Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006
DAFTAR ISI Daftar Isi i Kata Pengantar ii BAB I. PENDAHULUAN 1 BAB II LANDASAN TEORI 6 II.A. Motivasi Berprestasi 6 II.A.1. Pengertian Motivasi 6 II.A.2. Pengertian Motif 6 II.A.3. Jenis-Jenis Motivasi 7 II.A.4. Pengertian Motivasi Berprestasi 8 II.A.5. Ciri-ciri Motivasi Berprestasi 8 II.A.6. Perkembangan Motivasi Berprestasi 9 II.A.7. Faktor-faktor yang mempengaruhi Motivasi Berprestasi 10 II.B. Pola Asuh 12 II.B.1. Pola Asuh Orangtua 12
II.B.2. Pengertian Pola Asuh Orangtua 12 II.B.3. Jenis-jenis Pola Asuh Orangtua 13 II.B.4.Faktor-faktor yang mempengaruhi Pola Asuh Orangtua 15 II.C. Remaja 16 II.C.1. Pengertian Remaja 16 II.C.2. Perkembangan Remaja 17 II.C.3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja 17 II.D. Mahasiswa. 18 II.D.1. Pengertian Mahasiswa 18 II.D.2. Ciri-ciri Mahasiswa 18 BAB III KESIMPULAN DAN PENUTUP 20 DAFTAR PUSTAKA
Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberi Penulis kekuatan dan kemudahan dalam menyelesaikan makalah ini sehinggga dapat
diselesaikan di tengah kesibukan yang tiada hentinya. Makalah ini dibuat untuk memenuhi
tugas fungsional sebagai tenaga pengajar di Universitas Sumtera Utara, namun demikian
Penulis berharap bahwa makalah ini tidak hanya bermanfaat bagi penulis tapi juga dapat
menambah wawasan bagi semua pihak .
Penulis menyadari bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan, karena ini penulis
berharap masukan dari pembaca agar makalah ini menjadi lebih sempurna. Dalam kesempatan
ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Ketua PS. Psikologi Universitas
Sumatera Utara yang telah memberi penulis kesempatan untuk mengabdikan diri di
lingkungan Universitas Sumatera Utara. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada
Fatma Kartika Sary Nst, S.Psi dan rekan-rekan sejawat di USU yang cukup memberi
kehangatan persaudaraan. Secara khusus, Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Iskandar yang senantiasa mengingatkan dan memberi motivasi kepada Penulis untuk segera
menyelesaikan makalah ini, semoga Allah membalas beliau semua dengan kebaikan yang
berlipat ganda,amin.
Medan, 6 Agustus 2006 Ade Rahmawati Siregar, S.Psi NIP. 132 315 378
Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006
BAB I
PENDAHULUAN
Masa remaja adalah masa yang indah. Penuh dengan segala suka cita, keunikan,
keceriaan, menyenangkan. Hampir tidak ada manusia yang dapat melupakan masa remaja
yang dilaluinya, baik masa-masa yang menyenangkan maupun masa yang menyulitkan atau
menyedihkan. Kartono (1985) menyatakan masa remaja merupakan masa gejolak dimana
seseorang menghadapi banyak persoalan dan tantangan, konflik seta kebingungan dalam
prosese menemukan diri dan menemukan tempatnya di masayarakat. Remaja sebenarnya tidak
mempunyai tempat yang jelas, tidak termasuk golongan anak, tetapi tidak pula termasuk
golongan orang dewasa ataupun golongan tua. Remaja masih belum mampu untuk menguasai
fungsi-fungsi fisik dan psikisnya. Ditinjau dari segi tersebut remaja masih digolongkan pada
golongan kanak-kanak. Pada umumnya remaja masih belajar disekolah Menengah ataupun
Perguruan Tinggi(Monks,1999).
Remaja yang menuntut ilmu di Perguruan Tinggi disebut juga dengan Mahasiswa.
Masa mahasiswa ini merupakan masa yang penuh tantangan dan kesukaran, masa yang
menuntut remaja menentukan sikap dan pilihan, masa yang menuntut kemampuan untuk
menyesuaikan diri (Kartono,1985). Mahasiswa merupkan elite masyarakat yang mempunyai
ciri intelektualitas yang lebih kompleks dibandingkan kelompok seusia mereka yang bukan
mahasiswa, ataupun kelompok usia dibawah dan diatas mereka. Ciri intelektualitas tersebut
adalah kemampuan mereka dalam menghadapi, memahami dan mencari cara pemecahan
berbagai masalah secara lebih sistematis (Azwar,1998). Dunia mahasiswa berbeda dengan
SMU, terutama pada cara belajarnya yng lebih menuntut keaktifan dan kemandirian. Menurut
Nawawi & Martini (1994), perguruan tinggi merupakan satuan pendidikan yang menjadi
terminal terakhir bagi seseorang yang berpeluang belajar setinggi-tingginya melalui jalur
pendidikan sekolah. Diperguruan Tinggi transfer pengetahuan selain dilakukan melalui
kuliah juga melalui seminar, diskusi, ceramah dan lain sebagainya (Marwaty,2003). Jumlah
mahasiswa pada Perguruan Tinggi selalu bertambah setiap tahunnya. Hal inidapat dilihat
dalam data statistik Indonesia tahun 1999 (Badan Pusat Statistik,2000). Salah satu contohnya
adalah Universitas Sumatera Utara, pada tahun 1999 jumlah mahasiswa yang mendaftar
Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006
sebanyak 4197 orang (dalam Universitas Sumatera Utara 1999) dan pada tahun 2000 adalah
7384 orang (dalam Universitas Sumatera Utara 2000).
