ANALISIS YURIDIS TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA
PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN
(STUDI PUTUSAN NO: 1240/PID.B/2016/PN-MDN)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-
Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
JOHANNES PR SIBORO
NIM : 140200406
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018
Universitas Sumatera Utara
i
Universitas Sumatera Utara
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sebab
atas berkat dan kasih karunia-Nya kepada Penulis sehingga Penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Yuridis Terhadap Pelaku
Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan (Studi Putusan
No:1240/Pid.B/2016/PN-MDN)” yang merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Hukum (Strata-1) pada Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
Dalam menyelesaikan skripsi ini Penulis banyak mendapatkan bantuan,
dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala
kerendahan hati Penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof.Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum., selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara, Medan.
2. Bapak Prof.Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum., selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.
3. Bapak Prof. Dr. OK.Saidin, SH, M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.
4. Ibu Puspa Melati, SH,M.Hum., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, Medan.
5. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum selaku Wakil dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.
6. Bapak Dr.M.Hamdan.,SH, M.H selaku Ketua Departemen Hukum Pidana
di Fakultas Hukum Sumatera Utara, Medan.
Universitas Sumatera Utara
iii
7. Ibu Liza Erwina.,SH.M.Hum sebagai Sekretaris Departemen Hukum
Pidana dan Dosen Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan
waktunya untuk membimbing dan mengarahkan pembuatan skripsi ini.
8. Bapak Alwan.,SH.,M.Hum sebagai Dosen Pembimbing II yang telah
meluangkan waktu, dan saran serta memberikan ilmunya dan
mengarahkan penulis dalam pembuatan skripsi ini baik secara materi
maupun moril.
9. Bapak Makdin Munthe.,SH.M.Hum selaku Dosen Penasihat Akademik
atas bimbingan dan motivasinya selama Penulis Kuliah di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, Medan.
10. Seluruh Staf Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
yang telah mengajar dan membimbing Penulis selama menempuh
pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.
11. Seluruh Staf Administrasi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
yang telah membantu Penulis dalam bidang Administrasi selama
menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
12. Teristimewa untuk Orang Tua Ibunda Tercinta Kostiana Br Pangaribuan
yang selalu mendukung dan membantu baik moral, moril, materil, maupun
imateril selaku penyemangat hidup serta doa-doa nya sehingga Penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
13. Untuk Abang dan Kakak Tersayang K.V Immanuel Siboro.,SP dan istri
Henny Octaviani Sibuea.,SE, Meylina YA Siboro.,AMKeb dan suami
Aipda J Naibaho.,SH, Noni Mariana Siboro.,SE dan suami Trisno
Bangun.,ST, Junita HT Siboro.,SE dan suami Bripka Julianto Barus, dan
Universitas Sumatera Utara
iv
Rohani Afrida.,AMKep dan suami Rahwata Pinawan.,SPsi yang selalu
memberikan dukungan moral, moril, materil dan tiada hentinya
mengingatkan sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
14. Untuk teman-teman seperjuangan di kampus tercinta Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, Medan yaitu Nathalia Indriyani, Sri Rossa
Tiurma Pakpahan, Winda Agustini Rambe, Risti Rahma Chaniago,
Khairani Sembiring, M.Handoko, Rizky Dwi Putra, Fery syahputra, Mitra
Sejati Ginting, dan Randy Manik yang telah bersedia memberikan waktu
luang sebagai penghiburan semata di kala Penulis membutuhkan masukan-
masukan dalam pembuatan skripsi ini.
15. Untuk adik-adik stambuk di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
yaitu Syafirah Hasanah, Lucy Karenina, Ummiattiyah, Ibnu Khairansyah,
dan Rezky Sitinjak yang telah membantu memberikan tempat dan jasa,
Untuk membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
16. Untuk Abang-abang di Fakultas Hukum USU, Lois Sion Tarigan SH,
Gabeta Solin, SH, Ade Fajar Rezki SH, Mahesa Rhamulo SH, Syahruddin
Sahlan Bintang SH, M. Syahrizki Ritonga SH, dan Zacky Batubara SH
yang memberikan penulis masukan dan motivasi dalam proses
penyelesaian skripsi ini.
17. Untuk Temen – Teman Dari BPH IMABATO FH USU Sarah Desideria
Panjaitan, Karunia Tobing dan Fernando Simbolon serta Teman-teman
IMABATO FH USU yang telah memberikan dukungan dan semangat
serta tempat untuk Penulis menyelesaikan skripsi ini.
Universitas Sumatera Utara
v
18. Untuk teman-teman dari SMA Negeri 49 Jakarta Selatan Alfonso
Hutabarat, Jordy H Malonda, Raynaldy Wiratama, Ogi Wicaksono, Iqbal
afkar azam, Kemal Aditya, Raydeaz, Hadde Dinar, Irawan, dan Rahmat
Andi yang telah memberika motivasi dan penghiburan untuk Penulis
menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang
tidak mungkin disebutkan satu persatu dan diharapkan oleh Penulis skripsi ini
dapat bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan, terkhusus kepada Penulis
sendiri dan para pengajar dibidang hukum sebagai bahan pertimbangan dalam
penerapan dan pengembangan Ilmu Hukum di Indonesia.
Medan, Agustus 2018
Johannes PR Siboro
Universitas Sumatera Utara
vi
ABSTRAK
Johannes Siboro*
Liza Erwina**
Alwan***
Hukum mengatur masyarakat secara patut dan bermanfaat dengan
menempatkan apa yang diharuskan ataupun yang diperbolehkan dan sebaliknya.
Hukum dapat mengkualifikasikan sesuatu perbuatan sesuai dengan hukum atau
mendiskualifikasikan sebagai melawan hukum. Tindak pidana pencurian dengan
pemberatan termasuk pencurian istimewa, maksudnya suatu pencurian dengan
cara tertentu dan dalam keadaan tertentu, sehingga bersifat lebih berat dan
diancam dengan sanksi yang maksimalnya lebih tinggi.
Adapun beberapa rumusan masalah yang terdapat dalam skripsi ini yaitu
Bagaimana pengaturan hukum tindak pidana pencurian pemberatan, Bagaimana
pertanggung jawaban pidana pelaku pencurian pemberatan, Bagaimana analisis
yuridis terhadap tindak pidana pencurian pemberatan (Studi Putusan No:
1240/Pid.B/2016/PN-MDN).
Spesifikasi penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian yang
dilakukan adalah metode penelitian hukum Yuridis Normatif dinamakan juga
dengan penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian normatif data sekunder
sebagai sumber/bahan informasi dapat merupakan bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder dan bahan hukum tirtier.
Berdasar pasal 363 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), orang
yang melakukan pencurian dengan pemberatan (Curat) diancam dengan pidana
penjara paling lama 7 tahun.Hal ini tak lain karena selain memenuhi unsur-unsur
pencurian biasa dalam pasal 362 KUHP, juga disertai dengan hal yang
memberatkan, yakni dilakukan dalam kondisi tertentu atau dengan cara tertentu.
Tindak pidana pencurian diatur dan dibagi beberapa jenis dalam KUHP.
Pengaturan hukum yang mengatur tindak pidana pencurian pemberatan hanya
terdapat di dalam KUHP, sebab Indonesia hanya memiliki satu kitab undang-
undang mengenai hukum pidana yang sudah terkodifikasi.
Kata kunci: Tindak Pidana, Pencurian, Pemberatan
*Mahasiswa Fakultas Hukum Departemen Hukum Pidana
**Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Departemen Hukum Pidana
***Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Departemen Hukum Pidana
Universitas Sumatera Utara
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ...ii
ABSTRAK ............................................................................................................ vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ........................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 5
E. Keaslian Penulisan ............................................................................. 6
F. Tinjauan Kepustakaan ........................................................................ 6
1. Tindak Pidana............................................................................ 6
2. Tindak Pidana Pencurian......................................................... 12
3. Tindak Pidana Pencurian Pemberatan ..................................... 18
G. Metode Penelitian ............................................................................ 23
H. Sistematika Penulisan ...................................................................... 25
BAB II : PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA PENCURIAN
PEMBERATAN
A. Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ........................... 27
B. Pasal 363 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ............................ 30
C. Sanksi ............................................................................................... 35
Universitas Sumatera Utara
viii
BAB III : PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK
PIDANA PENCURIAN PEMBERATAN
A. Asas Kesalahan Dalam Tindak Pidana Pencurian Pemberatan ...... 46
1. Kesengajaan ........................................................................ 48
2. Kelalaian ............................................................................. 51
B. Kemampuan Bertanggung Jawab Pelaku Tindak Pidana Pencurian
Pemberatan ..................................................................................... 54
BAB IV : ANALISIS YURIDIS TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA
PENCURIAN PEMBERATAN (STUDI PUTUSAN NO :
1240/PID.B/2016/PN/MDN)
A. Posisi Kasus..................................................................................... 60
1. Kronologi .............................................................................. 60
2. Dakwaan ............................................................................... 63
3. Tuntutan ................................................................................ 65
4. Fakta Hukum ........................................................................ 66
5. Pertimbangan Hakim ............................................................ 68
6. Putusan.................................................................................. 77
B. Analisis Penulis Terhadap Tindak Pidana Pencurian Pemberatan
(Studi Putusan No.1240/Pid.B/2016/PN-MDN ................................ 7
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan..................................................................................... 81
B. Saran ............................................................................................... 84
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum mengatur masyarakat secara patut dan bermanfaat dengan
menempatkan apa yang diharuskan ataupun yang diperbolehkan dan
sebaliknya. Hukum dapat mengkualifikasikan sesuatu perbuatan sesuai
dengan hukum atau mendiskualifikasikan sebagai melawan hukum.
Perbuatan yang sesuai dengan hukum tidak merupakan masalah dan tidak
perlu dipersoalkan; yang menjadi masalah ialah perbuatan yang melawan
hukum. Bahkan yang diperhatikan dan dianggap oleh hukum ialah justru
perbuatan yang disebut terakhir ini, baik perbuatan melawan hukum yang
sungguh-sungguh terjadi (onrecht inactu) maupun perbuatan hukum yang
mungkin akan terjadi (onrecht in potentie). Perhatian dan penggarapan
perbuatan inilah yang merupakan penegakan hukum. Terhadap perbuatan
yang melawan hukum tersedia sanksi.1
Sehubungan dengan masalah penegakan hukum pidana Sudarto,
mengemukakan bahwa penegakan hukum di bidang hukum pidana di
dukung oleh alat perlengkapan dan peraturan yang relatif lebih lengkap dari
penegakan hukum di bidang-bidang lainnya. Aparatur yang dimaksud di sini
ialah Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan aparat eksekusi pidana, sedang
peraturan-peraturan yang dikatakan lebih lengkap ialah antara lain
ketentuan-ketentuan hukum acara pidana, Undang-undang Kekuasaan
1Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana.Alumni, Bandung. 1986.hlm.111.
Universitas Sumatera Utara
2
Kehakiman, Undang-undang tentang Kepolisian, Undang-undang tentang
Kejaksaan dan Gestichtenreglement.2
Dalam kehidupan masyarakat modern yang serba kompleks sebagai
produk kemajuan teknologi, mekanisasi, industrialisasi dan urbanisasi
memunculkan banyak masalah sosial. Maka usaha adaptasi atau penyesuaian
diri terhadap masyarakat modern yang sangat kompleks itu menjadi tidak
mudah. Kesulitan mengadakan adaptasi dan adjustment menyebabkan
banyak kebimbangan, kebingungan dan konflik - baik konflik eksternal yang
terbuka, maupun yang internal dalam batin sendiri yang tersembunyi dan
tertutup sifatnya. Sebagai dampaknya orang lalu mengembangkan pola
tingkah laku menyimpang dari norma-norma umum, dengan jalan berbuat
semau sendiri demi keuntungan sendiri dan kepentingan pribadi, kemudian
mengganggu dan merugikan pihak lain.3
Suatu perbuatan yang merupakan delik hukum (kejahatan), jika
perbuatan itu bertentangan dengan asas-asas hukum positif yang hidup
dalam rasa hukum di kalangan masyarakat, terlepas dari pada hal apakah
asas-asas tersebut dicantumkan dalam undang-undang pidana. Sebaliknya
delik undang-undang (pelanggaran) itu adalah merupakan peristiwa-
peristiwa pidana yang ancaman pidananya lebih ringan dari pada kejahatan
dan tidak mudah dimengerti atau dirasakan bahwa perbuatan semacam itu
dilarang.4
2Ibid.,hlm.112.
3Kartono, Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja.Rajawali Pres,Jakarta.1992.hlm.5.
4R. Soesilo, Pokok-Pokok Hukum Pidana Peraturan Umum Deli-delik Khusus. Politea, Bogor.
1984.hlm. 19.
Universitas Sumatera Utara
3
Perbuatan-perbuatan yang dilarang di sini adalah
dimaksudkan sebagai perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan
diancam pidana sehingga disebut tindak pidana. Terhadap pengertian
tindak pidana R. Soesilo mengemukakan pendapatnya sebagai berikut
: ”Tindak pidana juga disebut delik atau perbuatan yang boleh
dihukum, atau peristiwa pidana itu adalah suatu perbuatan yang
melanggar atau bertentangan dengan undang-undang yang dilakukan
dengan kesalahan oleh orang yang dapat dipertanggungjwabkan”.5
Tindak pidana pencurian yang diatur dalam Pasal 363 dan
Pasal 365 KUHP dinamakan pencurian dengan kualifikasi
(gequalificeerd diefstal).Wirjono Prodjodikoro menerjemahkan
dengan ”pencurian khusus” sebab pencurian tersebut dilakukan
dengan cara tertentu. Istilah yang dirasa tepat adalah yang digunakan
oleh R. Soesilo (dalam bukunya Kitab Undang-undang Hukum
Pidana) yaitu ”pencurian dengan pemberatan” sebab dari istilah
tersebut sekaligus dapat dilihat, bahwa karena sifatnya maka
pencurian itu diperberat ancaman pidananya.6
Menurut M. Sudradjat Bassar, tindak pidana pencurian
dengan pemberatan termasuk pencurian istimewa, maksudnya suatu
pencurian dengan cara tertentu dan dalam keadaan tertentu, sehingga
bersifat lebih berat dan diancam dengan yang maksimalnya lebih
5Ibid.,hlm.26.
6Hermien Hediati Koeswadji, Delik Harta Kekayaan, Asas-Asas, Kasus
danPermasalahan Cetakan Pertama. Sinar Wijaya, Surabaya, 1984.hlm.25.
Universitas Sumatera Utara
4
tinggi.7
Pencurian pada waktu malam, unsur ’waktu malam’ ini
memang bernada memberikan sifat lebih jahat pada pencurian.
Pencurian oleh dua orang atau lebih bersama-sama seperti misalnya
mereka bersama-sama mengambil barang-barang dengan kehendak
bersama. Pengertian ’bekerja sama’ adalah apabila setelah mereka
merencanakan niatnya untuk bekerja sama dalam melakukan
pencurian, kemudian hanya seorang yang masuk rumah dan
mengambil barang, dan kawannya hanya tinggal di luar rumah untuk
menjaga, mengawasi, kalau-kalau perbuatan mereka diketahui orang.
Tindak pidana pencurian dengan pemberatan menimbulkan
kerugian dan penderitaan yang dialami oleh korban kejahatan, hal
tersebut telah menarik perhatian penulis untuk meneliti dan
membahas skripsi dengan judul ”Analisis Yuridis Terhadap Pelaku
Tindak Pidana Pencurian dengan Pemberatan (Studi Putusan No:
1240/Pid.B/2016/PN-MDN)“
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana pengaturan hukum tindak pidana pencurian dengan
pemberatan?
2. Bagaimana pertanggung jawaban pidana pelaku pencurian dengan
pemberatan?
3. Bagaimana analisis yuridis terhadap tindak pidana pencurian dengan
pemberatan (Studi Putusan No: 1240/Pid.B/2016/PN-MDN)?
7Sudrajat Bassar, Tindak Pidana Tertentu di Dalam KUHP. Cetakan Kedua,Remadja Karya,
Bandung, 1986. hlm.70.
Universitas Sumatera Utara
5
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah sebagaimana dikemukakan
di atas, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum tindak pidana
pencurian dengan pemberatan?
2. Untuk mengetahui bagaimana pertanggung jawaban pidana pelaku
pencurian dengan pemberatan?
3. Untuk mengetahui bagaimana analisis yuridis terhadap tindak pidana
pencurian dengan pemberatan (Studi Putusan No:
1240/Pid.B/2016/PN-MDN)?
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat secara teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara
teoritis dibidang ilmu hukum dan menambah bahan kepustakaan
hukum, khususnya yang berkaitan dengan tindak pidana pencurian
dalam keadaan memberatkan.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan pula untuk dapat memberikan
sumbangan pemikiran sebagai masukan dalam praktik penegakan
hukum, khususnya dalam penegakan hukum yang menyangkut
masalah tindak pidana pencurian dalam keadaan memberatkan.
