MAKALAH KEPERAWATAN ANAK
Tentang
Anemia pada anak
Oleh :
Kelompok 1
Abdurrahman
Aditya candra
Aisya riendini
Aktiva udayana
Andri rizki
Angga ferdian
Angel vamila sari
Bujang
Chairatun hisan
Dedi anggriawan
Defria ulfa
Dian suryani
Delvi isnalia
Desiana heridayati
Devi afrina
Eko syafrianto
Fitria gusna
Fonda denovan
Semester 6
Program studi Ilmu Keperawatan
DOSEN PEMBIMBING :
Ns. Silvia S.Kep M.Biomed
STIKes Fort de Kock Bukittinggi
2011
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Anemia pada Anak” yang ditujukan untuk memenuhi tugas
mata kuliah Keperawatan Anak yang dibina oleh Ns. Silvia S.Kep M.Biomed
Dalam penyusunan makalah ini penulis mendapat bantuan yang tak terhingga besarnya baik
berupa moril maupun materil dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga
penulisan makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Untuk itu penulis mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya atas bantuan yang telah diberikan. Semoga segala bimbingan yang
diberikan mendapat amal kebajikan dan mendapat imbalan yang berlipat ganda dari ALLAH SWT.
Mengingat kemampuan yang terbatas, penulis menyadari bahwa Makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengucapkan maaf dan mengharapkan masukan-
masukan dari pembaca agar makalah ini dapat disempurnakan dimasa mendatang. Mudah-mudahan
Makalah ini dapat memberikan manfaat sebagaimana yang diharapkan.
Bukittinggi, Mei 2011
Penulis
Anemia
ANEMIA didefinisikan sebagai penurunan volume/jumlah sel darah merah (eritrosit) dalam
darah atau penurunan kadar Hemoglobin sampai dibawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat
(Hb<10 g/dL), sehingga terjadi penurunan kemampuan darah untuk menyalurkan oksigen ke jaringan.
Dengan demikian anemia bukanlah suatu diagnosis melainkan pencerminan dari dasar perubahan
patofisiologis yang diuraikan dalam anamnesa, pemeriksaan fisik yang teliti serta pemeriksaan
laboratorium yang menunjang. Manifestasi klinik yang timbul tergantung pada :
1. kecepatan timbulnya anemia
2. umur individu
3. mekanisme kompensasi tubuh
seperti : peningkatan curah jantung dan pernapasan, meningkatkan pelepasan oksigen oleh hemoglobin,
mengembangkan volume plasma, redistribusi aliran darah ke organ-organ vital.
1. tingkat aktivitasnya
2. keadaan penyakit yang mendasari
3. parahnya anemia tersebut
Anemia dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian :
1. Anemia defisiensi
Anemia yang terjadi akibat kekurangan faktor-faktor pematangan eritrosit, seperti defisiensi besi,
asam folat, vitamin B12, protein, piridoksin dan sebagainya.
2. Anemia aplastik
Anemia yang terjadi akibat terhentinya proses pembuatan sel darah oleh sumsum tulang.
3. Anemia hemoragik
Anemia yang terjadi akibat proses perdarahan masif atau perdarahan yang menahun.
4. Anemia hemolitik
Anemia yang terjadi akibat penghancuran sel darah merah yang berlebihan. Bisa bersifat intrasel
seperti pada penyakit talasemia, sickle cell anemia/ hemoglobinopatia, sferosis kongenital,
defisiensi G6PD atau bersifat ektrasel seperti intoksikasi, malaria, inkompabilitas golongan darah,
reaksi hemolitik pada transfusi darah.
Tanda dan gejala yang sering timbul adalah sakit kepala, pusing, lemah, gelisah, diaforesis
(keringat dingin), takikardi, sesak napas, kolaps sirkulasi yang progresif cepat atau syok, dan pucat
(dilihat dari warna kuku, telapak tangan, membran mukosa mulut dan konjungtiva). Selain itu juga
terdapat gejala lain tergantung dari penyebab anemia seperti jaundice, urin berwarna hitam, mudah
berdarah dan pembesaran lien.
Untuk menegakkan diagnosa dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan sel
darah merah secara lengkap, pemeriksaan kadar besi, elektroforesis hemoglobin dan biopsi sumsum
tulang.
Untuk penanganan anemia diadasarkan dari penyakit yang menyebabkannya seperti jika karena
defisiensi besi diberikan suplemen besi, defisiensi asam folat dan vitamin B12 dapat diberikan suplemen
asam folat dan vitamion B12, dapat juga dilakukan transfusi darah, splenektomi, dan transplantasi
sumsum tulang.
I. Anemia Defisiensi
Adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan satu atau beberapa bahan yang diperlukan untuk
pematangan eritrosit, seperti defisiensi besi, asam folat, vitamin B12, protein, piridoksin dan sebagainya.
Anemia defisiensi dapat diklasifikasikan menurut morfologi dan etiologi menjadi 3 golongan :
a. Mikrositik Hipokrom
Mikrositik berarti sel darah merah berukuran kecil, dibawah ukuran normal (MCV<80 fL).
Hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal (MCHC kurang). Hal
ini umumnya menggambarkan defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan darah kronik atau
gangguan sintesis globin seperti pada penderita talasemia. Dari semua itu defisiensi besi merupakan
penyebab utama anemia didunia.
1. Anemia Defisiensi Besi
TINJAUAN MENGENAI ZAT BESI
Zat besi merupakan unsur kelumit (trace element) terpenting bagi manusia. besi dengan
konsentrasi tinggi terdapat dalam sel darah merah, yaitu sebagai bagian dari molekul hemoglobin yang
menyangkut oksigen dari paru–paru. Hemoglobin akan mengangkut oksigen ke sel–sel yang
membutuhkannya untuk metabolisme glukosa, lemak dan protein menjadi energi (ATP). Besi juga
merupakan bagian dari sistem enzim dan mioglobin, yaitu molekul yang mirip Hemoglobin yang terdapat
di dalam sel–sel otot. Mioglobin akan berkaitan dengan oksigen dan mengangkutnya melalui darah ke
sel–sel otot. Mioglobin yang berkaitan dengan oksigen inilah menyebabkan daging dan otot–otot menjadi
berwarna merah. Di samping sebagai komponen Hemoglobin dan mioglobin, besi juga merupakan
komponen dari enzim oksidase pemindah energi, yaitu : sitokrom paksidase, xanthine oksidase, suksinat
dan dehidrogenase, katalase dan peroksidase.
a. ZAT BESI DALAM TUBUH
Zat besi dalam tubuh terdiri dari dua bagin, yaitu yang fungsional dan yang reserve (simpanan).
