BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pemilihan Tempat Kuliah Kerja Lapangan Pembangunan di bidang hukum merupakan salah satu aspek yang paling diutamakan dalam masyarakat di Indonesia. Tujuan hukum yaitu untuk mencapai kedamaian dan ketertiban dalam masyarakat, pada umumnya telah berjalan secara baik. Salah satu asas pembangunan nasional yaitu pembangunan di bidang hukum yang mendasarkan kepada penghayatan dan pembinaan sikap penegak hukum ke arah tegaknya hukum memerlukan ketertiban serta kepastian hukum, oleh karena itu tidak pula dari dapat dilepaskan
hukum dan juga peran serta aparat penegak hukum,
salah satunya adalah Pengacara/Advokat.1 Advokat mempunyai tugas memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan, seperti di Badan Peradilan Agama, Peradilan Umum, Peradilan Militer, Peradilan Tata Usaha Negara. Tugas advokat merupakan suatu profesi yang penting dan mulia, di mana peradilan sebagai benteng terakhir untuk mencari
Jimly Asshiddiqie, Peran Advokat Dalam Penegakan Hukum, (Jakarta : Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia), Artikel. hal.11
1
keadilan dan advokat salah satu unsur yang penting dalam hal pencarian keadilan itu. Sehubungan dengan itu peranan advokat dalam perkembangan saat ini menempati posisi yang sangat penting di dalam penegakan hukum, selain dari lembaga-lembaga hukum lainnya, dengan semakin meningkatnya pengetahuan hukum di Indonesia. Peranan Advokat diperlukan untuk memecahkan segala sesuatu permasalahan yang semakin kompleks dalam arahan kebijakan hukum di Indonesia dan diharuskan seorang advokat dalam menjalankan kewenangannya memiliki profesionalisme sesuai dengan kode etik profesi yang mengaturnya. Dalam menciptakan masyarakat yang sadar hukum dan terciptanya suatu fungsi masyarakat serta kewenangan yang diberikan undang-undang kepada pengacara/ advokat dalam hal untuk menciptakan keadilan (justice), maka penulis tertarik memperdalam pengetahuan tentang profesi advokat dalam rangka mempersiapkan diri sebagai seorang profesional dalam bidang hukum serta untuk mengetahui tentang tata cara mempraktikkan hukum. Untuk itu penulis memilih Kantor Pengacara/ Advokat Sulaeman Atong, S.H dan Rekan, yang beralamatkan di Jalan Abiayasa 4 No. 8 Bumi Indraprasta Warung Jambu Kota Bogor.
2
B. Dasar Hukum Lembaga Advokat mempunyai dasar hukum sebagai landasan kerjanya, sebagai berikut: 1. Landasan Idiil 2. Landasan Konstitusional : Pancasila : Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 3. Landasan Operasional : Undang-Undang antara lain :
a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). b. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. c. Undang-Udang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. d. Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.02 UM. 09.08 Tahun 1981 tentang petunjuk Pelaksanaan Bantuan Hukum. e. Kode Etik Advokat. Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, maka peraturan yang tersebut di bawah ini sudah tidak berlaku lagi, antara lain :
3
1. Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het Beleid der Justitie in Indonesie (Stb. 1874 Nomor 23 jo. Stb. 1848 Nomor 57), Pasal 185 sampai Pasal 192 dengan segala perubahan dan penambahannya). 2. Bepalingen betreffende het kostum der Rechterlijke
Ambtenaren dat der Advokaten procureurs en Deuwaarders (Stb. 1848 Nomor 8). 3. Bevoegdheid Departement hoofd in burgelijke zaken wan land (Stb. 1910 Nomor 445 jo. Stb. 1992 Nomor 523), dan 4. Vertegenwoordiging van de land in rechten Nomor 522) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat ini menjawab memperoleh persoalan status yang resmi dihadapi yang para advokat profesi untuk para (K.B.s 1992
mempertegas
Advokat terhadap negara dan juga sebagai pengaturan terhadap para advokat dalam mengatur secara otonom. Dalam undangundang ini dijelaskan secara lengkap tentang advokat. Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang
Advokat, ketentuan umum mengenai advokat terhadap dalam Pasal (1) angka 1: menyatakan advokat adalah orang yang memberi jasa hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan
4
yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang ini. Dari definisi di atas terlihat bahwa istilah advokat-pengacara sudah tidak ada lagi perbedaannya dan menjadi satu/seragam dengan nama advokat sesuai dengan syarat-syarat dan
