ANALISIS FIQH SIYASAH TERHADAP KETERWAKILAN PEREMPUAN
DALAM DAFTAR BAKAL CALON LEGISLATIF DALAM PEMILU 2019
( STUDY UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2017 )
SKRIPSI
OLEH:
MUHAMMAD HANIF MAULUDIN
NIM : C75214017
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA
SURABAYA
2018
brought to you by COREView metadata, citation and similar papers at core.ac.uk
provided by Library UIN Sunan Ampel Surabaya
ii
iii
iv
v
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
vi
ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian kepustakaan yang berjudul Analisis
Fiqh Siyasah Terhadap Keterwakilan Perempuan Dalam Daftar Bakal Calon
Legislatif Pada Pemilu 2019 (Study Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017)
untuk menjawab Bagaimana dalam bakal calon legislatif keterwakilan
perempuan oleh partai politik peserta pemilu 2019 menurut Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2017? dan Bagaimana analisis Fiqh Siyasah tentang
keterwakilan perempuan?
Data yang diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan teknik
studi kepustakaan yang dianalisis secara kualitatif kemudian dipaparkan dalam
bentuk deskriptif, yang dilakukan untuk mendapatkan data primer dan
menemukan kebenaran berdasarkan refrensi pustaka yang berasal dari Undang-
Undang, buku-buku, jurnal, website, terutama yang berkaitan dengan
keterwakilan perempuan dalam legislatif. Metode berfikir yang digunakan adalah
deduktif yakni menggali data kemudian menganalisisnya hingga menjadi sebuah
kesimpulan.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa untuk kuota keterwakilan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 pasal 245
harus memuat paling sedikit kuota keterwakilan perempuan sebesar 30% didalam
lembaga legislatif dan ketentuan tersebut harus diberlakukan pada pemilu 2019
akan datang. Menurut Fiqh siyasah untuk keterwakilan perempuan didalam
lembaga legislatif sah saja, di antara ulama itu adalah Ibnu Hazm, dia berkata:
‚Boleh saja perempuan memegang suatu hukum (wewenang), dan ini juga
dikatakan oleh Imam Abu Hanifah, Ulama-ulama mazhab Maliki juga
membolehkan perempuan menjadi orang yang diwasiatkan dan orang yang
mewakili, dan tidak ada nash yang melarang perempuan untuk memimpin atau
mengatur urusan-urusan.
Diharapkan pada pemilu legislatif 2019 yang akan datang representasi
keterwakilan perempuan dapat meningkat dari pemilu sebelumnya pada periode
2014 lalu yang belum mencapai target yang telah diatur dalam Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2017 pasal 245 tentang pemilu yang mewajibkan keterwakilan
perempuan paling sedikit harus memenuhi kuota sebanyak 30%, dan agar partai
politik lebih memperhatikan keterwakilan perempuan tersebut.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
vii
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ..................................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN ..................................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................................. iii
PENGESAHAN ................................................................................................................... iv
PUBLIKASI ............................................................................................................... v
ABSTRAK ...................................................................................................... ............ vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................. vii
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ........................................................ 8
C. Rumusan Masalah ................................................................................ 9
D. Kajian Pustaka ..................................................................................... 9
E. Tujuan Penelitian ............................................................................... 13
F. Kegunaan Hasil Penelitian ................................................................. 14
G. Definisi Operasional .......................................................................... 14
H. Metode Penelitian .............................................................................. 16
I. Sistematika Pembahasan ................................................................... 18
BAB II KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM BAKAL
CALON LEGISLATIF MENURUT FIQH SIYASAH ......................... 20
A. Pengertian Fiqh Siyasah ................................................................... 20
B. Ruang Lingkup Fiqh Siyasah ............................................................. 23
C. Pengertian dan Ruang Lingkup Siyasah Dusturiyyah ....................... 26
D. Obyek Kajian Siyasah Dusturiyyah................................................... 34
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
viii
E. Pengertian Ahlu al-Halli wa al-'Aqdi ................................................ 39
F. Tugas Ahlu al-Halli wa al-'Aqdi ........................................................ 42
G. Wewenang Ahlu al-Halli wa al-'Aqdi ................................................ 43
H. Syarat Laki-Laki dan Hak Politik Perempuan .................................. 44
BAB III KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM DAFTAR
BAKAL CALON LEGISLATIF PEMILU 2019 MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2017 .................................. 50
A. Keterwakilan Perempuan Dalam Calon Legislatif ........................... 51
B, Sejarah Di Undang-Undang Sebelumnya Tentang
Keterwakilan Perempuan .................................................................. 63
BAB IV ANALISIS FIQH SIYASAH TERHADAP KETERWAKILAN
PEREMPUAN DALAM BAKAL CALON LEGISLATIF
DALAM PEMILU 2019 (STUDY UNDANG-UNDANG
NOMOR 7 TAHUN 2017) ..................................................................... 67
A. Analisis Keterwakilan Perempuan Bakal Calon Legislatif Menurut
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 ................................................ 68
B. Analisis Fiqh Siyasah Tentang Keterwakilan Perempuan ............. 70
BAB V PENUTUP .............................................................................................. 76
A. Kesimpulan ....................................................................................... 76
B. Saran .................................................................................................. 77
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... ......... 78
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbicara mengenai perempuan teringat terhadap pahlawan nasional
sekaligus dikenal sebagai tokoh pelopor kebangkitan perempuan di
Indonesia, beliau memberikan dukungan penuh terhadap kesejahteraan
perempuan yang dulunya perempuan tidak dapat mengenyam pendidikan
sama sekali dan akhirnya beliau memperjuangkan agar perempuan di
indonesia dapat mengeyam pendidikan dan beliau bersihkeras agar kaum
perempuan tidak dipandang sebelah mata dengan dipandang lemah dan dapat
ditindas dengan semenah menah.
Raden Ajeng Kartini dapat dikatakan sebagai perempuan Indonesia
yang namanya acapkali teringat sebagai refrensinya bangkitnya kesadaran
bagi kaum perempuan untuk masa masa selanjutnya1. Dan sembari beliau
mengobarkan semangat terhadap perempuan Indonesia, Raden Ajeng Kartini
juga telah menulis yang terkenal dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang.
Menurut Cora Vreede-De Stuers menyebut Raden Ajeng Kartini
sebagai salah satu tokoh penting dari ‚para pelopor gerakan feminis‛ yang
maksudnya disini kurang lebih adalah bahwa Raden Ajeng Kartini yang
berperan penting terhadap kebangkitan kaum perempuan di Indonesia yang di
1 Nurani Soyomukti, Perempuan Dimata Soekarno ( Jogjakarta: Garasi, 2009 ) 27.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
2
tulis di dalam bukunya yang berjudul The Indonesian Woman : Struggle And
Achievement (1960).
Sampai pada masa sekarang sudah tidak ada lagi perbedaan atau
kesenjangan gender antara laki-laki dan perempuan dikarenakan telah diatur
oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 pada pasal 27
ayat 1 dan 2 yang berbunyi2 :
1). Setiap warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum
dan pemerintahan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengad tidak ada kecualinya.
2). Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusian.
Berdasarkan ketentuan didalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945 pasal 27 ayat 1 dan 2 tersebut bahwa setiap warga
Negara semua sama dimata hukum tidak ada pengecualian antara kaum laki-
laki maupun kaum perempuan dan semua warga Negara berhak mendapatkan
hak-hak nya tidak ada perbedaan antara kaum laki-laki dan kaum perempuan,
Dengan adanya kesetaraan tersebut pemerintah mencanangkan
adanya keterwakilan perempuan di legislatif seperti yang telah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 245 : Daftar bakal calon
sebagaimana dimaksud dalam pasal 243 memuat keterwakilan perempuan
paling sedikit 30% ( tiga puluh persen )3 dengan adanya keterwakilan
2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
3
perempuan dilegislatif pemerintah berpikir guna untuk mendongkrak
eksistensi perempuan dikalangan politik.
Dengan mengembangkan keterwakilan perempuan, perempuan dapat
menjadi politikus yang andal, politikus yang tidak akan menyakiti hati lawan
politiknya apapun alasannya, politikus yang tidak akan menggunakan intrik
politik sebagaimana biasa digunakan oleh laki-laki karena politikus
perempuan dapat mengasah sifat keibuannya yang selalu tanggap terhadap
kebutuhan orang lain untuk menyelesaikan agenda politiknya.4
Kekuasaan perempuan mencakup nalar, tujuan, dan agenda yang
hendak dicapai, Sidney Verba dari Universitas Harvard menegaskan bahwa
sumbanga terpenting dari perempuan dikancah politik yaitu mereka lebih
berminat mengerjakan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat ketimbang
memperluas lingkup kekuasaan sendiri.5
Perempuan juga mempunyai hak yang setara untuk berkiprah dalam
politik, karena itu keterwakilan perempuan dalam lembaga politik sangat
diperlukan. Pemerintah dalam hal ini kementrian dalam negeri menaruh
konsen terhadap pemenuhan keterwakilan perempuan didalam lembaga
politik sekaligus mendorong partisipasi kaum perempuan untuk ikut andil di
lembaga politik dengan melalui program pendidikan politik.6
4 Siti Musdah – Anik Farida, Perempuan dan Politik, (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama, 2005),
13. 5 Sidney Verba, Women in American Politic, bagian penutup dalam Women, Politics and Change, Louise A. Tilly dan Patricia Gurin, Russel Sage Foundation, New York, 1990, Hlm. 55-72. 6 http://kemendagri.go.id/news/2017/11/17/tjahjo-kumolo-keterwakilan-perempuan-dalam-politik-
sangat-penting.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
4
Hak-hak politik selalu menyiratkan partisipasi individu dalam
membangun opini publik, baik dalam pemilihan wakil-wakil mereka di
Dewan Perwakilan Rakyat atau pencalonan diri untuk menjadi anggota
perwakilan tersebut. Cakupan dari hak-hak politik tersebut ialah memilih
dalam pemilihan wakil rakyat tersebut, mancalonkan diri untuk berpartisipasi
dalam anggota di lembaga Legistatif.7
Perempuan perlu mengaktualisasikan dirinya dengan berpartisipasi
dilembaga-lembaga politik khusunya lembaga legislatif maupun didalam
kehidupan publik, perempuan perlu menempati posisi didalam lembaga
legislatif agar dapat terlibat langsung dalam proses pengambilan keputusan,
karena kebijakan dan program yang disusun juga berlaku bagi kaum
perempuan.8
Menurut Montesquieu dalam tiap-tiap pemerintahan ada tiga
kekuasaan yaitu kekuasaan Legislatif, kekuasaan Eksekutif yang dimana
urusan-urusan kedua kekuasaan ini berhubungan dengan hukum antar bangsa,
dan kekuasaan Yudikatif berhubungan dengan urusan-urusan hukum bagi
warna Negara.9 dan penulis kini lebih condong membahas tentang
keterwakilan perempuan dilembaga Legislatif.
Lembaga legislatif di indonesia yang merupakan bagian yang integral
dari struktur politik berdasarkan ideologi Negara Pancasila dan Undang-
7 Loura Hardjaloka, ‚Potret Keterwakilan Perempuan Dalam Wajah Politik Indonesia Perspektif Regulasi dan Implementasi‛ , Jurnal Konstitusi, No 2 Vol 9 (Juni,2012), 8. 8 Sri Warjiyati, ‚Partisipasi Politik Perempuan Perspektif Hukum Islam‛. Jurnal Hukum dan Perundangan Islam, No 1 Vol 6 (April,2016), 11. 9 O. Notohamidjojo, Makna Negara Hukum, penerbit Badan Penerbit Kristen, Jakarta, tahun 1970,
Hlm. 19.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
5
Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, dipegang oleh Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) bersama-sama dengan Presiden. Dewan
Perwakilan Rakyat (Parlemen) yang merupakan hakekat dan eksistensi dari
lembaga legislatif Indonesia merupakan pencerminan dari rakyat, untuk
rakyat, dan oleh rakyat yang dapat menjamin kesinambungan dan kestabilan
politik Negara.10
Agar keterwakilan perempuan dapat dimaksimalkan perlu adanya
keikutsetaan pemerintah untuk memberikan pengaruh positif terhadap warga
Negara Indonesia khususnya perempuan sangat berperan penting, tetapi
untuk hal itu saja dirasa belum cukup sempurna bilamana masih minim sekali
kesadaran pribadi perempuan untuk dapat ikut andil didalam kancah politik
khusunya dilembaga politik yaitu lembaga Legislatif.
Tingkat representasi perempuan yang rendah di lembaga legislatif
merupakan pelanggaran hak-hak demokratik fundamental perempuan, yang
berarti hak-hak dasar mereka di antaranya; hak untuk mengungkapkan
pendapat, hak pencalonan menjadi anggota lembaga perwakilan, dan hak
pencalonan menjadi presiden dan hal-hal lain yang mengandung persekutuan
dan penyampaian pendapat berkaitan dengan politik.
10 Ramdlon Naning S.H., Lembaga Legislatif Sebagai Pilar Demokrasi dan Mekanisme Lembaga-lembaga Negara Menurut UUD 1945, (Yogyakarta:Liberty Yogyakarta, 1982), 2.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
6
Sejak berdirinya Negara Republik Indonesia, peran politik perempuan
Indonesia selalu termaginalkan, khususnya dari segi jumlah keterwakilan
perempuan diparlemen. Representasi jumlah keterwakilan kaum perempuan
dilembaga DPR, hanya berkutat diangka 6% - 13% sejak periode tahun 1950
– 2004. Baru pada pemilu tahun 2009 jumlah keterwakilan perempuan di
DPR menembus angka 15%, yaitu 17,86%, atau setara dengan jumlah 101
orang anggota DPR perempuan dari total anggota DPR yang berjumlah 560
orang.11
Melihat dari pengalaman tiga siklus pemilu yakni 2004, 2009, dan
2014, kuota gender yang mewajibkan partai untuk menempatkan perempuan
sedikitnya 30 persen didaftar calon legislatif belum mendongkrak
keterpilihan perempuan secara signifikan. Pada tahun 2004 keterwakilan
perempuan hanya berhasil menguasai 11.24% kursi di DPR, pada pemilu
2009 keterwakilan perempuan meningkat menjadi 18,21%, sementara untuk
pemilu tahun 2014 keterwakilan perempuan menurun menjadi hanya 17%.
Dari uraian keterwakilan perempuan dalam legislatif periode
sebelumnya pada tahun 2004, 2009, 2014 belum sesuai dengan Undang-
Undang Tentang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 245, karena belum
11 Nalom Kurniawan, ‚Keterwakilan perempuan Di Perwakilan Rakyat Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008‛, Jurnal Konstitusi, 3,(Desember, 2014), 717-718.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
7
memenuhi target yang telah ditentukan yaitu sebesar 30% dan masih sangat
jauh dari apa yang ditargetkan.
