1
Laporan Bulanan SYAMINA XII/Juni 2014
ADU STRATEGI
AL-QAIDAH & AMERIKA SERIKAT DI SURIAH
Suriah di sini merupakan kunci perubahan di Syam seluruhnya; yang
mencakup Palestina yang terjajah. Syam di sini merupakan kunci perubahan
bagi Dunia Arab dan selanjutnya bagi dunia Islam. Dengan izin Allah Ta’ala.
(Abdullah bin Muhammad)
Setelah melewati lebih dari tiga tahun konflik bersenjata, krisis Suriah belum
juga menampakkan ke arah kemajuan stabilitas keamanan yang mencolok.
Bahkan dilihat dari aspek kemanusiaannya, krisis Suriah dapat dikatakan
sebagai krisis terburuk selama beberapa dekade terakhir. Tidak seperti
negara-negara Arab yang mengalami gejolak revolusi, Arab Spring di Suriah
telah mencatat ‘rekor’ terlama dalam gelombang Revolusi Arab (Arab
Spring). Banyak analis yang berusaha menjelaskan mengapa hal ini terjadi.
DAFTAR ISI
Adu Strategi Al-Qaidah &
Amerika Serikat di Suriah 1
Membentuk Negara 15
____________________________
ABOUT US Laporan ini merupakan sebuah publikasi dari
Lembaga Kajian SYAMINA (LKS). LKS merupakan
sebuah lembaga kajian independen yang bekerja
dalam rangka membantu masyarakat untuk
mencegah segala bentuk kezaliman.
Publikasi ini didesain untuk dibaca oleh
pengambil kebijakan dan dapat diakses oleh
semua elemen masyarakat. Laporan yang terbit
sejak tahun 2013 ini merupakan salah satu dari
sekian banyak media yang mengajak segenap
elemen umat untuk bekerja mencegah
kezaliman.
Media ini berusaha untuk menjadi corong
kebenaran yang ditujukan kepada segenap
lapisan dan tokoh masyarakat agar sadar realitas
dan peduli terhadap hajat akan keadilan. Isinya
mengemukakan gagasan ilmiah dan menitik-
beratkan pada metode analisis dengan uraian
yang lugas dan tujuan yang legal.
Pandangan yang tertuang dalam laporan ini
merupakan pendapat yang diekspresikan oleh
masing-masing penulis. Untuk komentar atau
pertanyaan tentang publikasi kami, kirimkan
e-mail ke: [email protected].
Seluruh laporan kami bisa diunduh di website:
www.syamina.org
2
Laporan Bulanan SYAMINA XII/Juni 2014
Dari berbagai analisis tersebut dapat dirangkum
suatu benang merah, yaitu karena banyak aktor
yang bermain di Suriah, baik aktor negara maupun
non-negara. Masing-masing memiliki, merencana-
kan, dan mengimplementasikan strategi mereka
sendiri. Dari sini, Suriah dapat dapat dikatakan
sebagai ‘ajang kompetisi berbagai strategi’.
Tulisan ini berusaha mengkaji strategi Al-Qaidah
dan Amerika Serikat (AS) di Suriah. Strategi ini
mencakup yang telah, sedang, atau akan
diimplementasikan, atau bahkan strategi baru
pada tahap sekadar wacana, yangmana
penerapannya berada di tangan penentu kebijakan
yang akan memutuskan untuk mengindahkan atau
mengabaikannya.
Letak Stratejik Suriah bagi Al-Qaidah dan AS
Suriah memiliki posisi yang begitu strategis bagi Al-
Qaidah. Posisi stratejik itu bahwa Suriah
merupakan gerbang menegakkan kembali khilafah
serta untuk membebaskan Palestina dari tangan
bangsa Yahudi. Posisi stratejik ini dapat ditangkap
dalam salah satu pesan audio Aiman Azh-
Zhawahiri. Aiman menegaskan bahwa jika
eksprimen jihad Suriah berhasil menuaikan hasil
dan berdiri Daulah Islamiyah di sana maka rezim-
rezim yang berkuasa di Syam (mencakup Suriah,
Yordania, Libanon, Palestina, dan Israel) akan
segera tumbang.
Aiman juga yakin bahwa jika Daulah Islamiyah bisa
tegak di Syam (Suriah) maka pintu untuk
mengembalikan khilafah dan pembebasan Baitul
Maqdis (Palestina) akan terbuka lebar. Selain itu
Aiman juga menyeru umat Islam di seluruh penjuru
dunia untuk memfokuskan dukungan mereka pada
jihad Syam dengan semaksimal mungkin; baik
berupa dukungan personil, finansial, ide, serta
berbagai keterampilan dan keahlian yang mereka
miliki.
Posisi strategis Suriah ini juga dikuatkan oleh
seorang pemikir strategis jihadi yang menggunakan
nama pena Abdullah bin Muhammad. Dalam
kumpulan catatan strategisnya yang sebenarnya
ingin dihadiahkan kepada Usamah bin Laden, Amir
Al-Qaidah Pusat, Abdullah bin Muhammad
berpendapat bahwa salah satu dari dua negara
yang memungkinkan untuk ditegakkannya lagi
khilafah adalah Syam (yang mencakup Yordania,
Libanon, Palestina, Isreal, dan yang paling penting
Suriah dengan Damaskus sebagai ibukotanya yang
juga merupakan ibukota Syam pada era
kekhalifahan Islam.
Ada lima alasan yang dikemukakan Abdullah bin
Muhammad mengenai posisi stratejiknya:
Pertama, Suriah (Syam) tidak berada pada daerah
gersang dan tandus serta tidak terletak pada
wilayah yang ‘mati’ secara politik, seperti Sudan,
Somalia, Mauritania, dan dataran-dataran tinggi di
Mesir atau tempat lain yang tidak memiliki faktor-
faktor ‘kehormatan’ yang menjadikannya sebagai
sentral perhatian untuk proyek-proyek Islam.
Jika dibandingkan dengan perang AS terhadap
Afghanistan dan Irak, meski keduanya sama-sama
digempur dengan persenjataan dan tingkat
serangan yang sama, namun perang Irak mampu
menggerakkan dan mendorong proyek-proyek
Islam untuk berada di belakang jihadi disebabkan
wilayahnya yang ‘hidup’ (subur; tidak kering-
kerontang) dan juga lantaran peran besar Irak
dalam sejarah Islam. Selain juga dikarenakan
kemudahan akses bagi sampainya bantuan personil
dan logistik, serta terpenuhinya sarana dan
prasarana media untuk mem-backup jalannya
peperangan.
Kedua, Suriah termasuk wilayah yang dekat
dengan daerah-daerah yang memiliki pengaruh
religius, yaitu Arab Saudi (Mekah dan Madinah)
dan Palestina (Al-Quds).
3
Laporan Bulanan SYAMINA XII/Juni 2014
Sejarah Islam mencatat bahwa khilafah senantiasa
terkait dengan penguasaan terhadap Mekah yang
merupakan kiblat umat Islam dan simbol daya
magnet wilayah-wilayah di sekitarnya. Untuk itu,
para khalifah sepanjang sejarah Islam senantiasa
bersikeras agar bisa menyampaikan pidato pada
hari perdana kekuasaannya di hadapan umat Islam
dari atas mimbar Masjidil Haram.
Demikian halnya dengan dua tempat suci
keagamaan lainnya, yaitu Masjid Nabawi
(Madinah) dan Masjidil Aqsha (Al-Quds). Pusat
khilafah dimulai dari Madinah, kemudian
berpindah ke Mekah pada masa Abdullah bin Az-
Zubair, dan Nabi mengabarkan bahwa pusat
khilafah akan berpindah ke Baitul Maqdis (Al-
Quds).
Ketiga, Suriah memiliki daerah-daerah yang kontur
geografinya bisa membantu upaya pertahanan
militer yang berfungsi sebagai benteng-benteng
alam, seperti: perbukitan dan pegunungan, hutan-
hutan, rawa-rawa, semak-semak, dan sebagainya,
yang bisa digunakan untuk menghambat
pergerakan pasukan-pasukan musuh, atau
menonfungsikan beberapa persenjataan canggih
seperti pesawat dan tank.
Empat, Suriah memiliki ketahanan pangan yang
memadai. Maksudnya, Suriah memiliki wilayah
yang cocok untuk pertanian dan memiliki sungai-
sungai alami yang bisa dijadikan pasokan yang
memadai untuk persediaan air dan pangan.
Wilayah-wilayah yang memiliki pasokan air dan
pangan yang memadai akan lebih tegar dalam
menghadapi boikot atau hukuman ekonomi dalam
bentuk apa pun.
Lima, karakteristik penduduknya yang mendukung.
Penduduk Syam, dari sisi kereligiusan bisa diterima,
memiliki keberanian, sabar dalam menghadapi
beban hidup yang berat dan kehidupan yang
sempit, berjiwa aktivis, serta bersifat terbuka.
Fakta menunjukkan bahwa para jihadi yang ikut
terlibat dalam perang Irak melawan AS kebanyakan
dari wilayah Syam.
Selain itu, Syam—termasuk di dalamnya Suriah—
merupakan wilayah yang memiliki beberapa
keistimewaan sebagaimana yang disampaikan oleh
Nabi. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh
Abdullah bin Hawalah, Nabi bersabda, “Kelak
kalian akan menemukan pasukan-pasukan;
pasukan di Syam, pasukan di Irak, dan pasukan di
Yaman.”
Abdullah bin Hawalah—perawi hadits ini—lalu
berdiri dan berkata, “Pilihkanlah (di antara pasukan
tersebut) untuk saya, wahai Rasulullah?” Nabi
menjawab, “Hendaknya engkau bergabung dengan
(pasukan) Syam, dan barang siapa yang tidak mau
maka hendaknya dia bergabung dengan (pasukan)
Yaman dan berusaha meminum dari air sungainya.
Sungguh Allah telah memberikan jaminan
kepadaku mengenai Syam dan penduduknya.”
Sementara bagi Amerika Serikat sendiri, Suriah
merupakan ‘ajang’ yang mempertaruhkan
kredibilitas mereka di mata dunia internasional,
terkhusus menyangkut permasalahan Hak Asasi
Manusia (HAM) dan demokrasi. Dalam pidatonya
pada akhir Agustus 2013, Presiden AS Barrack
Obama menamakan serangan senjata kimia yang
dilancarkan oleh rezim Basyar Asad pada Agustus
2013 sebagai “sebuah serangan terhadap martabat
umat manusia”. “Secara total, lebih dari 1,000
orang telah dibunuh. Ratusan dari mereka adalah
anak-anak. Anak-anak perempuan dan laki-laki
yang digas hingga mati oleh pemerintah mereka
sendiri,” lanjut Obama.
Selain mengancam kredibilitas AS, krisis Suriah
secara tidak langsung akan menjadi ancaman
keamanan serius bagi AS di masa mendatang.
Ancaman itu akan muncul dari migrasi lebih dari
10.000 pejuang asing yang berasal dari berbagai
4
Laporan Bulanan SYAMINA XII/Juni 2014
negara yang berjihad di Suriah. Untuk alasan inilah
mengapa tampaknya banyak analis Barat yang
meneliti para pejuang asing di setiap negara.
Beberapa analis tersebut yakin bahwa mereka yang
berangkat ke Suriah akan lebih radikal dari sisi
ideologis dan dari sisi militer akan lebih terlatih,
dan pulang ke negara mereka masing-masing
dengan sentimen jihadi. Sebagian lagi
memprediksikan bahwa pejuang asing tersebut
memiliki kemampuan untuk merekrut anggota
baru ke dalam gerakan jihad, menggabungkan diri
sebagai bagian dari gerakan jihad global untuk
menyerang Barat, terkhusus AS.
Dan tampaknya yang terpenting dari semua itu
adalah untuk menjamin keamanan bagi kolega
penting AS, yaitu bangsa Yahudi. Ini mengingat
bahwa Suriah berbatasan langsung dengan Israel
dan dapat dipastikan bahwa jika Suriah jatuh ke
tangan jihadi maka Israel akan menjadi target
utama, seperti yang sering dipropagandakan oleh
jihadi di berbagai media.
Plan of Action Al-Qaidah di Suriah
Menurut Abdullah bin Muhammad dan juga
banyak pengamat lainnya, konflik Suriah akan
berlangsung dalam rentang waktu yang lama dan
juga berpengaruh dalam arena yang luas. Tidak
hanya berhenti di Suriah yang merupakan jantung
Syam, namun juga di Syam secara keseluruhan,
bahkan bisa berpengaruh di Hijaz (Arab Saudi) dan
Yaman. Konflik Suriah akan berlangsung lama.
Banyak kepentingan yang diharapkan di sana,
mulai dari kepentingan nasional sendiri antara
rezim dan rakyat; kepentingan sektarian antara
Syiah yang didukung penuh oleh Iran dan afiliasi-
afiliasinya di Libanon, Irak, Bahrain, Pakistan,
Yaman dan negara lainnya di satu pihak dengan
Sunni yang didukung oleh Turki, Arab Saudi dan
negara-negara Teluk di pihak yang lainnya;
kepentingan internasional antara Rusia, Cina, dan
Iran dengan AS dan negara-negara Eropa pada
umumnya; dan juga kepentingan jihadi yang
berhadapan dengan kepentingan bangsa Yahudi.
Masih menurut Abdullah bin Muhammad, Jihad
Suriah akan membuahkan hasilnya jika berhasil
mengatasi dua hal:
(1) berhasil mengatasi usaha-usaha rezim dalam
menjinakkan revolusi atau menghancurkan pilihan-
pilihan mereka dan mencukupkan pada
berpartisipasi dalam politik sebagai ganti dari
menjatuhkan rezim;
(2) selain juga bahwa strategi ini akan berhasil jika
mampu mengatasi usaha-usaha kekuatan regional
dan internasional untuk menggagalkan pilihan
militer sebagai solusi tepat dan terbaik untuk
keberhasilan revolusi.
Untuk mencapai kesuksesan dari semua itu maka
setiap usaha-usaha harus difokuskan pada tiga
pilar utama dalam beratraksi di ‘panggung’ Syam.
Ketiga pilar tersebut, yaitu:
(1) strategi bergerak yang fleksibel,
(2) penetapan peran tugas yang tepat, dan
(3) memelihara konflik.
Strategi bergerak yang fleksibel yang selaras
dengan aktivitas apapun yang diarahkan untuk
menghadapi kondisi apapun yang dikondisikan oleh
kekuatan besar akan sangat diperlukan dalam
Suriah. Wilayah Syam, khususnya Suriah, berada
pada daerah stratejik di mana garis-garis konflik
internasional saling berbenturan di sisi Barat dan
Timur wilayahnya dengan konflik regional antara
Sunni dan Syiah bersamaan dengan konflik
setempat antara umat Islam dan Nushairiyah.
5
Laporan Bulanan SYAMINA XII/Juni 2014
Medan pertempuran yang di sana bertemu setiap
jenis dan bentuk konflik akan menyebabkan
peperangan yang panjang dan pengaruhnya yang
luas. Kondisi seperti ini mengharuskan adanya
kekuatan yang mampu mandiri dan diuntungkan
dengan fleksibilitas dalam memilih pusat tempat
berlindung dan dalam pergerakan sehingga ia
mampu bertahan dalam kondisi berimbang, dan
mampu untuk beroperasi secara aktif sesuai
dengan sifat fleksibilitas itu.