ketentuan-ketentuan berdasarkan ketentuan undang-undang ini. Adapun isi dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, terdiri dari tiga belas (13) bab dan tiga puluh enam (36), dimana disini akan diuraikan pokok-pokok materinya : 1. Bab I tentang Ketentuan Umum yang terdiri dari 1 ( satu)
pasal dan sepuluh (10) poin yang menjelaskan tentang pengertian Advokat, Jasa Hukum, Klien, Organisasi Advokat, Pengawasan, Pembelaan diri, Honorium, Advokat Asing, Bantuan Hukum dan Menteri. 2. Bab II tentang Pengangkatan, Sumpah, Status, Penindakan, dan Pemberhentian Advokat yang terdiri dari lima bagian dan 10 (sepuluh) pasal. Bagian kesatu mengenai pengangkatan (yang dapat diangkat sebagai advokat) yang terdiri dari 2 (dua) pasal, bagian kedua mengenai sumpah yang terdiri dari 1 (satu) pasal, bagian ketiga mengenai status yang terdiri dari 1 (satu) pasal, bagian keempat mengenai penindakan yang
5
terdiri dari 3 (tiga) pasal dan bagian kelima mengenai pemberhentian yang terdiri dari 3 (tiga) pasal. 3. Bab III tentang Pengawasan yang terdiri dari 2 (dua) pasal. 4. Bab IV tentang Hak dan Kewajiban advokat yang terdiri dari 7 (tujuh) pasal. 5. Bab V tentang honorium yang terdiri dari 1 (satu) pasal. 6. Bab VI tentang advokat asing yang terdiri dari 2 (dua) pasal. 7. Bab VIII tentang atribut yang terdiri dari 1 (satu) pasal. 8. Bab IX tentang kode etik dan dewan kehormatan advokat yang terdiri dari 2 (dua) pasal. 9. Bab X tentang organisasi advokat yang terdiri dari 3 (tiga) pasal. 10. Bab XI tentang ketentuan pidana yang terdiri dari 1 (satu) pasal. 11. Bab XII tentang ketentuan peralihan yang terdiri dari 2 (dua) pasal. 12. Bab XIII tentang ketentuan penutup yang terdiri dari 2 (dua) pasal. C. Maksud dan Tujuan Kuliah Kerja Lapangan Adapun maksud dan tujuan Kuliah Kerja Lapangan ini adalah sebagai, yaitu :
6
1.
Maksud a. Untuk mengetahui pelaksanaan tugas dan fungsi advokat ditinjau dari segi hukum positif. b. Untuk mengetahui hubungan tugas dan fungsi Advokat Dengan Masyarakat
2. Tujuan a. Sebagai salah satu sumbangan pemikiran kritis dengan kritik terhadap tugas dan fungsi advokat di Indonesia. b. Memberikan pemahaman mengenai tugas dan fungsi Advokat. D. Tugas dan Fungsi Advokat Secara umum advokat dapat dirumuskan sebagai seseorang atau mereka yang melakukan pekerjaan jasa bantuan hukum termasuk konsultan hukum yang menjalankan pekerjaannya, baik dilakukan di luar pengadilan dan atau di dalam pengadilan bagi klien sebagai mata pencaharian. Sedangkan yang dimaksud dengan pekerja bantuan hukum (public defender) adalah perorangan, baik sarjana hukum maupun pengacara-pengacara hukum serta badan-badan yang mendapat izin.2 Pekerja bantuan hukum erat kaitannya dengan profesiAnonim, Advokat Dalam Peranannya, www.komisihukum.go.id, diakses tanggal 1 Januari 2012.2
tersedia
di
7
advokat karena fungsi bantuan hukum merupakan salah satu aspek advokat. Seorang advokat selain sebagai ahli hukum juga mempunyai tugas-tugas yang ditentukan undang-undang dalam memberi bantuan hukum. Advokat wajib membantu melancarkan
penyelesaian perkara dengan menjunjung tinggi Pancasila, hukum dan keadilan. Dalam menjalankan tugasnya advokat berpedoman pada kode etik profesi advokat, karena kode etik profesi adalah seperangkat kaedah perilaku sebagai pedoman yang harus dipatuhi dalam mengemban suatu profesi.3 Dengan demikian maka paling tidak ada tiga maksud yang terkandung dalam pembentukan kode etik, yaitu : 1. Menjaga dan meningkatkan kualitas moral ; 2. Menjaga dan meningkatkan kualitas keterampilan teknis ; dan 3. Melindungi profesi. Pada intinya, kode etik berfungsi sebagai alat perjuangan untuk menjawab persoalan-persoalan hukum yang ada di dalam masyarakat. Perfektif ini pada umumnya berpengaruh padaSidharta, Etika Profesi Hukum, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1996), hal 264.3
kesejahteraan
materiil
dari
para
pengemban
8
sebagian advokat yang bergerak dalam bidang bantuan hukum, khususnya bantuan struktural. Advokat bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan dengan tetap berpegang teguh pada kode etik profesi dan peraturan perundangan, oleh karena itu advokat mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut : 1. Melaksanakan penyuluhan hukum, mendampingi klien dalam berita acara pemeriksaan; 2. Menghadiri semua persidangan; 3. Mengajukan gugatan jawaban; 4. Eksepsi; 5. Replik; 6. Duplik; 7. Kesimpulan; 8. Somasi; 9. Membuat laporan pengaduan; 10. 11. 12. 13. Permohonan; Bantahan; Mengajukan saksi; Bantahan;
9
14. 15. 16. 17.
