ANALISA ALIRAN AIRTANAH
DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE GMS 4.0
DI KECAMATAN MOJOWARNO KABUPATEN JOMBANG
Muhammad Adib Rohmatulloh, Mohammad Sholichin, Dian Sisinggih
Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Jalan Mayjen Haryono 167 Malang 65145 – Telp (0341) 567886
e-mail : [email protected]
Abstrak: Kecamatan Mojowarno terdapat 10 sumur bor yang di manfaatkan untuk irigasi, dengan kondisi 7 sumur
berfungsi dan 3 tidak berfungsi dikarenakan alasan operasional dan penurunan muka airtanah. Penurunan muka
air tanah pada daerah studi ini menggunakan analisa FEMWATER pada program Groundwater Modelling System
(GMS) 4.0. dimana output dari program GMS 4.0. adalah sebaran dari nilai pressure head, total head, dan
kedalaman muka airtanah. Simulasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah simulasi sumur bor yang masih
berfumgsi untuk perkembangan kebutuhan wilayah studi kedepan dan dampak jika sumur yang tidak berfungsi
akan difungsikan kembali terhadap sumur bor yang lain.
Pada kondisi simulasi pengaktifan kembali sumur yang tidak berfungsi mengakibatkan tekanan berkurang secara
keseluruhan. Sumur SDJB 522 menurut hasil pemodelan GMS 4.0 bisa dikatakan aman atau dapat difungsikan
kembali dikarenakan posisi muka airtanah masih berada jauh di atas screen sumur, sedangkan untuk sumur SMJB
297 dan SMJB 375 bisa dikatakan belum memenuhi untuk difungsikan kembali dikarenakan posisi muka airtanah
sudah mendekati screen paling bawah sumur bor. Akan tetapi, sumur SMJB 297 dan SMJB 375 bisa difungsikan
atau dioperasikan kembali jika jadwal pengoperasian sumur dilakukan secara bergantian.
Kata kunci : Airtanah, ketinggian tekanan, ketinggian total, GMS 4.0.
Abstract: Mojowarno has 10 production wells that utilized for irrigation, which is consist of 7 functioning wells
and 3 not functioning wells due to the operational and groundwater subsidence reasons. The calculation of
groundwater level decrease in this study area were using FEMWATER analysis in program Groundwater
Modeling System (GMS) 4.0. Which is the output of the program GMS 4.0 was the distribution value of the
pressure head, total head, and groundwater depth. The simulation that conducted in this research is the simulation
of borehole that is still fuming for the development of future study for the area needs and the impact of the
unfunctional wells will be re-functioned to another borehole.
In the simulated condition of unfunctional well reactivation, resulted the pressure reducing of totally. SDJB 522
wells according to GMS 4.0 modeling results can be said it's safe or could be re-functioned because the
groundwater position is still far above the well screen, meanwhile for the SMJB 297 well and SMJB 375 can be
said not yet fulfilled to function again because the groundwater position already close to the base bottom of drill
well. However, the SMJB 297 and SMJB 375 wells can be functioned or re-function if the operation schedule is
conducted alternately.
Keywords: Groundwater, pressure head, total head, GMS 4.0.
PENDAHULUAN
Sistem irigasi untuk memenuhi kebutuhan
pertanian di Kabupaten Jombang sebagian besar
diambil dari perairan DAS Brantas, namun
beberapa lokasi yang jauh dari jangkauan
prasarana pengairan irigasi yang ada seperti
pada lokasi Studi penelitian ini yaitu di
Kecamatan Mojowarno Kabupaten Jombang,
peng-ambilan sumber air untuk irigasi
diambilkan menggunakan sumur bor untuk
memenuhi kebutuhan airnya. Bersumber dari
data yag didapatkan dalam penelitian ini
sejumlah 10 sumur bor, dengan kondisi 7 sumur
masih beroperasi dan 3 sumur sudah tidak
beroperasi. 3 sumur tidak beroperasi karena
masalah maintenance yang tidak dapat dipenui,
seperti pengadaan pompa, pengadaan listrik,
dan sudah tidak ada lagi jaringan irigasi,
sehingga banyak masyarakat tani membangun
sumur-sumur permukaan sendiri, untuk
mengairi lahan pertaniannya, sedangkan untuk
memenuhi kebutuhan irigasi masyarakat tani
banyak yang mengandalkan sawah tadah hujan
dan sebagian membangun sumur-sumur
permukaan sendiri untuk mengairi lahan
pertaniannya. Melihat fenomena tingginya
kebutuhan air tidak menutup kemungkinan
kalau di Kecamatan Mojowarno yang
berpotensi untuk pembangunan sumur-sumur
bor baru untuk memenuhi kebutuhan air
tersebut dan pengkajian ulang tentang
pemanfaatan kembali sumur-sumur bor yang
tidak berfungsi serta upaya konservasi air tanah
yang bertujuan agar keberadaan airtanah
dimasa mendatang tetap terjaga.
