i
AKHLAQ PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK
DALAM KITAB TAISIRUL KHALAQ
KARYA SYAIKH HAFIDZ HASAN AL-MAS’UDI
SKRIPSI
Diajukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh
Dewi Rohmawati
NIM 111 13 156
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2017
ii
iii
iv
v
vi
MOTTO
ُّ نَْفٍس ِبَما َكَسبَْت َرِهينَة ُكل
Setiap orang bertanggung jawab
atas apa yang telah dilakukannya
(QS. Al-Muddatstsir 74:38)
vii
Persembahan
Dengan segala kerendahan hati, skripsi ini penulis persembahkan kepada:
1. Kedua orang tuaku tercinta bapak Sugeng dan ibu Maryati, yang senantiasa
mencurahkan kasih sayang dan dukungannya serta doa yang tak pernah putus
untuk anak-anaknya.
2. Anggota keluarga yang selalu mendukung dan memberi semangat tiada henti
(kakakku: Siti Waliyah, jamak Ali dan ponakanku: Ali Abdul Mustajib, Ali
Nurul Falah).
3. Bapak Dr. M. Ghufron, M.Ag. yang telah sabar membimbing dan mendoakan
dalam penyusunan skripsi ini.
4. Pengasuh PPTQ Al-Muntaha ibu nyai Hj. Siti Zulaicho AH. serta keluarga
yang selalu mendoakan dan membimbing dalam menuntut ilmu.
5. Teman-teman PAI angkatan 2013 yang sama-sama bererjuang dan belajar di
IAIN Salatiga.
6. Teman-teman PPTQ Al-Muntaha yang senantiasa memberi dukungan,
semangat dan selalu mendoakan dalam penyusunan skripsi ini.
7. Semua pihak yang tak lelah memberi dorongan dan semangat kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. Atas segala
limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan kemudahan
dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada
Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh gelar
kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. BapakSuwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
3. Ibu Siti Rukhayati M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
4. Bapak Dr. M. Ghufron, M.Ag. sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah
dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya serta pengorbanan
waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan tugas ini.
5. Bapak Mufiq, S.Ag., M.Phil. selaku pembimbing akademik.
6. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak
membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
ix
x
ABSTRAK
Rohmawati, Dewi. 2017. Akhlak Pendidik dan Peserta Didik Dalam Kitab Taisirul
Khalaq Karya Syaikh Hafidz Hasan Al-Mas’udi. Skripsi. Jurusan
Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Pembimbing: Dr. M. Ghufron, M.Ag
Kata Kunci: Akhlak, Pendidik, Peserta Didik
Berkaitan dengan pentingnya akhlak yang harus dimiliki oleh seorang pendidik
dan peserta didik dalam rangka mencapai keberhasilan dalam dunia pendidikan,
peneliti tertarik untuk menganalisis akhlak-akhlak seorang pendidik dan peserta didik
yang terdapat dalam kitab Taisirul Khalaq karya Syaikh Hafidz Hasan al-Mas’udi
serta relevansinya dengan dunia pendidikan saat ini.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu literature (kepustakaan).
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara
mengamati pada sumber-sumber tertentu, mencari, menelaah buku-buku atau lainnya
yang berkaitan dengan skripsi ini. Pengumpulan data dibagi menjadi dua sumber
yaitu data primer dan sekunder. Kemudian data dianalisis menggunakan metode
deskriptif dan kontekstual.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa akhlak seorang pendidik meliputi:
bertakwa, memiliki sifat terpuji, tawadlu’, rendah hati, sabar, penuh kasih sayang,
adil, selalu memberi nasehat, dan tidak boleh membebani siswa dengan sesuatu yang
belum dimengertinya. Sedangkan akhlak seorang peserta didik terbagi menjadi tiga
golongan yaitu: akhlak terhadap diri sendiri meliputi, selalu membersihkan hati
dalam rangka taqorrub kepada Allah, menghiasi diri dengan sifat mulia. Akhlak
terhadap pendidik: harus senantiasa patuh dan tunduk agar mendapat ridho darinya.
Dan akhlak terhadap saudara-saudaranya yaitu harus saling membantu dan tidak
boleh mengejek teman yang belum bisa. Sedangkan relevansinya ialah sebagai
rujukan dalam mengembangkan pemahaman ilmu akhlak dalam dunia pendidikan
terutama dalam menghadapi masa kini yang penuh tantangan.
xi
DAFTAR ISI
SAMPUL ...................................................................................................... i
HALAMAN BERLOGO .............................................................................. ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................. iii
PENGESAHAN KELULUSAN .................................................................... iv
DEKLARASI ................................................................................................. v
MOTTO ........................................................................................................ vi
PERSEMBAHAN .......................................................................................... vii
KATA PENGANTAR………………………………………… ................... viii
ABSTRAK………………………………………… ..................................... x
DAFTAR ISI………………………………………… .................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 7
D. Kegunaan Penelitian .................................................................... 7
E. Metode Penelitian ........................................................................ 9
xii
F. Kajian Pustaka ............................................................................. 13
G. Sistematika Penulisan ……………………………………….. ... 15
BAB II Landasan Teori
A. Pengertian Akhlaq ....................................................................... 17
B. Sumber Pendidikan Akhlaq.......................................................... 18
C. Tujuan Pendidikan Akhlaq ........................................................... 21
D. Kedudukan dan Keistimewaan Akhlaq Dalam Islam .................. 22
E. Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlaq..................................... ......... 26
F. Pengertian Pendidik ..................................................................... 27
G. Peserta Didik ................................................................................ 34
BAB III Biografi Tokoh dan Deskripsi Kandungan Data
A. Sejarah Hafidz Hasan Al-Mas’udi ........………………... ........... 37
B. Karya-karya Hafidz Hasan Al-Mas’udi…........................... .......... 43
C. Deskripsi Kandungan Kitab Taisirul Khalaq....………………… 44
D. Akhlaq Pendidik Dalam Kitab Taisirul Khalaq… ........................ 60
E. Akhlaq Peserta Didik Dalam Kitab Taisirul Kholaq ..................... 61
BAB IV ANALISIS
A. Analisis pemikiran Al-Mas’udi Tentang Akhlaq Pendidik .......... 63
B. Analisis Akhlaq peserta Didik..................................................... 77
C. Relevansinya Dengan Dunia Pendidikan Saat Ini ........................ 84
xiii
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................. 90
B. Saran ............................................................................................ 91
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 93
Lampiran-Lampiran
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tujuan pendidikan berusaha membentuk pribadi berkualitas baik
jasmani maupun rohani. Dengan demikian secara konseptual pendidikan
mempunyai peran strategis dalam membentuk anak didik menjadi manusia
berkualitas, tidak hanya berkualitas dalam aspek skill, kognitif, afektif, tetapi
juga aspek spiritual. Hal ini membuktikan pendidikan mempunyai andil besar
dalam mengarahkan anak didik mengembangkan diri berdasarkan potensi dan
bakatnya. Melalui pendidikan anak memungkinkan menjadi pribadi saleh,
pribadi berkualitas secara skill, kognitif, dan spiritual.
Tetapi realitas di masyarakat membuktikan pendidikan belum mampu
menghasilkan anak didik berkualitas secara keseluruhan. Kenyataan ini dapat
dicermati dengan banyaknya perilaku tidak terpuji terjadi di masyarakat,
sebagai contoh merebaknya pengguna narkoba, penyalahgunaan wewenang,
korupsi, manipulasi, perampokan, pembunuhan, pelecehan seksual, pelanggaran
Hak Asasi Manusia (HAM), penganiayaan terjadi setiap hari. Realitas ini
memunculkan anggapan bahwa pendidikan belum mampu membentuk anak
didik berkepribadian paripurna (Istighfarotur, 2010: 2).
2
Pendidik dan peserta didik menempati posisi penting dalam sistem
pendidikan islam. Peran pendidik sangat menentukan dalam berhasil tidaknya
proses pendidikan. Sementara peserta didik, selain sebagai objek juga bertindak
sebagai subjek dalam pendidikan. Karenanya, antara keduanya tidak akan
pernah terlepas dari kajian pendidikan islam (Kosim, 2012: 106).
Dalam bahasa Arab, guru (pendidik) dikenal dengan al-mu’alim atau
al-ustadz yang bertugas memberikan ilmu dalam majlis taklim (tempat
memperoleh ilmu). Dengan demikian, al-mu’alim atau al-ustadz, dalam hal ini
juga mempunyai pengertian orang yang mempunyai tugas untuk membangun
aspek spiritualitas manusia. Pengertian guru kemudian menjadi semakin luas,
tidak hanya terbatas dalam kegiatan keilmuan yang bersifat kecerdasan spiritual
dan kecerdasan intelektual, tetapi juga menyangkut kecerdasan kinestetik
jasmaniah, seperti guru tari, guru olahraga, guru senam, dan guru musik. Semua
kecerdasan itu pada hakikatnya juga menjadi bagian dari kecerdasan ganda
sebagaimana dijelaskan oleh pakar psikologi terkenal Howard Gardner. Dengan
demikian, guru dapat diartikan sebagai orang yang tugasnya terkait dengan
upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dalam semua aspeknya, baik Spritual,
emosional, intelektual, fisikal maupun aspek lainnya (Suparlan, 2005:12).
Berangkat dari istilah tersebut jelaslah bahwa guru (pendidik)
merupakan salah satu komponen pembelajaran dan juga sebagai salah satu
faktor penentu keberhasilan pendidikan. Tidak hanya bertugas mengajar, tetapi
3
guru berperan penting dalam pembentukan watak serta membantu peserta didik
dalam mengoptimalkan potensi-potensi yang dimilikinya. Dengan begitu
jelaslah bahwa pendidik tak hanya berperan sebagai pengajar melainkan ia
harus mampu mengarahkan, membentuk dan membina sikap mental anak didik,
sehingga diharapkan seorang pendidik nantinya mampu menanamkan nilai-nilai
moral pada peserta didiknya.
Pandangan terhadap peserta didik tidak terlepas dari konsepsinya
tentang hakikat manusia. Manusia dilahirkan di dunia ini tanpa pengetahuan
apapun, tetapi dalam kelahirannya manusia dilengkapi dengan fitrah yang
memungkinkannya untuk menguasai berbagai pengetahuan. Diantara tanda
fitrah itu Allah menciptakan manusia sebagai makhluk paling sempurna dengan
menganugerahkan berbagai potensi, baik potensi jasmani (fisik), potensi
spiritual (Qalbu), maupun potensi akal pikiran.
Potensi yang dianugerahkan oleh Allah tersebut tidaklah mudah
berkembang dengan sendirinya tanpa adanya interaksi yang baik dengan orang
lain. Dari berbagai macam interaksi, tentunya interaksi yang memiliki tujuan
yang jelaslah yang dapat membantu perkembangan potensi itu dengan baik.
Sehingga dapat diketahui bahwa interaksi dalam proses pendidikan merupakan
interaksi yang sangat penting dalam mengoptimalkan kemampuan atau potensi
dalam diri seseorang.
