i
ABSTRAK
Ambar Widati
1110051100026
Pelanggaran HAM Dalam Larangan Penggunaan Jilbab Sekolah di Bali
Pada Media Republika Online
Sekolah Menengah menjadi salah satu lembaga yang mengajarkan untuk
bertoleransi dalam beragama, bagaimana hak manusia dalam beragama dijunjung
tinggi di dalam masyarakat. Namun kenyataannya penggunaan jilbab ini dilarang
pada beberapa sekolah di Bali. Pemberitaan larangan penggunaan jilbab sekolah
di Bali menjadi sorotan media dan komunitas pelajar Islam di Bali. Peristiwa ini
mendapat perhatian dari media Republika Online.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti ingin mengetahui
bagaimanakah wacana yang dikonstruksi oleh Republika Online terkait
pemberitaan larangan penggunaan jilbab sekolah di Bali? Karena wacana ini juga
terkait dengan adanya pelanggaran HAM yang terjadi di sekolah Bali.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan paradigma
konstruktivis. Dalam pandangan kontruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat
sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan yang dipisahkan dari
subjek sebagai penyampai pernyataan. Teknik analisis yang digunakan pada
penelitian ini ialah analisis wacana Teun A. Van Dijk. Analisis ini tidak
menganalisis teks semata. Tapi juga melihat bagaimana struktur sosial, dominasi,
dan kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat dan bagaimana
kognisi/pikiran dan kesadaran yang membentuk dan berpengaruh terhadap teks
tertentu.
Analisis wacana dalam kamus lengkap bahasa Indonesia terdapat tiga
makna. Pertama, percakapan, ucapan, tutur. Kedua, keseluruhan tutur yang
merupakan satu kesatuan. Ketiga, satuan bahasa terlengkap yang realisasinya
merupakan bentuk karangan yang utuh.
Teknik yang digunakan oleh peneliti adalah dengan melakukan
pengumpulan data-data terkait dengan masalah penelitian dari berbagai sumber
kepustakaan seperti buku, majalah, internet, dan lain-lain
Hasil penelitian menunjukan, ROL memandang hal ini sebagai
pelanggaran HAM yang harus dipenuhi secara konstitusi, mengajak kepada
seluruh masyarakat Indonesia untuk melakukan aksi nyata terhadap kasus ini
bukan hanya sekedar simpati. ROL juga sangat tertarik terhadap isu-isu keislaman
seperti ini namun ROL juga tidak selalu menyajikan berita ini dengan pihak yang
pro saja tapi juga memberikan ruang kepada kepala sekolah untuk angkat bicara
dalam kasus ini.
Kata kunci : HAM, Jilbab, ROL
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas
berkat rahmat dan kuasa-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat
dan salam terlimpahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, serta keluarga,
sahabat dan para pengikutnya.
Sebagai manusia biasa, peneliti meyadari bahwa dalam penulisan skripsi
ini masih terdapat kekuarangan dan kelemahan. Tanpa adanya bantuan dan
motivasi dari berbagai pihak peneliti mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Dr. Arif Subhan,
M.Ag, serta Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. Suparto, M.Pd,
Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, Drs. Jumroni, M.Si.
Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Dr. H. Sunandar Ibnu Nur,
M.Ag.
2. Pembimbing Akademik Ade Rina Farida M.Si. yang sudah
membimbing dengan memberikan solusi atau masukan terhadap judul
skripsi.
3. Ketua Konsentrasi Jurnalistik, Kholis Ridho, M.Si. beserta Sekertaris
Konsentrasi Jurnalistik Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, M.A. atas
dukungan dan bantuannya dalam administrasi maupun segala hal
dalam proses penulisan skripsi.
4. Siti Nurbaya, M.Si. selaku dosen pembimbing yang dengan sabar
membimbing saya. Terima kasih atas waktu, tenaga serta ilmunya yang
iii
telah Ibu berikan kepada peneliti. Semoga Allah SWT senantiasa
memberikan keberkahan dalam setiap aktifitas Ibu.
5. Kedua Orang Tua, Sutanto dan Sri Sudarmini yang selalu menyertakan
nama anak-anaknya di setiap doanya, memberikan semangat dan
fasilitas yang luar biasa dengan penuh kasih sayang.
6. Adikku Ilham Dwi Putranto dan Nurul Azzahra, yang selalu memberi
semangat dan membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi.
7. Kawan-kawan, Hariswati Rachmadani Putri, Siti Nurhayati, Elsa
Rachmawati, Tezar Aditya yang senantiasa membantu dan
menyemangati peneliti hingga akhir.
8. Sepupu terdekatku Ani Tri Lestari yang telah memberi semangat
kepada peneliti dan menemani mencari data sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini.
9. Teman-teman Jurnalistik angkatan 2010 yang telah membantu dan
menemani saya, khususnya kelas Jurnalistik A (NAJUA) yang
memberikan suasana keakraban selama empat tahun ini.
10. Achmad Syalaby Ichsan, selaku Redaktur Republika Online dan Fuji
Pratiwi, wartawan Republika Online yang sudah meluangkan
waktunya untuk wawancara dan memberikan peneliti data-data yang
dibutuhkan.
iv
11. Seluruh dosen dan staf akademik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi atas ilmu dan bantuannya selama ini. Segenap staf
Perpustakaan Utama UIN Jakarta dan perpustakaan Ilmu Dakwah dan
Komunikasi.
Akhir kata, penelitian ini dirasa masih jauh dari kata sempurna, namun peneliti
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Jakarta, 12 Januari 2015
Penulis
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. v
DAFTAR TABEL ..................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Pematasan dan Perumusan Masalah ............................................ 3
1. Pembatasan Masalah ............................................................... 4
2. Perumusan Masalah ................................................................. 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 4
D. Tinjauan Kepustakaan ................................................................... 5
E. Metodologi Penelitian ................................................................... 6
1. Paradigma Penelitian ............................................................. 6
2. Pendekatan Penelitian ............................................................ 7
3. Metode Penelitian .................................................................. 7
4. Subjek dan Objek Penelitian .................................................. 9
5. Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 9
6. Teknik Analisa Data .............................................................. 9
F. Sistematika Penulisan ................................................................... 11
BAB II LANDASAN TEORI DAN KONSEPTUAL
A. Teori Konstruksi Sosial ................................................................... 13
1. Tahap Pembentukan Konstruksi ................................................. 14
B. Konseptualisasi Hak Asasi Manusia ............................................... 15
1. HAM Dalam Perspektif Agama ................................................. 17
2. HAM Sejagad ............................................................................. 20
C. Konseptualisasi Kewajiban Wanita Menggunakan Jilbab .............. 22
D. Konseptualisasi Media Massa ........................................................ 26
1. Media Internet (Media Online .................................................... 28
E. Analisis Wacana .............................................................................. 30
vi
1. Pengertian Analisis Wacana Teun A. Van Dijk ......................... 31
BAB III REPUBLIKA SEBAGAI MEDIA ONLINE
A. Sejarah Republika Online ............................................................ 35
B. Perkembangan Republika Online ................................................. 35
C. Produk Republika Online .............................................................. 37
D. Prinsip Dasar Republika Online.................................................... 37
E. Visi dan Misi Republika ............................................................... 38
F. Gambaran Umum Kasus ............................................................... 38
BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Analisis Teks Pemberitaan Isu Pelarangan Jilbab, Komnas
HAM Minta Muslim di Bali Bersatu ............................................ 40
B. Analisis Teks Pemberitaan DPRD Bali Bahas Larangan Jilbab ... 54
C. Analisis Kognisi Sosial ................................................................. 68
D. Analisis Konteks Sosial ................................................................ 75
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................... 81
B. Saran ............................................................................................. 83
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Elemen Wacana Teun A. Van Dijk ............................................. 8
Tabel 4.1 Analisis Level Teks Berita Isu Larangan Penggunaan Jilbab,
Komnas HAM Minta Muslim di Bali Bersatu ........................... 50
Tabel 4.2 Analisis Level Teks Berita DPRD Bali Bahas Larangan Jilbab . 61
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Mekanisme Alur Pemberitaan Republika Online ...................... 72
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu fungsi media massa adalah untuk menyampaikan pesan baik
secara langsung maupun tidak langsung. Dalam hal ini media sangat berperan
aktif dalam hal penyampaian pesan, baik melalui media massa elektronik maupun
media massa cetak bahkan di jaman yang sudah maju ini sudah berkembang
media massa online sehingga pesan-pesan yang disampaikan bisa secara cepat
sampai kepada masyarakat.
Pemberitaan mengenai larangan penggunaan jilbab sekolah di Bali masih
belum menemukan titik terang. Kasus larangan penggunaan jilbab bukan hanya di
SMAN 2 Denpasar saja tapi hampir seluruh sekolah yang ada di Kabupaten atau
Kota di Bali. Faktanya dalam buku peraturan sekolah di SMPN 1 Singaraja
tertulis jelas bahwa siswa perempuan dilarang menggunakan jilbab. Sedangkan
agama itu merupakan hak dasar seseorang yang tidak dapat dikurangi.
Kasus ini sangat menarik karena menyangkut Hak Azasi Manusia dalam
beragama. Di mana dalam kasus tersebut dijelaskan bahwa seorang siswi dilarang
menggunakan jilbab. Hak azasi manusia di setiap negara harus dipenuhi secara
konstitusi dan dilindungi. Jika terjadi pelanggaran HAM maka sanksinya cukup
berat. Apalagi Indonesia adalah negara hukum. Di mana setiap warga negaranya
menjunjung tinggi aturan-aturan yang sudah dibuat oleh hukum.
2
Berita ini muncul di situs Republika Online. Banyaknya berita yang ditulis
dalam situs tersebut, menandakan bahwa Republika Online atau ROL sangat
menginginkan adanya pembelaan dari tokoh masyarakat, kementrian pendidikan,
dari komnas HAM dan lain-lain. Tapi disisi lain berita ini banyak sekali diunggah
hanya di situs ROL. Penulis melihat di lain situs media online dan hasilnya tidak
ada yang seakurat ROL. Adapun berita yang dimuat di lain situs yaitu di
Merdeka.com dan Tribunnews.com. sedangkan di kedua media tersebut berita ini
tidak akurat.
Dari kasus ini penulis melihat hanya media ROL yang sangat antusias
terhadap berita ini, dimana seorang siswa SMA tidak diperbolehkan menggunakan
tutup kepala sesuai dengan keyakinannya dan dapat digolongkan pelanggaran
HAM. Penulis memilih Republika Online sebagi subjek penelitian karena,
Pertama, media lain nampak tidak tertarik mengangkat berita ini, sekalipun ada
mereka tidak mengikuti jalannya berita ini sampai selesai. Hanya sekedar
memberi informasi. Kedua, ROL konsisten terhadap berita-berita Islam.
Menurutnya mengenai kasus penggunaan jilbab, muslim yang merupakan kaum
minoritas di Bali masih mengalami diskriminasi dan ditindas.
Paradigma yang digunakan adalah konstruktivisme. Pandangan ini banyak
dipengaruhi oleh pemikiran fenomenologi. Aliran ini menolak pandangan
empirisme/positivisme yang memisahkan subjek dan objek bahasa. Dalam
pandangan kontruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk
memahami realitas objektif belaka dan yang dipisahkan dari subjek sebagai
3
penyampai pernyataan. Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagai faktor
sentral dalam kegiatan wacana serta hubungan-hbungan sosialnya.1
Paradigma konstruktivisme menganggap kenyataan itu hanya bisa
dipahami dalam bentuk jamak, berupa konstruksi mental yang tak dapat diraba,
berbasis sosial dan pengalaman yang diteliti terkait erat secara timbal balik,
sehingga penemuan dicipta seperti yang dikehendaki peneliti (epistemologi).2
Model analisis yang digunakan oleh peneliti adalah model Teun A. Van
Dijk karena penelitian wacana tidak semata-mata dengan menganalisis teks
semata. Ia juga melihat bagaimana struktur sosial, dominasi, dan kelompok
kekuasaan yang ada dalam masyarakat dan bagaimana kognisi/pikiran dan
kesadaran yang membentuk dan berpengaruh terhadap teks tertentu.3
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti bermaksud mengadakan
penelitian ilmiah dalam bentuk skripsi dengan judul “Pelanggaran HAM Dalam
Larangan Penggunaan Jilbab Sekolah di Bali Pada Media Republika Online”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Terdapat kurang lebih delapan berita mengenai hal ini dalam media online
ROL pada bulan Februari hingga April pada tahun 2014. Namun, peneliti
fokus pada dua berita dengan pewarta yang sama. Karena pewarta banyak
menulis kasus ini dan mengikuti kasus tersebut sampai tuntas. Maka dari
pembatasan masalah tersebut rumusan masalah penelitian ini adalah,
1 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta: Lkis, 2001),
h.5 2 Moh. Kasiram, Metodologi Penelitian Kuantitatif-Kulitatif, (Malang, Uin Maliki Press,
2010) h. 87 3Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 224
4
1. Pembatasan Masalah
Merujuk pada latar belakang yang peneliti telah paparkan sebelumnya,
maka peneliti membatasi penelitian ini pada telaah pemberitaan Republika
Online yang mengangkat kasus Larangan Penggunaan Jilbab Sekolah di
Bali Pada Media Republika Online edisi Februari dan April 2014.
2. Perumusan Masalah
1. Bagaimana teks yang dilakukan oleh Republika Online terkait
pemberitaan Larangan Penggunaan Jilbab Sekolah di Bali?
2. Bagaimana kognisi sosial dalam pemberitaan Larangan
Penggunaan Jilbab Sekolah di Bali pada Media Online Republika
Online?
3. Bagaimana konteks sosial dalam pemberitaan Larangan
Penggunaan Jilbab Sekolah di Bali pada Media Online, Republika
Online?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
Mendeskripsikan bagaimana Republika Online membuat teks,
mendeskripsikan kognisi sosial, dan mendeskripsikan konteks sosial
dalam pemberittaan permasalahan larangan penggunaan jilbab sekolah di
Bali yang terkait pada pelanggaran HAM di Bali.
2. Manfaat penelitian
a. Akademis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi positif
bagi praktisi media bahwa dalam produksi suatu berita, teks bukan
5
semata-mata hanya sebuah tulisan yang netral, namun terdapat banyak
faktor yang mempengaruhi proses produksi sebuah berita. Termasuk
kondisi wartawan dan pandangan masyarakat melihat isu yang
diberitakan.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran kepada
para akademisi tentang bagaimana wacana itu dibuat oleh sebuah
media tertentu. Seperti wacana yang dilakukan oleh Republika Online
dalam kasus larangan penggunaan jilbab sekolah di Bali.
D. Tinjauan kepustakaan
Peneliti melakukan tinjauan pustaka di Perpustakan Utama Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. Berdasarkan tinjauan
tersebut, peneliti menemukan beberapa penelitian yang memliki kesamaan,
seperti penelitian, mahasiswa Universitas Hasanuddin dengan judul Analisis
Yuridis Pelanggaran Hak Asasi Manusia (Ham) Di Indonesia (Studi Kasus
Di Mesuji Sumatra Selatan) mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
yang bernama Yusuf Gandang Pamuncak dengan judul Analisis Wacana
Pemberitaan Harian Republika Tentang Makanan Calon Haji Berformalin.
Dan Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang bernama Tezar Aditya
Rahman dengan judul Hegemoni Media Islam dalam Wacana Separatisme
Negara Kesatuan Republik Indonesia Pada Qanun Bendera dan Lambang
Aceh dalam Surat Kabar Republika. Persamaan penelitian adalah sama-sama
menggunakan model analisis wacana Teun A. Van Dijk. Perbedaan penelitian
yang dilakukan penulis adalah isi dari pemberitaan tersebut.
6
E. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Paradigma yang digunakan adalah konstrutivisme. Pandangan ini
banyak dipengaruhi oleh pemikiran fenomenologi. Aliran ini menolak
pandangan empirisme/positivisme yang memisahkan subjek dan objek
bahasa. Dalam pandangan kontruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat
sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan yang
dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pernyataan. Konstruktivisme
justru menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan wacana
serta hubungan-hubungan sosialnya. Dalam hal ini, seperti dikatakan A.S
Hikam, subjek memiliki kemampuan melakukan kontrol terhadap
maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana. Bahasa dipahami dalam
paradigma ini diatur dan dihidupkan oleh pernyataan-pernyataan yang
bertujuan. Setiap pernyataan pada dasarnya adalah tindakan
pembentukan diri.4
Paradigma konstruktivisme menganggap kenyataan itu hanya bisa
dipahami dalam bentuk jamak, berupa konstruksi mental yang tak dapat
diraba, berbasis sosial dan pengalaman yang diteliti terkait erat secara
timbal balik, sehingga penemuan dicipta seperti yang dikehendaki
peneliti (epistemologi).5
4 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h.5
5 Moh. Kasiram, Metodologi Penelitian Kuantitatif-Kulitatif, h. 87
7
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif
dengan menggunakan analisis wacana (discourse analysis), pendekatan ini
dilakukan karena lebih memenuhi kebutuhan analisa terhadap struktur
pesan dalam komunikasi melalui pendekatan ini penulis dapat mengetahui
bagaimana sebuah pesan disampaikan lewat kata atau kalimat. Unsur
penting dalam analisis wacana adalah kepaduan, kesatuan, dan penafsiran
peneliti.
3. Metode Penelitian
Metode analisis yang digunakan oleh peneliti adalah model Teun
A. Van Dijk menurutnya penelitian wacana tidak semata-mata dengan
menganalisis teks semata. Ia juga melihat bagaimana struktur sosial,
dominasi, dan kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat dan
bagaimana kognisi/pikiran dan kesadaran yang membentuk dan
berpengaruh terhadap teks tertentu.6
Terdapat tiga struktur atau tingkatan yang menjadi elemen analisis
wacana dalam pemaparan struktur teks oleh van dijk. Dengan struktur
tersebut kita tidak hanya mengetahui apa yang diliput oleh media, namun
juga bagaimana mengungkapkan peristiwa ke dalam pilihan bahasa
tertentu.
6 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 224
8
Berikut tabel yang akan menjelaskan satu persatu elemen wacana
Teun A. Van Dijk yang diterapkan dalam dimensi teks sosial penelitian ini
:
Tabel 1.1
Elemen Wacana Teun A. Van Dijk
STRUKTUR WACANA HAL YANG DIAMATI ELEMEN
Struktur Makro
Makna global dari suatu
teks yang dapat diamati
dari topik/ tema yang
diangkat oleh suatu teks.
Tematik
Tema/ topik yang
dikedepankan dalam
berita tersebut
Topik
Superstruktur
Kerangka suatu teks,
seperti bagian
pendahululan, isi,
penutupan, dan
kesimpulan.
Skematik
Bagaimana bagian dari
urutan berita dikemas
dalam teks yang utuh
Skema
Struktur Mikro
Makna lokal dari suatu
teks yang dapat diamati
dari pilihan kata, kalimat
dan daya yang dipakai
oleh suatu teks7
1. Semantik
Makna yang ingin
ditekankan dalam
berita tersebut
2. Sintaksis
Bagaiamana kalimat
(bentuk, susunan)
yang dipilih
3. Stilistik
Bagaimana pilihan
kata yang dipakai
dalam berita tersebut
Latar, detail, dan
maksud
Bentuk kalimat
koherensi, dan kata
ganti
Leksikon
7 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 227
9
4. Retoris
Bagaimana dan
dengan cara apa
penekanan cerita
dilakukan.8
Grafis, metafora,
metafora
4. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah media Republika Online,
sedangkan objek dari penelitian ini adalah pemberitaan Larangan
Penggunaan Jilbab Sekolah di Bali.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan oleh peneliti adalah dengan melakukan
pengumpulan data terkait dengan masalah penelitian dari berbagai sumber
kepustakaan seperti buku, majalah, internet, dan lain-lain
6. Teknik analisa data
Teknik pengumpulan data merupakan teknik atau cara-cara yang
digunakan peneliti untuk mengumpulkan data. Pada riset kualitatif ini
yang peneliti pakai adalah observasi teks, wawancara, dan juga
dokumentasi. Penelitian ini dengan sengaja memilih narasumber (yaitu
redaktur dan wartawan karena merekalah yang memberikan gambaran
secara umum tentang kasus ini dan memberikan fakta-fakta yang kuat
atau dokumen atau bahan-bahan visual lain) yang dapat memberikan
jawaban terbaik pertanyaan penelitian.9
8 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 228-229
9 John W. Creswell, Desain Penelitian: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitaif, (Jakarta:
KIK Press, 2003) h.143
10
Berikut prosedur pengolahan data yang dilakukan oleh peneliti:
1) Pengamatan struktur makro (analisis data teks)
a. Untuk analisis data teks dalam mengamati struktur makro, peneliti
memecah tulisan berita tersebut menjadi makrosturktur sesuai dengan
paragraf.
b. Setelah menemukan makrostuktur tingkat pertama yang merupakan
tema per paragraf, peneliti mereduksi untuk mendapatkan
makrostruktur dengan tingkatan lebih tinggi, yaitu makrostruktur
tingkat kedua.
c. Pengeleminasian terakhir menjadikan makrostruktur tingkat ketiga
yang merupakan tema dari berita tersebut.