Mengajukan saksi; Mengajukan bukti; Melakukan memori banding; Kasasi;
Selain itu secara garis besar dapat disebutkan di bawah ini mengenai fungsi dan peranan advokat antara lain sebagai berikut: 1. Sebagai pengawal konstitusi Hak Asasi Manusia; 2. Memperjuangkan Hak Asasi Manusia; 3. Melaksanakan Kode Etik Advokat; 4. Memegang teguh sumpah advokat dalam rangka menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran; 5. Menjunjung tinggi serta mengutamakan idealisme (nilai
keadilan, kebenaran dan moralitas); 6. Melindungi dan memelihara kemandirian, kebebasan, derajat dan martabat advokat; 7. Menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan advokat terhadap masyarakat dengan cara belajar terus-menerus untuk
memperluas wawasan dan ilmu hukum; 8. Menangani perkara-perkara sesuai dengan kode etik advokat, baik secara nasional, yakni Kode Etik Advokat Indonesia,
10
maupun secara Internasional, yakni mengacu kepada IBA Standards for the Independence of Legal Profession,
Declaration of the World Conferences on the Independence of Justice, IBA General Principles of Ethics foe Lawyers, Basic Principles on the Role of Lawyers. 9. Mencegah penyalahgunaan keahlian dan pengetahuan yang merugikan masyarakat dengan cara mengawasi pelaksanaan etika profesi advokat melalui Dewan Kehormatan organisasi advokat; 10. Memelihara kepribadian advokat karena profesi advokat
merupakan profesi yang terhormat. Setiap advokat harus selalu menjaga dan menjunjung tinggi citra profesinya agar tidak merugikan kebebasan, kemnadirian, derajat dan
martabat seorang advokat; 11. Menjaga hubungan baik dengan klien maupun dengan
teman sejawat; 12. Memelihara persatuan dan kesatuan advokat agar sesuai
dengan maksud dan tujuan organisasi advokat; 13. Memberikan pelayanan hukum (legal service), nasehat hukum (legal advice), konsultasi hukum (legal consultation), pendapat
11
hukum (legal opinion), informasi hukum (legal information) dan menyusun kontrak-kontrak (legal drafting); 14. Membela kepentingan hukum klien (ligitasi) dan mewakili klien di muka pengadilan (legal reprensentation); 15. Memberikan bantuan hukum dengan cuma-cuma kepada masyarakat yang lemah dan tidak mampu (melaksanakan pro bono publico). Pembelaan bagi orang tidak mampu, baik di dalam maupun di luar pengadilan merupakan bagian dari fungsi dan peranan advokat di dalam memperjuangkan hak asasi manusia. Dalam peradilan Indonesia fungsi advokat adalah sebagai ekspresi equality, khususnya dalam peradilan pidana
digambarkan oleh M. Trapman sebagai berikut:4 (dalam peradilan pidana) terdakwa pertimbangan yang subyektif dalam posisi yang subyektif; penuntut umum mempunyai pertimbangan yang subyektif dalam posisi yang obyektif, sedangkan Hakim
mempunyai pertimbangan yang obyektif dalam posisi yang obyektif.
Otto Cornelis Kaligis, Sinergi Fungsi dan Peran Advokat Dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dalam Penegakan Hukum Sistem Peradilan dalam Tataran Praktis tersedia di http://pkbh.uad.ac.id, diakses tanggal 1 Januari 2012.4
12
Fungsi tersebut tidak lepas dari kedudukan advokat sebagai representasi masyarakat baik individu maupun kelompok. Pada perkara pidana, seorang advokat terutama berfungsi sebagai penjaga agar Hak Asasi Manusia seorang tersangka dilindungi. Fungsi lainnya adalah menjaga obyektivitas dan prinsip equality before the law yang berlaku dalam sistem peradilan Indonesia5, menyusun kontrak-kontrak atau legal drafting, membela
kepentingan klien (litigation), mewakili klien di muka pengadilan (legal representation), serta memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada masyarakat miskin dan kurang mampu.
E. Kedudukan Struktur Organisasi Kantor Kantor Advokat Sulaeman Atong, S.H dan Rekan, merupakan salah satu Kantor Advokat yang independen di Kota Bogor yang berdiri dan tidak mempunyai cabang di tempat lain. Dalam menjalankan dan melaksanakan tugas-tugasnya tidak yang
berpedoman kepada pembagian tugas masing-masing selalu diidentifikasikan atas suatu pembagian
kemampuan
berdasrkan tugas-tugas sesuai bidangnya, penilaian yang didapat adalah ketidakmampuan atas semua konsentrasi hukum yang ada, jadi dalam mengemban tugas yang diamanatkan oleh5
Ibid. diakses tanggal 1 Januari 2012.
13
undang-undang,
Sulaeman
Atong,
S.H,
lebih
cenderung
memperkerjakan kasus-kasus yang dimilikinya sendiri tanpa melihat dan meninjau bidang hukum apa yang sedang menjadi kasus-kasusnya. Bila dilihat dan dijabarkan kedudukan struktur Kantor Advokat Sulaeman Atong, S.H dan Rekan dapat dilihat dalam bagan di bawah ini, yaitu :6Bagan Struktur Organisasi Kantor Advokat Sulaeman Atong, S.H dan Rekan (Gambar. 1)
Sulaeman Atong, S.H
Euis S.
Merry Finnie
Pretty Mida
Keterangan : dalam sturuktur organisasi ini di mana Kantor
Advokat Sulaeman Atong, S.H dan Rekan, hanya memiliki 3 staff yang di mana tugas dan fungsinya sama yaitu sebagai staff biasa yang membantu dalam proses pengetikan draft gugatan.