Prinsip utama Perang Syam yang akan datang
adalah “Bertahan untuk terus melanjutkan
perang”, bukan “Bertahan untuk menyelesaikan
perang” seperti yang diperkirakan oleh sebagian
pengamat. Contoh kesuksesan dalam fleksibilitas
ini adalah apa yang telah dilakukan oleh Hizbullah
Libanon dalam Perang Libanon. Inilah yang
membantunya untuk mampu bertahan dan
berkembang hingga berakhir dan setelah perang
sampai mampu sampai pada apa yang diraihnya
hari ini di Libanon.
Adapun mengenai penetapan peran tugas yang
tepat, pada waktu yang akan datang kemungkinan
besar jihadi memiliki kesempatan untuk menguasai
desa-desa, kota-kota, dan banyak wilayah. Pada
kondisi perang revolusi, hal ini merupakan
kesempatan untuk latihan untuk menjalankan
pemerintahan dan administrasi karena hal ini
merupakan tujuan dari revolusi. Namun, dalam
kondisi jihadi saat ini, hal itu merupakan motif
terpecahnya kemampuan jihadi pada waktu yang
masih terlalu awal dan dalam tujuan yang masih
memungkinkan untuk memenejnya dengan
metode yang tepat sesuai dengan kemampuan
jihadi. Latihan menggerakkan masyarakat dan
administrasi memang penting selain gerakan
militer, namun tabiat perang akan datang
dipersiapkan untuk kembalinya jihadi pada
ketentuan-ketentuan dasar pemerintahan yang
tidak menentu pada waktu sekarang ini.
Wacana pemerintahan pada era dewasa ini telah
berubah signifikan dibanding pada masa dahulu.
Dengan dimasukkannya kekuatan ‘masyarakat sipil’
pada garis pemerintahan negara kontemporer
menjadikan kekuatan kekuatan militer lebih
rendah dibandingkan dengan kekuatan masyarakat
sipil, bahkan diposisikan sebagai pelengkap
kekuatan masyarakat sipil.
Dengan adanya perang dengan sifat yang lebih
spesifik ini akan kembali menempatkan kekuatan
militer pada posisinya semula sebagai kekuatan
yang memerintah hanya dengan keberadaan dan
kontrolnya atas suatu wilayah tanpa ada satu pun
dari aliran politik, atau partai, atau lainnya yang
menyangkalnya. Kekuatan jihadi harus diposisikan
untuk membangun kekuatan yang mampu
melindungi Ahlus Sunnah di Syam.
Dan terakhir, pilar ketiga, yaitu terus memelihara
konflik. Kekuatan politik-militer manapun yang
bertujuan untuk sampai pada tampuk kekuasaan
penuh pada sebuah negara dengan prinsip-prinsip,
sistem-sistem, dan pandangan yang berbeda
dengan prinsip-prinsip, sistem, dan pandangan
mayoritas penduduk negara sebelumnya maka
harus siap untuk terjun dalam kancah konflik dan
perang yang berkesinambungan sehingga proses
pengondisian penduduk terhadap proyek baru
mereka sukses dijalankan.
Sebaliknya, jika proses ini terhenti sebelum
pengondisian penduduk sukses dijalankan maka
hal itu akan berujung pada kegagalan, sementara
kekuatan-kekuatan rival baik dari dalam maupun
luar yang senantiasa berdenyut masih menunggu
momentum yang tepat. Terhentinya proses
tersebut bisa berupa kesepakatan-kesepakatan
yang diprakarsai dunia internasional yang biasanya
merupakan pintu bagi Barat untuk menjalankan
hegemoni mereka berupa demokrasi, partai-partai
dan parlemen. Untuk itu, terus memelihara konflik
hingga pengondisian masyarakat membuahkan
6
Laporan Bulanan SYAMINA XII/Juni 2014
hasilnya merupakan strategi umum yang tidak
kalah pentingnya.
Detail Strategi Al-Qaidah
Secara lebih detail mengenai strategi Al-Qaidah
adalah sebagai berikut:
a. Berikan penyadaran dan kondisikan
masyarakat untuk hanya tunduk pada syariat Islam
dan menolak prinsip, ideologi, dan undang-undang
apa pun selain Islam. Prinsip, ideologi, dan undang-
undang tersebut mencakup: demokrasi yang
menjadikan suara mayoritas sebagai kedaulatan
tertinggi; dan tatanan dan sistem internasional
dalam menyelesaikan konflik suatu negara yang
sedang bergejolak baik gejolak internal negara
tersebut maupun dengan negara lainnya. Dengan
pengondisian ini diharapkan secara otomatis akan
menutup pintu rapat-rapat bagi Barat untuk
menemukan celah guna menjalankan sistem
mereka dan menggagalkan sistem dan proyek
Daulah Islam dan selanjutnya Khilafah Islamiyah.
Kondisi seperti inilah yang dikhawatirkan oleh
Barat, hingga salah seorang di antara mereka
mengatakan bahwa “keberadaan organisasi Al-
Qaidah bukan suatu yang ditakutkan, namun yang
ditakutkan adalah tersebarnya pemikiran Al-
Qaidah.”
b. Satukan seluruh faksi perlawanan di atas
kalimat tauhid. Dengan ini, diharapkan loyalitas
seluruh faksi perlawanan hanya kepada Islam,
bukan lagi kelompok, suku, atau kepentingan
sesaat. Dalam waktu yang bersamaan hal ini akan
mengantisipasi jual-beli loyalitas yang biasa
dilakukan Barat untuk memecah belah dan
mengadu domba mujahidin.
c. Fokuskan serangan pada rezim dengan
menghindari sebisa mungkin konflik dengan agama
lain atau kelompok-kelompok sesat selama mereka
tidak ikut terlibat memerangi mujahidin, dan jika
mereka ikut terlibat maka cukup dilawan dengan
seperlunya saja. Perlawanan tersebut disertai
dengan memberikan penjelasan bahwa hal itu
hanya bentuk pembelaan diri. Sibuk mengatasi
konflik dengan kelompok sesat dan agama lain
akan menguras tenaga dan memecah fokus
kekuatan mujahidin yang memang terbatas.
d. Bentuk mahkamah syariat independen
dengan para qadhi (hakim) yang disetujui oleh
semua faksi, sehingga keputusan yang berasal
darinya bersifat mengikat (ilzam) bagi seluruh faksi.
Fungsi utama mahkamah ini adalah untuk
menyelesaikan sengketa atau perselisihan di antara
faksi, sekaligus sebagai rujukan dalam
permasalahan-permasalahan syariat, seperti
hukuman terhadap para tawanan, hukuman bagi
pencuri dan pembegal dalam suasana perang, cara
pembagian ghanimah, dan semisalnya.
Posisi strategis mahkamah syariat terletak pada
posisinya yang menjalankan peran pemerintahan
dalam tatanan sebuah negara yang memiliki
legalitas lantaran disetujui oleh semua faksi. Selain
juga ke depan, jika kemenangan di Suriah berhasil
dipetik maka mahkamah syariat inilah yang
bertindak sebagai ahlul halli wal ‘aqdi yang akan
memilih pemimpin (amir) untuk semuanya. Ini
sekaligus mengantisipasi campur tangan Barat
dalam politik internal Suriah, terkhusus dalam
implementasi nilai dan sistem mereka, yaitu
demokrasi.
Strategi dan Rekomendasi Barat terhadap
Kebijakan Luar Negeri AS
Sejak awal meletusnya krisis di Suriah yang dimulai
dengan aksi protes besar-besaran dan dilanjutkan
dengan perang sipil, pemerintah AS belum tampak
mengambil tindakan yang berarti. Selama tiga
tahun, AS hanya mengusahakan upaya diplomasi
7
Laporan Bulanan SYAMINA XII/Juni 2014
dan kemanusiaan untuk menyelesaikan krisis
Suriah. Memang pada pidato yang disampaikannya
pada akhir Agustus, Obama sempat memberikan
sinyal bahwa AS akan mengambil tindakan militer
terhadap rezim Asad yang dia anggap sebagai
seorang penguasa diktator dan meminta kongres
melakukan voting mengenai usulan tersebut.
Namun, pada awal September Obama meminta
kepada para pimpinan Kongres untuk menunda
pemungutan suara yang akan memberikan
wewenang penggunaan kekuatan senjata atas
Suriah dan memilih untuk terus menempuh jalur
diplomatik.
Pada pidatonya saat itu, Obama menjelaskan
bahwa selama beberapa hari terakhir, terlihat
adanya tanda-tanda kemajuan. Sebagian karena
ancaman aksi militer AS sekaligus karena adanya
perbincangan antara dia dan Presiden Putin di
mana Pemerintah Rusia menunjukkan
kesediaannya untuk bergabung dengan komunitas
internasional dalam menekan Asad untuk
menyerahkan senjata kimianya. Selain juga rezim
Asad telah mengakui bahwa mereka memiliki
senjata yang dimaksud dan bahkan menyatakan
akan patuh terhadap Konvensi Senjata Kimia yang
mengatur pelarangan penggunaannya.
Jalur diplomatik yang dimaksud Obama adalah
Perjanjian Jenewa II yang dilangsungkan awal 2014
yang tujuan utamanya untuk mencari solusi politik
bersama untuk krisis Suriah, selain juga mengenai
solusi kemanusiaan tentunya. Sayangnya,
pertemuan tersebut tidak membuahkan hasil yang
signifikan, jika tidak dianggap sebagai sebuah
kegagalan, kecuali kesepakatan untuk memerangi
Al-Qaidah di Suriah.
Lantaran sikap politik Obama yang masih ragu-ragu
untuk melakukan intervensi militer secara langsung
inilah lantas kemudian dia disebut oleh Dennis
Ross sebagai seorang pragmatis. Kesimpulan
tersebut muncul setelah Ross membandingkan
antara sikap yang diambil Obama terhadap krisis
Libia, Mesir dan krisis Suriah. Ross mengatakan
bahwa saat Obama menyeru kepada presiden
Mesir, Husni Mubarak, untuk mengundurkan diri
karena dalam pandangannya bahwa Mubarak telah
berada pada pihak yang salah, saat itu dia adalah
seorang idealis. Demikian juga dengan
keputusannya untuk mengambil tindakan
intervensi militer terhadap Libia yang didorong
oleh naluri kemanusiaan.
Pada pidato kenegaraannya pada Maret 2011,
Obama mengatakan:
“Selama lebih dari empat dekade, rakyat Libia telah
dipimpin oleh seorang tiran, Muammar Qadzafi.
Dia telah merampas kebebasan rakyatnya,
mengeksploitasi kekayaan mereka, membunuh
orang-orang yang menentangnya baik di dalam
maupun di luar Libia, dan meneror orang-orang
yang tidak bersalah di seluruh dunia – termasuk
warga-warga Amerika yang telah dibunuh oleh
agen-agen Libia ... cengkeraman rasa takut yang
dimiliki Qadzafi atas rakyatnya mulai memudar
seiring munculnya harapan kebebasan. Di kota-
kota besar dan kecil di seluruh Libia, rakyat turun
ke jalan untuk menuntut hak-hak asasi manusia
yang mendasar. Dengan satu suara para warga
Libia menyatakan, ‘Untuk pertama kalinya kita
memiliki harapan bahwa mimpi buruk selama 40
tahun yang kita alami sebentar lagi akan berakhir’.”
“Qadzafi telah menyatakan bahwa ‘ia tidak akan
menunjukkan belas kasihan’ kepada rakyatnya
sendiri. Ia menyamakan mereka dengan tikus-tikus,
dan mengancam akan datang dari pintu ke pintu
untuk menghukum mereka. Di masa lalu kita
semua telah menyaksikan bagaimana ia
menggantung warga-warga sipil di jalanan, dan
membunuh lebih dari seribu orang dalam jangka
waktu satu hari saja. Sekarang kita melihat bahwa
kekuatan-kekuatan rezimnya telah tiba di
perbatasan kota. Kami sadar jika kami menunggu
8
Laporan Bulanan SYAMINA XII/Juni 2014
satu hari saja lebih lama maka Benghazi—kota
yang ukurannya hampir sama dengan kota
Charlotte di AS— bisa dihabisi dalam sebuah
pembantaian yang bisa mengguncang seluruh
kawasan tersebut serta menodai hati nurani
dunia,” lanjut Obama.
Lalu Obama menjelaskan sikapnya terhadap Libia:
“Membiarkan hal itu terjadi tidaklah sesuai dengan
kepentingan nasional kita. Saya menolak untuk
membiarkan hal itu terjadi. Itulah sebabnya
sembilan hari yang lalu, setelah berkonsultasi
dengan pimpinan kedua partai di Kongres, saya
mengotorisasikan sebuah aksi militer untuk
menghentikan pembunuhan-pembunuhan yang
terjadi dan untuk mengimplementasikan Resolusi
Dewan Keamanan PBB 1973.
Kami menyerang pasukan-pasukan Rezim yang
bergerak mendekati Benghazi untuk melindungi
kota tersebut dan menyelamatkan penduduknya.
Kami menyerang pasukan Qadzafi di kota Ajdabiya
yang bertetangga, sehingga kekuatan oposisi dapat
memukul mundur pasukan tersebut. Kami juga
menyerang alat-alat pertahanan udara miliknya
demi membuka jalan untuk ditegakannya Zona
Larangan Terbang. Sasaran kami adalah tank-tank
dan aset-aset militer yang telah mengepung dan
mencekik kehidupan di berbagai kota. Dan malam
ini, saya bisa laporkan bahwa kami telah berhasil
menghentikan gerakan maut dari kekuatan
Qadzafi.”
Dan dalam menjelaskan alasan moral mengapa AS
melakukan intervensi terbatas pada Libia, Obama
menjelaskan, “Mengabaikan tanggung jawab
Amerika sebagai pemimpin dan–lebih dalam lagi–
tanggung jawab kita terhadap sesama manusia
dalam situasi ini merupakan suatu pengkhianatan
terhadap jati diri kita. Sebagian negara mungkin
bisa saja tutup mata terhadap kekacauan yang
terjadi di negara lain. Namun, Amerika Serikat itu
berbeda. Sebagai Presiden, saya menolak untuk
menunggu hingga adegan-adegan pembantaian
dan kuburan massal terjadi sebelum mengambil
tindakan.”
Sementara mengenai krisis Suriah yang telah
menyebabkan 100.000 lebih korban jiwa dan
jutaan pengungsi serta penggunaan senjata kimia
oleh rezim untuk menyerang kota-kota yang
diduduki pihak oposisi, Obama belum juga
menggelar aksi militer meski hanya terbatas untuk
melindungi rakyat sipil. Obama beralasan bahwa
“kita tidak bisa menyelesaikan perang saudara
orang lain dengan kekuatan [militer].” Sementara
mengenai penggunan senjata kimia di Suriah
seolah-olah Obama memakluminya dan
menyatakan hal itu bukanlah suatu yang baru
dalam sejarah dunia, terkhusus pada Perang Dunia
I dan II, meski Obama sendiri menyebut tindakan
itu sebagai ‘pembantaian yang sangat
mengenaskan’.