2) Pengamatan superstruktur dan struktur mikro (analisis data teks)
a. Untuk analisis data teks dalam mengamati superstruktur dan struktur
mikro, peneliti mencetak berita tersebut dari e-paper republika dan
memberikan penomoran pada tiap lima barisnya. Hal ini dilakukan
untuk mempermudah pencarian kalimat atau tulisan yang dimaksud.
b. Setelah itu peneliti meneliti elemen skema untuk mengamati
superstruktur serta meneliti elemen latar, detail, maksud, bentuk
kalimat, koheresi, leksikon, dan grafis untuk mengamati struktur
mikro.
3) Analisis kognisi sosial
a. Untuk analisis kognisi sosial peneliti melakukan wawancara untuk
mengetahui latar belakang dan wawasan pembuat berita serta
kebijakan Republika terkait berita tersebut.
11
b. Setelah itu diolah untuk mengetahui kognisi sang pembuat berita.
4) Analisis konteks sosial
a. Untuk analisis konteks sosial peneliti menelusuri literatur yang
berkembang di masyarakat tentang larangan penggunaan jilbab
sekolah di Bali melalui internet.
b. Setelah itu diolah untuk mengetahui wawasan khalayak tentang
larangan penggunaan jilbab sekolah di Bali.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan terarah maka sistematika
penulisan terdiri dari lima bab dan masing-masing bab terdiri dari sub bab
dengan penyusunan sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN. Bab ini berisi Pendahuluan yang
membahas Latar Belakang, Pembatasan dan Perumusan
Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan
Kepustakaan, Metodologi Penelitian, dan Sistematika
Penulisan.
BAB II : LANDASAN TEORI DAN KONSEPTUAL. Bab ini akan
menguraikan kajian teoritis mengenai teori konstruksi
sosial, konseptualisasi hak asasi manusia, konseptualisasi
kewajiban wanita menggunakan jilbab, konseptualisasi
media massa, analisis wacana Teun A. Van Dijk
12
BAB III : REPUBLIKA SEBAGAI MEDIA ONLINE. Bab ini
memaparkan mengenai Republika sebagai media online dan
kasus larangan penggunaan jilbab sekolah di Bali
BAB IV : HASIL DAN ANALISA DATA. Bab ini berisikan tentang
Temuan dan Analisis Wacana Media Online Republika
mengenai permasalahan larangan penggunaan jilbab
sekolah di Bali.
BAB V : PENUTUP. Merupakan bab penentu yang mencakup
Kesimpulan dan Saran.
13
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KONSEPTUAL
A. Teori Konstruksi Sosial
Istilah konstruksi sosial atas realitas (social construction of reality)
didefinisikan sebagai proses sosial melalui tindakan dan interaksi di mana
individu menciptakan secara terus menerus suatu realitas yang dimiliki dan
dialami bersama secara subyektif.1 Dikutip dari buku The Social Construction of
Reality: A Treatise in the Sociological of Knowledge (1966) teori Berger dan
Luckmann menyatakan bahwa konstruksi sosial atas realitas sosial dibangun
secara simultan melalui tiga proses yaitu eksternalisasi, objektivasi dan
internalisasi. Proses simultan ini terjadi antara individu satu dengan lainnya di
dalam masyarakat. Bangunan realitas yang tercipta karena proses sosial tersebut
adalah objektif, subjektif, dan simbolis atau intersubjektif.2
Tentu saja, teori ini berakar pada paradigma kontruktivis yang melihat
realitas sebagai konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu yang merupakan
manusia bebas. Dalam proses sosial, individu manusia dipandang sebagai
pencipta realitas sosial yang relatif bebas di dalam dunia sosialnya. Realitas sosial
itu ada dilihat dari subjektivitas ada itu sendiri dan dunia objektif di sekeliling
realitas sosial itu. Individu tidak hanya melihat sebagai kediriannya, namun juga
dilihat dari mana kedirian itu berada, bagaimana ia menerima dan
mengaktualisasikan dirinya serta bagaimana pula lingkungan menerimanya.3
1 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi (Jakarta:Kencana, 2006), h.194
2 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h.292
3 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h. 192
14
Peter L. Berger dan Thomas Luckmann menggambarkan proses sosial
melalui tindakan dan interaksinya, yang mana individu menciptakan secara terus
menerus suatu realitas yang memiliki dan dialami bersama secara subjektif.4
Dalam penjelasan ontologi paradigma konstruktivis, realitas merupakan
konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu. Namun demikian kebenaran suatu
realitas sosial yang berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh
pelaku sosial.5
1. Tahap Pembentukan Konstruksi6
a. Tahap pembentukan konstruksi realitas
Tahap berikut setelah sebaran konstruksi, di mana pemberitaan telah sampai
pada pembaca dan pemirsanya, yaitu terjadi pembentukan konstruksi di
masyarakat melalui tiga tahap yang berlangsung. Pertama, konstruksi realitas
pembenaran sebagai suatu bentuk konstruksi media massa yang terbentuk di
masyarakat yang cenderung membenarkan apa saja yang ada di media massa
sebagai suatu realitas kebenaran.
Kedua, kesediaan dikonstruksi oleh media massa, yaitu sikap generik dari
tahap pertama. Bahwa pilihan orang untuk menjadi pembaca/pemirsa media
massa adalah karena pilihannya untuk bersedia pikiran-pikirannya dikonstruksi
oleh media massa. Ketiga, menjadikan konstruksi media massa sebagai pilihan
konsumtif, di mana seseorang secara habit tergantung pada media massa. Media
massa adalah bagian kebiasaan hidup yang tak bisa dilepaskan.
4 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h. 193
5 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h. 191
6 M. Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi, (Yogyakarta: Gitanyali, 2004),
h.177
15
b. Tahap pembentukan konstruksi citra
Konstruksi citra yang dimaksud bisa berupa bagaimana konstruksi citra pada
sebuah pemberitaan ataupun bagaimana konstruksi citra pada sebuah iklan.
Konstruksi citra pada sebuah pemberitaan biasanya disiapkan oleh orang-orang
yang bertugas di dalam redaksi media massa, mulai dari wartawan, editor, dan
pimpinan redaksi. Sedangkan konstruksi citra pada copywriter. Di mana bangunan
konstruksi citra yang dibangun oleh media massa ini terbentuk dalam dua model,
yakni model good news dan model bad news. Model good news adalah sebuah
konstruksi yang cenderung mengkonstruksi suatu pemberitaan sebagai
pemberitaan baik. Sedangkan model bad news adalah sebuah konstruksi yang
cenderung mengkonstruksi kejelekan atau memberi citra buruk pada objek
pemberitaan.
Realitas yang dimaksud oleh Berger dan Luckmann ini terdiri dari realitas
objektif, realitas, simbolis dan realitas subjektif. Realitas objektif adalah realitas
yang terbentuk dari pengalaman di dunia objektif yang berada di luar diri
individu, dan realitas ini dianggap sebagai kenyataan. Realitas simbolis
merupakan ekspresi simbolis dari realitas objektif dalam berbagai bentuk sebagai
proses penyerapan kembali realitas objektif dan simbolis ke dalam individu
melalui proses internalisasi.7
B. Konseptualisasi Hak Asasi Manusia
7 M. Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi, h. 196
16
Banyak gagasan besar berkenaan dengan demokrasi dan HAM selaras
dengan pemikiran islam. Kaidah hukum, prinsip dasar kepemimpinan demokratik,
dalam yurisprudensi islam (fiqh) sangat sentral. Sudah berabad-abad yang lalu,
Islam mengakui bahwa “setiap keputusan, aturan, dan prosedur, dari penguasa
publik di setiap jenjang tidak sah atau tidak mengikat secara legal jika mereka
tidak konsisten dengan hukum (syariat). Ini tentu saja, berkaitan dengan konsep
“perlindungan hak”. Sebagaimana dalam setiap masyarakat yang didasarkan atas
norma dan prosedur demokratik, hukum islam menyatakan bahwa “engkau tidak
bisa mencabut kehidupan, kebebasan, atau kepemilikan seseorang kecuali melalui
„proses hukum yang sah‟”.8
Sebagaimana deklarasi universal hak asasi manusia, Islam juga mengakui
hak untuk membentuk keluarga, hak kehidupan pribadi, hak bebas bergerak dan
bertempat tinggal, hak untuk menggunakan bahasa sendiri, hak mempraktikan
budaya sendiri, dan hak bebas beragama. Deklarasi universal islam tentang hak
asasi manusia, misalnya -suatu dokumen yang dirumuskan oleh sekelompok
sarjana (ulama) Islam pada 1981 didasarkan atas nilai dan prinsip Al-Quran dan
As-Sunnah (Kehidupan Nabi Muhammad) – menyatakan dengan tegas bahwa
„setiap orang mempunyai hak untuk bebas berpikir dan beribadat sesuai dengan
keyakinan agamanya‟. Pasal dalam deklarasi ini pasti telah dipengaruhi oleh
imbauan Al-Quran bahwa tidak ada paksaan dalam agama.9
Dengan menggunakan Al-Quran sebagai dasar, para ahli hukum dan
filosof Muslim juga telah mengembangkan bermacam-macam hak politik. Mereka
mengakui bahwa “setiap individu dan setiap rakyat mempunyai hak yang tidak
8 Muzzaffar Chandra, Hak asasi Manusia Dalam Tatanan Global Baru, (Bandung,
Mizan, Cetakan I 1995), h. 58 9 Muzzaffar Chandra, Hak asasi Manusia Dalam Tatanan Global Baru, h. 61
17
dapat dicabut untuk bebas dalam setiap bentuknya – fisik, budaya, ekonomi dan
politik- dan berhak untuk berperang dengan menggunakan berbagai bentuk sarana
yang tersedia berhadapan dengan setiap pelanggaran atau pencabutan hak ini, dan
setiap orang atau yang teraniaya (tertindas) memiliki klaim sah untuk
mendapatkan dukungan (bantuan) dari individu dan / atau rakyat lain dalam
perjuangan itu”. Lebih khusus lagi, islam menyatakan dan menentang (dalam
batas-batas yang ditetapkan oleh syariat) penindasan, sekalipun harus berhadapan
dengan penguasa tertinggi negara” hak untuk protes terkait erat dengan hak setiap
orang “untuk berperan serta secara individual dan kolektif dalam kehidupan
agama, sosial budaya, dan politik masyarakatnya, dan untuk mendirikan sistem
tingkah laku sosial yang bersifat resmi serta adat-istiadat dan norma yang
mengatur tingkah laku itu, dan seluruh perlengkapannya guna memenuhi berbagai
kompleks kebutuhan manusia dalam masyarakat dan lembaga yang diarahkan
untuk mengajak kepada yang benar (ma‟ruf) dan mencegah apa yang buruk
(munkar)”.10
1. HAM Dalam Perspektif Islam
Menurut Supriyanto Abdi, setidaknya terdapat tiga varian pandangan
tentang hubungan islam dan HAM, baik yang dikemukakan oleh para sarjana
Barat atau pemikir Muslim sendiri, yakni pertama menegaskan bahwa islam tidak
sesuai dengan gagasan dan konsepsi HAM modern. Pandangan pertama berangkat
dari asas esensialisme dan relavitisme kultural. Esensialisme menunjukkan kepada
paham yang menegaskan bahwa suatu gagasan atau konsep pada dasarnya
mengakar atau bersumber pada satu sistem nilai, tradisi, atau peradaban tertentu.
10
Muzzaffar Chandra, Hak asasi Manusia Dalam Tatanan Global Baru, h. 62
18
Sedangkan relativisme kultural adalah paham yang berkeyakinan bahwa satu
gagasan yang lahir atau terkait dengan sistem nilai tertentdasarnya mengakar atau
bersumber pada satu sistem nilai, tradisi, atau peradaban tertentu. Sedangkan
relativisme kultural adalah paham yang berkeyakinan bahwa satu gagasan yang
lahir atau terkait dengan sistem nilai tertentu tidak bisa berlaku atau tidak bisa
diterpkan dalam amsyarakat dengan sistem nilai yang berbeda.
Kedua, menyatakan bahwa islam menerima semangat kemanusiaan HAM
modern, tetapi, pada saat yang sama, menolak landasan sekulernya dan
menggantinya dengan landasan Islami. Pandangan ini lebih dikenal dengan
gerakan islamisasi HAM. Pandangan ini muncul sebagai reaksi “gagal” nya HAM
versi Barat dalam mengakomodasi kepentingan terbesar masyarakat muslim.
Tidak kalah pentingnya, gerakan ini merupakan alternatif yang diyakini mampu
menjembatani pemikiran HAM dalam perspektif Islam. Dalam perkembangan
yang signifikan berhasil dirumuskan piagam deklarasi universal HAM dalam
perspektif islam. Ketiga, menegaskan bahwa HAM modern adalah khazanah
kemanusiaan universal dan Islam (bisa dan seharusnya) memberikan landasan
normaltif yang sangat kuat terhadapnya. Pandangan ini menegaskan bahwa HAM
modern adalah khazanah kemanusiaan universal dan Islam (bisa dan seharusnya)
memberikan landasan normatif yang sangat kuat terhadapnya.
Berbeda dengan dua pandangan sebelumnya, varian ketiga ini menegaskan
bahwa universalitas HAM sebagai khazanah kemanusiaan yang landasan normatif
dan filosofisnya bisa dilacak dan dijumpai dalam berbagai sistem nilai dan tradisi
19
agama, termasuk islam di dalamnya. Yang termasuk berpandangan demikian di
antaranya adalah Abdullah Ahmed an-Naim.11
Artinya:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebijakan,
memberi kepada kamu kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu
dapat mengambil pelajaran. (16: 90)
Allah Azza wa Jalla juga mewajibkan berbagai hak atas seorang muslim
kepada sesama muslim secara umum. Seorang muslim adalah saudara muslim
lainnya, ia tidak boleh menghinanya, mengucilkannya, membiarkannya dan tidak
boleh melanggar hak-haknya. Melalui pemaparan di atas kita mendapati
bahwasanya Islam menjamin hak-hak individu dan masyarakat, dan ini tidak
pernah dipelihara oleh negara-negara kafir yang mengaku demokratis dan
menjaga hak-hak manusia. Sebaliknya, justru melanggar hak Allah Azza wa Jalla
dan Rasul-Nya dengan melakukan perbuatan kufur dan syirik. Mereka melanggar
hak-hak kaum muslimin dengan cara membunuh kaum muslimin secara massal,
mengusirnya serta merampas harta benda mereka. Merubah penegakkan syari‟at
Allah Azza wa Jalla dengan sanksi sebagai pelaku kriminal. Negara-negara itu
11
El Muhtaj Majda, Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia, (Jakarta, Kencana,
Cetakan II, 2007), h. 58-60
20
melarang penegakkan sanksi dari Allah Azza wa Jalla dan dianggap pelanggar
hak-hak manusia. Seakan dalam pandangan negara-negara kafir itu, manusia yang
wajib dilindungi hak-haknya adalah pelaku kejahatan, pembuat kerusakan lagi
zhalim. Sedangkan (menurut mereka, red) seorang muslim, orang yang terzhalimi
dan yang dilanggar hak-haknya, bukanlah manusia yang harus dibela hak-haknya.
Ini merupakan fitrah terbalik dan pemikiran (fikrah) yang menyimpang yang
memandang kebenaran sebagai kebathilan dan memandang yang bathil sebagai
sebuah kebenaran.12
Artinya:
“Maka apakah orang yang dijadikan (setan) menganggap baik
pekerjaannya yang buruk lalu ia meyakini pekerjaan ini baik, (sama dengan orang
yang tidak ditipu setan)? Maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang
dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya….”[Fathir/35 : 8]
2. HAM Sejagad
10 Desember 1948 merupakan hari bersejarah bagi perkembangan
pemikiran tentang eksistensi manusia. Hal yang dimaksud di sini adalah
tercapainya titik kulminasi konseptualisasi HAM sebagai wacana universal.
12
http://almanhaj.or.id/content/2348/slash/0/ada-apa-dengan-hak-asasi-manusia-ham/
diunduh pada tanggal 15 Desember 2014 pukul 01:14 WIB
21
Universal Declaration of Human Rights (UDHR)/ Deklarasi Universal Hak Azasi
Manusia (DUHAM) diyakini sebagai referensi artikulasi kehidupan dan
kemartabatan manusia sejagad. Tidak mengherankan DUHAM kemudian
dipandang sebagai pembawa semangat baru bagi keutuhan dan masa depan umat
manusia karena di samping memiliki khasanah historistias yang sejalan dengan
kebutuhan sesensial manusia, juga mengandung muatan positivisasi ke arah
ajegnya pola interaksi antar manusia itu sendiri. HAM menyatakan bahwa
kemanusiaan manusia memiliki hak yang bersifat mendasar. Hak yang mendasar
itu menyatu dengan jati diri manusia. Adanya hak pada seseorang berarti bahwa ia
mempunyai suatu “keistimewaan” yang membuka kemungkinan baginya untuk
diperlakukan sesuai dengan “keistimewaan” yang dimilikinya. Juga, adanya suatu
sikap yang sesuai dengan “keistimewaan” yang ada pada orang lain.13
Hak asasi (fundamental rights) artinya hak yang bersifat mendasar
(grounded). HAM menyatakan bahwa pada dimensi kemanusiaan manusia
memiliki hak yang bersifat mendasar. Hak yang mendasar itu melekat kuat
dengan jati diri kemanusiaan manusia. Siapa pun manusianya berhak memiliki
hak tersebut. Berarti, di samping keabsahannya terjaga dalam eksistensi
kemanusiaan manusia, juga terdapat kewajiban yang sungguh-sungguh untuk bisa
mengerti, memahami, dan bertanggung jawab untuk memeliharanya.14
Hak-hak asasi merupakan suatu perangkat asas-asas yang timbul dari nilai-
nilai yang kemudian menjadi kaidah-kaidah yang mengatur perilaku manusia
dalam hubungan dengan sesama manusia. Inti paham hak-hak asasi manusia,
menurut Magnis Suseno, terletak dalam kesadaran bahwa masyarakat atau umat
13
El Muhtaj Majda, Dimensi-dimensi HAM, h. 14 14
El Muhtaj Majda, Dimensi-dimensi HAM, h.31
22
manusia tidak dapat dijunjung tinggi kecuali setiap manusia individual, tanpa
diskriminasi dan tanpa kekecualian, dihormati dalam keutuhannya.15
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.39 Tahun 1999 Bab I
Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 6 berbunyi “Pelanggaran hak azasi manusia adalah
setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik
sengaja ataupun tidak disengaja, atau kelalaian yang secara melawan hukum
mengurangi, menghalangi, membatasi atau mencabut hak asazi manusia seseorang
atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini dan tidak
mendapatkan atau dikahawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum
yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.” Dan pada
ayat 7 “Komisi Nasional Hak Azasi Manusia yang selanjutnya disebut Komnas
HAM adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga
negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan,
pemantauan, dan mediasi hak azasi manusia.”16
Kemudian Dalam Bab II Azas-Azas Dasar Pasal 4 yang berbunyi “Hak
untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai
pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar
hukum yang berlaku surut adalah hak azasi manusia yang tidak dapat dikurangi
dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.”17
C. Konseptualisasi Kewajiban Wanita Menggunakan Jilbab
15
El Muhtaj Majda, Dimensi-dimensi HAM, h.32 16
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia 17
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia
23
Terdapat beberapa pengertian yang diberikan para ulama mengenai kata
jilbab. Ibnu Abbas menafsirkannya sebagai al-rida‟ (mantel) yang menutupi dari
atas hingga bawah. Al-Qasimi menggambarkan, al-rida (mantel) seperti al-sardab
(terowongan). Sedangkan menurut al-Qurtubi, Ibnu al-„Arabi, dan al-Nasafi jilbab
adalah pakaian yang menutupi seluruh tubuh. Ada juga yang mengartikannya
sebagai milhafah (baju kurug yang longgar dan tidak tipis) dan semua yang
menutupi, baik berupa pakaian maupun lainnya. Dan sebagian lainnya
memahaminya sebagai mula’ah (baju kurung) yang menutupi wanita atau al-
qamish (baju gamis)18
Aurat seorang perempuan adalah seluruh tubuhnya, kecuali tangan dan
wajah. Rasulullah SAW bersabda, “Perempuan adalah aurat.” Beliau SAW juga
pernah berkata kepada Asma Binti Abu Bakar RA: “Wahai Asma, tatkala seorang
gadis sudah mencapai usia puber, tidak ada yang boleh terlihat darinya kecuali
ini dan ini”, sambil menunjuk wajah dan tangan.19
Ini merupakan dalil-dalil yang jelas dan eksplisit bahwa seluruh tubuh
perempuan adalah aurat, kecuali wajah dan tangan, dan bahwa perempuan
diwajibkan menutupi auratnya, yaitu keseluruhan tubuhnya terkecuali wajah dan
tangannya.20
Terkait dengan pakaian perempuan di kehidupan publik, Allah SWT
mewajibkan perempuan menggunakan jilbab yang menutupi pakaian (rumahnya)
dan menjuntai kebawah hingga menutupi kakinya. Seorang perempuan tidak
18
Labib Rokhmat, Tafsir Al Wa’ie, (Jakarta, Wadi Press, Cetakan I 2010), h. 379 19
Anonim, Islam dan Wanita Dari Rok Mini Hingga Isu Poligami, (Bogor, Pustaka
Thariqul Izzah, Cetakan I 2008), h. 14 20
Anonim, Islam dan Wanita Dari Rok Mini Hingga Isu Poligami, h. 14
24
boleh keluar rumah tanpa mengenakan jilbab. Jika ia pergi tanpa menutupi
pakaian rumahnya, ia dianggap berdosa, karena telah melanggar kewajiban yang
ditetapkan Allah SWT.
