1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Konsep Dasar Audit
II.1.1 Pengertian Audit
Menurut Mulyadi (2014:9), audit adalah suatu proses sistematik untuk
memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-
pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk
menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan
kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai
yang berkepentingan. Auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara
kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan keuangan yang
telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti
pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai
kewajaran laporan keuangan tersebut (Agoes, 2012:4). Adapun Arens dkk
(2017:28) mengungkapkan, auditing is the accumulation and evaluation of
evidence about information to determine and report on the degree of
correspondence between the information and established criteria. auditing should
be done by a competent, independent person, atau dapat diterjemahkan bahwa audit
adalah akumulasi dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan
melaporkan tingkat korespondensi antara informasi dan kriteria yang ditetapkan.
audit harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen.
Dari berbagai pengertian diatas dapat dikatakan bahwa audit merupakan proses
evaluasi objektif terhadap bukti yang telah dikumpulkan untuk menilai tingkat
kesesuaian antara informasi yang ada pada bukti dan kriteria – kriteria yang telah
ditetapkan sebelumnya yaitu dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen.
II.1.2 Jenis - jenis Audit
Menurut Mulyadi (2014:30-32), auditing umumnya digolongkan menjadi
tiga golongan yaitu:
1. Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit)
2
Audit laporan keuangan adalah audit yang dilakukan oleh auditor
independen terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya untuk
menyatakan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Dalam audit
laporan keuangan ini, auditor independen menilai kewajaran laporan keuangan atas
dasar kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi berterima umum.
2. Audit Kepatuhan (Compliance Audit)
Audit kepatuhan adalah audit yang tujuannya untuk menentukan apakah
yang diaudit sesuai dengan kondisi atau peraturan tertentu. Hasil audit kepatuhan
umumnya dilaporkan kepada pihak yang berwenang membuat kriteria. Audit
kepatuhan banyak dijumpai dalam pemerintahan.
3. Audit Operasional (Operational Audit)
Audit operasional merupakan review secara sistematik kegiatan organisasi,
atau bagian daripadanya, dalam hubungannya dengan tujuan tertentu. Pihak yang
memerlukan audit operasional adalah manajemen atau pihak ketiga. Hasil audit
operasional diserahkan kepada pihak yang meminta dilaksanakannya audit tersebut.
II.2 Audit Operasional
II.2.1 Pengertian Audit Operasional
Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya mengenai audit operasional.
Terdapat berbagai perbedaan sudut pandang para ahli sehingga terdapat berbagai
perbedaan pengertian, namun tetap memiliki tujuan yang sama. Berikut ini
pendapat dari beberapa ahli mengenai pengertian audit operasional.
Menurut Agoes (2014:172), audit operasional adalah suatu pemeriksaan
terhadap kegiatan operasi suatu perusahaan, termasuk kebijakan akuntansi dan
kebijakan operasional yang telah ditentukan oleh manajemen, untuk mengetahui
apakah kegiatan operasi tersebut sudah dilakukan secara efektif, efisien dan
ekonomis. Tunggal (2008:13) menjelaskan bahwa, audit operasional merupakan
suatu proses yang sistimatis seperti dalam audit laporan keuangan, audit
operasional mencakup serangkaian langkah atau prosedur yang terstruktur dan
diorganisasi, sedangkan menurut Guy (2003:419) audit operational merupakan
3
penelaahan atas prosedur dan metode operasi entitas untuk menentukan tingkat
efisiensi dan efektivitasnya.
Dari beberapa pengertian di atas dapat dikatakan bahwa audit operasional
merupakan pemeriksaan terhadap aktivitas – aktivitas operasional yang dilakukan
perusahaan untuk menilai efektivitas dan efisiensi berjalannya operasi, penggunaan
sumber daya, dan dana tanpa melanggar ketentuan dan kebijakan yang telah
ditetapkan.
II.2.2 Tujuan Audit Operasional
Menurut Tunggal (2008:40), tujuan audit operasional adalah sebagai
berikut:
1. Objek dari audit operasional adalah mengungkapkan kekurangan dan
ketidakberesan dalam setiap unsur yang diuji oleh auditor operasional dan
untuk menunjukkan perbaikan apa yang dimungkinkan terjadi untuk
memperoleh hasil yang terbaik dari operasi yang bersangkutan.
2. Untuk membantu manajemen mencapai administrasi operasi yang paling
efisien.
3. Untuk mengusulkan pada manajemen bagaimana cara-cara dan alat - alat
untuk mencapai tujuan apabila manajemen organisasi sendiri kurang
memiliki pengetahuan tentang pengelolaan yang efisien.
4. Tujuan audit operasional adalah untuk mencapai efisiensi dari
pengelolaan.
5. Untuk membantu manajemen, audit atau operasi berhubungan dengan fase
dari aktivitas usaha yang dapat merupakan dasar pelayanan pada manajemen.
6. Untuk membantu manajemen pada setiap tingkat dalam pelaksanaan yang
efektif dan efisien dari tujuan dan tanggung jawab mereka.
11
Menurut Agoes (2014:172) tujuan umum dari audit operasional adalah untuk:
1. menilai kinerja (performance) dari manajemen dan berbagai fungsi dalam
perusahaan.
2. menilai apakah berbagai sumber daya (manusia, mesin, dana, harta lainnya) yang
dimilik perusahaan telah digunakan secara efisien dan ekonomis.
3. menilai efektivitas perusahaan dalam mencapai tujuan (objective) yang
telah ditetapkan oleh top management.
4. dapat memberikan rekomendasi-rekomendasi kepada t op manajemen untuk
memperbaiki kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam penerapan
pengendalian intern, sistem pengendalian manajemen, dan prosedur
operasional perusahaan dalam rangka meningkatkan efisiensi, keekonomisan
dan efektivitas dari kegiatan operasional perusahaan.
Sedangkan menurut Guy dkk. (2003:421), audit operasional biasanya
dirancang untuk memenuhi satu atau lebih tujuan berikut :
1. Menilai Kinerja. Setiap audit operasional meliputi penilaian kinerja organisasi
yang ditelaah. Penilaian kinerja dilakukan dengan membandingkan kegiatan
organisasi dengan (1) tujuan, seperti kebijakan, standar, dan sasaran organisasi
yang ditetapkan manajemen atau pihak yang menugaskan, serta dengan (2)
kriteria penilaian lain yang sesuai.