TINJAUAN PUSTAKA
A. APLIKASI GROUNDWATER
MODELING SYSTEM (GMS 4.0.)
Sebuah model konseptual yang lengkap
terdiri dari beberapa kumpulan data, salah satu
data dimaksud berupa sumber, sumur, danau,
saluran air dan sungai serta cakupan data
lainnya yang digunakan untuk menentukan
zona resapan. Analisa FEMWATER pada GMS
4.0. adalah menggunakan elemen atau mesh 3D
sehingga penyusunan model FEMWATER
dengan alat bantu pemakaian program GIS
tersebut akan lebih memudahkan dan
mempercepat waktu penyusunan. FEMWATER
adalah modul ekstensi pada program GMS 4.0.
yang bertujuan untuk menganalisa sumur bor
dan airtanah.
Gambar 1. Model FEMWATER GMS 4.0.
Sumber: Modul GMS 4.0.
Tahapan utama yang harus dilakukan untuk
penyusunan model FEMWATER adalah:
Pembuatan peta vektor garis dan polygon
untuk map modul
Pemnbuatan profil topografi permukaan
lahan menggunakan data scatter atau dem
Pembuatan profil topografi dan lapisan tanah
pada TIN Modul
Pengisian model sumur
Pembuatan mesh element 3D
B. PRESSURE HEAD (KETINGGIAN
TEKANAN)
Dalam penelitian ini, pressure head
merupakan batas tinggi muka airtanah sampai
pada lapisan kedap air atau kedalaman sumur
yang terjadi akibat adanya tekanan airtanah di
dalam lubang sumur bor. Hal ini secara
matematis dinyatakan sebagai berikut
(Kodoatie RJ, 2012):
𝜓 = P
γ =
P
ρg (1)
Dimana :
𝜓 adalah head tekanan (panjang, m)
P adalah cairan tekanan (Pa)
γ adalah berat jenis (N/m3)
ρ adalah densitas fluida (kg/m3)
g adalah percepatan gravitasi (laju perubahan
kecepatan, m/dt)
C. TOTAL HEAD (KETINGGIAN TOTAL)
Total head (ketinggian total) merupakan
nilai pressure head ditambahkan dengan nilai
elevation head dimana elevation head adalah
elevasi terendah pada lokasi penelitian = 0. Hal
ini diasumsikan bahwa pada muka airtanah
terendah tekanan yang terjadi adalah = 0
(otmospheric) dan ketinggiannya = z, atau
merupakan elevasi terendah = 0 (Kodoatie RJ,
2012:97). Besaran tekanan airtanah dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut (Kodoatie RJ, 2012):
P = ρ x g x ψ + Po
P = ρ x g x (h - z) + Po (2)
Sehingga besar potensi fluida:
ϕ = g x z + P - Po
ρ = g x h (3)
Dimana :
h = ketinggian total (total head)
𝜓 = tekanan (pressure head) yaitu tinggi
muka air dalam sumur bor
z = elevation head
P = ρ g ψ = tekanan fluida
Po = Tekanan Atmosfir
Untuk akuifer tertekan maka ketinggian
hidrauliknya tidak lagi berupa muka air namun
merupakan garis yang disebut sebagai
potentiometric surface atau disebut pula
permukaan piezometris. Garis ini merupakan
garis imajiner bertepatan dengan ketinggian
tekanan hidrostatis dari air dalam akuifer
tertekan.
D. KALIBRASI MODEL GMS 4.0.
Target kalibrasi merepresentasikan besarnya
kesalahan residual yang ditampilkan pada setiap
titik pengamatan dan objek aliran. Besarnya
target didasarkan pada interval kepencengan
atau standar deviasi. Selain target kalibrasi di
titik pengamatan, dapat juga memilih untuk
menampilkan salah satu dari sejumlah plot
statistik (Anonim: 1999).
METODOLOGI PENELITIAN
Mulai
Peta
Topografi
Batas Pemodelan (Boundary)
GMS 4.0.