Untuk bagian atas, ia harus mengenakan khimar (penutup kepala) atau
yang serupa dengannya, yang menutupi kepala) atau yang serupa dengannya, yang
menutupi seluruh kepala, leher dan belahan pakaian di bagian dada. Jika sudah
mengenakan dua jenis pakaian ini, ia baru boleh keluar rumah. Jika tidak
mengenakan keduanya, atau salah satunya, ia tidak boleh keluar sama sekali.
Allah SWT berfirman dam surat An-Nur ayat 31:
Artinya:
“Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan
janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka”.
25
Dan pada surat Al-Ahzab ayat 59:
Artinya:
“Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak
perempuanmu, dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”21
Seruan diawali kepada para wanita yang paling dekat beliau, yakni isteri-
isteri dan anak-anak perempuan beliau (li azwajika wa banatika). Setelah itu baru
kepada seluruh wanita mukminah: nisa’i al-mu’min (isteri-isteri orang mukmin).
Ketentuan yang dibebankan kepada wanita mukminah itu adalah: yudnina
„alayhinna min jalabibihinna (hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh
tubuh mereka).22
Dikemukakan Sa‟id bin Manshur, Sa‟ad, Abd bin Humaid, Ibnu Mundzir,
dan Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Abi Malik: “Dulu isteri-isteri
Rasulullah saw keluar rumah untuk keperluan buang hajat. Pada waktu itu
orang-orang munafik mengganggu dan menyakiti mereka. Ketika mereka ditegur,
mereka menjawab: “Kami hanya mengganggu hamba sahaya saja.” Maka
21
Anonim, Islam dan Wanita Dari Rok Mini Hingga Isu Poligami, h. 14-16 22
Labib Rokhmat, Tafsir Al Wa’ie, h.379
26
turunlah ayat ini: Ya ayyuha al-Nabbiyy qul li azwajika wa banatika wa nisa‟i al-
mu‟min yudnina „alayhinna minjalabibihinna... Allah SWT memerintahkan
mereka mengenakan jilbab supaya berbeda dengan hamba sahaya.23
Di dalam kehidupan privatnya, seorang Muslimah dibolehkan
menampakkan perhiasannya kepada suaminya. Suami adalah orang yang berhak
melihat isterinya dan menikmati kecantikan sang isteri, sedangkan lelaki asing
tidak berhak. Seorang muslimah juga boleh memperlihatkan perhiasannya dan
mengenakan pakaian rumah dalam batas-batas yang diperbolehkan syariat di
hadapan laki-laki yang menjadi mahramnya.24
Penggunaan jilbab dalam kehidupan umum akan mendatangkan kebaikan
bagi semua pihak. Dengan tubuh yang tertutup jilbab, kehadiran wanita jelas tidak
membangkitkan birahi lawan jenisnya. Sebab, sebagaimana layaknya naluri
(ghazirah), naluri seksual juga tidak akan muncul dan menuntut pemenuhan jika
tidak ada stimulus yang merangsangnya. Tubuh yang dibiarkan terbuka, apalagi
disertai gerakan erotis, merupakan fakta yang dapat merangsang birahi.25
D. Konseptualiasi Media Massa
Istilah “media massa” merujuk pada alat atau cara terorganisasi untuk
berkomunikasi secara terbuka dan dalam jarak jauh kepada banyak orang
(khalayak) dalam jarak waktu yang ringkas. Media massa bukan sekadar alat
semata-mata, melainkan juga institusionalisasi dalam masyarakat sehingga terjadi
23
Labib Rokhmat, Tafsir Al Wa’ie, h. 378 24
Labib Rokhmat, Tafsir Al Wa’ie, h. 16 25
Labib Rokhmat, Tafsir Al Wa’ie, h. 385
27
proses pengaturan terhadap alat itu oleh warga masyarakat melalui kekuasaan
yang ada maupun mealui kesepakatan-kesepakatan lain.26
Lebih jauh, media merupakan kekuatan sosial dan kultural yang hadir di
tengah-tengah masyarakat. Denis McQuail menguraikan definisi dan fungsi media
sebagai berikut:27
1. Industri pencipta lapangan kerja, barang, dan jasa serta
menghidupkan industri lain;
2. Sumer kekuatan – alat kontrol, manajemen, dan inovasi
masyarakat;
3. Lokasi (forum) untuk menampilkan peristiwa masyarakat;
Sebagai bentuk komunikasi massa, media massa memiliki karakter yang
bisa kita lihat dalam kehiduan sehari-hari, antara lain:
1. Publisitas, yakni bahwa media massa adalah produk pesan dan
informasi yang disebarluaskan kepada publik, khalayak, atau
orang banyak, massa;
2. Universalitas, yaitu bahwa pesannya bersifat umum dan tidak
dibatasi pada tema-tema khusus, berisi segala aspek kehiduan,
dan semua peristiwa di berbagai tempat, juga menyangkut
kepentingan umum karena sasaran dan pendengarnya orang
banyak (masyarakat umum);
26
Nurani Soyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jogjakarta, Ar-ruzz Media, 2010),
h.198 27
Nurani Soyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi, h.199
28
3. Periodisitas, waktu terbit atau tayangnya bersifat tetap atau
berkala, misalnya harian atau mingguan, atau siaran sekian jam
per hari;
4. Kontinuitas, berkesinambungan atau terus menerus sesuai
dengan periode mengudara atau jadwal terbit; dan
5. Aktualitas, berisi hal-hal baru, seperti informasi atau laporan
peistiwa terbaru, tips baru, dan sebagainya. Aktualitas juga
berarti kecepatan penyampaian informasi kepada publik.
1. Media Internet (Media Online)
Media online merupakan media komunikasi yang pemanfaatannya
menggunakan perangkat internet. Karena itu, media online tergolong media massa
yang populer dan bersifat khas. Kekhasan media ini terletak pada keharusan untuk
memiliki jaringan teknologi informasi dengan menggunakan perangkat komputer,
di samping pengetahuan tentang program komputer untuk mengakses informasi
atau berita.28
Keunggulan media online lainnya, seperti adanya fasilitas hyperlink, yaitu
sistemkoneksi antara website ke website lain, fasilitasnya dapat dengan mudah
menghubungkan dari satu situs ke situs lainnya, sehingga pengguna dapat mencari
atau memperoleh informasi lainnya. Tidak sedikit wartawan sebagai pencari berita
yang mencari berita dari internet.29
Media online atau internet kini dianggap sebagai sarana yang paling
sebagai sarana yang paling efektif untuk menerbitkan siaran pers (pers release)
28
Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar Teori dan Praktik, (Bogor, Ghalia
Indonesia, 2011), h. 46 29
Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar Teori dan Praktik, h. 47
29
bagi pengirim berita, baik individu maupun institusi. Para pengelola pers kampus
misalnya menggunakan teknologi internet dengan gratis, seperti weblog yang
disingkat menjadi blog. Bahkan, kehdiran blog sudah tidak terhitung lagi
jumlahnya, namun, blog sepenuhnya tidak bisa dikategorikam sebagai kegiatan
kejurnalistikan, perlu proses yang cukup signifikan untuk menyatakan blog
sebagai jurnalstik online.
Kelebihan lain dari media online adalah difungsikannya media
antarpribadi dengan pengiriman pesan dalam bentuk electronic mail (email). Surat
yang hendak dikirim tidak perlu melalui kantor pos atau perusahaan jasa
pengiriman yang bisa memakan waktu berhari-hari dan mungkin berminggu-
minggu baru bisa sampai, apalagi jika tujuannya ke luar negeri. Melalui fasilitas
email yang ada di internet, pesan yang dikirim dapat diterima pada detik yang
sama tanpa mengenal jarak, ruang dan waktu.30
Dari uraian-uraian dan penjelasan tentang media online, penulis dapat
merujuk dan mendefinisikan bahwa media online yaitu media yang terbit di dunia
maya dengan bentuk yang sederhana dan tidak terbatas pada ruang dan waktu,
sehingga masyarakat dapat mengaksesnya kapan saja dan dimana saja sejauh ada
jaringan yang menghubungkan orang tersebut dengan internet. Bersifat real time,
actual dan dapat diakses/baca/dilihat oleh siapa pun.31
E. Analisis Wacana
30
Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar Teori dan Praktik, h. 48
31 http://terinspirasikomunikasi.blogspot.com/2013/02/media-online-dan-sejarahnya.html
diunduh pada tanggal 19 Juni 2014 pukul 00:47 WIB
30
Secara etimologi (bahasa) istilah wacana berasal dari bahasa sansekerta
wac/ wak/ vak yang artinya „berkata‟ atau „berucap‟. Kata ana yang berada di
belakang adalah bentuk sufiks (akhiran) yang bermakna „membedakan‟
(nominalisasi). Kemudian kata tersebut mengalami perubahan menjadi wacana.
Jadi kata wacana dapat diartikan sebagai perkataan atau tuturan32
Namun, istilah wacana diperkenalkan dan digunakan oleh para ahli
linguistik di Indonesia sebagai terjemahan dari istilah Bahasa Inggris discourse.
Kata discourse sendiri berasal dari bahasa latin yakni discursus (lari ke sana ke
mari). Kata ini diturunkan dari kata dis (dan/ dalam arah yang berbeda) dan kata
currere (lari).33
Dalam kamus lengkap Bahasa Indonesia terdapat tiga makna dari istilah
wacana. Pertama, percakapan: ucapan; tutur. Kedua, keseluruhan tutur yang
merupakan satu kesatuan. Ketiga, satuan bahasa terlengkap yang realisasinya
merupakan bentuk karangan yang utuh.34
Sedangkan secara terminologi, istilah wacana memiliki arti yang sangat
luas. Luasnya makna wacana disebabkan oleh perbedaan lingkup dan disiplin
ilmu yang memakai istilah wacana tersebut mulai dari studi bahasa, psikologi,
sosiologi, politik komunikasi dan sastra.35
32
Mulyana, Kajian Wacana: Teori, Metode Dan Aplikasi, Prinsip-Prinsip Analisis
Wacana (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005), h.3. 33
Dede Oetomo, Kelahiran Dan Perkembangan Analisis Wacana (Yogyakarta: Kanisius
1993), h.3. 34
Hoetomo M. A, Kamus Lengkap Bahsa Indonesia (Surabaya: Mitra Pelajar, 2005), h.
588 35
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis
Semantik, Analisis Framing (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h. 9
31
Dari beberapa definisi mengenai analisis wacana di atas dapat disimpulkan
bahwa analisis wacana adalah studi tentang susunan/ struktur pesan dalam
komunikasi. Lebih tepatnya lagi adalah telaah mengenai aneka fungsi bahasa.
1. Pengertian Analisis Wacana Teun A. Van Dijk
Model analisis wacana Van Dijk kerap disebut sebagai “kognisi sosial”.
Istilah ini sebenarnya diadopsi dari pendekatan lapangan psikologi sosial,
terutama untuk menjelaskan struktur dan proses terbentuknya suatu teks.36
a. Teks
Untuk memperoleh gambaran struktur teks dalam model Van Dijk,
berikut gambaran singkatnya:
1) Tematik, secara harfiah tema adalah suatu amanat utama yang
disampaikan oleh penulis melalui tulisannya.
2) Skematik, bentuk wacana umum yang disusun dengan sejumlah
kategori atau pembagian umum seperti pendahuluan, isi,
kesimpulan, pemecahan masalah, penutup, dan sebagainya.
Skematik mungkin merupakan strategi dari komunikator untuk
mendukung makna umum dengan memberikan sejumlah alasan
pendukung.
3) Semantik, adalah disiplin ilmu bahasa yang menelaah makna
satuan lingual, baik makna leksikal maupun makna gramatikal.
Semantik dalam skema Van Dijk dikategorikan sebagai makna
lokal (local meaning), yakni makna yang muncul dari hubungan
36
Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 73.
32
antarkalimat, hubungan antarproposisi yang membangun makna
tertentu dalam suatu bangunan teks. Dengan kata lain, semantik
tidak hanya mendefinisikan bagian mana yang penting dari struktur
wacana, tetatpi juga menggiring ke arah sisi tertentu dari suatu
peristiwa.
4) Sintaksis, menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi
kelompok kata atau kalimat. Koherensi adalah pertalian atau
jalinan antar atau kalimat dalam teks.
5) Stilistik, pusat perhatian stilistika adalah style, yaitu cara yang
digunakan seorang pembicara atau penulis untuk menyatakan
maksud dengan menggunakan bahasa sebagai sarana.
6) Retoris, adalah gaya yang diungkapkan ketika seseorang berbicara
atau menulis. Retoris memiliki fungsi persuasif dan berhubungan
erat dengan bagaimana pesan itu disampaikan kepada khalayak.37
b. Kognisi Sosial
Analisis wacana tidak hanya membatasi perhatiannya pada struktur teks,
tetapi juga bagaimana suatu teks diproduksi. Van Dijk menyebut sebagai kognisi
sosial. Untuk mengetahui bagaimana makna tersembunyi dari teks, diperlukan
analisis kognisi dan konteks sosial. Pendekatan kognitif didasarkan pada asumsi
bahwa teks tidak mempunyai makna, tetapi makna itu diberikan oleh pemakai
bahasa, atau lebih tepatnya proses kesadaran mental dari pemakai bahasa. Oleh
37
Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 75-84.
33
karena itu, dibutuhkan suatu penelitian atas represntasi kognisi dan strategi
wartawan dalam memproduksi suatu berita.38
c. Konteks sosial
Dimensi ketiga dari analisis Van Dijk adalah konteks sosial. Wacana
adalah bagian dari wacana yang berkembang dalam masyarakat, sehingga untuk
meneliti teks perlu dilakukan analisis intertekstual dengan meneliti bagaimana
wacana tentang suatu hal diproduksi dan dikonstruksi dalam masyarakat.
Menurut Van Dijk, dalam analisis mengenai masyarakat ini, ada dua poin
yang penting: kekuasaan (power) dan akses (acces)39
1) Praktek kekuasaan
Van Dijk mendefinisikan kekuasaan tersebut sebagai kepemilikan yang
dimiliki oleh suatu kelompok (atau anggotanya), satu kelompok untuk mengontrol
kelompok (atau anggota) dari kelompok lain. Kekuasaan ini umumnya didasarkan
pada kepemilikan atas sumber-sumber yag bernilai uang, status, dan pengetahuan.
Selain berupa kontrol yang bersifat langsung dan fisik, kekuasaan itu dipahami
oleh Van Dijk, juga berbentuk persuasi, tindakan seseorang untuk secara tidak
langsung mengontrol dengan jalan mempengaruhi kondisi mental, seperti
kepercayaan, sikap dan pengetahuan.
38
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 259 39
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 272
34
2) Akses mempengaruhi wacana
Analisis wacana Van Dijk memberi perhatian yang sangat besar pada
akses, bagaimana akses di antara masing-masing kelompok dalam masyarakat.
Kelompok elit mempunyai akses yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok
yang tidak berkuasa. Oleh karena itu, mereka yang berkuasa mempunyai
kesempatan lebih besar untuk mempengaruhi kesadaran khalayak. Akses yang
lebih besar bukan hanya memberi kesempatan untuk mengontrol kesadaran
khalayak lebih besar, tetapi juga menentukan topik apa dan isi wacana apa yang
dapat disebarkan dan didiskusikan kepada khalayak.
35
BAB III
REPUBLIKA SEBAGAI MEDIA ONLINE
A. Sejarah Republika Online40
Republika adalah koran nasional yang dilahirkan oleh kalangan komunitas
muslim bagi publik di Indonesia. Penerbitan tersebut merupakan puncak dari
upaya panjang kalangan umat, khususnya para wartawan profesional muda yang
telah menempuh berbagai langkah. Kehadiran Ikatan Cendekiawan Muslim se -
Indonesia (ICMI) yang dapat menembus pembatasan ketat pemerintah untuk izin
penerbitan saat itu memungkinkan upaya - upaya tersebut berbuah. Republika
terbit perdana pada 4 Januari 1993. Penerbitan Republika menjadi berkah bagi
umat. Sebelum masa itu, aspirasi umat tidak mendapat tempat dalam wacana
nasional. Kehadiran media ini bukan hanya memberi saluran bagi aspirasi
tersebut, namun juga menumbuhkan pluralisme informasi di masyarakat. Karena
itu kalangan umat antusias memberi dukungan, antara lain dengan membeli saham
sebanyak satu lembar saham per orang. PT. Abdi Bangsa Tbk sebagai penerbit
Republika pun menjadi perusahaan media pertama yang menjadi perusahaan
publik.
B. Perkembangan Republika Online41
Usaha penerbitan koran bukan perkara sederhana. Selain sarat dengan
modal dan sarat SDM, bisnis inipun sarat teknologi. Keberhasilan Republika
menapaki usia 10 tahun merupakan buah upaya keras manajemen dan seluruh
awak pekerja di PT Abdi Bangsa Tbk yang dilakukan oleh perusahaan yang
40
Dikutip dari dokumen pribadi company profile Harian Republika 41
Dikutip dari dokumen pribadi company profile Harian Republika
36
menerbitkan koran ini sejak 1993 untuk mengelola segala kerumitan itu. Selain
dituntut piawai berhitung, pengelola koran juga harus jeli, cerdik, dan kreatif
bersiasat untuk tetap bertahan dan memenangkan persaingan. Sejak awal,
Republika memang dekat dengan "sesuatu yang baru". Tatkala lahir, Republika
menggebrak dengan tampilan "Desain Blok" yang tak lazim. Republika pun
mampu menyabet gelar juara pertama Lomba Perwajahan Media Cetak 1993.
Tahun 1995, Republika menyajikan layanan berita di situs web internet,
dengan alamat www.republika.co.id Ini adalah Koran pertama di Indonesia yang
tampil di dunia internet, situs itu kemudian kita nam akan Republika Online.
Republika Online yang biasa disebut ROL muncul pertama kali di internet pada
awal 1995 atau sekitar dua tahun setelah surat kabar Republika terbit. Sebagai
situs berita, pada saat itu, muatan ROL hanya menduplikasi materi berita - berita
koran Republika secara lengkap. Tujuan utama penerbitan Republika versi
internet adalah untuk melayani pembaca yang tidak terjangkau distribusi koran
cetak dan untuk pembaca yang berada di luar negeri. Pada fase berikutnya ROL
secara bertahap mulai berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi, khususnya
teknologi informasi.
Desain dan berbagai layanan web dan materi beritanya pun lebih
diperkaya. Sejak pertengahan 2008 Republika Online mengalami perubahan
besar, dari sekadar situs berita sederhana menjadi web portal multimedia.
Perubahan tersebut terjadi sebagai jawaban atas munculnya tantangan industri
media yang mulai memasuki era konvergensi media. Dalam hal ini, Republika
sebagai institusi industri media dituntut untuk memiliki dan mendistribusikan
content medianya dalam format cetak, online, dan mobile. Sesuai dengan falsafah
37
dasar Republika, muatan ROL tetap mengedepankan komunitas Muslim sebagai
basis pengunjungnya. Tampilan ROL terbaru inilah yang diluncurkan kembali
(relaunching) pada 6 Februari 2008. Tema launchingnya kami namakan
RELOAD. Segala kreativitas dicurahkan untuk sedapat mungkin membuat
Republika online selalu dekat dan meladeni keinginan publik. Memang, upaya itu
jelas tak mudah. Namun, kami menikmatinya selama ini.
C. Produk ROL42
1. Portal internet multimedia yang menampilkan content dalam format teks,
voice, visual, dan mendistribusikan content secara online, mobile, print.
2. Media interaktif komunitas Muslim untuk membangun partisipasi dan
kesadaran umat terhadap pluralisme informasi berkualitas.
3. Fokus pada pengembangan content berbasis keislaman
4. Memberi ruang informasi sangat luas dan cepat. “Tersaji begitu terjadi”
5. Melayani segmen audiens level SES Class A - B dengan rentang usia 18 -
50 tahun
D. Prinsip dasar ROL43
1. Mengutamakan berita dan informasi interaktif dalam format netizen
(citizen journalism)
2. Memberi ruang luas bagi content how to, tips, people, dan services
3. Santun, ramah, dan akrab dengan keluarga
4. Dekat dengan semua komunitas
5. Mengutamakan berita dan informasi keislaman
6. Menyeimbangkan good news dengan bad news
42
Dikutip dari dokumen pribadi company profile Harian Republika 43
Dikutip dari dokumen pribadi company profile Harian Republika
38
7. Menyajikan berita secara ringkas dan cepat
8. Mudah diakses
E. Visi dan Misi Republika44
1. Visi : Menjadikan HU REPUBLIKA sebagai koran umat yang terpercaya dan
mengedepankan nilai - nilai universal yang sejuk, toleran, damai, cerdas, dan
profesional, namun mempunyai prinsip dalam keterlibatannya menjaga
persatuan Bangsa dan kepentingan umat Islam yang berdasarkan pemahaman
Rahmatan Lil Alamin.
2. Misi : Menciptakan dan menghidupkan sistem manajemen yang efisien dan
efektif, serta mampu dipertanggung jawabkan secara professional.
F. Gambaran Umum Kasus Larangan Penggunaan Jilbab Sekolah di Bali
Dalam berita yang berjudul “DPRD Bali Bahas Larangan Jilbab” berbagai
sekolah di Bali melarang pemakaian jilbab untuk siswi muslim, baik secara
tertulis maupun lisan. Organisasi PII melakukan pertemuan dengan DPRD
Provinsi Bali dengan maksud membahas kasus tersebut. Wakil Sekjen
Pengurus Besar PII Helmy Al-Djufri mengeluhkan lambannya kasus ini oleh
pemerintah pusat. Sedangkan surat audiensi sudah dikirim ke DPRD Bali,
Gubernur, dan Dinas Pendidikan. Belum ada solusi mengenai kasus jilbab ini,
namun PII akan terus memperjuangkan agar kasus tersebut tidak lagi ada di
Bali. Komnas HAM berencana mengundang kemenag serta kemendikbud,
Maret mendatang . Tujuannya, untuk membiicarakan banyak hal temasuk
jaminan terpenuhnya kebebasan beragama di sekolah.
44
Dikutip dari dokumen pribadi company profile Harian Republika
39
Kemudian dalam berita yang berjudul “Isu Pelarangan Jilbab, Komnas
HAM Minta Muslim di Bali Bersatu”. Menurut Komnas HAM kasus ini
menjadi sorotan karena jilbab jadi bagian kebebasan yang harus dibela.
Dalam buku peraturan sekolah di SMPN 1 Singaraja tertulis jelas bahwa
siswa perempuan dilarang menggunakan jilbab. Hal ini tertulis jeas dalam
buku tata tertib sekolah yang tercantum pada Bab I Pasal 2 yang
menyebutkan “Khusus Perempuan poin (c) Tidak memakai jilbab”. Muslimah
dan lembaga Islam lainnya diharapkan bisa membantu melakukan pembinaan
yang sama. Demikian juga para ustaz agar mengimbau para orang tua
mendukung anaknya yang berjilbab. “Kami belum sanggup menangani semua
sekolah di Bali,” kata Fatimah selaku Sekretaris Umum Pengurus Wilayah
PII Bali.
40
BAB IV
HASIL TEMUAN DAN ANALISA DATA
1. Pelanggaran HAM Dalam Wacana Larangan Penggunaan Jilbab
Sekolah di Bali Pada Media Republika Online
1. Analisis Level Teks Berita
1.1. Berita berjudul Isu Pelarangan Jilbab, Komnas HAM Minta
Muslim di Bali Bersatu (26/02/14)
a. Struktur Makro; Tematik
Struktur Makro merupakan level analisis teks dengan level analisis
makna global dari suatu teks yang diamati dari topik atau tema yang
diangkat surat kabar. Elemen tematik menunjuk pada gambaran umum
dari suatu teks. Bisa juga disebut sebagai gagasan inti, ringkasan, atau
yang utama dari suatu teks. Gagasan penting Van Dijk, wacana umumnya
dibentuk dalam tata aturan umum (macrorule). Teks tidak hanya
didefinisikan mencerminkan suatu pandangan tertentu atau topik tertentu,
tetapi suatu pandangan umum yang koheren. Van Dijk menyebut hal ini
sebagai koherensi global (global coherence), yakni bagian-bagian dalam
teks yang dirunut menunjuk pada satu titik gagasan umum, dan bagian-
bagian itu saling mendukung satu sama lain untuk menggambarkan topik
umum tersebut.1
Gagasan utama atau makna global yang diambil dalam berita
berjudul Isu Pelarangan Jilbab, Komnas HAM Minta Muslim di Bali
Bersatu yang terbit pada 26 Februari 2014 dan ditulis oleh Fuji Pratiwi
1 Eriyanto, Analisis Wacana, h.229-230.
41
adalah mengenai hak dasar yang perlu dibela yaitu kebebasan beragama.
Berita ini menggambarkan bahwa banyak sekolah yang melarang
siswinya menggunakan jilbab atau penutup kepala dan mengajak kepada
semua elemen umat islam untuk bersatu membela kasus ini karena yang
terlihat hanya PII saja yang bergerak dalam isu ini. Sesuai dengan
wawancara dengan Fuji Pratiwi, wartawan Republika Online:
“Tentu selain empati ada juga kesadaran dan aksi nyata. Aksi
nyata sebenarnya yang kita harapkan, kita harap dengan ini ada
pelajaran bahwa tidak boleh kondisi ini terulang kembali, ada juga
ada kelalaian maksudnya kasus itu terjadi karena lalai , tidak
diperhatikan dengan baik. Jadi kita sih berharap dengan adanya
ini semua pihak jadi makin perhatian bahwa ada pihak sekolah
yang bertentangan dengan hak dasar. Jadi nggak cuma empati tapi
aksi nyata”.2
b. Superstruktur; Skematik
Dalam superstruktur yang diamati adalah bagaimana urutan
kejadian diceritakan dalam sebuah berita. Terdapat pendahuluan, isi dan
penutup dalam bagian berita. Menurut Van Dijk ada dua kategori skema
besar dalam berita, Pertama, Summary yang umumnya ditandai dengan
dua elemen yakni judul dan lead. Kedua, Story yakni isi berita secara
keseluruhan, story terbagi menjadi sub-kategori yakni proses jalannya
peristiwa dan komentar yang ditampilkan dalam teks.3
1) Pendahuluan – berita berjudul Isu Pelarangan Jilbab, Komnas HAM
Minta Muslim di Bali Bersatu, pada Lead pembuka wartawan menulis
bahwa kasus larangan jilbab di sekolah diberlakukan di puluhan sekolah
2 Wawancara dengan Fuji Pratiwi, Wartawan Republika Online, pada 01 November 2014.
3 Eriyanto, Analisis Wacana (Yogyakarta: LKIS, 2012),h. 232
42
di Bali dan menilai jilbab jadi bagian kebebasan beragama yang harus
dibela.
“Kasus pelarangan jilbab yang ternyata diberlakukan di puluhan
sekolah di Bali, menjadi sorotan Komnas HAM. Mereka menilai
jilbab jadi bagian kebebasan beragama yang harus dibela”.4
2) Bagian isi – berita ini menjelaskan bahwa Komisioner Komnas HAM
bernama Maneger Nasution menekankan, kasus pelarangan jilbab di Bali
harus dibantu. Sebab jilbab merupakan bagian dari kebebasan beragama
yang merupakan hak dasar yang perlu dibela. Maneger mengakui belum
ada respon dari kemenag, kemendikbud, dan Dinas Pendidikan Provinsi
Bali. Maneger pun khawatir jika semua elemen umat Islam tidak bersatu
dalam kasus ini maka pengaruhnya akan kecil.
3) Penutup – pada bagian akhir berita ini bahwa PW PII Bali bersama-sama
dengan sejumlah elemen organisasi Islam di Bali akan terus
mengumpulkan informasi tentang sekolah-sekolah yang melarang
siswanya mengenakan jilbab di sekolah dan ada sejumlah sekolah yang
menantang tim investigasi PII Bali untuk mengadukan pelarangan
berjilbab ke instansi yang lebih tinggi.
c. Struktur Mikro; Semantik
Semantik adalah disiplin ilmu bahasa yang telah menelaah
makna satuan lingual, baik makna satuan lingual, baik makna leksikal
maupun makna gramatikal.5
4 Berita berjudul Isu Pelanggaran Jilbab, Komnas HAM Minta Muslim di Bali Bersatu
(Republika Online, Edisi 26/02/14) 5 Alex Sobur. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik, dan Analisis Framing, h.78
43
1) Latar – latar merupakan bagian erita yang dapat mempengaruhi semantik
(arti) yang ingin ditamilkan. Seorang wartawan ketika menulis berita
biasanya mengemukakan latar belakang atas perstiwa yang ditulis. Latar
yang dipilih menentukan kearah mana pandangan khalayak hendak
dibawa.6
Terjadinya peristiwa ini disebabkan karena adanya larangan
penggunaan jilbab sekolah di Bali. Larangan tersebut masuk dalam buku
tata tertib sekolah dan ada beberapa sekolah yang memberikan opsi lain
jika menemukan siswi yang menggunakan jilbab. Dan kasus ini
dilaporkan oleh PII seperti yang diberitakan dalam berita tersebut:
“...larangan mengenakan jilbab ditulis secara terang-terangan di
buku saku siswa. Pada Bab I Pasal 2 di buku itu disebutkan, “Khusus
Perempuan poin (c) Tidak memakai jilbab””.7
2) Detil – elemen wacana detil berhubungan dengan kontrol informasi yang
ditapilkan seseorang. Komunikator akan menampilkan secara berlebihan
informasi yang menguntungkan dirinya atau citra yang baik. Sebaliknya,
ia akan menampilkan informasi dalam jumlah sedikit (bahkan kalau perlu
tidak disampaikan) kalau hal itu merugikan kedudukannya. Informasi
yang menguntungkan komunikator, bukan hanya ditampilkan secara
berlebih tetapi juga dengan detil yang lengkap kalau perlu dengan data-
data. Detil yang lengkap dan panjang lebar merupakan penonjolan yang
dilakukan secara sengaja untuk menciptakan citra tertentu kepada
khalayak. Detil yang lengkap itu akan dihilangkan kalau berhubungan
dengan sesuatu yang menyangkut dengan kelemahan atau kegagalan
6 Eriyanto, Analisis Wacana, h. 235
7 Berita berjudul Isu Pelarangan Jilbab, Komnas HAM Minta Muslim di Bali Bersatu,
Paragraf 10 (Republika Online, Edisi 26 Februari 2014)
44
dirinya. Hal yang menguntungkan / pembuat teks akan diuraikan secara
detil dan terperinci, sebaliknya fakta yang tidak menguntungkan, detil
informasi akan dikurangi.8
Dalam berita tersebut terdapat infografi yang menjelaskan latar
belakang permasalahan larangan penggunaan jilbab sekolah di Bali dan
memberikan bukti bahwa larangan tersebut masuk dalam buku tata tertib
siswa.
3) Maksud – elemen wacana maksud, hampir sama dengan elemen detil.
Dalam detil, informasi yang menguntungkan komunikator akan diuraikan
dengan detil yang panjang. Elemen maksud melihat informasi yang
menguntungkan komunikator akan diuraikan secara eksplisit dan jelas.
Sebaliknya, informasi yang merugikan akan diuraikan secara tersamar,
implisit, dan tersembunyi. Tujuan akhirnya adalah publik hanya disajikan
informasi yang menguntungkan komunikator. Informasi yang
menguntungkan disajikan secara jelas, dengan kata-kata yang tegas, dan
menunjuk langsung pada fakta.9
Terdapat elemen maksud pada berita ini yang menjelaskan alasan
dasar dan alasan kuat mengapa elemen umat Islam harus bersatu untuk
membela kasus ini. Hal tersebut dijelaskan pada paragraf 8,
“Saya khawatir jika tidak bersatu, pengaruhnya akan kecil. Jadi
memang harus melibatkan semua komponen...”10
8 Eriyanto, Analisis Wacana, h. 238
9 Eriyanto, Analisis Wacana, h. 240
10 Berita berjudul Isu Pelarangan Jilbab, Komnas HAM Minta Muslim di Bali Bersatu
(Republika Online, Edisi 26/02/14)
45
Kalimat ini menjelaskan ajakan untuk bersatu dalam membela hak
dasar manusia dalam beragama dan juga selain umat Islam juga kemenag,
kemendikbud, dan Dinas Pendidikan Provinsi Bali.
4) Pra-anggapan – elemen wacana praanggapan (presupposition)
merupakan pernyataan yang digunakan untuk mendukung makna suatu
teks. Kalau latar berarti upaya mendukung pendapat dengan jalan
memberi latar belakang, maka praanggapan adalah upaya mendukung
pendapat dengan membeikan premis yang dipercaya kebenarannya.
Pranggapan hadir dengan pernyataan yang dipandang terpercaya
sehingga tidak perlu dipertanyakan.11
Terdapat elemen pra-anggapan pada Lead berita ini,
“Mereka menilai jilbab jadi bagian kebebasan beragama yang
harus dibela”12
Pada paragraf kedua terdapat pula pra-anggapan dalam berita ini,
“Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution menekankan, kasus
pelarangan jilbab di Bali harus dibantu. Sebab jilbab merupakan bagian
kebebasan beragama merupakan hak dasar yang perlu dibela”.13
Kalimat-kalimat tersebut menjelaskan adanya bentuk pelanggaran
HAM di Bali dalam kebebasan beragama yang merupakan hak dasar
setiap manusia yang perlu dijunjung tinggi keberadaannya. Ketika berita
ini diturunkan belum ada keputusan yang jelas dari pemerintah soal kasus
ini sebab ketika PII mengirimkan laporan tersebut, hal ini tidak langsung
11
Eriyanto, Analisis Wacana,h. 256 12
Berita berjudul Isu Pelarangan Jilbab, Komnas HAM Minta Muslim di Bali Bersatu,
Paragraf 1 (Republika Online, Edisi 26 Februari 2014) 13
Berita berjudul Isu Pelarangan Jilbab, Komnas HAM Minta Muslim di Bali Bersatu,
Paragraf 2
46
ditanggapi oleh kemenag, kemendikbud, dan Dinas Pendidikan Provinsi
Bali.
d. Struktur Mikro (Sintaksis)
1) Bentuk Kalimat – bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang berhubungan
dengan cara bepikir logis, yaitu prinsip kausalitas.14
Pada paragraf pertama, “Mereka menilai jilbab jadi bagian
kebebasan beragama yang harus dibela”.15
Kalimat aktif ini digunakan untuk menjelaskan bahwa Komnas
HAM menyoroti kasus tersebut secara sungguh-sungguh.
2) Koherensi – koherensi merupakan elemen wacana untuk melihat
bagaimana seorang secara strategis menggunakan wacana untuk
menjelaskan suatu fakta atau peristiwa. Apakah peristiwa itu dipandang
saling terpisah, berhubungan, atau malah sebab akibat. Pilihan-pilihan
mana yang diambil ditentukan oleh sejauh mana kepentingan
komunikator terhadap peristiwa tersebut.16
Pada paragraf kelima,
“Baik PII maupun Anita Whardani, belum pernah melaporkan
kasus pelarangan jilbab ini ke Komnas HAM. Sehingga kedatangan
Komnas HAM ke Pemda Denpasar juga sempat dipertanyakan atas
laporan siapa. “Kami sampaikan, kedatangan kami ke suatu wilayah
tidak harus karena ada laporan. Kami ke Bali pun atas hasil pantauan
kami saja melihat kasus yang begulir,” kata dia, Rabu (26/2)”.17
Kalimat di atas menjelaskan elemen koherensi sebab akibat alasan
Komnas HAM datang ke Pemda Denpasar yaitu dengan memantau kasus
14
Eriyanto, Analisis Wacana, h. 251 15
Berita berjudul Isu Pelarangan Jilbab, Komnas HAM Minta Muslim di Bali Bersatu,
Paragraf 1 16
Eriyanto. Analisis Wacana, h. 242 17
Berita berjudul Isu Pelarangan Jilbab, Komnas HAM Minta Muslim di Bali Bersatu,
Paragraf 5
47
yang bergulir. Hal ini dikarenakan adanya isu larangan penggunaan
jilbab sekolah di Bali yang masuk ke dalam buku tata tertib sekolah pada
Bab I Pasal 2 yang berbunyi “Khusus Perempuan poin (c) Tidak
memakai jilbab”. Hal ini sudah melanggar hak asasi manusia dalam
kebebasan beragama.
3) Kata Ganti – elemen kata ganti merupakan elemen untuk memanipulasi
bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif. Kata ganti
merupakan alat yang dipakai oleh komunikator untuk menunjukkan
dimana posisi seseorang dalam wacana. Dalam mengungkapkan
sikapnya, seseorang dapat menggunakan kata ganti “saya” atau “kami”
yang menggambarkan bahwa sikap tersebut merupakan sikap resmi
komunikator semata-mata. Akan tetapi, ketika memakai kata ganti “kita”
menjadikan sikap tersebut sebagai representasi dari sikap bersama dalam
suatu komunitas tertentu. Batas antara komunikator dengan khalayak
dengan sengaja dihilangkan untuk menunjukkan apa yang menjadi sikap
komunikator juga menjadi sikap komunitas secara keseluruhan.18
Pernyataan Komisioner Komnas HAM pada paragraf delapan
“Saya khawatir jika mereka tidak bersatu, pengaruhnya akan kecil. Jadi
memang harus melibatkan semua komponen”.19
Kata ganti saya merupakan pendapat pribadi atau opini yang tidak
melibatkan kelompok. Kata ganti tersebut mewakili Komnas HAM yang
menyoroti kasus larangan jilbab di sekolah dan mengajak komponen
umat Islam untuk membela kasus ini.
18
Eriyanto, Analisis Wacana, h.253-254 19
Berita berjudul Isu Pelarangan Jilbab, Komnas HAM Minta Muslim di Bali Bersatu,
Paragraf 8
48
e. Struktur Mikro (Stilistik)
1) Leksikon – pada dasarnya elemen ini menandakan bagaimana seseorang
melakukan pemilihan kata atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia.
Suatu fakta umumnya terdiri atas beberapa kata yang merujuk ada fakta.
Pilihan kata-kata yang dipakai menunjukkan sikap dan ideologi tertentu.
Peristiwa sama dapat digambarkan dengan pilihan kata yang berbeda-
beda.20
Pemilihan kata dalam laporan utama “Isu Pelarangan Jilbab,
Komnas HAM Minta Muslim di Bali Bersatu” adalah sebagai berikut:
- Kata yang ternyata dan sorotan dalam kalimat : kasus pelarangan
jilbab yang ternyata diberlakukan di puluhan sekolah di Bali, menjadi
sorotan Komnas HAM. Kata yang ternyata memiliki arti faktanya dan
sorotan memiliki arti perhatian.
- Kata memediasi dalam kalimat : Ia pun siap memediasi dan akan
membantu karena ada akses informasi yang dihambat di sana. Kata
memediasi memiliki arti menjadi penengah.
- Kata bergulir dalam kalimat : kami ke Bali pun atas hasil pantauan
kami saja melihat kasus yang bergulir. Kata bergulir memiliki arti
terus menerus ada.
- Kata elemen dalam kalimat : ia juga meminta semua elemen umat
Islam untuk bersatu. Kata elemen memiliki arti unsur.
- Kata komponen dalam kalimat : jadi memang harus melibatkan
semua komponen. Kata komponen memiliki arti bagian dari
keseluruhan.
20
Eriyanto, Analisis Wacana, h. 255
49
- Kata terang-terangan dalam kalimat : bahkan di SMPN 1 Singaraja,
larangan mengenakan jilbab ditulis secara terang-terangan di buku
saku siswa. Kata terang-terangan memiliki arti menerangkan secara
jelas.
f. Struktur Mikro (Retoris)
1) Grafis – elemen ini merupakan bagian untuk memeriksa apa yang
ditekankan atau ditonjolkan (yang berarti dianggap penting) oleh
seseorang yang dapat diamati dari teks. Dalam wacana berita, grafis ini
biasanya muncul lewat bagian tulisan yang dibuat lain dibandingkan
tulisan lain.21
Unsur grafis yang muncul dalam pemberitaan Isu Pelarangan
Jilbab pada Media Online Republika terdapat pada paragraf kedua dalam
kalimat “Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution menekankan,
kasus pelarangan jilbab di Bali harus dibantu. Sebab jilbab merupakan
bagian kebebasan beragama merupakan hak dasar yang perlu dibela”.
Dalam kalimat ini menggambarkan bahwa kasus ini harus segera
diselesaikan karena ini menyangkut hak dasar manusia yang harus dibela.
Kemudian di paragraf kedelapan dalam kalimat “Saya khawatir jika
mereka tidak bersatu, pengaruhnya akan kecil. Jadi memang harus
melibatkan semua komponen”. Kalimat ini mengajak semua komponen
islam untuk membela hak dasar beragama setiap warga negara, karena
jika hanya segelintir yang membela kasus ini dampaknya tidak begitu
besar.
21
Eriyanto, Analisis Wacana, h. 257
50
2) Metafora – dalam suatu wacana, seorang wartawan tidak hanya
menyampaikan pesan pokok lewat teks, tetapi juga kiasan, ungkapan,
metafora yang dimaksudkan sebagai ornamen atau bumbu dari suatu
berita. Akan tetapi, pemakaian metafora tertentu bisa jadi menjadi
petunjuk utama untuk mengerti makna suatu teks.22
“Selain di Denpasar, pelarangan jilbab juga dilakukan sejumlah
sekolah di Kabupaten Buleleng. Bahkan di SMPN 1 Singaraja, larangan
mengenakan jilbab ditulis secara terang-terangan di buku saku siswa.
Pada Bab I Pasal 2 di buku itu disebutkan, “Khusus Perempuan poin (c)
Tidak memakai jilbab”. (Paragraf 10) kalimat ini menjelaskan bahwa
kasus ini bukan hanya larangan yang tidak tertulis atau lisan tetapi
larangan ini nyata dan masuk dalam buku tata tertib siswa untuk tidak
memakai jilbab.
Tabel 4.1
Analisis Level Teks Berita Isu Larangan Jilbab, Komnas HAM Minta
Muslim di Bali Bersatu
Struktur
Wacana
Elemen Keterangan
Makro Tema Larangan penggunaan jilbab sekolah di
Bali menjadi sorotan Komnas HAM dan
hak dasar yang harus dibela.
Superstruktur Skema 1. Pendahuluan, Lead pembuka
wartawan menulis bahwa kasus
larangan jilbab di sekolah
diberlakukan di puluhan sekolah di
22
Eriyanto, Analisis Wacana, h. 259
51
Bali dan menilai jilbab jadi bagian
kebebasan beragama yang harus
dibela.