Sulaeman Atong. Advokat pada Kantor Advokat Sulaeman Atong., S.H dan Rekan. Wawancara tanggal 12 Maret 2012.6
14
BAB II ANALISIS
A. Analisis Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Advokat Ditinjau Dari Segi Hukum Positif Secara historis peran pemberian jasa hukum oleh advokat di Indonesia dimulai sejak masa penjajahan Belanda, setelah pecahnya perang Napoleon pada permulaan abad XIX. Dimana
15
sebagai sebuah koloni, sistem yang secara formal diberlakukan di Indonesia sebagian mengadopsi sistem hukum yang ditetapkan pemerintah Belanda. Sementara masyarakat Indonesia
sebelumnya telah lebih dahulu memiliki seperangkat ketentuan hukum tradisional yang relatif berkembang dan dijadikan patokan dalam membangun sistem sosial, mengatur interaksi sosial, termasuk untuk menengahi berbagai persoalan atau sengketa yang muncul pada sistem dan interaksi sosial tersebut. Sistem penegakan hukum merupakan salah satu tonggak utama dalam negara. Dalam sistem pembagian kekuasaan, fungsi penegakan hukum bahkan ditempatkan sebagai suatu cabang tersendiri, karena sistem inilah yang berwenang menyelesaikan sengketa antara negara dengan warga negara atau antar warga negara. Oleh karena itu ada asumsi umum bahwa guna mencapai kepastian hukum setiap elemen dalam sistem penegakan hukum juga diatur oleh negara. Namun berbicara mengenai advokat, asumsi demikian tidak dapat diterapkan secara serta merta tanpa mempertimbangkan karakteristik utama, yaitu otonomi profesional yang dimiliki .karakteristik ini menempatkan advokat sebagai profesi
independen, bahkan dari institusi formal negara, dan memberi
16
kompetensi bagi mereka untuk mengatur urusannya secara mandiri (self governance). mengenai Dari sinilah mana kemudian pengakuan muncul negara
perdebatan diperlukan.
sejauh
Tidak dapat dipungkiri adanya kepentingan negara untuk mengatur profesi advokat guna menjamin berjalannya sistem penegakan hukum yang telah ditetapkan, atau secara lebih pragmatis, negara juga memiliki kepentingan untuk membatasi peran advokat guna mempertahankan yang dapat stabilitas memainkan politik, peran
mengingat
profesi
advokat
signifikan dalam penegakan demokrasi dan hak asasi manusia. Dari sisi advokat, tidak dapat dipungkiri adanya kebutuhan untuk dapat terus menjaga eksistensinya baik dalam sistem kekuasaan kehakiman yang yuridiksinya disediakan oleh negara maupun dalam sistem sosial yang legitimasinya diberikan oleh publik. Berada diantara dua kebutuhan tersebut para advokat dituntut untuk menjaga independensinya agar tidak sepenuhnya terkooptasi oleh kekuasaan negara sehingga tetap bisa mewakili kepentingan publik sesuai dengan porsinya pada sistem peradilan yang diciptakan negara.
17
Sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, negara memang sangat minim mengakui peran advokat. Minimnya pengakuan negara dapat terlihat dari materi peraturan perundang-undangan yang ada. Sebagaimana telah dikemukakan dalam Undang-Undang Nomor 1/Drt. Tahun 1951 tentang tindakan-tindakan untuk menyelenggarakan
susunan, kekuasaan dan acara pengadilan sipil, hukum acara yang pernah diberlakukan di semua pengadilan negeri dan pengadilan tinggi di seluruh Indonesia dan dipertahankan hingga jauh setelah kemerdekaan adalah Herziene Indonesisch
Reglement (Staatsblaad 1941-44) yang lazim disebut dengan HIR, atau dengan Bahasa Indonesia Reglemen Indonesia yang
diperbaharui (RID). Walaupun HIR mengakui adanya suatu kondisi dimana seseorang dapat menghendaki bantuan penasihat hukum, namun secara umum HIR sendiri dibuat berdasarkan asumsi bahwa masalah hukum golongan pribumi tidaklah rumit.
