JEJAK-JEJAKAntologi Cerpen dan Puisi
Mahasiswa BSI 2009
Epilog:Ahda Imran
2012
Bahasa dan Sastra InggrisUIN Sunan Gunung Djati
Bandung
Kerjasama:
JEJAK-JEJAKAntologi Cerpen dan Puisi Mahasiswa BSI 2009
Hak Cipta 2012, Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris UIN Sunan Gunung DjatiHak cipta dilindungi undang-undang.All right reserved.
Kurator:Ahda Imran.
Desain Sampul:Tim Penerbit SIRARU
Layout:Tim Penerbit SIRARU
ISBN: 978-602-18345-2-7
Diterbitkan atas kerja sama antaraPenerbit SIRARU,Jln. A.H. Nasution, No. 33 RT. 03 RW. 05 Desa Cipadung Kecamatan CibiruKota Bandung 40614 Telp. 081220131313 - surel: [email protected] Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris UIN Sunan Gunung Djati Bandung, dan ELSA.
3DDAAFFTTAARR IISSII
DAFTAR ISI 3
DEDI SULAEMAN, M.HUMPROLOG 11
PUISIJUWITA RACHMAWATI HERMAWAN PUTRI
SAWAH 15ANA ROSDIANA
SANG DEWI 16RAPTI INDRAYANI
KOTA TUA 17ARIF IMAM GHOZALI
PEMUJA DEWA 18PATUNG BERTELANJANG BADAN 19
NADIA FITRI SUMIRATMALIOBORO 20
ELAN ALBIRUDINKISAH RAMAYANA 21
NITA NURAENIBINTANG DAN KERINDUAN 22
NINA SURYANICUMULUS SENDU 24
BAYU MOCHAMADYANG BODOH DIBODOHI 25
MOCH LUTHFI HAKIEMLEMBAYUNG PERAK 26
AI RIN RIN ANDRIANIPANAS 27
RENI KARTIKAKISAH SEEKOR ANJING 28
4AI SRI NURYANIISTANA AIR TAMAN SARI 29
HERNAWATIMILIK KITA 30
HANDRI PRASETIAPASAR JALANAN 31
UMAR FARUK0 KM 32
DESY AMDIASARIWATER CASTLE 33PEMUDA 09 34
RESA RAHMADANIBOROBUDUR 35
EKA ARI ASTUTIKENANGAN CANDI ITU 36
ICHWAN DANURI PRATAMASENJA LANGIT PRAMBANAN 37
RIANA YUSUFBUS MELAJU TAK MAU TAHU 38
AZKUR CHIMAWANHIDUP ADALAH BATU 39
MELLY RACHMAWATIMAWAR 40
ARRY PURNAMAKEN 41AKAR TUA 42
DINI NURDINIYATIBARONG YANG TERLEWATKAN 43DI MANA INDONESIA? 44
SUSANDIBATIK JUVENTUS 45NAGA JADI KUYA 46
SITI NUROHMAHSANG TUGU 47RAMA SHINTA 48
5TYAS SAMESTIKMSB 49
YENI ELMIJUBIR CANDI 50
NIKIE MEINIKABOROBUDUR 51
EUIS FATIMAHPATUNG BATU DI SAMPINGKU 52
KOKOM RATNASARIMALIOBORO CINTAKU 53
SITI AISAHPESONA PRAMBANAN 54SUARA MALIOBORO MALAM 55KESETIAAN KECIL 56
DINI PITRIANIYOGYAKARTA 57
DADANG ISKANDARBOROBUDUR 58YOGYAKARTA 59
ASEP TAOPIK HUSNATERATAI UNGU TAK BERBAJU 60BUNGA-BUNGA DI SUBUH TERANG 61
ALI MUKSINPANAS KOTA 62
PIPIT FITRIAJEJAK-JEJAK 63SAJAK PERJALANAN 64
JAYA PRASETIAHAMPA 65
AJEM YUSTIKAKAU INDAH 66
SITI AISYAH...LELAH... 67
DEWI R. AHDAWIAHMAHA KUASA 68
6ASEP RIDWANSONGSONGAN FAJAR 69
SITI KHOIRI INAYAHMAHAKARYA 70
RIZAL DARMAWANJAM DUA BELAS 71
DIAN NURENDAHPADANG RAJA-RAJA 72
LIA MARLIAWATITAMAN SARI 73
YUSANTHIYA WINDHIANITAMALAM DI MALIOBORO 74MESJID BAWAH TANAH DI YOGYAKARTA 75
HERI NURJAYAMALAM DI PRAMBANAN 76BOROBUDUR 77CANTING COKLAT 78
ARI SUHARTOKOPI JOSS 79
RIZKI FAUZIKERTAS KOSONG YOGYAKARTA 80MALAM DI MALIOBORO 81
PIPIT NURUL FITRIAHDALAM BIS 82
INTAN WULAN KUSTIANIBOROBUDUR 83
SANTI RAMDHANITAHTA UNTUK RAKYAT 84MEREKA YANG MENGABDI 85
DERRY RIZKIANAMALAM DI MALIOBORO 86
LISDA PALUPI UTAMIDI UJUNG HARI KALA PRAMBANAN MEMBAYANG 87
MAISAROHLONG DISTANCE (JOGJA, ... ANTARA BANDUNG DAN SURABAYA) 88
7SISKA HARDIANA SAFITRI--- 89
SADAM HUSENPACAR SEHARI 90
YUDA RAHMAT HIDAYATKENANGAN 91
NONOH MARDIYANAHLAYAKNYA BATIK 92
SHOBAHUL FUTUHHABIS API TERBITLAH MATAHARI 94
YASHINTA PRADINA SAPUTRAJALANAN JOGJA 95
IDAS DASIMAHGELAPNYA BERNYAWA 96
DIAN PURNAMASAWANG 97MEDUSA 98
JASMARYADITAK APA KAU PANGGIL AKU HANOMAN 99KATA DI ANTARA PRAMBANAN DAN BOROBUDUR 100
ASEP KOSWARAKICAUAN BURUNG PAGI 101
FOURUS HUZNATUL ACINTA ABADI 102
EKA AYU WAHYUNIRUSAK 103INGIN 104
RENREN SITI NURHASANAHDI JENDELA BIS 105
SITI HALWA MARDIAHHENING BOROBUDUR 106
WAWI JUMANTARIPENGAMEN BUS KOTA 107
ITA MUSTAPASUDUT MALAM MALIOBORO 108
8ARIEF LUQMANMELODI PAYAU 109
INSAN PURNAMAPRAMBANAN BUKAN CERITA 110BIRU DI SENDRATARI RAMAYANA 111
YUDHA APRIANSYAHTAKDIR 112BOROBUDUR 113
SOFIASUASANA MALAM 114
IKA NURHOSNA FMALIOBORO 115
ERISKA FITRIANISENDU 116
AHMAD FUAD HANIFKICAUAN BURUNG GEREJA 117
DEVI LUTFIANI SBECAK 118
ELIS NURSITACANDI PRAMBANAN 119
IMMA JANATYHUJAN DI PRAMBANAN 120
ARI MARGONOAKU 121
AI YENIWAYAI TANAH AIRKU 122
WIDIYARTI NUR BEKTIISTIMEWA BOROBUDUR 123
SITI PATIMAHCERITA LUKA JOGJA 124
AL IKHLAS ARDIANSYAHJALAN 125
AZZIS FAMEIASULTAN 126
9DANIEL ANDREWNUSANTARA 127
DIAN NUGRAHA RAMDANIJAMPARING; TI RAHWANA KEUR SINTA 128
DIBA PRAJAMITHA A.SELAMAT ULANG TAHUN! 129
DWI AGUSTIANMERAJUT ESOK 130
KIKI AMELIAKRATON 131
MAYMA AMALIA DEWIPANAS 132
MUHAMMAD SIDIKREMANG MALAM MALIOBORO 133
NENENGCERITA DARI ZEBRA-CROSS 134
NURUL FAUZIYYAHSETUMPUK BATU 135
SILVINA NUGRAHAWATIDI BAWAH SAYIDAN 136
YUSANTIJALAN TAK BERUJUNG 137
IMAN IMANULHAKIMMALIOBORO 138
MARIAH NURAENISANG DEWI SHINTA 139
NURLIANA RACHMAWATIRINDU, ELEGI DAN KAU 140
DINAR SAEFULLOH AKBARDI DALAM SOBEKAN WAKTU 141
DINI TRI HANDAYANIBATU KESAKITAN 142
FADHILAH JUWITA LESTARIPENCARIAN SEJATI 143
10
FAISAL AMIR MALIK I.BAYANG KESEDIHAN 144
ISYE MUSTIKAWAHAI PENAKU... 145
MOH. FAUZAN RAHMANSETENGAH JIWA MENGHAMBAKAN APA 146
NURUL AINAL KHOMSAHSEPERTI KISAH RAMA SHINTA 147
ARIEF MAULANAGELANGGANG CITRA DI MALAM JOGJAKARTA 148
INEU SRI WAHYUNIABDI DALEM 149
CERPENINEU SRI WAYHUNI
UANG 5000 153DANI KRISDIANA
SAPU TANGAN MERAH MUDA DI BIS YOGYA 159LULU MAR ATUN SHALIHAH
PENANTIAN 164NASRUL AFIDIN
DALAM MIMPI: MENJADI RAJA 170
ESSAYJAYA
KUDA: APA BEDANYA AKU? 179
EPILOGAHDA IMRAN
MELANCONG KE YOGYA, MELAWAT KE DALAM BAHASA 185
11
PPRROOLLOOGGDedi Sulaeman, M.Hum.
Bismillahi ar-Rahman ar-Rahim.
Segala bentuk puja-puji adalah milik Dia, sang Raja manusia. Dia-lah sang Maha Pengasih-Penyayang yang senantiasa memberikan segalanikmat yang tak terhingga. Dia-lah yang menciptakan kita dari ketiadaan, menjadi ada, dan menjadi tiada lagi. Dia-lah yang memiliki cerita hidup manusia, dan kita sedang menulis cerita hidup kita di atasnya.
Alhamdulillah, setelah hasil baca-periksa serta proses editing yang lumayan lama, akhirnya buku kumpulan karya mahasiswa Bahasa dan Sastra Inggris angkatan 2008 ini selesai jua.
Antologi ini merupakan buah karya mahasiswa dari Praktek Profesi Lapangan (PPL) berupa travel-writing. Adapun tema yang diusung untuk tahun ini adalah: Waldenizing Jogjakarta. Kata Walden diambil dari karya Henry David Thoreaudengan tentunyamengacu pada konsep beliau terkait sebuah perjalanan yang inspiratif dan bias menghasilkan masterpiece. Jogjakarta merupakan tujuan perjalanan untuk menghasilkan karya bagi mahasiswa yang akan menuang gagasannya. Dengan demikian, karya-karya mahasiswa ini merupakan buah karya dari sebuah perjalanan menuju dan dari Jogjakarta dengan objek inspirasi Jogjakarta dan sebudarannya.
Dalam kesempatan ini saya ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada panitia Waldening Jogjakarta, BSI 2012, kepada dewan redaksi, editor serta kepada semua pihak yang telah memberikan segala bantuan dan dukungannya atas lancarnya dan terbitnya karya ini.
Akhirul kalam, semoga PPL tahun ini lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya, dan semoga PPL tahun depan lebih baik dari tahun ini. Semoga karya ini bias menjadi bekal dan bahan nostalgia karyaberserta konteksnyabagi para pembaca dan penikmat karya. Kami dari pihak Jurusan BSI mohon maaf apabila ada ketidaknyamanan
12
selama pra-kegiatan, pelaksanaan kegiatan dan paska-kegiatan. Semoga segala aktivitas kita bias menjadi amal shaleh. Amin.
AlhamdulillahiRabbil Alamiin.