Dalam setiap fakultas ataupun jurusan pada suatu universitas jarang sekali bahkan
tidak pernah terjadi dimana jumlah mahasiswa yang diterima akan mengakhiri masa
perkuliahannya pada waktu bersaman dengan jumlah yang sama pula pada saat diterima di
fakultas tersebut. Banyak hal yang dapat menyebabkan hal tersebut terjadi antar lain sebelum
mengakhiri masa perkuliahannya seorang mahasiswa ada yang sudah meninggalkan bangku
kuliahnya atau mengundurkan diri, ada yang mengalami DO (drop out) atau transfer dari
jenjang S-1 ke jenjang D-3.
Diperguruan tinggi, mahasiswa diharapkan bukan saja mampu memproduksi kuliah
yang diterimanya melainkan mampu mengembangkan apa yang diterima dosen secara kreatif.
Sukses tidaknya seorang mahasiswa di perguruan tinggi sangat dipengaruhi oleh banyak
menyatakan bahwa mahasiswa diharapkan mempunyai semangat hidup yang tinggi, rasa
optimis yang besar dan motif sukses yang tinggi pula sehingga diharapkan mahasiswa dapat
sukses dalam menjalani kehidupan di Perguruan Tinggi dan mempunyai prestasi yang optimal.
Kenyataannya yang dihadapi mahasiswa tidak seperti yang diharapkan. Banyak masalah yang
dihadapi mahasiswa dan tidak sedikit mahasiswa yangmengalami gangguan psikologis seperti
stress dan bahkan depresi. Kondisi ini menyebabkan mahasiswa persimis terhadap masa
depannya, keinginan untuk suksesnya semakin lama semakin surut yang pada akhirnya dapat
mempengaruhi motivasi berprestasinya.
Mu’tadin(2003) mengatakan bahwa kesulitan-kesulitan yang sering dialami oleh
mahasiswa diantaranya adalah kesulitan dalam mencari judul untuk skripsi, kesulitan untuk
mencari literatur atau bahan bacaan, dana yang terbatas atau takut menjumpai dosen
pembimbing. Kesulitan ini yang akhirnya menyebabkan mahasiswa tertekan kehilangan
motivasi dengan kata lain tidak dapat mencapai prestasi yang diharapkan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh McCormick & Carrol (2003) terhadap
mahasiswa Universitas Saint Louis, menunjukkan bahwa rata-rata 30 % dari jumlah mahasiwa
tingkat pertama gagal untuk lulus ke tingkat berikutnya, selain itu 50 % dari jumlah
mahasiswa yang gagal untuk menyelesaikan masa studinya di Perguruan Tinggi dalam jangka
waktu 5 tahun. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya motivasi berprestasi pada
mahasiswa tersebut.
Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006
Banyak dijumpai seseorang yang memiliki intelegensi tinggi tetapi prestasi yang
dicapainya rendah, akibat kemampuan inteletual yang dimilikinya kurang berfungsi secara
optimal. Salah satu faktor pendukung agar kemampuan intelektual anak dapat berfungsi secara
optimal adalah adanya motivasi untuk berprestasi yang tinggi dalam dirinya (Sadli, 1986).
Seseorang akan berusaha kuat apanila dia memiliki motivasi yang besar untuk mencapai
tujuan belajar. Motivasi menurut Donald (dalam Hardjo & Badjuri,2002) merupakan
perubahan tenaga dalam diri seseorang yang ditandai oleh dorongan afektif dan reaksi-reaksi
untuk mencapai tujuan. Motif inilah yang mendorong seseorang untuk mencapai keberhasilan
dalam bersaing dengan suatu standar keunggulan tertentu. Ukuran standar keunggulan antara
lain karena prestasi individu itu sendiri, prestasi orang lain, ataupun presatasi untuk
menyelesaikan tugas (Hechkhausen dalam Monks,1999). Schultz dan Schultz (1994)
mengatakan bahwa motivasi yang ada pada setiap individu berbeda-beda satu dengan yang
lain. Perbedaan ini disebabkan karena manusia pada dasarnya adalah unik, berbeda-beda satu
dengan yang lainnya termasuk motivasi berprestasi.
Motivasi berprestasi menurut McClelland adalah motif yang mengarahkan tingkah
laku seseorang dengan titik berat bagaimana prestasi tersebut tercapai. Perbedaan motivasi
berprestasi pada setiap individu dipengaruhi oleh banyak faktor. McClelland (dalam
Sopah,1999) mengatakan bahwa pola asuh orangtua mempunyai pengaruh terhadap motivasi
berprestasi . Pendapat yang sama dikemukan oleh Estwood (1983) yng mengatakan bahwa
motivasi berpresatasi dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya seperti orangtua, teman dan
sebagainya.
Bagaimana cara orangtua mendidik ataupun pola asuh seperti apa yang diterapakn
pada anak diindikasikan menyumbang dalam pembentukan motif prestasi pada anak. Keluarga
adalah salah satu faktor motivasi eksternal. Setiap keluarga memiliki cara tersendiri dalam
mengasuh, mendidik, dan membimbing anggota keluarga khususnya anak, dan pola asuh ini
berbeda antara satu kelurga dengan keluarga lainnya. Pola asuh adalah proses penanaman
nilai positif oleh orangtua mengenai tujuan hidup, hak-hak orang lain, amsa depan dan
kegembiraan bersama. Anak akan menerima nilai tersebut , jika orangtua memegang nilai
tersebut. Tidak hanya koreksi terhadap perilaku anak saja yang dibutuhkan tetapi juga
p;eraturan harus diimplementasikan terlebih dahulu oleh orangtua atau siapa saja yang
berhubungan dengan anak. Menurut Hersey & Blanchard (1987) pola asuh orangtua terdiri
Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006
atas empat macam, yaitu pola asuh telling, pola asuh selling, pola asuh paricipating dan pola
asuh delegating.
Kebanyakan anak yang berhasil setelah menjadi dewasa berasal dari keluarga dengan
orangtua yang bersikap positif, yang mana sikap ini disebut sebagai pola asuh orangtua yang
bersikap positif, yang mana sikap ini disebut sebagai pola asuh orangtua pada anak.