2. Isi, berita ini menjelaskan bahwa
Komisioner Komnas HAM
Maneger Nasution menekankan,
kasus pelarangan jilbab di Bali
harus di bantu. Sebab jilbab
merupakan bagian kebebasan
beragama merupakan hak dasar
yang perlu dibela
3. Penutup, pada bagian akhir berita
ini bahwa PW PII Bali bersama-
sama dengan sejumlah elemen
organisasi Islam di Bali akan terus
mengumpulkan informasi tentang
sekolah-sekolah yang melarang
siswanya mengenakan jilbab di
sekolah dan ada sejumlah sekolah
yang menantang tim investigasi PII
Bali untuk mengadukan pelarangan
berjilbab ke instansi yang lebih
tinggi.
Struktur
Mikro
(Semantik)
Latar Latar masalah ini adalah ditulisnya
larangan penggunaan jilbab di buku tata
tertib siswa dan melanggar hak asasi
manusia dalam beragama.
Detil Dalam berita tersebut terdapat infografi
yang menjelaskan latar belakang
permasalahan Larangan Penggunaan
Jilbab Sekolah di Bali dan memberikan
bukti bahwa larangan tersebut masuk
52
dalam buku tata tertib siswa.
Maksud Pada paragraf 8 terdapat maksud pada
berita ini yang menjelaskan alasan dasar
dan alasan kuat mengapa elemen umat
Islam harus bersatu untuk membela kasus
ini.
Pra
anggapan
pada Lead berita, “Mereka menilai jilbab
jadi bagian kebebasan beragama yang
harus dibela”
Pada paragraf kedua, “Komisioner
Komnas HAM Maneger Nasution
menekankan, kasus pelarangan jilbab di
Bali harus dibantu. Sebab jilbab
merupakan bagian kebebasan beragama
merupakan hak dasar yang perlu
dibela”.
Struktur
Mikro
(Sintaksis )
Bentuk
Kalminat
paragraf pertama, “Mereka menilai jilbab
jadi bagian kebebasan beragama yang
harus dibela”.
Koherensi Paragraf kelima, “Baik PII mau pun
Anita Whardani, belum pernah
melaporkan kasus pelarangan jilbab ini
ke Komnas HAM. Sehingga kedatangan
Komnas HAM ke Pemda Denpasar juga
sempat dipertanyakan atas laporan
siapa. “Kami sampaikan, kedatangan
kami ke suatu wilayah tidak harus
karena ada laporan. Kami ke Bali pun
atas hasil pantauan kami saja melihat
kasus yang begulir,” kata dia, Rabu
(26/2)”.Kata saban dalam paragraf 1
Kata Ganti Paragraf delapan “Saya khawatir jika
53
mereka tidak bersatu, pengaruhnya akan
kecil. Jadi memang harus melibatkan
semua komponen”.
Struktur
Mikro
(Stilistik)
Leksikon - Kata yang ternyata dan sorotan
pada paragraf 1
- Kata memediasi pada paragraf 4
- Kata bergulir pada paragraf 6
- Kata elemen pada paragraf 7
- Kata komponen pada paragraf 8
- Kata terang-terangan pada paragraf
10
Struktur
Mikro
(Stilistik)
Grafis Terdapat pada paragraf kedua dalam
kalimat “Komisioner Komnas HAM
Maneger Nasution menekankan, kasus
pelarangan jilbab di Bali harus dibantu.
Sebab jilbab merupakan bagian kebebsan
beragama merupakan hak dasar yang
perlu dibela”. Dalam kalimat ini
menggambarkan bahwa kasus ini harus
segera diselesaikan karena ini
menyangkut hak dasar manusia yang
harus dibela. Kemudian di paragraf
kedelapan dalam kalimat “Saya khawatir
jika mereka tidak bersatu, pengaruhnya
akan kecil. Jadi memang harus
melibatkan semua komponen”. Kalimat
ini mengajak semua komponen islam
untuk membela hak dasar beragama
setiap warga negara, karena jika hanya
segelintir yang membela kasus ini
dampaknya tidak begitu besar.
Metafora “Selain di Denpasar, pelarangan jilbab
54
juga dilakukan sejumlah sekolah di
Kabupaten Buleleng. Bahkan di SMPN 1
Singaraja, larangan mengenakan jilbab
ditulis secara terang-terangan di buku
saku siswa. Pada Bab I Pasal 2 di buku
itu disebutkan, “Khusus Perempuan poin
(c) Tidak memakai jilbab”. (Paragraf 10)
1.2. Analisis Teks Berita Berjudul DPRD Bali Bahas Larangan Jilbab
(02/04/14)
a. Struktur Makro; Tematik
Tema dalam judul berita “DPRD Bali Bahas Larangan Jilbab”
adalah DPRD Bali mengajak Pengurus Besar PII dan PII di Bali untuk
bertemu membahas kasus jilbab. Sekretaris Umum Pengurus Wilayah II
Bali Fatimah Azzahra mengatakan bahwa pertemuan tersebut
dijadwalkan DPRD setelah tanggal 9 April. Tanggal pertemuan belum
ditentukan, tapi pengurus PII di Bali bersiap-siap menghadapi audiensi
itu.
Dan Komnas HAM masih berupaya untuk mempertemukan
Kementrian Agama dan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan untuk
membahas larangan jilbab di Bali, namun belum ada waktu yang tepat di
antara perwakilan dua kementrian itu. selain dari pertemuan itu, PII juga
memberikan data temuan pelarangan jilbab di 40 sekolah, SMP, SMA
dan SMK di Bali ke Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
55
b. Superstruktur; Skematik
Alur cerita yang muncul dalam berita “DPRD Bali Bahas Larangan
Jilbab” ini diawali dengan judul “DPRD Bali Bahas Larangan Jilbab”.
Kemudian dilanjutkan dengan paragraf yang disebut penulis sebagai
pendahuluan.
1) Pendahuluan – “Pelajar Islam Indonesia (PII) akan melakukan
pertemuan dengan DPRD Provinsi Bali membahas pelarangan jilbab di
sekolah. Sebanyak 40 sekolah di Bali melarang pemakaian jilbab oleh
siswi Muslimah, baik secara lisan maupun tertulis”.23
Hal ini tentu
menjadi fokus utama, isu besar dalam sebuah otonomi daerah di Bali,
sehingga DPRD Provinsi Bali harus turun tangan untuk menangani kasus
ini.
2) Isi – berita ini menceritakan bahwa DPRD akan menggelar pertemuan
dengan PII yang dijadwalkan ada tanggal 9 April seperti yang dikatakan
Sekretaris Umum Pengurus Wilayah PII Bali, Fatimah Azzarah
“Kami bertemu dengan ketua DPRD seusai pelaksanaan
pemilu”.24
Namun tanggal pertemuannya belum ditentukan tapi pengurus PII di Bali
bersiap-siap untuk menghadapi audiensi itu. PII juga sudah dua kali
melayangkan surat audiensi kepada gubernur, Dinas Pendidikan, dan
DPRD namun baru DPRD yang menanggapi keinginan PII untuk
23
Berita berjudul DPRD Bali Bahas Larangan Jilbab, Paragraf 1 (Republika Online,
Edisi 02 April 2014) 24
Berita berjudul DPRD Bali Bahas Larangan Jilbab, Paragraf 2
56
bertemu membahas kasus jilbab. Selain itu PII memberikan data temuan
kepada Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan bahwa terdapat 40
sekolah mulai SMP, SMA, dan SMK di Bali yang melarang
menggunakan jilbab.
3) Penutup – PII selaku organisasi yang sangat menyoroti kasus jilbab ini
memberikan data temuan kepada Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan bahwa terdapat sebanyak 40 sekolah mulai dari SMP, SMA
dan SMK di Bali yang melarang siswinya menggunakan jilbab. Dan
Komnas HAM juga berupaya mempertemukan wakil Kementrian
Agama, Nasaruddin Umar dan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
c. Struktur Mikro; Semantik
1) Latar – latar belakang berita ini menceritakan bahwa PII sudah dua kali
melayangkan surat audiensi kepada gubernur, Dinas Pendidikan, dan
DPRD. Baru DPRD saja yang menanggapi surat audiensi tersebut dan
akan menggelar pertemuan setelah pemilu 2014 atau setelah tanggal 9
April 2014. Namun belum ada kepastian yang tanggal berapa pertemuan
itu akan dilaksanakan.
“Menurut Sekretaris Umum Pengurus Wilayah PII Bali Fatimah
Azzahra, pertemuan dijadwalkan DPRD setelah 9 April. “ Kami bertemu
dengan ketua DPRD seusai pelaksanaan pemilu,” kata Fatimah melalui
sambungan telepon, Selasa (1/4)”.
2) Detil – terdapat detil mengenai lambannya kasus jilbab ditangani dan PII
melayangkan dua kali surat audiensi juga melaksanakan pertemuan
dengan DPRD usai pemilu.
57
“Helmy mengeluhkan lambannya penanganan kasus ini oleh pemerintah
pusat. PII akan tetap mengawal pengesahan dan penerapan peraturan
Mendikbud mengenai seragam sekolah yang menekankan kembali
diizinkannya pemakaian jilbab”.
“Pada 7 Maret 2014, baik Pengurus Besar PII maupun pengurus PII di
Bali bersiap-siap untuk mengirimkan suurat kedua ke gubernur, Dinas
Pendidikan, dan DPRD. Baru DPRD yang menanggapi keinginan PII
bertemu membahas kasus jilbab”.
Detil ini ditunjukkan pada paragraf ke 8 dan paragraf ke 4
3) Maksud - pada paragraf ke 6 dijelaskan secara eksplisit bahwa
dikirimkannya surat audiensi tersebut untuk mendesak DPRD Bali dan
lain sebagainya agar memantau pendidikan di wilayahnya.
“PII ingin surat kepada Dinas Pendidikan Provinsi Bali, khususnya,
sebagai alat mendesak mereka memantau penddidikan di wilayahnya.
Meski ada otonomi, dinas tak bisa lepas tangan. “Jika aturan diserahkan
ke masing-masing sekolah, untuk apa ada struktur?”.”
Hal ini menjelaskan bahwa Dinas Pendidikan Provinsi Bali belum
sepenuhnya menyoroti atau memantau pendidikan di wilayahnya.
Sedangkan banyak sekolah di Bali yang melarang siswinya
menggunakan jilbab.
4) Pra-anggapan – bagian praanggapan pada teks ini terdapat dalam
paragraf 13 yang memaparkan “Permasalahannya pada belum adanya
waktu yang tepat di antara perwakilan dua kementrian itu. “Kami
mengundang pihak yang berwenang mengambil kebijakan,” kata
58
Maneger. Jangan sampai yang hadir justru berbeda dengan yang
memutuskan kebijakan”.
Pra-anggapan dalam teks tersebut mengenai alasan mengapa baru DPRD
saja yang merespon dan ingin membahas kasus jilbab ini. Sedangkan PII
sudah mengirimkan surat audiensi kepada pihak-pihak yang terkait
terhadap kasus ini.
5) Nominalisasi – terdapat nominalisasi terkait poin evaluasi terhadap kasus
larangan jilbab, pada paragraf 15 disebutkan “Selain itu, PII juga ke
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan menyerahkan data temuan
pelarangan jilbab di 40 sekolah, mulai SMP, SMA, dan SMK di Bali....”
Nominalisasi ini digunakan untuk mempertegas dan menjabarkan
fakta, dalam hal ini nominalisasi jumlah sekolah yang melarang siswinya
menggunakan jilbab bukan hanya satu atau dua sekolah, melainkan 40
sekolah.
d. Struktur Mikro; Sintaksis
1) Bentuk Kalimat – “PII ingin surat kepada Dinas Pendidikan Provinsi
Bali, khususnya, sebagai alat mendesak mereka memantau pendidikan di
wilayahnya. Meski ada otonomi, dinas tak bisa lepas tangan. “Jika
aturan diserahkan ke masing-masing sekolah, untuk apa ada
struktur?”.”
Kalimat ini menekan Dinas Pendidikan Bali untuk tidak lepas tangan
terhadap kasus ini meskipun ada otonomi daerah dan mereka juga
diminta untuk memantau pendidikan di wilayah tersebut.
2) Koherensi – bentuk koherensi yang terdapat dalam berita ini adalah
59
“Wakil Sekjen Pengurus Besar PII Helmy Al-Djufry mengatakan, surat
audiensi kedua untuk mereka memantau pendidikan daerah atas
permasalahan yang tidak bisa diabaikan. Surat ini sekaligus menjadi
prosedur yang diikuti PB PII jika nanti harus melakukan gugatan
hukum”.
Kalimat ini menyatakan sebab akibat, sebab surat audiensi kedua
dikirimkan untuk memantau pendidikan daerah atas permasalahan yang
tidak bisa diabaikan dan akibatnya jika tidak mendapatkan respon maka
surat audiensi ini sudah menjadi prosedur yang diikuti PB PII jika harus
melakukan gugatan hukum.
3) Kata Ganti – pada paragraf 6 terdapat pernyataan sebagai berikut
“PII ingin surat kepada Dinas Pendidikan Provinsi Bali, khususnya,
sebagai alat mendesak mereka memantau pendidikan di wilayahnya...”
Kata ganti dari kata “mereka” adalah untuk mewakili DPRD, Dinas
Pendidikan dan pihak-pihak yang terkait dalam kasus ini.
Pada paragraf 2 juga terdapat pernyataan
“Kami bertemu dengan ketua DPRD seusai pelaksanaan pemilu”.
Pemilihan kata “kami” dalam kalimat ini dimaksudkan untuk PII yang
sudah mengirimkan surat audiensi dua kali kepada DPRD.
Dan pada paragraf 13
“Kami mengundang pihak yang berwenang mengambil kebijakan,”
Kata “kami” merujuk kepada Komnas HAM yang masih berupaya
mempertemukan Kementrian Agama dan Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan.
60
e. Struktur Mikro
1) Leksikon – terdapat pada kalimat,
- “Tanggal pertemuan belum ditentukan, tapi pengurus PII di Bali
bersiap-siap untuk menghadapi audiensi itu”. kata audiensi (paragraf
3) mengandung arti pertemuan dua belah pihak yang membahas satu
tema atau proses dengar pendapat antar dua belah pihak, dan
membahas suatu hal tesebut.25
- “PII ingin surat kepada Dinas Pendidikan Povinsi Bali, khususnya,
sebagai alat mendesak mereka memantau pendidikan di
wilayahnya...” kata alat (paragraf 6) yang dimaksud adalah yang
dipakai untuk mencapai maksud.26
- “PII akan tetap mengawal pengesahan dan penerapan peraturan
Mendikbud mengenai seragam sekolah yang menekankan kembali
diizinkannya pemakaian jilbab....” kata menekankan (paragraf 8)
mengandung arti menegaskan
- “Fatimah azzahra mengaku, masih belum ada solusi mengenai kasus
jilbab ini”. Kata solusi (paragraf 10) mengandung arti hasil mufakat
bersama.
- “Muslimah dan lembaga Islam diharapkan bisa membantu melakukan
pembinaan yang sama”. Kata pembinaan (paragraf 11) mengandung
25
http://www.pelangibiru.net/2011/04/audiensi-pengertian-dan-contoh-surat.html
diunduh pada tanggal 07 November 2014 pukul 04.30 WIB 26
http://kbbi.web.id/alat
61
arti usaha, tindakan, dan kegiatan yg dilakukan secara efisien dan
efektif untuk memperoleh hasil yg lebih baik.27
- “Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution mengatakan, sampai
sekarang belum terwujud”. Kata terwujud (paragraf 12) maksudnya
adalah terlaksana.
- “Ia juga mengapresiasi langkah PII yang beberapa waktu lalu
langsung betemu dengan Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar”.
Kata mengapresiasi (paragraf 14) maksudnya adalah mengahargai.
- “Maneger menegaskan, otonomi daerah mestinya tak melahirkan
diskriminasi terhada siswi tertentu”. Kata diskriminasi (paragraf 15)
mengandung arti membedakan.
2) Grafis – terdapat kalimat yang bercetak miring pada Lead berita tersebut,
“Komnas HAM berharap mempertemukan dua kementrian untuk
membuat solusi” kalimat ini menggambarkan adanya hrapan dari PII agar
dua kementerian tersebut bertemu dan membuat solusi yang teat terhadap
kasus larangan jilbab di Bali ini.
3) Metafora – unsur metafora yang muncul dalam berita ini yaitu dalam
kalimat “Maneger menegaskan, otonomi daerah mestinya tak melahirkan
diskriminasi terhadap siswi tertentu”.
Tabel 4.2
Analisis Level Teks Berita DPRD Bali Bahas Larangan Jilbab
Struktur
Wacana
Elemen Keterangan
Makro Tema Tema dalam berita ini adalah DPRD
27
http://kbbi.web.id/bina
62
Bali mengajak Pengurus Besar PII dan
PII di Bali untuk bertemu membahas
kasus jilbab. Sekretaris Umum
Pengurus Wilayah II Bali Fatimah
Azzahra mengatakan bahwa pertemuan
tersebut dijadwalkan DPRD setelah
tanggal 9 April. Tanggal pertemuan
belum ditentukan, tapi pengurus PII di
Bali bersiap-siap menghadapi audiensi
itu.
Superstruktur Skema Pada pendahuluan – “Pelajar Islam
Indonesia (PII) akan melakukan
pertemuan dengan DPRD Provinsi
Bali membahas pelarangan jilbab di
sekolah. Sebanyak 40 sekolah di Bali
melarang pemakaian jilbab oleh siswi
Muslimah, baik secara lisan maupun
tertulis”.28
Hal ini tentu menjadi fokus
utama, isu besar dalam sebuah otonomi
daerah di Bali, sehingga DPRD
Provinsi Bali harus turun tangan untuk
menangani kasus ini.
Pada bagian isi – berita ini
menceritakan bahwa DPRD akan
menggelar pertemuan dengan PII yang
dijadwalkan ada tanggal 9 April seerti
yang dikatakan Sekretaris Umum
Pengurus Wilayah PII Bali, Fatimah
28
Berita berjudul DPRD Bali Bahas Larangan Jilbab, Paragraf 1 (Republika Online,
Edisi 02 April 2014)
63
Azzarah
“Kami bertemu dengan ketua DPRD
seusai pelaksanaan pemilu”.29
Namun tanggal pertemuannya belum
ditentukan tapi pengurus PII di Bali
bersiap-siap untuk menghadapi
audiensi itu. PII juga sudah dua kali
melayangkan suurat audiensi kepada
gubernur, Dinas Pendidikan, dan
DPRD namun baru DPRD yang
menanggapi keinginan PII untuk
bertemu membahas kasus jilbab.
Selain itu PII memberikan data temuan
kepada Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan bahwa terdaat 40 sekolah
mulai SMP, SMA, dan SMK di Bali
yang melarang menggunakan jilbab.
Pada bagian penutup – PII selaku
organisasi yang sangat menyoroti
kasus jilbab ini memberikan data
temuan kepada Kementrian
Penddidikan dan Kebudayaan bahwa
terdapat sebanyak 40 sekolah mulai
dari SMP, SMA dan SMK di Bali yang
melarang siswinya menggunakan
jilbab. Dan Komnas HAM juga
beruaya mempertemukan wakil
Kementrian Agama, Nasaruddin Umar
dan Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan.
29
Berita berjudul DPRD Bali Bahas Larangan Jilbab, Paragraf 2 (Republika Online,
Edisi 02 April 2014)
64
Struktur
Mikro
(Semantik)
Latar Latar belakang berita ini menceritakan
bahwa PII sudah dua kali melayangkan
surat audiensi kepada gubernur, Dinas
Pendidikan, dan DPRD. Baru DPRD
saja yang menanggapi surat audiensi
tersebut dan akan menggelar
pertemuan setelah pemilu 2014 atau
setelah tanggal 9 April 2014. Namun
belum ada kepastian yang tanggal
berapa pertemuan itu akan
dilaksanakan.
Detil terdapat detil mengenai lambannya
kasus jilbab ditangani dan PII
melayangkan dua kali surat audiensi
juga melaksanakan pertemuan dengan
DPRD usai pemilu.
Maksud pada paragraf ke 6 dijelaskan secara
eksplisit bahwa dikirimkannya surat
audiensi tersebut untuk mendesak
DPRD Bali dan lain sebagainya agar
memantau pedidikan di wilayahnya.
Pra anggapan Pra-anggapan dalam teks tersebut
mengenai alasan mengapa baru DPRD
saja yang merespon dan ingin
membahas kasus jilbab ini. Sedangkan
PII sudah mengirimkan surat audiensi
kepada pihak-pihak yang terkait
terhadap kasus ini.
Nominalisasi terdapat nominalisasi terkait poin
evaluasi terhadap kasus larangan
jilbab, pada pparragraf 15 disebutkan
“Selain itu, PII juga ke Kementrian
65
Pendidikan dan Kebudayaan
menyerahkan data temuan pelarangan
jilbab di 40 sekolah, mulai SMP, SMA,
dan SMK di Bali....”
Struktur
Mikro
(Sintaksis )
Bentuk
Kalimat
“PII ingin surat kepada Dinas
Pendidikan Provinsi Bali, khususnya,
sebagai alat mendesak mereka
memantau pendidikan di wilayahnya.
Meski ada otonomi, diinas tak bisa
lepas tangan. “Jika aturan diserahkan
ke masing-masing sekolah, untuk apa
ada struktur?”.” Kalimat ini menekan
Dinas Pendidikan Bali untuk tidak
lepas tangan terhadap kasus ini
meskipun ada otonomi daerah dan
mereka juga ddiminta untuk memantau
ppendidikan di wilayah tersebut.