Bandung, Juli 2012
Ketua Jurusan BSI,
DediSulaeman, M. Hum.NIP. 197912292008011011
PP UU II SS II
15
SSAAWWAAHHJuwita Rachmawati Hermawan Putri
Semburan angin membuatnya bergerakMenjadikannya seolah tak kuasa untuk menahanLambaian angin itu semakin membuat riuk padi bersenggamaSatu sama lainnya bersentuhanNamun tetap tanpa langkah, tanpa nadaHanya terlihat indah karena geraknya beriramaIngin rasanya menari bersama padi-padiMerasakan hangatnya suryaHingga membuatnya kian menguningKini pandang tak lagi berbatas
Ciamis, 14 Mei 2012
16
SSAANNGG DDEEWWIIAna Rosdiana
KauKecantikanmu menyerupai rembulanSenyumanmu menyerupai kehangatan matahariAnginpun tak kuasa melambai-lambaikan tangannya hanya untuk sekedar mencari perhatianmuMatahari terus memanaskan bumi siang hari hanya untuk menyinari kecantikanmuHingga membuat batu-batu bersatu padu membuat benteng istanamu demi melindungi tubuh gemulaimu agar tak terjamah oleh tangan-tangan yang bermainNamun, keangkuhan dan kesombonganmu membuatmu terpuruk dan abadi dengan lumuran-lumuran tanah keras
17
KKOOTTAA TTUUAARapti Indrayani
Angin malam terasa menyapuBahkan panasnya yang terasa semakin menusukdan merasuk pori-pori kulitkuMenembus hingga jajaran tulang-tulangkudan bahkan menetralisir darah merahku
di sini aku menghabiskan waktukudi kota yang sarat makna dan budayaindahmu tak sebanding cuacamuperjalananku menembus berabad-abad yang lalusaksi bisu tentang kerajaan-kerajaan kuno
tentang bangunan-bangunan tuayang masih sedikit menempel pada anak cucunya di masa kinidan tentang budaya jawa dengan disuguhi ornamen-ornamen lamaingin sekali rasanya aku menembus lorong waktuuntuk sesekali menyaksikannya
18
PPEEMMUUJJAA DDEEWWAAArif Imam Ghozali
Tangan-tangan sudraMengukir aksara sejarah suci di atas batuLukisan beberapa peradaban agungDari sang wangsa
Tangan-tangan telanjangRuas-ruas kaki yang berkerutMenata batu peranakan bumi dan langitDan terciptalah rumah maha untuk sang trimurti
Keyakinan menembus ruang hampaDari satu bubuk batu yang tak bergunaMenjadi pusat kesejarahan dunia
Aksara dan symbol suci di tiap batu sisiTerpahat bersama relief bercandu nafsuSinga yang bermahkotakan vaginaDengan penis yang mengacung
Pemuja dewa kesuburanPemuja dewa tarian
19
PPAATTUUNNGG BBEERRTTEELLAANNJJAANNGG BBAADDAANNArif Imam Ghozali
Satu tangan terlipatKaki batu yang bersilaMenjaga kesucian stupaYang tumbuh di atasnya
Dari peradaban wangsaMahakarya tercipta persembahan dua duniaPara pemuja DartaBertepuk kea rah syailendra
Teratai bermandikan air langitTerapung di atas dewat-dewat keyakinanTumbuh di antara lembah-lembah kenistaanDawai terurai dari para pemuja
20
MMAALLIIOOBBOORROONadia Fitri Sumirat
Goresan kuno yang indahangka yang tak terlihat
mata yang terbelalak dalam kehiruk-pikukanberbincang-bincangorang berlalu-lalang,
mondar-mandir,di jalan yang panjang
dan, jalan yang tergores kuno itunamanya Malioboro
21
KKIISSAAHH RRAAMMAAYYAANNAAElan Albirudin
Kami di sini berkumpul saat gelapMembawa mata jiwa yang kehausanKami menunggu suapanMenembus jauhnya sejarah budayaKami duduk pada kursi kembar sejutaDengan mata terbuka berpendengar di udaraDatanglah kau sang pembuka suasanaKami terbius terdiam sejak awalmuMeski indra tak mengerti tiap jiwa menikmatiOh,Ternyata hujan menyerangKau pulang, kamupun pulang
22
BBIINNTTAANNGG DDAANN KKEERRIINNDDUUAANNNita Nuraeni
langit malam itu masih saja sendu.bintang-bintang bersinar bertaburan, tetap saja terasa kalbu.cahaya bulanpun tak mampu menyamarkan suasana yang teramat sangat pilu.Dia masih duduk di sana,di loteng tak beratap. Agar dia lebih leluasa memandang langit sendu.Dia menatap langit, memandang bulan.Sesekali dia mencoba berbicara pada bintang.Dengan bahasa yang tak mampu dimengerti oleh bulan dan langit.Dia berbicara pada bintang.Dengan bahasa kerinduan.Sesekali ia menyapu airmata yang meleleh di pipinya.
Dibacanya kembali surat itu,Dia mencoba mencerna setiap goresan tinta yang terukir di atas kertas putih itu.Semakin dia mengerti, semakin dia tak kuasa menahan air matanya.
Air mata itu bukanlah air mata bahagia,namun bukan pula air mata duka.
Air mata itu air mata rindu.
Rindu yang tak bisa terbendung lagi,Rindu yang tak bisa diungkapkan oleh beribu kata indah,Rindu yang tak bisa dilukiskan oleh lagu merdu.
Surat itu masih digenggamnya,namun tak kembali ia baca.
Kini dia sedang mencoba mengendalikan perasaannya,menata kerinduannya.
23
kepalanya kembali menengadah,menatap langit dan berbicara kembali dengan bintang.masih dengan bahasa kerinduan.Rindu yang takkan pernah ada habisnya,Rindu yang takkan pernah berujung.
Kini dia mencoba untuk tersenyum,bukan karena terpaksa,tetapi karena Rindu.
24
CCUUMMUULLUUSS SSEENNDDUUNina Suryani
Sekawanan Cumulus senduMenangis di pelipis jogja
Tangisannya mengembun di balik jendela kacaKutempelkan jemariku di baliknya
Merasakan luruhan tangisnya
Sekawanan Cumulus senduLekukan tanah terisi genangan air, keruh
Menganggu sekelompok Lumbicus Terrestrisyang sedang sibuk berselimut tanah
Sekawanan Cumulus senduMemberikan guratan kebahagiaan di wajah merekaYang berdiri di atas hamparan tanah retak, kering
Sekawanan Cumulus senduMemberikan kekesalan pada mereka yang berjalan di sepanjang trotoar
Meneduh di ketiak warung-warung kecil, mengeluh
Sekawanan Cumulus senduBagiku bagaikan arti yang mempunyai makna
25
YYAANNGG BBOODDOOHH DDIIBBOODDOOHHIIBayu Mochamad
Aku tak tahu ituYang aku tahu itu hanya BatuAku tak tahu itu antikYang ku tahu itu hanya batikAku tak tahu itu KhasYang aku tahu itu sama dengan berasSemua Yang kalian tahuSedikit yang aku tak tahu
26
LLEEMMBBAAYYUUNNGG PPEERRAAKKMoch Luthfi Hakiem
Kilauan batu tangan tuhanMengukir tubuh para perawan
Membasuh kulit dengan lembayung perakSebuah tempahan para pencipta
Ini bukanlah sebuah prosaBukan juga sebuah sastra para pujangga
Tak termasuk tulisan tinta penaTapi ini tempahan tangan jiwa
Kau asalkan ini tanah muliaWarisan Tuhan atas kita manusia
Sebagai umat yang berkaryaDi tanah indah Yogyakarta
Inilah tempahan lembayung perakPersembahan indah pemenuh hasrat
Pengunci hati sejuta misteriLembayung perak penikmat hasrat
27
PPAANNAASSAi Rin Rin Andriani
Terbakar sudah tubuh iniKobaran api seperti dekat dan melekat pada tubuh ini
Serangan air muncul dari pori-pori kulitBasah dan membasahi tubuh
Akan kuatkah kaki yang melangkahAgak tegakkan tulang yang menopang
Gema suara itu semakin terdengarMulut-mulut itu bergerak serempak
Panas
28
KKIISSAAHH SSEEEEKKOORR AANNJJIINNGGReni Kartika
Jika liurku begitu najis,Untuk apa aku memiliki liur?
Sesosok tubuh terguncang kagetAda seekor kucing hitam lewat dari balik tirai jendela
Anjing, ada kucing lewat!
Ah, kulihat seekor anjing tersenyum dengan sangatsederhana
Menikmati perannya, sebagai si air liur bernajis.
29
IISSTTAANNAA AAIIRR TTAAMMAANN SSAARRIIAi Sri Nuryani
Tempat pemandian sang ratu, ah itu duluistana air sekarang hanyalah reruntuhandan mungkin tiap rumah adalah bulir-bulir penyangga sang rajaBisakah melihatnya lagitaman sari terdahulutak rela melihatnya menjadi karattapi tak dapat dipungkiriruntuhmu sisakan banyak legenda
30
MMIILLIIKK KKIITTAAHernawati
Teriknya matahari di siang hariTak menyusutkan aku untuk melihat sebuah karyaMereka terus berjalan untuk menyusuri sebuah karya berupa bangunanBangunan yang menyadarkan kitaDarimana kita berasalDahaga, keringat bukanlah suatu halanganUntukku tetap mencari tahuDan itu semua membuatku yakinBahwa kita memiliki sesuatuYang orang lain tak ada dapat memilikinya
31
PPAASSAARR JJAALLAANNAANNHandri Prasetia
Langit hitam pekatJalanan gelap namun terlihat indahGemerlap bintang tak tampak di langitNamun kau tetap terlihat indah
Di sepanjang jalan yang ku laluiTerlihat makhluk-makhluk yang menikmati sebatang tembakauMenciptakan awan di sana dan di siniMembuat indahmu hanya dapat dilihat dalam kalbu
32
00 KKMMUmar Faruk
Hamparan pasir terbentang di alam rayaTerpahat dan terpatri menjadi bangunan kokohTerapit di antara Vredeburg dan Istana RajaSaat sore tiba kumpulan sepeda ontelMenyapa dan menyinggahimuDengan suara klasik era 70anLalu burung-burung bernyanyi dengan riangnyaDi antara hiruk pikuk kebisingan kotaLampu-lampu jalanan bersinar terangMenghidupi relung-relung kota budaya2 jam berselang aku terduduk menikmati pesonamuDitemani gumpalan asap yang menyepul dari mulutkuBetapa tersihirnya matakuMelihat orang-orang 0 km beriringan bernyanyi
33
WWAATTEERR CCAASSTTLLEEDesy Amdiasari
Dulu..Wilayah ini penuh dengan pasukan kodokAir melingkari istana bagai perisai di kota kecil
Dikisahkan di dalamnya banyak tawananWanita-wanita dijadikan selirSindrom tawanan saat sultan melontar bunga dari atap istana
Yang lainnya berbeda,Sindrom ratu lebah namanyaTetap senang-senang hidupnya
34
PPEEMMUUDDAA 0099Desy Amdiasari
Pemuda 09,Bergerak lebih cepatMengarah pada garis ketepatan
Waldenizing,Awannya berliuk bergelombangSaat ini mual itu masih terasa mengombang-ambing
Langit Borobudur indah dipandang dari bawah siniKeterpaduan warna putih dan biru adalah kuasa TuhanJika damai itu bias terlukis di mana-mana, aku pilih aku pilihAku mau di sini di sini, di hatiku
Pemuda 09,Mari berjalan seiring jarum jamBersama jangan sampai melawan arah jarum jam
35
BBOORROOBBUUDDUURRResa Rahmadani
Semilir angin menghembus mengalunTak lekang oleh zaman
Mengabarkan kemegahan para kesatriaMenjulang menembus cakrawala
Dia bukti keagungan. Dan,Dia bukti kemegahan masa silam.
36
KKEENNAANNGGAANN CCAANNDDII IITTUUEka Ari Astuti
Bongkahan batu sejarahTersusun rapi nan megahMenjulang tinggi bak cendawan di musim hujanBerdiri kokoh nan rupawan
Relief-relief terpahat indahBercerita berbagai kisahDinasti Sanjaya menjadi saksiKemegahan bangunan seksi
Pit ontel, vespa hingga kendaraan besiTurut merubah cerita narasiNamun bongkahan batu itu kian legitBerdiri tegap mencakar langit
Pori-pori seringkali harus berpura-pura ceriaDi tengah degap degup harapan di dadaMari kita sulam serat-serat harapanTuk dikenang para wisatawan
37
SSEENNJJAA LLAANNGGIITT PPRRAAMMBBAANNAANNIchwan Danuri Pratama
Masih terdengar suara hujanWewangian khas membuatku merindukan saat ituDi mana saat kamu memelukku di tengah hujan yang derasMustahil bila kau tak ingin dating lagi menemuikuNampaknya hujan tiada henti, semakin lama semakin derasAir mataku sudah kubiarkan jatuh sebelum rintik itu terjatuhAku di sini kedinginan, apakah kau ingin memelukku lagi seperti dulu? Tentu tidak!!Kau takkan kembali lagi ke masa lalu yang dulu bersamakuKau akan pergi menembus awan dan terbang bersama luluhnya hasratkuTak kusangka harapku sirna di tengah kota kecil dengan hujan yang deras ini
38
BBUUSS MMEELLAAJJUU TTAAKK MMAAUU TTAAHHUURiana Yusuf
Bus baru saja melajuDan mereka mulai saling mengobrolBus masih melajuDan mereka masih bercanda di antara satu dan yang lainyaBus tetap melaju Dan aku pun masih terdiamBus terus melaju seakan tak mau tahuDan aku mulai merasaBus ya, dia masih seperti itu melajuDan aku semakin yakin akan apa yang ku rasaBus yang melaju Dan kalian yang bergembira seiring tertinggalnya BandungBus yang melajuDan tawa kalian yang tak tahu akan derita kuPada siapa aku mengadu Pada bus yag melaju kah?Atau pada pak sopirkah? Ditengah kegalauan itu tiba-tibaSang panitia berdiri dan berucap,Bagi yang ingin buang air siap-siap sebentar lagi kita akan berhenti di SPBU terdekatDan kalimat itulah yang sedikit membuatku tenangSedikit lebih lega dan terjawab sudah tanyaKapan bus kan berhenti melaju ?Namun bus masih tetap melaju tak mau tahu
39
HHIIDDUUPP AADDAALLAAHH BBAATTUUAzkur Chimawan
Hidup bagaikan batuKeras dan kakuKau tidak bias melawannya dengan kekerasanHanya air yang dapat melumpuhkannya
40
MMAAWWAARRMeli Rachmawati
Jogja JogjaSihir apa yang kau pakai
Hingga sang mawar dapat takluk pada kumbang?Hingga mereka tidak dapat menutupi warna indahnya
Jogja JogjaSihir apa yang kau pakai
Hingga para kumbang ini berebutan ingin mendapatkan mawar indah itu
Jogja Jogja
41
KKEENNArry Purnama
Meminta, mengiba; mencoba bertegursapa.Menjaja, Mencari dunia.
42
AAKKAARR TTUUAAArry Purnama
Berjalan dengan kulit merentaSambil menatap kerasnya tempurung dunia.Berserakan,Sambil menelanjangi tubuh renta kota tua.
