ANALISIS HUBUNGAN FAKTOR SANITASI SUMUR GALI TERHADAP
INDEKS FECAL COLIFORM DI DESA SENTUL KECAMATAN
KRAGILAN KABUPATEN SERANG
TAHUN 2017
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh:
LILIS AMALIAH
1113101000024
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
ii
iii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
Skripsi, Januari 2018
Lilis Amaliah, NIIM : 1113101000024
Analisis Hubungan Faktor Sanitasi Sumur Gali Terhadap Indeks Fecal
Coliform di Desa Sentul Kecamatan Kragilan Kabupaten Serang Tahun 2017
(xvi + 102 halaman, 14 tabel, 2 bagan, 5 gambar, 11 lampiran)
ABSTRAK Pencemaran air banyak diakibatkan oleh sumber pencemar berupa limbah
domestik atau rumah tangga salah satunya dapat menyebabkan pencemaran bakteriologis.
Pencemaran bakteriologis akibat limbah domestik tersebut dapat mengalami rembesan ke
dalam air tanah dan mencemari air tanah seperti air sumur gali yang masih banyak
digunakan sebagai sumber bahan baku untuk air minum maupun kegiatan rumah tangga
lainnya. Kehadiran Fecal coliform di air sumur gali dapat mengindikasikan kontaminasi
karena kotoran manusia atau kotoran hewan. Air yang terkontaminasi dengan organisme
ini dapat menyebabkan penyakit pencernaan seperti diare. Sehingga masyarakat harus
menjaga kebersihan air yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari agar terhindar dari
penyakit. Dalam menjaga kebersihan air perlu memperhatikan sanitasi air yang digunakan
khususnya faktor sanitasi sumur gali.
Tujuan penelitian ini diketahuinya hubungan faktor sanitasi sarana sumur gali
terhadap indeks Fecal Coliform pada air sumur gali. Lokasi penelitian di Desa Sentul
Kecamatan Kragilan Kabupaten Serang. Waktu penelitian dilakukan pada bulan
September-Oktober 2017. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain studi
cross sectional. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan total sampling, serta
didapatkan jumlah sampel sebesar 69 sarana sumur gali yang dijadikan sebagai bahan
baku air minum oleh masyarakat.
Hasil penelitian dari 69 sarana sumur gali sebanyak 64 (92,8%) sarana sumur gali
terindikasi adanya bakteri Fecal coliform. Faktor yang memiliki pengaruh terhadap
indeks Fecal coliform pada air sumur gali, yaitu jarak jamban dari sumur gali (p= 0,01),
jarak septic tank dari sumur gali (p= 0,014), dan kondisi fisik sumur gali (p= 0,043).
Faktor lainnya yang tidak memiliki pengaruh, yaitu jarak pencemar lain dari sumur gali
(p= 1,000).
Saran dari penelitian ini adalah masyarakat dapat melakukan perbaikan kondisi
fisik sarana sumur gali dengan memperbaiki kualitas lantai sumur, SPAL, dan melakukan
penyimpanan ember/timba sumur gali dengan cara digantung, serta merebus air bersih
hingga mendidih selama 5-10 menit sebelum dikonsumsi sebagai air minum. Puskesmas
kragilan melakukan pengukuran bakteri Fecal coliform secara berkala dan memberikan
penyuluhan kepada masyarakat. Pemerintah daerah melakukan upaya pembangunan
septic tank komunal, serta melakukan pengawasan dan pemantauan kualitas sumur gali
yang digunakan. Peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian dengan memasukan
variabel yang tidak diteliti dalam penelitian ini seperti arah aliran air tanah, kemiringan
tanah, porositas tanah, permeabilitas tanah di lokasi penelitian, dan luas tidaknya atau
padat tidaknya pemukiman.
Kata kunci: pencemaran air, sumur gali, faktor sanitasi, Fecal coliform
Daftar Bacaan: 75 (1990-2017)
iv
STATE ISLAMIC UNIVERSITY JAKARTA SYARIF HIDAYATULLAH
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENES
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM
Undergraduated Thesis, January 2018
Lilis Amaliah, NIM : 1113101000024
Analysis of Dug Wells Sanitation Factor Relationships Against Fecal
Coliform Index in Sentul Village, Kragilan Sub-District, Serang District 2017
(xvi + 102 pages, 14 tables , 2 charts, 5 pictures, 11 attachments)
ABSTRACT
Water pollution is caused by pollution sources such as domestic or household
waste that can cause bacteriological contamination. Bacteriological contamination caused
by domestic waste can experience seepage into groundwater and contaminate
groundwater such as dug well water that used as a source of raw materials for drinking
water and the other household activities. Fecal coliform found in the dug well water may
indicate contamination by groundwater due to human feces or animal dung. Water
contaminated with these organisms can cause digestive diseases such as diarrhea. So the
public must maintain the cleanliness of water used for daily needs to avoid the disease. In
maintaining the cleanliness of the water it is necessary to pay attention to the water
sanitation used, especially the sanitation factor of the wells.
The purpose of this research is to know the relationships of sanitation factor dug
wells against the Fecal coliform index on the dug well water. This research was
conducted in Sentul Village, Kragilan Sub-District on September until October 2017.
This research is a quantitative research with cross-sectional study design. The sampling
technique using total sampling, and the number of samples are 69 dug wells which used
as the raw material of drinking water by the community.
The result of research from 69 dug wells facilities as much as 64 (92,8%) dug
wells indicated by Fecal coliform bacteria. Factors influencing the Fecal coliform index
on the dug wells water such as the distance of latrine from the dug wells (p = 0,01), the
distance of septic tank from the dug wells (p = 0,014), and physical condition of the dug
wells (p = 0,043). Another factor that not infulencing against the Fecal coliform is the
distance of the other pollutant from the dug wells (p = 1,000).
The recommendation from this research is the community can improve the
physical condition of dug wells by improving the quality of the floor, SPAL, and hanging
the bucket of dug wells, and then boiling clean water for 5-10 minutes before being
consumed as drinking water. Community Health Center of Kragilan required taking
regular measurement of Fecal coliform bacteria and providing counseling to the
community. The local government undertook the construction of a communal septic tank,
and then monitoring the quality of dug wells. The next researcher needs to conduct
research by including variables that are not examined in this study such as groundwater
flow direction, the slope of the ground, porosity and permeability of the soil, and then
density of settlements.
Keywords : water pollution, dug wells, sanitation factor, Fecal coliform
Reference : 75 (1990-2017)
v
vi
vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama Lengkap : Lilis Amaliah
Tempat Tanggal Lahir : Serang, 04 Januari 1995
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jalan Raya Serang-Pandeglang RT/RW 01/03
Desa. Sukamanah Kec. Baros, Serang, 42173
Email : [email protected]
No. hp : 082111304886
Riwayat Pendidikan
2000-2001 : TK Bakti 5 Baros
2001-2007 : SDN 3 Baros
2007-2010 : SMPN 2 Kota Serang
2010-2013 : SMAN 1 Kota Serang
2013-sekarang : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi
Kesehatan Masyarakat
Pengalaman Praktek Kerja
2016 : Pengalaman Belajar Lapangan di Puskesmas
Kecamatan Cisoka, Kabupaten Tangerang
2017 : Kerja Praktik di bagian Pengendalian Risiko
Lingkungan Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP)
Kelas II Banten
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji Syukur Kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan
penelitian yang berjudul “Analisis Hubungan Faktor Sanitasi Sumur Gali
Terhadap Indeks Fecal Coliform di Desa Sentul Kecamatan Kragilan Kabupaten
Serang Tahun 2017”. Adapun maksud dari penulisan penelitian ini adalah sebagai
salah satu syarat untuk memenuhi gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM).
Penyelesaian penelitian ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak.
Oleh karena itu, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak tersebut,
diantaranya adalah:
1. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan dan sekaligus pembimbing skripsi
yang telah memberikan bimbingan dan juga saran untuk penelitian ini.
2. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Para dosen-dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat dan dosen-
dosen Peminatan Kesehatan Lingkungan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat.
4. Kepala Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Banten beserta
jajarannya yang telah memberikan izin dan membantu dalam
melakukan pengukuran air sampel.
5. Kepala Puskesmas Kecamatan Kragilan beserta jajarannya yang telah
memberikan izin untuk melakukan penelitian dan meminta data yang
dibutuhkan.
ix
6. Kepala Desa Sentul beserta jajarannya yang telah memberikan izin
untuk melakukan penelitian berupa pengambilan data sampel air dan
juga observasi sarana sumur gali dilingkungannya.
7. Orangtua tercinta yang selalu memberikan dukungan, nasihat dan doa
yang selalu dipanjatkan demi kelancaran penyusunan skripsi ini.
8. Nurul Hayati, Dinta Fajriyenti, Nanda Maghfirah, Dini Fadiah, Faza
Fidarani dan Khoirunissa Octaviani yang selalu memberikan dukungan
dalam menyelesaikan skripsi.
9. Teman-teman seperjuangan jurusan Kesehatan Masyarakat dan
peminatang Kesehatan Lingkungan 2013, serta semua pihak yang telah
memberikan kontribusi terhadap penyelesaian penelitian ini dan tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Peneiliti menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih terdapat
kekurangan dan belum sempurna. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan adanya
saran dan kritik yang bersifat membangun.
Jakarta, Januari 2018
Penulis
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ..................................... Error! Bookmark not defined.
ABSTRAK ............................................................................................................ iii
ABSTRACT .......................................................................................................... iv
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........ Error! Bookmark not defined.
LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI ................. Error! Bookmark not defined.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii
DAFTAR BAGAN ............................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xv
DAFTAR ISTILAH ........................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 8
1.3 Pertanyaan Penelitian ............................................................................... 9
1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................... 10
1.4.1 Tujuan Umum ................................................................................. 10
1.4.2 Tujuan Khusus ................................................................................ 10
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................. 11
1.5.1 Manfaat Bagi Pemerintah ............................................................... 11
1.5.2 Manfaat Bagi Puskesmas ................................................................ 12
1.5.3 Manfaat Bagi Masyarakat ............................................................... 12
1.5.4 Manfaat Bagi Peneliti Lain ............................................................. 12
1.6 Ruang Lingkup ....................................................................................... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 14
2.1 Air Bersih ............................................................................................... 14
2.1.1 Pengertian Air Bersih ...................................................................... 14
2.1.2 Sumber Air Bersih .......................................................................... 14
2.1.3 Syarat Kualitas Air Bersih .............................................................. 19
2.2 Sumur Gali (SGL) .................................................................................. 21
xi
2.2.1 Pengertian Sumur Gali .................................................................... 21
2.2.2 Sanitasi Sumur Gali ........................................................................ 24
2.3 Sumber Pencemaran Air ......................................................................... 26
2.4 Proses Pencemaran Air Tanah ................................................................ 28
2.5 Proses Pencemaran Sumur Gali ............................................................. 32
2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pencemaran Sumur Gali ................ 33
2.6.1 Faktor Sanitasi Sumur Gali ............................................................. 33
2.6.2 Faktor Lain yang Mempengaruhi Pencemaran Sumur Gali............ 35
2.7 Peranan Air terhadap Penularan Penyakit .............................................. 37
2.8 Indikator Kualitas Air Secara Bakteriologis .......................................... 40
2.9 Kerangka Teori ....................................................................................... 43
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN
HIPOTESIS ......................................................................................................... 46
3.1 Kerangka Konsep ................................................................................... 46
3.2 Definisi Operasional ............................................................................... 47
3.3 Hipotesis ................................................................................................. 49
BAB IV METODE PENELITIAN .................................................................... 50
4.1 Desain Penelitian .................................................................................... 50
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................ 50
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ............................................................. 50
4.3.1 Populasi Penelitian .......................................................................... 50
4.3.2 Sampel Penelitian ............................................................................ 51
4.4 Teknik Pengambilan Sampel ....................................................................... 52
4.5 Pengumpulan Data ................................................................................. 53
4.5.1 Teknik Pengambilan Sampel Air Sumur Gali................................. 53
4.5.2 Pengepakan dan Pengangkutan Sampel Air Sumur Gali ................ 55
4.5.3 Uji Most Probable Number (MPN) ................................................ 56
4.6 Instrumen Penelitian ............................................................................... 60
4.7 Pengolahan Data ..................................................................................... 60
4.8 Analisis Data .......................................................................................... 62
4.8.1 Analisis Univariat ........................................................................... 62
4.8.2 Analisis Bivariat .............................................................................. 62
xii
BAB V HASIL PENELITIAN ........................................................................... 63
5.1 Analisis Univariat ................................................................................... 63
5.1.1 Gambaran Indeks Bakteri Fecal Coliform Pada Sumur Gali .......... 63
5.1.2 Gambaran Jarak Jamban dari Sarana Sumur Gali ........................... 64
5.1.3 Gambaran Jarak Septic Tank dari Sarana Sumur Gali .................... 64
5.1.4 Gambaran Jarak Pencemaran Lain dari Sarana Sumur Gali ........... 65
5.1.5 Gambaran Kondisi Fisik Sarana Sumur Gali .................................. 66
5.2 Analisis Bivariat ..................................................................................... 67
5.2.1 Hubungan Jarak Jamban terhadap Indeks Fecal Coliform ............. 68
5.2.2 Hubungan Jarak Septic Tank terhadap Indeks Fecal Coliform ....... 69
5.2.3 Hubungan Jarak Pencemar Lain terhadap Indeks Fecal Coliform . 70
5.2.4 Hubungan Kondisi Fisik Sumur Gali terhadap Indeks Fecal
Coliform 71
BAB VI PEMBAHASAN ................................................................................... 72
6.1 Keterbatasan Penelitian .......................................................................... 72
6.2 Indeks Fecal Coliform Pada Sarana Sumur Gali ................................... 72
6.3 Analisis Hubungan Jarak Jamban terhadap Indeks Fecal Coliform Pada
Sarana Sumur Gali ............................................................................................ 78
6.4 Analisis Hubungan Jarak Septic Tank terhadap Indeks Fecal Coliform
Pada Sarana Sumur Gali .................................................................................... 80
6.5 Analisis Hubungan Jarak Pencemaran Lain terhadap Indeks Fecal
Coliform Pada Sarana Sumur Gali .................................................................... 84
6.6 Analisis Hubungan Kondisi Fisik Sumur Gali terhadap Indeks Fecal
Coliform Pada Sarana Sumur Gali .................................................................... 88
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 94
7.1 Simpulan ................................................................................................. 94
7.2 Saran ....................................................................................................... 95
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 97
LAMPIRAN ....................................................................................................... 102
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Persyaratan Kualitas Air Bersih ........................................................... 20
Tabel 2. 2 Perbedaan antara Sumur Dangkal dengan Sumur Dalam .................... 23
Tabel 3. 1 Definisi Operasional………………………….....................................47
Tabel 4. 1 Tabel Perhitungan Sampel……………………………………….......52
Tabel 5. 1 Gambaran Indeks Fecal Coliform Pada Sarana Sumur Gali di Desa
Sentul Kecamatan Kragilan Tahun 2017………………………………………..63
Tabel 5. 2 Gambaran Jarak Jamban dari Sarana Sumur Gali di Desa Sentul
Kecamatan Kragilan Tahun 2017……………………………………………….64
Tabel 5. 3 Gambaran Jarak Septic Tank dari Sarana Sumur Gali di Desa Sentul
Kecamatan Kragilan Tahun 2017…...………………………………………….65
Tabel 5. 4 Gambaran Jarak Pencemaran Lain dari Sarana Sumur Gali di Desa
Sentul Kecamatan Kragilan Tahun 2017………………………………………66
Tabel 5. 5 Gambaran Aspek-aspek Kondisi Fisik Sarana Sumur Gali di Desa
Sentul Kecamatan Kragilan Tahun 2017………………………………………66
Tabel 5. 6 Gambaran Kondisi Fisik Sarana Sumur Gali di Desa Sentul Kecamatan
Kragilan Tahun 2017 ………………………………………………………….67
Tabel 5. 7 Hubungan Jarak Jamban terhadap Indeks Fecal Coliform Sarana Sumur
Gali di Desa Sentul Kecamatan Kragilan Tahun 2017…………………………68
Tabel 5. 8 Hubungan Jarak Septic Tank terhadap Indeks Fecal Coliform Sarana
Sumur Gali di Desa Sentul Kecamatan Kragilan Tahun 2017…………………69
Tabel 5. 9 Hubungan Jarak Pencemar Lain terhadap Indeks Fecal Coliform Sarana
Sumur Gali di Desa Sentul Kecamatan Kragilan Tahun 2017…………………70
Tabel 5. 10 Hubungan Kondisi Fisik Sumur Gali terhadap Indeks Fecal Coliform
di Desa Sentul Kecamatan Kragilan Tahun 2017 ................................................. 71
xiv
DAFTAR BAGAN
Bagan 2. 1 Kerangka Teori .................................................................................. 45
Bagan 3. 1 Kerangka Konsep …………………………………………………...46
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Siklus Hidrologi ................................................................................ 15
Gambar 2. 2 Penyebaran mikroorganisme dan bahan kimia dalam suatu
pencemaran terhadap air tanah disekitarnya .......................................................... 29
Gambar 2. 3 Teori Simpul ..................................................................................... 38
Gambar 4. 1 Pengambilan Contoh Untuk Pemeriksaan Mikrobiologi Permukaan
Secara Langsung .................................................................................................... 54
Gambar 4. 2 Pengambilan Contoh Untuk Pemeriksaan Mikrobiologi Air
Permukaan dari Jembatan ...................................................................................... 55
xvi
DAFTAR ISTILAH
APHA : American Public Health Association
BGLB : Brillian Green Lactosa Bile Broth
Drainase : Saluran Air
Draw down : Penurunan level air
Evaporasi : Proses penguapan air
Eoutrofikasi : Pencemaran air yang disebabkan oleh munculnya nutrient
yang berlebihan ke dalam ekosistem air.
Fecal coliform : Koliform tinja
Infiltrasi : Proses meresapnya air ke dalam tanah
JPT : Jumlah Perkiraan Terdekat
Kondensasi : Pembentukan awan
LB : Lactose Broth
MPN : Most Probable Number / Angka Paling Mungkin
PDAM : Perusahaan Daerah Air Minum
Presipitasi : Peristiwa jatuhnya air ke bumi/ hujan
Purifikasi : Pemurnian/ Penjernihan
Run off : Air aliran permukaan atau curah hujan yang mengalir
diatas permukaan tanah yang menuju ke sungai, danau, dan
lautan.
Septic Tank : Lubang penampungan kotoran
TPA : Tempat Pembuangan Akhir
SPAL : Saluran Pembuangan Air Limbah
WHO : World Health Organization
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pencemaran air adalah masuk atau dimasukannya makhluk hidup, zat,
energi, dan atau komponen lain kedalam air oleh kegiatan manusia, sehingga
kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat
berfungsi sesuai dengan peruntukannya (Kemen LH 2010). Pada dasarnya sumber
pencemaran air berasal dari industri, rumah tangga (pemukiman) dan pertanian
(Sumantri 2010). Pencemaran air di Indonesia banyak diakibatkan oleh sumber
pencemar berupa limbah domestik atau rumah tangga yang berasal dari jamban
dan septic tank sehingga dapat menyebabkan pencemaran bakteriologis (Rusydi et
al. 2015).
Pencemaran bakteriologis adalah peristiwa yang masih sering terjadi di
Negara berkembang berupa masuknya mikroorganisme yang berasal dari tinja
manusia atau kotoran binatang berdarah panas masuk ke dalam sumber air bersih.
Air tanah seperti sumur di Indonesia dapat tercemar secara bakteriologis melalui
perembesan air limbah (Sugiharto 1987). Di beberapa wilayah Indonesia, air tanah
masih menjadi sumber air minum utama. Air tanah yang masih alami tanpa
gangguan manusia, kualitasnya belum tentu bagus. Terlebih lagi yang sudah
tercemar oleh aktivitas manusia, kualitasnya akan semakin menurun (Kodoatie
2010).
Pencemaran air tanah antara lain disebabkan oleh kurang teraturnya
pengelolaan lingkungan. Akibat pengambilan air tanah yang intensif di daerah
tertentu dapat menimbulkan pencemaran air tanah dalam yang berasal dari tanah
2
dangkal, sehingga kualitas air tanah yang semula baik menjadi menurun dan
bahkan tidak dapat digunakan sebagai bahan baku air minum (Kodoatie 2010).
Air sumur gali merupakan air yang berasal dari sumber air tanah dangkal
(Gunawan 2009).
Sumur gali merupakan sumber utama persediaan air bersih bagi penduduk
yang tinggal didaerah pedesaan maupun di perkotaan Indonesia. Hasil
menunjukan bahwa jenis sarana air bersih untuk kebutuhan rumah tangga di
Indonesia pada umumnya adalah sumur gali terlindung (29,2%), sumur pompa
(24,1%), dan air ledeng/PDAM (19,7%). Diperkotaan, lebih banyak rumah tangga
yang menggunakan air sumur bor/pompa (32,9%) dan air ledeng/PDAM (28,6%),
sedangkan dipedesaan lebih banyak yang menggunakan sumur gali terlindung
(32,7%) (Kemenkes RI 2013).
Dapat diketahui, penggunaan sarana air bersih masyarakat Provinsi Banten
memilki persentase sebesar 40,5% dengan jumlah 1.039.796 KK. Adapun rincian
jenis sarana air bersih yang digunakan meliputi Air Ledeng/PDAM 236.426 KK
(22,7%), Sumur Pompa Tangan 192.605 KK (18,5%), Sumur Gali 312.734 KK
(30,1%), Penampungan Air Hujan 9.583 KK (0,9%), Kemasan 11.353 KK (1,1%)
dan lainnya 412.406 KK (39,7%) (Dinkes Provinsi Banten 2011). Pada tahun
2012, untuk persentase air sumur gali yang digunakan di Provinsi Banten
memiliki persentase sebesar 25,3% dengan jumlah 314.802 KK. Hal ini
menunjukan bahwa sumur gali merupakan jenis sarana air bersih yang paling
sering digunakan oleh masyarakat Provinsi Banten.
Untuk pengguna sumur gali di Kabupaten Serang memiliki persentase
sebesar 18,8% dengan jumlah pengguna mencapai 62.740 dari 333.453 jumlah
3
keluarga yang diperiksa sumber air bersihnya (Dinkes Provinsi Banten 2012).
Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Kabupaten Serang Tahun 2015, Kecamatan
Kragilan merupakan Kecamatan yang memiliki sarana sumur gali terbesar kedua
dengan persentase sebesar 26,1% sarana sumur gali. Selain itu, menurut profil
Puskesmas Kecamatan Kragilan, desa yang memiliki persentase tertinggi sarana
sumur gali, yaitu Desa Sentul sebesar 584 (55,4%) sarana sumur gali.
Berdasarkan Permenkes No. 416/Menkes/PER/IX/1990 tentang syarat-
syarat dan pengawasan kualitas air, kadar Fecal coliform maksimum yang
diperbolehkan pada air bersih sebesar > 0/100 ml air contoh (Depkes RI 1990b).
Hasil studi pendahuluan dari sepuluh responden yang dilakukan di Desa Sentul
pada tahun 2017, menunjukan bahwa sepuluh sampel air sumur gali atau sekitar
100% sampel air sumur gali tidak memenuhi syarat dengan nilai indeks Fecal
coliform delapan sampel air sumur gali sebesar >1600 MPN/100ml, satu sampel
air sumur gali dengan nilai indeks Fecal coliform sebesar 350 MPN/100ml, dan
satu sampel air sarana sumur gali memiliki nilai indeks Fecal coliform sebesar 39
MPN/100ml. Sehingga air pada sarana sumur gali di Desa Sentul tidak memenuhi
persyaratan bakteriologis.
Dari hasil penelitian yang diterletak di sempadan Sungai Cikapundung,
dari 19 air sumur gali memperlihatkan bahwa semua air mengandung koli-fekal
yang tinggi dan melampaui kadar maksimum (> 0/100ml air) yang diperbolehkan
dalam Permenkes RI No. 416/Menkes/per/IX/1990 (Ramdhany 2004). Selain itu,
dari hasil pemeriksaan sebanyak 50 sampel air sumur gali yang diambil di
Kampung Daraulin menunjukan bahwa semua sampel tersebut memiliki jumlah
koli-fekal yang lebih dari 0/100 ml (Ridhosari & Roosmini 2011).
4
Dari penelitian yang juga dilakukan di Kelurahan Martubung menyatakan
bahwa jumlah Fecal coliform sebanyak 4 sumur gali dari 82 sampel yang
diperiksa memiliki angka 0 per 100 ml air dan sebanyak 78 sumur gali memiliki
angka Fecal coliform > 0 per 100 ml air, hal ini kemungkinan dikarenakan oleh
jarak sumur gali dengan jamban penduduk masih terlalu dekat (Ginting 2009).
Adapun, dari penelitian yang dilakukan di Kelurahan Terjun, didapatkan hasil
bahwa Fecal coliform dari 30 sampel terdapat 27 (90%) sampel air sumur gali
tidak memenuhi syarat dan 3 (10%) sampel air sumur gali memenuhi syarat sesuai
dengan Permeneks RI No. 416 Tahun 1990 (Aprina 2013). Hal ini menunjukan
bahwa banyak sumur gali yang tidak memenuhi syarat air bersih secara
bakteriologis karena sudah mengalami pencemaran. Jika air terkontaminasi
pencemaran yang mengandung mikroorganisme patogen maka akan ada
kemungkinan risiko terjadi penularan penyakit (Butler 2005).
Kehadiran Fecal coliform di air sumur dapat mengindikasikan kontaminasi
oleh air tanah karena kotoran manusia atau kotoran hewan yang dapat
mengandung bakteri, virus, atau organisme penyebab penyakit lainnya. Air yang
terkontaminasi dengan organisme ini dapat menyebabkan penyakit pencernaan
termasuk diare dan mual, bahkan dapat mengakibatkan kematian. Efek ini
mungkin lebih parah dan mungkin mengancam nyawa untuk bayi, anak-anak,
orang lanjut usia atau orang dengan kekebalan tubuh rendah (Ministry of
Environment 2007). Beberapa penelitian menunjukan bahwa Fecal coliform
digunakan sebagai indikator kualitas air yang baik. Hasil penelitian menunjukan
bahwa mengkonsumsi air tercemar yang ditandai adanya Fecal coliform dapat
5
meningkatkan risiko seseorang terkena penyakit gastrointestinal akut atau
penyakit penceraan akut (Strauss et al. 2001).