2. Mengidentifikasi Peluang Perbaikan. Peningkatan efektivitas, efisiensi, dan
ekonomi merupakan kategori yang luas dari pengklasifikasian sebagian besar
perbaikan. Auditor dapat mengidentifikasi peluang perbaikan tertentu dengan
mewawancarai individu (apakah dari dalam atau dari luar organisasi,
mengobservasi operasi, menelaah laporan masa lalu atau masa berjalan,
mempelajari transaksi, membandingkan dengan standar industri, menggunakan
pertimbangan profesional berdasarkan pengalaman, atau menggunakan sarana dan
cara lain yang sesuai.
12
3. Mengembangkan Rekomendasi untuk Perbaikan atau Tindakan Lebih Lanjut.
Sifat dan luas rekomendasi akan berkembang secara beragam selama pelaksanaan
audit operasional.
Dari tujuan-tujuan audit operasional yang diungkapkan oleh beberapa ahli di atas
dapat dikatakan bahwa audit operasional dilakukan untuk mengevaluasi tingkat
efisiensi dan efektivitas pelaksanaan aktivitas suatu organisasi. Audit operasional
mengidentifikasi timbulnya penyelewengan dan penyimpangan yang terjadi dan
kemudian membuat laporan yang berisi rekomendasi tindakan perbaikan
selanjutnya. Audit operasional merupakan salah satu alat pengendalian yang
membantu dalam mengelola perusahaan dengan penggunaan sumber daya yang ada
dalam pencapaian tujuan perusahaan dengan efektif dan efisien.
II.2.3 Standar Audit Operasional
Tunggal (2008:39) mengungkapkan bahwa standar yang berharga sekali dalam
audit operasional terutama datangnya dari dua sumber; perusahaan sendiri dan bidang
usaha yang perusahaan menjadi salah satu bagiannya. Untuk menemukan standar
perusahaan, audit operasional harus mengandalkan pada unit yang sedang diaudit.
Ukuran-ukuran prestasi yang harus dicapainya dapat dikemukakan dalam:
1. tujuan-tujuan, sasaran-sasaran, dan rencana-rencana
2. anggaran belanjanya
3. catatan-catatan tentang prestasi-prestasi yang telah dicapainya
4. kebijakan, prosedur, pedoman, dan sebagainya
Untuk standar-standar bidang usaha, audit operasional mengandalkan atas
pengetahuan umum tentang praktik dunia usaha yang sehat dan statistik ekonomi yang
bisa diperoleh dari asosiasi profesi dan pemerintah.
II.2.4 Manfaat Audit Operasional
Audit operasional yang dilakukan atas suatu objek, seperti departemen
perusahaan, dan lainnya mempunyai manfaat-manfaat, yaitu:
13
1. Identifikasi tujuan, kebijaksanaan, sasaran dan prosedur organisasi yang
sebelumnya tidak jelas.
2. Identifikasi kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat
tercapainya tujuan organisasi dan menilai kegiatan manajemen.
3. Evaluasi yang independen dan objektif atas suatu kegiatan tertentu.
4. Penetapan apakah organisasi sudah mematuhi prosedur, peraturan,
kebijaksanaan, serta tujuan yang telah ditetapkan.
5. Penetapan efektivitas dan efisiensi sistem pengendalian manajemen.
6. Penetapan tingkat keandalan (reliability) dan kemanfaatan (usefulness ) dari
berbagai laporan manajemen.
7. Identifikasi daerah-daerah permasalahan dan mungkin juga penyebabnya.
8. Identifikasi berbagai kesempatan yang dapat dimanfaatkan untuk lebih
meningkatkan laba, mendorong pendapatan, dan mengurangi biaya atau
hambatan dalam organisasi.
9. Identifikasi berbagai tindakan alternatif dalam berbagai daerah kegiatan.
(Widjayanto, 2001)
Menurut Tunggal (2008:52), suatu audit operasional yang dilakukan secara
tepat harus memberikan manajemen sejumlah manfaat, mencakup:
1. Kemampulabaan yang meningkat
2. Alokasi sumber daya yang efisien
3. Identifikasi masalah pada tahap awal, dan
4. Komunikasi yang lebih baik
Dengan adanya audit operasional, perusahaan dapat memprediksi
kemungkinan yang akan terjadi dan mempersiapkan solusi dari kemungkinan
tersebut sedini mungkin, menggunakan sumber daya alam dan manusia secara
efektif, efisien, dan ekonomis yang akhirnya dapat meningkatkan kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba.
II.2.5 Karakteristik Audit Operasional
14
Menurut Tunggal (2008:37), karakteristik audit operasional meliputi :
1. Audit operasional adalah prosedur yang bersifat investigatif.
2. Mencakup semua aspek perusahaan, unit atau fungsi.
3. Yang diaudit adalah seluruh perusahaan, atau salah satu unitnya, atau suatu
fungsi, atau salah satu sub klasifikasinya.
4. Penelitian dipusatkan pada prestasi atau keefektivan dari perusahaan/unit/fungsi
yang diaudit dalam menjalankan misi, tanggung jawab atau tugasnya.
5. Pengukuran terhadap keefektifan didasarkan pada bukti/data dan standar.
6. Tujuan utama audit operasional adalah memberikan informasi kepada pimpinan
tentang efektif atau tidaknya perusahaan, suatu unit, atau suatu fungsi.
Audit operasional tumbuh dengan sendirinya sebagai perluasan audit
keuangan, melampaui batas apa yang pada umumnya dianggap sebagai fungsi
akuntansi.
Agoes (2014:173) menyebutkan karakteristik audit operasional yang menjadi
pembeda dengan audit keuangan yaitu:
1. Bisa dilakukan oleh internal auditor atau management consultant
2. Pada akhir pemeriksaannya auditor memberikan laporan kepada manajemen berupa
temuan-temuan audit mengenai efektivitas sistem pengendalian manajemen, apakah
kegiatan operasi perusahaan sudah dijalankan secara efisien, ekonomis, dan efektif,
beserta saran-saran untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ditemukan selama
pelaksanaan management audit
3. Biasanya dilakukan jika manajemen merasakan adanya kebutuhan
4. Kriteria dalam suatu management audit bisa berupa kebijakan yang ditentukan
manajemen, peraturan pemerintah peraturan asosiasi, dan lain-lain.
II.2.6 Elemen-elemen Audit Operasional
Menurut Agoes (2014:177), audit operasional mencakup tiga elemen, yaitu:
1. Criteria
15
Standar yang harus dipatuhi oleh setiap bagian dalam perusahaan. Standar bisa berupa
kebijakan yang telah ditetapkan manajemen, kebijakan perusahaan sejenis atau
kebijakan industri, dan peraturan pemerintah (di Amerika bisa peraturan negara
bagian).
2. Causes
Tindakan-tindakan yang dilakukan manajemen atau pegawai perusahaan, termasuk
tindakan-tindakan yang seharusnya dilakukan untuk memenuhi criteria tetapi tidak
dilakukan oleh manajemen atau pegawai perusahaan.
Dengan kata lain causes adalah tindakan-tindakan yang menyimpang dari standar yang
berlaku.
3. Effects
Akibat dari tindakan-tindakan yang menyimpang dari standar yang berlaku.
II.2.7 Jenis – jenis Audit Operasional
Arens, dkk (2017:875) menjelaskan jenis-jenis audit operasional, diantaranya:
1. Functional Audits
2. Organizational Audits
3. Special Assignments
Dari ketiga jenis kategori tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Functional Audits
Function are a means of categorizing the activities of a business, such as the billing
function or production function. Functions may be categorized and subdivided many
different ways.
2. Organizational Audits
An operational audit of an organization deals with an entire organizational unit, such
as a department, branch, or subsidiary. An organizational audit emphasizes how
efficiently and effectively functions interact. The plan of organization and the methods
to coordinate activities are important in this type of audit.
3. Special Assignment
16
In operational auditing, special assignment arise at the request of management for a
wide variety of audits, such as determining the cause of an ineffective IT system,
investigating the possibility of fraud in a division, and making recommendations for
reducing the cost of a manufactured product.
Dalam Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai berikut;
1. Audit Fungsional
Fungsi adalah alat untuk mengkategorikan kegiatan bisnis, seperti fungsi
penagihan atau fungsi produksi. Fungsi dapat dikategorikan dan dibagi lagi dengan
berbagai cara.
2. Audit Organisasi
Audit operasional suatu organisasi berkaitan dengan seluruh unit organisasi,
seperti departemen, cabang, atau anak perusahaan. Audit organisasi menekankan
seberapa efisien dan efektifnya fungsi berinteraksi. Rencana organisasi dan metode
untuk mengoordinasikan kegiatan penting dalam jenis audit ini.
3. Penugasan Khusus
Dalam audit operasional, penugasan khusus muncul atas permintaan manajemen
untuk berbagai macam audit, seperti menentukan penyebab sistem TI yang tidak
efektif, menyelidiki kemungkinan kecurangan dalam suatu divisi, dan membuat
rekomendasi untuk mengurangi biaya produk yang diproduksi. .
II.2.8 Keterbatasan Audit Operasional
Menurut Tunggal (2008:43) keterbatasan audit operasional adalah sebagai
berikut:
1. Waktu, berkaitan dengan audit komprehensif tersebut.
2. Pengetahuan, karena orang tidak bisa ahli dalam setiap aspek
perusahaannya, maka auditor hanya akan sensitif terhadap masalah - masalah
yang sesuai dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman yang
dimilikinya saja, kurang memberi perhatian pada masalah lain diluarnya.
17
3. Standar, bidang-bidang yang berada diluar standar atau kriteria keefektifan
adalah di luar ruang lingkup audit operasional.
4. Orang tidak boleh menyinggung ketidakmampuan seseorang dalam
melaksanakan fungsinya tetapi hanya menunjukkan bahwa suatu pekerjaan
atau tugas dilaksanakan secara efektif.
5. Biaya, auditor perlu melakukan sedikit penghematan dalam pelaksanakan
tugasnya, walaupun sebenarnya pelaksaan audit operasional harus
mengabaikan situasi perusahaan yang dapat memakan biaya cukup besar
apabila diselidiki lebih rinci.
6. Audit entity atau kesatuan audit, pembatasan audit operasional pada suatu fungsi
tertentu atau unit dalam beberapa hal menyampingkan
aspek-aspek yang mempengaruhi audit entity tetapi aspek-aspek tersebut
berada dalam cakupan suatu fungsi atau unit lain.
II.2.9 Kertas Kerja Pemeriksaan
Menurut Tugiman (2002:47), kertas kerja audit merupakan dokumentasi dari
proses audit. Tiga aspek utama yang didokumentasikan dalam kertas kerja audit adalah:
langkah-langkah audit dalam tahap persiapan, pelaksanaan, dan pelaporan hasil audit;
bukti-bukti yang dikumpulkan selama proses audit; dan analisa, kesimpulan, temuan,
dan laporan yang dihasilkan dan ditulis oleh auditor. Kertas kerja audit merupakan
dokumen yang mempresentasikan proses dan hasil audit. Penyiapan dan penulisan
kertas kerja audit perlu memperhatikan tiga faktor yaitu: penugasan audit, standar
profesi, dan tahap-tahap proses pembuatan kertas kerja audit.
Tahap-tahap penyiapan kertas kerja audit:
1. Perencanaan kertas kerja audit
Perencanaan kertas kerja audit diperlukan agar terdapat struktur yang jelas dan
baku untuk pendokumentasian proses audit. Biasanya, perencanaan kertas kerja audit
18
ditentukan oleh manajemen unit audit internal dalam bentuk kebijakan mengenai
standar struktur kertas kerja. Beberapa pedoman bagi perencanaan kertas kerja
diantaranya:
1). Sesuaikan kebutuhan kertas kerja dengan tujuan audit
Untuk mencapai kesesuaian tersebut auditor perlu menjawab pertanyaan-
pertanyaan berikut:
Bukti apa dan berapa banyak bukti yang perlu dikumpulkan untuk memenuhi
tujuan audit tertentu
Darimana bukti-bukti yang diperlukan dapat diperoleh
Media kertas kerja audit apa yang akan digunakan? Kertas, disket, atau media
lainnya?
2). Pemberian nomor indeks
Pedoman pemberian nomor indeks kertas kerja audit
a) Memberikan kemudahan secara maksimal bagi akses dan penggunaan
informasi yang ada pada kertas kerja audit
b) Kode indeks yang digunakan dapat terdiri atas kombinasi huruf dan angka
c) Fleksibel, memudahkan revisi dan penambahan
d) Dapat berfungsi sebagai alat kontrol terhadap kemungkinan kertas kerja audit
yang hilang
e) Dapat dikaitkan dengan audit program dan laporan audit
f) Sederhana
2. Penyajian kerangka kertas kerja audit
Kerangka kertas kerja audit harus didesain dalam format yang berisikan hal-hal
berikut:
1) Judul dan tanggal pembuatan kertas kerja audit
2) Bidang dan periode yang diaudit
3) Sumber data
4) Langkah audit yang merujuk ke audit program
19
5) Data yang dikumpulkan
6) Analisis yang dibuat
7) Kesimpulan yang dicapai
8) Temuan audit yang dikembangkan
9) Nama dan tanda tangan penyusunan kertas kerja audit
10) Nama dan tanda tangan yang melakukan review
11) Nomor indeks
3. Penulisan kertas kerja audit
Penulisan kertas kerja audit dilakukan oleh auditor disesuaikan dengan format
kertas kerja yang telah dirancang sebelumnya.
4. Penyusunan ikhtisar temuan
Berbagai temuan yang dicatat pada kertas kerja audit dapat diikhtisarkan
berdasarkan bidang, topic dan permasalahan yang diaudit. Ikhtisar temuan
memanfaatkan overview atas temuan audit.
5. Review kertas kerja audit
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan review kertas kerja audit:
1) Kesesuaian dengan tujuan audit
2) Ketaatan terhadap standar profesi
3) Ketepatan langkah pengujian
4) Kecukupan data/informasi pada kertas kerja audit
5) Keberadaan bukti pendukung yang cukup, relevan, kompeten, dan berguna
6) Ketetapan perhitungan
7) Kewajiban analisa dan kesimpulan kecermatan judgement auditor
8) Kemungkinan potensi temuan audit yang terlewatkan
9) Kemungkinan penyempurnaan dan perbaikan kertas kerja audit
(Tugiman:2002, 52-54)
Menurut Agoes (2014:191), kertas kerja pemeriksaan merupakan dokumentasi
auditor atas prosedur-prosedur audit yang dilakukan, tes-tes yang diadakan, informasi-
informasi yang didapat dan kesimpulan yang dibuat atas pemeriksaan, analisis,
20
memorandum, surat-surat konfirmasi dan representation, ikhtisar dokumen-dokumen
perusahaan, rincian-rincian pos laporan posisi keuangan dan laba rugi, serta komentar-
komentar yang dibuat atau yang diperoleh auditor.
Tujuan/fungsi dari kertas kerja pemeriksaan menurut Agoes (2014:6) adalah
sebagai berikut:
1. Sebagai dasar untuk perencanaan audit
2. Sebagai catatan atas bukti yang dikumpulkan dan hasil pengujian
3. Sebagai catatan atas pemeriksaan/pekerjaan yang telah dilakukan, apakah sesuai
dengan program pemeriksaan
4. Sebagai penjelasan mengenai masalah/situasi yang dihadapi atas pelaksanaan
kebijakan-kebijakan, prosedur-prosedur, ketepatan, efisiensi, dan bagaimana
evaluasinya
5. Sebagai data untuk menentukan jenis opini dari laporan audit
6. Sebagai sumber informasi di kemudian hari untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan oleh manajemen dan pihak lainnya, seperti dalam pertemuan dengan
pihak manajemen
7. Sebagai penilaian prestasi staf auditor dan pengembangannya
II.2.10 Program Audit Operasional
Tunggal (2008:104) mengungkapkan bahwa, Program audit internal
merupakan pedoman bagi auditor operasional dan merupakan satu kesatuan dengan
supervise audit dalam pengambilan langkah-langkah audit tertentu. Langkah-langkah
audit dirancang untuk (1) mengumpulkan bahan bukti audit dan dapat mengenai
efesiensi, keekonomoisan, dan efektivitas aktivitas yang akan diperiksa. Program
tersebut berisi arahan audit dan evaluasi informasi yang dibutuhkan untuk memenuhi
tujuan audit dalam ruang lingkup penugasan audit.
Adapun menurut Tugiman (2002:24), audit program merupakan penghubung
antara survey pendahuluan dengan pengujian dilapangan. Sebagaimana survey
pendahuluan dipakai untuk memahami tujuan utama kegiatan operasi, tujuan audit
21
yang akan dilaksanakan, kondisi pengendalian intern, dan risiko ancaman bagi
perusahaan. Audit program disusun berdasarkan informasi yang diperoleh pada survey
pendahuluan. Oleh karena itu, isi audit program akan disesuaikan dengan sasaran,
tujuan dan cakupan audit untuk masing-masing auditable unit. Berdasarkan langkah-
langkah audit yang disusun dalam audit program, auditor diharapkan mampu
mengungkapkan kelemahan sekaligus membantu auditee meningkatkan kecukupan
dan efektivitas kontrol atas risiko yang berdampak signifikan terhadap pencapaian
tujuan dan sasaran kegiatan operasi auditable unit yang bersangkutan.
Menurut Agoes (2014:206), audit program merupakan kumpulan dari prosedur
audit yang akan dijalankan dan dibuat secara tertulis. Audit program membantu auditor
dalam memberikan perintah kepada asisten mengenai pekerjaan yang harus
dilaksanakan. Audit program harus menggariskan dengan rinci, prosedur audit yang
menurut keyakinan auditor diperlukan untuk mencapai tujuan audit.
II.2.11 Tahap-tahap Audit Operasional
Menurut Agoes (2014:11), proses audit merupakan urutan dari pekerjaan awal
penerimaan penugasan sampai dengan penyerahan laporan audit kepada klien yang
mencakup beberapa hal sebagai berikut:
1. Survei Pendahuluan (Preliminary Survey)
Survei pendahuluan dimaksudkan untuk mendapat gambaran mengenai bisnis
perusahaan yang dilakukan melalui tanya jawab dengan manajemen dan staf
perusahaan.
2. Penelaahan dan Pengujian atas Sistem Pengendalian Manajemen (Review and
Testing of Management Control System)
Untuk mengevaluasi dan menguji efektivitas dari pengendalian manajemen
yang terdapat pada perusahaan. Biasanya digunakan internal control questionnaires,
flowchart dan penjelasan narrative serta dilakukan pengetesan atas beberapa transaksi
(walk throught the documents).
3. Pengujian Terinci (Detailed Examination)
22
Melakukan pemeriksaan terhadap transaksi perusahaan untuk mengetahui
apakah prosesnya sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini auditor
harus melakukan observasi terhadap kegiatan dari fungsi-fungsi yang terdapat pada
perusahaan.
4. Pengembangan Laporan (Report Development)
Dalam menyusun laporan pemeriksaan, auditor tidak memberikan opini
mengenai kewajaran laporan keuangan perusahaan. Laporan yang dibuat mirip dengan
management letter, karena berisi temuan pemeriksaan (audit findings) mengenai
penyimpangan yang terjadi terhadap kriteria (standard) yang berlaku yang
menimbulkan inefisiensi, inefektivitas, dan pemborosan dan kelemahan dalam sistem
pengendalian managemen yang terdapat pada perusahaan. Selain itu auditor juga
memberikan saran-saran perbaikan.
Menurut Tunggal (2008:56), karena banyak bidang yang dicakup, tidak ada
pendekatan tunggal yang diambil dalam audit operasional, namun beberapa fungsi
umum biasanya dapat berlaku bagi kebanyakan audit operasional, yaitu:
1. Memilih auditee
2. Merencanakan pekerjaan yang akan dilakukan, mencakup penetapan standar-standar
yang digunakan untuk menilai operasi yang diaudit
3. Mengumpulkan bukti yang digunakan untuk mengukur operasi
4. Menganalisis dan menyelidiki deviasi dari standar
5. Menentukan tindakan korektif, apabila diperlukan
6. Melaporkan hasil kepada tingkat otoritas yang tepat
7. Melakukan tindak lanjut
Guy (2003:421) menyebutkan struktur umum dari audit operasional tertentu
adalah proses lima tahap, yaitu:
1. Pengenalan
2. Survey
3. Pengembangan program
4. Pelaksanaan audit
23
5. Pelaporan
Sedangkan Arens dkk (2017:878) menyebutkan terdapat 3 tahap dalam audit
operasional diantaranya:
1. Planning
2. Evidence accumulation and evaluation
3. Reporting and follow-up
II.2.12 Pelaksana Audit Operasional
Operational audits are usually performed by one of three groups: internal
auditors, government auditors, or CPA firms.
1. Internal auditors
Internal auditors are in such a unique position to perform operational audits
that some people use the terms internal auditing and operational auditing
interchangeably.
2. Government auditors
Different federal and state government auditors perform operational auditing,
often as a part of doing financial audits.
3. CPA firms
When a CPA firm does an audit of historical financial statements, part of the
audit often consists of identifying operational problems and making recommendation
that may benefit the audit client. The recommendations can be made orally, but they
are typically included in a management letter.
(Arens dkk, 2017:876)
Dalam Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai berikut;
Audit operasional biasanya dilakukan oleh salah satu dari tiga kelompok:
auditor internal, auditor pemerintah, atau perusahaan CPA.
1. Auditor internal
24
Auditor internal berada dalam posisi yang unik untuk melakukan audit
operasional sehingga beberapa orang menggunakan istilah audit internal dan audit
operasional secara bergantian.
2. Auditor pemerintah
Auditor pemerintah federal dan negara bagian yang berbeda melakukan audit
operasional, seringkali sebagai bagian dari melakukan audit keuangan.
3. Perusahaan CPA
Ketika perusahaan CPA melakukan audit atas laporan keuangan historis, bagian
dari audit sering kali terdiri dari mengidentifikasi masalah operasional dan membuat
rekomendasi yang mungkin bermanfaat bagi klien audit. Rekomendasi dapat dibuat
secara lisan, tetapi biasanya dimasukkan dalam surat manajemen.
(Arens dkk, 2017: 876)
II.2.13 Laporan Audit Operasional
Dalam melaksanakan audit operasional, auditor biasanya menemukan
deficiency findings yang merupakan major deficiency findings maupun minor
deficiency findings. Findings (temuan-temua) tersebut dicatat dalam list of findings
yang nantinya akan ditelaah dan dipilih oleh audit supervisor untuk dimasukkan dalam
laporan audit operasional. Laporan audit operasional berisi temuan-temuan dan saran-
saran perbaikan untuk menghasilkan efektivitas, efisiensi, dan keekonomisan dari
kegiatan operasi perusahaan dan komentar manajemen mengenai temuan-temuan dan
saran-saran tersebut. Proses penyusunan laporan audit operasional yang dimulai dari
dikumpulkannya audit findings sampai dengan dikeluarkannya final audit report.
(Agoes, 2014:180)
Sedangkan menurut Guy (2003:424), tahap pelaporan merupakan tahap yang
penting bagi keberhasilan keseluruhan audit operasional yang dilakukan. Laporan audit
operasional pada umumnya mengandung dua unsur utama, yaitu: (1) tujuan penugasan,
ruang lingkup, dan pendekatan serta (2) temuan-temuan khusus dan rekomendasi.
Laporan ini seringkali juga mencantumkan ikhtisar eksekutif yang menyoroti intisari
25
dan kesimpulan dari rincian laporan tersebut. Pada umumnya laporan ini tidak
dikirimkan kepada pihak ketiga, maka susunan kalimat yang digunakan dapat lebih
spesifik.
