1
Sejarah Singkat dan Penyebab Banjir DKI Jakarta
dan Usulan Solusinya
Ditulis oleh:
1 Tanuwidjaja, Gunawan
1 MSc. Environmental Management (NUS), S.T. (ITB)
Urban Planner & Researcher,
Green Impact Indonesia Integrated Urban, Drainage and Env ironmental Planning and Design Email: [email protected] http://greenimpactindo.wordpress.com/
Banjir merupakan peristiw a yang akrab bagi kota-kota di Pantai Utara Jaw a termasuk kota
Jakarta. Jakarta yang dibangun oleh Jan Pieters Z. Coen di aw al abad ke 17 dengan konsep
kota air (w aterfront city) merupakan kota yang sangat akrab dengan permasalahan banjir sejak
aw al pendiriannya.
Pada w aktu didirikan di tahun 1619 pada lokasi kota pelabuhan Sunda Kelapa, Batavia
dirancang dengan kanal-kanal seperti kota A msterdam dan kota-kota lain di Belanda. Secara
historis semenanjung dan Teluk Jakarta memang raw an banjir akibat peningkatan debit air
sungai-sungai Cisadane, Angke, Ciliw ung dan Bekasi pada musim hujan. Tetapi saat itu desain
ini gagal diterapkan karena t ingginya sedimentasi dan rendahnya pemeliharaan saluran dan
kanal.
Berbagai faktor penyebab memburuknya kondisi banjir Jakarta saat itu ialah pertumbuhan
permukiman yang tak terkendali disepanjang bantaran sungai, sedimentasi berat serta tidak
berfungsinya kanal-kanal dan sistem drainase yang memadai. Hal ini mengakibatkan Jakarta
terutama di bantaran sungai menjadi sangat rentan terhadap banjir. Berdasarkan dokumentasi,
Kota Jakarta dilanda banjir besar pada tahun 1621, 1654, dan 1918. Selanjutnya banjir besar
juga terjadi pada tahun 1976, 1996, 2002, dan 2007.
2
Banjir Jakarta pada tahun 1996 terjadi pada seluruh penjuru kota serta nebjadi tragedi nasional
yang menjadi pusat perhatian. Pada tahun 2002 dan 2007, banjir kembali melanda Jakarta dan
sekitarnya dengan dampak yang lebih luas dan parah.
Banjir besar Jakarta tahun 1997 rupanya bukan hanya menciptakan tragedi nasional yang tetapi
juga menar ik perhatian seluruh dunia. Banjir tersebut dilaporkan menggenangi 4 Kelurahan,
745 rumah, serta mengakibatkan 2.640 orang harus mengungsi. Banjir tsb dilaporkan mencapai
rata – rata tinggi 80 cm. Pada Tahun 2002 dan 2007 dilaporkan Banjir Jakarta memburuk
dengan penambahan luas genangan banjir dan dampak keuangan yang lebih besar. Banjir
besar tahun 2002 dilaporkan menggenangi Jakarta, Tangerang dan Bekasi. Banjir tsb
dilaporkan membunuh 2 orang dan 40.000 orang pengungsi. Sementara banjir pada 2 - 4
Februari 2007 mempengaruhi 60% dari w ilayah Jakarta, yang menyebabkan Jakarta di baw ah
tanda merah panggung dan menggusur 150.000 orang. Hal ini menunjukkan bahw a dampak
banjir memburuk setiap tahun karena faktor-faktor internal dan eksternal.
Penyebab banjir di DKI Jakarta, secara umum terjadi karena dua faktor utama yakni faktor alam
dan faktor manusia. Penyebab banjir dari faktor alam antara lain karena lebih dari 40%
kaw asan di DKI Jakarta berada di baw ah muka air laut pasang. Sehingga Jakarta Utara akan
menjadi sangat rentan terhadap banjir saat ini.
Selain itu secara umum topografi w ilayah DKI Jakarta yang relatif datar dan 40% w ilayah DKI
Jakarta berada di dataran banjir Kali Angke, Pesanggrahan, Ciliw ung, Cipinang, Sunter, dll.
Sungai – sungai ini relatif juga terletak di atas ketinggian kaw asan sekitarnya. Karena fungsi
sungai – sungai ini tadinya merupakan saluran irigasi pertanian. Sedangkan kondisi saat ini
kebanyakan lahan pertanian diubah menjadi perumahan dan lain – lain. Akibatnya air secara
otomatis berkumpul di kaw asan cekungan di Jakarta Utara.
Berdasarkan data klimatografi di kaw asan DKI Jakarta, intensitas hujan tinggi (2.000 – 4.000
mm setiap tahunnya) dengan durasi yang lama. Hal ini merupakan sifat umum kaw asan tropis
lembab serta dampak dari pemanasan global. Curah hujan ini selanjutnya akan menciptakan
limpasan air yang deras ketika jatuh di atas daerah tangkapan air (catchment) seluas 850 km2
di hulu Jakarta. Daerah tangkapan ini juga mencakup Cianjur, Bogor, Depok dan DKI Jakarta.
