BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah Kelapa Sawit
Kelapa sawit bukanlah tanaman asli di Indonesia dan baru ditanam secara
komersil pada tahun 1991. Istilah kelapa mungkin dimaksudkan sebagai istilah umum
untuk jenis palm. Meskipun demikian perkataan sawit sudah ada sejak lama. Beberapa
tempat (desa di Pulau Jawa) sudah ada yang menggunakan nama “sawit” sebelum kelapa
sawit masuk ke Indonesia pada tahun 1848 yang ditanam di kebun Raya Bogor (Lubis,
U. A. 2008).
Kelapa sawit merupakan tanaman monoecious (berumah satu). Artinya,
bunga jantan dan bungan betina terdapat pada satu pohon, tetapi tidak pada tandan yang
sama. Walaupun demikian, kadang-kadang dijumpai juga bunga dan betina pada satu
tandan (hermafrodit).
Bunga muncul dari ketiak daun. Setiap ketiak daun hanya dapat menghasilkan
satu infloseren (bungan majemuk). Biasanya, beberapa bakal bunga majemuk gugur pada
fase-fase awal perkembangannya sehingga individu tanaman terlihat beberapa ketiak
daun tidak menghasilkan bunga majemuk (infloseren) (Pahan,I. 2006).
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
2.2. Morfologi Kelapa sawit
2.2.1. Daun
Daun kelapa sawit mirip kelapa yaitu membentuk susunan daun majemuk, bersirip
genap, dan bertulang sejajar. Daun-daun membentuk pelepah yang panjangnya mencapai
lebih dari 7,5-9m (Fauzi,Y. 2002).
Semakin pendek pelepah daun semakin banyak populasi kelapa sawir yang dapat
ditanam persatuan luas sehingga semakin tinggi prokdutivitas hasilnya per satuan luas
(Pahan,I. 2008).
2.2.2. Batang
Batang kelapa sawit berbentuk silinder dengan diameter sekitar 75cm. Tinggi
batang bertambah sekitar 25-60cm per tahun (tergantung varietas). Umur ekonomis
tanaman sangat dipengaruhi oleh pertambahan tinggi batang per tahun. Semakin rendah
pertambahan tinggi batang, semakin panjang umur ekonomis tanaman (Pahan,I. 2008).
2.2.3. Akar
Akar tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai penyerap unsur hara dalam tanah
dan respirasi tanaman. Selain itu, sebagai penyangga berdirinya tanaman sehingga
mampu menyokong tegaknya tanaman pada ketinggian yang mencapai puluhan meter
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
hingga tanaman berumur 25 tahun. Akar tanaman kelapa sawit tidak berbuku, ujungnya
runcing, dan berwarna putih atau kekuningan (Fauzi,Y. 2002).
2.2.4. Bunga
Bunga muncul dari ketiak daun. Setiap ketiak daun hanya menghasilkan satu
infloresen (bungan majemuk). Biasanya, beberapa bakal infloresen gugurnpada fase-fase
awal perkembangannya sehingag pada individu tanaman terlihat beberapa ketiak daun
tidak menghasilkan infloresen (Pahan,I. 2008).
2.2.5. Buah
Secara botani, buah kelapa sawit digolongkan sebagai buah drupe, terdiri dari
pericrap yang terbungkus oleh exocrap (atau kulit), mesocrap (yang secara salah kaprah
biasanya disebut pericrap), dan endocrap (cangkang) yang membungkus 1-4 inti kernel
(umumnya hanya satu). Inti memiliki testa (kulit), endosperm yang padat dan sebuah
embrio.
Berdasarkan ketebalan cangkang, kelapa sawit dibedakan menjadi 3 tipe sebagai
berikut :
1. Tipe pisifera
Umumnya, tanaman pisifera tidak membentuk membentuk cangkang dan umumnya
mengalami aborsi. Pisifera yang fertil dapat mengandung 40% minyak.
2. Tipe dura
Kelapa sawit jenis dura dengan tebal cangkang 2-8 mm, ekstraksi minyak 16-18%,
umumnya digunakan sebagai pohon induk untuk menghasilkan varietas komersial.
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
Dan kandungan minyak dalam buah rendah.