Di antara puing-puing reruntuhan,Di sela-sela lapuknya bebatuan,Di sudut-sudut kusam jalanan,Di berbagai tempat yang kini tak lagi jadi lamunan,
Akar tua berirama:Terus menerus mengumbar lamunanAgar pendahulunya tak terlupakan.Dan guratan sejarah lagi-lagi menjadi kunciAgar kisahnya tak lagi jadi basi.Sedangkan,Pucuk muda sudah lupa:Hanya berdiri tanpa suaraTanpa gerak liar bak sang akar tua.Hanya bisu, tanpa mau tauRapunya kota yang dihinggapi berbagai benalu.
43
BBAARROONNGG YYAANNGG TTEERRLLEEWWAATTKKAANNDini Nurdiniyati
Kutawarkan yang terendahBarongpun mulai merendahKutawarkan lebih rendahSemakin barong merendah
Kurogoh tas yang selalu kuapitIngatku melayang dengan dompet yang semakin tipisTak sepeserpun kudapatkan di dalamnya
Dengan pelan, kutinggalkan barong yang sudah kupegangLambayan tangan dan teriakan teman semakin jelas terdengarMengingatkanku lekas beranjak
Barongku tersayangBarongku yang malangBarongku yang terlewatkan
44
DDII MMAANNAA IINNDDOONNEESSIIAA??Dini Nurdiniyati
Di manakah Indonesia?Di saat semua berteriak HollandDi manakah Indonesia?Di saat semua berseru ItalyDi manakah Indonesia?Di saat semua berkata JepangDi mana?Di mana?Di mana Indonesia?Tak terlihat tanda kehadirannyaTak terdengar walau hanya dengan bisikanDi siniKota tua pun tak mampu menjawabnya
45
BBAATTIIKK JJUUVVEENNTTUUSSSusandi
Keris adalah kerisDan parang untuk menyabitBaju adalah bajuLayaknya belang pada harimauKini, kata adalah berubahikMenjadi bagian dari ekonomi kapitalisNamun pun menguntungkanCangkul kini bekerja di museumBatik sekarang di jalananKatanya, gagasan adalah gagasanDan emang itulah kenyataannya,Menjadi bagian ekonomi kapitalisNamun pun menguntungkanBagaimana bisa sorabi kini dipenuhi coklatPun halnya batik pekalongan dipenuhi gambar JuventusBerubahkan kini gagasan ituAdalah dulunya warisan budayaDan dipakai hanya oleh golongan tuaTapi hei jangan heran kawanPabila kamu nampak ada balitaNgesot dengan batik JuventusMemang, menjadi bagian dari ekonomi kapitalisNamun pun menguntungkan
46
NNAAGGAA JJAADDII KKUUYYAASusandi
Entah siapa yang pantas bilangEntah siapa yang pantas berkuasaTapi, adalah bagian yang berkuasa kiranyaTidakkah yang berkuasa itu heranBahwasannya kuasanya itu telah berubahMenjadi kekuasaan yang lainBukanlah heran kalau ada ribuan korban jatuh di satu lapanganKarena itu lambang kekuasaannyaIni jaman sudah modernKekuasaan itu ada pada salah satu kaki kecilnya di seberang Parang Tritis dan Gunung MerapiSeperti kata pemandu waktu itu, ini adalah puserTempat filosofi hidup, di mana pusat dunia beradaEntah siapa yang telah sadarBahwa sebagus apapun itu filosofi,Dia adalah pemanduDan hanya menawarkan jasaKataku sudah bilangIni jaman sudah modernDi mana keanehan itu adalah apabila ada ribuan korban jatuh di satu lapanganKarena, orang-orang datang ke sini, untuk hanya sekedar lihat-lihatLalu menuliskan informasi yang didapatnya dalam sehelai kertasItu sudah biasaKe manakah kekuasaanmun keratonTak sadarkah, entah siapa yang tlah tersadarBahwa sebagus apapun filosofimu (yang dikatakan orang)Kini kamu hanya warisan budayaYang bernaung di bawah departemen pariwisataTahukah kamu arti pariwisata?Itu adalah tempat orang-orang melampiaskan penatnya.
47
SSAANNGG TTUUGGUUSiti Nurohmah
Akutugu
tandazamanlampau
memukaumengiringi
memori demi memorimasa perlawanandan pengorbanan
demi kesatupaduanjua tak terkalahkantanah, darah, tanah
sudah mereka tumpah ruahbukan karna mereka pamrih
dengan menerus menahan perihsemangat Sang Mangkubumikobarkan asa untuk tanah inijadi hanya milik sang pribumi
48
RRAAMMAA SSHHIINNTTAASiti Nurohmah
Desau sang angin hentikan detak di dindingDengan tiupan suara dawai-dawai bening
Ukir rasa juga asa mengawang tak berbentukUmpama awan di awang-awang haus terbentuk
Hapuslah gurat duka luka tak pernah terbukaHadirkan kerinduan akan bahagia tawa suka
Lantunan rasa insani sehati sejiwa berduaLayaknya Rama dan Shinta kembali bersua
Tunjukanlah arah pada pengisi celah ruang hampaTunjukan langkahnya mengikuti alunan harpa
Sampai ia berada di tempat semestinyaSampai siang dapat bertemu malam di langit-Nya
49
KKMMSSBBTyas Samesti
Kemarin sore...Masih terasa bau lembab kosan
Kemarin sore...Masih berbaring di atas kasur lipat
Kemarin sore...Masih menunggu cempaka
Kemarin sore...Masih bermimpi menjamah kota stuva
Sekarang..Bau lembab kosan berubah jadi bau AC
Sekarang..Kasur lipat jadi kursi lipat
SekarangCempaka berubah jadi lestari
SekarangKota stuva ku jelajahi
50
JJUUBBIIRR CCAANNDDIIYeni Elmi
Masuklah dan dapati apa yang kau inginkanKau tak kan terlihat bodoh karena tak tahu apa yang kau perhatikanMasuklah dan temui dia yang sudah menunggumu sejak lamaIkat apa yang diucapkannya dalam tulisan agar kau tak lupa
Bahasa asingnya tetap berlogat JawaTidak heran soal dia bisa karena biasaIrilah engkau terhadapnyaMungkin dia hanya lulusan sekolah dasar saja
Dialah jubir candi yang sederhanaPengetahuannya melebihi siapapun juaIlmunya dia dapat secara cuma-cumaGayanya jenaka dan ia senang membuatmu tertawa
51
BBOORROOBBUUDDUURRNikie Meinika
Puingan bebatuanTakkan pernah terlupakanRiuh suara anginMenyapu semua keletihanTitik-titik sudut batu dan arcaBernyanyi indahTetes demi tetes airMembasmi peluh lelah
Seruan suara indahTelah membekas dalam jiwaKe mana kami menuju?Tak ada yang tauRahasia yang nyataSelalu terbersit indah di kepalaGoresan Tuhan akan membawa kami kembali ke sana
52
PPAATTUUNNGG BBAATTUU DDII SSAAMMPPIINNGGKKUUEuis Fatimah
Kau kawan seperti patung batu yang diamTapi menyimpan semua tingkah aku
Kau diam tanpa kataTapi kita bahagia
Kau kawan tak risihkan dengan aku yang berisikTapi ku tau kau bahagia
Apa yang kau lihat?Karena kau kawan terimakasih membuat perjalananku bahagia
Untukmu kawan untuk kau yang ada di sampingku
53
MMAALLIIOOBBOORROO CCIINNTTAAKKUUKokom Ratnasari
Kala itu malam tibaLampu-lampu kota berikan senyumanMenyambut kehadirankuMemberikan pesona keindahan malam jalan Malioboro
Ku bahagia kau sambut akuDengan keramahan suasana malamBerjalan bergenggam tangan menyusuri sudut kotaPesona keindahan jalan Malioboro
Pertama ku lihat ceriamu di malam hariHatiku jatuh cinta pada keindahanmuSebuah jalan yang penuh arti untukkuSuatu saat nanti aku pasti akan kembali
54
PPEESSOONNAA PPRRAAMMBBAANNAANNSiti Aisah
Ribuan batu bertumpukDi antara Shiwa dan BrahmanaAngsa dan Elang bersahutMelambai pada GaneshaDewi Durga pun menyerkaMenghiasi jajaran batu tak bernyawaDi antara surga dan kebahagiaanRibuan batu bertumpukMenjadi saksi untuk para Dewa
55
SSUUAARRAA MMAALLIIOOBBOORROO MMAALLAAMMSiti Aisah
Lampu gemerlap, baju-baju berkerlipBatik terhampar dan hiasan candi terjajarOrang-orang begitu berisikMenawarkan dan ditawarkan berbagai pelikAku pun melewati batasMelihat ke sisi lain yang sepi namun tak sunyiLantunan gitar dan bass bersahutanLagu-lagu keroncong menjerit bebasHiburan malam yang tak perlu dibayarMereka tersenyumMereka bahagiaMendengar suara lainDi Malioboro Malam
56
KKEESSEETTIIAAAANN KKEECCIILLSiti Aisah
Duduk dan menungguTermenung dan bersendu
Berguyon dan berlakonMenghadap istana yang dijuluki keraton
Sultan datang mereka bersorakSultan pergi mereka tak berkerak
Demi untuk menjaga lestarinya amanatMereka rela untuk memeras keringat
57
YYOOGGYYAAKKAARRTTAADini Pitriani
Kota ini penuh sesak orang-orang luarKeramahan penduduk asli menyapa para pendatangBeragam tempat menarik ditawarkan oleh kota iniAda satu yang tak menarikSaat aku harus selalu dekat dengan AquaDan selalu membawa kipasNamun itu semua terlupakan Kala aku menyaksikan tumpukan-tumpukan batu yang tersusun rapi Di kelilingi pohon-pohon yang menariDan bunga-bunga yang tersenyumJuga para penghasil buah karyaMereka bersatu padu menjadi satuDalam sepenggal kisah masa laluYang patut orang tahu
58
BBOORROOBBUUDDUURRDadang Iskandar
terdengar dari kejauhantumpukan batu bernyanyitertimpa dedaunan tertiup anginmelambaikan tangan mengajak berkelana pengemis tuake masa yang penuh deritabatu itu terus bernyanyimenyusun kata menguntai maknaditerjang badai diselimuti kabutdisengat panas mataharitapi ia tetap bernyanyi tanpa hentiseorang pengemis tua berjalan mendekatmendengarkan nyanyiannya dengan hidmatmenjulurkan tangannya membelai wajah tumpukan batutapi ia tak peduliia terus bernyanyi
59
YYOOGGYYAAKKAARRTTAADadang Iskandar
engkau bagaikan kawah candradimukatak pernah lelah sepanjang masatak pernah mati dalam sepitak pernah mengeluh dalam duka
kawahmu tak pernah padamselalu menyala dalam kelammeski angin dan badai menghantamengkau semakin meradang
60
TTEERRAATTAAII UUNNGGUU TTAAKK BBEERRBBAAJJUUAsep Taopik Husna
Teratai unguk tak berbajuMerah, kelam, beku, ungu sampai bauMerah, kelam, ungu, bau sampai bekuMenyebar dalam pori-pori tersumbat
Teratai ungu tak berbajuJatuh, jatuh, satu dan dua
Tersangkut, diam, satu dan setengahPagar-pagar tengadah payah
Teratai ungu tak berbajuMelebur hina nanah-nanah langit
Daun, wangi dan bunga masaDarma yang tak terjaga
61
BBUUNNGGAA--BBUUNNGGAA DDII SSUUBBUUHH TTEERRAANNGGAsep Taopik Husna
Subuh itu terang seperti siangBunga-bunga layu terkikis embun panasNyanyian kebesaran tak lagi merasuk dalam ragaBurung hantu pun cepat menutup mataLambat laun mereka tak merekahMarah pada subuh yang terangKau ini seperti yang tidak mengerti, ujar subuhAku mengintip mereka tanpa berkedipNamun berlinang Bunga itu menoleh pada jendelakuAku tahu kau di sana, begitu bisiknyaAku terkejut namun badan ini tak pernah kejut-kejutKu buka jendelanya namun kosongBunga, subuh ternyata mimpi masa depan
62
PPAANNAASS KKOOTTAAAli Muksin
Di siniDi kota iniAku berjalan di bawah kilauan sinar matahariMatahari serasa berada di ujung rambutTubuh tak henti-hentinya menangisBercucuran tanpa hentiBasah, tubuh ini basah dengan air tubuhkuTak ada satupun yang bisa mencegahnyaSeperti inikah hari-hari di kota ini?Mereka, bisakah mereka merasakannya?Panas, gerah, lengketSemua menjadi satu di tubuhkuMungkinkah ini hanya sebatas perasaanPerasaan sebagai seorang pendatangYang belum bisa bersahabat Dengan panasnya kota ini
63
JJEEJJAAKK--JJEEJJAAKKPipit Fitria
: Teguhpati
Pernah kita bertelanjang kaki, menapaki pasir-pasir nakal parangtritis yang mengelitiki kaki. Kita saling membuat jejak, namun angin perselisihan mengikisnya. kembali kita membuat jejak. Seakan kita tidak pernah menyerah untuk selalu bercerita, tentang kita, tentang cinta kita.
Namun, kini ombak pertengkaran yang menghapus jejakjejak kita. Meniadakan cinta kita. Akhirnya kita menyerah untuk membuat jejak. Membiarkan buih ombak menggantikannya. Dan kita hilang bersama jejak yang terganti buih-buih kesendirian.