Pembangunan besar – besaran di kaw asan ini juga menambah debit limpasan permukaan
yang akhirnya juga menambah potensi banjir di kaw asan hilir sungai.
3
Kondisi ini diperparah oleh kecilnya kapasitas tampung sungai saat ini dibanding limpasan
(debit) air yang masuk ke Jakarta. Kapasitas sungai dan saluran makro ini disebabkan karena
konversi badan air untuk perumahan, sedimentasi dan pembuangan sampah secara
sembarangan. Yang yerakhir pengaruh peningkatan pasang air laut dan penurunan tanah di
Jakarta Utara juga menyebabkan daerah Jakarta Utara semakin rentan banjir.
Sedangkan penyebab banjir dari sisi faktor manusia antara lain karena tidak terintegrasinya tata
kota dan tata air di Jabodetabekjur, perencanaan tata ruang yang melebihi kapasitas daya
dukung lingkungan (di antaranya kurangnya tempat parkir air dan sumber air bersih) serta
lemahnya implementasi tata ruang dan tata air di Jabodetabekjur.
Kompetisi dan eksploitasi pemanfaatan lahan di kaw asan Jabodetabekjur yang sedemikian
cepat juga membuat konversi besar-besaran badan air dan daerah rawan banjir (sungai, raw a,
situ serta sempadannya) menjadi perumahan, kaw asan industri, dll.
Selanjutnya hal ini juga mengakibatkan sedimentasi sungai akibat lumpur, sampah organik dan
inorganik yang disebabkan oleh pembukaan lahan tersebut. Ketidakjelasan pembagian peran
dan tugas Pemer intah, Pemerintah Daerah, sw asta dan masyarakat dalam pengoperasian dan
pemeliharaan infrastruktur tata air juga menyebabkan memburuknya kondisi banjir yang ada.
Terakhir faktor penyebab manusiaw i banjir Jakarta ialah pengambilan air tanah yang
berlebihan. Hal ini menyebabkan penurunan tanah semakin ekstrim terutama di Jakarta Utara.
Usulan Solusi dan Kesimpulan
Integrasi Tata Ruang dan Tata Air sangat dibutuhkan oleh Pemerintah Kota Jakarta untuk
mengurangi dampak banjir setempat. Perencanaan Tata Ruang Komprehensif berbasis
Ekologis sangat diperlukan terutama memperhatikan tata air di kota ini. Bagaimana
perencanaan ini dapat dilakukan? Tentu saja harus melibatkan Pemerintah, Sw asta dan
Masyarakat.
4
Kedua, Integrated Water Resource Management (IWRM) Plan sangat dibutuhkan untuk
mencapai visi berkurangnya banjir di Jabodetabekjur. Hal ini dibutuhkan karena daerah
tangkapan yang mempengaruhi Jakarta berasal dari Jabodetabekjur. IWRM Plan ini harus
disusun secara komprehensif dengan kolaborasi semua pihak terkait seperti studi kasus IWRM
Singapura. Tetapi kondisi kelembagaan dan teknis juga harus diperhatikan dalam IWRM Plan
Jabodetabekjur. Kemudian, diperlukan peningkatan kapasitas SDM dan mekanisme organisasi
untuk menyusun, menjalankan dan mengevaluasi IWRM Plan.
Selain itu Polder diduga dibutuhkan untuk kaw asan Jakarta Utara untuk mengurangi
permasalahan genangan banjir karena air hujan dan pasang naik. Polder merupakan sebuah
Sistem Tata Air tertutup dengan elemen – elemen tanggul, pompa, saluran, w aduk retensi,
pengaturan lansekap, saluran dan instalasi air kotor terpisah. Dengan catatan Polder ini harus
bekerja sebagai sebuah kesatuan sistem dan terintegrasi dengan master plan drainase yang
lebih makro.
Diharapkan dengan 3 saran di atas maka banjir DKI Jakarta akan dapat dikurangi dan Kota
Surabaya dapat menjadi Kota yang Berkelanjutan dan mencapai Visi kota Jakarta sebagaimana
yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi DKI Jakarta 2010 adalah
mew ujudkan Jakarta sebagai ibukota negara Indonesia yang sejajar dengan kota-kota besar di
negara maju, dihuni oleh masyarakat yang sejahtera dan berbudaya dalam lingkungan
kehidupan yang berkelanjutan.
Bibliografi:
1. Dinas PU Provinsi DKI Jakarta (2008), Buku Penanganan Banjir Provinsi DKI Jakarta
2. Tanuw idjaja, Gunaw an., Widjaya, Joyce Martha., (2010), Integrasi Tata Ruang dan Tata Air
untuk Mengurangi Banjir di Surabaya, Paper yang akan dipresentasikan di “Seminar
Nasional tentang Arsitektur [di] kota: Hidup dan Berkehidupan di Surabaya?” UK Petra