1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Medis
1. Bayi Baru Lahir (BBL)
a. Pengertian BBL
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan umur
kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat lahir antara 2500-
4000 gram (Dep. Kes. RI, 2005).
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dalam presentasi
belakang kepala melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia
kehamilan genap 37 minggu sampai dengan 42 minggu, dengan berat
badan 2500-4000 gram, nilai apgar >7 dan tanpa cacat bawaan (Yeyeh
& Lia, 2002:2).
b. Ciri - ciri BBL
1) Berat badan 2500 - 4000 gram
2) Panjang badan 48-52 cm
3) Lingkar dada 30-38 cm
4) Lingkar kepala 33-35 cm
5) Frekuensi jantung 120 - 160 kali/menit
6) Pernafasan ± 40 - 60 kali/menit
7) Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan sub kutan
cukup
2
8) Rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah
sempurna
9) Kuku agak panjang dan lemes
10) Genetalia;
Perempuan labia mayora sudah menutupi labia minora
Laki-laki testis sudah turun, skrotum sudah ada
11) Reflek hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik
12) Reflek morrow atau bergerak memeluk bila di kagetkan sudah
baik
13) Reflek graps atau menggenggam sudah baik
14) Eliminasi baik, meconium akan keluar dalam 24 jam pertama,
meconium berwarna hitam kecoklatan (Marmi & kukuh,
2012:8-9).
c. Penilaian BBL
Penilaian awal dilakukan pada setiap BBL untuk menentukan
apakah tindakan resusitasi harus segera dimulai. Segera setelah lahir,
dilakukan penilaian pada semua bayi dengan cara petugas bertanya
pada dirinya sendiri dan harus menjawab segera dalam waktu singkat.
1) Apakah bayi lahir cukup bulan ?
2) Apakah air ketuban jernih dan tidak bercampur mekonium ?
3) Apakah bayi bernafas adekuat atau menangis ?
4) Apakah tonus otot baik ?
Bila semua jawaban di atas "Ya", berarti bayi baik dan tidak
3
memerlukan tindakan resusitasi.Pada bayi ini segera dilakukan Asuhan
Bayi Normal. Bila salah satu atau lebih jawaban "tidak", bayi
memerlukan tindakan resusitasi segera dimulai dengan langkah awal
Resusitasi (Yunanto Ari, 2008:109).
2. Asfiksia
a. Pengertian Asfiksia
Menurut (Marmi & Kukuh, 2012:268) Asfiksia Neonatorum adalah
keadaan bayi dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir. Keadaan ini disertai hipoksia, hiperkapnia,
dan berakhir dengan asidosis.
Menurut (Sudarti & Fauziah,2013:64) Asfiksia adalah kegagalan
untuk memulai dan melanjutkan pernafasan secara spontan dan teratur
pada saat bayi baru lahir atau beberapa saat sesudah lahir.
Menurut (Sarwono, 2009:347) Asfiksi berarti hipoksia yang
progresif, penimbunan CO2 dan asidosis. Bila proses ini berlangsung
terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian.
Menurut (Dewi Vivian, 2010:102) Asfiksia neonatorum merupakan
suatu keadaan pada bayi baru lahir yang mengalami gagal bernapas
secara sepontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak
dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam
arang dari tubuhnya.
Dari pernyataan diatas dapat di simpulkan bahwa Asfiksia adalah
keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas secara spontan.
4
b. Etiologi Asfiksia
a) Menurut (Maryunani & Nurhayati, 2008:154) pengembangan
paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama
kelahirannya, setelah itu diikuti dengan pernapasan teratur.
Asfiksia janin/bayi baru lahir terjadi apabila terdapat gangguan
pertukaran gas atau transport oksigen dari ibu kejanin.
Gangguan transport oksigen tersebut dapat timbul pada masa
kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir.
b) Menurut (Marmi & Kukuh, 2012) Ada beberapa faktor
penyebab etiologi asfiksia yaitu:
(1) Faktor ibu
(a) Hipoksia ibu dan gangguan aliran darah uterus
(b) Pre-eklamsia dan eklamsia
(c) Perdarahan anterpartum
(d) Partus lama
(e) Demam selama hamil
(f) Infeksi Berat (malaria, sifilis dan TBC)
(g) Pospartum
(2) Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengarahi oleh luas
dan kondisi plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila
terdapat gangguan mendadak pada plasent, misalnya
solusio plasenta, perdarahan plasenta dll.
5
(3) Faktor fetus
(a) Kompresi umbilicus akan mengakibatkan
terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah
umbilicus dan menghambat pertukaran gas antara ibu
dan janin.
(b) Lilitan tali pusat
(c) Tali pusat pendek
(d) Simpil tali pusat
(e) Prolapsus tali pusat
(4) Faktor neonatus
(a) Bayi premature
(b) Mekonium dalam ketuban
(c) Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir yang
terjadi
karena beberapa hal, yaitu: Pemakaian obat anestesi
atau analgetika yang berlebihan pada ibu secara
langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan
janin, trauma yang terjadi pada persalinan, kelainan
kongenital pada bayi.
c. Gejala dan tanda asfiksia menurut (Sudarti
& Fauziah, 2013:64)
1) Tidak bernafas atau nafas megap-megap atau pernafasan
lambat (kurang dari 30 kali per menit).
6
2) Pernafasan tidak teratur, dengkuran atau retraksi (pelekukan
dada).
3) Tangisan lemah atau merintih.
4) Warna kulit biru.
5) Tonus otot lemas atau ekstermitas terkulai.
6) Denyut jantung tidak ada atau lambat (kurang dari 100 kali per
menit).
d. Klasifikasi Asfiksia menurut (Dewi Vivian, 2010:102)
1) Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3)
Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis, sehingga
memerlukan perbaikan dan resusitasi aktif dengan segera. Tanda
dan gejala yang muncul pada asfiksia berat adalah sebagai berikut:
a) Frekuesi jantung kecil, yaitu < 40 kali per menit.
b) Tidak ada usaha napas.
c) Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada
d) Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan
e) Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu
f) Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau
sesudah persalinan.
2) Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6)
Pada asfiksia sedang, tanda dan gejala yang muncul adalah sebagai
berikut:
a) Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali per menit.
7
b) Usaha napas lambat
c) Tonus otot biasanya dalam keadaan baik
d) Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan
e) Bayi tampak sianosis
f) Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selama
proses persalinan.
3) Asfiksia ringan (nilai APGAR 7-10)
Pada asfiksia ringan, Tanda dan gejala yang sering muncul adalah
sebagai berikut:
a) Takipnea dengan napas lebih dari 60 kali per menit
b) Bayi tampak sianosis
c) Adanya retraksi sela iga
d) Bayi merintih (grunting)
e) Adanya pernapasan cuping hidung
f) Bayi kurang aktivitas.
g) Dari pemeriksaan auskultasi diperoleh hasil ronchi, rales, dan
wheezing positif.