Aku masih bersama jingga matahari sore di Parangtritis. Menunggumu kembali. kemudian kita membuat jejakjejak baru. Berharap sekalipun angin dan ombak menggilasnya, kita akan kembali membuat jejakjejak baru. Jejakjejak kita, jejak cinta kita berdua.
20 Mei 2012
64
SSAAJJAAKK PPEERRJJAALLAANNAANNPipit Fitria
: Perwangsa
Untuk sampai ke kotamu, aku rela dingin ac bus membekukan jemariku. Karena aku yakin, besok jemari kita akan saling berpagut, menghangatkan kebekuan jenuh selama kita tak bertemu. senyum kita akan menghangatkan rasa yang mulai meng'es.
Tak terelak, dalam perjalanan ke kotamu. Sering kujumpai kota-kota yang menarik hatiku. Menggelitik hati untuk sejenak singgah. Meneguk kopi hangat di Tasikmalaya, atau sekedar merebahkan batinku di Banyumas.
Tapi aku tahu ke mana sebenarnya aku harus berhenti. Kota terakhirku adalah Jogya. Di mana aku selalu setia menunggu jemputanmu di pom bengsin sebelah terminal Giwangan.
65
HHAAMMPPAAJaya Prasetia
Ku tak tahu rasa apa yang sedang ku rasa kiniKu tak tahu mengapaHanya sepenggal rasayang ada kekal di hati
Tapi semua kini seakan telah sirna berlaluTiada lagi kini harapan di hatiHarapan yang ku yakinikan jadi nyata kelak dalam hidupkuTapi harapan itu telah hampa kiniDan hanya meninggalkan angan yang pasti kan berlalu
66
KKAAUU IINNDDAAHHAjem Yustika
Perjalanan menuju istana kejayaan silamBerpikir damai meski dicambuk terik dan panasKeluhan terkalahkan hasrat ingin tau yang tak kalah panasnya sinar matahari di ujung ubun-ubunSiapa yang tak ingin mengabadikanmuMelihat sosokmu yang indah saja sudah membuatku ingin membawamu pulangAndai kau bisa kubawaKan kupamerkan kau pada merekaBiar mereka tau kau bukan hanya tumpukan batu lapuk yang berlumutKau indah di atas bukit hijauKau indah seindah warisan alam
67
......LLEELLAAHH......Siti Aisyah
Sudah kutelusuri hutan belantaraHanya sepi dan sunyi yang kudapatkanDiriku seolah dikejar siang dan malamYang membuatku lelah dan terkapar
Hingga ku pertaruhkan harapan dan kebahagiaankuJika setiap langkahku adalah Doa
Dan jika tatapanku adalah harapanMungkin aku tidak akan terjebak yang mencekram diriku dari
kelelahan
68
MMAAHHAA KKUUAASSAADewi R. Ahdawiah
Batu-batu keras itu bertumpuk jadi satuTersusun rapi dengan pengait yang entah terbuat dari apaKatanya ini buatan manusia kerajaan pada zaman kuno sanaTapi aku tetap merasa mereka bukan siapa-siapa tanpa Kuasa-MuWahai yang Maha KuasaBatu-batu prasasti ini buatku adalah bukti nyata bahwa Kau tiada duaAku benar-benar kecil adanya ternyata
69
SSOONNGGSSOONNGGAANN FFAAJJAARRAsep Ridwan
Fajar menyongsong di ufuk timurMasuk di celah-celah jendela kamarPancarannya memaksaku untuk membuka mataWalau rasanya tak biasaTapi ada satu alasan yang memaksaNyanyian ituTeriakan itu
70
MMAAHHAAKKAARRYYAASiti Khoiri Inayah
Matahari tiada henti memancarkan sinarnyaAku tetap lincah mengikuti sinarmuBerlari ke sana kemariBerjalan tiada hentiSesekali mencurahkan ekspresikuDengan gaya yang tak tentu atau hanya itu-itu sajaTak bosan dan tak jenuh untuk singgah hanya sekedar menatap mahakaryaIndah, tak bisa diungkapkan dengan kata-kataKu pejamkan mata ini hanya untuk beristirahat sejenakBatu-batu itu sangat memukauDisusun dari ribuan batu bahkan jutaan
Hari kulalui untuk menggapaimuWalau harus selalu ditemani air yang selalu memberiku tenagaLorong demi lorong ku lewatiSebagai bukti alangkah terpukaunya dirikuSunyi senyap benar-benar tak berpenghuniGelap tak bernyawa
Gersangnya cuaca tak sedikitpun kuhiraukanHanya berbalut keringat yang membasahi raga iniTakjub, indah, namun sesak terasa hampaTak ada kehidupan lagi sekarangHanya tinggal sejarahTinggal kenangan
71
JJAAMM DDUUAA BBEELLAASSRizal Darmawan
Jam dua belas malam, saluran di televisiLekuk tubuh wanita pembawa acaraAda sesuatu hendak dibacaDari tajam gurat alis matanyaTerbelalak mata atas kemolekannyaKering kerongkongan menjaring seketikaLalu kubilas dengan segelas tehHangat, menghangatkan udara sekitarTetesan keringat iniSisa pergulatan dua belas jam yang lalu
2012
72
PPAADDAANNGG RRAAJJAA--RRAAJJAADian Nurendah
Panas mentari menempa kemegahan granit-granit hitamKokoh berdiri di atas padang terberkati SyailendraMenebar keagungan akan cita rasa Tuhan melalui tangan-tangan pemahatWujudnya terpatri dalam sanubari pertiwi,Mengelana dalam dimensi kemegahan waktu
Aku tengadah, seakan menatap altar suciMenyisir tiap inci karya kearifan masa lalu dalam regukan rasa kagumMerasakan kekuatan magis antara waktu dan keluhuran sang raja akan kehadiran sebuah ramalan kebanggaanKuasa ramalan yang dibuktikan SamaratunggaMelintasi berbagai generasi, musim dan peradaban
Kebanggaan, dan keluhuran yang akan tetap menjadi milik padang RajaSejauh apapun zaman mengejar dan semiris apapun budaya tercerabut dari ranah peradabanDia tetap menduduki singgasana agung dari tahta kebijaksanaanAbadi dalam ingatan alam
73
TTAAMMAANN SSAARRIILia Marliawati
Dahulu adalah pemandianSekarang adalah reruntuhanToko-toko dan rumah-rumah
Mungkin penyanggah sang rajaSaat istri menjadi selir
Dalam setiap basah malamTaman Sari adalah karat
Di mana menjadi tempat sakralHingga runtuhnya masih belum terlepas
Dari sebuah keagunganRuntuhmu sisakan banyak legenda
Yang menjadi kenangan
74
MMAALLAAMM DDII MMAALLIIOOBBOORROOYusanthiya Windhianita
Mata tak jemu memandang,Kerlip dunia Jogjakarta di Malioboro,Senyum-senyum gencar mengintai,Setiap pejalan yang menyisir pinggiran jalan
Aku merekam jejak di setiap simpang,Jalan yang redup di bias lampu pertigaan,Ketukan-ketukan berlipat dari alas sepatu hewan,Menambah riuh suasana malam
Berkali-kali aku mengerjapkan mata,Meyakinkan diri sedang menginjak,Bumi malam di Malioboro,Pesonanya tak meredup,Meski sketsanya hilang diikat kenangan
Yogyakarta, 14 Mei 2012
75
MMEESSJJIIDD BBAAWWAAHH TTAANNAAHH DDII YYOOGGYYAAKKAARRTTAAYusanthiya Windhianita
Hening adalah jawaban,Suara hanya alat tambahan sebagai pembentuk suasana,Berkeliling,Aku hanya mendapati tembok melingkar yang tak berujung
Tengah bangunan tua yang cukup kokoh,Anak tangga membentuk menuju satu pusara,Dari langit yang memancarkan cahaya,Tak sanggup menerangi sisi ruang gelap lainnya,
Lampu-lampu putih, dingin,Membisu merangkai setiap sudut ruangan,
Cerita religi yang berbau dua dunia,Segera membuatku tak ingin berlama...
Hening adalah jawaban,Dari setiap pertanyaan yang muncul di benakku tiap kali kaki ini melangkah melalui celah berpintu,Bahkan ketika ragaku sampai di tempat peristirahatan raja dari dua ratu, yang terpahat di dinding atas pintu,
Senyumku kemudian mengalir,Seperti kolam besar yang indah di kelilingi pot besar berbunga,Sejuk, nyaman, namun tetap mengukir misteri...
Yogyakarta, 15 Mei 2012
76
MMAALLAAMM DDII PPRRAAMMBBAANNAANNHeri Nurjaya
Malam yang sama,Bulan bintang yang sama,hanya berselimut mendung.Cahaya silih menyeratArena pertunjukan
dang.. dang.. ting.. ting..Dang.. dang.. ting.. ting..
Dewi Sinta menariDewa hujan bertamu
15 Mei 2012
77
BBOORROOBBUUDDUURRHeri Nurjaya
NyanyianSaksi seorang tua.
16 Mei 2012
78
CCAANNTTIINNGG CCOOKKLLAATTHeri Nurjaya
Kompornya hangatRebusan kemiri pun matangGasir bunga-bunga kainDi atas paha,Berakar tapak-tapak harapanTerpupuk mimpi keinginanPribadi merdeka, bernyanyiDalam kubangan canting coklatBuruh batik nusantara
16 Mei 2012
79
KKOOPPII JJOOSSSSAri Suharto
Kopi pun habisSegera kupesan kembaliRokok mengepulBerasap dan putih keruh
Arang dalam gelas basahHitam pekat tercampur air mendidih
Tarasa kesat di lidahNamun menghangatkanMenghangatkan malam
Joss tenan dab!!!
80
KKEERRTTAASS KKOOSSOONNGG YYOOGGYYAAKKAARRTTAARizki Fauzi
Aku adalah kertas kosongKubawa kertas kosong iniTujuanku YogyakartaKertas pun mulai terisi coretan
Banyak coretan-coretan yang salahLalu kucoret lagiKubuka dan kutulis semua yang adaKualami apa yang tak orang alami
Kertasku mulai terisi penuhDengan perjalanan, masalahKesenangan, kepahitan kualamiSemua adalah tinta dalam kertas
Dari hotel, Malioboro, BorobudurPrambanan, Krator, Giring HarjoBatik, perak, masjid bawah tanahSemuanya telah ada dalam kertas
81
MMAALLAAMM DDII MMAALLIIOOBBOORROORizki Fauzi
Seekor raksasa kutunggangiDan berhenti di sebuah kotaBerhenti sejenak di persimpangan Persimpangan Malioboro
Kulewati semua kehidupan malamPernak-pernik pembalut badanHiasan-hiasan yang kerlap-kerlipMembuat mata berkedip-kedip
Bisa saja aku hampiri merekaDan membawanya pulangBisa saja ku tak menarik merekaDan kutinggalkan dengan malang
Sesekali ada yang menyapakuMeraihku untuk membeli segudang keringatDari pagi hingga malam menjelangAkhirnya ku pilih satu jerih payah mereka
82
DDAALLAAMM BBIISSPipit Nurul Fitriah
Bayangmu terseret masukdalam pantulan kaca jendela yang bergoyang
bersama angin yang merasuklewat ventilasi yang bersekat berlubang
hadirmu menjelma nyaringseperti deru klakson dalam bis antar kota
lalu perjalanan ini semakin berguling
83
BBOORROOBBUUDDUURRIntan Wulan Kustiani
Bangunan-bangunan kuno prasejarahMenobatkan WAJRADHA dalam BudurTidar, Sumbing, Merbabu tertancap mengitariRuphadata berjajar dalam relung-relung senja
84
TTAAHHTTAA UUNNTTUUKK RRAAKKYYAATTSanti Ramdhani
Sebuah tahta adalah jiwaYang secara ikhlasMemberi kekuatan bagi sesama,Dengan tongkat-tongkat keimanan,Kesetiaan dan kegigihan nuraniMemberikan darah demi sebuah gairahGairah akan sebuah kemerdekaanMerdeka jiwa dan raga;Dari api-api belenggu nafsuKeserakahan dan keculasan,Itu murni sebuah ganjalan.Merdekakanlah hatimu, sebelumKau merdekakan Negara dan rakyatmu,Itulah sebenar-benarnyaSebuah Tahta untuk Rakyat.
85
MMEERREEKKAA YYAANNGG MMEENNGGAABBDDIISanti Ramdhani
Sebut saja mereka,Abdi DalemMengabdi sepenuh hatiKepada seorang Sultan.Pengabdian mereka baktikan,Dengan blangkon di kepala, danPakaian khusus adat Jawa,Mereka duduk bersilaDuduk rapih berjajar sambil bercerita.Tak jarang dengan ketidaktahuannya,Orang bertanya, untuk apa mereka di situ?Mengesankan orang-orang tanpa agenda,Dan jawabannya tetap mengabdi.Kecintaan mereka kepada Sultan,Sebagai tanda hormat,Pada tanah mereka,Yogyakarta yang penuh sejarah.Di dalam keraton kesultananMereka ada,Untuk terus memupuk rasa cinta,Ini sebagai ciri bahwaMereka punya tradisi.Karena sebagai orang Jawa,Mereka merasa Indonesia, danAbdi DalemAkan selalu setia mengabdi.
86
MMAALLAAMM DDII MMAALLIIOOBBOORROODerry Rizkiana
Siur angin begitu dinginSeakan mengiris paru-paruku iniAku hirup pelan-pelanRasanya malam ini berbedaDari malam yang kujumpai sebelumnyaDi sekitar jalan pak kusir dengan kudanyaAsyik merenung menikmati malam itukelab-kelob lampu jalan Malioborosetia menemani orang-orang di sudut kota Jogja
87
DDII UUJJUUNNGG HHAARRII KKAALLAA PPRRAAMMBBAANNAANNMMEEMMBBAAYYAANNGG
Lisda Palupi Utami
Hujan malam itu memaksaku untuk diammemaknai setiap tetes yang membasahi bumimemaknai setiap detik yang kian mengakrabkansetiap debar yang meraja terasa lebih bermakna
kala itu aku hanya terdiammencoba tersenyum dan mencairkan suasanarintik hujan lalu semakin tak beraturanberirama dengan degup jantungku jantungmu
kala itu kau tersenyummencoba menatap kedua bola matakumencari-cari secercah cahayayang sudah kupancarkan dari dalam hati
hingga Prambanan itu membayangsemua terasa begitu menyenangkankemudian semua hilang dalam kegelapanmengukir semua rasa yang mengesankan
Jogjakarta, 15 Mei 2012
88
LLOONNGG DDIISSTTAANNCCEE((JJooggjjaa,, ...... aannttaarraa BBaanndduunngg ddaann SSuurraabbaayyaa))
Maisaroh
Jogja, ...antara Bandung dan SurabayaCinta, ...yang terpisah ruang dan waktuMenghadirkan berjuta Tanya dan harap,Begitu juga engkau, ...teramat jauh bahkanSampai camar putihku tak sanggup membawa rasa yang kuselipkanCinta ku rasa egois, karena ia begitu sinis dan agresifAku berdiri di sisi menilik malam sepi tuk menghampiri khayalkuKau tahu, ... menunggu itu mengesalkan, begitu mengesalkanHingga ilalang di istanaku merunduk mengering tanpa daya
Tapi senyummu menuai benihSuburkan kembali ketandusanSemaikan rindu yang tertanam di lembah penantian
89
------Siska Hardiana Safitri
Namamu terpatri di mata-mata yang haus akan kenikmatan duniawiMata-mata bak mata sang elang yang siap untuk mencengkram mangsanyaCakar para pemburu telah bersiaga untuk mencabik setiap helai kainDan setiap yang berkilauan dari pantulan yang menyilaukan hingga menusuk bahkan menembus mata terdalam
Semakin malam pancaran auramu semakin tidak dapat dielakkanCahaya lampu menambah suasana menjadi lebih mempesonaAngin malam pun seakan membuai hati para pecinta dan mengajak berdansa untuk bersantai dan tak tergesa-gesaNamun gejolak hati berkata lain
Para pemburu semakin sesak dan tak kuasa untuk menyaliurkan hasrat merekaHasrat yang sudah membara dan tak kunjung usai walaupun telah mendapatkan apa yang mereka inginkan Teman, ini satu dari sekian banyak surga di Indonesia!!!Pandangan pertama begitu memikatWalau sekejap mata kureguk kenikmatanmuTak kuragukan pesona malammuMemberikan bekas yang amat melekat dalam hati dan pikirankuOh Malioboro... Nantikan aku untuk kembali mengecupmu dalam naungan hasrat belanjaku!
14 Mei 2012
90
PPAACCAARR SSEEHHAARRIISadam Husen
Berjalan telusuri surga hijauLewati Jembatan Sayyidan nan memukau
Bak permadani hantarkan sukaMenuju istana
Aku dan diaMenari di hamparan taman bunga
Yang menutupi prambanan dan borobudurYang hiasi hiasan nan khas
Tersimpan dalam kain nan khasAku dan dia
Dia milik rajaAku milik permaisuri
Namun aku dan dia ibarat mawar dan duriDari terbit fajar hingga terbenamnya mentari
Aku dan diaBahagia bersama dalam romansa cinta
Yang terbatas oleh ruang hampaDan tertutup dua dunia
Aku dan diaBercinta dari terbit fajar hingga adzan magrib menggema
91
KKEENNAANNGGAANNYuda Rahmat Hidayat
Dulu kita sering berduaDi samping jalan MalioboroKemudianKita mengabdikan kenangan saat berada di Jogja danKenangan itu masih membekas di hatikuJogja kota penuh kenangan bersamamu
22 Mei 2012
92
LLAAYYAAKKNNYYAA BBAATTIIKKNonoh Madriyanah
Aku tak mau hanya hitamCukup langit malam saja yang berwajah kelamMembuat sang raja enggan berdampinganMenarik diri masuk ke peraduan
Aku pun tak ingin hanya putihMembuat hati menjadi onggokan emasAtau membuat hati tercipta dari rangkaian bungaMenebar keindahan dari setiap mata yang tertuju
Aku ingin semua warnaTercampur menjadi satu dengan keindahan yang nyataDengan corak dan motif yang menari-nari dengan gemulainyaYang semua garis berhenti pada satu titikLayaknya seperti batikYang tak hanya mengenal satu warna sajaMereka menyatu dalam irama yang tak bernada
Cinta bukan sembarang cintaTerkadang mata dan hati berada di lain pihakTatkala menerjemahkan sebuah kata cintaMata tetap mata bukan hatiRasa pun menjelma jadi kata yang berbaris rapiMembingkai berjuta imajinasiMenguak sebuah misteri yang terisolasi
Hati tetap hati bukan mataMeski keduanya mampu berbicaraMasihkan berbicara ketika dihadirkan kesucian cinta ShintaYang hadir sebagai bumbu cerita Ramayana
Cinta bukan sembarang cinta
93
Para dewa pun ikut peran dengan kembalinya cinta sang RamaDewa api yang panas perkasaTak mampu melumat kesucian cinta sang DewiMengantarkan cintanya pada keabadian
94
HHAABBIISS AAPPII TTEERRBBIITTLLAAHH MMAATTAAHHAARRIIShobahul Futuh
Berjalan setapak tiada hentiMenyusuri jejak masa laluYang penuh dengan api dan petirBatu-batu menjadi saksiKetika matahari terbitSeluruh api sudah mulai padamSemua itu bukan tanpa hujanKarena kita tahuApi harus dilawan dengan airKini masa itu sudah lama berlaluKota yang dulu selalu tersambar petirKini menjadi sebuah bingkai kenangan yang indahYang harus burung-burung tahuBetapa hebatnya api pada saat itu
95
JJAALLAANNAANN JJOOGGJJAAYashinta Pradina Saputra
Berwarna dan tak polos kembaliMenjadi sebuah fantasi dalam keyakinan
Kini kulihat tak lagi dapat terbagiEmosional bertaruh kebatinan
Sepanjang jalan yang rapih dan bersahajaKurasa tak putih bagai bidadari
Berwarna ceria menyatu sajaCoretan warna terberi
Taruhan warna dan bentuk lihaiMengisi jejalanan kota ini
Berwarna bersama kejutan pandaiBerlalu begitu bersama jiwa yang hilang ini
Bubuhan warna yang berasal dari pikiran jernihDi sepanjang jalan Jogja
Yang amat berwarna lirihJalanan Jogja
96
GGEELLAAPP BBEERRNNYYAAWWAAIdas Dasimah
Gelap iniHitam pekat berlumutDi bawah tanah menyeruak suaraDahulu kala naungan adzan menggemaWalau sunyi dan gelapMereka tetap bernyawa
97
SSAAWWAANNGGDian Purnama
Terbang ke sawangMenudung mendung
Nyanyikan kidung
Lelah waktuMenikam semu
Meluluh belenggu
Nyata, kau kataakan berpisah
Ambang terlihatWaktumu datang
kau betina marahMenukik tajam
Menjangkau ranah
Merah menyalaMatamu membaraBagaimana bisa?
Kau wanita...Bersembunyilah kembali
Di balik awan putih
Poles Bibir bergincu merahMenguncup tangan yang terbuka
Kembali ke sawangTempat kau berada
98
MMEEDDUUSSAADian Purnama
Saat yang dinanti akan tiba, perasaan berada di ambang titik jenuh. Kilatan-kilatan kebosanan mulai muncul mewarnai haru biru kisah yang dirajut selama sewindu. Mengapa tak kau biarkan saja tangan ini mencakar-cakar kebisuan yang kau biarkan bebas mengambang sedemikian lamanya. Aku tak tahan menahan rasa gatal melihat semua kepalsuan yang kau iyakan sebagai kesetiaan. Aku sengaja menyeduh benih kebencian di depan mata sendumu itu. Tidak peduli apakah kau sedang demam kerinduan akan sikap lemahku yang selalu kau banggakan. Tak peduli lagi, kau lihat semua barut hatiku yang kian membusuk. Iya busuk karena tercemar oleh kebusukan yang lebih busuk. Aku muak, menelan semua racun bertuliskan cinta. Setiap hari aku menenggak satu botol kebohongan tanpa kau sadari aku menyadari sikap curang itu. Aku tak bisa menahan semburan bisa racun mematikan, ingin rasanya aku telan namun tak ada lagi ruang yang tersisa kini semuanya aku kembalikan lagi pada tempatnya, dirimu yang tersayang.
99
TTAAKK AAPPAA KKAAUU PPAANNGGGGIILL AAKKUU HHAANNOOMMAANNJasmaryadi
Selalu saja ada rasa malu saat bermain wayang-wayangan. Dan kau mendapat peran sebagai Hanoman. Ada apa denganmu? Mendengar namanya saja kau tak sudi. Apa karena dia monyet? Teganya kau. Lantas, serahkan saja peran Hanoman itu kepadaku. Setidaknya aku yang akan menyelamatkan Dewi Sinta.
100
KKAATTAA DDII AANNTTAARRAA PPRRAAMMBBAANNAANN DDAANNBBOORROOBBUUDDUURR
Jasmaryadi
Jika kau tahu tentang sejarahPasti kau tahu dari apa Candi Prambanan dibuatBagiku kau SiwaKau telah menghancurkan hariku
Tak ada hari yang kulepaskan untuk tidak memikirkanmuTak mimpi yang terbebas dari bayanganmuSungguh indahTapi terasa menyesakkan
Cintaku seperti PrambananTerwujud secara alamiKasihku tidak seperti BorobudurAku tak mengenal kasta
Bersama angin yang datang menghampiriKutitipkan sepenggal nada indahNada cinta yang tak sempat terucap saat di PrambananJustru terlelap saat tiba di Borobudur
101
KKIICCAAUUAANN BBUURRUUNNGG PPAAGGIIAsep Koswara
Kicauan burung ituMeninggi, berteriak semakin tinggiSeakan meronta harap ditolongMungkin tanda ingin bebas sendiriLari, pergi mencari dan menikmatiHidup bebas di alam mandiri
Lelap tidurku sedikit terusikHingga kupaksa mata ini tuk menelisikLalu kugisik dengan tangankuKubuka bantal dan selimutkuKulangkahkan kaki dan kubukakan pintu
Kuarahkan mataku ke arah kiriKulihat burung itu semakin tak diamTerbang tak karuan dalam penjara sangkarSangkar kecil ituMengunci dan menahan kebebasannya
Lalu,Tikus itu mendekat,Mengancam seakan mau menerkamImajinasiku berkeliaranMencari, mereferensi suatu kenyataanTeringat tikus negeri ini yang tak berkemanusiaan
102
CCIINNTTAA AABBAADDIIFourus Huznatul A
Butiran air seolah-olah tak mau kalah menyaksikan lakon yang dimainkanSemakin derasWajahku piasSemakin ku membisu dalam guyuran hujanSepi... hening... tak ada suara... bagai sang abdi dalem tunduk di bawah titahan sang rajaMengapa tak banyak orang yang menyaksikannya
Aku rela tubuhku menggigilAku rela menyatu dengan candiMenyaksikan berjuta kisahRama dan Shinta dengan cintanya
103
RRUUSSAAKKEka Ayu Wahyuni
Berdiri menantang langitTiga dewa tegak dengan tampang sengitBagai puncak Himalaya menyentuh langitPancang tertinggi menahan pahit
Panas bara membakar sukmaKetegangan menyayat rasaSang Maha Dewa merusak duniaMeledakkan jagad raya
104
IINNGGIINNEka Ayu Wahyuni
Putih, bersihKilau, berkilau
Gemerlap bagai gugusan bintangPersis sama seperti gugusan bintang
KagumMengagumi
Terkagum-kagum
Gemerlap bagai gugusan bintangPersis sama seperti gugusan bintang
Indah...Jauh...
Tidak tersentuh...
Hanya bisa menaruh kagum lewat tatapan mata yang berbinarHanya bisa mengagumi dalam ruang bingar
Hanya bisa terkagum-kagum dalam rentang kilauan sinar
Jauh...Tidak tersentuh...
Sungguh hasratku meletup-letupIngin mengecup
Sayang begitu jauhBenar-benar tidak tersentuh
105
DDII JJEENNDDEELLAA BBIISSRenren Siti Nurhasanah
Pagi dingin membelah kebekuan tubuhku. Ke arah debu jalanan yang masih samar untuk dilihat, pepohonan yang masih semilir mengibaskan tetesan embun paginya. Aku menoleh ke arah luar, masih terasa sama seperti bendungan yang tak terjamah, rapi tak ada sapaan apapun. Masih saja wajahmu yang ada menemani kekosongan ini. Melihatmu bercanda hebat dengan teman lelakimu, aku ingin disapa dalam keheningan ini.
