1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Minyak atsiri lazim juga dikenal dengan nama minyak mudah menguap
atau minyak terbang. Minyak atsiri merupakan senyawa, yang pada umumnya
berwujud cairan, yang diperoleh dari bagian tanaman, akar, kulit, batang, daun,
buah, biji maupun dari bunga dengan cara penyulingan dengan uap. Meskipun
kenyataan untuk memperoleh minyak atsiri dapat juga diperoleh dengan cara lain
seperti dengan cara ekstraksi dengan menggunakan pelarut organik maupun
dengan cara dipres atau dikempa dan secara enzimatik (Sastrohamidjojo, 2004).
Minyak atsiri yang dihasilkan dari tanaman aromatik merupakan
komoditas ekspor nonmigas yang dibutuhkan di berbagai industri seperti dalam
industri parfum, kosmetika, farmasi/obat-obatan, serta industri makanan dan
minuman. Dalam dunia perdagangan, komoditas ini dipandang memiliki peran
strategis dalam menghasilkan produk primer maupun sekunder, baik untuk
kebutuhan domestik maupun ekspor.
Komoditas ini masih tetap eksis walaupun selalu terjadi fluktuasi harga.
Dengan begitu, petani maupun produsen masih tetap diuntungkan. Apalagi saat
ini dikembangkan jenis-jenis minyak atsiri baru yang harganya lumayan tinggi.
Untuk minyak dari bunga-bungaan, harga minyak dapat mencapai puluhan juta
rupiah. Sementara minyak dari tumbuhan terna (tumbuhan yang batangnya lunak
2
karena tidak membentuk kayu), baik daun, ranting, dan biji dihargai ratusan ribu
rupiah per kilogramnya (Armando, 2009).
Setiap tahun konsumsi minyak atsiri atau minyak terbang dunia beserta
turunannya naik sekitar 8 – 10 %. Itu tak hanya terjadi di Indonesia, salah satu
sumber minyak atsiri dunia, tetapi berlaku pula di negara-negara produsen lain
seperti India, Thailand, dan Haiti. Pemicu kenaikan itu antara lain meningkatnya
kebutuhan minyak asiri untuk industri parfum, kosmetik, dan kesehatan. Selain
itu kecendrungan konsumen untuk berpindah dari pola mengkonsumsi bahan-
bahan mengandung senyawa sintetik ke bahan alami turut mendongkrak
permintaan minyak asiri. Apalagi produk-produk olahan minyak asiri belum
dapat digantikan oleh bahan sintetis (Trubus Info Kit, 2009).
Komoditi minyak atsiri banyak dikembangkan oleh negara-negara, seperti
Amerika Serikat, Perancis, Inggris, Jepang, Jerman, Swiss, Belanda, Hongkong,
Irlandia dan Kanada. Berdasarkan estimasi yang dilakukan oleh Essential Oil
Association of India dalam publikasinya yang berjudul Vasion 2005 India
Essential Oil Industry, peringkat pertama produsen minyak atsiri dunia adalah
Brazil disusul oleh Amerika Serikat dan India (Lutony dan Rahmayati, 2000).
Di dunia, pasar minyak atsiri terbagi 2 segmen. Pertama, permintaan pasar
yang stabil lantaran pertumbuhan penduduk relatif rendah. Contoh, pasar Jepang,
Australia dan Selandia Baru. Kedua pasar yang terus tumbuh karena perbaikan
ekonomi dan standar kehidupan yang progresif. Negara-negara di Eropa Timur
dan negara-negara berkembang contoh pasar yang terus tumbuh. Potensi
konsumsi jangka panjang di pasar yang sedang tumbuh secara keseluruhan akan
3
melebihi tingkat konsumsi negara-negara industri. Dengan demikian prospek
minyak atsiri relatif bagus.
Tanaman yang menghasilkan minyak atsiri diperkirakan berjumlah 150-
200 species tanaman, yang termasuk dalam famili Pinaceae, labiatae,
Compositae, Lauraceae, Myrtaceae dan Umbelliferaceae (Hernani dan Marwati,
2006).