3. Tipe tenera
Kelapa sawit jenis teneri ini merupakan hibrida dari dura x pisifera dengan cangkang
tipis 0,5-4,0mm, ekstraksi minyak 22-32% atau lebih (tergantung varietas) (Pahan,I.
2008).
Berdasarkan warnanya ada 3 varitas, yakni: Nigrescens, Virescens, dan Albescens.
Varitas yang dipakai untuk tanamankomersial adalah varitas Nirescens yang berasal dari
Afrika. Varitas lainnya hanya dipakai untuk program pemuliaan (Risza, S. 1994).
Komposisi fraksi tandanyang biasanya ditentukan di pabrik sangat dipengaruhi
perlakuan sejak awal panen lapangan. Faktor penting yang cukup berpengaruh adalah
kematangan buah yang dipanen dan cepat tidaknya pengangkutan buah ke pabrik.
Berdasarkan hal tersebut di atas, dikenal ada beberapa tingkatan fraksi dari TBS yang
dipanen. Fraksi-fraksi TBS (Tandan Buah Segar) tersebut sangat mempengaruhi mutu
panen, termasuk juga kualitas minyak sawit yang dihasilkan. Dikenal ada lima fraksi TBS
pada 3 jenis kematangan yang ditunjukkan pada table 1.
Tabel 1. Beberapa Tingkatan Fraksi TBS Pada Tiga Jenis Kematangan
No Kematangan Fraksi Jumlah Brondolan Keterangan
1. Mentah 00 Tidak ada, buah
berwarna hitam Sangat mentah
0 1-2,5% buah luar
membrondol Mentah
2. Matang 1 12,5-25% buah
luar membrondol Kurang matang
2 25-50% buah luar
membrondol Matang I
3 50-75% buah luar
membrondol Matang II
3. Lewat Matang 4 75-100% buah luar
membrondol Lewat matang I
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
5
Buah dalam juga
membrondol, ada
buah yang busuk
Lewat matang II
Sumber : Pusat Penelitian Marihat, 1982
Derajat kematangan yang baik yaitu jika tandan-tandan yang dipanen berada pada
fraksi 1, 2, dan 3. (Tim Penulis, 1997)
2.3. Kelapa Sawit dan Produknya
Kelapa sawit merupakan tanaman tropis penghasil minyak nabati yang hingga saat
ini diakui paling produktif dan ekonomis dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati
lainnya, misalnya kedelai, kacang tanah, kelapa, bunga matahari, dan lain-lain. Jenis-jenis
tanaman penghasil minyak beserta jumlah produksi dipaparkan pada table 2.
Tabel 2. Jenis Tanaman Penghasil Minyak dan Jumlah Produksi
Jenis tanaman Produksi
(ton/ha/tahun)
Rata-rata
(ton/ha/tahun)
Pasokan Dunia
(%)
Kedelai 0,2 - 0,8 0,4 28
Kacang tanah 0,3 – 1,0 0,6 5
Biji rape 0,3 – 1,8 0,7 14
Bunga Matahari 0,4 – 2,1 1,2 13
Kelapa 0,4 – 2,3 0,7 5
Kelapa Sawit 2,5 – 12,5 4,2 23
Lain-lain 0,2 – 0,6 0,3 12
Sumber: The Oil Palm (Helmut)
Jika dibandingkan dengan minyak nabati lain, minyak kelapa sawit mamiliki
keistimewaan tersendiri, yakni rendahnya kandungan kolesterol dan dapat diolah lebih
lanjut menjadi suatu produk yang tidak hanya dikonsumsi untuk kebutuhan pangan
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
(minyak goring, margarine, vanaspati, lemak, dan lain-lain), tetapi juga untuk memenuhi
kebutuhan non pangan (gliserin, sabun, deterjen, BBM, dan lain-lain) (Hadi, M. M.
2004).
2.4. Minyak Kelapa Sawit
Warna daging buah ialah putih kuning di waktu muda dan berwarna jingga
setelah buah menjadi matang.
Minyak kelapa sawit dapat dihasilkan dari inti kelapa sawit yang dinamakan
minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil) dan sebagai hasil samping ialah bungkil inti
kelapa sawit (palm kernel meal atau pellet).