Lingkungan tempat dimana anak tinggal (keluarga) inilah yang berkaitan dengan faktor pola
asuh yang diterapkan orangtua pada anaknya , salah satunya dalam hal mendidik anaknya.
Pola asuh yang diterapkan orangtua pada anak mempengaruhi tindakan anak selanjutnya.
Namun, banyak orangtua yang tidak mengetahui apa yang harus mereka mulai apabila
anak mereka telah berusia 18 tahun dan telah lulus dari SLTA. Mereka mengetahui kebutuhan
anak untuk mandiri dan tidak ingin dicampuri, sedangkan mereka sadar bahwa anaknya
belum siap untuk mandiriutuh. Peran orangtua pada masa ini adalah sebagai konsultan
pendukung dan fasilitator (Presetyawati,2000). Ketika anak menjadi orang dewasa, orangtua
hendaknya secara bertahap mengubah dari mengontrol dan mendikte anak kepada pemberian
kesempatan anak untuk memutuskan sendiri dan bertanggung jawab atas keputusaan tersebut.
Kehilangan kontrol tersebut bukanlah hal yang menyenangkan bagi orangtua. Hubungan
orangtua dan anak akan lebih berhasil bila didasarkan pada rasa saling menghormati, saling
percaya, perhatian dan cinta (Hersey&Blanchard,1978).
Kesulitan-kesulitan yang terjadi pada mahasiswa menuntut mahasiswa untuk
menyelesaikannya. Misalnya seperti tugas-tugas, skripsi, yang mana penyelesaian dari semua
masalah tersebut merupakan salah satu perwujudan atau bentuk dari prestasinya
individu/mahasiswa harus menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Tantangan dan
hambatan ini sering menyebabkan individu menjadi tertekan, cemas, bahkan stress yang
mengakibatkan aspek fisik dan psikologis individu tersebut terganggu dan motivasi untuk
berprestasi menjadi berkurang bahkan hilang. Walaupun mahasiswa tersebut tampaknya
begitu yakin dalam menghadapi tantangan kehidupan, namun dalam hati selalu merasa
memerlukan pendamping terutama orangtua.
Setelah membaca uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pola asuh yang diterapkan
oleh orangtua akan menghasilkan motivasi berprestasi yang berbeda antara individu yang satu
dengan yang lainnya. Hal ini dikarenakan setiap orangtua menerapkan pola asuh yang berbeda
bagi anak-anaknya.
Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006
Tujuan dari penulisan makalah adalah untuk mengetahui dinamika pola asuh yang
berdeda akan membentuk motivasi berprestasi berbeda pula. Perbedaan motivasi berprestasi
mahasiswa ditinjau dari pola asuh orangtua baik, telling, selling, participating, maupun
delegating.
Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006
BAB II
LANDASAN TEORI
II.A. MOTIVASI BERPRESTASI
II. A.1. Pengertian Motivasi
Morgan (1986) mengemukakan motivasi sebagai dorongan yang mendorong individu
untuk menampilkan tingkahlaku yang persisten yang diarahkan untuk mencapai tujuan.
Sementara Atkinson (1996) menyatakan bahwa motivasi adalah faktor-faktor yang
menguatkan perilaku dan memberikan arahannya. Defenisi yang mirip juga dikemukakan oleh
Chaplin (1997) bahwa motivasi adalah satu variabel penyelang (yang ikut campur tangan)
yang digunakan untuk menimbulkan faktor-faktor tertentu didalam organisme,yang
membangkitkan, mengelola,mempertahankan, dan menyalurkan tingkah laku menuju satu
sarana.
Donald (dalam Hardjo&Badjuri 2002) menyatakan bahwa motivasi merupakan
perubahan tenaga didalam diri seseorang yang ditandai oleh dorongan afektif dan reaksi-reaksi
untuk mencapai tujuan.
Menurut Djiwandono (2002), kata motivasi digunakan untuk menggambarkan suatua
dorongan, kebutuhan atau keinginan untuk melakukan sesuatu yang khusus atau umum.
Motivasi juga menggambarkan kecenderungan umum seseorang dalam usahnya mencapai
tujuan tertentu.
Berdasarkan uraian pengertian tersebut terdapat 3 unsur penting yang terkandung
didalam motivasi yaitu keadaan dimana terdapat need,drive dan motif individu, kemudian
perilaku dan yang terakhir tujuan atau goal individu tersebut.
II. A. 2. Pengertian Motif
Motif berasal dari bahasa latin yaitu movere yang berarti bergerak atau to
move,karena itu motif dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang
mendorong untuk berbuat atau merupakan driving force (Branca dalam Walgito,1997).
Walgito (1997) juga menyatakan bahwa motif sebagai pendorong pada umumnya tidak
berdiri sendiri, tetapi saling kait mengait dengan faktor-faktor lain. Sedangkan Atkinson &
Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006
Reitman (dalam Supardi, 1987) mengemukan bahwa need atau motif diartikan sebagai suatu
yang mendorong individu untuk mencapai tujuan tertentu.
Menurut Hersey, Blanchard & Jhonson (dalam Rivai,2003) motivasi seseorang
tergantung pada kekuatan motifnya. Motif adalah kebutuhan, keinginan, dorongan atau gerak
hati dalam diri individu atau apa yang menggerakkan seseorang untuk bertindak dengan cara
tertentu atau sekurang-kurangnya mengembangkan seseuatu (Hodgets dalam Rivai,2003).
II. A.3. Jenis-jenis Motivasi
Monks(1999) dapat membedakan motivasi menjadi dua, yaitu:
1. Motivasi Intrinsik
Berarti bahwa sesuatu perbuatan memang diinginkan karena seseorang senang
melakukannya. Dalam hal ini, motivasi datang dari dalam diri orang itu sendiri. Orang
tersebut senang melakukan perbuatan itu demi perbuatan itu sendiri. Terdapat beberapa
komponen dari motivasi intrinsik,antara lain:
a. Dorongan ingin tahu
b. Tingkat aspirasi
2. Motivasi Ekstrinsik
Berarti bahwa sesuatu perbuatan dilakukan atas dorongan atau perasaan dari luar.
Orang melakukan perbuatan itu karena ia didorong atau dipaksa dari luar.
Chaplin(1997)menyatakan bahwa motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang tidak
menjadi bagian yang melekat pada tingkah laku itu sendiri. Menyiibukkan diri dalam
suatu kegiatan demi perolehan ganjaran materil tertentu untuk dirinya, merupakan
motivasi ekstrinsik. Menyibukkan diri dalam aktivitas karena menyenanginya
merupakan motivasi ekstrinsik.
II.A.4. Pengertian Motivasi Berprestasi
Motivasi adalah kondisi internal yang spesifik dan mengarahkan perilaku seseorang
ke suatu tujuan (Alhadza,2003). Achievement atau prestasi diartikan sebagai kesuksean setelah
didahului oleh suatu usaha. Prestasi merupakan dorongan untuk mengatasi kendala,
Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006
melaksanakan kekuasan, berjuang untuk melakukan sesuatu yang sulit sebaik dan secepat
mungkin (Alhadza,2003).
Maslow berasumsi bahwa perilaku manusia termotivasi kearah self-fulfillment
(dalam Alhadza,2003). Setiap orang mempunyai motif bawaan yang selalu diperjuangkan
untuk dipenuhi yang bergerak dari motif bawaan yang selalu diperjuangkan untuk dipenuhi
yang bergerak dari motif yang paling sederhana yaitu kebutuhan fisiologis sampai kebutuhan
aktualiasasi diri( Arends,2004).
McClelland memperkenalkan teori motivasi berprestasi (Achievement motivation)
dimana motivasi berprestasi dimulai dari hirarki ke 3 sampai aktualisasi diri (Alhadza 2003).
McClelland membagi teori motivasi berprestasi menjadi beberapa kebutuhan yaitu:
1. Kebutuhan berprestasi (n-Ach)
2. Kebutuhan dan kekuasan (n-Pow)
3. Kebutuhan akan afliliasi (n-Aff)
Menurut McClleland dan Atkinson (dalam Djiwandono,2002), motivasi yang paling
penting untuk pendidikan adalah motivasi berprestasi, dimana seseorang cenderung berjuang
untuk mencapai sukses atau memilih suatu kegiatan yang berorientasi untuk tujuan sukses atau
gagal.
II.A.5. Ciri-ciri Motivasi Berprestasi
McClelland mengatakan bahwa ciri-ciri individu yang memiliki motivasi berprestasi
yang tinggi adalah:
1. Berprestasi yang dihubungkan dengan seperangkat standar.
2. Memiliki tanggung jawab pribadi terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukannya.
3. Adanya kebutuhan untuk mendapatkan umpan balik atas pekerjaan yang dilakukannya
sehingga dapat diketahui dengan cepat bahwa hasil yang diperoleh dari kegiatannya
lebih baik atau buruk.
4. Menghindari tugas-tugas yang terlalu sulit atau terlalu mudah, tetapi akan memilih
tugas-tugas yang tingkat kesukarannya sedang.
5. Inovatif yaitu dalam melakukan suatu pekerjaan dilakukan dengan cara yang berbeda,
efisien dan lebih baik daripada sebelumnya. Hal ini dilakukan agar individu
mendapatkan cara-cara yang lebih menguntungkan dalam pencapaian tujuan.
Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006
6. Tidak menyukai keberhasilan yang bersifat kebetulan atau karena tindakan orang lain
dan ingin merasakan sukses atau kegagalan disebabkan tindakan individu itu sendiri.
II. A. 6. Perkembangan Motivasi Berprestasi
McClelland (dalam Schultz & Schultz,1994) menyatakan bahwa motivasi berprestasi
dapat terbentuk melalui proses belajar. Lebih lanjut McClelland menyatakan bahwa dalam
kegiatan perkuliahan motivasi sangat penting karena dapat berfungsi sebagai:
1. energizer, yaitu motor penggerak yang mendorong mahasiswa untuk bernuat sesuatu
misalnya perbuatan belajar.
2. directedness, yaitu menentukan arah tujuan yang ingin dicapai.
3. patterning, yaitu menyelesaikan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang
serasi guna mencapai tujuan (dalam Rivai,2003).
Mahasiswa sering merasa tidak mamapu mengikuti kuliah tertentu padahal belum
mencobanya. Akibatnya keyakinan yang telah ditanamnya tersebut maka ia gagal dalam
kuliah tersebut. Untuk meraih prestasi yang baik maka harus ditanankan motivasi dan
keyakinan diri yang kuat (Marwaty,2003).
Mahasiswa sering mengalami masalah salah satunya seperti mata kuliah yang telah
diulang beberapa kali tetapi masih juga belum lulus,hal ini dapat menyebabkan mahasiswa
akan pesismis terhadap masa depannya, keinginan untuk sukses semakin surut, yang akhirnya
dapat mempengaruhi motif untuk berprestasi (Prabandari,1989). Bagi mahasiswa , motivasi
untuk berhasil berprestasi dan tampil baik merupakan factor penting bagi keberhasilan
dibangku kuliah maupun interaksi dengan teman sebaya (Ariyanto &Prawasti,1999). Untuk
mengembangkan motivasi berprestasi perlu peran orangtua yang menetapkan suatu standar
performance yang tinggi (McClelland dalam Schultz&Schultz, 1994). Harapan orangtua
terhadap anak merupakan salah satu hal penting dalam perkembangan motivasi berprestasi
(Eccless, dalam Morgan,1986). Seorang anak akan belajar memperhatikan perilaku
orangtuanya dan orang lain yang menjadi panutan bagi dirinya. Berdasarkan hal tersebut (
Bandura&Walters dalam Morgan,1986) mengatakan bahwa seorang anak akan mengadopsi
karakteristik yang dimiliki panutannya. Salah satu karakteristik yang diadopsi didalamnya
termasuk kebutuhan berprestasi (Eccless, dalam Morgan 1986).
Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006
Heckhausen & Roelofsen (dalam Monks,1999) menyatakan bahwa anak-anak mulai
usia 3,5 tahun sudah mampu membandingkan prestasi mereka dengan orang lain. Penafsiran
mereka mengenai prestasi orang lain ini menyebabkan anak mencoba untuk melakukan
tugasnya lebih cepat dan lebih baik dari orang lain.
Menurut Bruner (dalam Rivai,2003), seseorang yang motivasi berprestasi tinggi
cenderung menjadi lebih pintar sewaktu mereka dewasa. Perbedaan motif berprestasi individu
sudah dapat diketahui sejak seseorang berusia lima tahun. Dan yang menyebabkan perbedaan
tersebut adalah hubungan ibu dan anak (McClleland dalam Supardi,1987).
II.A.7. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi
Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi seseorang, yaitu:
1. Keluarga dan Kebudayaan
Motivasi berprestasi seseorang dapat dipengaruhi oleh lingkungan sosial seperti
orangtua dan teman (Eastwood,1983). Sedangkan McClelland (dalam Schultz &
Schultz,1994) menyatakan bahwa bagaimana cara orangtua mengasuh anak
mempunyai pengaruh terhadap motivasi berprestasi anak. Bernstein (1988)
menyatakan bahwa kebudayaan pada suatu negara seperti cerita rakyat atau hikayat-
hikayat sering mengandung tema-tema prestasi yang dapat meningkatkan semangat
masyarakatnnya (Fernald&Fernald,1999).
2. Konsep diri
Konsep diri merupakan bagaimana seseorang berfikir mengenai dirinya sendiri.
Apabila individu percaya bahwa dirinya mampu untuk melakukan sesuatu, maka
individu akan termotivasi untuk melakukan hal tersebut sehingga berpengaruh dalam
bertingkah laku.
3. Jenis kelamin
Prestasi yang tinggi biasanya diidentikkan dengan maskulinitas, sehingga banyak para
wanita belajar tidak maksimal khususnya jika wanita tersebut berada diantara para pria,
yang menurut Stein & Bailey sering disebut sebagai motivasi menghindari kesuksesan
(Fernald&Fernald,1999). Morgan (1986) menyatakan bahwa banyak perempuan
dengan motivasi berprestasi tinggi namun tidak menampilkan karakteristik perilaku
berprestasi layaknya laki-laki.
Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006
4. Pengakuan dan prestasi
Individu akan lebih termotivasi untuk nekerja lebih keras apabila dirinya merasa
dipedulikanatau diperhatikan oleh orang lain.
Selain itu dalam setiap motif individu dapat ditemukan dua struktur dasar yang
merupakan faktor-faktor yang menjadi sebab utama motivasi berprestasi (Monks,1999)
yaitu:
1. Pengharapan akan sukses
Berarti bahwa bila ada sesuatu yang baik, yang menyenagkan atau bernilai maka orang
juga ingin mendapatkan atau mencapainya.
2. Ketakutan akan gagal
Berarti bahwa bila ada sesuatu yang tidak enak, tidak menyenangkan atau sukar, maka
orang akan berusaha untuk menghindarinya.
II.B. POLA ASUH
II.B.1. Pola Asuh Orangtua
Seperti yang kita ketahui lingkungan paling dekat dengan anak dan tempat dimana
anak berinteraksi pertama kali adalah lingkungan keluarganya. Terdapat banyak faktor dalam
keluarga yang dapat mempengaruhi perkembangan anak. Salah satu faktor tersebut adalah
pola asuh yang diterapkan orangtua pada anaknya. Dalam menerapkan pola asuh yang sukses
berbeda dengan pola asuh yang efektif. Pola asuh yang sukses adalah jika orangtua tertarik
pada kesuksesan, mereka cenderung menekan pada power mereka sebagai orangtua dan
hanya peduli pada apa yang dilakukan anak dimana hal tersebut merupakan sesuatu yang
diinginkan orangtua untuk dikerjakan anak segera. Sedangkan pola asuh efektif adalah dimana
orangtua mendapatkan perilaku yang diinginkan dan juga dalam hubungan dengan anaknya
terdapat rasa hormat dan saling percaya ( Hersey & Blanchard,1978).
II.B.2. Pengertian Pola Asuh Orangtua
Pola asuh menurut Darling (1999) adalah aktivitas kompleks yang melibatkan
banyak perilaku spesifik yang bekerja secara individual dan bersama-sama untuk
mempengaruhi anak. Sedangkan Huxley (2002) pola asuh merupakan cara dimana orangtua
Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006
menyampaikan/menetapkan kepercayaan mereka tentang bagaimana menjadi orangtua yang
baik atau buruk. Sementara itu Gunarsa (1995) bahwa pola asuh merupakan cara orangtua
bertindak sebagai orangtua terhadap anak-anaknya dimana mereka melakukan serangkaian
usaha aktif.
Hersey & Blanchard (1978) mengemukakan bahwa pola asuh merupakan bentuk dari
kepemimpinan yaitu proses yang mempengaruhi seseorang. Dalam hal ini peran
kepemimpinan orangtua adalah ketikamereka mencoba memberi pengaruh yang kuat pada
anaknya. Lain halnya pengertian pola asuh menurut Arendell (1997) menyatakan bahwa pola
asuh adalah sebuah payung atau pelindung, tempat dimana aktivitas–aktivitas dan keahlian-
keahlian orang dewasa ditampilkan dalam merawat anak.
Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa pola asuh adalah proses yang
mempengaruhi seseorang, dimana orangtua menanamkan nilai-nilai yang dipercayai kepada
anak dalam bentuk interaksi yang meliputi kepemimpinan, pengasuhan, mendidik,
membimbing dan melindungi anak.
II.B.3. Jenis-Jenis Pola Asuh Orangtua
Ada 4 pola asuh yang dikemukan oleh Baumrind, yaitu:
1. Authoritative
2. Authoritarian
3. Permissive
4. Uninvolved.
Sedangkan Schaefer (dalam Hughes & Noppe,1985) mengemukan dua kontinum
dalam pola pengasuhan anak yang relevan dengan pola asuh Baumrind, yaitu love vs
hostility dan autonomy vs control.
Pola asuh menurut Hersey & Blanchard (1978) dapat didasrakan atas beberapa hal
yang saling berhubungan yaitu:
1. Directive Behavior
Melibatkan komunikasi searah dimanan orangtua menguraikan peran anak dan
memberitahu anak apa yang harus mereka lakukan, dimana, kapan dan bagaimana
melakukan suatu tugas.
2. Suppotive Behavior
Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006
Melibatkan komunikasi dua arah. Dimana orangtua mendengarkan anak, memberikan
dorongan, membesarkan hati, memberikan teguran positif dan membantu mengarahkan
perilaku anak.
Selain dari beberapa hal diatas, terdapat faktor lain yang menentukan pola asuh apa
yang sesuai untuk diterapkan pada anak yaitu Maturity. Maturity atau kematangan
didefinisikan dengan kemauan dan kemampuan anak untuk bertanggung jawab dalam
mengarahkan perilaku mereka sendiri.
Terdapat 2 komponen Maturity:
a.Ability or Skill
Kemampuan anak untuk melakukan sesuatu, dimana anak memiliki kemampuan,
pengetahuan dan pengalaman untuk melakukan tugas-tugas dalam kehidupannya tanpa
arahan dari orang lain.
b.Willingness or Motivation
Motivasi anak untuk melakukan sesuatu. Anak bersedia melakukan sesuatu dalam
lingkungannya karena anak berfikir bahwa lingkungannya penting dan menunjukkan
kepercayaan diri serta berfikir positif tentang diri mereka.
Terdapat 4 kombinasi dari faktor-faktor diatas:
1. Anak yang tidak memiliki kemampuan (able) dan kesediaan (willing) untuk
bertanggung jawab terhadap perilakunya. Anak tersebut memiliki maturity yang
rendah (M1). Jenis pola asuh yang memungkinkan untuk menjadi efektif bagi anak
yang memiliki maturity rendah adalah ”telling”.
2. Anak yang bersedia (willing) namun tidak mampu (able) untuk bertanggung jawab
terhadap perilakunya. Anak tersebut memiliki tingkat maturity yang rendah menuju
sedang (M2). Jenis pola asuh yang memungkinkan untuk menjadi efektif bagi anak
yang memiliki maturity tersebut adalah ”selling”.
3. Anak yang memiliki kemampuan (able) tetapi tidak bersedia (willing) untuk
bertanggung jawab terhadap perilakunya. Anak tersebut memiliki tingkat maturity
Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006
yang sedang menuju tinggi (M3). Jenis pola asuh yang memungkinkan untuk menjadi
efektif bagi anak yang memiliki maturity tersebut ” partcipating”.
4. Anak yang memiliki kemampuan (able) dan kesediaan (willing) untuk bertanggung
jawab terhadap perilakunya. Anak tersebut memiliki tingkat maturity yang tinggi (M4).
Jenis pola asuh yang memungkinkan untuk efektif bagi anak yang memiliki maturity
tersebut adalah ”delegating”.
Berdasarkan dimensi supportive dan directive behavior, Hersey & Blanchard membagi
pola asuh dalam 4 jenis:
1. Telling
Perilaku orangtua yang directivenya tinggi dan supportive rendah karena
dikarakteristikan dengan komunikasi satu arah antara orangtua dan anak. Dimana
orangtua menentukan peran anak dan mengatakan apa,bagaimana, kapan dan dimana
anak harus melakukan tugas.
2. Selling
Perilaku orangtua yang directive dan supportivenya tinggi karena sebahagian besar
arahan yang ada diberikan orangtua. Orangtua juga berusaha melalui komunikasi dua
arah yang membolehkan anak untuk mengajukan pertanyaan dan memberikan
dukungan dan dorongan.
3. Participating
Perilaku orangtua yang directivenya rendah dan supportivenya tinggi karena orangtua
dan anak saling berbagi dalam membuat keputusan melalui komunikasi dua arah. Anak
memiliki kemampuan dan pengetahuan untuk berbagi ide tentang bagaimana suatu
masalah itu dipecahkan untuk membuat kesapakatan dengan orangtua dengan apa yang
harus dilakukan.
4. Delegating
Perilaku orangtua yang directive dan supportive rendah karena meskipun orangtua
tetap menetapkan apa yang harus dilakukan dalam menghadapi suatu masalah, namun
anak diperbolehkan untuk menjalankan apa yang diinginkannya dan memutuskan
kapan,dimana dan bagaimana mereka melakukan suatu hal.
Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006
II.B.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Orangtua
a. Jenis Kelamin
Orangtua pada umumnya cenderung lebih keras terhadap anak wanita
dibanding terhadap anak laki-laki.
b. Kebudayaan
Latar belakang budaya menciptakan perbedaan dalam pola pengasuhan anak.
Hal ini juga terkait dengan perbedaan peran antara perempuan dan laki-laki
didalam suatu kebudayaan masyarakat.
c. Status sosial
Orangtua kelas menengah dan rendah cenderung lebih keras, memaksa dan
kurang toleran dibanding mereka yang dari kelas atas, tetapi mereka lebih
konsisten.