II.3 Penjualan
II.3.1 Pengertian Penjualan
Menurut Kotler (2006: 457), pengertian penjualan adalah proses kebutuhan pembeli
dan penjual terpenuhi, melalui pendistribusian informasi dan minat. Adapun
menurut Kertajaya (2006, 15) bahwa penjualan menciptakan hubungan jangka panjang
dengan pelanggan dengan produk atau layanan perusahaan. Menjual adalah taktik yang
menghubungkan perusahaan, pelanggan dan hubungan antara keduanya. Swastha
(2004: 403) mengungkapkan bahwa definisi penjualan adalah interaksi antara individu
yang saling bertemu secara langsung yang bertujuan untuk menciptakan, memperbaiki,
menguasai atau menjaga hubungan pertukaran sehingga bermanfaat bagi orang lain.
Dari berbagai pengertian diatas dapa dikatakan bahwa penjualan merupakan
interaksi antar individu yang menciptakan hubungan dengan proses kebutuhan pembeli
dan penjual terpenuhi melaui pendistribusian informasi dan minat.
II.3.2 Tujuan Penjualan
Menurut Basu Swastha (2004:404) tujuan umum penjualan dalam perusahaan
adalah:
1. Mendapatkan volume penjualan
2. Mendapatkan laba tertentu
3. Menunjang pertumbuhan perusahaan
Berdasarkan tujuan umum penjualan diatas dapat dikatakan bahwa penjualan
memiliki peranan penting bagi kelangsungan usaha dan pencapaian laba, namun tidak
adanya penjualan barang dan jasa tidak selalu menghasilkan laba, penjualan yang
26
baik yaitu penjualan yang dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana sehingga dapat
menghasilkan laba yang diinginkan.
II.3.3 Prosedur Penjualan
Prosedur penjualan tergantung pada bentuk usaha, cara penjualan, dan
jenis barang yang digunakan, diterima, dan akhirnya dengan penyerahan barang
pada pelanggan. Fungsi-fungsi yang terlibat dalam siklus penjualan menurut
Arens, Alvin, Loebbecke (2017) adalah;
1. Processing customer orders
2. Grantings goods
3. Shipping goods
4. Billing customer and recording sales
5. Processing and recording cash receipt
6. Processing and recording sales return and allowance
7. Charging off uncollectible account receivable
8. Providing for bad debt
Penjelasan mengenai fungsi-fungsi tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pemrosesan order pelanggan (Processing costumer orders)
Permintaan barang oleh pelanggan merupakan titik awal keseluruhan siklus.
Biasanya permintaan diperoleh dari penawaran untuk membeli barang-barang.
2. Persetujuan penjualan secara kredit (Grantings credit)
Sebelum barang dikirimkan, seseorang yang berwenang dalam
perusahaan harus menyetujui penjualan secara kredit ke pelanggan atas penjualan
kredit tersebut.
3. Pengiriman barang (shipping goods)
Merupakan fungsi yang paling kritis karena merupakan titik pertama dari
silus ini diterima dimana terjadinya penyerahan aktivitas perusahaan. Umumnya
perusahaan mengakui penjualan pada saat barang dikirimkan. Nota pengiriman
27
disiapkan pada saat pengiriman dan secara otomatis dilakukan oleh komponen
berdasarkan informasi order penjualan.
4. Penagihan ke pelanggan dan pencatatan penjualan ( billing coutumer and
recording sales)
Penagihan ke pelanggan merupakan alat pemberitahuan pelanggan
mengenai jumlah yang ditagih atas barang tersebut dan terpenting dalam
penagihan ini adalah harus dilakukan tepat waktu. Aspek terpenting dalam
penagihan ini adalah meyakinkan bahwa seluruh pengiriman yang dilakukan telah
ditagih, tidak ada pengiriman yang ditagih dalam jumlah yang tidak benar. Penagihan
pada jumlah yang benar tergantung pada pembebanan pada pelanggan untuk
kuantitas yang dikirim pada harga yang disepakati. Harga yang disepakati tersebut
memperhitungkan jasa asuransi dan biaya angkut.
5. Pemrosesan dan Pencatatan Penerimaan Kas (Processing and Recording
Cash Receipt)
Dalam pemrosesan dan pencatatan penerimaan kas, perhatian paling penting
adalah kemungkinan terjadinya pencurian atas kas. Pencurian dapat terjadi setelah
penerimaan kas ataupun sesudahnya. Pertimbangan utama adalah penggunaan
penerimaan kas, bahwa kas harus disetor ke bank dalam jumlah yang benar dan tepat
waktu, dan dicatat didalam berkas penerimaan kas. Transaksi penerimaan kas
digunakan untuk membuat jurnal penerimaan kas dan memutahirkan berkas induk
piutang usaha.
6. Pemrosesan dan pencatatan retur dan pengurangan harga penjualan
(Processing and Recording Sales Return and Allowance )
Jika pelanggan merasa tidak puas dengan barang yang diterima,
penjual seringkali menerima pengembalian barang atau memberikan
pengurangan harga barang atas jumlah yang harus dibayar. Retur dan pengurangan
harga penjualan harga setelah dicatat dalam berkas
28
transaksi retur dan pengurangan penjualan serta berkas induk piutang usaha secara
benar. Nota kredit biasanya dibuat untuk pengembalian dan pengurangan harga
dalam rangka pengendalian dan memudahkan pencatatan.
7. Penghapusan Piutang Tak Tertagih ( Charging off Uncollectible Account
Receive )
Jika suatu perusahaan berkesimpulan bahwa suatu jumlah tidak tertagih
jumlah tersebut harus dihapuskan, biasanya ini terjadi setelah pelanggan pailit.
8. Penyisihan Piutang Tak Tertagih (Providing for Bad Debts)
Penyisihan piutang tak tertagih harus cukup untuk mencerminkan
bagian dari penjualan periode sekarang yang diperkirakan tidak dapat tertagih, hasil
penyesuaian akhir periode oleh manajemen atas perhitungan piutang tak tertagih.