Dalam Islam, partisipasi perempuan dalam kancah politik tidak
dibedakan dengan laki-laki. Namun ada beberapa perbedaan pendapat ahli
hukum islam tentang partisipasi perempuan dikancah politik. Pertama,
perempuan dilarang menggunakan hak-hak politiknya. Kedua, perempuan
diperbolehkan menggunakan hak politiknya dengan penyamaan hak politik
laki-laki dengan hak politik perempuan.12
Pada Al Quran dijelas kan di surat An-Naml Ayat 32-35:
(23تشهدون) حت امرا قاطعة كنت ما امري ف اف ت ون الملؤا اي ها قالت ي
قالت ان (22)والمر اليك فانظري ماذا تأمرين ەاولوا ق وة واولوا بأس شديد قالوا نن
لك اذلة اهلها اعزة ا ك اذا دخلوا ق رية افسدوها وجعلو الملو واني (23ي فعلون) وكذ
( 24المرسلون) ي رجع ب مرسلة اليهم بدية ف ن ظرة
Berkata dia (Balqis), "Hai para pembesar, berilah aku pertimbangan
dalam urusanku (ini), aku tidak pernah memutuskan sesuatu persoalan
12 Ikhwan Fauzi, Perempuan dan Kekuasaan, (Jakarta: Amzah,2002), 107.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
8
sebelum kamu berada dalam majelis (ku).‛ Mereka menjawab, "Kita adalah
orang-orang yang memiliki kekuatan dan (juga) memiliki keberanian yang
sangat (dalam peperangan), dan keputusan berada di tanganmu; maka
pertimbangkanlah apa yang akan kamu perintahkan.‛ Dia berkata,
"Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka
membinasakannya, dan menjadikan hina penduduknya yang mulia; dan
demikian pulalah yang akan mereka perbuat. Dan sesungguhnya aku akan
mengirim utusan kepada mereka dengan (membawa) hadiah, dan (aku akan)
menunggu apa yang dibawa kembali oleh utusan-utusan itu.
Secara umum Islam memandang laki-laki dan perempuan sebagai
sasaran Taklif ( pembenan hukum ) tanpa membedakan kedudukan dari sisi
jenis kelamin. Sebagai hamba Allah Swt, laki-laki dan perempuan adalah
sama-sama manusianya, dengan potensinya yang sama dari sisi insaniyah (
kemanusiaan) nya. Dalam hal ini Allah Swt telah memberi beban hukum
yang sama tanpa ada pembedaan.13
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Beberapa masalah yang dapat di identifikasi, maka penulis membatasi
terhadap permasalahan tentang Analisis Fiqh Siyasah Terhadap Keterwakilan
Perempuan Dalam Daftar Bakal Calon Legilatif Dalam Pemilu 2019 ( Study
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 ), agar pembahasan lebih fokus yaitu :
1. Bakal calon legislatif keterwakilan perempuan oleh partai politik
pada pemilu 2019 menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017.
2. Studi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 245 tentang
pemilu.
13 Siti Muslikhati, Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan Dalam Timbangan Islam, (Jakarta:
Gema Insani, 2004), 118.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
9
3. Pembahasan mengenai kuota 30% keterwakilan di lembaga
legislatif
4. Analisis prespektif Fiqh Siyasah terhadap keterwakilan
perempuan dalam bakal calon legislatif.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan latar belakang, identifikasi dan batasan-batasan
perumusan masalah hendak diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimana dalam bakal calon legislatif keterwakilan perempuan oleh
partai politik peserta pemilu tahun 2019 menurut Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2017?
2. Bagaimana analisis Fiqh Siyasah tentang keterwakilan perempuan?
D. Kajian pustaka
Berikut akan diuraikan secara ringkas tentang kajian/penelitian yang
sudah pernah dilakukan seputar tentang masalah keterwakilan perempuan
dilegislatif, agar tidak terjadi pengulangan atau duplikasi kajian/penelitian.
Kajian/penelitian berikut yang dapat di temukan penulis sejauh dengan
masalah-masalah yang akan di tulis. Penelitian terdahulu antara lain :
1. ‚Tinjauan Fiqh Siyasah terhadap implementasi kuota 30%
keterwakilan calon legislatif perempuan di dapil 5 Gresik dalam
pemilu tahun 2014 berdasarkan UU Nomor. 8 Tahun 2012 tentang
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
10
pemilu DPR, DPD dan DPRD.‛ Skripsi ini ditulis oleh Alif
Hidayati dari Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Dalam skripsi ini penulis menjelaskan tentang
pengimplementasian kuota 30% keterwakilan perempuan sebagai
anggota legislatif di dapil 4 gresik, bahwa implementasi kuota
30% keterwakilan calon legislatif perempuan di dapil 4 gresik
sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor. 8 Tahun 2012 dan
Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2013. Tercatat calon anggota
legislatif DCT ( Daftar Calon Tetap ) yakni terdapat 34.61% atau
sebanyak 30 orang keterwakilan calon legislatif perempuan dari
104 keseluruhan jumlah calon legislatif didapil 4. Akan tetapi
dalam hasil akhirnya 34.61% keterwakilan perempuan calon
anggota legislatif tidak memenuhi kuota 30%. Menurut Fiqh
Siyasah keterwakilan 30% kuota perempuan diparlemen tidak
bertentangan dengan prinsip islam.14
Dalam skripsi ini penjelasan
menggunakan dengan metode turun lapangan dengan mennggali
data data langsung di daerah yang telah ditujunya seperti halnya
penjelasan diatas, sedangankan skripsi saya lebih condong
normatif dan pastinya adanya perbedaan antara analisis Fiqh
14 Alif Hidayati, ‚Tinjauan Fiqh Siyasah terhadap implementasi kuota 30% keterwakilan calon
legislatif perempuan di dapil 4 gresik dalam pemilu tahun 2014 berdasarkan Undang-Undang Nomor.
8 Tahun 2012 tentang pemilu DPR, DPDP, dan DPRD‛ , ( Skripsi-Universitas Islam Sunan Ampel
Surabaya, 2014).
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
11
Siyasah nya. didalam skripsi ini akan mengambil data data yang
lebih mendalam untuk menganalisi permasalahan yang diangkat.
2. ‚Keterwakilan Perempuan Dalam Kepengurusan Partai Politik
dan Pencalonan Legislatif.‛ Skripsi ini ditulis oleh Nuni Silvana
berasal dari Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Purwakarta. Dalam skripsi ini penulis menjelaskan tentang
partisipasi perempuan terhadap kepengurusan partai dan
pencalonan diri dilembaga legislatif yang dimana telah diberi
kuota sebesar 30% tetapi dengan tidaknya melakukan pengisian
kuota 30% tersebut belum adanya respon tegas terhadap partai
politik yang tidak menjalankan peraturan Undang-Undang
tersebut. Dan dari aspek sosiologi sendiri juga masih menyimpan
permasalahan mulai dari kepeminatan perempuan untuk mengisi
kedudukan dilembaga politik masih relatif minim, begitupun
dengan permasalahan yang dialami perempuan yaitu bias gender
oleh perempuan dewasa. Kebijakan affirmasi rupanya juga belum
saja membuahkan hasil yang maksimal apabila dilihat dari aspek
kuantitas perempuan yang duduk dilembaga legislatif.
Permasalahan ini juga belum mencakup aspek kualitas dari
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
12
perempuan yang duduk dilembaga legislatif.15
Sedangkan dalam
skripsi saya membahas mengenai pelaksanaan penyusunan daftar
bakal calon keterwakilan di Partai politik untuk menjadi anggota
dilembaga legislates dan lebih menariknya lagi yaitu dalam skripsi
saya akan ditambahkan tentang analisis Fiqh Siyasah untuk
membahas mengenai keterwakilan perempuan di dalam lembaga
legislatif.
3. Evaluasi Respon Partai Politik Terhadap Pemenuhan Kuota 30%
Keterwakilan Perempuan Dalam Pencalonan Anggota Legislatif
Pada Pemilu 2009 Di Surakarta. Skripsi in ditulis oleh Rosarina
Muri berasal dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret di Surakarta. Dalam skripsi ini penulis
menjelas tentang teknik pengambilan sampel terhadap 4 partai
politik yang dimana partai politik tersebut adalah Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan ( PDIP ), Partai Golongan Karya
( GOLKAR ), Partai Persatuan Pembangunan ( PPP ), Partai
Keadilan Sejahtera ( PKS ) penulis menggali data-data mengenai
keterwakilan perempuan terhadap 4 partai tersebut dengan
menggunakan model interaktif analisis yaitu model analisi dengan
15 Nuni Silvana, ‚Keterwakilan Perempuan Dalam Kepengurusan Partai Politik dan Pencalonan Legislatif.‛ ( Skripsi-Universitas Jenderal Soedirman, Purwakarta, 2013).
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
13
tiga komponen analisi yang utama adalah reduksi data, sajian
data, dan penarikan kesimpulan.
Adapun hasil yang telah didapatkan oleh penulis dari penelitian
tersebut adalah pertama, partai politik telah memberikan respon
positif terhadap keterwakilan perempuan yang berisikan 30%
dalam pencalonan legislatif dipemilu 2009 di Surakarta. Kedua,
masih ada ketidaksetaraan gender dalam partai politik.16
Jika dalam penulisan skripsi yang akan saya ditulis sangat
berbanding jauh antara pembahasannya, penulis ini lebih condong
membahas mengenai dalam bakal calon keterwakilan perempuan
di legislatif menurut Undang-Undang Tentang Pemilu Nomor 7
Tahun 2017 yang sudah direvisi, dan diambil dari refrensi jurnal,
buku dan diperdalam dengan bahasan mengenai analisis Fiqh
Siyasah nya, dan rujukan-rujukan Al Quran dan hadist.
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas adapun tujuan yang dicapai
oleh penulis dalam skripsi ini yaitu :
16 Rosarina Muri, ‚Evaluasi Respon Partai Politik Terhadap Pemenuhan Kuota 30% Keterwakilan
Perempuan Dalam Pencalonan Anggota Legislatif Pada Pemilu 2009 Di Surakarta.‛ ( Skripsi-
Universitas Sebelas Maret, Surakarta 2009).
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
14
1. Untuk mengetahui bakal calon keterwakilan perempuan oleh partai
politik pemilu tahun 2019 menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2017.
2. Untuk mengetahui analisis Fiqh Siyasah tentang kewajiban keterwakilan
perempuan.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Dengan tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini, diharapkan
dapat memberikan kegunaan atau manfaat sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Penulisan ini diharapkan mampu memberikan pendangan
tentang pelaksanaan penyusunan terhadap daftar bakal calon
keterwakilan perempuan oleh partai politik dalam pemilu 2019.
Selain itu penulisan ini dapat membawa dampak yang positif
terhadap masyarakat khusunya perempuan agar ikut andil
terhadap partai politik untuk mengisi keterwakilan perempuan
dilegislatif.
2. Manfaat Praktis
Dengan hasil penilitian ini diharapkan dapat memberi
masukan tentang pelaksanaan penyusunan daftar bakal calon
keterwakilan perempuan oleh partai politik dalam pemilu 2019.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
15
G. Definisi Operasional
Untuk mendapat pandangan dan agar tidak menjadi salah paham
pembaca dalam membaca skripsi ini, maka penulis memberikan pengertian
terhadap judul yang akan diangkat. Hal ini untuk mempermudah pembaca
memahami apa isi dari skripsi ini dan mengantisipasi agar pembaca tidak
berpikirian keluar konteks, berikut akan dijelas oleh penulis beberapa istilah
yang merupakan kata kunci dalam penulisan ini :
1. Fiqh Siyasah adalah ilmu atau pemahaman mendalam tentang syariat-
syariat hukum yang berhubungan dengan permasalahan
ketatanegaraan yang dikaitkan dari segi aspek hukum islam agar
pengaturan dan pengurusan kehidupan manusia dalam bernegara demi
mencapai kemaslahatan bagi manusia itu sendiri.17
2. Keterwakilan Perempuan dalam lembaga legislatif adalah pengisian
keterwakilan perempuan didalam lembaga legislatif untuk memenuhi
representasi yang telah ditentukan oleh pemerintah.
3. Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk
oleh sekelompok warga Negara Indonesia secara sukarela atas dasar
kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan
membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan
17 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah Konstektualisasi Doktrin Politik Islam, Edisi Pertama, (Jakarta :
Prenadamedia Group, 2016), 4.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
16
Negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.18
4. Legislatif adalah sebuah lembaga atau dewan yang memiliki tugas
untuk membuat / merumuskan Undang-Undang yang dibutuhkan di
dalam sebuah Negara. Lembaga ini jugadisebut sebagai legislator
yang dimana untuk Negara Indonesia peran ini dijalankan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat, Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah.
Menurut Montesquieu legislatif adalah magistrate atau penguasa
yang mengeluarkan suatu hukum.
H. Metode Penelitian
Penelitian tentang ‚Analisis Fiqh Siyasah terhadap keterwakilan
perempuan dalam daftar bakal calon legislatif dalam pemilu 2019 (Study
Undang-Undang Nomor. 7 Tahun 2017)‛ merupakan penelitian pustaka dan
tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Data yang dikumpulkan.
a. Pelaksanaan penyusunan daftar bakal calon keterwakilan
perempuan menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017
Pasal 245 Tentang Pemilu.
b. Analisis Fiqh Siyasah
18 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
17
2. Sumber data.
Sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu
sebagai berikut:19
a. Sumber data primer merupakan informasi langsung dari
sumbernya, dan sifatnya mengikat yang terdiri dari
perundang-undangan yaitu : Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2017 Tentang Pemilu
b. Sumber data sekunder merupakan informasi yang telah
dikumpulkan oleh refrensi lain contohnya yaitu : Buku-buku,
Jurnal.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik Library Research atau studi kepustakaan yaitu suatu
metode yang berupa pungumpulan bahan-bahan hukum yang
diperoleh dari buku pustaka, teknik ini dilakukan cara dengan
membaca, merangkum buku-buku, artikel, jurnal-jurnal hukum,
Undang-Undang yang berkaitan dengan tema yang akan diangkat oleh
penulis dimana bertujuan untuk mendapatkan data-data penelitian
agar menunjang penyelesaian penelitian ini.
19 Hermawan Wasito, Pengantar Metodologi Penelitian, cet ke-3 (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama,1995), 69.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
18
4. Teknik Analisis Data
Data yang berhasil dikumpulkan, baik data primer maupun
data sekunder akan disusun dengan menggunakan analisis kualitatif
kemudian disajikan dalam bentuk deskriptif, yaitu analisis yang
bersifat mendeskripsikan data yang diperoleh dalam bentuk uraian
kalimat yang logis, selanjutkan diberi penafsiran dan kesimpulan.
I. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah pembaca memahami terhadap skripsi ini perlu
kiranya digambarkan dengan terperinci secara jelas dan menyeluruh tentang
sistematika. Sistematika penulisan skripsi merupakan bagian besar untuk
memberikan gambaran tentang isi skripsi dan memudahkan jalan pemikiran
dalam memahami secara keseluruhan skripsi. Berikut sistematika penyusunan
skripsi:
Bab pertama yaitu membahas mengenai latar belakang, identifikasi
masalah, dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan
penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan
sistematika pembahasan.