8
Tabel 2.1 rangsangan taktil yang tidak boleh di lakukan atau yang harus
dihindari yaitu sebagai berikut:
Sumber: Maryunani & Nurhayati (2008:159)
e. Penilaian Asfiksia Neonatorium
Menurut (Maryunani & Nurhayati, 2008:156-157) ada lima hal
yang bisa dinilai sebagai berikut:
1) Apperance: penapilan, memperhatikan warna kulit bayi.
2) Pulse: menghitung frekuensi denyut jantung
3) Grimance: melihat usaha nafas bayi, bisa dilihat dari kuat
lemahnya tangisan bayi
4) Activity: melihat tonus otot bayi, aktif atau tidak
5) Reflex: melihat reflek terhadap rangsangan
Tindakan Akibat yang ditimbulakan
a. Menepuk bokong bayi
b. Menekan dada
c. Menekan kaki bayi ke perut
bayi
d. Membuka spingter/anus bayi
e. Menggunakan kompres dingin/
panas dengan air
f. Mengupayakan oksigen atau
udara dingin ke wajah atau
tubuh bayi
g. Memberikan minuman air
bawang
a. Trauma dan dapat melukai
b. Patah (fraktur), gawat nafas,
pneumotoraks, kematian
c. Merusak pembuluh darah dan
kelenjar pada hati/limfa, perdarahan
d. Dapat melukai atau membuat
lecet/robek pada spingter
e. Dapat menimbulkan hipotermia,
membakar/menimbulkan luka bakar
f. Dapat menimbulkan hipotermia
g. Hanya membuang waktu saja, karena
merupakan tindakan yang tidak
efektif dilakukan pada waktu yang
kritis.
9
Tabel 2.2 APGAR SCORE
Tanda 0 1 2
Frekuensi
jantung
Tidak ada Kurang dari
100/menit
Lebih dari
100/menit
Usaha nafas Tidak ada Lambat
tidak teratur
Menangis kuat
Tonus otot Lumpuh Ekstermitas
fleksi
Gerakan aktif
Reflek Tidak ada Gerakan
sedikit
Gerakan
kuat/melawan
Warna Biru/pucat Tubuh
kemerahan
ekstermitas
biru
Seluruh tubuh
kemerahan
Sumber : Arif & Kristiyanasari (2009:17)
Penilaian APGAR SCORE menurut (Sudarti, 2013:65).
1) Menunjukan respon bayi pada lingkungan ekstrauterin dan
resusitasi
2) Dinilai pada menit 1 dan 5 atau setiap 5 menit sampai 20 menit
3) Nilai APGAR tidak digunakan untuk menentukan bayi
memerlukan resusitasi
f. Pencegahan Asfiksia Neonatorum
Pencegahan, eliminasi dan antisipasi terhadap faktor-faktor resiko
asfiksia neonatorum menjadi prioritas utama.Bila ibu memiliki faktor
resiko yang memungkinkan bayi lahir dengan asfiksia, maka langkah-
langkah antisipasi harus dilakukan.Pemeriksaan anternal dilakukan
minimal 4 kali selama kehamilan seperti anjuran WHO untuk mencari
dan mengeliminasi faktor-faktor resiko. Bila bayi beresiko lahir
10
premature yang kurang dari 34 minggu, pemberian kortikosteroid 24
jam sebelum lahir menjadi prosedur rutin yang dapat membantu
maturasi paru-paru bayi dan mengurangi komplikasi sindroma distres
pernafasan (Marmi & Kukuh, 2012:270).
g. Penatalaksanaan Asfiksia secara Umum
Penatalaksanaan khusus pada bayi asfiksia neonatorum, adalah
dengan tindakan resusitasi segera setelah lahir.Resusitasi setelah lahir
adalah upaya untuk membuka jalan nafas, mengusahakan agar oksigen
masuk tubuh bayi dengan meniupkan nafas ke mulut bayi (resusitasi
jantung) sampai bayi mampu bernafas spontan dan jantung berdenyut
spontan secara teratur (Marmi & Kukuh, 2012:270-271).
Menurut Arif & Kristiyanasari (2009:18-19) penatalaksanaan
asfiksia sebagai berikut:
1) Membersihkan jalan napas dengan penghisap lendir dan kasa steril
(cara penatalaksanaan lihat pada bayi normal)
2) Potong tali pusat dengan teknik aseptik dan antiseptik
3) Apabila bayi tidak menangis lakukan cara sebagai berikut
a) Rangsangan taktil dengan cara menepuk-nepuk kaki,
mengelus-ngelus, dada, perut atau punggung.
b) Bila dengan rangsangan taktil belum menangis lakukan mount
(napas buatan mulut ke mulut)
4) Pertahankan suhu tubuh agar tidak memperburuk keadaan asfiksa
dengan cara:
11
a) Membungkus bayi dengan kain hangat
b) Badan bayi harus dalam keadaan kering
c) Jangan memandikan bayi dengan air dingin gunakan
minyak atau baby oil untuk membersihkan tubuhnya.
d) Kepala bayi ditutup dengan baik atau topi kepala yang terbuat
dari plastik
5) Apabila nilai apgar pada menit ke lima sudah baik (7-10) lakukan
perawatan selanjutnya:
a) Membersihkan badan bayi
b) Perawatan tali pusat
c) Pemberian ASI sedini mungkin dan adekuat
d) Melaksanakan antropometri dan pengkajian kesehatan
e) Memasang pakaian bayi
f) Memasang peneng (tanda pengenal) bayi
6) Mengajarkan orang tua/ibu cara :
a) Membersihkan jalan napas
b) Menetekkan yang baik
c) Perawatan tali pusat
d) Memandikan bayi
e) Mengobservasi keadaan pernapasan bayi
7) Mengajarkan orang tua/ibu cara:
a) Membersihkan jalan napas
b) Menetekkan yang baik
12
c) Perawatan tali pusat
d) Memandikan bayi
e) Mengobservasi keadaan pernapsan bayi
8) Menjelaskan pentingnya:
a) Pemberian ASI sedini mungkin sampai usia 2 tahun
b) Makanan bergizi bagi ibu
c) Makanan tambahan buat bayi diatas usia ± 4 bulan
d) Mengikuti program KB segera mungkin
9) Apabila nilai apgar pada menit kelima belum mencapai nilain
normal, persiapkan bayi untuk rujuk kerumah sakit. Jelaskan
kepada keluarga bahwa anaknya harus dirujuk kerumah sakit.
h. Prinsip dasar Asfiksia pada BBL
Menurut (Prawirohardjo, 2009:347) saat dilahirkan bayi
biasanya aktif dan segera sesudah tali pusat dijepit bayi menangis yang
merangsang pernafasan. Denyut jantung akan menjadi stabil pada
frekuensi 120 sampai 140 per menit dan sianosis sentral
menghilangkan dengan cepat. Akan tetapi beberapa bayi mengalami
depresi saat dilahirkan dengan menunjukkan gejala tonus otot yang
menurun dan mengalami kesulitan mempertahankan pernafasan yang
wajar.