Indonesia termasuk salah satu negara penghasil utama minyak atsiri di
dunia. Terdapat kurang lebih 45 jenis tanaman penghasil minyak atsiri tumbuh di
Indonesia, namun baru kira-kira 15 jenis yang sudah menjadi komoditi ekspor,
yaitu minyak sereh wangi (Citronella Oil), minyak akar wangi (Vetiver oil),
minyak nilam (Patchouly oil), minyak kenanga (Cananga oil), minyak cendana
(Sandalwood oil), minyak pala dan fuli (Nutmeg and Mace oil), minyak daun,
gagang dan bunga cengkeh (Clove leaf, stem, bud oil), minyak lawang
(Cullilawan oil), minyak massoi (Massoi oil), minyak pangi (Sassafras oil),
minyak jahe (Ginger oil), minyak lada (Black pepper oil), minyak gaharu
(Agarwood oil), minyak terpentin (Turpentine oil), minyak kayu putih (Cajeput
oil) minyak daun jeruk purut (Kafir lime oil), sementara di pasar Internasional
terdapat 90 jenis minyak atsiri diperdagangkan (Ma’mun, 2006).
Beberapa jenis minyak atsiri bersumber dari famili Zingiberaceae, seperti
minyak kapolaga (cardamom oil) dan minyak jahe (ginger oil), minyak
temulawak dan minyak kunyit (turmeric oil).
Sebagai gudang bahan baku minyak atsiri, banyak potensi tanaman di
Indonesia yang masih terserak. Di luar minyak nilam, kenanga, sirih, akar wangi,
4
cengkih, dan sereh, yang telah berproduksi, masih terdapat 40 komoditas potensial
untuk disuling menjadi minyak atsiri.
Disamping jenis-jenis lama, kini terkuak potensi sejumlah minyak atsiri
baru. Pemanfaatannya semula hanya pelengkap masakan, minuman, atau sekedar
pembersih mulut. Namun, ketika disuling menjadi minyak atsiri, komoditas-
komoditas baru itu berpotensi besar. Jenis-jenis komoditas baru itu berpeluang
dikembangkan karena tren masyarakat kembali ke alam. Tradisi masyarakat yang
sebenarnya telah lama memanfaatkan beberapa bahan minyak atsiri baru lantaran
berkhasiat obat. Karena itulah beberapa produsen dan eksportir minyak atsiri kini
mulai membidik minyak atsiri yang tak banyak dilirik produsen lain. Pasokan
minyak yang masih minim membuat posisi tawar produsen di pasaran cukup kuat.
Kunyit yang termasuk famili Zingiberaceae merupakan tanaman obat yang
saat ini belum banyak diproduksi minyak atsirinya, menurut penulis, minyak
kunyit dapat merupakan salah satu komoditas yang perlu dikembangkan
mengingat fungsinya yang cukup banyak terutama dibidang farmasi dan citarasa.
Kunir atau kunyit (Curcuma longae Linn. syn.Curcuma domestica Val.)
termasuk tanaman rempah dan obat asli dari wilayah Asia Tenggara. Tanaman ini
kemudian mengalami persebaran ke daerah Indo-Malaysia, Indonesia, Australia
bahkan Afrika. Hampir setiap orang Indonesia dan India serta bangsa Asia
umumnya pernah mengkonsumsi tanaman rempah ini, baik sebagai pelengkap
bumbu masakan, jamu atau untuk menjaga kesehatan dan kecantikan. Minyak
atsirinya, berbau dan berasa yang khas. Minyak atsiri merupakan senyawa yang
terkandung dalam tanaman kunyit yang bersifat mudah menguap dan tidak larut
5
dalam air. Kandungan minyak atsiri pada rimpang kunyit yaitu 2% - 7%. Minyak
atsiri bermanfaat memberi aroma harum dan rasa khas pada umbinya (Feryanto,
2011).
Berikut ini adalah tabel produksi beberapa tanaman obat-obatan di
Indonesia tahun 2008 sampai 2012.