Banyak sekali penyakit yang disebabkan oleh air yang kotor atau air yang
tercemar. Agar sehat, maka orang-orang membutuhkan air bersih untuk minum,
mandi, mencuci pakaian, membersihkan dan memasakan makanan. Salah satu
penyakit yang disebabkan oleh air kotor atau air tercemar, yaitu diare (WHO
1995). Diare merupakan gangguan buang air besar (BAB) ditandai dengan BAB
lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat disertai dengan darah
dan atau lendir (Kemenkes RI 2013).
Parameter bakteriologis seperti Fecal coliform sering ditemukan didalam
air bersih. Dalam studi yang telah dilakukan pada pemukiman masyarakat di
Myanmar tingkat konsentrasi Fecal coliform memiliki hubungan yang signifikan
dengan kejadian diare pada masyarakat Myanmar (Myint et al. 2015). Selain itu,
analisis untuk Fecal coliform (E. coli) masih penting bagi penyedia air minum
untuk memantau intrusi atau penyerapan air limbah (Jensen et al. 2004). Hasil
penelitian (Jensen et al. 2004) yang dilakukan di Punjab Selatan, Pakistan
memberikan hubungan yang signifikan bahwa kontaminasi feses dengan
parameter Fecal coliform pada air merupakan faktor risiko penting untuk diare
pada anak di Negara berkembang.
Berdasarkan hasil Riskesdas (2013), lima provinsi dengan insiden tertinggi
meliputi Provinsi Aceh, Papua, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, dan Banten. Selain
itu, perkiraan kasus diare pada fasilitas kesehatan Provinsi Banten juga termasuk
kedalam lima provinsi yang memiliki kasus diare tertinggi di Indonesia dengan
persentase sebesar 4,68% (Kemenkes RI 2016).
6
Pada tahun 2011, kasus diare di Kabupaten Serang memasuki urutan kedua
dengan jumlah kasus sebesar 140.323 (Dinkes Provinsi Banten 2011). Kemudian,
jumlah kasus diare pada tahun 2014 di Kabupaten Serang masih memasuki urutan
kedua, yaitu sebesar 35.879 kasus setelah Kabupaten Pandeglang (BPS Provinsi
Banten 2015). Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Serang Tahun 2015,
diketahui bahwa kasus diare di Kecamatan Kragilan termasuk ke dalam sepuluh
kasus diare tertinggi di Kabupaten Serang.
Berdasarkan data Profil Puskesmas Kecamatan Kragilan Tahun 2016,
diketahui bahwa Desa Sentul merupakan desa yang memiliki kasus diare tertinggi
ketiga di Kecamatan Kragilan dengan jumlah kasus sebesar 2.551 kasus. Apabila
masyarakat sering terkena diare, maka harus dilakukan pemeriksaan jenis sarana
air bersih yang digunakan oleh masyarakat. Pemakaian air yang tidak bersih
seringkali menjadi penyebab utama terjadinya diare (WHO 1995).
Penyebab utama penyakit diare adalah infeksi bakteri atau virus. Jalur
masuk utama infeksi dapat melalui air, makanan, feses manusia atau binatang, dan
kontak dengan manusia. Kondisi lingkungan yang menjadi habitat atau penjamu
untuk patogen, menjadi risiko utama penyakit ini. Sanitasi lingkungan dan
kebersihan rumah tangga yang buruk, kurangnya air yang aman, dan pajanan yang
berasal dari sampah dapat menyebabkan penyakit diare (WHO 2003). Sehingga
masyarakat harus menjaga kebersihan air yang digunakan untuk kebutuhan sehari-
hari agar terhindar dari penyakit pencernaan seperti diare. Dalam menjaga
kebersihan air diperlukannya memperhatikan sanitasi air yang digunakan
khususnya sanitasi sumur gali.
7
Sarana air bersih yang digunakan rata-rata penduduk Indonesia, yaitu
sarana sumur gali. Sumur gali yang digunakan oleh rata-rata penduduk Indonesia
ini tentunya memiliki kualitas air yang berbeda-beda. Kualitas air sumur gali ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jarak jamban, jarak sumber pencemar
lain, jarak septic tank, arah aliran air tanah, porositas dan permeabilitas tanah,
curah hujan, kondisi fisik sarana sumur gali dan perilaku (Marsono 2009). Adapun
faktor sanitasi sumur gali terdiri dari jarak sumber pencemar lain dengan sumur
gali, jarak jamban dengan sumur gali, jarak septic tank dengan sumur gali, serta
kondisi fisik sarana sumur gali yang meliputi bibir sumur, lantai sumur, dinding
sumur kedap air, saluran pembuangan air limbah (SPAL), pengambilan air dengan
timba, dan sumur resapan (Depkes RI 1994).
Berdasarkan hasil penelitian (Marsono 2009), terdapat 18 sumur yang
kondisi fisiknya buruk dan keseluruhan (100%) air sumurnya tidak memenuhi
syarat diketahui bahwa kondisi fisik sumur mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap mikroorganisme dalam air sumur gali. Selain itu, menurut (Sudrajat
1999), menyebutkan bahwa jarak jamban yang kurang dari 11 meter (60%) hasil
pemeriksaan sampel airnya menunjukan kelas kualitas bakteriologis air tidak baik
sebanyak 87 sampel (58%) yang menunjukan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara jarak jamban dengan kualitas bakteriologis air sumur gali, serta
jarak sumber pencemar lain juga memiliki hubungan yang signifikan dengan
kualitas bakteriologis air sumur gali. Hal ini didukung oleh penelitian (Sapulete
2010), diperoleh hasil p value (0.039) < 0.05 berarti terdapat hubungan yang
sangat bermakna secara statistik antara jarak sumur gali dengan septic tank atau
8
lubang penampungan kotoran dengan kandungan Fecal coliform (E. coli) dalam
air sumur gali.
Dari beberapa penelitian diatas diketahui bahwa faktor sanitasi sumur gali
yang digunakan oleh masyarakat seperti jarak jamban dengan sumur gali, jarak
pencemaran lain dengan sumur gali, jarak septic tank dengan sumur gali, dan
kondisi fisik sarana sumur gali masih banyak yang tidak memenuhi syarat air
bersih yang sehat. Masyarakat Kecamatan Kragilan masih banyak memanfaatkan
sarana sumur gali sebagai sarana air bersihnya. Wilayah kerja Puskesmas Kragilan
terdiri dari enam desa, namun desa yang memiliki sarana sumur gali terbanyak,
yaitu Desa Sentul sebesar 584 sarana sumur gali dan menduduki peringkat ketiga
dengan kasus diare terbanyak. Selain itu, masyarakat di Desa Sentul tersebut
banyak yang menggunakan air sumur gali sebagai sumber air minum, mandi,
memasak, dan mencuci perlengkapan masak. Oleh karena itu, perlunya penelitian
mengenai hubungan faktor sanitasi sarana sumur gali terhadap indeks Fecal
coliform di Desa Sentul Kecamatan Kragilan Kabupaten Serang Tahun 2017.
1.2 Rumusan Masalah
Pencemaran air di Indonesia banyak diakibatkan oleh sumber pencemar
berupa limbah domestik atau rumah tangga yang berasal dari jamban dan septic
tank sehingga dapat menyebabkan pencemaran bakteriologis (Rusydi et al. 2015).
Pencemaran akibat limbah domestik tersebut dapat mengalami rembesan ke dalam
air tanah dan mencemari air tanah penduduk sekitar. Di beberapa wilayah
Indonesia, air tanah seperti sumur gali masih menjadi sumber air minum utama
(Kodoatie 2010). Selain itu, sumur gali juga sarana air bersih tertinggi yang
dimanfaatkan oleh sebagian besar penduduk Provinsi Banten dan juga penduduk
9
di Kecamatan Kragilan khususnya Desa Sentul. Hasil studi pendahuluan dari
sepuluh sarana sumur gali di Desa Sentul pada tahun 2017, menunjukan bahwa
sepuluh sampel air sumur gali atau sekitar 100% sampel air sumur gali tidak
memenuhi syarat. Sehingga air pada sarana sumur gali di Desa Sentul tidak
memenuhi persyaratan bakteriologis. Kehadiran Fecal coliform di air sumur dapat
mengindikasikan kontaminasi oleh air tanah karena kotoran manusia atau kotoran
hewan. Air yang terkontaminasi dengan organisme ini dapat menyebabkan
penyakit pencernaan termasuk diare (Ministry of Environment 2007). Sehingga
masyarakat harus menjaga kebersihan air yang digunakan untuk kebutuhan sehari-
hari agar terhindar dari penyakit. Dalam menjaga kebersihan air diperlukannya
memperhatikan sanitasi air yang digunakan khususnya sanitasi sumur gali.
Adapun faktor sanitasi sumur gali yang dapat mempengaruhi kadar Fecal coliform
meliputi jarak jamban dari sumur gali, jarak pencemaran lain dari sumur gali,
jarak septic tank dari sumur gali, dan kondisi fisik sumur gali. Oleh karena itu,
peneliti ingin melihat hubungan faktor sanitasi sarana sumur gali terhadap indeks
Fecal coliform di Desa Sentul Kecamatan Kragilan Kabupaten Serang.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana nilai indeks Fecal coliform air sumur gali di pemukiman Desa
Sentul Kecamatan Kragilan?
2. Bagaimana gambaran antara jarak jamban dari sumur gali di pemukiman
Desa Sentul Kecamatan Kragilan?
3. Bagaimana gambaran antara jarak septic tank dari sumur gali di
pemukiman Desa Sentul Kecamatan Kragilan?
10
4. Bagaimana gambaran antara jarak pencemar lain (genangan air, tempat
sampah, dan kandang ternak) di pemukiman Desa Sentul Kecamatan
Kragilan?
5. Bagaimana gambaran kondisi fisik sarana sumur gali di pemukiman Desa
Sentul Kecamatan Kragilan?
6. Bagaimana hubungan antara jarak jamban dari sumur gali terhadap indeks
Fecal coliform di Desa Sentul Kecamatan Kragilan?
7. Bagaimana hubungan antara jarak septic tank dari sumur gali terhadap
indeks Fecal coliform di Desa Sentul Kecamatan Kragilan?
8. Bagaimana hubungan antara pencemar lain (genangan air, tempat sampah,
dan kandang ternak) dari sumur gali terhadap indeks Fecal coliform di
Desa Sentul Kecamatan Kragilan?
9. Bagaimana hubungan kondisi fisik sarana sumur gali terhadap indeks
Fecal coliform di Desa Sentul Kecamatan Kragilan?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan faktor sanitasi sarana sumur gali terhadap indeks
Fecal Coliform di Desa Sentul Kecamatan Kragilan Tahun 2017.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya nilai indeks Fecal coliform air sumur gali di pemukiman
Desa Sentul Kecamatan Kragilan.
2. Diketahuinya gambaran antara jarak jamban dari sumur gali di pemukiman
Desa Sentul Kecamatan Kragilan.
11
3. Diketahuinya gambaran antara jarak septic tank dari sumur gali di
pemukiman Desa Sentul Kecamatan Kragilan.
4. Diketahuinya gambaran antara jarak pencemar lain (genangan air, tempat
sampah, dan kandang ternak) di pemukiman Desa Sentul Kecamatan
Kragilan.
5. Diketahuinya gambaran kondisi fisik sarana sumur gali di pemukiman
Desa Sentul Kecamatan Kragilan.
6. Diketahuinya hubungan antara jarak jamban dari sumur gali terhadap
indeks Fecal coliform di Desa Sentul Kecamatan Kragilan.
7. Diketahuinya hubungan antara jarak septic tank dari sumur gali terhadap
indeks Fecal coliform di Desa Sentul Kecamatan Kragilan.
8. Diketahuinya hubungan antara antara jarak pencemar lain (genangan air,
tempat sampah, dan kandang ternak) dari sumur gali terhadap indeks Fecal
coliform di Desa Sentul Kecamatan Kragilan.
9. Diketahuinya hubungan kondisi fisik sarana sumur gali terhadap indeks
Fecal coliform di Desa Sentul Kecamatan Kragilan.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Bagi Pemerintah
1. Menjadi landasan atau acuan bagi pemerintah, khususnya Dinas Kesehatan
Kabupaten Serang dalam pengambilan keputusan serta membuat kebijakan
atau program untuk mengurangi penyakit yang bersumber dari air (water
borne deasease) seperti penyakit diare.
12
2. Menjadi database bagi Dinas Kesehatan dalam melakukan upaya
pencegahan penyakit yang berbasis lingkungan khususnya pada diare.
1.5.2 Manfaat Bagi Puskesmas
1. Dapat menjadi landasan untuk pengawasan terintegrasi pada air bersih
yang digunakan oleh masyarakat.
2. Dapat menjadi acuan untuk berpartisipasinya masyarakat dalam upaya
pencegahan penyakit yang bersumber dari air (water borne deasease).
1.5.3 Manfaat Bagi Masyarakat
Agar dapat mengenali dan memahami kondisi sarana air bersih yang
digunakan agar terhindar dari penyakit yang bersumber dari air (water borne
deasease).
1.5.4 Manfaat Bagi Peneliti Lain
Menambah wawasan dan pengetahuan bagi peneliti lainnya tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi pencemaran sumur gali dan sanitasi sumur gali
terhadap nilai indeks Fecal coliform air sumur gali. Selain itu, sebagai acuan
untuk penelitian lebih lanjut dan informasi bagi peneliti lain yang peduli terhadap
kondisi lingkungan dan kesehatan.
1.6 Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan faktor sanitasi sumur
gali terhadap indeks Fecal coliform di Desa Sentul Kecamatan Kragilan Tahun
2017. Metode penelitian menggunakan metode analisis kuantitatif dengan sumber
data sekunder dari Puskesmas Kecamatan Kragilan mengenai masyarakat
pengguna air sumur gali. Untuk data primer berupa pengambilan sampel air sumur
gali, pengukuran, dan observasi. Pemeriksaan sampel air sumur gali dilakukan
13
dengan uji Most Probable Number (MPN) dengan menggunakan SNI 06-4158-
1996 agar mengetahui indeks bakteri Fecal coliform pada air bersih. Peneliti juga
mengukur jarak antara jamban, septic tank, dan pencemaran lain dari sumur gali
menggunakan meteran. Untuk mengetahui kondisi fisik sumur gali dengan metode
observasi menggunakan lembar observasi atau lembar checklist. Desain studi yang
digunakan, yaitu desain studi cross sectional karena pengukuran dilakukan pada
saat yang bersamaan dan bertujuan untuk mencari hubungan antara variabel
independen dan variabel dependen. Populasi dalam penelitian ini adalah sumur
gali yang airnya digunakan sebagai bahan baku air minum yang dimiliki
masyarakat di Desa Sentul Kecamatan Kragilan, serta sampel dalam penelitian ini
sebesar 69 sarana sumur gali.
Proses pengambilan data dilakukan pada bulan September sampai Oktober
tahun 2017. Setelah data diperoleh, dilakukan pengolahan data dengan
menggunakan software analisis data. Analisis univariat dilakukan untuk
mengetahui gambaran dan distribusi frekuensi. Analisis bivariat dengan
menggunakan analisis chi square.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air Bersih
2.1.1 Pengertian Air Bersih
Air merupakan zat yang penting bagi kehidupan manusia. Setiap tiga per
empat bagian dari tubuh manusia terdiri dari air dan tidak ada yang dapat bertahan
hidup lebih dari 4 – 5 hari tanpa minum air (Chandra 2006). Menurut Permenkes
No. 416/Menkes/PER/IX/1990, air bersih adalah air yang digunakan untuk
keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat
diminum apabila telah dimasak. Air juga dipergunakan untuk kebutuhan rumah
tangga seperti memasak, mencuci pakaian dan peralatan lainnya. Selain itu, air
digunakan untuk keperluan industri, pertanian, pemadam kebakaran, tempat
rekreasi, transportasi, dan lain-lain (Chandra 2006).
2.1.2 Sumber Air Bersih
Sekalipun air jumlahnya relatif konstan, tetapi air tidak diam, melainkan
bersirkulasi akibat pengaruh cuaca, sehingga terjadi suatu siklus yang disebut
siklus hidrologis. Siklus ini penting, karena jalan yang mensuplai daratan dengan
air (Soemirat 2009). Selanjutnya yang dimaksud dengan air adalah air tawar yang
tidak termasuk salju dan es. Di Indonesia jumlah dan pemakaian air bersumber
pada air tanah, air permukaan dan air atmosfer, yang ketersediannya sangat
ditentukan oleh atmosfer atau sering dikenal dengan air hujan (Sumantri 2010).
Siklus hidrologi memiliki beberapa tahapan yang dilaluinya, mulai dari
proses penguapan air (evaporasi), pembentuakan awan (kondensasi), peristiwa
jatuhnya air ke bumi/hujan (presipitasi), penyebaran air dipermukaan bumi,
15
penyerapan air kedalam tanah, sampai berlangsungnya proses daur ulang
(Chandra 2006).
Gambar 2. 1 Siklus Hidrologi Sumber : (Sumantri 2010)
Sinar matahari sebagai sumber energi akan mengeluarkan panas matahari
sehingga air dapat menguap. Penguapan ini terjadi pada air permukaan, air yang
berada di dalam lapisan tanah bagian atas (evaporasi), air yang ada didalam
tumbuhan (transpirasi), hewan, dan manusia (transpirasi, respirasi). Uap air ini
memasuki atmosfer. Didalam atmosfer uap ini akan menjadi awan, dan dalam
kondisi cuaca tertentu dapat mendingin dan berubah bentuk menjadi tetesan-
tetesan air dan jatuh kembali kepermukaan sebagai air hujan. Air hujan ini akan
mengalir langsung masuk kedalam air permukaan (runoff), ada yang meresap
kedalam tanah (perkolasi) dan menjadi air tanah baik yang dangkal maupun yang
dalam, ada yang diserap oleh tumbuhan. Air tanah dalam akan timbul ke
permukaan sebagai mata air dan menjadi air permukaan. Air permukaan bersama-
sama dengan air tanah dangkal, dan air yang berada didalam tubuh akan menguap
16
kembali menjadi awan. Maka siklus hidrologi ini kembali berulang (Soemirat
2009).
Dari siklus hidrologi ini dapat dilihat adanya berbagai sumber air tawar.
Berdasarkan siklus hidrologi, sumber air dapat diklasifikasikan menjadi air
angkasa (hujan), air permukaan, dan air tanah yang akan diuraikan sebagai
berikut.
1. Air Angkasa (Air Hujan)
Air angkasa atau air hujan merupakan sumber utama air di bumi.
Walaupun pada saat presipitasi merupakan air yang paling bersih, air tersebut
cenderung mengalami pencemaran ketika berada di atmosfer. Pencemaran
yang berlangsung di atmosfer itu dapat disebabkan oleh partikel debu,
mikroorganisme dan gas, misalnya karbon dioksida, nitrogen, dan ammonia
(Chandra 2006). Maka dari itu, kualitas air hujan bergantung sekali pada
kualitas udara yang dilaluinya sewaktu turun ke bumi. Bila kadar SO2 didalam
udara tinggi, maka hujan yang akan turun bersifat asam, sehingga air hujan
tersebut tercemar. Keadaan seperti ini sering ditemukan didaerah perindustrian
(Soemirat 2009).
2. Air Permukaan
Air permukaan adalah air yang berada di sungai, danau, waduk, rawa, dan
badan air lain, yang tidak mengalami infiltrasi ke bawah tanah (Effendi 2003).
Air permukaan yang meliputi badan-badan air sebagian besar berasal dari air
hujan yang jatuh kepermukaan bumi. Air hujan tersebut kemudian akan
mengalami pencemaran baik oleh tanah, sampah, maupun lainnya (Chandra
2006).
17
Air permukaan merupakan salah satu sumber penting bahan baku air
bersih. Faktor-faktor yang harus diperhatikan, yaitu mutu atau kualitas baku,
jumlah atau kuantitasnya, dan kontinuitasnya. Dibandingkan dengan sumber
air lain, air permukaan merupakan sumber air yang paling tercemar akibat
kegiatan manusia, fauna, flora, dan zat-zat lain (Chandra 2006).
Sumber-sumber air permukaan, antara lain sungai, selokan, rawa, parit,
bendungan, danau, laut, dan air terjun. Sumber air permukaan yang berasal
dari sungai, selokan, dan parit mempunyai persamaan, yaitu mengalir dan
dapat menghanyutkan bahan yang tercemar. Sumber air permukaan yang
berasal dari rawa, bendungan, dan danau memiliki air yang tidak mengalir,
tersimpan dalam waktu yang lama, dan mengandung sisa-sisa pembusukan
alam, misalnya pembusukan tumbuh-tumbuhan, ganggang, fungi, dan lain-lain
(Chandra 2006).
3. Air Tanah
Air tanah (ground water) berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan
bumi kemudian mengalami perkolasi atau penyerapan ke dalam tanah dan
mengalami proses filtrasi secara alamiah. Proses-proses yang telah dialami air
hujan tersebut, didalam perjalanannya kebawah tanah, membuat air tanah
menjadi lebih baik dan lebih murni dibandingkan air permukaan (Chandra
2006).
Air tanah memiliki beberapa kelebihan dibanding sumber air lain.
Pertama, air tanah biasanya bebas dari kuman penyakit dan tidak perlu
mengalami proses purifikasi dan penjernihan. Persediaan air tanah yang cukup
tersedia sepanjang tahun, saat musim kemarau sekalipun. Sementara itu, air
18
tanah juga memiliki beberapa kerugian atau kelemahan dibanding sumber air
lainnya. Air tanah mengandung zat-zat mineral konsentrasi yang tinggi.
Konsentrasi yang tinggi dari zat-zat mineral semacam magnesium, kalsium,
dan logam berat seperti besi dapat menyebabkan kesadahan air. Selain itu,
untuk mengisap dan mengalirkan air ke atas permukaan, diperlukan pompa
(Chandra 2006). Air tanah terbagi menjadi tiga, yaitu air tanah dangkal, air
tanah dalam, dan mata air.
a. Air Tanah Dangkal
Air tanah dangkal terjadi karena daya proses air dari permukaan tanah.
Lumpur akan tertahan, demikian juga dengan sebagian bakteri. Sehingga air
tanah akan jernih tetapi lebih banyak mengandung zat kimia (garam-garam
yang terlarut) karena melalui lapisan tanah yang mempunyai unsur-unsur
kimia tertentu untuk masing-masing lapisan. Lapisan tanah ini berfungsi
sebagai saringan. Disamping penyaringan, pengotoran juga masih terus
berlangsung, terutama pada muka air yang dekat dengan muka tanah. Setelah
menemui lapisan rapat air, air akan terkumpul merupakan air tanah dangkal
dimana air tanah ini dimanfaatkan untuk sumber air bersih melalui sumur-
sumur dangkal (Sutrisno 2010). Air tanah dangkal terdapat pada kedalaman ±
15 m sebagai sumber air bersih, air tanah dangkal ini ditinjau dari segi kualitas
agak baik. Dari segi kuantitas kurang baik dan tergantung musim (Sumantri
2010).
b. Air Tanah Dalam
Air tanah dalam terdapat setelah rapat air yang pertama. Pengambilan air
tanah dalam tak semudah pada air dangkal. Dalam hal ini harus digunakan bor
19
dan memasukan pipa kedalamnya sampai kedalaman 100 – 300 m. Jika
tekanan air tanah ini besar, maka air dapat menyembur keluar, sumur ini
disebut sumur artesis (Sutrisno 2010).
c. Mata Air
Air yang keluar dari mata air ini biasanya berasal dari air tanah yang
muncul secara alamiah. Air yang berasal dari mata air ini belum tercemar oleh
kotoran. Mata air yang berasal dari tanah dalam, tidak terpengaruh oleh
musim dan kualitasnya sama dengan keadaan air dalam (Notoatmodjo 2011).
2.1.3 Syarat Kualitas Air Bersih
Kegunaan air yang paling terpenting merupakan kebutuhan untuk minum.
Untuk keperluaan minum (termasuk untuk masak) air bersih harus mempunyai
persyaratan khusus agar air tersebut tidak menimbulkan penyakit pada manusia
(Notoatmodjo 2011). Agar air bersih tidak menimbulkan penyakit, maka air
tersebut seharusnya memenuhi syarat kualitas yang meliputi syarat fisika, kimia,
biologi, dan radioaktif. Syarat fisika air bersih, yaitu air tidak berwarna, tidak
berasa, dan tidak berbau. Syarat kimia air bersih, yaitu air tidak mengandung zat-
zat kimia yang membahayakan kesehatan manusia. Syarat biologi, yaitu air tidak
mengandung mikroorganisme atau bakteri patogen. Untuk syarat radioaktif, yaitu
tidak mengandung unsur-unsur radioaktif yang dapat membahayakan kesehatan
seperti aktivitas alpha dan aktivitas beta (Depkes RI 1990b).
Berdasarkan Permenkes RI No. 416/Menkes/PER/IX/1990 tentang syarat-
syarat dan pengawasan kualitas air disebutkan syarat-syarat kualitas air untuk air
minum, air bersih, air kolam renang, dan air pemandian umum. Syarat-syarat air
20
bersih yang tercantum dalam Permenkes RI No. 416/Menkes/PER/IX/1990
sebagai berikut.