Bungkil inti kelapa sawit adalah inti kelapa sawit yang telah mengalami proses
ekstraksi dan pengeringan. Sedangkan pellet adalah bubuk yang telah dicetak kecil-kecil
berbentuk bulat panjang dengan diameter kurang lebih 8 mm. Selain itu bungkil kelapa
sawit dapat digunakan sebagai makanan ternak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu adalah air dan kotoran, asam lemak
bebas, bilangan peroksida dan daya pemucatan. Faktor-faktor lain adalah titik cair,
kandungan gliserida padat, refining loss, plasticity dan spreadability, sifat transparan,
kandungan logam berat dan bilangan penyabunan. Semua faktor-faktor ini perlu dianalisis
untuk mengetahui mutu minyak inti kelapa sawit.
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
2.4.1. Komposisi Kimia Minyak Kelapa sawit
Adapun komposisi kimia asam lemak minyak kelapa sawit dan minyak inti kelapa
sawit dipaparkan pada table 3.
Tabel 3. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti Kelapa
sawit
Kelapa sawit mengandung buah kurang lebih 80 persen perikrap dan 20 persen
yang dilapisi kulit yang tipis; kadar minyak dalam perikrap sekitar 34-40 persen. Minyak
kelapa sawit adalah minyak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap.
Kandungan karotena dapat mencapai 1000 ppm atau lebih, tetapi dalam minyak
dari janis tenera kurang lebih 500 – 700 ppm; kandungan tokoferol bervariasi dan
dipengaruhi oleh pananganan selama produksi.
2.4.2. Sifat Fisiko – Kimia
Sifat fisisoko-kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau dan flavor,
kelarutan, slipping point, shot melting point, shot melting point; bobot jenis, indeks bias,
titik kekeruhan (turbidity point), titik asap, titik nyala dan titik api.
Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit (%) Minyak Inti Sawit (%)
Asam kaprilat - 3 – 4
Asam kaproat - 3 – 7
Asam laurat - 46 – 52
Asam miristat 1,1 – 2,5 14 – 17
Asam palmitat 40 - 46 6,5 – 9
Asam stearat 3,6 – 4,7 1 – 2,5
Asam Oleat 39 - 45 13 – 19
Asam Linoleat 7 - 11 0,5 - 2
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses
pemucatan, karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna orange atau
kuning disebabkan adanya pigmen karotene yang larut dalam minyak.
Bau dan flavor dalam minyak terdapat secra alami, juga terjadi akibat adanya
asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan bau khas minyak
kelpa sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta iodine.
Titik cair minyak sawit berada dalam nilai kisaran suhu, karena minyak kelapa
sawit mengandung beberapa macam asam lemak yang mempunyai titik cair yang
berbeda-beda (Ketaren,A. 1986).
2.4.3. Standar Mutu Minyak Kelapa sawit
Standar mutu adalah merupakan hal yang penting untuk menentukan minyak yang
bermutu baik. Ada beberapa faktor yang menentukan standarmutu yaitu: kandungan air
dan kotoran dalam minyak, kandungan asam lemak bebas, warna, dan bilangan peroksida.
Faktor lain yang mempengaruhi standar mutu adalah titik cair dan kandungan
gliserida, refining loss, plastisitas dan spreadability, kejernihan kandungan logam berat
dan bilangan penyabunan.
Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air kurang dari kurang
dari 0,1 persen dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 persen, kandungan asam lemak
bebas serendah mungkin (kurang lebih 2 persen atau kurang), bilangan peroksida di
bawah 2, bebas dari warna merah dan kuning (harus berwarna pucat) tidak berwarna
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
hijau, jernih, dan kandungan logam berat serendah mungkin atau bebas dari ion logam
(Ketaren,S. 1986).
Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu minyak kelapa sawitdapat langsung dari
sifat pohon induknya penanganan pascapanen, atau kesalahan selama pemrosesan dan
penganakutannya. Adapun faktor-faktornya yaitu :
1. Asam lemak bebas
Asam lemak bebas dengan konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak sangat
merugikan. Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan rendemen minyak
turun. Untuk itulah perlu dilakukan usaha pencegahan terbentuknya asam lemak
bebas dalam minyak sawit.