Bab kedua yaitu membahas mengenai teori landasan dalam
melakukan penelitian. Bahasan ditekankan pada penjabaran disiplin keilmuan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
19
tertentu dengan bidang penelitian yang akan dilakukan dan sedapat mungkin
mancakup keseluruhan perkembangan teori keilmuan hinggan perkembangan
terbaru yang diungkap secara akumulatif dan didekati secara analisis. Dalam bab
ini teori yang dipaparkan adalah teori Fiqh Siyasah yang ditekankan pada
Siyasah Dusturiyah yang nantinya digunakan sebagai analisis dalam menjawab
rumusan masalah.
Bab ketiga yaitu memuat mengenai analisis terhadap tema bahan-
bahan hukum penelitian, menafsirkan dan mengintergrasikan temuan penelitian
ke dalam kumpulan pengetahuan yang telah dikomparasikan dengan teori yang
ada.
Bab empat yaitu memuat mengenai kesimpulan atas jawaban dari
rumusan masalah dan saran yang didasarkan pada landasan teori yang terdapat
pada bab II. Pada bab ini yang nantinya barisikan tiga jawaban yakni yang
pertama jawaban mengenai Bagaimana pelaksanaan penyusunan daftar bakal
calon keterwakilan perempuan oleh partai politik peserta pemilu 2019. Kedua,
Bagaimana sanksi hukumnya bila keterwakilan perempuan tidak sesuai dengan
Undang-Undang. Ketiga, Bagaimana analisis Fiqh Siyasah tentang kewajiban
keterwakilan perempuan.
Bagian akhir berisikan berisi daftar pustaka dan lampiran-lampiran.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
20
BAB II
KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM BAKAL CALON LEGISLATIF
MENURUT FIQH SIYASAH
A. Pengertian Fiqh Siyasah
Kata Fiqh Siyasah berasal dari dua kata yaitu kata fiqh dan yang
kedua yaitu al-siyasi. Kata fiqh secara bahasa adalah faham, sedangkan kata
al-siyasi yang artinya adalah mengatur. Adapun pendapat para ahli mengenai
kata fiqh siyasah. Kata fiqh berasal dari faqaha-yafqahu-fiqhan. Secara
bahasa pengertian fiqh adalah paham yang mendalam. Menurut Imam al-
Tirmidzi menyebut ‚fiqh tentang suatu‛ seperti dikutip dari Amir
Syarifuddin yang berartikan mengetahui batinnya sampai kepada
kedalamannya.1
Kata ‚Faqaha‛ diungkapkan dalam Al-quran sebanyak 20 kali, 19 kali
diantaranya digunakan untuk pengertian ‚kedalaman ilmu yang dapat
diambil manfaat darinya.‛ Berbeda dengan ilmu yang sudah dibentuk pasti
(qath’i), fiqh merupakan ‚ilmu‛ tentang hukum yang tidak pasti (zhanni).
Menurut (istilah) fiqh adalah :
1 Amir Syarifuddin, Pembaruan Pemikiran Dalam Islam (Padang : Angkasa Raya, 1990), 15.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
21
‚ Ilmu atau pemahaman tentang hukum-hukum syariat yang bersifat
amaliah, yang digali dari dalil-dalil yang rinci ( tafsili ).2
Jadi fiqh menurut istilah adalah pengetahuan mengenai hukum islam
yang bersumber dari Al-quran dan Sunnah yang disusun oleh mujtahid
dengan jalan penalaran dan ijtihad. Dengan kata lain fiqh adalah ilmu
pengetahuan mengenai hukum Islam.
Sedangkan secara etimologis ( bahasa ) fiqh adalah keterangan
tentang pengertian atau paham dari maksud ucapan pembicara, atau
pemahaman yang mendalam terhadap maksud-maksud perkataan dan
perbuatan.3 Kata fiqh secara leksikal artinya yaitu tahu, paham dan mengerti
adalah istilah yang digunakan secara khusus dibidang agama, yurisprudensi
islam.4
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa fiqh adalah upaya
sungguh-sungguh dari para ulama ( mujtahidin ) untuk menggali hukum-
hukum syara’ sehingga dapat diamalkan oleh umat islam. Fiqh juga dapat
disebut sebagai hukum Islam, karena fiqh bersifat ijtihadiyah, pemahaman
terhadap hukum syara’ tersebut pun mengalami perubahan dan
perkembangan sesuai dengan perubahan dan perkembangan situasi dan
kondisi manusia.
2 Muhammad Abu Zahrah, Ushul al-fiqh, ( Kairo : Dar al-fikr, 1957), 26. 3 J. Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1997), 21. 4 Ibid Hlm 21.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
22
Secara etimologis ( bahasa ) kata Siyasah merupakan bentuk masdar
dari sasa, yasusu yang artinya ‚ mengatur, mengurus, mengemudikan,
memimpin, dan memerintah ‚. Dalam pengertian lain, kata siyasah dapat
juga dimaknai sebagai ‚politik dan penetapan suatu bentuk kebijakan‛. Kata
Sasa memiliki kata sinonim dengan kata dabbara yang berarti juga mengatur,
memimpin (to lead ), memerintah ( to govern ), dan kebijakan pemerintah (
policy of government ).
Adapun dilihat dari segi terminologisnya ( istilah ) kata siyasah
disini terdapat macam perbedaan menurut pendapat dikalangan ahli hukum
Islam, antara lain yaitu : Pertama, Ibnu Manzhur, ahli bahasa dari mesir.
Menurut beliau siyasah berarti mengatur sesuatu dengan cara membawa
kepada kemaslahatan. Kedua, Abdul Wahhab Khalaf. Menurut beliau definisi
dari siyasah yaitu sebagai Undang-Undang yang dibuat untuk memelihara
ketertiban dan kemaslahatan serta mengatur berbagai hal. Ketiga, datang dari
Abdurrahman. Menurut beliau siyasah sebagai hukum dan peradilan,
lembaga pelaksanaan administrasi dan hubungan luar dengan Negara lain.5
Pada prinsipnya definisi-definisi tersebut mengandung maksa yang
bisa dibilang sama. Siyasah berkaitan dengan mengatur dan mengurusi
manusia dalam hidup bermasyarakat dan bernegara dengan membimbing
mereka kepada kemaslahatan dan menjauhkannya dari kemdharata.
5 Imam Amrusi Jailani, dkk., Hukum Tata Negara Islam, (Surabaya : IAIN Press, 2011), 7.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
23
Disamping persamaan tersebut ada pula perbedaan terutama terhadap
penekanan orientasi.
Dengan demikian dari uraian tentang pengertian fiqh dan siyasah dari
segi etimologis dan terminologis serta definisi-definisi yang dikemukakan
oleh ahli hukum Islam, dapat disimpulkan bahwa pengertian dari fiqh siyasah
adalah ‚ilmu yang mempelajari hal-ihwal dan seluk-beluk pengaturan urusan
umat dan Negara dengan segala bentuk hukum, peraturan dan kebijaksanaan
yang dibuat oleh pemegang kekuasaan yang sejalan dengan dasar-dasar
ajaran dan ruh syariat untuk mewujudkan kemaslahatan umat.‛6
Sebagai ilmu ketatanegaraan dalam islam fiqh siyasah antara lain
membicarakan tentang siapa sumber kekuasaan, siapa pelaksana kekuasaan,
apa dasar kekuasaan dan bagaimana cara-cara pelaksanaan kekuasaan
menjalankan kekuasaan yang diberikan kepadanya, dan kepada siapa
pelaksana kekuasaan mempertanggungjawabkan atas kekuasaannya.7
B. Ruang lingkup Fiqh Siyasah
Dikalangan ulama dalam menentukan ruang lingkup Fiqh Siyasah,
perbedaan dari beberapa ulama tersebut dapat diliat dari pembagian ruang
lingkup Fiqh Siyasah dari jumlah pembagiannya. Namun perbedaan tersebut
tidaklah terlalu prinsip, karena hanya bersifat teknis. Berikut menurut Imam
6 J. Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1997), 26. 7 Munawir Sjadzali, Islam dan tata Negara Ajaran Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta : UI Press, 1991),
2-3.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
24
al-Mawardi, didalam kitabnya yang berjudul al-Ahka>m al-Sultha>niyyah,
lingkup kajian Fiqh Siyasah mencakup sebagai berikut:8
1. Siya>sah Dustu>riyyah
2. Siya>sah Ma>liyyah;
3. Siya>sah Qadlaiyyah;
4. Siya>sah Harbiyyah;
5. Siya>sah Ida>riyyah.
Menurut Abdul Wahab Khalaf membagi Fiqh Siyasah dalam tiga
bidang kajian, yaitu:
1. Siya>sah Qadlaiyyah;
2. Siya>sah Dauliyyah;
3. Siya>sah Ma>liyah.
Selanjutnya oleh Imam Ibn Taimiyyah didalam kitabnya yang
berjudul al-Siya>sahal-Shar’iyyah, ruang lingkup fiqh siyasah adalah sebagai
berikut:
1. Siya>sah Qadlaiyyah;
2. Siya>sah Ida>riyyah;
3. Siya>sah Ma>liyyah;
4. Siya>sah Dauliyyah/Siya>sah Kha>rijiyyah.
8 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah, ( Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007 ), 13.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
25
Berbeda dengan tiga pemikir diatas, salah satu ulama termuka di
Indonesia T.M. Hasbi Ash-Shiddiegy malah membagi ruang lingkup Fiqh
Siyasah menjadi delapan bidang, yaitu:
1. Siya>sah Dustu>riyyah Shar’iyyah (kebijaksanaan tentang peraturan
perundang-undangan).
2. Siya>sah Tasyri’iyyah Shar’iyyah (kebijaksanaan tentang penetapan
hukum).
3. Siya>sah Ma>liyyah Shar’iyyah (kebijaksanaan ekonomi dan moneter).
4. Siya>sah Qadlaiyyah Shar’iyyah (kebijaksanaan peradilan).
5. Siya>sah Ida>riyyah Shar’iyyah (kebijaksanaan administrasi Negara).
6. Siya>sah Dauliyyah/Siya>sahKha>rijiyyah Shar’iyyah (kebijaksanaan luar
negeri dan hubungan internasional).
7. Siya>sah Tanfi>dziyyah Shar’iyyah (politik pelaksanaan Undang Undang).
8. Siya>sah Harbiyyah Shar’iyyah (politik peperangan).
Berdasarkan perbedaan diatas, pembagian Fiqh Siyasah dapat
disederhanakan menjadi tiga pokok, yaitu:9
1. Siyasah Dusturiyyah , disebut juga politik perundang-undangan. Bagian
ini meliputi pengkajian tentang penetapan hukum atau tasyri’iyyah
oleh lembaga legislatif, peradilan atau qadlaiyyah oleh lembaga
9 Imam Amrusi Jailani, dkk.., Hukum Tata Negara Islam ( Surabaya: IAIN Press, 2011 ), 15-16.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
26
yudikatif, dan administrasi pemerintahan atau ida>riyyah oleh birokrasi
atau eksekutif;
2. Siyasah Dauliyyah/Siyasah Kharijiyyah , disebut juga politik luar
negeri. Bagian ini mencakup hubungan keperdataan antara warga
negara yang muslim dengan yang bukan muslim yang bukan warga
negara. Di bagian ini ada politik masalah peperangan atau Siyasah
Harbiyyah, yang mengatur etika berperang, dasar-dasar diizinkan
berperang, pengumuman perang, tawanan perang, dan gencatan senjata;
3. Siyasah Maliyyah , disebut juga politik keuangan dan moneter.
Membahas sumber-sumber keuangan negara, pos-pos pengeluaran dan
belanja negara, perdagangan internasional, kepentingan/hak-hak publik,
pajak, dan perbankan.
C. Pengertian dan Ruang Lingkup Siyasah Dusturiyyah
Siyasah Dusturiyyah adalah bagian Fiqh Siyasah yang membahas
mengenai masalah perundang-undangan Negara. Dalam bagian ini dibahas
antara lain konsep-konsep konstitusi ( Undang-Undang Dasar Negara dan
sejarah lahirnya perundang-undangan dalam suatu Negara ), legislasi (
bagaimana cara perumusan Undang-Undang ), lembaga demokrasi dan syura
merupakan pilar penting dalam perundang-undangan tersebut. Disamping itu,
kajian ini juga membahas mengenai konsep Negara hukum dalam siyasah dan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
27
hubungan timbal balik antara pemerintahan dan warga Negara serta hak-hak
warga Negara wajib untuk dilindungi.10
Kata dusturi berasal dari bahasa Persia yang semula artinya adalah
seseorang yang memiliki otoritas, baik dalam bidang politik maupun agama.
Dalam perkembangan selanjutnya, kata ini digunakan untuk menunjukan
anggota kependetaan (Pemuka agama) Zoroaster (Majusi).11
Setelah
penyerapan ke dalam bahasa arab, kata dustur berkembang pengertiannya
menjadi asas, dasar, atau pembinaan.
Menurut istilah, dustur berarti kumpulan kaidah yang mengatur dasar
dan hubungan kerja sama antara sesama anggota masyarakat dalam sebuah
Negara, baik yang tertulis (Konvensi) maupun tertulis (Konstitusi). Kata
dustur juga sudah diserap kedalam bahasa Indonesia, yang salah artinya
adalah Undang-Undang dasar suatu Negara.12
Menurut ‘Abdul Wahhab
Khallaf, prinsip-prinsip yang diletakkan islam dalam perumusan Undang-
Undang Dasar ini adalah jaminan atas Hak Asasi Manusia setiap anggota
masyarakat dan persamaan kedudukan semua orang dimata hukum, tanpa
membeda-bedakan statifikasi sosial, kekayaan, pendidikan, dan agama.
Oleh sebab itu kata ‚dustur‛ sama dengan ‚constitution‛ dalam
bahasa Inggris, atau Undang-Undang Dasar dalam bahasa Indonesia. Kata
10 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah, ( Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007 ), 177. 11 Ibid., h178. 12 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta: Balai Pustaka, 2003 ),
281.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
28
‚Dasar‛ dalam bahasa Indonesia tersebut tidak menutup kemungkinan
berasal dari kata ‚dustur‛. Dengan demikian Siyasah Dusturiyah adalah
bagian dari Fiqh Siyasah yang membahas mengenai masalah perundang-
undangan Negara agar sejalan dengan nilai-nilai syariat.
Dalam buku Fiqh Siyasah karangan J. Suyuthi Pulungan13
definisi
dari Siyasah Dusturiyah adalah siyasah yang berhubungan dengan peraturan
dasar tentang bentuk pemerintahan dan batasan kekuasaan, cara pemilihan
(kepala Negara), batasan kekuasaan lazim bagi pelaksanaan urusan umat, dan
ketetapan hak-hak wajib bagi individu dan masyarakat, serta hubungan
antara penguasa dan rakyat.
