BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Konsep Akuntabilitas
Istilah akuntabilitas berasal dari istilah dalam bahasa Inggr is
accountability yang berarti pertanggunganjawab atau keadaan untuk
dipertanggungjawabkan atau keadaan untuk diminta pertanggunganjawab.
Akuntabilitas (accountability) yaitu berfungsinya seluruh komponen
penggerak jalannya kegiatan perusahaan, sesuai tugas dan
kewenangannya masing-masing. 20
Akuntabilitas dapat diartikan sebagai kewajiban-kewajiban dari individu-
individu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber-sumber
daya publik dan yang bersangkutan dengannya untuk dapat menjawab hal-
hal yang menyangkut pertanggungjawabannya. Akuntabilitas terkait erat
dengan instrumen untuk kegiatan kontrol terutama dalam hal pencapaian
hasil pada pelayanan
publik dan menyampaikannya secara transparan kepada masyarakat.
Pengertian akuntabilitas ini memberikan suatu petunjuk sasaran pada
hampir semua reformasi sektor publik dan mendorong pada munculnya tekanan
untuk pelaku kunci yang terlibat untuk bertanggungjawab dan untuk menjamin
kinerja pelayanan publik yang baik. Prinsip akuntabilitas adalah merupakan
pelaksanaan pertanggungjawaban dimana dalam kegiatan yang dilakukan
oleh
pihak yang terkait harus mampu mempertanggungjawabkan pelaksanaan
kewenangan yang diberikan di bidang tugasnya. Prinsip akuntabilitas terutama
berkaitan erat dengan pertanggungjawaban terhadap efektivitas kegiatan dalam
pencapaian sasaran atau target kebijakan atau program yang telah ditetapkan
itu.
Pengertian akuntabilitas menurut Lawton dan Rose dapat dikatakan
sebagai sebuah proses dimana seorang atau sekelompok orang yang diperlukan
untuk membuat laporan aktivitas mereka dan dengan cara yang mereka sudah
atau
belum ketahui untuk melaksanakan pekerjaan mereka.21
Akuntabilitas sebagai salah satu prinsip good corporate governance
berkaitan dengan pertanggungjawaban pimpinan atas keputusan dan hasil yang
dicapai, sesuai dengan wewenang yang dilimpahkan dalam pelaksanaan
tanggung jawab mengelola organisasi. Prinsip akuntabilitas digunakan untuk
menciptakan sistem kontrol yang efektif berdasarkan distribusi kekuasaan
pemegang saham, direksi dan komisaris.
Prinsip akuntabilitas menuntut 2 (dua) hal, yaitu : 1) kemampuan
menjawab dan 2) konsekuensi. Komponen pertama (istilah yang bermula
dari responsibilitas) adalah berhubungan dengan tuntutan bagi para aparat
untuk menjawab secara periodik setiap pertanyaan-pertanyaan yang
berhubungan dengan bagaimana mereka menggunakan wewenang mereka,
kemana sumber daya telah digunakan dan apa yang telah tercapai dengan
menggunakan sumber
daya tersebut.
Aspek yang terkandung dalam pengertian akuntabilitas adalah
bahwa publik mempunyai hak untuk mengetahui kebijakan-kebijakan yang
diambil oleh
pihak yang mereka beri kepercayaan. Media pertanggungjawaban dalam konsep
21Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia (YPAPI), Memahami Good Government Governance dan Good Coorporate Governance, Yogyakarta : Penerbit YPAPI, Oktober 2004, hal 68.
akuntabilitas tidak terbatas pada laporan pertanggungjawaban saja, tetapi
mencakup juga praktek-praktek kemudahan si pemberi mandat mendapatkan
informasi, baik langsung maupun tidak langsung secara lisan maupun tulisan.
Dengan demikian, akuntabilitas akan tumbuh subur pada lingkungan
yang mengutamakan keterbukaan sebagai landasan penting dan dalam suasana
yang transparan dan demokrasi serta kebebasan dalam mengemukakan
pendapat.
Akuntabilitas, sebagai salah satu prasyarat dari penyelenggaraan negara
yang baru, didasarkan pada konsep organisasi dalam manajemen, yang
menyangkut :
1. Luas kewenangan dan rentang kendali (spand of control) organisasi.
2. Faktor-faktor yang dapat dikendalikan (controllable) pada level
manajemen atau tingkat kekuasaan tertentu.
Pengendalian sebagai bagian penting dari masyarakat yang baik
saling menunjang dengan akuntabilitas. Dengan kata lain, dapat disebutkan
bahwa pengendalian tidak dapat berjalan dengan efesien dan efektif bila tidak
ditunjang dengan mekanisme akuntabilitas yang baik, demikian pula sebaliknya.
Dari uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa akuntabilitas merupakan
perwujudan kewajiban seseorang atau unit organisasi untuk
mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan
pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian
tujuan yang telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban secara
periodik. Sumber daya ini merupakan masukan bagi individu maupun unit
organisasi yang seharusnya dapat diukur dan diidentifikasikan secara jelas.
28Kebijakan pada dasarnya merupakan ketentuan-ketentuan yang harus
dijadikan pedoman, pegangan atau petunjuk bagi setiap usaha dari
karyawan organisasi sehingga tercapai kelancaran dan keterpautan dalam
mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
B. Bentuk Akuntabilitas
Akuntabilitas dibedakan menjadi beberapa tipe, diantaranya menurut
Rosjidi jenis akuntabilitas dikategorikan menjadi dua tipe yaitu :22
1. Akuntabilitas Internal.
Berlaku bagi setiap tingkatan organisasi internal penyelenggara pemerintah
negara termasuk pemerintah dimana setiap pejabat atau pengurus publik
baik individu maupun kelompok secara hierarki berkewajiban untuk
mempertanggungjawabkan kepada atasannya langsung mengenai
perkembangan kinerja kegiatannya secara periodik maupun sewaktu-
waktu bila dipandang perlu. Keharusan dari akuntabilitas internal
pemerintah tersebut telah diamanatkan dari Instruksi Presiden Nomor 7
Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Instansi Pemerintah (AKIP).