Universitas Sumatera Utara
6
E. Keaslian Penulisan
Penulisan skripsi ini berjudul “Analisis Yuridis Terhadap Pelaku
Tindak Pidana Pencurian dengan Pemberatan (Studi Putusan No:
1240/Pid.B/2016/PN-MDN)” merupakan hasil pemikiran penulis sendiri
tanpa adanya suatu proses penjiplakan atas karya tulis manapun. Tulisan
dengan judul: “Analisis Yuridis Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencurian
dengan Pemberatan (Studi Putusan No: 1240/Pid.B/2016/PN-MDN)” belum
pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Hal tersebut
dibuktikan dengan adanya bukti uji bersih dari pihak Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara. Walaupun ada, sudut pandang dan
pembahasanya pasti berbeda. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini
dapat dipertanggung jawabkan oleh penulis, terutama secara ilmiah atau
secara akademik.
F. Tinjauan Kepustakaan
1. Tindak Pidana
Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari “strafbaar
feit”perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan dengan
mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang
siapa yang melanggar larangan tersebut. Kitab Undang-undang Hukum
Pidana tidak terdapat penjelasan mengenai apa sebenarnya yang dimaksud
dengan strafbaar feit itu sendiri. Tindak pidana biasanya disamakan dengan
delik, yang berasal dari bahasa latin yakni kata delictum. Delik tercantum
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai berikut : “Delik adalah
Universitas Sumatera Utara
7
perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran
terhadap undang-undang tindak pidana”.8
Pengertian tindak pidana adalah tindakan yang tidak hanya
dirumuskan oleh KUHP.9Istilah tindak pidana sebagai terjamahan dari
strafbaarfeit menunjukkan pengertian gerak-gerik tingkah laku seseorang.
Hal-hal tersebut terdapat juga seseorang untuk tidak berbuat, akan tetapi
dengan tidak berbuatnya dia, dia telah melakukan tindak pidana. Mengenai
kewajiban untuk berbuat tetapi tidak berbuat, yang di dalam undang-undang
menentukan pada Pasal 164 KUHP, ketentuan dalam pasal ini
mengharuskan seseorang untuk melaporkan kepada pihak yang berwajib
apabila akan timbul kejahatan, ternyata dia tidak melaporkan, maka ia dapat
dikenai sanksi.
Seperti diketahui istilah strafbaarfeit telah diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia yang menimbulkan berbagai arti, umpamanya saja dapat
dikatakan sebagai perbuatan yang dapat atau boleh dihukum, peristiwa
pidana, perbuatan pidana, tindak pidana. Para sarjana Indonesia
mengistilahkan strafbarfeit itu dalam arti yang berbeda, diantaranya
Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana, yaitu : “perbuatan yang
dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman sanksi
yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa larangan tersebut”10
Sementara perumusan strafbarfeit menurut Van Hamel dalam buku Satochid
Kartanegara adalah kelakuan orang yang dirumuskan dalam Undang-
8Depdikbud Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. ke-2 , Jakarta, Balai Pustaka, 1989. hlm.219.
9S.R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapan, Cet. 3, Jakarta, Storia
Grafika, 2002. hlm.204. 10
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, Jakarta, Pradnya
Paramita, 2004.hlm.54.
Universitas Sumatera Utara
8
undang, bersifat melawan hukum yang patut dipidana dan dilakukan dengan
kesalahan.11
Istilah tindak pidana ini timbul dan berkembang dari pihak
Kementrian Kehakiman yang sering dipakai dalam perundang-undangan
meskipun lebih pendek dari pada perbuatan, akan tetapi tindak pidana
menunjukkan kata yang abstrak seperti perbuatan, tetapi hanya
menunjukkan hal yang konkrit.12
Menurut Moeljatno yang dimaksud dengan ”tindak pidana” adalah
perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana
disertaiancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa
yangmelanggar aturan tersebut. Terkait dengan masalah pengertian tindak
pidana,lebih lanjut Moeljatno mengemukakan bahwa terdapat 3 (tiga) hal
yang perludiperhatikan:
a. Perbuatan pidana adalah perbuatan oleh suatu aturan hukum
dilarang dan diancam pidana
b. Larangan ditujukan kepada perbuatan yaitu suatu keadaan atau
kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang, sedangkan
ancaman pidana ditujukan kepada orang yang menimbulkan
kejadian itu.
Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan yang erat,
oleh karena antara kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu
ada hubungan erat pula. ”Kejadian tidak dapat dilarang jika yang
11
Satochid Kartanegara, Hukum Pidana Bagian Pertama, Jakarta, Balai Lektur Mahasiswa, 1955,
hlm.4. 12
Wiryono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Bandung, PT.Refika
Aditama.2003, hlm.79.
Universitas Sumatera Utara
9
menimbulkan bukan orang, dan orang tidak dapat diancam pidana jika
tidak karena kejadian yang ditimbulkan olehnya.13
Menurut Moeljatno, pada dasarnya tindak pidana merupakan
suatu pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana adalah
suatu pengertian yuridis seperti halnya untuk memberikan definisi atau
pengertian terhadap istilah hukum, maka bukanlah hal yang mudah
untuk memberikan definisi atau pengertian terhadap istilah tindak
pidana. Pembahasan hukum pidana dimaksudkan untuk memahami
pengertian pidana sebagai sanksi atas delik, sedangkan pemidanaan
berkaitan dengan dasar-dasar pembenaran pengenaan pidana serta
teori-teori tentang tujuan pemidanaan. Perlu disampaikan di sini
bahwa, pidana adalah merupakan suatu istilah yuridis yang
mempunyai arti khusus sebagai terjemahan dari Bahasa Belanda
”straf” yang dapat diartikan sebagai ”hukuman”14
Pembentuk undang-undang telah menggunakan perkataan
”strafbaarfeit” untuk mengganti istilah tindak pidana di dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tanpa memberikan penjelasan
tentang apa yang dimaksud dengan perkataan strafbaarfeit, sehingga
timbulah di dalam doktrin berbagai pendapat tentang apa yang sebenarnya
yang dimaksud dengan strafbaarfeit tersebut, seperti yang dikemukakan
oleh Hamel dan Pompe. Pendapat yang dikemukakan oleh Hamel tentang
Strafbaarfeit adalah sebagai berikut: Strafbaarfeit adalah kelakuan orang
13
Moeljatno, Fungsi dan Tujuan Hukum Pidana Indonesia, Bina Aksara, Jakarta,1985. hlm.34. 14
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana. Bina Aksara, Jakarta. 1987.hlm. 37.
Universitas Sumatera Utara
10
(menselijke gedraging) yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan
hukum, yang patut dipidana (strafwaardig) dan dilakukan dengan
kesalahan.15
Sedangkan pendapat Pompe mengenai Strafbaarfeit adalah
sebagai berikut :Strafbaarfeit itu dapat dirumuskan sebagai suatu
pelanggaran norma yangsengaja atau tidak sengaja dilakukan oleh pelaku.16
Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Sudarto bahwa untuk
mengenakan pidana itu harus dipenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat
tertentu ini lazimnya disebut dengan unsur-unsur tindak pidana. Jadi
seseorang dapat dikenakan pidana apabila perbuatan yang dilakukan
memenuhi unsur-unsur tindak pidana (strafbaarfeit). Hal ini sesuai dengan
pengertian tindak pidana, yaitu suatu perbuatan yang memenuhi syarat-
syarat tertentu, yang dilakukan oleh orang yang memungkinkan adanya
pemberian pidana.17
Unsur-unsur (strafbaarfeit) atau unsur-unsur tindak pidana menurut
Simonsialah:
a. Perbuatan manusia (positif atau negatif; berbuat atau tidak
berbuat atau membiarkan);
b. Diancam dengan pidana (strafbaar gesteld);
c. Melawan hukum (onrechtmatig);
15
Ibid.,hlm.38. 16
Lamintang, Dasar - Dasar Hukum Pidana Indonesia. Sinar Baru, Bandung, 1984. hlm.173-174. 17
Ibid., hlm.36.
Universitas Sumatera Utara
11
d. Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband staand);Oleh
orang yang mampu bertanggung jawab
(toerekeningsvatbaarpersoon)18
Menurut Lamintang, bahwa setiap tindak pidana dalam KUHP
pada umumnya dapat dijabarkan unsur-unsurnya menjadi dua macam,
yaitu unsur-unsur subyektif dan obyektif. Yang dimaksud dengan unsur-
unsur ”subyektif” adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku
atau yang berhubungan dengan diri si pelaku dan termasuk kedalamnya
yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Sedangkan yang
dimaksud dengan unsur ”obyektif” itu adalah unsur-unsur yang ada
hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu keadaan-keadaan di mana
tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan.
Pemidanaan merupakan bagian terpenting dalam hukum pidana,
karena merupakan puncak dari seluruh proses mempertanggung
jawabkan seseorang yang telah bersalah melakukan tindak pidana.19
Menurut Van Hamel arti dari pidana atau straf menurut hukum positif
adalah suatu penderitaan yang bersifat khusus, yang telah dijatuhkan
oleh kekuasaan yang berwenang untuk menjatuhkan pidana atas nama
Negara sebagai penanggung jawab dari ketertiban hukum umum bagi
seorang pelanggar, yakni semata-mata karena orang tersebut telah
melanggar suatu peraturan hukum yang harus ditegakkan oleh Negara.
Dari rumusan tersebut dapat diketahui bahwa pidana itu sebenarnya
18
Ibid.,hlm.32. 19
Chairul Huda, Tinjauan Kritis Terhadap Teori Pemisahan Tindak Pidana dan
Pertanggungjawaban Pidana,Jakarta, 2011.hlm.129.
Universitas Sumatera Utara
12
hanya merupakan suatu penderitaan atau suatu alat belaka.20
Menurut
Sudarto, kata pemidanaan itu adalah sinonim dengan kata
penghukuman. Penghukuman itu berasal dari kata dasar hukum,
sehingga dapat diartikan sebagai menetapkan hukum atau memutuskan
tentang hukumnya (berechten). Menetapkan hukum untuk suatu
peristiwa itu tidak hanya menyangkut bidang hukum pidana saja, akan
tetapi juga hukum perdata. Penghukuman itu adalah sinonim dengan
pemidanaan atau pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim.21
2. Tindak Pidana Pencurian
Salah satu bentuk kejahatan yang tercantum dalam Bukum
Kedua KUHP adalah tindak pidana pencurian yang secara khusus
diatur dalam Bab XXII Pasal 362 – 367 KUHP.Mengenai tindak
pidana pencurian ini ada salah satu pengkualifikasian dengan bentuk
pencurian dengan pemberatan, khususnya yang diatur dalam Pasal 363
dan 365 KUHP. Pencurian secara umum dirumuskan dalam Pasal 362
KUHP yang berbunyi sebagai berikut:
”Barangsiapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau
sebagaian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara
melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara
paling lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh
rupiah”.22
20
Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, Bandung,1984.hlm.47& 49. 21
Ibid. hlm.49. 22
Lamintang, Delik-Delik Khusus Kejahatan-Kejahatan Terhadap Kekayaan, Cetakan Pertama,
Sinar Baru, Bandung,1989,hlm.1.
Universitas Sumatera Utara
13
Kaitannya dengan masalah kejahatan pencurian, di Indonesia
mengenai tindak pidana pencurian diatur dalam KUHP, yang
dibedakan atas 5 (lima) macam pencurian:
a. Pencurian biasa (Pasal 362 KUHP)
Perumusan pencurian biasa diatur dalam Pasal 362 KUHP
yang menyatakan sebagai berikut : ”Barangsiapa mengambil
barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang
lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum,
diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama
lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah”.23
Berdasarkan rumusan tersebut di atas, maka unsur-
unsur tindak pidana pencurian (biasa) adalah sebagai berikut:
1) Unsur obyektif, yang meliputi unsur-unsur:
a) mengambil;
b) suatu barang; yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain
2) Unsur subyektif, yang meliputi unsur-unsur:
a) dengan maksud;
b) untuk memiliki barang/benda tersebut untuk dirinya sendiri;
c) secara melawan hukum.
b. Pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 KUHP)
Istilah ”pencurian dengan pemberatan” biasanya secara
doctrinal disebut sebagai ”pencurian yang dikualifikasikan”.
23
Moeljatno, Op. cit. 1985.hlm.128.
Universitas Sumatera Utara
14
Pencurian yang dikualifikasikan ini menunjuk pada suatu
pencurian yang dilakukan dengan cara-cara tertentu atau dalam
keadaan tertentu, sehingga bersifat lebih berat dan karenanya
diancam dengan pidana yang lebih berat pula dari pencurian biasa.
Oleh karena pencurian yang dikualifikasikan tersebut merupakan
pencurian yang dilakukan dengan cara-cara tertentu dan dalam
keadaan tertentu yang bersifat memberatkan, maka pembuktian
terhadap unsur-unsur tindak pidana pencurian dengan pemberatan
harus diawali dengan membuktikan pencurian dalam bentuk
pokoknya. Berdasarkan rumusan yang terdapat dalam Pasal 363
KUHP, maka unsur-unsur tindak pidana pencurian dengan
pemberatan adalah:
1) Unsur-unsur pencurian Pasal 362 KUHP
2) Unsur yang memberatkan, dalam Pasal 363 KUHP
yang meliputi:
a) Pencurian ternak (Pasal 363 ayat (1) ke-1
KUHP);
b) Pencurian pada waktu ada kebakaran,
peletusan, banjir, gempa bumi atau
gempa laut, peletusan gunung api,
kapal karam, kapal terdampar,
kecelakaan kereta api, huru-hara,
pemberontakan, atau bahaya perang
(Pasal 363 ayat (1) ke-2 KUHP);
Universitas Sumatera Utara
15
c) Pencurian di waktu waktu malam
dalam sebuah rumah atau pekarangan
tertutup yang ada rumahnya, yang
dilakukan oleh orang yang adanya
disitu tidak diketahui atau tidak
dikehendaki oleh yang berhak (Pasal
363 ayat (1) ke-3 KUHP);
c. Pencurian ringan (Pasal 364 KUHP)
Pencurian ringan adalah pencurian yang memiliki unsur-
unsur dari pencurian di dalam bentuknya yang pokok, yang karena
ditambah dengan unsur-unsur lain (yang meringankan), ancaman
pidananya menjadi diperingan. Perumusan pencurian ringan diatur
dalam Pasal 364 KUHP yang menyatakan:
”Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 362 dan pasal 363 ke-4,
begitupun perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 363 ke-5,
apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan
tertutup yang ada rumahnya, jika harga barang yang dicuri tidak
lebih dari puluh lima rupiah, dikenai, karena pencurian ringan,
pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak
enam puluh rupiah”.
Berdasarkan rumusan pada Pasal 364 KUHP di atas, maka
unsur-unsur dalam pencurian ringan adalah:
1) Pencurian dalam bentuknya yang pokok (Pasal 362 KUHP);
Universitas Sumatera Utara
16
2) Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara
bersama-sama (Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP);
3) Pencurian yang dilakukan dengan membongkar, merusak
atau memanjat, dengan anak kunci, perintah palsu atau
seragam palsu;
4) Tidak dilakukan dalam sebuah rumah;
5) Tidak dilakukan dalam pekarangan tertutup yang ada rumahnya;
dan
6) Apabila harga barang yang dicurinya itu tidak lebih dari
dua puluh lima rupiah.
d. Pencurian dengan kekerasan (Pasal 365 KUHP)
Jenis pencurian yang diatur dalam Pasal 365 KUHP lazim disebut
dengan istilah ”pencurian dengan kekerasan” atau populer dengan
istilah
”curas”. Ketentuan Pasal 365 KUHP selengkapnya adalah sebagai
berikut:
1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan
tahun, pencurian yang didahului, disertai atau diikuti
dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap
orang, dengan maksud untuk mempersiapkan atau
mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap
tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau
peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang
dicurinya.
Universitas Sumatera Utara
17
2) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun:
ke-1 jika perbuatan dilakukan pada malam hari dalam
sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada
rumahnya, dijalan umum, atau dalam kereta api
atau trem yang sedang berjalan;
ke-2 jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih
dengan bersekutu;
ke-3 jika masuknya ke tempat melakukan kejahatan,
dengan merusak atau memanjat atau dengan
memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau
pakaian seragam palsu;
ke-4 jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat.
3) Jika perbuatan mengakibatkan mati, maka dikenakan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.24
e. Pencurian dalam keluarga (Pasal 367 KUHP)
Pencurian sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 367 KUHP
ini merupakan pencurian di kalangan keluarga. Artinya baik pelaku
maupun korbannya masih dalam satu keluarga. Pencurian dalam Pasal
367 KUHP akan terjadi apabila seorang suami atau istri melakukan
(sendiri) atau membantu (orang lain) pencurian terhadap harta benda
isteri atau suaminya.
Berdasarkan ketentuan Pasal 367 ayat (1) KUHP apabila suami
– isteri tersebut masih dalam ikatan perkawinan yang utuh, tidak
24
Ibid,hlm.130.
Universitas Sumatera Utara
18
terpisah meja atau tempat tidur juga tidak terpisah harta kekayannya,
maka pencurian atau membantu pencurian yang dilakukan oleh
mereka mutlak tidak dapat dilakukan penuntutan. Tetapi apabila
dalam pencurian yang dilakukan oleh suami atau isteri terhadap harta
benda isteri atau suami ada orang lain (bukan sebagai anggota
keluarga) baik sebagai pelaku maupun sebagai pembantu, maka
terhadap orang ini tetap dapat dilakukan penuntutan, sekalipun tidak
ada pengaduan.25
3. Tindak Pidana Pencurian Pemberatan
Pencurian yang diatur dalam Pasal 363 KUHP dan Pasal 365
KUHP dinamakan pencurian dengan kualifikasi (gequalificeerd diefstal).