Prof. H. A. Dzajuli menyebutkan bahwasanya sumber fiqh dusturi ada
lima yakni:
1. Al-Quran al-Karim
2. Hadist, terutama hadist-hadist yang berhubungan dengan imamah, dan
kebijakan Rasulullah SAW dalam menerapkan hukum, namun yang
bersifat teknis ada kemungkinan telah banyak berubah akibat kemajuan
ilmu dan teknologi yang pesat.
3. Kebijakan-kebijakan khulafa Al Rasyidin didalam mengendalikan
pemerintahan, meskipun berbeda satu sama lain namun tujuannya sama
yakni kemaslahatan rakyat.
13 J. Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997 ), 40.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
29
4. Ijtihad para ulama seperti Al Maqasid al-sittah ( 6 tujuan hukum islam )
yaitu hifdh al din ( memelihara agama ), hifdh al nafs ( memelihara jiwa
), hifdh al aal ( memelihara akal ), hifdh al mal ( memelihara harta ),
hifdh al nash ( memelihara keturunan ), hifdh al ummah ( memelihara
umat ).
5. Adat istiadat suatu bangsa yang tidak bertentangan dengan prinsip-
prinsip Al-Quran dan Hadist.
Lebih lanjut Atjep Jazuli mempetakan bidang Siyasah Dusturiyah
menyangkut persoalan; 1) imamah, hak dan kewajiban; 2) rakyat, hak dan
kewajibannya; 3) bai’at; 4) waliyu al-‘ahdi; 5) perwakilan; 6) Ahlul Halli wa
al-‘Aqdi; 7) wizarah dan perbandingannya..14
Selain itu ada yang berpendapat bahwa, kajian dalam bidang Siyasah
dusturiyah itu dibagi empat macam yaitu:15
1. Konstitusi
Dalam konstitusi dibahas sumber-sumber dan kaedah perundang-
undangan disuatu Negara, baik berupa sumber material, sumber sejarah,
sumber perundang-undangan maupun penafsiran. Inti sumber konstitusi
ini adalah peraturan antara pemerintah dan rakyat. Pembentukan
Undang-Undang Dasar tersebut harus mempunyai landasan yang kuat,
supaya mampu mengikat dan mengatur semua masyarakat. Penafsiran
14 Imam Amrusi Jailani, dkk., Hukum Tata Negara Islam, ( Surabaya: IAIN Press, 2011 ), 25. 15 Ibid, 25-27.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
30
Undang-Undang merupakan otoritas ahli hukum yang mampu
menjelaskan hal-hal tersebut. Misalnya Undang-Undang Dasar 1945.
2. Legislasi
Legislasi atau kekuasaan legislatif. Disebut juga al-sultah al-
tashri’iyyah, maksudnya adalah kekuasaan pemerintah islam dalam
membentuk dan menetapkan hukum. Kekuasaan ini merupakan salah
satu kewenangan atau kekuasaan pemerintah islam dalam mengatur
masalah kenegaraan. Disamping itu kekuasaan lain seperti al-sulthah al-
tanfidziyyah; kekuasaan eksekutif dan al-sultah al-qadhaiyyah;
kekuasaan yudikatif.
Tiga kekuasaan tersebut yaitu legislatf, eksekutif, dan yudikatif
yang secara imbang menegangkan teori demokrasi. Unsur-unsur legislasi
dalam Fiqh Siyasah dapat dirumuskan sebagai berikut: a). pemerintah
sebagai pemegang kekuasaan untuk menetapkan hukum yang akan
diberlakukan didalam masyarakat islam; b). masyarakat islam yang akan
melaksanakan; c). isi peraturan atau hukum yang sesuai dengan nilai
dasar syariat islam.
3. Ummah
Dalam konsep islam ummah diartikan dalam empat macam yaitu
a). bangsa, rakyat, kaum yang bersatu padu atas dasar iman/sabda
Tuhan; b). penganut suatu agama atau pengikut nabi; c). khalayak
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
31
ramai; d). umum, seluruh umat manusia. Orientalis barat menganggap
kata ummah tidak memiliki kata-kata yang sebanding dengannya, bukan
nation (Negara) atau nation state (Negara-kebangsaan) lebih mirip
dengan community (komunitas).
Makna ummah lebih jauh dari itu, Abdul Rasyid kemudian
membandingkan antara nasionalisme dan ummah.
a. Ummah menekankan kesetiaan manusia karena sisi
kemanusiaannya, sedangkan nasionalisme hanya kepada Negara
saja.
b. Legitimasi nasionalisme adalah Negara dan institusi-intitusinya,
sedangkan ummah adalah syariah.
c. Ummah diikat dengan tawhid ( keesaan Allah SWT ), adapun
nasionalisme berbasis etnik, bahasa, ras dan lain-lain.
d. Ummah bersifat universal, sedangkan nasionalisme didasarkan
teritorial.
e. Ummah berkonsep persaudaraan kemanusiaan, adapun
nasionaisme menolak kesatuan kemanusiaan.
f. Ummah menyatukan umat seluruh dunia islam, sedangkan
nasionalisme memisahkan manusia pada bentuk Negara-negara
kebangsaan.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
32
4. Shura atau demokrasi
Kata Shura berasal dari akar kata Shawara- mushawaratan,
artinya mengeluarkan madu dari sarang lebah. Kemudian dalam
istilah di Indonesia disebut musyawarah. Artinya segala sesuatu yang
diambil/dikeluarkan dari yang lain (dalam forum berunding) untuk
memperoleh kebaikan.
Format musyawarah dan obyeknya yang bersifat teknis,
diserahkan kepada umat islam untuk merekayasa hal tersebut
berdasarkan kepentingan dan kebutuhan. Menurut Quraish Shihab,
orang yang diajak musyawarah, sesuai hadist Nabi disaat memberi
nasihat kepada Ali:
‚Hai ‘Ali, jangan musyawarah dengan penakut, ia akan
mempersulit jalan keluar. Jangan dengan orang bakhil, karena dapat
menghambat tujuanmu. Jangan dengan orang yang ambisi, karena
akan menutupi keberukan. Wahai ‘Ali sesungguhnya takut, bakhil,
dan ambisi adalah bawaan yang sama, itu semua bersumber kepada
buruk sangka kepada Allah SWT. Demokrasi, berasal dari bahasa yunani demos artinya rakyat,
kratein berarti pemerintahan. Kemudian dimaknai kekuasaan tertinggi
dipegang oleh rakyat. Abraham Lincoln selanjutnya mengartikan
demokrasi adalah bentuk kekuasaan yang berasal dari rakyat, oleh
rakyat, untuk rakyat. Ciri ini mensyaratkan adanya partisipasi rakyat
untuk memutuskan masalah serta mengontrol pemerintah yang
berkuasa.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
33
Menurut Sadek J. Sulaiman, demokrasi memiliki prinsip
kesamaan antara seluruh manusia, tidak ada diskriminasi berdasarkan
ras, suku, gender, agama ataupun status sosial.
Kekuasaan (Sultah ) dalam Negara Islam, Abdul Wahab
Khallaf membaginya menjadi tiga bagian, yaitu:16
1. Lembaga legislatif (Sultah Tashri’iyah ), lembaga ini adalah
lembaga Negara yang menjalankan kekuasaan untuk membuat
Undang-Undang.
2. Lembaga eksekutif (Sultah Tanfiziyyah), lembaga ini adalah
lembaga Negara yang berfungsi menjalankan Undang-Undang.
3. Lembaga yudikatif (Sultah Qada>’iyyah), lembaga ini adalah
lembaga Negara yang menjalankan kekuasaan kehakiman.
Sedangkan menurut Abdul Kadir Audah, kekuasaan dalam
Negara islam itu dibagi menjadi lima bidang, artinya lima kekuasaan
dalam Negara islam, yaitu:
1. Sultah Tanfidhiyyah (Kekuasaan penyelenggara Undang-
Undang).
2. Sultah Tashri>’iyyah (Kekuasaan pembuat Undang-Undang).
3. Sultah Qada>’iyyah ( Kekuasaan kehakiman).
4. Sultah Ma>liyah (Kekuasaan keuangan).
16 Ibid, 29.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
34
5. Sultah Muraqabah wa Taqwin (Kekuasaan pengawasan
masyarakat).
D. Obyek Kajian Siya>sah Dustu>riyyah
Siya>sah Dustu>riyyah adalah bagian dari fiqh siyasah yang membahas
masalah perundang-undangan Negara. Dalam hal ini juga dibahas antara lain
konsep-konsep konstitusi (Undang-Undang Dasar dan sejarah lahirnya
perundang-undangan dalam suatu Negara), legislasi (bagaimana cara
perumusan Undang-Undang), lembaga demokrasi dan syura yang merupakan
pilar penting dalam perundang-undangan tersebut. Disamping itu kajian ini
juga membahas konsep Negara hukum dalam siyasah dan hubungan timbal
balik antara rakyat dan pemimpin serta hak-hak warga Negara wajib
dilindungi.
Suyuthi pulungan menuliskan bahwasanya obyek kajian fiqh siyasah
adalah mengkhususkan diri pada bidang muamalah dengan spesialisasi segala
ihwal dan seluk beluk tata pengaturan Negara dan pemerintahan.17
sedangkan
obyek kajian Siyasah Dusturiyah adalah membuat peraturan dan perundang-
undangan yang dibutuhkan guna untuk mengatur Negara sesuai dengan
pokok-pokok ajaran agama.
Dalam hal bernegara tentu ada istilah yang disebut dengan
lembaga perwakilan rakyat, adanya lembaga ini untuk mewakili rakyat
17 J. Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997 ), 27.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
35
salah satu tugasnya yaitu menampung aspirasi rakyatnya. Dalam Islam
konsep lembaga perwakilan rakyat dibagi menjadi tiga yakni Imamah,
Ahl Ahlu al-Halli wa al-‘Aqdi, dan Wizarah.
1. Imamah
Dalam studi fiqh siyasah, imamah seringkali dihubungkan dengan
khalifah atau amir. Istilah ini memberikan pengertian bahwa hal itu
merupakan istilah kepemimpinan tertinggi dalam Islam. Ibnu Khaldun
memberikan rumusan bahwa institusi imamah atau khalifah mempunyai
tugas untuk mewujudkan kemaslahatan berdimensi ganda (dunia akhirat)
serta kemampuan untuk menghindarkan umat dari kerusakan.18
Sementara Ibnu Taimiyah berpandangan bahwa imamah adalah sebuah
lembaga yang menyuarakan nilai ketuhanan dan tujuan umum syariat
serta penerus bagi misi kenabian agar tercapai kemaslahatan di dunia dan
diakhirat bagi bangsa atau umat yang dipimpin.19
Dari beberapa batasan
tersebut maka institusi imamah membutuhkan instrumen pendukung
antara lain:
1. Al-Siyasah atau sistem.
2. Tasarruf atau kebijakan yang terstruktural
3. Mas’uliyyah atau tanggungjawab
18 Hasyim Abbas, Presiden Perempuan Perspektif Hukum Islam ( Yogyakarta: Kutub, 2004 ), 8. 19 Ibid, 9.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
36
4. Ba’iah ‘Ammah atau kepatuhan umat dalam hubungan saling
membutuhkan
Sejalan dengan pandangan Ibnu Taimiyah, M. Iqbal menulis
pernyataan; Abdul Qadir Audah yang mendefinisikan bahwa imamah
adalah kepemimpinan umum umat Islam dalam masalah-masalah
keduniaan dan keagamaan untuk menggantikan Nabi Muhammad SAW
dalam rangka menegakkan nilai keagamaan dan memelihara segala yang
wajib dilaksanakan oleh umat islam.20
2. Wizarah
Wizarah merupakan aspek penting dalam struktur pemerintah
islam yang membantu menyelesaikan tugas kepala Negara. Orang yang
bertugas untuk melaksanakan tugas-tugas kenegaraan itu disebut wazir.
Dalam perjalanan sejarah islam ketika Nabi Muhammad SAW menjadi
kepala Negara maka orang-orang yang bertugas membantu tugas
kenegaraan itu adalah para sahabat senior seperti Abu Bakar, Umar,
Utsman, dan Ali.
Praktek dan sistem semacam ini berlanjut pada masa Bani
Abbasiyah dan Bani Umayyah. Dimasa ini para wazir mempunyai peran
sebagai kepanjangan tangan khalifah. Oleh karenanya seorang wazir
punya wewenang untuk mengkoordinir departemen (diwan ) seperti
20 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah, ( Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007 ), 130.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
37
departemen pertahanan ( diwan al-jaisy ), departemen perpajakan ( diwan
al-kharj ), dan departemen keuangan ( diwan bait al-mal ).21
Al-Mawardi dalam bukunya al-Ahkam al-Sultaniyyah membagi wazir
kedalam dua bentuk. Pertama; wazir tafwid yaitu wazir yang memiliki
kekuasaan luas memutuskan berbagai kebijaksanaan kenegaraan. Ia juga
merupakan kordinator kepala-kepala departemen. Wazir ini bisa
dikatakan seperti perdana menteri. Karena besarnya kekuasaan wazir
tafwid ini, maka orang yang menduduki jabatan ini merupakan orang-
orang kepercayaan khalifah. Kedua; wazir tanfidh, yaitu wazir yang
hanya bertugas sebagai pelaksana terhadap kebijaksanaan yang digariskan
oleh wazir tafwid. Ia tidak punya wewenang untuk menentukan
kebijaksanaannya sendiri.22
3. Ahlu al-Halli wa al-‘Aqdi
Al Mawardi menyebutkan ahl, Ahlu al-Halli wa al-‘Aqdi dengan
al ikhtiyar, karena merekalah yang berhak memilih khalifah. Adapun Ibn
Taimiyah menyebutkan dengan ahlul-syawkah. Sebagian lagi
menyebutkan ahl al-Syura atau al-Ijma sementara al Baghdadi
menamakan mereka dengan Al-Ijtihad. Namun semuanya mengacu pada
pengertian ‚sekelompok anggota masyarakat yang mewakili umat
21 Ibid, 89. 22 Al-Mawardi, Al-Ahkam al-Sultaniyyah, ( Beirut: Dar al-Fikr ), 22.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
38
(rakyat) dalam menentukan arah dan kebijaksanaan pemerintahan demi
tercapainya kemaslahatan hidup mereka‛.23
Keberadaan Ahlu al-Halli wa al-‘Aqdi ini mempunyai tugas dan
wewenang diantaranya adalah bermusyawarah dalam perkara umum
kenegaraan, mengeluarkan Undang-Undang yang berkaitan dengan
kemaslahatan dan tidak bertentangan dengan dasar-dasar syariat islam
terutama Al-Quran dan Hadist serta sunnah dan melaksanakanperan
konstitusional dalam memilih pemimpin tertinggi dalam hal ini Imamah
atau Khalifah.
Dalam konteks saat ini keberadaan Ahlu al-Halli wa al-‘Aqdi
dapat dikatakan sama dengan badan legislative karena dapat dilihat dari
persamaan tugas dan wewenang yang dimiliki yaitu sama-sama membuat
peraturan perundang-undangan untuk kemaslahatan umat. Maka dari itu
untuk mengetahui lebih lanjut mengenai Ahlu al-Halli wa al-‘Aqdi akan
penulis paparkan di sub bab berikutnya.
