i
ANALISIS PERBAIKAN PERKERASAN PADA RUAS
JALAN KEDUNGCINO-BANDENGAN KECAMATAN JEPARA DENGAN
PERKERASAN KAKU
Skripsi
diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana
Teknik Program Studi Teknik Sipil
Oleh
Ana Fu’ana
NIM.5113414008
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
ii
iii
iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
“Jika Allah menolongmu maka tidak ada yang dapat mengalahkan kamu.” (Qs.
Ali- Imran 3 ayat 160)
“Cukuplah Allah (menjadi penolong ) bagi kami dan Dia sebaik -baik pelindung
.” (Qs. Ali- Imran 3 ayat 173)
“Sudah sewajarnya sesuatu bergoyang ketika angin bertiup. Kamu pun bisa
terombang-ambing. Tapi jangan biarkan angin itu menghancurkanmu. (Encouter)
“Aturan hidup sangatlah keras. Begitu kau melewati 1 rintangan , rintangan
lainnya akan selalu menunggumu” (Clean with passion for now)
PERSEMBAHAN
Dengan rasa bangga dan bahagia saya ucapkan terimakasih kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan membekali ilmu sehingga
saya dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan baik;
2. Untuk Ibu (Suprihatin) dan Bapak (Akudi) yang selalu menjadi panutan dan
motivasi dalam setiap langkahku. Terimakasih atas semua pengorbanan dan
doa yang tiada henti;
3. Kakak kandungku (Mbak Devi Novitasari) dan Kakak iparku (Arif Ulinnuha).
Terimakasih atas semangat, dukungan dan doa kalian sehingga dapat
mengantarkanku pada detik ini;
4. Keponakanku (Danish dan Bilal). Terimakasih sudah menjadi mood booster,
semoga menjadi anak sholeha;
5. Dosen Pembimbing Skripsi, Bapak Mego Purnomo, S.T., M.T. serta Dosen
Penguji Bapak Ir. Agung Sutarto, M.T. dan Ibu Dr. Rini Kusumawardani, S.T.,
M.T., M.Sc. terimakasih untuk ilmu, nasehat dan kesabaran selama proses
penyusunan Skripsi ini;
vi
6. Seluruh Dosen pengajar di Jurusan Teknik sipil Universitas Negeri Semarang,
terimakasih untuk semua ilmu yang diajarkan;
7. Teman-teman seperjuanganku ( Ekky Reza Prayudi, Andyt Tegar Zakahfi,
Mela Priyanti, Lail Widya Selima, Kevin Wiranata dan Sendy Saputro) yang
selalu mendukung satu dengan yang lain untuk dapat menyelesaikan skripsi
ini;
8. Untuk beberapa nama yang tidak bisa disebutkan secara tersurat. Terimakasih
atas semua pelajaran, waktu, dukungan dan doanya;
9. Teman-teman dan semua pihak yang membantu dan mendoakan dalam
menyelesaikan Skripsi ini.
vii
ANALISIS PERBAIKAN PERKERASAN PADA RUAS JALAN
KEDUNGCINO-BANDENGAN KECAMATAN JEPARA DENGAN
PERKERASAN KAKU
Ana Fu’ana1, Mego Purnomo2, Agung Sutarto2, Rini Kusumawardani2
1Mahasiswa Teknik Sipil Fakultas Teknik UNNES 2Dosen Teknik Sipil Fakultas Teknik UNNES
ABSTRAK
Ruas Jalan Kedungcino-Bandengan merupakan alternatif pilihan yang
menghubungkan akses Ruas Jalan Raya Nasional Jepara-Bangsri menuju ke
kawasan wisata Bandengan. Selain itu ruas jalan ini sering dijumpai kemacetan dan
kerusakan perkerasn. Hambatan-hambatan yang terjadi adalah kurang lebarnya
jalur dan umur perkerasan yang pendek mengakibatkan perkerasan aspal menjadi
bergelombang dan russak. Oleh karena itu, dalam studi ini akan dilakukan analisis
perbaikan perkerasan yang tepat pada Ruas Jalan Kedungcino – Bandengan dengan
menggunakan perkerasan kaku.
Perkerasan existing jalan Kedungcino-Bandengan akan dievaluasi dan
kemudian direncanakan menggunakan perkerasan kaku berdasarkan Pd. T-14-
2004. Evaluasi dilakukan menggunakan data CBR lapangan dengan uji DCP dan
data CBR laboratorium sebagai data penunjang yang mengacu pada SNI
1744:2012. Perencanaan saluran tepi jalan (drainase) dengan menggunakan
Perencanaan Sistem Drainase Permukaan Jalan Departemen PU Pd. T-02-2006-B
dan untuk perhitungan Rencana Anggaran Biaya menggunakan AHSP (Analisis
Harga Satuan Pekerjaan) Kabupaten Jepara tahun 2018.
Didapatkan hasil struktur perkerasan yang tepat yaitu struktur perkerasan
beton semen (rigid pavement) pada alternatif 2 dengan lebar pekerjaan 7 meter.
Dengan spesifikasi tebal perkerasan beton 25 cm, pelat per segmen dengan lebar
350 cm dan panjang 500 cm, LMC (Lean Mix Concrete) dengan tebal 10 cm,
sambungan melintang antar segmen berupa ruji polos (dowel) D33 dengan panjang
45 cm dan jarak antar ruji 30 cm, dan baja ulir (tie bar) sebagi sambungan
memanjang antar segmen, serta saluran drainase jalan berjenis penampang
segiempat dengan lebar 50 cm dan tinggi 65 cm (pasangan batu bata). Biaya yang
dibutuhkan untuk perbaikan di ruas Jalan Kedungcino-Bandengan Kecamatan
Jepara dengan pilihan struktur perkerasan beton semen (rigid pavement) pada
alternatif 2 sebesar Rp. 10.093.699.786,-. Jika dibandingkan dengan perkerasan
pada alternatif 2 terdapat selisih biaya sebesar 2,24%.
Kata kunci: Perbaikan Jalan; Perkerasan Kaku; Drainase Jalan; CBR; DCP.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan rahmat dan
karunia-Nya, Skripsi dengan judul “Analisis Perbaikan Perkerasan Jalan
Kedungcino-Bandengan Kecamatan Jepara dengan Perkerasan Kaku” dapat
terselesaikan dengan baik tanpa adanya halangan suatu apapun.
Adapun maksud dari penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi syarat
guna menyelesaikan Program Studi Strata Satu (S1) pada Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang.
Mengingat keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis, sehingga
dalam penyusunan skripsi ini tidak sedikit bantuan, petunjuk, saran maupun arahan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat
penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Bapak Dr. Nur Qudus, S.Pd., M.T. selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas
Negeri Semarang
2. Bapak Aris Widodo, S.Pd., M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Negeri Semarang
3. Bapak Mego Purnomo, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing dan selaku dosen
wali yang telah memberikan petunjuk, motivasi serta semangat dalam
penyusunan skripsi ini
4. Bapak Ir. Agung Sutarto, M.T. selaku dosen penguji 1 yang telah memberikan
petunjuk, dorongan serta nasehat dalam ujian skripsi ini
ix
5. Ibu Dr. Rini Kusumawardani, S.T., M.T., M.Sc. selaku dosen penguji 2 dan
selaku Ketua Program Studi Teknik Sipil yang telah memberikan petunjuk,
motivasi serta nasehat dalam ujian skripsi ini
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang
7. Seluruh Staf dan Karyawan Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang
8. Berbagai pihak yang telah memberikan bantuan untuk Skripsi ini yang tidak
dapat disebutkan satu persatu
Tidak ada manusia yang sempurna, begitu juga dengan apa yang
dihasilkannya. Penyusunan skripsi ini pun masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu segala kritik dan saran dari semua pihak yang sifatnya membangun sangat
diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini.
Penulis berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
sebagai bekal untuk pengembangan di masa mendatang.
Semarang, 27 Mei 2019
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN ....................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................ v
ABSTRAK .................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................. viii
DAFTAR ISI ................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xix
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................. 2
1.3. Tujuan ................................................................................... 2
1.4. Manfaat Penelitian................................................................. 3
1.5. Batasan Masalah ................................................................... 3
1.6. Keaslian Skripsi ................................................................... 4
1.7. Sistematika Penulisan............................................................ 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ........................ 8
2.1. Jalan....................................................................................... 8
2.1.1. Fungsional ................................................................. 8
2.1.2. Struktural .................................................................. 8
2.2. Klasifikasi Jalan ................................................................... 9
2.2.1. Klasifikasi Jalan menurut Fungsi ............................. 9
2.2.2. Klasifikasi Jalan Menurut Kelas Jalan ...................... 10
2.3. Kondisi Lalu Lintas .............................................................. 11
2.3.1 Arus Lalu Lintas ........................................................ 11
2.3.2 Ekivalensi Mobil Penumpang ................................... 12
xi
2.3.3 Analisa Kecepatan Bebas .......................................... 13
2.3.4 Kapasitas Jalan .......................................................... 17
2.3.5 Derajat Kejenuhan ..................................................... 20
2.4. Kerusakan Jalan .................................................................... 21
2.4.1. Retak ........................................................................ 22
2.4.2. Distorsi ...................................................................... 23
2.4.3. Cacat Permukaan ...................................................... 23
2.4.4. Pengausan .................................................................. 24
2.4.5. Kegemukan ............................................................... 24
2.4.6. Penurunan Pada Bekas Penanaman Utilitas .............. 24
2.5. Lapisan Perkerasan Jalan ...................................................... 25
2.5.1. Lapisan Perkerasan Lentur ........................................ 25
2.5.2. Lapisan Perkerasan Kaku ......................................... 28
2.6. Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur .................................. 29
2.6.1 Perhitungan Tebal Lapis Perkerasan Lentur ............. 29
2.6.2 Perencanaan Pelapisan Tambahan (Overlay) ............ 29
2.7. Penggantian Aspal Lama dengan Perkerasan Kaku .............. 30
2.7.1 Umur Rencana ........................................................... 31
2.7.2 Lalu Lintas Rencana .................................................. 31
2.7.3 Repetisi Sumbu yang Terjadi .................................... 32
2.7.4 Faktor Keamanan Beban ........................................... 32
2.7.5 Kuat Tarik Lentur Beton ........................................... 33
2.7.6 CBR Efektif ............................................................... 34
2.7.7 Tebal Taksiran Pelat Beton ....................................... 35
2.7.8 Analisa Fatik Dan Erosi ............................................ 35
2.7.9 Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi ........................ 36
2.7.10 Sambungan ................................................................ 36
2.8. Analisa Hidrologi dan Drainase Jalan ................................... 38
2.8.1 Analisa Hidrologi ...................................................... 38
2.8.2 Ketentuan Teknis Permukaan ................................... 40
2.8.3 Dimensi Bangunan Drainase Permukaan .................. 42
xii
2.9. Analisa Biaya ........................................................................ 44
2.9.1 Estimasi Biaya Kegiatan ........................................... 45
2.9.2 Analisa Perbandingan Biaya Konstruksi ................... 46
2.9.3 Perhitungan Biaya Pemeliharaan .............................. 46
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..................................................... 47
3.1. Lokasi Studi Kasus ................................................................ 47
3.1.1 Survei Pendahuluan ................................................... 48
3.1.2 Pengumpulan Data .................................................... 48
3.2. Teknik dan Analisa Data ....................................................... 48
3.3. Evaluasi Kondisi Eksisting ................................................... 53
3.4. Gambar Rencana .................................................................. 54
3.5. Kesimpulan .......................................................................... 54
3.6. Bagan Alir ............................................................................ 55
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................ 56
4.1. Klasifikasi Jalan..................................................................... 56
4.1.1 Klasifikasi Menurt Kelas Jalan ................................. 56
4.2. Survei Pengumpulan Data .................................................... 56
4.2.1. Data Primer .............................................................. 57
4.2.2. Data Sekunder ........................................................... 78
4.3. Perancangan Teknis ............................................................... 80
4.3.1. Trase Jalan ................................................................. 80
4.3.2. Perancangan Lalu Lintas ........................................... 81
4.3.3. Perhitungan Kecepatan Rencana ............................... 84
4.3.4. Perancangan Penampang Melintang ........................ 85
4.3.5. Perancangan Struktur Perkerasan jalan ..................... 85
4.3.6. Rangkuman DimensI Perbaikan Perkerasan ............. 104
4.3.7. Perancangan Drainase Jalan ...................................... 105