2. Akuntabilitas Eksternal.
Melekat pada setiap lembaga negara sebagai suatu organisasi untuk
mempertanggungjawabkan semua amanat yang telah diterima dan
dilaksanakan ataupun perkembangannya untuk dikomunikasikan kepada
pihak eksternal lingkungannya.
22 Rosjidi, Op.cit, hal. 144
29Ellwood menjelaskan bahwa terdapat empat dimensi akuntabilitas
yang harus dipenuhi oleh organisasi sektor publik (badan hukum), yaitu :23
1. Akuntabilitas Kejujuran dan Akuntabilitas Hukum.
Akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran penyalahgunaan
jabatan (abuse of power), sedangkan akuntabilitas hukum terkait
dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang
disyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik.
2. Akuntabilitas Proses.
Akuntabilitas proses terkait dengan apakah prosedur yang telah
digunakan dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal
kecukupan sistem informasi akuntansi, sistem informasi manajemen dan
prosedur administrasi. Akuntabilitas proses termanifestasikan melalui
pemberian pelayanan publik yang cepat, responsif, dan murah biaya.
3. Akuntabilitas Program.
Akuntabilitas program terkait dengan pertimbangan apakah tujuan yang
ditetapkan dapat dicapai atau tidak dan apakah telah mempertimbangkan
alternatif program yang memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang
minimal.
4. Akuntabilitas Kebijakan.
Akuntabilitas kebijakan terkait dengan petanggungjawaban pembina,
pengurus dan pengawas atas kebijakan-kebijakan yang diambil.
Dalam sektor publik, dikenal beberapa bentuk dari akuntabilitas, yaitu :
2923 Hamid, Abidin, Pirac. “Akuntabilitas dan Transparansi Yayasan”
Diskusi Publik, ww w . y a h oo .c o m ., Lampung, tertanggal 7 Januari 2003.
Universitas Sumatera Utara
1. Akuntabitas ke atas (upward accountability), menunjukkan adanya
kewajiban untuk melaporkan dari pimpinan puncak dalam bagian tertentu
kepada pimpinan eksekutif, seperti seorang dirjen kepada menteri.
2. Akuntabilitas keluar (outward accountability), bahwa tugas pimpinan
untuk melaporkan, mengkonsultasikan dan menanggapi kelompok-
kelompok klien dan stakeholders dalam masyarakat.
3. Akuntabilitas ke bawah (downward accountability), menunjukkan
bahwa setiap pimpinan dalam berbagai tingkatan harus selalu
mengkomunikasikan dan mensosialisasikan berbagai kebijakan kepada
bawahannya karena sebagus apapun suatu kebijakan hanya akan berhasil
manakala dipahami dan dilaksanakan oleh seluruh pegawai. 24
Lembaga Administrasi Negara (LAN) yang seperti dikutip Badan
Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) membedakan akuntabilitas
dalam tiga macam akuntabilitas, yaitu :25
1. Akuntabilitas Keuangan
Akuntabilitas keuangan merupakan pertanggungjawaban mengenai
integritas keuangan, pengungkapan dan ketaatan terhadap peraturan
perundang- undangan. Sasarannya adalah laporan keuangan yang mencakup
penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran keuangan instansi pemerintah.
Komponen pembentuk akuntabilitas keuangan terdiri atas :
a. Integritas Keuangan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, integritas berarti
Universitas Sumatera Utara
kejujuran, keterpaduan, kebulatan dan keutuhan. Dengan kata
lain, integritas
24Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia (YPAPI), Op.cit, hal 70.25 BPKP, Op.cit, hal. 24.
31keuanagn mencerminkan kejujuran penyajian. Agar laporan keuangan
dapat diandalkan informasi yang terkandung didalamnya harus
menggambarkan secara jujur transaksi serta peristiwa lainnya yang
seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk
disajikan.
b. Pengungkapan.
Konsep pengungkapan mewajibkan agar laporan keuangan didesain dan
disajikan sebagai kumpulan gambaran atau kenyataan dari kejadian
ekonomi yang mempengaruhi instansi pemerintahan untuk suatu
periode dan berisi cukup informasi.
c. Ketaatan terhadap Peraturan Perundang-undangan.
Akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah haruis menunjukkan
ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan pelaksanaan akuntansi pemerintahan. Apabila terdapat
pertentangan antara standar akuntansi keuangan pemerintah dengan
peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi, maka yang digunakan
adalah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
2. Akuntabilitas Manfaat
Akuntabilitas manfaat pada dasarnya memberi perhatian pada hasil-hasil
dari kegiatan pemerintahan. Hasil kegiatannya terfokus pada efektivitas,
tidak sekedar kepatuhan terhadap prosedur. Bukan hanya output, tapi
sampai outcome. Outcome adalah dampak suatu program atau kegiatan
terhadap masyarakat. Outcome lebih tinggi nilainya daripada output,
karena output hanya mengukur dari hasil tanpa mengukur dampaknya
31terhadap masyarakat,
32sedangkan outcome mengukur output dan dampak yang dihasilkan.
Pengukuran outcome memiliki dua peran yaitu restopektif dan
prospektif. Peran restopektif terkait dengan penilaian kinerja masa lalu,
sedangkan peran prospektif terkait dengan perencanaan kinerja di masa
yang akan datang.