Toko-toko yang berderet di sepanjang jalanan. Membuatku semakin miris melihatmu dari jendela bis yang berbeda. Aku kembali melihat senyuman indah itu, sekilas beradu untuk sengaja diperlihatkan padaku. Aku tertegun dalam keramaian orang-orang yang sibuk mencari posisi tempat duduk yang nyaman. Suara klakson bis sengaja dibunyikan menambah bisingnya perjalanan ini. Selalu senyumanmu yang menjadi pemandangan terindah untuk aku lihat di sepanjang perjalanan ini.
Selain musik yang beradu dalam kemacetan jalanan. Nyanyian cinta diputar di sepanjang jalan. Arus kecepatan yang semakin melaju kencang, menabrak pusat kota yang bergemuruh dalam lipatan roda bis yang berputar.
106
HHEENNIINNGG BBOORROOBBUUDDUURRSiti Halwa Mardiah
Surya senja kalaMenyirami lekuk istana BorobudurMerangkul sejuta rahasiaBerdendang serangga malam
Menapaki setiap anak tanggaLangkah menuju puncak mimpiHening. Biarkan jiwa bersenggamaKekuatan sakral biarkan menyeruak sukmaMeraih masa silamLangkahi setiap detak jantung waktuMelompat menuju keindahan yang abadi.
107
PPEENNGGAAMMEENN BBUUSS KKOOTTAAWawi Jumantari
Alunan musik gitar mengusir kepenatankuKelelahan yang menyerang separuh ragaKantuk mata yang hampir mengatupSirna hanya sekejap mata
Tubuh tinggi dan kurus ituDengan jari-jari handalnyaMemetip tiap senar gitarMenjadi melodi yang menyejukkan
Dengan wajah penuh harapanDan gitar usangnyaTerlantunkan bait-bait lagu PopMeruntuhkan jiwa yang sepi
Sejenak khayalan tenggelam dalam mimpiMimpi yang tenggelam dalam lamunanMenghanyutkan suasana yang suramMemecahkan kesunyian yang terasingkan
Tersentak ku melihat kantung Relaxa depan mataKepingan receh berbunyi nyaring masuk ke dalamnyaKu telah tersadar akan semuanyaBahwa kehidupan mempunyai duri-duri kehidupan yang nyata
Yogya, 15 Mei 2012
108
SSUUDDUUTT MMAALLAAMM MMAALLIIOOBBOORROOIta Mustapa
Bulan terlihat malu menampakkan kecantikannya malam iniSeolah bulan enggan menemani bintang hiasi langit Malioboro
Dan hanya bintanglah yang temaniku menapaki malamku di MalioboroMenapaki jalan-jalan di sudut kota ini
Malioboro... tempat yang tetap sama seperti 5 tahun laluDengan para pedagang kaki lima, andong, dan becak
Yang berderet di sepanjang jalan iniTerlihat satu bintang menghiasi sudut jalan
Cahayanya memudar terkalahkan olehSorot lampu-lampu jalanan
Yang seolah berlomba menjadi yang paling terangNamun keduanya tetap menjadi penghiasan malam
Yang menambah kecantikanWajah Malioboro malam ini
109
MMEELLOODDII PPAAYYAAUUArief Luqman
Rayuan musik mulai mengalunPetikan demi petikan mulai terdengarMerdu dan berkharismaKudendangkan satu bait laguMengalir begitu sempurnaRayuan itu bertemu dengan alunan lainTetap terdengar indah walau payauAlunan lama kini menghilang perlahanDan berhenti di permukaan
110
PPRRAAMMBBAANNAANN BBUUKKAANN CCEERRIITTAAInsan Purnama
Panas yang menyengatMusnahkan setiap keringatTidak lagi ia hangatNamun menjadi jahat Batu yang tersusun ituHanya terbujur kakuDan terus saja membisuTak pernah mencari tahuBerjualan dalam debuYang menguasai perjalanankuMenyusuri cerita PrambananTermakan oleh zamanMenjelang kekarNamun diam terlantarRuntuh iaTersusun kembali oleh ceritaAku tetap tidak mengerti Mengapa begitu berartiTumpukan batu bergambarTerukir dan berjajarMemiliki setiap namaYang entah apa maknaYang terkandung di dalamnyaYang kutahu hanya batu purbaTak berceritaTak bermaknaTapi nyataTapi ada
111
BBIIRRUU DDII SSEENNDDRRAATTAARRII RRAAMMAAYYAANNAAInsan Purnama
Seharusnya tidak beginiHal yang tidak aku inginiSekejap semua sirnaBermandikan hujan sajaSungguh kecewaTak ingin tertawaMata mulai berpalingDan malam semakin dinginTak ada lagi kataTertelan dalam kecewaSungguh petakaIni malam yang sia-siaMalam di Sendratari RamayanaIlalang yang bergoyang merana
112
TTAAKKDDIIRRYudha Apriansyah
Jika bumi bulat membungkus takdir kehidupanTakdirku berbentuk persegi panjangMelaju ke pelataran-pelataran tertujuBukan tangan dan kakiku yang bergerakSemua bergantung pada sekotak raksasa takdir berwarna merah yang melaju mengejar waktuJika segalanya telah dituliskan untuk apa merasa khawatir?Karena takdir persegi panjang ini berputar melaju dan diputarkan oleh roda-rodaSepertinya takdir tak bisa berbentuk lain selain putaran bulatPutaranku, sebuah karmaShio ular mengejar-ngejar buntutnya
113
BBOORROOBBUUDDUURRYudha Apriansyah
Sebenarnya aku ingin bertelanjang dada menuju Borobudur. Sensasi penyatuan diri dengan alam sekitar. Magis rasanya, aku ingin sendirian saja bermeditasi dengan hanya tubuh yang dibungkus sehelai kain sutra.
Inilah peradabanKakiku bak serabut akarMenyerap asi ibu pertiwiKepalaku bercabangRimbun rambutku daun-daun terhelaiDi pelataran yang anggunAku menjadi beringin yang dinginBiar pun matahari menyinari, tetap kusimpanBayang hitam ini untukku membaca diriAku tak ingin menjadi terikYang begitu kemilauDi mana hitamku lenyap tersirapTidak, bumi ini punya siapa?Hingga aku tak berhak berdiri.
114
SSUUAASSAANNAA MMAALLAAMMSofia
Cahaya lampu menyinari sepanjang penjajak kaki limaPara penjual menjajaki dagangannya
Sepanjang jalan kotaSemut-semut mulai bergerombolan
Haus akan kemanisan dan keindahan
115
MMAALLIIOOBBOORROOIka Nurhosna F.
Mendengar namamu aku sudah bernafsuMerasakan arusmu, tubuhku tak mampu menahan gejolaknyaKau begitu cantik nan mempesonaKarena itulah tak seorang pun ingin mengabaikanmuAku singkirkan semua angka yang bertebaran di hadapankuAku lucuti beberapa lembaran kertas iniDan akhirnya aku merasakan kepuasan akan pesonamu
Malioboro, 16 Mei 2012
116
SSEENNDDUUEriska Fitriani
Aku terhempas dalam hangat matahariMembayangkan apa yang harusnya terjadiTak kuasa akan menggapai harap,Duka yang meradangBerharap suka mereka bisa aku rasa
117
KKIICCAAUUAANN BBUURRUUNNGG GGEERREEJJAAAhmad Fuad Hanif
Awan cerah bersinarmembuka asa yangpernah terlupakan
Sejenak terdengar suarakicauan burung gereja
membawa kabar gembiraesok tersenyum
menatap tanah Jawa
14 Mei 2012
118
BBEECCAAKKDevi Lutfiani S
Kayuh lagi,Lelah lagiPenumpang senang,Penumpang riang
Ayunan kedua kakiMenjadi saksiTawaran MalioboroTawaran Beringharjo
Dua ribu, itu sudah jadiDan lima ribu pun jadiKe sana kemari sesuai alamatAbang becak mengayuh dengan selamat
119
CCAANNDDII PPRRAAMMBBAANNAANNElis Nursita
Candi PrambananTertumpuk satu demi satu bebatuanMenjulang tinggiMembentuk hamparan kemegahan bangunanDengan ketakjuban yang terciptaSetiap orang yang memandangnyaJika hanya satu batu sajaMungkin tak akan se-megah dan se-luar biasa iniKarena satu sama lain bebatuan bertumpukBekerjasama saling menopangMaka terjadilah bangunan kokoh nan indahHingga berabad-abad lamanyaTak tergoyahkanKarena mereka selalu bersatu selaluMenopang antara satu dan yang lainnya
120
HHUUJJAANN DDII PPRRAAMMBBAANNAANNImma Janaty
Aku ingin segera menyaksikantarian Sendratari Ramayana PrambananDuduk termenung diiringi rasa kesalMenunggu beberapa detik, menit, bahkan jamSekedar ingin mengetahuicerita Prabu Janaka di Negeri MantiliNamun aku tercekat dalam pekatnya hujanAku berniat untuk hendak pulangSebab hujan terus menyekapkuHingga aku menggigil kedinginanTapi aku masih menungguDan akhirnya bisa menikmati indahnyatarian yang mengisahkan tentang Dewi ShintaMeski hanya sejenakNamun sedikit puaskan mataKarena langit pun tetap angkuhMasih mengundang gerimisUntuk segera hujan lagi
121
AAKKUUAri Margono
Aku bukan akuKarena aku bukan aku bukan diaBukan mereka
Aku karena akuBukan karena diaBukan karena mereka
Biarkan aku menjadi dirikuKarena aku adalah aku
122
WWAAHHAAII TTAANNAAHH AAIIRRKKUUAi Yeni
Wahai tanah airkuDengarkanlah citaku untukmuKu ingin kau bersih dari serakan sampah yang memiluKu ingin kau patuh terhadap pimpinan hasil pemilu
Wahai tanah airkuDengarkan tuturku untuk muHasrat ingin dirimu bagai kota batik terasa syahduJagalah budaya bangsa tiada beradu
Wahai tanah airkuKu rasakan nikmatnya Gudeg dan Bakpia khasnya terasa nikmatMemang beragam kuliner di negeri ini semakin memikatNamun tiada dua khas jogja ku terpikat
Wahai tanah airkuIngin ku berlama duduk berdendang di atas candi walau terik mentari terasa panasIngin ku berlama disana jelajahi pernak-pernik serta batik yang tertata hiasIngin ku berlama melihat ragam alam raya terlihat kontrasNamun apalah daya semua itu hanyalah tugas
Wahai tanah airkuJangan kau gundah gulana jangan kau pasrahAyunkan langkah kaki selalu terarah
Wahai tanah airkuPetuah ku padamu hanyalah tugasSekali lagi, hanyalah tugas..
123
IISSTTIIMMEEWWAA BBOORROOBBUUDDUURRWidiyarti Nur Bekti
Berisik pasar menyapa langkahMenggoda mata, berlalu atau singgah lantaiBerundak menyita nafasKetukan kaleng pengemis menghiba balas Terbuka loket menakar kemampuanMemilah antrian kasta dan jurusanArca-arca terdiam membatuSecarik kesadaran teruji di setiap pintuLantai berundak menguras nafasKetukan kaleng pengemis semakin jelasPencapaian tertinggi gelisah menungguMenanti cahaya mendamparkan lajuRitual beringas berebut kesempatanPemujaan riuh menuju stasiun tujuan
124
CCEERRIITTAA LLUUKKAA JJOOGGJJAASiti Patimah
Dua malam kulepasDengan kesepian yang terus mengambil alih malam
Hingga pagi menjelang dan makin terangDengan tetap terkuasakan malam
Kini kubercerita namun tak berbahasaMeresapi luka yang kian mendera
Luka yang kubuat percumaKarena ia sudah menjadi bangkai yang tak terendus baunya
Dari Jogja
125
JJAALLAANNAl Ikhlas Ardiansyah
Kau yang selalu adaSajakmu yang tersisaSajak abadi dalam hati
Sampai saatnya tibaSang ajal kan menjemputmu Sang malaikat membawamuMenuju abadinya sogra-MU
Kau kan selalu adaDalam benakku
126
SSUULLTTAANNAzzis Fameia
Udara hilangMelihat Sultan Kelantan, Menyiksa Si Manohara
Semua terlihat hitam di ruangan ituHingga hanya jam weker saja yang tetap berdetak
Udara datangHingga bisa kueja dan kuhapal setiap molekul udara
Lalu datang beliau dengan gagah;Sebagai Sultan yang dicintai manusia
Mengejar tahta untuk mereka.
127
NNUUSSAANNTTAARRAADaniel Andrew
Menarik tempat menyorot mataSari jiwa terpikat citraIndah elok sang dimata
Akrab di mata dan telinga
Cinta dalam alunan budayaAneka ragam adat mengarungi
Dengan berlari mengejar pesonaMendapat indah sautan nusantara
128
JJAAMMPPAARRIINNGGttii RRaahhwwaannaa kkeeuurr SSiinnttaa
Dian Nugraha Ramdani
Panon po nyangsaya belah kulon.Kawih lirihna anu teu liren-liren ngageterkeun mutan supados muguran sapertos hujan,Nyakclakan kana sajak nu barontak lelembaran.Angin ngahiliwir ti lebah gawirNolan imut anjeun nu sumarambah mapay wayah. Teras hiber ka hibar layung, ngalayang hahalimunanNgaguratan langit mh ngarupi katumbiri uumpakan,Palipur nu ngempur. Nanging geuning,Wanci teras ngagulidag lir walungan,Ngocor kana sorot soca anjeun, beuki lami, beukiNambihan gumuruh, nambihan seukeut, sangkan janten jamparing Sri Rama nu tingbelesat tina gondewa kakeueung.Manahan ieu hat supados ngajelegur jiga kembang apiLajeng tiwas taya tilas, ngeprul sarupa kebul.