Koherensi bentuk koherensi yang terdaat dalam
berita ini adalah
“Wakil Sekjen Pengurus Besar PII
Helmy Al-Djufry mengatakan, surat
audiensi kedua untuk mereka
memantau pendidikan daerah atas
permasalahan yang tidak bisa
diabaikan. Surat ini sekaligus menjadi
prosedur yang diikuti PB PII jika nanti
harus melakukan gugatan hukum”.
Kalimat ini menyatakan sebab akibat,
sebab surat audiensi kedua dikirimkan
untuk memantau pendidikan daerah
atas permasalahan yang tidak bisa
diabaikan dan akibatnya jika tidak
66
mendapatkan respon maka surat
audiensi ini sudah menjadi prosedur
yang diikuti PB PII jika harus
melakukan gugatan hukum.
Kata Ganti pada paragraf 6 terdapat pernyataan
sebagai berikut
“PII ingin surat kepada Dinas
Pendidikan Provinsi Bali, khususnya,
sebagai alat mendesak mereka
memantau pendidikan di
wilayahnya...” Kata ganti dari kata
“mereka” adalah untuk mewakili
DPRD, Dinas Pendidikan dan ppihak-
pihak yang terkait dalam kasus ini.
Pada paragraf 2 juga terdapat
pernyataan, “Kami bertemu dengan
ketua DPRD seusai pelaksanaan
pemilu”. Pemilihan kata “kami” dalam
kalimat ini dimaksudkan untuk PII
yang sudah mengirimkan surat
audiensi dua kali kepada DPRD.
Dan pada paragraf 13, “Kami
mengundang pihak yang berwenang
mengambil kebijakan,” Kata “kami”
merujuk kepada Komnas HAM yang
masih berupaya mempertemukan
Kementrian Agama dan Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Struktur
Mikro
(Stilistik)
Leksikon - kata audiensi (paragraf 3)
mengandung arti pertemuan dua
belah pihak yang membahas satu
tema atau proses dengar pendapat
67
antar dua belah pihak, dan
membahas suatu hal tesebut.30
- kata alat (paragraf 6) yang
dimaksud adalah yang dipakai
untuk mencapai maksud.31
- kata menekankan (paragraf 8)
mengandung arti menegaskan
- Kata solusi (paragraf 10)
mengandung arti hasil mufakat
bersama.
- Kata pembinaan (paragraf 11)
mengandung arti usaha, tindakan,
dan kegiatan yg dilakukan secara
efisien dan efektif untuk
memperoleh hasil yg lebih baik.32
- Kata terwujud (paragraf 12)
maksudnya adalah terlaksana.
- Kata mengapresiasi (paragraf 14)
maksudnya adalah mengahargai.
- Kata diskriminasi (paragraf 15)
mengandung arti membedakan.
Struktur
Mikro
(Stilistik)
Grafis Terdapat kalimat yang bercetak miring
pada Lead berita tersebut, “Komnas
HAM berharap mempertemukan dua
kementrian untuk membuat solusi”
kalimat ini menggambarkan adanya
hrapan dari PII agar dua kementerian
tersebut bertemu dan membuat solusi
yang teat terhadap kasus larangan
30
http://www.pelangibiru.net/2011/04/audiensi-pengertian-dan-contoh-surat.html
diunduh pada tanggal 07 November 2014 pukul 04.30 WIB 31
http://kbbi.web.id/alat 32
http://kbbi.web.id/bina
68
jilbab di Bali ini.
Metafora unsur metafora yang muncul dalam
berita ini yaitu dalam kalimat
“Maneger menegaskan, otonomi
daerah mestinya tak melahirkan
diskriminasi terhadap siswi tertentu”.
2. Analisis Level Kognisi Sosial
Analisis wacana tidak hanya membatasi perhatiannya ada struktur
teks, tetapi juga bagaimana suatu teks diproduksi. Van Dijk menawarkan
suatu analisis yang disebut sebagai kognisis sosial. Dalam kerangka
analisis wacana Van Dijk, perlu ada penelitian mengenai kognisi sosial
kesadaran mental wartawan yang membentuk teks tersebut.33
Untuk
membongkar bagaimana makna tersembunyi dari teks, dibutuhkan
penelitian kognitif dan strategi si penulis dalam memproduksi suatu
berita. Karena setiap teks pada dasarnya dihasilkan lewat kesadaran,
pengetahuan, prasangka, atau pengetahuan tertentu akan suatu
peristiwa.34
Penting dalam mengamati kognisi sosial yang dialami dari penulis
teks tersebut, karena pada dasarnya sifat dasar manusia adalah pencerita
dan cerita dari setiap orang itu pasti mempunyai sudut pandang yang
berbeda-beda dalam memandang suatu hal dan peristiwa meskipun objek
yang diamatinya nanti. Di dalam teks tersebut pasti terkandung suatu
andangan dari penulis dan ideologis dari penulis. Sebuah teks tidak
33
Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, h. 260 34
Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, h. 260.
69
pernah lepas dari ideologi dan memiliki kemampuan untuk memanipulasi
pembaca ke arah suatu ideologi.35
Dalam pandangan Van Dijk, Kognisi
sosial terutama dihubungkan dengan proses produksi berita. Titik kunci
dalam memahami produksi berita adalah dengan meneliti proses
terbentuknya teks. Proses terbentuknya teks ini tidak hanya bermakna
bagaimana suatu teks itu dibentuk dan dibuat, proses ini juga memasukan
informasi bagaimana peristiwa itu ditafsirkan, disimpulkan dan dimaknai
oleh wartawan.36
Seperti dalam berita ini, dari hasil wawancara terhadap Fuji Pratiwi
(wartawan Republika Online) yang menulis berita tentang larangan
penggunaan jilbab sekolah di Bali bahwa dalam penulisannya memiliki
maksud memperjuangkan hak siswi berjilbab dan mereka berhak untuk
memakai jilbab karna hal itu tidak menimbulkan gangguan sistemik,
tidak juga mengganggu individu. Berikut kutipan wawancara dengan Fuji
Pratiwi:
“Memperjuangkan hak mereka, bahwa siapapun mereka siswa, guru
atau pekerja lainnya. Mereka berhak untuk pakai jilbab karna
sebenarnya diakan tidak menimbulkan gangguan sistemik, tidak juga
mengganggu individu, nggak ada yang terganggulah dengan itu.
kalaupun ada cibiran-cibiran dan omongan orang dibelakang, saya
yakin itu nggak akan bertahan lama. Jadi, memperjuangkan bahwa itu
adalah hal yang lumrah dimanapun terlebih Indonesia kan punya
Bhineka Tunggal Ika...”.
Dari pernyataan tersebut. dalam hal ini, penulisan kasus yang telah
ditulis menyangkut maksud penulis itu adalah memperjuangkan setiap
hak manusia tanpa membedakan suku bangsa. Pernyataan Achmad
35
Aris Bandara, Wacana Teori Metode dan Penerapannya pada Wacana Media, (Jakarta:
Kencana, 2013), h. 33 36
Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LkiS, 2001).
h. 266.
70
Syalaby Ichsan (redaktur Republika Online) yang sekaligus menulis
berita yang sama pun, mengatakan demikian,
“Jilbab itu patut dan negara mesti menjamin bahwwa setiap
warganya menggunakan jilbab nggak cuma siswa sekolah tapi semua
muslimah yang ingin menggunakan jilbab, kaya polwan atau TNI itukan
nggak boleh make jilbab nah itu negara harus menjamin“.
Jadi bagi Fuji dan Aby negara mesti menjamin hak setiap warganya
karena kasus ini melarang adanya pemakain jilbab sedangkan jilbab
adalah salah satu syariat Islam dimana diwajibkan bagi wanita
menggunakan penutup kepala atau jilbab.
Kemudian alasan mengapa pemberitaan tersebut layak diberitakan
menurut Fuji Pratiwi karena menyangkut isu kemerdekaan seseorang
dimana hak seseorang tidak bebas dan harus dibantu. Berikut kutipan
wawancara dengan Fuji Pratiwi :
“Karena ini menyangkut isu kemerdekaan seseorang, jadi biar
gimanaun satu orang yang terpenjara sementara dia makhluk negara
yang bebas itu nggak bnerlah....”
Dan menurut Aby dalam pernyataannya alasan mengapa berita ini
layak dibertakan sebagai berikut,
“....masalah jilbab di Bali itu juga coba dijelaskan secara universal
karna ikutan hak ya, hak asasi manusia bayangkan kalau seorang
pelajar SMA Negeri tapi nggak boleh menggunakan jilbab. Itukan yang
jadi pertanyaan walaupun dia berada di minoritas di Bali, saat dia
sekolah di institusi negeri yang notabene negara dibiayai oleh APBN dan
APBD, seharusnya negara bisa memenuhi hak sesuai dengan konstitusi
soal kebebasan beragama...”
Jadi dari pernyataan tesebut alasan diberitakannya kasus tersebut
karena kebebasan hak beragama yang patut dipenuhi secara kontitusi dan
mereka menjelaskan secara universal dalam pemberitaan tersebut.
71
Tujuan pemberitaan dari pemberitaan ini menurut Aby adalah,
konstitusi harus memenuhi hak azasi manusia terutama kebebasan
beragama. Bukan masalah Islamisasi atau syariatisasinya tapi hak azasi
manusianya dan publik harus aware terhadap berita ini. Berikut
pernyataannya,
“Harus tanggap bahwa hak azasi manusia harus dipenuhi sesuai
dengan konstitusi apalagi kebebasan beragama, itukan bukan
sekolah itu harus mewajibkan memakai jilbab kepada semua orang
melainkan orang muslim yang ingin menjalankan ibadah sesuai
agamanya, dippenuhi kebutuhannya bukan masalah islamisasi atau
syariatisasi tapi hak azasi manusia jadi ya gitu balik lagi ke hak
azasi dan publik harus aware bahwa banyak nilai-nilai islam,
meskippun mayoritas tapi banyak dilnggar oknum-oknum minoritas
yang melanggar konstitusi”.
Dan menurut Fuji tujuan dari pemberitaan tersebut selain empati ada
juga kesadaran dan aksi nyata bahwa diharakan tidak ada lagi kasus
seperti ini terulang kembali. Berikut pernyatannya.
“Tentu selain empaati ada juga kesadaran dan aksi nyata. Aksi
nyata sebenarnya yang kita harapkan, kita harap dengan ini ada
pelajaran bahwa tidak boleh kondisi ini terulang kembali, ada juga ada
kelalaian maksudnya kasus ini terjadi karena lalai, ttidak diperhatikan
dengan baik. Jadi kita sih berhara dengan adanya ini semua ppihak
jaddi makin perhatian bahwa ada pihak sekolah yang bertentangan
dengan hak dasar. Jadi nggak cuma empati tapi aksi nyata”.
Dari pernyataan di atas tujuan dari pemberitaan tersebut adalah agar
publik tau bahwa ada kasus seperti ini dimana sekolah negeri di Bali
tidak memperbolehkan menggunakan jilbab atau penutup kepala. Dan
masyarakat diajak untuk melakukan aksi nyata membela korban dari
kasus ini.
Mengenai mekanisme dalam peliputan berita Republika Online
terdapat alur kerja yang menjelaskan tentang alur pembuatan berita
72
sebagai berikut yang akan dijelaskan melalui tabel – tabel yang akan
menjelaskan secara terstruktur mekanisme alur peliputan:
Gambar 1. Mekanisme Alur Pemberitaan Republika Online
Sumber: Wawancara pribadi dengan redaktur Republika Online Achmad Syalaby Jakarta, 21
Oktober 2014
Berikut merupakan analisis Kognisi Sosial dalam skema yang
diringkas oleh Eriyanto dalam buku Analisis Wacana:
1. Skema Person (Person Schemas)
Wartawan penulis berita mengenai larangan penggunaan jilbab
sekolah di Bali ini merupakan wartawan yang mengharapkan adanya aksi
nyata dari masyarakat untuk melihat bahwa kasus ini merpakan kasus
dekriminasi terhadap kaum minoritas di Bali. Sumber berita yang datang
pun dari komunitas PII yang juga aktif dalam memberikan laporan-
laporan terhadap kaum Muslim yang mendapat masalah. Untuk itu
PEMRED
WAPEMRED
REDPEL
KORAN
REDPEL
NEWSROOM
REDPEL
ROL
REPORTER
PENAWARAN
ORDER
PENAWARAN
ORDER
73
Komnas HAM dan yang lainnya harus tanggap dan ceat dalam
menanggapi kasus ini.
2. Skema Diri (Self Schemas)
Salah satu wartawan, Fuji Pratiwi mengaku tertarik menulis berita
ini karena perjuangan Anita (korban) yang mempertahankan
penddirinnya menggunakan jilbab di sekolahnya dan tidak ingin pindah
sekolah seperti teman-temaannya. Hal ini juga melanggar hak dasar
manusia, ia juga berharap adanya aksi nyata ketika berita ini diturunkan
bukan sekedar simpati atau empati belaka. Dan bukan hanya kasus jilbab
ini saja yang ingin penulis tulis jika ada siswa nasrani dipaksa sekolah
hari minggu dan dilarang ke gereja itu akan ia tulis karena ada hak
seseorang yang diganggu.
“Dari perjuangan si Nita atau Anita, Nita inikan udah make jilbab
lama. Jadi anak-anak di Bali bilang kalau tetep mau make jilbabnya
opsinya dua, pindah ke sekolah islam atau pindah ke Jawa. Itu bukan
opsi yang mudah, pindah ke Jawa jauh dari orang tua
itu...gimanaa....gitu. perjuangan mereka ternyata lebih berat untuk tetap
bisa bertahan dengan selembar kain mereka harus rela pindah ke Jawa
dan banyak yang sekolah di Jawa” .
“Nah si Anita ini nakal nih, dia kekeh, dia bilang “yasudahlah
sekolah mau berbuat apa, mau ngapain aja, saya tetep make jilbab, kalo
saya dikeluarin yaudah”. Orang tua Anita ngelarang tapi Anita bilang
“ini yang saya perjuangkan, saya mau make jilbab”.”
“Karena ini menyangkut isu kemerdekaan seseorang, jadi biar
gimanapun satu orang yang terpenjara sementara dia makhluk negara
yang bebas itu nggak benerlah. Orang mungkin melihat ini sepele, satu
orang doanglah tapi kalo yang melakukannya bareng-bareng, banyak,
masif terstruktur gitu itu namanya kejahatan terencana jadi yaa nggak
bisa walaupun korbannya banyak orang, kali aja ada korban-korban
lainnya yang kita nggak tau, yang mungkin diem aja. Jadi nggak ada
niatan mengadu domba muslim dengan hindu atau menjelek-jelekkan
sekolah itu nggak ada. Murni, ada temen kita yang haknya tidak bebas,
ayo dibantu. Toh kalau ada yang nasrani dipaksa sekolah hari minggu
74
dan dilarang ke gereja itu akan saya tulis karena ada kejadian kaya
gitu, nggak bisa, nggak boleh zalim gitu”.
3. Skema Peran (Self Schemas)
Salah satu wartawan, Fuji Pratiwi mengatakan bahwa dia tertarik
meliput berita ini karena ini adalah hak dasar manusia yang harus dibela.
Sebab memakai jilbab itu menjalankan syariat agama yang tidak bisa
digganggu gugat, sesuai dengan Pasal 29 UUD 1945 menyatakan: (1)
Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. (2) Negara menjamin
kemerdekaan tiaptiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-
masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya
itu.37
Dan ia juga merasakan bagaimana seseorang yang dilarang dengan
mengguunakan jilbab pada jaman tahun 2000 dimana jilbab masih
dipandang aneh.
“Karena ini menyangkut isu kemerdekaan seseorang, jadi biar
gimanapun satu orang yang terpenjara sementara dia makhluk negara
yang bebas itu nggak benerlah. Orang mungkin melihat ini sepele, satu
orang doanglah tapi kalo yang melakukannya bareng-bareng, banyak,
masif terstruktur gitu itu namanya kejahatan terencana jadi yaa nggak
bisa...”
“...saya mengerti bahwa nggak enak dilarang mengunakan jilbab
awal saya masuk SMP pun tahun 2000 itu masih ada sisa-sisa era
dimana jilbab masih dianggap aneh, dan saya tau ini nggak bisa kaya
gitu lagi. Itu tahun 2000 itu 18 tahun silam masa mau terulang lagi”.
Media online Republika Online adalah media islam yang modern
dan moderat. Hal ini terlihat dari berbagai isu-isu islam yang dominan.
Dalam hal ini, Fuji sebagai wartawan Republika Online, dia ingin
menegaskan kepada pemerintah dan masyarakat bahwa terjadi
37
http://balitbangdiklat.kemenag.go.id/indeks/artikel-ilmiah/85-instrumen-internasional-
dan-peraturan-perundangan-indonesia.html diunduh pada tanggal 21 Maret 2014 pada pukul 02.30
WIB
75
pelanggaran HAM beragama di Bali dan berharap adanya aksi nyata dari
pihak-pihak yang terkait.
“Tentu selain empati ada juga kesadaran dan aksi nyata. Aksi nyata
sebenarnya yang kita harapkan, kita harap dengan ini ada pelajaran
bahwa tidak boleh kondisi ini terulang kembali, ada juga ada kelalaian
maksudnya kasus itu terjadi karena lalai , tidak diperhatikan dengan
baik. Jadi kita sih berharap dengan adanya ini semua pihak jadi makin
perhatian bahwa ada pihak sekolah yang bertentangan dengan hak
dasar. Jadi nggak cuma empati tapi aksi nyata”.
4. Skema Peristiwa (Event Schemas)
Menurut Aby Syalaby, Redaktur sekaligus penulis berita kasus
larangan jilbab, ia melihat ini adalah hak yang harus dipenuhi oleh
konstitusi karena walaupun di Bali islam itu minoritas, tak sepatutnya
siswi Sekolah Menengah dilarang menggunakan jilbab.
“....masalah jilbab yang di Bali itu juga coba dijelaskan dengan
universal karna itukan hak ya, hak asasi manusia bayangkan kalau
seorang pelajar di SMA Negeri tapi nggak boleh menggunakan jilbab.
Itukan yang jadi pertanyaan walaupun dia berada di minoritas di Bali,
saat dia sekolah di institusi negeri yang notabene negara dibiaya oleh
APBN dan APBD, seharusnya negara bisa memenuhi hak sesuai dengan
konstitusi soal kebebasan beragama”.
3. Analisis Level Konteks Sosial
1. Praktik Kekuasaan
Media massa merupakan pemberi informasi kepada masyarakat.
Sehingga dalam hal ini media memiliki kuasa yang besar terhadap
arus informasi yang berkembang dalam masyarakat dan menjadi
penting bagi masyarakat. Media Online juga dituntut untuk
memberikan suatu berita secara cepat dengan menggunakan jaringan
internet. Dengan adanya media online ini masyarakat yang tidak buta
teknologi disuguhkan berita yang singkat, padat, jelas dan cepat,
76
berbeda dengan media cetak. Dalam kasus larangan jilbab ini
terhadap wawanccara tertulis dengan Fuji Pratiwi (salah satu
wartawan Republlika Online) mengatakan bahwa masyarakat dan
pemerintah perlu seacara intens melihat kejadian-kejadian seperti ini
karena diketahui korban dari kasus ini sebelumnya tidak ernah
melaporkan kasus ini ke lembaga yang berwenang.
Media Republika Online dengan kekuasaanya sebagai media
massa yang berlandaskan islam dan menjadi salah satu bagian dari
keluarga besar Republika menggiring opini masyarakat dengan
memberikan bukti-bukti nyata terhadap kasus tersebut dan mengajak
kepada masyarakat juga lembaga-lembaga yang berwenang untuk
melakukan aksi nyata terhadap kasus larangan penggunaan jilbab ini.
Negara kita adalah negara yang berlandaskan hukum, dan dalam
kasus ini hak seseorang dalam beragaama telah diganggu
keberadaannya. Sedangkan dalam Pasal 29 UUD 1945 menyatakan:
(1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. (2) Negara
menjamin kemerdekaan tiaptiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya
dan kepercayaannya itu.38
Berita ini juga lebih banyak ditulis di
media Republika Online, jarang sekali media online yang mengikuti
kasus ini sampaituntas padahal ini adalah kasus pelanggaran HAM
beragama dimana kebebasan seseorang bergama diganggu
keberadaannya. Seperti yang dikatakan oleh Fuji Pratiwi:
38
http://balitbangdiklat.kemenag.go.id/indeks/artikel-ilmiah/85-instrumen-internasional-
dan-peraturan-perundangan-indonesia.html diunduh pada tanggal 21 Maret 2014 pada pukul 02.30
WIB
77
“Saya nggak tau ini sejalan atau nggak dengan ideologi media
mereka, satu. Kedua, satu sisi alhamdulillah juga temen-temen dari
PII selalu ngontaknya Republika kalau ada isu ini. Kita nggak bisa
gerak kalau nggak ada didorong ssama temen-temen beliau, kita
minta bantuan, kita mengadvokasi sampe kemendikbud sampe ini
bener-bener selesai, gitu sih ini sejalan atau nggak dengan media
lain”.
