5/17/2018 85197289 Bab III Metodologi Perancangan - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/85197289-bab-iii-metodologi-perancangan 1/32
6
BAB III
METODOLOGI PERANCANGAN
3.1 Pengumpulan Data
o Data Struktur Atas Jembatan
Data struktur atas jembatan digunakan untuk menghitung pembebanan
jembatan, sehingga didapat gaya-gaya yang bekerja pada struktur jembatan.
Dengan mengetahui besarnya gaya yang bekerja, maka dapat direncanakan
bentuk dan dimensi bangunan bawah agar mampu menahan gaya-gaya yang berasal struktur atas, baik akibat berat sendiri, beban lalu-lintas, serta
pengaruh lingkungan.
o Data Tanah
Data tanah digunakan untuk mengetahui jenis lapisan tanah, sifat karakteristik
tanah dan kedalaman tanah keras. Berdasarkan data-data tanah tersebut, akan
dipertimbangkan jenis fondasi dan kedalaman fondasi yang cocok untuk
perencanaan.o Data Hidrologi
Data hidrologi digunakan untuk menentukan tinggi bangunan bawah, agar
bangunan atas (lantai jembatan) berada pada elevasi yang aman, baik
terhadap air banjir maupun terhadap tumbukan lalu-lintas air yang melewati
bawah jembatan tersebut.
3.2 Perhitungan Pembebanan Pada Jembatan
Berdasarkan RSNI T-02-2005, standar pembebanan jembatan terdiri dari:
3.2.1 Beban Tetap
Beban tetap adalah beban yang merupakan beban utama didalam
perhitungan tegangan pada setiap perencanaan jembatan dan sifatnya tetap, yang
termasuk beban tetap antara lain :
3.2.1.1 Berat Sendiri Struktur
5/17/2018 85197289 Bab III Metodologi Perancangan - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/85197289-bab-iii-metodologi-perancangan 2/32
7
Berat sendiri adalah semua beban yang berasal dari berat sendiri jembatan dan
elemen-elemen struktural lain yang dipikulnya ditambah dengan elemen non
struktural yang dianggap tetap.
3.2.1.2 Beban Mati Tambahan
Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban
pada jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan besarnya dapat
berubah selama umur jembatan. Yang termasuk beban mati tambahan antara lain
berat pipa untuk saluran air bersih, saluran air kotor. Jembatan juga direncanakan
untuk bisa memikul beban tambahan yang berupa aspal beton setebal 50 mm
untuk pelapisan kembali dikemudian hari. Berat isi untuk bahan bangunan untuk
menentukan beban mati dapat dilihat pada Tabel 3. 2.
3.2.1.3 Tekanan Tanah
Tanah di belakang dinding penahan diperhitungkan mendapatkan beban tambahan
yang bekerja apabila beban lalu-lintas pada bagian daerah keruntuhan aktif
teoritis. Besar beban tambahan ini setara dengan tanah setebal 0.6 meter yang
bekerja secara merata pada bagian tanah yang dilewati oleh beban lalu-lintas
tersebut. Beban tambahan ini hanya diterapkan untuk menghitung tekanan tanah
dalam arah lateral saja. Untuk menghitung sifat-sifat tekanan tanah dapat dilihat
pada pada Tabel 3. 1.
Tabel 3. 1 Sifat-sifat untuk tekanan tanah
5/17/2018 85197289 Bab III Metodologi Perancangan - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/85197289-bab-iii-metodologi-perancangan 3/32
8
Tabel 3. 2 Berat isi untuk beberapa jenis bahan bangunan
No Bahan Berat/satuan isi(kN/m
3)
Kerapatan Masa(kg/m
3)
1 Campuran aluminium 26.7 2270
2 Lapisan permukaan beraspal 22.0 2240
3 Besi tuang 71.0 7200
4 Timbunan tanah dipadatkan 17.2 1760
5 Kerikil dipadatkan 18.8 – 22.7 1920 – 2320
6 Aspal beton 22.0 22407 Beton ringan 12.25 – 19.6 1250 – 2000
8 Beton 22.0 – 25.0 2240 – 2560
9 Beton prategang 25.0 – 26.0 2560 – 2640
10 Beton bertulang 23.5 – 25.5 2400 – 2600
11 Timbal 111 1140
12 Lempung lepas 12.5 1280
13 Batu pasangan 23.5 2400
14 Neoprin 11.3 1150
15 Pasir kering 15.7 – 17.2 1600 – 1760
16 Pasir basah 18.0 – 18.8 1840 – 1920
17 Lumpur lunak 17.2 1760
18 Baja 77.0 7850
19 Kayu (ringan) 7.8 800
20 Kayu (keras) 11.0 1120
21 Air murni 9.8 1000
22 Air garam 10.0 1025
23 Besi tempa 75.5 7680
5/17/2018 85197289 Bab III Metodologi Perancangan - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/85197289-bab-iii-metodologi-perancangan 4/32
9
3.2.2 Beban Lalu-lintas
3.2.2.1 Beban Lajur “D”
Beban lajur “D” terdiri dari beban terbagi merata (BTR) dan beban garis (BGT)
yang bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada
jembatan ekivalen dengan suatu iring-iringan kendaraan yang sebenarnya. Beban
terbagi merata mempunyai intensitas q kPa, dimana q tergantung pada panjang
total yang dibebani seperti sebagai berikut:
L ≤ 30 m, q = 9.0 kPa (3.1)
L ≥ 30 m, q = 9.0 (0.5 + 15/L) kPa (3.2)
Dengan L adalah panjang total yang dibebani. Panjang yang dibebani adalah
panjang total beban terbagi merata yang bekerja pada jembatan, yang dapat
dipecah menjadi panjang-panjang tertentu untuk mendapatkan pengaruh
maksimum pada jembatan menerus. Intensitas beban terbagi merata (BTR)
terhadap panjang bentang yang dibebani dapat dilihat pada Gambar 3. 1.