E. Pengertian Ahlu al-Halli wa al-‘Aqdi
Istilah ini dirumuskan oleh para ulama fikih untuk sebutan bagi
orang-orang yang bertindak sebagai wakil umat untuk menyuarakan hati
nurani mereka. Ahlu al-Halli wa al-‘Aqdi dapat diartikan dengan ‚orang-
orang yang mempunyai wewenang untuk melonggarkan dan mengikat‛.
23 Ibid, 5.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
39
Dengan kata lain, Ahlu al-Halli wa al-‘Aqdi adalah lembaga perwakilan yang
menampung dan menyalurkan aspirasi atau suara masyarakat. Ahlu al-Halli
wa al-‘Aqdi juga disebut oleh Al-Mawardi sebagai ahl al-ikhtiyar ( golongan
yang berhak memilih ).24
Istilah yang lebih populer dipakai pada awal pemerintahan islam
tentang hal ini adalah ahl al-shura, semuanya mengacu pada pengertian
‚sekelompok anggota masyarakat yang mewakili umat dalam menentukan
arah dan kebijaksanaan pemerintahan demi tercapainya kemaslahatan hidup
mereka‛.25
Sedangkan Ibnu Taimiyah menyebutnya dengan al-shawqah.26
Ibnu
Taimiyah mengembangkan konsep al-shawqah dalam teori poltiknya.
Menurutmya, ahl al-shawqah adalah orang-orang yang berasal dari berbagai
kalangan dan profesi dan mempunyai kedudukan terhormat dimasyarakat.
Mereka menjadi semacam tempat untuk bertanya bagi masyarakat dan
ucapan mereka menjadi ‚kata putus‛ bagi masyarakat tersebut.
Secara substansional mayoritas ulama mempunyai pemahaman yang
sama tentang definisi dari Ahlu al-Halli wa al-‘Aqdi, diantara yaitu:27
1. Sekelompok orang memilih imam atau kepala Negara. Istilah lain dari
Ahlu al-Halli wa al-‘Aqdi adalah Ahl al-ijtihad dan ahl al-khiyar.
24 Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam, ( Jakarta: Amzah, 2005 ), 66-67. 25 Muhammad Iqbal, Fikih Siyasah, ( Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001 ), 138. 26 Ibid,. 139-140 27 Jubair Situmorang, Politik Ketatanegaraan dalam Islam, ( Bandung: Pustaka Setia, 2012 ), 255.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
40
2. Orang-orang yang mempunyai wewenang untuk melonggarkan dan
mengikat. Istilah ini dirumuskan oleh ulama fiqh untuk sebutan bagi
orang-orang yang berhak sebagai wakil umat untuk menyuarakan hati
nurani rakyat.
3. Orang-orang yang mampu menemukan penyelesaian terhadap masalah-
masalah yang muncul dengan memakai metode ijtihad. Orang
berpengalaman dengan urusan masyarakat, yang melaksanakan
kepemimpinan sebagai kepala keluarga, suku atau golongan.
4. Ahlu al-Halli wa al-‘Aqdi adalah para ulama, para kepala, para pemuka
masyarakat sebagai unsur-unsur masyarakat yang berusaha mewujudkan
kemaslahatan masyarakat.
5. Kumpulan orang dari berbagai profesi dan keahlian yang ada dalam
masyarakat, yaitu para amir, hakim, ulama, militer dan semua penguasa
dan pemimpin yang dijadikan rujukan oleh umat dalam masalah
kebutuhan dan kemaslahatan publik.
Dari uraian definisi menurut tokoh ulama diatas dapat disimpulkan
bahwa Ahlu al-Halli wa al-‘Aqdi adalah sebuah lembaga perwakilan yang
menampung dan meyalurkan aspirasi atau suara masyarakat yang terdiri dari
berbagai kalangan dan profesi. Adapun praktek dari lembaga ini pernah
ditunjukkan oleh Sayyidina Umar dengan mengangkat enam orang sahabat
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
41
senior yang melakukan musyawarah untuk menentukan siapa nnti yang akan
menggantikan sebagai khalifah setelah beliau wafat.
Pada saat itu memang Ahlu al-Halli wa al-‘Aqdi belum terlembaga
sendiri. Namun dalam prakteknya para sahabat tersebut telah menjalankan
tugasnya sebagai ‚wakil rakyat‛ dalam menentukan arah kebijakan Negara
dan pemerintahan. Dari perjalanan historis tersebut para ulama siyasah
merumuskan tentang Ahlu al-Halli wa al-‘Aqdi. Menurut meraka para
khalifah telah melakukan empat cara pemilihan yang berbeda, dipilih oleh
pemuka umat islam untuk menjadi kepala Negara dan selanjutnya pemilihan
ini diikuti dengan sumpah setia ( baiat ) oleh seluruh umat islam terhadap
khalifah terpilih.28
F. Tugas Ahlu al-Halli wa al-‘Aqdi
Adapun tugas Ahlu al-Halli wa al-‘Aqdi disamping itu punya hak
pilih, menurut ridha juga berhak menjatuhkan khalifah jika terdapat hal-hal
yang mengharuskan pemecatannya.29
Berikut adalah tugas dari Ahlu al-Halli
wa al-‘Aqdi yaitu:30
1. Memilih dan membaiat pemimpin.
2. Mengarahkan kehidupan masyarakat kepada maslahat.
28 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah, ( Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007 ), 138. 29 J.Suyuthi Pulungan, Fikih Siyasah, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997 ), 71. 30 Djazuli, Fikih Siyasah, ( Jakarta: Prenada Media Group. Cetakan 3, 2003 ), 76.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
42
3. Membuat Undang-Undang yang mengikat seluruh umat didalam hal-
hal yang tidak diatur secara tegas oleh Al-Quran dan Hadist.
4. Mengawasi jalannya pemerintahan.
Tugas Ahlu al-Halli wa al-‘Aqdi juga bermusyawarah dalam perkara-
perkara umum kenegaraan, mengeluarkan Undang-Undang yang berkaitan
dengan kemaslahatan umat dan tidak bertabrakan dengan suatu dasar dari
dasar-dasar syariat islam yang baku dan melaksanakan peran konstitusional
dalam memilih pemimpin. Tetapi tugas mereka juga mencakup melaksanakan
peran pengawasan yang dilakukan oleh rakyat terhadap pemerintah dan
penguasa untuk mencegah mereka dari tindakan pelanggaran terhadap hak-
hak Allah SWT.31
G. Wewenang Ahlu al-Halli wa al-‘Aqdi
Setiap lembaga pasti mempunyai wewenang yang seharus
dipergunakan dengan baik oleh lembaga tersebut, begitu juga dengan Ahlu
al-Halli wa al-‘Aqdi, berikut wewenangnya:32
1. Ahlu al-Halli wa al-‘Aqdi adalah pemegang kekuasaan tertinggi yang
mempunyai wewenang untuk memilih dan membaiat imam.
2. Ahlu al-Halli wa al-‘Aqdi mempunyai wewenang mengarahkan
kehidupan masyarakat kepada maslahat.
31 Imam Amrusi Jailani, dkk., Hukum Tata Negara Islam, ( Surabaya: IAIN Press, 2011 ), 173-174. 32 Ibid, 174.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
43
3. Ahlu al-Halli wa al-‘Aqdi mempunyaim wewenang membuat Undang-
Undang yang mengikat kepada seluruh umat didalam hal-hal yang tidak
diatur tegas didalam Al-Quran dan Hadist.
4. Ahlu al-Halli wa al-‘Aqdi tempat konsultasi imam didalam menetukan
kebijakan.
5. Ahlu al-Halli wa al-‘Aqdi mengawasi jalannya pemerintahan.
H. Syarat Laki-Laki dan Hak Politik Perempuan
Kita sering mendengar syarat ‚Laki-Laki‛ dalam kewenangan pada
pembahasan-pembahasan para ulama fikih terdahulu dan sekarang, dengan
beragam perbedaan seputar masalah itu. Sebagaimana syarat itu dalam
kewenangan peradilan. Namun, mayoritas mensyaratkan ‚Laki-Laki‛ dalam
kepemimpinan besar berdasarkan nash hadist yang berbunyi: Tidak akan
beruntung suatu kaum, jika mengurusi perkara mereka itu perempuan.33
Diantara dalil yang paling jelas bahwa Islam tidak mengakui prinsip
persamaan antara perempuan dengan laki-laki dalam hak-hak politik, yang
diantaranya hak dalam memilih dan hak untuk dipilih sebagai anggota legislatif:
1. Firman Allah SWT:
ه ب عضهم عل ى ب عض وبا اموالم من ان فقوا الريجال ق وامون على النيساء با فضل الل
ت لح فظ ت ق نت ت فالص فعظوهن نشوزهن تاف ون وال ت الل ه حفظ با ليلغيب ح
33 Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam, (Jakarta : Amzah, 2005), 122.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
44
غوا فل اطعنكم فان واضرب وهن المضاجع ف روهن واهج ه ان سبيل عليهن ت ب الل
ر كان عليا كبي
‚Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah
telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain
(perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah
dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka
yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak
ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan
yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat
kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang),
dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu,
maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya.
Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar". (QS. An-Nisa’ (4): 34)
Dewan legislatif menempati tempat ‚pemimpin‛ diseluruh Negara,
sebab dewan ini yang memegang kemudi.
Al-Maududi berkata: ‚Sesungguhnya Alquran tidak membatasi
kepemimpinan laki-laki atas perempuan di dalam rumah, dan memimpin
sebuah Negara lebih berbahaya dan lebih besar tanggung jawabnya
dibandingkan sebuah rumah. Dengan demikian, tertolaklah pendapat yang
mengatakan bahwa ketentuan hukum dalam ayat itu berhubungan dengan
kehidupan berumah tangga, tidak dengan politik sebuah Negara.34
34 Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam, ( Jakarta: Amzah, 2005 ), 123.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
45
Dalil selanjutnya, terkait dengan apa yang dikemukakan oleh Al-
Maududi, firman Allah SWT:
وة وق رن ف ب ي وتكن ول ت ب رجن ت ب رج الاهلية الول واقمن الصل وة وا تي الزك
ه ورسوله ا واطعن الل ركم ل الل ه يريد ان يذهب عنكم الريجس اهل الب يت ويطهي
را تطهي
‚Dan hendaklah kamu (wanita) tetap dirumahmu, dan
janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-
orang jahiliyah yang terdahulu‛. (QS. Al-Ahzab (33): 33).
2. Sabda Nabi Muhammad SAW. Dalam sebuah hadist shahih: tidak
akan beruntung suatu kaum, jika yang mengatur urusan mereka
adalah perempuan.
Hadist ini sangat sering diucapkan oleh mereka berpendapat bahwa
Islam tidak menyetujui persamaan perempuan dan laki-laki dalam
hak-hak politik, ditambah dengan dalil-dalil lainnya.
Diantara ulama itu adalah Ibnu Hazim, Dia berkata: ‚Boleh saja
perempuan memegang suatu hukum (wewenang), dan ini juga
dikatakan oleh Imam Abu Hanifah, jika ada yang berkata: ‚Bukankah
Rasulullah SAW telah bersabda: Tidak akan beruntung suatu kaum
yang memberikan wewenang untuk mengatur urusan kepada seorang
perempuan. Maka kami akan menjawab: ‚Beliau mengatakan itu
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
46
dalam perkara umum, yakni perkara kekhalifaan. Buktinya adalah
sabda Rasulullah SAW: Perempuan (istri) adalah orang yang diberi
wewenang atas harta suaminya, dan akan diminta pertanggung
jawaban tentang kewenangannya itu.
Ulama-ulama madzab Maliki juga membolehkan perempuan menjadi
orang yang diwasiatkan dan orang yang diwakili, dan tidak ada nash
yang melarang perempuan untuk memimpin atau mengatur urusan-
urusan.Ath-Thabari berkata : ‚perempuan boleh menjadi hakim secara
mutlak dalam segala hal.‛ Jika pendapat-pendapat para ulama fikih
berbeda-beda seputar keabsahan perempuan ikut serta bersama laki-
laki dalam mengerjakan urusan-urusan politik dan pengaturan
perkara-perkara Negara berdasarkan dalil-dalil dalam Alquran dan
Sunnah, itu karena dalil-dalil tersebut adalah dalil-dalil zhanni ( tidak
pasti dan tidak baku ) yang mengandung beberapa pemahaman
berbeda. Hal semacam ini memang ada secara syara’ dan logika.
Imam Abu Hanifah membolehkan perempuan memimpin suatu
peradilan dalam beberapa keadaan. Memimpin peradilan adalah suatu
wewenang. Imam Abu Hanifah juga berkata setelah itu: ‚Inilah
pendapat yang jelas dari mazhab, dan sebagaimana dikatakan oleh
Syaikh Musthafa As-Siba’i: ‚ Sedangkan tugas-tugas lain – selain
wewenang umum tertinggi- maka tidak ada dalam islam larangan bagi
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
47
perempuan untuk memimpin, sebab adanya kesempurnaan
kemampuannya.
Perlu adanya penjelasan mengenai hadis Rasulullah SAW yang
berbunyi: Tidak akan beruntung suatu kaum, jika yang mengurusi urusan
mereka adalah perempuan. Hadist ini termasuk hadist-hadist ahad ( hadis
yang hanya diriwayatkan dengan satu riwayat ) yang mempunyai bentuk
kalimat yang tidak jelas ( zhanni ). Hadist ini disabdakan bertepatan dengan
satu kejadian historis tertentu, yakni ketika sampai kepada Rasulullah SAW
berita bahwa Persia yang saat itu dalam krisis politik dan dekadensi moral
yang saat itu diperintah oleh seorang ratu yang otoriter dan kejam.
Pertentangan-pertentangan kekuasaan sampai pada batas perang saudara
terus terjadi, sementara peperangan mereka dengan bangsa arab belum
berakhir.35
Mereka menyerahkan perkara kepemimpinan dan kerajaan mereka
kepada anak perempuan kisra, karena berpegang dengan khayalan-khayalan
paganisme, bukan bedasarkan pendapat dan musyawarah, hadist ini
gambaran bagi keadaan Persia yang sedang krisis, juga merupakan firasat
hati dalam ketentuan Ilahi berdirinya sebuah Negara dan kehancurannya.
Hadist ini merupakan pemberitahuan perihal suatu keadaan dan bukan
Undang-Undang ( Hukum ) yang umum dan lazim. Sesuai dengan petunjuk
35 Ibid, 130.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
48
fikih hadist. Maka, disana ada beberapa indikasi yang membolehkan
pengalihan makna dari makna lahirnya atau mengalihkan keumumannya
menjadi khusus.