Simulasi Sumur Berfungsi
dan Sumur SMJB 297 &
SMJB 375
Simulasi Sumur Berfungsi dan
Sumur SDJB 522 & SMJB
297
Simulasi Sumur Berfungsi
dan Sumur yang tidak
Berfungsi
Pembacaan Hasil GMS 4.0.
Simulasi Sumur Berfungsi
dan Sumur SDJB 522 &
SMJB 375
Selesai
Klaibrasi Model GMS 4.0.
Parameter : Kondisi Dilapangan
Pembacaan Hasil GMS 4.0. Pembacaan Hasil GMS 4.0. Pembacaan Hasil GMS 4.0.
Analisa Hasil Pemodelan
GMS 4.0.
Kesimpulan
Peta CATPeta
Hidrogeologi
Peta Lokasi
Studi
Data
Koordinat
Tiap Sumur
Bor
Log Litologi
Sumur Bor
Plotting Lokasi Sumur Bor
Input Data ke GMS 4.0.
Simulasi Model GMS 4.0.
Kondisi Eksisting Tidak
Ya
Gambar 2. Diagram Alir Penelitian
Untuk memperoleh gambaran penyebaran
tekanan airtanah yang konprehensif pada lokasi
studi, diperlukan data litologi sumur bor dalam
bentuk bor log dan titik koordinat sumur yang
akan diploting pada peta dan dilakukan
pendigitasian kedalam paket pemodelan GMS
4.0. ekstensi FEMWATER.
Adapun tahapan penelitian penyebaran tekanan
airtanah adalah sebagai berikut:
- Melakukan pengeplotan dan mapping peta
kabupaten Jombang pada koordinat titik
sumur di Kecamatan Mojowarno terhadap
letak sumur berdasarkaan koordinat, kontur
dan kode sumur.
- Melakukan pendigitasian grip titik-titik
sumur yang selanjutnya akan diolah dengan
paket pemodelan GMS 4.0 cara simulasi
FEMWATER.
- Intepretasi bentuk lapisan akuifer
berdasarkan data log bor terhadap kedalam-
an sumur, elevasi dan susunan lapisan tanah
dengan bantuan paket pemodelan GMS 4.0
menggunakan analisa Boreholes sebagai
analisa awal untuk mengintegrasi data-data
hasil pengeboran dibeberapa titik terhadap
bentuk lapisan akuifer.
- Lakukan konversi data dengan cara
mengubah dan menyamakan semua format
data dari konversi derajat (degree) ke format
UTM dengan menggunakan ArcView 3.2
untuk menyamakan layer dan kontur yang
telah dibuat sebagai batas wilayah studi
untuk selanjutnya dimasukan kedalam paket
pemodelan GMS 4.0.
- Buat data kontur dalam bentuk grid, data
panjang dan lokasi sungai dalam format
UTM, serta data bor log adanya lapisan
aliran airtanah (screen).
- Buat data lokasi sumur yang berada pada
lokasi penelitian, data lokasi ini berupa
identitas sumur (id) yang akan dimasukan
kedalam pemodelan GMS 4.0.
- Interpolasi layer data elevasi dan buat
lapisan akuifer atas dan akuifer bawah untuk
memudahkan proses simulasi modul
airtanah. Elevasi diperoleh dari data sumur
yang terdalam dan memastikan sat
interpolasi TIN yang diinterpolasi aktif.
- Ubah model konseptual menjadi model 3D
Mesh setelah hasil interpolasi berjalan
lancar.
- Lakukan simulasi model dengan GMS 4.0
dengan Run Options, atur iteration
parameters dan lakukan output kontrol
untuk menyimpan hasil simulasi.
- Untuk melihat head countours dan water
table iso-surface lakukan dengan
mengaktifkan running test model.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kecamatan Mojowarno berdasarkan Log
Litologi dan hasil simulasi GMS 4.0 adalah
akuifer tertekan, dan berdasarkan Peta
Hidrogeologi Indonesia Sheet X Kediri (Jawa)
berada pada akuifer dengan aliran melalui ruang
antar butir yaitu akuifer produktif dengan
penyebaran luas (akuifer dengan keterusan
sedang, muka air tanah atau tinggi pisometri
dangkal atau di atas muka tanah, debit sumur
umumnya 5 sampai 10 liter/detik, dan di
beberapa tempat lebih dari 20 liter/detik).