Beban garis (BGT) mempunyai intensitas p sebesar 49 kN/m, bekerja
tegak lurus terhadap arah lalu-lintas. Bila lebar jalur kendaraan jembatan kurang
atau sama dengan 5.5 m, maka beban D harus ditempatkan pada seluruh jalur
dengan intensitas 100%. Apabila lebar jalur lebih besar dari 5.5 m, beban D
dibebankan dengan intensitas 100% pada jalur 5.5 m sedangkan lebar selebihnya
dibebankan dengan intensitas 50%. Susunan dan penyebaran beban D dapat
dilihat Gambar 3. 2. Dalam keadaan khusus beban D dapat dikurangi hingga 70%
baik untuk beban merata maupun beban garis. Pengurangan hanya berlaku untuk
beban “D” saja dan tidak boleh digunakan untuk beban “T” atau gaya rem.
5/17/2018 85197289 Bab III Metodologi Perancangan - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/85197289-bab-iii-metodologi-perancangan 5/32
10
Gambar 3. 1 Intensitas BTR terhadap bentang jembatan
Gambar 3. 2 Penyebaran beban "D" pada arah melintang
5/17/2018 85197289 Bab III Metodologi Perancangan - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/85197289-bab-iii-metodologi-perancangan 6/32
11
3.2.2.2 Beban Truk “T”
Beban truk “T” adalah suatu kendaraan berat dengan tiga as yang di tempatkan
pada beberapa posisi dalam lajur lalu-lintas rencana. Tiap as terdiri dari dua
bidang kontak pembebanan yang dimaksud sebagai simulasi pengaruh roda
kendaraan berat. Hanya satu beban truk “T” diterapkan per lajur lalu lintas
rencana. Susunan beban truk “T” dapat dilihat pada Gambar 3. 3.
Gambar 3. 3 Beban truk "T"
Secara umum, beban lajur “D” akan menjadi beban penentu dalam
perhitungan jembatan yang mempunyai bentang sedang sampai panjang,
sedangkan beban truk “T” digunakan untuk bentang pendek dan lantai kendaraan.
Interaksi antara kendaraan yang bergerak dengan jembatan akan menghasilkan
beban dinamis yang dalam perencanaan dinyatakan sebagai beban statis
ekuivalen. Untuk mendapatkan simulasi kejut dari kendaraan bergerak pada
struktur jembatan digunakan faktor beban dinamis (FBD) yang berlaku bagi beban
“D” maupun beban “T”. Besarnya FBD tergantung kepada frekuensi dasar dari
suspensi kendaraan, biasanya 2 sampai 5 Hz untuk kendaraan berat, dan frekuensi
dari getaran lentur jembatan. Untuk pembe banan “D”, FBD merupakan fungsi
dari panjang bentang ekuivalen seperti tercantum dalam Gambar 3. 4. Untuk
bentang tunggal, panjang bentang ekuivalen diambil sama dengan panjang
5/17/2018 85197289 Bab III Metodologi Perancangan - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/85197289-bab-iii-metodologi-perancangan 7/32
12
bentang sebenarnya. Untuk bentang menerus, panjang bentang ekuivalen LE
diberikan dengan rumus:
maxavE L.LL (3.3)
dengan,
Lav = panjang bentang rata-rata dari kelompok bentang yang disambungkan
secara menerus
Lmax = panjang bentang maksimum dalam kelompok bentang yang
disambung secara menerus
Faktor beban dinamis (FBD) untuk beban garis (BGT) dapat diambil dari
persamaan:
FBD = 0.4 untuk L ≤ 50 m. (3.4)
FBD = 0.4 - 0.0025 × (L – 50) untuk 50 < L <50 m. (3.5)
FBD = 0.3 untuk L ≥ 90 m. (3.6)
Gambar 3. 4 Faktor beban dinamis untuk BGT pada pembebanan lajur "D"
3.2.2.3 Beban Pejalan Kaki
Jembatan jalan raya direncanakan mampu memikul beban hidup merata pada
trotoar yang besarnya tergantung pada luas bidang trotoar yang didukungnya.
Hubungan antara beban merata dan luasan yang dibebani pada trotoar dapat
dilihat pada Gambar 3. 5 atau dapat dinyatakan dengan rumus:
5/17/2018 85197289 Bab III Metodologi Perancangan - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/85197289-bab-iii-metodologi-perancangan 8/32
13
q = 5 kPa untuk A ≤ 10 m2. (3.7)
q = 5 - 0.033 × (A – 10) kPa untuk 10 m2 < A ≤ 100 m2. (3.8)
q = 2 kPa untuk A > 100 m2. (3.9)
dengan,
A = luas bidang trotoar yang dibebani pejalan kaki (m2)
q = beban merata pada trotoar 9 (kPa)
Gambar 3. 5 Pembebanan untuk pejalan kaki
3.2.2.4 Gaya Rem
Gaya rem berupa gaya memanjang yang bekerja horisontal dalam arah sumbu
jembatan dengan titik tangkap setinggi 1.8 meter di atas permukaan lantai
kendaraan. Besar gaya rem diperhitungkan senilai dengan 5% dari beban lajur “D” yang dianggap ada pada semua jalur lalu-lintas tanpa dikalikan dengan faktor
beban dinamis.
3.2.2.5 Gaya Sentrifugal
Jembatan yang berada pada tikungan harus memperhitungkan bekerjanya suatu
gaya horisontal radial yang dianggap bekerja 1.8 m di atas lantai kendaraan. Gaya
horisontal tersebut harus sebanding dengan beban lajur “D” yang dianggap ada
pada semua jalur lalu-lintas tanpa dikalikan dengan faktor beban dinamis. Gaya
5/17/2018 85197289 Bab III Metodologi Perancangan - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/85197289-bab-iii-metodologi-perancangan 9/32
14
sentrifugal harus bekerja secara bersamaan dengan pembebanan “D” atau “T”
dengan pola yang sama sepanjang jembatan. Untuk kecepatan lalu-lintas rencana
dapat dilihat pada Tabel 3. 3. Gaya sentrifigal dihitung dengan rumus:
TTR = 0.79 (V2/r)TT (3.10)
dengan,
TTR = gaya sentrifugal yang bekerja pada bagian jembatan (kN)
TT = beban lalu-lintas yang bekerja pada bagian yang sama (kN)
V = kecepatan lalu-lintas rencana (km/jam)
r = jari-jari kelengkungan (m)
Tabel 3. 3 Kecepatan rencana (Vr) jalan perkotaan
Fungsi JalanKecepatan rencana (Vr)
(km/jam)