2. Kadar zat menguap dan kotoran
Pada umumnya, penyaringan hasil minyak sawit dilakukan dalam rangkaian
proses pengendapan, yaitu minyak sawit jernih dimurnikan dengan sentrifugasi.
3. Kadar logam
Beberapa jenis bahan logam yang dapat terikut dalam mimyak sawit antara lain
besi, tembaga, dan kuningan. Logam-logam tersebut berasal biasanya berasal dari
alat-alat pengolahan yang digunakan. Mutu dan kualitas minyak yang
mengandung logam tersebut akan turun. Sebab dalam kondisi tertentu, logam-
logam itu dapat menjadi katalisator yang menstimulir reaksi oksidasi minyak
sawit.
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
4. Angka oksidasi
Proses oksidasiyang distimulir oleh logam jika berlangsung dengan intensif akan
mengakibatkan ketengikan dan perubahan warna (menjadi semakin gelap).
Keadaan ini jelas sangat merugikan sebab mutu minyak sawit manjadi menurun.
5. Pemucatan
Pemucatan ini dimaksudkan untuk mendapatkan warna minyak sawit yang lebih
memikat dan sesuai dengan kebutuhannya. Keintesifan pemucatan minyak sawit
sangat ditentukan oleh kualitas minyak sawit yang bersangkutan. Semakinjelak
mutunya, maka biaya pemucatan juga semakin besar. (Tim Penulis. 1997)
2.5. Pengolahan Minyak dan Inti sawit
Stasiun proses pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi minyak kelapa sawit
(MKS) dan inti kelapa sawit (IKS) umumnya terdiri dari:
2.5.1. Stasiun Utama
Stasiun utama berfungsi sebagai berikut :
a. Stasiun Penerimaan Buah
Sebelum diolah dalam pabrik kelapa sawit (PKS), tandan buah segar (TBS) yang
berasal dari kebeun pertama kali diterima di stasiun penerimaan buah untuk ditimbang di
jembatan timbang (weight bridge) dan di tampung sementara di penampingan buah
(loading ramp).
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
b. Stasiun Rebusan (sterilizer)
Lori-lori yang telah berisi TBS dikirim ke stasiun rebusan dengan cara ditarik
menggunakan capstand yang digerakkan oleh motor listrik hingga memasuki sterilizer.
Sterilizer yang banyak digunakan pada umumnya yaitu bejana tekan horisontal yang bisa
menampung lori per unit (25 – 27 ton TBS). Dalam proses perebusan, TBS dipanaskan
dengan uap pada temperatur sekitar 135oC dan tekanan 2,0 – 2,8 kg/cm
2 selama 80 – 90
menit. Proses perebusan dilakukan secara bertahap dalam tiga puncak tekanan agar
diperoleh hasil yang optimal (Pahan, I. 2006).
Tujuan perebusan adalah :
- merusak enzim lipase yang menstimulir pembentukan ALB (Asam Lemak Bebas),
- mempermudah pelepasan buah dari tandan dan inti cangkang,
- memperlunak daging buah sehingga memudahkan proses pemerasan, serta
- untuk mengkoagulasikan (mengendapkan) protein sehingga memudahkan pemisahan
Minyak (Tim Penulis. 1997) .
c. Stasiun Pemipilan (Stripper)
TBS berikut lori yang telah direbus dikirim ke bagian pemipilan dan dituangkan
ke alat pemipil (theresher) dengan bantuan hoisting crane atau transfer carriage. Proses
pemipilan terjadi akibat tromol berputar pada sumbu mendatar yang membawa TBS ikut
berputar sehingga membanting-banting TBS tersebut dan menyebabkan brondolan lepas
dari tandannya.
d. Stasiun Pencacah (Digester) dan Pengempaan (Presser)
Brondolan yang telah terpipil dari stasiun pemipilan diangkut ke bagian
pengadukan/pencacah (digester). Alat yang digunakan untuk pengadukan/ pencacahan
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
berupa sebuah tangki vertikal yang dilengkapi dengan lengan-lengan pencacah di bagian
dalamnya.