4
Antara pendidik dan peserta didik, selain keduanya sama-sama
menjadi objek suatu pendidikan, keduanya juga berada dalam sebuah hubungan
yang saling membutuhkan. Belajar mengajar merupakan satu istilah tunggal
namun dengan makna yang berbeda. Belajar merupakan perubahan tingkah laku
dari sebuah pengalaman, dan mengajar adalah kegiatan mengarahkan untuk
memperoleh ilmu yang baik, keterampilan, nilai dan sikap yang dapat
membawa perubahan tingkah laku maupun kesadaran diri dari kepribadiannya.
Kembali lagi pada realitas dimasa kini, tidak sedikit hubungan antara
guru dan siswa yang kurang harmonis. Terlebih lagi bagi seorang guru yang
salah memahami profesinya, maka bergeserlah fungsi guru secara perlahan.
Begitu juga dengan seorang siswa, tidak jarang juga yang berangkat ke sekolah
hanya sekedar menggugurkan kewajiban untuk belajar dan tidak disertai niat
yang baik. Sementara itu semakin ke depan, wibawa seorang guru kian merosot
dimata murid-muridnya. Sikap murid terhadap gurunya sudah sangat
menyedihkan (lebih khusus dibidang lembaga umum). Guru hanya dipandang
sebagai orang yang sedang melaksanakan tugasnya kemudian nanti digaji,
bukan lagi sebagai orang yang harus jadi teladan (digugu lan ditiru).
Siswa (peserta didik) dimasa sekarang, khususnya yang menduduki
masa-masa sekolah menengah pada umumnya dalam menghormati seorang
guru lebih cenderung karena ada maunya. Hubungan antara pendidik dan
peserta didikpun hanya sebatas memenuhi kontrak sosial dalam dunia
5
pendidikan dan dalam proses belajar mengajar, sehingga ketika proses belajar
mengajar itu dianggap selesai, maka hubungan relasi antara pendidik dan
peserta didik pun tak ada lagi. Padahal sudah seharusnya seorang murid
senantiasa menjaga hubungan dengan gurunya meskipun tidak lagi dalam
proses belajar mengajar.
Mengenai kinerja seorang guru pun dimasa kini tidak sedikit yang
memperbincangkan. Masyarakat tentu sangat berharap bahwa guru dapat
menjadi teladan yang baik bagi peserta didiknya. Namun tidak dipungkiri
bahwa akhir-akhir ini muncul pengakuan dari peserta didik itu sendiri terhadap
rasa tidak sukanya pada seorang guru, yang disebabkan antara lain mungkin
guru yang merokok, guru yang galak, guru yang suka datang terlambat dan
terkadang masih ada alasan lain yang diungkapkan oleh peserta didik akan
ketidaksukaannya terhadap pendidiknya.
Oleh karena itu, hendaklah seorang pendidik tidak menganggap remeh
terhadap apa-apa yang senantiasa diperhatikan oleh peserta didik maupun
masyarakat. Seorang pendidik harus senantiasa siap memberikan bimbingan
nurani dan etika yang tinggi terhadap peserta didiknya. Suatu proses
pembelajaran akan berlangsung dan berhasil dengan baik apabila interaksi
antara pendidik dan peserta didik juga baik. Untuk itu diperlukan kinerja yang
baik pula antara keduanya.
6
Dari pembahasan di atas, penulis tertarik untuk mengangkatnya dalam
sebuah penelitian kepustakaan dengan judul ”Akhlaq Pendidik dan Peserta
Didik dalam kitab Taisirul Khalaq karya dari Syaikh Hafid Hasan Al-
Mas’udi”.
Dalam kaitannya dengan pendidikan, karya Syaikh Hafid Hasan Al
Mas’udi mempunyai peran cukup penting dalam menghantarkan nilai-nilai
pendidikan akhlaq, moral, etika dan karakter sampai kepada peserta didik.
Pemikiran-pemikiran Syaikh Hafid Hasan Al Mas’udi yang condong pada
pesan moral, ketakwaan, kejujuran, ketawadhu’an, dan pesan-pesan lainnya.
Pesan-pesan tersebut disajikan secara ringkas sehingga pembaca tidak merasa
sulit untuk mempelajarinya.
Alasan paling kuat mengapa penulis mengambil judul ini ialah karena
penulis sangat tertarik dengan berbagai pemikiran dari Syaikh Hafid Hasan Al-
Mas’udi terutama yang dipaparkan dalam kitab Taisirul Khalaq yang
merupakan kitab akhlaq secara mendasar dan mudah dipahami. Juga penulis
akan menganalisis akhlaq apa saja yang harus dimiliki oleh pendidik dan
peserta didik agar serasi dan tak ada kesenjangan antara keduanya, karna
pendidik dan peserta didik merupakan komponen terpenting dalam dunia
pendidikan.
7
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana akhlaq pendidik dan peserta didik dalam kitab Taisirul Khalaq
karya Syaikh Hafid Hasan Al-Mas’udi?
2. Bagaimana relevansi akhlaq seorang pendidik dan peserta didik yang
terkandung dalam kitab Taisirul Khalaq karya Syaikh Hafid Hasan Al-
Mas’udi terhadap tujuan pendidikan dan dunia pendidikan masa kini?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui bagaimana akhlaq pendidik dan peserta didik dalam
kitab Taisirul Khalaq karya Syaikh Hafid Hasan Al-Mas’udi?
2. Untuk mengetahui bagaimana relevansi akhlaq seorang pendidik dan
peserta didik yang terkandung dalam kitab Taisirul Khalaq karya Syaikh
Hafid Hasan Al-Mas’udi terhadap tujuan pendidikan dan dunia pendidikan
saat ini?
D. Manfaat Penelitian
Dari paparan tujuan yang hendak dicapai pada penelitian ini, maka
terdapat manfaat yang bisa diperoleh. Penulis mengategorikannya menjadi
8
manfaat teoritis dan manfaat praktis. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini nantinya dapat memberikan tambahan konsep
baru mengenai dunia pendidikan terutama fokus pada pendidikan akhlaq.
Bisa juga sebagai acuan para peneliti ketika akan melakukan penelitian
secara lebih lanjut. Kemudian secara lebih rincinya bisa dikategorikan:
a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi
pengembangan ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan dengan
dunia pendidikan.
b. Menambah dan memperkaya ilmu pengetahuan terutama mengenai
akhlaq dalam dunia pendidikan.
c. Sebagai referensi bagi penulis untuk menambah kelengkapan data
d. Sebagai bahan kajian bagi penulis untuk melakukan penelitian.
e. Memberi sumbangan data ilmiah di bidang pendidikan bagi Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam di
IAIN Salatiga.
2. Manfaat praktis
a. Bagi guru
1) Sebagai bahan evaluasi bagi guru untuk lebih mengetahui sejauh mana
keberhasilan pendidik dalam melaksanakan pembelajaran.
9
2) Sebagai bahan evaluasi bagi guru tentang kepribadian dan akhlaq
b. Bagi siswa
1) Sebagai panduan bagi peserta didik sehingga memiliki akhlaq yang baik
2) Sebagai panduan bagi peserta dalam meningkatkan belajar
c. Bagi peneliti
Untuk mengetahui kondisi sebenarnya tentang kepribadian
guru pendidikan Agama Islam yang akan mempengaruhi akhlaq siswa di
sekolah. Menambah wawasan bagi penulis dalam mengetahui konsep
pendidikan akhlaq dalam kitab Taisirul Khalaq. Memberikan manfaat
bagi pembaca umumnya dan khususnya bagi penulis sendiri.
E. Metode penelitian
Penelitian ini menggunakan studi pustaka (library research), karena
objek kajian studi difokuskan pada kajian sebuah kitab. Data-data yang terkait
dengan analisis penelitian berkaitan dengan apa saja yang dibahas dalam kitab
Taisirul khalaq. Penelitian pustaka (library research), yaitu jenis penelitian
yang dilakukan dengan menelaah dan menggunakan bahan-bahan pustaka
berupa buku-buku, ensiklopedi, jurnal, majalah dan sumber pustaka lainnya
yang relevan dengan topik atau permasalahan yang dikaji sebagai sumber
datanya (Hadi, 1990: 9).
10
Agar penelitian terlaksana sesuai yang diharapkan maka dalam
penelitian ini secara runtut menggunakan metode sebagai berikut:
1. Jenis penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan atau Library
Research. Selain itu biasa disebut kajian pustaka atau literature. Yaitu
telaah yang dilaksanakan untuk memecahkan suatu masalah yang pada
dasarnya bertumpu pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-
bahan pustaka dan hasil penelitian yang terkait dengan masalah kajian
(Sukardi, 2007: 14).
Maka penulis menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Meneliti kitab Taisirul Khalaq karya karya Syaikh Hafid Hasan Al-
Mas’udi sebagai objek kajian utama dari penelitian.
b. Mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang ada dalam kitab
tersebut yang berkaitan dengan nilai-nilai pendidikan akhlaq seorang
pendidik.
c. Menganalisis pokok permasalahan dan membandingkan pendidikan
akhlaq dan teori-teori lain.
d. Menyimpulkan beberapa konsep pendidikan akhlaq yang ada pada
kitab tersebut.
11
2. Sumber data penelitian
Sumber data dari penelitian ini, penulis menggunakan sumber primer
dan sekunder.
a. Sumber data primer
Sumber data primer yaitu sumber data utama yang akan dikaji
dalam permasalahan. Sumber data utamanya yaitu kitab Taisirul
Khalaq karya karya Syaikh Hafid Hasan Al-Mas’udi sebagai objek
kajian utama dari penelitian.
b. Sumber data sekunder
Data sekunder merupakan data pendukung dari data primer.
Data sekunder ini diambil dari sumber-sumber yang lain dengan cara
mencari, menganalisis buku-buku tentang pendidikan karakter seperti
buku pemikiran tokoh-tokoh terkemuka mengenai seluk beluk dalam
dunia pendidikan, salah satunya buku Zainuddin tentang seluk beluk
pendidikan dari Al-Ghazali, buku Ahmad tafsir yang berjudul Ilmu
Pendidikan Dalam Perspektif Islam, serta buku lain yang berkaitan
dengan akhlaq pendidik dan peserta didik, browsing internet dan
informasi lainnya yang mendukung judul dari penelitian ini.
3. Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data penulis lakukan dengan cara membaca
buku-buku sumber, baik itu primer maupun sekunder. Mempelajari dan
12
mengkaji serta memahami kajian yang terdapat dalam buku-buku sumber.
Menganalisis untuk diteruskan identifikasi dan mengelompokkan sesuai
dengan sifatnya masing-masing dalam bentuk per bab.
4. Teknik Analisis Data
Pengumpulan data (input) merupakan suatu langkah dalam
metode ilmiah melalui prosedur sistematik, logis dan proses pencarian
data yang valid, baik diperoleh secara langsung (primer) atau tidak
langsung (sekunder) untuk keperluan analisis dan pelaksanaan
pembahasan (process) suatu riset secara benar untuk menemukan
kesimpulan, memperoleh jawaban (output) dan sebagai upaya untuk
memecahkan suatu persoalan yang dihadapi peneliti (Rosady, 2010: 27).