Arteri primer 50 - 100
Kolektor primer 40 - 80
Arteri sekunder 50 - 80
Kolektor sekunder 30 - 50
Lokal sekunder 30 - 50
3.2.2.6 Gesekan Pada Perletakan.
Gaya gesekan pada perletakan hanya ditinjau akibat beban mati saja,
sedangkan besarnya ditentukan berdasarkan koefisien gesek pada tumpuan yang
bersangkutan dengan nilai sebagai berikut:
a. Tumpuan rol baja
- Dengan satu atau dua rol = 0.01
- Dengan tiga atau lebih rol = 0.05
b. Tumpuan gesekan
- Antara baja dengan campuran tembaga keras dan baja = 0.15
- Antara baja dengan baja atau besi tuang = 0.25
- Antara karet dengan baja/beton = 0.15 – 0.18
3.2.3 Aksi Lingkungan
3.2.3.1 Beban Angin
5/17/2018 85197289 Bab III Metodologi Perancangan - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/85197289-bab-iii-metodologi-perancangan 10/32
15
Angin dianggap bekerja secara merata pada seluruh bangunan atas. Besarnya
beban angin tergantung dari kecepatan angin rencana. Secara umum beban angin
ditentukan sebagai berikut:
TEW = 0.0006 CW (VW)2 Ab (3.11)
dengan,
TEW = gaya angin (kN)
VW = kecepatan angin rencana (m/det) (Tabel 3. 5)
CW = koefisien seret (Tabel 3. 4)
A b = luas ekivalen samping jembatan (m2)
Apabila suatu kendaraan sedang berada di atas jembatan, beban garis merata arah
horisontal harus diterapkan pada permukaan lantai. Beban angin ditentukan
sebagai berikut:
TEW = 0.0012 CW (VW)2 Ab (3.12)
Dengan pengertian CW = 1.2
Tabel 3. 4 Koefisien seret
Tipe Jembatan Cw
Bangunan atas masif: (1), (2)
b/d = 1.0
b/d = 2.0
b/d ≥ 6.0
2.1 (3)
1.5 (3)
1.25 (3)
Bangunan rangka atas 1.2
Catatan (1) b = lebar keseluruhan jembatan dihitung dari sisi luar sandaran
d = tinggi bangunan atas termasuk tinggi bangunan sandaran
yang masif
Catatan (2) untuk harga antara dari b/d bisa diinterpolasi linier
Catatan (3) Apabila bangunan atas mempunyai superelevasi, Cw harus
dinaikan sebesar 3% untuk setiap derajat superelevasi, dengan
kenaikan maksimum 2.5%
5/17/2018 85197289 Bab III Metodologi Perancangan - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/85197289-bab-iii-metodologi-perancangan 11/32
16
Tabel 3. 5 Kecepatan angin
Keadaan batas
Lokasi
Sampai 5 km dari pantai > 5 km dari pantai
Daya layan 30 m/s 25 m/s
Ultimit 35 m/s 30 m/s
3.2.3.2
Beban gempaBeban gempa diperhitungkan sebagai beban horisontal statis ekivalen. Besar
beban gempa minimum dapat diperoleh dari persamaan berikut:
TEQ = K h . I .WT (3.13)
Kh = C. S (3.14)
dengan,
TEQ = gaya geser dasar total dalam arah yang ditinjau (kN)
Kh = koefisien beban gempa horisontal
C = koefisien geser dasar (Gambar 3. 7)
S = faktor tipe bangunan (Tabel 3. 7)
WT = berat total nominal bangunan yang mempengaruhi percepatan gempa,
diambil sebagai beban mati ditambah beban mati tambahan (kN)
Tabel 3. 6 Faktor kepentingan
1. Jembatan memuat lebih dari 2000 kendaraan/hari, jembatan
pada jalan raya utama atau arteri dan jembatan dimana tidak
ada rute alternatif
1.2
2. Seluruh jembatan permanen lainnya dimana rute alternatif
tersedia, tidak termasuk jembatan yang direncanakan untuk
pembebanan lalu-lintas yang dikurangi.
1.0
3. Jembatan sementara (misal Bailey) dan jembatan yang
direncankan untuk pembebanan lalu-lintas yang dikurangi.0.8
5/17/2018 85197289 Bab III Metodologi Perancangan - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/85197289-bab-iii-metodologi-perancangan 12/32
17
Tabel 3. 7 Faktor tipe bangunan
Tipe Jembatan
Jembatan dengan
daerah sendi
beton bertulang
atau baja
Jembatan dengan daerah sendi
beton prategang
Prategang
Parsial (2)
Prategang
Penuh (2)
Tipe A (3) 1.0 F 1.15 F 1.3 F
Tipe B (3) 1.0 F 1.15 F 1.3 F
Tipe (C) 3.0 3.0 3.0
Catatan (1) Jembatan mungkin mempunyai tipe bangunan yang berbeda
pada arah melintang dan memanjang, dan tipe bangunan yang
sesuai harus digunakan untuk masing-masing arah.
Catatan (2) Yang dimaksud dalam tabel ini, beton prategang parsial
mempunyai prapenegangan yang cukup untuk kira-kira
mengimbangi pengaruh dari beban tetap rencana dan
selebihnya diimbangi oleh tulangan biasa. Beton prategang
penuh mempunyai prapenegangan yang cukup untuk
mengimbangi pengaruh beban total rencana.