Penyebab depresi bayi pada saat lahir ini mencakup :
1) Asfiksia
2) Bayi kurang bulan
13
3) Obat-obat yang diberikan atau diminum oleh ibu.
4) Penyakit neuromuskular bawaan (kongenital)
5) Cacat bawaan.
6) Hipoksia intrapartum.
i. Tindakan Resusitasi sesuai Tingkatan Asfiksia
Menurut (Maryanti, et al, 2011:176-177) cara pelaksanaan resusitasi
sesuai dengan tingkatan asfiksia, antara lain:
1) Asfiksia ringan (apgar skor 7-10)
a) Bayi dibungkus dengan kain hangat.
b) Bersihkan jalan napas dengan penghisap lendir pada hidung
kemudian mulut.
c) Bersihkan badan dan tali pusat.
d) Lakukan observasi tanda vital dan apgar skor dan masukkan ke
dalam inkubator.
2) Asfiksia sedang (apgar skor 4-6)
a) Bersihkan jalan napas.
b) Bersihkan oksigen 2 liter/menit.
c) Rangsangan pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila
belum bereaksi, bantu pernapasan dengan masker (sungkup).
d) Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis, berikan
natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6 ml. Dektrosan 40%
sebanyak 4 ml disuntikan melalui vena umbilikasi secara
perlahan-lahan untuk mencegah tekanan Intra Cranial
14
meningkat.
3) Asfiksia berat (apgar skor 0-3)
a) Bersihkan jalan napas sambil pompa dengan sungkup.
b) Berikan oksigen 4-5 liter/menit.
c) Bila tidak berhasil lakukan ondotrakeal tube (ETT).
d) Bersihkan jalan napas melalui ETT.
e) Apabila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis,
berikan natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6 ml. Dekstrosa
40% sebanyak 4 ml.
3. Kejang
a. Pengertian
Kejang adalah suatu kondisi dimana otak tubuh berkontraksi dan
relaksasi secara cepat dan berulang, oleh karena abnormalitas sementara
dari aktivitas elektrik di otak (terjadi loncatan-loncatan listrik karena
bersinggungannya ion (+) dan ion (-) didalam sel otak). Kejang
merupakan suatu gejala yang dapat terjadi karena adanya kelainan di
intrakranial, ekstrakranial, atau metabolic.
b. Etiologi atau faktor terjadinya kejang
Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat
yang menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam.
Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi
saluran pernapasan atas, otitis media akut, pneumonia, gastoeenteritis
akut, exantema subitum, bronchitis, dan infeksi saluran kemih. Salain
15
itu juga infeksi diluar susunan syaraf ousat seperti tonsillitis, faringitis,
forunkulosis seta pasca imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili)
dapat menyebabkan kejang demam.
Faktor lain yang mungkin berperan terhadap terjadinya kejang
demam adalah:
1) Produk toksis mikroorganisme terhadap terjadinya otak
(shigellosis, salmonellosis)
2) Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal oleh karena
infeksi.
3) Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit.
4) Gabungan dari faktor-faktor diatas.
c. Indikasi
Kejang dapat terjadi pada semua usia. Namun lebih sering terjadi
pada anak dibandingkan pada dewasa. Sekitar 10% anak –anak
mengalami kejang, dan sepertiga dari jumlah tersebut disebabkan oleh
karena epilepsi.
d. Tanda dan gejala kejang
Bentuk kejang dari tiap-tiap orang dapat berbeda-beda, tergantung
jenis penyakit yang mendasarinya dan berat ringannya penyakitnya.
Kejang motorik dapat berupa kejang fokal atau umum dan tonik klonik,
kejang tonik, kejang klonik, kejang mioklonik, ataupun kejang atonik.
Kejang fokal dicirikan oleh gejala motorik atau sensorik dan
termasuk gerakan yang kuat dari kepala dan mata ke salah satu sisi,
16
pergerakan klonik unilateral yang diawali dari muka atau ekstremitas,
atau gangguan sensorik seperti parestesi (kesemutan) atau nyeri lokal
pada suatu area. Kejang tonik dicirikan oleh peningkatan tonus atau
kekakuan. Kejang atonik dicirikan oleh kelumpuhan atau kurangnya
gerakan selama kejang. Pada kejang klonik, terdapat kontraksi otot
secra ritmik. Sedangkan lejang mioklonus ditandai dengan kontraksi
otot seperti adanya kejutan.
e. Klasifikasi
Untuk membantu menentukan apa yang akan terjadi pada anak di
kemudian hari, kejang demam dibagi menjadi kejang demam sederhana
dan kejang kompleks.
1) Kejang demam sederhana (Simple febrile seizures)
Kejang demam sederhana adalah bila kejang berlangsung
kurang dari 15 menit dan tidak berulang pada hari yang sama,
sedangkan kejang kompleks adalah bila kejang hanya terjadi pada
satu sisi tubuh, berlangsung lama (lebih dari 15 menit) atau
berulang dua kali atau lebih dalam satu hari.
Kejang demam sederhana tidak menyebabkan kelumpuhan,
meninggal atau mengganggu kepandaian. Resiko untuk menjadi
epilepsis di kemudian hari juga sangatb kecil, sekitar 2-3%. Resiko
terbanyak adalah berulangnya kejang demam, yang dapat terjadi
pada 30-50% anak-anak. Resiko tersebut akan lebih besar pada
kejang yang kompleks.
17
2) Anak dengan kejang kompleks (Complex febrile seizures atau
complex partial seizures)
Kejang kompleks adalah kejang fokal (hanya melibatkan
salah satu bagian tubuh), berlangsung >15 menit, dan atau berulang
dalam waktu singkat (selama demam berlangsung). Untuk anak
dengan kejang kompleks atau anak yang mengalami kelainan saraf
yang nyata, dokterb akan mempertimbangkan untuk memberikan
pengobatan dengan anti kejang jangka panjang selama 1-3 tahun.
f. Perawatan atau Pelaksanaan
Walaupun kejang demam terlihat sangat menakutkan, sebenarnya
jarang sekali terjadi komplikasi yang berat, yang paling penting adalah
tetap tenang. Dalam penanggulangan kejang demam ada 6 faktor yang
perlu dikerjakan, yaitu:
a. Mengatasi kejang secepat mungkin
Sebagai orang tua jika mengetahui seorang kejang demam,
tindakan yang perlu kita lakukan secepat mungkin adalah
semua pakaian yang ketat dibuka. Dan bisa juga diberika satu
benda yang bisa digigit seperti kain, sendok balut kain yang
berguna mencegah tergigitnya lidah atau tertutupnya jalan
nafas. Bila suhu penderita meninggi, dapat dilakukan
kompres dengan es atau alkohol atau dapat juga diberi obat
penurun panas atau antipiretik.