Brondolan yang telah mengalami pencacahan dan keluar melalui bagian bawah
digester suda berupa „bubur‟. Hasil cacahan tersebut langsung masuk ke alat pengempaan
yang berada persis di bagian bawah digester. Pada pabrik kelapa sawit, umumnya
digunakan screw press sebagai alat pengempaan untuk memisahkan minyak dari daging
buah.
e. Stasiun Pemurnian (Clarifier)
Stasiun pemurnian yaitu stasiun pengolahan di PKS yang bertujuan untuk
melakukan pemurnian minyak kelapa sawit dari kotoran-kotoran, seperti padatan, lumpur
dan air. Tujuan dari pembersihan/ pemurnian minyak kasar yaitu agar diperoleh minyak
dengan kualitas sebaik mungkin dan dipasarkan dengan harga yang layak.
Minyak kasar yang diperoleh dari hasil pengempaan di alirkan menuju saringan
getar (vibrating screen) untuk disaring agar kotoranberupa serabut kasar tesebut dialirkan
ke tangki penempungan minyak kasar (crude oil tank).
Di clalifier tank, minyak kasar terpisah menjadi minyak dan sluge karena proses
pengendapan. Minyak dari clarifier tank selanjutnya dikirim ke oil tank, sedangkan sluge
dikirim ke sluge tank. Sluge merupakan fasa campuran yang masih mengandung minyak.
Di PKS, sluge diolah untuk dikutip kembali pada minyak yang masih terkandung di
dalamnya.
f. Stasiun Pemisahan Biji dan Kernel
Proses pemisahan biji-serabut dari ampas pengempaan bertujuan bertujuan
terutama terutana untuk memperoleh biji sebersih mungkin. Kemungkinan, dari biji
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
tersebut harus menghasilkan inti sawit secara rasional, yaitu kerugian sekecil-kecilnya
dengan hasil inti sawit yang setinggi-tingginya. Pemisahan biji dari gumpalan ampas
pengempaan sangat dipengaruhi oleh segi-segi teknis dari proses yang mendahuluinya
(Pahan,I.2006).
Untuk menghindari kerusakan akibat mikroorganisme, maka inti sawit harus
segera dikeringkan dengan suhu 80oC. Setelah kering, inti sawit dapat dipak atau diolah
lebih lanjut, yaitu diekstraksi sehingga dihasilkan minyak inti sawit (Palm Kernel Oil,
PKO). Hasil samping pengolahan minyakinti sawit adalah bungkil inti sawit (Kernel Oil
Cake, KOC) yang dimanfaatkan untuk pakan ternak (Tim Penulis, 1997).
2.5.2. Stasiun Pendukung
Selain stasiun utama sebagai inti proses pengolahan, sebuah PKS memerlukan
dukungan stasiun penunjung demi kelancaran operasional. Stasiun pendukung terdiri dari:
1. Stasiun Pembangkit Tenaga
Kebutuhan energi di PKS dipasok dari dua sumber, yaitu ketel uap (boiler) yang
menghasilkan tenaga uap dan diesel genset.
2. Laboratorium
Laboratorium berfungsi sebagai pusat pengendalian terhadap proses dan kualitas
yang dihasilkan selama dan setelah proses produksi berlangsung. Hasil-hasil analisis
laboratorium digunakan sebagai umpan balik bagi peningkatan proses produksi.
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
3. Stasiun Pengolahan Air
Pengolahan air untuk kebutuhan PKS dimulai dari penampungan air hingga
berbagai sumber pada sebuah waduk. Kemudian air dariu waduk di pompa ke tangki
pengendapan ( clarifier tank).
4. Stasiun Limbah
Air buangan pabrik merupakan faktor penyebab pencemaran pada media
penerima. Untuk mengatasi pencemaran, air limbah pabrik harus di proses dan dinetralisir
sebelum dibuang ke lingkungan.
5. Stasiun Panimbunan Produk
Pertanda akhir dari perusahan sifat-sifat minyak nabati yaitu pada saat setelah
menjalani proses penghilangan bau (doedorization). Jika cara pengolahan sebelumnya
dan bahan hasil olahan yang diperoleh cukup baik dan sempurna maka produk akan
memberikan sifat-sifat, yaitu tanpa rasa dan bau, warna yang pucat, bebas dari peroksida
serta penuluran.