Catatan (3) F = Faktor perangkaan
= 1.25 – 0.025 n, F ≥ 1.00
n = Jumlah sendi plastis yang menahan deformasi arah
lateral pada masing-masing bagian monolit dari
jembatan yang berdiri sendiri-sendiri (misalnya
bagian-bagian yang dipisahkan oleh sambungan siar
muai yang memberikan keleluasaan untuk bergerak
dalam arah lateral secara sendiri-sendiri)
Catatan (4) Tipe A : jembatan daktail (bangunan atas bersatu dengan
bangunan bawah)
Tipe B : jembatan daktail (bangunan atas bersatu dengan
bangunan bawah)
Tipe C : jembatan tidak daktail (tanpa sendi plastis)
5/17/2018 85197289 Bab III Metodologi Perancangan - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/85197289-bab-iii-metodologi-perancangan 13/32
18
Gambar 3. 6 Pembagian zona gempa di Indonesia
5/17/2018 85197289 Bab III Metodologi Perancangan - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/85197289-bab-iii-metodologi-perancangan 14/32
19
Gambar 3. 7 Koefisien geser dasar (C)
3.2.3.3 Gaya Aliran Air, Benda Hanyutan dan Tumbukan Batang Kayu
Semua pilar dan bagian-bagian lain dari bangunan jembatan yang mengalami
gaya-gaya aliran air harus diperhitungkan dapat menahan tegangan-tegangan
maksimum akibat gaya-gaya tersebut.
1. Gaya seret akibat aliran air
5/17/2018 85197289 Bab III Metodologi Perancangan - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/85197289-bab-iii-metodologi-perancangan 15/32
20
TEF = 0.5 . CD (Vs)2 Ad (kN) (3.15)
dengan,
TEF = gaya seret (kN)
Vs = kecepatan air rata-rata saat banjir dengan periode ulang tertentu
(m/s). Jika tidak dihitung berdasarkan analisis hidrologi maka
kecepatan air ditetapkan sebesar 3 m/s.
CD = koefisien seret (Gambar 3. 8)
Apabila bangunan atas dari jembatan terendam, koefisien seret
(CD) yang bekerja disekeliling bangunan atas yang diproyeksikan
tegak lurus arah aliran bisa diambil sebesar CD = 2.2
Ad = luas proyeksi pilar tegak lurus arah aliran (m2) dengan tinggi
sama dengan kedalaman aliran
2. Gaya angkat melintang
Bila pilar tipe dinding membuat sudut dengan arah aliran, gaya angkat
melintang akan semakin meningkat.
TEF = 0.5 . CL (Vs)2 AL (3.16)
dengan,
TEF = gaya angkat melintang (kN)
Vs = kecepatan air rata-rata saat banjir dengan periode ulang tertentu
(m/s). Jika tidak dihitung berdasarkan analisis hidrologi maka
kecepatan air ditetapkan sebesar 3 m/s.
CL = koefisien seret (Gambar 3. 8)
AL = luas proyeksi pilar sejajar arah aliran (m2) dengan tinggi sama
dengan kedalaman aliran
3. Gaya akibat benda hanyutan
TEF = 0.5 . CD (Vs)2 AD (3.17)
CD = koefisien diambil 1.04
AD = luas proyeksi pilar tegak lurus arah aliran (m2) dengan tinggi
sama dengan kedalaman aliran
4. Gaya akibat tumbukan batang kayu
TEF = M . Va2 / d (kN) (3.18)
5/17/2018 85197289 Bab III Metodologi Perancangan - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/85197289-bab-iii-metodologi-perancangan 16/32
21
M = massa batang kayu = 2 ton
Va = kecepatan air permukaan (m/det) pada kedaan batas yang ditinjau.
Dalam hal ini jika tidak adanya penyelidikan yang terperinci
mengenai bentuk diagram kecepatan di lokasi jembatan, Va bisa
diambil 1.4 kali kecepatan rata-rata Vs.
d = lendutan statis akivalen (m) (Tabel 3. 8)
Tabel 3. 8 Lendutan ekivalen untuk tumbukan batang kayu
Tipe pilar d (m)
Pilar beton masif 0.075
Tiang beton perancah 0.150
Tiang kayu perancah 0.300
Gambar 3. 8 Koefisien seret dan angkat untuk bermacam-macam pilar
5/17/2018 85197289 Bab III Metodologi Perancangan - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/85197289-bab-iii-metodologi-perancangan 17/32
22
Beban yang merupakan beban-beban khusus untuk perhitungan tegangan
pada perencanaan jembatan. Beban khusus antara lain beban gempa, beban
tumbukan, pengaruh getaran, dan beban pelaksanaan.
3.2.4 Kombinasi Pembebanan
Berdasarkan RSNI T-02-2005, Kombinasi beban rencana dikelompokan menjadi :
3.2.4.1 Kombinasi Dalam Batas Daya Layan
Keadaan batas daya layan akan dicapai jika reaksi jembatan sampai pada
suatu nilai, sehingga :
- Mengakibatkan jembatan tidak layak pakai.
- Menyebabkan kekhawatiran umum terhadap keamanan jembatan.
- Secara mencolok mengurangi kekuatan atau umur pelayanan jembatan.
3.2.4.2 Kombinasi Dalam Batas Ultimit
Aksi-aksi yang menyebabkan sebuah jembatan menjadi tidak aman
disebut aksi-aksi ultimit dan rekasi yang diberikan jembatan terhadap aksi itu
disebut keadaan batas ultimit. Keadaan batas ultimit terjadi dari :
- Kehilangan keseimbangan statis karena sebagian atau seluruh bagian jembatan longsor, terguling atau terangkat keatas.
- Kerusakan sebagian jembatan akibat kelelahan dan korosi, sampai suatu
keadaan dimana terjadi kehancuran.
- Kehancuran dari bahan fondasi yang menyebabkan pergerakan yang
berlebihan atau kehancuran bagian utama jembatan.
Kombinasi beban dalam batas daya layan dan batas ultimit dapat dilihat pada
Tabel 3. 9.