Karaktersitik sumur dan lokasi studi dan
dapat dilihat pada tabel dan gambar di bawah
ini:
Tabel 1. Karakteristik Sumur Wilayah Studi
Nama
Sumur
Q Elevasi Pipa Screen
Keterangan
luas lahan
irigasi (ha)
koordinat (l/dt) (m)
atas
(m)
bawah
(m)
SMJB 215 15.14 69.98 60 16 berfungsi 45 7o38'53,3" LS - 112o17'5,7" BT
SDJB 425 33.07 56.25 24 -38 berfungsi 50 7o36'34,1" LS - 112o16'52,8" BT
SDJB 427 25.01 57.87 17 -51 berfungsi 30 7o37'23" LS - 112o17'16,1" BT
SDJB 446 33.07 56.25 20 -38 berfungsi 37 7o36'54,4" LS -112o17'5,7" BT
SDJB 475 30.52 64.31 30 -16 berfungsi 45 7o38'32,3" LS - 112o17'17,1" BT
SDJB 476 32.45 43.75 0 -54 berfungsi 27 7o36'7,9" LS -112o19'30,8" BT
SDJB 522 25.14 58.80 13 -44 tidak berfungsi 25 7o37'3,4" LS -112o16'32,9" BT
SDJB 544 40.07 56.25 14 -50 berfungsi 43 7o37'36,2" LS -112o17'58,7" BT
SMJB 297 10.19 58.51 44 2 tidak berfungsi 30 7o37'50,5" LS -112o17'40,7" BT
SMJB 375 16.56 58.37 47 3 tidak berfungsi 20 7o37'41,9" LS - 112o17'30,9" BT
Sumber: Hasil Survey Lapangan dan Log Litologi
Gambar 3. Peta Batas Daerah Studi
A. KONDISI EKSISTING
Berdasarkan hasil model GMS yang telah
dilakukan pada lokasi studi diperoleh hasil yang
memberikan gambaran mendekati bentuk
sesungguhnya dengan menguraikan bahwa
sumur eksisting yang memiliki nilai pressure
head airtanah paling rendah terjadi pada sumur
dengan kode sumur SMJB 215 yakni sebesar
48,41 m, sumur ini berada pada elevasi 68,98
mdpl dengan besaran kebutuhan debit
pemompaan sebesar 15,14 liter/detik yang
merupakan debit awal saat pembangunan sumur
bor dengan tujuan untuk mengairi lahan irigasi
seluas 45 ha. Sedangkan sumur yang memiliki
pressure head terbesar terjadi pada sumur
dengan nomor kode sumur SDJB 427 yakni
sebesar 103,98 m, sumur ini berada pada elevasi
57,87 mdpl dengan besaran kebutuhan debit
pemompaan 25,01 liter/detik yangmerupakan
debit awal pemompaan saat pembuatan sumur
dengan tujuan pemanfaatan untuk mengairi
lahan irigasi seluas 30 ha. Tinggi muka Airtanah
Program GMS 4.0 didapatkan dari elevasi
screen sumur bor terendah atau terbawah
ditambahkan dengan nilai pressure head hasil
pemodelan. Berikut adalah gambar peta
sebaran Pressure Head dan Total Head kondisi
eksisting di wilayah studi:
Gambar 4. Peta Sebaran Pressure Head Kondisi Eksisting
Sumber: Hasil Pemodelan GMS 4.0.
Gambar 5. Peta Sebaran Total Head Kondisi Eksisting
Sumber: Hasil Pemodelan GMS 4.0.
B. KONDISI JIKA SUMUR YANG TIDAK
BERFUNGSI AKAN DIOPERASIKAN
KEMBALI
Pada kondisi eksisting terdapat 3 sumur bor
yang tidak aktif (tidak berfungsi) yaitu SDJB
522, SMJB 297 dan SMJB 375, sumur tersebut
sudah tidak dimanfaatkan lagi dikarenakan
lahan pertanian sebagian ditanami tebu, belum
adanya jaringan irigasi airtanahnya dan
penurunan debit. Pada masa mendatang dengan
perkembangan wilayah dimungkinkan sumur
tersebut akan dioperasikan kembali. Sehingga
dibutuhkan analisa untuk mengetahui pengaruh
kondisi muka airtanah, pressure head dan total
head terhadap sumur-sumur yang masih
berfungsi yang diakibatkan oleh pengoperasian
kembali sumur-sumur tersebut. Adapun
skenario simulasi pemodelan sumur bor yang
tidak berfungsi untuk dioperasikan atau
difungsikan kembali sebagai berikut:
1. Simulasi sumur bor yang berfungsi
ditambahkan dengan sumur bor SDJB 522
dan SMJB 297.