Zat besi yang fungsional sebagian besar dalam bentuk Hemoglobin (Hb), sebagian kecil dalam bentuk
myoglobin, dan jumlah yang sangat kecil tetapi vitl adalah hem enzim dan non hem enzim
Zat besi yang ada dalam bentuk reserve tidak mempunyai fungsi fisiologi selain daripada sebagai
buffer yaitu menyediakan zat besi kalau dibutuhkan untuk kompartmen fungsional. Apabila zat besi
cukup dalam bentuk simpanan, maka kebutuhan kan eritropoiesis (pembentukan sel darah merah) dalam
sumsum tulang akan selalu terpenuhi. Dalam keadaan normal, jumlah zat besi dalam bentuk reserve ini
adalah kurang lebih seperempat dari total zat besi yang ada dalam tubuh. Zat besi yang disimpan sebagai
reserve ini, berbentuk feritin dan hemosiderin, terdapat dalam hati, limpa, dan sumsum tulang. Pada
keadaan tubuh memerlukan zat besi dalam jumlah banyak,misalnya pada anak yang sedang tumbuh
(balita), wanita menstruasi dan wanita hamil, jumlah reserve biasanya rendah.
Pada bayi, anak dan remaja yang mengalami masa pertumbuhan, maka kebutuhan zat besi untuk
pertumbuhan perlu ditambahkan kepada jumlah zat besi yang dikeluarkan lewat basal.
Dalam memenuhi kebutuhan akan zat gizi, dikenal dua istilah kecukupan (allowance) dan
kebutuhan gizi (requirement). Kecukupan menunjukkan kecukupan rata – rata zat gizi setiap hari bagi
hampir semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan aktifitas untuk mencapai
derajat kesehatan yang optimal. Sedangkan kebutuhan gizi menunjukkan banyaknya zat gizi minimal
yang diperlukan masing – masing individu untuk hidup sehat. Dalam kecukupan sudah dihitung faktor
variasi kebutuhan antar individu, sehingga kecukupan kecuali energi, setingkat dengan kebutuhan
ditambah dua kali simpangan baku. Dengan demikian kecukupan sudah mencakup lebih dari 97,5%
populasi (Muhilal et al, 1993).
Pada bayi, anak dan remaja yang mengalami masa pertumbuhan perlu ditambahkan kepada
jumlah zat besi yang dikeluarkan lewat basal. Kebutuhan zat besi relatif lebih tinggi pada bayi dan anak
daripada orang dewasa apabila dihitung berdasarkan per kg berat badan. Bayi yang berumur dibawah 1
tahun, dan anak berumur 6 – 16 tahun membutuhkan jumlah zat besi sama banyaknya dengan laki – laki
dewasa. Tetapi berat badannya dan kebutuhan energi lebih rendah daripada laki – laki dewasa. Untuk
dapat memenuhi jumlah zat besi yang dibutuhkan ini, maka bayi dan remaja harus dapat mengabsorbsi
zat besi yang lebih banyak per 1000 kcal yang dikonsumsi.Kebutuhan zat besi pada anak balita dapat
dilihat pada tabel dibawah ini :
Kebutuhan Zat Besi Anak Balita
Umur Kebutuhan
0 – 6 bulan
7 – 12 bulan
1 – 3 tahun
4 – 6 tahun
3 mg
5 mg
8 mg
9 mg
b. ZAT BESI DALAM MAKANAN
Dalam makanan terdapat 2 macam zat besi yaitu besi heme dan besi non hem. Besi non hem
merupakan sumber utama zat besi dalam makanannya. Terdapat dalam semua jenis sayuran misalnya
sayuran hijau, kacang – kacangan, kentang dan sebagian dalam makanan hewani. Sedangkan besi hem
hampir semua terdapat dalam makanan hewani antara lain daging, ikan, ayam, hati dan organ – organ
lain.
c. METABOLISME ZAT BESI
Untuk menjaga badan supaya tidak anemia, maka keseimbangan zat besi di dalam badan perlu
dipertahankan. Keseimbangan disini diartikan bahwa jumlah zat besi yang dikeluarkan dari badan sama
dengan jumlah besi yang diperoleh badan dari makanan. Suatu skema proses metabolisme zat besi untuk
mempertahankan keseimbangan zat besi di dalam badan, dapat dilihat pada skema di bawah ini :
Setiap hari turn over zat besi ini berjumlah 35 mg, tetapi tidak semuanya harus didapatkan dari
makanan. Sebagian besar yaitu sebanyak 34 mg didapat dari penghancuran sel – sel darah merah tua,
yang kemudian disaring oleh tubuh untuk dapat dipergunakan lagi oleh sumsum tulang untuk
pembentukan sel – sel darah merah baru. Hanya 1 mg zat besi dari penghancuran sel – sel darah merah
Makanan usus halus tinja
10 mg Fe I mg 9 mg Fe
Fe dalam darah hati disimpan sebagai
(turn over 35 mg feritin, 1 g
sumsum tulang seluruh jaringan
hemoglobin sel – sel mati
hilang bersama menstruasi dikeluarkan melalui kulit, saluran
28 mg/periode pencernaan, dan air seni 1 mg
tua yang dikeluarkan oleh tubuh melalui kulit, saluran pencernaan dan air kencing. Jumlah zat besi yang
hilang lewat jalur ini disebut sebagai kehilangan basal (iron basal losses).
c. PENYERAPAN ZAT BESI
absorbsi zat besi dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu :
- Kebutuhan tubuh akan besi, tubuh akan menyerap sebanyak yang dibutuhkan. Bila besi simpanan
berkurang, maka penyerapan besi akan meningkat.
- Rendahnya asam klorida pada lambung (kondisi basa) dapat menurunkan penyerapan Asam
klorida akan mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+ yang lebih mudah diserap oleh mukosa usus.
- Adanya vitamin C gugus SH (sulfidril) dan asam amino sulfur dapat meningkatkan bsorbsi
karena dapat mereduksi besi dalam bentuk ferri menjadi ferro. Vitamin C dapat meningkatkan
absorbsi besi dari makanan melalui pembentukan kompleks ferro askorbat. Kombinasi 200 mg
asam askorbat dengan garam besi dapat meningkatkan penyerapan besi sebesar 25 – 50 persen.