5/17/2018 85197289 Bab III Metodologi Perancangan - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/85197289-bab-iii-metodologi-perancangan 18/32
23
AksiKelayanan Ultimit
1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6
Aksi tetap :
Berat sendiri
Beban mati tambahan
Susut rangkak Pratekan
Pengaruh beban tetap pelaksanaan
Tekanan tanahPenurunan
X X X X X X X X X X X X
Aksi Transien/sementara :
Beban lajur “D” atau beban truk “T” X o o o o X o o o o
Gaya rem dan gaya sentrifugal X o o o o X o o o
Beban pejalan kaki X X
Gesekan perletakan o o X o o o o o o o o
Pengaruh suhu o o X o o o o o o o o
Aliran/hanyutan/batang kayu dan
hidrostatik/apungo o X o o o X X o
Beban Angin o o X o o o o o
Aksi Khusus :
GempaX
Beban tumbukan
Pengaruh getaran X X
Beban Pelaksanaan X X
“X” berarti beban yang selalu aktif “o” berarti beban yang boleh dikombinasi dengan beban
aktif, tunggal atau seperti ditunjukan
(1) = Aksi permanen “x” KBL + beban aktif “x” KBL + beban “o”KBL
(2) = Aksi permanen “x” KBL + beban aktif “X” KBL + 1 beban“o” KBL + 0,7 beban “o” KBL
(3) = Aksi permanen “x” KBL + beban aktif “X” KBL + 1 beban“o” KBL + 0,5 beban “o” KBL + 0,5 beban “o” KBL
Aksi permanen “x” KBU + beban aktif “X” KBL + 1 beban“o” KBL + 0,7 beban “o” KBL
Tabel 3. 9 Kombinasi beban umum untuk keadaan batas kelayanan dan ultimit
5/17/2018 85197289 Bab III Metodologi Perancangan - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/85197289-bab-iii-metodologi-perancangan 19/32
24
3.2.4.3 Kombinasi Dalam Perencanaan Berdasarkan Tegangan Kerja.
Dalam perencanaan tegangan kerja, beban nominal bekerja pada
jembatan dan satu faktor keamanan digunakan untuk menghitung besarnya
penurunan kekuatan atau perlawanan dari komponen bangunan. Kombinasi
berdasarkan tegangan kerja dapat dilihat pada Tabel 3. 10.
Tabel 3. 10 Kombinasi beban untuk perencanaan tegangan kerja
AksiKombinasi No.
1 2 3 4 5 6 7
Aksi tetapBeban lalu-lintas
Pengaruh temperatur
Arus/hanyutan/hidro/daya apung
Beban angin
Pengaruh gempa
Beban tumbukan
Beban pelaksanan
XX
-
X
-
-
-
-
XX
X
X
-
-
-
-
XX
-
X
X
-
-
-
XX
X
X
X
-
-
-
X-
-
X
-
X
-
-
X-
-
-
-
-
-
X
XX
-
-
-
-
X
-
Tegangan yang berlebihan yang
diperbolehkan 25% 25% 40% 50% 30% 50%
3.3 Perencanaan Bangunan Bawah Jembatan
Perencanaan bangunan bawah jembatan diperhitungkan harus mampu menahan
beban yang bekerja pada jembatan, baik beban yang bersifat tetap, beban
sementara maupun beban khusus.
3.3.1 Daya Dukung Tiang Tunggal (Single Pile)
Berdasarkan kapasitas daya dukungnya, perhitungan daya dukung tiang pancang
dibedakan atas daya dukung ujung dan daya dukung gesek, secara umum dapat
dirumukan:
Qult = Qr Qc (3.19)
Qall =SF
Qult (3.20)
dengan,
Qult
= kapasitas daya dukung tiang maksimum (kN)
5/17/2018 85197289 Bab III Metodologi Perancangan - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/85197289-bab-iii-metodologi-perancangan 20/32
25
Qc = kapasitas daya dukung ujung tiang (kN)
Qr = kapasitas daya dukung friksi tiang (kN)
Qall = kapasitas daya dukung tiang pancang ijin (kN)
SF = Faktor Keamanan
a. Kapasitas daya dukung ujung
Tiang yang dihitung berdasarkan tahanan ujung ini dipancangkan sampai
kelapisan tanah keras, yang mampu memikul beban yang diterima tiang pancang
tersebut. Lapisan tanah keras dapar berupa lembung keras sampai pada batuan
sangat keras, yang terdiri dari:
1. Bila lapisan tanah keras terdiri dari batuan keras, maka penentuan daya
dukung tiang tidak sulit ditentukan.dalam hal ini daya dukung tiang
tergantung pada bahan tiang itu sendiri.
2. Bila lapisan tanah keras terdiri dari lapisan pasir, maka daya dukung tiang
akan sangat tergantung pada sifat-sifat lapisan tersebut terutama kepadatan
lapisan pasir.
b. Kapasitas daya dukung friksi
Bila lapisan keras terletak sangat dalam sehingga pemancangan tiang
sampai lapisan tanah keras sukar dilaksanakan, maka dipergunakan tiang pancang
yang daya dukungnya berdasarkan pelekat antara tiang dengan tanah. Hal ini
terjadi jika tiang dipancangkan pada lapisan lempung sehingga perlawanan pada
ujung tiang lebih kecil dibandingkan perlawanan akibat perlekatan antara tiang
dengan lapisan lempung.
Besarnya gaya lekat antara tiang dengan tanah dapat diukur dengan
percobaan sondir dengan menggunakan alat ”bikonus”. Alat ini selain dapat
mengukur perlawanan ujung dapat juga mengukur gaya pelekat antara konus
dengan tanah. Gaya ini desebut hambatan pelekat atau lebih dikenal dengan
”jumlah hambatan pelekat (JHP)”. Jumlah hambatan pelekat yaitu jumlah
pelekatan dari permukaan tanah sampai pada kedalaman tertentu.
3.3.1.1 Metode Perhitungan Berdasarkan Data Sondir
Menurut kapasitasnya sondir dibedakan menjadi:
1. Sondir Ringan
5/17/2018 85197289 Bab III Metodologi Perancangan - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/85197289-bab-iii-metodologi-perancangan 21/32
26
Sondir ringan yaitu sondir dengan kapasitas 2,5 ton dan dapat mencapai
kedalaman maksimal 30 m atau mencapai nilai konus 150 kg/cm2.
2. Sondir Berat
Sondir berat yaitu Sondir dengan Kapasitas 10 ton dan dapat mencapai
kedalaman 50 m atau mencapai nilai konus 500 kg/cm2.
Pengujian sondir bertujuan:
- Untuk menentukan kedalaman dan kekuatan lapisan tanah.
- Untuk mengetahui perlawanan penetrasi konus yang dinyatakan dalam gaya
persatuan luas.
- Untuk menentukan jumlah hambatan pelekat tanah.