4.4. Analsis Biaya ......................................................................... 108
4.4.1 Biaya Perbaikan Pekerjaan ........................................ 108
4.4.2 Biaya Pemeliharaan ................................................... 109
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 120
xiii
5.1. Kesimpulan ........................................................................... 120
5.2. Saran ..................................................................................... 121
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu ....................................................................... 4
Tabel 2.1 Klasifikasi Menurut Kelas Jalan ..................................................... 11
Tabel 2.2 Nilai emp untuk Jalan Perkotaan Tak Terbagi ................................. 14
Tabel 2.3 Nilai emp untuk Jalan Perkotaan terbagi Satu Arah ....................... 14
Tabel 2.4 Kecepatan Arus Bebas Dasar Kendaraan Ringan ........................... 15
Tabel 2.5 Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Untuk Lebar Jalur Lalu
Lintas (FVw) ................................................................................... 16
Tabel 2.6 Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Untuk Hambatan Samping
Dengan Bahu (FFVsf) ...................................................................... 17
Tabel 2.7 Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Untuk Hambatan Samping
Dengan Kereb (FFVsf) ..................................................................... 17
Tabel 2.8 Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Untuk Ukuran Kota
(FFVcs)............................................................................................. 18
Tabel 2.9 Kapasitas Dasar (Co) ........................................................................ 19
Tabel 2.10 Faktor Penyesuaian Lebar Jalur Lalu Lintas (FCw)......................... 19
Tabel 2.11 Faktor Penyesuaian Kapasitas Pemisah Arah (FCsp) ..................... 20
Tabel 2.12 Faktor penyesuaian Hambatan Samping Dengan Bahu (FCsf) ........ 20
Tabel 2.13 Faktor Penyesuaian Hambatan Samping Dengan Kereb (FCsf) ...... 21
Tabel 2.14 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (FCcs) ......................................... 21
Tabel 2.15 Faktor Keamanan Beaban (FKB) ....................................................... 34
Tabel 2.16 Diameter Ruji .................................................................................. 38
Tabel 2.17 Harga Koefisien Pengaliran (C) dan Harga Faktor Limpasan (fk) .. 42
Tabel 2.18 Angka Kekasaran Manning (n) ........................................................ 44
Tabel 3.1 Desain Survei ................................................................................... 52
Tabel 3.2 Teknik Analisa Data ......................................................................... 53
Tabel 4.1 Kondisi Permukaan Jalan secara Visual Berdasarkan Nilai RCI .... 58
Tabel 4.2 Hasil Survei RCI .............................................................................. 59
Tabel 4.3 Rekapitulasi Perhitungan Per Jam Hingga Ke-40 ........................... 61
Tabel 4.4 Data LHR Berdasarkan Jenis Kendaraan ......................................... 69
xv
Tabel 4.5 Rekapitulasi LHR Berdasarkan Jenis Kendaraan............................. 69
Tabel 4.6 LHR Tahun 2021 Tiap Kendaraan ................................................... 70
Tabel 4.7 LHR Tahun 2031 Tiap Kendaraan ................................................... 70
Tabel 4.8 Koefisien Distribusi Arah Kendaraan ............................................. 71
Tabel 4.9 Rekapitulasi Kondisi Perkerasan Jalan ........................................... 71
Tabel 4.10 Rekapitulasi Kondisi Bahu Jalan...................................................... 73
Tabel 4.11 Rekapitulasi Kondisi Drainase Jalan ................................................... 74
Tabel 4.12 Rekapitulasi Hasil Uji CBR Lapangan ........................................... 76
Tabel 4.13 Rekapitulasi Hasil Uji CBR Laboratarium ...................................... 78
Tabel 4.14 Korelasi CBR Lapangan dan CBR Laboratorium ............................ 79
Tabel 4.15 Rekapitulasi Data Curah Hujan Tahunan ......................................... 80
Tabel 4.16 Data Curah Hujan Harian Maksimum .............................................. 80
Tabel 4.17 Lalu Lintas Jam Puncak Arah Masuk Jalan Kedungcino-
Bandengan ........................................................................................ 83
Tabel 4.18 Lalu Lintas Jam Puncak Arah Keluar Jalan Kedungcino-
Bandengan ........................................................................................ 83
Tabel 4.19 Lalu Lintas Jam Puncak Kedua Arah Jalan Kedungcino-
Bandengan ........................................................................................ 83
Tabel 4.20 Tebal Lapis Perkerasan Pada Pelebaran ........................................... 87
Tabel 4.21 Perhitungan Jumlah Sumbu Berdasarkan Jenis dan Beban .............. 88
Tabel 4.22 Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas Minimum untuk Desain .............. 89
Tabel 4.23 Perhitungan Repetisi Sumbu Rencana ............................................. 92
Tabel 4.24 Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi untuk Perkerasan Tanpa
Bahu Beton ....................................................................................... 95
Tabel 4.25 Analisa Fatik dan Erosi dengan Tebal Pelat 21 cm .......................... 96
Tabel 4.26 Diameter Ruji ................................................................................... 104
Tabel 4.27 Rangkuman Dimensi Perbaikan Perkerasan .................................... 105
Tabel 4.28 Biaya Perbaikan Alt ernatif 1 ........................................................... 109
Tabel 4.29 Biaya Perbaikan Alternatif 2 ............................................................ 110
Tabel 4.30 Biaya Pemeliharaan Rutin ................................................................ 112
Tabel 4.31 Perbandingan Analisis Biaya ........................................................... 118
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Komponen Struktur Perkerasan Lentur ...................................... 27
Gambar 2.2 Tipikal Struktur Perkerasan Beton Semen ................................. 29
Gambar 2.3 Tebal Pondasi Bawah Minimum untuk Perkerasan Beton Semen
..................................................................................................... 35
Gambar 2.4 CBR Tanah Dasar Efektif dan Tebal Pondasi Bawah ................. 35
Gambar 3.1 Lokasi Studi Kasus ..................................................................... 48
Gambar 3.2 Bagan Alir Penyusunan Laporan Studi ....................................... 56
Gambar 4.1 Kondisi Simpang di Ruas Jalan Kedungcino-Bandengan ........... 58
Gambar 4.2 Grafik Arus Lalu Lintas 40 Jam .................................................. 64
Gambar 4.3 Grafik Arus Lalu Lintas 24 Jam .................................................. 65
Gambar 4.4 Diagram Perencanaan Jalan ......................................................... 69
Gambar 4.5 Grafik Rekapitulasi Nilai CBR Lapangan ................................... 77
Gambar 4.6 Grafik Rekapitulasi Nilai CBR Laboratorium ............................. 78
Gambar 4.7 Perencanaan Trase Jalan ............................................................. 82
Gambar 4.8 Tebal Lapis Perkerasan Lentur ................................................... 87
Gambar 4.9 Tebal Pondasi Bawah minimum untuk perkerasan beton semen 92
Gambar 4.10 CBR tanah dasar efektif dan tebal pondasi bawah ...................... 93
Gambar 4.11 Grafik Taksiran Pelat Beton ........................................................ 94
Gambar 4.12 Analisa Fatik dan Beban Repetisi Ijin
(STRT; beban per roda = 33, FRT = 0,22) ..................................97
Gambar 4.13 Analisa Fatik dan Beban Repetisi Ijin
(STRT; beban per roda = 27,5, FRT = 0,22) ...............................98
Gambar 4.14 Analisa Fatik dan Beban Repetisi Ijin
(STRT; beban per roda = 16,5, FRT = 0,22) ...............................98
Gambar 4.15 Analisa Fatik dan Beban Repetisi Ijin
(STRG; beban per roda = 22,00, FRT = 0,36) ............................99
Gambar 4.16 Analisa Fatik dan Beban Repetisi Ijin
xvii
(STRG; beban per roda = 13,75, FRT = 0,36) ............................99
Gambar 4.17 Analisa Fatik dan Beban Repetisi Ijin
(STdRG; beban per roda = 19,25, FRT = 0,30) ..........................100
Gambar 4.18 Analisa Fatik dan Beban Repetisi Ijin
(STRT; beban per roda = 33,00, FE = 2,14) ...............................100
Gambar 4.19 Analisa Fatik dan Beban Repetisi Ijin
(STRT; beban per roda = 27,5, FE = 2,14) .................................101
Gambar 4.20 Analisa Fatik dan Beban Repetisi Ijin
(STRT; beban per roda = 16,5, FE = 2,14) .................................101
Gambar 4.21 Analisa Fatik dan Beban Repetisi Ijin
(STRG; beban per roda = 22,00, FE = 2,75) ...............................102
Gambar 4.22 Analisa Fatik dan Beban Repetisi Ijin
(STRG; beban per roda = 13,75, FE = 2,75)) .............................102
Gambar 4.23 Analisa Fatik dan Beban Repetisi Ijin
(STdRG; beban per roda = 19,25, FE = 2,86) .............................103
Gambar 4.24 Struktur Perkerasan Beton Semen ............................................... 105
Gambar 4.25 Saluran Drainase .......................................................................... 108
Gambar 4.26 Grafik Perbandingan Analisa Biaya ............................................ 118
Gambar 4.27 Grafik Total Biaya Pemeliharaan Selama Umur Rencana .......... 119
Gambar 4.28 Grafik Perbandingan Biaya Konstruksi dan Biaya Total
Alternatif 1 dan Alternatif 2 ........................................................ 119
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kurva Hubungan Beban dan Penetrasi CBR Laboratorium
Lampiran 2. Detail Alat Dynamic Cone Penetrometer (DCP)
Lampiran 3. Peralatan Pengujian CBR Laboratorium
Lampiran 4. Data LHR 40 Jam Jalan Kedungcino-Bandengan
Lampiran 5. Grafik Tebal Taksiran Pelat Beton
Lampiran 6. Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi
Lampiran 7. Data DCPT STA 0+000
Lampiran 8. Data DCPT STA 0+100
Lampiran 9. Data DCPT STA 0+200
Lampiran 10. Data DCPT STA 0+300
Lampiran 11. Data DCPT STA 0+400
Lampiran 12. Data DCPT STA 0+500
Lampiran 13. Data DCPT STA 0+600
Lampiran 14. Data DCPT STA 0+700
Lampiran 15. Data DCPT STA 0+800
Lampiran 16. Data DCPT STA 0+900
Lampiran 17. Data DCPT STA 1+000
Lampiran 18. Data DCPT STA 1+100
Lampiran 19. Data DCPT STA 1+200
Lampiran 20. Data DCPT STA 1+300
Lampiran 21. Data DCPT STA 1+400
Lampiran 22. Data DCPT STA 1+500
Lampiran 23. Data DCPT STA 1+600
Lampiran 24. Data DCPT STA 1+700
Lampiran 25. Data DCPT STA 1+800
Lampiran 26. Data DCPT STA 1+900
Lampiran 27. Data DCPT STA 2+000
Lampiran 28. Data DCPT STA 2+100
Lampiran 29. Rekapitulasi CBR Lapangan
xix
Lampiran 30. Data Pengujian CBR Laboratorium
Lampiran 31. Rekapitulasi Anggaran Biaya Perkerasan Aspal
Lampiran 32. Harga Satuan Pekerjaan Perkerasan Aspal
Lampiran 33. Volume Pekerjaan Perkerasan Aspal
Lampiran 34. Rekapitulasi Anggaran Biaya (RAB) Perkerasan Beton Semen
Lampiran 35. Harga Satuan Pekerjaan Perkerasan Beton Semen
Lampiran 36. Volume Pekerjaan Perkerasan Beton Semen
Lampiran 37. Data Curah Hujan
Lampiran 38. Foto Dokumentasi
Lampiran 39. Peta Lokasi
Lampiran 40. Site Plan
Lampiran 41. Penampang Melintang Eksisiting STA 0+000
Lampiran 42. Penampang Melintang Eksisting STA 0+100 - STA 0+400
Lampiran 43. Penampang Melintang Eksisiting STA 0+500 dan STA 0+800
Lampiran 44. Penampang Melintang Eksisiting STA 0+900 dan STA 1+200
Lampiran 45. Penampang Melintang Eksisiting STA 1+300 dan STA 1+600
Lampiran 46. Penampang Melintang Eksisiting STA 1+700 dan STA 2+000
Lampiran 47. Penampang Melintang Eksisiting STA 2+100
Lampiran 48. Penampang Melintang Rencana STA 0+000
Lampiran 49. Penampang Melintang Rencana STA 0+100 - STA 0+400
Lampiran 50. Penampang Melintang Rencana STA 0+500 dan STA 0+800
Lampiran 51. Penampang Melintang Rencana STA 0+900 dan STA 1+200
Lampiran 52. Penampang Melintang Rencana STA 1+300 dan STA 1+600
Lampiran 53. Penampang Melintang Rencana STA 1+700 dan STA 2+000
Lampiran 54. Penampang Melintang Rencana STA 2+100
Lampiran 55. Tampak Atas
Lampiran 56. Tampak Samping dan Tampak Depan
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan berjalannya waktu dan masa layanan, kondisi jalan akan
mengalami penurunan pada akhirnya, baik ditinjau dari tingkat pelayanan maupun
kondisi strukturnya. Pertambahan volume lalu lintas akan menyebabkan penurunan
layanan yang diakibatkan oleh menurunnya kapasitas jalan. Hal ini terkait dengan
adanya peningkatan hambatan samping dan bertambahnya volume lalu lintas itu
sendiri. Hal ini akan menyebabkan tingkat kejenuhan jalan meningkat. Menurut
Hendarsin (2000:1) keberadaan jalan raya sangat diperlukan untuk menunjang laju
pertumbuhan ekonomi seiring meningkatnya kebutuhan sarana transportasi yang
dapat menjangkau daerah-daerah terpencil.
Diantara ruas-ruas jalan yang ada di Kabupaten Jepara, ruas Jalan
Kedungcino-Bandengan membutuhkan perhatian lebih. Jalan Kedungcino –
Bandengan merupakan alternatif penghubung antara Jalan Raya Nasional Jepara –
Bangsri ke kawasan wisata Bandengan. Hambatan-hambatan yang terjadi adalah
kurang lebarnya jalur dan umur perkerasan yang pendek mengakibatkan aspal
menjadi bergelombang. Untuk mengatasi hal tersebut maka, ruas Jalan
Kedungcino-Bandengan perlu perbaikan pada struktur perkerasan dan pelebaran
badan jalan untuk meningkatkan kapasitasnya.
Oleh karena itu penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mencari model
struktur tahan lama yang sesuai dengan umur rencana dengan penekanan
2
penghematan biaya tebal perkerasan dengan melakukan pengkajian apakah
konstruksi jalan Kedungcino-Bandengan yang semula menggunakan konstruksi
perkerasan lentur apabila digantikan dengan konstruksi perkerasan kaku akan
memberikan keuntungan dari segi biaya pelaksanaan maupun aspek biaya
perawatan operasional jalan tersebut sesuai umur rencana yang telah ditetapkan.
1.2 Rumusan Masalah
Beberapa masalah yang dapat dirumuskan dari latar belakang di atas adalah
sebagai berikut ini.
1. Bagaimana kondisi perkerasan eksiting ruas Jalan Kedungcino-Bandengan?
2. Struktur perkerasan apakah yang tepat untuk perbaikan pada ruas jalan
Kedungcino-Bandengan?
3. Bagaimanakah analisis dimensi saluran tepi yang sesuai dan memiliki
kapsitas yang cukup pada ruas Jalan Kedungcino-Bandengan?
4. Berapakah besarnya biaya yang dibutuhkan untuk perbaikan perkerasan
jalan pada ruas jalan Kedungcino-Bandengan?
1.3 Tujuan
Penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut :
1. Menganalisis kondisi eksisting pada ruas jalan Kedungcino-Bandengan?
2. Menentukan alternatif desain perkerasan yang tepat pada ruas jalan
Kedungcino-Bandengan.
3. Analisis dimensi saluran tepi yang diperlukan pada ruas Jalan Kedungcino-
Bandengan
3
4. Menghitung estimasi biaya yang dibutuhkan untuk perbaikan perkerasan
jalan pada ruas jalan Kedungcino-Bandengan.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini mempunyai manfaat:
1. Memberikan alternatif solusi perbaikan menyangkut konstruksi maupun
biaya pada ruas jalan Kedungcino-Bandengan sehingga dapat
memperlancar arus lalu lintas dan meningkatkan kenyamanan serta
keamanan para pemakai jalan.
2. Hasil penelitian ini dapat juga digunakan untuk perbaikan pada ruas-ruas
jalan strategis terutama di sepanjang jalan lingkar Jepara, baik untuk jalan
yang berstatus jalan nasional maupun jalan provinsi.
1.5 Batasan Masalah
Batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Objek dalam penelitian ini adalah pada ruas jalan Kedungcino-Bandengan
Sta 0+00 sampai Sta 2+100.
2. Lebar eksisting perkerasan jalan adalah 4 meter dan direncanakan akan
diperlebar menjadi 7 meter sesuai dengan Permen No. 34 Tahun 2006
tentang Jalan.
3. Sistem perbaikan perkerasan jalan yang direncanakan akan diterapkan ruas
jalan Kedungcino-Bandengan) menggunakan dua alternatif sebagai berikut.
1) Alternatif pertama menggunakan 2 metode yaitu:
i. Pelapisan ulang aspal (overlay)
ii. Pelebaran dengan menggunakan aspal beton (flexible pavement).
4
2) Alternatif kedua, kedua bagian menggunakan metode perkerasan beton
semen (rigid pavement).
5. Tidak membahas tentang perhitungan pada Alternatif 1
6. Umur rencana untuk kedua alternatif yang diusulkan adalah 20 tahun.
1.6 Keaslian Penulisan Skripsi
Diketahui beberapa penelitian tentang Perencanaan Jalan Dengan Perkerasan
Kaku sudah banyak dilakukan, diantaranya yaitu:
Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu
No. Penulis Judul Bahasan
1. Eduardi
Prahara dan
Andika
Sunarsa
Perencanaan
dan Analisis
Biaya
Investasi
Antara
Perkerasan
Kaku dengan
Perkerasan
Lentur pada
Jalur Trans
Jakarta
Busway
Dari hasil penelitian tersebut Untuk
perhitungan perkerasan lentur dengan
umur rencana selama 10 tahun
menggunakan metode Bina Marga
diperoleh tebal lapis permukaan Laston
adalah 10 cm, tebal lapis pondasi atas
Laston Atas adalah 20 cm dan tebal lapis
pondasi bawah Sirtu kelas A adalah 26
cm. Total biaya investasi yang dibutuhkan
sebesar Rp. 5.151.202.571 dengan biaya
tahunan sebesar Rp. 515.120.257. Untuk
perhitungan perkerasan kaku dengan
umur rencana 20 tahun menggunakan
metode Bina Marga diperoleh tebal lapis
pondasi Campuran Beton Kurus adalah
15 cm dan tebal pelat beton K – 350
adalah 25 cm. Jenis perkerasan yang
digunakan adalah Beton Bersambung
Tanpa Tulangan. Total biaya investasi
yang dibutuhkan sebesar Rp.
9.960.685.100 dengan biaya tahunan
sebesar Rp. 498.034.255.
2. Untoro
Nugroho,
Agung
Sutarto dan
Yuliana Nur
Alisa
judul
Evaluasi
Kapasitas
Ruas Jalan
Pantura
Kabupaten
Brebes
Dari hasil penelitian di dapatkan tebal
perkerasan kaku dengan susunan lapis
permukaan dari pelat beton K-300 21 cm,
lapis pondasi bawah dari Campuran
Beton Kurus (CBK) 15 cm. Tebal
Perkerasan Lentur dengan susunan lapis
permukaan dari AC-WC 10 cm, lapis
pondasi dari batu pecah kelas A 25 cm,
5
dan lapis pondasi bawah dari Sirtu kelas
A 50 cm. Dari perhitungan biaya
konstruksi diperoleh biaya konstruksi
untuk perkerasan kaku sebesar Rp.
3,102,111,324.00, sedangkan untuk
perkerasan lentur hasil penelitian sebesar
Rp. 3,792,839,700.00.
3. Risman Analisis
Perbandingan
Biaya
Konstruksi
Perkerasan
Kaku dan
Perkerasan
Lentur pada
Jalan
Kawasan
Industri di
Bandung
Dari hasil penelitian di dapatkan tebal
perkerasan kaku dengan susunan lapis
permukaan dari pelat beton K-300 21 cm,
lapis pondasi bawah dari Campuran
Beton Kurus (CBK) 15 cm. Tebal
Perkerasan Lentur dengan susunan lapis
permukaan dari AC-WC 10 cm, lapis
pondasi dari batu pecah kelas A 25 cm,
dan lapis pondasi bawah dari Sirtu kelas
A 50 cm. Dari perhitungan biaya
konstruksi diperoleh biaya konstruksi
untuk perkerasan kaku sebesar Rp.
3,102,111,324.00, sedangkan untuk
perkerasan lentur hasil penelitian sebesar
Rp. 3,792,839,700.00.
4. Muhammad
Yodi
Aryangga,
Anak Agung
Gde Kartika
Perbandingan
Perkerasan
Lenrtur dan
Perkerasan
Kku serta
Analisa
Ekonominya
pada Proyek
Jalan
Sindang-
Cidaun,
Cianjur
Dari hasil perhitungan digunakan tebal
perkerasan lentur dengan susunan Surface
Course dari Laston 15 cm, Base Course
dari Batu Pecah Kelas B (CBR 80%) 20
cm, dan Sub Base Course dari Sirtu Kelas
A (CBR 70%) 25 cm. Tebal konstruksi
perkerasan kaku dengan susunan Surface
Course dari Pelat Beton K-350 26 cm,
Sub Base Course dari Sirtu kelas A (CBR
70%)20 cm, Dowel ϕ 32 – 300 mm, dan
Tie Bars D 12 – 780 mm. Dari analisis
ekonomi diperoleh B/c untuk perkersan
lentur sebesar 155,22 dan B/C untuk
perkerasan kaku sebesar 157,13.
Sehingga dapat dimbil kesimpulan bahwa
akan lebih menguntungkan apabila Jalan
Sindang Barang – Cidaun ini
menggunakan perkerasan kaku
Perbedaan penelitian yang saya lakukan dengan penelitian sebelumnya adalah
lokasi studi kasusnya yaitu Jalan Kedungcino-Bandengan sejauh 2,1 km. Dalam
6
penulisan Skripsi ini saya menghitung Dimensi saluran tepi yang sesuai dan
memiliki kapasitas yang cukup untuk perencanaan tersebut. Serta menghitung
menentukan jenis perkerasan yang tepat dengan pertimbangan RAB dari
perencanaan dan pemeliharaan pembangunan jalan yang saya teliti.
1.7 Sistematika Penulisan
Penyusunan laporan studi ini disusun dalam suatu sistem yang terurut dari
awal sampai akhir untuk memberikan gambaran yang jelas dan mempermudah
dalam pembahasan masalah. Penyusunan laporan studi ini terdiri dari 5 bab yang
menguraikan permasalahan secara sistematis sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Berisi penjelasan mengenai latar belakang, maksud dan tujuan,
wilayah studi, pembatasan masalah dan sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
Berisi penjelasan yang digunakan sebagai dasar teori yang
berhubungan dengan perancangan jalan dan panduan studi yang
akan digunakan untuk perancangan ruas jalan dalam aspek kinerja
jalan, struktur perkerasan jalan
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Berisi penjelasan umum dari bagan alir penyusunan laporan studi,
metode pengumpulan data, pengolahan dan analisis data.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
7
Berisi tentang analisis data dan evaluasi kondisi jalan eksisting,
perancangan penampang jalan, perancangan struktur perkerasan
jalan dan perancangan sistem drainase jalan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Berisi kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian dan saran yang
berguna untuk penelitian selanjutnya.
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1. Jalan
Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu
lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah
permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api,
jalan lori, dan jalan kabel (Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006:4).
Untuk memberikan rasa aman dan nyaman bagi pengguna jalan, maka
konstruksi perkerasan jalan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan fungsional
dan struktural.
a. Fungsional
Secara fungsional perkerasan tersebut harus memberikan rasa aman dan
kenyamanan dalam berkendaraan bagi pengguna jalan dengan ketentuan yaitu:
1. Permukaan rata, tidak bergelombang dan tidak berlubang
2. Permukaan perkerasan cukup kesat (skid resistance) sehingga tidak mudah
slip
3. Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh di
permukaan dapat dengan cepat dialirkan ke saluran samping.
b. Struktural
Secara struktural perkerasan harus mampu memikul dan menyalurkan
beban lalu lintas ke tanah dasar dengan ketentuan yang harus dipenuhi sebagai
berikut.
9
1. Mempunyai ketebalan yang cukup, sehingga dapat menyebarkan beban lalu
lintas ke tanah dasar.
2. Kedap terhadap air (impermeable), sehingga air tidak mudah meresap ke
lapisan di bawahnya.
3. Perkerasan mampu menahan regangan dan tegangan akibat beban lalu
lintas.
4. Permukaan yang cukup kaku sehingga tidak mudah terjadi retak ataupun
deformasi akibat beban lalu lintas.
2.2. Klasifikasi Jalan
Setiap jalan yang acap kita lewati sejatinya dibagi kedalam beberapa
klasifikasi atau ada yang menyebutnya dengan istilah hirarki jalan. Definisinya
adalah pengelompokan jalan dengan beberapa dasar, antara lain berdasarkan
administrasi pemerintahan atau berdasarkan fungsi jalan. Selain itu ada pula
klasifikasik dikelompokkan berdasarkan muatan sumbu, yang di dalamnya ada
faktor lain yang berhubungan dengan masalah dimensi dan berat kendaraan.
2.2.1 Klasifikasi Jalan menurut Fungsi
Klasifkasi kelas Jalan menurut fungsinya berdasarkan PP RI No. 34 Tahun
2006 (2006:11), terbagi menjadi empat jalan yaitu:
1. Jalan Arteri adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama
dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah
jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.
2. Jalan Kolektor adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan
rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
10
3. Jalan Lokal adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat
dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah
jalan masuk tidak dibatasi.
4. Jalan Lingkungan adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak pendek, kecepatan rata-rata
rendah, dan jalan masuk dibatasi.
2.2.2 Klasifikasi Menurut Kelas Jalan
Klasifikasi menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan jalan untuk
menerima beban lalu lintas, dinyatakan dalam Muatan Sumbu Terberat (MST)
dalam satuan ton, dan kemampuan jalan dalam menyalurkan kendaraan dengan
dimensi maksimum tertentu. ( RSNI T-14-2004, 2004:6)
Klasifikasi menurut kelas jalan dan ketentuannya serta kaitannya dengan
klasifikasi menurut fungsi jalan dapat dilihat dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Klasifikasi Menurut Kelas Jalan
Kelas
Jalan Fungsi Jalan
Dimensi Kendaraan
Maksimum Muatan Sumbu Terberat
(ton) Panjang (m) Lebar (m)
I
Arteri
18 2,5 > 10
II 18 2,5 10
III A 18 2,5 8
III A Kolektor
18 2,5 8
III B 12 2,5 8
III C Lokal 9 2,1 8
Sumber: RSNI T-14-2004 Geometri Jalan Perkotaan
11
Sukirman (2010:11) mengatakan bahwa pengelompokan jalan menurut
kelas jalan terbagi dalam 4 (empat) kelas.
1. Jalan kelas I, yaitu jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui kendaraan
bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,5 m, ukuran panjang tidak
melebihi 18,0 m, ukuran paling tinggi 4,2 m, dan muatan sumbu terberat 0
ton.
2. Jalan kelas II, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat
dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,5 m,
ukuran panjang tidak melebihi 12,0 m, ukuran paling tinggi 4,2 m, dan
muatan sumbu terberat 8 ton.
3. Jalan kelas III, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat
dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2,1 m,
ukuran panjang tidak melebihi 9,0 m, ukuran paling tinggi 3,5 m, dan
muatan sumbu terberat 8 ton.
4. Jalan kelas khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor
dengan ukuran lebar melebihi 2,5 m, ukuran panjang melebihi 18,0 m,
ukuran paling tinggi 4,2 m, dan muatan sumbu terberat lebih dari 10 ton.
2.3. Kondisi Lalu Lintas
2.3.1 Arus Lalu Lintas
Pada Manual Kapasitas Jalan Indonesia (Bina Marga, 1997:5-11), nilai arus
lalu lintas (Q) mencerminkan komposisi lalu lintas. Semua nilai arus lalu lintas (per
arah dan total) dikonversikan menjadi satuan mobil penumpang (smp) dengan
12
menggunakan ekivalensi mobil penumpang (emp) yang diturunkan secara empiris
untuk tiap tipe kendaraan berikut:
1. Kendaraan ringan (LV) meliputi mobil penumpang, minibus, pick up, truk
kecil, dan jeep atau kendaraan bermotor dua as beroda empat dengan jarak
as 2,0 – 3,0 m (klasifikasi Bina Marga).
2. Kendaraan berat (HV) meliputi truk dan bus atau kendaraan bermotor
dengan jarak as lebih dari 3,50 m, biasanya beroda lebih dari 4 (klasifikasi
Bina Marga).
3. Sepeda motor (MC) merupakan kendaraan bermotor beroda dua atau tiga
(klasifikasi Bina Marga).
4. Pengaruh kendaraan tak bermotor dimasukkan sebagai kejadian terpisah
dalam faktor penyesuaian hambatan samping.
Arus lalu lintas tersebut kemudian dikonversikan menjadi satuan mobil
penumpang (smp) dengan ekivalensi mobil penumpang (emp). Masing-masing tipe
kendaraan mempunyai nilai emp yang berbeda tergantung tipe jalan dan arus lalu
lintas total yang dinyatakan dalam kend/jam.
2.3.2 Ekivalensi Mobil Penumpang (emp)
Perhitungan nilai LHR dilakukan dengan menghitung jumlah kendaraan
yang lewat berdasarkan jenis dan nilai konversi kendaraan.
Nilai konversi jenis kendaraan terhadap Ekivalensi Mobil Penumpang
(emp) dapat dilihat pada Tabel 2.2 dan Tabel 2.3.
13
Tabel 2.2 Nilai emp untuk Jalan Perkotaan Tak Terbagi
Tipe Jalan
Arus Lalu Lintas
Total Dua Arah
(Kend/jam)
emp
HV
MC
Lebar Jalur Lalu Lintas
Wc (m)
≤ 6 >6
Dua lajur tak terbagi
(2/2 UD) 0 s.d 1.800 1,3 0,5 0,4
> 1.800 1,2 0,35 0,25
Empat lajur tak
terbagi (4/2 UD) 0 s.d 3.700 1,3 0,4
> 3.700 1,2 0,25
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Tabel 2.3 Nilai emp untuk Jalan Perkotaan terbagi Satu Arah
Tipe Jalan Arus lalu lintas emp
Jalan satu arah dan jalan
terbagi Per lajur (kend/jam) HV MC
Dua-lajur satu arah
(2D/1) 0 1,3 0,40
dan
Empat-lajur terbagi
(4/2D) ≥ 1050 1,2 0,25
Tiga-lajur sau arah (3/1) 0 1,3 0,40
dan
Enam -lajur erbagi
(6/2D) ≥ 1050 1,2 0,25
Sumber: Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
2.3.3 Analisa Kecepatan Arus Bebas
1. Kecepatan Arus Bebas (FV)
Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (Bina Marga, 1997:1-8)
Kecepatan arus bebas (FV) didefnisikan sebagai kecepatan pada tingkat arus nol,
yaitu kecepatan yang akan dipilih pengemudi jika mengendarai kendaraan bermotor
tanpa dipengaruhi oleh kendaraan bermotor lain di jalan. Rumus penentuan
kecepatan arus bebas mempunyai bentuk umum berikut:
14
FV = (FVo + FVw) x FFVs x FFVcs.................................................................(2.1)
dimana:
FV = Kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada kondisi lapangan (km/jam).
FVo = Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan pada jalan yang diamati
(km/jam)
FVw = Penyesuaian kecepatan untuk lebar jalan (km/jam)
FFVsf = Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu atau jarak
kereb penghalang
FFVcs = Faktor penyesuaian kecepatan untuk ukuran kota
2. Kecepatan Arus Bebas Dasar Kendaraan Ringan (FVo)
Nilai kecepatan Arus Bebas Dasar Kendaraan Ringan dapat dilihat pada
Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Kecepatan Arus Bebas Dasar Kendaraan Ringan
Tipe Jalan
Kecepatan Arus
LV HV MC Semua Kendaraan
(rata-rata)
Enam lajur terbagi(6/2
D) atau Tiga lajur satu
arah (3/1)
61 52 48 57
Empat lajur terbagi(4/2
D) atau Dua lajur satu
arah (2/1)
57 50 47 55
Empat lajur tak terbagi
(4/2 UD) 53 46 43 51
Dua lajur tak terbagi
(2/2 UD) 44 40 40 42
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia1997
3. Penyesuaian kecepatan arus bebas untuk lebar jalur lalu lintas (FVw)
Nilai Penyesuaian kecepatan arus bebas untuk lebar jalur lalu lintas dapat
dilihat pada Tabel 2.5.
15
Tabel 2.5 Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Untuk Lebar Jalur Lalu Lintas
(FVw)
Tipe Jalan Lebar jalur lalu lintas efektif
(Wc) (m) FVw (km/jam)
Empat lajur terbagi
atau jalan satu arah
Per lajur
3 -4
3,25 -2
3,5 0
3,75 2
4 4
Empat lajur tak
terbagi
3 -4
3,25 -2
3,5 0
3,75 2
4 4
Dua lajur tak terbagi
Total
5 -9,5
6 -3
7 0
8 3
9 4
10 6
11 7
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
4. Penyesuaian kecepatan arus bebas untuk Hambatan samping (FFVsf)
Nilai Penyesuaian kecepatan arus bebas untuk hambatan samping dengan
bahu dapat dilihat pada Tabel 2.6. Sedangkan nilai Penyesuaian kecepatan arus
bebas untuk hambatan samping dengan kereb dapat dilihat pada Tabel 2.7.
Tabel 2.6 Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Untuk Hambatan Samping Dengan
Bahu (FFVsf)
Tipe Jalan Kelas
hambatan
Faktor penyesuaian untuk hambatan
samping dan lebar bahu
Lebar bahu efektif rata-rata Ws (m)
16
samping
(SFC) ≤ 0,5 m 1,0 m 1,5 m
≥ 2,0
m
Empat lajur
terbagi (4/2 D)
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
1,02
0,98
0,94
0,89
0,84
1,03
1,00
0,97
0,93
0,88
1,03
1,02
1,00
0,96
0,92
1,04
1,03
1,02
0,99
0,96
Empat lajur tak
terbagi (4/2 UD)
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
1,02
0,98
0,93
0,87
0,80
1,03
1,00
0,96
0,91
0,86
1,03
1,02
0,99
0,94
0,90
1,04
1,03
1,02
0,98
0,95
Dua lajur tak
terbagi (2/2 UD)
atau jalan satu
arah
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
1,00
0,96
0,91
0,82
0,73
1,01
0,98
0,93
0,86
0,79
1,01
0,99
0,96
0,90
0,85
1,01
1,00
0,99
0,95
0,91
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Tabel 2.7 Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Untuk Hambatan Samping Dengan
Kereb (FFVsf)
Tipe Jalan
Kelas
hambatan
samping
(SFC)
Faktor penyesuaian untuk hambatan samping
dan jarak kereb penghalang
Jarak kereb penghalang Wk (m)
≤ 0,5 m 1,0 m 1,5 m ≥ 2,0 m
Empat
lajur
terbagi
(4/2 D)
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
1,00
0,97
0,93
0,87
0,81
1,01
0,98
0,95
0,90
0,85
1,01
0,99
0,97
0,93
0,88
1,02
1,00
0,99
0,96
0,92
Empat
lajur tak
terbagi
(4/2 UD)
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
1,00
0,96
0,91
0,84
0,77
1,01
0,98
0,93
0,87
0,81
1,01
0,99
0,96
0,90
0,85
1,02
1,00
0,98
0,94
0,90
Lanjutan Tabel 2.7
Dua lajur
tak terbagi
(2/2 UD)
atau jalan
satu arah
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
0,98
0,93
0,87
0,78
0,68
0,99
0,95
0,89
0,81
0,72
0,99
0,96
0,92
0,84
0,77
1,00
0,98
0,95
0,88
0,82
17
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
5. Penyesuaian kecepatan arus bebas untuk ukuran kota (FFVcs)
Nilai Penyesuaian kecepatan arus bebas untuk ukuran kota dapat dilihat
pada Tabel 2.8.
Tabel 2.8 Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Untuk Ukuran Kota (FFVcs)
Ukuran Kota (juta penduduk) Faktor Penyesuaian untuk ukuran kota
< 0,1
0,1 – 0,5
0,5 – 1,0
1,0 – 3,0
> 3,0
0,90
0,93
0,95
1,00
1,03
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
2.3.4 Kapasitas Jalan
Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997:5-50) “perhitungan
kapasitas untuk jalan tak-terbagi dilakukan pada kedua arah lalu-lintas. Untuk jalan
terbagi, analisa dilakukan terpisah pada masing-masing arah lalu-lintas, seolah-olah
masing-masing arah merupakan jalan satu arah yang terpisah.” Digunakan rumus
sebagai berikut:
C = Co x FCw x FCsp x FCsf x FCcs................................................................(2.2)
dimana: C = Kapasitas
Co = Kapasitas dasar (smp/jam)
FCw = Faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas
FCsp = Faktor penyesuaian pemisahan arah
FCsf = Faktor penyesuaian hambatan samping
FCcs = Faktor penyesuaian ukuran kota
1. Kapasitas Dasar (Co)
Nilai kapasitas dasar dapat dilihat pada Tabel 2.9.
18
Tabel 2.9 Kapasitas Dasar (Co)
Tipe Jalan Kapasitas Dasar
(smp/jam) Catatan
Empat Lajur terbagi atau jalan satu arah 1650 Per lajur
Empat lajur tak terbagi 1500 Per lajur
Dua lajur tak terbagi 2900 Total dua
arah
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
2. Faktor penyesuaian lebar jalur lalu lintas (FCw)
Tabel 2.10 Faktor Penyesuaian Lebar Jalur Lalu Lintas (FCw)
Tipe Jalan Lebar jalur lalu lintas
efektif (Wc) (m) FCw
Empat lajur terbagi atau
jalan satu arah
Per lajur
3
3,25
3,5
3,75
4
0,92
0,96
1,0
1,04
1,08
Empat lajur tak terbagi
Per lajur
3
3,25
3,5
3,75
4
0,91
0,95
1,0
1,05
1,09
Dua lajur tak terbagi
Total
5
6
7
8
9
10
11
0,56
0,87
1,0
1,14
1,25
1,29
1,34
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
3. Faktor penyesuaian kapasitas pemisah arah (FCsp)
Tabel 2.11 Faktor Penyesuaian Kapasitas Pemisah Arah (FCsp)
Pemisah arah SP %-% 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30
FCsp Dua lajur 2/2 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88
19
Empat lajur
4/2 1,00 0,985 0,97 0,955 0,94
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
4. Faktor penyesuaian hambatan samping (FCsf)
Faktor penyesuaian hambatan samping dengan bahu dapat dilihat pada
Tabel 2.12.
Sedangkan Faktor penyesuaian hambatan samping dengan kereb dapat
dilihat pada Tabel 2.13.
Tabel 2.12 Faktor penyesuaian Hambatan Samping Dengan Bahu (FCsf)
Tipe Jalan
Kelas
hambatan
samping
(SFC)
Faktor penyesuaian untuk hambatan
samping dan lebar bahu
Lebar bahu efektif rata-rata Ws (m)
≤ 0,5 m 1,0 m 1,5 m ≥ 2,0 m
Empat lajur
terbagi (4/2 D)
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
0,96
0,94
0,92
0,88
0,84
0,98
0,97
0,95
0,92
0,88
1,01
1,0
0,98
0,95
0,92
1,03
1,02
1,0
0,98
0,96
Empat lajur tak
terbagi (4/2
UD)
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
0,96
0,96
0,92
0,87
0,80
0,99
0,97
0,95
0,91
0,86
1,01
1,0
0,98
0,94
0,90
1,03
1,02
1,0
0,98
0,95
Dua lajur tak
terbagi (2/2
UD) atau jalan
satu arah
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
0,94
0,92
0,89
0,82
0,73
0,96
0,94
0,92
0,86
0,79
0,99
0,97
0,95
0,90
0,85
1,01
1,00
0,98
0,95
0,91
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
20
Tabel 2.13 Faktor Penyesuaian Hambatan Samping Dengan Kereb (FCsf)
Tipe Jalan
Kelas
hambatan
samping
(SFC)
Faktor penyesuaian untuk hambatan samping
dan jarak kereb penghalang
Jarak kereb penghalang Wk (m)
≤ 0,5 m 1,0 m 1,5 m ≥ 2,0 m
Empat
lajur
terbagi
(4/2 D)
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
0,95
0,94
0,91
0,86
0,81
0,97
0,96
0,93
0,89
0,85
0,99
0,98
0,95
0,92
0,88
1,02
1,00
0,99
0,96
0,92
Empat
lajur tak
terbagi
(4/2 UD)
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
0,95
0,93
0,90
0,84
0,77
0,97
0,95
0,92
0,87
0,81
0,99
0,97
0,95
0,90
0,85
1,02
1,00
0,98
0,94
0,90
Dua lajur
tak terbagi
(2/2 UD)
atau jalan
satu arah
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
0,93
0,90
0,86
0,78
0,68
0,95
0,92
0,88
0,81
0,72
0,97
0,95
0,91
0,84
0,77
1,00
0,98
0,95
0,88
0,82
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
5. Faktor penyesuaian ukuran kota (FCcs)
Nilai faktor penyesuaian ukuran kota dapat dilihat pada Tabel 2.14.
Tabel 2.14 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (FCcs)
Ukuran Kota (juta penduduk) Faktor Penyesuaian untuk ukuran kota
< 0,1
0,1 – 0,5
0,5 – 1,0
1,0 – 3,0
> 3,0
0,86
0,90
0,94
1,00
1,04
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
2.3.5 Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan atau Degree of Saturation (DS) adalah rasio arus (volume
lalu lintas) terhadap kapasitas yang dinyatakan dalam smp/jam. Untuk menghindari
kemacetan, nilai DS harus kurang dari 0,75.Semakin kecil nilai DS menunjukan
21
pelayanan jalan yang semakin baik yang artinya tidak terjadi kemacetan, sedangkan
semakin besar nilai DS menunjukan pelayanan jalan yang semakin buruk yang
artinya terjadi kemacetan. Hendarsin (2000:67).
Kinerja lalu lintas dapat dilihat dari besarnya derajat kejenuhan (degree of
saturation), nilai DS yang kecil menunjukan kinerja lalu lintas di jalan tersebut
baik, dan pengemudi akan merasa nyaman, sebaliknya semakin besar nilai DS
menunjukkan penurunan kinerja jalan dan pengemudi akan merasa kurang nyaman.
Nilai DS maksimum yang diijinkan untuk suatu ruas jalan adalah 0,75. Jika nilai
DS > 0,75 maka jalan perlu diadakan peningkatan kembali, namun jika nilai DS ≤
0,75 maka jalan masih dapat menampung kendaraan yang melintas pada jalan
tersebut.
Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia, Bina Marga, (1997:5-56)
untuk menghitung DS digunakan rumus :
DS = Q
C..............................................................................................................(2.3)
Dimana :
Q = Volume lintas yang melewati jalan tersebut (smp/jam)
C = Kapasitas jalan rencana (smp/jam)
2.4. Kerusakan jalan
Sesuai dengan Manual Pemeliharaan Jalan No. 03/MN/B/1983 kerusakan
jalan dikelompokkan menjadi 6 (enam), yaitu retak, distorsi, cacat permukaan,
pengausan, kegemukan, dan penurunan pada bekas penanaman utilitas. Masing-
masing kelompok kerusakan akan dijelaskan pada keterangan berikut ini.
22
2.4.1 Retak
Keretakan yang terjadi pada permukaan jalan dibedakan menjadi 9 jenis.
a. Retak halus (hair cracks), yaitu retak dengan lebar celah lebih kecil atau
sama dengan 3 mm. Retak rambut berkembang menjadi retak kulit buaya.
b. Retak kulit buaya (alligator crack), yaitu retak dengan lebar celah lebih besar
dari 3 mm yang saling berangkai membentuk serangkaian kotak-kotak kecil
yang menyerupai kulit buaya.
c. Retak pinggir (edge cracks), yaitu retak memanjang jalan, dengan atau tanpa
cabang yang mengarah ke bahu dan terletak dekat bahu.
d. Retak sambungan bahu dan perkerasan (edge joint crack), yaitu retak
memanjang yang terjadi pada sambungan bahu dengan perkerasan jalan.
Umumnya terjadi pada daerah sambungan perkerasan dengan bahu jalan
yang beraspal.
e. Retak sambungan jalan (lane joint cracks), yaitu retak memanjang yang
terjadi pada sambungan 2 lajur lalu lintas.
f. Retak sambungan pelebaran jalan (widening cracks), yaitu retak memanjang
yang terjadi pada sambungan antara perkerasan lama dengan perkerasan
pelebaran.
g. Retak refleksi (reflection cracks), yaitu retak memanjang, melintang,
diagonal, atau membentuk kotak sebagai pola retakan di bawahnya.
h. Retak susut (shrinkage cracks, yaitu retak yang saling bersambungan
membentuk kotak-kotak besar dengan sudut yang tajam, akibat perubahan
volume pada lapis permukaan
23
i. Retak slip (slippage cracks), yaitu retak yang bentuknya melengkung seperti
sabit, akibat kurang baiknya ikatan antara lapis permukaan dan lapis di
bawahnya.
2.4.2 Distorsi
Distorsi atau perubahan bentuk disebabkan oleh lemahnya tanah dasar atau
pemadatan yang kurang pada lapis pondasi, sehingga terjadi tambahan
pemadatan akibat beban lalu lintas.
Distorsi dibedakan menjadi 5 jenis.
a. Alur (rutting), terjadi pada lintasan roda kendaraan yang sejajar dengan
sumbu jalan, akibat terjadinya tambahan pemadatan akibat beban lalu lintas.
Alur dapat menjadi genangan air yang mengakibatkan timbulnya kerusakan
yang lain.
b. Keriting (corrugation), alur yang terjadi dalam arah melintang jalan, akibat
rendahnya stabilitas struktur perkerasan,
c. Sungkur (solving), deformasi plastis yang terjadi setempat, biasanya di
tempat kendaraan sering berhenti, kelandaian curam, atau tikungan tajam.
d. Amblas (grade depressions), terjadi setempat pada ruas jalan. Amblas dapat
dideteksi dengan adanya genangan air setempat. Adanya amblas
mempercepat terjadinya lubang pada perkerasan jalan.
e. Jembul (upheaval), terjadi setempat pada ruas jalan, yang disebabkan adanya
pengembangan tanah dasar akibat adanya tanah ekspansif.
2.4.3 Cacat Permukaan
Cacat permukaan biasanya merupakan kerusakan muka jalan akibat
24
kimiawi dan mekanis material lapis permukaan. Cacat permukaan dibedakan
menjadi 3 jenis.
a. Lubang (potholes), berupa mangkuk, berukuran bervariasi dari kecil sampai
dengan besar. Lubang menjadi tempat berkumpulnya air yang dapat
meresap ke lapisan di bawahnya yang menyebabkan kerusakan semakin
parah.
b. Pelepasan butir (raveling) lapis permukaan, akibat buruknya material yang
digunakan, adanya air yang terjebak, atau kurang baiknya pelaksanaan
konstruksi.
c. Pengelupasan lapis permukaan (stripping), akibat kurang baiknya ikatan
antara aspal dengan agregat atau terlalu tipisnya lapis permukaan.
2.4.4 Pengausan
Pengausan (polished agregat) yaitu permukaan jalan licin sehingga mudah
terjadi slip yang membahayakan lalu lintas. Pengausan terjadi akibat ukuran,
bentuk, dan jenis agregat yang digunakan untuk lapis aus tidak memenuhi mutu
yang disyaratkan.
2.4.5 Kegemukan
Kegemukan (bleeding) yaitu naik dan melelehnya aspal pada temperatur
tinggi. Kegemukan yang mengakibatkan jejak roda kendaraan pada permukaan
jalan dan licin disebabkan oleh penggunaan aspal yang terlalu banyak.
2.4.6 Penurunan Pada Bekas Penanaman Utilitas
Penurunan pada penanaman utilitas (utility cut depressions) yaitu kerusakan
yang terjadi akibat ditanamnya utilitas pada bagian perkerasan jalan dan tidak
25
dipadatkan kembali dengan baik. Hal ini dapat mengakibatkab distorsi pada
permukaan dan berlanjut dengan kerusakan lainnya.
2.5. Lapisan Perkerasan Jalan
Berdasarkan bahan ikat, lapisan perkerasan jalan dibagi atas dua kategori,
yaitu lapisan perkerasan lentur (flexible pavement) dan lapisan perkerasan kaku
(rigid pavement).
2.5.1 Lapisan Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)
Perkerasan Lentur adalah perkerasan yang menggunakan campuran aspal
serta bahan-bahan dalam hal ini agregat yang bersifat lentur atau tidak kaku
(Tenriajeng, 2002:1). Lapisan Perkerasanya bersifat memikul dan menyebarkan
beban lalu lintas ke tanah dasar (Sukirman, 1999:4). Perkerasan lentur umumnya
didesain untuk jalan yang melayani beban lalu lintas ringan sampai dengan sedang,
seperti jalan perkotaan.
Konstruksi perkerasan lentur jalan raya terdiri dari 4 (empat) lapisan yang
makin ke bawah memiliki daya dukung yang semakin jelek, yaitu:
a. lapisan permukaan (surface course);
b. lapisan pondasi atas (base course);
c. lapisan pondasi bawah (subbase course); dan
d. lapisan tanah dasar (subgrade).
Jenis struktur perkerasan yang diterapkan dalam desain menurut Manual
Desain Perkerasan Jalan No. 02/M/BM/2013 terdiri atas 3 jenis seperti ditampilkan
pada Gambar 2.1.
26
a. struktur Perkeraswan Lentur (Lalu Lintas Berat ) pada Permukaan Asli (At
Grade)
b. struktur Perkeraswan Lentur (Lalu Lintas Berat ) pada Timbunan
c. struktur Perkeraswan Lentur (Lalu Lintas Berat ) pada Galian
Gambar 2.1 Komponen Struktur Perkerasan Lentur
(Sumber: Desain Perkerasan Jalan No.2/M/BM/2013)
2.5.1.1 Lapisan Permukaan (Surface Course)
Lapisan yang terletak paling atas disebut lapis permukaan (surface course)
yang mempunyai fungsi seperti berikut ini.
a. Lapisan perkerasan penahan beban roda, mempunyai persyaratan stabilitas
tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan.
27
b. Lapisan kedap air hujan yang jatuh di atasnya tidak meresap ke lapisan di
bawahnya dan melemahkan lapisan tersebut.
c. Lapis aus (wearing course), menderita gesekan akibat rem kendaraan
sehingga mudah menjadi aus.
d. Lapis yang dimaksudkan untuk menyebarkan beban roda ke lapisan bawah,
sehingga beban dapat dipikul oleh lapisan lain dengan daya dukung yang
lebih buruk.
2.5.1.2 Lapisan Pondasi Atas (Base Course)
Lapis pondasi atas (base course) adalah lapisan struktur perkerasan jalan
yang terletak di bawah lapis permukaan dan di atas lapis pondasi bawah, atau
langsung di atas tanah dasar apabila tidak menggunakan lapis pondasi bawah.
Fungsi lapis pondasi atas antara lain:
a. Sebagai bagian konstruksi perkerasan yang menahan gaya lintang dari
beban roda dan menyebarkan beban ke lapisan di bawahnya
b. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.
2.5.1.3 Lapisan Pondasi Bawah (Subbase Course)
Lapis pondasi bawah (subbase course) adalah bagian dari struktur
perkerasan lentur yang terletak antara tanah dasar dan lapis pondasi. Biasanya
terdiri atas lapisan dari material berbutir (granular material) yang dipadatkan,
distabilisasi atau tidak, atau lapisan yang distabilisasi. Lapis pondasi bawah
berfungsi sebagai:
a. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan menyebar
beban roda.
28
b. Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisan-
lapisan di atasnya dapat dikurangi ketebalannya (penghematan biaya
konstruksi).
c. Mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapis pondasi.
d. Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan konstruksi berjalan lancar.
2.5.1.4 Lapisan Tanah Dasar (Subgrade)
Lapisan tanah setebal 50-100 cm dimana di atasnya akan diletakkan lapisan
pondasi bawah dinamakan lapisan tanah dasar (subgrade) yang dapat berupa tanah
asli yang dipadatkan atau tanah yang distabilisasi dengan kapur atau bahan lainnya.
2.5.2 Lapisan Perkerasan Kaku/Perkerasan Beton Semen (Rigid Pavement)
Perkerasan kaku adalah pekerasan yang menggunakan semen Portland
sebagai bahan pengikat, untuk mengikat pelat beton tipis yang digunakan sebagai
lapisan permukaan ataupun sekaligus sebagai lapis pondasi (Sukirman, 1999:4).
Perkerasan Beton
Beton Kurus/Lean
Pondasi Bawah
Tanah Dasar
Gambar 2.2. Tipikal struktur perkerasan beton semen
Pada perkerasan beton semen, daya dukung perkerasan terutama diperoleh
dari pelat beton. Sifat, daya dukung dan keseragaman tanah dasar sangat
mempengaruhi keawetan dan kekuatan perkerasan beton semen. Faktor-faktor yang
29
perlu diperhatikan adalah kadar air pemadatan, kepadatan dan perubahan kadar air
selama masa pelayanan.
Lapis pondasi bawah pada perkerasan beton semen adalah bukan
merupakan bagian utama yang memikul beban, tetapi merupakan bagian yang
berfungsi sebagai berikut :
a. Mengendalikan pengaruh kembang susut tanah dasar.
b. Mencegah intrusi dan pemompaan pada sambungan, retakan dan tepi-tepi
pelat.
c. Memberikan dukungan yang mantap dan seragam pada pelat.
d. Sebagai perkerasan lantai kerja selama pelaksanaan.
2.6. Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Dalam proses perencanaan tebal perkerasan lentur terdapat beberapa faktor
yang perlu diperhatikan yaitu umur rencana, beban lalu lintas, daya dukung tanah
dasar, dan fungsi jalan. Perancangan perkerasan lentur yang digunakan mengacu
pada Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pt T-01-2002-B.
2.6.1 Perhitungan Tebal Lapis Perkerasan Lentur
Perhitungan perencanaan tebal perkerasan dalam pedoman ini didasarkan
pada kekuatan relatif masing-masing lapisan perkerasan (Pt T-01-2002-B, 2002:16)
2.6.2 Perencanaan Pelapisan Tambahan (Overlay)
Perencanaan tebal lapis tambah menggunakan cara analisa komponen yang
mengacu pada Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pt T-01-2002-B.
30
2.7. Penggantian Perkerasan Aspal Lama Dengan Perkerasan Kaku (Rigid
Pavement)
Menurut Pedoman Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen (Pd-T-14-
2003), Penentuan beban lalu-lintas rencana untuk perkerasan beton semen,
dinyatakan dalam jumlah sumbu kendaraan niaga (commercial vehicle), sesuai
dengan konfigurasi sumbu pada lajur rencana selama umur rencana. Lalu-lintas
harus dianalisis berdasarkan hasil perhitungan volume lalu-lintas dan konfigurasi
sumbu, menggunakan data terakhir atau data 2 tahun terakhir.
Kendaraan yang ditinjau untuk perencanaan perkerasan beton semen adalah
yang mempunyai berat total minimum 5 ton. Konfigurasi sumbu untuk perencanaan
terdiri atas 4 jenis kelompok sumbu sebagai berikut :
a. Sumbu tunggal roda tunggal (STRT).
b. Sumbu tunggal roda ganda (STRG).
c. Sumbu tandem roda ganda (STdRG).
d. Sumbu tridem roda ganda (STrRG).
2.7.1 Umur Rencana
Menurut Pedoman Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen (Pd-T-14-
2003), Umur rencana perkerasan jalan ditentukan atas pertimbangan klasifikasi
fungsional jalan, pola lalu-lintas serta nilai ekonomi jalan yang bersangkutan, yang
dapat ditentukan antara lain dengan metode Benefit Cost Ratio, Internal Rate of
31
Return, kombinasi dari metode tersebut atau cara lain yang tidak terlepas dari pola
pengembangan wilayah. Umumnya perkerasan beton semen dapat direncanakan
dengan umur rencana (UR) 20 tahun sampai 40 tahun.
2.7.2 Lalu Lintas Rencana
Menurut Pedoman Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen (Pd-T-14-
2003), Lalu-lintas rencana adalah jumlah kumulatif sumbu kendaraan niaga pada
lajur rencana selama umur rencana, meliputi proporsi sumbu serta distribusi beban
pada setiap jenis sumbu kendaraan. Beban pada suatu jenis sumbu secara tipikal
dikelompokkan dalam interval 10 kN (1 ton) bila diambil dari survai beban. Jumlah
sumbu kendaraan niaga selama umur rencana dihitung dengan rumus berikut :
JSKN = JSKNH x 365 x R x C ………………………………………………. (2.4)
Dengan pengertian :
JSKN : Jumlah total sumbu kendaraan niaga selama umur rencana .
JSKNH : Jumlah total sumbu kendaraan niaga per hari pada saat jalan
dibuka.
R : Faktor pertumbuhan komulatif dari Rumus (5) atauTabel 3 atau
Rumus (6), yang besarnya tergantung dari pertumbuhan lalu lintas
tahunan dan umur rencana.
C : Koefisien distribusi kendaraan
Faktor Pertumbuhan lalu-lintas (R) dapat ditentukan berdasarkan rumus
sebagai berikut :
R = (1 + 𝑖)𝑈𝑅 −1
𝑖………................…………………………….........................…(2.5)
Dengan pengertian :
32
R : Faktor pertumbuhan lalu lintas
i : Laju pertumbuhan lalu lintas per tahun dalam %.
UR : Umur rencana (tahun)
2.7.3 Repetisi Sumbu Yang Terjadi
Langkah -langkah perhitungan repetisi sumbu yang terjadi adalah sebagai
berikut :
a. Menentukan beban sumbu, jumlah sumbu, proporsi beban dan sumbu,
b. Menentukan repetisi yang terjadi = proporsi beban x proporsi sumbu x
lalu lintas rencana,
c. Menentukan jumlah kumulatif repetisi yang terjadi.
2.7.4 Faktor Keamanan Beban
Menurut Pedoman Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen (Pd-T-14-
2003), Pada penentuan beban rencana, beban sumbu dikalikan dengan faktor
keamanan beban (FKB). Faktor keamanan beban ini digunakan berkaitan adanya
berbagai tingkat realibilitas perencanaan seperti telihat pada Tabel 2.15.
Tabel 2.15 Faktor keamanan beban (FKB)
No. Penggunaan Nilai FKB
1 Jalan bebas hambatan utama (major freeway) dan jalan
berlajur banyak, yang aliran lalu lintasnya terhambat
serta serta volume kendaraan niaga yang tinggi. Bila
menggunakan data lalu-lintas dari hasl survei beban
(weight-in-motion) dan adana kemungkinn route
alternatif, maka nilai faktor keamanan beban dapa
dikurangi menjadi 1,15.
1,2
2 Jalan bebas hambatan (freeway) dan jalan arteri
dengan volume kendaraan niaga menengah 1,1
3 Jalan dengan volume kendaraan niaga rendah 1,0
Sumber : Pedoman Desain Perkerasan Kaku Pd-T-14-2003
2.7.5 Kuat tarik lentur beton (f’cf)
33
Kekuatan beton harus dinyatakan dalam nilai kuat tarik lentur (flexural
strength) umur 28 hari, yang didapat dari hasil pengujian balok dengan pembebanan
tiga titik (ASTM C-78) yang besarnya secara tipikal sekitar 3–5 MPa (30-50
kg/cm2).
Kuat tarik lentur beton yang diperkuat dengan bahan serat penguat seperti
serat baja, aramit atau serat karbon, harus mencapai kuat tarik lentur 5–5,5 MPa
(50-55 kg/cm2). Kekuatan rencana harus dinyatakan dengan kuat tarik lentur
karakteristik yang dibulatkan hingga 0,25 MPa (2,5 kg/cm2) terdekat.
Hubungan antara kuat tekan karakteristik dengan kuat tarik-lentur beton
dapat didekati dengan rumus berikut :
fcf = K (fc’)0,50 dalam MPa atau..…………..........................…..............…….. (2.5)
fcf = 3,13 K (fc’)0,50 dalam kg/cm2……………………...................................... (2.6)
Dengan pengertian :
fc’ : kuat tekan beton karakteristik 28 hari (kg/cm2)
fcf : kuat tarik lentur beton 28 hari (kg/cm2)
K : konstanta, 0,7 untuk agregat tidak dipecah dan 0,75 untuk agregat pecah.
2.7.6 CBR Efektif
Tebal lapis pondasi bawah minimum yang disarankan dapat dilihat pada
Gambar 2.3 dan CBR tanah dasar efektif didapat dari Gambar 2.4
34
Gambar 2.3 Tebal pondasi bawah minimum untuk perkerasan beton semen
(Sumber : Pedoman Desain Perkerasan Kaku Pd-T-14-2003)
* Jika CBR < 2% gunakan
tebal pondasi bawah CBK
150 mm dan anggap
mempunyai nilai CBR tanah
dasar efektif 5%
Gambar2.4 CBR tanah dasar efektif dan tebal pondasi bawah
(Sumber : Pedoman Desain Perkerasan Kaku Pd-T-14-2003)
2.7.7 Tebal Taksiran Pelat Beton
Menurut Pedoman Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen (Pd-T-14-
2003), Tebal pelat taksiran dipilih dan total fatik serta kerusakan erosi dihitung
berdasarkan komposisi lalu-lintas selama umur rencana. Jika kerusakan fatik atau
erosi lebih dari 100%, tebal taksiran dinaikan dan proses perencanaan diulangi.
35
Tebal rencana adalah tebal taksiran yang paling kecil yang mempunyai total
fatik dan atau total kerusakan erosi lebih kecil atau sama dengan 100%. Untuk
menentukan tebal pelat beton dapat dilihat di Lampiran 5.
2.7.8 Analisa Fatik dan Erosi
Menurut Pedoman Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen (Pd-T-14-
2003) , Prosedur perencanaan perkerasan beton semen didasarkan atas dua model
kerusakan yaitu :
1. Retak fatik (lelah) tarik lentur pada pelat.
2. Erosi pada pondasi bawah atau tanah dasar yang diakibatkan oleh lendutan
berulang pada sambungan dan tempat retak yang direncanakan.
Prosedur ini mempertimbangkan ada tidaknya ruji pada sambungan atau
bahu beton. Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan dianggap sebagai
perkerasan bersambung yang dipasang ruji.
Data lalu-lintas yang diperlukan adalah jenis sumbu dan distribusi beban
serta jumlah repetisi masing-masing jenis sumbu/kombinasi beban yang
diperkirakan selama umur rencana. Analisa fatik dan erosi digunakan untuk
mengontrol apakah tebal taksiran pelat beton aman atau tidak. Untuk menentukan
faktor tegangan dan erosi dapat dilihat di Lampiran 6.
2.7.9 Tegangan Ekivalen (TE) dan Fakor Erosi (FE)
Faktor erosi dan tegangan ekivalen ditentukan dengan Tabel pada Lampiran
7 untuk perkerasan dengan atau tanpa bahu beton.
36
Sedangkan untuk menentukan nilai faktor rasio tegangan (FRT) didapatkan
dari hasil pembagian faktor erosi (FE) dan Modulus Keruntuhan Lentur Beton (Fr),
dimana :
Fr =0,62 √𝑓𝑐1 (dalam MPa)..................................................………………. (2.7)
2.7.10 Sambungan
Suryawan (2013) menyatakan bahwa sambungan dibuat atau ditempatkan
pada perkerasan beton dimaksudkan untuk menyiapkan tempat muai dan susut
beton akibat terjadinya tegangan yang disebabkan oleh perubahan lingkungan (suhu
dan kelembaban), gesekan dan keperluan konstruksi (pelaksanaan).
Sambungan perkerasan beton ada 2 (dua) macam yaitu sambungan arah
melintang dan sambungan arah memanjang. Sambungan melintang merupakan
sambungan untuk mengakomodir kembang susut ke arah memanjang plat,
sedangkan sambungan memanjang merupakan sambungan untuk mengakomodir
lenting plat beton.
Ciri-ciri dan fungsi dari masing-masing sambungan akan dijelaskan
sebagai berikut ini.
a. Sambungan melintang:
Menurut Pedoman Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen (Pd-T-14-
2003), Kedalaman sambungan kurang lebih mencapai seperempat dari tebal pelat
untuk perkerasan dengan lapis pondasi berbutir atau sepertiga dari tebal pelat untuk
lapis pondasi stabilisasi semen.
Jarak sambungan susut melintang untuk perkerasan beton bersambung
tanpa tulangan sekitar 4 - 5 m, sedangkan untuk perkerasan beton bersambung
37
dengan tulangan 8 - 15 m dan untuk sambungan perkerasan beton menerus dengan
tulangan sesuai dengan kemampuan pelaksanaan.
Sambungan ini harus dilengkapi dengan ruji polos panjang 45 cm, jarak
antara ruji antar ruji 30 cm, lurus dan bebas dari tonjolan tajam yang akan
mempengaruhi gerakan bebas pada saat pelat beton menyusut.
Setengah panjang ruji polos harus dicat atau dilumuri dengan bahan anti
lengket untuk menjamin tidak ada ikatan dengan beton.
Dalam Pd T-14-2003 dikatakan bahwa diameter ruji tergantung pada tebal
plat beton sebagaimana terlihat pada Tabel 2.16
Tabel 2.16. Diameter Ruji
No. Tebal pelat beton, h (mm) Diameter ruji (mm)
1 125 < h ≤ 140 20
2 140 < h ≤ 160 24
3 160 < h ≤ 190 28
4 190 < h ≤ 220 33
5 220 < h ≤ 250 36
Sumber :Pedoman Desain Perkerasan Kaku Pd-T-14-2003
b. Sambungan Memanjang dengan Batang Pengikat (Tie Bar)
Pemasangan sambungan memanjang ditujukan untuk mengendalikan
terjadinya retak memanjang. Jarak antar sambungan memanjang sekitar 3 - 4 m.
Sambungan memanjang harus dilengkapi dengan batang ulir dengan mutu
minimum BJTU-24 dan berdiameter 16 mm.
Ukuran batang pengikat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
At = 204 x b x h dan……………………………….........………………. (2.8)
l = (38,3 x φ) +75……...…………….......................................................(2.9)
Dengan pengertian :
38
At = Luas penampang tulangan per meter panjang sambungan (mm2).
b = Jarak terkecil antar sambungan atau jarak sambungan dengan tepi perkerasan
(m).
h = Tebal pelat (m).
l = Panjang batang pengikat (mm).
φ = Diameter batang pengikat yang dipilih (mm).
2.8. Analisa Hidrologi dan Drainase Jalan
2.8.1 Analisa Hidrologi
2.8.1.1 Data Curah Hujan
Merupakan data curah hujan harian maksimum dalam setahun dinyatakan
dalam mm/hari. Data curah hujan ini diperoleh dari Badan Meteorologi dan
Geofisika (BMG) yaitu stasiun curah hujan yang terletak pada dtaerah layanan
saluran samping jalan. Jika daerah layanan tidak memiliki data curah hujan, maka
dapat digunakan data dari stasiun di luar daerah layanan yang dianggap masih dapat
mewakili. Jumlah data curah hujan yang diperlukan minimal 10 tahun terakhir.
2.8.1.2 Periode Ulang
Karakteristik hujan menunjukan bahwa hujan yang besar tertentu
mempunyai periode ulang tertentu. Periode ulang untuk pembangunan saluran
drainase ditentukan 5 tahun.
2.8.1.3 Intensitas Curah Hujan
Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu
kurun waktu dimana air tersebut berkonsentrasi. Intensitas curah hujan
39
diperhitungkan dengan menggunakan rumus dari Dr. Mononobe (Departemen PU,
1980) sebagai berikut:
I = R
24 x (
24
Tc)
2
3………………………………………….......................... (2.10)
Dimana:
I = intensitas hujan (mm/jam)
Tc = time of consentration (jam)
R = curah hujan maksimum rencana (mm)
a. Time Of Consentration (Tc)
Untuk menghitung Tc dapat menggunakan rumus (Departemen PU, 1980):
Tc = L
V………………………………………………......................... (2.11)
Dimana:
Tc = waktu pengaliran (jam)
L = panjang pengaliran (km)
v = kecepatan aliran (km/jam)
b. Kecepatan Aliran (v)
Untuk menghitung v dapat menggunakan rumus dari Dr. Rziha
(Departemen PU, 1980) sebagai berikut:
v = 72 x (H
L)0,6
……………………………………………....... (2.12)
Dimana:
v = kecepatan aliran (km/jam)
H = perbedaan elevasi hulu dengan elevasi hilir (km)
40
L = panjang pengaliran (km)
2.8.2 Ketentuan Teknis Drainase Permukaan
Berdasarkan Pedoman Perencanaan Drainase Jalan (2006:6), ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan pada perencanaan drainase permukaan, sebagai
berikut:
1. Luas Daerah Layanan (A)
a. Perhitungan luas daerah layan didasarkan pada panjang segmen panjang
yang ditinjau.
b. Luas daerah layanan (A) untuk saluran samping jalan perlu diketahui agar
dapat diperkirakan daya tampungnya terhadap curah hujan atau untuk
memperkirakan volume limpasan permukaan yang akan ditampung saluran
samping jalan.
c. Luas daerah layanan terdiri atas luas setengah badan jalan (A1), luas bahu
jalan (A2), dan luas daerah di sekitar (A3).
d. Batasan luas daerah layanan tergantung dari daerah di sekelilingnya.
Panjang daerah pengaliran yang diperhitungkan terdiri atas panjang
setengah badan jalan (I1), panjang bahu jalan (I2), dan daerah sekitar (I3),
Untuk daerah perkotaan yaitu ± 10 m.
2. Koefisien Pengaliran (C) dan Faktor Limpasan (fk)
Koefisien pengaliran (C) mempengaruhi debit yang mengalir, sehingga dapat
diperkirakan daya tampung saluran. Sedangkan faktor limpasan merupakan faktor
41
yang bertujuan agar kinerja saluran tidak melebihi kapasitasnya akibat daerah
pengaliran yang terlalu luas.
Tabel 2.17 Harga Koefisien Pengaliran (C) dan Harga Faktor Limpasan (fk)
No. Kondisi Permukaan Tanah Koefisien
Pengaliran (C)
Faktor Limpasan (fk)
Bahan
1. Jalan beton dan jalan aspal 0,70 – 0,95
2. Jalan kerikil dan jalan tanah 0,40 – 0,70
3. Bahu jalan:
Tanah berbutir halus 0,40 – 0,65
Tanah berbutir kasar 0,10 – 0,20
Batuan masif keras 0,70 – 0,85
Batuan masif lunak 0,60 – 0,75
Tata Guna Lahan
1. Daerah perkotaan 0,70 – 0,95 2,0
2. Daerah pinggir kota 0,60 – 0,70 1,5
3. Daerah industri 0,60 – 0,90 1,2
4. Pemukiman padat 0,40 – 0,60 2,0
5. Pemukiman tidak padat 0,40 – 0,60 1,5
6. Taman dan kebun 0,20 – 0,40 0,2
7. Persawahan 0,45 – 0,60 0,5
8. Perbukitan 0,70 – 0,80 0,4
9. pegunungan 0,75 – 0,90 0,3
Sumber: Pedoman Perencanaan Drainase Jalan 2006
Bila daerah pengaliran atau daerah layanan terdiri dari beberapa tipe kondisi
permukaan yang mempunyai nilai C yang berbeda. Harga C rata-rata ditentukan
dengan persamaan berikut:
C = C1 x A1+ C2 x A2+ C3 x A3𝑥 fk3
A1+ A2 + A3……………………………………. (2.13)
Dimana:
C1, C2, C3 = koefisien pengaliran yang sesuai dengan tipe kondisi permukaan
A1, A2, A3 = luas daerah pengaliran yang diperhitungkan sesuai dengan kondisi
permukaan
42
fk = faktor limpasan sesuai guna lahan
3. Debit Aliran Air (Q)
Untuk menghitung debit aliran air (Q) digunakan rumus:
Q = 1
3,6 x C x I x A……………………………………………. (2.14)
Dimana:
Q = debit aliran air (m3/detik)
C = koefisien pengaliran rata-rata dari C1, C2, C3
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
A = luas daerah layanan (km2) terdiri atas A1, A2, A3
2.8.3 Dimensi Bangunan Drainase Permukaan
Dalam (SNI 03-3424-1994, 1994:28), perhitungan dimensi saluran
ditentukan berdasarkan persamaan Fe = Fd.
1. Luas penampang basah berdasarkan debit aliran (Fd)
Fd = Q / v (𝑚2) ……………………………………….............……. (2.15)
2. Luas penampang basah paling ekonomis (Fe)
Saluran berbentuk segi empat
Fe = b x d , dengan b = 2d, dan R = d / 2……………………………(2.16)
Tabel 2.25 Angka Kekasaran Manning (n)
No
. Tipe Saluran
Baik
Sekali Baik Sedang Jelek
Saluran Buatan
1. Saluran tanah, lurus teratur 0,017 0.020 0,023 0,025
2. Saluran tanah yang dibuat dengan
excavator 0,023 0,028 0,030 0,040
43
3. Sal uran pada dinding batuan,
lurus, teratur 0,020 0,030 0,033 0,035
4. Saluran pada dinding batuan, tidak
lurus, tidak teratur 0,035 0,040 0,045 0,045
5. Saluran batuan yang diledakkan,
ada tumbuh-tumbuhan 0,025 0,030 0,035 0,040
6. Dasar saluran dari tanah, sisi
saluran berbatu 0,028 0,030 0,033 0,035
7. Saluran lengkung, dengan
kecepatan aliran rendah 0,020 0,025 0,028 0,030
8. Bersih, lurus, tidak berpasir dan
tidak berlubang 0,025 0,028 0,030 0,033
9. Seperti no.8 tapi ada timbunan atau
kerikil 0,030 0,033 0,035 0,040
10. Melengkung, bersih, berlubang dan
berdinding pasir 0,030 0,035 0,040 0,045
11. Seperti no.10, dangkal, tidak
teratur 0,040 0,045 0,050 0,055
Saluran Alam
12. Seperti no.10, berbatu dan ada
tumbuh-tumbuhan 0,035 0,040 0,045 0,050
13. Seperti no.11, sebagian berbatu 0,045 0,050 0,055 0,060
14. Aliran pelan, banyak tumbuh-
tumbuhan dan berlubang 0,050 0,060 0,070 0,080
15. Banyak tumbuh-tumbuhan 0,075 0,100 0,125 0,150
Saluran Buatan, Beton Atau Batu Kali
16. Saluran pasangan batu, tanpa
penyelesaian 0,025 0,030 0,033 0,035
17. Seperti no.16, tapi dengan
penyelesaian 0,017 0,020 0,025 0,030
18. Saluran beton 0,014 0,016 0,019 0,021
19. Salura beton halus dan rata 0,010 0,011 0,012 0,013
20. Saluran beton pracetak dengan
acuan baja 0,013 0,014 0,014 0,015
21. Saluran beton pracetak dengan
acuan kayu 0,015 0,016 0,016 0,018
Sumber: Pedoman Perencanaan Drainase Jalan 2006
3. Tinggi Jagaan Penampang (W)
44
Berdasarkan Pedoman Perencanaan Drainase Jalan (2006:21), tinggi jagaan
(W) untuk saluran drainase jalan bentuk trapesium dan segiempat ditentukan
dengan rumus:
W = √0,5 𝑥 ℎ…………………………............……….............……. (2.17)
Dimana:
W = tinggi jagaan (m)
h = kedalaman air yang tergenang dalam saluran (m)
2.9. Analisis Biaya
Anggaran biaya suatu bangunan atau proyek merupakan perhitungan
banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan dan upah tenaga kerja berdasarkan
analisis, serta biaya-biaya lain yang berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan.
Biaya atau anggaran itu sendiri merupakan jumlah dari masing-masing hasil
perkalan volume dengan harga satuan pekerjaan yang bersangkutan, disimpulkan
bahwa rencana anggaran biaya dari suatu pekerjaan terlihat dalam rumus berikut
ini:
RAB = ∑ (Volume x Harga satuan pekerjaan)................................................ (2.18)
Harga satuan bahan dan upah tenaga kerja di setiap daerah berbeda-beda.
Sehingga dalam menentukan perhitungan dan penyusunan anggaran biaya suatu
pekerjaan harus berpedoman pada harga satuan bahan dan upah tenaga kerja di
pasaran dan lokasi pekerjaan.
Dalam memperkirakan anggaran biaya terlebih dahulu harus memahami
proses konstruksi secara menyeluruh termasuk jenis dan kebutuhan alat, karena
faktor tersebut dapat mempengaruhi biaya konstruksi. Selain faktor-faktor tersebut,
45
berikut ini adalah faktor lain yang mempengaruhi dalam pembuatan anggaran biaya
adalah:
a. produktivitas tenaga kerja,
b. ketersediaan material,
c. ketersediaan peralatan,
d. cuaca,
e. jenis kontrak
f. masalah kualitas,
g. etika
h. sistem pengendalian, dan
i. kemampuan manajemen.
Biaya-biaya lain yang juga diperhitungkan sebagai biaya operasional untuk
mendukung terwujudnya pekerjaan yang bersangkutan antara lain, administrasi
kantor, keperluan komunikasi, kendaraan, pajak, dan lain-lain. Dapat ditentukan
keuntungan dan overhead yang wajar untuk pekerjaan konstruksi maksimal 15%
(Penjelasan Perpres No. 70 Tahun 2012, pasal 66, ayat 8).
2.9.1 Estimasi Biaya Kegiatan
Estimasi biaya kegiatan meliputi biaya mobilisasi danbiaya pekerjaan.
Biaya pekerjaan adalah total seluruh volume pekerjaan yang dikalikan masing-
masing dengan harga satuan pekerjaan.
2.9.2 Analisis Perbandingan Biaya Konstruksi
46
Sistem perbaikan yang diterapkan pada ruas Jalan Kedungcino-Bandnegan
menggunakan 2 alternatif yaitu :
a. Alternatif 1 menggunakan 2 metode sebagai berikut :
1) Pelebaran dengan menggunakan aspal beton (flexible pavement)
2) Pelapisan ulang aspal (overlay)
b. Alternatif 2 menggunakan metode perkerasan beton semen (rigid pavement)
Masing-masing alternatif konstruksi di atas dibuat estimasi biayanya dan
dibandingkan biaya konstruksinya dan dicari mana yang lebih efektif dilihat dari
aspek ekonomi.
2.9.3 Perhitungan Biaya Pemeliharaan
Perhitungan biaya pemeliharaan selama umur rencana menurut Muhammad
Oktadelina Nurahmi dan Anak Agung Gde Kartika (2012:5) dalam menghitung
biaya pemeliharan jalan menggunakan rumus sebagai berikut :
F = P (1+i)n............................................................................................. (2.18)
P = F 1
(1+𝑖)𝑛............................................................................................. (2.19)
Dimana :
i = tingkat suku bunga per periode bunga
n = jumlah periode
P = jumlah uang sekarang
F = jumlah uang pada akhir periode dari saat sekarang dengan bunga i (future
worth)
120
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan didaptkan kesimpulan
seperti berikut ini :
1. Kebijakan dari DINAS PUPR Kabupaten Jepara Ruas Jalan Kedungcino-
Bandengan akan ditingkatkan menjadi jalan kolektor, maka perlu adanya
peningkatan pada ruas jalan tersebut. Pada kebutuhan pelebaran tipe jalan ini
tetap 2/2 UD dengan lebar badan jalan menjadi 7 cm dan bahu 1 cm.
2. Struktur perkerasan yang tepat untuk perbaikan pada ruas Jalan Kedungcino-
Bandengan dapat dipilih struktur perkerasan beton semen (rigid pavement)
pada alternatif 2 dengan lebar pekerjaan 7 meter. Adapun sepsifikasi item
pekerjaan dengan uraian yaitu :
a. Perkerasan beton semen dengan tebal 25 cm,
b. Pelat per segmen dengan lebar 350 cm dan panjang 500 cm,
c. LMC (lean mic concrete) dengan tebal 10 cm,
d. Sambungan melintang antar segmen berupa ruji polos (dowel) D33 dengan
panjang 45 cm dan jarak antar ruji 30 cm, dan
e. Baja ulir (tie bar) D16 dengan panjang 70 cm dan jarak antar ruji 75 cm,
dengan fungsi Tie bar sebagai sambungan memanjang antar segmen
3. Dimensi saluran drainase minimal pada Jalan Kedungcino – Bandengan
menggunakan jenis material pasangan batu dengan jenis penampang
segiempat. Dengan spesifikasi sebagai berikut :
121
1) Lebar drainase = 50 cm
2) Tinggi drainase = 65 cm
4. Biaya yang dibutuhkan untuk perbaikan pada ruas Jalan Kedungcino-
Bandengan dengan pilihan struktur perkerasan beton semen (rigid pavement)
pada alternatif 2 sebesar Rp. 10.093.699.786,-. Jika dibandingkan perbedaan
biaya struktur perkerasan alternatif 1 dengan struktur perkerasan pada alternatif
2 terdapat selisih biaya sebesar 2,24%.
5.2. Saran
Dari hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan yang ada maka dapat
disampaikan bebearapa saran untuk perbaikan pada Ruas Jalan Kedungcino-
Bandengan agar lebih efektif dan efisien antara lain :
1. Untuk penelitian selanjutnya diperlukan pengujian tanah yang lebih teliti agar
data tanah yang didapatkan lebih detail.
2. Diperlukan pemantauan dan pengamatan kerusakan secara rutin apabila adan
kemungkinan jalan rusak maka segera diadakan perbaikan dengan metode
perbaikan yang sesuai agar kerusakan dikemudian tidak bertambah luas.
3. Perlu adanya pengelolaan data base jalan secara lengkap dan tertib meliputi data
kerusakan, data teknis jalan dan data-data lalu lintas yang sewaktu-waktu sangat
diperlukan sebagai dasar kegiatan rutin tahunan penanganan jalan.
4. Pemeliharaan (maintenance) saluran drainase jalan yang baik sebaiknya
dilakukan untuk mengantisipasi kerusakan konstruksi jalan.
122
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. ASTM C-78. Test Methode for Flexural Strength of Concrete
Aryangga, M. Y., dan Kartika, A. A. G. (2013). Perbandingan Perkerasan Lentur
dan Perkerasan Kaku serta Analisis Ekonominya pada Proyek Jalan
Sindang Barang-Cidaun, Cianjur. Jurnal Teknik Pomtis Vol. 1 No.1. (1-6)
Badan Standardisasi Nasional. 2004. Standar Nasional Indonesia RSNI T-14-
2004.Geometri Jalan Perkotaan. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.
Badan Standardisasi Nasional. 2012. SNI 1744:2012. Metode Uji CBR
Laboratorium. Jakarta: BSN.
Departemen Pekerjaan Umum. 1987. Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan
Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen. Jakarta: Badan
Penerbit Pekerjaan Umum.
Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah. 2003. Perencanaan Perkerasan
Jalan Beton Semen. Jakarta: Departemen Pemukiman dan Prasarana
Wilayah
Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Pengairan. 1980. Cara
Menghitung Flood Design. Jakarta: Badan Penerbit Pekerjaan Umum.
Direktorat Jendral Bina Marga. 2011. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
19/PRT/M/2011 Tentang Persyratan Teknis Jalan. Jakarta: Kementrian
Pekerjaan Umum
Direktorat Jenderal Bina Marga. 2013. Manual Desain Perkerasan Jalan
02/M/BM/2013. Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umum.
Direktorat Jenderal Bina Marga. 2002. Pedoman Konstruksi dan Bangunan Pt T-
01-2002-B Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur. Jakarta:
Kementerian Pekerjaan Umum.
123
Direktorat Jenderal Bina Marga. 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia. Jakarta:
Direktorat Bina Jalan Kota.
Direktoral Jendaral Pekerjaan Umum. 1983. Manual Pemeliharaan Jalan No.
03/MN/1983. Jakarta: Direktorat Bina Jalan Kota.
Direktorat Jenderal Bina Marga. 2006. Pedoman Konstruksi dan Bangunan Pd. T-
01-2006-B Perencanaan Sistem Drainase jalan. Jakarta: Kementerian
Pekerjaan Umum.
Eduardi, P, Andika, S. (2012). Perencanaan dan Analisis Biaya Investasi antara
Perkerasan Kaku dengan Perkerasan Lentur pada Jalur Trans Jakarta
Busway: Studi Kasus Pada Trans Jakarta Busway Koridor 8 antara Halte
Pondok Indah 2 Hingga Halte Permata Hijau. ComeTech Vol.3 (2). 996-
1006
Hendarsin, Shirley L. 2000. Perencanaan Teknik Jalan Raya, Jurusan Teknik Sipil
Politeknik Negeri Bandung. Bandung: Kementerian Pekerjaan Umum.
Nugroho, U., dkk. (2017). Evaluasi Kapasitas Ruas Jalan Pantura Kabupaten
Brebes. Jurnal Teknik Sipil dan Perencanaan Vol. 19(1). 71-76
Nurahmi, O., dan Kartika, A. A. G. (2012). Perbandingan Konstruksi Perkerasan
Lentur dan Perkerasan Kaku serta Analisis Ekonominya pada Proyek
Pembangunan Jalan Lingkar Mojoagung. Jurnal Teknik ITS(1). E63-E68
Sukirman, S., (1992). Perkerasan Lentur Jalan Raya. Bandung: Nova
Sukirman, Silvia. 1999. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Bandung: Nova.
Sukirman, Silvia. 2010. Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur. Jakarta: Nova.
Tenriajeng, A.T. 2002. Rekayaassa Jalan Raya-2. Jakarta: Gunadarma.
Presiden Republik Indonesia. 2006. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan. Jakarta: Pemerintah Republik
Indonesia.
124
Peraturan Presiden Republik Indonesia. 2012. Perubahan atas Peraturan Presiden
Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerinta.
Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia
Priyanti, Mela. (2018). Evaluasi dan Peningkatan Jalan Kedungcino-Bandengan
Kecmatan Jepara Kabupaten Jepara dengan Perkerasan Lentur.
Semarang: Universitas Negeri Semarang
Risman. (2017). Analisis Perbandingan Biaya Konstruksi Perkerasan Kaku dan
Perkerasan Lentur pada Jalan Kawasan Industri di Bandung. Jurnal
Konstruksi Vol. 9 No. 1. 77-88