Tabel 2. 1 Persyaratan Kualitas Air Bersih
No Parameter Satuan
Kadar
Maksimum yang
diperbolehkan
Keterangan
A. FISIKA
1. Bau - - Tidak Berbau
2. Jumlah zat padat terlarut
(TDS)
mg/l 1000 -
3. Kekeruhan Skala
NTU
5 -
4. Rasa - - Tidak Berasa
5. Suhu oC Suhu udara ± 3
o C -
6. Warna Skala
TCU
15 -
B. KIMIA
a. Kimia Organik
1. Air raksa mg/l 0,001
2. Arsen mg/l 0,05
3. Besi mg/l 1,0
4. Flourida mg/l 1,5
5. Kadmium mg/l 0,005
6. Kesadahan (CaCO3) mg/l 500
7. Klorida mg/l 600
8. Kromium, valensi 6 mg/l 0,05
9. Mangan mg/l 0,5
10. Nitrat, sebagai N mg/l 10
11. Nitrit, sebagai N mg/l 1
12. pH mg/l 0,05
13. Selenium mg/l 0,01
14. Seng mg/l 15
15. Sianida mg/l 0,1
16. Sulfat mg/l 400
17. Timbal mg/l 0,05
b. Kimia Organik
1. Aldrin dan dieldrin mg/l 0,0007
2. Benzene mg/l 0,01
3. Benzo (a) pyrene mg/l 0,00001
4. Chloroform (total isomer) mg/l 0,007
5. Chloroform mg/l 0,03
6. 2.4-D mg/l 0,1
7. DDT mg/l 0,03
8. Detergen mg/l 0,05
9. 1,2-Dichloroethene mg/l 0,01
21
No Parameter Satuan
Kadar
Maksimum yang
diperbolehkan
Keterangan
10. 1,1-Dichloroethene mg/l 0,0003
11. Heptachlor dan heptachlor
epoxide
mg/l 0,003
12. Hexachlorobenzene mg/l 0,00001
13. Gamma-HCH (Lindane) mg/l 0,004
14. Methoxychlor mg/l 0,10
15. Pentachlorophanol mg/l 0,01
16. Pestisida total mg/l 0,10
17. 2,4,6-trichlorophenol mg/l 0,01
18. Zat Organik (KMnO4) mg/l 10
c. Mikrobiologi
1. Total koliform (MPN) Per 100 ml
air contoh
50 Bukan air
pipaan
2. Koliform tinja Per 100 ml
air contoh
0 Bukan air
pipaan
d. Radioaktivitas
1. Aktivitas alpha (Gross
Alpha Activity)
mg/l 0,1
2. Aktivitas Beta (Gross Beta
Activity)
mg/l 1
Sumber : Permenkes RI No. 416/Menkes/PER/IX/1990
2.2 Sumur Gali (SGL)
2.2.1 Pengertian Sumur Gali
Sumur gali merupakan sumber utama persediaan air bersih bagi penduduk
yang tinggal didaerah pedesaan maupun di perkotaan Indonesia. Sumur gali
adalah sarana air bersih yang mengambil/memanfaatkan air tanah dengan cara
menggali lubang di tanah dengan menggunakan tangan sampai mendapatkan air
(Depkes RI 1990a). Sumur gali biasanya memanfaatkan sumber air tanah dangkal.
Air tanah dangkal juga disebut air tanah bebas karena lapisan air tersebut tidak
berada dalam tekanan. Profil permukaan air tanah dangkal tergantung dari profil
muka tanah dan bahan/jenis tanah itu sendiri (Gunawan 2009). Adapun kriteria
(lanjutan tabel 2.1)
22
sumur gali yang sering dipergunakan oleh masyarakat dibedakan menurut
kedalaman dan letak dari sumur gali tersebut.
1. Kedalaman Sumur Gali
Secara teknis sumur gali dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
a. Sumur Gali Dangkal (shallow well)
Sumur semacam ini memiliki sumber air yang berasal dari resapan air
hujan diatas permukaan bumi terutama di daerah dataran rendah. Jenis
sumur ini banyak terdapat di Indonesia dan mudah sekali terkontaminasi
air kotor yang berasal dari kegiatan mandi-cuci-kakus (MCK) sehingga
persyaratan sanitasi yang perlu sekali diperhatikan (Chandra 2006).
Sumur dangkal merupakan cara pengambilan air yang banyak dipakai
di Indonesia. Sumur sebaiknya terletak ditempat yang aliran air tanahnya
tidak tercemar. Bila disekeliling sumur terdapat sumber pencemaran air
tanah, hendaknya sumur ini berada di hulu aliran air tanah dan sedikitnya
berjarak 10-15 meter dari sumber pencemaran tersebut. Diperkirakan
sampai kedalaman 3 meter masih mengandung kuman-kuman. Lebih
dalam dari 3 meter sudah dapat dikatakan tanah bersih dari kuman-kuman.
Oleh karena itu, dinding dalam yang melapisi sumur sebaiknya dibuat
sampai dengan 3 meter atau 5 meter (Sumantri 2010).
b. Sumur Gali Dalam (deep well)
Sumur dalam mempunyai permukaan air yang lebih tinggi dari
permukaan air tanah disekelilingnya. Tingginya permukaan air ini
disebabkan oleh adanya tekanan didalam akuifer. Air tanah berada dalam
akuifer yang terdapat diantara dua lapis yang tidak tembus (Sumantri
23
2010). Selain itu, sumur ini memiliki sumber air yang berasal dari proses
purifikasi alami air hujan oleh lapisan kulit bumi menjadi air tanah.
Sumber airnya tidak terkontaminasi dan memenuhi persyaratan sanitasi
(Chandra 2006).
Tabel 2. 2 Perbedaan antara Sumur Dangkal dengan Sumur Dalam
No. Jenis
Sumur
Sumber
Air
Kualitas
Air
Kualitas
Bakteriologis Persediaan
1. Sumur
Dangkal
Air
Permukaan
Kurang Baik Kontaminasi Kering pada
musim
kemarau
2. Sumur
Dalam
Air Tanah Baik Tidak
Terkontaminasi
Tetap ada
sepanjang
tahun Sumber : (Chandra 2006)
2. Letak Sumur Gali
Adapun menurut letaknya sumur gali dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
sumur gali terbuka dan sumur gali tertutup yang akan diuraikan sebagai
berikut.
a. Sumur gali di luar rumah
Sumur gali di luar rumah adalah sumur yang terletak di luar rumah.
Jenis sumur ini biasanya termasuk kedalam sumur gali terbuka. Sumur gali
terbuka adalah sumur gali yang bentuk konstruksinya terbuka terdapat
dinding terbuat dari beton, bibir, lantai, serta teknik pengambilan airnya
menggunakan timba (Machfoedz 2004). Keadaan kontruksi dan cara
pengambilan air sumur dapat merupakan sumber kontaminasi, misalnya
sumur dengan konstruksi yang tidak memperhatikan syarat teknis
pembuatan dan pengambilan air dengan timba yang tidak saniter. Selain
itu, makin tinggi proporsi sarana sumur gali di luar rumah, makin tinggi
pula konsentrasi koli tinja. Hal ini disebabkan karena sumur gali yang
24
terletak di luar rumah memungkinkan tercemar oleh hewan atau sumber
pencemar lain (Iriani 2012).
Dari segi kesehatan penggunaan sumur gali ini kurang baik bila cara
pembuatannya tidak benar-benar diperhatikan, untuk memperkecil
kemungkinan terjadinya pencemaran dapat diupayakan dengan
memperhatikan syarat teknis pembuatan dari sumur gali dan diberikan
penutup untuk mencegah kontaminasi polusi, debu, ataupun kotoran
(Mukono 2002).
b. Sumur gali di dalam rumah
Sumur gali di dalam rumah adalah sumur gali yang terletak didalam
rumah. Sumur gali jenis ini biasanya termasuk kedalam sumur gali yang
tertutup. Sumur gali tertutup ada yang memakai pompa dan ada yang
memakai sanyo. Akan tetapi, terdapat juga sumur gali terbuka namun
terletak di dalam rumah. Kelebihan jenis umur ini adalah kemungkinan
untuk terjadinya pengotoran atau pencemaran akan lebih sedikit
disebabkan kondisi sumur selalu tertutup (Machfoedz 2004).
2.2.2 Sanitasi Sumur Gali
Sanitasi merupakan usaha pencegahan penyakit dengan cara
menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan
rantai perpindahan penyakit tersebut (Purnawijayanti 2001). Secara luas, ilmu
sanitasi merupakan penerapan dari prinsip-prinsip yang akan membantu
memperbaiki, mempertahankan, atau mengembalikan kesehatan yang baik pada
manusia (Jenie (1996) dalam Purnawijayanti, 2001).
25
Sumur sanitasi adalah jenis sumur yang telah memenuhi persyaratan
sanitasi dan terlindungi dari kontaminasi air kotor (Chandra 2009). Adapun hal-
hal yang harus diperhatikan dalam menjaga sanitasi sumur meliputi lokasi,
dinding sumur, dinding parapet, lantai kaki lima, drainase (saluran pembuangan
air), tutup sumur, pompa tangan /listrik, tanggung jawab pemakai, dan kualitas air
(Chandra 2009).
Adapun, menurut Depkes (1994) tentang Penyehatan Air Dalam Program
Penyediaan dan Penyehatan Air Bersih, syarat sanitasi sarana sumur gali yang
baik, meliputi :
1. Jarak sumur dengan lubang penampungan kotoran manusia paling sedikit 11
meter.
2. Jarak sumur dengan peresapan air limbah paling sedikit 11 meter.
3. Jarak sumur dengan sumber pencemaran (genangan air, tempat sampah,
kandang ternak) paling sedikit 11 meter.
4. Bibir sumur (apron) setinggi 0,5 – 0,7 m dari permukaan tanah (Depkes RI
1990a).
5. Lantai sumur (slab) kedap air minimal 1 meter (Depkes RI 1994). Selain itu,
lantai sumur juga tidak retak/ bocor, mudah dibersihkan, dan tidak tergenang
air (Depkes RI 1995).
6. Dinding sumur kedap air minimal sedalam 3 meter dari permukaan tanah,
dibuat dari bahan kedap air dan kuat (tidak mudah retak/longsor) (Depkes RI
1990a).
7. Saluran pembuangan air limbah (SPAL) minimal 11 meter, serta SPAL harus
kedap air dan tidak menimbulkan genangan.
26
8. Jika pengambilan air dengan timba harus ada timba khusus. Untuk mencegah
pencemaran, timba harus selalu digantung dan tidak boleh diletakan di lantai.
9. Sumur resapan 1,5 – 2 cm (Depkes, 1994).
2.3 Sumber Pencemaran Air
Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 01 Tahun
2010, pencemaran air adalah masuk atau dimasukannya makhluk hidup, zat,
energi, dan atau komponen lain kedalam air oleh kegiatan manusia sehingga
melampaui baku mutu air limbah yang telah ditetapkan. Sumber pencemar yang
paling utama berasal dari limbah industri, pertanian, dan domestik (rumah
tangga).
1. Limbah Industri
Limbah industri (industrial waste) yang berbentuk cair dapat berasal dari
pabrik yang biasanya banyak menggunakan air pada proses produksinya. Selain
itu, limbah cair juga dapat berasal dari bahan baku yang mengandung air sehingga
didalam proses pengolahannya, air harus dibuang (Chandra 2006). Jumlah aliran
air limbah yang berasal dari industri sangat bervariasi tergantung dari jenis dan
besar-kecilnya industri, pengawasan pada proses industri, derajat penggunaan air,
derajat pengolahan air limbah yang ada (Sugiharto 1987).
Untuk memperkirakan jumlah air limbah yang dihasilkan oleh industri
yang tidak menggunakan proses basah diperkirakan sekitar 50 m3/ha/hari.
Apabila suatu industri tidak mempergunakan air limbahnya kembali, patokan
yang dipergunakan untuk jumlah air limbah yang dikeluarkan sebesar 85 – 95%
dari jumlah air yang dipergunakan. Sedangkan, untuk industri yang
27
memanfaatkan kembali air limbahnya maka jumlahnya akan lebih kecil lagi
(Sugiharto 1987).
Kandungan zat-zat yang berasal dari setiap industri sangat ditentukan oleh
jenis industri itu sendiri (Sugiharto 1987). Pembuangan limbah industri ke sungai
menyebabkan air sungai tercemar. Pencemaran air sungai oleh logam-logam berat
seperti air raksa, timbal, dan kadmium sangat berbahaya bagi manusia. Bahan
pencemar yang berasal dari limbah industri dapat meresap ke dalam air tanah
yang menjadi sumber air untuk minum, mencuci, dan mandi. Air tanah yang
tercemar umumnya sukar sekali dikembalikan menjadi air bersih (Achmadi 2012).
2. Limbah Pertanian
Limbah pertanian berasal dari daerah atau kegiatan pertanian maupun
perkebunan. Penggunaan pupuk dan pestisida secara berlebihan dapat
mengakibatkan pencemaran air. Kelebihan pupuk yang memasuki wilayah
perairan akan menyuburkan tumbuhan air, seperti ganggang dan eceng gondok
sehingga dapat menutupi permukaan air. Akibatnya sinar matahari sulit masuk ke
dalam air sehingga mematikan fitoplankton dalam air. Akibat lebih lanjut, sampah
organik dari ganggang dan eceng gonok akan menghabiskan oksigen terlarut
sehingga ikan-ikan tidak dapat hidup. Sedangkan, sisa pestisida yang masuk
wilayah perairan dapat mematikan ikan-ikan atau diserap oleh mikroorganisme
kemudian masuk dalam rantai makanan. Sisa pestisida di perairan dapat meresap
ke dalam tanah, sehingga mencemari air tanah (Zulkifli 2014).
28
3. Limbah Domestik
Air limbah domestik (rumah tangga) adalah bekas yang tidak dapat
dipergunakan lagi untuk tujuan semula baik yang mengandung kotoran manusia
(tinja) atau dari aktifitas dapur, kamar mandi dan cuci. Air limbah domesik
mengandung lebih dari 90% cairan. Zat-zat yang terdapat dalam air buangan
diantaranya adalah unsur-unsur organik tersuspensi maupun terlarut seperti
protein, karbohidrat dan lemak dan juga unsur-unsur anorgank seperti butiran,
garam dan metal serta mikroorganisme. Unsur-unsur tersebut memberikan corak
kualitas air buangan dalam sifat fisik, kimia, maupun biologi (Kodoatie 2010).
Volume air limbah bergantung pada volume pemakaian air penduduk
setempat. Penggunaan air untuk keperluan sehari-hari mungkin kurang dari 10
liter per orang didaerah yang sumber airnya berasal dari sumur pompa atau
sambungan rumah sendiri, penggunaan air dapat mencapai 200 liter per orang
(Chandra 2006).
2.4 Proses Pencemaran Air Tanah
Pencemaran air dapat diakibatkan oleh banyak sumber pencemar, tetapi
sumber pencemar secara umum dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu sumber
kontaminasi langsung dan tidak langsung. Sumber langsung meliputi efluen yang
keluar dari industri, TPA sampah, rumah tangga, dan sebagainya. Sumber tak
langsung, yaitu kontaminan yang memasuki badan air dari tanah, atau atmosfer
berupa hujan. Pada dasarnya sumber pencemaran air berasal dari industri, rumah
tangga (pemukiman) dan pertanian (Sumantri 2010). Pencemaran air juga dapat
diakibatkan oleh pencemaran secara fisik, kimia, dan biologi (bakteriologis).
29
Pencemaran bakteriologis adalah peristiwa yang masih sering terjadi di
Negara berkembang berupa masuknya mikroorganisme yang berasal dari tinja
manusia atau kotoran binatang berdarah panas masuk ke dalam sumber air bersih.
Air tanah seperti sumur di Indonesia dapat tercemar secara bakteriologis melalui
perembesan air limbah. Apabila suatu kota belum memiliki sistem pembuangan
air limbah secara tertutup, maka umumnya hanya air yang berasal dari kamar
mandi dan cuci saja yang dibuang ke saluran limbah kota, sedangkan kotoran
yang berasal dari WC akan dibuang ke tempat pembuangan khusus yang dikenal
dengan septic tank (Sugiharto 1987).
Setiap rumah tangga memiliki septic tank tersendiri untuk membuang
kotoran rumahtangga, sehingga dapat berakibat negatif dari pembuangan tersebut.
Berikut ini merupakan suatu gambaran pola pencemaran yang ada didalam tanah
apabila suatu sumber pencemar diletakan di dalam tanah (Sugiharto 1987).
Gambaran pola pencemaran yang ada didalam tanah, yaitu pencemaran akibat
adanya pembuangan kotoran rumah tangga terhadap tanah disekitarnya.
Gambar 2. 2 Penyebaran mikroorganisme dan bahan kimia dalam suatu
pencemaran terhadap air tanah disekitarnya Sumber : (Sugiharto, 1987)
30
Dari gambar tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
1. Pencemaran yang ditimbulkan oleh bakteri terhadap air yang ada didalam
tanah dapat mencapai jarak 11 meter, searah dengan arah aliran air tanah. Oleh
karena itu, pembuatan sumur pompa tangan atau sumur gali untuk keperluan
air rumah tangga sebaiknya berjarak 11 meter dari sumber pencemar.
2. Pencemaran dapat diperpendek jaraknya jika pembuangan kotoran belum
mencapai permukaan air tanah karena perjalanan bakteri didalam tanah sangat
dipengaruhi oleh aliran air didalam tanah.
3. Jika pencemaran bakteri hanya mencapai 11 m maka pencemaran yang
diakibatkan oleh kandungan kimia dapat mencapai 95 m. dengan demikian,
sumber air yang ada didalam masyarakat sebaiknya berjarak lebih dari 95 m
dari tempat pembuangan bahan kimia (Kusjuliadi 2010).
Adapun pencemaran air dapat berdampak sangat luas, misalnya dapat
meracuni air minum, meracuni makanan hewan, menjadi penyebab
ketidakseimbangan ekosistem sungai dan danau, dan pengrusakan hutan akibat
hujan asam. Dibadan air, sungai dan danau, nitrogen dan fosfat dari kegiatan
pertanian telah menyebabkan pertumbuhan tanaman air yang diluar kendali yang
disebut eutrofikasi. Selain itu, dampak pencemaran air pada umumnya dibagi
menjadi empat kategori sebagai berikut KLH (2004) dalam (Sumantri 2010).
1. Dampak Terhadap Kehidupan Biota Air
Banyaknya zat pencemar pada air limbah akan menyebabkan menurunnya
kadar oksigen terlarut dalam air tersebut. Sehingga akan mengakibatkan
kehidupan dalam air yang membutuhkan oksigen terganggu serta mengurangi
31
perkembangannya. Selain itu, kematian dapat pula disebabkan adanya zat beracun
yang juga menyebabkan kerusakan pada tanaman dan tumbuhan air.
2. Dampak Terhadap Kualitas Tanah
Pencemaran air tanah oleh tinja yang biasa diukur dengan Fecal coliform
telah terjadi dalam skala yang luas, hal ini telah dibuktikan oleh suatu survei
sumur dangkal di Jakarta. Banyak penelitian yang mengindikasikan terjadinya
pencemaran ini.
3. Dampak Terhadap Kesehatan
Peran air sebagai pembawa penyakit menular bermacam-macam antara
lain, yaitu :
a. Air sebagai media untuk hidup mikroba patogen.
b. Air sebagai sarang insekta penyebar penyakit.
c. Jumlah air yang tersedia tak cukup, sehingga manusia tidak dapat
membersihkan diri.
d. Air sebagai media untuk hidup vektor penyakit.
Ada beberapa penyakit yang masuk dalam kategori water-borne disease
atau penyakit yang dibawa oleh air, yang masih banyak terdapat di daerah-daerah.
Penyakit ini dapat menyebar bila mikroba penyebabnya dapat masuk ke dalam
sumber air yang dipakai masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Adapun jenis mikroba yang dapat menyebar lewat air antara lain, bakteri,
protozoa, dan metazoan (Sumantri 2010).
4. Dampak Terhadap Estetika Lingkungan
Dengan semakin banyaknya zat organik yang dibuang ke lingkungan
perairan, maka perairan ini akan semakin tercemar yang biasanya ditandai dengan
32
bau yang menyengat di samping tumpukan yang dapat mengurangi estetika
lingkungan. Masalah limbah minyak atau lemak juga dapat mengurangi estetika.
2.5 Proses Pencemaran Sumur Gali
Proses pencemaran sumur gali terjadi akibat aliran air tanah dan
penurunan permukaan air tanah (draw down) yang akan dijelaskan sebagai
berikut.
2.1.2 Aliran Air Tanah
Didalam siklus hidrologi maka air tanah secara alami mengalir oleh karena
adanya perbedaan tekanan dan letak ketinggian lapisan tanah. Air akan mengalir
dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Oleh karena itu, apabila letak
sumur berada dibagian bawah dari letak sumber pencemar maka bahan pencemar
bersama aliran air tanah akan mengalir untuk mencapai sumur gali. Penentuan
lokasi pembuatan sumur yang jauh dari sumber pencemar merupakan usaha untuk
mencegah dan mengurangi resiko pencemaran (Asdak 2002).
2.1.3 Penurunan Permukaan Air Tanah (draw down)
Pada lapisan tanah yang mencapai lapisan ketinggian yang relatif sama
dan landai, maka secara relatif pula tempat tersebut tidak terjadi aliran air tanah.
Jika dilakukan pemompaan atau penimbaan atau pengambilan air tanah pada
sumur, maka akan terjadi draw down, yaitu penurunan dari permukaan air tanah.
Oleh karena adanya draw down ini maka pada sumber itu tekanannya menjadi
lebih rendah dari air tanah disekitarnya sehingga mengalirlah air tanah disekitar
menuju ke sumur gali tersebut (Asdak 2002).
Perkataan lain untuk mengganti air yang telah diambil sampai permukaan
air sumur gali tersebut menjadi sama dengan permukaan air tanah sekitarnya. Jika
33
air tanah disekitarnya telah tercemar oleh bahan-bahan pencemar akan sampai ke
dalam air sumur gali. Hal ini dapat terjadi dari sumur yang satu ke sumur yang
lain yang jangkauannya semakin jauh (Asdak 2002).
2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pencemaran Sumur Gali
Faktor-faktor yang mempengaruhi pencemaran sumur gali dibagi menjadi
dua, yaitu meliput faktor sanitasi sumur gali (Mulyana 2003) dan juga faktor lain
yang berpengaruh terhadap pencemaran sumur gali (Marsono 2009).
2.6.1 Faktor Sanitasi Sumur Gali
Faktor sanitasi sumur gali meliputi jarak jamban, jarak septic tank, jarak
pencemar lain, dan kondisi fisik sumur gali yang akan diuraikan sebagai berikut.
1. Jarak Jamban
Jamban merupakan suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan
mengumpulkan kotoran manusia dalam suatu tempat tertentu dan tidak menjadi
penyebab penyakit serta mengotori lingkungan pemukiman (Soeparman &
Suparmin 2001). Semakin jauh jarak jamban dengan sumur gali akan
menyebabkan jumlah bakteri semakin sedikit, dan sebaliknya semakin dekat
jamban akan menyebabkan jumlah bakteri semakin bertambah. Hal ini disebabkan
karena tanah tersusun dari berbagai jenis material (batu, pasir, dll) yang akan
menyaring bakteri yang melewatinya (Marsono 2009). Berdasarkan penelitian
Tattit Khomariyatika (2011), menyatakan adanya pengaruh jarak jamban dengan
kualitas bakteriologis sumur gali. Jarak jamban dengan letak sarana sumur gali
yang memenuhi syarat paling sedikit 11 meter (Depkes RI 1994). Sehingga
dengan jarak lebih dari 10 meter air sumur gali tidak terkontaminasi bakteri
(Boekoesoe 2010).
34
2. Jarak Septic Tank
Septic tank adalah tempat pembuangan akhir untuk air besar dari kloset.
Pemilihan tempat dan model septic tank yang akan digunakan sangat berpengaruh
pada kesehatan. Ini disebabkan jarak rembesan septic tank dan sumur minimal 8
meter (Susanta 2008). Selain itu, persyaratan jarak septic tank ke sumur gali yang
baik memiliki jarak minimal 11 meter (Depkes RI 1994). Limbah dari septic tank
sangat mempengaruhi pencemaran terhadap sumur gali (Nazar, 2010).
Berdasarkan penelitian Margareth R. Sapulete (2010), diperoleh hasil p value
(0.039) < 0.05 berarti terdapat hubungan yang sangat bermakna secara statistik
antara jarak sumur gali dengan septic tank atau lubang penampungan kotoran
dengan kandungan Fecal coliform (E. coli) dalam air sumur gali. Hal ini sejalan
juga dengan penelitian yang dilakukan di Kelurahan Citrodiwangsan Kabupaten
Lumajang yang menyatakan bahwa jarak antara sumur gali dengan septic tank
berpengaruh secara signifikan terhadap kandungan bakteri Fecal coliform pada air
sumur gali (Pujiati & Pebriyanti 2010).
3. Jarak Sumber Pencemar Lain
Karakteristik limbah ditentukan oleh jenis sumber pencemar. Karakteristik
limbah rumah tangga berbeda dengan karakteristik limbah jamban dan septic tank.
Limbah jamban dan septic tank banyak mengandung bahan organik yang
merupakan habitat bagi tumbuhnya mikroorganisme. Sumber pencemar lain ini
berupa limbah rumah tangga yang meliputi tempat sampah, genangan air bekas
cucian, dan kandang ternak. Perbedaan karakteristik limbah mempunyai pengaruh
yang berbeda pula terhadap kualitas bakteriologis air sumur gali (Kusnoputranto
1997). Pembuatan sumur gali yang berjarak kurang dari 11 meter dari sumber
35
pencemar, mempunyai resiko tercemarnya air sumur oleh perembesan air dari
sumber pencemar (Kusnoputranto 1997). Selain itu, jarak sumber pencemar lain
dengan letak sumur gali yang memenuhi paling sedikit 11 meter (Depkes RI
1994).