- Kelebihan fosfat di dalam usus dapat menyebabkan terbentukny kompleks besi fosfat yang tidak
dapat diserap.
- Adanya fitat juga akan menurunkan ketersediaan Fe
- Protein hewani dapat meningkatkan penyerapan Fe
- Fungsi usus yang terganggu, misalnya diare dapat menurunkan penyerapan Fe.
- Penyakit infeksi juga dapat menurunkan penyerapan Fe
Zat besi diserap di dalam duodenum dan jejunum bagian atas melalui proses yang kompleks. Proses ini
meliputi tahap – tahap utama sebagai berikut :
a. Besi yang terdapat di dalam bahan pangan, baik dalam bentuk Fe3+ atau Fe2+ mula – mula
mengalami proses pencernaan.
b. Di dalam lambung Fe3+ larut dalam asam lambung, kemudian diikat oleh gastroferin dan
direduksi menjadi Fe2+
c. Di dalam usus Fe2+ dioksidasi menjadi FE3+. Fe3+ selanjutnya berikatan dengan apoferitin yang
kemudian ditransformasi menjadi feritin, membebaskan Fe2+ ke dalam plasma darah.
d. Di dalam plasma, Fe2+ dioksidasi menjadi Fe3+ dan berikatan dengan transferitin Transferitin
mengangkut Fe2+ ke dalam sumsum tulang untuk bergabung membentuk hemoglobin. Besi
dalam plasma ada dalam keseimbangan.
e. Transferrin mengangkut Fe2+ ke dalam tempat penyimpanan besi di dalam tubuh (hati, sumsum
tulang, limpa, sistem retikuloendotelial), kemudian dioksidasi menjadi Fe3+. Fe3+ ini bergabung
dengan apoferritin membentuk ferritin yang kemudian disimpan, besi yang terdapat pada plasma
seimbang dengan bentuk yang disimpan.
Pada bayi absorbsi zat besi dari ASI meningkat dengan bertambah tuanya umur bayi perubahan
ini terjadi lebih cepat pada bayi yang lahir prematur dari pada bayi yang lahir cukup bulan. Jumlah zat
besi akan terus berkurang apabila susu diencerkan dengan air untuk diberikan kepada bayi.
Walaupun jumlah zat besi dalam ASI rendah, tetapi absorbsinya paling tinggi. Sebanyak 49% zat
besi dalam ASI dapat diabsorbsi oleh bayi. Sedangkan susu sapi hanya dapat diabsorbsi sebanyak 10 –
12% zat besi. Kebanyakan susu formula untuk bayi yang terbuat dari susu sapi difortifikasikan denganzat
besi. Rata – rata besi yang terdapat diabsorbsi dari susu formula adalah 4%.
Pada waktu lahir, zat besi dalam tubuh kurang lebih 75 mg/kg berat badan, dan reserve zat besi
kira – kir 25% dari jumlah ini. Pada umur 6 – 8 mg, terjadi penurunan kadar Hb dari yang tertinggi pada
waktu lahir menjadi rendah. Hal ini disebabkan karena ada perubahan besar pada sistem erotropoiesis
sebagai respon terhadap deliveri oksigen yang bertambah banyak kepada jringan kadar Hb menurun
sebagai akibat dari penggantian sel – sel darah merah yang diproduksi sebelum lahir dengan sel – sel
darah merah baru yang diproduksi sendiri oleh bayi. Persentase zat besi yang dapat diabsorbsi pada umur
ini rendah karena masih banyaknya reserve zat besi dalam tubuh yang dibawah sejak lahir. Sesudah umur
tsb, sistem eritropoesis berjalan normal dan menjadilebih efektif. Kadar Hb naik dari terendh 11 mg/100
ml menjadi 12,5 g/100 ml, pada bulan – bulan terakhir masa kehidupan bayi.
Bayi yang lahir BBLR mempunyai reserve zat besi yang lebih rendah dari bayi yang normal yang
lahir dengan berat badan cukup, tetapi rasio zat besi terhadap berat badan adalah sama. Bayi ini lebih
cepat tumbuhnya dari pada bayi normal, sehingga reserve zat besi lebih cepat bisa habis. Oleh sebab itu
kebutuhan zat besi pada bayi ini lebih besar dari pada bayi normal. Jika bayi BBLR mendapat makanan
yang cukup mengandung zat besi, maka pada usia 9 bulan kadar Hb akan dapat menyamai bayi yang
normal.
Prevalensi anemia yang tinggi pada anak balita umumnya disebabkan karena makanannya tidak
cukup banyak mengandung zat besi sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhannya, terutama pada negara
sedang berkembang dimana serelia dipergunakan sebagai makanan pokok. Faktor budaya juga berperanan
penting, bapak mendapat prioritas pertama mengkonsumsi bahan makanan hewani, sedangkan anak dan
ibu mendapat kesempatan yang belakangan. Selain itu erat yang biasanya terdapat dalam makanannya
turut pula menhambat absorbsi zat besi.
Etiologi
menurut patogenesisnya :
Masukan kurang : MEP, defisiensi diet, pertumbuhan cepat.
Absorpsi kurang : MEP, diare kronis
Sintesis kurang : transferin kurang
Kebutuhan meningkat : infeksi dan pertumbuhan cepat
Pengeluaran bertambah: kehilangan darah karena infeksi parasit dan polip
Berdasarkan umur penderita penyebab dari defisiensi besi dapat dibedakan:
bayi < 1tahun : persediaan besi kurang karena BBLR, lahir kembar, ASI eklusif tanpa suplemen
besi, susu formula rendah besi, pertumbuhan cepat, anemi selama kehamilan
anak 1-2 tahun : masukan besi kurang, kebutuhan yang meningkat karena infeksi berulang
(enteritis,BP), absorpsi kurang
anak 2-5 tahun : masukan besi kurang, kebutuhan meningkat, kehilangan darah karena
divertikulum meckeli.
Anak 5-remaja : perdarahan karena infeksi parasit dan polip, diet tidak adekuat.
Remaja-dewasa: mentruasi berlebihan
Gejala klinis
- Lemas, pucat dan cepat lelah
- Sering berdebar-debar
- Sakit kepala dan iritabel
- Pucat pada mukosa bibir dan faring, telapak tangan dan dasar kuku
- Konjungtiva okuler berwarna kebiruan atau putih mutiara (pearly white)
- Papil lidah atrofi : lidah tampak pucat, licin, mengkilat, merah, meradang dan sakit.