3. Akuntabilitas Prosedural
Akuntabilitas yang memfokuskan kepada informasi mengenai tingkat
kesejahteraan sosial. Diperlukan etika dan moral yang tinggi serta dampak
positif pada kondisi sosial masyarakat. Akuntabilitas prosedural yaitu
merupakan pertanggungjawaban mengenai aspek suatu penetapan dan
pelaksanaan suatu kebijakan yang mempertimbangkan masalah moral, etika,
kepastian hukum dan ketaatan pada keputusan politik untuk mendukung
pencapaian tujuan akhir yang telah ditetapkan.
C. Prinsip-Prinsip Akuntabilitas di Indonesia
Dalam pelaksanaan akuntabilitas dalam lingkungan pemeriintah, perlu
memperhatikan prinsip-prinsip akuntabilitas, seperti dikutip LAN dan BPKP yaitu
sebagai berikut :26
1. Harus ada komitmen dari pimpinan dan seluruh staf instansi untuk melakukan
pengelolaan pelaksanaan nisi agar akuntabel.
2. Harus merupakan suatu sistem yang dapat menjamin penggunaan sumber
daya secara konsisten dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Harus dapat menunjukkan tingkat pencapaian tujuan dan sasaran yang telah
d
32itetapkan.
26 BPKP, Op.cit, hal. 43.
334. Harus berorientasi pada pencapaian visi dan misi serta hasil dan manfaat
yang diperoleh.
5. Harus jujur, objektif, transparan dan inovatif sebagai katalisator
perubahan manajemen instansi pemerintah dalam bentuk pemutakhiran
metode dan teknik pengukuran kinerja dan penyusunan laporan
akuntabilitas.
Selain prinsip-prinsip tersebut, akuntabilitas kinerja harus juga
menyajikan penjelasan tentang deviasi antara realisasi kegiatan dengan rencana
serta keberhasilan dan kegagalan dalam pencapaian sasaran dan tujuan yang
telah ditetapkan. Dalam pelaksanaan akuntabilitas ini, diperlukan pula perhatian
dan komitmen yang kuat dari atasan langsung instansi memberikan
akuntabilitasnya, lembaga perwakilan dan lembaga pengawasan, untuk
mengevaluasi akuntabilitas kinerja instansi yang bersangkut an.
Dalam penyelenggaraan akuntabilitas instansi pemerintah, perlu
memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut :27
1. Harus ada komitmen yang kuat dari pimpinan dan seluruh staf.
2. Harus merupakan suatu sistem yang dapat menjamin kegunaan
sumber- sumber daya secara konsisten dengan peraturan-peraturan
perundang- undangan yang berlaku.
3. Harus dapat menunjukkan tingkat pencapaian tujuan dan sasaran.
4. Harus berorientasi kepada pencapaian visi dan misi serta hasil dan
manfaat yang diperoleh.
33
46.27 Winarno Surakhmad. Metode dan Tekhnik Akuntabilitas, Bandung: Tarsito, 1994, hal.
345. Harus jujur, obyektif, dan inovatif sebagai katalisator perubahan
manajemen instansi pemerintah dalam bentuk pemutakhiran metode
dan teknik pengukuran kinerja dan penyusunan laporan akuntabilitas.
Manajemen suatu organisasi dapat dikatakan sudah akuntabel apabila
dalam pelaksanaan kegiatannya telah :
1. Menentukan tujuan (goal) yang tepat.
2. Mengembangkan standar yang dibutuhkan untuk pencapaian tujuan (goal)
tersebut.
3. Secara efektif mempromosikan penerapan pemakaian standar.
4. Mengembangkan standar dan operasi secara ekonomi dan efesien.
Tujuan merupakan sesuatu yang ingin dicapai dalam suatu kerangka
waktu (time frame) tertentu dalam upaya untuk menentukan tercapai atau tidak
tujuan- tujuan yang telah ditetapkan, perlu dibuat suatu standar mengenai
tingkat pencapaian yang dikehendaki. Ini berarti diperlukan suatu tolak ukur
untuk menentukan sejauh mana kegiatan yang dilaksanakan telah mencapai
tujuan yang ditetapkan sejak awal.
Agar dapat berfungsi dengan baik, dalam menerapkan suatu sistem
akuntabilitas, perlu diterapkan :
1. Pernyataan yang jelas mengenai tujuan dari sasaran dari kebijakan
dan program.
Hal terpenting dalam membentuk suatu sistem akuntabilitas adalah
mengembangkan suatu pernyataan tujuan dengan cara yang konsisten. Pada
dasarnya, tujuan dari suatu kebijakan dan program dapat dinilai, akan tetapi
kebanyakan dari pernyataan tujuan yang dibuat terlalu luas,
34sehingga
35mengakibatkan kesulitan dalam pengukurannya. Untuk itu diperlukan suatu
pernyataan yang realistis dan dapat diukur.
2. Pola pengukuran tujuan.
Setelah tujuan dibuat dan hasil dapat diidentifikasikan, perlu ditetapkan
suatu indikator kemajuan dengan mengarah pada pola pencapaian tujuan
dan hasil. Ini adalah tugas yang paling kritis dan sangat sulit dalam
menyusun suatu sistem akuntabilitas. Memilih indikator untuk mengukur
suatu arah kemajuan pencapaian tujuan kebijakan dan sasaran program
membutuhkan cara-cara dan metode tertentu agar indikator terpilih dan
mencapai hal yang dibagikan oleh pembuat kebijakan.
3. Pengakomodasian sistem insentif.
Pengakomodasian sistem yang insentif merupakan suatu sistem yang perlu
disertakan dalam sistem akuntabilitas. Penerapan sistem insentif harus
dilakukan denga hati-hati. Adakalanya sistem insentif akan mengakibatkan
hasil yang berlawanan dengan yang direncanakan.