6. Bengkel PKS
Proses pengolahan kelapa sawit di PKS sangan tergantung dari jumlah dan
kualitas TBS yang dihasilakn oleh kebun. Produk TBS tinggi mengharuskan PKS
beroperasi dengan jam olah yang tinggi karena TBS yang dibiarkan terlalu lama restan
akan mengakibatkan peningkatan asam lemak bebas (Pahan,I.2006).
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
2.6. Metode Pengolahan Minyak
Pada pengolahan minyak dan lemak, pengerjaan yang dilakukan tergantung pada
sifat alami minyak atau lemak tersebut tergantung dari hasil akhir yang dikehendaki.
Pengolahan minyak dan minyak ini dibagi dalam beberapa metode, yaitu:
2.6.1. Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan
yang diduga mengandung minyak atau lemak. Adapun cara ekstraksi ini bermacam-
macam, yaitu:
a. Rendering
Rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang
diduga mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang tinggi. Pada semua cara
rendering, penggunaan panas adalah suatu hal yang spesifik, yang bertujuan untuk
mengumpulkan protein pada dinding sel bahan untuk memecah dinding sel tersebut
sehingga mudah ditembus oleh minyak atau lemak yang terkandung didalamnya.
Menurut pengerjaanya rendering dibagi dalam dua cara yaitu :
1). Wet Rendering
Wet rendering adalah proses rendering dengan penambahan sejumlah air selama
berlangsungnya proses tersebut. Cara ini dikerjakan pada ketel yang terbuka atau tertutup
dengan menggunakan temperatur yang tinggi serta tekanan 40 sampai 60 pound tekanan
uap. Proses wet rendering dengan menggunakan temperatur rendah kurang begitu
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
populer, sedangkan proses wet rendering dengan menguunakan temperatur yang tinggi
disertai tekanan uap air, dipergunakan untuk menghasilkan minyak atau lemak dalam
jumlah yang besar. Peralatn yang digunakan adalah autoclave atau digester.
2). Dry rendering
Dry rendering adalah cara rendering tanpa penambahan air selama proses
berlangsung. Dry rendering dilakukan dalam ketel yang terbuka dan diperlengkapi
dengan steam jacket serta alat pengaduk (agitator). Bahan yang diperkirakan
mengandung minyak atau lemak dimasukkan ke dalam ketel tanpa penambahan air.
Bahan tadi dipanasi sambil diaduk. Pemanasan dilakukan pada suhu 220oF sampai 230
oF
(105oC – 110
oC).
b. Pengepresan Mekanis (Mechanical Expression)
Pengepresan mekanis merupakan suatu cara ekstraksi mimyak atau lemak,
terutama untuk bahan yang berasal dari biji-bijian. Cara ini dilakukan untuk memisahkan
minyak dari bahan yang berkadar minyak tinggi (30 – 70 persen). Pada pengepresan
mekanis ini diperlukan perlakuan pendahuluan sebelum minyak atau lemak dipisah dari
bijinya. Perlakuan pendahuluan tersebut mencakup pembuangan serpih, perajangan dan
penggilingan serta tempering atau pemasakan.
Dua cara yang umum dalam pengepresan mekanis, yaitu :
1. Pengepresan Hidraulik (Hyraulic Pressing)
Pada cara hydraulic pressing, bahan dipres dengan tekanan sekitar 2000
pound/inch2 ( 140,6 kg/cm = 136 atm). Banyaknya minyak atau lemak yang dapat
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
diekstraksi tergantung dari lamanya pengepresan., tekanan yang dipergunakan, serta
kandungan minyak dalam bahan asal.
2. Pengepresan Berulir (Expeller Pressing)
Cara expeller pressing memerlukan perlakuan pendahuluan yang terdiri dari
proses pemasakan atau tempering. Proses pemasakan berlangsung pada temperatur 240oF
(115,5oC) dengan tekanan sekitar 15 – 20 ton/inch
2. Kadar minyak atau lemakyang
dihasilkan berkisar sekitar 2,5-3,5 persen, sedangkan bungkil yang dihasilkan masih
mengadung minyak sekitar 4-5 persen.