- Jantung dapat takikardi
- Jika karena infeksi parasit cacing akan tampak pot belly
- Penderita defisiensi besi berat mempunyai rambut rapuh, halus serta kuku tipis, rata, mudah patah
dan berbentuk seperti sendok.
Laboratorium
- Kadar Hb <10 g/dL, Ht menurun
- MCV <80, MCHC <32 %
- Mikrositik hipokrom, poikilositosis, sel target
- SSTL sistem eritropoetik hiperaktif
- SI menurun, IBC meningkat
Terapi
- Pengobatan kausal
- Makanan adekuat
- Sulfas ferosus 3X10 mg /KgBB/hari. Diharapkan kenaikan Hb 1 g.dL setiap 1-2 minggu
- Transfusi darah bila kadar Hb <5 g/dL dan keadaan umum tidak baik
- Antelmintik jika ada infeksi parasit
- Antibiotik jika ada infeksi
b. Makrositik Normokrom (Megalobalstik)
Makrositik berarti ukuran sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena
konsentrasi hemoglobin normal (MCV >100 fL, MCHC normal). Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau
terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat.
1. Anemia Defisiensi Asam Folat
Asam folat adalah bahan esensial untuk sintesis DNA dan RNA. Jumlah asam folat dalam tubuh berkisar
6-10 mg, dengan kebutuhan perhari 50mg. Asam folat dapat diperoleh dari hati, ginjal, sayur hijau, ragi.
Asam folat sendiri diserap dalam duodenum dan yeyenum bagian atas, terikat pada protein plasma secara
lemah dan disimpan didalam hati. Tanpa adanya asupan folat, persediaan folat biasanya akan habis kira-
kira dalam waktu 4 bulan. Berikut metabolisme asam folat :
Etiologi
- kekurangan masukan asam folat
- gangguan absorpsi
- kekurangan faktor intrinsik seperti pada anemia pernisiosa dan postgastrektomi
- infeksi parasit
- penyakit usus dan keganasan
- obat yang bersifat antagonistik terhadap asam folat seperti metotrexat
Gejala klinis
- pucat
- lekas letih dan lemas
- berdebar-debar
- pusing dan sukar tidur
- tampak seperti malnutrisi
- glositis berat (radang lidah disertai rasa sakit)
- diare dan kehilangan nafsu makan
laboratorium
- Hb menurun, MCV >96 fL
- Retikulosit biasanya berkurang
- Hipersegmentasi neutrofil
- Aktivitas asam folat dalam serum rendah (normal antara 2,1-2,8 mg/ml)
- SSTL eritropoetik megaobalstk, granulopoetik, trombopoetik
Terapi
- Asam folat 3X5 mg/hari untuk anak
- Asam folat 3X2,5 mg/hari untuk bayi
- Atasi faktor etiologi
2. Anemia Defisiensi Vitamin B12
Dihasilkan dari kobalamin dalam makanan terutama makanan yang mengandung sumber hewani
seperti daging dan telur. Vitamin B12 merupakan bahan esensial untuk produksi sel darah merah dan
fungsi sistem saraf secara normal. Anemia jenis ini biasanya disebabkan karena kurangnya masukan,
panderita alkoholik kronik, pembedahan lambung dan ileum terminale, malabsorpsi dan lain-lain. Adapun
gejala dari penyakit ini berupa penurunan nafsu makan, diare, sesak napas, lemah, dan cepat lelah. Untuk
pengobatannya dapat diberikan suplementasi vitamin B12.
c. Anemia Dimorfik
Suatu campuran anemia mikrositik hipokrom dan anemia megaloblastik. Biasanya disebabkan
oleh defisiensi dari asam folat dan besi. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan :
- hipokrom makrositik
- mikrositik normokrom
- MCV, MCH, MCHC mungkin normal
- SI menurun sedikit
- IBC agak menurun
- SSTL terlihat gejala campuran dari kedua jenis anemia
Untuk terapi dapat diberikan : preparat besi dan asam folat
II. Anemia Aplastik / Pansitopenia
Keadaan yang disebabkan berkurangnya sel-sel darah dalam darah tepi sebagai akibat terhentinya
pembentukan sel hemapoetik dalam SSTL, sehingga penderita mengalami pansitopenia yaitu kekurangan
sel darah merah, sel darah putih dan trombosit.Secara morfologis sel-sel darah merah terlihat normositik
dan normokrom, hitung retikulosit rendah atau hilang, biopsi sumsum tulang menunjukkan keadaan yang
disebut pungsi kering dengan hipoplasia yang nyata dan terjadi penggantian dengan jaringan lemak.
Anemia aplastik dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Kongenital
Timbul perdarahan bawah kulit diikuti dengan anemia progresif dengan clinical onset 1,5-22
tahun, rerata 6-8 tahun. Salah satu contoh adalah sindrom fanconi yang bersifat constitusional aplastic
anemia resesif autosom, pada 2/3 penderita disertai anomali kongenital lain seperti mikrosefali,
mikroftalmi, anomali jari, kelainan ginjal, perawakan pendek, hiperpigmentasi kulit.
Didapat
disebabkan oleh :
- radiasi sinar rontgen dan sinar radioaktif
- zat kimia seperti benzena, insektisida, As, Au, Pb
- obat seperti kloramfenikol, busulfan, metotrexate, sulfonamide, fenilbutazon.
- Individual seperti alergi
- Infeksi seperti IBC milier, hepatitis
- Lain-lain seperti keganasan, penyakit ginjal, penyakit endokrin
- Yang paling sering bersifat idiopatik
- Pucat, lemah, anorexia, palpitasi
- Sesak napas karena gagal jantung
- Aplasi sistem hematopoetik seperti ikterus, limpa/hepar membesar, KGB membesar
- Anemia karena eritropoetik menurun retikulositopenia,Hb,Ht, eritrosit menurun
- Perdarahan oleh karena trombopoetik menurun trombositopenia
- Rentan terhadap infeksi oleh karena granulopoetik menurun netropenia
- Bersifat berat dan serius
Gejala klinis
- Laboratorium
- Anemia hipokrom normositik dan makrositik
- Retikulosit menurun
- Leukopenia
- Trombositopenia
- Kromosom patah
- SSTL hipoplasia / aplasia yang diganti oleh jaringan lemak atau jaringan penyokong
Terapi
- Prednison /kortikosteroid 2-5 mg/KgBB/hari secara oral
- Androgen/testosteron 1-2 mg /KgBB/ hari secara parenteral
- Transfusi darah bila perlu
- Pengobatan terhadap infeksi sekunder
- Makanan lunak
- Istirahat
- Transplantasi sumsum tulang pada pasien muda, antithymocyte globulin (ATG) untuk pasien tua.
III. Anemia Hemolitik
Pada anemia hemolitik umur eritrosit menjadi lebih pendek (normal umur eritrosit 100-120 hari).
Gejala umum penyakit ini disebabkan adanya penghancuran eritrosit sehingga dapat menimbulkan gejala
anemi, bilirubin meningkat bila fungsi hepar buruk dan keaktifan sumsum tulang untuk mengadakan
kompensasi terhadap penghancuran tersebut (hipereaktif eritropoetik) sehingga dalam darah tepi dijumpai
banyak eritrosit berinti, retikulosit meningkat, polikromasi, bahkan eritropoesis ektrameduler. Adapun
gejala klinis penyakit ini berupa : menggigil, pucat, cepat lelah, sesak napas, jaundice, urin berwarna
gelap, dan pembesaran limpa. Penyakit ini dapat dibagi dalam 2 golongan besar yaitu :
a. Gangguan Intrakorpuskular (kongenital)
Kelainan ini umumnya disebabkan oleh karena ada gangguan dalam metabolisme eritrosit sendiri. Dapat
dibagi menjadi 3 golongan yaitu :
1. Gangguan pada struktur dinding eritrosit
- Sferositosis
Umur eritrosit pendek, bentuknya kecil, bundar dan resistensi terhadap NaCl hipotonis menjadi
rendah. Limpa membesar dan sering disertai ikhterus, jumlah retikulosit meningkat. Penyebab
hemolisis pada penyakit ini disebabkan oleh kelainan membran eritrosit. Pada anak gejala anemia
lebih menyolok dibanding dengan ikhterus. Suatu infeksi yang ringan dapat menimbulkan krisis
aplastik. Utnuk pengobatan dapat dilakukan transfusi darah dalam keadaan kritis, pengangkatan
limpa pada keadaan yang ringan dan anak yang agak besar (2-3 tahun), roboransia.
- Ovalositosis (eliptositosis)
50-90% Eritrosit berbentuk oval (lonjong), diturunkan secara dominan, hemolisis tidak seberat
sferositosis, dengan splenektomi dapat mengurangi proses hemolisis.
- A beta lipoproteinemia
Diduga kelainan bentuk ini disebabkan oleh kelainan komposisi lemak pada dinding sel.
- Gangguan pembentukan nukleotida
Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah
- Defisisnsi vitamin E
2. Gangguan enzim yang mengakibatkan kelainan metabolisme dalam eritrosit
- Defisiensi G6PD
akibat kekurangan enzim ini maka glutation (GSSG) tidak dapat direduksi. Glutation dalam
keadaan tereduksi (GSH) diduga penting untuk melindungi eritrosit dari setiap oksidasi, terutama
obat-obatan. Diturunkan secara dominan melalui kromosom X. Penyakit ini lebih nyata pada laki-
laki. Proses hemolitik dapat timbul akibat atau pada : obat-obatan (asetosal, sulfa, obat anti
malaria), memakan kacang babi, alergi serbuk bunga, bayi baru lahir. Gejala klinis yang timbul
berupa cepat lelah, pucat, sesak napas, jaundice dan pembesaran hepar. Untuk terapi bersifat
kausal.
- Defisiensi glutation reduktase
Disertai trombositopenia dan leukopenia dan disertai kelainan neurologis.
- Defisiensi glutation
Diturunkan secara resesif dan jarang ditemukan.
- Defisiensi piruvat kinase
Pada bentuk homozigot berat sekali sedang pada bentuk heterozigot tidak terlalu berat. Khas dari
penyakit ini adanya peninggian kadar 2,3 difosfogliserat (2,3 DPG). Gejala klinis bervariasi,
untuk terapi dapat dilakukan tranfusi darah.
- Defisiensi triose phosphatase isomerase (TPI)
Menyerupai sferositosis tetapi tidak ada peningkatan fragilitas osmotik dan hapusan darah tepi
tidak ditemnukan sferosit. Pada bentuk homozigot bnersiaft lebih berat.
- Defisiensi difosfogliserat mutase
- Defisiensi heksokinase
- Defisiensi gliseraldehide 3 fosfat dehidrogenase
Ketiga jenis terakhir diturunkan secara resesif dan diagnosis ditgakkan dengan pemeriksaan biokimia.
3. Hemoglobinopatia
Hemoglobin orang dewasa normal teridi dari HbA (98%), HbA2 tidak lebih dari 2 % dan HbF
tidak lebih dari 3 %. Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari hemoglobinnya (95%),
kemudian pada perkembangan konsentrasi HbF akan menurun sehingga pada umur 1 tahun telah
mencapai keadaan yang normal. Terdapat 2 golongan besar gangguan pembentukan Hemoglobin ini yaitu
: gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal) misal HbE, HbS dan lain-lain.
Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa) rantai globin misal talasemia.
IV. Anemia Post Hemoragik
Terjadi akibat perdarahan masif atau perdarahan menahun seperti kehilangan darah karena
kecelakaan, operasi, perdarahan usus, ulkus peptikum, hemoroid.
a. Kehilangan darah mendadak
1. Pengaruh yang timbul segera
Kehilangan darah yang cepat akan menimbulkan reflek kardiovaskular sehingga terjadi kontraksi
arteriola, penurunan aliran darah keorgan yang kurang vital (anggota gerak, ginjal dan sebagainya) dan
peningkaata aliran darah keorgan vital (otak dan jantung).
Kehilangan darah 12-15% : pucat, takikardi, TD normal/menurun
Kehilangan darah 15-20% : TD menurun, syok reversibel
Kehilangan darah >20% : syok reversibel
Terapi : transfusi darah dan plasma
2. Pengaruh lambat
pergeseran cairan ektraseluler ke intraseluler sehingga terjadi hemodilusi
gejala : leukositosis (15.000-20.000/mm3), Hb, Ht, eritrosit menurun, eritropoetik meningkat, oligouria /
anuria, gagal jantung.
Terapi dapat diberikan PRC
b. Kehilangan darah menahun
Berupa gejala defisiensi besi bila tidak diimbangi dengan masukan suplemn besi.
a. BATASAN ANEMIA
Anemia didefinisikan sebagai suatu keadaan kadar hemoglobin (Hb) di dalam darah lebih rendah
daripada nili normal untuk kelompok orang yang bersangkutan. Kelompok ditentukan menurut umur dan
jenis kelamin, seperti yang terlihat di dalam
tabel di bawah ini.