4. Pelaporan dan penggunaan data.
Suatu sistem akuntabilitas kinerja akan dapat menghasilkan data yang cukup
banyak. Informasi yang dihasilkan tidak akan berguna kecuali dirancang
dengan hati-hati, dalam arti informasi yang disajikan benar-benar
berguna bagi pimpinan, pembuat keputusan, manajer-manajer program
dan masyarakat. Bentuk dan isi laporan harus dipertimbangkan sedemikian
rupa, ini merupakan pedoman pelaporan informasi dalam suatu sistem
akuntabilitas.
5. Pengembangan kebijakan dan manajemen program yang
dikoordinasikan untuk mendorong akuntabilitas.
36Pengembangan sistem akuntabilitas harus dilakukan dengan cara
yang terkoordinasikan, tidak secara independen program demi program.
Akuntabilitas juga menyajikan deviasi (selisih, penyimpangan) antara
realisasi kegiatan dengan rencana dan keberhasilan/kegagalan pencapaian
sasaran. Berdasarkan Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah yang ditetapkan oleh Kepala Lembaga Administrasi Negara,
pelaksanaan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) harus berdasarkan
antara lain pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Adanya komitmen dari pimpinan dan seluruh staf instansi yang bersangkut an.
2. Berdasarkan suatu sistem yang dapat menjamin penggunaan sumber-
sumber daya secara konsisten dengan peraturan perundangundangan yang
berlaku.
3. Menunjukkan tingkat pencapaian sasaran dan tujuan yang telah
ditetapkan Berorientasi pada pencapaian visi dan misi, serta hasil dan
manfaat yang diperoleh.
4. Jujur, objektif, transparan, dan akurat.
5. Menyajikan keberhasilan/kegagalan dalam pencapaian sasaran dan
tujuan yang telah ditetapkan.
Selain prinsip-prinsip tersebut di atas, agar pelaksanaan sistem
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah lebih efektif, sangat diperlukan
komitmen yang kuat dari organisasi yang mempunyai wewenang dan
bertanggung jawab di bidang pengawasan dan penilaian terhadap akuntabilitas
kinerja instansi pemerintah.
Di Indonesia, kewajiban instansi pemerintah untuk menerapkan
sistem akuntabilitas kinerja berlandaskan pada Instruksi Presiden (Inpres)
36Nomor 7
37Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Dalam Inpres
tersebut dinyatakan bahwa akuntabilitas kinerja instansi pemerintah adalah
perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi
organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui
pertanggungjawaban secara periodik.
Sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah merupakan suatu
tatanan, instrumen dan metode pertanggungjawaban yang intinya meliputi
tahap-tahap sebagai berikut:
1. Penetapan perencanaan strategi;
2. Pengukuran kinerja;
3. Pelaporan kinerja;
4. Pemanfaatan informasi kinerja bagi perbaikan
kinerja secara berkesinambungan.
Siklus akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dapat digambarkan
sebagai berikut :
Gambar 1: Siklus Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
38Siklus akuntabilitas kinerja instansi pemerintah seperti terlihat pada
gambar 1 di atas dimulai dari penyusunan perencanaan strategi (renstra) yang
meliputi penyusunan visi, misi, tujuan dan sasaran serta menetapkan strategi
yang akan digunakan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan.
Perencanaan strategi ini kemudian dijabarkan dalam perencanaan kinerja
tahunan yang dibuat setiap tahun. Rencana kinerja ini mengungkapkan
seluruh target kinerja yang ingin dicapai (output/outcome) dari seluruh sasaran
strategi dalam tahun yang bersangkutan serta strategi untuk mencapainya.
Rencana kinerja ini merupakan tolok ukur yang akan digunakan dalam penilaian
kinerja penyelenggaraan pemerintahan untuk suatu periode tertentu. Setelah
rencana kinerja ditetapkan, tahap selanjutnya adalah pengukuran kinerja. Dalam
melaksanakan kegiatan, dilakukan pengumpulan dan pencatatan data kinerja.
Data kinerja tersebut merupakan capaian kinerja yang dinyatakan dalam satuan
indikator kinerja.
Dengan diperlukannya data kinerja yang akan digunakan untuk
pengukuran kinerja, maka instansi pemerintah perlu mengembangkan sistem
pengumpulan data kinerja, yaitu tatanan, instrumen, dan metode
pengumpulan data kinerja. Pada akhir suatu periode, capaian kinerja tersebut
dilaporkan kepada pihak yang berkepentingan atau yang meminta dalam
bentuk Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Tahap
terakhir, informasi yang termuat dalam LAKIP tersebut dimanfaatkan bagi
perbaikan kinerja instansi secara berkesinambungan.
II. 2 Konsep Good Governance
Menurut bahasa Good Governance berasal dari dua kata yang diambil dari bahasa
inggris yaitu Good yang berarti baik, dan governance yang berarti tata pemerintahan.Dari
pengertian tersebut good governance dapat diartikan sebagai tata pemerintahan yang
baik, atau pengelolaan/ penyelenggaraan kepemerintahan yang baik.
Good governance didefinisikan sebagai suatu kesepakatan menyangkut pengaturan
negara yang diciptakan bersama oleh pemerintah, masyarakat, dan swasta untuk
mewujudkan kepemerintahan yang baik secara umum. Arti good dalam good governance
mengandung pengertian nilai yang menjunjung tinggi keinginan rakyat, kemandirian, aspek
fungsional dan pemerintahan yang efektif dan efisien. Governance (tata pemerintahan)
mencakup seluruh mekanisme, proses, dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok
masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, memenuhi
kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan di antara mereka.
Istilah Good Governance pertama kali di populerkan oleh lembaga dana
international, seperti Word Bank, UNDP dan IMF karena berpandangan bahwa setiap
bantuan international untuk pembangunan negara-negara di dunia, terutama negara
berkembang, sulit berhasil tanpa adanya Good Governance di negara sasaran tersebut.