Metode yang digunakan untuk menghitung daya dukung tiang berdasarkan data
sondir antara lain:
1. Metode Meyerhof
Qall =21 SF
PJHP
SF
Aqc(3.21)
dengan,
Qall = kapasitas daya dukung tiang pancang ijin (kN)
A = luas penampang tiang (cm2)
qc = tahanan konus pada sondir (kN/cm2)
P = perimeter tiang (cm)
JHP = jumlah Hambatan Lekat (kN/cm)
SF1 = faktor keamanan tahanan ujung (diambil 3)
SF2 = faktor keamanan tahanan geser (diambil 5)
2. Metode Schmertmann (1975)
Q p = qc × A ujung tiang (3.22)
qc =2
qq 2c1c (3.23)
dengan,
Q p = total daya dukung tahanan ujung (kN)
qc1 = harga conus rata-rata dihitung dari ujung tiang sampai 4d
kebawah
5/17/2018 85197289 Bab III Metodologi Perancangan - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/85197289-bab-iii-metodologi-perancangan 22/32
27
qc2 = harga conus rata-rata dari conus minimum dihitung dari ujung
tiang sampai 8d keatas
Untuk perhitungan daya dukung selimut tiang:
Qs = Σ{cli.(P.li)} (3.24)
dengan,
Qs = total daya dukung tahanan selimut tiang (kN)
cli = jumlah cleef /gesekan (kN/m2)
P = perimeter/keliling tiang (cm)
li = panjang persegmen (cm)
3.3.2 Daya Dukung Tiang Kelompok
Kelompok tiang umumnya digunakan bila beban yang diterima oleh fondasi tiang
terlalu besar, sehingga tidak mampu bila digunakan satu tiang. Jadi kelompok
tiang merupakan kumpulan dari beberapa tiang yang bekerja sebagai satu
kesatuan. Penggunaan kelompok tiang mempunyai keuntungan-keuntungan
sebagai berikut:- Dapat digunakan bila tiang tunggal tidak mempunyai kapasitas yang cukup
untuk menahan beban.
- Pemancangan tiang atau instalasi tiang bor dapat meleset beberapa centimeter
dari posisinya. Eksentrisitas yang ditimbulkan terhadap pusat beban dari
kolom dapat menimbulkan momen-momen tambahan. Bila kolom dipikul
oleh beberapa pondasi, maka pengaruh eksentrisitas ini dapat berkurang
secara signifikan, sehingga sitem kelompok tiang lebih baik.
- Kegagalan dari sebuah tiang dapat diminimalisir dengan adanya tiang-tiang
lain. (prinsip redundancy).
- Menyebabkan terjadinya pemadatan pada arah lateral, terutama pada
pemancangan tiang. Hal ini akan meningkatkan tekanan tanah lateral yang
bekerja di sekeliling tiang sehingga meningkatkan kapasitas tahanan
geseknya. Hal ini terutama berlaku pada jenis tanah pasir.
5/17/2018 85197289 Bab III Metodologi Perancangan - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/85197289-bab-iii-metodologi-perancangan 23/32
28
3.3.2.1 Jarak Antar Tiang Dalam Kelompok
Jarak antara tiang pancang di dalam kelompok tiang sangat mempengaruhi
perhitungan kapasitas daya dukung dari kelompok tiang pancang. Untuk bekerja
sebagai kelompok tiang, jarak antara tiang (S) ini biasanya mengikuti peraturan-
peraturan yang biasa digunakan. Pada umumnya jarak antar tiang minimum
adalah 2D dan jarak maksimum 6D. Jarak antar tiang juga dapat ditentukan
berdasarkan:
- Berdasarkan fungsi tiang:
o Sebagai tahanan gesek, minimum S = 3D
o Sebagai tahanan ujung, minimum S = 2.5D
- Berdasarkan klasifikasi tanah:
o Tiang terletak pada tanah keras, minimum S = 3.5D
o Tiang terletak di daerah lapis padat, minimum S = 2D
Bila beberapa tiang pancang dikelompokan, maka akan menyebabkan
tekanan-tekanan tanah (baik gesekan samping maupun dukungan titik) yang
dikembangkan dalam tanah sebagai hambatan akan saling overlap (tumpang
tindih), hal ini dapat dilihat pada Gambar 3. 9. Intensitas tekanan bertumpuk
(superimposed) bergantung pada beban dan jarak antar tiang pancang yang jika
cukup besar akan mengakibatkan tanah runtuh karena geseran atau terjadi
penurunan yang berlebihan. Intensitas tegangan dari daerah yang mengalami
tegangan tumpang tindih tampak jelas menurun dengan meningkatnya jarak antar
tiang pancang (s). Namun demikian, jarak yang terlalu besar seringkali tidak
praktis karena sungkup tiang pancang (pile cap) dicor di atas kelompok tiang
pancang (pile group) sebagai dasar kolom dan untuk menyebarkan beban pada
beberapa tiang pancang dalam kelompok tersebut. Konfigurasi kelompok tiang
ditunjukan pada Gambar 3. 10.
5/17/2018 85197289 Bab III Metodologi Perancangan - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/85197289-bab-iii-metodologi-perancangan 24/32
29
Gambar 3. 9 Ilustrasi overlapping zona tegangan di sekitar kelompok tiang
Gambar 3. 10 Beberapa konfigurasi kelompok tiang
3.3.2.2 Kapasitas Daya Dukung Kelompok Tiang
Apabila pengaturan tiang pada suatu kepala tiang (pile cap) telah
mengikuti persyaratan, maka kapasitas daya dukung kelompok tiang tidak sama
5/17/2018 85197289 Bab III Metodologi Perancangan - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/85197289-bab-iii-metodologi-perancangan 25/32
30
dengan kapasitas daya dukung satu tiang dikalikan banyaknya tiang pada
kelompok tersebut, tetapi didefinisikan sebagai perkalian antara kapasitas daya
dukung satu tiang dengan banyaknya tiang dikalikan dengan efisiensi kelompok
tiang. Kapasitas daya dukung tiang dalam kelompok dapat dihitung berdasarkan:
a. Keruntuhan tiang tunggal (individual pile failure)
Untuk c-soil, c-ø soil dan ø soil apabila dipenuhi jarak minimum antar tiang
selalu diperhitungkan sebagai keruntuhan tiang tunggal. Persamaan untuk
menghitung daya dukung aksial total adalah:
Qug = Qult n Eg (3.25)
Dengan:
Qug = kapasitas daya dukung ultimate kelompok tiang
Qult = kapasitas daya dukung ultimit tiang
n = banyaknya tiang
E g = efisiensi kelompok tiang
b. Keruntuhan blok (block failure)
Suatu kelompok tiang dapat dihitung berdasarkan keruntuhan blok jika:
- Untuk tanah c-soil, khususnya c-soil yang lunak atau tanah pasir lepas.