4. Kondisi Fisik Sarana Sumur Gali
Kondisi fisik sarana sumur gali merupakan konstruksi bangunan dan
sarana yang mendukung sanitasi sarana sumur gali (Marsono 2009). Sanitasi
sarana sumur gali merupakan sumur yang telah memenuhi persyaratan sanitasi
dan terlindungi dari kontaminasi air kotor (Chandra 2006). Menurut (Depkes RI
1994) bahwa kondisi fisik sarana sumur gali meliputi jarak sumber pencemar,
SPAL, lantai sumur, bibir sumur, kedalaman sumur kedap air, dinding sumur, dan
timba yang digunakan. Untuk kondisi fisik sarana sumur gali yang baik mengacu
pada Pedoman Penyehatan Air Dalam Program Penyediaan dan Penyehatan Air
Bersih dan juga mengacu kepada formulir inspeksi sanitasi sumur gali (Form IS-
SGL) (Depkes RI 1994). Berdasarkan penelitian Jane Francis Tatah Kihla
Akoachere (2013), struktur sanitasi sumur gali memiliki hubungan yang
signifikan dengan kandungan Fecal coliform.
2.6.2 Faktor Lain yang Mempengaruhi Pencemaran Sumur Gali
Fakor-faktor lain yang dapat mempengaruhi pencemaran sumur gali, yaitu
meliputi arah aliran air tanah, porositas dan permeabilitas tanah, dan curah hujan.
1. Arah Aliran Air Tanah
Pencemaran air sumur gali oleh bakteri Fecal coliform dipengaruhi arah
aliran air tanah. Aliran air memberikan pengaruh secara terus menerus terhadap
lingkungan di dalam tanah. Pergerakan aliran air tanah yang mengandung bakteri
36
Fecal coliform melalui pori-pori tanah akan mempengaruhi penyebaran pencemar
air tanah (Kodoatie 2010). Pergerakan aliran air tanah yang mengandung bakteri
Fecal coliform mengarah ke sumur gali, menyebabkan air sumur gali tercemar
oleh bakteri Fecal coliform (Kusnoputranto 1997). Aliran air tanah akan
mengalami rembesan pada air sumur gali dengan jarak yang pendek (Kodoatie
2010).
Aliran air mengarah kearah berlawanan dengan sumber air bersih dan
kecepatan aliran air yang lambat dapat mengurangi pencemaran. Didalam siklus
hidrologi maka air tanah secara alami mengalir oleh adanya perbedaan tekanan
dan letak ketinggian lapisan tanah. Air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat
yang rendah. Oleh karena itu, apabila letak sumur gali berada dibagian bawah dari
letak sumber pencemaran maka bahan pencemar bersama aliran air tanah akan
mengalir untuk mencapai sumur gali (Asdak 2002).
2. Porositas dan Permeabilitas Tanah
Porositas dan permeabilitas tanah akan berpengaruh pada penyebaran
bakteri Fecal coliform, air merupakan alat transportasi bakteri dalam tanah. Makin
besar porositas dan permeabilitas tanah, makin besar kemampuan untuk
melewatkan air yang berarti jumlah bakteri yang dapat bergerak mengikuti aliran
tanah semakin banyak (Kusnoputranto 1997).
Berdasarkan penelitian (Indramaya 2013) menyebutkan bahwa
permeabilitas tanah yang dihasilkan cukup tinggi mencapai 5,03 m/hari sehingga
kemampuan penyerapan tanah juga semakin tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh
tekstur tanah daerah penelitian didominasi oleh pasir yang memiliki karakteristik
dapat meresapkan air dengan cepat sehingga jumlah bakeri juga dapat semakin
37
banyak. Selain itu, dari hasil penelitian dari keseluruhan sampel pengukuran
didapatkan nilai permeabilitas yang cukup seragam, dikarenakan cakupan wilayah
penelitian yang tidak begitu luas. Akibat wilayah penelitian yang sempit
menyebabkan struktur dan tekstur tanah yang dimiliki pada tanah didaerah
penelitian juga tidak beragam, sehingga mengakibatkan tidak adanya variasi pada
nilai permeabilitas (Indramaya 2013).
3. Curah Hujan
Air hujan mengalir dipermukaan tanah dapat menyebarkan bakteri Fecal
coliform yang ada di permukaan tanah. Meresapnya air hujan ke dalam lapisan
tanah mempengaruhi bergeraknya bakteri Fecal coliform di dalam lapisan tanah.
Semakin banyak air hujan yang meresap kedalam lapisan tanah semakin besar
kemungkinan terjadinya pencemaran. Di Indonesia, dimana rata-rata curah
hujannya tinggi, maka potensi atau resiko pencemaran tanah dan air tanah akibat
landfill akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan daerah curah hujan sedang
atau rendah (Cornelia 2008). Sehingga pencemaran air tanah akan mempengaruhi
tingginya bakteri. Penelitian (Ejechi 2007) di Nigeria menyatakan ada perbedaan
yang bermakna (p < 0,05) tingkat kandungan Coliform antara musim kemarau dan
musim hujan. Kandungan Fecal coliform dalam air sumur lebih tinggi di musim
hujan.
2.7 Peranan Air terhadap Penularan Penyakit
Air memiliki peranan besar dalam penularan beberapa penyakit menular.
Penyakit yang menyerang manusia dapat ditularkan dan menyebar secara
langsung maupun tidak langsung melalui air (Chandra 2006). Peran air dalam
terjadinya penyakit menular dapat bermacam-macam, yaitu air sebagai penyebar
38
mikroba patogen, air sebagai sarang insekta penyebar penyakit, jumlah air bersih
yang tidak mencukupi sehingga orang tidak dapat membersihkan dirinya dengan
baik, dan air sebagai sarang hospes sementara penyakit (Soemirat 2009). Air
dapat sebagai media atau vehicle yang dapat menularkan penyakit drai sumber ke
orang lain. Secara skematis penularan penyakit melalui wahana air dapat
dijelaskan dalam teori simpul sebagai berikut (Achmadi 2012).
Gambar 2. 3 Teori Simpul Sumber : (Achmadi 2012)
Dengan mengacu kepada gambar skematik tersebut diatas, maka
patogenesis atau proses terjadinya penyakit berbasis lingkungan dapat diuraikan
ke dalam 5 simpul, yaitu simpul 1, sebagai sebagai sumber agen penyakit berupa
mikroorganisme atau bakteri yang terdapat di tanah dan juga bakteri yang berasal
dari kotoran manusia; simpul 2, komponen lingkungan yang merupakan media
transmisi yang akan mencemari sumber air; simpul 3, penduduk dengan berbagai
variabel kependudukan seperti pendidikan, perilaku, kepadatan, gender;
39
sedangkan, simpul 4 penduduk yang dalam keadaan sehat atau sakit setelah
mengalami interaksi atau exposure dengan komponen yang mengandung agen
penyakit. Simpul 5 merupakan semua variabel yang memiliki pengaruh terhadap
keempat simpul tersebut, seperti iklim, kebijakan, topografi, dan suhu lingkungan
(Achmadi 2012).
Penyakit menular yang disebarkan oleh air secara langsung diantara
masyarakat seringkali dinyatakan sebagai penyakit bawaan air atau water-borne
disease. Penyakit-penyakit hanya dapat menyebar, apabila mikroba penyebabnya
dapat masuk kedalam sumber air yang dipakai masyarakat untuk memenuhi
kebutuhannya sehari-hari. Jenis mikroba yang dapat menyebar lewat air
bermacam-macam mulai dari virus, bakteri, protozoa, dan metazoa (Soemirat
2009).
Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air dapat dibagi dalam
kelompok-kelompok berdasarkan cara penularannya. Mekanisme penularan
penyakit sendiri terbagi menjadi empat (Chandra 2006), yaitu:
1. Waterborne mechanism
Waterborne disease adalah penyakit yang ditransmisikan bila organisme
penyebab penyakitnya (patogen) yang berada didalam air terminum oleh
orang atau hewan sehingga menimbulkan infeksi. Didalam mekanisme ini,
kuman patogen dalam air yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia
ditularkan kepada manusia melalui mulut atau sistem pencernaan. Contoh
penyakit yang ditularkan melalui mekanisme ini antara lain kolera, tifoid,
hepatitis viral, disentri basiler, dan poliomielitis.
2. Waterwashed mechanism
40
Mekanisme penularan semacam ini berkaitakn dengan kebersihan umum
dan perseorangan. Cara penularan penyakit ini berkaitan erat dengan air
bagi kebersihan umum alat-alat terutama alat-alat dapur dan makaan. Pada
mekanisme ini terdapat tiga cara penularan, yaitu :
a. Infeksi melalui alat pencernaan, seperti diare pada anak-anak.
b. Infeksi melalui kulit dan mata, seperti scabies dan trachoma.
c. Penularan melalui binatang pengerat seperti pada penyakit
leptospirosis.
3. Water-based mechanism
Penyakit yang ditularkan dengan mekanisme ini memiliki agens penyebab
yang menjalani sebagian siklus hidupnya didalam tubuh vektor atau
sebagai intermediate host yang hidup didalam air. Contohnya
skistosomiasis dan penyakit akibat Dracunculus medinensis.
4. Water-related insect vector mechanism
Agens penyakit ditularkan melalui gigitan serangga yang berkembangbiak
didalam air. Contohnya penyakit dengan mekanisme penularan semacam
ini adalah filariasis, dengue, malaria, dan yellow fever (Chandra 2006).
2.8 Indikator Kualitas Air Secara Bakteriologis
Pemeriksaan bakteriologis merupakan pemeriksaan yang paling baik dan
sensitif untuk mendeteksi kontaminasi air oleh kotoran manusia. Mikroorganisme
yang sering diperiksa sebagai indikator pencemaran feses, yaitu organisme
koliform tinja (Chandra 2006). Menurut ketentuan World Health Organization
(WHO) dan American Public Health Association (APHA) saat ini kualitas air
ditentukan oleh kehadiran dan jumlah bakteri didalamnya. Secara mikriobiologis,
41
keberadaan bakteri koliform tinja pada air dapat dijadikan penentu apakah air
tersebut layak digunakan untuk keperluan tertentu seperti untuk air minum,
perikanan, peternakan, pertanian, dan lain-lain (Widiyanti et al. 2017).
Organisme koliform tinja merupakan organisme nonspora yang motil atau
non-motil, berbentuk batang, dan mampu memfermentasi laktosa untuk
menghasilkan asam dan gas pada temperatur 44-44,5oC dalam waktu 48 jam.
Contoh tipikal koliform tinja adalah E. coli dan Klebsiella aerogeus. Keberadaan
E. coli sumber air merupakan indikasi pasti terjadinya kontaminasi tinja manusia
(Chandra 2006). Ada beberapa alasan mengapa organisme Fecal coliform dipilih
sebagai indikator terjadinya kontaminasi tinja dibandingkan kuman patogen lain
yang terdapat disaluran pencernaan antara lain:
a. Jumlah organisme koliform tinja cukup banyak dalam usus manusia.
Sekitar 200-400 miliar organisme ini dikeluarkan melalui tinja setiap
harinya. Karena jarang sekali ditemukan dalam air, keberadaan kuman ini
dalam air memberi bukti kuat adanya kontaminasi tinja manusia.
b. Organisme ini lebih mudah dideteksi melalui metode kultur (walau hanya
terdapat 1 kuman dalam 100 cc air) dibanding tipe kuman patogen
lainnya.
c. Organisme ini lebih tahan hidup dibandingkan dengan kuman usus
patogen lainnya.
d. Organisme ini lebih resisten terhadap proses purifikasi air secara alamiah.
Bila organisme ini ditemukan didalam sampel air maka dapat diambil
suatu kesimpulan bahwa kuman usus patogen yang lain dapat juga
42
diketemukan dalam sampel air tersebut diatas walaupun dalam jumlah
yang kecil (Chandra 2006).
Air bersih seharusnya tidak mengandung mikroorganisme patogen apapun,
dan juga harus bebas dari bakteri yang memberi indikasi pencemaran tinja.
Parameter mikrobiologis yang dicantumkan berupa koliform tinja dan total
koliform. Kedua macam parameter ini berupa indikator bagi berbagai mikroba
yang dapat berupa parasit (protozoa, metazoa, tungau), bakteri patogen, dan virus
(Soemirat 2009).
Berdasarkan Permenkes No. 416/Menkes/PER/IX/1990 tentang syarat-
syarat dan pengawasan kualitas air, kadar Fecal coliform yang diperbolehkan
pada air bersih sebesar 0/100 ml sampel air (Depkes RI 1990b). Jika air
terkontaminasi tinja yang mengandung mikroorganisme patogen maka akan ada
kemungkinan risiko terjadi penularan penyakit, seperti penyakit diare, kolera,
tipus, disentri, dan hepatitis (Soemirat 2009).
Fecal coliform seperti Escherichia coli (E. coli) dan juga bakteri coliform
lain yang secara alami ditemukan didalam tanah. Bakteri fecal coliform ada diusus
binatang berdarah panas dan manusia, dan ditemukan dalam limbah fisik, kotoran
hewan, dan alami didalam tanah yang dapat menyebabkan penyakit serius pada
manusia. Kehadiran Fecal coliform di air sumur dapat mengindikasikan
kontaminasi oleh air tanah karena kotoran manusia atau kotoran hewan yang
dapat mengandung bakteri, virus, atau organisme penyebab penyakit lainnya. Air
yang terkontaminasi dengan organisme ini dapat menyebabkan penyakit
pencernaan termasuk diare dan mual, bahkan mengakibatkan kematian. Efek ini
mungkin lebih parah dan mungkin mengancam nyawa untuk bayi, anak-anak,
43
orangtua atau orang dengan kekebalan tubuh rendah (Ministry of Environment
2007).
2.9 Kerangka Teori
Pada dasarnya sumber pencemaran air berasal dari industri, rumah tangga
(pemukiman) dan pertanian (Sumantri 2010). Pencemaran air tanah banyak
diakibatkan oleh sumber pencemar berupa limbah domestik atau rumah tangga
yang berasal dari jamban dan septic tank sehingga dapat menyebabkan
pencemaran bakteriologis (Rusydi et al. 2015). Pencemaran akibat limbah
domestik tersebut dapat mengalami rembesan ke dalam air tanah dan mencemari
air tanah penduduk sekitar. Pencemaran akibat limbah domestik dapat
meningkatkan kadar bakteriologis air menjadi semakin tinggi. Air bersih
seharusnya tidak mengandung mikroorganisme patogen apapun, dan juga harus
bebas dari bakteri yang memberi indikasi pencemaran tinja. Parameter
mikrobiologis yang dicantumkan berupa Fecal coliform atau koliform tinja
(Soemirat 2009). Apabila air tanah seperti sumur gali mengalami pencemaran
bakteriologis yang ditandai dengan tingginya Fecal coliform didalam air maka
akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit pencernaan seperti diare (Ministry
of Environment 2007).
Adapun faktor yang mempengaruhi pencemaran air sumur gali yang dapat
dilihat dari tinggi rendahnya indeks Fecal coliform meliputi faktor sanitasi sumur
gali (Mulyana 2003) dan faktor lain yang mempengaruhi pencemaran sumur gali
(Marsono 2009). Selain itu, terdapat juga faktor counfounding seperti kedalaman
sumur gali dan juga letak sumur gali yang dapat mempengaruhi faktor sanitasi
sumur gali terhadap tinggi rendahnya indeks Fecal coliform (Hussein 1997).
44
Faktor sanitasi sumur gali terdiri dari jarak jamban, jarak pencemar lain, jarak
septic tank, dan kondisi fisik sumur gali (Depkes RI 1994). Sedangkan, faktor lain
yang dapat mempengaruhi pencemaran sumur gali meliputi curah hujan, arah
aliran tanah, serta porositas dan permeabilitas tanah (Marsono 2009). Faktor-
faktor tersebut dapat mempengaruhi jumlah indeks Fecal coliform pada air sumur
gali.
45
Faktor Sanitasi Sarana Sumur Gali
1. Jarak jamban dari sumur gali
2. Jarak septic tank dari sumur gali
3. Jarak pencemar lain dari sumur gali
4. Kondisi Fisik Sumur Gali
Indeks Fecal coliform
Air Sumur Gali
Modifikasi dari teori dan penelitian (Depkes RI 1994), (Mulyana 2003), dan (Marsono 2009)
Faktor lain yang mempengaruhi
pencemaran sumur gali
1. Arah Aliran Air Tanah
2. Porositas dan Permeabilitas Tanah
3. Curah Hujan
Bagan 2. 1 Kerangka Teori
Kriteria Sumur Gali
1. Kedalaman Sumur Gali
2. Letak Sumur Gali
46
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep
Pada penelitian ini terdapat beberapa variabel yang tidak diteliti, yaitu arah
aliran air tanah, porositas dan permeabilitas tanah, dan curah hujan. Arah aliran
air tanah karena tidak dapat diketahui dengan observasi. Porositas dan
permeabilitas tanah karena memerlukan uji laboratorium yang lebih spesifik, serta
tekstur tanah daerah penelitian memiliki tekstur tanah pasir dan cakupan daerah
penelitian yang sempit sehingga tekstur tanah tidak beragam. Curah hujan karena
tidak ada perbedaan curah hujan pada suatu lokasi penelitian dikarenakan lokasi
penelitian yang sempit.
Kerangka konsep terdiri dari variabel terikat (dependen) dan varibel bebas
(independen). Pada penelitian ini yang menjadi variabel dependen adalah indeks
Fecal coliform pada sarana sumur gali. Sedangkan, variabel independen adalah
jarak jamban dari sarana sumur gali, jarak septic tank dari sarana sumur gali, jarak
pencemaran lain dari sumur gali, dan kondisi fisik sarana sumur gali.
Variabel Independen Variabel Dependen
FAKTOR SANITASI SARANA
SUMUR GALI
1. Jarak jamban dari sumur gali
2. Jarak septic tank dari sumur gali
3. Jarak pencemar lain dari sumur gali
4. Kondisi fisik sarana sumur gali
Indeks Fecal coliform
air sumur gali
Bagan 3. 1 Kerangka Konsep
47
3.2 Definisi Operasional
Tabel 3. 1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Variabel Dependen
1. Indeks
Fecal
coliform
Jumlah bakteri Fecal coliform yang
terdapat pada air sumur gali
berdasarkan hasil pemeriksaan uji
MPN.
Laboratorium
(Uji MPN)
Lembar hasil
pengukuran
1 = Tidak memenuhi syarat,
Jika Uji MPN > 0/100 ml
2 = Memenuhi syarat, Jika
Uji MPN 0/100 ml
(Depkes RI 1990b)
Ordinal
Variabel Independen
2. Jarak
jamban
Jarak jamban adalah jarak antara
jamban dari sarana sumur gali dalam
satuan meter.
Mengukur jarak
dengan
menggunakan
meteran
1. Meteran
2. Lembar hasil
pengukuran
1 = Tidak Memenuhi
Syarat, Jika jarak jamban <
11 meter.
2 = Memenuhi Syarat, Jika
jarak jamban ≥ 11 meter.
(Depkes RI 1994)
Ordinal
3. Jarak
septic
tank
Hasil pengukuran jarak dari septic
tank ke sarana sumur gali dalam
satuan meter.
Mengukur jarak
dengan
menggunakan
meteran
1. Meteran
2. Lembar hasil
pengukuran
1 = Tidak Memenuhi
Syarat, Jika jarak septic tank
< 11 meter.
2 = Memenuhi Syarat, Jika
jarak septic tank ≥ 11 meter.
(Depkes RI 1994)
Ordinal
4. Jarak
sumber
pencemar
lain
Jarak antara sumber pencemar lain
seperti genangan air, tempat sampah,
dan kandang ternak/kotoran hewan
yang salah satunya ditemukan paling
dekat dari sarana sumur gali dalam
satuan meter.
Mengukur jarak
dengan
menggunakan
meteran
1. Meteran
2. Lembar hasil
pengukuran
1 = Tidak Memenuhi
Syarat, Jika sumber
pencemar lain salah satunya
memiliki jarak < 11 meter.
2 = Memenuhi Syarat, Jika
sumber pencemar lain
Ordinal
48
48
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
pencemar lain salah satunya
memiliki jarak ≥ 11meter.
(Depkes RI 1994)
5. Kondisi
Fisik
Sumur
Gali
Hasil pengamatan bentuk fisik
sumber air yang mempengaruhi
persyaratan kesehatan, seperti
genangan air, SPAL, lantai sumur,
bibir sumur, kedalaman sumur kedap
air, dinding sumur, dan timba yang
digunakan (Depkes RI 1994).
Observasi Lembar
Observasi/
Lembar checklist
1 = Tidak Baik, Jika hasil
observasi memiliki skor 4-7
2 = Baik, Jika hasil
observasi memiliki skor 0-3
(Marsono 2009).
Ordinal
49
3.3 Hipotesis
Berdasarkan tujuan penelitian, studi kepustakaan, dan kerangka konsep,
hipotesis yang akan diuji pada penelitian, yaitu:
1. Ada hubungan antara jarak jamban terhadap indeks Fecal coliform air
sumur gali.
2. Ada hubungan antara jarak septic tank terhadap indeks Fecal coliform air
sumur gali.
3. Ada hubungan antara jarak pencemar lain (genangan air, tempat sampah,
dan kandang ternak) terhadap indeks Fecal coliform air sumur gali.
4. Ada hubungan antara kondisi fisik sarana sumur gali terhadap indeks
Fecal coliform air sumur gali.
50
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional, dengan desain
penelitian cross sectional. Desain cross sectional merupakan desain untuk
mempelajari dinamika kolerasi antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan
cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat
(point time approach) (Notoatmodjo 2012). Desain ini dipilih karena variabel
independen dan variabel dependen akan diamati pada waktu bersamaan. Variabel
independen dalam penelitian ini adalah jarak jamban dari sumur gali, jarak septic
tank dari sumur gali, jarak pencemaran lain dari sumur gali, dan kondisi fisik
sarana sumur gali. Sedangkan, variabel dependen, yaitu kandungan indeks Fecal
coliform air sumur gali.
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan September - Oktober 2017 di Desa
Sentul Kecamatan Kragilan, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Sedangkan,
untuk pengujian kandungan Fecal coliform air sumur gali pada penelitian ini
dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Banten.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu (Sugiyono 2011). Populasi dalam
51
penelitian ini adalah sarana sumur gali yang airnya digunakan sebagai bahan baku
air minum oleh masyarakat di di Desa Sentul, Kecamatan Kragilan.
4.3.2 Sampel Penelitian
Perhitungan besar sampel atau jumlah sampel minimum yang dibutuhkan
dalam penelitian ini, akan ditentukan melalui rumusan pengujian hipotesis beda
dua proporsi, yaitu (Notoatmodjo 2012) :
Keterangan :
n = jumlah sampel
Z1-/2 = adalah nilai Z pada derajat kemaknaan 1-/2 (5%) = 1,96
Z1- = Kekuatan Uji (power of test) sebesar 80% = 0,84
P1 = Proporsi kejadian pada salah satu kelompok tertentu dari penelitian
sebelumnya.
P2 = Proporsi kejadian pada salah satu kelompok tertentu dari penelitian
sebelumnya.
P = (P1+ P2)/2
2
21
22121111122/1
PP
PPPPZPPZn
52
Tabel 4. 1 Tabel Perhitungan Sampel
No. Variabel P1 P2 Jumlah
Sampel Referensi
1. Jarak Pencemaran 0,32 0,68 30 (Mulyana 2003)
2. Jarak Jamban dari Sumur
Gali
0,50 0,95 15 (Khomariyatika
2011)
3. Jarak Sumber Pencemar
Lain
0,22 0,78 12 (Marsono 2009)
4. Jarak Jamban dari Sumur
Gali
0,21 0,79 11 (Hussein 1997)
5. Jarak Jamban 0,07 0.93 4 (Sudrajat 1999)
Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui hasil perhitungan besar sampel dari
beberapa penelitian, jumlah sampel yang diambil adalah 30 responden. Sehingga
besar sampel 30 x 2 = 60, untuk menghindari bias maka jumlah sampel ditambah
10%, sehingga 60 + 6 = 66 sarana sumur gali yang airnya digunakan sebagai
bahan baku air minum oleh masyarakat di Desa Sentul.
4.4 Teknik Pengambilan Sampel
Sampel adalah sebagian populasi yang ciri-cirinya dapat diukur (Sumantri
2010). Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan total sampling atau sampel
jenuh. Total sampling atau sampel jenuh adalah teknik penentuan sampel bila
semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono 2011). Sampel
dalam penelitian ini adalah sarana sumur gali yang airnya digunakan sebagai
bahan baku air minum oleh masyarakat di Desa Sentul. Dari kriteria tersebut,
didapatkan sampel sebesar 69 sampel sarana sumur gali di Desa Sentul.
53
4.5 Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan data primer dan
sekunder. Untuk data sekunder, yaitu dengan mengumpulkan data sumur gali
yang dimiliki masyarakat sebagai air bersihnya di Kecamatan Kragilan Kabupaten
Serang. Sedangkan, untuk data primer yang dilakukan dengan melakukan
observasi dan pengujian laboratorium.
Untuk data jarak jamban, septic tank, dan sumber pencemar lain ke sumur
gali dilakukan dengan cara observasi menggunakan lembar checklist dan
pengukuran menggunakan meteran, serta untuk data kondisi fisik sumur gali
dilakukan dengan observasi menggunakan lembar checklist yang diadopsi dari
Formulir Inspeksi Sanitasi Sumur Gali. Pengukuran laboratorium dilakukan untuk
mendapatkan data mengenai kandungan Fecal coliform air sumur gali.
Pemeriksaan kandungan Fecal coliform air sumur gali dilakukan di Balai
Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Banten dengan uji Most Probable
Number (MPN) dengan mengacu kepada SNI 06-4158-1996.
4.5.1 Teknik Pengambilan Sampel Air Sumur Gali
Langkah-langkah dalam pengambilan sampel air sumur gali mengacu pada
SNI 06-2412-1991 yang akan diuraikan sebagai berikut.
I. Persiapan
Alat pengambilan sampel untuk pemeriksaan bakteriologi adalah botol
gelas yang ditutup kapas/aluminium foil, tahan terhadap panas dan tekanan
selama proses sterilisasi.