WirjonoProdjodikoro menerjemahkan dengan ”pencurian khusus”
sebab pencuriantersebut dilakukan dengan cara tertentu. Istilah yang
dirasa tepat adalah yang digunakan oleh R. Soesilo (dalam bukunya Kitab
Undang-undang Hukum Pidana) yaitu ”pencurian dengan pemberatan”
sebab dari istilah tersebut sekaligus dapat dilihat, bahwa karena sifatnya
maka pencurian itu diperberat ancaman pidananya.26
Kata ”pencurian” dalam rumusan pencurian dengan kualifikasi
seperti yang diatur dalam Pasal 363 KUHP dan Pasal 365 KUHP tersebut
mempunyai arti yang sama dengan kata ”pencurian” sebagai pencurian
dalam bentuk pokok yang dirumuskan dalam Pasal 362 KUHP, dengan
25
Moeljatno, Loc. Cit. 26
Hermien Hediati Koeswadji, Op. cit. 1984.hlm. 25.
Universitas Sumatera Utara
19
demikian antara pencurian dengan pemberatan dan pencurian biasa
mempunyai unsur-unsur yang sama,
yaitu:
a. Unsur subyektif
Dengan maksud untuk menguasai benda tersebut secara
melawan hukum.
b. Unsur obyektif
1) barangsiapa
2) mengambil
Sebuah benda Yang sebagaian atau seluruhnya kepunyaan orang
lain. 80
Menurut Moch. Anwar, mengenai pencurian dengan
pemberatan, berpendapat sebagai berikut : ”Perumusan Pasal 363
ayat (1) KUHP menunjukkan pencurian yang gequqlificeerd atas
pencurian dalam bentuk pokok sebagaimana dirumuskan dalam
Pasal 362 KUHP adalah karena hanya disebut nama kejahatannya
saja yaitu pencurian, ditambah unsur lain yang memberatkan”.27
Lebih lanjut tentang pencurian dengan pemberatan
Sudradjat Bassar mengemukakan bahwa ”Pencurian ini termasuk
pencurian istimewa maksudnya suatu pencurian dengan cara-cara
bersifat lebih berat dan diancam dengan hukuman yang
27
Moch.Anwar, Op. cit. 1989.hlm.20.
Universitas Sumatera Utara
20
maksimalnya lebih tinggi, yaitu lebih dari hukuman penjara lima
tahun”.28
Karena mengenai kata ”pencurian” di dalam rumusan Pasal 363
KUHP itu dipandang sudah cukup diartikan sebagai ”pencurian dalam
bentuk pokok”, maka untuk selanjutnya akan dibicarakan unsur-unsur
selebihnya yang pada umumnya merupakan ”unsur-unsur yang
memberatkan”. Unsur-unsur yang memberatkan pidana, dalam doktrin
juga sering disebut sebagai ”strafverzwarevde omstandigheden” atau
”keadaan-keadaan yang memberatkan pidana”. Keadaan-keadaan yang
memberatkan pidana di dalam putusan tindak pidana yang diatur dalam
Pasal 363 KUHP dan Pasal 365 KUHP itu oleh Van Bemmelen dan Van
Hattum disebut sebagai ”objectiefverzwarende omstandigheden” atau
”keadaan-keadaan yang memberatkan secara obyektif”, yang berlaku bagi
setiap ”peserta” dalam tindak pidana.29
Tindak pidana pencurian yang diatur dalam Pasal 365 KUHP itu
juga merupakan suatu ”gequalificeerde diefstal” atau suatu pencurian
dengan kualifikasi ataupun merupakan suatu pencurian dengan unsur-
unsur yang memberatkan. Dengan demikian maka yang diatur dalam
Pasal 365 KUHP itu sesungguhnya hanyalah ”satu kejahatan” dan bukan
”dua kejahatan” yang terdiri dari kejahatan ”pencurian” dan kejahatan
”pemakaian kekerasan terhadap orang”, ataupun bukan merupakan suatu
28
Sudradjat Bassar, Op. Cit.,1986. hlm.68. 29
Lamintang.Op. cit.1989.hlm.48.
Universitas Sumatera Utara
21
”samenloop” dari kejahatan ”pencurian” dengan kejahatan ”pemakaian
kekerasan terhadap orang”.30
Kekerasan atau ancaman kekerasan itu harus ditujukan
kepada orang-orang, akan tetapi tidaklah perlu bahwa orang
tersebut merupakan pemilik dari benda yang akan dicuri atau telah
dicuri.31
Menurut pendapat Simons, kekerasan itu tidaklah perlu
merupakan sarana atau cara untuk melakukan pencurian,
melainkan cukup jika kekerasan tersebut tercaji
”sebelum”,”selama” dan ”sesudah” pencurian itu dilakukan dengan
maksud seperti yang dikatakan di dalam rumusan Pasal 365 ayat
(1) KUHP, yaitu:
1) untuk mempersiapkan atau untuk memudahkan pencurian yang
akan dilakukan;
2) jika kejahatan yang mereka lakukan itu ”o pheterdaad betrap” atau
”diketahui pada waktu sedang dilakukan”, untuk memungkinkan
dirinya sendiri atau lain-lain peserta kejahatan dapat melarikan diri;
3) untuk menjamin tetap dikuasainya benda yang telah mereka curi.32
Unsur-unsur yang memberatkan pidana pada tindak pidana
pencurian yang diatur dalam Pasal 365 ayat (2) KUHP menurut
Moch. Anwar adalah sebagai berikut:
”Pencurian yang dirumuskan adalah Pasal 365 ayat (1) KUHP
dengan disertai masalah-masalah yang memberatkan yaitu:
30
Ibid.,hlm.52. 31
Ibid.,hlm.55. 32
Lamintang, Loc. Cit.,1989.
Universitas Sumatera Utara
22
ke- 1 - pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan
tertutup di mana berdiri sebuah rumah: di jalan umum;
ke-1 di dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan;
ke-2 dilakukan bersama-sama oleh 2 orang atau lebih;
ke-3 yang bersalah memasuki tempat kejahatan dengan cara
membongkar, memanjat, anak kunci palsu,perintah palsu,
pakaian jabatan palsu”.33
Mengenai apa yang dimaksud dengan jalan umum sebagai
salah satu unsur yang terdapat dalam Pasal 365 ayat (2) sub 1
KUHP menurut R. Soesilo, adalah sebagai berikut : ”Jalan umum
adalah semua jalan, baik mlik pemerintah maupun partikelir, asal
dipergunakan untuk umum (siapa saja boleh berjalan di situ).
Dalam Pasal 365 ayat (3) KUHP disebutkan apabila perbuatan
pencurian dengan kekerasan ini menimbulkan matinya orang.
Dalam ayat ini matinya orang lain merupakan akibat yang timbul
karena penggunaan kekerasan dan kematian di sini bukan
dimaksudkan oleh si pembuat. Apabila kematian ifu dimaksud
(diniafi) oleh si pembuat maka ia dikenakan Pasal 339 KUHP.34
Alasan memberatkan hukuman terhadap pencurian di jalan umum,
dikereta api yang sedang berjalan, mobil atau bus umum seperti
termuat dalam Pasal 365 ayaf (2) KUHP adalah karena pada
33
Moch. Anwar,.Op. cit.1986, hlm.27.
34R. Soesilo, Op. cit.1986, hlm.254.
Universitas Sumatera Utara
23
tempat-tempat tadi korban tidak mudah mendapat pertolongan dari
orang lain.35
Dengan melihat pengertian dan unsur-unsur yang
terdapaftdalam Pasal 365 KUHP ini dapat dikatakan bahwa pasal
tersebut merupakan pembatasan antara delik harta benda
(vermogens delict) dan delik terhadap nyawa (levensdelict).Lebih-
lebih apabila kejahatan tersebut mengakibatkan matinya seseorang
yang menurut KUHP Indonesia diancam dengan hukuman mati,
sedangkan menuruf WvS Nederland hanya ancaman penjara
selama-lamanya 15 fahun.36
G. Metode Penelitian
1. Spesifikasi penelitian
Spesifikasi penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian yang
dilakukan adalah metode penelitian hukum Yuridis Normatif dinamakan juga
dengan penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian normatif data sekunder
sebagai sumber/bahan informasi dapat merupakan bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder dan bahan hukum tirtier. Pelaksanaan penelitian normatif secara
garis besar ditujukan kepada:37
a. Penelitian terhadap asas-asas hukum.
b. Penelitian terhadap sistematika hukum.
c. Penelitian terhadap sinkronisasi hukum.
35
Sudradjaf Bassar, Op. cit. 1986.hlm.72. 36
Hermien Hediafi Koeswadji, Op. cit.,1984.hlm.44. 37
Ediwarman.Monograf Metodologi Penelitian Hukum Panduan penulisan skripsi, Tesis dan
Disertasi, PT. Sofmedia, Medan, 2015, hlm.94.
Universitas Sumatera Utara
24
d. Penelitian terhadap sejarah hukum.
e. Penelitian terhadap perbandingan hukum.
Dalam hal penelitian hukum normatif, dilakukan penelitian terhadap
peraturan perundang-undangan dan berbagai literature yang berkatian dengan
permasalahan skripsi ini.
2. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan Yuridis Normatif.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian penulis dalam menyusun skripsi adalah
Pengadilan Negeri Medan karena mengingat banyak terjadinya tindak
pidana pencurian dalam keadaan memberatkan.
4. Alat Pengumpulan Data
Pada umumnya para peneliti menggunakan alat pengumpulan data
berupa :
Studi Kepustakaan/studi dokumen (documentary study)
Wawancara (interview)
Daftar pertanyaan (questioner angket)
Pengamatan (observasi)
Alat pengumpulan data dalam penelitian ini berupa studi
kepustakaan/studi dokumen (Documentary Study) yaitu dengan melakukan
peneltian terhadap data sekunder yang meliputi Peraturan-peraturan Nasional
yang berhubungan dengan tulisan ini, Yurisprudensi yaitu putusan Pengadilan
Universitas Sumatera Utara
25
Negeri Medan, serta penelitian terhadap Bahan Sekunder, yang meliputi
karya penelitian, karya dari kalangan hukum lainnya, dan hasil penelitian, dan
bahan-bahan penunjang yang mencakup bahan-bahan yang memberi
petunjuk-petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
sekunder, seperti kamus hukum dan sebagainya.
5. Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data
Prosedur pengambilan dan pengumpulan data diperoleh dengan cara
melakukan studi kepustakaan (library research) dengan tujuan mencari
konsep-konsep, teori-teori, pendapat-pendapat atau penemuan-penemuan
yang relevan dengan pokok permasalahan melalui peraturan perundang-
undangan yang mengatur tindak pidana pencurian dalam keadaan
memberatkan.
6. Analisis Data
Tekhnik analisis data yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah
menggunakan deskriptif analisis yaitu data yang diperoleh kemudian
disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk
mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas. Analisa kualitatif adalah
menganalisa secara lengkap dan komperehensif keseluruhan data sekunder
yang diperoleh sehingga dapat menjawab permasalahan-permasalahan
dalam penulisan hukum ini.
H. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini di bagi menjadi 5 (lima) bab, yaitu:
BAB I : PENDAHULUAN
Universitas Sumatera Utara
26
Bab ini akan dimulai dengan memaparkan latar belakang
penulisan,perumusan masalah, tujuan dan manfaat tulisan, keaslian
penulisan, tinjauan pustaka, metode penulisan, dan sistematika Penulisan
yang dilakukan dalam penulisan skripsi.
BAB II :PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA PENCURIAN
PEMBERATAN
Bab ini berisi pengaturan hukum tindak pidana pencurian
pemberatan yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP). Dalam bab ini di bahas beberapa jenis pencurian serta sangsi
bagi masing-masing tindak pidananya.
BAB III :PERTANGGUNG JAWABAN PELAKU TINDAK PIDANA
PENCURIAN PEMBERATAN
Dalam bab ini dijelaskan beberapa sub bab mengenai pertanggung
jawaban pidana pencurian pemberatan, asas kesalahan yang terdapat dalam
hukum pidana,yaitu kelalaian dan kesengajaan.
BAB IV :ANALISIS YURIDIS TERHADAP PELAKU TINDAK
PIDANA PENCURIAN PEMBERATAN TERHADAP PUTUSAN NO :
1240/Pid.B/2016/PN-MDN
BAB V : PENUTUP
Bab ini adalah bab terakhir yang terdapat dalam skripsi ini dan juga
sekaligus sebagai bab penutup. Bab ini berisi kesimpulan dan saran
terhadap bab-bab sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Sumatera Utara
27
BAB II
PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA PENCURIAN
PEBERATAN
A. Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Pencurian dengan pemberatan, maksudnya adalah pencurian
biasa yangdiatur dalam pasal 362 disertai dalam keadaan
memberatkan. Pencurian biasa yang diatur dalam pasal 362 KUHP
memiliki pengertian yaitu :38
“Barang siapa mengambil sesuatu barang yang sama sekali atau
sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan
memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum, karena
pencurian dengan hukuman penjara, selama -lamanya lima tahun
atau sebanyak-banyaknya Rp.900- (K.U.H.P. 35, 364, 366, 486)”
Pasal 362 ini merupakan bentuk pokok dari pencurian, dengan unsur-
unsuryaitu :39
1. Obyektif
a. Mengambil
b. Barang
c. Yang seluruhnya atau sebahagian kepunyaan
orang lain
38
R.Soesilo, Loc.Cit 39
Mochamad Anwar. Hukum Pidana Bagian Khusus, KUHP Buku II. Bandung : 1980, hlm.7.
Universitas Sumatera Utara
28
2. Subyektif
a. Dengan maksud
b. Untuk memiliki
c. Secara melawan hukum.
A.d.1. Mengambil
Mengambil semula diartikan memindahkan barang dari tempat
semula ke tempat lain. Ini berarti membawa barang dibawah
kekuasaannya yang nyata.Perbuatan mengambil berarti perbuatan yang
mengakibatkan barang dibawah kekuasaan yang melakukan atau yang
mengakibatkan barang berada diluar kekuasaan pemiliknya.40
A.d.2. Barang yang seluruhnya atau sebahagian kepunyaan orang
lain.
Pengertian barang telah mengalami juga proses
perkembangannya. Dari arti barang yang berjudul menjadi setiap
barang menjadi bagian dari kekayaan. Semula barang ditafsirkan
sebagai barang-barang yang berwujud dan dapat dipindahkan (barang
bergerak). Tetapi kemudian ditafsirkan sebagai setiap bahagian dari
harta benda seorang. Dengan demikian barang itu harus ditafsirkan
sebagai sesuatu yang mempunyai nilai didalam kehidupan ekonomi
dari seseorang. Perubahan pendapat ini disebabkan dengan peristiwa
pencurian aliran listrik, dimana aliran listrik termasuk pengertian
barang yang dapat menjadi obyek pencurian. Barang harus selurunya
atau sebahagian kepunyaan orang lain. Barang tidak perlu kepunyaan
40
Ibid
Universitas Sumatera Utara
29
orang lain pada keseluruhannya, sedangkan sebahagian dari barang
saja dapat menjadi obyek pencurian. Jadi sebahagian lagi adalah
kepunyaan pelaku sendiri. Barang yang tidak ada pemiliknya tidak
dapat dijadikan obyek pencurian, yaitu barang-brang dalam keadaan
res nullius dan res derelictae.41
A.d.3. Dengan Maksud Untuk Memiliki Barang Bagi Diri Sendiri
SecaraMelawan Hukum Dengan Maksud.
Istilah ini terwujud dalam kehendak, keinginan atau tujuan dari
pelaku untuk memiliki barang secara melawan hukum.42
A.d.4. Melawan Hukum.
Perbuatan memiliki yang dikehendaki tanpa hak atau
kekuasaan sendiri dari pelaku. Pelaku harus sadar, bahwa barang yang
diambilnya adalah milik orang lain.43
A.d.5. Memiliki Barang Bagi Diri Sendiri.
Memiliki bagi diri sendiri adalah setiap perbuatan penguasaan
atas barang tersebut, melakukan tindakan atas barang itu seakan-akan
pemiliknya, sedangkan ia bukan pemiliknya.
Maksud memiliki barang bagi diri sendiri itu terwujud dalam
berbagai jenis perbuatan, yaitu menjual, memakai, memberikan kepada
orang lain, menggadaikan, menukarkan, merubahnya, dan sebagainya.
Pendeknya setiap penggunaan atas barang yang dilakukan pelaku
seakan-akan pemilik, sedangkan ia bukan pemilik.
41
Ibid, halaman.18. 42
Ibid, halaman.19. 43
Ibid
Universitas Sumatera Utara
30
Maksud untuk memiliki barang itu tidak perlu terlaksana,
cukup apabila maksud itu ada.Meskipun barang itu belum sempat
dipergunakan, misalnya sudah tertangkap dulu, karena kejahatan
pencurian telah selesai terlaksana dengan selesainya perbuatan
mengambil barang.44
B. Pasal 363 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Pencurian dengan pemberatan memiliki unsur-unsur pencurian
biasa yang pokok, pencurian dengan pemberatan merupakan
(gequalificeerde diefstal) yang diterjemahkan sebagai pencurian husus
dimaksudnka sebagai suatu pencurian dengan cara tertentu dan bersifat
lebih berat.45
Pencurian dengan pemberatan diatur dalam pasal 363 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana yaitu :
1. Dipidana dengan penjara selama-lamanya tujuh tahun :46
a. Pencurian ternak.
b. Pencurian pada waktu kebakaran, peletusan, banjir, gempa
bumi atau gempa laut, peletusan gunung berapi, kapal karam
terdampar, kecelakaan kereta-api, huru-hara, pemberontakan
atau bahaya perang.
c. Pencurian waktu malam dalam sebuah rumah atau di
perkarangan tertutup yang ada rumahnya, dilakukan oleh orang
44
Ibid, hlm.20. 45
Wirjono Prodjodikoro¸ Op.Cit., hlm.19. 46
R.Sugandhi. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana K.U.H.P enganPenjelasannya.Surabaya :
Usaha Nasional,1981. hlm.377.