Batas normal Kadar Hemoglobin
Kelompok Umur Hemoglobin
Anak
Dewasa
6 bulan s/d 6 tahun
6 tahun s/d 14 tahun
Laki-laki
Wanita
Wanita hamil
11
12
13
12
11
b. PATOFISIOLOGI ANEMIA
Zat besi diperlukan untuk hemopoesis (pembentukan darah) dan juga diperlukan oleh berbagai
enzim sebagai faktor penggiat. Zat besi yang terdapat dalam enzim juga diperlukan untuk mengangkut
elektro (sitokrom), untuk mengaktifkan oksigen (oksidase dan oksigenase). Defisiensi zat besi tidak
menunjukkan gejala yang khas (asymptomatik) sehingga anemia pada balita sukar untuk dideteksi.
Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai dengan menipisnya simpanan zat besi (feritin) dan
bertambahnya absorbsi zat besi yang digambarkan dengan meningkatnya kapasitas pengikatan besi. Pada
tahap yang lebih lanjut berupa habisnya simpanan zat besi, berkurangnya kejenuhan transferin,
berkurangnya jumlah protoporpirin yang diubah menjadi heme, dan akan diikuti dengan menurunya kadar
feritin serum. Akhirnya terjadi anemia dengan cirinya yang khas yaitu rendahnya kadar Rb. konsentrasi
feritin serum rendah. Kadar feritin serum dapat menggambarkan keadaan simpanan zat besi dalam
jaringan. Dengan demikian kadar feritin serum yang rendah akan menunjukkan orang tersebut dalam
keadaan anemia gizi bila kadar feritin serumnya <12 ng/ml. Hal yang perlu diperhatikan adalah bila kadar
feritin serum normal tidak selalu menunjukkan status besi dalam keadaan normal. Karena status besi yang
berkurang lebih dahulu baru diikuti dengan kadar feritin.
Diagnosis anemia zat gizi ditentukan dengan tes skrining dengan cara mengukur kadar Hb,
hematokrit (Ht), volume sel darah merah (MCV), konsentrasi Hb dalam sel darah merah (MCH) dengan
batasan terendah 95% acuan.
c. PENYEBAB ANEMIA GIZI PADA BALITA
Penelitian di negara berkembang mengemukakan bahwa bayi lahir dari ibu yang menderita
anemia kemungkinan akan menderita anemia gizi, mempunyai berat badan lahir rendah, prematur dan
meningkatnya mortalitas.
Penyebab anemia gizi pada bayi dan anak :
a. Pengadaan zat besi yang tidak cukup
1) Cadangan zat besi pada waktu lahir tidak cukup.
a) Berat lahir rendah, lahir kurang bulan, lahir kembar
b) Ibu waktu mengandung menderita anemia kekurangan zat besi yang berat
c) Pada masa fetus kehilangan darah pada saat atau sebelum persalinan seperti adanya sirkulasi fetus
ibu dan perdarahan retroplasesta
2) Asupan zat besi kurang cukup
b. Absorbsi kurang
1) Diare menahun
2) Sindrom malabsorbsi
3) Kelainan saluran pencernaan
c. Kebutuhan akan zat besi meningkat untuk pertumbuhan, terutama pada lahir kurang bulan dan pada
saat akil balik.
d. Kehilangan darah
1) Perdarahan yang bersifat akut maupun menahun, misalnya pada poliposis rektum, divertikel
Meckel
2) Infestasi parasit, misalnya cacing tambang.
Penyebab tak langsung Penyebab langsung Status besi
d. PENGARUH ANEMIA PADA BALITA
Terhadap kekebalan tubuh (imunitas seluler dan humoral)
Kekurangan zat besi dalam tubuh dapat lebih meningkatkan kerawanan terhadap Penyakit infeksi.
Seseorang yang menderita defisiensi besi (terutama balita) lebih mudah terserang mikroorganisme, karena
kekurangan zat besi berhubungan erat dengan kerusakan kemampuan fungsional dari mekanisme
kekebalan tubuh yang penting untuk menahan masuknya penyakit infeksi.
Fungsi kekebalan tubuh telah banyak diselidiki pada hewan maupun manusia. Meskipun telah
banyak publikasi yang mengatakan bahwa kekurangan besi menimbulkan konsekwensi fungsional pada
sistem kekebalan tubuh, tetapi tidak semua peneliti mencapai kesepakatan tentang kesimpulan terhadap
abnormalitas pada fungsi kekebalan spesifik.
Imunitas humoral
Peranan sirkulasi antibodi sampai sekarang dianggap merupakan pertahanan utama terhadap
infeksi, dan hal ini dapat didemonstrasikan pada manusia. Pada manusia kemampuan pertahanan tubuh ini
berkurang pada orang-orang yang menderita defisiensi besi.
Ketersediaan zat besi dlm bhn makanan rendah jumlah zat besi
Praktek pemberian makanan kurang baik dalam makanan
Social ekonomi rendah tidak cukup
Komposisi makanan kurang beragam absorbs zat besi
Terdapat zat penghambat absorbs rendah
Keadaan kurang besi
Pertumbuhan fisik kebutuhan naik
Kehamilan & menyusui anemia gizi
Pendarahan kronis
Parasit infeksi kehilangan darah
Pelayanan kes. Rendah
Ditemukan bahwa jumlah produksi antibodi menurun sesudah imunisasi dengan tetanus toksoid,
dan penurunan ini secara proporsional sesuai dengan penurunan jumlah, zat besi dalam diit. Penurunan
fifer antibodi tampak lebih erat hubungannya dengan indikator konsumsi zat besi, daripada dengan
pemeriksaan kadar hemoglobin, kadar besi dalam serum atau feritin, atau berat badan.
Imunitas sel mediated
Invitro responsif dari limfosit dalam darah tepi dari pasien defisiensi besi terhadap berbagai
mitogen dan antigen merupakan topik hangat yang saling kontraversial. Bhaskaram dan Reddy
menemukan bahwa terdapat reduksi yang nyata jumlah sel T pada 9 anak yang menderita defisiensi besi.
Sesudah pemberian Suplemen besi selama empat minggu, jumlah sel T naik bermakna.