Mengangkat seorang pemimpin termasuk perkara politik yang tidak
ada nash-nya secara jelas, apalagi menyatakan larangan mengangkat
perempuan menjadi pemimpin jika dia memiliki syarat-syarat menjadi
pemimpin. Adapun yang diperintahkan adalah menyerahkan perkara kepada
ahlinya dan mendahulukan orang yang lebih kompeten daripada yang kurang
berkompeten, kecuali ada penegah yang bisa disahkan.
Allah SWT berfirman:
ن ت ال ه يأمركم ان ت ؤدوا الم تكموا ان الناس ب ي حكمتم واذا اهلها ى ان الل
بالعدل ه نعما يعظكم به عا كان الل ه ان ان الل ي را س بصي
‚Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan ( menyuruh kamu ) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan
dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-
baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat. (QS. An-Nisa’ (4): 58).
Ibnu Hazm berkata: ‚ Ayat ini ditujukan dengan keumumannya
kepada laki-laki dan perempuan.‛
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
49
Perlu disinggung juga bahwa hukum tentang pengangkatan
perempuan menjadi pemimpin yang tersebut dalam hadist diatas dan apa
yang dipahami oleh para ulama bahwa hadist ini menyatakan larangan
menjadikan perempuan sebagai pemimpin, masih dipertimbangkan. Sebab
pijakan pengeluaran hukum itu menurut kamu bukan pada pengangkatan
perempuan menjadi pemimpin, melainkan rusaknya sistem hukum pada
mereka ( penduduk Persia ) dan tidak menyampaikan amanah kepada orang
yang berhak menerimanya juga tidak menetapkan hukum antara manusia
dengan adil, serta mnyerahkan perkara mereka kepada perempuan yang tidak
layak menjadi pemimpin, mereka memilih anak perempuan kisra untuk
menjadi pemimpin setelah kematian bapaknya. Inilah sebab tidak
beruntungnya kaum yang disebutkan dalam hadist.36
36 Ibid, 132.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
50
BAB III
KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM DAFTAR BAKAL CALON
LEGISLATIF PEMILU 2019 MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 7
TAHUN 2017
A. Keterwakilan Perempuan Dalam Calon Legislatif
Bangsa Indonesia adalah Negara hukum yang dimana segala aspek
berwarga Negara telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945, tetapi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tidak secara tegas menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum,
kecuali itu penyebutannya hanya ada pada bagian penjelasan umum tentang
‚Sistem Pemerintahan Negara ‚ yang menyatakan bahwa ‚ Negara Indonesia
berdasar atas hukum (rechtsstaat ), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (
Machtsstaat ).
Penjelasan Undang-Undang Dasar tahun 1945 ini, dinyatakan tidak
berlaku lagi oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Sehingga keterangan tentang Negara hukum ini lalu kemudian diadopsi kedalam
batang tubuh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945,
dipertegas dalam pasal 1 angka (3) dengan menyatakan bahwa ‚ Indonesia
adalah Negara hukum ‚. Dalam penjabarannya, prinsip Negara hukum ini
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
51
pereumusannya lebih netral jika dibandingkan dengan penjelasan Undang-
Undang Dasar tahun 1945.
Dengan status Negara hukum tersebut Indonesia untuk mengatasi
permasalahan khususnya tentang kesetaraan warga Negara dimata hukum antara
kaum laki-laki dang kaum perempuan dengan diaturnya didalam Undang-
Undang Negara Republik Indonesia pada pasal:1
Pasal 27
(1) Segala warga Negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
(2) Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan.
(3) Setiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam pembelaan
Negara
Adapun pasal didalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia
yang dimana penjelasaannya tersebut tentang tidak ada bedanya kaum laki-
laki dan kaum perempuan, yaitu terdapat pada pasal :2
Pasal 28C
(1) Setiap orang berhak mengembangankan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan memperoleh manfaat
dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan
haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan
negaranya.
1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
52
Pasal 28D
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan
hukum.
(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan
perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
(3) Setiap warga Negara berhak memperoleh kesempatan yang sama
dalam pemerintahan.
(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
Dengan begitu sudah tidak ada lagi ketimpangan gender antara untuk
hak-hak kaum laki-laki dan kaum perempuan semua sama dimata hukum
khusus terhadap hak untuk mendapatkan kehidupan yang layak seperti dalam
hal politik, yaitu untuk mengisi bangku-bangku didalam lembaga legislatif,
perempuan mempunyai hak untuk itu.
Kemendagri mempunyai rekomendasi dalam mewujudkan 30%
keterwakilan perempuan di legislatif. Pertama; diperlukannya dukungan dari
semua pihak dalam mewujudkan 30% keterwakilan perempuan dilegislatif.
Kedua; keterwakilan perempuan dikepengurusan partai politik agar diberi
pembekalan secara makro hingga detail. Pembekalan secara detail
dilaksanakan melalui orientasi dan pendalaman tugas.3
Setelah empat kali pemilu dilaksanakan secara demokratis, perolehan
kursi perempuan diparlemen tingkat nasional ( DPR RI ) masih belum
3 https://www.kemenkopmk.go.id/artikel/peningkatan-keterwakilan-perempuan-pada-lembaga-
legislatif, Diakses pada tanggal 16 mei 2018 pada pukul 18.17.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
53
menembus angka 20%. Pada pemilu 2014 kursi perempuan diparlemen 97
orang atau 17,3% dari 560 orang.4 Dalam hal ini partai politik juga harus
memperhatikan keterwakilan perempuan sebanyak 30% dalam daftar calon
anggota legislatif.
Sebagaimana telah tercantum didalam Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2017 Tentang Pemilu pada pasal 245 yang berbunyi:5
‚Daftar bakal calon sebagaimana dimaksud dalam pasal 243 memuat
keterwakilan perempuan paling sedikit 30% ( tiga puluh persen )‛.
Dalam hal tersebut perlu ditingkatkan untuk keterwakilan perempuan
tersebut. dalam meningkatkan partisipasi politik perempuan sangat
ditentukan oleh partai politik yang bersangkutan, sehingga reformasi dilevel
partai politik merupakan langkah strategis dalam meningkatkan partisipasi
perempuan dalam politik. Kebijakan internal partai politik utamanya
ditingkat pusat sangat mempengaruhi posisi dan keterwakilan perempuan
dipartai politik sebagai calon legislatif, maupun anggota legislatif.
Partai politik harus lebih mempertegas mengenai keterwakilan
perempuan agar dapat meningkatnya representasi perempuan pada pemilu
2019 mendatang dengan apa yang sudah dijelas didalam Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu sebagi berikut:
4 https://www.kemenkopmk.go.id/artikel/sosialisasi-peningkatan-keterwakilan-perempuan-di-lembaga-
legislatif, Diakses pada tanggal 16 mei 2018 pada pukul 18.27. 5 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
54
Pasal 241
(1). Partai Politik peserta pemilu melakukan seleksi bakal calon anggota
DPR, DPRD Provinsi, dan DPDR Kabupaten/ kota.
(2). Seleksi bakal calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
secara domokratis dan terbuka sesuai dengan anggaran dasar, anggaran
rumah tangga, dan/atau peraturan internal Partai Politik Peserta Pemilu.
Pasal 242
(1). Ketentuan mengenai Partai Politik dilarang menerima imbalan dalam
bentuk apapun pada proses pencalonan presiden dan wakil presiden sebagai
dimaksud dalam pasal 228 berlaku secara mutatis mutandis terhadap seleksi
bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/kota.
Pasal 243
(1). Bakal calon sebagaimana dimaksud dalam pasal 241 disusun dalam
daftar bakal calon oleh partai politik masing-masing
(2). Daftar bakal calon anggota DPR ditetapkan oleh pengurus Partai Politik
peserta pemilu tingkat pusat
(3). Daftar bakal calon anggota DPRD Provinsi ditetapkan oleh pengurus
Partai Politik peserta pemilu tingkat provinsi
(4). Daftar bakal calon anggota DPRD Kabupaten/kota ditetapkan oleh
pengurus Partai Politik peserta pemilu tingkat Kabupaten/kota
Partai politik dalam pengertian modern dapat didefinisikan sebagai
suatu kelompok yang mengajukan calon-calon bagi jabatan publik untuk
dipilih rakyat sehingga dapat mengontrol atau mempengaruhi tindakan-
tindakan pemerintahan. Upaya yang dilakukan oleh Negara untuk
meningkatkan keterlibatan perempuan dilembaga legislatif adalah
memasukan prinsip kesetaraan gender.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
55
Ketentuan terkait dengan kuota 30% keterwakilan perempuan
merupakan suatu momentum yang bagus bagi kaum perempuan untuk
mempertegas hak-hak politiknya kaum perempuan melalui sistem kuota yang
dimulai di Indonesia.6 Ketentuan tersebut merupakan hal baru di Indonesia
karena mengatur keadilan gender dalam rekruitmen dan menajemen partai
politik.
Perekrutan bakal calon legislative oleh Partai politik pasti tidak lepas
dari persyaratan yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017
yang sudah direvisi:
Pasal 240
(1). Bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/kota
adalah warga Negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan:
a. telah berumur 21 ( dua puluh satu ) tahun atau lebih;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. dapat berbicara, membaca, dan/atau menulis dalam bahasa indonesia;
e. berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas, madrasah
aliyah, sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah kejuruan, atau
sekolah lain yang sederajat;
f. setia kepada pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
Bhinneka Tunggal Ika;
g. tidak perna dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindakan
pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau
6 Lies Ariany, Partispasi Perempuan Di Legislatif Melalui Kuota 30% Keterwakilan Perempuan
Diprovinsi Kalimantan Selatan, Jurnal Konstitusi, No. 1, Vol II, ( Juni, 2009 ), 47.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
56
lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada public
bahwa yang bersangkutan mantan pidana;
h. sehat jasmani, rohani, dan bebas dari penyalahgunaan narkoba;
i. terdaftar sebagai pemilih;
j. bersedia bekerja penuh waktu;
k. mengundurkan diri sebagai kepala daerah, wakil kepala daerah,
aparatur sipil Negara, anggota tentara nasional Indonesia, anggota
kepolisian Negara republik Indonesia, direksi, komisaris, dewan
pengawas dan karyawan pada badan usaha milik Negara dan/atau
badan usaha milik daerah, atau badan lain yang anggarannya
bersumber dari keuangan Negara, yang dinyatakan dengan surat
pengunduran diri yang tidak dapat ditarik lagi;
l. bersedia untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat,
notaris, pejabat pembuat akta tanah, atau tidak melakukan pekerjaan
penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan
Negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik
kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota
DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/kota sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
m. bersedia untuk tidak merangkap jabatan sebagai jabatan Negara
lainnya, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada
badan usaha milik Negara dan/atau badan usaha milik daerah serta
badan lain yang anggarannya berumber dari keuangan Negara;
n. menjadi anggota partai politik peserta pemilu;
o. dicalonkan hanya di 1 (satu) lembaga perwakilan; dan
p. dicalonkan hanya di 1 (satu) daerah pemilihan.
Hak-hak politik perempuan sampai saat ini masih merupakan masalah
krusial, selama ribuan tahun perempuan terus menerus berada dibawah
kekuasaan laki-laki dalam semua masyarakat patriarki. Kondisi tersebut
terwujud karena sebagian besar masyarakat didunia ini adalah masyarakat
patriarki. Hak politik perempuan mengisyaratkan partisipasi individu dalam
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
57
pembentukan pendapat umum, baik dalam pemilihan wakil-wakil dilembaga
legislatif atau sebagai calon legislatif. Hak-hak politik tersebut adalah:7
1. Hak untuk mengungkapkan pendapat dalam pemilihan referendum.
2. Hak untuk mencalonkan diri sebagai anggota lembaga perwakilam
rakyat.
3. Hak pencalonan menjadi presiden dan hal-hal lain yang berkaitan dengan
politik.
Hak politik adalah hak-hak yang ditetapkan dan diakui oleh Undang-
Undang atau konstitusi berdasarkan keanggotaan sebagai warga Negara. Hak
politik paling mendasar bagi warga Negara adalah hak memilih ( menentukan
pilihan ) dalam pemilu dan hak memilih dalam referendum, tidak terbatas
apakah warga Negara tersebut kedudukannya sebagai rakyat biasa ataukah
dalam kedudukannya sebagai pejabat atau petugas Negara.
Bagi kalangan feminisme, peningkatan representasi dalam politik
menjadi sangat penting, karena representasi perempuan dalam parlemen
membuka peluang terjadinya keadilan sosial dan juga ekonomi. Keterwakilan
perempuan dilegislatif sangat diperlukan guna mendorong kebijakan
pemerintah yang bernuansakan kesetaraan gender, posisi perempuan harus
diperjuangkan dalam dua ranah yaitu ranah Undang-Undang Pemilu dan
7 Sulistyo Adi Winarto, Peranan Perempuan dalam Politik dan Jabatan Publik, Jurnal Ilmiah Fakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah Jember, No. 12, Vol. 6, ( Jember, 2010 ), 120.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
58
ranah internal partai politik, regulasi saja tidak cukup tanpa adanya
dukungan dari partai politik demi mewujudkan keterwakilan perempuan pada
pemilu 2019 yang akan datang.
Masalah keterwakilan perempuan dalam politik di Indonesia menjadi
wacana yang penting dalam upaya meningkatkan partisipasi politik
perempuan. Pembicaraan mengenai keterwakilan perempuan tidak dapat
dilepaskan dari partisipasi politik perempuan secara umum. Indonesia sudah
meratifikasi konvensi CEDAW, Indonesia telah meratifikasi konvensi
tentang hak-hak politik perempuan (The Convention on Politics Rights of
Women ) pada 12 desember 1958.
Dengan meratifikasi kedua konvensi tersebut, berarti pemerintah
Indonesia memiliki kewajiban menjalankan setiap bagian dari pasal dua
konvensi itu secara maksimal, terutama yang berkaitan dengan upaya
meningkatkan keterlibatan perempuan dalam politik, tetapi realitas politik
yang ada saat ini menunjukan bahwa tingkat partisipasi perempuan dalam
politik di Indonesia masih relative rendah.
Banyak argumen yang menerangkan pentingnya keterlibatan
perempuan dalam politik, tetapi kondisi empiris juga menunjukan banyak
faktor yang menghambat partisipasi politik perempuan. Center for Asia
Pasific Women in Politics mencatat adanya dua faktor utama, yaitu: 1.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
59
Pengaruh dari masih mengakarnya peran dan pembagian gender antara laki-
laki dan perempuan yang tradisional yang membatasi atau menghambat
partisipasi perempuan dibidang kepemimpinan dan pembuatan kebijakan
atau keputusan; 2. Kendala-kendala kelembagaan (institusional) yang masih
kuat atau akses perempuan terhadap kekuasaan yang tersebar di berbagai
kelembagaan sosial-politik, antara lain tipe sistem pemilihan umum (pemilu).