Universitas Sumatera Utara
31
yang ada di situ tiada dengan setahunya atau tiada dengan
kemauannya yang berhak.
d. Pencurian dilakukan oleh dua orang atau lebih bersama-sama.
e. Pencurian yang dilakukan, untuk dapat masuk ke tempat
kejahatan atau untuk dapat mengambil barang yang akan dicuri
itu dengan jalan membongkar, memecah atau memanjat atau
memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian-
pakaian palsu.
2. Jika pencurian yang diterangkan dalam No. 3 disertai dengan salah
satu hal yang diterangkan dalam No. 4 dan 5, maka dijatuhkan
pidana penjara selama - lamanya Sembilan tahun.
Dengan begitu pencurian dalam pasal tersebut dinamakan
“pencurian berat” dan ancaman hukumannya pun lebih berat.
(1) Pencurian ternak, hewan sebagaimana diatur diterangkan dalam
pasal 101 ialah semua jenis binatang yang memamah biak (kerbau
lembu, kambing dan sebagainya), binatang yang berkuku satu
(kuda, keledai) dan babi. Anjing, kucing ayam, itik dan angsa tidak
termasuk hewan, karena tidak memamah biak, tidak berkuku satu
dan bukan pula sejenis babi47
(2) Jika dilakukan pada waktu sedang terjadi bermacam-macam
bencana, seperti kebakaran, peletusa, banjir, gempa bumi atau
gempa laut, peletusan gunung berapi, kapal karam, kecelakaan
47
Ibid, hlm.378.
Universitas Sumatera Utara
32
kereta api, huru-hara pemberontakan atau bahaya perang.pencurian
yang dilakukan dalam waktu seperti ini diancam hukuman lebih
berat, karena pada waktu semua sedang menyelamatkan jiwa dan
raganya serta harta bendanya, si pelaku mempergunakan
kesempatan itu untuk melakukan kejahatan, yang menandakan
bahwa orang itu adalah rendah budinya.48
Pencurian yang dilakukan dalam waktu seperti ini perlu
dibuktikan, bahwa antara terjadinya bencana dengan pencurian itu
ada kaitan yang erat, sehingga dapat dikatakan bahwa pencuri
tersebut mempergunakan kesempatan itu untuk mencuri, berbeda
halnya seorang pencuri di dalam sebuah rumahbagian kota, yang
kebetulan saja di bahagian kota itu terjadi kebakaran. Tindak
pidana ini tidak dapat digolongkan dengan pencurian yang
dimaksud oleh pasal ini, karena disini pencuri tidak sengaja
menggunakan kesempatan peristiwa kebakaran yang terjadi waktu
itu.
(3) Pada waktu malam di dalam sebuah rumah atau perkarangan
tertutup yang ada rumahnya dilakukan oleh orang yang berada di
situ tanpa setahu atau tanpa izin yang berhak. Waktu malam
sebagaimana dimaksud oleh pasal 98, adalah waktu antara
matahari terbenam dan terbit kembali. Pengertian rumah di sini
ialah bangunan yang dipergunakan sebagai tempat tinggal siang
dan malam. Gudang dan toko yang didiami pada waktu siang dan
48
Ibid, hlm.379.
Universitas Sumatera Utara
33
malam, tidak termasuk pengertian rumah. Sebaliknya gubug,
garbing, kereta-api dan petak-petak kamar di dalam perahu, apabila
didiami siang dan malam, termasuk dalam pengertian rumah.
Perkarangan tertutup disini ialah dataran tanah yang pada
disekelilingnya ada pagarnya (tembok, bambu, pagar tumbuh-
tumbuhan yang hidup) dan tanda-tanda lain yang dapat dianggap
sebagai batas. Untuk dapat dituntut dengan pasal ini si pelaku pada
waktu melakukan pencurian itu harus masuk ke dalam rumah atau
perkarangan tersebut. Apabila hanya menggaet saja dari jendela,
tidak dapat digolongkan dengan pencurian dimaksud di sini.49
(4) Jika dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama -sama.
Supaya dapat dituntut menurut pasal ini, maka dua orang (atau
lebih) itu harus bertindak bersama-sama sebagaiana dimaksud oleh
pasal 55, dan tidak seperti halnya yang dimaksud oleh pasal 56,
yakni yang seorang bertindak, sedang seorang lainnya hanya
sebagai pembantu saja.50
(5) Masuk ke tempat kejahatan atau untuk dapat mengambil barang
yang akan dicuri itu, pencurian tersebut dilakukan dengan jalan
membongkar, memecah, memanjat atau memakai anak kunci
palsu, perintah palsu atau pakaian palsu. Membongkar ialah
mengadakan perusakan yang agak besar, misalnya membongkar
tembok, pintu dan jendela dan sebagainya. Dalam hal ini harus ada
sesuatu yang rusak, pecah dan sebagainya. Apabila pencuri hanya
49
Ibid
50Ibid, hlm.380.
Universitas Sumatera Utara
34
mengangkat daun pintu dari engselnya dan tidak terdapat
kerusakan apa-apa, tidak dapat diartikan “membongkar”.
Memecah ialah membuat kerusakan yang agak ringan, misalnya
memcah kaca jendela dan sebagainya. Memanjat, dalam pasal 99
KUHP adalah ke dalam rumah dengan melalui lubang yang sudah
ada tetapi tidak untuk tempat orang lalu, atau dengan melalui
lubang dalam tanah yang sengaja digali, demikian juga melalui
selokan atau parit, yang gunanya sebagai penutup jalan.
Anak kunci palsu , dalam pasal 100 KUHP adalah segala macam
anak kunci yang tidak diperuntukan membuka kunci dari sesuatu
barang yang dapat dikunci, seerti lemari, peti dan sebagainya, oleh
yang berhak atas barang itu. Demikian juga anak kunci duplikat
yang penggunaannya bukan oleh yang berhak, dapat dikatakan
anak kunci palsu. Anak kunci asli yang telah hilang dari tangan
yang berhak, apabila orang yang berhak itu telah membuat anak
kunci lain untuk membuka kunci tersebut, dapat dikatakan pula
anak kunci palsu. Dalam sebutan anak kunci palsu menurut pasal
100 ini, termasuk juga sekalian perkakas, walaupun bentuk tidak
menyerupai anak kunci, misalnya kawat atau paku yang lazimnya
tidak untuk membuka kunci, apabila alat itu digunakan oleh
pencuri untuk membuka kunci, masuk pula dalam sebutan anak
kunci palsu. Perintah palsu ialah perintah yang dibuat sedemikian
rupa, seolah-olah perintah itu asli dan dikeluarkan oleh yang
berwajib, padahal tidak asli.Pakaian palsu ialah pakaian yang
Universitas Sumatera Utara
35
dikenakan oleh orang yang tidak berhak itu. Misalnya seorang
pencuri yang mengenakan pakaian seragam polisi dapat masuk ke
dalam rumah seseorang, kemudian mencuri barang.Pakaian palsu
di sini tidak saja pakaian jabatan pemerintah, tetapi boleh juga
pakaian seragam perusahaan swasta.51
(6) Dalam ayat 1 sub (5) pasal ini antara lain dikatakan bahwa
untuk dapat masuk ke tempat kejahatan itu pencuri tersebut
melakukan perbuatan dengan jalan membongkar. Bukan yang
diartikan jalan untuk ke luar. Jadi apabila si pencuri di dalam
rumah sejak petang hari ketika pintu-pintu rumah itu sedang
dibuka, kemudian ke luar pada malam harinya, setelah para
penghuni rumah itu tidur nyenyak, dengan jalan membongkar,
tidak dapat digolongkan dengan pencurian yang dimaksudkan
di sini.52
C. Sanksi
Dari pengertian hukum pidana (pemidanaan) yang lebih sempit
menjadi pidana di samping penindakan dan kebijaksanaan maka hukum
pidana dapat disebut sebagai Hukum Sanksi. Pengertian sanksi dalam
pembahasan ini adalah yang berupa penderitaan, nestapa, atau segala
sesuatu yang tidak menguntungkan secara jasmani. Penjatuhan tentang
penderitaan, nestapa atau segala sesuatu yang tidak menguntungkan tadi,
akan dirasakan kepada setiap orang yang karena perbuatannya telah
51
Ibid
52Ibid, hlm.381.
Universitas Sumatera Utara
36
dinyatakan sebagai pihak yang merampas kemerdekaan orang lain.
Penentuan apakah seseorang itu telah dinyatakan sebagai pihak yang
merampas kemerdekaan orang lain dinyatakan di dalam putusan hakim.
Mengenai putusan hakim yang melegalkan sesuatu yang tidak legal itu
sering disebut sebagai putusan yang condemnatoir, yaitu putusan hakim
yang berisi penghukuman kepada salah satu pihak.53
Menurut Sudarto, sanksi atau pemidanaan itu kerap kali disebut
penghukuman. Penghukuman berasal dari kata dasar hukum, sehingga
dapat diartikan sebagai menetapkan hukum atau memutuskan tentang
hukumnya (berechten). Penghukuman dalam perkara pidana, sinonim
dengan pemidanaan atau pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim.54
Berikut beberapa Teori Pemidanaan,55
1. Teori Absolut
Dasar dari pijakan teori ini adalah pembalasan. Inilah dasar
pembenar dari penjatuhan penderitaan berupa pidana itu pada penjahat.
Negara berhak menjatuhkan pidana karena penjahat tersebut telah
melakukan penyerangan dan perkosaan pada hak dan kepentingan
umum (pribadi, masyarakat atau negara) yang telah dilindungi. Oleh
karena itu, ia harus diberikan pidana yang setimpal dengan perbuatan
(berupa kejahatan) yang dilakukannya. Penjatuhan pidana yang pada
dasarnya penderitaan pada penjahat dibenarkan karena penjahat telah
53
Waluyadi.Hukum Pidana Indonesia.Jakarta : Djambatan,2003. hlm.29.
54Abul Khair Dan Mohammad Ekaputra. Pemidanaan.Medan : USU Press,Medan, 2011.
hlm.7. 55
Adami Chazawi. Pelajaran Hukum Pidana 1. Jakarta : PTRajaGrafindo Persada,2002. hlm. 157.
Universitas Sumatera Utara
37
membuat penderitaan bagi orang lain. Setiap kejahatan tidak boleh
dan tidak harus diikuti oleh pidana bagi pembuatnya, tidak dilihat
akibat-akibat apa yang dapat timbul dari penjatuhan pidana itu, tidak
memperhatikan masa depan, baik terhadap diri penjahat maupun
masyarakat. Menjatuhkan pidana tidak dimaksudkan untuk mencapai
sesuatu yang praktis, tetapi bermaksud satu-satunya memberikan
penderitaan bagi penjahat.
2. Teori Relatif atau Teori Tujuan
Teori relatif atau teori tujuan berpokok pangkal pada dasar
bahwa pidana adalah alat untuk menegakkan tata tertib (hukum) dalam
masyarakat. Tujuan pidana ialah tata tertib masyarakat, dan untuk
menegakan tata tertib itu diperlukan pidana.
Pidana adalah alat untuk mencegah timbulnya suatu kejahatan,
dengan tujuan agar tata tertib masyarakat tetap terpelihara. Ditinjau
dari sudut pertahanan masyarakat itu tadi, pidana merupakan sesuatu
yang perlu diadakan (noodzakelijk).
Untuk mencapai tujuan ketertiban masyarakat tadi, maka pidana itu
mempunyai tiga macam sifat, yaitu:56
a. Bersifat menakuti-nakuti
b. Bersifat memperbaiki
c. Bersifat membinasakan
Oleh sebab itu terbagi menjadi 2 (dua) macam teori, yaitu:57
56
Ibid, hlm.162.
57Ibid.
Universitas Sumatera Utara
38
1) Teori pencegahan umum
Pidana yang dijatuhkan pada penjahat ditujukan agar
orang-orang (umum) menjadi takut untuk berbuat
kejahatan. Penjahat yang dijatuhi pidana itu dijadian contoh
oleh masyarakat agar masyarakat tidak meniru dan
melakukan pebuatan yang serupa dengan penjahat itu.
2) Teori pencegahan khusus
Tujuan pidana ialah mencegah pelaku kejahatan yang
dipidana agar ia tidak mengulang lagi kejahatan, dan
mencegah agar orang yang telah berniat buruk untuk tidak
mewujudkan niatnya itu ke dalam bentuk perbuatan nyata.
Tujuan ini dapat dicapai dengan jalan menjatuhkan pidana,
yang sifatnya terbagi dalam 3 (tiga) bentuk, yaitu:58
a) Menakuti-nakutinya
b) Memperbaikinya, dan
c) Membuatnya menjadi tidak berdaya
Menakut-nakuti ialah bahwa pidana harus dapat memberi rasa
takut bagi orang-orang tertentu yang masih ada rasa takut agar ia tidak
lagi mengulangi kejahatan yang dilakukannya. Akan tetapi, ada juga
orang-orang tertentu yang tidak lagi merasa takut untuk mengulangi
kejahatan yang pernah dilakukannya, pidana yang dijatuhkan kepada
orang yang seperti ini haruslah bersifat memperbaikinya. Sementara
itu, orang-orang yang ternyata tidak dapat diperbaiki lagi, pidana yang
58
Ibid, hlm.165.
Universitas Sumatera Utara
39
dijatuhkan terhadapnya haruslah bersifat membuatnya tidak berdaya
atau bersifat membinasakan.
3. Teori Gabungan
Teori gabungan ini mendasarkan pidana pada asas pembalasan
dan asas pertahanan tata tertib masyarakat, dengan kata lain dua alasan
itu menjadi dasar dari penjatuhan pidana. Teori gabungan ini dapat
dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai berikut :59
a. Teori gabungan yang mengutamakan pembalasan, tetapi
pembalasan tidak boleh melampaui batas dari apa yang perlu dan
cukup untuk dapat dipertahankanya tata tertib masyarakat.
b. Teori gabungan yang mengutamakan perlindungan tata tertib
masyarakat, tetapi penderitaan atas dijatuhinya pidana tidak boleh
lebih berat daripada perbuatan yang dilakukan terpidana.
Ted Honderich berpendapat, bahwa pemidanaan harus memuat tiga
unsurberikut :60
a. Pemidanaan harus mengandung semacam kehilangan (deprivation)
atau kesengsaraan (distress) yang biasanya secara wajar
dirumuskan dari tindakan pemidanaan. Unsur pertama ini pada
dasarnya merupakan kerugian atau kejahatan yang diderita subjek
yang menjadi korban sebagai akibat dari tindakan sadar subjek lain.
Secara actual, tindakan subjek lain dianggap salah bukan saja
59
Ibid. hlm.166.
60Abul Khair Dan Mohammad Ekaputra, Op.cit, hlm.10.
Universitas Sumatera Utara
40
karena mengakibatkan penderitaan bagi orang lain, tetapi juga
karena melawan hukum yang berlaku secara sah.
b. Setiap pemidanaan harus datang dari institusi yang berwenang
secara hukum pula. Jadi, pemidanaan tidak merupakan konsekuensi
alamiah suatu tindakan, melainkan sebagai hasil keputusan pelaku-
pelaku personal suatu lembaga yang berkuasa. Karenanya,
pemidanaan bukan merupakan tindakan balas dendam dari korban
terhadap pelanggar hukum yang mengakibatkan penderitaan.
Penguasa yang berwenang, berhak untuk menjatuhkan pidana
hanya kepada subjek yang telah terbuti secara sengaja melanggar
hukum atau peraturan yang berlaku dalam masyarakat. Unsur yang
ketiga ini memang mengandung pertanyaan tentang “hukuman
kolektif”, misalnya embargo ekonomi yang dirasakan oleh orang-
orang yang tidak bersalah. Meskipun demikian, secara umum
pemidanaan dapat dirumuskan terbukti sebagai denda (penalty) yang
diberikan oleh instansi yang berwenang kepada pelanggar hukum atau
peraturan. Lebih lanjut, sanksi atau hukuman mengenai pencurian
dengan pemberatan terdapat dalam KUHP dimana menurut pasal 363
ayat (1) yang menyebutkan : “Dengan hukuman penjara selama-
lamanya 7 tahun apabila :
1. Pencurian ternak.
Universitas Sumatera Utara
41
2. Pencurian pada waktu kebakaran, peletusan, banjir, gempa bumi
atau gempa laut, peletusan gunung berapi, kapal karam terdampar,
kecelakaan kereta-api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya
perang.
3. Pencurian pada waktu malam dalam sebuah rumah atau di
perkarangan tertutup yang ada rumahnya, dilakukan oleh orang
yang ada disitu tiada dengan setahunya atau bertentangan dengan
kemauannya orang yang berhak.