Karenanya, ketentuan Hukum Acara dalam HIR lebih sederhana dibandingkan dengan Reglement op de Rechtvordering (Rv). Terkit dengan hak asasi manusia (HAM) ketentuan hukum yang dikeluarkan pemerintah pasca kemerdekaan berkaitan dengan profesi advokat adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1950
18
tentang Susunan dan Kekuasaan Jalannya Pengadilan Mahkamah Agung Indonesia. Di dalam undang-undang tersebut peran advokat diperkenalkan melalui lembaga pembela sebagaimana tercantum pada Pasal 42, di samping lembaga wakil seperti tercantum pada Pasal 113 ayat (1) mengenai hak pemohon atau wakilnya yang sengaja dikuasakan untuk mengajukan
permohonan kasasi. Di dalam ketentuan tersebut ditentukan pula bahwa
Mahkamah Agung memegang pengawasan tertinggi atas jalannya peradilan (Pasal 12) sehingga tingkah laku pengadilan dan para hakim di pengadilan mendapat pengawasan cermat dari
Mahkamah Agung. Kembali peran advokat diperkenalkan sebab fungsi pengawasan Mahkamah Agung juga ditujukan terhadap para advokat dan notaris, sesuai Pasal 133 yang berbunyi : Pengawasan tertinggi atas para notaris dan para pengacara dilakukan oleh Mahkamah Agung Keragaman istilah dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1950, yang secara bersamaan menggunakan terminologi
pembela, wakil, dan pengacara untuk menggambarkan fungsi pendampingan hukum, paling tidak dapat menunjukan belum
19
adanya pemahaman yang utuh saat itu akan keberadaan advokat. Undang-undang mengenai Mahkamah Agung ini terus
berlanjut, dan mengalami beberapa perubahan antara lain lewat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1965 dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1969, namun tidak memberi akibat langsung bagi pengaturan terhadap advokat. Selain dalam bentuk undang-undang, pada Tahun 1965 Menteri Kehakiman perangkat Astrawinata pengaturan atas nama pemerintah melalui melengkapi Peraturan
terhadap
advokat
Menteri Kehakiman RI Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pokrol, yang diartikan sebagai orang-orang yang memberi bantuan hukum tanpa pengangkatan oleh Menteri Kehakiman, tanpa syarat sarjana hukum dan tanpa terikat kode etik. Peraturan tersebut kemudian dilengkapi oleh Keputusan Menteri Kehakiman Nomor J.P.14/2/11, 7 Oktober 1965, tentang izin pokrol yang dijalankan oleh Ketua Pengadilan Negeri. Dari sini kemudian Mahkamah Agung dan berbagai Pengadilan Tinggi yang ada membuat banyak peraturan-peraturan dan instruksi-instruksi untuk
mengatur pendaftaran advokat, pengacara-pengacara yang diuji dan tidak diuji, pengacara insidentil, pengacara pegawai
20
negeri dan lain-lain. Hal ini dilakukan oleh Mahkamah Agung dan lembaga-lembaga di bawahnya guna mengisi kekosongan hukum, akibat kesenjangan antara kebijakan negara terhadap advokat yang tidak kunjung diperjelas, dengan praktik pemberian asas hukum yang demikian marak ditemukan di lapangan. Dalam konteks ini antara lain Mahkamah Agung telah mengeluarkan Instruksi Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1969 tentang Keseragaman Pengacara. Pungutan Wakil Dana Ketua Bagi Permohonan Agung Sebagai Nomor
Surat
Mahkamah
MA/Pemb/1357/69 tentang Pengambilan Sumpah Pengacara Oleh Ketua Pengadilan Tinggi, seta Surat Keputusan Mahkamah Agung Nomor 5/KMA/1972 tanggal 22 Juni 1972 tentang Pemberian Bantuan Hukum, hingga diperbaharui oleh surat Petunjuk
Mahkamah Agung Nomor 047/TUN/III/1989. Sering berjalannya waktu sampai dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, ruang gerak maupun eksistensi dan kedudukan pengacara atau advokat yang independen sudah mulai dipertegas. Dalam undang-undang tersebut sudah sangat jelas bahwa advokat bukanlah suatu pekerjaannya pada umumnya akan tetapi advokat sudah dapat dikatakan profesi yang diakui keberadaannya oleh negara, yang
21
mana hal ini telah tersirat dalam Pasal 2 dan 3 Undang-Undang tentang Advokat. Seperti yang telah disampaikan sebelumnya mengenai profesi dimana ada beberapa syarat suatu bidang pekerjaann yang dapat dikatakan sebagai profesi, yaitu
merupakan suatu pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus dan ada organisasi profesi yang mengatur mengenai kode etik. Artinya untuk menjadi seorang advokat, seseorang harus lebih mendalami apa itu advokat, ruang lingkup pekerjaan advokat dan apa tugas dan fugsi seorang advokat serta lebih mengkhususkan diri pada pendalaman keahlian dan keterampilan ilmu hukum. Sedangkan organisasi profesi yang mengikat advokat pada suatu kode etik merupakan sarana untuk menjaga agar supaya profesi advokat tersebut dapat mempertahankan eksistensinya dan memperlihatkan pada masyarakat bahwa advokat mempunyai suatu aturan (kode etik meskipun kode etik bukanlah suatu aturan hukum yang mengikat. Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 juga mengatur bagaimana syarat untuk menjadi advokat serta hak dan tanggung jawab dari seorang advokat. Dengan adanya ketentuan tersebut dapat mempertegas bahwa advokat merupakan salah satu penegak hukum yang mempunyai tugas dan fungsi bagaimana
22
layaknya penegak hukum yang lainnya seperti polisi, hakim, dan jaksa yang mempunyai peran penting dalam penegakan hukum di Indonesia. Berkaitan dengan fungsi dan tugas advokat baik itu
administrasi maupun pekerjaan, Kantor Sulaeman Atong, S.H dan Rekan telah dapat melakukan pekerjaannya untuk selalu