II.4 Efektivitas, Efisiensi, dan Keekonomisan
II.4.1 Efektivitas
Arens dkk (2017:873) menjelaskan, effectiveness refers to meeting objectives,
such as producing parts without defects. In an operational audit for effectiveness, an
auditor, for example, might need to assess wether a governmental agency has met its
assigned objective of achieving elevator safety in a city, atau dapat diterjemahkan bahwa
keefektifan mengacu pada memenuhi tujuan, seperti memproduksi tanpa cacat. Dalam
audit operasional untuk efektivitas, auditor, misalnya, mungkin perlu menilai apakah
lembaga pemerintah telah memenuhi tujuan yang ditetapkan untuk mencapai
keselamatan elevator di kota.
Menurut Vijay dkk (2004), efektivitas ditentukan oleh hubungan antar output
yang dihasilkan oleh suatu pusat tanggung jawab dengan tujuannya. Semakin besar
output yang dikontribusikan terhadap tujuan, maka semakin efektif unit tersebut karena
baik tujuan maupun input sangatlah sukar dikuantifikasikan.
Agoes (2014:9), efektivitas diartikan sebagai perbandingan masukan-keluaran
dalam berbagai kegiatan, sampai dengan pencapaian tujuan yang ditetapkan, baik
29
ditinjau dari kuantitas (volume) hasil kerja, kualitas hasil kerja, maupun batas waktu
yang ditargetkan.
Berdasarkan definisi yang dipaparkan tersebut, dapat dikatakan bahwa
efektivitas adalah mengacu pada pencapaian tujuan atau adanya keselarasan antara
output dengan tujuan. Besarnya efektivitas bergantung pada besarnya kontribusi yang
dikeluarkan terhadap tujuan.
Pada umumnya efektivitas diukur dengan membandingkan rencana dengan
aktual yang terjadi. Dan pengukuran efektivitas juga dilakukan oleh manajemen
perusahaan untuk mengetahui sejauh mana tingkat pencapaian perusahaan dalam
suatu periode akuntansi.
Dalam mencapai efektivitas terkait pencapaian hasil atau manfaat organisasi
yang didasarkan pada sasaran dan tujuan organisasi yang menitikberatkan pada hasil
dari operasi, dapat dilihat dari beberapa hal berikut:
1. Penilaian atas pencapaian sasaran, tujuan, dan rencana organisasi
2. Penilaian kecukupan sistem manajemen dalam mengukur efektivitas
3. Menentukan keluasan hasil yang ingin dicapai
4. Mengidentifikasi faktor hasil kinerja yang memuaskan
(Agoes: 2014,168)
II.4.2 Efisiensi
Arens dkk (2017:873) menjelaskan, efficiency refers to determining the
resources used to achieve those objectives, such as determining whether parts are
produced at minimum cost. Efficiency like effectiveness, there must be defined criteria
for what is meant by doing things more efficiently before operational auditing can be
meaningful. Efficiency is defined as reducing cost without reducing effectiveness, atau
dapat diterjemahkan bahwa efisiensi mengacu pada penentuan sumber daya yang
digunakan untuk mencapai tujuan tersebut, seperti menentukan apakah bagian
diproduksi dengan biaya minimum. Efisiensi seperti efektivitas, harus ada kriteria yang
ditetapkan untuk apa yang dimaksud dengan melakukan sesuatu dengan lebih efisien
30
sebelum audit operasional dapat bermakna. Efisiensi didefinisikan sebagai pengurangan
biaya tanpa mengurangi efektivitas.
Adapun menurut Hasibuan (2005:233) yang mengutip pernyataan Emerson,
efisiensi adalah perbandingan yang terbaik antara input (masukan) dan output (hasil
antara keuntungan dengan sumber-sumber yang dipergunakan), seperti halnya juga
hasil optimal yang dicapai dengan penggunaan sumber yang terbatas. Dengan kata lain
hubungan antara apa yang telah diselesaikan.
Sedangkan menurut Agoes (2014:9), efisiensi diartikan sebagai tindakan untuk
membuat pengorbanan yang paling tepat dibandingkan dengan hasil yang dikehendaki.
Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa efisiensi adalah usaha yang dilakukan
agar dapat meminimalisasi biaya atau sumber daya yang digunakan dalam mencapai
tujuan sehingga tidak terjadi pemborosan.
Dalam menilai efisiensi terkait tanggungjawab dalam pengeluaran biaya
perusahaan yang minimum yang menitikberatkan pada motede operasi, dapat dilihat
dari beberapa hal berikut ini:
1. Kesesuaian prosedur manual dengan komputerisasi
2. Keefisienan sistem dan prosedur operasi
3. Tidak terdapat duplikasi pekerjaan
4. Tidak adanya tahapan kerja yang tidak penting
(Agoes: 2014,169)
II.4.3 Keekonomisan
Menurut Bayangkara (2008:12), ekonomis adalah berhubungan dengan
bagaimana perusahaan dalam mendapatkan sumber daya yang akan digunakan dalam
setiap aktivitas. Keekonomisan merupakan ukuran input yang digunakan dalam
berbagai program yang dikelola. Ekonomis mengacu pada proses produksi yang
dijalankan dengan input yang membutuhkan biaya (cost) minim (lebih hemat).
31
Menurut Agoes (2014:9), ekonomisasi merupakan cara penggunaan sumber
daya secara hati-hati dan bijak agar diperoleh biaya yang paling murah tanpa merusak
mutu.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa keekonomisan adalah
suatu keadaan ekonomi yang dimana sumber daya yang ada digunakan secara minimum
namun menghasilkan suatu output yang cukup.
Dalam menilai keekonomisan operasi dan alokasi terkait penggunaan sumber
daya yang menitikberatkan pada biaya operasi, dapat mempertimbangkan beberapa hal
berikut ini:
1. Mengikuti praktik aktivitas operasional yang umum
2. Ketetapan jumlah staf yang bertugas dalam menjalankan fungsi- fungsi yang penting
3. Menggunakan peralatan dengan harga yang sesuai
4. Mengurangi sumber daya yang tidak terpakai
(Agoes: 2014,169)
II.5 Penelitian Terdahulu
Dalam melakukan penelitian ini peneliti merujuk pada beberapa referensi, baik
referensi teori maupun referensi penelitian yang telah dilakukan para peneliti terdahulu.