4. Pencurian dilakukan oleh dua orang atau lebih bersama-sama.
5. Pencurian yang dilakukan, untuk dapat masuk ke tempat kejahatan
atau untuk dapat mengambil barang yang akan dicuri itu dengan
jalan membongkar, memecah atau memanjat atau memakai anak
kunci palsu, perintah palsu atau pakaian-pakaian palsu.
Pasal 363 ayat (2) KUHP Menyatakan dihukum selama-
lamanya 9 tahun. Jika yang diterangkan dalam No. 3 disertai dengan
salah satu hal yang tersebut dalam No. 4 dan 5.
Universitas Sumatera Utara
42
BAB III
PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA
PENCURIAN PEMBERATAN
Pertanggungjawaban pidana dalam bahasa asing di sebut sebagai
“toereken-baarheid”, “criminal reponsibilty”, “criminal liability”,
pertanggungjawaban pidana disini di maksudkan untuk menentukan apakah
seseorang tersebut dapat di pertanggungjawabkan atasnya pidana atau tidak
terhadap tindakan yang di lakukanya itu.61
Dalam konsep KUHP tahun 1982-1983, pada pasal 27 menyatakan bahwa
pertanggungjawaban pidana adalah di teruskanya celaan yang objektif ada pada
tindak pidana berdasarkan hukum yang berlaku, secara obyektif kepada pembuat
yang memenuhi syarat-syarat undang-undang untuk dapat di kenai pidana karena
perbuatanya.62
Hukum pidana di Indonesia memberikan konsep pertanggungjawaban
pidana bahwa untuk dapat mempertanggungjawabkan pidana seseorang meskipun
telah melakukan perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana dan bersifat
melawan hukum, serta tidak ada alasan pembenar, hal tersebut belum memenuhi
syarat bahwa orang yang melakukan tindak pidana harus mempunyai kesalahan.
Adanya kesalahan yang mengakibatkan dipidanya terdakwa, maka terdakwa harus
memenuhi kriteria yaitu:
61
S.R Sianturi .Asas-asas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapanya,Cet IV, Jakarta :Alumni
Ahaem-Peteheam,1996,hlm .245. 62
Djoko Prakoso .Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia . Edisi Pertama , Yogyakarta : Liberty
Yogyakarta , 1987 ,hlm.75.
Universitas Sumatera Utara
43
a. Melawan perbuatan pidana;
b. Mampu bertaggung jawab;
c. Dengan sengaja atau kealpaan, dan
d. Tidak ada alasan pemaaf.63
Pertanggungjawaban pidana adalah seseorang itu dapat dipidana atau
tidaknya karena kemampuan dalam mempertanggungjawabakan perbuatannya.
Dalam bahasa asing dikenal dengan Toerekeningsvatbaarheid dan terdakwa akan
dibebaskan dari tanggung jawab jika itu tidak melanggar hukum. Untuk adanya
pertanggungjawaban pidana, harus jelas terlebih dahulu siapa yang dapat
dipertanggungjawabkan.Ini berarti harus dipastikan dahulu yang dinyatakan
sebagai pembuat suatu tindak pidana.
Dipidananya seseorang tidaklah cukup dengan membuktikan bahwa orang
itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau bersifat
melawan hukum.Untuk dapat dipertanggungjawabkan orang tersebut perlu adanya
syarat bahwa orang yang melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau
bersalah (subjective guilt).64
Perbuatan melawan hukum belum cukup untuk
menjatuhkan hukuman. Harus ada pembuat (dader) yang bertanggung jawab atas
perbuatannya. Pembuat harus ada unsur kesalahan dan bersalah itu adalah
pertanggungjawaban yang harus memenuhi unsur :
a. Perbuatana yang melawan hukum.
63
Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Aksara Baru, Jakarta,
1999, hlm. 47. 64
Nikmah ,Rosidah, Asas-Asas Hukum Pidana, Pustaka Magister, Semarang, 2011, hlm.40.
Universitas Sumatera Utara
44
b. Pembuat atau pelaku dianggap mampu bertanggung jawab atas
perbuatannya (unsur kesalahan).65
Pertanggungjawaban dalam hukum pidana merupakan
pertanggungjawaban menurut hukum pidana. Setiap orang bertanggung jawab atas
segala perbuatannya, hanya kelakuannya yang menyebabkan hakim menjatuhkan
hukuman yang dipertanggungjawabkan pada pelakunya.
Pertanggungjawaban pidana melihat pada adanya unsur kesalahan.
Apabila orang yang melakukan perbuatan itu memang melakukan kesalahan,
maka ia akan dipidana. Berarti orang yang melakukan tindak pidana akan
dikenakan pidana atas perbuatannya. Seseorang harus bertanggung jawab
terrhadap sesuatu yang dilakukan sendiri atau bersama orang lain, karena
kesengajaan atau kelalaian secara aktif atau pasif, dilakukan dalam wujud
perbuatan melawan hukum, baik dalam tahap pelaksanaan maupun tahap
percobaan. Konsep Asas Legalitas menyatakan bahwa seseorang baru dapat
dikatakan melakukan perbuatan pidana apabila perbuatannya tersebut telah sesuai
dengan rumusan dalam undang-undang hukum pidana. Meskipun demikian, orang
tersebut belum tentu dapat dijatuhi pidana, karrena masih harus dibuktikan
kesalahannya, apakah dapat dipertanggungjawabakan pertanggungjawaban
tersebut. Agar seseorang dapat dijatuhi pidana, harus memenuhi unsur-unsur
perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana.
Seseorang telah melakukan atau tidak melakukan perbuatan yang dilarang
undang-undang dan tidak dibenarkan oleh masyarakat atau tidak patut menurut
65
R. Abdussalam, Sistem Peradilan Pidana, Restu Agung, Jakarta, 2007, hlm.27.
Universitas Sumatera Utara
45
pandangan masyarakat. Melawan hukum dan kesalahan adalah unsur-unsur
peristiwa pidana atau perbuatan pidana (delik) yang mempunyai hubungan erat.
Tanggung jawab itu selalu ada, meskipun belum pasti dituntut oleh pihak yang
berkepentingan jika pelaksanaan peranan yang telah berjalan itu ternyata tidak
mencapai tujuan yang diinginkan. Demikian pula dengan masalah terjadinya
perbuatan pidana dengan segala faktor-faktor yang menjadi pertimbangan
melakukan pertanggungjawaban dalam hukum pidana. Atas faktor-faktor itulah
tanggung jawab dapat lahir dalam hukum pidana. Tanggungjawab pidana dapat
diartikan sebagai akibat lebih lanjut yang harus ditanggung oleh orang yang telah
bersikap tindak, baik bersikap tindak yang selaras dengan hukum maupun yang
bertentangan dengan hukum.
Tanggung jawab pidana adalah akibat lebih lanjut yang harus
diterima/dibayar/ditanggung oleh seseorang yang melakukan tindak pidana secara
langsung atau tidak langsung. Untuk dapat dipidana, maka perbuatannya harus
memenuhi unsur-unsur tindak pidana. Apabila perbuatannya memenuhi unsur-
unsur tindak pidana, maka kepada yang bersangkutan dapat dimintakan
pertanggungjawaban pidana secara yuridis.
Menurut Roeslan Saleh, dalam pengertian perbuatan pidana tidak termasuk
pertanggungjawaban. Perbuatan pidana menurut Roeslan Saleh mengatakan,
orang yang melakukan perbuatan pidana dan memang mempunyai kesalahan
merupakan dasar adanya pertanggungjawaban pidana. Asas yang tidak tertulis
Universitas Sumatera Utara
46
mengatakan, “tidak di ada pidana jika tidak ada kesalahan,” merupakan dasar dari
pada di pidananya si pembuat.66
Seseorang melakukan kesalahan, menurut Prodjohamidjojo, jika pada
waktu melakukan delik, dilihat dari segi masyarakat patut di cela. Telah di
maklumi bahwa perbuatan pidana memiliki konsekuensi pertanggungjawaban
serta penjatuhan pidana, maka setidaknya ada dua alasan. Dengan demikan,
menurutnya seseorang mendapatkan pidana tergantung pada dua hal, yaitu (1)
harus ada perbuatan yang bertentangan dengan hukum, atau dengan kata lain,
harus ada unsur melawan hukum. Jadi harus ada unsur objektif. Dan (2) terhadap
pelakunya ada unsur kesalahan dalam bentuk kesengajaan dan atau kealpaan,
sehingga perbuatan yang melawan hukum tersebut dapat di pertanggungjawabkan
kepadanya, jadi ada unsur subjektif.
A. Asas Kesalahan Dalam Tindak Pidana Pencurian dengan Pemberatan
Perbuatan-perbuatan pidana menurut sistem KUHP kita bagi atas
kejahatan dan pelanggaran. Pelanggaran yang dimaksud yaitu perbuatan-
perbuatan yang sifat melawan hukumnya baru dapat diketahui setelah ada
peraturan yang menentukan. Perbuatan pidana tidak termasuk pengertian
pertanggungjawaban pidana. Perbuatan pidana hanya merujuk kepada dilarang
dan diancamnya perbuatan dengan suatu ancaman pidana. Apakah orang yang
melakukan perbuatan kemudian dijatuhi pidana, tergantung kepada apakah
dalam melakukan perbuatan itu orang tersebut memiliki kesalahan.67
66
Ibid. 67
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 2008, hlm.71.
Universitas Sumatera Utara
47
Dengan demikian, membicarakan pertanggungjawaban pidana mau
tidak mau harus didahului dengan penjelasan tentang perbuatan pidana. Sebab
seseorang tidak bisa dimintai pertanggungjawaban pidana tanpa terlebih dahulu
ia melakukan perbuatan pidana. Adalah dirasakan tidak adil jika tiba-tiba
seseorang harus bertanggung jawab atas suatu tindakan, sedang ia sendiri tidak
melakukan tindakan tersebut.68
Pertanggungjawaban pidana diartikan sebagai diteruskannya celaan
yang objektif yang ada pada perbuatan pidana dan secara subjektif yang ada
memenuhi syarat untuk dapat dipidana karena perbuatannya itu. Dasar adanya
perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dapat dipidananya
pembuat adalah asas kesalahan. Ini berarti pembuat perbuatan pidana hanya
akan dipidana jika ia mempunyai kesalahan dalam melakukan perbuatan pidana
tersebut. Kapan seseorang dikatakan mempunyai kesalahan menyangkut
masalah pertanggungjawaban pidana. Dari uraian di atas ternyata bahwa untuk
adanya suatu kesalahan harus dipikirkan dua hal sebelum melakukan perbuatan
pidana, yaitu:
1. Adanya keadaan psychis (bathin) yang tertentu.
2. Adanya hubungan tertentu antara keadaan bathin tersebut dengan
perbuatan yang dilakukan, hingga menimbulkan sebuah celaan.
Pertanggungjawaban pidana adalah pertanggungjawaban seseorang
terhadap tindak pidana yang dilakukannya. Yang dipertanggungjawabkan
seseorang itu adalah tindak pidana yang dilakukannya. Terjadinya
pertanggungjawaban pidana karena telah ada tindak pidana yang dilakukan
68
Mahrus Ali, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, 2011, hlm.155.
Universitas Sumatera Utara
48
oleh seseorang. Pertanggungjawaban pidana pada hakikatnya merupakan
suatu mekanisme yang dibangun oleh hukum pidana untuk bereaksi terhadap
pelanggaran atas, kesepakatan menolak‟ suatu perbuatan tertentu.69
Kesalahan dalam arti yang seluas-luasnya, dapat disamakan dengan
pengertian pertanggungjawaban pidana dimana di dalamnya terkandung
makna dapat dicelanya si pembuat atas perbuatannya. Tentang kesalahan ini
Bambang Poernomo menyebutkan bahwa :
“Kesalahan itu mengandung segi psikologis dan segi yuridis. Segi psikologis
merupakan dasar untuk mengadakan pencelaan yang harus ada terlebih, baru
kemudian segi yang kedua untuk dipertanggungjawabkan dalam hukum
pidana. Dasar kesalahan yang harus dicari dalam psikis orang yang
melakukan perbuatan itu sendiri dengan menyelidiki bagaimana hubungan
batinnya itu dengan apa yang telah diperbuat”.70
Berdasarkan pendapat Bambang Poernomo tersebut dapat diketahui
untuk adanya suatu kesalahan harus ada keadaan psikis atau batin tertentu,
dan harus ada hubungan yang tertentu antara keadaan batin tersebut dengan
perbuatan yang dilakukan sehingga menimbulkan suatu celaan, yang pada
nantinya akan menentukan dapat atau tidaknya seseorang di
pertanggungjawabkan secara pidana.
1. Kesengajaan
Dalam kebanyakan rumusan tindak pidana, unsur kesengajaan
atau yang disebut dengan opzet merupakan salah satu unsur yang
terpenting. Dalam kaitannya dengan unsur kesengajaan ini, maka
69
Mahrus Ali, Asas-Asas Hukum Pidana, hlm.155. 70
Bambang Poernomo,Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, , 1985, hlm.145.
Universitas Sumatera Utara
49
apabila didalam suatu rumusan tindak pidana terdapat perbuatan
dengan sengaja atau biasa disebut dengan opzettelijk, maka unsur
dengan sengaja ini menguasai atau meliputi semua unsur lain yang
ditempatkan dibelakangnya dan harus dibuktikan. Disini dikaitkan
dengan teori kehendak yang dirumuskan maka dapat dikatakan
bahwa yang dimaksudkan dengan sengaja adalah kehendak membuat
suatu perbuatan dan kehendak untuk menimbulkan suatu akibat dari
perbuatan itu atau akibat dari perbuatannya itu yang menjadi maksud
dari dilakukannya perbuatan itu. Jika unsur kehendak atau
menghendaki dan mengetahui dalam kaitannya dengan unsur
kesengajaan tidak dapat dibuktikan dengan jelas secara materiil -
karena memang maksud dan kehendak seseorang itu sulit untuk
dibuktikan secara materiil- maka pembuktian adanya unsur
kesengajaan dalam pelaku melakukan tindakan melanggar hukum
sehingga perbuatannya itu dapat dipertanggungjawabkan kepada si
pelaku seringkali hanya dikaitkan dengan keadaan serta tindakan si
pelaku pada waktu ia melakukan perbuatan melanggar hukum yang
dituduhkan kepadanya tersebut.
Tentang apa arti dari kesengajaan, tidak ada keterangan sama
sekali dalam KUHP Indonesia, lain halnya dengan Swiss di mana
dalam Pasal 18 KUHP Swiss dengan tugas memberikan pengertian
tentang kesengajaan yaitu, “barang siapa melakukan perbuatan
Universitas Sumatera Utara
50
dengan mengetahui dan menghendakinya, maka dia melakukan
perbuatan itu dengan sengaja.71
Kesengajaan sebagai maksud / tujuan (opzet als oogmerk)
Bentuk kesengajaan sebagai maksud sama artinya dengan
menghendaki (willens) untuk mewujudkan suatu perbuatan (tindak
pidana aktif), menghendaki untuk tidak berbuat / melalaikan
kewajiban hukum (tindak pidana pasif) dan tahu juga menghendaki
timbulnya akibat dari perbuatan itu (tindak pidana materiil).72
Kesengajaan sebagai kepastian (opzet bij zekerheidsbewustzijn)
Kesadaran seseorang terhadap suatu akibat yang menurut akal orang
pada umumnya pasti terjadi oleh dilakukannya suatu perbuatan
tertentu. Apabila perbuatan tertentu yang disadarinya pasti
menimbulkan akibat yang tidak dituju itu dilakukan juga maka disini
terdapat kesengajaan sebagai kepastian.73
Kesengajaan sebagai kemungkinan (opzet bij
mogelijkheidsbewustzijn) disebut juga dengan dolus eventualis
Kesengajaan sebagai kemungkinan adalah kesengajaan untuk
melakukan perbuatan yang diketahuinya bahwa ada akibat lain yang
mungkin dapat timbul yang ia tidak inginkan dari perbuatan, namun
begitu besarnya kehendak untuk mewujudkan perbuatan, ia tidak
mundur dan siap mengambil resiko untuk melakukan perbuatan.74
71
Moeljatno, op.cit, hlm.171. 72
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, Selanjutnya
disingkat Adami Chazawi I, 2002, hlm.96. 73
Ibid, hlm.97. 74
Ibid, hlm.96.
Universitas Sumatera Utara
51
2. Kelalaian (Kealpaan)
Mengenai kealpaan ini keterangan resmi dari pihak pembentuk
Weet Boek Van Straffright yang di singkat dengan W.v.S. (Smidt 1-
825) adalah sebagai berikut: “pada umumnya bagi kejahatan-
kejahatan wet mengharuskan kehendak seseorang ditujukan pada
perbuatan yangdilarang dan diancam dengan pidana. Kecuali itu
keadaan yang dilarang mungkin sebagian besar berbahayanya
terhadap keamanan umum mengenai orang atau barang dan jika
terjadi menimbulkan banyak kerugian, sehingga wet harus bertindak
pula terhadap mereka yang tidak berhati-hati, yang teledor yang
menimbulkan keadaan itu karena kealpaaannya. Disini sikap batin
orang yang menimbulkan keadaan yang dilarang itu bukanlah
menentang larangan-larangan tersebut, dia tidak menghendaki atau
menyetujui timbulnya hal terlarang, tetapi kesalahannya,
kekelirihannya dalam batin suwaktu ia berbuat sehingga
menimbulkan hal yang dilarang ialah bahwa ia kurang
mengindahkan larangan itu.