Melihat objek penelitian ini adalah buku-buku atau literature
yang termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan, maka penelitian ini
adalah merupakan library research. Data yang terkumpul selanjutnya akan
penulis analisa dengan menggunakan teknik analisa kualitatif dengan cara
deskriptif dan kontekstual:
a. Deskriptif
Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status
sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem
pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang (Nazir,
1988:63). Adapun tujuan dari metode ini yaitu untuk membuat
13
deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematik, komprehensif,
faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan
antar fenomena yang diselidiki.
a. Kontekstual
Dalam kamus besar bahasa Indonesia konteks berarti apa yang
ada di depan dan di belakang (KKBI, 2005:521). Metode kontekstual
adalah metode yang digunakan untuk mencari, mengolah, dan
menemukan kondisi yang lebih konkret (terkait dengan kehidupan
nyata). Metode ini akan membantu penulis untuk mengaitkan antara isi
yang ada di dalam kitab Taisirul Khalaq dengan situasi dunia nyata
dan mendorong penulis untuk membuat hubungan antara isi yang ada
dalam kitab Taisirul Khalaq dengan penerapannya dalam kehidupan
kekinian.
F. Kajian Pustaka
Dalam skripsi ini penulis mengambil beberapa contoh skripsi peneliti
terdahulu yang hampir sama dengan judul yang penulis ambil guna menambah
referensi, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Skripsi Anisa Nandya (2013), Jurusan Tarbiyah Program Studi
Pendidikan Agama Islam STAIN Salatiga yang berjudul “Etika Murid
Terhadap Guru”. Analisis Kitab Ta’lim Muta’alim karangan Syaikh Az-
14
Zarnuji yang merupakan penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan
datanya menggunakan konsep penelitian kepustakaan (Library Research).
Dalam penelitian tersebut, diurai tentang etika murid terhadap guru yang
terdapat dalam kitab Ta’lim Muta’alim yaitu: a). Hendaknya seorang
murid tidak berjalan di depan seorang guru. b). Tidak duduk di
tempatnya, kecuali dengan ijinnya. c). Tidak memulai bicara padanya
kecuali dengan ijinnya. d). Hendaknya tidak berbicara di depan guru. e).
Tidak bertanya sesuatu bila guru sedang capek atau bosan. f). Harus
menjaga waktu. g). Jangan mengetuk pintunya, tetapi sebaliknya
menunggu sampai beliau keluar.
2. Skripsi Muhammad Solehan (2015), Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam, Institut Agama Islam
Negeri Salatiga yang berjudul: “Nilai-nilai Pendidikan Akhlaq Dalam
Buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk Karya Ahmad Rifa’i Rif’an”.
Penelitian kualitatif yang menggunakan pendekatan studi pustaka (library
research), yaitu meneliti secara mendalam mengenai buku Tuhan, Maaf
Kami Sedang Sibuk. Sumber data penelitian berasal dari sumber data
primer dan sumber data sekunder. Adapun metode analisis ini
menggunakan metode analisis induktif dan deduktif. Skripsi yang
mengurai keseimbangan dalam hubungan vertikal (Hablumminallah)
selaku hamba Allah, dan dalam hubungan horisontal (Hablumminannas)
15
selaku makhluk individu dan makhluk sosial untuk mencapai derajat
takwa.
3. Skripsi Nurhidayah (2015), Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
Jurusan Pendidikan Agama Islam, Institut Agama Islam Negeri Salatiga
yang berjudul: “Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Novel 99 Cahaya di
Langit Eropa” (Telaah Kajian Dari Aspek Unsur-Unsur Pendidikan).
Penelitian yang merupakan jenis penelitian kepustakaan (Library
Research), dalam penelitian tersebut menyimpulkan beberapa nilai
pendidikan Islam yang terkandung dalam novel 99 Cahaya di Langit
Eropa.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan pemahaman secara menyeluruh, maka perlu
sebuah sistematika yang runtut dalam penulisan dari satu bab ke bab
selanjutnya. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
Bab I : Berisi latar belakang masalah serta alasan-alasan logis
mengapa penulis mengambil judul tersebut kemudian melakukan penelitian.
Kemudian fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat dari penelitian itu,
metode yang dilakukan dalam penelitian, juga sistematika penulisan hasil
laporan.
16
Bab II : Landasan teori meliputi pengertian akhlaq, pendidik dan
peserta didik serta pengertian akhlaq pendidik dan peserta didik dalam kitab
Taisirul Khalaq karya Syaikh Hafidz Hasan Al-Mas’udi
Bab III : Pada bab ini akan dijelaskan tentang biografi intelektual
tokoh Syaikh Hafidz Hasan Al-Mas’udi, beberapa karyanya serta deskripsi
kandungan dari kitab kitab Taisirul Khalaq
Bab IV : Analisis data yang di paparkan meliputi akhlaq pendidik dan
akhlaq peserta didik yang ada di dalam kitab Taisirul Khalaq serta
relevansinya dengan dunia pendidikan saat ini dan tujuan pendidikan
Bab V : Penutup yang berisikan kesimpulan dari teori pendidikan
akhlaq meliputi akhlaq pendidik dan akhlaq peserta didik dan saran dan saran.
17
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Akhlaq
1. Pengertian
Istilah akhlaq adalah istilah bahasa Arab. Kata akhlaq merupakan kata
jamak dari bentuk tunggal khuluq, yang pengertian umumnya: perilaku, baik
itu perilaku terpuji maupun tercela. Kata akhlaq, jika diurai secara bahasa
berasal dari rangkaian huruf-huruf kha-la-qa, jika digabung (khalaqa) berarti
menciptakan. Ini mengingatkan kita pada kata Al-Khaliq yaitu Allah SWT
dan kata makhluk, yaitu seluruh alam yang Allah ciptakan. Maka kata akhlaq
tidak bisa dipisahkan dengan Al-Khaliq (Allah) dan makhluk (baca: hamba).
Akhlaq berarti sebuah perilaku yang muatannya “menghubungkan” antara
hamba dengan Allah SWT., sang Khaliq (Ahmadi, 2004:13).
Akhlaq hampir sama pengertiannya dengan etika dan moral, ada pun
kata lain yang selalu didekatkan pemaknaannya adalah susila, kesusilaan, tata
susila, budi pekerti, kesopanan, adab, perangai, perilaku dan kelakuan.
Ibn Miskawaih dalam etika profesi guru karya Ridwan Effendi
mengartikan akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang
mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan. Juga dengan Al-Ghazali yang mengartikan akhlaq adalah sifat
18
yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan
dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan
atau tanpa dihitung risikonya (Effendi, 2014: 18).
Akhlaq secara etimologi istilah yang diambil dari bahasa Arab dalam
bentuk jamak. Al-Khulq merupakan bentuk mufrod (tunggal) dari akhlaq yang
memiliki arti kebiasaan, perangai, tabiat, budi pekerti. Tingkah laku yang
telah menjadi kebiasaan dan timbul dari manusia dengan sengaja. Kata akhlaq
dalam pengertian ini disebutkan dalam Al-Qur’an dalam bentuk tunggal. Kata
khulq dalam firman Allah SWT merupakan pemberian kepada Muhammad
sebagai bentuk pengangkatan menjadi Rasul Allah. Sebagaimana diterangkan
dalam Qur’an surat Al-Qalam ayat 4:
Artinya: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang
agung.”
Maka dengan berbagai pengertian tersebut di atas bisa dijadikan
rujukan bahwa ilmu akhlaq menurut Syaikh Hafidz Hasan al-Mas’udi ialah
ilmu yang membahas seputar ajaran batiniah yang berkaitan dengan tingkah
laku yang berpuncak pada kemuliaan dan ketakwaan seseorang.
2. Sumber Pendidikan Akhlaq
Yang dimaksud sumber akhlaq adalah yang menjadi ukuran baik-
buruk atau mulia dan tercela. Sebagaimana keseluruhan ajaran Islam. Sumber
19
akhlaq adalah Al-Qur’an dan al-Hadits, buka akal pikiran atau pandangan
masyarakat. Dalam konsep akhlaq, segala sesuatu dinilai baik-buruk, terpuji-
tercela, semata-mata karena syara’ (Al-Qur’an dan Sunnah) menilainya
demikian.
Bagaimana dengan peran hati nurani, akal dan pandangan masyarakat
dalam menentukan baik dan buruk karena manusia diciptakan oleh Allah
SWT memiliki fitrah bertauhid, mengakui ke-Esaan-Nya sebagaimana dalam
firman Allah:
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama
(Allah); (tetapkanlah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) Agama
yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Q.S. ar-Ruum
: 30)
Namun fitrah manusia tidak selalu terjamin dapat berfungsi dengan
baik karena pengaruh dari luar, misalnya pengaruh pendidikan dan
lingkungan. Fitrahnya tertutup sehingga hati nuraninya tidak dapat lagi
melihat kebenaran.
Demikian juga dengan akal pikiran, ia hanyalah salah satu kekuatan
yang dimiliki oleh manusia untuk mencari kebaikan-keburukan.
Keputusannya bermula dari pengalaman empiris kemudian diolah menurut
20
kemampuan pengetahuannya, oleh karena itu keputusan yang diberikan akal
hanya bersifat spekulatif dan subjektif.
Bagaimana dengan pandangan masyarakat? Pandangan masyarakat
juga dapat dijadikan sebagai salah satu ukuran baik-buruk. Tetapi sangat
relatif, tergantung sejauh mana kesucian hati nurani masyarakat dan
kebersihan pikiran mereka dapat terjaga, masyarakat yang hati nuraninya telah
tertutup dan akal pikiran mereka sudah kotor oleh sikap dan tingkah laku yang
tidak terpuji tentu tidak bisa dijadikan sebagai ukuran. Hanya kebiasaan
masyarakat yang baiklah yang dapat dijadikan sebagai ukuran (Ilyas, 2004:5).
Akhlaq merupakan sistem moral yang bertitik pada ajaran Islam. Al-
Qur’an dan al-Hadits sebagai pedoman hidup umat Islam menjelaskan kriteria
baik dan buruknya suatu perbuatan. Al-Qur’an sebagai dasar akhlaq
menjelaskan tentang kebaikan Rosulullah SAW sebagai teladan bagi seluruh
umat manusia. Maka selaku umat Islam sebagai penganut Rosulullah SAW
sebagai teladan bagi seluruh umat manusia, sebagaimana firman Allah SWT
dalam Q.S. Al-Ahzab/ 33:21 :
Artinya: ”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rosulullah itu suri
tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
(Q.S. Al-Ahzab/ 33:21)
21
Sedangkan hadits yang sangat populer menyebut akhlaq adalah hadits
riwayat Malik:
)رواه احمد( . قل خ ال ح ال ص م م ت ل ت ث ع ا ب م ن ا
Artinya: ”Bahwasannya aku (Muhammad) diutus menjadi Rasul tal lain
adalah untuk menyempurnakan akhlaq mulia” (H.R. Ahmad) (Drajat,
2002: 18-19).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sumber akhlaq adalah Al-
Qur’an dan Sunnah. Untuk menentukan ukuran baik-buruknya atau mulia-
tercela haruslah dikembalikan kepada penilaian syara’. Semua keputusan
syara’ tidak dapat dipengaruhi oleh apapun dan tidak akan bertentangan
dengan hati nurani manusia karena keduanya berasal dari sumber yang sama
yaitu Allah SWT.
3. Tujuan Pendidikan Akhlaq
Hubungan akhlaq dengan pendidikan sangatlah erat. Tujuan
pendidikan dalam pandangan Islam adalah berhubungan dengan kualitas
manusia yang berakhlaq. Ahmad D. Marimba misalnya mengatakan bahwa
tujuan pendidikan adalah identik dengan tujuan hidup seorang muslim, yaitu
menjadi hamba Allah yang mengandung implikasi kepercayaan dan
penyerahan diri kepada-Nya.
Sementara itu Mohd. Athiyah al-Abrasyi mengatakan bahwa
pendidikan budi pekerti adalah jiwa dari pendidikan Islam, dan Islam telah
menyimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti dan aklak adalah jiwa
22
pendidikan Islam. Mencapai suatu akhlaq yang sempurna adalah tujuan
sebenarnya dari pendidikan. Selanjutnya al-Attas mengatakan bahwa tujuan
pendidikan Islam adalah manusia yang baik. Kemudian Abdul Fatah Jalal
mengatakan bahwa tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia
sebagai hamba Allah (Mawardi, 2002:82).
Maka dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan akhlaq ialah
membentuk pribadi yang baik sehingga terwujud menjadi manusia yang
bertakwa kepada Allah SWT.
4. Kedudukan dan Keistimewaan Akhlaq Dalam Islam
Dalam keseluruhan ajaran Islam, akhlaq menempati kedudukan yang
istimewa dan sangat penting. Hal ini dapat dilihat dalam beberapa poin
berikut:
a. Rasulullah SAW. menempatkan penyempurnaan akhlaq yang
mulia sebagai misi pokok Risalah Islam. Beliau bersabda:
ع ا ب م ٍان ا ت ث ل م ا ر ك م م م ت ل خ
ق )رواه البهقق(الا
Artinya: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan
akhlaq yang mulia.” (HR. Baihaqi)
b. Akhlaq amalan yang paling berat timbangannya
Banyak amalan yang dilakukan orang beriman dalam
rangka bermunajat kepada Allah SWT, ia shalat wajib lima waktu.
23
Kurang puas dengan amalan wajib maka shalat sunah pun
diamalkan, seperti rawatib dan qiyamullail. Untuk mendekatkan
hatinya dengan Al-Qur’an seorang mukmin membacanya secara
tartil sembari merenungkan artinya.
Guna mengurangi rasa bakhilnya sekaligus
meringankan beban maka seorang mukmin bersedekah dengan
hartanya. Untuk mendapatkan pahala yang melimpah sekaligus
mendidik jiwanya agar tidak serakah, ia menjalankan ibadah
puasa. Demikianlah banyak amalan ibadah dilakukan manusia
beriman, baik yang telah ditentukan caranya hingga yang tidak
ditentukan, seperti dzikir dan doa.
Namun perlu kiranya diketahui bahwa salah satu amal
manusia yang paling mulia dihadapan Allah SWT dan paling berat
timbangannya adalah akhlaq. Dan akhlaq ini pulalah salah satu
perilaku yang paling dicintai oleh Rasulullah SAW.
c. Rasulullah SAW menjadikan baik buruknya akhlaq seseorang
sebagai ukuran kualitas imannya.
Hal ini bisa diperhatikan pada hadits berikut:
م أ ن ن م لوال م ل ك م ه س ا أ انا ٍاه ا )رواه الترمذى(قا ل م خ ق ن ح
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang
paling baik akhlaqnya.” (HR. Tirmidzi)
d. Akhlaq adalah tujuan akhir diturunkannya Islam
24
Sesungguhnya tujuan Islam diturunkan adalah untuk
menciptakan perilaku manusia yang terpuji, bukan sekedar untuk
menjadi ahli ibadah yang tidak mengenal kehidupan sosial di
sekitarnya. Allah SWT memuji Rasulullah SAW karena beliau
berhasil menampilkan perilaku yang terpuji dalam membimbing
umatnya, selain tekun dalam menjalankan ibadah kepada-Nya.
Allah SWT. Berfirman:
Artinya: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti
yang agung.” (AL-Qalam: 4)
Bahkan Al-Qur’an menyebutkan sejumlah perilaku akhlaq
untuk menunjukkan karakter orang-orang yang bertakwa.
Misalnya firman Allah SWT:
25
Artinya: “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi
yang disediakan untuk ornag-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-
orang yang menafkahkan (hartanya), baik diwaktu lapang
maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang
berbuat kebajikan. Dan juga orang-orang yang apabila
mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka
ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa
mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain
daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya
itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah
ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya
mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan
itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.” (Ali
Imran: 133-136) (Ahmadi, 2004:40).
e. Di dalam AL-Qur’an banyak terdapat ayat-ayat yang berhubungan
dengan akhlaq, baik berupa perintah untuk berakhlaq yang baik
serta pujian dan pahala yang diberikan kepada orang-orang yang
mematuhi perintah itu, maupun larangan berakhlaq yang buruk
serta celaan dan dosa bagi orang-orang yang melanggarnya. Tidak
diragukan lagi bahwa banyaknya ayat-ayat Al-Qur’an tentang
akhlaq ini mebuktikan betapa pentingnya kedudukan akhlaq di
dalam Islam (Ilyas, 1999: 11).
26
5. Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlaq
Mustafa Zuhri mengatakan bahwa tujuan perbaikan akhlaq itu, ialah
untuk membersihkan kalbu dari kotoran-kotoran hawa nafsu dan amarah
sehingga hati menjadi suci bersih, bagaikan cermin yang dapat menerima Nur
cahaya Tuhan.
Keterangan tersebut memberi petunjuk bahwa Ilmu Akhlaq berfungsi
memberikan panduan kepada manusia agar mampu menilai dan menentukan
suatu perbuatan untuk selanjutnya menetapkan bahwa perbuatan tersebut
termasuk perbuatan yang baik atau yang buruk.
Selanjutnya karena Ilmu Akhlaq menentukan kriteria perbuatan yang
baik dan yang buruk, serta perbuatan apa saja yang termasuk perbuatan yang
baik dan yang buruk itu, maka seseorang yang mempelajari ilmu ini akan
memiliki pengetahuan tentang kriteria perbuatan yang baik dan yang buruk
itu, dan selanjutnya ia akan banyak mengetahui perbuatan yang baik dan
perbuatan yang buruk.
Selain itu Ilmu Akhlaq juga akan berguna secara efektif dalam upaya
membersihkan diri manusia dari perbuatan dosa dan maksiat. Diketahui
bahwa manusia memiliki jasmani dan rohani. Jasmani dibersihkan secara
lahiriah melalui fikih, sedangkan rohani dibersihkan secara batiniah melalui
akhlaq (Nata, 2003: 14-15).
27
B. Pendidik
1. Pengertian Pendidik
Dalam Undang-undang No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
(pasal 1 ayat 1) disebutkan bahwa: “Guru adalah pendidik profesional dengan
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Pendidik dalam Islam ialah siapa saja yang bertanggung jawab
terhadap perkembangan anak didik. Sama dengan teori pendidikan Barat,
tugas pendidik dalam pandangan Islam secara umum ialah mendidik, yaitu
mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi
psikomotor, kognitif maupun potensi afektif (Tafsir, 2008:74).
Secara lebih luas guru berarti orang yang bekerja dalam bidang
pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu
anak-anak mencapai kedewasaan masing-masing.
Adapun pengertian guru secara terminologi memiliki banyak arti.
Menurut pandangan beberapa pakar pendidikan adalah sebagai berikut:
1. Poerwadarminta
Guru adalah orang yang kerjanya mengajar. Dengan definisi ini,
guru disamakan dengan pengajar.
28
2. Zakiyah Daradjat
Guru adalah pendidik professional karena guru telah menerima dan
memikul beban dari orang tua untuk ikut mendidik anak-anak.
Dalam hal ini, orang tua harus tetap sebagai pendidik yang pertama
dan utama bagi anak-anaknya. Sedangkan guru adalah tenaga
professional yang membantu orang tua untuk mendidik anak-anak
pada jenjang pendidikan sekolah (Suparlan, 2005:13).
Menurut Al-Ghazali (1991:50) istilah pendidik dengan berbagai kata
seperti al-Muallimin (guru), al-Mudarris (pengajar), al-Muaddib (pendidik)
dan al-Walid (orang tua). Dalam kitab “Ihya ‘Ulumuddin” ia menyebutkan:
“Apabila ilmu pengetahuan itu lebih utama dalam segala hal, maka
mempelajarinya adalah mencari yang lebih mulia itu. Maka mengajarkannya
adalah memberikan faedah bagi keutamaan itu.”
Jadi, mengajar dan mendidik adalah sangat mulia, karena secara naluri
orang yang berilmu itu dimuliakan dan dihormati oleh orang. Dan ilmu
pengetahuan itu sendiri adalah mulia, maka mengajarkannya adalah
memberikan kemuliaan.
2. Kompetensi Pendidik
Yasin (2008:85), seorang pendidik atau ustadz memiliki tugas dan
kompetensi yang melekat pada dirinya antara lain:
29
a. Sebagai Mu’allim, artinya bahwa seorang pendidik itu adalah
orang yang berilmu (memiliki ilmu) pengetahuan luas, dan
mampu menjelaskan, mengajarkan, mentransfer ilmu tersebut
kepada peserta didik, sehingga peserta didik bisa
mengamalkannya dalam kehidupan.
b. Sebagai Mu’addib, artinya apabila Mu’addib sebagai isim fa’il
dari kata “addaba-yuaddibu-ta’diiban” yang berarti
mendisiplinkan atau menanamkan sopan santun. Maka seorang
mu’addib adalah seseorang yang memiliki kedisiplinan kerja yang
dilandasi dengan etika, moral dan sikap yang santun, serta mampu
menanamkannya kepada peserta didik melalui contoh untuk ditiru
oleh peserta didik.
c. Sebagai Mudarris, artinya orang yang memiliki tingkat kecerdasan
intelektual lebih, dan berusaha membantu menghilangkan
menghapus kebodohan atau ketidaktahuan peserta didik dengan
cara melatih intelektualnya melalui proses pembelajaran sehingga
peserta didik memiliki kecerdasan intelektual dan keterampilan.
d. Sebagai mursyid, artinya orang yang memiliki kedalaman spiritual
atau memiliki tingkat penghayatan yang mendalam terhadap nilai-
nilai keAgamaan, memiliki ketaatan dalam menjalankan ibadah,
serta berakhlaq mulia. Kemudian berusaha untuk memengaruhi
30
peserta didik agar mengikuti jejak kepribadiannya melalui
kegiatan pendidikan.
3. Syarat Pendidik
Ahmad Tafsir (2004) mengutip pendapat Soejono menyebutkan bahwa
syarat guru dalam pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
a. Tentang umur, harus sudah dewasa
b. Tentang kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani
c. Tentang kemampuan mengajar, ia harus ahli
d. Harus berkesusilaan dan berdedikasi tinggi
Selanjutnya dalam buku Ilmu Pendidikan Islam (1982) diuraikan
sebagai berikut:
1) Takwa kepada Allah sebagai syarat jadi guru
Sesuai dengan tujuan pendidikan Islam tidak mungkin
mendidik anak agar bertakwa kepada Allah, jika ia sendiri tidak
bertakwa kepada Nya. Sebab ia adalah teladan bagi muridnya
sebagaimana Rasulullah memberi teladan bagi umatnya. Sejauh
mana seorang guru mampu memberi teladan baik kepada murid-
muridnya sejauh itu pulalah ia diperkirakan akan berhasil
mendidik mereka agar menjadi generasi penerus bangsa yang baik
dan mulia.
31
Maka dengan kata lain hendaklah seorang guru atau pendidik
itu bertakwa kepada Allah dan seorang guru tak perlu
mengajarkan takwa itu sendiri pada peserta didiknya, karena
dengan menjadi pribadi yang bertakwa dan mulia maka peserta
didik akan segan dan selalu menghormati guru.
2) Berilmu sebagai syarat menjadi guru
Ijazah bukanlah semata-mata secarik kertas, tetapi suatu bukti
bahwa pemiliknya telah mempunyai ilmu pengetahuan dan
kesanggupan tertentu yang diperlukannya untuk suatu jabatan.
Pada masa ketika Syaikh Hafidz Hasan Al-Mas’udi
menuliskan kitab Taisirul Kholaq tentulah belum ada aturan
bahwa seorang guru harus memiliki ijazah sekolah tinggi. Namun
pada dasarnya seorang pendidik tentulah harus benar-benar orang
yang berilmu sebagaimana dalam kitabnya dijelaskan: “Seorang
guru adalah pemberi petunjuk bagi seorang murid tentang
berbagai ilmu pengetahuan.” (Hafidz, tt:3) Maka dari situlah
tentunya seorang guru haruslah berpengetahuan tinggi.
Dan pada masa kini seorang guru harus mempunyai ijazah
supaya ia dibolehkan mengajar. Kecuali dalam keadaan darurat,
misalnya jumlah murid sangat meningkat, sedang jumlah guru
jauh daripada mencukupi, maka terpaksa menyimpang untuk
32
sementara, yakni menerima guru yang belum berijazah. Tetapi
dalam keadaan normal ada patokan bahwa makin tinggi
pendidikan guru makin baik mutu pendidikan dan pada gilirannya
makin tinggi pula derajat masyarakat.
3) Berkelakuan baik sebagai syarat menjadi guru
Budi pekerti guru maha penting dalam pendidikan watak
murid. Guru harus menjadi suri teladan, karena anak-anak bersifat
suka meniru. Diantara tujuan pendidikan ialah membentuk akhlaq
baik pada anak dan ini hanya mungkin jika guru itu berakhlaq baik
pula. Guru yang tidak berakhlaq baik tidak mungkin dipercayakan
pekerjaan mendidik.
4. Kedudukan Pendidik Dalam Islam
Dalam kitab-kitab hadis kita menemukan banyak sekali hadis yang
mengajarkan betapa tinggi kedudukan orang berpengetahuan. Biasanya
dihubungkan pula dengan mulianya menuntut ilmu. Sebenarnya tingginya
kedudukan guru dalam Islam merupakan realisasi ajaran Islam itu sendiri.
Islam memuliakan pengetahuan, pengetahuan itu didapat dari belajar dan
mengajar, yang belajar adalah calon guru dan yang mengajar adalah guru.
Maka, Islam pasti memuliakan guru.
33
Tingginya kedudukan guru dalam Islam masih dapat disaksikan secara
nyata pada zaman sekarang. Itu dapat kita lihat terutama di pesantren-
pesantren di Indonesia. Santri bahkan tidak berani menantang sinar mata
kiainya, sebagian lagi membungkukkan badan tatkala menghadap kiainya
(Tafsir, 1994:7).
Pendidik adalah bapak rohani (Spiritual Father) bagi anak didik yang
memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlaq mulia, dan
meluruskannya. Oleh karena itu, pendidik mempunyai kedudukan tinggi
sebagaimana yang dilukiskan dalam hadits Nabi SAW. Bahwa “Tinta seorang
ilmuwan (ulama’) lebih berharga ketimbang darah para syuhada”. bahkan
Islam menempatkan pendidik setingkat dengan derajat seorang Rasul (Mujib,
1993: 168).
5. Peserta Didik
Salah satu dimensi penting dalam sistem pendidikan adalah peserta
didik. Dalam proses pendidikan, peserta didik merupakan subjek dan objek
yang aktif. Dikatakan subjek karena mereka berperan sebagai pelaku utama
dalam proses belajar dan pembelajaran. Sedangkan dikatakan sebagai objek
karena mereka sebagai sasaran didik untuk ditumbuh kembangkan oleh
pendidik. Jika peserta didik dijadikan sasaran, maka mereka harus berperan
34
sebagai subyek yang aktif dalam belajar dengan difasilitasi oleh sumber
belajar, termasuk di dalamnya adalah pendidik (Yasin, 2008:94).
Istilah peserta didik jika dimaknai sebagai orang (anak) yang sedang
mengikuti proses kegiatan pendidikan atau proses belajar-mengajar untuk
menumbuh-kembangkan potensinya. Maka Yasin (2008:101), dalam literatur
bahasa Arab yang sering digunakan oleh para tokoh pendidikan Islam, antara
lain ditemukan dengan nama sebagai berikut:
1. Mutarabby, mengandung makna sebagai orang (peserta didik) yang
sedang dijadikan sebagai sasaran untuk dididik dalam arti diciptakan,
dipelihara, diatur, diurus, diperbaiki, diperbaharui melalui kegiatan
pendidikan yang dilakukan secara bersama-sama dengan murabby
(pendidik).
2. Muta’alim, mengandng makna sebagai orang yang sedang belajar
menerima atau mempelajari ilmu dari seorang mu’alim (pengajar ilmu)
melalui proses belajar-mengajar.
3. Muta’addib, adalah orang yang sedang belajar meniru, mencontoh sikap
dan perilaku yang sopan dan santun melalui kegiatan pendidikan dari
seorang mu’addib, sehingga terbangun dalam dirinya tersebut sebagai
orang yang berperadaban.
35
4. Daaris, adalah orang yang sedang berusaha belajar melatih intelektualnya
melalui roses pembelajaran sehingga memiliki entelektual dan
keterampilan. Pelatihan intelektual tersebut dibina oleh seorang mudarris.
5. Murrid, adalah orang yang sedang berusaha belajar untuk mendalami ilmu
Agama dari seorang mursyid melalui kegiatan pendidikan, sehingga
memiliki pengetahuan, pemahaman dan penghayatan spiritual yang
mendalam terhadap nilai-nilai keAgamaan, memiliki ketaatan dalam
menjalankan ibadah, serta berakhlaq mulia.
Dari hasil beberapa pemaparan diatas mengenai pengertian akhlaq,
pendidik dan peserta didik, maka diperoleh pengertian sebagai berikut: Bahwa
pengertian akhlaq pendidik dan peserta didik ialah tingkah laku yang
seharusnya dimiliki oleh pendidik maupun peserta didik yang mana nantinya
tingkah laku tersebut akhirnya menentukan nilai dari masing-masing individu.
Jadi ketika pendidik atau peserta didik berperilaku sesuai akhlaq yang
sebagaimana mestinya, maka derajatnya semakin naik disisi Tuhan maupun
disisi manusia.
36
BAB III
BIOGRAFI HAFIDZ HASAN AL-MAS’UDI
A. Sejarah Hafidz Hasan Al-mas’udi
Abul Hasan Ali ibn Husain al-Mas’udi dilahirkan di Baghdad sebelum
akhir abad ke sembilan. Dia adalah keturunan Abdullah ibn Mas’udi, sahabat
Nabi yang dihormati. Dia seorang Arab Mu’tazilah yang menghabiskan sepuluh
tahun terakhir hidupnya di Syria dan Mesir, yang akhirnya meninggal di Kairo
pada tahun 957 M. Mas’udi juga penulis dan penjelajah dunia Timur. Dia masih
muda ketika berkelana melintasi Persia dan tinggal di Istakhar selama kurang
lebih setahun pada 915 M. Dari Baghdad ia pergi ke India (916 M), mengunjungi
kota-kota Multan, Mansuro. Kembali ke Persia setelah mengunjungi Kerman
(Jamil, 1994:418).
Setelah menyelesaikan pendidikan formalnya, Al-Mas’udi meninggalkan
kota asalnya, Baghdad. Usianya masih diawal dua puluhan ketika melakukan
perjalanan jauh demi mengejar pengetahuan. Meskipun mengunjungi dan belajar
di semua pusat pendidikan terkemuka di Irak dan Negara-negara tetangga Arab
lainnya, rasa hausnya terhadap pengetahuan tetap tidak terpuaskan.
Meskipun melakukan perjalanan mengelilingi dunia Arab, Al-Mas’udi
tidak melakukannya demi melancong semata. Faktanya, perjalanannya
dimotivasi oleh sebuah tujuan yang lebih tinggi. Kemanapun pergi, dia
37
mengamati susunan geografis dan demografis tempat tersebut dengan cermat.
Dia membuat banyak catatan mengenai penduduk setempat, kebudayaan, tradisi-
tradisi, dan kebiasaan-kebiasaan mereka (Khan, 2012: 457).
Al-Mas’udi dikenal sebagai sejarawan dan ahli geografi Arab. Ia
mengembara dari satu Negara ke Negara lain mulai Persia, Istakhr, Multan,
Manura, Ceylon, Madagaskar, Oman, Caspia, Tiberias, Damaskus, Mesir dan
berakhir di Suriah. Dalam pengembaraannya ia mempelajari ajaran Kristen dan
Yahudi serta sejarah Negara-negara Barat dan Timur (Wahyu, 2008:207).
Manakala perjalanan dari satu kota ke kota lain masih dianggap hal yang
berbahaya, Al-Mas’udi menjadi salah satu pelancong paling produktif dalam
sejarah. Tiga abad sebelum Marco Polo dan Ibnu Batuttah dilahirkan, dia
berkelana sendirian melintasi banyak bagian dunia. Dari kampung halamannya di
Baghdad, dia berangkat melintasi Persia dan mencapai India saat dia masih
berusia dua puluhan tahun.
Dari India, Al-Mas’udi meneruskan perjalanannya ke Ceylon (sekarang
Srilanka) dan seterusnya mengarungi Samudera Hindia,hingga mencapai
Zanzibar dan Madagaskar. Setelah menetap sebentar di Madagaskar, dia pergi
menuju daerah yang kini disebut sebagai Oman, via Basrah. Kemudian dia
berlayar di sepanjang pesisir Laut Kaspia, serta mengunjungi sejumlah wilayah
Asia Tengah, Suriah, dan Palestina sebelum akhirnya pulang ke Baghdad.
38
Karena ingin belajar lebih lanjut, Al-Mas’udi bepergian ke Timur Tengah
dan Asia dalam rangka mengejar pengetahuan. Dalam prosesnya, dia menjadi
perintis penjelajah budaya dan ahli geografi yang hebat. Dia tidak hanya
mengamati semua tempat yang dikunjunginya dengan seksama, tetapi yang
paling penting juga mencatat pandangan-pandangan dan pendapat-pendapatnya
mengenai semua tempat ini dalam bentuk sebuah buku, yang masih ada sampai
saat ini (Khan, 2012: 457-458).
Menurut Husayn (2003:132-133), al-Mas’udi termasuk pembaharu dalam
model tulisan sejarah sekaligus model tulisan geografi. Dalam bidang sejarah, dia
mengubah tulisan kronologis per tahun yang dilakukan oleh pendahulunya, al-
Thabari. Dia tidak menuliskan sejarah dari tahun per tahun, tetapi dalam model
tulisan satu kisah bersambung, yang memiliki kelebihan dari segi sastranya. Dia
tidak memerlukan rangkaian mata rantai sumber sejarah yang ditilisnya.
Dalam tulisannya, al-Mas’udi jarang mencantumkan sumber-sumber atau
rujukan sejarahnya. Dia seperti halnya al-Ya’qubi melakukan pengecekan
penulisan sejarah dari sudut tinjauan Agama, dan menjadikannya sebagai ilmu
yang berdiri sendiri. Kalau sebelumnya al-Thabari mencurahkan perhatian
kepada sejarah bangsa Arab dan bangsa Persia kuno, al-Mas’udi memperluasnya
dengan menambahkan kajian sejarah Iran, sejarah Yunani, sejarah Romawi,
sejarah Byzantium, bahkan sejarah gereja Kristen.
39
Dalam geografi, al-Mas’udi juga menempati barisan kedelapan, tanpa ada
tandingannya pada abad kesepuluh Miladi. Karena, dia beralih dari tradisi
penulisan geografi yang hanya diigunakan untuk kepentingan aturan pos dan
perhubungan, serta penarikan pajak. Dia menulis geografi seperti halnya bangsa
Yunani, yang memasukkan peta laut, sungai, bangsa Arab, Kurdi, Turki, dan
Bulgaria, serta perpindahan India dan Negro, serta pengaruh iklim terhadap
akhlaq dan adat istiadat suatu bangsa.
Bahkan, al-Mas’udi juga menulis dan berbicara tentang pemikiran
mengenai penyatuan berbagai bangsa yang telah maju, beberapa abad sebelum
pemikiran seperti ini muncul dan berkembang menjadi teori ilmiah dan Eropa.
Di Barat, Al-Mas’udi terkenal dengan nama Herodotus. Beliau dikenal
sebagai Bapak Sejarah, karena telah menulis suatu kumpulan cerita mengenai
berbagai tempat dan orang yang beliau kumpulkan sepanjang perjalanannya.
Beliau menulis catatan perjalannya ke berbagai tempat.
Al-Mas’udi tidak hanya mampu menggabungkan geografi ilmiah dengan
sejarah. Namun, beliau juga menulis peristiwa-peristiwa sejarah yang beliau
saksikan dengan kritis. Beliau merupakan sejarawan pertama yang mengawali
perubahan dalam seni menulis sejarah. Selain itu, beliau juga tercatat sebagai
sejarawan yang memperkenalkan elemen-elemen analisis, refleksi, dan kritik
dalam penulisan sejarah.
40
Beberapa kontribusi Al-Mas’udi dalam bidang ilmu geografi: Al-Mas’udi
merupakan ilmuwan Arab yang ahli dalam bidang pelayaran. Sebagai seorang
pelayar beliau memberikan beberapa kontribusi dalam bidang astronomi,
geografi dan sejarah. Menurut seorang ahli sejarah Barat, G. Sarton, kitab al-
Masu’di yang berjudul Murujudz Dzahab disusun khusus untuk membicarakan
aspek geografi. Sehingga kitab tersebut justru dianggap sebagai ensiklopedia
geografi. Pada tahun yang sama, beliau mencoba menggabungkan disiplin ilmu
geografi dengan ilmu sejarah untuk menjadikan kajiannya lebih menarik. Dalam
menggabungkan beberapa disiplin ilmu ini, beliau telah memberikan gambaran
tentang gempa bumi, perairan laut mati dan tajuk-tajuk geologi yang lain. Beliau
juga merupakan ilmuwan yang pertama kali menyebutkan tentang kincir angin di
Sijistan, yang bisa jadi merupakan penemuan baru dikalangan umat Islam.
Berkat ketekunan beliau dalam melakukan pengamatan dan penyelidikan
semasa pelayaran menyebabkan beliau memiliki kemahiran serta pengalaman
penting yang memberika kontribusi dalam bidang pelayaran. Beliau telah
membuat catatan peristiwa pelayarannya yang amat berguna bagi ilmu pelayaran.
Al-mas’udi mampu memberikan penyelesaian masalah yang timbul di kalangan
pelaut dan ahli pelayaran yang keliru tentang nama-nama sungai yang mereka
lalui sewaktu melakukan pelayaran. Beliau memberikan gambaran yang jelas
mengenai lautan dan jalur dari teluk Parsi ke Laut Cina. Sungai pertama yang
disebut adalah Bahr al-Fars atau Khasybah al-Basrah.
41
Beliau juga mampu mengatasi belenggu pemikiran masyarakat Arab yang
mengira bahwa setiap laut saling terpisah. Beliau memberikan penjelasan bahwa
semua laut merupakan suatu kumpulan air besar yang bersambung. Beliau
menyatakan bahwa Laut Hindi, Laut Cina, Laut Parsi, Laut Rom dan Laut Syria
saling bersambung.
Selain seorang penjelajah perintis, ahli geologi berbakat, dan ahli geografi
yang luar biasa, al-Mas’udi juga seorang sejarawan caliber tertinggi. Selain Al-
Baladzuri, Al-Tabari, Al-Isfahani, Ibnu Al-Atsir, dan Ibnu Khaldun, dia kini
dianggap sebagai salah satu sejarawan terbesar dalam dunia Islam. Terinspirasi
oleh Rasulullah Saw., umat Islam awal memelihara sebanyak mungkin informasi
mengenai kehidupan dan masa-masa Rasulullah Saw (sirah), para sahabatnya,
dan para penerus mereka (tabi’un) demi kepentingan generasi mendatang. Al-
Mas’udi mengikuti jejak mereka dengan menjadi seorang penulis dan sejarawan
yang produktif.
Dia sangat arif tentang tingginya nilai pengetahuan geografi pada
zamannya. Khususnya buku yang dia tulis, yang berjudul al-Tanbih wa al-Isyraf.
Adapun buku Muruj al-Dzahab, merupakan buku yang memuat bentuk
kehidupan sosial dan budayanya, pada zaman kekhalifahan Islam yang sangat
baik (Husayn, 2003:133).
42
B. Karya-karya Hafidz Hasan al-Mas’udi
Syaikh Hafidz Hasan al-Mas’udi merupakam ulama yang ahli dalam
berbagai bidang ilmu, seperti geografi, pelayaran, sampai dalam bidang ilmu
keAgamaan. Diantara karya-karyanya dalam bidang akhlaq adalah kitab Taisirul
Kholaq, dalam ilmu hadis beliau berhasil menulis sebuah kitab yang berjudul
Minhah al-Mugis, sedangkan kitab Akhbar az-Zaman dan al-Ausat adalah
karyanya dalam bidang sejarah.
Kitab Akhbar az-Zaman termasuk salah satu karya Al-Mas’udi yang
terdiri dari 30 jilid. Buku tersebut berisi uraian sejarah dunia. Kitabul Ausat yang
berisi kronologi sejarah umum. Tahun 947 M, kedua karya tersebut digabungkan
menjadi satu dalam sebuah buku yang berjudul Muruj adz-Dzahah wa Ma’adin
atau Meadows of Gold and Mines of Precious Stones (Padang Rumput Emas dan
Tambang Batu Mulia). Tahun 956 M, karya tersebut direvisi kembali dan
diberikan sejumlah tambahan oleh penulisnya (Abdurrahman, 2013:239).
Muruj adz-Dzahah wa Ma’adin (Padang Rumput Emas dan Tambang
Batu Mulia) yang ditulis pada 943, merupakan himpunan kisah perjalanan dan
pembelajarannya. Ia menyentuh aspek sosial dan kesusasteraan sejarah,
perbincangan mengenai Agama dan penerangan geografi. Dia juga menulis buku
Tanbih Wal Isyraf yang berisi ringkasan koreksi terhadap tulisannya yang lain.
Buku ini juga memaparkan garis besar pandangan filsafat Al-Mas’udi tentang
alam dan sejumlah pemikiran evolusinya. Dikemudian hari, buku ini diedit oleh
43
M.J. de Geoje sebelum diterjemahkan dalam bahasa Prancis oleh Carra de Vaux
tahun 1896 M (Ratna, 2014:70).
C. Kandungan atau Isi Kitab Taisirul Kholaq
Kitab Taisirul Kholaq merupakan kitab yang ringkas dari bagian ilmu
akhlaq. Kitab yang disusun untuk para pelajar yang mendalami ilmu-ilmu
Agama. Hafidz Hasan Al-Mas’udi menamakan kitabnya dengan judul “Taisirul
Kholaq” berisikan akhlaq-akhlaq mulia yang dipaparkan secara ringkas dan
mudah dipahami. Dibagi menjadi 31 bagian ini terlebih menjelaskan mengenai
apa itu akhlaq. Al-Mas’udi menuliskan dalam kitabnya pengertian ilmu akhlaq
yaitu: ilmu yang membahas perbaikan hati dan seluruh indra seseorang.
Motivasinya adalah untuk menjalankan segala moral yang baik dan menjauhi
segala perbuatan yang buruk. Dan hasilnya adalah perbaikan hati dan seluruh
indra manusia di dunia dan mendapat tingkat tertinggi di akhirat (Hafidz, tt:3).
Kemudian isinya akan dijelaskan secara singkat seperti demikian:
1. Takwa
Takwa adalah menjalankan semua perintah Allah swt. Dan
menjauhi semua larangan-Nya yang rahasia maupun yang terang.
Takwa tidak akan sempurna, kecuali jika seorang telah meninggalkan
segala bentuk perbuatan dosa dan melakukan segala perbuatan yang
44
baik. Takwa adalah jalan menuju petunjuk bagi yang menjalankannya
dan tali bagi yang berpegang teguh padanya.
Adapun sebab-sebabnya ialah:
Seseorang hendaknya mengerti bahwa dirinya adalah seorang
hamba yang hina dan ia mempunyai Tuhan yang maha mulia.
Hendaknya seseorang selalu mengingat kebaikan Allah dalam segala
kondisinya. Hendaknya seorang selalu meyakini adanya kematian
dan meyakini adanya surga dan neraka.
Adapun hasil dari takwa ialah mencapai kebahagiaan dunia dan
akhirat. Saat didunia kedudukannya mulia dan diakhirat ia akan
masuk surga (Hafidz, tt:3-4).
2. Tata Krama Seorang Guru
Seorang guru adalah pemberi petunjuk bagi seorang murid
tentang berbagai ilmu pengetahuan. Hendaknya ia mempunyai sifat
yang terpuji. Maka hendaknya seorang guru itu bertakwa, rendah
hati, ramah tamah, sabar, dan rendah diri. Seorang guru hendaknya
mempunyai sifat kasih sayang dan lemah lembut kepada murid-
muridnya, agar mereka bergairah menerima petunjuknya. Seorang
guru hendaknya selalu menasehati dan mendidik muridnya dengan
baik, janganlah ia membebani mereka segala sesuatu yang mereka
belum mengerti (Hafidz, tt:4).
45
3. Tata Krama Seorang Murid
Seorang murid harus bertata krama terhadap dirinya, gurunya
dan saudara-saudaranya. Tata krama dengan diri sendiri diantaranya:
Hendaknya dia tidak sombong, bersikap rendah hati, jujur, rendah
diri dan tidak memandang yang diharamkan, jujur terhadap apa yang
tidak diketahui.
Cara bertata krama dengan gurunya diantaranya: yakin bahwa
kebaikan gurunya lebih besar karena dia mendidik jiwanya, bersikap
tunduk saat dihadapan gurunya, duduk dengan baik saat guru
mengajar, tidak bergurau, tidak memuji kelebihan guru lain dan tidak
malu bertanya tentang apa yang belum dimengerti.
Cara bertata krama dengan saudara-saudaranya diantaranya:
menghormati dan tidak menghina seorangpun dari mereka, tidak
bersikap sombong, tidak meremehkan kawannya yang belum
mengerti dan tidak bergembira saat guru marah pada kawannya yang
belum mengerti (Hafidz, tt:5-6).
4. Hak Asasi Ibu Bapak
Ibu bapak adalah penyebab kelahiran seorang. Jika tidak karena
perjuangan keduanya, maka seorang anak tidak akan tumbuh dengan
baik. Jasa seorang ibu adalah mengandungnya selama sembilan bulan
dan melahirkannya dalam keadaan sulit. Jasa seorang ayah adalah
46
usahanya sekuat tenaga untuk memberi kebaikan bagi pertumbuhan
jasmani dan rohani anaknya.
Hendaknya seorang anak tidak menentang perintah ibu
bapaknya, kecuali diperintah untuk maksiat. Hendaknya duduk
dihadapan keduanya sambil menundukkan kepala dan menutup
pandangan matanya dari berbagai kekurangan keduanya. Tidak
menyakiti ibu bapaknya apa lagi membantah. Tidak berjalan di depan
keduanya, kecuali untuk mengabdi kepada keduanya. Hendaknya
selalu memohonkan ampunan untuk ibu bapaknya (Hafidz, tt:6).
5. Hak Asasi Kaum Kerabat
Kaum kerabat ialah siapapun yang masih mempunyai hubungan
silaturrahmi dengannya. Allah memerintahkan menyambung
silaturrahmi dan melarang memutuskannya. Maka hendaklah seorang
peduli kepada hak asasi kaum kerabatnya dan menjaganya baik-baik,
tanpa menyakiti seorangpun diantara mereka dengan tutur kata
maupun dengan perbuatannya.
Hendaknya seorang bersikap rendah hati kepada kaum
kerabatnya, bersabar terhadap keburukan mereka, walaupun mereka
sudah melampaui batas terhadapnya. Hendaknya ia menanyakan
ketidakhadiran salah seorang di antara mereka. Hendaknya ia
menolong semampunya seorang dari kaum kerabatnya untuk
47
mencapai keinginannya dan menjauhkan mereka dari segala
kejahatan serta selalu menjenguknya (Hafidz, tt: 7).
6. Hak Asasi Tetangga
Seorang tetangga adalah orang-orang yang berada di sebelah
rumahnya sebanyak empat puluh rumah dari segala pejurunya.
Tetangga mempunyai hak darimu, diantaranya: engkau memberi
salam kepadanya. Engkau berbuat kebajikan kepadanya dan
membalas kebajikannya jika telah berbuat kebajikan pada kamu.
Hendaknya engkau mengembalikan hak-hak keuangannya
kepadanya. Handaknya mengunjungi jika ia sakit.
Hendaknya memberi ucapan selamat jika ia bergembira dan
ucapan takziah saat kesusahan.hendaknya engkau tidak memandang
kaum wanitanya dengan sengaja. Hendaknya engkau menutupi segala
kekurangannya. Hendaklah engkau menghadapinya dengan senyum
dan penuh hormat (Hafidz, tt:8).
7. Tata Krama Pergaulan
Hendaknya seorang selalu berwajah senyum kepada orang lain.
Hendaknya seorang bersikap lemah lembut terhadap orang lain.
Hendaknya seorang mau mendengarkan ucapan orang lain.
Hendaknya seorang bersikap rendah hati dan tidak sombong terhadap
orang lain. Hendaknya seorang berdiam diri ketika bergurau dengan
48
orang lain. Hendaknya seorang memaafkan kekeliruan orang lain.
Saling menyantuni pada yang lain. Tidak membanggakan kedudukan
dan kekayaan. Menyembunyikan rahasia orang lain (Hafidz, tt:8-9).
8. Kerukunan
Kerukunan adalah rasa kebersamaan dan persaudaraan antara
seorang dengan orang banyak yang mana masing-masing individunya
saling bergembira ketika bertemu dengan sesamanya. Sebab-
sebabnya ada lima, yaitu: Agama, nasab atau keturunan, hubungan
perkawinan, kebaktian dan persaudaraan (Hafidz, tt:9-10).
9. Persaudaraan
Persaudaraan adalah ikatan antara dua orang yang didasari kasih
sayang, keduanya saling membantu dengan harta dan jiwa, saling
memaafkan kekurangan yang lain, saling ikhlas, setia kawan, saling
meringankan yang lain, saling mengucapkan kata-kata yang diridhai
oleh Agama, saling menyuruh yang baik dan mencegah yang munkar
(Hafidz, tt:10-11).
10. Tata Krama Menghadiri Majlis
Seorang yang menghadiri majlis hendaknya ia memberi salam
lebih dulu keada yang telah hadir disana, duduk di akhir majlis,
menjauhi percakapan yang tidak berguna. Hendaknya ia tidak
menganggap remeh seorangpun di majlis itu. Hendaknya ia tidak
49
mengagungkan seorang diantara mereka karena hartanya. Hendaknya
merendahkan diri di majlis, karena akan mengundang simpati dan
kepedulian orang kepadanya (Hafidz, tt: 11).
11. Tata Krama Makan
Sebelum makan, seorang harus mencuci tangan terlebih dahulu,
meletakkan makanan di bawah dan duduk di bawah serta niat takwa
untuk ibadah dan meninggalkan makan ketika telah kenyang.
Hendaknya puas dengan makanan yang ada dan tidak mencelanya.
Mengajak orang lain untuk makan bersama dengannya. Hendaknya ia
mengucapkan basmalah dengan suara yang jelas agar mengingatkan
yang ikut makan bersamanya.
Makan dengan tangan kanan, memperkecil makanannya dan
mengunyah sebaik-baiknya. Tidak mengulurkan tangannya ketempat
orang lain sebelum ia selesai. Hendaknya makan yang ada di
depannya, kecuali buah-buahan. Tidak bernafas di dalam makanan,
tidak memotong makanan dengan pisau, tidak mengusap tangannya
dengan makanan. Tidak mengumpulkan buah kurma dengan bijinya
dalam satu wadah.
Hendaknya ia tidak minum air, kecuali jika diperlukan dan
setelah selesai makan. Segera berhenti makan sebelum kekenyangan.
50
Membasuh kedua tangan setelah makan dan mengucap hamdalah
(Hafidz, tt: 12).
12. Tata Krama Minum
Minum dengan tangan kanan, mengucap basmalah dan duduk
saat minum. Menghisap minumannya karena meneguknya dapat
membahayakan hati. Hendaknya ia minum dengan tiga kali nafas
dalam sekali minum. Mengucap hamdalah setelah selesai minum.
Tidak bernafas dalam gelas (Hafidz, tt: 13).
13. Tata Krama Tidur
Sebelum tidur hendaknya ia bersuci dari hadats terlebih dahulu,
tidur dilambung sebelah kanannya dan menghadap kiblat. Hendaknya
ia niat beristirahat untuk menguatkan ibadah-nya. Hendaknya
berdzikir pada Allah sebelum dan sesudah tidur.
14. Tata Krama di Dalam masjid
Masjid adalah salah satu rumah Allah untuk ibadah. Siapa yang
menyatukan hatinya kepada masjid maka di hari kiamat kelak ia akan
diberi naungan oleh Allah. Seorang yang hendah ke masjid, maka
hendaknya ia berjalan dengan perasaan rindu, tenang dan rendah hati.
Hendaknya ia melangkah masuk dengan kaki kanannya lebih
dulu setelah melepas kedua sandalnya di luar masjid. Setelah berada
dalam masjid, sebaiknya melakukan shalat sunnah dua rakaat
51
tahiyatul masjid. Hendaknya ia memberi salam, meskipun tidak
seorangpun di dalamnya, karena masjid tidak pernah kosong dari jin
dan malaikat.
Hendaknya ia duduk dengan niat i’tikaf dan mendekatkan diri
kepada Allah dan memperbanyak dzikir. Menahan diri dari nafsu
permusuhan, tidak pindah dari satu tempat ke tempat yang lain
kecuai diperlukan. Tidak mencari barang yang hilang di dalam
masjid, tidak mengeraskan suara di dekat orang-orang yang shalat
dan tidak lewat di hadapan mereka.
Hendaknya tidak sibuk mengerjakan sesuatu di dalam masjid dan
tidak membicarakan masalah duniawi di dalamnya. Jika hendak
keluar masjid, maka hendaknya ia melangkahkan kaki kirinya lebih
dulu dan meletakkan di punggung kedua sandalnya, kemudian
memakai sandalnya sebelah kanan dulu (Hafidz, tt: 14-15).
15. Kebersihan
Ketahuilah bahwa syariat menyuruh kita membersihkan badan,
pakaian dan tempat kita. Karena itu, seorang wajib membersihkan
badannya dengan cara merawat rambut kepalanya dengan
menyisirnya dan memberinya minyak. Membersihkan kedua
telinganya dengan membasuhnya dengan air dan menggosoknya
dengan tangan.
52
Membersihkan mulut dengan berkumur dan menggosok giginya.
Membersihkan hidung dengan menghirup air ke dalam hidung dan
mengeluarkannya kembali. Membersihkan kukunya dengan
membasuh apa yang ada di dawahnya dengan air. Hendaknya
mencuci pakaiannya dengan air saja atau dengan air dan sabun jika
diperlukan. Demikian dengan tempat tinggalnya dibersihkan, karena
kebersihan dapat menjaga kesehatan, menghilangkan risau,
mendatangkan rasa gembira dan pergaulan yang menyenangkan
(Hafidz, tt: 15-16).
16. Kejujuran dan Kedustaan
Jujur adalah memberitakan sesuatu menurut yang sebenarnya.
Dusta adalah memberitakan sesuatu tidak menurut yang sebenarnya.
Adapun sebab-sebab jujur adalah adanya akal, Agama dan perasaan
yang mulia.
Adapun penyebab kedustaan adalah ingin mencari kebaikan dan
menolak keburukan, karena ada sebagian orang yang menilai
kedustaan dapat menyebabkan keselamatan walau sesat. Karena itu ia
memilih dusta agar selamat.
17. Amanat
Amanat adalah memenuhi hak-hak Allah dan hak-hak para
hambanya. Hanya dengan amanat, Agama seorang menjadi
53
sempurna, kehormatannya terlindungi dan hartanya terpelihara.
Karena dengan memenuhi hah-hak Allah berarti ia menjalankan
semua perintah dan menjauhi larangan Allah.
Demikian pula, dengan memenuhi hak-hak para Hamba-Nya,
berarti ia akan mengembalikan semua titipan kepada yang berhak
masing-masing, tidak mengurangi timbangan dan tidak membongkar
rahasia dan kekurangan orang lain, dan ia lebih memilih sesuatu yang
membahagiakan dirinya di dunia dan di akhirat (Hafidz, tt: 16-17).
18. Menjaga diri dari perbuatan yang tidak baik
Menjaga diri adalah menjauhkan diri dari segala yang
diharamkan dan dari hawa nafsu yang rendah. Sifat ini merupakan
sifat yang paling tinggi dan mulia. Dan sifat ini akan timbul berbagai
sifat yang terpuji, seperti sabar, menerima apa adanya, dermawan,
mengalah, wara’, rendah hati , kasih sayang dan malu. Sifat ini
merupakan kekayaan, meskipun seorang tidak mempunyai harta.
Sifat ini merupakan mahkota, meskipun seoang tidak mempunyai
kedudukan (Hafidz, tt: 18).
19. Bermoral yang baik
54
Sifat ini menyuruh seorang berpegang teguh pada moral dan adat
istiadat yang mulia. Adapun sebabnya adalah adanya kemauan yang
keras dan jiwa yang mulia. Seorang yang mempunyai kemauan yang
mulia, maka ia selalu menjaga budi pekerti yang mulia, mengenali
segala keutamaan, membangun kemuliaan, suka memberi dan
mencegah keburukan (Hafidz, tt:19).
20. Menahan Marah
Al Hilm adalah menahan diri dari marah dan balas dendam
terhadap orang yang menyakitinya, meskipun ia mampu
melakukannya. Adapun sebabnya adalah karena merasa sayang
kepada orang yang berlaku bodoh tidak mau memakinya, tidak mau
membalas kejahatan karena malu, tidak ingin menyakiti orang yang
menghinanya, karena menjaga nikmat yang lalu dan tidak mau
berbuat makar atau menggunakan kesempatan.
Seseorang yang tidak mau membalas kejahatan orang lain
dengan kejahatan yang serupa hanyalah seorang yang berhati dan
kemauan yang mulia (Hafidz, tt:21).
21. Kedermawanan
Kedermawanan adalah memberikan harta kepada orang lain
tanpa diminta dan bukan karena haknya. Kedermawanan adalah sifat
55
utama, baik dan terpuji, karena sifat ini disenangi orang banyak, dan
sifat ini banyak kebaikannya dan memperluas pergaulan.
22. Rendah Hati
Sifat rendah hati dan bersikap ramah bukan karena hina dan
rendah. Arti sifat ini adalah memberi haknya masing-masing, tidak
meninggikan yang rendah lebih dari haknya dan tidak merendahkan
yang mulia dari kemuliaannya (hafidz, tt:22).
23. Harga Diri
Sifat ini mendorong seseorang memuliakan dan menghormati
dirinya. Adapun sebabnya adalah karena seorang mengetahui harga
dirinya. Adapun hasilnya adalah seorang akan menghiasi dirinya
dengan budi pekerti yang mulia, ia akan bersabar menghadapi
berbagai cobaan, ia tidak ingin menampakkan rasa butuhnya kepada
orang lain, ia akan dimuliakan dan Allah akan berbuat kebajikan
kepadanya.
24. Perasaan Dendam
Perasaan dendam adalah memendam perasaan buruk terhadap
orang lain dan ingin menyakitinya. Adapun penyebabnya adalah
karena ia marah terhadap seorang dan perasaan itu timbul karena
delapan sifat yang diharamkan yaitu: merasa hasud dan dendam pada
orang lain, merasa gembira atas musibah yang menimpa orang lain,
56
merasa dijauhi orang lain, merasa diremehkan, merasa dilukai
perasaannya, merasa jasadnya disakiti orang, merasa haknya diambil
orang.
25. Perasaan Hasud
Sifat ini adalah perasaan yang menginginkan lenyapnya
kesenangan orang lain. Penyebabnya ada tiga macam yaitu: merasa
tidak senang kepada seorang yang diberi kelebihan oleh Allah,
merasa keunggulan atau kelebihan orang yang dihasudi olehnya,
sehingga ia tidak dapat mengunggulinya, karena merasa kikir.
Yang menyebabkan hilangnya perasaan hasud ialah: berpegang
teguh kepada Agama, mengetahui bahwa perasaan hasud sangat
berbahaya, merasa ridha dengan takdir Allah (Hafidz, tt: 23-24).
26. Menggunjing Orang
Sifat buruk ini adalah ketika engkau menyebutkan sifat yang
tidak disenangi saudaramu meskipun di depannya. Sebabnya ada
delapan: perasaan hasud, keinginan melampiaskan kebenciannya,
ingin menonjol, ingin menyudutkan seorang, membebaskan dirinya,
ingin mengambil muka dengan kawan-kawannya, ingin bergurau dan
ingin memperolok seorang.
27. Mengadukan Kekurangan Orang Lain
57
Sifat buruk iniadalah mengadukan tutur kata, atau perbuatan,
atau kekurangan orang kepada orang lain untuk memperburuk, atau
membangkitkan rasa permusuhan di antara mereka.
Yang dapat mencegah dari sifat buruk ini hanyalah
pengetahuannya bahwa sifat buruk ini dapat menimbulkan
perpecahan dan permusuhan di antara manusia (Hafidz, tt: 25).
28. Kesombongan
Sifat buruk ini adalah ketakjuban seorang terhadap diri dan
kemampuannya yang diniali olehnya lebih unggul dari kemampuan
orang lain. Kesombongan memiliki keburukan antara lain: suka
menyakiti orang lain, memutuskan tali persaudaraan, suka memecah
belah persatuan, menimbulkan kebencian seorang pada kawannya,
suka sepakat menyakiti hati orang lain, tidak mau tunduk pada
kebenaran, tidak mau menahan marahnya, tidak mau bersikap lemah
lembut.
Siapapun yang mengerti bahwa dirinya hanya makhluk yang
diciptakan dari sperma dan kelak jadi bangkai maka akan mudah
baginya meninggalkan perasaan sombong yang menimbulkan
ketakjuban kepada dirinya (Hafidz, tt: 26).
29. Tertipu Oleh Kekaguman Terhadap Sesuatu
58
Sifat ghurur ini adalah kecenderungan seorang kepada hawa
nafsu dan tabiat yang dipengaruhi oleh setan. Ada dua macam yaitu:
tertipunya orang-orang kafir terhadap kehidupan dunia, sehingga lupa
akhirat dan yang kedua ada orang-orang beriman yang suka berbuat
maksiat tertipu dengan keyakinannya terhadap keluasan ampunan
Allah.
30. Kezaliman
Kezaliman adalah keluar dari batas keadilan, baik kurang atau
melebihi batas. Kezaliman meliputi segala perbuatan maksiat dan
segala kelakuan buruk. Pelakunya termasuk menzalimi dirinya atau
menzalimi orang lain. Menzalimi diri mengandung arti tidak mentaati
Allah atau tidak beriman. Menzalimi orang lain mempunyai arti
mengurangi hak asasi orang lain, misalnya menyakiti tetangga,
menghina tamu, menciptakan kedustaan, menggunjing dan mengadu.
31. Keadilan
Keadilan adalah bersikap di tengah dalam segala urusan dan
berjalan di dalamnya sesuai dengan syariat. Keadilan ada dua
macam:
Pertama: keadilan manusia dalam dirinya dengan menempuh jalan
yang lurus.
59
Kedua: keadilannya terhadap orang lain. Keadilan ini ada tiga
macam: keadilan penguasa terhadap rakyatnya, keadilan rakyat
terhadap penguasa dan murid terhadap gurunya serta anak kepada
orang tuanya dan keadilan manusia terhadap sesamanya dengan tidak
bersikap sombong terhadap mereka dan mencegah gangguan dari
mereka (Hafidz, tt: 27-29).
D. Akhlaq Pendidik Dalam Kitab Taisirul Kholaq
Pengajar atau pendidik adalah penunjuk jalan bagi murid untuk mencapai
kesempurnaan dengan memberinya ilmu dan pengetahuan. Oleh karena itu,
disyaratkan bahwa pendidik harus memiliki sifat-sifat terpuji, karena jiwa murid
adalah lemah bila di bandingkan dengan jiwa pendidik. Maka apabila pendidik
memiliki sifat sempurna, maka murid yang mengikuti petunjuk demikian pula.
Jika begitu, dia harus seorang yang bertaqwa, rendah hati, dan ramah
tamah, supaya dicintai oleh murid-murid hingga mereka mendapat faedah
darinya. Hendaklah dia seorang yang pemaaf dan berwibawa, supaya dijadikan
teladan dan menampakan kasih sayang kepada para murid, supaya mereka
bersemangat besar untuk menerima pelajarannya. Hendaklah dia menasihati dan
mendidik mereka dengan pendidikan yang baik. Janganlah dia memaksa kepada
mereka arti-arti kata yang sulit mereka pahami.
60
Seorang guru juga harus membersihkan jiwanya dan menghiasi dirinya
dengan sifat-sifat terpuji dan meninggkalkan sifat-sifat tercela, agar menjadi
panutan yang baik untuk muridnya (Hafidz, tt: 4-5).
E. Akhlaq Peserta Didik Dalam Kitab Taisirul Kholaq
Dalam kitab Taisirul Kholaq disebutkan bahwa: Seorang murid harus
bertata krama terhadap dirinya, gurunya dan saudara-saudaranya. Adapun tata
krama terhadap dirinya ada berbagai macam, diantaranya: Hendaknya tidak
sombong, hendaknya bersikap rendah hati, hendaknya bersikap jujur, agar
dicintai dan dipercaya kawan-kawannya. Hendaknya rendah diri ketika berjalan
dan tidak memandang segala yang diharamkan. Hendaknya bersikap jujur dalam
pengetahuannya dan tidak menjawab apa yang tidak diketahuinya.
Adapun cara bertata krama pada gurunya, diantaranya: Hendaknya ia
yakin bahwa kebaikan gurunya lebih besar dari kebaikan ibu bapaknya, karena
sang guru mendidik rohaninya, sedangkan ibu bapaknya hanya peduli dengan
kesehatannya. Hendaknya ia bersikap tunduk ketika dihadapan gurunya.
Hendaknya ia bersikap tunduk ketika dihadapan gurunya. Hendaknya ia duduk
dengan tata krama dan mendengar baik-baik ketika gurunya mengajar.
Hendaknya ia tidak bergurau. Hendaknya ia tidak memuji kelebihan guru