II. Pemeriksaan mikrobiologi
54
Pengambilan sampel untuk pemeriksaan mikrobiologi dapat dilakukan
pada air permukaan dan air tanah dengan penjelasan sebagai berikut.
1. Air permukaan secara langsung (lihat gambar 4.1); tahapan
pengambilan sampel sebagai berikut.
a. Siapkan botol yang volumenya paling sedikit 100 mL dan telah
disterilkan pada suhu 120ºC selama 15 menit atau dengan
sterilisasi lain;
b. Ambil sampel dengan cara memegang botol steril bagian bawah
dan celupkan botol steril + 20 cm dibawah permukaan air dengan
posisi mulut botol berlawanan dengan arah aliran.
Gambar 4. 1 Pengambilan Contoh Untuk Pemeriksaan
Mikrobiologi Permukaan Secara Langsung Sumber : (Badan Standarisasi Nasional, 1991)
2. Air permukaan secara tidak langsung dari jembatan atau lintasan
gantung (lihat gambar 4.2); tahap pengambilan ini sebagai berikut.
a. Siapkan botol steril yang tutupnya terbungkus kertas alumunium;
b. Ikat botol dengan tali dan pasang pemberat dibagian dasar botol;
c. Buka pembungkus kertas dibagian mulut botol dan turunkan botol
perlahan-lahan ke dalam permukaan air;
55
d. Tarik tali sambil digulung;
e. Buang sebagian isi botol hingga volumenya ± ¾ volume botol;
f. Bakar bagian mulut botol, kemudian botol ditutup kembali.
Gambar 4. 2 Pengambilan Contoh Untuk Pemeriksaan
Mikrobiologi Air Permukaan dari Jembatan Sumber : (Badan Standarisasi Nasional, 1991)
3. Air tanah pada sumur gali; tahapan pengambilan sampel sama dengan
pengambilan sampel pada air permukaan dari jembatan atau lintasan
gantung.
4. Air tanah pada kran air, tahapan pengambilan contoh sebagai berikut.
a. Siapkan botol steril yang tutupnya terbungkus kertas alumunium;
b. Buka kran selama 1-2 menit;
c. Sterilkan kran dengan cara membakar mulut kran sampai keluar
uap air;
d. Alirkan lagi air selama 1-2 menit;
e. Buka tutup botol steril dan isi sampai ± ¾ volume botol;
f. Bakar bagian mulut botol, kemudian botol ditutup lagi.
4.5.2 Pengepakan dan Pengangkutan Sampel Air Sumur Gali
Untuk penyimpan selama pengambilan sampel dilakukan dengan cara
pendinginan pada suhu 4oC, apabila pendinginan tidak memungkinkan pada suhu
56
4oC maka botol sampel air dapat disimpan dalam bongkahan-bongkahan es.
Sampel air harus diberi label dengan mencantumkan lokasi pengambilan, tanggal,
jam, kode sampel, dan petugas pengambilan contoh. Label ditempelkan pada tiap-
tiap wadah dan diusahakan agar label tersebut tidak rusak atau hilang selama
pengangkutan. Kemudian, botol-botol contoh ditutup rapat dan dimasukan ke
dalam kotak yang telah dirancang khusus sehingga tidak pecah atau tumpah
selama pengangkutan dari lapangan ke laboratorium.
4.5.3 Uji Most Probable Number (MPN)
Most Probable Number (MPN) merupakan metode uji pengenceran
bertingkat (serial dilution) untuk mengukur mikroorganisme target dengan
perkiraan. Adapun SNI 06-4158-1996 yang digunakan untuk mendeskripsikan
MPN sebagai metode untuk menghitung jumlah mikroba dengan menggunakan
medium cair pada tabung reaksi yang pada umumnya setiap pengenceran
menggunakan 3 atau 5 seri tabung (Badan Standardisasi Nasional 2006). Dalam
penelitian ini dilakukan analisis mikrobiologi dengan menggunakan metode Most
Probable Number (MPN) yang pengukurannya dilakukan di Balai Laboratorium
Kesehatan Daerah Provinsi Banten.
Alat yang digunakan adalah neraca, autoklaf, inkubator, tabung reaksi,
tabung durham, pipet mohr 10 ml, Erlenmeyer, labu takar, pembakaran spirtus,
cawan petri, botol contoh, dan inkubator. Sedangkan, bahan yang diperlukan
adalah sampel air bersih, Lactose Broth, Briliant Green Lactose Bile Broth
(BGLBB), aquades, DFD Free Chlorin, Eosin Metylen Blue (EMB) agar.
Terdapat dua tahap dalam prosedur lengkap metode MPN yang dilakukan untuk
mengukur Fecal coliform pada air sampel, yaitu uji pendugaan (Presumptive test)
57
dan uji penegasan (Confirmed test). Uji pendugaan dilakukan untuk memperoleh
kombinasi tabung positif awal dan uji penegasan digunakan untuk memastikan
nilai akhir yang akan diambil. Adapun cara kerja menurut SNI 06-4158-1996
akan diuraikan sebagai berikut.
1. Pembuatan Media
a. Ditimbang 1,3 gram Lactose Broth dimasukan dalam wadah gelas
piala dilarutkan dengan 100 ml aquades. Dipipet masing-masing 10
ml ke dalam 10 tabung reaksi.
b. Ditimbang 0,65 gram media Lactose Broth dimasukan ke dalam
wadah gelas piala dilarutkan dengan 25 ml aquades. Dipipet
masing-masing ke dalam 5 tabung reaksi.
c. Timbang 6 gram media Brilliant Green Lactose Bile Broth
(BGLB) dimasukan ke dalam gelas piala yang dilarutkan dengan
150 ml aquades. Dipipet masing-masing 10 ml ke dalam 15 tabung
reaksi.
d. Dimasukan 1 tabung durham secara terbalik ke dalam tiap tabung.
e. Ditutup mulut tabung reaksi dengan disumbat kapas, dan sumbat
tersebut harus sedemikian kuat sehingga dapat dicabut dari
tabungnya dengan menggunakan kelingking.
f. Dimasukan tabung-tabung tersebut ke dalam beaker glass, ditutup
bagian atasnya dengan kertas kemudian diikat erat-erat dengan
karet.
g. Media siap untuk disterilisasi.
2. Sterilisasi
58
a. Sterilisasi alat
1) Alat-alat yang akan disterilisasi dibersihkan dan dikeringkan.
2) Lalu dibungkus dengan kertas (untuk pipet dan pinggan petri).
3) Dimasukan kedalam autoklaf dan diatur suhunya sampai
mencapai 121oC selama 20 menit.
b. Sterilisasi Media
1) Media yang akan disterilisasi dimasukan kedalam autoklaf.
2) Suhu diatur hingga 121oC selama 20 menit.
3) Autoklaf dimatikan dan dibiarkan manometer sampai
menunjukan angka nol, autoklaf dibuka dan dibiarkan hingga
dingin.
3. Pemeriksaan Fecal coliform
a. Uji Pendugaan
1) Pengerjaan contoh dilakukan secara aseptic, dengan cara
didekatkan dengan api.
2) Dipipet contoh masing-masing 10 ml ke dalam tabung medium.
3) Dipipet contoh masing-masing 1 ml ke dalam tabung medium.
4) Dipipet contoh masing-masing 0,1 ml ke dalam tabung
medium.
5) Tabung digoyang-goyangkan sehingga contoh tercampur
dengan medium secara merata.
6) Diinkubasi semua tabung pada suhu 35oC selama 24-48 jam.
7) Dicatat tabung-tabung yang menunjukan reaksi positif, yaitu
terbentuk asam dan gelembung gas.
59
8) Tabung-tabung yang belum menunjukan adanya gelembung
gas diinkubasi kembali pada suhu 35oC selama 24 jam.
b. Uji Penegasan
1) Pengerjaan inokulasi dilakukan secara aseptis, dengan cara di
dekatkan dengan api.
2) Digoyang-goyangkan tabung dari hasil uji pendugaan yang
menunjukan reaksi positif.
3) Dari tabung-tabung tersebut, diinokulasi sebanyak 1 ml ke
dalam tabung reaksi medium Brilliant Green Lactose Bile
Broth (BGLB) untuk uji Fecal coliform.
4) Inkubasi pada suhu 44-44,5oC selama 48 jam.
5) Adanya gelembung gas menunjukan Fecal coliform positif.
6) Dihitung jumlah Fecal coliform per 100 ml contoh dengan
daftar Jumlah Perkiraan Terdekat (JPT).
7) Apabila hasil tabung tidak terdapat pada kombinasi tabung
yang positif pada tabel JPT, maka jumlah bakteri per 100 ml
harus dihitung dengan menggunakan rumus berikut.
Jumlah bakteri (JPT/100 ml)
√
Keterangan
A : Jumlah tabung positif
B : Jumlah (ml) contoh dalam tabung negative
C : Volume (ml) contoh dalam semua tabung
60
8) Apabila volume semua contoh tidak sesuai dengan ketentuan
tabel JPT, maka jumlah bakteri 100 ml dihitung dengan rumus
berikut.
Jumlah bakteri (JPT/100 ml)
Keterangan
Z : Jumlah bakteri dari tabel JPT
Y : Volume (ml) contoh terbesar
4.6 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi dan lembar
hasil pengukuran. Lembar observasi digunakaan untuk mengamati kondisi fisik
sanitasi sarana sumur gali. Lembar hasil pengukuran diisi berdasarkan hasil
pengukuran jarak jamban, sumber pencemar lain, dan septic tank ke sumur gali
dengan menggunakan meteran. Untuk variabel Fecal coliform digunakan uji MPN
(Most Probable Number) pada air sumur gali dengan mengacu kepada SNI 06-
4158-1996 di Balai Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Banten. Adapun
alat-alat yang digunakan dalam pengukuran Fecal coliform dengan menggunakan
metode MPN, yaitu neraca, autoklaf, inkubator, tabung reaksi, tabung durham,
pipet mohr 10 ml, Erlenmeyer, labu takar, pembakaran spirtus, cawan petri, botol
contoh, dan inkubator.
4.7 Pengolahan Data
Data hasil penelitian kuantitatif diolah dengan menggunakan software
analisis data. Didalam proses pengolahan data terdapat empat tahapan, yaitu:
1. Editing
61
Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan dan pemastian data yang
terkumpul untuk memeriksa ketepatan dan kesesuaian data agar dapat
dianalisis lebih lanjut. Dalam hal ini peneliti memeriksa kembali
adakah data yang belum lengkap pada saat melakukan observasi. Hal
ini bertujuan agar apabila ada data yang belum lengkap, peneliti dapat
melengkapi saat itu juga dan mencegah terjadinya data missing.
2. Coding
Pada tahap ini peneliti memberikan kode tertentu untuk mempermudah
dalam tahap pengolahan data. Proses coding data merupakan proses
perubahan data yang semula berbentuk kalimat menjadi bentuk angka
sehingga dapat dientri dan diolah dalam software pengolah data.
Angka yang digunakan dalam pengkodean adalah 0 dan 1, angka 0
untuk jawaban tidak memenuhi syarat atau tidak baik dan angka 1
jawaban yang memenuhi syarat atau baik.
3. Entry
Setelah melakukan pengkodean data, selanjutnya data di entri atau
dimasukkan ke dalam software pengolah data sesuai variabel yang
telah disusun untuk dianalisis.
4. Cleaning
Setelah entry data selesai dilakukan, maka untuk menjaga kualitas data
peneliti juga melakukan cleaning data atau pembersihan data dari
kesalahan yang mungkin tidak segaja dilakukan untuk memastikan
kembali apakah kode yang dimasukan ke dalam software pengolah
62
data telah benar dan lengkap. Proses ini dilakukan dengan cara melihat
jumlah missing data dan variasi data.
4.8 Analisis Data
Data analisis diolah dengan komputer menggunakan software analisis
data. Analisis data dibagi dua, yaitu analisis univariat dan analisis bivariat.
4.8.1 Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi masing-
masing variabel dependen dan independen, seperti indeks Fecal coliform air
sumur gali, jarak jamban dari sumur gali, jarak pencemaran lain dari sumur gali,
jarak septic tank dari sumur gali, dan kondisi fisik sarana sumur gali. Kemudian
akan disajikan dalam tabel dan narasi.
4.8.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara variabel
dependen dan independen. Analisis bivariat untuk mengetahui faktor sanitasi
sarana sumur gali dengan nilai indeks Fecal coliform air sumur gali. Analisis
bivariat dilakukan dengan menggunakan uji chi square. Hasil dari analisis bivariat
akan dihasilkan nilai p-value. Berdasarkan nilai tersebut akan diketahui adanya
hubungan yang signifikan antara variabel dependen dan independen. Dikatakan
berhubungan signifikan secara statistic apabila nilai p-value kurang dari taraf
signifikan (α) 0,05. Selain itu, dihasilkan nilai perhitungan ukuran hubungan
berupa Odds Ratio (OR). Nilai OR tersebut dapat menunjukan adanya keeratan
hubungan antara variabel dependen dan independen.
63
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi dari setiap
variabel dependen dan independen yang meliputi jumlah bakteri Fecal coliform
(koliform tinja) pada sarana sumur gali, jarak jamban dari sarana sumur gali, jarak
septic tank dari sarana sumur gali, jarak pencemaran lain dari sarana sumur gali,
serta kondisi fisik sarana sumur gali.
5.1.1 Gambaran Indeks Bakteri Fecal Coliform Pada Sumur Gali
Jumlah bakteri Fecal coliform (Koliform Tinja) pada sarana sumur gali
diperoleh dari hasil pengujian laboratorium uji MPN (Most Probable Number)
oleh Balai Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Banten dengan standar
Permenkes RI No. 416/Menkes/per/IX/1990. Kriteria yang digunakan dibagi
menjadi dua, yaitu air bersih yang tidak memenuhi syarat dan memenuhi syarat.
Dikatakan memenuhi syarat jika tidak terdapat bakteri koliform tinja atau 0 per
100 ml air, sedangkan dikatakan tidak memenuhi syarat jika terdapat bakteri
koliform tinja lebih dari 0 per 100 ml air. Berdasarkan hasil yang diperoleh
menunjukan persentase gambaran Fecal coliform sumur gali di Desa Sentul
sebagai berikut.
Tabel 5. 1 Gambaran Indeks Fecal Coliform Pada Sarana Sumur Gali di
Desa Sentul Kecamatan Kragilan Tahun 2017
Jumlah Bakteri Fecal
Coliform Jumlah Persentase (%)
Tidak Memenuhi Syarat 64 92,8
Memenuhi Syarat 5 7,2
Total 69 100
64
Berdasarkan tabel 5.1, dari 69 sarana sumur gali terdapat 64 sarana sumur
gali (92,8%) yang memiliki air sumur gali dengan jumlah Fecal coliform
(koliform tinja) tidak memenuhi syarat Permenkes RI No.
416/Menkes/per/IX/1990.
5.1.2 Gambaran Jarak Jamban dari Sarana Sumur Gali
Jarak jamban dari sarana sumur gali diklasifikasikan berdasarkan hasil
pengukuran jarak. Kriteria yang digunakan berdasarkan pedoman Depkes (1994)
tentang Penyehatan Air Dalam Program Penyediaan dan Penyehatan Air Bersih
untuk menentukan jarak yang memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat.
Kategori tidak memenuhi syarat dengan jarak < 11 meter dan kategori memenuhi
syarat dengan jarak ≥ 11 meter yang akan diuraikan sebagai berikut.
Tabel 5. 2 Gambaran Jarak Jamban dari Sarana Sumur Gali di Desa Sentul
Kecamatan Kragilan Tahun 2017
Jarak Jamban Jumlah Persentase (%)
Tidak Memenuhi Syarat 61 88,4
Memenuhi Syarat 8 11,6
Total 69 100
Berdasarkan tabel 5.2, dari 69 sarana sumur gali terdapat 61 sarana sumur
gali (88,4%) yang memiliki jarak < 11 meter sehingga tidak memenuhi syarat
sesuai dengan pedoman Depkes RI 1994.
5.1.3 Gambaran Jarak Septic Tank dari Sarana Sumur Gali
Dalam penelitian ini, jarak septic tank dari sarana sumur gali
diklasifikasikan berdasarkan hasil pengukuran jarak. Kriteria yang digunakan
berdasarkan pedoman Depkes (1994) tentang Penyehatan Air Dalam Program
Penyediaan dan Penyehatan Air Bersih untuk menentukan jarak yang memenuhi
65
syarat atau tidak memenuhi syarat. Kategori tidak memenuhi syarat dengan jarak
septic tank < 11 meter dan kategori memenuhi syarat dengan jarak ≥ 11 meter dari
sarana sumur gali. Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukan persentase
gambaran jarak septic tank dari sumur gali di Desa Sentul sebagai berikut.
Tabel 5. 3 Gambaran Jarak Septic Tank dari Sarana Sumur Gali di Desa
Sentul Kecamatan Kragilan Tahun 2017
Jarak Septic Tank Jumlah Persentase (%)
Tidak Memenuhi Syarat 60 87
Memenuhi Syarat 9 13
Total 69 100
Berdasarkan tabel 5.3, dari 69 sarana sumur gali terdapat 60 sumur gali
(87%) yang memiliki jarak septic tank < 11 meter sehingga tidak memenuhi
syarat sesuai dengan pedoman Depkes RI 1994.
5.1.4 Gambaran Jarak Pencemaran Lain dari Sarana Sumur Gali
Dalam penelitian ini, jarak pencemaran lain dari sarana sumur gali
diklasifikasikan berdasarkan hasil pengukuran jarak. Kriteria yang digunakan
berdasarkan pedoman Depkes (1994) tentang Penyehatan Air Dalam Program
Penyediaan dan Penyehatan Air Bersih untuk menentukan jarak pencemaran lain
yang memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat. Kategori tidak memenuhi
syarat dengan jarak pencemaran lain < 11 meter dan kategori memenuhi syarat
dengan jarak ≥ 11 meter dari sarana sumur gali. Berdasarkan hasil yang diperoleh
menunjukan persentase gambaran jarak pencemaran lain dari sumur gali di Desa
Sentul sebagai berikut.
66
Tabel 5. 4 Gambaran Jarak Pencemaran Lain dari Sarana Sumur Gali di
Desa Sentul Kecamatan Kragilan Tahun 2017
Jarak Pencemaran
Lain Jumlah Persentase (%)
Tidak Memenuhi Syarat 46 66,7
Memenuhi Syarat 23 33,3
Total 69 100
Berdasarkan tabel 5.4, dari 69 sarana sumur gali terdapat 46 sumur gali
(66,7%) yang memiliki jarak pencemaran lain < 11 meter sehingga tidak
memenuhi syarat sesuai dengan pedoman Depkes RI 1994.
5.1.5 Gambaran Kondisi Fisik Sarana Sumur Gali
Kondisi fisik sumur gali didapatkan dari hasil observasi dengan
menggunakan lembar observasi atau lembar checklist. Untuk lembar observasi
yang digunakan mengacu pada formulir inspeksi sanitasi sumur gali (Form IS-
SGL). Kondisi fisik sumur gali meliputi bibir sumur, dinding sumur, lantai sumur
yang mengitari, lantai sumur yang retak, genangan air disekitar sumur, SPAL, dan
letak timba yang digantung. Adapun gambaran dari aspek-aspek kondisi fisik
sarana sumur gali akan diuraikan sebagai berikut.
Tabel 5. 5 Gambaran Aspek-aspek Kondisi Fisik Sarana Sumur Gali di Desa
Sentul Kecamatan Kragilan Tahun 2017
Aspek-aspek Kondisi Fisik Sumur
Gali
Memenuhi
Syarat
Tidak Memenuhi
Syarat Total
N % N % N %
Genangan air sekitar sumur radius 2 m 10 14,5 59 85,5 69 100
Ember/timba diletakan dengan baik 12 17,4 57 82,6 69 100
Bibir sumur (cincin) 69 100 0 0 69 100
Lantai semen yang mengitari sumur
radius 1 m 33 47,8 36 52,2 69 100
Dinding sumur diplester dengan
kedalaman 3m 62 89,9 7 10,1 69 100
Sarana Pembuangan Air Limbah 4 5,8 65 94,2 69 100
Lantai sumur yang retak 15 21,7 54 78,3 69 100
67
Berdasarkan tabel 5.5, aspek kondisi fisik sumur gali yang paling banyak
tidak memenuhi syarat, yaitu SPAL yang rusak atau tidak memiliki sebanyak 65
(94,2%) sumur gali, genangan air sekitar sumur dengan radius 2 meter sebanyak
59 (85,5%) sumur gali, dan ember/timba yang diletakan disembarang tempat
sebanyak 57 (82,6%) sumur gali. Sedangkan, untuk kepemilikan bibir
sumur/cincin sumur keseluruhan atau 69 (100%) sumur gali sudah memenuhi
syarat.
Kondisi fisik sarana sumur gali ini dapat diklasifikasikan berdasarkan
penelitian terdahulu mengenai kondisi fisik sumur gali yang mempengaruhi
jumlah bakteri. Kondisi fisik sumur gali dikatakan tidak baik jika memiliki nilai
atau skor 4-7. Sedangkan, dikatakan baik jika memiliki nilai atau skor 0-3
(Marsono 2009). Gambaran kondisi fisik sarana sumur gali dapat diuraikan
sebagai berikut.
Tabel 5. 6 Gambaran Kondisi Fisik Sarana Sumur Gali di Desa Sentul
Kecamatan Kragilan Tahun 2017
Kondisi Fisik Sarana
Sumur Gali Jumlah Persentase (%)
Tidak Baik 56 81,2
Baik 13 18,8
Total 69 100
Berdasarkan Tabel 5.6, dari 69 sarana sumur gali terdapat 56 sumur gali
(81,2%) yang memiliki kondisi fisik sumur gali tidak baik.
5.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan antara
variabel dependen dan independen. Uji hipotesis variabel dependen dengan
variabel independen pada penelitian ini dilakukan dengan uji Chi Square. Hasil uji
68
statistik variabel independen, yaitu hubungan jarak jamban dari sumur gali, jarak
septic tank dari sumur gali, jarak pencemaran lain dari sumur gali, dan kondisi
fisik sumur gali terhadap variabel dependen yaitu indeks Fecal coliform pada air
sumur gali di Desa Sentul Kecamatan Kragilan Kabupaten Serang.
5.2.1 Hubungan Jarak Jamban terhadap Indeks Fecal Coliform
Hubungan jarak jamban terhadap indeks Fecal coliform air sarana sumur
gali di Desa Sentul Kecamatan Kragilan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5. 7 Hubungan Jarak Jamban terhadap Indeks Fecal Coliform Sarana
Sumur Gali di Desa Sentul Kecamatan Kragilan Tahun 2017
Jarak
Jamban
Indeks Fecal Coliform
Total OR
95% CI
p-
value
Tidak
Memenuhi
Syarat
Memenuhi
Syarat
N % N % N %
Tidak
Memenuhi
Syarat
59 96,7 2 3,3 61 100
17,7
(2,375-131,921) 0,01
Memenuhi
Syarat 5 62,5 3 37,5 8 100
Total 64 92,8 5 7,2 69 100
Pada tabel 5.7 menunjukan hasil analisis hubungan antara jarak jamban
dari sumur gali terhadap indeks Fecal coliform dalam air sumur gali, yang paling
banyak menunjukan jarak jamban yang tidak memenuhi syarat dengan indeks
Fecal Coliform yang tidak memenuhi syarat, yaitu sebesar 59 (96,7%) sumur gali.
Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh nilai p = 0,01 (p-value<0,05) sehingga
dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan antara jarak jamban terhadap indeks
Fecal coliform air sumur gali di Desa Sentul Kecamatan Kragilan. Dari hasil
analisis didapatkan nilai OR sebesar 17,7 (95% CI: 2,375 – 131,921). Hal ini
berarti bahwa sumur yang jarak jambannya tidak memenuhi syarat (< 11 meter)
69
mempunyai resiko tercemar Fecal coliform 17,7 kali lebih besar dibandingkan
sumur yang jarak jambannya memenuhi syarat (≥ 11 meter).
5.2.2 Hubungan Jarak Septic Tank terhadap Indeks Fecal Coliform
Hubungan jarak septic tank terhadap indeks Fecal coliform air sarana
sumur gali di Desa Sentul Kecamatan Kragilan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5. 8 Hubungan Jarak Septic Tank terhadap Indeks Fecal Coliform
Sarana Sumur Gali di Desa Sentul Kecamatan Kragilan Tahun 2017
Jarak Septic
Tank
Indeks Fecal Coliform
Total OR
95% CI
p-
value
Tidak
Memenuhi
Syarat
Memenuhi
Syarat
N % N % N %
Tidak
Memenuhi
Syarat
58 96,7 2 3,3 60 100
14,5
(2,008-104,683) 0,014
Memenuhi
Syarat 6 66,7 3 33,3 9 100
Total 64 92,8 5 7,2 69 100
Pada tabel 5.8 menunjukan hasil analisis hubungan antara jarak septic tank
dari sumur gali terhadap indeks Fecal coliform dalam air sumur gali, yang paling
banyak menunjukan jarak septic tank yang tidak memenuhi syarat dengan indeks
Fecal coliform yang tidak memenuhi syarat, yaitu sebesar 58 (96,7%) sumur gali.
Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh nilai p = 0,014 (p-value<0,05)
sehingga dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan antara jarak septic tank
terhadap indeks Fecal coliform air sumur gali di Desa Sentul Kecamatan
Kragilan. Dari hasil analisis didapatkan nilai OR sebesar 14,5 (95% CI: 2,008 –
104,683). Hal ini berarti bahwa sumur yang jarak septic tank tidak memenuhi
syarat (< 11 meter) mempunyai resiko tercemar Fecal coliform 14,5 kali lebih
besar dibandingkan sumur yang jarak septic tank memenuhi syarat (≥ 11 meter).