Pertanyaannya adalah di mana pernyataan
“Sebagian negara mungkin bisa saja tutup mata
terhadap kekacauan yang terjadi di negara lain.
Namun, Amerika Serikat itu berbeda. Sebagai
Presiden, saya menolak untuk menunggu hingga
adegan-adegan pembantaian dan kuburan massal
terjadi sebelum mengambil tindakan”?. Krisis
Suriah bukan sekedar ‘adegan-adegan
pembantaian dan kuburan massal’ yang ‘akan
terjadi’ namun ‘sudah terjadi’ dengan menelan
korban lebih dari 100.000 jiwa.
AS tidak hanya “menunggu satu hari saja lebih
lama”, namun menunggu selama lebih dari tiga
tahun. Bahkan lebih dari itu, AS ‘menolak’ untuk
menggelar aksi militer meski hanya terbatas demi
menyelamatkan ratusan ribu bahkan jutaan rakyat
Suriah. Dengan membandingkan antara Libia dan
Suriah dan sikap Obama terhadap keduanya maka
pernyataan bahwa Obama adalah seorang
9
Laporan Bulanan SYAMINA XII/Juni 2014
pragmatis sebagaimana yang disebutkan Ross
memiliki argumentasi yang kuat.
Namun, akhir-akhir ini pemerintah Obama mulai
mengubah kebijakan politik luar negerinya.
Terkhusus dalam aspek militer secara aktif, banyak
politikus dan peneliti AS yang mengusulkan agar AS
menggelar aksi militernya -meski hanya terbatas-
di Suriah, dengan tetap menjalankan aspek
diplomasi politik dan kemanusiaan. Tidak
ketinggalan bahwa penyelesaian konflik Suriah
diselaraskan dengan program besar Perang
Melawan Terorisme AS mengingat bahwa
kelompok yang beraliansi kepada Al-Qaidah cukup
berperan dalam pihak oposisi dan rakyat Suriah.
Langkah-Langkah Stratejik AS untuk Suriah
a. Bebaskan Suriah dari penggunaan senjata
kimia dan laksanakan Komunike Jenewa 2012
Menurut Andrew Tabler, salah seorang peneliti
senior Washington Institute, rasa keprihatinan
akan tumbuh dalam pemerintah AS bahwa upaya
untuk menghancurkan pemegang saham senjata
kimia Suriah "telah serius mogok dan terhenti,"
bukan hanya karena Suriah diduga berada di
belakang layar, tetapi juga karena Damaskus kini
menuntut situs senjata kimianya berstatus "tidak
aktif" bukan "fisik hancur" seperti yang tertera
dalam Konvensi Pelarangan Senjata Kimia.
Perkembangan ini, terutama setelah konsolidasi
kontrol rezim di bagian barat Suriah, menunjukkan
bahwa rezim Asad menyeret kakinya pada
pemenuhan kewajiban negara dalam rangka
mencapai konsesi dari Amerika Serikat dan London
serta 11 negara lain mengenai pembentukan badan
transisi di Suriah. Dalam rangka untuk melawan
tekanan seperti itu, Barat harus membalikkan
keadaan pada langkah pertama Asad dan
menggunakan kepatuhan Suriah terhadap
Konvensi Senjata Kimia sebagai pengaruh untuk
mendapatkan kepatuhan Asad terhadap transisi di
Suriah seperti yang tertera dalam Komunike
Jenewa 2012.
Untungnya, bagi Amerika Serikat dan Kanada, baik
kepatuhan Suriah dengan aturan yang ditetapkan
oleh Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW)
dan Komunike Jenewa sudah diabadikan dalam
satu resolusi Dewan Keamanan PBB (2118) yang
tercantum pada Bab VII, langkah-langkah tersebut
sebagai sanksi dan penggunaan kekuatan setelah
berlalunya resolusi Bab VII berikutnya. Dalam hal
kemungkinan veto oleh Rusia atau Cina, ancaman
kredibel sanksi tambahan dan penggunaan
kekuatan harus digunakan untuk memastikan Asad
mengikutinya melalui kewajibannya untuk
menyerahkan gudang senjata kimia Suriah.
b. Dorong akses dan evakuasi kemanusiaan
Situasi kemanusiaan di Suriah memburuk dengan
cepat, dan rezim Asad terus menggunakan
kampanye ‘melaparkan’ yang melanggar tidak
hanya Konvensi Jenewa tetapi juga hukum
humaniter internasional. Oleh karena itu,
dukungan terhadap resolusi Dewan Keamanan saat
ini yang mengusulkan mengenai akses
kemanusiaan di Suriah (yang juga menekankan
pelaksanaan Komunike Jenewa) harus terus
dilakukan.
c. Perangi terorisme
Memerangi terorisme harus terjadi pada beberapa
tingkat, termasuk rencana dalam hubungannya
dengan sekutu regional untuk mendukung unsur-
unsur oposisi moderat dengan mengorbankan
ekstremis. Tetapi, itu saja tidak akan cukup.
Rencana juga harus dikembangkan menggunakan
aset offset (misalnya, rudal) dan drone untuk
memukul semua faksi yang ditunjuk sebagai
kelompok teroris yang beroperasi di Suriah, tanpa
10
Laporan Bulanan SYAMINA XII/Juni 2014
memedulikan tujuan mereka berjuang, baik yang
menargetkan Kanada dan AS, atau target
internasional lainnya.
Pendekatan seperti itu akan menahan dan
menghambat Asad untuk menggunakan senjata
kimia, kemungkinan beralihnya senjata kimia
tersebut pada aktor-aktor non-negara dan
kelompok-kelompok teroris, dan penggunaan
kelaparan dan pengepungan oleh sebagai bentuk
peperangan. Hal ini juga akan memuat,
mengasingkan, dan membantu menghilangkan
kelompok teroris yang beroperasi di Suriah antara
kedua oposisi dan konstelasi kekuatan membantu
untuk menopang Asad.
Secara lebih detail, Clint Watts telah menjelaskan
bagaimana perang terhadap terorisme ini
dijalankan. Berikut saran-saran dan rekomendasi
dari Watts :
Mengembangkan rencana kontraterorisme
secara eksplisit yang dirancang untuk
melakukan beberapa tugas dengan baik.
Menetapkan tujuan umum bagi masyarakat
kontraterorisme untuk mencapai misinya
dengan tanpa manajemen mikro atas setiap
tindakan atau membatasi lembaga untuk
membuat suatu grand strategy kontraterorisme
yang berbelit-belit dan yang sudah usang saat
diterbitkan.
Melakukan enam tindakan untuk mengganggu
dan mencegah ancaman terorisme saat ini dan
masa depan.
(i) Kontraterorisme Umum yang dimaksud adalah:
Dalam militer, tujuan operasi menyediakan sense
(kepekaan) keseluruhan arah bagi unit-unit untuk
mengejar target negara yang diinginkan. Tujuan
operasi dapat menggambarkan program aksi,
keterbatasan metode, dan tugas utama untuk
mencapai misi. Ia juga bisa bertindak sebagai
pedoman bagi instansi bawahan dan praktisi untuk
mengembangkan operasi mereka sendiri tanpa
menghambat tindakan mereka; terutama ketika
situasi musuh sangat dinamis seperti lanskap
terorisme Barat yang ditemui hari ini.
Kemudian Watts mengajukan empat rekomendasi
untuk apa yang mungkin dimasukkan AS dan Barat
ke dalam tujuan kontraterorisme:
(1) Biarkan kelompok jihad saling berkompetisi.
Jika Al-Qaidah dan afiliasinya atau mantan yang
ingin bersaing dan saling membunuh, Barat tidak
boleh menghalangi mereka.
Jika ada tindakan yang dapat diambil untuk
mendorong persaingan kelompok teroris, dengan
segala cara kita harus menempuh cara itu. Namun,
maksud umum ini hanya bekerja dalam jangka
panjang jika Barat dan khususnya AS
mempertahankan kemampuan intelijen yang
cukup untuk benar-benar memahami bagaimana
kelompok-kelompok tersebut saling bersaing dan
kapan kelompok-kelompok ini satu sama lain
mungkin melakukan serangan terhadap Barat.
Selain itu, AS tidak boleh menipu diri sendiri
dengan percaya bahwa tidak akan ada gunanya
bagi tindakan kontraterorisme. Untuk masa
mendatang, Barat harus mengganggu kelompok-
kelompok teror yang akan terus merencanakan
serangan; yaitu cabang-cabang operasi eksternal
"Garda Tua” Al-Qaidah.
(2) Siapkan untuk skenario terburuk. AS dan Barat
harus mempersiapkan diri sekarang untuk
menghadapi dua skenario "paling berbahaya"
yang mungkin timbul.
Pertama, apa yang akan AS dan mitra-mitranya
lakukan jika dua sumber utama jihad, "Garda Tua"
Al-Qaidah dan tim ISIS, bersaing sedemikian rupa
sehingga mereka saling mengejar secara paralel,
meningkatkan serangan-serangan terhadap
sasaran-sasaran Barat?
11
Laporan Bulanan SYAMINA XII/Juni 2014
Kedua, apa yang akan AS dan mitra-mitranya
lakukan jika proksi "Garda Tua" Al-Qaidah di Suriah
bertemu untuk memfokuskan energi mereka untuk
menyerang Israel?. Barat seharusnya tidak duduk
kembali dan berharap bahwa skenario paling
berbahaya ini tidak muncul. Daripada terjebak
dalam situasi tersebut, AS sekarang harus
membuat rencana untuk bagaimana kita akan
melakukan intervensi untuk menggagalkan
skenario yang paling berbahaya ini.
(3) Hindari intervensi asing dan pembangunan
bangsa.
Barat telah menyadari pada dekade terakhir,
bahwa intervensi asing skala besar yang diikuti
oleh pembangunan bangsa umumnya telah gagal
untuk membasmi teroris. Intervensi asing
menegaskan pembenaran ideologis jihad untuk
melawan Barat, hal itu sangat mahal dan akhirnya
menghasilkan pengelola negara yang lemah
sehingga menciptakan tempat operasional yang
aman bagi teroris.
Watts yakin bahwa Barat telah belajar dari
pelajaran ini. Pendekatan kontraterorisme yang
lebih baik atas cakrawala saat ini sedang
berlangsung di Tanduk Afrika, di mana dukungan
militer dan intelijen terbatas diberikan kepada
pasukan kontraterorisme yang mengejar tujuan-
tujuan yang terbatas.
(4) Mempertahankan kemampuan intelijen di
semua bidang.
Mempertahankan kemampuan intelijen AS untuk
memahami kebanyakan ancaman teroris yang AS
hadapi tidak pernah lebih penting. Namun,
pemerintah AS telah berusaha keras untuk
memegang kemampuan ini karena pembelotan
Edward Snowden. Pemerintah AS harus terus
berjuang untuk kemampuan ini, dan publik
Amerika harus memahami bahwa cara terbaik
untuk melindungi orang Amerika di era digital
adalah untuk memanfaatkan keunggulan kita
dalam pengawasan teknis. Amerika, untuk
membuat Anda aman, pemerintah AS mungkin
berakhir belajar sedikit tentang kehidupan
elektronik Anda. Keamanan adalah suatu yang
saling tarik-menarik, maka berhadapanlah dengan
hal itu.
(ii) Kontraterorisme yang spesifik adalah:
Sebuah keseimbangan halus antara tindakan
kontraterorisme harus diusahakan bergerak maju
dari tahun 2014.
Beberapa orang yang telah lelah dari Perang Global
Melawan Teror selama beberapa tahun mungkin
percaya kita harus melakukan sedikit dari pada
tidak melakukan apa-apa pun di bidang
kontraterorisme. Ini akan tampak bodoh karena
ancaman terorisme belum menguap, tapi agak
berubah.
Beda lagi dengan yang berpendapat sebaliknya,
bahwa Al-Qaidah (apa pun bentuknya) lebih kuat
dari sebelumnya dan memerlukan tindakan militer
yang lebih cepat untuk menghentikan mereka. Ini
akan sama-sama bodohnya dengan pandangan
bahwa Jihadis (yang ditulis dengan huruf besar)
tidak akan pernah merusak diri sendiri seperti itu.
Secara agresif memajukan arah kontraterorisme
militer kemungkinan akan menggembleng faksi
jihad yang berbeda secara bersama-sama daripada
menjaga mereka untuk saling bersaing.
Untuk secara efektif keseimbangan antara dua
kutub ini, Watts menyarankan hanya melakukan
beberapa tindakan kontraterorisme. Banyak
tindakan pemerintah AS ini yang sudah cukup baik,
(di antaranya); perbaikan besar-besaran atas
bagaimana kontraterorisme dilakukan satu dekade
yang lalu dan pemberian penghargaan pada
mereka yang gesit mengejar Al-Qaidah hari ini.
12
Laporan Bulanan SYAMINA XII/Juni 2014
Menumpas Para Pendonor Teror.
Tidak ada tindakan yang mungkin lebih penting
saat ini daripada mendapatkan kontrol dari uang
dan sumber daya yang mengalir ke Suriah dan
tempat berlindung yang aman bagi teroris lainnya.
Meski jihadi bertengkar satu sama lain, namun
asalkan sumber daya tetap konstan, kelompok-
kelompok ini (yaitu "Garda Tua" Al-Qaidah, Tim
ISIS, dan pemain baru lainnya di daerah lain) pada
akhirnya akan membangun kapasitas yang cukup
untuk melakukan serangan terhadap Barat.
Ideologi ekstrem yang kekurangan sumber daya
akan menjadi lebih kecil dari sebuah sekte dari
waktu ke waktu. Namun, Al-Qaidah dan varian
jihad saat ini bertahan karena mereka
mempertahankan pasokan sumber daya dari Timur
Tengah.
Hari ini, siapa saja bisa mendapatkan pada media
sosial orang yang tersedia secara terbuka dan
menyumbangkan uang ke jihadi di Suriah atau
menonton donor uang besar di Arab Saudi, Kuwait,
dan arak-arakan dukungan Qatar untuk faksi jihad
favorit mereka. Pemerintah AS telah berusaha
mengupayakan untuk mengganggu aliran ini dan
Arab Saudi tampaknya sadar akan bahaya pukulan
balik dukungan keuangan dan materiil warga
mereka untuk jihad Suriah.
Salah satu alternatif yang tampaknya bisa
diupayakan adalah dengan memanfaatkan uang
mengalir untuk memilih kelompok-kelompok Islam
untuk melawan kelompok jihadi. Apapun yang
akan menjadi akhir tindakan spesifik itu, Watts
berpendapat bahwa melawan pembiayaan teror
belum pernah menjadi elemen penting dari
strategi kontraterorisme AS.
Eliminasi (hapuskan) "Garda Tua" Al-Qaidah dan
sel operasi eksternalnya.
Watts percaya bahwa strategi kontraterorisme AS
harus fokus pada "Garda Tua" al-Qaeda yang
elemen operasi eksternalnya masih tetap
berkomitmen untuk menyerang AS dan Barat.
Unsur-unsur kinetik kontraterorisme, operasi
militer yang didukung oleh intelijen yang kuat dan
bila mungkin penegakan hukum, harus terus
dijalankan karena mereka dalam beberapa tahun
terakhir, gesit menargetkan elemen yang paling
berbahaya Al-Qaidah di manapun mereka berada.