Dari hasil wawancara dengan kedua narasumber diketahui dalam
hal ini media Republika Onlline sebagai media massa ingin
menyampaikan berita ini sehingga kasus ini tidak teulang kembali di
masa mendatang yang membuat kaum Musllim harus rela dipindah
sekolahkan dengan alasan menggunakan jilbab.
2. Akses Memengaruhi Wacana
Dalam hal kasus larangan penggunaan jilbab, ROL mengatakan
bahwa ROL mempunyai visi menjadikan medianya sebagai media
islam yang modern dan moderat ingin memberikan informasi adanya
larangan penggunaan jilbab sekolah di Bali, di mana menggunakan
jilbab merupakan salah satu syariat agama untuk kaum hawa atau
wanita.
Republika Online sangat tertarik terhadap kasus ini karena
kasus ini dianggap melanggar Hak Azasi Manusia dalam beragama
sesuai dengan UUD 1945 Pasal 29 dan berbeda dengan media online
lainnya yang terus menerus atau lebih dominan terhadap berita
politik. Pada dasarnya Republika Online mengharapkan adanya
ketegasan dari pemerintah mengenai kasus ini. Sehingga kedepannya
tidak ada lagi diskriminasi terhadap agama yang minoritas dalam
masyarakat khususnya seperti di Bali.
78
Dikutip dari salah satu komentar masyarakat pada media online
Dakwatuna.com bahwa :
”Biar adil, wajibkan saja bagi yg muslim untuk menggunakan
seragam sesuai dengan agamanya. Namun sebaliknya mereka juga
akan dikenakan sangsi berat bila tidak menggunakannya selama di
sekolah (bila tidak menggunakan jilbab). Misalnya 3 kali tidak
menggunakan seragam muslim akan di-skors dan bila tidak
dilakukan sama sekali akan dikeluarkan dari sekolah. Bila tidak
mampu membeli seragam muslim harus disubsidi oleh orang tua
murid lain yang beragama sama dan tidak boleh diambil dari dana
BOS. Jadi semua berlaku adil. Hak juga dibatasi oleh kewajiban,
kewajiban untuk menjaga tatanan dan nilai sosial yang berlaku di
lingkungan sekitarnya. Insya Alloh semua akan merasa terwakili
suaranya”.
Kenyataannya di Bali penggunaan jilbab di sekolah dilarang
dikarenakan agar siswi-siswi tidak ada yang berbeda seragamnya.
Aturan ini masuk dalam buku tata tertib sekolah di SMPN 1
Singaraja, pada bab I pasal 2 yang berbunyi “ Khusus Perempuan
poin (c) Tidak memakai jilbab”. Menurut Supriyanto Abdi varian
ketiga ini menegaskan bahwa universalitas HAM sebagai khazanah
kemanusiaan yang landasan normatif dan filosofisnya bisa dilacak
dan dijumpai dalam berbagai sistem nilai dan tradisi agama,
termasuk islam di dalamnya. Yang termasuk berpandangan demikian
di antaranya adalah Abdullah Ahmed an-Naim.39
39 El Muhtaj Majda, Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia, h. 58-60
79
Artinya:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan
berbuat kebijakan, memberi kepada kamu kerabat, dan Allah
melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia
memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil
pelajaran. (16: 90)
Allah Azza wa Jalla juga mewajibkan berbagai hak atas
seorang muslim kepada sesama muslim secara umum. Seorang
muslim adalah saudara muslim lainnya, ia tidak boleh menghinanya,
mengucilkannya, membiarkannya dan tidak boleh melanggar hak-
haknya. Melalui pemaparan di atas kita mendapati bahwasanya Islam
menjamin hak-hak individu dan masyarakat, dan ini tidak pernah
dipelihara oleh negara-negara kafir yang mengaku demokratis dan
menjaga hak-hak manusia. Sebaliknya, justru melanggar hak Allah
Azza wa Jalla dan Rasul-Nya dengan melakukan perbuatan kufur
dan syirik. Mereka melanggar hak-hak kaum muslimin dengan cara
membunuh kaum muslimin secara massal, mengusirnya serta
merampas harta benda mereka.
Merubah penegakkan syari’at Allah Azza wa Jalla dengan
sanksi sebagai pelaku kriminal. Negara-negara itu melarang
penegakkan sanksi dari Allah Azza wa Jalla dan dianggap pelanggar
hak-hak manusia. Seakan dalam pandangan negara-negara kafir itu,
manusia yang wajib dilindungi hak-haknya adalah pelaku kejahatan,
80
pembuat kerusakan lagi zhalim. Sedangkan (menurut mereka, red)
seorang muslim, orang yang terzhalimi dan yang dilanggar hak-
haknya, bukanlah manusia yang harus dibela hak-haknya.
Ini merupakan fitrah terbalik dan pemikiran (fikrah) yang
menyimpang yang memandang kebenaran sebagai kebathilan dan
memandang yang bathil sebagai sebuah kebenaran.40
Artinya:
“Maka apakah orang yang dijadikan (setan) menganggap
baik pekerjaannya yang buruk lalu ia meyakini pekerjaan ini baik,
(sama dengan orang yang tidak ditipu setan)? Maka sesungguhnya
Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki
siapa yang dikehendaki-Nya….”[Fathir/35 : 8]
40
http://almanhaj.or.id/content/2348/slash/0/ada-apa-dengan-hak-asasi-manusia-ham/
diunduh pada tanggal 15 Desember 2014 pukul 01:14 WIB
81
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah melakukan analisis dari penelitiaan yang telah diuraaikan
oleh peneliti mengenai Isu Pelanggaran HAM Larangan Penggunaan
Jilbab Sekolah di Bali Pada Media Republika Online, peneliti dapat
menarik kesimpulan sebagai berikut,
Pada level teks media online Republika Online dalam menuliskan
berita terkait larangan penggunaan jilbab sekolah di Bali lebih mengajak
kepada lembaga-lembaga yang berwenang untuk menuntaskan kasus ini.
Hal ini telihat jelas ditulis oleh Republika Online. Terlihat dari bagaimana
ROL menyusun berita dan memilih narasumber sehingga menjadi wacana.
Republika Online juga melihat ini sebagai kasus pelanggaran HAM di
mana dalam sebuah minoritas penggunaan jilbab di sekolah dilarang.
Padahal menggunakan tutup kepala atau menggunakan jilbab menjadi
salah satu syariat agama. Sementara di Bali hal ini dilarang contohnya
adalah di Sekolah Menegah Atas Negeri 2 Denpasar.
Pada level kognisi sosial salah satu wartawan yang berhasil peneliti
wawancara, Fuji Pratiwi menyebutkan bahwa di Bali isu-isu seperti ini
sangat sensitif terlebih di Bali pernah terjadi kasus Bom Bali I dan II.
Akibatnya menimbulkan trauma terhadap masyarakat Bali itu sendiri. Dan
mayoritas Hindu di sana juga tidak men-genalisir bahwa orang yang
menggunakan jilbab itu memiliki niatan buruk dan merealisasikan hal
82
buruk itu, dan islam juga menjelaskan atau memberitahu bahwa mereka
menggunakan jilbab hanya untuk melaksanakan kewajiban agama.
Sedangkan Redaktur ROL yang sekaligus menulis berita ini Abi Syalaby
Ichsan, mengatakaan bahwa isu ini adalah isu HAM di mana minoritas
ditindas dan dilecehkan, bukan hanya di sekolah tapi di rumah sakit,
polwan dan lain-lain. Isu-isu seperti ini yang diperjuaangkan. Publik juga
harus tau bahwa ada pelanggaran HAM seperti ini, dimana hak kebebasan
beragama seorang manusia harus dipenuhi secara konstitusi.
Pada level konteks sosial, menurut masyarakat diperlukan adanya
kesetaraan dan kebebasan beragama contohnya dalam penggunaan atribut-
atribut agama seperti jilbab. Namun sayangnya dalam kasus ini
masyarakat Bali cukup sensitif dengan orang-orang yang menggunakan
jilbab. Karena sebelumnya masyrakat di Bali masih trauma dengan
kejadian Bom Bali I dan II.
Oleh karenanya mereka berpikir bahwa orang- orang yang
menggunakan jilbab atau penutup kepala mempunyai niat buruk padahal
sebenarnya tidak semua kaum muslimah yang mengunakan jilbab
mempunyai niat buruk. Media Online Republika mendukung dengan
adanya gerakan aksi nyata dari PII yang mengajak Komnas HAM,
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Pendidikan, DPRD dan
lain-lain untuk menuntaskan kasus ini, karena sebelum Anita melaporkan
hal ini ke PII. Sudah banyak siswi di Bali yang menjadi korban
pelanggaran HAM ini. Mereka pindah sekolah ke sekolah islaam atau
pindah ke jawa.
83
Media Online Republika menggunakaan agenda setting untuk
memberitakan kasus ini, ROL ini sendiri memiliki kedekatan dengan
Islam. Dengan menggunakan agenda setting ini ROL tidak selalu
memenuhi berita yang membela kasus ini tetapi mereka memberi fakta
yang diberikan oleh PII bahwa Anita dilarang menggunakan jilbab
kemudian mereka meminta pihak-pihak yang kompeten seperti
Kementrian Pendidikan, Komnas HAM, komunitas kegaamaan bahkan
mereka memberi ruang kepada kepala sekolah untuk berbicara mengapa
ada larangan seperti ini. Media Online Republika sepenuhnya mengajak
kepada masyarakat dan pihak-pihak yang berwenang untuk menyoroti
kasus ini dan melakukan aksi nyata karena hal ini sudah melanggar UUD
1945 Pasal 29 ayat 2 yang berisikan bahwa negara menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaaannya itu.
B. Saran
1. Saran Akademis
Diharapkan ada penelitian yang lebih mendalam terhadap kasus ini
dengan menampilkan bukti foto yang menjelaskan bahwa benar
larangan ini ditulis dalam buku tata tertib siswa. Jadi masyarakat
Indonesia benar-benar sadar bahwa ada pelanggaran HAM beragama
di Bali yang notabene Islam di Bali adalah kaum minoritas dan
dianggap mempunyai niat buruk akibat kasus Bom Bali I dan II. Juga
memberikan bukti nyata terhadap penyelesaian kasus ini.
84
2. Saran Praktis
Kepada masyarakat pembaca Republika Online diharapkan kritis
terhadap kasus ini dan ada aksi nyata dengan mendesak pihak-pihak
yang berwenang untuk lebih intens terhadap kasus larangan HAM
beragama ini karena hal ini adalah kasus yang cukup sensitif jika
dilihat dari isinya. Diharapkan agar media lain juga memberitakan atau
menyoroti kasus ini hingga tuntas walaupun ideologi atau visi misi
mereka bukan keislaman seperti Republika Online, ini menyangkut
kebebasan manusia di negara Indonesia yang berlandaskan hukum.
Hak Azasi seorang manusia yang tidak dipenuhi oleh negara dan tidak
sesuai dengan pasal 29 ayat 2 UUD 1945 yang berlaku. Jadi kasus ini
bisa berkembang keberadaannya, diketahui banyak publik dan
menegakkan hukum yang ada di Indonesia.
Daftar Pustaka
Buku:
Anonim. Islam dan Wanita Dari Rok Mini Hingga Isu Poligami. Bogor. Pustaka Thariqul
Izzah. 2008
Birowo, M. Antonius. Metode Penelitian Komunikasi. Yogyakarta: Gitanyali. 2004
Bungin, Burhan. Sosiologi Komunikasi. Jakarta. Kencana. 2006
Chandra, Muzzaffar. Hak asasi Manusia Dalam Tatanan Global Baru. Bandung, Mizan.
1995
Creswell, W. John. Desain Penelitian: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitaif. Jakarta. KIK
Press. 2003
Eriyanto. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: Lkis. 2001
Hoetomo. Kamus Lengkap Bahsa Indonesia. Surabaya. Mitra Pelajar. 2005
Kasiram, Moh. Metodologi Penelitian Kuantitatif-Kulitatif, Malang: Uin Maliki Press. 2010
Majda, El. Muhtaj. Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia. Jakarta, Kencana. 2007
_______________. Dimensi-dimensi HAM. Jakarta. PT. Rajagrafindo Persada. 2008
Mulyana. Kajian Wacana. Teori, Metode Dan Aplikasi, Prinsip-Prinsip Analisis Wacana.
Yogyakarta. Tiara Wacana. 2005
Oetomo, Dede. Kelahiran Dan Perkembangan Analisis Wacana. Yogyakarta. Kanisius. 1993
Rokhmat, Labib. Tafsir Al Wa’ie. Jakarta, Wadi Press. 2010
Sobur, Alex. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis
Semantik, Analisis Framing. Bandung. Remaja Rosdakarya. 2004
Soyomukti. Nurani. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jogjakarta. Ar-ruzz Media. 2010
Suryawati, Indah. Jurnalistik Suatu Pengantar Teori dan Praktik. Bogor. Ghalia Indonesia.
2011
Undang – Undang Dasar 1945
Internet:
http://terinspirasikomunikasi.blogspot.com/2013/02/media-online-dan-sejarahnya.html
diunduh pada tanggal 19 Juni 2014 pukul 00:47 WIB
http://almanhaj.or.id/content/2348/slash/0/ada-apa-dengan-hak-asasi-manusia-ham/ diunduh
pada tanggal 15 Desember 2014 pukul 01:14 WIB
Skripsi:
Skripsi karya Yusuf Gandang Pamuncak dengan judul Analisis Wacana Pemberitaan Harian
Republika Tentang Makanan Calon Haji Berformalin.
Skripsi karya Tezar Aditya Rahman dengan judul Hegemoni Media Islam dalam Wacana
Separatisme Negara Kesatuan Republik Indonesia Pada Qanun Bendera dan Lambang Aceh
dalam Surat Kabar Republika
TRANSKRIP WAWANCARA
Redaktur Republika Online, Achmad Syalaby Ichsan
Gedung Republika/ Selasa, 02 Oktober 2014
1. Apa yang membuat harian Republika Online atau ROL tertarik
menulis berita ini?
Pertama, ROL itukan bagian dari keluarga besar Harian Republika. Jadi
dari dulu sejak didirikan tahun 2003, yang didirikan komunitas islam
lewat ICMI dia komit sama isu-isu keislaman, juga Republika mengambil
sekmen pasar islam, sekmen pasarnya lebih keislamlah karena belum ada
media apapun yang mempunyai sekmen ini walaupun sekarang udah lebih
longgar ketentuannya. Atas dasar itu ROL ini juga isu-isu seperti
keislaman juga dikejar sama ROL, sebenarnya bukan cuman masalah
jilbab, bukan cuma masalah keislaman aja tapi buat simbol, masalah
jilbab yang di Bali itu juga coba dijelaskan dengan universal karna itukan
hak ya, hak asasi manusia bayangkan kalau seorang pelajar di SMA
Negeri tapi nggak boleh menggunakan jilbab. Itukan yang jadi pertanyaan
walaupun dia berada di minoritas di Bali, saat dia sekolah di institusi
negeri yang notabene negara dibiaya oleh APBN dan APBD, seharusnya
negara bisa memenuhi hak sesuai dengan konstitusi soal kebebasan
beragama. Itu aja sih, jadi pertama emang karena simbol jilbab itukan,
kedua dari backgroundnya Republika, kemudian yang lebih universal itu
menyangkut masyrakat luas. Jadi, mungkin media lain yang katanya
membela juga nggak aware sama masalah ini karena saya juga nggak tau
ya kenapa.
2. Bagaimana kebijakan redaksi mengenai pengangkatan isu ini?
Jadi ini kan ROL online, online itu kan cepat, jadi kronologisnya sekjen
PII pak Helmi mengirim email ke redaksi, ada temuan seperti ini, si Ani
kan? Ada yang dilarang menggunakan jilbab, nah ditemukan isu seperti
itu terus kita follow up. Kita beritakan temuan-temuan dari PII kemudian
kita follow up dengan mengirim reporter kesana, dan ternyata temuannya
seperti itu bahkan nggak cuma si Ani, hampir seluruh sekolah di Bali
ternyata dilarang menggunakan jilbab. Bahkan di salah satu sekolah ada
plang yang tulisannya nggak boleh menggunakan penutup kepala, nah
itukan deskriminasi, seperti itu.
3. Adakah strategi khusus yang digunakan Republika dalam
mengangkat isu ini?
Strategi khusus, pertama, kita ngericek kesana, kita liat kredibilitas
penyuplai beritanya kalo PII kita percaya karena kita udah seringlah
dapat sumber dari PII. kedua, kita kirim reporter langsung kesana dan
sampai sekarang jadi isu di kemendikbud kan? Kalo isunya cuma tong
kosong doangkan ngga bakal difollow up sama kemendikbud.
4. Bagaimana alur sebuah berita dapat diposting di ROL?
Bisa dari redaktur, bisa dari reporter, kalo dari redaktur misalnya kita
lihat dari isu yang bagus buat ROL itu apa trus kita distribusikan orderan
kita lewat newsroom, kita kan ada newsroom nah dari newsroom nanti
kita ke reporter didistribusikan jadi isu yang harus dibahas. Yang kedua
dari reporter, reporter bisa listing isu menarik yang mereka mau garap
hari ini, misalnya mau garap ada berita jembatan rubuh di deket
kosannya itu bisa kasih ke kita nanti kita oke langsung jalanin, gitu.
5. Apa tanggapan anda terhadap kasus ini yang disebut-sebut sebagai
pelanggaran HAM?
WAPEMRED
REDPEL
KORAN
REDPEL
NEWSROOM
REDPEL
ROL
REPORTER
PENAWARAN
ORDER
PENAWARAN
ORDER
PEMRED
Kadang-kadang karena orang islam itu minoritas selalu jadi pelecehan
atau ditindas padahal ajaran islam itu jelas, dan nggak cuma di sekolah
tapi polwan, perawat, dan lain-lain, dan ini kan tentang HAM juga
tentang isu keislaman jadi kita memperjuangkan itu.
6. Menurut anda apa yang harusnya publik tahu dari berita-berita
tersebut?
Harus tanggap bahwa hak asasi manusia harus dipenuhi sesuai dengan
konstitusi apalagi kebebasan beragama, itukan bukan sekolah itu harus
mewajibkan memakai jilbab kepada semua orang melainkan orang muslim
yang ingin menjalankan ibadah sesuai agamanya, dipenuhi kebutuhannya
bukan masalah islamisasi atau syariatisasi tapi hak asasi manusia jadi ya
gitu balik lagi ke hak asasi dan publik itu harus aware bahwa banyak
nilai-nilai islam, meskpiun islam mayoritas tapi banyak dilanggar oknum-
oknum minoritas yang melanggar konstitusi.
7. Bagaimana kriteria layak berita di ROL?
Kalau di ROL itu pertama, karena kita ngejarnya hits ya, naikin peringkat
jadi kalo bisnis di layer itukan yang penting peringkat jadi kalo di alexa
ada peringkat. Waktu pilpres kemarin kita itu sempet 29 nah itu
patokannya keterbacaan. Keterbacaan itu seberapa banyak orang yang
mengklik berita itu, itu yang menjadi patokan kita membuat berita. Yang
kedua kita sesuaiin dengan genre kita, emmm apa ya kalo musik kan kita
nyebutnya genre istilahnya nah kalau kita segmentasi, berita yg sesuai
dengan segmentasi kita, komunitas islam, berita-berita kita soal
keislaman.
8. Dalam rapat redaksi, siapa saja yang hadir dalam rapat tersebut?
Rapat setiap hari rabu, redpel, kepala rol sampai ke redaktur, karena
redakturnya di lapangan jadi kadang nggak bisa hadir, kalo reporter bisa
perpekan dan langsung komunikasi ke redakturnya.
9. Apa saja yang dibahas dalam rapat tersebut?
Biasanya menentukan isu, pertama topik terhangat, kedua paging berita
itu maksudnya berita tersebut terkait dengan berita selanjutnya misalnya
mengenai jilbab sekolah ini supaya beritanya terkait dengan yang
dibawahnya itu bagaimana pagingnya yang sesuai, kemudian evaluasi,
diliat dari peringkat kalau turun kenapa bisa turun trus apa yang harus
dilakukan.
10. Siapa yang bertanggung jawab dalam menentukan isu di ROL?
Semua redaktur bisa menetukan tinggal bagaimana argumentasi yang
paling kuat aja
11. Apakah pemilik media ikut berperan dalam menentukan isu?
Nggak
12. Apa hambatan dalam peliputan berita tersebut?
So far si nggak ada ya tapi SDM kita masih kurang banyak banget untuk
dua komunitas media, koran sama online. Harusnya kan bisa fokus tapi ini
nggak, itu sih kelemahannya.
13. Bagaimana pandangan ROL mengenai penggunaan jilbab secara
umum?
Itu hak si ya dan kita harus melindungi hak itu, kita juga nggak
mempermasalahkan orang yang tidak menggunakan jilbab itukan haknya
dia juga kalo kita bner-bener warga negara yang baik dalam konteks
UUD 45 harusnya setiap warga negara mendapat hak keadilannya
masing-masing.
14. Apa latar belakang ROL mengangkat isu larangan penggunaan jilbab
di Bali?
Pertama segmentasi, orang udah tau segmentasi kita gimana, segmentasi
kita itu keislaman, yang kedua ya itu tadi, itu isu HAM ngga tau buat
media lain, buat kita itu isu HAM yang harus diangkat.
15. Bagaimana pandangan anda mengenai larangan penggunaan jilbab
bagi siswa di Bali?
Yaa yang itu tadi, inikan hak asasi manusia yang harus dipenuhi secara
konstitusi.
16. Apakah ideologi wartawan ROL mempengaruhi pemberitaan?
Kebanyakan sih emmm gini ya di republika itu macem-macem lah
walaupun macem-macem tapi isunya masih keislaman. Dan kita umumnya
itu masih komit dalam isu keislaman, walaupun backgroundnya islam
yang salafi, PKS, muhammadiyah, NU dan lain-lain semua ada namun
untuk isu keislaman nggak ada yang beda, sama.
17. Dalam menentukan judul, apa yang menjadi tolak ukur ROL dalam
menentukan judl berita?
Tolak ukur rol itu ya tadi aja jadi judul itu kan harus bisa memancing
minat baca seseorang, jadi judul ROL tuh gak bisa kaya gini “PDIP lepas
pimpinan DPR” (sambil menunjuk salah satu judul di koran Republika)
judul ROL itu kalo dilihat kaya gini (sambil membaca judul ROL) “ingin
berjilbab, siswa SMA disuruh pindah sekolah” nah yang kaya gitu-gitu
yang mengundang minat pembaca, dan kita menghindari SARA, dalam
kode etik kita itu SARA nggak boleh trus ambiguitas, itu nggak boleh.
18. Opini publik apa yang ingin dibentuk oleh ROL?
Jilbab itu patut dan negara mesti menjamin bahwa setiap warganya
menggunakan jilbab nggak cuma siswa sekolah tapi semua muslimah yg
ingin menggunakan jilbab, kaya polwan atau TNI itukan gak boleh make
jilbab nah itu negara harus menjamin.
19. Apakah ROL memiliki kepentingan khusus dalam pemberitaan
tersebut?
Iya ada, ya itu tadi supaya memenuhi jilbab di indonesia, disitu goalsnya
20. Apa yang membedakan pemberitaan di ROL dengan media online
lainnya?
Yang penting isu-isu kaya gitu ya, isu keislaman kaya gtu karna mau
nggak mau kan orang masih ngeliat layar terbesar untuk isu-isu
keislamankan republika, bedanya disitu
21. Apakah ada kriteria dalam menentukan narasumber?
Pertama kita sebisa mungkin narsumnya objektif dan punya rekam jejak
yang bagus, kaya untuk pilpres itu kita hati-hati banget kaya yang kemarin
itu menghindari narsum yang sudah punya kepentingan di salah satu
pihak, tapi kalo isu-isu yang kaya gini kita pilih yang membela orang-
orang yang berjilbab, karna kitakan tegas untuk membela orang-orang
yang berjilbab kaya Komnas HAM, MUI, segala macem.
22. Bagaimana agenda setting yang digunakan ROL?
Buat isu ini, kita gak melulu memenuhi berita kita dengan pihak-pihak
yang pro jilbab, ini alurnya, awalnya kita kasih faktanya, faktanya itukan
ada si Ani. Si Ani itu ngadu ke PII karna dia dilarang untuk menggunakan
jilbab, itu faktanya terus kita minta pihak2 yang berkompeten kaya
Kementrian Pendidikan, Komnas HAM, komunitas keagamaan dan kita
ngasih ruang juga buat kepala sekolah untuk berbicara kenapa melarang,
dia mengakui tapi ada tersirat, itu yang kita setting supaya
pemberitaannya profesional jadi bukan karna kita mau membela
kemudian kita tidak menggunakan narsum dengan baik tapi kita
menggunakan metode-metode yang baik.
23. Agenda setting ROL sendiri apa?
Secara keseluruhan, pemerintah harus punya cara yang cerdas itu dan itu
goals kita udah adakan adanya kemendikbud itukan soal sanksi seragam
khas. Sebenarnya goals kita itu untuk agenda setting itu, jadi si pelajar itu
terlindungi disaat dia ingin menggunakan jilbab
24. Apa makna pembaca bagi ROL?
Ya pentinglah, jadi karna kita patokannya itu keterbacaan jadi kita bikin
semenarik mungkinlah kaya rumah makan dengan pengunjungnya
istilahnya gitu kalo menunya nggak enak yaa gak bakal laku.
25. Sebagai media online, apa arti ratting bagi ROL?
Yaa itu tadi sama
26. Apakah pemberitaan di ROL selalu dituntut untuk meningkatkan
ratting? Apa alasannya?
Bisa iya bisa nggak, dari sisi bisnis iya tapi disisi lain kita juga harus
bertahan dengan tidak terperosok dalam rating. Jadi kalo bikin berita
heboh itu kan gampang tapi sesuai dengan fakta atau nggak, sesuai
dengan kode etik jurnalistik atau nggak. Nah kita mencoba ada di tengah-
tengah kita ngejar rating tapi tidak menggadaikan kode etik jurnalistiknya,
masih dalam ruang kode etik jurnalisnya.
27. Apa strategi wartawan ROL dalam menghadapi tuntutan untuk
memberitakan secara cepat?
Kalo cepet, bisa by phone. Ya dia harus terlatih emang dan wartawan kita
emang dituntut supaya bisa nulis di online dan koran. Itu dari awal juga
emang udah dilatih seperti itu, jadi reporter itu tidak dituntut harus bisa
menulis panjang tapi dia harus bisa menulis pendek dan cepat.
Mengetahui,
Achmad Syalaby Ichsan
TRANSKRIP WAWANCARA
Wartawan Republika Online, Fuji Pratiwi
Masjid At-Tin/ Sabtu, 01 November 2014
1. Bagaimana strategi anda dalam menuliskan sebuah berita agar layak
dibaca oleh pembaca?
Strateginya...sebenarnya lihat dari segi angle dan isu besarnya apalagi
yaa Republika itu media islam jadi memang saya berusaha menulis yang
sejalan sama visinya Republika yaitu perwajahan islam yang moderat dan
modern. Pokoknya saya tetep mengumpulkan model tulisan yang seperti
itu yang bahasannya bisa dibaca semua orang, isu keislamannya dapat.
2. Dalam proses pembuatan hingga mem-publish sebuah berita, apakah
seluruh tulisan tersebut berasal dari wartawan?
Pasti ada editing ya kaya misalnya berita saya ada beberapa yang
mungkin nggak lengkap kemudian redaktur melengkapi dengan menelpon
sumber lain, bisa kaya gitu. Ada juga yang mungkin berita saya nggak
lengkap ditambah dari media Antara jadi ditambah, dikombinasi ada yang
kaya gitu.
3. Bagaimana penentuan tema dan narasumber di sebuah berita?
Apakah berasal dari wartawan?
Kombinasi sama redaktur juga, jadi kadang kita itu kan ada sistem
budgetingkan, nah sistem budgeting itu ada bagian isu besar hari ini atau
isu besar pekan ini nah biasanya dari isu-isu itu diturunin nih isu agama
garapnya apa, bagian ekonomi garapnya apa, dari situ ketauan kira-kira
siapa ya yang bisa dihubungi untuk memenuhi budgeting ini. Nah kalo
dari atas kalo ada perintah dari atas, mereka akan nunjuk “hubungin ini-
ini yaa” tapi ada juga boleh tiap hari wartawan bikin isu misalkan kaya
saya dulu di Kabar Kota, saya merhatiin bahwa ada yang nggak bener
dari tata jalan milik kecamatan. Di jalan kecamatan itu banyak yang
berlubang, udah banyak yang berlubang, lampu lalu lintasnya nggak ada
itu rawan banget kecelakaan dan adik saya yang jadi korbannya. Adik
saya cerita dan kejadian itu bukan cuma sekali disitu, ada orang-orang
yang kecelakaan disitu juga. Dari situ saya mulai ngajuin “boleh nggak
saya liputannya ini, hari ini” dan dibolehin jadi kombinasi antara
redaktur dan wartawannya.
4. Apakah wartawan juga berperan dalam menentukan tema pada
rapat redaksi? Jika iya, apa kontribusinya? Jika tidak, mengapa?
Pada rapat redaksi...bisa jadi, saya rasa sih bisa ya kaya usulan-usulan
tema tapi saya nggak tau berapa persen komposisinya misalnya kaya tadi
ya rapat budgeting, rapat penetuan tema besar sekarang. Saya nggak tau
kalo emang ada ide dari reporter bagaimana, saya yakin sih bisa masuk
tapi cuma dalam presentasinya saya nggak tau kalo yang itu.
5. Apa ideologi dari Republika Online?
Sama ya pada dasarnya, Republika itu pengen menjadikan ini media
perwajahan islam yang moderat dan modern. Jadi kita inklusif buat
semua, Republika tidak membela satu kelompok tapi mewakili islam
secara keseluruhan, islam yang modern. Orang islam dianggap bodoh itu
nggak, kita terbuka bahkan kita menyuguhi gaya hidup bahwa kesibukan
orang muslim juga berkembang tidak hanya mengurusi zakat dan shalat di
masjid tapi juga mengurusi zakat di mall, sadaqah di mall, gitu. Jadi
visinya itu, media islam yang inklusif dan moderat.
6. Apakah ideologi wartawan dan ROL melatarbelakangi penulisan
sebuah berita di ROL?
Saya pikir iya ya, saya ngerasa temen-temen yang lainpun, apapun
desknya baik ekonomi, entah itu nasional, isu-isu keislaman pasti selalu
ada ya, nyeliplah walaupun nggak besar tapi selalu ada yang diangkat,
kaya teman-teman di mabes atau polda gitu. Isu jilbab selalu dinaikin
walaupun itu ngepost di kepolisian itupun dengan teman-teman di
ekonomi kaya saya, nulis berita di bursa, adakalanya saya juga merhatiin
bursa-bursa syari’ah walaupun saya nggak punya atau nggak harus selalu
merhatiin itu, gitu.
7. Menurut anda makna pembaca bagi ROL apa?
Makna pembaca bagi ROL itu....powerbooster lah, yang tetep bikin kami
berjuanglah baik dari sisi bisnis maupun secara ideologi jadi kita
mempertahankan gaya kita dan adanya pembaca komunitas muslim yang
jumlahnya masif bikin kita tetap bertahan.
8. Apa arti ratting bagi ROL?
Ratting kalo menurut saya....kaya semacam evaluasi, alat ukur
keberhasilan lah jadi kita juga karna mungkin dari segi media islam yang
umum, yang memuat banyak hal ekonomi dan politik, Republika juga
bersaing dengan media-media lain yang lebih umum. Dari ratting kita jadi
tau sebenarnya daya saing media islam itu kaya apa sih dibanding dengan
media-media lain yang umum, kaya gitu.
9. Apakah pemberitaan ROL selalu dituntut untuk meningkatkan
ratting? Apa alasannya?
Gimana ya.. yaa kurang lebih kaya gitu karna dari segi kuantitas atau
kualitas.
10. ROL merupakan media online yang dituntut untuk memberitakan
berita secara cepat. Bagaimana strategi wartawan ROL dalam
menghadapi tuntutan tersebut?
Jadi berusaha dengan dua kaki yang cepat dan satu sisi kita merekam
supaya tidak ada informasi yang hilang dan tidak ada yang salah, satu sisi
kita juga mengetik di handphone. Jadi kita memaksimalkan alat elektronik
secepat dan semaksimal mungkin sehingga berita yang dibuat bisa cepat
dibuat dan dikirim. Saya pernah via telphone, ada juga yang
menggunakan bbm. Intinya memanfaatkan alat elektronik semaksimal
mungkin.
11. Bagaimana bila terjadi hilang mata angin (suatu keadaan dimana
wartawan kehilangan ide atau isu untuk membuat sebuah berita)
dalam pemberitaan ROL? Apa strateginya?
Kalo saya biasanya baca-baca dari koran-koran atau media lain, karna
mungkin mereka punya isu besar yang mungkin kita miss dari hal tersebut,
kaya gitu sih.
12. Bagaimana pandangan anda mengenai larangan penggunaan jilbab
sekolah di Bali?
Pada dasarnya sama ya, saya pikir jilbab layaknya pakaian keagamaan
menjadi hak setiap warga negara apapun agamanya. Nggak ada yang
mempermasalahkan, saya pikir orang-orang di jawa terutama, nggak ada
mempermasalahkan ya siapa yang make apa selama itu tidak melanggar
norma hukum atau norma kesopanan. Pelarangan jilbab itu hak dasar
karna memakai jilbab itu memenuhi syariat dan aturan Allah gitu tidak
ada alasan untuk dilarang karna yang dia jalankan adalah keyakinan dia.
13. Apa yang ingin ditampilkan dalam pemberitaan larangan
penggunaan jilbab sekolah di Bali?
Memperjuangkan hak mereka, bahwa siapapun mereka siswa, guru
ataupun pekerja lainnya, mereka berhak untuk pakai jilbab karna
sebenarnya diakan tidak menimbulkan gangguan sistemik, tidak juga
mengganggu individu, nggak ada yang terganggulah dengan itu.
Kalaupun ada cibiran-cibiran dan omongan orang dibelakang, saya yakin
itu nggak akan bertahan lama. Jadi, memperjuangkan bahwa itu adalah
hal yang lumrah dimanapun terlebih Indonesia kan punya Bhineka
Tunggal Ika, ayo dong jangan sampe itu cuma jadi slogan aja.
14. Dari berita tersebut, bagaimana tanggapan anda mengenai HAM di
Bali?
Kalau dilihat dari sektor pariwisata cukup welcome terhadap semua tipe
wisatawan. Saya beberapa kali kesana dan saya tidak masalah dengan
makanan, tempat shalat, kultur, interaksi dengan masyarakat. Cuman
mungkin untuk kasus-kasus jilbab di sekolah jadi isu sensitif ya, pertama
setelah kasus bom bali satu dan dua, saya paham kalau ada trauma cuma
saya fikir juga dua pihak muslim dan yang mayoritas hindu juga sama-
sama terbuka, maksudnya yang hindu juga melihat jangan men-genarilisir
karena yang pakai jilbab juga belum tentu punya niatan buruk. Hanya
segelintir orang yang punya niatan buruk dan merealisasikan ide buruk
itu, yang muslim juga harus memberitahu bahwa tidak punya maksud apa-
apa bahwa yang kami jalankan keyakinan kami, ayo mari hidup sama-
sama, bareng-bareng.
15. Apakah menurut anda peraturan HAM di Indonesia saat ini sudah
berjalan dengan baik ?
Saya pikir kalau aturan sudah cuma mungkin pelaksanaan dan
pengawasannya ya, saya bersyukur ada Komnas HAM lembaga yang kecil
tapi juga terbuka, inklusif untuk semua. Jadi kalau kita mengadu soal
pelanggaran mereka cepet tanggap.
16. Ketika meliput berita tersebut apakah ada keterkaitan dengan
ideologi ROL atau sekedar hanya ada isu kemudian difollow up isu
tersebut dan diliput?
Sejujurnya sih saya merasa punya keterkaitan ideologi disana karna
bagaimanapun ini ada sebuah pelanggaran hak ya, terutama hak sebagai
individu bebas, merdeka yang hak dasarnya yang dilanggar, kaya gitu.
Jadi kaitan saya disana, saya mengerti bahwa nggak enak dilarang
mengunakan jilbab awal saya masuk SMP pun tahun 2000 itu masih ada
sisa-sisa era dimana jilbab masih dianggap aneh, dan saya tau ini nggak
bisa kaya gitu lagi. Itu tahun 2000 itu 18 tahun silam masa mau terulang
lagi.
17. Adakah faktor penghambat dalam peliputan peristiwa tersebut?
Iya pasti ada, ada beberapa yang kurang kooperatif, ada yang susah
dihubungi.
18. Menurut anda kenapa kasus ini perlu diberitakan?
Karena ini menyangkut isu kemerdekaan seseorang, jadi biar gimanapun
satu orang yang terpenjara sementara dia makhluk negara yang bebas itu
nggak benerlah. Orang mungkin melihat ini sepele, satu orang doanglah
tapi kalo yang melakukannya bareng-bareng, banyak, masif terstruktur
gitu itu namanya kejahatan terencana jadi yaa nggak bisa walaupun
korbannya banyak orang, kali aja ada korban-korban lainnya yang kita
nggak tau, yang mungkin diem aja. Jadi nggak ada niatan mengadu
domba muslim dengan hindu atau menjelek-jelekkan sekolah itu nggak
ada. Murni, ada temen kita yang haknya tidak bebas, ayo dibantu. Toh
kalau ada yang nasrani dipaksa sekolah hari minggu dan dilarang ke
gereja itu akan saya tulis karena ada kejadian kaya gitu, nggak bisa,
nggak boleh zalim gitu.
19. Menariknya dari isu ini dibagian mana?
Dari perjuangan si Nita atau Anita, Nita inikan udah make jilbab lama.
Jadi anak-anak di Bali bilang kalau tetep mau make jilbabnya opsinya
dua, pindah ke sekolah islam atau pindah ke Jawa. Itu bukan opsi yang
mudah, pindah ke Jawa jauh dari orang tua itu...gimanaa....gitu.
perjuangan mereka ternyata lebih berat untuk tetap bisa bertahan dengan
selembar kain mereka harus rela pindah ke Jawa dan banyak yang
sekolah di Jawa.
20. Kemudian bagaimana dengan si Anita?
Nah si Anita ini nakal nih, dia kekeh, dia bilang “yasudahlah sekolah mau
berbuat apa, mau ngapain aja, saya tetep make jilbab, kalo saya
dikeluarin yaudah”. Orang tua Anita ngelarang tapi Anita bilang “ini
yang saya perjuangkan, saya mau make jilbab”.
21. Jadi Anita tetep sekolah disana dan teman-temannya pindah ke
Jawa?
Ada anak-anak sebelumnya, jadi mereka punya forum gitu, pelajar muslim
Bali. Salah satu dari mereka cerita ada yang pindah ke Jawa atau pindah
ke sekolah islam padahal mereka secara kemampuan nggak kalah sama
temennya yang sekolah umum. Ini putri bangsa yang punya potensi bagus,
nggak selayaknya dihalangi cuma karna hal ini, semua orang punya
kesempatan yang sama lah.
22. Apakah anda melihat kasus ini diberitakan di media online lainnya?
Jika iya, dimana? Jika tidak, mengapa?
Saya nggak tau ini sejalan atau nggak dengan ideologi media mereka,
satu. Kedua, satu sisi alhamdulillah juga temen-temen dari PII selalu
ngontaknya Republika kalau ada isu ini. Kita nggak bisa gerak kalau
nggak ada didorong sama temen-temen beliau, kita minta bantuan, kita
mengadvokasi sampe kemendikbud sampe ini bener-bener selesai, gitu sih
ini sejalan atau nggak dengan media lain.
23. Adakah sebuah perencanaan redaksi dalam memberitakan kasus ini?
Rencana redaksi ada lah pastinya, redaktur saya mas Feri kami sempet
ngobrol bahwa yaaa tentu kami ingin ini goal, mas Feri sempet bilang
bahwa jangan sampai ada Anita lain, di sekolah lain. Dalam wawancara
kemendikbud saya selalu diminta tanya “apakah aturan ini hanya berlaku
untuk semua sekolah atau hanya untuk SMA 2 doang?” dengan hal itu
saya ngerasa berarti kita ngga ingin ini cuma jadi kasus sesaat di SMA 2
kemudian SMA lain menutup rapat-rapat rahasianya karna ada kasus ini.
Jadi memang kita ingin ini berlaku dan goal, berhasil dan kita terapkan
untuk semua.
24. Apakah ada kode etik dari ROL sendiri dalam membuat berita
mengenai kasus ini?
Iya tentu, ada beberapa ketika saya telpon Anita dan Anita cerita soal
kejadian2 di sekolahnya dengan seniornya cuma Anita minta itu “tidak
dimasukkan ya” kemudian ketika Anita menyebut nama dan dia bilang
“saya sebut namanya tapi tolong jangan ditulis namanya ya” itukan
namaya off the record dan saya menghormati jadi tetep ada lah kode
etiknya.
25. Menurut anda, apa yang seharusnya publik dapatkan dari
pemberitaan ini?
Tentu selain empati ada juga kesadaran dan aksi nyata. Aksi nyata
sebenarnya yang kita harapkan, kita harap dengan ini ada pelajaran
bahwa tidak boleh kondisi ini terulang kembali, ada juga ada kelalaian
maksudnya kasus itu terjadi karena lalai , tidak diperhatikan dengan baik.
Jadi kita sih berharap dengan adanya ini semua pihak jadi makin
perhatian bahwa ada pihak sekolah yang bertentangan dengan hak dasar.
Jadi nggak cuma empati tapi aksi nyata.
26. Mengenai pemberitaan perempuannya, apa yang seharusnya publik
dapatkan?
Bahwa perempuan berhak sekolah dengan menjaga nilai-nilai syariat,
bahwa perempuan punya peran dan fungsi yang seimbang kaya orang
mikir “yaudahlah Anita pindah aja sekolahnya ke sekolah agama” tapi
kalau Anita lebih pinter dibidang sains atau sosial kenapa harus dikecilin
di agama? Dia bisa memberikan kontribusi yang besar buat bangsa ini
kenapa harus dikecilin dengan belajar agama, agama wajib cuma agama
harus nggak usah disuruhlah tapi kemudian kalau kapasitas dia lebih
besar dari belajar agama kemudian belajar yang lain kenapa harus
dibatasin? Jadi saya pikir perempuan punya kesempatan, punya ruang
yang sama buat belajar hal lain yang lebih bisa besar dan berkontribusi
untuk masyarakat dan orang-orang di sekitarnya.
Mengetahui,
Fuji Pratiwi
Dokumentasi Waancara Dengan Narasumber