menjungjung tinggi hukum dan Kantor Advokat Sulaeman Atong, S.H dan rekan sebagai penasihat hukum telah mampu
memberikan nasehat dan bantuan hukum kepada setiap klien yang memerlukannya. Hal ini terlihat dengan berbagai macam kasus-kasus yang telah ditangani oleh Kantor Advokat Sulaeman Atong, S.H dan Rekan dengan berbagai latar belakang yang berbeda setiap kliennya dapat dikatakan bahwa Kantor Advokat Sulaeman Atong, S.H dalam menjalankan profesinya dapat dikaitan dengan fungsi dan pekerjaannya untuk memberi nasihat, bantuan dan pembelaan hukum dilakukan tidak semata-mata mencari imbalan materiil tetapi bertujuan untuk menegakkan hukum dengan cara yang jujur dan bertanggungjawab tanpa membeda-bedakan kepercayaan, agama, suku, jenis kelamin, keturunan, kedudukan sosial dan keyakinan politiknya. Dengan kata lain orientasi utama Kantor Advokat Sulaeman Atong, S.H
23
dan
Rekan
adalah
untuk
kepentingan
masyarakat
dengan
menggunakan keahlian yang dimiliki yang tidak disalahgunakan. B. Analisis Hubungan Tugas dan Fungsi Advokat dengan Masyarakat Dinamika yang terjadi dalam proses pencarian keadilan pada pranata hukum kita ternyata telah berkembang menjadi begitu kompleks. Masalah-masalah hukum dan keadilan bukan lagi sekedar masalah teknis-prosedural untuk menentukan apakah suatu perbuatan bertentangan atau tidak dengan peraturan perundang-undangan, atau apakah sesuai atau tidak dengan hukum kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat Indonesia. Tetapi lebih jauh, masalah hukum dalam dunia ketiga adalah seputar bagaimana mempersiapkan yang belum ada dan menyesuaikan yang tidak lagi cocok dalam rangka proses transpalantasi hukum secara besar-besaran yang berjalan
mengiringi proses pertumbuhan tatanan baru ekonomi dunia. Dalam kondisi seperti ini, permasalahan hukum bukan lagi hanya persoalan ekslusif yang berkaitan dengan perlindungan atas hak milik dari segelintir orang. Yang terjadi dalam
masyarakat seperti ini adalah dihadapkannya kenyataan bahwa permasalahan hukum merupakan permasalahan riil hampir semua
24
orang. Di sisi lain, proses transplantasi tersebut juga menuntut negara dan masyarakat untuk menanggulangi distorsi yang ada agar tidak terus-menerus menjalar dan menggerogoti seluruh institusi dan infrastruktur pendukung sistim hukum Indonesia. Salah satu contohnya adalah bahwa pengadilan saat ini tidak lagi berperan sebagai ruang sacral dimana keadilan dan kebenaran diperjuangkan, tapi telah berubah menjadi pasar yang menjadi mekanisme penawaran dan permintaan sebagai dasar
putusannya. Sedangkan persoalan dan perkara hukum menjadi komoditinya dan keadilan masyarakat serta martabat
kemanusiaan menjadi taruhan utamanya. Peran advokat menjadi sangat penting karena advokat secara konsisten menjembatani kepentingan masyarakat dalam system peradilan, hal ini terlihat dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 yang menentukan bahwa advokat adalah orang yang memberi jasa hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan undangundang ini. Berbicara mengenai hubungan antara advokat dengan
masyarakat, masyarakat disini bisa disebut sebagai klien. Klien ini bisa perorangan atau badan hukum atau siapa saja yang
25
membutuhkan jasa hukum. Hubungan antara klien dengan advokat merupakan hubungan yang memiliki karakteristik yang paling menonjol yaitu dari segi besarnya unsur kepercayaan (trust) yang menjadi dasarnya. Dasar yang membuat klien begitu percaya kepada advokat adalah bahwa kesenjangan pengetahuan dan ketidakmampuan klien menilai secara obyektif mutu jasa profesional yang diterimanya membuat klien datang kepada advokat dengan kepercayaan penuh. Bahwa professional
(advokat) tidak akan menyalahgunakan situasi dan dengan bermartabat akan mengerahkan keahliannya.7
Selain pandangan yang bersumber pada moralitas tersebut ada pula pandangan yang menyatakan bahwa kepercayaan diberikan klien dengan mengartikan professional sebagai orang yang melayani demi bayaran. Pengertian professional di sini diambil dari segi bisnis, yaitu orang yang memberikan nilai tukar pada pengetahuan. Dari kedua pandangan tersebut dapat ditarik dua bentuk hubungan yang terjadi antara klien dan advokat. Hubungan pertama merupaka bentuk hubungan personal yang didsarkan
Sidharta, Moralitas Profesi Hukum, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006), hal. 291.7
26
pada
nilai-nilai etis. Sedangkan bentuk kedua didasarkan pada
kebendaan yang netral nilai. Pada hubungan yang pertama klien akan sepenuhnya
menyerahkan kepercayaan yang ia berikan kepad si advokat. Pada pola hubungan yang kedua, klien tidak lagi hanya
mempercayakan seluruh nasib mereka pada kemampuan dan moralitas advokat. Seperti halnya sebuah sistem yang tidak akan pernah
sempurna, kedua bentuk hubungan antara advokat dan klien tersebut memiliki kelemahan. Pada pola hubungan yang sarat dengan nilai etis, kelemahan utama terletak pada kemampuan, motivasi, serta moralitas yang dimili advokat. Hubungan tersebut menurut salah satu advokat senior sangat ditentukan oleh kepekaan moral dan kemanusiaan si advokat. Jika kepekaan itu tidak dimiliki, maka klien akan cenderung dirugikan. Pada pola hubungan yang kedua, yang oleh Satjipto Raharjo disebut sebagai kultur liberal kepengacaraan, advokat dank lien berada pada hubugan tersebut yang berdasarkan kebendaan.8 Kenetralan terhadap nilai dalam hubungan tersebut membawa pada pencapaian tujuan material semata. Pada posisi yang8
2001.