Jika memungkinkan, Barat harus menangkap dan
mencoba menyeret operator Al-Qaidah ini ke meja
pengadilan. Ketika ancaman bagi Barat sudah
dekat dan upaya penangkapan tidak
memungkinkan, operasi militer harus dijalankan.
AS telah meningkatkan proses triase
kontraterorisme ini secara dramatis dalam dekade
terakhir dan hal itu perlu untuk dipertahankan
pada tingkat intensitasnya saat ini di masa
mendatang.
Transisi Rusia dan Iran sebagai musuh jauh.
Ke depan, kampanye informasi AS dalam kontra-
terorisme harus mempertimbangkan untuk
mengarahkan kembali narasi Al-Qaidah dari
'musuh jauh'. Hari ini, musuh-musuh jauh nyata
jihadi di Suriah adalah Rusia dan Iran. Rusia telah
memprakarsai kembali cara dan tindakan
kekaisaran sebagai penyangga intervensi Barat di
Suriah. Iran menyediakan sumber daya, pasukan,
dan kemampuan teknologi untuk rezim Suriah.
Untuk sikap sektarian ISIS, Iran adalah musuh alami
jauh. Untuk "Garda Tua" Al-Qaidah, Rusia adalah
musuh jauh pertama mereka di Afghanistan; mari
kita dorong mereka untuk kembali menggemakan
kampanye tersebut. Apakah AS suka atau tidak,
Rusia dan Iran terus menargetkan AS dalam
kampanye informasi yang disengaja. Mengapa
tidak seharusnya AS mengarahkan beberapa
kebencian jihad kepada orang-orang yang
13
Laporan Bulanan SYAMINA XII/Juni 2014
bertangan kotor (tangannya berlumuran darah)
dalam konflik Suriah, yaitu: Rusia dan Iran?
Perpanjang Pelacakan Pejuang Asing.
Kebangkitan cepat jaringan pejuang asing ke
Suriah sebagian besar datang dari migrasi pejuang
asing besar kedua ke Irak sekitar tahun 2004-2010.
Mereka yang selamat dari medan perang Irak saat
ini membantu memfasilitasi anggota baru ke Suriah
dan telah menyediakan bahan bakar untuk ISIS
yang merupakan pecahan dari inti Al-Qaeda.
Perkiraan umum dari jumlah keseluruhan dari
pejuang asing di Suriah yang digembar-gemborkan
di media adalah 10.000.
Thomas Hegghammer memperkirakan bahwa 1%
sampai 10% dari pejuang asing kembali ke rumah
untuk melakukan kekerasan. Sulit untuk
mengetahui berapa banyak dari 10.000 pejuang
asing hari ini akan bertahan dan kembali ke rumah,
tapi Watts harapkan di suatu tempat antara 750-
1000 anggota pasukan tempur asing hari ini akan
berkomitmen untuk melakukan kekerasan
terhadap Barat pasca-Suriah. Selama jihad
Afghanistan, sedikit tidak ditemukan cara untuk
melacak di mana akan datangnya sumber pejuang
asing di masa depan.
Enam tahun yang lalu, AS bisa melihat di mana
suplai pejuang asing hari ini akan terjadi
berdasarkan data Al Qaidah dalam database
sumber daya manusia Irak yang berhasil ditemukan
oleh Pasukan AS di Sinjar, Irak. Hari ini,
bagaimanapun, merupakan bagian penting dari
seorang pejuang asing Suriah adalah menjaga
halaman Facebook dan akun Twitter.
Jika negara-negara Barat tidak menggunakan
informasi yang tersedia secara terbuka ini untuk
melacak dan memperkirakan risiko kekerasan
sekembalinya jihadi, mereka adalah bodoh. Hari ini
media sosial telah membantu memberdayakan
rekrutmen pejuang asing untuk berperang di
Suriah, mengapa AS tidak menggunakan informasi
yang sama untuk mempersiapkan diri untuk
menghadapi banjir pejuang asing ketiga pasca
Suriah?
Pilihan untuk mengeliminasi Wuhayshi dan Azh-
Zhawahiri.
Salah satu dilema yang lebih membingungkan pada
periode pascahegemoni Al-Qaidah adalah untuk
memfokuskan upaya untuk mengeliminasi
pemimpin kunci Al-Qaidah. Orang akan berharap
Aiman Azh-Zhawahiri menjadi target paling penting
bagi upaya kontraterorisme Barat, tetapi ISIS
menolak Azh-Zhawahiri dan rekam jejaknya sejak
kematian Bin Laden. Ini menunjukkan bahwa
kematian Azh-Zhawahiri atau penangkapannya
mungkin benar-benar membantu dan lebih
menyakiti kesatuan jihad global.
Pernyataan Azh-Zhawahiri beberapa pekan terakhir
ini menggambarkan betapa terbatasnya
kekuasaannya adalah faksi yang bersaing jihad itu.
Sementara itu, Watts yakin Barat dan mitranya di
Pakistan akan menangkap atau mengeliminasi Azh-
Zawahiri pada setiap titik yang memungkinkan,
karena dia pasti sudah mempersiapkan plot
serangan terhadap Barat atau Israel, pemimpin
yang paling penting bagi "Garda Tua" Al-Qaidah
dan jihad secara keseluruhan.
Selanjutnya adalah Nasir Wuhayshi, pemimpin
AQAP di Yaman dan Wakil Komandan Umum Al-
Qaidah. Wuhayshi tetap berkomitmen untuk
menyerang AS, dia akan lebih efektif sebagai
pemimpin Al-Qaidah global dan sangat dihormati
oleh semua pangkat dan elemen jihadi sejak dari
Sahil (Afrika) hingga ke Asia Selatan. Jika seseorang
memiliki kemampuan untuk menyatukan semua
jihadis, ISIS dan faksi independen lainnya, maka
orang itu adalah Wuhayshi.
Jadi, Watts merekomendasikan untuk
memfokuskan upaya ‘pemenggalan kepala’
14
Laporan Bulanan SYAMINA XII/Juni 2014
kepemimpinan pada Wuhayshi dahulu demi
mencegah munculnya potensi Al-Qaidah yang lebih
kuat di masa depan. Menghilangkan Wuhayshi
kemungkinan akan lebih melepaskan gerakan jihad
yang sudah merambah dalam berbagai arah.
Di Suriah, fokus terlebih dahulu pada Jabhah
Nushrah, baru kemudian ISIS.
Jabhah Nushrah dan jaringan "Garda Tua" yang
merupakan penghubung antara Al-Qaidah antara
Jabhah Islamiyah harus menjadi fokus
kontraterorisme di Suriah. Jabhah Nushrah di masa
depan akan menjadi kendaraan untuk melakukan
serangan terhadap Barat dan Israel setelah konflik
Suriah. Dengan langsung menyasar Jabhah
Nushrah pertama kali, AS akan menegaskan bahwa
dukungan untuk doktrin Al-Qaidah yang
menargetkan AS sebagai musuh jauh akan
menghasilkan tindakan kontraterorisme langsung.
Secara keseluruhan, dalam hal afiliasi Al-Qaidah,
Watts menyarankan prioritas usaha
kontraterorisme, yaitu: (1) AQAP di Yaman, (2)
Jabhah Nushrah di Suriah, dan (3) Al-Qaidah di
Pakistan Tengah. Karena sejumlah alasan, Watts
mungkin berpikir mengabaikan ancaman
kemunculan ISIS.
Jika Barat cukup beruntung untuk melihat secara
lengkap runtuhnya "Garda Tua" Al-Qaidah, ISIS
kemungkinan besar masih merupakan ancaman
terhadap Barat dari waktu ke waktu jika diizinkan
untuk membuat tempat berlindung yang aman dan
berkelanjutan di Irak Barat. Namun, Watts percaya
ISIS mungkin menyadari bahwa selama ini mereka
menghindar untuk masuk dan berhadapan
langsung dengan AS dalam waktu dekat, mereka
dapat menghindari menerima seteguk rudal yang
mungkin menyalip ambisi mereka mendirikan
sebuah Negara Islam. Selain itu, penargetan ISIS
jelas lebih sektarian,
Jadi, mengapa tidak membiarkan penduduk lokal,
mitra, atau bahkan musuh seperti Iran berurusan
dengan kelompok naik ini? Munculnya ISIS harus
terus dipantau dan jika mereka bergeser target
mereka terhadap Barat maka Barat harus bergerak
untuk mencegah mereka. Untuk sementara ini,
fokus memukul keras Jabhah Nushrah afiliasi yang
berkomitmen untuk mewujudkan tujuan "Garda
Tua" Al Qaeda.
Tindakan Kontraterorisme Barat yang Bisa
Direduksi
Ke depan, menurut Watts, ada dua wilayah di
mana AS bisa mengurangi upaya
kontraterorismenya.
Pesan untuk melemahkan ideologi Al Qaeda.
Amerika Serikat telah dengan bijaksana menolak
untuk menantang “pembenaran agama” Al-
Qaidah atas tindakannya. Dan, mengapa repot-
repot?
Ideologi jihad, seperti komunisme selama tahun
1980, sekarang ini telah mengalami kegagalan
karena kelemahan dan kekurangan ideologi itu
sendiri. Pemerintah AS harus terus menyangkal
informasi Al-Qaidah yang salah tentang Amerika
Serikat dan menyebarkan contoh kemunafikan Al-
Qaidah dan pertikaian dalam jajarannya, tapi
menghindari upaya untuk menantang ideologi Al-
Qaidah atas dasar agama.
Hindari mengenai pemerintahan dan
Pengembangan(negara) sebagai bagian dari
strategi kontraterorisme. Satu dekade yang lalu,
menurut pengakuannya, Watts termasuk
mendukung gagasan yang menggunakan
bantuan dan pembangunan ekonomi dan
pemerintahan sebagai bagian dari strategi
kontraterorisme AS. Namun, lebih dari sepuluh
15
Laporan Bulanan SYAMINA XII/Juni 2014
tahun kontraterorisme, hal ini telah
membuktikan bahwa dia salah.
Upaya pengembangan ini sangat mahal dan—
sepengetahuan Watts—tidak menunjukkan efek
yang bisa diukur dalam merusak Al-Qaidah dan
kelompok-kelompok jihad lainnya. Sebaiknya
mencurahkan sumberdaya pembangunan yang
terbatas di lokasi yang pada akhirnya dapat
berbagi nilai-nilai Barat dan tuan rumah dasar-
dasar ekonomi yang diperlukan dan komponen
masyarakat sipil yang demokrasi bisa berkembang;
tidak pada tempat berlindung yang aman bagi
teroris yang merasa aneh dengan prinsip-prinsip
demokrasi, tidak berlanjutannya pertumbuhan dan
nilai di masa depan dan berkiblat ke Barat hanya
melalui lensa kontraterorisme.
Kadang-kadang, mungkin ada alasan yang baik
untuk mengejar proyek-proyek pembangunan yang
terbatas dalam mendukung tujuan kontraterorisme
di lingkungan lokal yang merupakan titik panas
untuk perekrutan teroris. Tapi, skalanya harus kecil
dan ruang lingkup terfokus. Misalnya, proyek
pembangunan di Nairobi, Kenya untuk
menggagalkan perekrutan Asy-Syabab (Somalia)
yang mungkin masuk akal jika diintegrasikan
dengan upaya pemerintahan yang demokratis dan
mitra pendukung nilai-nilai demokrasi AS. Namun,
berusaha untuk mereformasi sistem peradilan
negara-negara Afrika Utara untuk melemahkan
simpati Al-Qaidah, sebuah ide yang pernah saya
dengar dalam konteks kontraterorisme, hal itu
tidak bisa diterima.
4. Pil pahit ketika saudara memerangi 'saudara'nya
Perselisihan dan pertikaian antara sesama faksi
jihad, terkhusus antara Daulah Islam Irak dan Syam
(ISIS) dan Jabhah Nushrah (JN) serta faksi jihad
lainnya dianggap sebagai permasalahan internal
utama mujahidin Suriah. Beberapa pengamat
beranggapan bahwa kunci untuk menyelesaikan
perselisihan tersebut berada di tangan Aiman Azh-
Zhawahiri, karena muara itu semua berawal dari
perselisihan antara ISIS dan JN.
Anggapan mereka salah. Setelah Azh-Zhawahiri
menjelaskan hal itu semua pada audio wawancara
eksklusif pada April yang diduga sempat bocor
sebelum resmi dirilis oleh As-Sahab Media, dan
juga pesan audionya dalam menanggapi
permintaan klarifikasi Dr. Hani As-Siba’i mengenai
fakta seputar perselisihan antara ISIS dan JN.
Pada audio wawancara tersebut, Azh-Zhawahiri
menjelaskan dua alasan mengapa Al-Qaidah
mengeluarkan ISIS dari afiliasi resminya. Dua
alasan pokok tersebut yaitu: (1) perbedaan manhaj
(pendekatan) antara Al-Qaidah dan ISIS, dan (2)
ISIS tidak iltizam (konsisten) terhadap dasar-dasar
amal jama’i.
Dalam penjelasannya, Azh-Zhawahiri menyebutkan
bahwa manhaj Al-Qaidah dalam menuju tujuannya
di antaranya adalah: memfokuskan perlawanan
terhadap AS, Yahudi, dan Zionis serta mengajak
umat Islam untuk berjihad melawan mereka:
sebisa mungkin menjauhi pertumpahan darah
dengan umat Islam; berusaha menyatukan umat di
bawah kalimat tauhid; dan bekerja mengembalikan
khilafah islamiyah ke pangkuan umat dengan
khalifah yang mereka ridhai.
Sementara tidak komitmennya ISIS yang dimaksud
adalah seperti: mendirikan Daulah Islam Irak dan
Syam tanpa izin dari qiyadah; masih melanjutkan
proyek tersebut meski telah diminta untuk
menundanya; dan tidak patuh pada qiyadah atas
keputusan-keputusan yang telah ditetapkannya
seperti keputusan perintah untuk menghentikan
perang fitnah antara internal jihadi. Adapun dalam
klarifikasi permintaan Dr. Hani As-Siba’i, Azh-
Zhawahiri lebih menonjolkan bukti-bukti bahwa
ISIS memang bagian dari afiliasi resmi Al-Qaidah.
16
Laporan Bulanan SYAMINA XII/Juni 2014
Dengan adanya dua pernyataan Azh-Zhawahiri
tersebut, pihak ISIS juga turut menanggapi. Pada
pernyataan resmi melalui juru bicaranya, Abu
Muhammad Al-Adnani, sehari sebelum wawancara
dengan Azh-Zhawahiri dipublikasikan, dengan tidak
melalui media resminya, ISIS menegaskan bahwa
ketidakpatuhannya kepada Al-Qaidah Pusat
disebabkan manhaj pemimpinnya sekarang (Azh-
Zhawahiri) yang berbeda dengan pemimpin
sebelumnya (Usamah bin Ladin).
Dari sini, harapan agar kedua faksi ini untuk
berdamai belum dapat terwujud hingga hari ini.
Bahkan pada wilayah di mana kedua faksi jihadi ini
memiliki kekuatan seimbang, bentrok senjata
antara kedua faksi tak terelakkan.
Epilog
Pada awal Mei 2013, Aiman Azh-Zhawahiri dalam
sebuah pesan audio yang berjudul Syahaadatu li-
Haqni Dimaa`i l-Mujaahidiina bi sy-Syaam
(Kesaksian Demi Meredam Tumpahnya Darah
Mujahidin Syam) menasehati dan meminta agar
Daulah Islam Irak dan Syam (ISIS) untuk
memfokuskan diri di Irak untuk melawan musuh
Islam dan Ahlus Sunnah (rezim Irak) di sana.
Seruan dan harapan Azh-Zhawahiri kepada ISIS
tersebut barangkali masih banyak dipahami dalam
konteks perselisihan antara Al-Qaidah Pusat dan
ISIS. Sebenarnya, Azh-Zhawahiri telah menawarkan
suatu strategi brilian untuk mempermalukan AS di
Irak dan menarik mereka kembali ke pusaran
perang berkepanjangan. Bagaimana tidak? AS
keluar dari Irak dengan mengklaim sebagai
pemenang perang dengan rivalnya, Al-Qaidah.
Namun, tidak lama setelah penarikan mundur
pasukan AS, musuh yang dulu mereka klaim
berhasil dikalahkan telah berhasil merangsek
masuk ke Fallujah, dan kini telah menguasai Mosul
yang jarak hanya tinggal beberapa kilometer lagi
dari Baghdad, ibu kota Irak. Kota-kota yang sekitar
tujuh tahun mereka pertahankan ternyata
sedemikian mudah direbut oleh afiliasi Al-Qaidah.
Warga AS yang keluarganya menjadi korban di Irak
merasa terpukul, sementara para veterannya
histeris agar pengorbanan mereka tidak dibiarkan
sia-sia dan meminta kota-kota tersebut direbut
kembali. Inilah riil perang yang dikehendaki Al-
Qaidah.
Al-Qaidah beranggapan bahwa perang sejati
mereka adalah ketika mereka berhadapan dengan
AS, sementara selainnya merupakan batu loncatan
mereka untuk menarik AS terjun ke dalam pusaran
perang. Untuk itu, selama AS masih mampu untuk
mengirimkan pasukannya, Al-Qaidah tidak mau
latah mengontrol penuh suatu wilayah atau negara
yang menguras potensi dan finansial mereka,
dengan tetap menyosialisasikan ide-ide
perlawanan mereka kepada umat Islam.
Sepertinya Al-Qaidah cukup sadar—sebagaimana
yang disebutkan Abdullah bin Muhammad—bahwa
perang sekarang ini bukan sekedar
memperebutkan suatu wilayah dan
mendeklarasikan bahwa perang telah usai. Namun,
titik tekannya lebih pada kemampuan untuk
survive (bertahan) agar mampu melanjutkan
perang hingga musuh utama mampu dilumpuhkan.
Wallahu a’lam. (Ali Sadikin)
17
Laporan Bulanan SYAMINA XII/Juni 2014
Membentuk Negara
“Perang sepanjang sejarah telah dilancarkan untuk penaklukan dan penjarahan.... Singkat kata, itulah perang.
Kelas ‘tuan’ (yang kuat) selalu yang menyatakan perang; sedangkan kelas ‘sasaran’ selalu melawan dalam
pertempuran.”
(Eugene Debs)
Tulisan ini mencoba mengkaji ulang tentang
konsep negara, bagaimana teori terbentuknya, dan
bagaimana suatu negara yang established (mapan)
terbentuk atau dibangun melalui peperangan.
Teori yang digunakan dalam tulisan ini adalah teori
politik dan administrasi negara.
Negara dalam bahasa asing disebut daulah (Arab),
de staat (Belanda), state (Inggris), dan le’etat
(Prancis). Dalam teori tata negara umum, negara
biasanya didefinisikan sebagai berikut:
- Negara dalam arti luas adalah kesatuan sosial
yang diatur secara konstitusional untuk
mewujudkan kepentingan bersama.
- Negara adalah suatu wilayah di permukaan bumi
yang kekuasaannya baik politik, militer, ekonomi,
sosial maupun budayanya diatur oleh
pemerintahan yang berada di wilayah tersebut.
- Negara adalah pengorganisasian masyarakat
suatu wilayah tersebut dengan sejumlah orang
yang menerima keberadaan organisasi ini.
Keberadaan negara, seperti organisasi secara
umum, adalah untuk memudahkan anggotanya
(rakyat) mencapai tujuan bersama atau cita-
citanya. Keinginan bersama ini dirumuskan dalam
suatu dokumen yang disebut sebagai konstitusi,
termasuk di dalamnya nilai-nilai yang dijunjung
tinggi oleh rakyat—secara terpaksa maupun
sukarela—sebagai anggota negara, yang kemudian
dikenal sebagai dasar negara.
Dalam konsep negara modern, negara dipandang
dalam perspektif yang materialistik, yaitu terkait
erat dengan keinginan rakyat untuk mencapai
kesejahteraan bersama dengan cara-cara yang
disepakati.
Berikut ini pendapat beberapa pakar kenegaraan
tentang negara:
a. Robert M. MacIver (R.M. Mac Iver: 1926)
Negara adalah persembatanan (penarikan) yang
bertindak lewat hukum yang direalisasikan oleh
pemerintah yang dilengkapi dengan kekuasaan
untuk memaksa dalam satu kehidupan yang
dibatasi secara teritorial mempertegak syarat-
syarat lahir yang umum dari ketertiban sosial.
Negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan
penertiban di dalam suatu masyarakat dalam suatu
wilayah dengan berdasarkan sistem hukum yang
diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk
maksud tersebut diberi kekuasaan memaksa.1
b. Logeman (Solly Lubis: 2007)
Negara adalah organisasi kemasyarakatan yang
dengan kekuasaannya bertujuan untuk mengatur
dan mengurus masyarakat tertentu.
c. Hoge de Groot (Solly Lubis: 2007)
Negara adalah ikatan-ikatan manusia yang insaf
akan arti dan panggilan hukum kodrat.
1 R.M. MacIver, The Modern State, London: Oxford University
Press, 1926, h. 22.
18
Laporan Bulanan SYAMINA XII/Juni 2014
d. George Jellinek (George Jellinek, Algemeine
Staatsleh.re)
Negara adalah organisasi kekuasaan dari
sekelompok manusia yang telah berkediaman di
wilayah tertentu.
e. George Wilhelm Friedrich Hegel
Negara merupakan organisasi kesusilaan yang
muncul sebagai sintesis dari kemerdekaan
individual dan kemerdekaan universal.
f. Krannenburg (Krannenburg: 1951)
Negara adalah suatu organisasi yang timbul karena
kehendak dari suatu golongan atau bangsanya
sendiri.
g. Roger H. Soltau (Roger H. Soltau: 1961)
Negara adalah alat (agency) atau kewenangan
(authority) yang mengatur atau mengendalikan
persoalan-persoalan bersama atas nama
masyarakat.2
h. Aristoteles (Solly Lubis: 2007)
Asosiasi yang setinggi-tingginya dan yang
sempurna-sempurnanya yang dapat dicapai oleh
manusia untuk keperluan hidup bersama.
i. Benedictus de Spinoza
Negara adalah susunan masyarakat yang integral
(kesatuan) antara semua golongan dan bagian dari
seluruh anggota masyarakat (persatuan
masyarakat organis).
j. Harold J. Laski (Harold J. Laski: 1947)
Negara adalah suatu masyarakat yang
diintegrasikan karena memiliki wewenang yang
bersifat memaksa dan yang secara sah lebih
berkuasa daripada individu atau kelompok yang
merupakan bagian dari masyarakat. Masyarakat
adalah suatu kelompok manusia yang hidup dan
bekerja sama untuk memenuhi terkabulnya
keinginan-keinginan mereka bersama. Masyarakat
merupakan negara kalau cara hidup yang harus 2 Robert M. Soltau, An Introduction to Politics, h. 1.
ditaati baik oleh individu maupun oleh asosiasi-
asosiasi ditentukan oleh suatu wewenang yang
bersifat memaksa dan mengikat.”3
k. W.L.G. Lemaire (Kurmiaty: 2003)
Negara tampak sebagai suatu masyarakat manusia
teritorial yang diorganisasikan.
l. Max Weber (Max Weber: 1958)
Negara adalah suatu masyarakat yang memonopoli
penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu
wilayah).
m. Bellefroid
Negara adalah suatu persekutuan hukum yang
menempati suatu wilayah untuk selama-lamanya
dan dilengkapi dengan suatu kekuasaan tertinggi
untuk menyelenggarakan kemakmuran rakyat
sebesar-besarnya.
n. Thomas Hobbes (Deddy Ismatullah: 2007)
Negara adalah suatu tubuh yang dibuat oleh orang
banyak beramai-ramai, masing-masing berjanji
akan memakainya menjadi alat untuk keamanan
dan perlindungan bagi mereka.
o. J.J. Rousseau (Solly Lubis: 2007)
Negara adalah perserikatan dari rakyat bersama-
sama yang melindungi dan mempertahankan hak
masing-masing diri dan harta benda anggota-
anggota yang tetap hidup dengan bebas merdeka.
p. Karl Marx
Negara adalah suatu alat kekuasaan bagi manusia
(penguasa) untuk menindas kelas manusia lainnya.
q. Max Weber
Negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai
monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara
sah dalam sesuatu wilayah.4
3 Harold J. Laski, The State in Theory and Practice, New York:
The Viking Press, 1947, h. 8-9. 4 H.H. Gerth and C. Wright Mills, terj., editorial dan pengantar
dari buku Max Weber, Essays in Sociology, New York: Oxford
University Press, 1958, h. 78.
19
Laporan Bulanan SYAMINA XII/Juni 2014
r. Ibnu Abi Ar-Rabi’
Ibn Abi Ar-Rabi’ berpendapat bahwa untuk
mendirikan negara diperlukan beberapa dua unsur
dan sendi. Pertama, harus ada wilayah di
dalamnya, terdapat terdapat air bersih, tempat
mata pencarian, terhindar dari serangan musuh,
jalan-jalan raya, tempat shalat di tengah kota, dan
pasar-pasar. Kedua, harus ada raja atau penguasa
sebagai pengelola negara yang akan
menyelenggarakan segala urusan negara dan
rakyat.5
Ringkasnya, negara (state) adalah suatu organisasi
dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan
tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya.
Negara merupakan integrasi dari kekuasaan politik.
Negara adalah alat (agency) dari masyarakat yang
mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-
hubungan manusia dalam masyarakat dan
menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam
masyarakat.
Manusia hidup dalam suasana kerja sama,
sekaligus suasana antagonis dan penuh
pertentangan. Negara adalah organisasi yang
dalam sesuatu wilayah dapat memaksakan
kekuasaannya secara sah terhadap semua
golongan kekuasaan lainnya dan yang dapat
menetapkan tujuan-tujuan dari dari kehidupan
bersama itu.
Jadi sebagai definisi umum dapat dikatakan bahwa
negara adalah suatu daerah teritorial yang
rakyatnya diperintah (governed) oleh sejumlah
pejabat dan yang berhasil menuntut dari warga
negaranya ketaatan pada peraturan perundang-
undangannya melalui penguasa (kontrol)
monopolisitik terhadap kekuasaan yang sah.
5 Ibnu Abi Ar-Rabi’, Suluk Al-Malik fi Tadbir Al-Mamalik, Kairo:
Dar Asy-Sya’bah, 1970.
Sifat-Sifat Negara
Negara mempunyai sifat khusus yang merupakan
manifestasi dari kedaulatan yang dimilikinya.
Berikut adalah sifat-sifat negara :
1. Sifat memaksa
Agar peraturan perundang-undangan ditaati
dan dengan demikian terjadi sebuah
penertiban.
2. Sifat monopoli
Negara mempunyai tujuan dalam menetapkan
tujuan bersama dari masyarakat.
3. Sifat mencakup semua (all—encompassing, all-
embracing)
Semua peraturan perundang-undangan berlaku
untuk semua tanpa terkecuali.
Unsur-Unsur Negara
Unsur negara sebagai syarat berdirinya suatu
negara rakyat, wilayah, pemerintahan dan
pengakuan suatu negara apabila ingin diakui
sebagai negara yang berdaulat secara internasional
harus memenuhi empat persyaratan unsur negara
berikut ini :
1. Memiliki Wilayah
Untuk mendirikan suatu negara dengan kedaulatan
penuh diperlukan wilayah yang terdiri atas darat,
laut dan udara sebagai satu kesatuan. Untuk
wilayah yang jauh dari laut tidak memerlukan
wilayah lautan. Di wilayah negara itulah rakyat
akan menjalani kehidupannya sebagai warga
negara dan pemerintah akan melaksanakan
fungsinya.
2. Memiliki Rakyat
Diperlukan adanya kumpulan orang-orang yang
tinggal di negara tersebut dan dipersatukan oleh
suatu perasaan. Tanpa adanya orang sebagai
rakyat pada suatu ngara maka pemerintahan tidak
20
Laporan Bulanan SYAMINA XII/Juni 2014
akan berjalan. Rakyat juga berfungsi sebagai
sumber daya manusia untuk menjalankan aktivitas
kehidupan sehari-hari.
3. Pemerintahan yang Berdaulat
Pemerintahan yang baik terdiri atas susunan
penyelengara negara seperti lembaga yudikatif,
lembaga legislatif, lembaga eksekutif, dan lain
sebagainya untuk menyelengarakan kegiatan
pemerintahan yang berkedaulatan.
4. Pengakuan dari Negara Lain
Untuk dapat disebut sebagai negara yang sah
membutuhkan pengakuan negara lain baik secara
de facto (nyata) maupun secara de yure.
Sekelompok orang bisa saja mengakui suatu
wilayah yang terdiri atas orang-orang dengan
sistem pemerintahan, namun tidak akan disetujui
dunia internasional jika didirikan di atas negara
yang sudah ada.
Tujuan dan Fungsi Negara
Menurut Roger H. Soltau, tujuan negara adalah
“Memungkinkan rakyatnya berkembang serta
menyelenggarakan daya ciptanya sebebas
mungkin.”6
Adapun menurut Harold J. Laski, “Menciptakan
keadaan di mana rakyat dapat mencapai keinginan-
keinginan mereka secara maksimal.”7
Namun, setiap negara—terlepas dari apa
ideologinya—menyelenggarakan beberapa fungsi
minimum yang mutlak diperlukan, yaitu:
1. Melaksanakan penertiban (Law and Order)
2. Mengusahakan kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat
3. Pertahanan
6 Soltau, An Introduction to Politics, h. 253.
7 Laski, The State in Theory and Practice, h. 12.
4. Menegakkan keadilan
Charles E. Merriam menyebutkan lima fungsi
negara,8 yaitu:
1. Keamanan ekstern
2. Ketertiban intern
3. Keadilan
4. Kesejahteraan umum
5. Kebebasan
Keseluruhan fungsi negara di atas diselenggarakan
oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan bersama.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa negara merupakan
lembaga tertinggi dalam masyarakat atau bangsa
yang merupakan wadah bagi masyarakat untuk
mendapatkan kesejahteraan dan keadilan secara
utuh. Sebuah negara harus memiliki unsur pokok
yaitu wilayah, rakyat, pemerintahan yang
berdaulat baik keluar maupun ke dalam, kemudian
mendapat pengakuan internasional.
Di dalam sebuah negara juga terdapat sebuah
pemerintahan (government) dan tata
pemerintahan (governance) yang saling
mempengaruhi satu sama lainnya. Jadi, bisa
dikatakan bahwa dengan menciptakan tata
pemerintahan yang baik, maka pemerintah
(government) yang baik juga akan tercipta. Di
dalam suatu negara juga terdapat sebuah bentuk-
bentuk pemerintahan yang sangat mempengaruhi
perkembangan negara itu sendiri. Dan bentuk-
bentuk pemerintahan di dalam suatu negara
sangat identik dengan kekuasaan. 9
8 Charles E. Merriam, Systematic Politics , Chicago: University
of Chicago Press, 1947. 9 Herry Wahyudi, “Konsep Negara”, 18 April 2011,
http://politik.kompasiana.com/2011/04/17/konsep-negara-
356405.html
21
Laporan Bulanan SYAMINA XII/Juni 2014
Bentuk Negara
Bentuk negara terbagi sebagai berikut.
a. Negara Konfederasi
Negara konfederasi adalah negara yang terdiri dari
persatuan beberapa negara yang berdaulat.
Persatuan tersebut diantaranya dilakukan guna
mempertahankan kedaulatan dari negara-negara
yang masuk ke dalam Konfederasi tersebut.
b. Negara Kesatuan
Negara ini disebut juga negara unitaris. Ditinjau
dari segi susunannya, negara kesatuan adalah
negara yang tidak tersusun dari beberapa negara,
sifatnya tunggal. Artinya, hanya ada satu negara,
tidak seperti negara federal dimana ada negara di
dalam negara. Dengan demikian, di dalam negara
kesatuan hanya ada satu pemerintahan, yaitu
pemerintahan pusat yang mempunyai kekuasaan
atau wewenang tertinggi dalam segala lapangan
pemerintahan. Ciri-ciri Negara kesatuan anta lain.
1) Mempunyai 1 UUD
2) Mempunyai 1 presiden
3) Hanya pusat yang berhak membuat UU
Negara kesatuan ini terbagi 2 macam, yaitu:
1) Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi
yaitu urusan Negara langsung diatur oleh
pemerintah pusat.
2) Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi
yakni kepala daerah sebagai pemerintah daerah
yang diberikan hak otonomi yakni diberikan
kekuasaan mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri.
c. Negara Serikat (Federal)
Negara Serikat (Federal) adalah negara yang
tersusun dari beberapa negara yang semula berdiri
sendiri-sendiri dan kemudian negara-negara
tersebut mengadakan ikatan kerjasama yang
efektif, tetapi disamping itu, Negara-negara
tersebut masih ingin mempunyai wewenang-
wewenang yang dapat diurus sendiri. Jadi disini
tidak semua urusan diserahkan kepada pemerintah
gabungannya (pemerintah federal), tetapi masih
ada beberapa urusan yang diserahkan oleh
pemerintah negara-negara bagian kepada
pemerintah federal, yaitu urusan-urusan yang
menyangkut kepentingan bersama misalnya urusan
keuangan, pertahanan, angkatan bersenjata,
hubungan luar negeri, dan sebagainya. Adapun ciri-
ciri Negara serikat yakni.
1) Tiap negara bagian mempunyai satu UUD dan
satu Lembaga Legislatif.
2) Masing-masing negara bagian masih
memegang kedaulatan ke dalam, kedaulatan
keluar dipegang pusat.
3) Aturan yang dibuat pusat tidak lgs bisa
dilaksanakan daerah, harus dengan persetujuan
parlemen negara bagian.
d. Negara Khilafah
Bentuk negara ini dikenal dalam sistem politik
Islam, di mana negara ini berbentuk negara global
yang meliputi seluruh wilayah di dunia dengan
kekuasaan yang terpusat, namun bukan tanpa
batas, pada diri seorang kepala negara, yaitu
khalifah.
Teori Terbentuknya Negara
Dari tulisan di atas, kita dapat meringkas apa saja
yang termasuk unsur-unsur suatu negara, di mana
tanpa unsur-unsur tersebut suatu negara tidak
akan bisa disebut dengan negara. Unsur-unsur
yang dimaksud adalah wilayah, penduduk,
pemerintah yang berdaulat, dan juga pengakuan
dari negara lain. Dari unsur-unsur yang sudah
disebutkan di atas, suatu negara dapat terjadi
melalui beberapa proses dan proses-proses itu
dapat kita lihat dari berbagai teori tentang
terbentuknya suatu negara.
Teori terbentuknya suatu negara dibedakan
menjadi empat bagian, yang pertama berdasarkan
teori riwayat pembentukannya, kedua berdasarkan
22
Laporan Bulanan SYAMINA XII/Juni 2014
kenyataan apa adanya, ketiga berdasarkan teori
terjadinya, dan terakhir berdasarkan teori riwayat
pertumbuhannya (secara sosiologis).
Berikut macam-macam teori tentang asal mula
terbentuknya negara.
a. Asal mula negara berdasarkan teori riwayat
pembentukannya
1) Teori hukum alam
Teori hukum alam merupakan hasil pemikiran yang
paling awal. Berdasarkan teori hukum alam,
terjadinya negara ialah sesuatu yang alamiah.
Negara terjadi secara alamiah dengan bersumber
dari manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki
kecenderungan berkumpul dan saling
berhubungan untuk mencapai kebutuhan
hidupnya.
Tokoh-tokoh teori ini adalah Plato dan Aristoteles.
Negara menurut Plato (429–347 SM) ialah suatu
keluarga besar yang setiap anggotanya saling
berhubungan, bekerja sama, serta memiliki tugas
sendiri untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Adapun negara menurut Aristoteles (384–322 SM)
bermula dari keluarga, sekelompok keluarga,
kemudian bergabung menjadi lebih besar, dan
terbentuklah desa, masyarakat luas, serta akhirnya
terbentuk negara.
2) Teori ketuhanan (teokrasi)
Teori ini juga dikenal sebagai doktrin teokrasi
tentang asal mula negara. Pada abad pertengahan,
teori ini dipakai untuk membenarkan kekuasaan
raja yang mutlak. Berdasarkan teori ini, raja
bertakhta karena kehendak Tuhan.
Kekuasaan dan hak-hak raja untuk memerintah dan
bertakhta berasal dari Tuhan. Pelanggaran
terhadap kekuasaan raja merupakan pelanggaran
terhadap Tuhan. Raja serta pemimpin-pemimpin
negara hanya bertanggung jawab kepada Tuhan,
tidak kepada siapa pun. Penganjur teori ini adalah
Agustinus, F.J. Stahl, Thomas Aquinas, Ludwig Von
Halfer, serta F. Hegel.
3) Teori perjanjian (perjanjian masyarakat)/teori
kontrak sosial
Menurut teori ini, kehidupan manusia dipisahkan
dalam dua zaman, yakni zaman sebelum ada
negara serta zaman sesudahnya. Keadaan tidak
bernegara (pranegara) disebut keadaan alamiah. Di
sini individu hidup tanpa organisasi serta pimpinan,
tanpa hukum, dan tanpa negara serta pemerintah
yang mengatur hidup mereka. Keadaan alamiah itu
harus diakhiri dengan jalan mengadakan perjanjian
bersama. Dibentuklah negara melalui suatu
perjanjian di mana individu-individu merupakan
pesertanya. Negara berdaulat merupakan
tujuannya sehingga dapat melindungi serta
menjamin kehidupan mereka. Perjanjian ini disebut
perjanjian masyarakat atau kontrak sosial. Pelopor
teori perjanjian ini adalah Plato, Aristoteles,
Thomas Hobbes, John Locke, dan J.J. Rousseau.
4) Teori kekuasaan/kekuatan
Teori ini berpendapat bahwa negara timbul karena
orang-orang kuat menaklukkan orang-orang lemah.
Untuk dapat menguasai orang-orang lemah, maka
didirikanlah organisasi, yaitu negara. Teori ini
dikemukakan oleh Karl Marx (1818–1883),
Frederick Engels, Harold J. Laski (1893–1950), F.
Oppenheimer, dan Leon Duguit.
Keempat teori di atas sering disebut juga dengan
teori Klasik Tradisional. Sejak zaman dahulu, teori
ini sudah ada dan hingga kini masih tetap selalu
dipelajari oleh mereka yang ingin mempelajari
negara serta hukum. Namun, pada masa sekarang,
ajaran dari keempat teori tersebut tidak
memberikan kepuasan. Itulah sebabnya timbul
berbagai reaksi terhadap teori-teori tersebut.
23
Laporan Bulanan SYAMINA XII/Juni 2014
b. Asal mula negara menurut kenyataan apa
adanya
Ahli-ahli tata negara modern tidak menyetujui
adanya usaha untuk menyelidiki asal mula negara
serta hakiki historis dari negara. Mereka bersikap
skeptis serta menganggap tidak perlu lagi untuk
mengetahui dan menyelidiki tentang asal mula
negara itu, yang penting kita terima saja negara itu
sebagaimana adanya sebagai suatu kenyataan.
Menurut kejadian yang nyata, negara itu
terbentuk, antara lain, karena hal-hal berikut.
1) Peleburan (fusi), merupakan penggabungan
antara dua atau lebih negara menjadi suatu negara
baru. Misalnya, pembentukan Kerajaan Jerman
tahun 1871 dan peleburan Jerman Barat serta
Jerman Timur pada tanggal 3 Oktober 1990.
2) Pemisahan diri, yaitu memisahnya suatu bagian
wilayah negara untuk menciptakan suatu negara
baru. Pemisahan diri tidak dapat dikatakan sama
dengan pemecahan karena negara yang lama
masih ada. Contohnya, Belgia terhadap Belanda
tahun 1839, Bangladesh terhadap Pakistan tahun
1971, dan Timor Timur (Timor Leste) dari Indonesia
tanggal 30 Agustus 1999.
3) Pemecahan, yaitu terpecahnya suatu negara
yang menimbulkan negara-negara baru sehingga
negara sebelumnya menjadi hilang (lenyap).
Misalnya, negara Columbia pecah menjadi negara-
negara baru (Venezuela, Equador, dan Columbia
Baru) pada tahun 1832; Uni Soviet terpecah-pecah
menjadi Rusia, Lithuania (11 Maret 1990), Estonia
(20 Agustus 1991), Latvia (21 Agustus 1991),
Belarusia, Kazakhstan, Ukraina, Azerbaijan,
Kirgiztan, Uzbekistan, dan Armenia; Yugoslavia
terpecah menjadi negara-negara Serbia-
Montenegro, Kroasia (25 Juni 1991), Slovenia (25
Juni 1991), Bosnia- Herzegovina (15 Oktober 1991),
dan Macedonia (9 September 1991).
4) Penaklukan, yaitu suatu daerah yang telah
diduduki seseorang atau bangsa yang kemudian
diambil alih untuk didirikan negara di wilayah itu.
Misalnya, Liberia adalah daerah kosong yang
dijadikan negara oleh para budak negro yang telah
dimerdekakan orang Amerika. Liberia
dimerdekakan pada tahun 1847.
5) Pendudukan, yaitu ketika suatu wilayah yang
tidak bertuan dan belum dikuasai, kemudian
diduduki dan dikuasai oleh suku atau kelompok
tertentu. Contohnya Liberia, yang didirikan oleh
para bekas budak kulit hitam dari Amerika.
6) Penguasaan terhadap wilayah yang ada
penduduknya, namun belum berpemerintahan
sebelumnya. Misalnya, Australia merupakan
daerah baru yang ditemukan Inggris meskipun di
sana terdapat suku Aborigin untuk selanjutnya
dibuat koloni. Penduduknya didatangkan dari
daratan Eropa. Australia dimerdekakan tahun 1901
oleh Inggris.
7) Penyerahan, yaitu ketika suatu wilayah
diserahkan kepada negara lain berdasarkan
perjanjian tertentu. Penyerahan ini juga dapat
diikatakan pemberian kemerdekakaan kepada suatu
koloni oleh negara lain yang umumnya adalah
bekas jajahannya. Contohnya, Kongo
dimerdekakan oleh Prancis dan dan Brunei
Darussalam dimerdekakan oleh Inggris.
8) Penarikan, di mana Awalnya suatu wilayah
terbentuk akibat naiknya lumpur sungai/ timbul
dari dasar laut (delta). Wilayah tersebut kemudian
dihuni oleh sekelompok orang sehingga akhirnya
membentuk negara. Contohnya Mesir yang
terbentuk dari delta Sungai Nil.
9) Pencaplokan (penguasaan), yaitu suatu negara
berdiri di suatu wilayah yang dikuasai bangsa lain
tanpa reaksi berarti. Contohnya Israel mencaplok
Palestina (1947).
10) Pembentukan Baru, di mana suatu negara baru
muncul di atas suatu negara yang pecah karena
suatu hal kemudian lenyap. Contohnya Columbia
lenyap, kemudian menjadi Venezuela dan
Columbia yang baru, atau Cekoslowakia menjadi
Ceko dan Slowakia.
24
Laporan Bulanan SYAMINA XII/Juni 2014
11) Perjuangan (proklamasi), yaitu suatu daerah
yang pada awalnya merupakan tanah jajahan dari
negara lain, suatu saat menyatakan
kemerdekaannya. Misalnya, Indonesia menyatakan
kemerdekaannya atas penjajahan Jepang dan
Belanda pada tanggal 17 Agustus 1945. Di samping
itu, kebanyakan negara di Asia dan Afrika yang
merdeka setelah Perang Dunia II merupakan hasil
perjuangan rakyatnya.
c. Asal mula negara menurut teori terjadinya
1) Teori organis
Negara dipersamakan dengan organisme hidup
manusia atau binatang. Individu yang merupakan
komponen-komponen negara dipandang sebagai
sel-sel dari makhluk hidup itu. Kehidupan korporal
dari negara dapat disamakan dengan tulang-
belulang manusia. Undang-undang sebagai urat
syaraf, raja (kaisar) sebagai kepala, serta para
individu sebagai dagingnya. Penganut teori ini ialah
Nicholas dan J.W. Schelling.
2) Teori historis
Lembaga-lembaga sosial tidak dibuat, melainkan
tumbuh secara evolusioner sesuai dengan
kebutuhan-kebutuhan manusia merupakan
penjelasan teori historis atau teori evolusionistis.
Lembaga-lembaga itu tidak luput dari pengaruh
tempat, waktu, serta tuntutan-tuntutan zaman
guna memenuhi kebutuhan manusia. Negara
akhirnya dibentuk dalam rangka memenuhi
tuntutan-tuntutan zaman.
d. Asal mula negara berdasarkan riwayat
pertumbuhannya (secara sosiologis)
Terjadinya negara adalah melalui suatu proses,
yakni pertama-tama lahir sebuah rumah tangga
baru yang kemudian berkembang hingga akhirnya
membentuk suatu kesatuan yang lebih besar yang
disebut keluarga. Biasanya keluarga diurus oleh
orang yang dipandang tertua. Perasaan
perhubungan darah yang sama serta telah
mempunyai kesadaran dalam berorganisasi
kemudian membentuk suku.
Apabila suku telah menempati suatu daerah
tertentu, mempunyai cita-cita untuk bersama,
serta bertekad teguh memperjuangkan cita-cita
mereka karena perasaan senasib dalam sejarah,
maka terbentuklah bangsa. Akhirnya, apabila
bangsa dalam mengejar cita-citanya telah berada
pada suatu organisasi kekuasaan yang kuat serta
teratur yang disebut pemerintah yang berdaulat,
maka terbentuklah negara.
Bagaimana Perang Membentuk Negara dan
Sebaliknya
Konsep negara yang dimiliki saat ini memang
memiliki masalah. Masalah yang sangat mendasar
adalah melihat kembali atau merevisi konsep
negara sendiri yang menjadi problematik, serta
bahasa konseptual dan politik negara yang
menutup proses kreatif pencarian alternatif bentuk
dan konsep negara.
Problem yang sistemik yang saat ini tengah
melanda banyak negara kebangsaan (nation-state)
di dunia menunjukkan bahwa fenomena negara
sebagai instrumen kekuasaan dan kontrol
masyarakat dalam sebuah bangsa mulai
dipertanyakan legitimasinya.
Selama ini, ketika berbicara tentang konsep negara
modern, lebih banyak orang berbicara bahwa
negara dibentuk karena “proses demokratis”,
padahal ada teori lain bahwa negara bisa dibentuk
oleh proses lain, misalnya perang. Michael Bakunin
menyatakan, “Kekuasaan dan kemuliaan suatu
negara kebangsaan selalu diukur dengan
kerusakan yang ditimbulkan pada bangsa lain.”
Charles Tilly pernah mengungkapkan, "Bagaimana
Perang Membentuk Negara, dan Sebaliknya,
Bagaimana Negara Menentukan Perang".
Maksudnya adalah bahwa sepanjang sejarah—
25
Laporan Bulanan SYAMINA XII/Juni 2014
sejak sistem berbentuk pre-nation-state maupun
post-nation-state—negara terbentuk di atas dasar
kekuatan (force) dan muslihat (fraud). Yang sering
kali pula tidak disadari adalah bahwa sistem negara
modern hari ini banyak didirikan dengan kekuatan
ekstrem, melalui peperangan yang berdarah-darah
selama berabad-abad.
Ketika meneliti perubahan politik, sosial, dan
teknologi di Eropa dari abad pertengahan hingga
saat ini, Tilly berusaha untuk menjelaskan
keberhasilan yang belum pernah terjadi
sebelumnya dari negara kebangsaan (nation-state)
sebagai negara yang dominan di Bumi. Menurut
teorinya, inovasi militer di pra-Eropa modern
(terutama mesiu dan tentara massa) membuat
perang sangat mahal. Konsekuensinya, hanya
negara dengan jumlah modal yang cukup serta
populasi yang besar yang mampu ‘membayar’
untuk keamanan mereka, dan akhirnya bertahan di
lingkungan yang tidak bersahabat. Lembaga negara
modern (seperti pajak) diciptakan untuk
memungkinkan keputusan perang (war making).10
Bagaimana keadaan menjadi lebih buruk bisa
dilihat dari sistem negara kebangsaan yang cukup
banyak ditemukan di Eropa. Sistem ini telah
diekspor ke seluruh dunia melalui penjajahan
Eropa secara ekstrem dengan kekuatan, yang
menyebabkan kerusakan yang tak terhitung dan
penderitaan. Di Afrika saja, misalnya, puluhan juta
jiwa terbunuh oleh pemukim Eropa selama periode
kolonial. Karena alasan inilah, Randolph Bourne
mengatakan, "Perang adalah kesehatan suatu
bangsa."11
10 Charles Tilly. 1990. Coercion, Capital, and European States,
AD 990–1990. Cambridge, Mass., USA: B. Blackwell 11 Untuk diskusi yang mencerahkan tentang bagaimana
perang memberikan keuntungan kepada penguasa, lihat:
Major General Smedley D. Butler, War is a Racket,
www.ratical.org/ratville/CAH/warisaracket.pdf, dan Ed Rippy,
War is Still a Racket, http://erippy.home.mindspring.com/
War_Is_Still_a_Racket.html
Sistem negara kebangsaan bukanlah suatu entitas
organik, bertentangan dengan yang selama ini
banyak dipercayai dari pakar seperti Hegel. Sistem
negara kebangsaan belum tentu merupakan
bentuk alami dari organisasi sosial atau manusia.
Jika demikian, hukum alam akan membenarkannya
sehingga tidak perlu menggunakan kekerasan
untuk mempertahankan diri sebagai ideologi yang
dibangun oleh entitas atau kekuatan, sementara
kenyataannya justru sebaliknya.
Noam Chomsky mengatakan:
"Pada dasarnya, sistem modern negara-bangsa
yang dikembangkan di Eropa sejak periode abad
pertengahan, dan itu sangat sulit untuk dibangun:
Eropa memiliki sejarah yang sangat berdarah,
sejarah yang sangat buas dan berdarah, dengan
perang, konstan, besar, dan sebagainya. Itu semua
bagian dari upaya untuk membangun sistem
negara-bangsa. Ini hampir tidak ada kaitannya
dengan cara orang hidup, atau asosiasi mereka,
atau apa pun secara khusus, sehingga sistem ini
harus didirikan atas dasar kekuatan, dan didirikan
melalui berabad-abad perang berdarah.
Peperangan yang berakhir pada tahun 1945—dan
satu-satunya alasan mengapa perang itu
berakhir—karena perang berikutnya akan
menghancurkan segalanya. Jadi itu berakhir pada
tahun 1945. Itu yang kita harapkan; jika tidak, itu
akan menghancurkan segalanya.12 Jadi, "kegiatan
utama [di Eropa] adalah membantai satu sama lain
sampai 1945."
Kemudian ia memberikan contoh lebih lanjut,
bagaimana Perjanjian Westphalia tidak banyak
berkutik untuk mencegah perang di dalam atau di
Eropa atau antara negara-negara Barat, demikian
pula Liga Bangsa-Bangsa atau Pakta Kelogg-Briand.
PBB Perserikatan Bangsa-bangsa memang
berkontribusi bagi perdamaian di Barat, tetapi
hanya karena "apa yang ada di kepala orang Eropa 12 Noam Chomsky, Understanding Power, h. 314.
26
Laporan Bulanan SYAMINA XII/Juni 2014
adalah pada waktu berikutnya mereka akan pergi
ke perang yang akan menghapus seluruh dunia,
karena tingkat teknologi militer telah mencapai
titik bahwa berikutnya kita akan memainkan
permainan ini yang akan mengakhiri ‘semuanya’. 13
Seperti yang diperkirakan, ini berarti penyaluran
secara tradisional-brutal melalui berbagai cara di
mana yang menjadikan Dunia Ketiga sebagai
targetnya sebagai "penjahat". Ada banyak
mekanisme di mana budaya mendalam terorisme
yang berlaku di peradaban Barat menyasar pada
populasi Dunia Ketiga: serangan militer langsung,
perang perantara (proxy war), perdagangan
senjata (yang dalam beberapa hal adalah legal
tanpa sah, karena itu bertanggung jawab atas
sejumlah besar represi, kematian, dan penderitaan
di Selatan),14 sanksi perdagangan, dan pencekikan
ekonomi (termasuk program penyesuaian
struktural IMF), ketika negara Dunia Ketiga
menolak untuk mematuhi perintah Barat, dengan
mencoba untuk menyerang aspek kemandirian.
Logikanya sederhana dan mudah: Karena negara
kapitalis berbasis militer adalah permainan kosong-
kosong (zero-sum game),15 sejak Masyarakat Eropa
(dan kemudian cabang Amerika Utara) selalu
sangat hierarkis, tidak setara, dan brutal, karena
kekayaan dari beberapa selalu dibayar oleh
punggung mayoritas yang miskin. Konsekuensinya,
Anda harus berperang, dari satu bentuk ke bentuk
lain, terhadap kemanusiaan, baik domestik dan
internasional.
13 Chomsky, The New Cold War, Red Pepper,
http://www.redpepper.org.uk/cularch/xalmeida.html 14 Untuk menyingkap lebih dalam soal perdagangan senjata,
lihat: Gideon Burrows, The No-Nonsense Guide to the Arms
Trade. 15 Sampai-sampai, figur pro-kapitalis terkenal seperti John. M
Keynes pernah mengatakan, “Kapitalisme adalah keyakinan
tidak biasa yang meyakini bahwa laki-laki yang menjijikkan,
untuk alasan yang menjijikkan, entah bagaimana caranya,
akan bekerja untuk kepentingan kita semua.”
Hal ini penting untuk memahami bahwa "setiap
negara, setiap negara, memiliki musuh utama:
penduduk sendiri. Jika politik mulai keluar di dalam
negeri sendiri dan penduduk mulai semakin aktif,16
orang-orang dengan kekuasaan tidak dapat
mempertahankan kekuasaan, sehingga menjadi
sangat rapuh.
Segala hal yang ‘mengerikan’ bisa terjadi jika rakyat
mulai mempertanyakan dan menantang pusat-
pusat kekuasaan, ketika mereka berhenti
membiarkan diri mereka—yang selama ini dipukuli
—tetap tunduk. Karena itu, dari sudut pandang
pemegang kekuasaan, penduduk harus tetap diam
dan patuh serta pasif. Di Dunia Ketiga, melalui regu
pembantai, di rumah, melalui cara halus dan tidak
langsung seperti propaganda.
Selanjutnya, Tilly menunjukkan bahwa terorisme
negara Barat (pilihan istilahnya adalah
"pemaksaan") itu terkait erat dengan properti
kapitalistik; dan itu memiliki banyak hubungannya
dengan akumulasi modal, yang menurutnya,
berkonsekuensi pada pemaksaan untuk bekerja.
Jika Anda ingin menaklukkan orang, apakah Anda
sendiri atau penduduk asing, atau keduanya, cara
untuk mewujudkannya adalah dengan tindakan
koersif. Tentu saja, karena "Masalah kontrol sosial
meningkat sejauh negara terbatas dalam
kapasitasnya untuk memaksa...."17
Hubungan negara-perusahaan yang telah
menggunakan propaganda untuk dapat
mengontrol domestik populasi. Propaganda adalah
sebuah formalitas demokrasi, sementara
kekerasan adalah pendekatan negara totaliter,
meski sebenarnya masih berlangsung sistem
terorisme domestik melawan Afro-Amerika, Latin,
penduduk asli Amerika, dan pembangkang
umumnya di Amerika Serikat, di bawah FBI
16 Chomsky, Understanding Power, h. 70. 17 Lihat: Chomsky, Deterring Democracy,
http://www.zmag.org/Chomsky/dd/dd-c04-s01.html
27
Laporan Bulanan SYAMINA XII/Juni 2014
Cointelpro). Namun, seperti yang dinyatakan di
atas, negara-negara Barat sering melakukan
kekerasan pada skala yang signifikan secara
internasional, baik secara langsung maupun
dengan perantara (proxy), untuk melindungi dan
memajukan kepentingan swasta.
Untuk alasan ini, salah satu penggagas ilmu politik
modern, Harold Lasswell, mengatakan, "Peristiwa
modern telah secara tajam mengingatkan kita
bahwa distribusi tergantung pada mitos dan
kekerasan (iman dan perampokan) serta tawar-
menawar."18
Sebelumnya, Winston Churchill mengakui hal yang
sama, meskipun lebih deskriptif, "Kami bukanlah
orang-orang muda dengan tidak bersalah merekam
dan warisan langka. Kami telah asyik untuk diri kita
sendiri... dan sama sekali bagian yang tidak
proporsional dari kekayaan dan lalu lintas dunia.
Kita sudah mendapat semua yang kita inginkan
dalam wilayah, dan klaim kita dibiarkan dalam
menikmati tanpa gangguan dari harta yang luas
dan indah, terutama diakuisisi oleh kekerasan,
sebagian besar dikelola oleh kekerasan, sering
tampak kurang masuk akal untuk orang lain
daripada kita." 19 Tidaklah mengherankan, jika
kemudian ditemukan bahwa asal-mula perang
terletak pada ‘pencurian’, dan ini masih saja
berlaku.20
18 Harold Lasswell, Politics: Who Gets What,When, How, h. 8. 19 Clive, Churchill, h. 132. Kata-kata yang dicetak miring
merupakan ungkapan Churchill sendiri. 20 “Inti kesimpulannya—dan ini tidak begitu mengejutkan—
bahwa dokumenter dan catatan sejarah menujukkan bahwa
kebijakan internasional dan keamanan AS berakar dalam
struktur kekuasaan dalam masyarakat domestik, yang
memiliki tujuan utama untuk melestarikan apa yang kita
sebut sebagai 'kelima kebebasan', yang bisa dipahami secara
kasar—namun cukup akurat—sebagai kebebasan untuk
merampok, mengeksploitasi, dan mendominasi, yaitu untuk
melakukan tindakan apa pun guna memastikan bahwa
‘keistimewaan yang ada’ terlindungi dan meningkat.”
Chomsky, The Culture of Terrorism:
Dalam studi besar tentang pembentukan negara
Eropa, Tilly secara akurat mengamati bahwa
selama terakhir milenium, keputusan perang (war
making) menjadi proyek elite dominan negara-
negara Eropa. Alasannya: "Secara terpusat,
faktanya tragis sederhana: pemaksaan bekerja;
mereka yang menerapkan gaya besar untuk rekan-
rekan mereka untuk mendapatkan kepatuhan, dan
dari kepatuhan mereka menarik beberapa
keuntungan uang, barang, rasa hormat [dan] akses
ke kesenangan yang tidak dapat diraih oleh orang
yang kurang kuat." (Tilly, 1993: 70).
Sebagai kesimpulan, mengingat semua fakta yang
diulas di atas, kita harus bertanya: Apakah
kekuasaan negara sah? Mari kita gunakan analogi:
Misalkan X berdiri dengan sepatu botnya di leher Y
dan mengeluh bahwa Y (korban X) tidak mengakui
legitimasi X sebagai kekuatan yang dominan.
Dalam kasus seperti itu, bisa jadi Y mengakui
dengan enggan dan takut, sehingga akankah
induksi legitimasi X sebagai kekuatan yang
dominan benar-benar dianggap serius?
Implikasinya adalah cukup jelas: Jika negara benar-
benar struktur yang sah, negara tidak perlu
menjalankan perang dan melakukan tindakan
untuk memaksa serta merekayasa untuk
mengabadikan dirinya sebagai sebuah institusi,
atau apakah perlu untuk menggunakan
propaganda, atau bersembunyi di balik produk
hukum undang-undang. Ini akan berdampingan
dengan lainnya menyatakan harmonis; itu akan
mendorong, memproduksi dan merangkul
kesetaraan substantif, kebebasan, keragaman,
solidaritas, kerjasama, manajemen diri, non- http://www.thirdworldtraveler.com/Chomsky/Culture%20of
%20Terrorism.html
Meskipun Tilly tampak menyadarinya, namun ia
menungkapkan secara diplomatis bahwa: “perang telah
menjadi […] suatu alat pemuas kepentingan ekonomi dari
koalisi yang berkuasa dengan cara meraih akses ke
sumberdaya dari negara-negara lain.” (Coercion, Capital and
European States, h. 30)
28
Laporan Bulanan SYAMINA XII/Juni 2014
hegemonik, berbasis keadilan, perdamaian, dan
eco-balance.
Itu tidak akan membutuhkan kepolisian—baik
secara terbuka maupun tertutup—atau aparat
militer berteknologi maju, atau peradilan, atau
sistem penjara atau instrumen koersif lainnya yang
melaluinya orang miskin dan kelas pekerja secara
sinis disubordinasi dan ditindas, sementara orang
kaya dan kuat menikmati impunitas yang lengkap
untuk semua jenis kejahatan yang menakutkan,
untuk kejahatan-kejahatan ekonomi, 21 untuk
kejahatan terhadap perdamaian dan
kemanusiaan,22 untuk degradasi lingkungan,23 dll.,
karena ada kejahatan yang tidak dilakukan oleh
nexus perusahaan negara.
Penghinaan untuk Demokrasi adalah sikap
tradisional yang turut serta dalam kuasa dan hak
istimewa. Sikap dapat ini dapat ditelusuri kembali
ke bentuk Republik Plato, yang merupakan sebuah
saluran totaliter, tetapi biasanya dihaluskan oleh
para elite Barat sebagai tempat tidur bersalin
demokrasi.
Orang langka yang terus terang dipandang jahat,
yaitu Hitler, bahkan tidak melakukan hal itu. Dalam
hal ini, Machiavelli juga layak mendapatkan kredit,
karena ia setidaknya jujur tentang politik
21 Dalam konteks ini, kejahatan ekonomi tidak hanya
dilakukan dan didukung, tetapi juga dibutuhkan secara
hukum. Justifikasi atas hal ini bahkan diajarkan di hampir
setiap Jurusan Ekonomika di berbagai universitas dan
dicitrakan lewat pers sebagai capaian peradaban. 22 Untuk memverifikasi klaim ini, lihat artikel-artikel sbb.:
William Blum, Killing Hope and Rogue State; Michael Mandel,
How America Gets Away with Murder; Edward Herman,
Real Terror Network; Michael McClintock, Instruments of
Statecraft, dan Alexander George, Western State Terrorism. 23 Bagaimana relasi merkantilisme antara negara dan
perusahaan berperan dalam kerusakan lingkungan bisa
dilihat dalam tulisan Chomsky, Hegemony or Survival, h. 3,
234-35, 236; juga karyanya, Understanding Power, h. 24,
58, 60-1, 66-7, 68, 281, 316-17, 386-7, 388-89, 392, 400-
1, crucially with corresponding endnotes, available at
http://www.understandingpower.com/AllChaps.pdf
ketidakjujuran, meskipun ada hal yang perlu
dikritisi dari karyanya, terutama gagasan bahwa
manusia secara inheren jahat. Gagasan ini tanpa
pengamatan empiris, karena pertanyaan tentang
sifat manusia (dalam konteks biasanya istilah ini
digunakan) berada di luar cakupan penyelidikan
ilmiah.
Namun—menurut Hagos (2010: 4)—ada alasan
yang baik untuk percaya bahwa kebanyakan orang
pada dasarnya baik sehingga tantangannya adalah
untuk membantu mereka agar bisa membebaskan
diri dari efek berbahaya dari propaganda.
Mengingat jumlah yang sangat tidak proporsional
kekuatan destruktif yang terkonsentrasi di Barat
relatif terhadap seluruh dunia dikombinasikan, itu
merupakan kewajiban warga di Barat untuk
membebaskan diri dari perbudakan mental dalam
layanan industri dan ekonomi demokrasi.
Pada akhirnya, menekankan kesimpulan bahwa
tidak ada alasan untuk memuji negara sebagai
bentuk tertinggi organisasi sosial, apalagi sebagai
kekuatan kreatif besar, karena sebagian besar
kemelaratan dan penderitaan di dunia ini secara
artifisial dipaksakan oleh kekuatan pribadi melalui
kekuasaan negara modern. Dan itu bukan lagi
hukum alam, tetapi hukum fisika.
Jika orang dapat dibantu dalam mengidentifikasi
penyebab penderitaan mereka, maka harapannya
adalah bahwa mereka akan bersedia dan mampu
mengubah realitas sosial yang dibangun selama
ini—dalam bentuk negara modern yang
kapitalistik—kemudian menggantikannya dengan
pengaturan kelembagaan yang sesuai dengan
kebutuhan batin mereka. Itulah yang sering
dikatakan oleh aktivisme libertarian sebagai
‘seruan tertinggi’ di bawah pengaturan otoriter.24
24 Michael Hagos, “How War Made States, and Vice Versa”,
sebuah tinjauan terhadap tulisan Tilly,
http://www.lovefreedomorquestionwhoyouare.com/wp-
content/uploads/2011/09/How-War-Made-States.pdf
29
Laporan Bulanan SYAMINA XII/Juni 2014
PRA-NEGARA: Proses dan Kriteria Pengakuan (Recognition) dan Kedaulatan (Sovereignity)
30
Laporan Bulanan SYAMINA XII/Juni 2014
Kriteria Pengakuan Kedaulatan
Selanjutnya, bagan pada halaman sebelum ini
dapat membantu untuk memahami proses
transformasi organisasi sosial pra-negara menjadi
negara berdaulat yang diakui (recognized state).
Berdasarkan kedaulatannya, suatu negara
dibedakan menjadi dua:
a. negara de jure
Negara ini adalah negara yang eksis secara hukum.
b. negara de facto
negara ini belum diakui secara luas, namun
memenuhi kriteria dari banyak segi untuk menjadi
sebuah negara. Negara ini ada dalam realitas,
namun tidak memiliki otoritas hukum secara
penuh.
Untuk mendapatkan pengakuan dari negara lain,
suatu negara biasanya harus memenuhi dua
prinsip:
a. Memiliki batas-batas negara yang tidak
dilanggar
Dalam hal ini, negara berusaha untuk
mempertahankan batas-batas negara seperti
semula yang diklaim.
b. Memiliki hak untuk mandiri (memilih nasib)
Dalam hal ini, negara diakui haknya untuk
mengklaim status negara.
Selanjutnya, dalam konteks negara modern, negara
yang telah mendapatkan pengakuan penuh
biasanya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Memiliki kursi di PBB.
b. Mengontrol perbatasan.
c. Memiliki hubungan diplomatik, yang ditandai
dengan adanya kedutaan besar di berbagai negara.
d. Memegang aturan perjanjian dengan negara
lain.
e. Memiliki paspor yang diakui dan diterima.
Dari Insurgensi (Pemberontakan) Menuju Proto-
State
Ketika strategi politik luar negeri AS untuk
Afghanistan menghajatkan negosiasi dengan pihak
Taliban, maka Pemerintah AS pun mulai
mempertimbangkan untuk menghapus status
organisasi teroris atas Emirat Islam Afghanistan.
Alasannya, negosiasi tidak bisa dilakukan
mengingat Pemerintah AS terikat aturan yang
melarang pemerintah untuk bernegoisasi dengan
organisasi teroris. Karenanya, status Taliban
(Emirat Islam Afghanistan) harus diubah dari
organisasi teroris menjadi kelompok pemberontak
(insurgent).
Sejak 11 September, gerakan Taliban di
Afghanistan dinyatakan oleh Pemerintah AS
sebagai organisasi teroris karena hubungannya
dengan Al-Qa’idah. Yang pasti, Taliban—atau
Emirat Islam Afghanistan—secara de facto pernah
menguasai 90% wilayah Afghanistan dan pernah
diakui oleh setidaknya tiga negara: Arab Saudi,
Pakistan, dan Yaman.
Kelompok ini menarik diri ke daerah pinggiran dan
pedalaman setelah invasi pasukan Sekutu untuk
menjalankan taktik perang gerilya karena kekuatan
tempur yang tidak seimbang dan dalam rangka
mengurangi jatuhnya korban. Namun, selama satu
dekade Taliban mampu menjalankan peran sebagai
negara bayangan (shadow-state).
Terkait negara bayangan, Reno mengemukakan
argumen yang menyediakan seperangkat kriteria
untuk menentukan kriteria bagi satu satu
kelompok dapat disebut sebagai shadow state:
1. sentralisasi kekuasaan ekonomi pada penguasa
a. latihan kontrol regulasi untuk membatasi
akses ke pasar internal
b. kontrol aset lancar nasional
c. memiliki aset tidak cair nasional
31
Laporan Bulanan SYAMINA XII/Juni 2014
2. penguasa bertindak terkait utang penduduk
a. menghilangkan barang publik (contoh:
keamanan atau stabilitas ekonomi)
b. pemuka bersaing untuk mendukung pribadi
penguasa, sering pada harga konstituen
kesejahteraan
3. penguasa memobilisasi pemuda untuk tujuan-
tujuan politik tabanan dengan menghilangkan
kompetisi
4. lembaga klandestin sebagai metode
pengendalian
a. metode pengendalian tersembunyi secara de
jure dalam instrumen kekuasaan
b. membatasi tindakan kriminal yang
berkomitmen secara terbatas atau tanpa
pengawasan
Sementara itu, Merz mengemukakan teori tentang
proto-state. Merz menggunakan sebuah kombinasi
yang impresif dari sejumlah teori untuk
menentukan kriteria dalam mengklasifikasikan
sebuah organisasi sebagai proto-state. Mengutip
Tilly, Merz menjelaskan bahwa proto-state
merupakan sebuah “bentuk antara” (somewhere
between) dan “penampungan dan paguyuban”
(household and kinship) dari beberapa kelompok
dalam usaha membentuk negara bangsa (nation
state).”25
Merz, bertolak belakang dengan Reno,
mengonsentrasikan diri pada aparatus eksternal
dari penguasa individu dan bagaimana aparatus
berinteraksi dengan dunia luar. Dia
mengemukakan teorinya dalam konteks
perbandingan jaringan peredaran narkotika dan
pemberontakan, dengan menggunakan metode
campuran berupa pendekatan sejarah/antropologi.
Kerangkanya meliputi lima kriteria, empat di 25 Andrew A. Merz, "Coercion, Cash-Crops and Culture: From
Insurgency to Proto-State in Asia’s Opium Belt", h. 27, tesis,
Naval Postgraduate School, 2008.
antaranya sangat berkorelasi dengan atribut
negara-bangsa. Kriteria tersebut adalah:
1. wilayah: area yang dikontrol oleh proto-state.
2. kegiatan koersif: sejauh mana proto-state
terlibat dalam penentuan perang (war making),
pembentukan negara (state making), proteksi, dan
kegiatan ekstraksi.
3. identitas dan legitimasi: bagaimana penduduk
melihat proto-state dan diri mereka sendiri di
dalamnya.
4. Tujuan politik: tujuan kepemimpinan dan
motivasi
5. Organisasi dan struktur: bagaimana
mendefinisikan aspek administrasi dan birokrasi di
dalam proto-state.
Kriteria-kriteria tadi masih bisa didiskusikan lagi
agar pembaca dapat lebih memahami bagaimana
masing-masing kriteria saling berhubungan.
Berdasarkan kriteria di atas, kita bisa memandang
bagaimana ketika sebuah organisasi mencoba
untuk memainkan peran sebagai sebagai negara.
Namun, masih saja terdapat keterbatasan pada
"berapa derajat" kriteria tadi dipenuhi oleh aktor
pranegara. Kriteria dari keduanya, baik Reno
maupun Merz memang mendudukan tema ini
dengan kuat, tetap perlu modifikasi kriteria untuk
menciptakan keterbatasan penerapan yang paling
sedikit.
Kriteria Negara Bayangan (Shadow State)
Sekarang bahwa teori latar belakang telah dibahas,
kriteria untuk menentukan apakah sebuah
organisasi dapat didefinisikan sebagai sebuah
negara bayangan dapat dikembangkan.
Setelah menguraikan dan membandingkan kriteria
Reno dan Merz, Lovell (2012) menawarkan kriteria
32
Laporan Bulanan SYAMINA XII/Juni 2014
sendiri yang mengakomodasi keduanya.26 Kriteria
Lovell menjadi model ketiga untuk menentukan
apakah sebuah organisasi atau aktor non-negara
dapat disebut sebagai negara bayangan, dengan
memadukan kriteria Merz dan Reno:
1. pemimpin individu yang mengendalikan, melalui
metode klandestin, sumberdaya mentah dalam
organisasi yang mengklaim wilayah
2. kerja klandestin dan koersif sebagai metode
kontrol, termasuk:
a. hasutan konflik, terutama sektarian atau etnis
b. mobilisasi pemuda sebagai ‘bahan bakar’ untuk
konflik kekerasan
c. ekstraksi dari penduduk dan mendukung
diaspora
d. melakukan kegiatan perang (war making) untuk
memperluas wilayah dikontrol
e. menyelenggarakan kegiatan kenegaraan (state
making) untuk memonopoli kontrol atas penduduk
3. pembangunan negara bangsa seperti badan
administratif
a. pengambilan keputusan eksekutif oleh
pemimpin individu
b. memeriksa saldo mekanisme pengambilan
keputusan oleh Komite atau kelompok dan individu
c. mengembangkan kekuatan militer atau pseudo-
militer
d. kelompok individu bertanggung jawab untuk
menyelesaikan konflik internal dan menegakkan
hukum negara bayangan
e. hierarki piramida dari badan-badan administratif
26 Alexander G. Lovell, Differentiating the Shadow State from
the Non-State: Explanation and Policy Implications: sebuah
paper pelengkap dari riset utama yang disusun dalam rangka
memenuhi sebagian syarat yang dibutuhkan untuk meraih
gelar Master of Arts di bidang Kajian Keamanan Nasional.
4. mengontrol wilayah
5. identitas nasional atau budaya yang redefinisi
dan mewujudkan legitimasi tindakan negara
bayangan
6. tujuan kebijakan jelas, baik secara politik,
ekonomi, militer, dan hubungan luar negeri.
Kesimpulan
Meskipun indikator penentuan sebuah entitas
sosial sebagai negara telah dirumuskan oleh para
ilmuwan. Namun, pada praktiknya, keputusan
penentuan negara tersebut lebih bersifat politik
dibandingkan secara akademik. Ini bisa dilihat pada
kasus Taiwan; yang memenuhi kriteria sebagai
sebuah negara. Hanya saja, karena pertimbangan
kepentingan tertentu, banyak negara lain
mengklaim bahwa Taiwan adalah negara yang
memiliki kedaulatan sendiri, tetapi tidak
memperoleh kursi perwakilan di PBB karena faktor
“One China Framework”.27
Dalam konteks bagaimana eksistensi satu negara
bisa terjamin, riset-riset dari para pakar tata
negara modern di atas menunjukkan “pengakuan”
menjadi faktor penting, baik pengakuan itu berasal
dari “masyarakat” yang ada, baik itu masyarakat
lokal maupun pengakuan luar negeri.
Selanjutnya, bagaimana kita tahu apa itu negara
pada abad ke-21 ini? Sayangnya, para akademisi
dan analisis belum bisa memberikan jawaban.
Namun, ketika “negara” cukup legitimate untuk
‘membanjiri’ Washington sebagai pemilik
hegemoni saat ini dengan brosur-brosur tentang
“peluang bisnis yang inovatif” dan “eksotisnya
pasar” di wilayah mereka, maka mereka cukup
dekat untuk menjadi negara (yang diakui). (Ferry
Irawan)
27 War on the Rock, “The State of the State”, Adam Elkus,
16/6/2014.