Referensi penelitian yang peneliti rujuk yaitu penelitian yang menggunakan metode
penelitian kualitatif, informasi selanjutnya akan disajikan pada tabel berikut ini:
Tabel II.1 Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Variable Hasil Perbedaan
1 Petrus
Anang
Setiawan
(2016)
Audit
Operasional
Pada Fungsi
Penjualan
1. Audit
Operasional
2. Fungsi
Penjualan
Pelaksanaan
fungsi penjualan
telah berjalan
dengan cukup
efektif namun
Subjek
Penelitian
32
Perusahaan E-
Commerce
masih ada
beberapa
kekurangan
dengan rincian
sebagai berikut:
(1) Perusahaan
tidak selalu
memberikan
bukti transaksi
dalam bentuk
invoice pada
transaksi dengan
metode transfer.
(2) Perusahaan
tidak memiliki
pedoman
pemberian
potongan harga,
customer care
bebas
memberikan
potongan harga
kepada merchant
maksimal 20%.
(3) SOP belum
sepenuhnya
memadai sebagai
pegangan
33
pelaksanaan
proses penjualan
dan tidak semua
pernyataan dalam
SOP bagian
penjualan
dilaksanakan
dengan baik dan
benar
2 Aprilia
Julian
Susanto
(2012)
Audit
Operasional atas
Fungsi
Penjualan dan
Penerimaan Kas
pada PT Aritama
Mandiri “Lei
Garden
Restaurant”
1. Audit
Operasional
2. Fungsi
Penjualan
3. Fungsi
Penerimaan
Kas
Terdapat
beberapa
kelemahan pada
kegiatan
operasional atas
fungsi penjualan
dan penerimaan
kas diantaranya
perusahaan tidak
memiliki bagian
personalia,
perusahaan tidak
memiliki
prosedur
penjualan,
penerimaan kas,
dan pencatatan
dan pelaporan
keuangan secara
Subjek
Penelitian,
dan
variable
penerimaan
kas
34
tertulis, adanya
double job,
struktur
organisasi sudah
tidak sesuai
dengan
perubahan yang
ada, kurangnya
komunikasi antar
bagian, tidak ada
fasilitas
pendeteksian
uang palsu, dan
tidak ada auditor
independen
3 Meilinda
(2015)
Audit
Operasional atas
Fungsi
Penjualan dan
Penerimaan Kas
PT Degraph
Indoprint
Periode 2012-
2014
1. Audit
Operasional
2. Fungsi
Penjualan
3. Fungsi
Penerimaan
Kas
Penetapan
prosedur
penjualan dan
struktur
organisasi dinilai
kurang efisien,
tidak adanya
sanksi atas
keterlambatas
pelunasan
piutang, dan
adanya
keterlambatan
Subjek
Penelitian,
dan
variable
penerimaan
kas
35
dalam
pengiriman
barang
4 Dewi
Iswara,
Syafi’I,
Ali
Rasyidi
(2015)
Penerapan Audit
Operasional
dalam Menilai
Efisiensi dan
Efektivitas
Fungsi
Penjualan pada
CV Anugerah
Jaya Sidoarjo
1. Audit
Operasional
2. Efisiensi
dan
Efektivitas
Fungsi
Penjualan
Adanya alur
penjualan
sederhana tanpa
bagian akuntansi
dan bagian
penagihan,
perangkapan
jabatan, dan
sering terjadi
kesalahan
pencatatan, dan
bagian
administrasi
dipegang satu
orang tanpa
adanya manager
Subjek
Penelitian
5 Harsanti
(2018)
Audit
Operasional
pada Fungsi
Penjualan (Studi
Kasus di PT
Mitra Grafindo
Mandiri)
1. Audit
Operasional
2. Fungsi
Penjualan
Secara
keseluruhan
fungsi penjualan
sudah berjalan
secara efektif,
efisien, dan
ekonomis.
Adapun beberapa
hal yang perlu
Subjek
Penelitian
36
diperbaiki oleh
perusahaan yaitu:
dibuatnya
Standard
Operating
Procedures (SOP)
secara tertulis,
pemisahan tugas
dan
tanggungjawab
oleh karyawan,
pelaksanaan rapat
evaluasi secara
terjadwal,
pembuatan daftar
harga dan
pedoman
potongan harga
secara tertulis,
dan dibuat nomor
urut tercetak pada
surat order
penjualan
Sumber: Data yang telah diolah oleh peneliti
II.6 Kerangka Pemikiran
Penjualan memiliki peran yang sangat penting dalam keberlangsungan suatu
usaha bisnis, terutama dalam bisnis manufaktur. Perusahaan manufaktur menghasilkan
37
produk yang harus dapat terjual agar bisnis tetap berlangsung. Apabila fungsi penjualan
terhambat, maka kegiatan operasional lainnya pun akan mengalami kendala. Selain itu
fungsi penjualan merupakan kegiatan operasional yang sangat mempengaruhi laba
perusahaan. Semakin tinggi nilai penjualan maka kemungkinan untuk memperoleh
laba juga akan semakin tinggi. Kegiatan penjualan tidak sekedar harus mencapai nilai
yang tinggi, namun juga harus dilakukan secara efektif, efisien, dan ekonomis; karena
menjadi hal yang percuma apabila nilai penjualan tinggi tetapi disisi lain biaya – biaya
yang dikeluarkannya pun lebih tinggi dari nilai penjualan, jika seperti itu maka
perusahaan tidak akan mencapai laba yang optimal dan bahkan perusahaan akan
mendapatkan kerugian. Oleh karena itu perlu dilakukannya audit operasional yang
dapat membantu manajemen dalam memeriksa dan mengevaluasi kegiatan penjualan
agar tetap dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Berdasarkan kerangka pemikiran
yang peneliti uraikan, peneliti juga membuat kerangka pemikiran dalam bentuk
diagram seperti berikut ini:
38
Gambar II.1 Diagram Kerangka Pemikiran
Sumber: Data yang diolah oleh peneliti