70
5.2.3 Hubungan Jarak Pencemar Lain terhadap Indeks Fecal Coliform
Hubungan jarak pencemar lain terhadap indeks Fecal coliform air sarana
sumur gali di Desa Sentul Kecamatan Kragilan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5. 9 Hubungan Jarak Pencemar Lain terhadap Indeks Fecal Coliform
Sarana Sumur Gali di Desa Sentul Kecamatan Kragilan Tahun 2017
Jarak
Pencemar
Lain
Indeks Fecal Coliform
Total OR
95% CI
p-
value
Tidak
Memenuhi
Syarat
Memenuhi
Syarat
N % N % N %
Tidak
Memenuhi
Syarat
43 93,5 3 6,5 46 100
1,365
(0,212-8,802) 1,000
Memenuhi
Syarat 21 91,3 2 8,7 23 100
Total 64 92,8 5 7,2 69 100
Pada tabel 5.9 menunjukan hasil analisis hubungan antara jarak pencemar
lain dari sumur gali terhadap indeks Fecal coliform dalam air sumur gali, yang
paling banyak menunjukan jarak pencemar lain yang tidak memenuhi syarat
dengan indeks Fecal coliform yang tidak memenuhi syarat, yaitu sebesar 43
(93,5%) sumur gali. Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh nilai p = 1,000 (p-
value>0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara jarak
pencemar lain terhadap indeks Fecal coliform air sumur gali di Desa Sentul
Kecamatan Kragilan. Dari hasil analisis didapatkan nilai OR sebesar 1,365 (95%
CI: 0,212 – 8,802). Hal ini berarti bahwa sumur yang jarak pencemar lainnya
tidak memenuhi syarat (< 11 meter) mempunyai resiko tercemar Fecal coliform
1,365 kali lebih besar dibandingkan sumur yang jarak pencemar lain memenuhi
syarat (≥ 11 meter).
71
5.2.4 Hubungan Kondisi Fisik Sumur Gali terhadap Indeks Fecal Coliform
Hubungan kondisi fisik sumur gali terhadap indeks Fecal coliform air
sarana sumur gali di Desa Sentul Kecamatan Kragilan dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 5. 10 Hubungan Kondisi Fisik Sumur Gali terhadap Indeks Fecal
Coliform di Desa Sentul Kecamatan Kragilan Tahun 2017
Kondisi Fisik
Indeks Fecal Coliform
Total OR
95% CI
p-
value
Tidak
Memenuhi
Syarat
Memenuhi
Syarat
N % N % N %
Tidak Baik 54 96,4 2 63,6 56 100 8,1
(1,197-54,820) 0,043 Baik 10 76,9 3 23,1 13 100
Total 64 92,8 5 7,2 69 100
Pada tabel 5.10 menunjukan hasil analisis hubungan antara kondisi fisik
sumur gali terhadap indeks Fecal coliform dalam air sumur gali, yang paling
banyak menunjukan kondisi fisik yang tidak memenuhi syarat dengan indeks
Fecal coliform yang tidak memenuhi syarat, yaitu sebesar 54 (96,4%) sumur gali.
Berdasarkan hasil uji chi square diperoleh nilai p = 0,043 (p-value<0,05)
sehingga dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan antara kondisi fisik sumur
gali terhadap indeks Fecal coliform air sumur gali di Desa Sentul Kecamatan
Kragilan. Dari hasil analisis didapatkan nilai OR sebesar 8,1 (95% CI: 1,197 –
54,820). Hal ini berarti bahwa sumur yang memiliki kondisi fisik tidak baik
mempunyai resiko tercemar Fecal coliform 8,1 kali lebih besar dibandingkan
sumur yang memiliki kondisi fisik yang baik.
72
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan, adapun keterbatasan dalam
penelitian, yaitu :
1. Pada saat penelitan dilakukan pada musim hujan yang tentunya akan
mengganggu dalam hasil pengujian Fecal coliform sehingga tidak valid.
Hal ini dikarenakan pada musim penghujan Fecal coliform yang
ditemukan lebih meningkat dibandingkan musim kemarau.
2. Pada penelitian ini konstruksi septic tank tidak dapat diobservasi.
Sementara berdasarkan teori konstruksi septic tank, konstruksi septic tank
yang tidak kedap air dapat mempengaruhi pencemaran bakteriologis air.
3. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Odds Ratio (OR) memiliki
rentang yang cukup lebar karena distribusinya tidak merata sehingga
menyebabkan OR memiliki rentang yang kurang tepat dalam
mengestimasi derajat hubungan antara variabel dependen dan independen.
6.2 Indeks Fecal Coliform Pada Sarana Sumur Gali
Fecal coliform atau koliform tinja merupakan sekelompok bakteri yang
ditemukan di kotoran hewan berdarah panas seperti manusia, ternak, hewan
peliharaan, dan satwa liar. Jumlah koliform tinja di sungai dan danau dapat
meningkat dengan adanya pembuangan jumlah limbah dan/atau pupuk kandang
(Butler 2005). Fecal coliform digunakan sebagai indikator mikrobiologi air untuk
menunjukan organisme koliform yang tumbuh pada 44 atau 44,5 ºC. Kehadiran
73
Fecal coliform mengindikasikan kontaminasi oleh tinja dan lebih dari 95% Fecal
coliform yang diisolasi dalam air merupakan organisme Escherchia coli yang
keberadaannya mengindikasikan kontaminasi oleh tinja (Bartram & Pedley 1996).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah Fecal coliform pada
sarana sumur gali. Jumlah Fecal coliform dihasilkan dengan menggunakan uji
MPN (Most Probable Number). MPN adalah suatu metode perhitungan
mikroorganisme berdasarkan data kualitatif hasil pertumbuhan mikroorganisme
pada medium cair spesifik dalam seri tabung untuk memperoleh kisaran data
kuantitatif jumlah mikroorganisme tersebut (MPN/ml (g)). MPN suatu metode uji
pengenceran bertingkat (serial dilution) untuk mengukur mikroorganisme target
dengan perkiraan. Adapun SNI 06-4158-1996 yang digunakan untuk
mendeskripsikan MPN sebagai metode untuk menghitung jumlah mikroba dengan
menggunakan medium cair pada tabung reaksi yang pada umumnya setiap
pengenceran menggunakan 3 atau 5 seri tabung (Badan Standardisasi Nasional
2006).
Dari hasil uji laboratorium didapatkan 92,8% jumlah bakteri Fecal
coliform pada air sumur gali tidak memenuhi syarat Permenkes RI No.
416/Menkes/per/IX/1990 (lebih dari 0/100 ml air). Berdasarkan hasil penelitian
dari 69 sampel yang diperiksa, jumlah bakteri Fecal coliform adalah 0-1101
MPN/100 ml yang berarti air bersih tersebut telah tercemar oleh bakteri Fecal
coliform. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di daerah Langas
menunjukan bahwa dari 50 sampel yang diambil pada sumur gali, 98% ditemukan
Fecal Coliform sebesar 3 MPN/ 100 ml sampai 1100 MPN/ 100 ml, sedangkan
hanya 2% sampel yang tidak mengandung Fecal Coliform (Muruka et al. 2012).
74
Penelitian lainnya yang dilakukan di Kampung Darulin menyatakan bahwa
jumlah bakteri Fecal coliform pada air sumur gali tidak ada yang memenuhi
syarat. Rata-rata sampel air sumur gali di Kampung Darulin memiliki kandungan
koli-fekal sebesar 30.860/100 ml air. Sekitar 12% sampel memiliki kandungan
koli-fekal mencapai 700/100 ml sampel dan sekitar 88% sampel mengandung
koli-fekal sampai 35.000/100 ml air (Ridhosari & Roosmini 2011).
Berdasarkan pengamatan pada saat penelitian dilakukan pada saat musim
hujan dan juga kemarau. Hal ini tentunya pada saat terjadinya musim hujan lebih
berpengaruh terhadap perkembangan bakteri dibandingkan dengan musim
kemarau. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di daerah pedesaan
Kabupaten Rembang oleh (Irianti et al. 2002) yang menunjukan bahwa kualitas
bakteriologi pada musim kemarau lebih baik daripada musim hujan. Hal ini
disebabkan pada musim kemarau tidak ada kelebihan air yang masuk ke dalam
tanah sehingga tanah masih mampu membersihkan air kotor yang biasanya
mengandung bakteri. Penelitian ini membuktikan bahwa pencemaran koli-fekal
meningkat pada saat transisi dari musim kemarau ke musim hujan (Irianti et al.
2002). Maka dari itu, dengan meningkatnya Fecal coliform pada musim hujan
akan mempengaruhi kualitas air bersih khususnya air sumur gali yang digunakan
oleh masyarakat.
Air bersih seharusnya tidak mengandung mikroorganisme patogen apapun,
dan juga harus bebas dari bakteri yang memberi indikasi pencemaran tinja.
Parameter mikrobiologis yang dicantumkan berupa koliform tinja dan total
koliform. Kedua macam parameter ini berupa indikator bagi berbagai mikroba
yang dapat berupa parasit (protozoa, metazoa, tungau), bakteri patogen, dan virus
75
(Soemirat 2009). Secara mikriobiologis, keberadaan bakteri koliform tinja pada
air dapat dijadikan penentu apakah air tersebut layak digunakan untuk keperluan
tertentu seperti untuk air minum, perikanan, peternakan, pertanian, dan lain-lain
(Widiyanti et al. 2017).
Fecal coliform seperti Escherichia coli (E. coli) dan juga bakteri Fecal
coliform lain yang secara alami ditemukan didalam tanah. Bakteri Fecal coliform
ada diusus binatang berdarah panas dan manusia, dan ditemukan dalam limbah
fisik, kotoran hewan, dan alami didalam tanah yang dapat menyebabkan penyakit
serius pada manusia (Ministry of Environment 2007).
Kehadiran Fecal coliform di air sumur dapat mengindikasikan kontaminasi
oleh air tanah karena kotoran manusia atau kotoran hewan yang dapat
mengandung bakteri, virus, atau organisme penyebab penyakit lainnya. Sehingga
Fecal Coliform digunakan sebagai indikator adanya pencemaran pada air bersih.
Apabila air yang terkontaminasi dengan organisme ini digunakan secara terus
menerus dalam jangka waktu yang panjang maka dapat menyebabkan penyakit
pencernaan termasuk diare dan mual, bahkan mengakibatkan kematian. Efek ini
mungkin lebih parah dan mungkin mengancam nyawa untuk bayi, anak-anak,
orangtua atau orang dengan kekebalan tubuh rendah (Ministry of Environment
2007). Selain itu, terdapat beberapa gejala penyakit yang berhubungan dengan
patogen koliform tinja seperti sakit perut, diare, infeksi telinga, dan ruam. Namun,
beberapa patogen seperti E.coli, hepatitis, dan Salmonella sp. dapat memiliki efek
kesehatan yang sangat parah. Standar kualitas air untuk bakteri koliform tinja
ditetapkan untuk melindungi kesehatan masyarakat (Butler 2005).
76
Dari hasil penelitian yang terletak di sempadan Sungai Cikapundung, dari
19 air sumur gali memperlihatkan bahwa semua air mengandung koli-fekal yang
tinggi dan melampaui kadar maksimum (> 0/100ml air) yang diperbolehkan
dalam Permenkes RI No. 416/Menkes/per/IX/1990 tentang Air Minum dan Daftar
Persyaratan Kualitas Air Bersih (Ramdhany 2004). Selain itu, dari penelitian yang
juga dilakukan di Kelurahan Martubung menyatakan bahwa jumlah Fecal
coliform sebanyak 4 sumur gali dari 82 sampel yang diperiksa memiliki angka 0
per 100 ml air dan sebanyak 78 sumur gali memiliki angka Fecal coliform > 0 per
100 ml air, hal ini kemungkinan dikarenakan oleh jarak sumur gali dengan jamban
penduduk masih terlalu dekat (Ginting 2009). Adapun, dari penelitian yang
dilakukan di Kelurahan Terjun, didapatkan hasil bahwa Fecal coliform dari 30
sampel terdapat 27 (90%) sampel air sumur gali tidak memenuhi syarat dan 3
(10%) sampel air sumur gali memenuhi syarat sesuai dengan Permeneks RI No.
416 Tahun 1990 (Aprina 2013).
Kontaminasi Fecal coliform bisa berasal dari pabrik pengolahan limbah
atau beberapa industri, serta kontaminasi Fecal coliform dapat juga berasal dari
limbah rumah tangga (pemukiman) dan pertanian (Butler 2005). Selain itu,
kontaminasi oleh tinja yang biasa diukur dengan Fecal coliform telah terjadi
dalam skala yang luas, hal ini telah dibuktikan oleh suatu survei sumur dangkal di
Jakarta KLH (2004) dalam (Sumantri 2010). Tingginya jumlah Fecal coliform
dapat ditentukan dengan melihat jarak septic tank, jamban, limbah ternak dan
kotoran hewan dari sumur gali, serta praktik sanitasi (Butler 2005).
Faktor lain yang dapat mempengaruhi kualitas air sumur gali diantaranya
konstruksi air sumur gali, jarak dengan sumber pencemar, dan aktivitas domestik.
77
Hasil analisis univariat menunjukan terdapat hasil pemeriksaan 21 sampel air
sampel sumur gali 100% air sumur gali warga tidak memenuhi syarat secara
mikrobiologi dari hasil pemeriksaan bakteri Fecal coliform (Widiyanto 2015).
Selain itu, hasil penelitian menyatakan bahwa cemaran terjadi karena faktor letak
timba dan jarak jamban (Khomariyatika 2011). Keberadaan mikrobiologi pada air
sumur gali akan sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di sekitarnya. Jarak
jamban dan sumber pencemar lain yang berdekatan dengan sumur gali akan
menambah cemaran dan timba yang diletakkan pada tempat yang tidak bersih
akan menambah keberadaan mikrobiologi pada air sumur gali (Widiyanto 2015).
Oleh karena itu, air bersih yang tercemar oleh Fecal coliform harus diolah
terlebih dahulu sebelum dikonsumsi sebagai air minum. Memasak air merupakan
cara yang paling baik untuk melakukan proses purifikasi air di rumah. Agar lebih
efektif, air dibiarkan tetap mendidih antara 5-10 menit. Dalam kisaran waktu
tersebut, proses pendidihan diharapkan telah mematikan semua kuman, spora,
kista, atau telur sehingga menjadikan air bersifat steril (Chandra 2006). Selain itu,
dapat juga dengan melakukan desinfeksi. Desinfeksi merupakan proses
membunuh bakteri patogen (bakteri penyebab penyakit) yang penyebarannya
melalui air, seperti bakteri penyebab tipus, kolera, diare, dan disentri. Zat atau
bahannya dinamakan desinfektan. Ada beberapa cara desinfeksi dengan bahan
kimia (dengan penambahan atau pemasukan bahan kimia), fisik dengan
pemanasan atau sinar ultraviolet dan mekanis dengan pengendapan (bakteri
berkurang 23-75%, saringan pasir lambat dapat menggurangi bakteri 90-99%).
Jenis desinfektan antara lain klorin, ozon, yodium, bromineferat, hydrogen
peroksida (H2O2), dan kalium permangat (Siswanto 2002).
78
6.3 Analisis Hubungan Jarak Jamban terhadap Indeks Fecal Coliform Pada
Sarana Sumur Gali
Jamban merupakan suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan
mengumpulkan kotoran manusia dalam suatu tempat tertentu dan tidak menjadi
penyebab penyakit serta mengotori lingkungan pemukiman (Soeparman &
Suparmin 2001). Jarak jamban yang dimaksud adalah jarak terdekat antara
jamban dengan sarana sumur gali yang dinyatakan dalam satuan meter.
Hasil pengukuran jarak antara jarak jamban dengan sarana sumur gali
terdapat 61 (88,4%) sarana sumur gali yang tidak memenuhi persyaratan sesuai
dengan aturan Depkes (1994) tentang Penyehatan Air Dalam Program Penyediaan
dan Penyehatan Air Bersih, yaitu memiliki jarak jamban < 11 meter dari sarana
sumur gali. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Dusun Glonggo,
yang menyatakan bahwa jarak antara jamban dengan sumur gali lebih banyak
yang tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak 24 (70,59%) sumur gali dan yang
memenuhi syarat sebanyak 10 (29,41%) sumur gali (Khomariyatika 2011).
Dari hasil pengamatan, sarana sumur gali dibangun di dapur yang letaknya
berdekatan dengan kamar mandi sehingga menyebabkan jarak jamban dengan
sarana sumur gali tidak memenuhi syarat. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan di Kelurahan Sumompo, menunjukan bahwa jarak jamban dengan
sumur gali diantaranya 16 (80%) sumur gali berada pada jarak < 11 meter
diakibatkan kurangnya lahan pemilik sumur gali sehingga pembangun sumur gali
dan jamban secara berdekatan, serta sebanyak 4 (20%) sumur gali memiliki jarak
≥ 11 meter (Katiho 2012).
79
Hasil analisis tabel silang pada Tabel 5.7 menunjukan bahwa adanya
hubungan antara jarak jamban terhadap indeks Fecal coliform air sumur gali di
Desa Sentul Kecamatan Kragilan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan di Dusun Glonggo Desa Doplang Kecamatan Jati Kabupaten Blora
menunjukan bahwa ada hubungan antara jarak jamban dengan kualitas
bakteriologis air sumur gali (Khomariyatika 2011). Selain itu, dari penelitian yang
dilakukan didaerah Langas juga menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara jarak jamban dari sumur gali dengan tingkat pencemaran Fecal coliform
dalam air sumur gali, serta jika jarak jamban dengan sumur gali dalam jarak 1
meter maka tingkat kontaminasi Fecal coliform minimal mencapai 130 MPN/ 100
ml (Muruka et al. 2012).
Berdasarkan nilai OR sebesar 17,7 menunjukan bahwa sumur yang jarak
jambannya tidak memenuhi syarat (< 11 meter) mempunyai resiko tercemar Fecal
coliform 17,7 kali lebih besar dibandingkan sumur yang jarak jambannya
memenuhi syarat (≥ 11 meter). Hal ini juga sejalan dengan teori yang menyatakan
bahwa semakin dekat jarak sumur gali dari jamban maka semakin besar resiko
terjadinya pencemaran (Ariyanti 2010). Selain itu, terdapat juga teori yang
menyebutkan bahwa semakin jauh jarak jamban dengan sumur gali akan
menyebabkan jumlah bakteri semakin sedikit, dan sebaliknya semakin dekat
jamban akan menyebabkan jumlah bakteri semakin bertambah (Marsono 2009).
Resiko pencemaran tinja pada sumur gali disebabkan oleh jarak jamban yang
dekat dengan sumur gali yang mengalami rembesan kedalam tanah sehingga air
tanah seperti sumur gali dapat terkontaminasi Fecal coliform (Muruka et al.
80
2012). Hal ini disebabkan karena tanah tersusun dari berbagai jenis material (batu,
pasir, dll) yang akan menyaring bakteri yang melewatinya (Marsono 2009).
Pencemaran air dapat dipengaruhi oleh jarak jamban dan konstruksi
jamban (Khomariyatika 2011). Dimana untuk konstruksi berpengaruh dengan
mempertimbangkan pembuatan jamban dibuat dengan lubang penampungan biasa
atau dibuat dengan lubang yang permanen. Hal ini dapat mempengaruhi atau
menimbulkan resiko pencemaran air sumur gali, karena jamban dan lantai tidak
kedap air artinya masih ada kemungkinan terjadinya pori-pori atau celah sebagai
tempat keluarnya bakteri dari tempat penampungan tinja manusia dan air tinja
mudah meresap sehingga air tanah atau air sumur gali dapat terkontaminasi oleh
Fecal Coliform (E. coli) (Mukono 2000). Oleh karena itu, diharapkan peneliti
selanjutnya dapat menambahkan variabel konstruksi jamban yang tidak diteliti
dalam penelitian ini.
6.4 Analisis Hubungan Jarak Septic Tank terhadap Indeks Fecal Coliform
Pada Sarana Sumur Gali
Septic tank adalah tempat pembuangan akhir untuk air besar dari kloset.
Pemilihan tempat dan model septic tank yang akan digunakan sangat berpengaruh
pada kesehatan (Susanta 2008). Setiap rumahtangga memiliki septic tank
tersendiri untuk membuang kotoran rumahtangga, sehingga dapat berakibat
negatif berupa terjadinya pencemaran dari pembuangan limbah rumah tangga
tersebut apabila jarak septic tank dekat dengan sumber air bersih seperti air sumur
gali (Sugiharto 1987). Selain itu, limbah dari septictank sangat mempengaruhi
pencemaran terhadap sumber air bersih apabila jarak septictank dekat dengan
sumur gali (Nazar 2010).
81
Jarak septic tank yang dimaksud adalah jarak terdekat antara septic tank
dengan sarana sumur gali yang dinyatakan dalam satuan meter. Hasil pengukuran
jarak antara sarana sumur gali dengan septic tank terdapat 60 (87%) sarana sumur
gali yang tidak memenuhi syarat sesuai dengan Depkes (1994) tentang
Penyehatan Air Dalam Program Penyediaan dan Penyehatan Air Bersih, yaitu
jarak septic tank < 11 m. Sedangkan, untuk jarak septic tank ≥ 11 meter dari
sumur gali sebanyak 9 (13%) sarana sumur gali.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang menggambarkan jarak antara sumur
gali dengan lubang penampungan kotoran atau septic tank lebih banyak yang
tidak memenuhi syarat kesehatan, dimana sebanyak 83% (25 buah sumur)
memiliki jarak kurang dari 11 meter yang dikategorikan tidak memenuhi syarat
kesehatan dan 17% (lima buah sumur) memiliki jarak lebih dari 11 meter yang
dikategorikan memenuhi syarat (Sapulete 2010). Penelitian yang dilakukan di
Kelurahan Citrodiwangsan juga menyatakan hal yang sama bahwa sebesar 57,6%
jarak antara sumur gali dengan septic tank tidak memenuhi syarat, sedangkan
sebanyak 42,4% jarak antara sumur gali dengan septic tank sudah memenuhi
syarat (Pujiati & Pebriyanti 2010).
Hal ini dapat diasumsikan bahwa sebagian sumur gali yang diobservasi
belum memenuhi syarat lokasi yang aman dengan septic tank sehingga dapat
mencemari air sumur gali (Pujiati & Pebriyanti 2010). Pencemaran air dapat
terjadi akibat adanya pembuangan kotoran rumah tangga terhadap tanah
disekitarnya. Kemudian air sisa kotoran akan meresap ke dalam tanah.
Pencemaran yang ditimbulkan oleh bakteri terhadap air yang ada didalam tanah
dapat mencapai jarak 11 meter searah dengan arah aliran air tanah, jika jarak
82
septic tank kurang dari 11 meter maka dapat menyebabkan pencemaran pada air
tanah seperti air sumur gali (Kusjuliadi 2010).
Dari hasil pengamatan, jarak septic tank dengan sarana sumur gali di Desa
Sentul tidak memenuhi syarat disebabkan karena luas lahan yang terbatas,
sehingga sangat memungkinkan jarak antara septic tank dengan sarana sumur gali
berdekatan dan tidak memenuhi standar yang ditetapkan. Hal ini disejalan dengan
penelitian yang yang menyatakan luas lahan yang terbatas sangat memungkinkan
jarak antara septic tank dengan sumber air bersih tidak memenuhi syarat (Nazar
2010). Selain itu, dari 69 sarana sumur gali yang diamati, diketahui bahwa 39
sarana sumur gali (56,5%) berada diluar rumah sehingga dapat diasumsikan
bahwa jarak sumur gali lebih dekat ke lubang penampungan kotoran atau septic
tank. Maka dari itu, makin tinggi sarana sumur gali di luar rumah, kemungkinan
semakin tinggi juga konsentrasi tinja akibat pencemaran yang berasal dari septic
tank (Irianti et al. 2002).
Hasil analisis tabel silang pada Tabel 5.8 menunjukan bahwa adanya
hubungan antara jarak septic tank terhadap indeks Fecal coliform pada air sumur
gali di Desa Sentul Kecamatan Kragilan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan di Kelurahan Tuminting Kota Manado menunjukan bahwa terdapat
hubungan yang sangat bermakna secara statistik antara jarak sumur gali dari
septic tank atau lubang penampungan kotoran dengan kandungan Fecal coliform
(E. coli) dalam air sumur gali (Sapulete 2010).
Penelitian lainnya juga menyebutkan bahwa jarak antara sumur gali
dengan septic tank berpengaruh secara signifikan terhadap kandungan bakteri
Fecal coliform pada air sumur gali di Kelurahan Citrodiwangsan Kabupaten
83
Lumajang dengan nilai probabilitas sebesar 0,000 (Pujiati & Pebriyanti 2010).
Selain itu, penelitian lainnya juga menunjukan hal yang sama, yaitu antara jarak
tangki septik sekitar sumur sampel berhubungan secara signifikan dengan
kandungan koli-fekal di wilayah sekitar Sungai Cikapundung (Ramdhany 2004).
Air yang berasal dari sumur gali yang jaraknya kurang dari 11 meter dari tangki
septik diperkirakan akan memiliki kandungan bakteri coliform khususnya bakteri
fecal coliform (Ridhosari & Roosmini 2011). Adanya Fecal coliform didalam air
mengindikasikan bahwa air tersebut tercemar oleh bahan tinja baik dari manusia
maupun hewan yang berasal dari septic tank (Szabo et al. 2009).
Tingginya Fecal coliform yang terdapat pada sumur gali yang dekat
dengan septic tank juga dapat dipengaruhi juga oleh kedalaman sarana sumur gali.
Dari wawancara yang dilakukan, yaitu sebanyak 66 sarana sumur gali (95,7%)
memiliki kedalaman < 15 meter sehingga tergolong kedalam sumur gali dangkal.
Hal ini juga diperkuat dengan penelitian yang menyatakan bahwa air yang
terkontaminasi dengan tinja akan mengandung jumlah koli-fekal yang cukup
tinggi terutama pada sumur-sumur dangkal (Szabo et al. 2009).
Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai OR sebesar 14,5
menunjukan bahwa sumur yang jarak septic tank tidak memenuhi syarat (< 11
meter) mempunyai resiko tercemar Fecal coliform 14,5 kali lebih besar
dibandingkan sumur yang jarak septic tank memenuhi syarat (≥ 11 meter). Hal ini
sejalan dengan penelitian yang menyebutkan bahwa sumur yang jarak septic tank
< 11 m mempunyai resiko tercemar bakteri Fecal Coliform (E.colil) 15,889 lebih
besar dibandingkan sumur yang jarak septic tank ≥ 11 m (Muchlis et al. 2017).
84
Tentunya jarak septic tank berpengaruh terhadap bakteri Fecal Coliform
menunjukan bahwa semakin jauh jarak antara sumur gali dengan septic tank maka
kandungan bakteri Fecal coliform pada air sumur gali semakin sedikit (Pujiati &
Pebriyanti 2010). Penelitian lainnya juga menyebutkan bahwa sumur gali yang
dilingkungannya tidak terdapat tangki septik mempunyai kandungan koli-fekal
masuk pada kategori rendah bila dibandingkan dengan sumur gali yang
lingkungannya terdapat tangki septik pada jarak rawan untuk mencemari air
sumur gali (Ramdhany 2004).
Sumur gali yang berdekatan jaraknya dengan septic tank juga dapat
tercemar oleh bakteri Fecal coliform akibat konstruksi septic tank yang tidak
kedap air sehingga dapat mengalami resapan ke dalam air sumur gali. Selain itu,
porositas dan permeabilitas tanah juga dapat mempengaruhi laju infiltrasi
sehingga mempengaruhi penyerapan bakteri yang akan mencemari air tanah
khususnya air sumur gali (Muchlis et al. 2017). Oleh karena itu, diharapkan
peneliti selanjutnya melakukan pengukuran mengenai porositas dan permeabilitas
tanah agar mengetahui faktor lain yang mempengaruhi penyerapan bakteri pada
air tanah khususnya air sumur gali. Selain itu, diharapkan peneliti selanjutnya juga
dapat menambahkan variabel konstruksi septic tank yang tidak diteliti dalam
penelitian ini.
6.5 Analisis Hubungan Jarak Pencemaran Lain terhadap Indeks Fecal
Coliform Pada Sarana Sumur Gali
Jarak pencemaran lain yang dimaksud merupakan jarak antara sumber
pencemar lain seperti genangan air, tempat sampah, dan kandang ternak/kotoran
hewan yang salah satunya ditemukan paling dekat dari sarana sumur gali dalam
85
satuan meter. Depkes (1994) tentang Penyehatan Air Dalam Program Penyediaan
dan Penyehatan Air Bersih, jarak sumur dengan sumber pencemar lain (genangan
air, tempat sampah, dan kandang ternak/kotoran hewan) dikategorikan tidak
memenuhi syarat apabila memiliki jarak < 11 meter. Sumber pencemar lain yang
berada ≥ 11 meter dikategorikan memenuhi syarat sehingga tidak mempengaruhi
pencemaran terhadap air sumur gali.
Hasil pengukuran jarak antara pencemar lain dengan sarana sumur gali
terdapat 46 (66,7%) sarana sumur gali yang tidak memenuhi syarat sesuai dengan
Depkes (1994) tentang Penyehatan Air Dalam Program Penyediaan dan
Penyehatan Air Bersih, yaitu jarak septic tank < 11 m. Sedangkan, untuk jarak
pencemar lain ≥ 11 meter dari sumur gali sebanyak 23 (33,3%) sarana sumur gali.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di wilayah kerja
Puskesmas Rancabungur yang menyatakan bahwa jarak antara pencemaran lain
dengan sumur gali terdapat 53 (60,23%) sarana sumur gali tidak memenuhi syarat
dengan jarak < 11 meter dan sekitar 35 (39,77%) sarana sumur gali memiliki jarak
≥ 11 meter sehingga sudah memenuhi syarat (Mulyana 2003). Tentunya
berdasarkan tinjauan pustaka, lokasi sumber pencemar yang < 11 meter dapat
memperbesar potensi pencemaran pada air sumur gali (Katiho 2012).
Hasil analisis tabel silang pada Tabel 5.9 menunjukan bahwa tidak adanya
hubungan antara jarak pencemaran lain terhadap indeks Fecal coliform pada air
sumur gali di Desa Sentul Kecamatan Kragilan. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Rancabungur menunjukan bahwa
tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara kualitas bakteriologi
dengan sumber pencemar lain (Mulyana 2003). Penelitian ini juga sejalan dengan
86
menunjukan tidak ada korelasi yang signifikan antara jarak sumur pencemar lain
dengan kadar mikroorganisme dalam air sumur gali dilihat dari nilai probabilitas
sebesar 0,787 (Marsono 2009).
Peneliti berasumsi bahwa tidak terdapatnya hubungan antara jarak
pencemaran lain dengan indeks Fecal coliform karena dapat dipengaruhi oleh
faktor lain seperti porositas dan permeabilitas, serta arah aliran air tanah. Porositas
dan permeabilitas dapat mempengaruhi penyerapan air yang dapat merembes
masuk kedalam air tanah seperti air sumur gali. Air tanah secara alami mengalir
oleh karena adanya perbedaan tekanan dan letak ketinggian lapisan tanah. Air
akan mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Hal ini akan
mempengaruhi apabila letak sumur berada dibagian bawah dari letak sumber
pencemar maka bahan pencemar bersama aliran air tanah akan mengalir untuk
mencapai sumur gali. Penentuan lokasi pembuatan sumur yang jauh dari sumber
pencemar merupakan usaha untuk mencegah dan mengurangi resiko pencemaran
(Asdak 2002).
Berdasarkan hasil pengamatan di Desa Sentul Kecamatan Kragilan
diketahui bahwa lokasi sumur gali diluar rumah lebih banyak, yaitu sekitar 39
(56,5%) sumur gali dibandingkan dengan lokasi sumur gali didalam rumah. Hal
ini dapat diasumsikan bahwa letak sumber pencemar dapat mempengaruhi
tingginya kadar mikroorganisme air. Penelitian ini juga diperkuat dengan
menyebutkan bahwa semakin tinggi proporsi sarana sumur gali diluar rumah,
makin tinggi juga kemungkinan konsentrasi koli tinja yang terkandung dalam
sumur gali. Sehingga sumur gali yang terletak diluar rumah memungkinkan
tercemar oleh hewan atau sumber pencemar lain (Irianti et al. 2002).
87
Dari hasil analisis didapatkan nilai OR sebesar 1,365 yang menunjukan
bahwa sumur yang jarak pencemar lainnya tidak memenuhi syarat (< 11 meter)
mempunyai resiko tercemar Fecal coliform 1,365 kali lebih besar dibandingkan
sumur yang jarak pencemar lain memenuhi syarat (≥ 11 meter). Hal ini juga
sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa semakin dekat jarak sumur gali dari
sumber pencemar lain maka semakin besar resiko terjadinya pencemaran
(Ariyanti 2010). Selain itu, terdapat juga teori yang menyatakan hal yang sama
bahwa semakin jauh jarak sumber pencemar, perjalanan air limbah yang
mengandung bakteri banyak mengalami penyaringan oleh tanah atau material
penyusun tanah, dan sebaliknya semakin dekat jarak sumber pencemar, perjalanan
air limbah yang mengandung bakteri sedikit mengalami penyaringan sehingga
banyak yang masuk ke dalam air sumur (Marsono 2009).
Hal ini dapat dipengaruhi oleh jenis sumber pencemar. Pada penelitian ini
pencemaran lain meliputi kandang ternak, tempat sampah, dan genangan air.
Sumber pencemar yang berasal dari kotoran ternak lebih banyak mengandung
bakteri dibandingkan dengan sumber pencemaran lain. Semakin banyak ternak
semakin banyak kotoran yang dibuang, yang berarti jumlah bakteri semakin
banyak sehingga lebih beresiko (Marsono 2009). Hal ini sejalan juga dengan
penelitian yang dilakukan di Moldova, menyimpulkan bahwa pencemaran air
tanah khususnya pada air sumur gali lebih beresiko disebabkan oleh kotoran
ternak dan pupuk kandang yang tersimpan (Graham & Polizzotto 2013).
Banyaknya kandang ternak disekitar akan menghasilkan kotoran yang
akan mudah meresap ke dalam sumur. Tekstur tanah akan mempengaruhi laju
infiltrasi suatu lahan, serta tekstur tanah juga pada dasarnya berhubungan dengan
88
keadaan pori tanah (Achmad 2011). Makin banyak pori-pori besar maka kapasitas
infiltrasi makin besar pula. Keadaan ini mengakibatkan air merembes masuk
melalui celah-celah tanah yang kemudian tercampur dengan air yang ada di sumur
tersebut (Tanjungsari 2016).
Semakin banyak bakteri yang dikandung oleh sumber pencemar semakin
banyak bakteri yang meresap/masuk ke dalam tanah. Jumlah bakteri yang
dikandung oleh sumber pencemar dipengaruhi oleh jumlah manusia atau binatang
yang menghasilkan limbah. Semakin banyak jumlah manusia atau binatang
semakin besar jumlah bakteri dalam sumber pencemar (Marsono 2009). Oleh
karena itu, masyarakat seharusnya tetap memperhatikan sumber pencemar lain
yang ada disekitarnya seperti membersihkan sampah dan juga kotoran hewan
yang terdapat disekitar sumur gali agar kualitas air sumur gali tetap terjaga,
karena masih banyak sumur gali yang tidak memenuhi persyaratan sumber
pencemar lain. Selain itu, diharapkan peneliti selanjutnya dapat menambahkan
variabel berupa porositas dan permeabilitas tanah, serta arah aliran tanah yang
tidak diteliti dalam penelitian ini.
6.6 Analisis Hubungan Kondisi Fisik Sumur Gali terhadap Indeks Fecal
Coliform Pada Sarana Sumur Gali
Kondisi fisik sarana sumur gali merupakan konstruksi bangunan dan
sarana yang mendukung sanitasi sarana sumur gali (Marsono 2009). Sanitasi
sarana sumur gali merupakan sumur yang telah memenuhi persyaratan sanitasi
dan terlindungi dari kontaminasi air kotor (Chandra 2006). Kondisi fisik sarana
sumur gali meliputi jarak sumber pencemar, SPAL, lantai sumur, bibir sumur,
89
kedalaman sumur kedap air, dinding sumur, dan timba yang digunakan (Depkes
RI 1994).
Kondisi fisik sarana sumur gali didapatkan dari hasil observasi yang
mengacu pada Pedoman Penyehatan Air Dalam Program Penyediaan dan
Penyehatan Air Bersih dan juga mengacu kepada formulir inspeksi sanitasi sumur
gali (Form IS-SGL) (Depkes RI 1994). Kondisi fisik sumur gali di Desa Sentul
dari 69 responden, terdapat 56 (81,2%) sumur gali yang memiliki kondisi fisik
tidak baik. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Kelurahan
Sumompo menunjukan bahwa kondisi fisik sumur gali pada semua sumur gali
yang diteliti sebanyak 20 (100%) sumur gali tidak memenuhi syarat yang
ditetapkan (Katiho 2012). Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian yang
dilakukan di Desa Karanganom yang menyatakan bahwa dari 40 buah sumur, 22
sumur atau 55% memiliki konstruksi baik dan 18 buah sumur atau 45% memiliki
kontruksi buruk (Marsono 2009).
Beradasarkan hasil pengamatan, pengguna sumur gali kurang
memperhatikan dan memelihara kondisi fisik sarana sumur gali yang digunakan
sehari-hari. Sumur sehat minimal harus memenuhi persyaratan, yaitu syarat lokasi
atau jarak, syarat konstruksi atau kondisi fisik sumur, dinding sumur gali, bibir
sumur gali, dan lantai sumur gali. Adapun, syarat konstruksi atau kondisi fisik
sumur pada sumur gali tanpa pompa, meliputi dinding sumur, bibir sumur, serta
lantai sumur (Boekoesoe 2010).
Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa dinding sumur gali dengan
kedalaman 3 meter yang memenuhi syarat sebesar 62 (89,9%) sumur gali. Hal ini
menunjukan sebagian besar pengguna sumur gali memiliki dinding sumur yang
90
memenuhi syarat. Dinding sumur yang memenuhi syarat minimal memiliki
kedalaman 3 m dari permukaan lantai atau tanah, dibuat bahan kedap air dan kuat
(tidak mudah retak atau longsor) untuk mencegah terjadinya rembesan pada air
sumur (Sumantri 2010). Hal ini sejalan dengan penelitian yang menyebutkan
bahwa pada kedalaman 3 meter dari permukaan tanah, dinding sumur harus dibuat
dari tembok yang tidak tembus air, agar perembesan air permukaan yang telah
tercemar tidak terjadi (Boekoesoe 2010). Penelitian lain juga menyebutkan bahwa
semakin baik kualitas dinding atau semakin kedap air, bakteri semakin sulit
menembus dinding, sehingga tidak dapat menyebabkan pencemaran. Bakteri
dalam sumber pencemar dapat ditransmisikan ke dalam sumur melalui aliran air
tanah dan dapat mencapai air sumur bila konstruksi dinding tidak kedap air
(Marsono 2009). Selain itu, kedalaman 3 meter diambil karena bakteri pada
umumnya tidak dapat hidup lagi pada kedalaman tersebut (Boekoesoe 2010).
Adanya dinding semen sedalam tiga meter selain berfungsi untuk
mencegah pencemaran horizontal melalui tanah juga dapat mencegah longsornya
tanah di sekeliling sarana (Irianti et al. 2002). Apabila kedalaman kurang dari 3
meter tentunya dapat memperbesar kemungkinan kontaminasi air sumur gali
sehingga akan mengakibatkan penurunan kualitas air (Tanjungsari 2016).
Sehingga makin tinggi proporsi SGL yang mempunyai dinding sedalam tiga
meter, makin rendah konsentrasi tinja (Irianti et al. 2002).
Dari hasil penelitian diketahui bahwa semua bibir sumur gali sebanyak 69
(100%) sumur gali memenuhi persyaratan. Untuk bibir sumur ini persyaratannya
meliputi, diatas tanah dibuat tembok yang kedap air, setinggi minimal 70 cm,
untuk mencegah pengotoran dari air permukaan serta untuk aspek keselamatan
91
(Boekoesoe 2010). Selain itu, bibir sumur harus terbuat dari bahan yang kuat dan
kedap air untuk mencegah merembesnya air ke dalam sumur. Sebaiknya bibir
sumur diberi penutup agar air hujan dan kotoran lainnya tidak dapat masuk ke
dalam sumur (Prajawati 2008).
Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa lantai sumur yang mengitari sumur
gali dengan jarak 1 meter sebanyak 36 (52,2%) sumur gali yang tidak memenuhi
syarat. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Kelurahan Pedalangan
menunjukan bahwa dari 20 sumur gali terdapat 13 (65%) sumur gali yang
lantainya tidak memenuhi syarat sehingga memungkinkan air permukaan yang
berada disekitar sumur gali mudah meresap/masuk kedalam sumur gali (Ihsan
2017). Maka dari itu, lantai harus kedap air dengan lebar minimal 1m dari tepi
bibir sumur, tidak retak/bocor, mudah dibersihkan, tidak tergenang air, dan
kemiringan 1-5% ke arah saluran pembuangan air limbah agar air bekas dapat
mudah mengalir ke saluran air limbah (Sumantri 2010).
Dari hasil penelitian diketahui bahwa sebanyak 65 (94,2%) sumur gali
memiliki Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL) tidak memenuhi persyaratan.
Adapun, untuk SPAL yang memenuhi persyaratan harus kedap air, minimal
sepanjang lebih kurang 10 m tidak menimbulkan genangan dan kemiringan
minimal 2% kearah pengolahan air buangan (Kusnoputranto 1997). Berdasarkan
pengamatan pada saat penelitian diketahui bahwa terdapat aktivitas yang
dilakukan sehingga akan menghasilkan air sisa dari aktivitas tersebut. Hal ini
tentunya memperparah kondisi sumur gali yang tidak dilengkapi atau terdapat
drainase yang memadai yang menyambung dengan SPAL rumah tangga,
92
sehingga memungkinkan sisa air tersebut merembes dan mencemari air sumur gali
yang di konsumsi warga masyarakat pengguna sumur gali (Katiho 2012).
Sarana sumur gali tentunya harus dilengkapi dengan ember/timba yang
digunakan untuk megambil air. Dari hasil penelitian diketahui sebanyak 57
(82,6%) sumur gali memiliki ember/timba yang tidak memenuhi persyaratan
karena ember/timba sumur gali tidak digantung dan diletakan disembarang tempat
sehingga tidak memenuhi syarat kesehatan. Padahal sarana sumur gali harus
dilengkapi dengan sarana untuk mengambil dan menimba air seperti timba dengan
gulungan atau pompa tangan agar pengambilan air dapat higienis (Prajawati
2008). Jika pengambilan air dengan timba sebaiknya harus selalu digantung dan
tidak diletakan di lantai sumur. Hal ini untuk mencegah pencemaran air melalui
timba (Sumantri 2010).
Kondisi fisik sumur gali tersebut dapat diklasifikasikan menjadi dua
berdasarkan penelitian sebelumnya, yaitu dikatakan tidak baik jika memiliki nilai
atau skor 4-7. Sedangkan, dikatakan baik jika memiliki nilai atau skor 0-3
(Marsono 2009). Berdasarkan hasil analisis tabel silang pada Tabel 5.10
menunjukan bahwa adanya hubungan antara kondisi fisik sumur gali terhadap
indeks Fecal coliform dalam air sumur gali di Desa Sentul Kecamatan Kragilan.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Kelurahan
Citrodiwangsan Kabupaten Lumajang yang menyatakan bahwa kontruksi atau
kondisi fisik sumur gali berpengaruh secara signifikan terhadap kandungan
bakteri Fecal coliform pada air sumur gali dengan nilai p-value sebesar 0,001
(Pujiati & Pebriyanti 2010). Selain itu, hal ini juga didukung oleh penelitian yang
menyatakan bahwa kondisi fisik sumur mempunyai hubungan yang signifikan
93
terhadap kadar mikroorganisme dalam air sumur gali (Marsono 2009). Penelitian
lainnya juga menyebutkan bahwa adanya hubungan antara kondisi fisik sumur
terhadap jumlah Fecal coliform (E.coli) pada sumur gali (Muchlis et al. 2017).
Berdasarkan hasil uji statistik diketahui nilai OR sebesar 8,1 menunjukan
bahwa sumur gali yang memiliki kondisi fisik tidak baik mempunyai resiko
tercemar Fecal coliform 8,1 kali lebih besar dibandingkan sumur yang memiliki
kondisi fisik yang baik. Hal ini sejalan dengan penelitian yang menyebutkan
bahwa sumur yang kondisi fisiknya baik mempunyai resiko tercemar bakteri
Fecal coliform (E.coli) 8,067 kali lebih besar dibandingkan sumur yang kondisi
fisiknya baik (Muchlis et al. 2017). Hal ini juga menunjukan bahwa semakin baik
konstruksi atau kondisi fisik sumur gali maka kandungan bakteri Fecal coliform
pada air sumur gali akan semakin sedikit (Pujiati & Pebriyanti 2010).
Tentunya kondisi fisik sumur gali yang tidak memenuhi standar kesehatan
dapat menjadi sumber pencemaran karena air yang sudah tercampur dengan
bakteri atau sumber pencemar lain dapat merembes melalui pori-pori dinding,
bibir dan bagian sumur gali yang tidak kedap air sehingga masuk ke dalam sumur
gali serta menyebabkan pencemaran (Radjak 2013). Oleh karena itu,
diperlukannya perbaikan Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) agar tidak
terjadinya genangan air, serta penyuluhan kepada pengguna sumur gali agar lebih
memperhatikan penyimpanan ember/timba dan memelihara kondisi fisik sumur
gali agar tetap bersih.
94
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian pada 69 sarana sumur gali yang digunakan
oleh masyarakat di Desa Sentul, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Sebagian besar sumur gali yang memiliki jumlah Fecal Coliform tidak
memenuhi syarat Permenkes RI No. 416/Menkes/per/IX/1990 dengan
persentase sebesar 92,8%.
2. Sebagian besar sumur gali memiliki jarak jamban dari sumur gali yang
tidak memenuhi syarat (< 11 meter) dengan persentase sebesar 88,4%.
3. Sebagian besar sumur gali memiliki jarak septic tank dari sumur gali yang
tidak memenuhi syarat (< 11 meter) dengan persentase sebesar 87%.
4. Sebagian besar sumur gali memiliki jarak pencemar lain dari sumur gali
yang tidak memenuhi syarat (< 11 meter) dengan persentase sebesar
66,7%.
5. Sebagian besar sumur gali memiliki kondisi fisik tidak baik dengan
persentase sebesar 81,2%.
6. Ada hubungan yang signifikan pada α = 0,05 antara jarak jamban
terhadap indeks Fecal coliform air sumur gali di Desa Sentul dengan p
value sebesar 0,01.
7. Ada hubungan yang signifikan pada α = 0,05 antara jarak septic tank
terhadap indeks Fecal coliform air sumur gali di Desa Sentul dengan p
value sebesar 0,014.
95
8. Tidak ada hubungan yang signifikan pada α = 0,05 antara jarak
pencemaran lain (kotoran hewan, tempat sampah, dan genangan air)
terhadap indeks Fecal coliform air sumur gali di Desa Sentul dengan p
value sebesar 1,000.
9. Ada hubungan yang signifikan pada α = 0,05 antara kondisi fisik sumur
gali terhadap indeks Fecal coliform dalam air sumur gali di Desa Sentul
dengan p value sebesar 0,043.
7.2 Saran
1. Bagi Pemerintah Daerah Setempat
a. Melakukan upaya inovatif teknis dalam mengatasi keterbatasan tempat
atau sulitnya lokasi pemukiman yang padat penduduk seperti Desa
Sentul dengan membangun septic tank komunal.
b. Berpartisipasi dalam melakukan upaya pemantauan dan pengawasan
terhadap kualitas air sumur gali yang dipergunakan oleh masyarakat
khususnya di Desa Sentul.
2. Bagi Puskesmas Kragilan
a. Melakukan penyuluhan secara berkala tentang sanitasi lingkungan dan
sarana air bersih khususnya air sumur gali, serta memberikan
penyuluhan kepada pengguna sumur gali mengenai perbaikan kualitas
air yang tercemar secara bakteriologis.
b. Melakukan pemeriksaan kualitas air sumur gali secara berkala, serta
melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap kualitas air sumur
gali yang dipergunakan masyarakat.
96
3. Bagi Pengguna Sumur Gali
a. Melakukan perbaikan sarana air sumur gali dengan memperbaiki
kualitas lantai sumur dan SPAL.
b. Melakukan penyimpanan ember/timba sumur gali dengan baik dan
juga memelihara kondisi fisik sumur gali agar tetap bersih.
c. Merebus air bersih hingga mendidih dan dibiarkan mendidih 5-10
menit sebelum dikonsumsi sebagai air minum.
d. Melakukan pengolahan air sumur gali yang tercemar dengan
melakukan desinfeksi dengan kolrinasi maupun secara mekanik
dengan pengendapan.
e. Pengguna sumur gali diharapkan lebih memperhatikan sumber
pencemar lain yang ada disekitarnya seperti membersihkan sampah
dan juga kotoran hewan yang terdapat disekitar sumur gali.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Terjadinya pencemaran Fecal coliform kemungkinan disebabkan oleh
faktor lain diluar variabel yang diteliti dan menjadi keterbatasan pada
penelitian ini. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian
dengan mengikutsertakan variabel-variabel yang diduga adanya kaitan dengan
pencemaran Fecal coliform seperti konstruksi jamban, konstruksi septic tank,
arah aliran air tanah, kemiringan tanah, porositas tanah, permeabilitas tanah di
lokasi penelitian, dan padat tidaknya pemukiman. Selain itu, diharapkan
peneliti selanjutnya tidak melakukan pengambilan sampel air pada saat musim
hujan dan menambahkan besar sampel yang digunakan agar sampel
proporsional dan data yang dihasilkan dapat berdistribusi secara merata.
97
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, M., 2011. Buku Ajar Hidrologi Teknik, Makassar: Universitas
Hasannudin Press.
Achmadi, U.F., 2012. Dasar-dasar Penyakit Berbasis Lingkungan, Jakarta:
Rajawali Press.
Aprina, M., 2013. Hubungan Kualitas Mikrobiologis Air Sumur Gali dan
Pengelolaan Sampah di Rumah Tangga dengan Kejadian Diare pada
Keluarga di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2015.
Universitas Sumatera Utara.
Ariyanti, S., 2010. Hubungan Jarak Sumur dari Sungai Tercemar Limbah Tapioka
dengan Kadar Sianida. Kesehatan Masyarakat, 5(2), pp.106–111.
Asdak, C., 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Badan Standardisasi Nasional, 2006. Cara uji mikrobiologi - Bagian 1:
Penentuan, Jakarta.
Bartram, J. & Pedley, S., 1996. Microbiological Analyses. In J. Bartram & R.
Ballance, eds. Water Quality Monitoring - A Practical Guide to the Design
and Implementation of Freshwater Quality Studies and Monitoring
Programmes. United State: United Nations Environment Programme and the
World Health Organization.
Boekoesoe, L., 2010. Tingkat Kualitas Bakteriologis Air Bersih di Desa Sosial
Kecamatan Paguyaman Kabupaten Boalemo. Inovasi, 7(No.4), pp.240–251.
BPS Provinsi Banten, 2015. Banten Dalam Angka 2015 Bidang Integrasi
Pengolahan dan Diseminasi Statistik, ed., Banten: BPS Provinsi Banten.
Butler, A., 2005. Focus on Fecal Coliform Bacteria, Washington.
Chandra, B., 2009. Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitass, Jakarta: EGC.
Chandra, B., 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan P. Widyastuti, ed., Jakarta:
EGC.
Cornelia, S.B., 2008. Permodelan dan Analisis Kimia Air Tanah Menggunakan
Software Modflow di Daerah Bekas TPA Pasir Impun Bandung, Jawa Barat.
Institut Teknologi Bandung.