Prambanan, Mi 12
129
SSeellaammaatt UUllaanngg TTaahhuunn!!Diba Prajamitha A.
Cicak-cicak saling berbisik pada dinding langit sunyiNyamuk pekerja terus bersenandung dalam nyenyaknya tidurAda yang memohon terhenti pada dua belas kali loceng berbunyiAda yang terbangun tepat sebelum hari berganti pagi
Ada detik-detik lengang berbaris mengumpulkan suaraAda bisu yang malu-malu berjejer membagikan doa
Tiga buah lilin kecil menerangi mimpi yang selalu terjagaSepotong kue rasa cokelat menjadi saksi atas manisnya bertambah usia
Ada detik-detik lengang berbaris mengumpulkan suaraAda bisu yang malu-malu berjejer membagikan doa
Sayup-sayup dinding menyanyikan lagu ulang tahunMemantulkan kebahagiaan dari wajah-wajah yang tersenyum
Semoga ksatria berkuda putih datang tepat waktuMembumikan harapanmu,Menyatukan puing-puing sisa dari sedetik yang telah berlaluBerharap, berusaha, berdoaSelamat ulang tahun, semoga bahagia jadi harimu!
130
MMEERRAAJJUUTT EESSOOKKDwi Agustian
Mentari cerah menyambut pagiMemancarkan kilauan hatiLangit biru membahanaAwan putih yang berbaris beriringanSemoga mentari cerah pun menyinari indahnya kota jogja
Hidup adalah realitaMengalah pada takdir yang KuasaTetap tunduk dan mensyukuri nikmatSemuanya akan menjadi indah kelakMemintal kasihMerajut keimananMerenda hari esokMembangun pengharapan hidup.
131
KKrraattoonnKiki Amelia
Bangunan yang begitu megah Berdiri sangat megahMenyimpan sejuta sejarahAbdi-abdi dalem yang ramahSeolah menarik tanganMenggugah hati untuk menjamah
Tempat berteduh para sultahMenunjukan simbol kebangsawananDinding-dinding yang dipenuhi kenanganTak terlepas dari pandanganMenarik para wisatawanMengetahui akan rahasia dibalik bangunan
132
PPAANNAASSMayma Amalia Dewi
Mendayuh kaki di siang hariTak sedikit pun aku mengalahkan matahariTetap meraja walau peluh telah menariSungguh panas bola cahaya yang menghampiri diri
Bisikan berita membuat panasnya mendahsyatHatiku dan panasnya udara serasa merekatTak satu pun hati berani mendekatKarna takut akan ku sikat
133
RREEMMAANNGG MMAALLAAMM MMAALLIIOOBBOORROOMuhammad Sidik
Sepenggal bulan menghadap tiga bintang berdiskusi tentang laraBercerita tentang arti cinta dan duka
Ketika tiada lagi makna yang tertangkap percaya,ketika setia hanya menyisakan kata
tiga bintangpun pergi acuh meninggalkan bulan yang lebih dulu ditinggal belahannya
bertengger setengah diri mengintip malu remang malioboro dibalik kumulus tipis
kau masih saja tetap ramai dalam remang malammu teriaknyasepasang remaja disudut lain bercumbu rayu diatas becak pembawa
misi toko tetanggakumpulan manusia bahagia bersama dua malaikat surga bercanda
diatas tikar pelataran halamanmumeski remang dan malam semakin tua kau tetap dicinta kau tetap
dimanjamendengar kisah duka pemuda lara, hingga pedagang renta
menjadi simbol berharga dua cinta bertautan mesrahingga akhirnya harus kurela,
remangmu dari kejauhanku menyisakan sejumut cemburu tak berupa pada setiap lekuk muka yang jarang tercengkrama.
134
CCEERRIITTAA DDAARRII ZZEEBBRRAA--CCRROOSSSSNeneng
Sungguh, aku melihatnya!!Ditempat aku berada saat ini
Dimana aku berpijakPada tanah yang tak bergeming
Dengan langit sebening hatipara nestapa yang mengharap kembali ke pelukan Tuhan,
Yang kulihat kelam didalamnyaKetika tawa itu ada
Karena lelucon tak terdengarTentang bangsaku
Bangsa tawa dalam tangisdan tentang tanah air yang entah siapa yang menemukan
135
SSEETTUUMMPPUUKK BBAATTUUNurul Fauziyyah
Terik matahari siang Menemaniku, mengunjungimu. Kau masih samaSeperti satu tahun yang laluTetap diam membisuTetap menjulang tinggiHingga terkesan angkuh.Tapi, Itulah kauDengan sejuta misteri di dalammu Meski hanya setumpuk batu
136
DDII BBAAWWAAHH SSAAYYIIDDAANNSilvina Nugrahawati
Jembatan Sayidan menjadi saksiDulu kita pernah berjanjiMeraung asa pada ikrar setiaJalan bersama meraih suka
Tapi suka tak lagi adaKetika kehancuran kian melandaKini, bening-bening sukmaTak seindah serial drama
Jembatan sayidan menjadi saksiKini aku tak lagi suciKau kotori tiada hentiHingga ku kehilangan jati diri
Aku tetap gemericikSeperti halnya aku berbisikKepada sayidanDalam rindang kegelapan
Mei, 2012
137
JJAALLAANN TTAAKK BBEERRUUJJUUNNGGYusanti
Berjalan terus menelusuri angin disetiap detik-detik waktuMelangkah menjajaki setiap sisi jalan dalanm lorong waktuHingga sang mentari berganti dengan sang raja malamDisetiap sudut jalan pun mulai terlihat kelamTanpa cahaya dan tanpa jejak yang merataHingga semuanya hampir tak bisa terjaga
Ku terus berjalan menelusuri lorong waktuTanpa tau dimana ujung perjalanankuBintang-bintangpun bersinar seakan ingin menerangi jalankuHembusan angin pun mulai menusuk tulang-tulangkuLangkah kaki ini terus menajajaki setiap jalan tanpa tau dimanakah ujung perjalanan ini
138
MMAALLIIOOBBOORROOIman Imanul Hakim
Tua, berbudaya dan bersahajaDia terlukis oleh seniDiterangi lampu tuaTak pernah sunyi dan sepi
Membuat harum nama raja Dari citra budaya kitaAdakah cinta dari sang rajaPada budaya bangsa kita
139
SSAANNGG DDEEWWII SSHHIINNTTAAMariah Nuraeni
Kisahmu adalah roman setangkai bungaKisah yang tak berubah alurnya
Tentang benih dan tunas yang bersemiTentang kerajaan yang bersemi
Kisahmu melegendaKisah yang terselip dalam fiksi catatanku
140
RRIINNDDUU,, EELLEEGGII DDAANN KKAAUUNurliana Rachmawati
rindu itu seperti hujanmenebar bau basa di tanah keringcepat meresap dan meninggalkan basahtetapi menumbuhkan rindangnya pepohonanmenciptakan kesejukkanhujan dan pelangi adalah satu paket kehidupanhujan datang bersama badaimengoyak elegiyang mengalun indah dari riuhnya suara dedaunanmembuat patah pijar-pijar kehidupan yang hendak membumbung tinggi menjulanghingga kemudian hujan menjelma pelangimerias angkasa menjadi warna warnimenorehkan rona merah pada awan dan bias air di dedaunan yang terjatuhabu-abu adalah elegi hujanseperti rona merah kala senjanikmati saja alunannyabiarkan rasamu tenggelam dalam alunan kehidupanmenari ditengah nada-nada minor perasaanhingga kau menutup mata dan memimpikan ia yang kau rindumelepas malam bersama ia yang kau maudalam asa mimpimu
141
DDII DDAALLAAMM SSOOBBEEKKAANN WWAAKKTTUUDinar Saefulloh Akbar
Entah bagaimana angin mengabarkannyaTapi aku yakin kau tahuAku menuliskanmu dalam puisi-puisiSaat halilintar menyambar sepi
Bersama angin yang berbisikAku berlagu bersama rinduDi kegelapan aku cerna kata jadi cahayaYang lama melelehkan segenap hati
Aku menulis di dalam sobekan waktuAku berjalan di antara ingatan lalu
142
BBAATTUU KKEESSAAKKIITTAANNDini Tri Handayani
Coba kau tengok sekitarmuMatahari saja terpenggal tak berdayaKagumi bebatuan di depanmu, belakangmuSisi kirimu sisi kananmuBagaimana bisa?Bayanganmupun mengalahkan peristiwa ituDahulu temui para pundak kesakitanO Tulang-tulang yang rapuhKau sanggup mengabadikannyaMenjamah batuan keras nan megah Penuh makna dan tinggalkan keagungan peradaban
143
PPEENNCCAARRIIAANN SSEEJJAATTIIFadhilah Juwita Lestari
Lelah aku bertumpu pada sumbu tanpa pilinanKapas-kapas putih semakin menggunung berdesakanDi atas bahu tanpa alasMerenung yang tak kunjung bertemu ujungMembuat penantian yang tak pasti tentang sejatiYang sesungguhnya telah terpatri jauh di dalam sanubariNamun pengembaraan panjang dalam pencarian Sang hakikiMembuat kegigihan terkadangBerlutut kelelahanIa tahu takkan pernah ada ujungTapi sang ujung aka tetap dijunjungMeski tak berpenghujungSelalu berharap demikianMeski tak tahu berapa yang kesekian
144
BBAAYYAANNGG KKEESSEEDDIIHHAANNFaisal Amir Malik I.
Hening yang mencekam Kau tepat berdiri didepanku Kau lemparkan tatapan tajam
Bayangbayang kosong tercermin dalam raut wajahmuTetesan air mata membawa piluKebisuan dirimu mengutarakan akan harapan-harapan pada anakmu
Sungguh malang anaku Miris akan kekosonganku Ayahmu yang kau peruntukan Hanya bisa mengisi kekosongan tak tentuIsi batinmu HAMBAR
Teriaku.Ku panggil namamu(ibu) Tiga langkah jarak kau dan aku Nampak buram Gerlap gerlap kesedihan Tercucur dalam senyumu
Kini.Hidup dalam dua sisi Hilang akan interaksi
145
WWaahhaaii PPeennaakkuuIsye Mustika
Seluruh kata ku tulisKusimpan dalam butir-butir baitTerungkap dengan jiwa dan sepenuh hatiDisertai nafas yang seakn terhenti
Keindahan. KekagumanKu taburkan tanpa kata tiada bersuaraCanda tawaKu daki dengan menutuo mata
Wahai penakuKau menjadi teman setiakuMenyimpan seuntai rasa dihatikuTiada pernah lelah memeluk tangankuMeski kau hanya diam membisu
Jangan pernah pergi dari gengagamankuWahai penakuTanpa dirimutiada yang bisa mengerti akuEngakulah penawar sepiku
146
SSeetteennggaahh jjiiwwaa mmeenngghhaammbbaakkaann aappaaMoh. Fauzan Rahman
Setiap hentakan nadi bermuruh didepan wajah lusuhSesaat dan mungkin selamanya, nada yang seakan sama berbunyi seiramaDihamparan bisingnya orang-orang dan teriknya sang penerangDia berjalan, memangku harap bagi sebongkah karat yang belum berbentuk apaPadahal, di dalam sana gundukan emas berserakan bak debu Terjaga tanpa pengawasan dan kekal dalam setiap pandangan.
Jelas tertancap wajah lusuh dan kumuhnya jiwa yang terseok-seok kebusukan
Apa yang mesti dicarikan bagi wong cilik tak beretika ?Mungkin itukah gumamnya sang penabuh megahnya istana Bolehkah ku mintakan seteguk air untuk baluri jiwa kering biar hanya untuk sejam saja?Ternyata itu hanya mempetakan aku yang seakan serupa orang berbalutkan keringat Dihadapan mereka, semua yang bermuara hanya sanggul dan sarung sutera petanda jiwa unggul Megah dihadapan pemuka jiwa baru.Siapa yang lebih utama dalam pandangan awam manusia kusut seperti kita?Semua senada dan seirama mengarungi waktu tak terbatas akal dan nuraninya. Lantas mengapakah mereka merengek ditengah megahnya dunia kedigjayaan yang telah lama usai?
147
SSEEPPEERRTTII KKIISSAAHH RRAAMMAA SSHHIINNTTAANurul Ainal Khomsah
Desiran angin menyibak wajahku yang kusutTak membuatku mendayuh larut
Menerawang melewati imaji-imaji burutPerjalanan pun tak kunjung mengkrucut
Ku terpaku dalam duka penuh parutDalam hari penuh kabut
Gundahku semakin semerautMengapa hanya aku yang tersudutMelawan hidup yang carut-marut
Akankah tawa renyah dan senyuman manis hadir kembali tenggelamkan kalut?
Ahh.. itu hanya sebuah asa yang tak patutAndai aku seperti Sintha dalam penantiannya tak kunjung surut
Dan kesetiaan Rama membuatku salutMungkin saat in aku akan menyambut
Pilihan hatiku yang dulu tertaut
148
GGEELLAANNGGGGAANNGG CCIITTRRAA DDII MMAALLAAMMJJOOGGJJAAKKAARRTTAA
Arief Maulana
Gelanggang citra di malam Jogjakarta;Arena rindu yang berhembus dari puncak menara;Saat ketika cinta menyakiti diri ia sendiri;Saat ketika gelap mencakar aroma surga.
Sunyi bernyanyi pulang dan kemudian pergi;Menelanjangi indah pelita dalam selimut hitam;Nyata gulita persembahan awan-awan kelam;Hingga binar rembulan pun tak jua aku pandang.