Good Governance dapat di artikan sebagai tindakan atau tingkah laku yang di didasarkan
kepada nilai-nilai yang bersifat mengarahkan. Dengan demikian ranah Good Governance
tidak terbatas kepada negara dan birokrasi pemerintahan saja, tetapi juga pada ranah
masyarakat sipil yang di presentasikan oleh organisasi non-pemerintah sebagai lembaga
swadaya masyarakat (LSM) dan juga sektor swasta. Singkatnya, tujuan terhadap Good
Governance tidak selayaknya hanya di tujukan kepada penyelanggara negara atau
pemerintahan, melainkan juga pada masyarakat di luar struktur birokrasi pemerintahan
guna memberikan pelayanan publik yang maksimal.
Ada beberapa pertimbangan mengapa pelayanan publik menjadi titik strategis untuk
memulai pengembangan good governance di Indonesia. Pertama, pelayanan publik selama
ini menjadi ranah dimana Negara yang diwakili oleh pemerintah berinteraksi dengan
lembaga-lembaga non-pemerintah1, dalam hal ini masyarakat, pihak swasta, dan lembaga
swadaya masyarakat. Keberhasilan dalam mewujudkan praktik good governance dalam
ranah pelayanan publik mampu membangkitkan dukungan dan kepercayaan dari
masyarakat luas bahwa membangun good governance bukan hanya sebuah mitos tapi
sebuah kenyataan2. Kedua, berbagai aspek good governance dapat diartikulisakan secara
relatif lebih mudah dalam ranah pelayanan publik. Dengan menjadikan pelayanan public
sebagai pintu masuk untuk mengenalkan good governance maka tolak ukur dan indicator
yang jelas dari pengembangan good governance menjadi relative mudah dikembangkan.
Mengembangkan tolak ukur dan indicator praktik pelayanan public yang berwawasan good
governance dapat dengan mudah dilakukan. Pelayanan public yang efisien, non-
diskriminatif, berdaya tanggap tinggi, dan memiliki akuntabilitas yang tinggi dapat diukur
secara mudah. Ketiga, pelayanan publikmelibatkan kepentingan semua unsur governance.
Nasib sebuah pemerintahan baik di pusat maupun di daerah, akan sangat dipengaruhi oleh
keberhasilan mereka dalam mewujudkan pelayanan public yang baik.
Prinsip – Prinsip Good Governance
1. Akuntabilitas (Bertanggung jawab)
Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat
bertanggungjawab kepada publik dan lembaga stakeholders. Atau bisa dikatakan
sebagai pertanggungjawaban pejabat publik terhadap masyarakat yang
memberinya kewenangan untuk mengurusi kepentingan mereka. Gunanya adalah
untuk mengontrol dan menutup peluang terjadinya penyimpangan seperti KKN.
Indikator minimal akuntabilitas antara lain :
Adanya kesesuaian antara pelaksanaan dengan standar prosedur
pelaksanaan.
Adanya sanksi yang ditetapkan atas kesalahan dan kelalaian dalam
melaksnakan tugas.
Adanya output dan income yang terukur.
2. Keterbukaan (transparasi)
Untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa sesuai dengan cita-
cita good governance seluruh mekanisme pengelolaan negara harus di lakukan
secara terbuka. Aspek mekanisme pengelolaan negara yang harus di lakukan
secara terbuka adalah:
Penetapan posisi, kedudukan dan jabatan
Kekayaan pejabat publik
Pemberian penghargaan
Penetapan kebijakan yang terkait dengan pencerahan kehidupan
Kesehatan
Moralitas pejabat dan aparatur pelayanan publik
Keamanan dan ketertiban
Kebijakan dan ketertiban
Kebijakan strategis untuk pecerahan kehidupan masyarakat
3. Partisipasi
Setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan,
serta memberi dorongan bagi warga untuk menyampaikan pendapat secara
langsung atau tidak langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk
memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat luas.
4. Penegak Hukum (Rule of law)
Partisipasi masyarakat dalam proses politik dan perumusan-perumusan kebijakan
publik memerlukan sistem dan aturan-aturan hukum, kerangka hukum harus adil
dan dilaksanakan tanpa perbedaan terutama hukum hak asasi manusia. Proses
mewujudkan cita good governance, harus di imbangi dengan komitmen untuk
menegakkan rule of law, dengan karakter-karakter antara lain sebagai berikut :
a. Supremasi hukum ( the supremasi of law )
b. Kepastian hukum (legal certainly)
c. Hukum yang responsif
d. Penegak hukum yang kosisten dan non-diskriminatif
e. Indenpendensi peradilan
5. Daya Tanggap (responsif)
Asas responsif adalah bahwa pemerintah harus responsif terhadap persoaalan-
persoalan masyarakat. Pemerintah harus memahami kebutuhan masyarakatnya
jangan menunggu mereka menyampaikannya keinginannya, tetapi mereka secara
proaktif mempelajari dan menganalisa kebutuhan-kebutuhan masyarakat, untuk
kemudian melahirkan berbagai kebijakanstrategis guna memenuhi kepentingan
umum.
6. Orientasi konsensus/kesepakatan
Good governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk
memperoleh pilihan yang terbaik bagi kepentingan yang lebih luas.
7. Kesetaraan keadilan (equity)
Proses pengelolaan pemerintah harus memberikan peluang, kesempatan,
pelayanan yang sama dalam koridor kejujuran dan keadilan. Tidak seorang atau
sekelompok orangpun yang teraniaya dan tidak memperoleh apa yang menjadi
haknya. Pola pengelolaan pemerintah seperti ini akan memperoleh legitimasi yang
kuat dari public dan akan memperoleh dukungan serta partisipasi yang baik dari
rakyat.