- Untuk tanah liat keras dan tanah pasir padat yang mempunyai spasi
S<3D.
Untuk menghitung daya dukung tiang berdasarkan keruntuhan blok dapat
digunakan persamaan Terzaghi dan Peck (1948) dalam Hardiyatmo (2008),
yaitu:
Qg = 2D × (B+L) × c +1.3 × c b × Nc × L (3.26)
2D × (B+L) × c (akibat tahanan friksi)
1.3 × c b × Nc × L (akibat tahanan ujung)
Qall =
SF
Qubg
(3.27)
dengan,
Qall = daya dukung izin kelompok tiang (kN)
Qg = daya dukung maksimum kelompok tiang berdasarkan block
failure. (kN)
5/17/2018 85197289 Bab III Metodologi Perancangan - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/85197289-bab-iii-metodologi-perancangan 26/32
31
D = kedalaman kelompok tiang (m)
B = lebar kelompok tiang (m)
L = panjang kelompok tiang (m)
c = kohesi tanah disekeliling kelompok tiang (kN/m2)
Nc = faktor kapasitas daya dukung (bearing capacity factors)
SF = angka keamanan (diambil = 3)
3.3.2.3 Efisiensi Kelompok Tiang
Efisiensi sebuah kelompok tiang adalah merupakan perbandingan kapasitas
kelompok tiang terhadap jumlah masing-masing tiang atau dapat ditulis dengan:
tunggaltiangdukungdayatiang jumlah
tiangkelompok dukungDayaEg (3.28)
Meskipun beberapa formula sering digunakan untuk menentukan nilai efisiensi
tiang kelompok, tetapi belum ada suatu peraturan bangunan yang secara khusus
menetapkan cara tertentu untuk menghitungnya. Laporan dari ASCE (Committee
on Deep Fondation, 1984) dalam Rahardjo (2005), menganjurkan untuk tidak
menggunakan efisiensi kelompok untuk mendeskripsikan aksi kelompok tiang
(group action). Laporan yang dihimpun berdasarkan studi dan publikasi sejak
tahun 1963 menganjurkan bahwa tiang gesekan pada tanah pasir dengan jarak
tiang sekitar 2.0 D ~ 3.0 D akan memiliki daya dukung yang lebih besar daripada
jumlah total daya dukung individual tiang. Sedangkan gesekan pada tanah kohesif
geser blok disekeliling kelompok tiang ditambah dengan daya dukung ujung
besarnya tidak boleh melebihi jumlah total daya dukung masing-masing tiang.
Beberapa persamaan untuk menghitung efisiensi kelompok tiang antara
lain:
1. Formula Converse-Labarre
Eg =mn90
n)1m(m)1n(1 (3.29)
Dengan :
Eg = efisiensi kelompok tiang
θ = arc tan D/S dalam derajat
5/17/2018 85197289 Bab III Metodologi Perancangan - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/85197289-bab-iii-metodologi-perancangan 27/32
32
n = jumlah tiang dalam deretan baris (buah)
m = jumlah tiang dalam deretan kolom (buah)
s = jarak antar tiang
D = diameter tiang (cm)
2. Metode Feld
Berdasarkan Metode Feld kapasitas fondasi individual tiang berkurang
sebesar 1/16 akibat adanya pengaruh tiang yang berdampingan baik dalam
arah lurus maupun dalam arah diagonal.
Gambar 3. 11 EFisiensi kelompok tiang berdasarkan Metode Feld
- Pada kelompok tiang A dengan konfigurai 3×3, efisiensi yang
dihasilkan adalah:
Eg =9
16
13
.416
11
.416
8
0,722 (3.30 a)
- Pada kelompok tiang B dengan konfigurasi 4×4, efisiensi yang
dihasilkan adalah:
Eg =16
16
13.4
16
11.8
16
8.4
0,672 (3.30 b)
5/17/2018 85197289 Bab III Metodologi Perancangan - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/85197289-bab-iii-metodologi-perancangan 28/32
33
Pada tiang pancang, baik pada tiang gesekan maupun tiang tahanan
ujung dengan S ≥ 3D, daya dukung kelompok tiang dapat diambil sama besar
dengan jumlah dari seluruh daya dukung tiang tunggal (Eg=1).
3.3.3 Pembagian Beban Pada Kelompok Tiang.
Menurut Sardjono. HS (1988), kelompok tiang yang menerima beban vertikal
dan momen yang bekerja dua arah, dapat dihitung dengan persamaan:
2
i
ioy
2
i
ioxo
iX
X.M
Y
Y.M
n
VV
(3.31)
dengan,
Vi = beban maksimum yang diterima tiang pancang (kN)
V0 = jumlah total beban normal (kN)
M0x = momen yang bekerja pada bidang yang tegak lurus sumbu x (kN.m)
M0y = momen yang bekerja pada bidang yang tegak lurus sumbu y (kN.m)
n = banyaknya tiang pancang dalam kelompok tiang (pile group).
Xi = absis terjauh tiang pancang terhadap titik berat kelompok tiang (m)
Yi = ordinat terjauh tiang pancang terhadap titik berat kelompok tiang (m)
Σ Xi2 = jumlah kuadrat absis tiang pancang (m2)
Σ Yi2 = jumlah kuadrat ordinat tiang pancang (m2)
3.3.4 Daya Dukung Tiang Terhadap Beban Lateral
Fondasi tiang harus dirancang dengan memperhitungkan beban horisontal atau
lateral seperti beban angin, beban gempa, tekanan tanah lateral, beban gelombang
air, dan benturan dengan kapal. Tiang harus mampu menahan beban-bebanhorisontal tersebut sehingga tiang tidak mengalami gerakan lateral yang
berlebihan. Untuk menyebarkan beban horisontal keseluruh tiang pada suatu
kelompok tiang, maka kelompok tiang tersebut harus dihubungkan dengan
gelagar-gelagar horisontal yang berfungsi sebagai penahan gaya lateral. Gaya
lateral yang terjadi pada tiang bergantung pada kekakukan atau tipe tiang, jenis
tanah, penanaman ujung tiang pada penutup kepala tiang, sifat gaya-gaya dan
5/17/2018 85197289 Bab III Metodologi Perancangan - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/85197289-bab-iii-metodologi-perancangan 29/32
34
besar defleksi. Jika gaya lateral yang harus didukung tiang sangat besar, maka
dapat digunakan tiang miring.