18
b. Pengobatan penunjang
Pengobatan penunjang dapt digunakan di rumah, tanda vital
seperti suhu, tekanan darah, pernapsan dan denyut jantung
diawasi secara ketat. Bila suhu penderita tinggi lakukan
kompres dengan air es atau dengan alkohol. Bila penderita
dalam keadaan kejang obat pilihan utama adalah diazepam
yang diberikan secara per recta, disamping cara pemberian
yang mudah, sederhana dan efektif telah dibuktikan
keampuhannya.
c. Memberikan pengobatan rumat
Setelah kejang diatasi disusul dengan pengobatan rumat
dengan cara mengirim penderita ke rumah sakit untuk
memperoleh perawatan lebih lanjut.
d. Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun
kompleks biasanya infeksi traktus respiratorius bagian atas
dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang tepat dan
kuat perlu untuk mengobati infeksi tersebut.
e. Mencegah terjadinya kejang dengan cara anak jangan sampai
panas
f. Pengobatan akut
Dalam pengobatan akut ada 4 prinsip, yaitu:
a) Segera menghilangkan kejang
19
b) Turunkan panas
c) Pengobatan terhadap panas
d) Suportif
Diazepam diberikan dalam dosis 0,2-0,5 mg/kgBB secara IV
perlahan-lahan selama 5 menit (Marmi & Kukuh, 2012:290-
300).
4. Ibu penderita Diabetes militus (DM)
Bayi yang dilahirkan dari ibu penderita DM beresiko mengalami
masalah pada saat lahir berupa gangguan maturitas paru, berat lahir besar
untuk kehamilan (BMK) atau makrosomia, atau bila disertai dengan
penyakit vaskular akan mengalami berat lahirkecil untuk massa
kehamilan. Masalah yang paling sulit terjadi pada bayi lahir dari ibu
dengan gangguan ginjal, jantung, atau mata.
Diangnosa
Anamnesis : pengamatan pada IDM (infants of diabetic mothers) di
ruang resusitasi:
1) Asfiksia
2) Trauma lahir
3) Malformasi kongenital
4) Bukti adanya makrosomia
5) Hipoglikemi dengan tanda letargi, tak mau minum, apnea atau
kejang dalam 6-12 jam setelah lahir. Kejang yang timbul
setelah usia 12 jam kemungkinan diakibatkan oleh
20
hipokalsemia atau hipogmagnessemia.
6) Distres respirasi akibat imaturitas paru.
a. Penatalaksanaan penderita DM
Bayi lahir dari ibu penderita diabetes millitus, beresiko untuk
mengalami hipoglikemia pada 3 hari pertama setelah lahir, walaupun
bayi sudah dapat minum dengan baik.
1) Anjurkan ibu untuk menyusui secara dini dan lebih sering,
paling tidak 8 kali sehari siang dan malam.
2) Bila bayi berusia dari 3 hari, amati sampai usia 3 hari:
Periksa kadar glukosa pada :
a) Saat bayi datang atau pada usia 3 jam
b) Tiga jam setelah pemeriksaan pertama, kemudian
ulangi tiap 6 jam selama 24 jam atau sampai kadar
glukosa dalam batas normal setelah 2 kali pemeriksaan
berturut-turut.
3) Bila kadar glukosa < 45 mg/dL atau bayi menunjukkan tanda
hipoglikemia (tremor atau letargi). Tangani untuk hipoglikemia
4) Bila dalam pengamatan tidak ada tanda hipoglikemia atau
masalah lain dan bayi dapat minum dengan baik, pulangkan
bayi pada hari ke 3.
b. Pencegahan
Pencegahan komplikasi yang berat pada janin maupun bayi pada massa
neonatal dilakukan dengan penanganan pada ibu selama hamil berupa:
21
1) Edukasi ibu untuk melakukan kopntrol rutin dan di bawah
pengawasan ketat seorang dokter
2) Mengontrol kadar gula dengan terapi diet, bila tidak berhasil
dengan insulin
3) Mempertahankan kontraindikasi pemberian obat antidiabetik
oral
4) Pemeriksaan pada trimester pertama, kedua, dan ketiga
(IDAI,2011)
22
Bagan 2.1 Patofisiologi
Sumber :Sudarti & Fauziah (2013:64), Marmi & Rahardjo (2010:269), Maryanti,
et al (2011:177), Arif & Kristiyanasari (2009:17)
BBL
1. Frekuensi jantung
2. Tonus Otot
3. Pernafasan
4. Refleks
5. Warna Kulit
Tanda gejala:
1. Tidak bernafas/nafas megap-
megap
2. Pernafasan tidak teratur
3. Tangisan lemah/merintih
4. Kulit biru
5. Tonus otot lemah
6. Denyut jantung tidak ada/lambat
Etiologi
Faktor ibu:
1. Hipoksia ibu &
gangguan aliran
darah uterus
2. Pre-eklamsia &
Eklamsia
3. Perdarahan
anterpartum
4. Partus lama
5. Infeksi Berat
6. Pospartum.
Faktor
plasenta:
1. Solusio
plasenta
2. perdarahan
Faktor fetus:
1. Kompresi
Umbilicus
2. Lilitan tali pusat
3. Tali pusat
pendek
4. Simpil Tali
Pusat
5. Prolap tali pusat
Janin:
1. Premature
2. Ada meconium
3. Kelainan
konginetal
Asfiksia Ringan
APGAR : 7 – 10
Asfiksia Sedang
APGAR : 4 – 6
Asfiksia Berat
APGAR 0 – 3
BB normal >2500
gram
BB tidak normal
< 2500 gram
1. Perawatan
BBL
2. Menjaga
kestabilan
suhu bayi
3. Berikan ASI
secara on
demand
1. Berikan ASI
peras melalui
NGT
2. Minum ASI 8
kali dalam 24
jam setiap 3
jam sekali
3. Dilanjutkan
dengan
pemberian
ASI melalui
sendok/menyu
su pada
ibunya
23
Bagan 2.2 Pathway Asfiksia
Sumber : (Marmi, 2012), (Sujiyati, 2011 : 176-177)
Asfiksia
Bayi Sulit Bernafas Spontan
Asfiksia ringan Asfiksia sedang Asfiksia berat
Apgar score 7-10
Nafas < 60x/ menit
Bayi sinosis
Adanya retraksi sela iga
Bayi merintih
Cuping hidung
Apgar score 4-6
Frekuensi jantung 60-80x/
menit
Nafas lambat
Tonus baik
Bayi tampak sinosis
Apgar score 0-3
Frekuensi jantung <40x/
menit
Tidak ada usaha nafas
Tonus lemah
Tidak ada rangsangan
Pucat berwarna kelabu
Tindakan Resusitasi:
1. Bayi dibungkus dengan
kain hangat
2. Bersihkan jalan nafas
3. Bersihkan badan dan
tali pusat
4. Lakukan observasi
tanda vital dan apgar
dan masukkan ke
inkubator
Tindakan Resusitasi:
1. Bersihkan jalan nafas
2. Bersihkan oksigen 2
liter/menit
3. Rangsang pernafasan
dengan menepuk
telapak tangan kaki
4. Bila bayi sudah mulai
bernafas tetapi masih
sinosis, berikan natrium
bikarbonat 7,5%
sebanyak 6 ml.