II.C REMAJA
II.C.1. Pengertian Remaja
Remaja atau adolescene berasal dari bahasa latin adolescere yang berarti ”tumbuh” atau
“tumbuh menjadi dewasa “. Istilah ini mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan
fisik (Hurlock,1999).
Monks (1999) membagi remaja dakam tiga kelompok usia, yaitu:
1. Early Adolescence (Remaja Awal)
Berada pada rentang usia 12 sampai 15 tahun. Merupakan masa negatif karena menurut
Buhler (dalam Mappiare,1982) pada masa ini terdapat sikap dan sifat negatif yang belum
terliahat dalam masa kanak-kanak. Individu sering merasa bingung, cemas, takut dan
gelisah (Ahmadi,1991)
2. Middle Adolescence (Remaja Pertengahan)
Dengan rentang usia 15 sampai 18 tahun. Pada masa ini individu menginginkan atau
mendambakan sesuatu dan mencari-cari sesuatu. Merasa sunyi dan merasa tidak bisa
mengerti dan tidak dimengerti oleh orang lain. (Ahmadi,1991)
Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006
3. Late Adolescence
Berkisar pada usia 18 sampai 21 tahun. Pada masa ini individu mulai merasa stabil. Mulai
mengenal dirinya, mulai memahami arah hidup dan menyadari tujuan hidupnya.
Mempunyai pendirian tertentu berdasarkan satu pola hidup jelas (Ahmadi,1991).
II. C. 2. Perkembangan Remaja
Masa remaja ditandai dengan terjadinya berbagai proses perkembangan yang secara
global meliputi perkembangan jasmani dan rohani. Perkembangan jasmani terliahat dari
perubahan-perubahan bentuk tubuh dari kecil menjadi besar sedangkan rohani tampak dari
emosi, sikap dan juga intelektual.
Perkembangan yang dialami remaja adalah :
1. Perkembangan fisik. Menurut Hurlock (1999) perkembangan fisik pada masa remaja
mengarah pada pencapaian bentuk-bentuk badan orang dewasa. Perkembangan fisik
terlihat jelas dari perubahan tinggi badan, bentuk badandan berkembangnya otot-otot
tubuh.
2. Perkembangan Seksual. Perkembangan sesksual ditandai dengan munculnya tanda-
tanda kelamin primer dan sekunder.
3. Perkembangan heteroseksual. Pada masa remaaj mulai timbul raasa ketertarikan
terhadap lawan jenis.
4. Perkembangan emosional. Keadaan emosional pada masa remaja tidak stabil.
5. Perkembangan Kognisi.
6. Perkembangan identitas diri. Proses pembentukan identitas diri telah dimulai sejak
kanak-kanak dan mencapai puncaknya pada masa remaja. Secara umum identitas diri
adalah perasaan individualitas yang mantap dimana individu tidak tenggelam dalam
peran sosial yang dimainkan tetapi tetap dihayati sebagai pribadi diri sendiri
(Monks,1999).
II.C. 3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja
Havighurst (dalam Sarwono,1997) merupakan tokoh yang menekankan adanya tugas
perkembangan yang harus dicapai pada masa remaja akhir, yaitu:
1. Menerima kondisi fisiknya dan memanfaatkan tubuhnya secara efektif.
Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006
2. Menerima hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya dari jenis kelamin
manapun.
3. Menerima peran jenis kelamin masing-masing (laki-laki atau perempuan).
4. Berusaha melepaskan diri dari ketergantungan emosi terhadap orangtua dan orang
dewasa lainnya.
5. Mempersiapkan karir ekonomi.
6. Mempersiapkan perkawinan dan kehidupan keluarga.
7. Merencanakan tingkah laku sosial yang bertanggung jawab.
8. Mencapai sistem nilai dan etika tertentu sebagai pedoman tingkah lakunya.
II. D. MAHASISWA
II. D.1. Pengertian Mahasiswa
Susantoro (2003) mengatakan bahwa mahasiswa adalah kalangan muda yang
berumur antara 19-28 tahun yang memang dalam usia tersebut mengalami suatu peralihan
dari tahap remaja ke tahap dewasa. Susantoro menyatakan bahwa sosok mahasiswa juga
kental dengan nuansa kedinamisan dan sikap keilmuwannya yang dalam melihat sesuatu
berdasarkan kenyataan objektif, sistematis dan rasional.
Kenniston (dalam Morgan dkk,1986) mengatakan bahwa mahasiswa (youth) adalah
suatu periode yang disebutnya dengan ”studenthood” (masa belajar) yang terjadi hanya
pada individu yang memasuki post secondary education dan sebelum masuk kedalam
dunia kerja yang menetap.
II. D. 2. Ciri-ciri Mahasiswa
Mahasiswa merupakan anggota masyakat yang mempunyai ciri-ciri tertentu,antara
lain (Kartono,1985):
1. Mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk belajar di perguruan tinggi, sehingga
dapat digolongkan sebagai kaum intelegensia.
Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006
2. Yang karena kesemapatan diatas diharapkan nantinya dapat bertindak sebagai
pemimpin yang mampu dan terampil, baik sebagai pemimpin masyarakat ataupun
dalam dunia kerja.
3. Diharapkan dapat menjadi ” daya penggerak yang dimanis bagi proses modernisasi ”.
4. Diharapkan dapat memasuki dunia kerja sebagai tenaga yang berkualitas dan
profesional.
Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006
BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP
Hubungan antara motivasi berprestasi mahasiswa dlitinjau dari sudut pola asuh orangtua
dapat dilmulai dari teori motivasi berprestasi (achievement motivation) dari McClelland
berdasarkan teori kebutuhan Maslow, dimana motivasi berprestasi dimulai dari hirarki ketiga
sampai aktualisasi diri (dalam Alhadza,2003). Aktulisasi diri merupakan punsak motivasi dan
prestasi dari seseorang (Arends,2004). Maslow mengemukan teori dengan menyebutkan 5
hirarki kebutuhan manusia, yaitu:
1.Psychological needs
2.Safety needs
3.Belongingness and love needs
4.Esteem needs
5.Self actulization (dalam Schultz&Schultz,1994)
Hal ini didukung oleh Arends (2004) yang menyatakan bahwa ketika psychological
needs, safety needs, love needs, dan esteem needs sudah terpenuhi maka individu akan
berusaha lebih untuk dapat memenuhi kebutuhan selanjutnya. Jika ia tidak berhasil dalam
memenuhi kebutuhan dasarnya, maka ia tidak dapat memenuhi kebutuhan selanjutnya.
Sebagai contoh, jika seseorang pelajar merasa tidak dicintai, dihargai dan dianggap tidak
mampu, maka ia tidak mempunyai motivasi kuat untuk mencapai tujuan selanjutnya, seperti
ingin mencari pengetahuan lebih lanjut untuk dirinya sendiri (aktulisasi diri) yang dalam hal
ini merupakan cerminan dari motivasi berprestasi. Untuk dapat membantunya mengaktulisasi
diri maka diperlukan peran orangtua didalamnya.
Menurut Hersey & Blanchard (1978), hirarki kebutuhan Maslow berhubungan dengan
pola asuh orangtua. Hal ini didukung juga oleh Hersey & Blanchard (1978) yang menyatakan
bahwa setiap tingkat kebutuhan mendorong individu untuk berprestasi, berafiliasi dan
berkuasa dan hal tersebut berhubungan dengan pola asuh orangtua. Dan lebih lanjut Hersey &
Blanchard (1978) mengemukan bahwa orangtua memiliki peran untuk mengakari dan
memotivasi anaknya yang mana untuk menjalankan peran tersebut tergantung pada pola asuh
yang terapkan orangtua. Orangtua menghabiskan banyak waktu dalam mengajar dan
Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006
memotivasi anaknya agar anak dapat mengembangkan keahliannya. Maka dalam hal ini
orangtua menggunakan pola asuh “telling” dan “selling“yang lebih efektif.
Menurut Gunarsa (1995) dorongan berprestasi yang berhubungan erat dengan aspek
kepribadian perlu dibina sejak kecil khususnya dalam keluarga. Keluarga dan suasana
keluarga menjadi ladang yang subur untuk menanamkan dan mengembangkan dorongan
berprestasi. Bagaiman cara orangtua bertindak sebagai orangtua yang melakukan atau
menerapkan pola asuh terhadap anak memegang peranan penting dalam menanamkan dan
membina dorongan berprestasi pada anak. Lebih lanjut McClelland (dalam Bernstein,1988)
mengungkapkan bahwa orangtua yang memiliki anak yang bermotivasi berprestasi yang tinggi
adalah orangtua yang memberikan dorongan pada anak untuk berusaha pada tugas-tugas sulit,
memberikan pujian atau hadiah kepada anak yang telah menyelesaikan tugas, mendorong anak
untuk menemukan cara terbaik dalam meraih kesuksesan dan melarang anak untuk mengeluh
dengan kegagalannya serta memberi saran untuk menyelesaikan sesuatu yang lebih
menantang.
Pola asuh orangtua yang diterapkan pada anak yang mencerminkan hubungan keluarga
yang sehat dan bahagia menimbulkan dorongan untuk berprestasi pada anak. Hubungan
keluarga yang sehat dan bahagia lebih dikenal sebagai hasil dari pola asuh demokratis
(Hurlock,1999).
Hubungan antarara pola asuh orangtua dengan motivasi berprestasi terjalin dari sikap
dan penilaian orangtua terhadap kebutuhan anak khususnya dalam bidang pendidikan.
Orangtua yang dapat menerima segala kelebihan dan kekurangan anak serta memenuhi
kebutuhan anak dapat meningkatkan motivasi berprestasi anak. Namun, banyak orangtua yang
tidak tahu apa yang harus mereka mulai biala anak mereka telah berusia 18 tahun dan lulus
SLTA. Mereka mengetahui kebutuhan anak untuk mandiri dan tidak ingin dicampuri,
sedangakan mereka sadar bahwa anaknya belum siap untuk mandiri secara utuh.
Peran orangtua pada saat ini adalah sebagai konsultan dan fasilitator. Ketika anak
menjadi orang dewasa, orangtua hendaknya secara bertahap mengubah dari mengontrol dan
mendikte anak kepada pemberian kesempatan anak untuk memutuskan sendiri dan
bertanggung jawab atas keputusan tersebut. Kehilangan kontrol bukan hal yang
menyenangkan bagi orangtua. Hal seperti tidak mengetahui teman dan dosen anak atau tiadak
dapat mengawasi jam belajar anak merupakan hal yang sulit. Hubungan orangtua dan anak
Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006
akan lebih berhasil bila didasarkan pada rasa saling menghormati, saling percaya, perhatian
dan cinta.
Sukses tidaknya seorang mahasiswa banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari
birokrasi, sistem perkuliahan, dosen, lingkungan, keluarga, maupun faktor dari diri individu
tersebut. Sebagai mahasiswa, berprestasi dibidang akademik merupakan suatu keberhasilan
(Marwaty,2003). Banyak kesulitan yang terjadi pada masa perkuliahan berlangsung yang
menuntut mahasiswa harus menyelesaikannya, seperti pembuatan makalah, laporan kasus,
pembuatan skripsi. Tantangan dan hambatan ini sering membuat mahasiswa menjadi cemas
bahkan stress. Walaupun kelihatannya mahasiswa tampak begitu yakin dalam menghadapi
tantangannya, namun dalam hati selalu memerlukan pendamping terutama orangtua.
Ade Rahmawati Saragih : Motivasi Berprestasi Mahasiswa Ditinjau dari Pola Asuh, 2006 USU Repository © 2006