Cara lain untuk mengekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang diduga
mengandung minyak atau lemak adalah gabungan dari proses wet rendering dengan
pengepresan secara mekanik atau dengan sentrifusi.
c. Ekstraksi Dengan Pelarut (Solvent Extraction)
Prinsip dari proses ini adalah ekstraksi dengan melarutkan minyak dalam pelarut
minyak dan lemak. Pada cara ini dihasilkan bungkil dengan kadar minyak rendah yaitu
sekitar 1 persen atau lebih rendah, dan mutu minyak kasar yang dihasilkan cenderung
menyerupai hasil dengan cara expeller pressing, karena sebagian fraksi bukan minyak
akan ikut terekstraksi. Perlu diperhatikan bahwa jumlah pelarut menguap atau hilang
tidak boleh lebih dari 5 persen. Bila lebih, seluruh sistem solvent extraction perlu diteliti
lagi (Ketaren,A. 1986).
d. Ekstraksi dengan sentrifugasi
Alat yang dipakai berupa tabung baja silindris yang berlubang pada bagian
dindingnya. Buah yang telah lumat, dimasukkan ke dalam tabung, lalu diputar. Dengan
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
adanya sentrifusi, makaminyak akan keluar melalui lubang-lubang pada dinding tabung
(Tim penulis. 1997).
2.7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prokdutivitas Potensi Minyak
Pengembangan bahan tanaman kelapa sawit pada dekade 1990-an bukan hanya
difokuskan pada peningkatan produktivitas minyak, melainkan juga pada perbaikan
kualitas minyak sehubungan dengan meningkatnya perhatian konsumen minyak nabati
terhadap nilai nutrisi minyak makan, dan juga alasan kesehatan. Komponen kualitas
mimyak yang menjadi prioritas utama untuk diperbaiki adalah kandungan asam lemak tak
jenuh (ALTJ), khusunya kandungan asam oleat dan komponen minor minyak sawit,
seperti betakaroten, tocopherol, tocotrienol (http: //www.oipri.org).
Potensi yang dimiliki seperti sumber daya alam (iklim, tanah), sumber daya
manusia (tenaga kerja) dan sumber daya keuangan (modal) belum dimanfaatkan secara
maksimal. Perkebunan kelapa sawit membutuhkan penanganan dan pengelolaan yang
baik, dan memerlukan teknologi tinggi dalam upaya meningkatkan produktivitas. Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas dibagi menjadi :
2.7.1. Faktor Lingkungan
Yang termasuk faktor lingkungan antara lain adalah iklim, tanah dan topografi.
Pengaruh faktor lingkungan sumber daya alam memang sulit untuk dilawan, namun
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
setidak-tidaknya dapat dieliminasidengan melakukan beberapa pendekatan agar faktor-
faktor yang menghambat dapat dicegah atau ditekan sedemikian rupa sehingga berubah
menjadi faktor pendukung.
1. Iklim
Keadaan iklim yang yang paling banyak diamati adalah curah hujan. Curah hujan
yang dikehendaki kelapa sawit 2.000-2.500mm per tahun dan merata sepanjang
tahuntanpa bulan kemarau panjang. Musim kemarau panjang dapat mengancam
terjadinya penurunan produksi, karena water defisit 400 mm mulai berpengaruh terhadap
iklim.
Oleh karena itu pengetahuan tentang iklim hendaknya benar-benar dipahami. Hal
ini sangat diperlukan untuk mendukung berbagai kegiatan lapanganseperti pembukaan
lahan baru, jadwal penanaman, pemupukan, upaya pengawetan tanah dan sebagainya.
2. Tanah dan Topografi
Sifat fisik tanah dan kimia setiap jenis tanah memang berbeda-beda. Oleh karena
itu tingkat produksi setiap jenis tanah juga berbeda. Bagi tanaman kelapa sawit sifat fisik
tanah lebih penting daripada kesuburan kimiawinya, karena kekurangan suatu unsur dapat
diatasi dengan pemupukan.