Redaksi Advokat Dan Mafia Peradilan, Kompas, tanggal 1 September
27
demikian,
klien
dipandang
sebagai
pihak
yang
harus
diperjuangkan dan dibela kepentingannya sebagai nilai tukar dari bayaran yang mereka berikan. Kritik yang mendasar terhadap pola hubungan ini ialah kecenderungan pengendalian kepentingan oleh klien dan bahkan untuk mencapai keadilan substansial. Dalam kode etik organisasi advokat terdapat bab khusus yang mengatur hubungan dengan klien. Akan tetapi seperti hal-hal normatif lain, ketentuan etis sangat sulit ditegakan pada tatanan teknis karena kemandulan Dewan Kehormatan sendiri. Selain kedua permasalahn itu yang perlu mendapat perhatian ialah secara sosiologis pranata advokat tidak pernah ada dalam masyarakat Indonesia. Akibatnya peran advokat dalam penegakan hukum tidak dapat dikoreksi oleh masyarakat karena masyarakat memang tidak mengerti benar apa tugas dan fungsi (yang akhirnya melahirkan hak dan kewajiban) advokat. Ketidaktahuan akan fungsi dan peran, kesenjangan pengetahuan serta relativitas moral advokat membuat klien benar-benar berada dalam posisi yang sangat lemah dan rentan akan penyalahgunaan wewenang. Masyarakat pengguna jasa advokat di Indonesia angat
mempercyai advokat mereka dan relative yang tidak memiliki keluhan yang berarti. Pandangan masyarakat pengguna jasa
28
tersebut tidak sendirinya dapat menggambarkan pandangan masyarakat secara umum. Advokat sebagai pranata hukum yang berfungsi sosial
meningkatkan martabat manusia melalui keahlian yang dimiliki, secara etis tidak Akan dibenarkan tetapi etis pada menolak masa ini klien yang datang terjadi oleh
kepadanya. pergeseran
cenderung dipengaruhi
nilai-nilai
advokat
yang
perubahan social ekonomi masyarakat. Pada kemungkinan kedua ada banyak hal yang dapat dijadikan alas an advokat menolak klien yang datang kepadanya. Alasan yang pertama adalah perkaran yang akan dibela bertentangan dengan hati nurani si advokat. Alasan yang kedua, klien yang ada akan dibela memiliki reputasi buruk di dalam masyarakat. Ketiga, advokat menolak klien yang datang kepadanya dengan alasan bahwa bidang hukum yang akan ditanganinya bukan merupakan spesialisasinya. Untuk dua alasan yang pertama, sebenarnya penolakan yang dilakukan advokat tidak sepenuhnya disalahkan. Hal ini antara lain dinyatakan oleh Todung Mulya Lubis, yang lebih baik menolak klien tersebut daripada akhirnya tidak dapat secara optimal
29
mewakili kepentingannya9. Alasan Lubis di satu sisi sebenarnya menguntungkan klien karena yang bersangkutan tidak akan mendapatkan pelayan dari advokat yang bekerja setengah hati. Lubis juga menyatakan bahwa dalam kondisi dimana jumlah advokat cukup banyak maka tidaklah terlalu merugikan bagi klien bila advokat menolak untuk mewakili mereka. Kode etik profesi yang ada juga tidak mengatur secara eksplisit mengatur hal itu. Jadi kemungkinan pemberlakuannya menjadi sangat kondisional. Apabila terdapat cukup banyak advokat di suatu wilayah maka kewajiban moral seorang advokat untuk menerima klien dengan kriteria yang demikian menjadi berkurang. Sebaliknya apabila jumlah advokat di wilayah tersebut sehingga ada kemungkinan klien tidak mendapatkan bantuan, maka secara moral advokat wajib menerima klien tersebut. Sementara itu berkaitan dengan apa yang dijelaskan dalam kalimat di atas, Kantor Advokat Sulaeman Atong, S.H dan Rekan dalam menjalankan pekerjaannya mengurus perkara dan
hubungan dengan klien bersifat terbuka dan tidak semata-mata mencari keuntungan materiil dan mengenai besarnya honorium yakni pembayaran uang sebagai imbalan pemberian jasa bantuanTodung Mulya Lubis Hukum tersedia http://jamilkusuka.wordpress.com/, diakses tanggal 12 Januari 2012.9
di
30
hukum yang diterima oleh Kantor Advokat Sulaeman Atong, S.H dan Rekan selalu dalam batas yang layak dengan mengingat kemampuan klien dan kantor Advokat Sulaeman Atong, S.H dan Rekan tidak pernah dengan sengaja membebani klien dengan biaya-biaya yang tidak perlu. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa Kantor Advokat Sulaeman Atong, S.H dan Rekan ini dalam mengurus perkara baik secara cuma-cuma (prodeo), memberikan perhatian yang sama seperti perkara dengan menerima
honorarium. Untuk isu spesialisasi perdebatannya menjadi agak panjang karena menyangkut pandangan advokat sendiri yang merasa tidak dapat mewakili secara maksimal karena keterbatasan keahlian. Seorang advokat pada dasarnya memiliki kualitas awal yang sama untuk menangani semua perkara. Spesialisasi yang ada kemudian merupakan respons atas tuntutan pasar. Bahkan menurut Darryl Coen, spesialisasi sebenarnya telah menjauhkan klien dari pusat moral profesional. Spesialisasi bukan lagi ditujukan untuk kepentingan klien. Spesialisasi seakan hidup sendiri dan mendorong pemisahan yang semakin jauh antara
31
praktik hukum dengan kepentingan klien serta memindahkan otoritas menjauh dari kekhususan hukum yang tak terorganisasi.10 Jadi, pada saat seorang telah memenuhi kualifikasi untuk menjadi seorang advokat, maka ia memenuhi kualifikasi untuk menangani semua perkara hukum. Dengan demikian seorang advokat tidak dapat menolak klien dengan alasan spesialisasi.