8. Efektivitas (effectiveness) dan efesiensi (efficiency)
Pemerintahan yang baik juga harus memenuhi kriteria efektuvitas dan efesiensi,
yakni berdayaguna dan berhasilguna. Kriteria efektivitas biasanya di ukur dengan
parameter produk yang dapat menjangkau sebesar-besarnya kepentingan
masyarakat dari berbagai kelompok dan lapisan sosial. Sedangkan efesiensi
biasanya di ukur dengan rasionalitas biaya pembangunan untuk memenuhi
kebutuhan semua masyarakat.
9. Visi strategis (strategic vision)
Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa
yang akan datang. Kualifikasi ini menjadi penting dalam kerangka perwujudan
goodgovernance, karena perubahan dunia dengan kemajuan teknologinya yang
begitu cepat.
Kesimpulannya, Good governance didefinisikan sebagai suatu kesepakatan
menyangkut pengaturan negara yang diciptakan bersama oleh pemerintah, masyarakat,
dan swasta untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik secara umum.Dalam
menciptakan tata pemerintahan yang baik sangat tergantung dari ketiga lembaga yang
menyusun governance tersebut yaitu pemerintah (government), dunia usaha (swasta), dan
masyarakat. Ketiga domain itu harus saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya.
Ketiga lembaga ini harus menjaga kesinergian dalam rangka mencapai tujuan, karena
ketiga domain ini merupakan sebuah sistem yang saling ketergantungan dan tidak dapat
dipisahkan.
Dikategorikan pemerintahan yang baik, jika pembangunan itu dapat dilakukan
dengan biaya yang sangat minimal menuju cita-cita kesejahteraan dan kemakmuran,
memperlihatkan hasil dengan indikator kemampuan ekonomi rakyat meningkat,
kesejahteraan spritualitasnya meningkat dengan indikator masyarakat rasa aman, tenang,
bahagia dan penuh dengan kedamaian.
II. 3 Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Mamuju Utara
Berdasarkan PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU UTARA NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH.Pengertian, Tugas pokok, dan fungsi dari badan pengelola keuangan dan asset daerah kabupaten Mamuju Utara pasal 12, dijabarkan:
1. Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah adalah unsur pelaksana otonomi Daerah dibidang Keuangan dan Aset Daerah yang dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang dibawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah.
2. Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah mempunyai tugas pokok melaksanakan kewenangan Pemerintah Kabupaten di bidang Pengeloaan Keuangan dan Aset Daerah yang menjadi tanggung jawabnya.
3. Rincian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja masing-masing Jabatan Struktural dan Kelompok Jabatan Fungsional pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah diatur dengan Peraturan Bupati;
4. Susunan Organisasi Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, terdiri atas :
a. Kepala Badanb. Sekretariat , membawahkan :
i. Sub Bagian Program dan Keuangan;ii. Sub Bagian Umum dan Perlengkapan;
iii. Sub Bagian Kepegawaianiv. Bidang Pengeluaran, membawahkan :
1. Sub Bidang Anggaran;2. Sub Bidang Pembiayaan;3. Sub Bidang Belanja4. Bidang Akuntansi dan Pelaporan ,
membawahkan :a. Sub Bidang Verifikasi b. Sub Bidang pembukuan;c. Sub Bidang Pelaporan.d. Bidang Aset Daerah , membawahkan :
i. Sub Bidang Inventarisasi dan Analisa Kebutuhan Daerah;
ii. Sub Bidang Kertas Berharga;iii. Sub Bidang Evaluasi.
e. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD)f. Kelompok Jabatan Fungsional.
Sedang berdasarkan PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMUJU NOMOR 9 TAHUN 2011T E N T A N G PERUBAHAN PERATURAN DAERAH NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN MAMUJU, dirincikan bahwa:Pasal 123 ABadan Pengelolaan Keuangan dan aset Daerah berkedudukan sebagai unsur pelaksana pemerintah kabupaten dibidang Pengelolaan Keuangan dan aset Daerah, dipimpin oleh
seorang Kepala Badan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah.Pasal 123 BBadan Pengelolaan Keuangan dan aset Daerah mempunyai tugas pokok melaksanakan danmengkoordinasikan pedoman dan petunjuk teknis penyusunan, perubahan, perhitunganAnggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan aset daerah serta pembinaan administrasikeuangan daerah yang menjadi tanggungjawabnya.Pasal 123 CUntuk melaksanakan tugas pokok dimaksud pada pasal 123 B di atas, Badan PengelolaanKeuangan dan aset Daerah mempunyai fungsi :a. Pengumpulan bahan serta data untuk penyusunan, perubahan, dan perhitungan APBD;b. Perumusan kebijakan teknis, pemberian bimbingan dan pembinaan, koordinasi yangberkaitan dengan pengelolaan keuangan daerah dan penerimaan daerah melalui pemerintahpusat;c. Pengelolaan administrasi keuangan daerah;d. Pelaksanaan Sosialisasi tatacara pencairan anggaran;e. Pencatatan dan penginventarisasian serta pelaksanaan pemeriksaan terhadap pembelanjaan,baik belanja tidak langsung maupun belanja langsung serta aset daerah;f. Pengevaluasian jumlah belanja daerah baik belanja tidak langsung maupun langsung sertaaset daerah;g. Pengumpulan bahan dari setiap unit kerja dalam jajaran pemerintah kabupaten untukkepentingan penyusunan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Bupati dibidang keuangandaerah;h. Pelaksanaan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh Bupati.Pasal 123 DSusunan Organisasi Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah terdiri atas :a. Kepala;b. Sekretariat;c. Bidang anggaran ;d. Bidang akuntansi ;e. Bidang aset daerah;f. Kelompok Jabatan Fungsional.7Pasal 123 E(1) Kepala Badan mempunyai tugas pokok memimpin dinas dalam menyelenggarakan koordinasi, pembinaan, pengawasan dan pengendalian kegiatan dibidang Keuangan dan asset daerah.