Srikanti dkk membagi 88 anak menjadi empat kelompok menurut kadar hemoglobin yaitu
defisiensi besi berat (Hb<8,0 g/dl). Pada anak yang defisiensi besi sedang (Hb antara 8,0 - 10,0 g/dl),
defisiensi ringaan (Hb antara 10,1 - 12,0 g/dl), dan normal (Hb > 12 g/dl). Pada anak yang defisiensi berat
dan sedang terjadi depresi respons terhadap PHA oleh limfosit, sedangkan pada kelompok defisiensi
ringan dan normal tidak menunjukkan hal serupa. Keadaan ini diperbaiki dengan terapi besi.
Fagositosis
Faktor penting lainnya dalam aspek defisiensi besi adalah aktivitas fungsional sel fagositosis.
Dalam hal ini, defisiensi besi dapat mengganggu sintesa asam nukleat
mekanisme seluler yang membutuhkan metaloenzim yang mengandung Fe. Schrimshaw melaporkan
bahwa sel-sel sumsum tulang dari penderita kurang besi mengandung asam nukleat yang sedikit dan laju
inkorporasi (3H) thymidin menjadi DNA menurun.
Kerusakan ini dapat dinormalkan dengan terapi besi. Sebagai tambahan, kurang tersedianya zat
besi untuk enzim nyeloperoksidase menyebabkan kemampuan sel ini membunuh bakteri menurun.
Anak-anak yang menderita defisiensi besi menyebabkan persentase limfosit T menurun, dan
keadaan ini dapat diperbaiki dengan suplementasi besi. Menurunnya produksi makrofag juga dilaporkan
oleh beberapa peneliti. Secara umum sel T, di mana limfosit berasal, berkurang pada hewan dan orang
yang menderita defisiensi besi. Terjadi penurunan produksi limfosit dalam respons terhadap mitogen, dan
ribonucleotide reductase juga menurun. Semuanya ini dapat kembali normal setelah diberikan suplemen
besi.
Terhadap kemampuan intelektual
Telah banyak penelitian dilakukan mengenai hubungan antara keadaan kurang besi dan dengan
uji kognitif. Walaupun ada beberapa penelitian mengemukakan bahwa defisiensi besi kurang nyata
hubungannya dengan kemunduran intelektual tetapi banyak penelitian membuktikan bahwa defisiensi
besi mempengaruhi pemusnahan perhatian (atensi), kecerdasan (IQ) , dan prestasi belajar di sekolah.
Denganl memberikan intervensi besi maka nilai kognitif tersebut naik secara nyata.
Salah satu penelitian di Guatemala terhadap bayi berumur 6-24 bulan. Hasil, penelitian tsb menyatakan
bahwa ada perbedaan skor mental (p<0,05) dan skor motorik (p<0, 05) antara kelompok anemia kurang
besi dengan kelompok normal.
Pollit, dkk melakukan penelitian di Cambridge terhadap 15 orang anak usia 3-6 tahun yang
menderita defisiensi besi dan 15 orang anak yang normal, status besinya sebagai kontrol. Pada awal
penelitian anak yang menderita defisiensi besi menunjukkan skor yang lebih rendah daripada anak yang
normal terhadap uji oddity learning. Setelah 12 minggu diberikan preparat besi dengan skor rendah pada
awal penelitian, menjadi normal status besinya diikuti dengan kenaikan skor kognitif yang nyata sehingga
menyamai skor kognitif anak yang normal yang dalam hal ini sebagai kelompok kontrol.
e. KELUHAN DAN GEJALA ANEMIA GIZI
Rasa lemah, letih, hilang nafsu makan, menurunya daya konsentras dan sakit kepala atau pening
adalah gejala awal anemia. Pada kasus yang lebih parah, sesak nafas disertai gejala lemah jantung dapat
terjadi. Untuk memastikan, diagnosa perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium, diantaranya dilakukan
penentuan kadar hemoglobin atau hematokrit dalam darah.
STRATEGI PENANGGULANGAN ANEMIA GIZI PADA BALITA
Strategi penanggulangan anemia gizi secara tuntas hanya mungkin kalu intervensi dilakukan terhadap
sebab langsung, tidak langsung maupun mendasar. Secara pokok strategi itu adalah sebagai berikut :
1. Terhadap penyebab langsung
Penanggulangan anemiagizi perlu diarahkan agar :
a. Keluarga dan anggota keluarga yang resiko menderita anemia mendapat makanan yang cukup
bergizi dengan biovailabilita yang cukup.
b. Pengobatan penyakit infeksi yang memperbesar resiko anemia
c. Penyediaan pelayanan yang mudah dijangkau oleh keluarga yang memerlukan, dan tersedianya
tablet tambah darah dalam jumlah yang sesuai.
2. Terhadap penyebab tidak langsung
Perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan perhatian dan kasih sayang di dalam keluarga terhadap
wanita, terutama terhadap ibu yang perhatian itu misalnya dapat tercermin dalam :
a. Penyediaan makanan yang sesuai dengan kebutuhanny terutama bila hamil.
b. Mendahulukan ibu hamil pd waktu makan
c. Perhatian agar pekerjaan fisik disesuaikan dengan kondisi wanita/ibu hamil
3. Terhadap penyebab mendasar :
Dalam jangka panjang, penanggulangan anemia gizi hanya dapat berlangsung secara tuntas bila penyebab
mendasar terjadinya anemia juga ditanggulang, misalnya melalui:
a. Usaha untuk meningkatkan tingkat pendidikan, terutama pendidikan wanita.
b. Usaha untuk memperbaiki upah, terutama karyawan rendah.
c. Usaha untuk meningkatkan status wanita di masyarakat
d. Usaha untuk memperbaiki lingkungan fisik dan biologis, sehingga mendukung status kesehatan
gizi masyarakat.
Strategi Operasional Penanggulangan Anemia Gizi disini diarahkan ke kegiatan yang bisa dilaksanakan
dalam 4 kegiatan yaitu :
a. STRATEGI OPERASIONL KIE
1. Pelaksnaan KIE
Pelaksnaan KIE perlu dilakukan secara lebih menyeluruh, dan bersifat multi media. Pendekatan
pelaksanaan KIE adalah sbb :
- menggunakan multimedia
- menggunakan tenaga lintas program dan lintas sektor
- menggunakan berbagai pendekatan seperti individual, kelompok atau massal
- menumbuhkan partisipasi dan kemandirian
- ditunjukan untuk berbagai sasaran yang sesuai seperti sasaran primer yaitu orang tua yang
memiliki balita, sasaran sekunder yaitu petugas kesehatan, lurah, tokoh masyarakat, lembaga
LSM sedangkan tertier yaitu pemerintah setempat.