Depkes RI, 1990a. Pedoman Penggunaan dan Pemeliharaan Sarana Penyediaan
Air Bersih dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, Jakarta: Direktorat
Jendral PPM & PPL Departemen Kesehatan RI.
Depkes RI, 1995. Pedoman Penyehatan Air Dalam Program Penyediaan dan
98
Pengelolaan Air Bersih, Jakarta: Direktorat Jendral PPM & PPL Departemen
Kesehatan RI.
Depkes RI, 1994. Penyehatan Air Dalam Program Penyediaan dan Pengelolaan
Air Bersih, Jakarta: Direktorat Jendral PPM & PPL Departemen Kesehatan
RI.
Depkes RI, 1990b. Peraturan Menteri Kesehatan No . 416 Tahun 1990 Tentang :
Syarat-syarat Dan Pengawasan Kualitas Air, Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. Available at: www.pppl.depkes.go.id.
Dinkes Provinsi Banten, 2011. Profil Kesehatan Provinsi Banten Tahun 2011,
Banten.
Dinkes Provinsi Banten, 2012. Profil Kesehatan Provinsi Banten Tahun 2012,
Banten.
Effendi, H., 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan, Yogyakarta: Kanisius.
Ejechi, B., 2007. Quality of Ground Water in Delta State Nigeria. Environmental
Hydrology, 15, pp.1–11.
Ginting, R.M., 2009. Hubungan Tingkat Resiko Pencemaran Terhadap Kualitas
Air Sumur Gali di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan Labuhan Tahun
2006. Kesehatan Masyarakat.
Graham, J.P. & Polizzotto, M.L., 2013. Pit Latrines and Their Impacts on
Groundwater Quality. , 121(5), pp.521–530.
Gunawan, R., 2009. Rencana Rumah Sehat, Jakarta: Kanisius.
Hussein, M.D., 1997. Faktor-faktor Lingkungan Fisik dan Konstruksi Sarana
Sumur Gali yang Berhubungan dengan Kualitas Bakteriologis (Total
Coliform) Air Sumur Gali di Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung Tahun
1997. Kesehatan Masyarakat.
Ihsan, M.F., 2017. Kajian Kualitas Air Sumur Gali Untuk Wilayah Pedalangan
yang Mempunyai Ipal Komunal. Teknik Lingkungan, 6(2), pp.1–10.
Indramaya, E.A., 2013. Rancangan Sumur Resapan Air Hujan Sebagai Salah Satu
Usaha Konservasi Air Tanah di Perumahan Dayu Baru Kabupaten Sleman
Daerah Istimewa Yogyakarta. Geologi, 2(3).
Iriani, Y., 2012. Hubungan antara Curah Hujan dan Peningkatan Kasus Demam
Berdarah Dengue Anak di Kota Palembang. , 13(6).
Irianti, S. et al., 2002. Risiko Pencemaran Bakteriologik Air Sumur Gali di
Daerah Pedesaan Kabupaten Rembang. Ekologi Kesehatan, 1(2).
Jensen, P.K. et al., 2004. Is there an association between bacteriological drinking
water quality and childhood diarrhoea in developing countries ? Tropical
99
Medicine and International Health, 9(11), pp.1210–1215.
Katiho, A.S. dan W.B.. J., 2012. Gambaran Kondisi Fisik Sumur Gali di Tinjau
dari Aspek Kesehatan Lingkungan dan Perilaku Pengguna Sumur Gali di
Kelurahan Sumompo Kecamatan Tuminting Kota Manado. Kesehatan
Masyarakat, pp.28–35.
Kemen LH, 2010. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 01
Tahun 2010 tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air, Jakarta.
Kemenkes RI, 2016. Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2016,
Jakarta.
Kemenkes RI, 2013. Riset Kesehatan Dasar, Jakarta.
Khomariyatika, T. dan E.T.P., 2011. Kualitas Bakteriologis AIr Sumur Gali.
Kesehatan Masyarakat, 7(1), pp.63–72.
Kodoatie, R.J., 2010. Tata Ruang Air I., Yogyakarta: ANDI.
Kusjuliadi, D., 2010. Septictank, Jakarta: Griya Kreasi (Penebar Swadaya Grup).
Kusnoputranto, H., 1997. Kesehatan Lingkungan, Jakarta: Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Machfoedz, I., 2004. Menjaga Kesehatan Rumah Dari Berbagai Penyakit,
Yogyakarta: Fitramaya.
Marsono, 2009. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Bakteriologis
Air Sumur Gali di Pemukiman (Studi di Desa Karanganom Kecamatan
Klaten Utara Kabupaten Klaten). Universitas Indonesia.
Ministry of Environment, 2007. Total, Fecal & E. coli Bacteria in Groundwater,
British Columbia. Available at:
http://www.env.gov.bc.ca/wsd/plan_protect_sustain/groundwater/library/gro
und_fact_sheets/pdfs/coliform(020715)_fin2.pdf.
Muchlis, Thamrin & Siregar, S.H., 2017. Analisis Faktor yang Mempengaruhi
Jumlah Bakteri Escherichia coli pada Sumur Gali Penderita Diare di
Kelurahan Sidomulyo Barat Kota Pekanbaru. Dinamika Lingkungan
Indonesia, 4(1), pp.18–28.
Mukono, 2000. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan, Surabaya: Airlangga
University Press.
Mukono, J., 2002. Epidemiologi Lingkungan, Surabaya: Airlangga University
Press.
Mulyana, D., 2003. Kesesuaian Antara Hasil Pengukuran Tingkat Risiko
Pencemaran dengan Inspeksi Sanitasi dan Hasil Pemeriksaan Bakteriologik
pada Air SUmur Gali di Wilayah Kerja Puskesmas Rancabungur Kabupaten
Bogor Tahun 2003. Universitas Indonesia.
100
Muruka, C. et al., 2012. The Relationship between Bacteriological Quality of
Dug-Wells & Pit Latrine Siting in an Unplanned Peri-Urban Settlement : A
Case Study of Langas – Eldoret Municipality , Western Kenya. Public
Health, 2(2), pp.32–36.
Myint, S.L.T. et al., 2015. Prevalence of Household Drinking-Water
Contamination and of Acute Diarrhoeal Illness in a Periurban Community in
Myanmar. Medical, 4(5), pp.62–68.
Nazar, H., 2010. Kebijakan Pengendalian Pencemaran Sumber Air Bersih
Perumahan Sederhana di Kota Pekanbaru (Kasus di Kecamatan Tampan).
Environmental Science, 1(4), pp.63–80.
Notoatmodjo, S., 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, Jakarta: Rineka
Cipta.
Notoatmodjo, S., 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan Revisi., Jakarta: Rineka
Cipta.
Prajawati, R., 2008. Hubungan Konstruksi dengan Kualitas Mikrobiologi Air
Sumur Gali. Kesehatan Lingkungan, 2(1).
Pujiati, R.S. & Pebriyanti, D.O., 2010. Pengaruh Jarak Sumur Gali dengan Septic
Tank terhadap Kandungan Bakteri Coliform Pada Air Sumur Gali (Studi di
Kelurahan Citrodiwangsan, Kecamatan Lumajang, Kabupaten Lumajang).
IKESMA, 6(1), pp.25–33.
Purnawijayanti, H.A., 2001. Sanitasi Higiene dan Keselamatan Kerja dalam
Pengolahan Makanan, Yogyakarta: Kanisius.
Radjak, N.F., 2013. Pengaruh Jarak Septic tank dan Kondisi Fisik Sumur
terhadap Keberadaan Bakteri Eschercia coli pada Sumur Gali, Gorontalo.
Ramdhany, D.M., 2004. Pencemaran Air Tanah Oleh Koli-Fekal (Studi Kasus:
SSumur Gali Penduduk di Wilayah Sekitar Sungai Cikapundung-Hilir, Desa
Citeureup, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung). Universitas
Indonesia.
Ridhosari, B. & Roosmini, D., 2011. Evaluasi Kualitas Air Tanah dari Sumur Gali
Akibat Kegiatan Domestik di Kampung Darulin-Desa Nanjung. Teknik
Lingkungan, 17(1), pp.47–58.
Rusydi, A.F., Naily, W. & Lestiana, H., 2015. Pollution of Domestic and
Agriculture Waste to Unconfined Groundwater in Bandung Regency.
Geologi dan Pertambangan, 25(2), pp.87–97.
Sapulete, M.R., 2010. Hubungan antara Jarak Septic Tank ke Sumur Gali dan
Kandungan Escherichia Coli dalam Air Sumur Gali Kecamatan Tuminting
Kota Manado. Biomedik, 2(3), pp.179–186.
Siswanto, H., 2002. Kamus Populer Kesehatan Lingkungan, Jakarta: EGC.
101
Soemirat, J.S., 2009. Kesehatan Lingkungan, Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Soeparman & Suparmin, 2001. Pembuangan Tinja dan Limbah Cair: Suatu
Pengantar EGC, ed., Jakarta.
Strauss, B. et al., 2001. A Prospective Study of Rural Drinking Water Quality and
Acute Gastrointestinal Illness. Public Health, 1(8), pp.7–12.
Sudrajat, A., 1999. Faktor-faktor Lingkungan Fisik dan Konstruksi Sarana Sumur
Gali yang Berhubungan dengan Kualitas Bakteriologis Air Sumur Gali di
Kabupaten Daerah Tingkat II Majalengka Tahun 1999. Kesehatan
lingkungan.
Sugiharto, 1987. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah, Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia.
Sugiyono, 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung:
Alfabeta.
Sumantri, A., 2010. Kesehatan Lingkungan dan Perspektif Islam 1st ed., Jakarta:
Kencana.
Susanta, G., 2008. Panduan Lengkap Membangun Rumah, Jakarta: Swadaya.
Sutrisno, T.C., 2010. Teknologi Penyediaan Air Bersih, Jakarta: Rineka Cipta.
Szabo, M. marta, Kaarela, O. & Tuhkanen, T., 2009. Finnish Well Water Quality
in Rural Areas Surrounded by Agricultural Activity. Environmental
Engineering, 65(2), pp.27–35.
Tanjungsari, H., 2016. Pengaruh Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik
Terhadap Kualitas Air SUmur Ditinjau dari Konsentrasi TDS, Klorida,
Nitrat, COD, dan Total Coliform (Studi Kasus : RT 01, RW 02, Pemukiman
Tunjungsari, Kelurahan Tembalang). Teknik Lingkungan, 5(1), pp.1–11.
WHO, 2003. Indikator Perbaikan Kesehatan Lingkungan Anak. In E. A.
Hardiyanti, ed. Making a different: indicators to improve childern’s
environmental health. Jakarta: EGC.
WHO, 1995. Kader Kesehatan Masyarakat A. H. Sutomo, ed., Jakarta: EGC.
Widiyanti, N.L.P.M., Warpala, I.W.S. & Suryanti, I.A.P., 2017. Parameter Fisik
dan Jumlah Perkiraan Terdekat Coliform Air Danau Buyan Desa Pancasari
Kecamatan Sukasada Buleleng. , 6(1), pp.178–188.
Widiyanto, A.F., 2015. Polusi Air Tanah Akibat Limbah Industri dan Limbah
Rumah Tangga. Kesehatan Masyarakat, 10(2), pp.246–254.
Zulkifli, A., 2014. Pengelolaan Limbah Berkelanjutan, Yogyakarta: Graha Ilmu.
102
Lampiran 1
103
Lampiran 2
104
Lampiran 3
105
Lampiran 4
106
Lampiran 5
107
Lampiran 6
108
Lampiran 7
KUESIONER PENELITIAN ANALISIS FAKTOR SANITASI SUMUR
GALI TERHADAP INDEKS FECAL COLIFORM DI DESA SENTUL
KECAMATAN KRAGILAN TAHUN 2017
LEMBAR KESEDIAAN RESPONDEN
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Saya, Lilis Amaliah adalah mahasiswi Kesehatan Lingkungan Program
Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta sedang melakukan penelitian mengenai “ANALISIS
FAKTOR SANITASI SUMUR GALI TERHADAP INDEKS COLIFORM DI
DESA SENTUL KECAMATAN KRAGILAN TAHUN 2017”.
Kami berharap Bapak/Ibu yang memiliki sumur gali bersedia menjadi
responden penelitian kami dengan menjawab pertanyaan yang ada di kuesioner
ini. Informasi yang ada berikan akan kami jaga kerahasiaannya. Jika anda bersedia
di mohon untuk menandatangani lembar persetujuan yang telah disediakan.
Data Responden
1. Nomor responden : ______________________________
2. Nama responden : ______________________________
3. Hari/tanggal : ______________________________
Dengan ini bersedia menjadi responden pada penelitian ini.
Responden Peneliti
(………………………….) (Lilis Amaliah)
109
KUESIONER PENELITIAN
A. Karakteristik Responden
No. Pertanyaan Jawaban Kode
1. Nama Responden
2. Kecamatan
3. Desa
4. RT-RW-No.rumah
5. Umur
6. No hp
7. Pendidikan 1. Tidak sekolah
2. Tidak tamat SD
3. Tamat SD
4. Tamat SMP
5. Tamat SMA
6. Perguruan Tinggi
8. Pekerjaan 1. PNS
2. Buruh
3. Ibu rumah tangga
4. Karyawan
5. Pemulung
6. Lainnya,………….....
9. Nomor Kode Sampel Air
B. Sumur Gali
No. Pertanyaan Jawaban Kode
10. Dimanakah letak sarana sumur
gali?
1. Didalam Rumah
2. Diluar rumah
[ ] B1
11. Berapa kedalaman sumber air? 1. < 15 meter
2. ≥ 15 meter
[ ] B2
12. Apakah keperluan minum
menggunakan air sumur?
1. Ya
2. Tidak
[ ] B3
13. Apakah keperluan memasak
menggunakan air sumur?
1. Ya
2. Tidak
[ ] B4
14. Apakah air sumur tersebut
dipergunakan juga untuk
mencuci dan mandi?
1. Ya
2. Tidak
[ ] B5
110
LEMBAR OBSERVASI
Beri tanda checklist (√) pada kolom sesuai hasil pengamatan dan isi dengan
lengkap.
No. Pertanyaan Hasil Pengamatan
Ya Tidak
1. Ada/sewaktu-waktu genangan air pada jarak 2
m sekitar sumur.
2. Ada ember dan tali timba sewaktu-waktu
diletakan dibawah atau tidak digantung sehinga
memungkinkan terjadinya pencemaran.
3. Ada bibir sumur (cincin) tidak sempurna
sehingga memungkinkan air merembes ke
dalam sumur.
4. Ada lantai semen yang mengitari sumur
mempunyai (radius) kurang dari 1 meter.
5. Ada dinding sumur sepanjang kedalaman 3
meter dari atas permukaan (tanah) tidak
diplester cukup rapat/sempurna.
6. Ada saluran pembuangan air limbah (SPAL)
rusak/tidak ada.
7. Ada keretakan pada lantai sekitar sumur yang
memungkinkan air maerembes masuk ke dalam
sumur.
Jumlah
111
LEMBAR HASIL PENGUKURAN
No. Hasil Pengukuran Jarak
1. Berapakah jarak antara jamban dengan sarana sumur
gali?
………… meter
1. < 11 meter
2. ≥ 11 meter
2. Berapakah jarak antara septic tank dengan sarana
sumur gali?
………… meter
1. < 11 meter
2. ≥ 11 meter
3. Berapakah jarak pencemar lain (genangan air,
tempat sampah, dan kandang ternak) dengan sarana
sumur gali?
………… meter
1. < 11 meter
2. ≥ 11 meter
112
Lampiran 8
113
114
Lampiran 9
Hasil Output Analisis Data
Karakteristik Sumur Gali
Statistics
Letak Sumur
Gali
Kedalaman
Sumur Gali
N Valid 69 69
Missing 0 0
Kedalaman Sumur Gali
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid < 15 meter 66 95.7 95.7 95.7
≥15 meter 3 4.3 4.3 100.0
Total 69 100.0 100.0
Letak Sumur Gali
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Didalam Rumah 30 43.5 43.5 43.5
Diluar Rumah 39 56.5 56.5 100.0
Total 69 100.0 100.0
Analisis Univariat
Statistics
Jarak Jamban
Jarak
Septictank
Jarak
Pencemaran
Lain
Kondisi Fisik
Sumur Koliform Tinja
N Valid 69 69 69 69 69
Missing 0 0 0 0 0
115
1. Gambaran Indeks Fecal coliform
Fecal Coliform (Koliform Tinja)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Memenuhi Syarat 64 92.8 92.8 92.8
Memenuhi Syarat 5 7.2 7.2 100.0
Total 69 100.0 100.0
2. Gambaran Jarak Jamban
Jarak Jamban
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Memenuhi Syarat 61 88.4 88.4 88.4
Memenuhi Syarat 8 11.6 11.6 100.0
Total 69 100.0 100.0
3. Gambaran Jarak Septic Tank
Jarak Septictank
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Memenuhi Syarat 60 87.0 87.0 87.0
Memenuhi Syarat 9 13.0 13.0 100.0
Total 69 100.0 100.0
4. Gambaran Jarak Pencemar Lain
Jarak Pencemaran Lain
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Memenuhi Syarat 46 66.7 66.7 66.7
Memenuhi Syarat 23 33.3 33.3 100.0
Total 69 100.0 100.0
116
5. Gambaran Kondisi Fisik Sumur Gali
a. Apek-aspek Kondisi Fisik Sumur Gali
Genanganair
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Memenuhi Syarat 10 14.5 14.5 14.5
Tidak Memenuhi Syarat 59 85.5 85.5 100.0
Total 69 100.0 100.0
Ember_timba
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Memenuhi Syarat 12 17.4 17.4 17.4
Tidak Memenuhi Syarat 57 82.6 82.6 100.0
Total 69 100.0 100.0
Bibir_sumur
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Memenuhi Syarat 69 100.0 100.0 100.0
Lantai_semen
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Memenuhi Syarat 33 47.8 47.8 47.8
Tidak Memenuhi Syarat 36 52.2 52.2 100.0
Total 69 100.0 100.0
Dinding_sumur
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Memenuhi Syarat 62 89.9 89.9 89.9
Tidak Memenuhi Syarat 7 10.1 10.1 100.0
Total 69 100.0 100.0
117
SPAL
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Memenuhi Syarat 4 5.8 5.8 5.8
Tidak Memenuhi Syarat 65 94.2 94.2 100.0
Total 69 100.0 100.0
Lantai_retak
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Memenuhi Syarat 15 21.7 21.7 21.7
Tidak Memenuhi Syarat 54 78.3 78.3 100.0
Total 69 100.0 100.0
b. Kondisi Fisik Sumur Gali
Kondisi Fisik Sumur
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak Baik 56 81.2 81.2 81.2
Baik 13 18.8 18.8 100.0
Total 69 100.0 100.0
Analisis Bivariat
1. Hubungan Jarak Jamban terhadap Indeks Fecal Coliform (Koliform
tinja)
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Jarak Jamban * Koliform
Tinja 69 100.0% 0 0.0% 69 100.0%
118
Jarak Jamban * Koliform Tinja Crosstabulation
Koliform Tinja
Total
Tidak Memenuhi
Syarat
Memenuhi
Syarat
Jarak Jamban Tidak Memenuhi
Syarat
Count 59 2 61
% within Jarak
Jamban 96.7% 3.3% 100.0%
Memenuhi
Syarat
Count 5 3 8
% within Jarak
Jamban 62.5% 37.5% 100.0%
Total Count 64 5 69
% within Jarak
Jamban 92.8% 7.2% 100.0%
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 12.323a 1 .000
Continuity Correctionb 7.757 1 .005
Likelihood Ratio 7.686 1 .006
Fisher's Exact Test .010 .010
Linear-by-Linear Association 12.144 1 .000
N of Valid Cases 69
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .58.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Jarak
Jamban (Tidak Memenuhi
Syarat / Memenuhi Syarat)
17.700 2.375 131.921
For cohort Koliform Tinja =
Tidak Memenuhi Syarat 1.548 .903 2.652
For cohort Koliform Tinja =
Memenuhi Syarat .087 .017 .446
N of Valid Cases 69
119
2. Hubungan Jarak Septic Tank terhadap Indeks Fecal Coliform (Koliform
tinja)
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Jarak Septictank * Koliform
Tinja 69 100.0% 0 0.0% 69 100.0%
Jarak Septictank * Koliform Tinja Crosstabulation
Koliform Tinja
Total
Tidak Memenuhi
Syarat
Memenuhi
Syarat
Jarak Septictank Tidak
Memenuhi
Syarat
Count 58 2 60
% within Jarak
Septictank 96.7% 3.3% 100.0%
Memenuhi
Syarat
Count 6 3 9
% within Jarak
Septictank 66.7% 33.3% 100.0%
Total Count 64 5 69
% within Jarak
Septictank 92.8% 7.2% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 10.479a 1 .001
Continuity Correctionb 6.491 1 .011
Likelihood Ratio 6.881 1 .009
Fisher's Exact Test .014 .014
Linear-by-Linear Association 10.327 1 .001
N of Valid Cases 69
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .65.
b. Computed only for a 2x2 table
120
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Jarak
Septictank (Tidak Memenuhi
Syarat / Memenuhi Syarat)
14.500 2.008 104.683
For cohort Koliform Tinja =
Tidak Memenuhi Syarat 1.450 .911 2.307
For cohort Koliform Tinja =
Memenuhi Syarat .100 .019 .519
N of Valid Cases 69
3. Hubungan Jarak Pencemaran Lain terhadap Indeks Fecal Coliform
(Koliform tinja)
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Jarak Pencemaran Lain *
Koliform Tinja 69 100.0% 0 0.0% 69 100.0%
Jarak Pencemaran Lain * Koliform Tinja Crosstabulation
Koliform Tinja
Total
Tidak Memenuhi
Syarat
Memenuhi
Syarat
Jarak Pencemaran
Lain
Tidak
Memenuhi
Syarat
Count 43 3 46
% within Jarak
Pencemaran Lain 93.5% 6.5% 100.0%
Memenuhi
Syarat
Count 21 2 23
% within Jarak
Pencemaran Lain 91.3% 8.7% 100.0%
Total Count 64 5 69
% within Jarak
Pencemaran Lain 92.8% 7.2% 100.0%
121
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .108a 1 .743
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .105 1 .746
Fisher's Exact Test 1.000 .544
Linear-by-Linear Association .106 1 .744
N of Valid Cases 69
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.67.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Jarak
Pencemaran Lain (Tidak
Memenuhi Syarat /
Memenuhi Syarat)
1.365 .212 8.802
For cohort Koliform Tinja =
Tidak Memenuhi Syarat 1.024 .883 1.186
For cohort Koliform Tinja =
Memenuhi Syarat .750 .135 4.179
N of Valid Cases 69
4. Hubungan Kondisi Fisik Sumur Gali terhadap Indeks Fecal Coliform
(Koliform tinja)
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
KondisiFisik_Sumur *
Koliform Tinja 69 100.0% 0 0.0% 69 100.0%
122
Kondisi Fisik Sumur * Koliform Tinja Crosstabulation
Koliform Tinja
Total
Tidak Memenuhi
Syarat
Memenuhi
Syarat
Kondisi Fisik
Sumur
Tidak Baik Count 54 2 56
% within Kondisi Fisik
Sumur 96.4% 3.6% 100.0%
Baik Count 10 3 13
% within Kondisi Fisik
Sumur 76.9% 23.1% 100.0%
Total Count 64 5 69
% within Kondisi Fisik
Sumur 92.8% 7.2% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 5.972a 1 .015
Continuity Correctionb 3.423 1 .064
Likelihood Ratio 4.573 1 .032
Fisher's Exact Test .043 .043
Linear-by-Linear Association 5.886 1 .015
N of Valid Cases 69
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .94.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Kondisi Fisik
Sumur (Tidak Baik / Baik) 8.100 1.197 54.820
For cohort Koliform Tinja =
Tidak Memenuhi Syarat 1.254 .927 1.695
For cohort Koliform Tinja =
Memenuhi Syarat .155 .029 .834
N of Valid Cases 69
123
Lampiran 10
1. Foto Pengambilan Sampel Air Sumur Gali dan Pengukuran Jarak
Botol sampel air ukuran 100 ml Pengambilan sampel air sumur gali
Pengambilan sampel air sumur gali Pemberian label pada sampel air
Meteran gulung untuk mengukur jarak Jarak pencemaran lain dari sumur gali
Mengukur jarak jamban dari sumur gali Mengukur jarak jamban dari sumur gali
124
Mengukur jarak sampah dari sumur gali Jarak septic tank dari sumur gali
2. Foto Pemeriksaan Sampel Air di Laboratorium
Media Lactose broth untuk uji pendugaan
adanya bakteri pada air
Media BGLB untuk uji pendugaan
adanya bakteri pada air sampel
Menimbang 3,2 gram Lactose Broth
untuk pembuatan media encer
Aduk media menggunakan hotplate
dengan kecepatan 200 rpm
Media yang sudah dibuat dimasukan
kedalam tabung reaksi yang didalamnya
terdapat tabung durham terbalik
Media yang akan disterilisasi
dimasukan kedalam autoklaf dengan
suhu 121oC selama 20 menit
Botol sampel air sumur gali Menyiapkan media dengan seri 3x3
125
dan setiap media LB diberi label
Dipipet air sampel masing-masing 10
ml, 1 ml, dan 0,1 ml
Masukan air sampel yang sudah dipipet
kedalam masing-masing media
Air sampel yang sudah dipipet siap
dimasukan kedalam inkbator
Semua tabung diinkubasi dengan suhu
35oC selama 24-48 jam
Tabung yang sudah diinkubasi akan
menunjukan adanya gelembung sebagai
uji pendugaan
Setelah uji pendugaan maka tabung yang
menunjukan adanya gelembung
dilakukan inokulasi kedalam tabung
reaksi medium BGLB
Media BGLB yang sudah diinokulasi,
dimasukan kedalam inkubator dengan
suhu 44,5oC selama 48 jam
Tabung akan menunjukan gelembung gas
yang merupakan Fecal coliform positif
dan dihitung menggunakan tabel JPT
126
Lampiran 11