3. Kelas kemampuan Lahan
Pengolahan kelas kemampuan lahan dilakukan berdasarkan potensi produksi dan
pertimbangan kondisi fisik lahan. Disamping itu sifat fisik tanah dan sifat kimia tanahnya
juga perlu ditinjau.
a. Pertimbangan penggolongan kelas kemampuan lahan berdasarkan kondisi fisik lahan.
1). Lahan Kelas I
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
Beriklim baik, tingkat kesuburan tanah baik (andosol, latosol)dan memiliki topografi
yang baik pula (datar dan berombak).
2). Lahan Kelas II
- Beriklim sedang, tingkat kesuburan tanah sedang dan topografi sedang (bergelombang).
- Beriklim baik dan jarang dijumpai defisit air, tetapi tingkat kesuburantanah dan
topografi kurang baik (berbukit).
- Beriklim kurang baik dan selalu dijumpai defisit air dalam batas yang diperkenankan,
tetapi tingkat kesuburantanah dan topografibaik ( datar dan bergelombang).
3). Lahan Kelas III
- Beriklim kurang baik, tingkat kesuburan tanah dan topografi juga kuarang baik
(berbukit).
- Beriklim sedang, tetapi tingkat kesuburan tanah dan topografitidak baik (curam).
- Beriklim tidak baik, tetapi tingkat kesuburan tanah dan topografi sedang
(bergelombang).
4). Lahan Kelas IV
- Beriklim tidak baik dan tingkat kesuburan tanah serta topografi juga tidak baik
(curam).
Adapun pembagian kelas lahan potensi produksi kelapa sawit berdasarkan umur
tanaman dipaparkan pada tabel 4.
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
Tabel 4. Kelas Lahan Potensi Produksi Berdasarkan Umur Tanaman
Umur
Tanaman
Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV
(ton/ha) (ton/ha) (ton/ha) (ton/ha)
3 9 7 6 5
4 17 15 13 10
5 21 19 16 14
6 25 22 19 16
7 28 25 23 19
8 30 27 25 22
9 30 27 25 22
10 30 27 25 22
11 30 27 25 22
12 30 27 25 22
13 30 27 25 22
14 27 25 23 21
15 27 25 22 20
17 25 24 22 20
18 24 22 20 19
19 24 22 20 19
20 22 21 19 18
21 22 21 19 18
22 20 19 17 16
23 20 19 17 16
24 18 17 16 15
25 18 17 16 15
Rata – rata 24 22 20 18
Sumber : Adlin U. Lubis (1990)
b. Penggolongan kelas kemampuan lahan berdasarkan potensi produksi
Untuk membantu penentuan kelas kemampuan lahan perlu dilakukan pemetaan
tanah. Manfaat pemetaan tanah adalah untuk menyederhanakan berbagai proses
penelitian, meningkatkan efisiensi pemupukan, merencanakan tindakan kultur teknis yang
disesuaikan dengan setiap tanah yang berbeda.
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
2.7.2. Faktor Bahan Tanaman
Keberhasilam suatu usaha perkebunan kelapa sawit antara lain ditentukan oleh
faktor bahan tanamanatau bibit yang memiliki sifat-sifat unggul. Bibit yang unggul akan
menjamin suatu pertumbuhan yang baik dan tingkat produksi yang tinggi apabila
perlakuan dilakukan secara optimal.
2.7.3. Faktor Tindakan Kultur Teknis
Faktor tindakan kultur teknis adalang yang paling banyak mempengaruhi
pertumbuhan dan produktifitas. Beberapa faktor yang erat pengaruhnya antara lain :
pembibitan, pemupukan lahan, peremajaan, pembangunan penutupan tanah kacangan,
penanaman dan penyisipan kelapa sawit, pemeliharaan tanaman belum menghasilkan
(TBM), pemeliharaan tanaman menghasilkan (TM), penegendalian hama penyakit,
pemupukan, panen, pengangkutan dan pengolahan.
Pola menajemen lapangan dan cara kerja di perkebunan kelapa sawit mempunyai
ciri khas tersendiri yang berbeda dengan komoditas lain. Kegiatan manajemen lapangan
meliputi seluruh aspek pengusahaan kelapa sawit yakni mencakup faktor-faktor man,
money, method, material, machine dan market (Risza,S. 1994)
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara