambar 2.6. Contoh deformasi
Sumber : Kwari dan Fenny 2009
Secara fisik perbedaan antara cangkang tipis dan cangkang tebal terletak
pada ketebalan cangkang dan pelat tersebut. Elemen cangkang dapat dikatakan
sebagai elemen cangkang tipis apabila rasio antara h/R ≤ 20 (dimana h adalah
ketebalan cangkang dan R adalah jari – jari kurvatur) sedangkan dikatakan elemen
cangkang tebal apabila rasio antara h/R ≥ 20.
Elemen cangkang tebal umumnya dapat digunakan untuk menganalisa
elemen cangkang tipis. Akan tetapi tidak berlaku sebaliknya dikarenakan elemen
cangkang tipis tidak memperhitungkan deformasi geser sehingga kuranglah tepat
jika digunakan untuk menganalisa elemen cangkang tebal. Oleh karena itulah,
elemen cangkang tebal dapat dikatakan lebih umum daripada elemen cangkang
tipis. Hal ini dapat dilihat pada ilustrasi Gambar 2.7. di bawah ini :
Gambar 2.7. Elemen cangkang tipis dan elemen cangkang tebal
Sumber : Kwari dan Fenny 2009
10 Universitas Kristen Petra
Secara umum aksi pelat datar seperti balok lurus yang memikul beban
transversal dengan aksi lentur. Dimana tegangan-tegangan yang bekerja pada
penampang melintang vertikal dapat menghasilkan momen dan gaya geser yang
terlihat pada persamaan 2.2.1a – 2.2.1e di bawah ini :
Mx = 2/
2/
t
txz dz a
y = 2/
2/
t
txz dz b
xy = 2/
2/
t
txyz dz c
Qx = 2/
2/
t
tzx dz d
Qy = 2/
2/
t
tyz dz e
Sedangkan gaya dalam elemen cangkang masih ada tiga gaya dalam yaitu :
Nx = 2/
2/
t
tx dzf
Ny = 2/
2/
t
ty dzg
Nxy= 2/
2/
t
txy dz h
Dimana M pada persamaan diatas bearti momen per satuan panjang.Dan Q
pada persamaan diatas adalah gaya geser per satuan panjang. Sedangkan untuk t
pada persamaan diatas adalah ketebalan pelat. Persamaan diatas dapat dilihat pada
Gambar 2.8 di bawah ini :
(a) (b)
Gambar 2.8. (a) Tegangan dan gaya lateral terdistribusi. (b) Momen dan gaya
geser per satuan panjang.
Sumber : Cook et al 2002
11 Universitas Kristen Petra
Struktur cangkang (shell) secara umum, dapat menggunakan berbagai
macam material. Material yang dapat dimodelkan pada struktur cangkang adalah
anisotropik, ortotropik, dan isotropik.
Material anisotropik mempunyai sifat mekanik yang berbeda untuk setiap
arah yang berbeda. Secara teoritis material anisotropik dibutuhkan 21 parameter
dalam hubungan tegangan dan regangan.
Material ortotropik mempunyai sifat mekanisme yang ekstrim dalam arah-
arah yang tegak lurus. Arah ini disebut arah-arah utama dari material. Contoh dari
material ortotropik adalah kayu dari batang pohon, dimana kayu dari batang
pohon mempunyai kekuan yang sangat kaku dalam arah aksial, dan kurang kaku
dalam arah yang melingkar, dan tidak begitu kaku dalam arah yang radial.
Material isotropik mempunyai sifat mekanisme yang sama untuk semua
arah. Sifat mekanisme biasanya dinyatakan dengan modulus elastisitas E,
poisson’s rasio υ, dan modulus geser G. Hubungan antara modulus geser,
modulus elastisitas dan poisson rasio dapat terlihat pada rumus 2.2.2 dibawah ini.
G = )1(2 v
E
……………………………............................................2.2.2
2.3. Elemen Cangkang dalam ABAQUS
Elemen cangkang digunakan untuk memodelkan suatu struktur dimana
ketebalannya relatif lebih kecil dibandingkan dengan bentangnya. Di dalam
program ABAQUS terdapat tiga macam pilihan untuk memodelkan elemen
cangkang yaitu general-purpose, thin, dan thick shell element. General-purpose
elemen cocok digunakan untuk memodelkan elemen cangkang tipis dan tebal, thin
shell element untuk elemen cangkang tipis dan thick shell element untuk elemen
cangkang tebal, dimana deformasi geser cukup memberikan pengaruh. Di dalam
kepustakaan ABAQUS, disarankan untuk menggunakan general-purpose didalam
menyelesaikan persoalan elemen cangkang. Akan tetapi tidak menutup
kemungkinan pemilihan thin dan thick untuk kasus-kasus tertentu.
Dari segi bentuk elemen, ABAQUS memiliki dua macam elemen yaitu
elemen segiempat (quadrilateral) dan elemen segitiga (triangular). Kedua bentuk
ini dapat digunakan untuk model conventional dan continuum shell element,
dimana continuum shell element umumnya digunakan untuk memodelkan thick
12 Universitas Kristen Petra
shell element sedangkan conventional shell element digunakan untuk thin shell
element, seperti yang terlihat pada Gambar 2.9. di bawah ini :
Gambar 2.9. Permodelan Struktur Cangkang
Sumber : ABAQUS Manual 6.8
Conventional shell element ini meliputi elemen STRI3, S3, S3R, S3RS,
STRI65, S4, S4RS, S4RSW, S4R5, S8R, S8R5, dan S9R5. Sedangkan untuk
continuum cangkang element meliputi SC6R dan SC8R. Penamaan elemen-
elemen ABAQUS dapat dilihat di Gambar 2.10. berikut :
Gambar 2.10. Penamaan elemen cangkang dalam ABAQUS
Sumber : ABAQUS Manual 6.8
Bentuk dari elemen STRI3, S3, S3R, S3RS, dan STRI65 adalah triangular
dengan formulasi interpolasinya menggunakan fungsi interpolasi Batoz (Batoz et
al.,1980) sedangkan bentuk elemen untuk S4, S4RS, S4RSW, S4R5, S8R, S8R5,
S9R5 adalah quadrilateral. Perbedaan dari masing – masing elemen conventional
shell element tersebut dapat dilihat di Tabel 2.3.1 berikut.
13 Universitas Kristen Petra
Tabel 2.3.1. Elemen-Elemen Cangkang yang Terdapat Dalam ABAQUS
Elemen Jumlah d.o.f Finite Strain/Small
Strain Reduced Integration Bentuk
STRI3(S)
6 small strain YES
S3 6 large strain NO
S3R 6 large strain YES
S3RS(E)
6 large strain NO
STRI65(S)
5 small strain YES
S4 6 large strain NO
S4RS(E)
6 large strain YES
S4RSW(E)
6 large strain YES
S4R5(S)
5 small strain YES
S8R(S)
6 small strain YES
S8R5(S)
5 small strain YES
S9R5(S)
5 small strain YES
Sumber : ABAQUS Manual 6.8
Untuk elemen dengan small strain (S4R5, S8R5, S9R5 dan S8R),
dikembangkan oleh Budiansky dan Sanders (1963). Ide utama dari elemen ini
adalah posisi dari permukaan referensi cangkang dengan komponen vektor n
diinterpolasi masing – masing seperti yang terlihat pada Gambar 2.11. Kinematika
dari teori cangkang ini kemudian mengandung pengukuruan membran strain
diatas permukaan referensi dari derivatif permukaan referensi terhadap posisi dari
permukaan dan bending strain dari derivatif vektor n; pengukuran strain yang
14 Universitas Kristen Petra
digunakan disini adalah perkiraan dari teori strain Koiter-Sanders. Untuk elemen
S4RSW, elemen ini mampu menghitung elemen cangkang dengan kemampuan
warping, yang formulasinya dicetuskan oleh Belytschko, Wong, dan Chiang
(1992).
Gambar 2.11. Permukaan Referensi Cangkang
Sumber : ABAQUS Manual 6.8
Conventional shell element yang terdapat dalam ABAQUS ini dapat
digunakan untuk analisa tiga dimensi dan axisymmetric baik secara statis maupun
dinamis. Beberapa elemen yang cocok untuk menganalisa struktur cangkang yang
termasuk general purpose adalah S3, S3R, S4, S4R, S4RS, S4RSW, dimana
elemen – elemen tersebut mengijinkan terjadinya deformasi geser. Selain itu,
elemen – elemen tersebut menggunakan teori cangkang tebal ketika ketebalan
cangkang bertambah dan akan berubah menjadi teori diskret Kirchhoff ketika
ketebalan cangkang berkurang.
Untuk derajat kebebasan tiap – tiap elemen tersebut terdiri dari lima
derajat kebebasan dan enam derajat kebebasan. Dimana lima derajat kebebasan
disini terdiri dari tiga perpindahan dan dua rotasi sebidang, sedangkan untuk enam
derajat kebebasan terdiri dari tiga perpindahan dan tiga rotasi untuk tiap – tiap
nodal. Elemen – elemen yang menggunakan lima derajat kebebasan ini dapat
dikatakan lebih ekonomis dikarenakan perhitungan yang dilakukan akan lebih
cepat, tetapi elemen ini tidak dapat digunakan pada perhitungan elemen cangkang
tebal.
15 Universitas Kristen Petra
Hourglass sering kali terjadi pada saat kita mengurangi integrasi, dimana
pengurangan tersebut bermaksud untuk mengatas shear locking dan membran
locking, sehingga membuat elemen tersebut terdeformasi meskipun tidak ada gaya
yang biberikan (zero energy). Untuk mengatasi hourglass yang terdapat di
beberapa elemen di ABAQUS, digunakan teori artificial stiffness method
dikembangkan oleh Flanagan dan Belytschko (1981).
Gambar 2.12. Hourglass Mode yang Terjadi pada Elemen S4R
Sumber : ABAQUS Manual 6.8
Di dalam pembuatan model di ABAQUS sekiranya juga harus
diperhatikan arah dari sumbu lokal, sumbu lokal adalah sistem koordinat yang
didefinisikan untuk suatu elemen. sumbu lokal ini menggunakan notasi 1, 2, dan
3. Pada ABAQUS dibedakan sebagai berikut:
Sumbu 1 adalah proyeksi dari sumbu x global
Sumbu 2 adalah proyeksi dari sumbu y global
Sumbu 3 adalah proyeksi dari sumbu z global
Gambar 2.13. menujukkan bagaimana arah sumbu lokal terhadap sumbu
lokal.
Gambar 2.13 Hubungan sumbu 1, 2, dan 3
Sumber : ABAQUS Manual 6.8
16 Universitas Kristen Petra
2.4. Analisa Linier
Perancangan linier tidak perlu respons stuktur sampai runtuh. Cukup
elastis-linier,sehingga dapat dibuat penyederhanaan yang signifikan. Elastis-Linier
merupakan bagian kecil dari respon suatu struktur yang dibebani, seperti yang
terlihat pada garis OA pada gambar 2.14
Gambar 2.14 Perilaku loading-unloading
Sumber : Dewobroto,W
Pada kondisi elastis-linier, suatu struktur yang telah diberi beban akan
kembali ke bentuk semula ketika beban hilang.Umumnya terjadi lendutan yang
relatif kecil, sehingga perhitungannya dapat didasarkan pada konfigurasi struktur
awal. Pada kondisi ini, suatu struktur memiliki proporsi kurva tegangan dan
regangan yang sama. Pada kondisi elastis-linier, prinsip superposisi dapat
diterapkan, maksudnya adalah bahwa deformasi di suatu titik akibat beberap
beban bersamaan,adalah sama dengan jumlah aljabar deformasi dari tiap-tiap
beban secara individu, tanpa dipengaruhi urutan pembebanan.
17 Universitas Kristen Petra
Dasar teori penyelesaian statik di program rekayasa stuktur, pada
prinsipnya adalah matrik kekakuan elastis-linier, dimana persamaan
keseimbangan dapat ditulis sebagai berikut.
[K]{δ}={F}........................................................................2.4.1
Dimana :
[K] adalah matrik kekauan, yang merupakan formulasii matematik untuk
mempresentasikan perilaku suatu struktur
{δ} adalah vektor perpindahan(translasi atau rotasi)
{F} adalah vektor gaya luar
Gambar 2.15 Perilaku linier gaya deformasi
Sumber : Dewobroto,W
Persamaan diatas menunujukkan bahwa deformasi{δ}, berbanding lurus
dengan gaya {F}, dengan matriks kekuan[K] sebagai penghubungnya. Pada
gambar diatas bisa dilihat, jika matrik [K] konstan dalam keseluruhan analisis,
menunujukkan bahwa jenis analisa struktur yag digunakan adalah elastik linier.
2.5 Analisa Nonlinier
Analisa Nonlinier adalah memprediksi respon dari struktur yang
berperilaku nonlinier dengan simulasi. Secara umum ada empat hal yang dapat
membuat suatu struktur berperilaku nonlinear. Hal tersebut adalah :
1. Nonlinieritas Geometri
2. Nonlinieritas Material
3. Force Boundary Condition
4. Displacement Boundary Condition/ Problem Kontak
Yang dimaksudkan nonliniearitas geometri adalah terjadinya deformasi
yang besar pada suatu struktur setelah pemberian beban yang dapat
18 Universitas Kristen Petra
mengakibatkan konfigurasi struktur dapat berubah. Kedua adalah nonlinieritas
material, nonlinieritas material dapat terjadi ketika hubungan tegangan-regangan
suatu material yang telah melewati tegangan lelehnya sehingga menyebabkan
analisa pada model struktur sudah tidak berlaku lagi dibandingkan kondisi stuktur
real. Ketiga, force boundary condition terjadi ketika beban yang bekerja pada
struktur berubah setelah terjadi deformasi pada struktur tersebut. Dan yang
terakhir adalah displacement boundary condition/ problem kontak, problem
kontak dapat terjadi bila suatu struktur mengalami perubahan pada kondisi
perletakannya hal ini biasanya diakibatkan oleh deformasi yang terjadi pada
struktur, sebagai contoh suatu struktur yang perletakannya berupa sendi dan rol,
akibat pembebanan perletakan rol mengalami translasi yang melebihi batas
sehingga pergerakan rol tertahan pada suatu penghambat yang mengakibatkannya
tidak bertranslasi lagi yang mengubah perletakan struktur itu menjadi sendi. Pada
kondisi seperti ini,biasanya terjadi perubahan pada geometrinya yang cukup
signifikan. Secara Matematis keempat hal dapat digambarkan sebagai berikut,
Gambar 2.16 Grafik yang menggambarkan empat sumber penyebab nonlinieritas
pada suatu struktur
19 Universitas Kristen Petra
Gambar 2.17 Hubungan matematis penyebab nonlinieritas.
2.6 Metode yang Digunakan untuk Menyelesaikan Persamaan Nonlinier
pada ABAQUS
Secara umum ABAQUS menggunakan metode newton untuk
memecahkan persamaan nonlinier. Hal ini diikarenakan tingkat konvergensi yang
baik ditunjukkan metode ini dibandingkan dengan metode lainnya terhadap
permasalahan nonlinier yang sering ditemui di ABAQUS. Ini adalah perumusan
umum dari metode newton:
..........................................................................2.6.1
i = Urutan iterasi
= Solusi pendekatan
= Perbedaan solusi pendekatan dengan eksak solution
Kelemahan dari metode ini adalah metode ini tidak mampu menyelesaikan
kode elemen hingga yang banyak, hal ini disebabkan oleh dua hal. Pertama,
matriks jacobian dalam proses iterasi sulit untuk diformulasi; dan untuk beberapa
problem matriks ini tidak bisa didapatkan secara closed form, sehingga harus
dihitung secara numerik yang membutuhkan perhitungan yang panjang. Kedua,
pada setiap iterasi metode ini, jacobian matriks harus dibentuk dan diselesaikan.
20 Universitas Kristen Petra
Metode lainnya adalah Metode Quasi-Newton. Metode ini menghasilkan
perilaku yang baik pada aplikasi struktur yang mengalami masalah nonlinier yang
ekstrim sekalipun. Tetapi, Metode ini membutuhkan iterasi yang lebih banyak
daripada metode newton. Di beberapa kasus, terutama masalah nonlinier yang
rumit, metode bisa menjadi lebih efisien dari metode newton. Terutama pada
permasalahan nonlinear yang memiliki matriks jacobian yang simetris. Matriks
tersebut tidak berubah banyak pada setiap iterasinya. Untuk sistem yang memiliki
Matriks Jacobian yang simetris, metode BFGS (Broyden, Fletcher, Goldfarb,
Shanno) dapat digunakan untuk menyederhanakan jacobian matriks, sehingga
perhitungan lebih efektif.
Metode ketiga adalah direct cyclic algorithm, metode ini digunakan
ABAQUS untuk mendapatkan respon struktur yang stabil pada struktur elastis-
plastis akibat beban cyclic yang terjadi. Pada setiap perhitungannya, metode ini
menggunakan Metode Newton untuk menyelesaikan persamaan nonliniernya.
Metode keempat adalah Riks Method , metode ini sering digunakan untuk
mendapatkan persamaan nonlinier static pada problem yang tidak stabil. Sebagai
contoh ketika beban atau displacement mengalami penurunan ketika sedang
melakukan iterasi contohnya pada problem snap-through yang memberikan
respon statik yang tidak stabil seperti yang terlihat pada Gambar 2.18.
Gambar 2.18. Contoh respon statik yang tidak stabil
Sumber : ABAQUS Theory Manual
21 Universitas Kristen Petra
Pada metode ini, beban diasumsikan linier, dengan maksud semua beban
bervariasi sesuai dengan parameter yang linier. Dasar dari algoritma ini tetap
menggunakan Metode Newton. Oleh karena itu, konvergensinya akan terbatas.
Pada alogaritma Riks, seperti yang dipakai pada Abaqus, ukuran increment
dibatasi oleh pergerakan dari jarak antara garis singgung dengan titik solusi yang
diketahui atau ρ1 lalu dicari kesetimbangan pada bidang yang melewati titik yang
diperoleh dan orthogonal dengan garis singgung yang sama seperti pada Gambar
2.19.
Gambar 2.19. Algoritma riks
Sumber : ABAQUS Theory Manual
2.7. Metode Analisa Nonlinier pada Program ABAQUS
Dalam penyelesaian suatu analisa nonlinier, load incrementation menjadi
salah satu teknik untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Ide utama dari
teknik ini adalah penambahan beban secara terus-menerus hingga mencapai beban
maksimum.Pada setiap penambahan beban, penyelesian yang didapatkan dicatat,
lalu hasil-hasil penyelesaian tersebut dilihat konvergensinya.
Pada program ABAQUS digunakan skema load incrementation seperti
yang terlihat pada Gambar 2.20 . Melalui skema tersebut, beban maksimum
(Pmax) secara otomatis dibagi menjadi NINC(total jumlah penambahan beban
untuk menghasilkan penyelesaian akhir) load increments yang tidak perlu sama
22 Universitas Kristen Petra
besar. Di akhir dari setiap penambahan beban, sebuah penyelesaian yang
konvergen didapatkan.
Skema pada Gambar 2.20 dimulai dengan penambahan beban sebesar ΔP
hingga mencapai beban maksimum Pmax. Jika penyelesaian yang didapatkan
tidak konvergen dalam enambelas iterasi(iterasi dihitung sebagai m), proses
penambahan beban diulang lagi dengan mereduksi ΔP yang hanya seperempat
dari penambahan beban sebelumnya(ΔP/4) hingga mencapai beban maksimum
Pmax. Jika penyelesaian tidak mencapai konvergensi hingga lima kali
percobaan(dihitung sebgai n) dengan ΔP yang direduksi, analisa akan dihentikan.
Sebaliknya, bila penyelesaian mencapai konvergensi maka ΔP pada
proses penambahan beban diperbesar 50% dari ΔP proses sebelumnya dengan
syarat dua penyelesaian terkahir yang konvergen didapatkan hanya dengan 5
iterasi. Bila beban sudah mencapai Pmax maka proses penambahan beban
dihentikan dan ABAQUS akan menghasilkan output berupa NINC(jumlah total
incremental load) dan NITER(jumlah iterasi setiap proses incremental load).
23 Universitas Kristen Petra
Gambar 2.20 Skema penambahan beban untuk analisa nonlinier pada program
ABAQUS
Sumber : K.Y.Sze, X.H.Liu, dan S.H.Lo (2004)
2.8. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keakuratan Elemen
Untuk mendapatkan hasil analsis yang baik dalam memodelkan elemen
hingga, kita harus memperhatikan syarat-syarat bentuk elemen. Faktor yang
mempengaruhi dalam keakuratan elemen adalah bentuk-bentuk elemen yang kita
buat, baik untuk pembuatan elemen segitiga atau dalam pembuatan elemen
segiempat. faktor-faktor yang tersebut
Pada ujung sudut harus kurang dari 180o untuk bentuk segiempat dan
bentuk segitiga. Pada bentuk segiempat apabila ingin mendapatkan hasil yang
terbaik, maka sudut harus mendekati 90o, atau sedikitnya apabila ingin
mendapatkan hasil terbaik pada bentuk segiempat sudutnya antara 45o sampai
dengan 135o.
Pada Gambar 2.21. di bawah ini terdapat gambar bentuk segiempat yang
seluruh sudutnya 90o
Gambar 2.21. Segiempat yang sudutnya 90o
Pada Gambar 2.22. di bawah ini terdapat gambar bentuk segitiga yang
sudutnya harus kurang dari 180o
24 Universitas Kristen Petra
Gambar 2.22. Segitiga yang sudutnya kurang dari 180o
Pada Gambar 2.23. di bawah ini terdapat gambar bentuk segiempat yang
sudutnya antara 45o sampai dengan 135
o
Gambar 2.23. Segiempat yang sudutnya antara 45o – 135
o
Aspek rasio/perbandingan yang terjadi pada suatu bentuk segitiga
(triangular) dan segiempat (quadrilateral) tidak boleh terlalu besar.
Pada bentuk segitiga aspek rasionya adalah perbandingan antara sisi yang
terpanjang dengan sisi yang terpendek.Aspek rasio untuk memperoleh hasil
terbaik pada betuk segitiga tidak boleh melebihi 10.Pengertian aspek rasio pada
bentuk segitiga dapat terlihat pada Gambar 2.24. di bawah ini :
Gambar 2.24. Perbandingan aspek rasio
Keterangan : A = sisi terpanjang
B = sisi terpendek
Aspek rasio = (A / B)
Hasil terbaik aspek rasio tidak melebihi 10.
Pada bentuk segiempat aspek rasionya adalah perbandingan antara sisi
terpanjang dengan sisi terpendek (perbandingan sisinya tidak boleh menggunakan
sisi yang bersebrangan, melainkan sisi yang disampingnya). Aspek rasio untuk
25 Universitas Kristen Petra
memperoleh hasil terbaik pada bentuk segiempat tidak boleh melebihi 10.
Pengertian aspek rasio pada bentuk segiempat dapat terlihat pada Gambar 2.25. di
bawah ini :
Gambar 2.25. Perbandingan aspek rasio
Keterangan : A = sisi terpanjang
B = sisi terpendek
Aspek rasio = (A / B)
Hasil terbaik aspek rasio tidak melebihi 10.
Faktor yang mempengaruhi keakuratan suatu bentuk elemen segiempat
yaitu taper yang mempunyai pengertian perbandingan antara panjang sisi d dan
panjang sisi b yang terlihat pada Gambar 2.26. di bawah ini :
Gambar 2.26. Taper
Faktor lain yang mempengaruhi keakuratan suatu bentuk elemen
segiempat yaitu warp yang mempunyai pengertian perbandingan antara tinggi
kemiringan suatu bidang (h) dibandingkan dengan panjang sisi suatu elemen (a)
yang terlihat pada Gambar 2.27. di bawah ini :
Gambar 2.27. Warp