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
Darryl Coen, Profesional, tersedia di http://ie.linkedin.com, diakses tanggal 12 Januari 2012.10
32
A. Kesimpulan 1. Advokat, menurut Pasal 1 angka 1 dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat adalah orang yang memberi jasa hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang ini. 2. Lembaga advokat mempunyai dasar hukum sebagai landasan kerjanya, sebagai berikut : a. Landasan Idiil b. Landasan Konstitusional RI Tahun 1945 c. Landasan Operasional lain : 1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. 3) Undang-Udang Nomor 48 Tahun 2009 tentang : Undang-Undang antara : Pancasila : Undang-Undang Dasar Negara
Kekuasaan Kehakiman. 4) Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.02 UM. 09.08 Tahun 1981 tentang petunjuk Pelaksanaan Bantuan Hukum.
33
5) Kode Etik Advokat. 3. Sebelum berlakunya berlakunya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, tidak berlaku lagi, antara lain : a. Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het Beleid der Justitie in Indonesie (Stb. 1874 Nomor 23 jo. Stb. 1848 Nomor 57), Pasal 185 sampai Pasal 192 dengan segala perubahan dan penambahannya). b. Bepalingen betreffende het kostum der Rechterlijke maka peraturan yang sudah
Ambtenaren dat der Advokaten procureurs en Deuwaarders (Stb. 1848 Nomor 8). c. Bevoegdheid Departement hoofd in burgelijke zaken wan land (Stb. 1910 Nomor 445 jo. Stb. 1992 Nomor 523), dan d. Vertegenwoordiging van de land in rechten (K.B.s 1992 Nomor 522) 4. Dari sisi advokat, tidak dapat dipungkiri adanya kebutuhan untuk dapat terus menjaga eksistensinya baik dalam sistem kekuasaan kehakiman yang yuridiksinya disediakan oleh negara maupun dalam sistem sosial yang legitimasinya diberikan oleh publik, berada diantara dua kebutuhan tersebut para advokat dituntut untuk menjaga independensinya agar
34
tidak
sepenuhnya
terkooptasi
oleh
kekuasaan
Negara,
sehingga tetap bisa mewakili kepentingan publik sesuai dengan porsinya pada sistem peradilan yang diciptakan negara. 5. Hubungan antara advokat dengan masyarakat, masyarakat di sini bisa disebut sebagai klien. Klien ini bisa perorangan atau badan hukum atau siapa saja yang membutuhkan jasa hukum. Dalam hubungan antara klien dengan advokat maka
karekteristik yang paling menonjol adalah besarnya unsur kepercayaan yang menjadi dasarnya. 6. Kantor Advokat Sulaeman Atong, S.H dan Rekan sebagai penasihat hukum telah mampu memberikan nasihat dan bantuan hukum kepada setiap klien yang memerlukannya, bertujuan untuk menegakan hukum dengan cara yang jujur dan bertanggung jawab suku, tanpa jenis membedakan-bedakan kelamin, keturunan,
kepercayaan,
agama,
kedudukan sosial dan keyakinan politiknya. B. Saran 1. Setiap advokat diharapkan dalam pekerjaannya mengurus penyelesaian perkara terlebih dahulu mengutamakan jalan damai, bersikap satria, jujur dalam mempertahankan keadilan
35
dan kebenaran dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia demi tegaknya hukum Indonesia serta setia pada fungsi Advokat itu sendiri. 2. Setiap Advokat diharapkan memenuhi tugasnya sesuai dengan kode etik yang menjadi aturan dasar dari ketentuan hukum positif di Indonesia. 3. Setiap advokat diharapkan benar-benar membantu masyarakat yang membutuhkan bantuan hukum.
36