2. Integrasi KIE anemia ke dalam KIE maknan
3. Pengembangan jaringan KIE
4. Strategi khusus : Penyelenggaraan Bulanan Anemia
5. Isi pesan KIE anemia diantaranya
- menjelaskan konsep Anemia
- menjelaskan Anemia dalam konteks pangan dan gizi secara keseluruhan
- menjelaskan pelayanan kesehatan yang ada dalam kaitan penanggulangan Anemia gizi.
- meningkatkan kebutuhkan terhadap tablet tambah darah
- meningkatkan kesadaran keluarga untuk lebih memperhatikan anggota keluarga.
- menjelaskan kaitan anemia dalam pembangunan secara umum.
b. STRATEGI OPERASIONAL SUPLEMENTASI
Masyarakat sendiri dapat melakukan suplementasi untuk balitanya. Preparat diberikan lebih baik dalam
bentuk multivitamin, yaitu selain mengandung besi dan asam folat, juga mengandung vitamin A, vitamin
C, seng (sesuai dengan kemampuan tehnologi). Pemberian dapat dilakukan beberapa kali dalam setahun.
Dosis pemberian adalah sebagai berikut :
- 30 mg unsur besi dan 0,125 mg asam folat, disertai 2500 IU vitamin A pemberian diberikan
selama 2 bulan
- swadana : 30 mg unsur besi dan 0,125 mg asam folat disertai 2500 IU vitamin A pemberian
diberikan sekali seminggu. Preparat multivitamin yang tersedia di pasaran juga dapat
dipergunakan.
c. STRATEGI FORTIFIKASI
Fortifikasi sampai sekarang masih belum banyak berperan dalam penanggulangan anemia gizi di
masyarakat. Saat ini baru ada rintisan kegiatan fortifikasi yang dilakukan pada mi instan. Dosis yang
dianjurkan adalah 10 mg unsure besi dan 0,15 mg asam folat ditambah 2500 IU vitamin A untuk setiap
bungkusnya. Dosis ii berlaku umum untuk seluruh sasaran, sehingga secara tehnis pelaksanaannya lebih
mudah.
Strategi yang perlu dilakukan
1. Mempertahankan produk – produk yang telah difortifikasi
2. Fortifikasi produk yang dikonsumsi oleh masyarakat (low and entry)
3. Memasukkan fortifikasi ke dalam Standard Nasional Indonesia (SNI)
4. Telaah lanjutan tentang wahana (bahan makanan) lain yang bis digunakan.
d. STRATEGI OPERASIONAL LAIN
Penanggulangan anemia juga memerlukan kegiatan lain seperti :
1. Pembasmian infeksi cacing secara berkala
Penanggulangan anemia perlu disertai dengan pemberian obat cacing di daerah yang diduga
prevalensi cacingny tinggi. Prioritas pemerintah sekarang ini adalah pembasmian cacing untuk
anak sekolah, daerah vital produksi, daerah terpencil dan daerah kumuh. Direktorat Bina Gizi
Masyarakat perlu berpartisipasi dalam rangka memperluas gerakan pembasmian cacing ini.
Direktorat Bina Gizi Masyarakat juga perlu membantu gerakn pembasmian cacing yang
dilakukan secara swadana oleh masyarakat ataupun swasta.
Dalam rangka pembasmian cacing ini perlu diperhatikan bahwa pembasmian hanya akan
langgeng bila disertai dengan kegiatan untuk mengubah perilaku penduduk kearah hidup yang
lebih bersih (seperti cuci tangan, menggunakan sandal dan kegiatan untuk mengubah lingkungan
(seperti jambanisasi) agar siklus hidup cacing bisa diputus secara permanen.
2. Pemberian obat anti malaria untuk daerah endemis.
Pemberian obat anti malaria di daerah endemis malaria perlu diberikan sekaligus pada waktu
pemberian tablet tambah darah. Direktorat Jenderal P2MPLP sekarang sudah memberikan anti
malaria sekaligus tablet tambah darah, nmun bru daerh prioritas, seperti transmigrasi, daerah
potensi wabah daerah pembangunan dan daerah perbatasan.
3. Mencari Prevalensi Regional Anemia.
Perlu ada penelitian tentang prevalensi anemia dan penyebabnya pada tingkat Provinsi dan
kabupaten. Penelitian ini dapat dilakukan dengan metode survei cepat.
PENUTUP
KESIMPULAN
Anemia defisiensi besi (Anemia Gizi) adalah suatu keadaan kadar hemoglobin di dalam darah
leih rendah daripada nilai normal. Untuk balita kadar Hb Normal adalah 12 g/dl. Adapun kebutuhan zat
besi pada anak adalah sekitar 5 – 9 mmg/hari.
Penyebab anemia Gizi pada balita sangat banyak diantaranya: Pengadaan zat besi yang tidak
cukup seperti cadangan besi yang tidak cukup. Selain itu absorbs yang kurang karena diare ataupun
infestasi cacing yang memperberat anemia. Faktor-faktor lain turut pula mempengaruhi seperti faktor
sosial ekonomi, pendidikan, pola makan, fasilitas kesehatan dan faktor budaya.
Tanda dan gejala yang sering timbul adalah sakit kepala, pusing, lemah, gelisah, diaforesis
(keringat dingin), takikardi, sesak napas, kolaps sirkulasi yang progresif cepat atau syok, dan pucat
(dilihat dari warna kuku, telapak tangan, membran mukosa mulut dan konjungtiva).
Pengaruh Anemia pada balita diantaranya adalah penurunan kekebalan tubuh dimana terjadi
penurunan kemampuan sel humural dan seluler di dalam tubuh. Hal ini mengakibatkan balita mudah
terkena infeksi. Terhadap fungsi kognitif terjadi pula penurunan sehingga kecerdasan anak berkurang,
kurang atensi (perhatian) dan prestasi belajar terganggu. Hal ini akan melemahkan keadaan anak sebagai
generasi penerus.
Strategi penanggulangan anemia gizi meliputi strategi operasional KIE, strategi operasioanl
Suplementasi, Strategi penanggulangan anemia gizi secara tuntas hanya mungkin kalau intervensi
dilakukan terhadap sebab langsung maupun sebab mendasar.
Mengingat balita adalah penentu dari tinggi rendahnya kualitas pemuda dan bangsa kelak maka
penanganan sedini mungkin sangatlah berarti bagi kelangsungan pembangunan.