Mengapa engkau nampak teramat semu?Sedangkan aku terasa begitu nyata;Kala engkau terduduk di atas rangkulan hangat kesepian;Kala dikau bersenandung sendu di satu malam Jogjakarta.
149
AABBDDII DDAALLAAMMIneu Sri Wahyuni
Dalam jejakBerjalan setiap tetes penak
Ada saat yang terasaAda waktu yang mendera
Dalam damaiIrama dunia mendawai
Walau bayangTiada untuk datang
Batas peristiwaBayang realita dunia
Tersungkur kesekian lamaAkan mereka terus bertanya
Daun yang berguguranBerirama nada gamelanTuan duduk di pelataran
Muka tuan tiada nianBapak telah berkata
Bukan kita tak bertuhanNamun kita berpendirian
Yang berbeda dengan tuanTuan duduk
Kita hanya menundukTuan berkata
Kita tiada terpaksa melaksana
CC ee rr pp ee nn
153
UUAANNGG 55000000Ineu Sri Wahyuni
Anak dalam pelukan Yuni belum diam. Yuni berusaha menenang-kannya, tangis anak itu semakin keras. Yuni mulai kewalahan untuk membujuknya.
Cup-cup, Nak. Sebentar lagi Bapak datang. Bujuk Yuni sambil menimang-nimang dalam pelukannya.
Mungkin dia lapar, Yuni.
iya, Mbak.
Tadi anakmu sudah makan belum ?
Belum.
Kalau begitu cepat kasih dia makan.
Yuni tersenyum. Menelan ludah yang terasa kian hambar di lidah yang sejak kemarin belum makan makanan. Tawar dan getir adalah hiasan hidupnya.
Kok malah senyam-senyum. Anak sedang rewel kok dibiarkan.
Hmmm, Mbak. Saya belum masak hari ini. Jawab Yuni dengan suara tercekat. Kening Yarmin berlipat seketika. Matanya menatap jam dinding yang sedang bergerak menunju angka sepuluh.
Sampai siang begini belum masak? Kenapa?
Emmmm Yuni agak canggung meneruskan kalimatnya. Beras kami habis, mba Yarmin mulai menanggapinya. Yuni, sudah dianggap sebagai adiknya. Nasibnya dengan Yuni tidak jauh berbeda. Hanya saja Yarmin belum dikaruniai anak meskipun telah menikah hampir lima tahun.
Kalau habis, kenapa tidak beli Yun? Pancing Yarmin.
Sebenarnya pengen beli, Mbak. Tapi kami sedang tidak punya uang.
Wajah Yuni menunduk, menyembunyikan rasa sedih yang telah menjadi teman dalam kesehariannya. Yuni tahu, tak ada gunanya
154
berpura-pura di depan Yarmin. Wanita itu tahu persis bagaimana kehidupannya. Hanya saja Yuni tidak enak hati kalau dengan keterusterangannya membuat Yarmin iba dan ikut bingung mencari jalan keluarnya. Walau bagaimanapun Yuni juga menyadari kalau nasib Yarmin juga tidak lebih baik darinya. Mereka sama-sama perantau dari kampung yang ingin merubah nasib di kota seperti Yogyakarta. Hanya saja rumah petak mereka letaknya agak berjauhan.
Kami menunggu Bapaknya Arman pulang. Ucapnya lirih. Tangan kusamnya mengelus kening Arman, anak semata wayangnya yang telah tenang. Sebenarnya Yuni tak yakin dengan ucapannya. Pekerjaan suaminya yang hanya penarik becak tidak bisa diharapkan setiap saat. Padahal tiap hari mereka harus memberi setoran kepada juragan becak. Sejak kemarin ia dan suaminya belum makan. Hanya minum air putih yang diberi sedikit gula. Segenggam beras yang tersisa dia buat bubur untuk anaknya. Dan hari ini Yuni benar-benar tidak memiliki apa-apa. Hanya beberapa sendok gula di toples. Yuni dan suaminya memilih mengalah. Air gula yang ada, mereka berikan untuk Arman.
Yuni. Sapa Yarmin lembut. Kamu tidak biasa hutang?
Yuni menggeleng lemah. Ia begitu memegang erat wejangan suaminya agar tidak membiasakan berhutang. Hutang hanyalah jerat yang bisa mencekik setiap saat. Apalagi tak ada yang bisa dijadikan jaminan untuk membayar jika si peminjam suatu saat datang menagih. Itulah prinsip yang ditekankan suaminya.
Yarmin terlihat sedih. Perasaan iba muncul tanpa bisa dicegahnya. Apalagi saat matanya menatap Arman yang telah tidur pulas dalam gendongan Yuni. Arman begitu pucat. Wajahnya pucat dengan perut yang agak membuncit. Kulitnya bersisik kasar karena kurang vitamin. Tanda-tanda kekurangan gizi tampak jelas di tubuhnya. Hening tenggelam dalam angan masing-masing.
Aku ada uang lima ribu. Yarmin menyodorkan selembar lima ribuan kepada Yuni. Pakailah.
Yuni terkejut. Ia pandangi wajah Yarmin dan uang yang berada di tangannya bergantian. Ia yakin tetangganya dari kampug itu juga sedang membutuhkan uang. Suami Yarmin baru saja sakit. Pasti belum
155
bisa menarik becak seperti suaminya. Apalagi saat ia teringat dengan pesan suaminya.
Jangan, Mbak. Pasti Mbak Yarmin juga membutuhkannya. Insya Allah saya masih bisa bertahan sampai bapaknya Arman pulang.
Aku percaya kalian masih bisa bertahan. Tapi bagaimana dengan Arman? Dia sudah begitu kurus. Dia bisa sakit Yuni. Kalau sampai itu terjadi pasti biayanya akan lebih mahal. Aku yakin kamu juga tidak tahu kapan suamimu pulang.
Yuni mendesah. Ibu mana yang tega melihat anaknya sampai kekurangan gizi. Ia pun sebenarnya iba melihat nasib Arman. Ditatapnya wajah Arman yang begitu tenang. Sebutir cairan bening mengumpul memenuhi sudut-sudut matanya.
Tapi kalau uang ini aku pinjam, bagaimana dengan Mbak Yarmin?
Tenang Yuni. Aku biasa pinjam ke warung dekat rumah. Mas Darmin juga sudah sembuh. Insya Alah besok sudah bisa narik lagi. Jawaban Yarmin tidak membuat Yuni lega. Tapi Yuni benar-benar tidak punya pilihan saat itu.
Terimaksih, Mbak. Nanti kalau bapaknya Arman dapat uang akan segera ku kembalikan.
Ya sudah, cepet belanja. Aku pamit dulu. Nanti Mas Darmin bingung kalau aku tidak segera pulang.
Iya, iya Mbak. Sekali lagi terimaksih, Mbak.
* * *
Derit roda sayup terdengar. Roda yang selalu berputar meyusuri setiap jengkal jalan hidupnya. Setiap deritnya selalu memberikan harapan bagi Yuni dan Yanto. Harapan itulah yang membuat mereka sanggup bertahan hidup. Ia yakin nasibnya berjalan seperti roda. Kadang dibawah, namun suatu saat roda itu pasti akan bergerak ke atas. Meskipun putaran roda kehidupan itu dirasanya berjalan sangat lambat untuk bisa mencapai puncak.. Tapi roda itu tidak boleh berhenti.
156
Harapan dan impian telah membuat roda itu tetap berputar, bergerak menggelinding.meski perlahan.
Assalamualaikum. Suara yang begitu dikenal muncul dari arah pintu triplek.
Waalaikumsalam. Yuni segera menyambut dan mencium tangan suaminya.
Yuni menatap wajah suaminya dengan mata berbinar. Yanto dibuat tak enak hati karenanya. Wajahnya pias melihat tatapan isrtinya.
Maafkan aku, ya. Suara Yanto tedengar berat. Ternyata hari ini pun aku gagal mendapatkan uang lima ribu yang kujanjikan pagi tadi. Wajahnya menunduk, takut melihat reaksi istri tercintanya.
Yuni tak kaget. Ia sudah menduganya. Tangannya menggandeng tangan suaminya menuju ruang tengah yang berfungsi sebagai tempat makan sekaligus ruang tidur.
Mas yanto pasti capek dan lapar. Sekarang, Mas makan dulu. Ajak Yuni lembut sambil membuka tudung nasi..
Yanto terlonjak. Ia tak percaya melihat hidangan istimewa di depannya. Sebakul nasi putih yang megepul hangat, semangkuk sayur bayam dan beberapa potong tempe telah tersaji rapi di atas meja kayu yang kakinya telah lapuk.
Dari mana semua makanan ini, Yun? Tanya yanto dengan suara gagap. Sudahlah, Mas Yanto makan dulu. Dari kemarin kan belum makan. Kalau sampe Mas Yanto sakit, kita semua akan semakin repot. Tangan Yuni telah menyendok nasi ke piring untuk Yanto. Dengan cekatan, Yuni menambahkan sepotong tempe dan sesendok sayur di atasnya.
Tapi semua ini dari mana, Yuni? Tanya Yanto sekali lagi.
Saya akan cerita kalau Mas Yanto mau makan.
Yanto menurut. Dengan ragu tangannya menyendok nasi dari piring. Setelah yakin suaminya menikmati makanannya, barulah Yuni bercerita.
157
Mas, tadi Mbak Yarmin sepulang mencuci dari Bu Handoyo mampir. Yuni diam sejenak. Melihat reaksi suaminya. Terlihat mengalirlah kisah hidupnya sepagi tadi sampai akhirnya semua hidangan istimewa dapat tersaji di meja makan mereka.
Uhuk! Uhuk!
Yanto tersedak. Buru-buru Yuni menuangkan air putih ke gelas plastik yang di dekatnya. Pelan, Mas. Nggak usah buru-buru.
Yanto diam. Menatap wajah istrinya dalam-dalam. Begitu banyak kalimat yang ingin ia ucapkan kepada istrinya. Tapi mulutnya tetap terkunci. Ia tidak pernah tega menyakiti wanita yang begitu rela menemaninya hidup menderita. Tapi Yanto sangat gusar mengingat yang dialaminya sebelum pulang ke rumah. Rasa nikmat yang baru didapatnya lenyap seketika. Menu istimewa yang ada di depannya tidak lagi menggoda selera makannya. Hambar. Itulah yang dirasakan lidahnya saat ini.
Kenapa kamu mau menerima uang dari Mbak Yarmin? Jelas terdengar suara Yanto begitu berat.
Sebenarnya sudah kutolak, Mas. Tapi Mbak Yarmin memaksa. Ia tidak tega melihat Arman, anak kita. Aku juga tidak tega kalau sampai Arman jatuh sakit karena tidak makan apa-apa. Pasti nanti kita akan butuh uang lebih banyak untuk mengobati Arman. Akhirnya aku pun menerima uang lima ribu itu. Maafkan aku, Mas. Aku tahu Mas tidak suka hutang. Tapi kita sedang tidak punya pilihan. Ada rasa bersalah dalam nada bicara Yuni. Wajahnya menunduk. Ia pun tidak berselera untuk melanjutkan sarapan yang sekaligus juga makan siang.
Yuni, sebelum pulang aku tadi mampir menjenguk Mas Darmin. Tak kulihat makanan di rumahnya. Ia sedang menunggu Mbak Yarmin yang meminjam uang pada Bu Handoyo setelah mencuci. Yanto diam sejenak. Mengatur nafas yang semakin tidak teratur. Aku semakin tidak tega saat melihat Mbak Yarmin diomeli pemilik warung ketika akan berhutang lagi. Apa kamu tega makan semua ini, Yuni? Yanto berdiri. Tangannya menyambar topi lusuh yang tergeletak di kursi.
Mas Yanto mau kemana?
158
Keluar. Mencari uang untuk mengganti uang Mbak Yarmin. Yanto melangkah tanpa menoleh ke belakang.
Yuni terpaku. Memandangi punggung suaminya yang basah oleh keringat. Ada perih di hatinya. Ada rasa bersalah yang begitu mendesak dadanya. Sebutir bening telah menggantung di kedua sudut matanya.
Ia segera bergegas membungkus semua makanannya. Tak ada cara lain, Ia harus mengantarkan makanan itu untuk Yarmin.
Mbak Yarmin, maafkan aku. Ucap Yuni hampir tak terdengar.
* * *
159
SSAAPPUU TTAANNGGAANN MMEERRAAHH MMUUDDAA DDII BBIISS YYOOGGYYAADani Krisdiana
Sedikit tergesa-gesa Bayu memasuki bis. Langkahnya lebar-lebar menuju pojok kursi bis yang besar itu. Dengan ransel besar dan sebungkus rokok di tangannya dia membenahi kursi duduknya. Bis akan berangkat 15 menit lagi. Terdengar kerumunan orang lain berjalan memasuki bis yang hampir terisi penuh itu.
Sejenak matanya menatap seisi bis. Ransel biru-hitam miliknya diletakkan di samping kursinya. Bayu memejamkan matanya dan mulai memasang earphone, memutar lagu Yogyakarta milik Kla Project. Lagu penuh kenangan akan seseorang yang pernah dia cintai. Sampai saat ini, tepatnya. Namun, Bayu harus rela mengubur cintanya karena sang gadis, Nunik, minggu depan akan menikah dengan lelaki lain. Padahal, Bayu merasa hubungannya dengan Nunik belum berakhir.
Nunik. Mereka bertemu di bangku sekolah SMA. Kedekatan itu berlanjut hinga hari-harinya sebagai pelajar berlangsung. Bayu menyatakan cintanya kepada Nunik
Recommended