McNulty (1956) dalam Hardiyatmo (2008) mendefinisikan tiang ujung
jepit ( fixed end pile) sebagai tiang yang ujung atasnya terjepit (tertanam) dalam
pelat penutup kepala tiang paling sedikit sedalam 60 cm. Dengan demikian untuk
tiang-tiang yang bagian atasnya tidak terjepit atau tertanam kedalam penutup
kepala tiang kurang dari 60 cm dianggap tiang ujung bebas ( free end pile). Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3. 12.
Gambar 3. 12 Definisi tiang ujung jepit dan ujung bebas
Berdasarkan Metode Broms (1964) dalam Hardiyatmo (2008), persamaan-
persamaan yang digunakan untuk menghitung gaya lateral izin adalah:
- Tiang ujung bebas berkelakuan seperti tiang pendek, bila βL<1.5.
)L/e5.11.(4
L.D.k .YH ho (3.32)
- Tiang ujung jepit dianggap berkelakuan seperti tiang pendek, bila βL<0.5.
L.D.k .YH ho (3.33)
- Tiang ujung bebas dianggap seperti tiang panjang (tidak kaku), bila βL>2.5.
)1.e.(.2
D.k .YH ho (3.34)
- Tiang ujung jepit dianggap sebagai tiang panjang (tidak kaku) bila βL>1.5.
D.k .YH ho (3.35)
- Koefisien defleksi tiang (β)
5/17/2018 85197289 Bab III Metodologi Perancangan - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/85197289-bab-iii-metodologi-perancangan 30/32
35
- 4/1
PP I.E.4
D.kh(3.36)
dengan,
H = gaya lateral izin (kN)
Yo = defleksi maksimum (cm), untuk jembatan diambil Yo=0.6 mm.
D = diameter tiang pancang (cm)
L = panjang tiang pancang (cm)
e = jarak beban lateral terhadap muka tanah (cm)
EP = modulus elastisitas tiang pancang (kN.cm
2
)IP = inersia tiang pancang (cm4)
- Kedalaman titik jepit (zf ):
Zf = 1.8×T (3.37)
- Faktor kekakuan modulus tanah (T)
T = 5hn/EI (3.38)
L ≤ 2T = tiang pendek/kaku, tiang ujung bebas.
L ≥ 4T = tiang panjang/tidak kaku, tiang ujung bebas.
- Modulus tanah (k h)
k h = nh×zf /D (3.39)
Nilai-nilai nh untuk tanah kohesif dapat dilihat pada Tabel 3. 11.
Tabel 3. 11 Nilai nh untuk tanah kohesif (Poulos da Davis, 1980)
Tanah nh (kN/m3) Referensi
Lempung terkonsolidasi
normal lunak
166 – 3518
277 - 554
Reese dan Matlock (1956)
Davisson – Prakash (1963)Lempung terkonsolidasi
normal organik
111 – 277
111 – 831
Peck dan Davisson (1962)
Davisson (1970)
Gambut 55
27.7 – 111
Davisson (1970)
Wilson dan Hilts (1967)
Loose 8033 – 11080 Bowles (1968)
5/17/2018 85197289 Bab III Metodologi Perancangan - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/85197289-bab-iii-metodologi-perancangan 31/32
36
3.4 Penulangan Abutment dan Pier .
Perhitungan penulangan dilakukan dengan mengikuti acuan tentang tata cara
struktur beton untuk bangunan gedung (SNI 03-2847-2002). Menurut Tjitradi
(2008), langkah-langkah dalam menghitung penulangan adalah:
a. Untuk tulangan lentur
- Momen nominal:
MuMn , dengan =0.80 (3.40)
- Rasio tulangan minimumfy
4.1min (3.41)
- Rasio tulangan maksimum:
β1 = 0.85 0<fc’≤30 MPa (3.42)
β1 = 0.85-0.008.(fc’-30) 30<fc’<55 MPa (3.43)
β1 = 0.65 fc’≥55 MPa (3.44)
βmax= fy600
600.fy
'fc.85.0..75.0 1 (3.45)
- Rasio tulangan perlu:
Rn =2d. b
Mn(3.46)
ρ ='fc.85.0
Rn.211.
fy
'fc.85.0(3.47)
Jika nilai ρ < ρmin, maka dipakai ρmin
Jika nilai ρ > ρmin, maka dipakai ρ
- Luas tulangan perlu:
As = ρ.b.d (3.48)
b. Untuk tulangan geser
- Gaya geser yang dapat ditahan beton tanpa tulangan geser:
Vc = d. b.'fc.6
1(3.49)
- Tulangan geser diperlukan dalam keadaan:
5/17/2018 85197289 Bab III Metodologi Perancangan - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/85197289-bab-iii-metodologi-perancangan 32/32
37
Vc..2
1Vu (tidak diperlukan tulangan geser) (3.50)
Vc.Vu (diperlukan tulangan geser minimum) (3.51)
3.5 Diagram Alir Penulisan
Mulai
Pengumpulan Data
Pengolahan Data
Perancangaan bangunan bawah
Kesimpulan
Selesai
- Daya dukung tiang pancang
- Penulangan Abutment
Abutment Pier
AmanTidak
Perhitungan Pembebanan:
- Beban tetap
- Beban lalu-lintas
- Aksi lingkungan
AmanTidak
- Daya dukung tiang pancang
- Penulangan Pier
Gambar. 3.13 Diagram alir penulisan perancangan bangunan bawah Jembatan Sungai Andai Banjarmasin