2. Simulasi sumur bor yang berfungsi
ditambahkan dengan sumur bor SDJB 522
dan SMJB 375.
3. Simulasi sumur bor yang berfungsi
ditambahkan dengan sumur bor SMJB 297
dan SMJB 375.
4. Simulasi sumur bor yang berfungsi
ditambahkan dengan semua sumur bor yang
tidak berfungsi.
Berdasarkan hasil pemodelan GMS 4.0
maka disimpulkan bahwa jika sumur yang tidak
berfungsi di operasikan kembali maka akan
berdampak pada penurunan muka airtanah dan
pressure head dan total head pada sumur-sumur
eksisting yang ada, hal ini dikarenakan adanya
pengambilan debit (pengoperasian kembali)
yang sebelumnya tidak ada pengambilan dan
dikarenakan lokasi sumur yang berdekatan.
Berikut adalah gambar peta sebaran dan
rekapitulasi hasil penurunan muka airtanah,
nilai pressure head dan total head bisa dilihat
pada tabel dan gambar di bawah ini:
Tabel 2. Rekapitulasi Nilai Pressure Head Hasil Simulasi GMS 4.0 setelah pengaktifan kembali
sumur yang tidak berfungsi
Kode
Sumur
Debit Elevasi
Muka
Tanah
(m)
Nilai Pressure Head (m)
(lt/dt) (m3/dt) Kondisi
Eksisting
Pengaktifan
kembali SDJB
522 & SMJB
297
Pengaktifan
kembali SDJB
522 & SMJB
375
Pengaktifan
kembali SMJB
297 & SMJB
375
Pengaktifan
kembali SDJB
522, SMJB 297
& SMJB 375
SMJB 215 15,14 0,0151 68,98 48,41 20,37 21,78 19,96 14,90
SDJB 425 33,07 0,0331 56,25 91,74 75,01 75,87 75,29 65,09
SDJB 427 25,01 0,0250 57,87 103,98 81,54 82,68 81,91 68,42
SDJB 446 33,07 0,0331 56,25 91,64 74,91 75,77 75,19 64,99
SDJB 475 30,52 0,0305 64,31 77,69 59,41 60,34 59,71 48,66
SDJB 476 32,45 0,0325 43,75 93,64 76,58 77,45 76,86 66,46
SDJB 544 40,07 0,0401 56,25 101,49 87,86 88,57 88,09 76,41
SDJB 522 25,14 0,0251 58,80 - 75,90 76,03 - 65,18
SMJB 297 10,19 0,0102 58,51 - 13,07 - 7,00 2,07
SMJB 375 16,56 0,0166 58,37 - - 18,04 10,55 4,41
Sumber: Hasil Perhitungan
Tabel 3. Rekapitulasi Nilai Total Head Hasil Simulasi GMS 4.0 setelah pengaktifan kembali sumur
yang tidak berfungsi
Kode
Sumur
Debit
Elevasi
Muka
Tanah (m)
Nilai Total Head (m)
(lt/dt) (m3/dt) Kondisi
Eksisting
Pengaktifan
kembali
SDJB 522 &
SMJB 297
Pengaktifan
kembali
SDJB 522 &
SMJB 375
Pengaktifan
kembali
SMJB 297 &
SMJB 375
Pengaktifan
kembali SDJB
522, SMJB 297
& SMJB 375
SMJB 215 15,14 0,0151 68,98 117,39 89,35 90,76 88,94 83,88
SDJB 425 33,07 0,0331 56,25 147,99 131,26 132,12 131,54 121,34
SDJB 427 25,01 0,0250 57,87 161,85 139,41 140,54 139,77 126,29
SDJB 446 33,07 0,0331 56,25 147,89 131,16 132,02 131,44 121,24
SDJB 475 30,52 0,0305 64,31 141,93 123,73 124,66 124,02 112,98
SDJB 476 32,45 0,0325 43,75 137,39 120,33 121,20 120,61 110,21
SDJB 544 40,07 0,0401 56,25 157,74 144,11 144,82 144,34 132,66
SDJB 522 25,14 0,0251 58,80 - 134,70 134,83 - 123,98
SMJB 297 10,19 0,0102 58,51 - 71,58 - 65,51 60,58
SMJB 375 16,56 0,0166 58,37 - - 76,41 68,91 62,78
Sumber: Hasil Perhitungan
Gambar 6. Peta Sebaran Pressure Head sumur bor yang tidak berfungsi dioperasikan kembali
Sumber: Hasil Pemodelan GMS 4.0.