Salah satu penelitian tentang keterwakilan perempuan diantaranya
menunjukan bahwa tiga faktor utama yang memiliki pengaruh paling
signifikan terhadap tingkat keterwakilan perempuan dalam lembaga-lembaga
yang anggotanya dipilih adalah: 1. Sistem pemilu; 2. Peran dan organisasi
partai-partai politik; 3. Penerimaan kultural, termasuk aksi mendukung (
Affirmative action / aksi afirmatif atau diskrimasi positif ) yang bersifat
wajib atau sukarela ).
Salah satu bentuk affirmative action adalah pemberian kuota dalam
jumlah tertentu bagi perempuan. Ide inti dibalik sistem kuota adalah
merekrut perempuan untuk masuk dalam posisi politik dan memastikan
bahwa perempuan tidak sekedar merupakan sedikit ‚ tanda ‚ dalam
kehidupan politik.8 Kuota bagi perempuan merupakan suatu jumlah tertentu
atau presentase dari anggota suatu badan, apakah itu suatu daftar kandidat (
8 Drude Dahlerup, “Menggunakan Kuota untuk Meningkatkan Representasi Politik Perempuan”,
dalam Perempuan di Parlemen: Bukan Sejedar Jumlah, IDEA: 2002, 114.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
60
calon anggota legislatif/ caleg ), majelis parlemen, suatu komite, atau suatu
pemerintahan.
Keterlibatan perempuan dan laki-laki dibidang politik adalah bagian
tidak terpisahkan dalam proses demokratis. Mengaitkan isu gender dengan
proses demokratis adalah sesuatu yang sudah lazim diterima oleh
masyarakat, oleh karena didalamnya terintegrasi hak-hak politik baik bagi
laki-laki maupun perempuan yang merupakan hak asasi manusia paling
mendasar.
Dalam upaya meminimalkan kesenjangan antara laki-laki dan
perempuan dibidang politik, serta bertalian dengan upaya meningkatkan
peran perempuan dilembaga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah
dilakukan berbagai ikhtiar, terhadap hal ini muncul keinginan agar
representasi perempuan dilembaga legislatif ditingkatkan.
Sebagai wujud warga bangsa yang menghargai perlindungan hak asasi
manusia, khususnya hak-hak perempuan, Indonesia telah meratifikasi
beberapa konvensi internasional, sebagai berikut9:
1. Konvensi tentang hak-hak politik perempuan Tahun 1952 menjadi
Undang-Undang Nomor 68 Tahun 1958.
2. Konvensi tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap
perempuan Tahun 1979 (Convention on the Elimination of All Forms of
9 Nalom Kurniawan, “Keterwakilan perempuan Di Perwakilan Rakyat Pasca Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008”, Jurnal Konstitusi, 3,(Desember, 2014), 717-718.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
61
Discrimination Againsy Woman) menjadi Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1984.
3. Konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain
yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia
(Convention Against Torture And Other Cruel, Inhuman or Degrading
Treatment or Punishment ) menjadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1998.
4. Konvensi Internasional tentang hak-hak sipil dan politik menjadi
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 beserta protokolnya.
5. Konvensi Internasional tentang hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya
menjadi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 beserta protokolnya.
Keterwakilan perempuan dilembaga legislatif tidak hanya penting
dari aspek perimbangan laki-laki dan perempuan. Populasi Indonesia
separuhnya berjenis kelamin perempuan. Namun lebih dari itu, kehadiran
anggota parlemen perempuan diharapkan bisa menjamin kepentingan kaum
perempuan menjadi salah satu prioritas kebijakan, di antaranya terkait
dengan isu pengentasan kemiskinan, pemerataan pendidikan, dan layanan
kesehatan.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
62
B. Sejarah Di Undang-Undang Sebelumnya Tentang Keterwakilan Perempuan
Sejak berdirinya Negara Republik Indonesia, peran politik perempuan
Indonesia selalu termaginalkan, khususnya dari segi jumlah keterwakilan
perempuan diparlemen. Representasi jumlah keterwakilan kaum perempuan
dilembaga DPR, hanya berkutat diangka 6% - 13% sejak periode tahun 1950
– 2004. Baru pada pemilu tahun 2009 jumlah keterwakilan perempuan di
DPR menembus angka 15%, yaitu 17,86%, atau setara dengan jumlah 101
orang anggota DPR perempuan dari total anggota DPR yang berjumlah 560
orang.10
Melihat dari pengalaman tiga siklus pemilu yakni 2004, 2009, dan
2014, kuota gender yang mewajibkan partai untuk menempatkan perempuan
sedikitnya 30 persen didaftar calon legislatif belum mendongkrak
keterpilihan perempuan secara signifikan. Pada tahun 2004 keterwakilan
perempuan hanya berhasil menguasai 11.24% kursi di DPR, pada pemilu
2009 keterwakilan perempuan meningkat menjadi 18,21%, sementara untuk
pemilu tahun 2014 keterwakilan perempuan menurun menjadi hanya 17%.
Keterlibatan perempuan dan laki-laki dibidang politik adalah bagian
tidak terpisahkan dalam proses demokratis. Mengaitkan isu gender dengan
proses demokratisasi adalah sesuatu yang sudah lazim diterima oleh
masyarakat, oleh karena didalam nya terintegrasi hak-hak politik baik bagi
10 Ibid, 722.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
63
laki-laki maupun perempuan yang merupakan hak asasi yang paling
mendasar. Dalam upaya meminimalkan kesenjangan antara laki-laki dan
perempuan dibidang politik.
Terhadap hal ini muncul kenginan agar representasi perempuan
didalam legislatif ditingkatkan, keinginan untuk meningkatkan representasi
perempuan didalam legislatif berdasarkan pada pengalaman dimasa yang lalu
bahwa representasi perempuan dilegislatif sangat minim sejak periode 1950-
2009.
Pada periode 1950-1955 representasi perempuan sebanyak 3,8% yang
hanya 9 orang perempuan, pada selanjutnya periode 1955-1960 meningkat
sebanyak 6,3%, pada konstituante tahun 1956-1959 sebanyak 5,1%, periode
1971-1977 sebanyak 7,83%, pada periode 1977-1982 menurun dari periode
sebelumnya yaitu sebanyak 6,3%, periode 1982-1987 sebanyak 8,5%, periode
1987-1992 sebanyak 13,9%, periode 1992-1997 yaitu sebanyak 12,5%, pada
1997-1999 yaitu sebanyak 10.8%, pada periode 1999-2004 yaitu sebanyak
9.0%, periode 2004-2009 sebanyak 11.09%, dan pada periode tahun 2009-
2014 yaitu 17.86%.11
Dari sejarah representasi diatas masih sangat jauh daripada apa yang
telah ditentukan pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 yang sudah
11 Ibid, 719.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
64
direvisi pasal 245 yang diharuskan memenuhi 30% keterwakilan perempuan
didalam lembaga legislatif.
Dalam pada itu khofifah Indar Parawansa mengemukakan, bahwa:
sejarah tentang representasi perempuan diparlemen Indonesia merupakan
sebuah proses panjang, tentang perjuangan perempuan diwilayah republik.
Kongres wanita pertama, pada tahun 1928, yang membangkitkan kesadaran
dan meningkatkan rasa nasionalisme dikalangan perempuan merupakan
tonggak sejarah, karena berperan dalam meningkatkan kesempatan bagi
perempuan Indonesia untuk berpartisipasi dalam pembangunan, termasuk
dalam politik.12
Berdasarkan pendapat khofifah tersebut, terlihat bahwa jauh sebelum
Indonesia memproklamirkan, kaum perempuan sudah lama melakukan
perjuangan karena adanya kesadaran perempuan akan ketinggalanya
dibanding dengan laki-laki dalam berbagai aspek, juga adanya keinginan
untuk membebaskan dirinya dari ketidakadilan dengan berupaya untuk
meningkatkan perannya dalam pembangunan, termasuk dalam politik.
Ikhtiar untuk meningkatkan peran perempuan dilembaga legislatif
pada akhirnya membuahkan hasil sejak dimasukkannya rumusan kuota 30%
(tiga puluh persen) bagi perempuan untuk duduk di kepengurusan partai
12 Terpetik dari Khofifah Indar Parawansa, Hambatan Terhadap Partisipasi Politik Perempuan di
Indonesia, dalam Perempuan di Parlemen : Bukan Sekedar Jumlah, Internasional IDEA, Jakarta 2002,
hlm. 46; dibandingkan dengan data Sekretariat Jenderal DPR dan Komisi Pemilihan Umum.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
65
politik dan lembaga DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sejak
dikeluarkannya UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah. Dimasukkannya rumusan kuota 30% tersebut
oleh berbagai kalangan dinilai sejalan dengan upaya tindakan afirmatif dalam
rangka meningkatkan peran partisipasi aktif bagi kaum perempuan di
lembaga DPR, serta sejalan pula dengan norma rumusan Pasal 4 CEDAW
yang telah diratifikasi oleh pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1984.
Namun tindakan afirmatif dalam rumusan UU pemilu legislatif
dengan dimasukkannya kuota 30% bagi perempuan untuk duduk di DPR,
menjadi bahan diskursus yang menarik sejak dikeluarkannya Putusan MK
Nomor 22-24/PUUVI/2008 yang mengadopsi sistem suara terbanyak. Pada
satu sisi, pertimbangan putusan MK tersebut menyatakan bahwa tindakan
afirmatif dalam UU Nomor 10 Tahun 2008 yang terkandung dalam Pasal 55
ayat (2) dipandang sebagai diskriminatif secara terbalik atau reverse
discrimination, sehingga tidak dapat dinyatakan bertentangan dengan
konstitusi, namun pada sisi yang berseberangan.
Pemberlakuan sistem suara terbanyak justru dianggap banyak pihak
dapat meredusir upaya afirmatif dalam rangka meningkatkan jumlah
keterwakilan kaum perempuan di parlemen. Meski pada akhirnya Putusan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
66
MK ini selanjutnya diadopsi ke dalam UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang
Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, yang juga menganut
sistem suara terbanyak, menjadi menarik untuk dianalisis lebih mendalam,
bagaimanakah tindakan afirmatif seharusnya dilaksanakan menurut UUD
1945 dan apakah implikasi dari penerapan sistem suara terbanyak dalam
pemilu.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
67
BAB IV
ANALISIS FIQH SIYASAH TERHADAP KETERWAKILAN PEREMPUAN
DALAM BAKAL CALON LEGISLATIF DALAM PEMILU 2019 (STUDI
UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2017)
A. ANALISIS KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM BAKAL CALON
LEGISLATIF MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2017
Ketentuan terkait dengan kuota 30% keterwakilan perempuan
merupakan suatu momentum yang bagus bagi kaum perempuan untuk
mempertegas hak-hak politiknya kaum perempuan melalui sistem kuota yang
dimulai di Indonesia. Ketentuan tersebut merupakan hal baru di Indonesia
karena mengatur keadilan gender dalam rekruitmen dan menajemen partai
politik.
Partai politik harus ikutserta dalam meningkatkan keterwakilan
perempuan yang telah diatur didalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017
Tentang Pemilu pasal 245 yang berbunyi: ‚ daftar bakal calon sebagaimana
dimaksud dalam pasal 243 memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30%
( tiga puluh persen ).
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
68
Bagi kalangan feminisme, peningkatan representasi dalam politik
menjadi sangat penting, karena representasi perempuan dalam parlemen
membuka peluang terjadinya keadilan sosial dan juga ekonomi. Keterwakilan
perempuan dilegislatif sangat diperlukan guna mendorong kebijakan pemerintah
yang bernuansakan kesetaraan gender, posisi perempuan harus diperjuangkan
dalam dua ranah yaitu ranah Undang-Undang Pemilu dan ranah internal partai
politik, regulasi saja tidak cukup tanpa adanya dukungan dari partai politik demi
mewujudkan keterwakilan perempuan pada pemilu 2019 yang akan datang.
Partai politik harus memperhatikan hak itu karena pengajuan menjadi
anggota legislatif berawal dari partai politik yang mengajukan perempuan yang
berkompeten sebagai anggota legislatif agar tercapainya representasi yang telah
ditentukan yaitu sebanyak 30%, dan partai politik meperhatikan apa yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 246: (1). Nama calon dalam
daftar bakal calon sebagaimana dimaksud dalam pasal 243 disusun berdasarkan
nomor urut; (2). Di dalam daftar bakal calon sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), setiap 3(tiga) orang bakal calon terdapat paling sedikit 1 (satu) orang
perempuan bakal calon; (3). Daftar bakal calon sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disertai pas foto diri terbaru.
Pemerintah harus lebih cermat dalam memperhatikan keterwakilan
perempuan yang didaftarkan oleh partai politik agar tercapainya representasi
30%, dan bertindak tegas jika partai politik tidak memasukan keterwakilan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
69
didalam bakal calon keterwakilan perempuan di lembaga legislatif, dengan
memberikan sanksi terhadap partai politik.
Menurut penulis ada positifnya juga bila keterwakilan perempuan pada
pemilu 2019 yang akan datang lebih ditingkatkan agar sesuai dengan apa yang
telah diatur didalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 yang sudah direvisi
untuk representasi keterwakilan harus memenuhi kuota 30%, untuk khususnya
partai politik harus lebih mempehatikan kembali, untuk mencantumkan
keterwakilan perempuan pada pemilu 2019 yang akan datang dapat tercapainya
30% kuota keterwakilan perempuan
B. ANALISIS FIQH SIYASAH TENTANG KETERWAKILAN PEREMPUAN
Para ulama fikih menyebut untuk seseorang yang bertindak sebagai
wakil umat untuk menyuarakan hati nurani mereka adalah Ahlu al-Halli wa al-
‘Aqdi yaitu dapat diartikan sebagai orang-orang yang mempunyai wewenang
untuk melonggarkan dan mengikat, dengan kata lain adalah lembaga perwakilan
yang menampung dan menyalurkan aspirasi atau suara masyarakat atau juga
Ahlu al-Halli wa al-‘Aqdi menurut Al-Mawardi sebagai ahl al-ikhtiyar (
golongan yang berhak memilih ).
Secara substansional mayoritas ulama mempunyai pemahaman yang
sama tentang definisi dari Ahlu al-Halli wa al-‘Aqdi, diantara yaitu:
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
70
1. Sekelompok orang memilih imam atau kepala Negara. Istilah lain dari
Ahlu al-Halli wa al-‘Aqdi adalah Ahl al-ijtihad dan ahl al-khiyar.
2. Orang-orang yang mempunyai wewenang untuk melonggarkan dan
mengikat. Istilah ini dirumuskan oleh ulama fiqh untuk sebutan bagi
orang-orang yang berhak sebagai wakil umat untuk menyuarakan hati
nurani rakyat.
3. Orang-orang yang mampu menemukan penyelesaian terhadap masalah-
masalah yang muncul dengan memakai metode ijtihad. Orang
berpengalaman dengan urusan masyarakat, yang melaksanakan
kepemimpinan sebagai kepala keluarga, suku atau golongan.
4. Ahlu al-Halli wa al-‘Aqdi adalah para ulama, para kepala, para pemuka
masyarakat sebagai unsur-unsur masyarakat yang berusaha
mewujudkan kemaslahatan masyarakat.