Tabel 1.1. Produksi Beberapa Tanaman Obat-obatan di Indonesia tahun 2008-
2012
Tahun Kunyit
(ton)
Jahe
(ton)
Laos/Lengkuas
(ton)
Kencur
(ton)
Temulawak
(ton)
2008 111.259 154.964 50.093 38.531 23.740
2009 124.047 122.181 59.332 43.635 36.826
2010 107.375 107.735 58.962 29.638 26.671
2011 84.803 94.743 57.701 34.017 24.106
2012*) 97.325 113.851 57.797 37.840 44.117
Catatan : *) Angka Sementara
(Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013)
Tabel 1.2. Produksi Tanaman Kunyit Berdasarkan Provinsi Tahun 2011
PROVINSI PRODUKSI (Ton/thn)
Banten 22.943
D.I. Yogyakarta 18.928
Jawa Barat 9.489
Sumatera Utara 4.485
Jawa Timur 4.220
(Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, 2013)
Data pada Tabel 1.1 menunjukkan bahwa produksi tanaman kunyit di
Indonesia cukup tinggi jika dibandingkan dengan tanaman obat lainnya seperti
laos, kencur dan temulawak, walaupun produksinya setiap tahun tidak stabil,
6
namun kesempatan untuk memproduksi minyak atsiri kunyit cukup besar,
terutama pada masyarakat yang berdomisili di provinsi yang banyak
menghasilkan tanaman kunyit seperti yang terdapat pada Tabel 1.2 dan juga
melihat harga minyak atsiri kunyit saat ini cukup tinggi yaitu Rp. 180.000/90 ml,
sehingga memproduksi minyak atsiri kunyit dapat dijadikan sebagai mata
pencaharian pokok maupun mata pencaharian tambahan.
Produksi minyak atsiri di Indonesia diusahakan oleh petani atau kelompok
petani yang memiliki sedikit sekali pengetahuan di bidang pengolahan minyak
atsiri. Petani dan penyuling tradisional membutuhkan bantuan dan pengarahan
untuk memperbaiki usaha mereka dibidang minyak atsiri yang diusahakan selama
ini (Cahyani, et.al., 2009). Untuk itulah dalam penelitian ini penulis mencoba
untuk meneliti proses penyulingan minyak atsiri kunyit yang terbaik terutama dari
segi ukuran perajangan bahan baku dan lamanya penyulingan, sehingga kelak
berguna bagi masyarakat khususnya petani penyuling minyak atsiri.
1.2. Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan dikaji dalam studi ini adalah:
Apakah dengan perbedaan ukuran rajangan kunyit dan lama penyulingan dengan
metoda water and steam distillation dapat mempengaruhi rendemen dan
karakteristik minyak atsiri rimpang kunyit.
1.3. Batasan Masalah
Agar penelitian lebih terarah, maka dilakukan pembahasan masalah sebagai
berikut:
7
1. Penelitian ini adalah penelitian berskala laboratorium
2. Bahan baku yang digunakan adalah rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.
synonym Curcuma longa L.).
3. Perlakuan bahan baku yang digunakan adalah bahan baku dengan ukuran
panjang perajangan 0,5 cm, 1 cm, 1,5 cm dan 2 cm.
4. Metode destilasi yang digunakan adalah metode distilasi air dan uap (water
and steam distillation)
5. Penyulingan dilakukan selama 6 jam, 8 jam dan 10 jam.
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan :
1. Mengetahui pengaruh ukuran rajangan kunyit dan lama penyulingan terhadap
rendemen dan kualitas minyak atsiri.
2. Mengetahui komponen kimia minyak atsiri dari rimpang kunyit
1.5. Keaslian Penelitian
Dari penelusuran pustaka yang dilakukan, penulis sudah menemukan
beberapa penelitian yang telah dilakukan tentang distilasi minyak atsiri kunyit,
namun penelitian tentang pengaruh ukuran rajangan kunyit (Curcuma domestica
Val.) dan lama penyulingan terhadap rendemen dan karakteristik minyak atsiri
dengan metode water and steam distillation belum pernah dilakukan, sehingga
penelitian yang diusulkan benar-benar memenuhi azas kebaruan.
8
1.6. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :
1. Memanfaatkan kunyit sebagai bahan baku pembuatan minyak atsiri.
2. Mengetahui kondisi yang terbaik yang meliputi ukuran rajangan kunyit dan
lama penyulingan pada proses penyulingan dengan metode water and steam
distillation terhadap rendemen dan karakteristik minyak atsiri kunyit.
3. Menambah wawasan pembaca dan masyarakat tentang minyak atsiri kunyit.
4. Dapat digunakan sebagai acuan (pedoman) penyulingan minyak atsiri
rimpang kunyit.