(2) Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, KepalaDinas mempunyai fungsi :a. Perumusan kebijakan teknis penyelenggaraan kegiatan dibidang perencanaan pengelolapendapatan, pembelanjaan, pembukuan, verifikasi dan pelaporan Keuangan dan asetdaerah;b. Pembinaan dan pengendalian penyelenggaraan pelayanan keuangan dan aset Daerah.Pasal 123 F
(1) Sekretariat mempunyai tugas pokok mengkoordinir penyelenggaraan tugas serta memberikanpelayanan administrasi kepada semua unsur di lingkungan Badan Pengelolaan Keuangan dan aset Daerah.(2) Untuk melaksanakan tugas pokok yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini Sekretariatmempunyai fungsi:a. Penyusunan, Penataan dan Penyelenggaraan kegiatan administrasi dan mekanisme kerjapada dinas;b. Pengoordinasian dan Penyusunan Rencana Anggaran Tahunan semua unit kerja;c. Pengelolaan administrasi keuangan dan kepegawaian;d. Pengelolaan administrasi umum, ketatalaksanaan, perlengkapan dan Aset.Pasal 123 G(1) Sekretariat dipimpin oleh seorang Sekretaris yang berada di bawah dan bertanggungjawabkepada Kepala Badan.(2) Sekretariat terdiri atas :a. Sub Bagian kepegawaian dan keuangan;b. Sub Bagian Umum, Perlengkapan dan Aset;c. Sub Bagian evaluasi dan pelaporan.(3) Sub Bagian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini, masing-masing dipimpin olehseorang Kepala Sub Bagian yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada SekretarisPasal 123 H(1) Sub Bagian Kepegawaian dan Keuangan mempunyai tugas pokok melakukan urusankepegawaian dan pengelolaan anggaran dinas.(2) Untuk melaksanakan tugas pokok yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini Sub BagianKepegawaian dan Keuangan mempunyai fungsi:a. Pelaksanaan urusan kepegawaian, pelaksanaan urusan kepangkatan, promosi jabatan danpengembangan SDM melalui Diklat;b. Pengelolaan admnistrasi keuangan lingkup badan.Pasal 123 I(1) Sub Bagin Umum dan Perlengkapan mempunyai tugas pokok melakukan surat menyurat,Kearsipan, urusan rumah tangga dan pengelolaan perlengkapan.(2) Untuk melaksanakan tugas pokok yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini Sub Bagian umumdan Perlengkapan mempunyai fungsi :a. Pelaksanaan urusan surat menyurat, pendistribusian surat serta pengarsipan;b. Pelaksanaan urusan pengelolaan dan pemeliharaan barang/perlengkapan dinas.Pasal 123 J(1) Sub bagian evaluasi dan pelaporan mempunyai tugas pokok melaksanakan evaluasi danpelaporan keuanagan dan aset daerah.(2) Untuk melaksanakan tugas pokok yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini, sub bagianevaluasi dan pelaporan mempunyai tugas :a. Pelaksanaan kegiatan evaluasi keuangan daerah;b. Pelaksanaan kegiatan evaluasi aset daerah;c. Pelaksanaan kegiatan pelaporan keuangan dan aset daerah.Pasal 123 K
(1) Bidang anggaran mempunyai tugas pokok melaksanakan perencanaan anggaran,pembelanjaan, dan pembiayaan(2) Untuk melaksnakan tugas pokok yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini, bidang anggaranmempunyai fungsi :a. Perumusan perencanaan anggaran daerah dan dana perimbangan;b. Perumusan kebijakan di bidang pembelanjaan dan pembiayaan;c. Pengkoordinasian kepada semua SKPD tentang proses pencairan dana.Pasal 123 L(1) Bidang anggaran dipimpin oleh seorang kepala bidang yang berada di bawah danbertanggung jawab kepada kepala badan melalui sekretaris(2) Bidang anggaran terdiri dari:a. Seksi perencanaan anggaran;b. Seksi pembelanjaan dan pembiayaan;c. Seksi perimbangan keuangan.(3) Seksi sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal ini masing-masing dipimpin oleh seorang kepalaseksi yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada kepala bidang anggaran8Pasal 123 M(1) Seksi perencanaan anggaran mempunyai tugas pokok membuat perencanaan penerimaandan pengeluaran anggaran(2) Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, seksiperencanaan anggaran mempunyai fungsi :a. Penyusunan perencanaan penerimaan anggaran baik pusat maupun daerah;b. Penyusunan perencanaan kegiatan pembiayaan dan pembelanjaan;c. Penyusunan perencanaan pengeluaran anggaran sesuai peruntukannya.Pasal 123 N(1) Seksi pembelanjaan dan pembiayaan mempunyai tugas pokok melakukan kegiatan di bidangpembelanjaan dan pembiayaan(2) Untuk melaksanakan tugas pokok dimaksud pada ayat (1) pasal ini, seksi pembelanjaan danpembiayaan mempunyai fungsi :a. Perumusan kebijakan teknis di bidang pembelanjaan dan pembiayaan;b. Pelaksanaan kegiatan di bidang pembelanjaan dan pembiayaan;c. Pengkoordinasian kebijakan teknis bidang pembelanjaan dan pembiayaan.Pasal 123 O(1) Seksi perimbangan keuangan mempunyai tugas pokok melaksanakan kegiatan di bidangperimbangan keaungan(2) Untuk melaksanakan tugas poko dimaksud ayat (1) pasal ini, seksi perimbangan keuanganmempunyai fungsi :a. Perumusan kebijakan teknis dana perimbangan;b. Pelaksanaan koordinasi dan pengusulan dana bagi hasil;c. Pelaksanaan pembukuan dan pelaporan penerimaan dana perimbangan .Pasal 123 P