Dektrosan 40%
sebanyak 4 ml
disuntikan melalui vena
umbilikus secara
perlahan-lahan untuk
mencegah tekanan Intra
Cranial meningkat.
Tindakan Resusitasi:
1. Bersihkan jalan nafas
sambil pompa dengan
sungkup
2. Berikan oksigen 4-5
liter/menit
3. Bila tidak berhasil
lakukan ondotrakeal
tube (ETT)
4. Bersihkan jalan nafas
melalui ETT
5. Jika bayi masih sianosis
berikan natrium
bikarbonat 7,5 %
sebanyak 6 ml.
Dektosan 40% sebanyak
4 ml.
Masukan ke Inkubator
24
B. Manajemen Kebidanan
1. Pengertian Manajemen Kebidanan
Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan
dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis, mulai
dan pengkajian, analisis data, diagnosa kebidanan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi (Mufdilah 2012:110).
Manajemen kebidanan adalah metode pelayanan kebidanan yang
merupakan suatu langkah yang sistematis, terarah dan terukur dalam
pengambilan keputusan dengan menggunakan langakah sebagai berikut
(Wahyuningsih, 2008:76).
2. Prinsip Proses Manajemen Kebidanan
a. Secara sistematis mengumpulkan dan pemperbaharui data yang
lengkap dan relevan dengan melakukan pengkajian yang komprehensif
terhadap kesehatan setiap klien, termasuk mengumpulkan riwayat
kesehatan dan pemeriksaan fisik.
b. Mengidentifikasi masalah dan membuat diagnosa berdasarkan
interpretasi data dasar.
c. Mengidentifikasi kebutuhan terhadap asuhan kesehatan dalam
menyelesaikan masalah dan merumuskan tujuan asuhan kesehatan
bersama klien.
d. Memberi informasi dan support sehingga klien dapat membuat
keputusan dan tanggung jawab terhadap kesehatannya.
e. Membuat rencana asuhan yang komprehensif bersama klien.
25
f. Secara pribadi bertanggung jawab terhadap implementasi secara
individu.
g. Melakukan konsultasi, prencanaan dan melaksanakan manajemen
dengan kolaborasi dan merujuk klien untuk mendapatkan asuhan
selanjutnya.
h. Merencanakan manajemen terhadap komplikasi tertentu, dalamsituasi
darurat dan bila ada penyimpangan dari keadaan normal.
i. Melakukan evaluasi bersama klien terhadap pencapaian asuhan
kesehatan dan merevisi rencana asuhan sesuai dengan kebutuhan.
(Mufdilah, 2012:111)
3. Sasaran Manajemen Kebidanan
Bidan sesuai dengan perannya sebagai tenaga kesehatan memiliki
kewajiban memberikan asuhan untuk menyelamatkan ibu dan anak dari
gangguan kesehatan.Untuk melaksanakan asuhan tersebut digunakan
metode pendekatan yang disebut manajemen kebidanan.Metode dan
pendekatan digunakan untuk mendalami permasalahan yang dialami oleh
pasien atau klien dan kemudian merumuskan permasalahan tersebut, serta
akhirnya mengambil langkah pemecahannya.
Permasalahan kesehatan ibu dan anak yang ditangani oleh bidan
mutlak menggunakan metode dan pendekatan manajemen kebidanan.
Sesuai dengan lingkup dan tanggung jawab bidan, maka sasaran
manajemen kebidanan ditujukan baik kepada individu ibu dan anak,
keluarga maupun kelompok masyarakat. Manajemen kebidanan dapat
26
digunakan oleh bidan didalam melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan
kesehatan ibu dan anak dalam lingkup dan tanggung jawab.
Manajemen kebidanan membantu proses berfikir bidan dalam
melaksanakan asuhan dan pelayanan kebidanan. Manajemen kebidanan
tidak hanya diimplementasikan pada asuhan kebidanan pada individu,
akan tetapi dapat juga diterapkan didalam pelaksanaan pelayanan
kebidanan yang ditujukan kepada keluarga dan masyarakat. Manajemen
kebidanan mendorong bidan menggunakan cara yang teratur dan rasional,
sehingga mempermudah pelaksanaan yang tepat dalam memecahkan
masalah pasien dan kliennya. Dan kemudian akhirnya tujuan mewujudkan
kondisi ibu atau anak yang sehat, dapat dicapai (Mufdilah, 2012:122).
4. Menurut Hellen Varney Langkah-langkah Manajemen Kebidanan
1) langkah 1 (Pertama) Pengumpulan Data Dasar
Langkah pertama merupakan awal yang akan menentukan langkah
berikutnya. Mengumpulkan data adalah menghimpau informasi
tentang klien atau orang yang meminta asuhan. Memilih informasi data
yang tepat diperlukan analisa situasi yang menyangkut manusia yang
rumit karena sifat manusia yang komplek. Kegiatan pengumpulan data
dimulai saat klien masuk dan dilanjutkan secara terus menerus selama
proses asuhan kebidanan berlangsung. Data dapat dikumpulkan dari
berbagai sumber. Sumber yang dapat memberikan informasi paling
akurat yang dapat diperoleh secepat mungkin dan upaya sekecil
27
mungkin.Pasien dalam sumber informasi yang akurat dan ekonomis,
disebut sumber data primer, sumber data alternative atau sumber data
sekunder adalah data yang yang sudah ada praktikan kesehatan
lainnya, anggota keluarga.
2) Langkah II (Kedua) Interprestasi Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap
diagnose atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interprestasi
yang benar atas data-data yang dikumpulkan. Data dasar yang sudah
dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterprestasikan
sehingga ditemukan masalah atau diagnosa yang spesifik. Langkah
awal dari perumusan masalah atu diagnosa kebidanan adalah
pengelolaan atau analisa data yaitu menggabungkan dan
menghubungkan data satu dengan lainnya sehingga tergambar fakta.
Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan oleh bidan
dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur
diagnosa kebidanan.
Contoh kasus:
Data : By.Ny A G1P0A0 lahir di rumah sakit, spontan satu jam yang
lalu, tidak menangis, tidak dapat bernafas secara spontan dan gerak
lemah BB 3500 gram, PB :45 cm, RR : 25x/menit, suhu 36,5 0C
demgan umur kehamilan saat lahir 36 minggu.
Diagnosis : By.Ny A P1A0 spontan, satu jam yang lalu dengan
Asfiksia tindakan antisipasi :
28
1. Melakukan pendekatan dengan keluarga pasien, mengeringkan
tubuh bayi
2. Memberikan lampu sorot,
3. mengganti kain basah dengan kain kering, membungkus tubuh
bayi,
4. memposisikan kepala bayi sedikit ekstensi, membersihkan jalan
napas,
5. memberikan rangsangan taktil,
6. Mengobservasi tanda-tanda vital,
7. melaksanakan advis dokter dengan terapi: oksigen 2 liter/menit,
injeksi Vit K 1 m£ secara IM.
Kaji ulang apakah tindakan antisipasi untuk mengatasi masalah atau
diagnosa potensial yang diidentifikasikan sudah tepat.
3) Langkah III (Ketiga) Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah
Potensial
Pada langkah ini kita mengidentifikasikan masalah atau diagnose
potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa potensial
lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah
diindentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila
memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien bidan
diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa atau masalah potensial ini
benar-benar terjdi.
29
4) Langkah IV (Keempat) Mengidentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan
yang Memerlukan Penanganan Segera
Beberapa data menunjukkan situasi emergensi dimana bidan perlu
bertindak segera demi keselamatan ibu dan bayi, beberapa data
menunjukkan situasi yang memerlukan tindakan segera sementara
menunggu intruksi lain. Bidan mengevaluasi situasi setiap pasien
untuk menentukan asuhan pasien yang paling tepat. Langkah ini
mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan.
5) Langkah V (Kelima) Merencanakan Asuhan yang Komprehensif atau
Menyeluruh
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan
oleh langkah sebelumnnya. Langkah ini merupakan kelanjutan
manajemen terhadap diagnosa atau masalah yang telah diidentifikasi
atau antisipasi, pada langkah ini informasi atau data dasar yang tidak
lengkap di lengkapi. Suatu rencana asuhan harus sama-sama disetujui
oleh bidan maupun wanita itu agar efektif, karena pada akhirnya
wanita itulah yang akan melaksankan rencana itu atau tidak. Oleh
karena itu tugas dalam langkah ini termasuk membuat dan
mendiskusikan rencanan dengan wanita itu begitu juga termasuk
penegasan akan persetujuannya.
6) Langkah VI (keenam) Melaksanakan Perencanaan dan
Penatalaksanaan
Pada langkah keenam ini rencana menyeluruh seperti yang telah
30
diuraikan pada langkah ke-5 dilaksanakan secara efisien dan aman.
Perencanaan ini bisa dilakukan selurunya oleh bidan atau sebagian
dilakukan oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim
kesehatan lainnya. Dalam situasi dimana bidan berkolaborasi dengan
dokter dan keterlibatannya dalam manajemen asuhan bagi pasien yang
mengalami komplikasi, bidan juga bertanggung jawab terhadap
terlaksanakannya rencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut.
Manajemen yang efisien akan menyingkat waktu, biaya dan
meningkatkan mutu asuhan.
7) Langkah VII ( Ketujuh) Evaluasi
Pada langkah ke-7 ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuahan
yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan
apakah bener-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan
sebagaimana telah diidentifikasi didalam masalah dan diagnosa.
Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif
dalam penatalaksanaannya. Ada kemungkinan bahwa sebagaimana
rencana tersebut telah efektif sedang sebagaimana belum efektif.
Manajemen kebidanan ini merupakan suatu kontinum, maka perlu
mengulangi kembali dari awal setiap asuhan mengidentifikasi mengapa
proses manajemen tidak efektif serta melakukan penyesuaian pada
rencana asuhan berikutnya.
31
C. Teori Hukum Kewenangan Bidan
Lingkup praktik kebidanan adalah terkait erat dengan fungsi,
tanggung jawab dan aktivitas bidan yang telah mendapatkan pendidikan,
kompeten dan memiliki kewenangan untuk melaksanakanya. Bidan
dalam melaksanakan peran, fungsi dan tugasnya didasarkan pada
kemampuan dan kewenangan yang diberikan. Kewenangan tersebut
diatur melalui Peraturan Mentri Kesehatan (Permenkes) Nomor
1464/Menkes/Per/X/2010. Tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik
Bidan, kewenangan Bidan adalah :
1. Kewenangan Bidan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor
1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik
Bidan, kewenangan yang dimiliki bidan meliputi:
a) Pasal 9
Bidan dalam penyelenggaraan praktik, berwenang untuk
memberikan pelayanan meliputi :
1) Pelayanan kesehatan ibu
2) Pelayanan kesehatan anak
3) Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga
berencana.
32
b) Pasal 11
1) Pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam pasal
9 diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak
pra sekolah.
2) Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk :
a) Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk
resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusui dini,
injeksi vitamin K1, perawatan bayi baru lahir pada masa
neonatal (0-28 hari), dan perawatan tali pusat.
b) Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera
merujuk.
c) Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan
perujukan.
d) Pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah.
e) Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak
pra sekolah.
f) Pemberian konseling dan penyuluhan.
g) Pemberian surat keterangan kelahiran, dan Pemberian surat
keterangan kematian.
33
Menurut keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Standar Profesi Bidan Nomor: 369/MENKES/SKIII/2007
Asuhan Pada Bayi Baru Lahir
Kompetensi ke-6 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi,
komprehensif pada bayi baru lahir sehat sampai
dengan 1 bulan.
a. Pengetahuan Dasar
1) Adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan di luar
uterus.
2) Kebutuhan dasar bayi baru lahir : kebersihan jalan napas,
perawatan tali pusat, kehangatan, nutrisi, “bonding &
attachement”.
3) Indikator pengkajian bayi baru lahir, misalnya dari APGAR.
4) Penampilan dan perilaku bayi baru lahir.
5) Tumbuh kembang yang normal bayi baru lahir selama 1
bulan.
6) Memberikan imunisasi pada bayi.
7) Masalah yang lazim terjadi pada bayi baru lahir normal
seperti caput, molding, Mongolian, spot, hemangioma.
8) Komplikasi yang lazim terjadi pada bayi baru lahir normal
seperti hypoglikemia, hypotermi, dehidrasi, diare dan
infeksi, ikterus.
34
9) Promosi kesehatan dan pencegahan penyakit pada bayi baru
lahir sampai 1 bulan.
10) Keuntungan dan resiko imunisasi pada bayi
11) Pertumbuhan dan perkembangan bayi premature
12) Komplikasi tertentu pada bayi baru lahir, seperti trauma
intra-cranial, fraktur clavicula, kematian mendadak,
hematoma.
b. Keterampilan Dasar
1) Membersihkan jalan nafas dan memelihara kelancaran
pernafasan, dan merawat tali pusat.
2) Menjaga kehangatan dan menghindari panas yang
berlebihan.
3) Menilai segera bayi baru lahir seperti APGAR.
4) Membersihkan badan bayi dan memberikan identitas.
5) Melakukan pemeriksaan fisik yang terfokus pada bayi baru
lahir dan screening untuk menemukan adanya tanda
kelainan-kelainan pada bayi baru lahir yang tidak
memungkinkan untuk hidup.
6) Mengatur posisi bayi pada waktu imunisasi.
7) Memberikan imunisasi pada bayi.
8) Mengajarkan pada orang tua tentang tanda-tanda bahaya
dan kapan harus membawa bayi untuk minta pertolongan
medik.
35
9) Melakukan tindakan pertolongan kegawat daruratan pada
bayi baru lahir seperti: kesulitan bernafas/asfiksia,
hypotermi, hypoglikemia.
10) Memindahkan secara aman bayi baru lahir ke fasilitas
kegawat daruratan apabila dimungkinkan.
11) Mendokumentasikan temuan-temuan dan intervensi yang
dilakukan.
c. Ketrampilan Tambahan
1) Melakukan penilaian masa gestasi.
2) Mengajarkan pada orang tua tentang pertumbuhan dan
perkembangan bayi yang normal asuhanya.
3) Membantu orang tua dan keluarga untuk memperoleh
sumber daya yang tersedia di masyarakat.
4) Memberikan dukungan kepada orang tua selama masa
berduka cita sebagai akibat bayi dengan cacat bawaan,
keguguran, atau kematian bayi.
5) Memberikan dukungan kepada orang tua selama bayinya
dalam perjalanan rujukan diakibatkan ke fasilitas perawatan
kegawat daruratan.
Dalam menjalankan tuganya, bidan melakukan kolaborasi
konsultasi dan merujuk sesuai dengan kondisi pasien, kewenangan dan
kemampuanya. Dalam keadaan darurat bidan juga diberi wewenang
pelayanan kebidanan yaitu yang ditunjukan untuk menyelamatkan
36
jiwa.
Lingkup praktik bidan adalah pada BBL, bayi, balita, anak,
perempuan, remaja putri, wanita pranikah, wanita selama masa hamil,
bersalin dan nifas, wanita pada masa interval dan wanita menoupose
(Mufdilah,2012.104)
Kewenangan Bidan dalam penanganan Bayi Baru Lahir Menurut
SPK (Standar Pelayanan Kebidanan) tahun 2005:
1. Bidan dapat melakukan pengawasan sedikitnya 2 jam
setelah persalinan
2. Semua pencatatan tersedia untuk dipelajari
3. Menggunakan kartu ibu/pencatatan neonatus
4. Semua pencatatan diisi lengkap dan benar
5. Bidan terampil dalam pemeriksaan neonatus, termasuk
penggunaan APGAR SKOR
6. Bidan terampil untuk pemberian ASI termasuk mengatur
posisi mulut bayi terhadap puting susu ibu
7. Memberikan perlengkapan seperti sabun, air bersih,
handuk, kain untuk menyelimuti bayi dan termometer
8. Memberikan salep mata tentrasiklin 1% atau teramphmicol
salep mata
9. Rujuk sesuai dengan keperluan
10. Rujuk ditindaklanjuti oleh bidan
11. Pencegahan infeksi
37
12. Meminta ijin pada ibu keluarga dan sesuai dengan sadar.
STANDAR 24 : PENANGANAN ASFIKSIA NEONATORUM
1. Tujuan :
Mengenal dengan tepat bayi baru lahir dengan asfiksia neonatorum, mengambil
tindakan yang tepat dan melakukan pertolongan kegawatdaruratan bayi baru
lahir yang mengalami asfiksia neonatorum.
2. Pernyataan Standar :
Bidan mengenal dengan tepat bayi baru lahir dengan afiksia, serta melakukan
tindakan secepatnya, memulai resusitasi bayi baru lahir, mengusahakan
bantuan medis yang diperlukan merujuk bayi baru lahir dengan tepat, dan
memberikan perawatan lanjutan yang tepat.
3. Hasil :
a. Penurunan kematian bayi akibat asfiksia neonatorum. Penurunan kesakitan
akibat asfiksia neonatorum.
b. Meningkatnya pemanfaatan bidan.
4. Prasyarat :
a. Bidan sudah dilatih dengan tepat untuk mendampingi persalinan dan
memberikan perawatan bayi baru lahir dengan segera.
b. Ibu, suami dan keluarganya mencari pelayanan kebidanan untuk kelahitan
bayi mereka.
c. Bidan terlatih dan terampil untuk :
38
1) Memulai pernafasan pada bayi baru lahir.
2) Menilai pernafasan yang cukup pada bayi baru lahir dan
mengidentifikasi bayi baru lahir yang memerlukan resusitasi.
3) Menggunakan skor APGAR.
4) Melakukan resusitasi pada bayi baru lahir.
d. ersedianya ruang hangat, bersih, dan bebas asap untuk persalinan.
e. Adanya perlengkapan dan peralatan untuk perawatan yang bersih dan
aman bagi bayi baru lahir, seperti air bersih, sabun dan handuk bersih,
sabun dan handuk bersih, dua handuk / kain hangat yang bersih (satu untuk
mengeringkan bayi, yang lain untuk menyelimuti bayi), sarung tangan
bersih dan DTT, termometer bersih / DTT dan jam.
f. Tersedia alat resusitasi dalam keadaan baik termasuk ambubag bersih dalam
keadaan berfungsi baik, masker DTT ( ukuran 0 - 1 ), bola karet penghisap
atau penghisap DeLee steril / DTT.
g. Kartu ibu, kartu bayi dan patograf.
h. Sistem rujukan untuk perawatan kegawatdaruratan bayi baru lahir yang
efektif.
5. Proses :
Bidan harus :
a. Selalu cuci tangan dan gunakan tangan bersih / DTT sebelum menangani
bayi baru lahir. Ikuti praktek pencegahan infeksi yang baik pada saat
merawat dan melakukan resusitasi pada bayi baru lahir.
b. Ikuti langkah pada standar 13 untuk perawatan segera bayi baru lahir.
39
c. Selalu waspada untuk melakukan resusitasi bayi baru lahir pada setiap
kelahiran bayi, siapkan semua peralatan yang diperlukan dalam keadaan
bersih, tersedia dan berfungsi dengan baik.
d. Sagera setelah bayi lahir, nilai keadaan bayi, letakkan di perut ibu dan
segera keringkan bayi dengan handuk bersih yang hangat. Setelah bayi
kering, selimuti bayi termasuk bagian kepalanya dengan handuk baru yang
bersih dan hangat.
e. Nilai bayi dengan cepat untuk memastikan bahwa bayi bernafas / menangis
sebelum menit pertama nilai APGAR, jika bayi tidak menangis dengan
keras, bernafas dengan lemah atau bernafas cepat dangkal, pucat atau biru
dan / atau lemas.
1) Baringkan terlentang dengan benar pada permukaan yang datar,
kepala sedikit ditengadahkan agar jalan nafas terbuka. Bayi harus
tetap diselimuti ! Hal ini penting sekali untuk hipotermi pada bayi
baru lahir.
2) Hisap mulut dan kemudian hidung bayi dengan lembut dengan karet
penghisap DTT atau penghisap DeLee DTT / steril.
3) Berikan stimulasi taktil dengan lembut pada bayi. Nilai ulang
keadaan bayi. Jika bayi mulai menangis atau bernafas dengan
normal, tidak diperlukan tindakan lanjutan. Lanjutkan dengan
perawatan bagi bayi baru lahir yang normal bayi tetap tidak bernafas
dengan normal atau menangis, teruskan dengan ventilasi.
f. Melakuan ventilasi pada bayi baru lahir :
40
Ventilasi bayi selama 1 menit, lalu hentikan, nilai dengan cepat apakah
bayi bernafas spontan dan tidak ada pelekukan dada atau dengkuran,
tidak diperlukan resusitasi lebih lanjut. Teruskan dengan langkah awal
perawatan bayi baru lahir.
g. Lanjutkan ventilasi sampai tiba di tempat rujukan, atau sampai keadaan
bayi membaik atau selama 30 menit.
h. Kompresi dada :
1) Jika memungkinkan, dua tenaga kesehatan diperlukan untuk
melakukan ventilasi dan kompresi dada.
2) Kebanyakan bayi akan membaik hanya dengan ventilasi.
3) Jika ada daua tenaga kesehatan terampil dan pernafaasan bayi
lemah atau kurang dari 30 kali / menit dan detak jantung kurang
dari 60 kali / menit setelah ventilasi selama 1 menit, tenaga
kesehatan yang kedua dapat mulai melakukan kompresi dada
dengan keceepatan 3 kompresi dada berbanding 1 ventilasi.
4) Harus berhati – hati pada saat melakukan kompresi dada, tulang
rusuk bayi masih peka dan mudah patah, jantung dan paru – paru
nya mudah terluka.
5) Lakukan tekanan pada jantung dengan cara meletakkan kedua jari
tepat dibawah garis puting bayi di tengah dada ). Dengan jari – jari
lurus, tekan dada sedalam 1 – 1,5 cm.
41
i. Setelah bayi bernafas dengan normal, periksa sushu, jika dibawah 365 0
C,
atau punggung sangat hangat, lakukan penghangatan yang memadai, ikuti
standar 13.
j. Perhatikan warna kulit bayi, pernafasan, dan nadi bayi selama 2 jam. Ukur
suhu tubuh bayi setiap jam hingga normal ( 36 5
-37 5 0
C ).
k. Jika kondisinya memburuk, rujuk ke fasilitas rujukan terdekat, dengan
tetap melakukan penghangatan.
l. Pastikan pemantauan yang sering pada bayi selama 24 jam selanjutnya.
Jika tanda – tanda kesulitan bernafas kembali terjasi, persiapkan untuk
membawa bayi segera ke rumah sakit yang paling tepat.
m. Ajarkan pada ibu, suami / keluarganya tentang bahaya dan tanda – tanda
nya pada bayi baru lahir. Anjurkan ibu, suami / keluarganya agar
memperhatikan bayinya dengan baik – baik. Jika ada tanda – tanda sakit
atau kejang, bayi harus segera dirujuk ke rumah sakit atau menghubungi
bidan secepatnya.
n. Catat dengan seksama semua perawatan yang diberikan.
6. Riset membuktikan :
a. Hipotermi dapat memperburuk asfiksia.
b. Bayi jangan dujungkir, karena dapat mengakibatkan perdarahan otak
hebat.
c. Bayi tidak perlu diperlakukan secara kasar atau ditepuk telapak kakinya
untuk merangsang pernafasan.
7. Tindakan yang tidak dianjurkan dan akibat yang ditimbulkannya :
42
Tindakan :
a. Menepuk bokong.
b. Menekan rongga dada.
c. Menekan paha ke perut bayi.
d. Mendilatasi sfingterani.
e. Kompres dingin / panas.
f. Meniupkan oksigen atau udara dengan ke muka atau tubuh bayi.
8. Akibat :
a. Trauma dan melukai.
b. Faraktur, pnemotoraks, gawat nafas, kematian.
c. Ruptura hati / limpa, perdarahan.
d. Robekan atau luka pada sfingter.
e. Hipotermi, luka bakar.
f. Hipotermi.
9. Prinsip – prinsip Resusitasi :
a. Airway / saluran nafas : Bersihkan jalan nafas dahulu.
b. Breath / nafas : Lekukan bantuan pernafasan sederhana. Kebanyakan bayi
akan membaik hanya dengan ventilasi.
c. Circulation / sirkulasi : Jika tidak ada / nadi dibawah 60, lakukan pijatan
jantung, dua tenaga kesehatan terampil diperlukan untuk melakukan
terampil diperlukan untuk melakukan kompresi dada dan ventilasi.
10. Ingat
a. Jangan lupa keadaan ibu harus selalu stabil.
43
b. Selalu siap untuk melakukan resusitasi, tidak mungkin memperkirakan
kapan tindakan tersebut dilakukan.
c. Nilai pernafasan setiap bayi baru lahir segera setelah pengeringan dan
sebelum menit pertama nilai APGAR.
d. Klem dan potong tali pusat dengan cepat.
e. Jaga bayi tetap hangat selama dan sesudah resusitasi.
f. Buka jalan nafas, betulkan letak kepala bayi dan lakukan penghisapan pada
mulut, baru kemudian hidung.
g. Ventilasi dengan kentungan yang bisa mengembang sendiri dan masker
yang lembut atau sungkup, gunakan ukuran masker yang sesuai.