Jadi bukanlah semata-mata menentang larangan tersebut dengan
justru melakukan yang dilarang itu.Tetapi dia tidak begitu
mengindahkan larangan. Ini ternyata dari perbuatannya dia alpa,
lalai, teledor dalam melakukan perbuatannya tersebut, sebab jika dia
mengindahkan adanya larangan waktu melakukan perbuatan yang
secara obyektif kausal menimbulkan hal yang dilarang dia tentu tidak
alpa atau kurang berhati-hati agar jangan sampai mengakibatkan hal
Universitas Sumatera Utara
52
yang dilarang tadi. Oleh karena bentuk kesalahan ini juga disebut
dalam rumusan delik, maka juga harus dibuktikan.
Ada juga yang mengatakan bahwa kesengajaan adalah
kesalahan yang berlainan jenis daripada kealpaan. Dasarnya adalah
sama, yaitu:
a. Adanya perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana;
b. Adanya kemampuan bertanggung jawab
c. Tidak ada alasan pemaaf.
Dalam kesengajaan sikap batin orang menentang larangan,
sedangkan dalam kealpaan kurang mengindahkan larangan sehingga
tidak berhati-hati dalam melakukan sesuatu perbuatan yang obyektif
kausal menimbulkan keadaan yang dilarang. Dengan mengatakan
bahwa kealpaan adalah suatu bentuk kesalahan, maka dikatakan pula
bahwa sikap batin yang demikian itu adalah berwarna.Artinya selalu
kita hubungkan dengan sikap batin terhadap perbuatan yang
dipandang dari sudut hukum adalah keliru. Sama saja dengan
kesengajaan, bahkan lebih dari itu, lebih berwarna dari kesengajaan,
kalau masih mungkin mengatakan “dengan sengaja berbuat baik”
atau “dengan sengaja berbuat jahat”, dengan kata lain tidaklah
mungkin mengatakan “karena kealpaannya berbuat baik”. Sebabnya
tidak mungkin menyatakan demikian karena dalam istilah kealpaan
itu sendiri sudah terkandung makna kekeliruan.
Kesengajaan dan kealpaan pada dasarnya sama, sama dalam arti
di dalam lapangan hukum pidana, kealpaan itu mempunyai
Universitas Sumatera Utara
53
pengertian yang khusus. Menurut Noyon-Langemeyer: “kealpaan
adalah suatu struktur yang sangat susah diartikan. Dia mengandung
dalam satu puhak kekeliruhan dalam perbuatan lahir dan menunjuk
kepada keadaan batin yang tertentu, dan dilain pihak keadaan
batinnya itu sendiri”. Selanjutnya dikatakan, jika dimengerti
demikian, maka culpa mencakup semua makna kesalahan dalam arti
luas yang bukan berupa kesengajaan. Beda kesengajaan daripada
kealpaan ialah bahwa dalam kesengajaan ada sifat yang positif yaitu
adanya kehendak dan penyetujuan yang disadari daripada bagian-
bagian delik yang meliputi oleh kesengajaan, sedang sifat positif ini
tidak ada dalam kealpaan. Oleh karena itu dapat dimengerti, bahwa
dipakai istilah yang sama untuk kesalahan dalam arti yang luas dan
kesalahan dalam arti yang sempit, meskipun ini tidak praktis.
Sekarang perlu kita selidiki lagi apakah artinya atau isinya ke alpaan
itu. Sebagaimana halnya dengan kesengajaan mengenai kealpaan ini
juga diterangkan dalam KUHP tentang artinya. Karena itu maka kita
harus melihat pada teori atau ilmu pengetahuan untuk memberi
pengertiannya ini. Van Hamel mengatakan bahwa kealpaan itu
mengandung dua syarat yaitu:75
a. Tidak mengadakan penduga-duga sebagaimana diharuskan oleh
hukum.
b. Tidak mengadakan penghati-hatian sebagaimana diharuskan
oleh hukum.
75
Ibid,hlm.201.
Universitas Sumatera Utara
54
Pada waktu Wet Boek Van Straffright yang disingkat dengan
W.v.S., dibentuk, maka corok yang lebih berat daripada kealpaan yang
tidak disadari. Hal ini ternyata dalam ucapan Modderman yang
mengatakan: “corak kealpaan yang paling ringan ialah bahwa orang
menggunakan pelanggaran hukum dengan tidak diinsyafi sama sekali”76
Tetapi corak kealpaan yang lebih berat ialah yang dinamakan
Bewuste Schuld yaitu kalau pada waktu berbuat kemungkinan
menimbulkan akibat yang dilarang itu telah diinsyafi, tetapi karena
kepandaiannya atau diadakannya tindakan tindakan yang mencegahnya
kemungkinan itu diharapkan tidak akan timbul. Pandangan ini pada
waktu sekarang sudah dilepas karena:
a. Tidak mempunyai kegunaan yang praktis dalam masyarakat
b. Belum tentu kalau kealpaan yang tidak disadari adalah kesalahan
yang lebih ringan daripada yang disadari.
B. Kemampuan Bertanggung Jawab Pelaku Tindak Pidana Pencurian
dengan Pemberatan
Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas
culpabilitas), yang didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa
asas kesalahan yang didasarkan pada nilai keadilan harus disejajarkan
berpasangan dengan asas legalitas yang didasarkan pada nilai kepastian.
Walaupun Konsep berprinsip bahwa pertanggungjawaban pidana
berdasarkan kesalahan, namun dalam beberapa hal tidak menutup
76
Ibid,hlm.210.
Universitas Sumatera Utara
55
kemungkinan adanya pertanggungjawaban pengganti (vicarious
liability) dan pertanggungjawaban yang ketat (strict liability). Masalah
kesesatan (error) baik kesesatan mengenai keadaannya (error facti)
maupun kesesatan mengenai hukumnya sesuai dengan konsep
merupakan salah satu alasan pemaaf sehingga pelaku tidak dipidana
kecuali kesesatannya itu patut dipersalahkan kepadanya.77
Pertanggungjawaban pidana (criminal responsibility) adalah
suatu mekanisme untuk menentukan apakah seseorang terdakwa atau
tersangka dipertanggungjawabkan atas suatu tindakan pidana yang
terjadi atau tidak. Untuk dapat dipidananya si pelaku, disyaratkan
bahwa tindak pidana yang dilakukannya itu memenuhi unsur-unsur
yang telah ditentukan dalam Undang-undang.
Pertanggungjawaban pidana mengandung makna bahwa setiap
orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum,
sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang, maka orang tersebut
patut mempertanggungjawabkan perbuatan sesuai dengan
kesalahannya. Dengan kata lain orang yang melakukan perbuatan
pidana akan mempertanggungjawabkan perbuatan tersebut dengan
pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai
kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi
masyarakat menunjukan pandangan normatif mengenai kesalahan yang
telah dilakukan orang tersebut.78
77
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan,
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001, hlm.23. 78
Moeljatno, Op Cit. hlm.41.
Universitas Sumatera Utara
56
Pertanggungjawaban pidana pencurian pemberatan diterapkan
dengan pemidanaan, yang bertujuan untuk untuk mencegah
dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi
pengayoman masyarakat; menyelesaikan konflik yang ditimbulkan
tindak pidana; memulihkan keseimbangan; mendatangkan rasa damai
dalam masyarakat; memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan
pembinaan sehingga menjadi orang baik dan membebaskan rasa
bersalah pada terpidana.
Pertanggungjawaban pidana harus memperhatikan bahwa
hukum pidana harus digunakan untuk mewujudkan masyarakat adil dan
makmur merata materiil dan spirituil. Hukum pidana tersebut digunakan
untuk mencegah atau menanggulangi perbuatan yang tidak dikehendaki.
Selain itu penggunaan sarana hukum pidana dengan sanksi yang negatif
harus memperhatikan biaya dan kemampuan daya kerja dari insitusi
terkait, sehingga jangan sampai ada kelampauan beban tugas
(overbelasting) dalam melaksanakannya.79
Kemampuan bertanggung jawab merupakan unsur kesalahan,
maka untuk membuktikan adanya kesalahan unsur tadi harus dibuktikan
lagi. Mengingat hal ini sukar untuk dibuktikan dan memerlukan waktu
yang cukup lama, maka unsur kemampuan bertanggung jawab dianggap
diam-diam selalu ada karena pada umumnya setiap orang normal
bathinnya dan mampu bertanggung jawab, kecuali kalau ada tanda-
tanda yang menunjukkan bahwa terdakwa mungkin jiwanya tidak
79
Ibid, hlm.23.
Universitas Sumatera Utara
57
normal. Dalam hal ini, hakim memerintahkan pemeriksaan yang khusus
terhadap keadaan jiwa terdakwa sekalipun tidak diminta oleh pihak
terdakwa. Jika hasilnya masih meragukan hakim, itu berarti bahwa
kemampuan bertanggung jawab tidak berhenti, sehingga kesalahan
tidak ada dan pidana tidak dapat dijatuhkan berdasarkan asas tidak
dipidana jika tidak ada kesalahan.80
Masalah kemampuan bertanggung jawab ini terdapat dalam
Pasal 44 Ayat 1 KUHP yang mengatur: “Barangsiapa melakukan
perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena
jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena cacat, tidak
dipidana”. Menurut Moeljatno, bila tidak dipertanggungjawabkan itu
disebabkan hal lain, misalnya jiwanya tidak normal dikarenakan dia
masih muda, maka Pasal tersebut tidak dapat dikenakan.apabila hakim
akan menjalankan Pasal 44 KUHP, maka sebelumnya harus
memperhatikan apakah telah dipenuhi dua syarat yaitu syarat psikiatris
dan syarat psikologis.
1. Syarat psikiatris yaitu pada terdakwa harus ada kurang
sempurna akalnya atau sakit berubah akal, yaitu keadaan
kegilaan (idiote), yang mungkin ada sejak kelahiran atau karena
suatu penyakit jiwa dan keadaan ini harus terus menerus.
2. Syarat psikologis ialah gangguan jiwa itu harus pada waktu si
pelaku melakukan perbuatan pidana, oleh sebab itu suatu
gangguan jiwa yang timbul sesudah peristiwa tersebut, dengan
80
Ibid hlm.49.
Universitas Sumatera Utara
58
sendirinya tidak dapat menjadi sebab terdakwa tidak dapat
dikenai hukuman.81
Kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang
baik dan yang buruk, adalah merupakan faktor akal (intelektual factor)
yaitu dapat membedakan perbuatan yang diperbolehkan dan yang tidak.
Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan
tentang baik buruknya perbuatan tersebut adalah merupakan faktor
perasaan (volitional factor) yaitu dapat menyesuaikan tingkah lakunya
dengan keinsyafan atas mana yang diperbolehkan dan mana yang tidak.
Sebagai konsekuensi dari dua hal tersebut maka orang yang tidak
mampu menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang baik
buruknya perbuatan, dia tidak mempunyai kesalahan kalau melakukan
tindak pidana, orang demikian itu tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dinyatakan bahwa
pertanggungjawaban pidana mengandung makna bahwa setiap orang
yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana
dirumuskan dalam undang-undang, maka orang tersebut patut
mempertanggungjawabkan perbuatan sesuai dengan kesalahannya.
Orang yang melakukan perbuatan pidana pencurianakan
mempertanggungjawabkan perbuatan tersebut dengan pidana apabila ia
mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada
waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan
81
Ibid, hlm.51.
Universitas Sumatera Utara
59
pandangan normatif mengenai kesalahan yang telah dilakukan orang
tersebut.
Hal yang mendasari pertangungjawaban tindak pidana
Pencurian pemberatan adalah pemahaman bahwa setiap manusia
dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa dengan akal budi dan nurani yang
memberikan kepadanya kemampuan untuk membedakan yang baik dan
yang buruk yang akan membimbing dan mengarahkan sikap dan
perilaku dalam menjalani kehidupannya. Dengan akal budi dan
nuraninya itu, maka manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan
sendiri perilaku atau perbuatannya. Selain untuk mengimbangi
kebebasan, manusia memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab
atas semua tindakan yang dilakukannya.
Universitas Sumatera Utara
60
BAB IV
ANALISIS YURIDIS TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA
PENCURIAN PEMBERATAN (STUDI PUTUSAN NO:
1240/Pid.B/2016/PN/MDN)
A. Posisi Kasus
1. Kronologi
Bahwa terdakwa Rendy Misba Surbakti bersama-sama dengan
ARIF (DPO/belum tertangkap) pada hari Kamis tanggal 31
Desember 2015 sekira pukul 21.00 WIB atau setidak-tidaknya
pada suatu waktu dalam tahun 2015, bertempat di Jalan Abadi
No. 8/C Kelurahan Tanjung Rejo Kecamatan Medan Sunggal
Kota Medan atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang
masih termasuk daerah hukum Pengadilan Negeri Medan,
mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian
kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara
melawan hukum, pada waktu malam hari dalam sebuah rumah
atau pekarangan yang tertutup yang ada rumahnya, dilakukan
oleh orang yang ada disitu tiada dengan setahunya atau
bertentangan dengan kemauannya orang yang berhak (yang
punya), yang dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau
lebih, dengan masuk ketempat kejahatan itu atau dapat mencapai
barang untuk diambilnya, dengan jalan membongkar, memecah
atau memanjat atau dengan jalan memakai kunci palsu, perintah
palsu atau pakaian jabatan palsu, perbuatan mana yang
Universitas Sumatera Utara
61
dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut : Bahwa
sebelumnya pada hari Kamis tanggal 31 Desember 2015 sekira
pukul 13.00 WIB terdakwa pergi kerumah saksi korban Agata
Murroisa Purba di Jalan Abadi No. 8/C Kelurahan Tanjung Rejo
Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan untuk menemui
abangkorban yang bernama ALOI, namum terdakwa tidak
bertemu dengan ALOI dan pada saat itu terdakwa melihat
bahwa rumah korban dalam keadaan kosong, selanjutnya
terdakwa pergi menemui teman teredakwa yang bernama ARIF
di Jalan Mandala, kemudian setelah bertemu dengan ARIF,
terdakwa mengajak ARIF untuk melakukan pencurian dirumah
korban tersebut dan pada saat itu juga ARIF mengajak seorang
temannya yang tidak terdakwa kenal, selanjutnya dengan
mengendarai sepeda motor milik ARIF, terdakwa bersama
dengan ARIF dan temannya berangkat dari rumah ARIF dengan
membawa alat berupa 1 (satu) buah gunting besar serta 2 (dua)
buah plat besi, kemudian sekira pukul 21.00 WIB setibanya di
depan rumah korban lalu ARIF menggunting gembok pagar
dengan menggunakan gunting besar tersebut dan setelah terbuka
terdakwa bersama dengan ARIF dan temannya masuk ke
pekarangan rumah korban, selanjutnya dengan menggunakan
plat besi ARIF mencongkel pintu depan rumah korban dan
setelah pintu rumah tersebut terbuka terdakwa bersama-sama
dengan ARIF dan temannya masuk kedalam rumah, dan di
Universitas Sumatera Utara
62
dalam rumah tersebut terdakwa melihat 2 (dua) unit sepeda
motor masing-masing 1 (satu) unit sepeda motor Yamaha RX
King BK 1434 ZAC warna hitam dan 1 (satu) unit sepeda motor
Honda Supra X 125 BK 5124 ZV wana abu-abu hitam.
selanjutnya terdakwa bersama dengan ARIF menggeledah
seluruh isi kamar korban dan menemukan 2 (dua) kunci kontak
masing-masing sepeda motor tersebut, Uang tunai sebesar
Rp.1.100.000,- (satu juta seratus ribu rupiah), 1 (satu) unit
senapan angin warna coklat, 10 (sepuluh) buah batu Liontin, 50
(lima puluh) buah batu cincin bermacam model, 1 (satu) bilah
pisau komando merek Konsina dan 1 (satu) pasang sepatu merek
Max Berens, selanjutnya terdakwa bersama dengan ARIF dan
temannya membawa pergi barang-barang milik korban tersebut
menuju rumah ARIF dimana pada saat itu terdakwa
mengemudikan sepeda motor Honda Supra X 125 sedangkan
ARIF mengemudikan sepeda motor RX King dan teman ARIF
mengemudikan sepeda motor milik ARIF, kemudian setibanya
dirumah ARIF terdakwa langsung pulang kerumah dan dua hari
kemudian terdakwa kembali menemui ARIF untuk meminta
bagian terdakwa, dan dari seluruh hasil penjualan barang-barang
tersebut sebesar Rp.4.000.000,- (empat juta rupiah) terdakwa
mendapat bagian sebesar Rp.1.5 00.000,- (satu juta lima ratus
ribu rupiah), sehingga akibat kejadian tersebut saksi korban
Agata Murroisa Purba mengalami kerugian sebesar
Universitas Sumatera Utara
63
Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah). Sebagaimana diatur dan
diancam pidana dalam Pasal 363 ayat (2) KUHP.82
2. Dakwaan
Jaksa Penuntut Umum dalam kasus ini mendakwakan dengan
dakwaan tunggal yaitu pasal 303 ayat (2) KUHP.
Menimbang, bahwa dakwaan Penuntut Umum tersebut
mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
1. Barang Siapa ;
2. Mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian
kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara
melawan hukum, pada waktu malam hari dalam sebuah rumah
atau pekarangan yang tertutup yang ada rumahnya, dilakukan
oleh orang yang ada disitu tiada dengan setahunya atau
bertentangan dengan kemauannya orang yang berhak (yang
punya), yang dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau
lebih, dengan masuk ketempat kejahatan itu atau dapat mencapai
barang untuk diambilnya, dengan jalan membongkar, memecah
atau memanjat atau dengan jalan memakai kunci palsu, perintah
palsu atau pakaian jabatan palsu;
ad.1 Barang Siapa;Menimbang, bahwa unsur pertama dakwaan
Kedua Penuntut Umum ini menunjuk kepada subyek hukum
pelaku tindak pidana ;
82
Putusan pengadian No: 1240/Pid.B/2016/PN-MDN.
Universitas Sumatera Utara
64
Menimbang, bahwa dalam perkara ini Penuntut Umum telah
mengajukan 1 (satu) orang Terdakwa, yang atas pertanyaan
Majelis Hakim pada awal persidangan telah menerangkan
bahwa benar ia Terdakwa adalah orang yang identitasnya secara
lengkap telah disebutkan di dalam dakwaan Penuntut Umum ;
Menimbang, bahwa dari keterangan saksi-saksi telah ternyata
benar pula, bahwa saksi tersebut mengenal Terdakwa RENDY
MISBA SURBAKTI sebagai orang yang dimaksudkan dalam
dakwaan Penuntut Umum, sehingga oleh karenanya tidak terjadi
adanya kesalahan subyek hukum pelaku tindak pidana (error in
persona) antara orang yang dimaksudkan sebagai Terdakwa
dalam dakwaan Penuntut Umum dengan orang yang diajukan
sebagai Terdakwa di persidangan ; Menimbang, bahwa
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum tersebut, maka
unsur pertama dakwaan Kedua Penuntut Umum harus
dipandang telah cukup terpenuhi dalam diri Terdakwa ;
Menimbang, bahwa selanjutnya akan dipertimbangkan unsur
kedua pada dakwaan tunggal Penuntut Umum ;
ad.2. mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian
kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara
melawan hukum, pada waktu m alam hari dalam sebuah rumah
atau pekarangan yang tertutup yang ada rumahnya, dilakukan
oleh orang yang ada disitu tiada dengan setahunya atau
bertentangan dengan kemauannya orang yang berhak (yang
Universitas Sumatera Utara
65
punya), yang dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau
lebih, dengan masuk ketempat kejahatan itu atau dapat mencapai
barang untuk diambilnya, dengan jalan membongkar, memecah
atau memanjat atau dengan jalan memakai kunci palsu, perintah
palsu atau pakaian jabatan palsu.
3. Tuntutan
a. Menyatakan Terdakwa Rendy Misba Surbakti telah
terbukti secara sah dan Meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana “Pencurian dalam keadaan memberatkan“
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 303
bis ayat (2) KUH Pidana.
b. Agar menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Rendy Misba
Surbakti berupa pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan 6
(enam) bulan dikurangi selama terdakwa berada dalam
tahanan dengan perintah terdakwa tetap berada dalam
tahanan.
c. Menyatakan barang bukti berupa1 (satu) buah plat besi alat,
dirampas untuk dimusnakan dan uang Rp. 25.000,- (dua
puluh lima ribu rupiah), dikembalikan kepada saksi korban
atas nama Agata Murroisa Purba.
d. Menetapkan agar terdakwa dibebani membayar biaya
perkara sebesar Rp.1.000, -
(seribu rupiah) ;
Universitas Sumatera Utara
66
4. Fakta Hukum
Bahwa Terdakwa mengambil barang saksi pada hari Kamis
tanggal 31 Desember2015 sekira pukul 21.00 WIB, bertempat di
Jalan Abadi No. 8/C Kelurahan TanjungRejo Kecamatan Medan
Sunggal Kota Medan.
Bahwa sebelumnya pada hari Kamis tanggal 31 Desember 2015
sekira pukul 13.00Wib terdakwa pergi kerumah saksi korban Agata
Murroisa Purba di Jalan Abadi No.8/C Kelurahan Tanjung Rejo
Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan untuk menemui abang
korban yang bernama ALOI,
Bahwa pada saat itu terdakwa tidak bertemu dengan ALOI lalu
terdakwa melihat bahwa rumah korban dalam keadaan kosong,
selanjutnya terdakwa pergi menemui teman teredakwa yang
bernama ARIF di Jalan Mandala, kemudian setelah bertemu
dengan ARIF, terdakwa mengajak ARIF untuk melakukan
pencurian dirumah korban tersebut.
Bahwa pada saat itu juga ARIF mengajak seorang temannya yang
tidak terdakwa kenal, selanjutnya dengan mengendarai sepeda
motor milik ARIF, terdakwa bersama dengan ARIF dan temannya
berangkat dari rumah ARIF dengan membawa alat berupa 1 (satu)
buah gunting besar serta 2 (dua) buah plat besi,
Bahwa kemudian sekira pukul 21.00 Wib setibanya di depan
rumah korban lalu ARIF menggunting gembok pagar dengan
Universitas Sumatera Utara
67
menggunakan gunting besar tersebut dan setelah terbuka terdakwa
bersama dengan ARIF dan temannya masuk ke pekarangan rumah
korban, selanjutnya dengan menggunakan plat besi ARIF
mencongkel pintu depan.
Bahwa setelah tiba di dalam rumah tersebut terdakwa melihat 2
(dua) unit sepeda motor masing-masing 1 (satu) unit sepeda motor
Yamaha RX King BK 1434 ZAC warna hitam dan 1 (satu) unit
sepeda motor Honda Supra X 125 BK 5124 ZV wana abu-abu
hitam,
Bahwa selanjutnya terdakwa bersama dengan ARIF menggeledah
seluruh isi kamar korban dan menemukan 2 (dua) kunci kontak
masing-masing sepeda motor tersebut,Uang tunai sebesar
Rp.1.100.000,- (satu juta seratus ribu rupiah), 1 (satu) senapan
angin warna coklat, 10 (sepuluh) buah batu Liontin, 50 (lima
puluh) buah batu cincin bermacam model, 1 (satu) bilah pisau
komando merek Konsina dan 1 (satu) pasang sepatu merek Max
Berens, Bahwa selanjutnya terdakwa bersama dengan ARIF dan
temannya membawa pergi barang-barang milik korban tersebut
menuju rumah ARIF dimana pada saat itu terdakwa mengemudikan
sepeda motor Honda Supra X 125 sedangkan Arif mengemudikan
sepeda motor RX King dan teman ARIF mengemudikan sepeda
motor milik ARIF.
Bahwa kemudian setibanya dirumah ARIF terdakwa langsung
pulang kerumah dan dua hari kemudian terdakwa kembali
Universitas Sumatera Utara
68
menemui ARIF untuk meminta bagian terdakwa dan dari seluruh
hasil penjualan barang-barang tersebut sebesar Rp.4.000.000
(empat juta rupiah) terdakwa mendapat bagian sebesar
Rp.1.500.000, - (satu juta lima ratus ribu rupiah),
Bahwsa akibat kejadian tersebut saksi korban Agata Murroisa
Purba mengalami kerugian sebesar Rp.100.000.000,- (seratus juta
rupiah).83
5. Pertimbangan Hakim
Menimbang, bahwa atas surat dakwaan tersebut Terdakwa tidak
mengajukan eksepsi/Keberatan
-Menimbang, bahwa Terdakwa di persidangan telah memberikan
keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut:
-Bahwa pada hari Kamis tanggal 31 Desember 2015 sekitar pukul
13.00 WIB terdakwa pergi kerumah saksi korban Agata Murroisa
Purba di Jalan Abadi No. 8/C KelurahanTanjung Rejo Kecamatan
Medan Sunggal Kota Medan untuk menemui abang korban yang
bernama ALOI,
-Bahwa pada saat itu terdakwa tidak bertemu dengan ALOI lalu
terdakwa melihat bahwa rumah korban dalam keadaan kosong,
selanjutnya terdakwa pergi menemui teman terdakwa yang
bernama ARIF di Jalan Mandala, kemudian setelah bertemu
dengan ARIF, terdakwa mengajak ARIF untuk melakukan
pencurian dirumah korban tersebut.
83
Putusan Pengadian No: 1240/Pid.B/2016/PN-MDN.
Universitas Sumatera Utara
69
-Bahwa pada saat itu juga ARIF mengajak seorang temannya yang
tidak terdakwa kenal, selanjutnya dengan mengendarai sepeda
motor milik ARIF, terdakwa bersama dengan ARIF dan temannya
berangkat dari rumah ARIF dengan membawa alat berupa 1 (satu)
buah gunting besar serta 2 (dua) buah plat besi,
-Bahwa kemudian sekira pukul 21.00 WIB setibanya di depan
rumah korban lalu ARIF menggunting gembok pagar dengan
menggunakan gunting besar tersebut dan setelah terbuka terdakwa
bersama dengan ARIF dan temannya masuk ke pekarangan rumah
korban, selanjutnya dengan menggunakan plat besi ARIF
mencongkel pintu depan rumah korban dan setelah pintu rumah
tersebut terbuka terdakwa bersama-sama dengan ARIF dan
temannya masuk kedalam rumah,
-Bahwa setelah tiba di dalam rumah tersebut terdakwa melihat 2
(dua) unit sepeda motor masing-masing 1 (satu) unit sepeda motor
Yamaha RX King BK 1434 ZAC warna hitam dan 1 (satu) unit
sepeda motor Honda Supra X 125 BK 5124 ZV wana abu-abu
hitam,
-Bahwa selanjutnya terdakwa bersama dengan ARIF menggeledah
seluruh isi kamar korban dan menemukan 2 (dua) kunci kontak
masing-masing sepeda motor tersebut, Uang tunai sebesar
Rp.1.100.000,- (satu juta seratus ribu rupiah), 1 (satu) unit senapan
angin warna coklat, 10 (sepuluh) buah batu Liontin, 50 (lima
puluh) buah batu cincin bermacam model, 1 (satu) bilah pisau
Universitas Sumatera Utara
70
komando merek Konsina dan 1 (satu) pasang sepatu merek Max
Berens,
-Bahwa selanjutnya terdakwa bersama dengan ARIF dan temannya
membawa pergi barang-barang milik korban tersebut menuju
rumah ARIF dimana pada saat itu terdakwa mengemudikan sepeda
motor Honda Supra X 125 sedangkan ARIF mengemudikan sepeda
motor RX King dan teman ARIF mengemudikan sepeda motor
milik ARIF.
Menimbang, bahwa di persidangan telah diperiksa dan diteliti
barang bukti berupa 1 (satu) buah plat besi alat dan uang Rp.
25.000,- (dua puluh lima ribu rupiah). Menimbang, bahwa
Terhadap barang bukti tersebut, para terdakwa memberikan
pendapat tidak merasa keberatan dengan barang bukti yang
diajukan oleh Penuntut Umum tersebut.
Menimbang, bahwa barang bukti tersebut telah disita secara sah
menurut hukum, dan di persidangan telah diperlihatkan kepada
saksi-saksi dan para terdakwa, sehingga formil dapat diterima dan
dipertimbangkan sebagai barang bukti dalam perkara ini ;
Menimbang, bahwa segala sesuatu yang terungkap di persidangan
sebagaimana tersebut dalam Berita Acara Sidang, sepanjang belum
termuat dalam putusan ini, untuk singkatnya harus dipandang telah
tercakup, telah dipertimbangkan serta merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari putusan ini ;
Universitas Sumatera Utara
71
Menimbang bahwa dakwaan Penuntut Umum tersebut mengandung
unsur-unsur berikut:
a. Barang Siapa ;
b. Mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian
kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara
melawan hukum, pada waktu malam hari dalam sebuah rumah
atau pekarangan yang tertutup yang ada rumahnya, dilakukan
oleh orang yang ada disitu tiada dengan setahunya atau
bertentangan dengan kemauannya orang yang berhak (yang
punya), yang dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau
lebih, dengan masuk ketempat kejahatan itu atau dapat
mencapai barang untuk diambilnya, dengan jalan membongkar,
memecah atau memanjat atau dengan jalan memakai kunci
palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu;
ad.1 Barang Siapa ; Menimbang, bahwa unsur pertama dakwaan
Kedua Penuntut Umum ini menunjuk kepada subyek hukum
pelaku tindak pidana ;
Menimbang, bahwa dalam perkara ini Penuntut Umum telah
mengajukan 1 (satu) orang Terdakwa, yang atas pertanyaan
Majelis Hakim pada awal persidangan telah menerangkan
bahwa benar ia Terdakwa adalah orang yang identitasnya secara
lengkap telah disebutkan di dalam dakwaan Penuntut Umum
;Menimbang, bahwa dari keterangan saksi-saksi telah ternyata
benar pula, bahwa saksi tersebut mengenal Terdakwa RENDY
Universitas Sumatera Utara
72
MISBA SURBAKTI sebagai orang yang dimaksudkan dalam
dakwaan Penuntut Umum, sehingga oleh karenanya tidak terjadi
adanya kesalahan subyek hukum pelaku tindak pidana (error in
persona) antara orang yang dimaksudkan sebagai Terdakwa
dalam dakwaan Penuntut Umum dengan orang yang diajukan
sebagai Terdakwa di persidangan ; Menimbang, bahwa
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum tersebut, maka
unsur pertama dakwaan Kedua Penuntut Umum harus
dipandang telah cukup terpenuhi dalam diri Terdakwa ;
Menimbang, bahwa selanjutnya akan dipertimbangkan unsur
kedua pada dakwaan tunggal Penuntut Umum ;
ad.2. mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian
kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara
melawan hukum, pada waktu m alam hari dalam sebuah rumah
atau pekarangan yang tertutup yang ada rumahnya, dilakukan
oleh orang yang ada disitu tiada dengan setahunya atau
bertentangan dengan kemauannya orang yang berhak (yang
punya), yang dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau
lebih, dengan masuk ketempat kejahatan itu atau dapat mencapai
barang untuk diambilnya, dengan jalan membongkar, memecah
atau memanjat atau dengan jalan memakai kunci palsu, perintah
palsu atau pakaian jabatan palsu.
Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan
Terdakwa dipersidangan serta diperkuat oleh adanya barang
Universitas Sumatera Utara
73
bukti bahwa pada hari Kamis tanggal 31 Desember 2015 sekira
pukul 13.00 WIB terdakwa pergi kerumah saksi korban Agata
Murroisa Purba di Jalan Abadi No. 8/C Kelurahan Tanjung Rejo
Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan untuk menemui abang
korban yang bernama ALOI, namum terdakwa tidak bertemu
dengan ALOI dan pada saat itu terdakwa melihat bahwa rumah
korban dalam keadaan kosong, selanjutnya terdakwa pergi
menemui teman terdakwa yang bernama ARIF di Jalan
Mandala, kemudian setelah bertemu dengan ARIF, terdakwa
mengajak ARIF untukmelakukan pencurian dirumah korban
tersebut dan pada saat itu juga ARIF mengajak seorang
temannya yang tidak terdakwa kenal, selanjutnya dengan
mengendarai sepeda motor milik ARIF, terdakwa bersama
dengan ARIF dan temannya berangkat dari rumah ARIF dengan
membawa alat berupa 1 (satu) buah gunting besar serta 2 (dua)
buah plat besi, kemudian sekira pukul 21.00 WIB setibanya di
depan rumah korban lalu ARIF m enggunting tembok pagar
dengan menggunakan gunting besar tersebut dan setelah terbuka
terdakwa bersama dengan ARIF dan temannya masuk ke
pekarangan rumah korban, selanjutnya dengan menggunakan
plat besi ARIF mencongkel pintu depan rumah korban dan
setelah pintu rumah tersebut terbuka terdakwa bersama-sama
dengan ARIF dan temannya masuk kedalam rumah, dan di
dalam rumah tersebut terdakwa melihat 2 (dua) unit sepeda
Universitas Sumatera Utara
74
motor masing-masing 1 (satu) unit sepeda motor Yamaha RX
King BK 1434 ZAC warna hitam dan 1 (satu) unit sepeda motor
Honda Supra X 125 BK 5124 ZV wana abu-abu hitam,
selanjutnya terdakwa bersama dengan ARIF menggeledah
seluruh isi kamar korban dan menemukan 2 (dua) kunci kontak
masing-masing sepeda motor tersebut, Uang tunai sebesar
Rp.1.100.000,- (satu juta seratus ribu rupiah), 1 (satu) unit
senapan angin warna coklat, 10 sepuluh) buah batu Liontin, 50
(lima puluh) buah batu cincin bermacam model, 1 (satu) bilah
pisau komando merek Konsina dan 1 (satu) pasang sepatu merek
Max Berens, selanjutnya terdakwa bersama dengan ARIF dan
temannya membawa pergi barang -barang milik korban tersebut
menuju rumah ARIF dimana pada saat itu terdakwa
mengemudikan sepeda motor Honda Supra X 125 sedangkan
ARIF mengemudikan sepeda motor RX King dan teman ARIF
mengemudikan sepeda motor milik ARIF, kemudian setibanya
dirumah ARIF terdakwa langsung pulang kerumah dan dua hari
kemudian terdakwa kembali menemui ARIF untuk meminta
bagian terdakwa, dan dari seluruh hasil penjualan barang-barang
tersebut sebesar Rp.4.000.000,- (empat juta rupiah) terdakwa
mendapat bagian sebesar Rp.1.500.000, - (satu juta lima ratus
ribu rupiah), sehingga akibat kejadian tersebut saksi korban
Agata Murroisa Purba mengalami kerugian sebesar
Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah).
Universitas Sumatera Utara
75
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
hukum tersebut, makaunsur kedua pada dakwaan tunggal
Penuntut Umum harus dipandang telah cukup terpenuhi.
Menimbang, bahwa oleh karena seluruh unsur pada dakwaan
tunggal telah terpenuhi dari perbuatan Terdakwa dan
berdasarkan pengamatan Majelis, Terdakwa sebagai subjek
hukum mampu mempertanggungjawabkan atas perbuatannya
dan selama persidangan tidak menemukan hal-hal yang dapat
menghapus pertanggung jawaban pidana baik karena alasan
pembenar maupun karena alasan pemaaf, maka oleh karena itu
Terdakwa RENDY MISBA SURBAKTI harus dinyatakan telah
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah “Pencurian dalam
keadaan memberatkan“ sebagaimana yang didakwakan dalam
dakwaan tunggal Pasal 363 ayat (2) KUHPidana;
Menimbang, bahwa selama pemeriksaan perkara berlangsung
ternyata tidak diketemukan adanya alasan pemaaf maupun
alasan pembenar dalam diri maupun perbuatan Terdakwa,
sehingga Terdakwa harus dinyatakan sebagai subyek hukum
yang mampu mempertanggung jawabkan kesalahannya.
Menimbang, bahwa oleh karena selama pemeriksaan perkara
berlangsung dari tingkat penyidikan hingga tingkat persidangan
Terdakwa telah ditahan berdasarkan Surat Perintah/Penetapan
Penahanan yang sah, maka masa penahanan yang telah dijalani
oleh Terdakwa harus dikurangkan seluruhnya dari pidana yang
Universitas Sumatera Utara
76
akan dijatuhkan, dan oleh karena pidana yang akan dijatuhkan
lebih lama dari masa penahanan yang telah dijalani oleh
Terdakwa, maka Terdakwa harus diperintahkan untuk tetap
berada dalam tahanan hingga selesai menjalani hukuman,
kecuali apabila di kemudian hari terdapat perintah lain yang sah
yang memerintahkan agar Terdakwa dikeluarkan dari tahanan ;
Menimbang, bahwa mengenai barang bukti berupa 1 (satu) buah
plat besi alat, Dirampas untuk dimusnakan dan uang Rp.
25.000,- (dua puluh lima ribu rupiah), dikembalikan kepada
saksi korban atas nama Agata Murroisa Purba
Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa telah dinyatakan
bersalah dan dijatuhi pidana, maka harus dibebani untuk
membayar biaya yang timbul dalam perkara ini, yang besarnya
akan ditentukan dalam amar putusan ;
Menimbang, sebelum sampai pada amar putusan, terlebih
dahulu akan dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan
meringankan bagi Terdakwa sebagai berikut:
Keadaan memberatkan :
-Perbuatan Terdakwa meresahkan masyarakat khususnya saksi
korban
Keadaan Meringankan :
-Terdakwa belum pernah dihukum ;
-Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan
mengulanginya lagi.
Universitas Sumatera Utara
77
Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa dijatuhi pidana , maka
haruslah dibebani pula untuk membayar biaya perkara ;
Menimbang, bahwa mengenai pidana yang akan dijatuhkan
terhadap Terdakwa, selain berpedoman pada hal yang
memberatkan dan meringankan tersebut diatas, juga maksudkan
sebagai upaya edukasi agar kedepan Terdakwa lebih berhati-hati
lagi dalam segala tindakan di masyarakat.84
6. Putusan
Setelah majelis hakim yang mulia memeriksa, menimbang dan
memutuskan perkara tersebut yaitu pencurian pemberatan, maka
diperoleh putusan sebagai berikut:
a. Menyatakan Terdakwa Rendy Misba Surbakti telah terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
“ Pencurian dalam keadaan memberatkan “
b. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Rendy Misba Surbakti
oleh karena itu dengan pidana penjara selama : 2 (dua) tahun
c. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah
dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana
yang dijatuhkan ;
d. Memerintahkan Terdakwa tetap berada dalam tahanan ;
e. Menyatakan barang bukti berupa 1 (satu) buah plat besi alat,
dirampas untuk dimusnakan dan uang Rp. 25.000,- (dua puluh
84
Putusan Pengadian No: 1240/Pid.B/2016/PN-MDN.
Universitas Sumatera Utara
78
lima ribu rupiah), dikembalikan kepada saksi korban atas nama
Agata Murroisa Purba
f. Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya
perkara sebesar Rp. 1.000,-(seribu rupiah) ;
Demikianlah diputuskan dalam sidang permusyawaratan Majelis
Hakim Pengadilan.
B. Analisis Penulis Terhadap Tindak Pidana Pencurian dengan
Pemberatan (Studi Putusan No: 1240/Pid.B/2016/PN-MDN)
Berdasar pasal 363 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana), orang yang melakukan pencurian dengan pemberatan
(Curat) diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.Hal ini
tak lain karena selain memenuhi unsur-unsur pencurian biasa
dalam pasal 362 KUHP, juga disertai dengan hal yang
memberatkan, yakni dilakukan dalam kondisi tertentu atau dengan
cara tertentu.
Dalam kasus ini terdakwa didakwa dengan pasal 363 ayat
(2) yaitu pencurian pemberatan. Secara keseluruhan penulis
sependapat dengan dakwaan dan putusan hakim, sebab jika dilihat
dari kronologi kasus, terdakwa telah memenuhi unsur 363 ayat (2)
KUHP karena telah melakukan pencurian pada malam hari yang
dilakukan dengan mencapai suatu objek barang yang akan dicuri
dengan cara membongkar kamar/ruangan rumah korban.
Universitas Sumatera Utara
79
Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan berat ringannya
sanksi pidana penjara terhadap pelaku tindak pidana pencurian
dengan kekerasan juga harus mempertimbangkan latar belakang
dan sebab-sebab terdakwa melakukan tindak pidana pencurian
dengan kekerasan tersebut. Apabila terdakwa memiliki latar
belakang sebagai orang miskin hingga dirinya terpaksa mencuri
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini akan menjadi alasan
bagi hakim untuk memperingan sanksi pidana penjara yang akan
dijatuhkan, tetapi apabila terdakwa melakukan pencurian sebagai
mata pencaharian atau mencuri agar bisa mendapatkan uang untuk
melakukan hal-hal negatif seperti mabuk-mabukan tentu hal ini
akan dijadikan hakim sebagai alasan untuk memperberat sanksi
pidana penjara pada putusan yang akan dijatuhinya. Apabila
terdakwa saat melakukan pencurian disertai dengan kekerasan
untuk mempermudah pencurian, hakim dapat memperberat sanksi
pidana penjara pada putusan yang akan dijatuhinya.
Dalam hal dakwaan, penuntut umum menuntut terdakwa
agar di hukum 2 Tahun 6 bulan penjara, Namun pada putusan,
hakim hanya menjatuhkan vonis dua tahun kepada terdakwa.
Penulis sependapat dengan majelis hakim yang memberikan
hukuman lebih ringan dari tuntutan jaksa, sebab jika dilihat dari
keadaan yang meringankan ada dua hal yang menjadi
pertimbangan hakim, yaitu terdakwa belum pernah di hukum dan
Universitas Sumatera Utara
80
terdakwa menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan
mengulanginya lagi.
Dalam kasus ini terdakwa divonis lebih ringan, menurut
penulis fakta terdakwa bukanlah residivis, mengakui dan menyesali
perbuatannya, serta terdakwa baru pertama kali melakukannya
mnejadi alasan hakim menjatuhkan vonis yang lebih ringan.
Penulis juga berpandangan bahwa tindak pidana pencurian
merupakan tindak pidana yang sering kali terjadi, sehingga para
pelaku tidak perlu mendapatkan sanksi yang berat namun lebih
baik mendapatkan sanksi yang akan mengarahkan para pelaku
untuk insaf dan tidak mengulangi perbuatannya kembali.
Universitas Sumatera Utara
81
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah membahas bab-bab sebelumnya maka penulis membuat beberapa
kesimpulan terhadap bab-bab sebelumnya yaitu sebagai berikut:
1. Pengaturan hukum yang mengatur tindak pidana pencurian
pemberatan hanya terdapat di dalam KUHP, sebab Indonesia cuma
punya satu kitab undang-undang mengenai hukum pidana Yang sudah
terkodifikasi. Pencurian dengan pemberatan diatur dalam pasal
363 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yaitu :
(1) Dipidana dengan penjara selama-lamanya tujuh tahun :85
a. Pencurian ternak.
b. Pencurian pada waktu kebakaran, peletusan, banjir, gempa
bumi atau gempa laut, peletusan gunung berapi, kapal
karam terdampar, kecelakaan kereta-api, huru-hara,
pemberontakan atau bahaya perang.
c. Pencurian waktu malam dalam sebuah rumah atau di
perkarangan tertutup yang ada rumahnya, dilakukan oleh
orang yang ada di situ tiada dengan setahunya atau tiada
dengan kemauannya yang berhak.
d. Pencurian dilakukan oleh dua orang atau lebih bersama-sama.
e. Pencurian yang dilakukan, untuk dapat masuk ke tempat
kejahatan atau untuk dapat mengambil barang yang akan
85
R.Sugandhi. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (K.U.H.P) DenganPenjelasannya. Surabaya
: Usaha Nasional, 1981.hlm.377.
Universitas Sumatera Utara
82
dicuri itu dengan jalan membongkar, memecah atau
memanjat atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu
atau pakaian-pakaian palsu.
(2) Jika pencurian yang diterangkan dalam No. 3 disertai dengan
salah satu hal yang diterangkan dalam No. 4 dan 5, maka
dijatuhkan pidana penjara selama - lamanya sembilan tahun.
Dengan begitu pencurian dalam pasal tersebut dinamakan
“pencurian berat” dan ancaman hukumannya pun lebih berat.
2. Perbuatan-perbuatan pidana menurut sistem KUHP kita bagi atas
kejahatan dan pelanggaran. Pelanggaran yang dimaksud yaitu
perbuatan-perbuatan yang sifat melawan hukumnya baru dapat
diketahui setelah ada peraturan yang menentukan. Perbuatan pidana
tidak termasuk pengertian pertanggungjawaban pidana. Perbuatan
pidana hanya merujuk kepada dilarang dan diancamnya perbuatan
dengan suatu ancaman pidana. Apakah orang yang melakukan
perbuatan kemudian dijatuhi pidana, tergantung kepada apakah
dalam melakukan perbuatan itu orang tersebut memiliki
kesalahan.Dengan demikian, membicarakan pertanggungjawaban
pidana mau tidak mau harus didahului dengan penjelasan tentang
perbuatan pidana. Sebab seseorang tidak bisa dimintai
pertanggungjawaban pidana tanpa terlebih dahulu ia melakukan
perbuatan pidana. Adalah dirasakan tidak adil jika tiba-tiba
seseorang harus bertanggung jawab atas suatu tindakan, sedang ia
sendiri tidak melakukan tindakan tersebut.Pertanggungjawaban
Universitas Sumatera Utara
83
pidana diartikan sebagai diteruskannya celaan yang objektif yang
ada pada perbuatan pidana dan secara subjektif yang ada memenuhi
syarat untuk dapat dipidana karena perbuatannya itu. Dasar adanya
perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dapat
dipidananya pembuat adalah asas kesalahan. Ini berarti pembuat
perbuatan pidana hanya akan dipidana jika ia mempunyai kesalahan
dalam melakukan perbuatan pidana tersebut. Kapan seseorang
dikatakan mempunyai kesalahan menyangkut masalah
pertanggungjawaban pidana.
3. Berdasar pasal 363 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana),
orang yang melakukan pencurian dengan pemberatan (Curat) diancam
dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.Hal ini tak lain karena
selain memenuhi unsur-unsur pencurian biasa dalam pasal 362 KUHP,
juga disertai dengan hal yang memberatkan, yakni dilakukan dalam
kondisi tertentu atau dengan cara tertentu.
Dalam kasus ini terdakwa didakwa dengan pasal 363 ayat (2) yaitu
pencurian pemberatan. Secara keseluruhan penulis sependapat dengan
dakwaan dan putusan hakim, sebab jika dilihat dari kronologi kasus,
terdakwa telah memenuhi unsur 363 ayat (2) KUHP karena telah
melakukan pencurian pada malam hari yang dilakukan dengan
mencapai suatu objek barang yang akan dicuri dengan cara
membongkar kamar/ruangan rumah korban.
Dalam hal dakwaan, penuntut umum menuntut terdakwa agar di
hukum 2 Tahun 6 bulan penjara, Namun pada putusan, hakim hanya
Universitas Sumatera Utara
84
menjatuhkan vonis dua tahun kepada terdakwa. Penulis sependapat
dengan majelis hakim yang memberikan hukuman lebih ringan dari
tuntutan jaksa, sebab jika dilihat dari keadaan yang meringankan ada
dua hal yang menjadi pertimbangan hakim, yaitu terdakwa belum
pernah di hukum dan terdakwa menyesali perbuatannya serta berjanji
tidak akan mengulanginya lagi.
B. Saran
Adapun saran-saran penulis adalah sebagai berikut:
1. Pengaturan hukum yang mengatur tindak pidana pencurian dengan
pemberatan yang hanya terdapat di dalam KUHP sudah sangat
kompleks. Sebab tindak pidana pencurian sudah diatur sangat rinci di
dalam KUHP. Hanya saja para penegak hukum harus lebih bekerja
keras untuk menegakkan hukum demi terwujudnya kepastian hukum
dan rasa keadilan di dalam masyarakat. Untuk itu perlu diatur khusus
lenih rinci mengenai besaran objek curian yang menjadi faktor
keseimbangan antara tindak pidana dan hukuman dalam hukum
pidana.
2. Tindak pidana pencurian adalah suatu hal yang sangat meresahkan
dalam masyarakat, untuk itu perlu dilakukan suatu upaya preventif
oleh masyrakat untuk mencegah terjadinya pencurian. Di antara upaya
tersebut adalah mengaktifkan kembali atau memperbanyak pos pos
siskamling di tempat-tempat pemukiman warga.
Universitas Sumatera Utara
85
3. Penulis sependapat dengan putusan majelis hakim, hanya saja penulis
memandang perlu dipertimbangkan objek curian sebagai faktor yang
memberatkan atau meringankan.
Universitas Sumatera Utara
86
DAFTAR PUSTAKA
Arief, B.N. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan
Kejahatan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Ali, A. 2011. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika.
Anwar, M. 1980. Hukum Pidana Bagian Khusus (kuhp buku II). Bandung : PT
Alma`arif.
Bassar,S. 1986. Tindak Pidana Tertentu di Dalam KUHP. Cetakan Kedua,
Bandung: Remadja Karya.
Chazawi, A. 2002. Pelajaran Hukum Pidana 1. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada.
Ediwarman. Monograf Metodologi Penelitian Hukum Panduan penulisan skripsi,
Tesis dan Disertasi, Medan: PT. Sofmedia.
Huda, Chairul. 2011. Tinjauan Kritis Terhadap Teori Pemisahan Tindak Pidana dan
Pertanggungjawaban Pidana, Jakarta.
Khair, A dan Mohammad Ekaputra. 2011. Pemidanaan. Medan : USU Press.
Koeswadji, H.H. 1984. Delik Harta Kekayaan, Asas-asas, Kasus dan
Permasalahan, Surabaya: Sinar Wijaya.
Kartono, 1992. Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja. Jakarta: Rajawali Pres.
Lamintang. 1984. Dasar - dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Sinar Baru.
Lamintang, 1984.Hukum Penitensier Indonesia, Bandung: Sinar Baru.
__________1989,Delik-delik khusus kejahatan-kejahatan terhadap kekayaan
,Bandung: Sinar baru.
Moeljatno, 1987. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: Bina Aksara.
Universitas Sumatera Utara
87
__________ 1985. Fungsi dan Tujuan Hukum Pidana Indonesia. Jakarta: Bina
Aksara.
Prakoso, D. 1987. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia . Edisi Pertama.
Yogyakarta : Liberty Yogyakarta.
Poernomo, B. 1985, Asas-Asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia.
Rosidah, Nikmah .2011,Asas-Asas Hukum Pidana, Pustaka Magister, Semarang.
Saleh, Roeslan,1999. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana,
Aksara Baru, Jakarta.
Sudarto, 1986. Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung: Alumni.
Soesilo, R 1984. Pokok-pokok Hukum Pidana Peraturan Umum Deli-delik
Khusus. Bogor: Politea.
Sugandhi, R. 1981. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (K.U.H.P) Dengan
Penjelasannya. Surabaya : Usaha Nasional.
Sianturi, S.R. 1996. Asas-asas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapanya,Cet IV,
Jakarta :Alumni Ahaem-Peteheam.
Waluyadi. 2003. Hukum Pidana Indonesia. Jakarta : Djambatan.
UNDANG-UNDANG:
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Putusan pengadian No: 1240/Pid.B/2016/PN-MDN.
Universitas Sumatera Utara