Gambar 7. Peta Sebaran Total Head sumur bor yang tidak berfungsi dioperasikan kembali
Sumber: Hasil Pemodelan GMS 4.0.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil studi yang telah dilakukan,
telah didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Kecamatan Mojowarno berdasarkan Log
Litologi adalah akuifer tertekan, dan
berdasarkan Peta Hidrogeologi Indonesia
Sheet X Kediri (Jawa) berada pada akuifer
dengan aliran melalui ruang antar butir yaitu
akuifer produktif dengan penyebaran luas
(akuifer dengan keterusan sedang, muka air
tanah atau tinggi pisometri dangkal atau di
atas muka tanah, debit sumur umumnya 5
sampai 10 liter/detik, dan di beberapa tempat
lebih dari 20 liter/detik).
2. Berdasarkan hasil pemodelan GMS 4.0.
pada kondisi eksisting diperoleh hasil yang
memberikan gambaran mendekati bentuk
sesungguhnya dengan menguraikan bahwa
sumur eksisting yang memiliki nilai
pressure head airtanah paling rendah terjadi
pada sumur SMJB 215 yakni sebesar 48,41
m, sumur ini berada pada elevasi 68,98 m
dengan besaran kebutuhan debit pemompa-
an sebesar 15,14 liter/detik yang merupakan
debit awal saat pembangunan sumur bor
dengan tujuan untuk mengairi lahan irigasi
seluas 45 ha. Sedangkan sumur yang
memiliki pressure head terbesar terjadi pada
sumur SDJB 427 yakni sebesar 103,98 m,
sumur ini berada pada elevasi 57,87 m
dengan besaran kebutuhan debit pemompa-
an 25,01 liter/detik yang merupakan debit
awal pemompaan saat pembuatan sumur
dengan tujuan pemanfaat-an untuk mengairi
lahan irigasi seluas 30 ha.
3. Pengaruh yang ditimbulkan akibat adanya
pengaktifan kembali 3 sumur yang tidak
berfungsi mengakibatkan tekanan berkurang
secara keseluruhan. Sumur SDJB 522
menurut hasil pemodelan GMS 4.0 bisa
dikatakan aman atau dapat difungsikan
kembali dikarenakan posisi muka airtanah
masih berada jauh di atas screen sumur bor
dengan nilai pressure head terendah sebesar
65,18 m, sedangkan untuk sumur SMJB 297
dan SMJB 375 bisa dikatakan belum
memenuhi untuk difungsikan atau
dioperasikan kembali dikarenakan posisi
muka airtanah sudah mendekati screen
paling bawah sumur bor. Sumur SMJB 297
mempunyai nilai pressure head terendah
sebesar 2,07 dan Sumur SMJB 375
mempunyai nilai pressure head terendah
sebesar 4,41 m, akan tetapi sumur SMJB 297
dan SMJB 375 bisa difungsikan atau
dioperasikan kembali jika waktu
pengoperasian atau penggunan sumur
tersebut dilakukan secara bergantian, hal ini
dikarenakan lokasi sumur tersebut
berdekatan dan berada di desa yang sama.
B. SARAN
Saran yang diharapkan adalah agar jadi
masukan kepada P2AT Jombang bahwa dalam
pengelolaan pemanfaatan dan pengembangan
sumur bor di masa mendatang harus memper-
timbangkan jika sumur yang tidak berfungsi
diaktifkan atau difungsikan kembali dan perlu
pengkajian lebih lanjut, serta mengharapkan
adanya pengembangan penelitian lanjutan
tentang adanya studi analisa keberhasilan
konservasi terhadap mempertahankan kondisi
airtanah di wilayah tersebut dan penataan
kawasan hijau atau resapan akan mempengarui
jumlah air yang teresapkan kedalam tanah
sebagai satuan volume air yang menjadi
recharge pemodelan GMS berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bisri, M. 1991. Aliran Airtanah, Malang:
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya.
Jones, Norman L (2003) GMS 4.0 Tutorials,
Environmental Modeling Research
Laboratory: Brigham Young University.
Kodoatie, Robert J (2012) Tata Ruang Air
Tanah, Yogyakarta; Andi Offset.
Todd, D.K. (1980). Groundwater
Hydrology.John Wiley &Sons, Inc.
Toronto.
The Department of Defense. 1999.
Groundwater Modeling System. Reference
Manual. Provo, Utah – USA: Brigham
Young University.