(1) Bidang akuntansi mempunyai tugas pokok melaksanakan kegiatan di bidang verifikasi danpembukuan serta pelaporan keuangan(2) Untuk melaksanakan tugas pokok yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini, bidang akuntansimempunyai fungsi :a. Pelaksanaan verifikasi semua kegiatan keuangan pada unit kerja yangmenggunakannya;b. Pelaksanaan pembukuan semua kegiatan keuangan baik yang digunakan maupun tidakdigunakan;c. Pelaksanaan kegiatan pelaporan keuangan daerah, baik penerimaan maupunpengeluarannya.Pasal 123 Q(1) Bidang akuntansi dipimpin oleh seorang kepala bidang yang berada di bawah danbertanggung jawab kepada kepala dinas melalui sekretaris(2) Bidang akuntansi terdiri dari :a. Seksi verifikasi;b. Seksi pembukuan dan pelaporan;c. Seksi laporan pertanggung jawaban.(3) Seksi sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal ini, masing-masing dipimpin oleh seorangkepala seksi yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala bidang akuntansiPasal 123 R(1) Seksi verifikasi mempunyai tugas pokok melaksanakan kegiatan verifikasi kepada seluruhkegiatan keuangan dilingkup pemerintah daerah(2) Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, seksi verifikasimempunyai fungsi :a. Pelaksanaan pemerikasaan pertanggung jawaban keuangan yang digunakan;b. Penelitian dan pengevaluasian realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran;c. Pelaksanaan pengendalian dan pembinaan terhadap pertanggung jawaban keuangan dimasing-masing SKPD.Pasal 123 S(1) Seksi pembukuan mempunyai tugas pokok melakukan pembukuan secara sistematis dankronologis seluruh pos-pos penerimaan dan pengeluaran sesuai peraturan yang berlaku(2) Untuk melaksanakan tugas pokok dimaksud pada ayat (1) pasal ini, seksi pembukuanmempunyai fungsi :a. Penyusunan laporan keuangan dalam rangka pertanggung jawaban pelaksanaan APBD;b. Penyusunan neraca APBD;c. Pelaksanaan pembukuan semua pos-pos penerimaan dan pengeluaran.Pasal 123 T(1) Seksi laporan pertanggung jawaban mempunyai tugas pokok melaksanakan laporanpertanggung jawaban semua keuangan daerah yang digunakan.(2) Untuk melaksanakan tugas pokok dimaksud ayat (1) pada pasal ini mempunyai fungsi :a. Pelaksanaan laporan pertanggung jawaban keuangan daerah;b. Pelaksanaan koordinasi tentang pertanggung jawaban keuangan kepada unit-unitpengguna anggaran;c. Pelaksanaan pembinaan kepada unit-unit pengguna anggaran tentang pertanggung
jawaban keuangan.9Pasal 123 U(1) Bidang aset daerah mempunyai tugas pokok melaksanakan perencanaan analisa danmenginventarisasi serta penghapusan aset daerah(2) Untuk melaksanakan tugas pokok dimaksud pada ayat (1) pasal ini, bidang aset daerahmempunyai fungsi :a. Perencanaan dan analisa semua aset daerah;b. Pelaksanaan pencatatan dan penginventarisasian semua aset daerah;c. Pelaksanaan pengusulan penghapusan aset daerah sesuai kondisinya.Pasal 123 V(1) Bidang aset daerah dipimpin oleh seorang kepala bidang yang berada di bawah danbertanggung jawab kepada kepala dinas melalui sekretaris(2) Bidang pembiayaan terdiri dari:a. Seksi perencanaan dan analisa asset;b. Seksi inventarisasi;c. Seksi penghapusan.(3) Seksi sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal ini, masing-masing dipimpin oleh seorangkepala seksi yang berda dibawah dan bertanggung jawab kepada kepala bidang aset daerahPasal 123 W(1) Seksi analisa aset mempunyai tugas pokok mengadakan analisa aset sesuai kebutuhan danpenggunaannya(2) Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, seksi analisaaset mempunyai fungsi :a. Pelaksanaan analisa semua aset milik daerah yang ada di SKPD;b. Pelaksanaan analisa aset sesuai kondisi dan kelayakannya;c. Pelaksanaan analisa aset daerah sesuai kemampuan anggaran dan peruntukannya.Pasal 123 X(1) Seksi inventarisasi mempunyai tugas pokok mengadakan pencatatan dan pembukuan semuaaset daerah sebagai kekayaan daerah(2) Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, seksiinventarisasi mempunyai fungsi :a. Pelaksanaan pencatatan dan pembukuan aset sesuai kondisi dan keadaan asset;b. Pelaksanaan sosialisasi dan pembinaan tentang pencatatan inventarisasi barang kepadaSKPD-SKPD;c. Pelaksanaan pelaporan dan inventarisasi semua aset daerah yang ada di lingkunganpemerinta daerah.Pasal 123 Y(1) Seksi penghapusan mempunyai tugas pokok melaksanakan pencatatan dan pengusulanpenghapusan barang/aset daerah yang tidak layak digunakan(2) Untuk melaksanakan tugas pokok dimaksud ayat (1) pasal ini, mempunyai fungsi :a. Pelaksanaan pencatatan semua barang/aset daerah yang tidak layak digunakan atausesuai kondisinya;b. Pelaksanaan pengusulan penghapusan barang/aset yang tidak dapat digunakan lagi;c. Pelaksanaan sosialisasi dan bimbingan teknis tentang persyaratan penghapusan barang.