5. Kumpulan orang dari berbagai profesi dan keahlian yang ada dalam
masyarakat, yaitu para amir, hakim, ulama, militer dan semua penguasa
dan pemimpin yang dijadikan rujukan oleh umat dalam masalah
kebutuhan dan kemaslahatan publik.
Dari uraian definisi menurut tokoh ulama diatas dapat disimpulkan
bahwa Ahlu al-Halli wa al-‘Aqdi adalah sebuah lembaga perwakilan yang
menampung dan meyalurkan aspirasi atau suara masyarakat yang terdiri dari
berbagai kalangan dan profesi.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
71
Adapun tugas Ahlu al-Halli wa al-‘Aqdi disamping itu punya hak pilih,
menurut ridha juga berhak menjatuhkan khalifah jika terdapat hal-hal yang
mengharuskan pemecatannya. Berikut adalah tugas dari Ahlu al-Halli wa al-
‘Aqdi yaitu:
1. Memilih dan membaiat pemimpin.
2. Mengarahkan kehidupan masyarakat kepada maslahat.
3. Membuat Undang-Undang yang mengikat seluruh umat didalam hal-
hal yang tidak diatur secara tegas oleh Al-Quran dan Hadist.
4. Mengawasi jalannya pemerintahan.
Tugas Ahlu al-Halli wa al-‘Aqdi juga bermusyawarah dalam perkara-
perkara umum kenegaraan, mengeluarkan Undang-Undang yang berkaitan
dengan kemaslahatan umat dan tidak bertabrakan dengan suatu dasar dari
dasar-dasar syariat islam yang baku dan melaksanakan peran konstitusional
dalam memilih pemimpin. Tetapi tugas mereka juga mencakup melaksanakan
peran pengawasan yang dilakukan oleh rakyat terhadap pemerintah dan
penguasa untuk mencegah mereka dari tindakan pelanggaran terhadap hak-
hak Allah SWT.
Dan untuk pembahasan kali ini mengenai keterwakilan perempuan
dalam lembaga legislatif menurut Fiqh Siyasah, banyak pendapat para ulama
mengenai keterwakilan perempuan didalam kepemimpinan khususnya
didalam lembaga legislatif, Namun mayoritas ulama mensyaratkan ‚laki-
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
72
laki‛ dalam kepemimpinan besar berdasarkan Nash hadist yang berbunyi:
Tidak akan beruntung suatu kaum, jika yang mengurusi perkara mereka itu
perempuan.
Hadist diatas termasuk hadist-hadist ahad ( hadis yang hanya
diriwayatkan dengan satu riwayat ) yang mempunyai bentuk kalimat yang
tidak jelas ( zhanni ). Hadist ini disabdakan bertepatan dengan satu kejadian
historis tertentu, yakni ketika sampai kepada Rasulullah SAW berita bahwa
Persia yang saat itu dalam krisis politik dan dekadensi moral yang saat itu
diperintah oleh seorang ratu yang otoriter dan kejam. Pertentangan-
pertentangan kekuasaan sampai pada batas perang saudara terus terjadi,
sementara peperangan mereka dengan bangsa arab belum berakhir.
Mereka ( bangsa Persia ) menyerahkan perkara kepemimpinan dan
kerajaan mereka kepada anak perempuan kisra, karena berpegang dengan
khayalan-khayalan paganisme, bukan bedasarkan pendapat dan musyawarah,
hadist ini gambaran bagi keadaan Persia yang sedang krisis, juga merupakan
firasat hati dalam ketentuan Ilahi berdirinya sebuah Negara dan
kehancurannya.
Mengangkat dari hadist bahwasanya tidak ada nash nya secara jelas
melarang bahwa keterwakilan perempuan didalam lembaga politik. Adapun
yang diperintahkan adalah menyerahkan perkara kepada ahlinya dan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
73
mendahulukan orang yang lebih kempeten daripada yang kurang kompeten,
kecuali ada penengah yang bisa disahkan.
Ulama-ulama madzab Maliki juga membolehkan perempuan menjadi
orang yang diwasiatkan dan orang yang diwakili, dan tidak ada nash yang
melarang perempuan untuk memimpin atau mengatur urusan-urusan. Jika
pendapat-pendapat para ulama fikih berbeda-beda seputar keabsahan
perempuan ikut serta bersama laki-laki dalam mengerjakan urusan-urusan
politik dan pengaturan perkara-perkara Negara berdasarkan dalil-dalil dalam
Alquran dan Sunnah, itu karena dalil-dalil tersebut adalah dalil-dalil zhanni (
tidak pasti dan tidak baku ) yang mengandung beberapa pemahaman berbeda.
Hal semacam ini memang ada secara syara’ dan logika.
Allah SWT berfirman dalam surat An-Naml ayat 32-35:
Berkata dia (Balqis), "Hai para pembesar, berilah aku pertimbangan
dalam urusanku (ini), aku tidak pernah memutuskan sesuatu persoalan
sebelum kamu berada dalam majelis(ku).‛ Mereka menjawab, "Kita
adalah orang-orang yang memiliki kekuatan dan (juga) memiliki
keberanian yang sangat (dalam peperangan), dan keputusan berada di
tanganmu; maka pertimbangkanlah apa yang akan kamu
perintahkan.‛ Dia berkata, "Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki
suatu negeri, niscaya mereka membinasakannya, dan menjadikan hina
penduduknya yang mulia; dan demikian pulalah yang akan mereka
perbuat. Dan sesungguhnya aku akan mengirim utusan kepada mereka
dengan (membawa) hadiah, dan (aku akan) menunggu apa yang
dibawa kembali oleh utusan-utusan itu.
Ketika ratu telah membacakan surat Nabi Sulaiman as. kepada
mereka, ia pun bermusyawarah dengan mereka tentang urusan tersebut dan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
74
apa [kira-kira] yang akan terjadi. Untuk itu ia berkata, yaa ayyuHal mala-u
aftuunii fii amrii maa kuntu qaathi’atan amran hattaa tasyHaduun (‚Hai para
pembesar, berilah aku pertimbangan dalam urusanku [ini], aku tidak pernah
memutuskan sesuatu persoalan sebelum kamu berada dalam majelis(ku)‛.)
yaitu hingga kalian datang dan mengemukakan pendapat kalian.
Allah SWT berfirman: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan ( menyuruh
kamu ) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat. (QS. An-Nisa’ (4): 58).
Ibnu Hazm berkata: ‚ Ayat diatas ditujukan dengan keumumannya
kepada laki-laki dan perempuan. ‚ perlu di singgung mengenai hukum
tentang pengangkatan perempuan menjadi pemimpin atau wakil rakyat yang
diberi mandat untuk ikut andil agar kesejahteraan rakyatnya, menarik dari
kejadian bangsa Persia bukan terletak pada pengangkatan perempuan menjadi
wakil rakyat melainkan dari rusaknya sistem hukum mereka ( penduduk
Persia ) dan tidak menyampaikan amanah kepada orang yang berhak
menerimanya, menyerahkan perkara mereka kepada anak perempuan kisra
yang tidak layak untuk dijadikan pemimpin.
Diantara ulama itu adalah Ibnu Hazim, Dia berkata: ‚Boleh saja
perempuan memegang suatu hukum ( wewenang ), dan ini juga dikatakan
oleh Imam Abu Hanifah, jika ada yang berkata: ‚ Bukankah Rasulullah SAW
telah bersabda: ‚Tidak akan beruntung suatu kaum yang memberikan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
75
wewenang untuk mengatur urusan kepada seorang perempuan‛. Maka kami
akan menjawab: ‚Beliau mengatakan dalam perkara kekhalifaan. Buktinya
adalah sabda Rasulullah SAW: ‚Perempuan (istri) adalah orang yang diberi
wewenang atas harta suaminya, dan akan diminta pertanggungjawaban
tentang kewenangannya itu‛.
Jadi dapat ditarik kesimpulan sah-sah saja bilamana perempuan
dijadikan sebagai pemimpin ataupun wakil rakyat khususnya didalam
lembaga legislatif, tetapi untuk menjadikan perempuan sebaga anggota
legislatif harus mempunyai kompeten yang memenuhi syarat agar tidak
terjadinya kerusakan sistem hukum Negara.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
76
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan skripsi diatas yang berjudul ‚ Analisis Fiqh Siyasah
Terhadap Keterwakilan Perempuan Dalam Daftar Bakal Calon Lagislatif
Pada Pemilu 2019 (Study Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017) ‚ penulis
dapat mengambil kesimpulan untuk menjawab pertanyaan dari rumusan
masalah sebagaimana berikut:
1. Ketentuan pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 pada Pasal 245
mengenai keterwakilan perempuan dilembaga legislatif harus memuat
paling sedikit yaitu 30% (tiga puluh persen) perlu ditingkatkan kembali
agar pada pemilu 2019 yang akan datang dapat mencapai apa yang telah
diatur oleh pemerintah dan juga harus memenuhi syarat untuk
mencalonkan anggota legislatif yang telah ditentukan oleh pemerintah
sebagaimana dimaksud dalam pasal 240 mengenai persyaratan
pencalonan anggota legislatif. Dan agar untuk kesenjangan antara kaum
laki-laki dan perempuan tidak ada lagi, khususnya didalam lembaga
politik.
2. Menurut Fiqh siyasah untuk keterwakilan perempuan didalam lembaga
legislatif, diantara ulama itu adalah Ibnu Hazm, dia berkata: ‚Boleh saja
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
77
perempuan memegang suatu hukum (wewenang), dan ini juga dikatakan
oleh Imam Abu Hanifah.
Ulama-ulama mazhab Maliki juga membolehkan perempuan menjadi
orang yang diwasiatkan dan orang yang mewakili, dan tidak ada nash yang
melarang perempuan untuk memimpin atau mengatur urusan-urusan.
B. Saran
Penulis berharap agar pada pemilu legislatif 2019 yang akan datang
representasi keterwakilan perempuan dapat meningkat dari pemilu
sebelumnya pada periode 2014 lalu yang belum mencapai target yang telah
diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 pasal 245 tentang pemilu
yang mewajibkan keterwakilan perempuan paling sedikit harus memenuhi
kuota sebanyak 30%, dan agar partai politik lebih memperhatikan
keterwakilan perempuan tersebut.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
78
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Hasyim, Presiden Perempuan Perspektif Hukum Islam , Yogyakarta: Kutub,
2004.
Al-Mawardi, Al-Ahkam al-Sultaniyyah, Beirut: Dar al-Fikr.
Ariany, Lies, Partispasi Perempuan Di Legislatif Melalui Kuota 30% Keterwakilan Perempuan Diprovinsi Kalimantan Selatan, Jurnal Konstitusi, No.
1, Vol II, Juni, 2009.
Dahlerup, Drude, ‚Menggunakan Kuota untuk Meningkatkan Representasi Politik
Perempuan‛, dalam Perempuan di Parlemen: Bukan Sejedar
Jumlah, IDEA: 2002.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, 2003.
Djazuli, Fikih Siyasah, Jakarta: Prenada Media Group. Cetakan 3, 2003.
Fauzi, Ikhwan. Perempuan dan Kekuasaan, Jakarta: Amzah, 2002.
Hardjaloka, Loura. Potret Keterwakilan Perempuan Dalam Wajah Politik Indonesia Perspektif Regulasi dan Implementasi, Nomor 2 Vol. 9, Jurnal
Konstitusi, Juni, 2012.
Hidayati, Alif. Tinjauan Fiqh Siyasah terhadap implementasi kuota 30%
keterwakilan calon legislatif perempuan di dapil 4 gresik dalam
pemilu tahun 2014 berdasarkan Undang-Undang Nomor. 8 Tahun
2012 tentang pemilu DPR, DPDP, dan DPRD, ( Skripsi-Universitas
Islam Sunan Ampel, 2014.
http://kemendagri.go.id/news/2017/11/17/tjahjo-kumolo-keterwakilan-perempuan-
dalam-politik-sangat-penting, Dilansir pada 20 Maret 2018 pukul
19.30 WIB.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
79
https://www.kemenkopmk.go.id/artikel/peningkatan-keterwakilan-perempuan-pada-
lembaga-legislatif, Diakses pada tanggal 16 mei 2018 pada pukul
18.17.
https://www.kemenkopmk.go.id/artikel/sosialisasi-peningkatan-keterwakilan-
perempuan-di-lembaga-legislatif, Diakses pada tanggal 16 mei
2018 pada pukul 18.27
Iqbal, Muhammad. Fiqh Siyasah Konstektualisasi Doktrin Politik Islam, Edisi
Pertama, Jakarta : Prenadamedia Group, 2016.
Jailani, Imam Amrusi, dkk., Hukum Tata Negara Islam, Surabaya : IAIN Press,
2011.
Khaliq, Farid Abdul, Fikih Politik Islam, Jakarta: Amzah, 2005.
Kurniawan, Nalom, ‚Keterwakilan perempuan Di Perwakilan Rakyat Pasca Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008‛, Jurnal
Konstitusi, 3 Desember, 2014.
Muri, Rosarina. Evaluasi Respon Partai Politik Terhadap Pemenuhan Kuota 30% Keterwakilan Perempuan Dalam Pencalonan Anggota Legislatif Pada Pemilu 2009 Di Surakarta, (Skripsi-Universitas Sebelas Maret,
2009).
Musdah Siti, Anik Farida. Perempuan dan Politik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2005.
Muslikhati, Siti. Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan Dalam Timbangan Islam, Jakarta: Gema Insani, 2004.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
80
Naning, Ramdlon. Lembaga Legislatif Sebagai Pilar Demokrasi dan Mekanisme Lembaga-lembaga Negara Menurut UUD 1945, Yogyakarta:
Liberty Yogyakarta, 1982.
O. Notohamidjojo. Makna Negara Hukum, Jakarta: Badan Penerbit Kristen ,1970.
Pulungan, J. Suyuthi, Fiqh Siyasah, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1997.
Sidney Verba, Women in American Politic, bagian penutup dalam Women, Politics and Change, Louise A. Tilly dan Patricia Gurin, Russel Sage
Foundation, New York, 1990.
Silvana, Nuni. Keterwakilan Perempuan Dalam Kepengurusan Partai Politik dan Pencalonan Legislatif, (Skripsi-Universitas Jenderal Soedirman,
2013).
Situmorang, Jubair, Politik Ketatanegaraan dalam Islam, Bandung: Pustaka Setia,
2012.
Sjadzali, Munawir, Islam dan tata Negara Ajaran Sejarah dan Pemikiran, Jakarta : UI
Press, 1991.
Soyomukti, Nurani. Perempuan Dimata Soekarno, Jogjakarta: Garasi, 2009.
Terpetik dari Khofifah Indar Parawansa, Hambatan Terhadap Partisipasi Politik
Perempuan di Indonesia, dalam Perempuan di Parlemen : Bukan
Sekedar Jumlah, Internasional IDEA, Jakarta 2002, hlm. 46;
dibandingkan dengan data Sekretariat Jenderal DPR dan Komisi
Pemilihan Umum.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.