1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Program transmigrasi telah ada di Indonesia sejak jaman Kolonial Belanda
yaitu pada awal abad ke-20 atau lebih tepatnya pada tahun 1905. Program
transmigrasi dikenal dengan istilah kolonisasi. kolonisasi merupakan hasil dari
adanya kebijakan politik etis yang berisi dengan tiga kebijakannya yaitu, educatie,
irrigatie, dan emigrasi. Pada awal pelaksanaannya, program transmigrasi dilakukan
Pemerintah Kolonial hanya bertujuan untuk mengurangi kepadatan penduduk dari
Pulau Jawa ke luar Pulau Jawa yang dianggap masih memiliki jumlah penduduk
sedikit. Penduduk Pulau Jawa yang sangat padat dipandang sebagai penyebab
meningkatnya petani tunawisma, pengangguran, fragmentasi tanah, deforestasi.
Setelah masa kemerdekaan, program transmigrasi kolonial kembali dilanjutkan oleh
pemerintahan Orde Lama. Keadaan negara yang tidak stabil dari segi ekonomi dan
politik membuat banyak penduduk Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan
berusaha untuk mencari daerah penghidupan baru sehingga timbul banyak
transmigrasi spontan. Selain itu, banyak dari para pejuang yang tidak mempunyai
tempat tinggal turut melakukan transmigrasi yang disebut Transmigrasi Corps
Cadangan Nasional (CTN) dan juga Transmigrasi Biro rekontruksi Nasional
2
(BRN).1 Pada masa Orde Baru dicanangkan kebijakan transmigrasi yang berosientasi
pada ketahanan dan keamanan negara atau yang lebih sering disebut Transmigrasi
Ketahanan Nasional (Transtannas). Tujuan dari transmigrasi tersebut ialah
memperkuat pertahanan dan keamanan nasional, peningkatan taraf hidup dan untuk
penguatan idiologi negara. Dengan lahirnya Orde Baru, maka terjadi perubahan-
perubahan yang mendasar dalam pola penyelenggaraan transmigrasi. orientasi
transmigrasi lebih diperkuat dengan motivasi ekonomi, sehingga terjadi pendekatan
dari segi-segi kesejahteraan (Prospority Approach), dan segi-segi keamanan (Security
Approach).2
Perubahan dalam pola penyelenggaraan transmigrasi dipengaruhi oleh kondisi
keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang tidak stabil di akhir
masa Orde Lama akibat hubungan antara Presiden, PKI, dan TNI AD yang saling
bersinggungan, terdapat perbedaan pendapat dan kepentingan diantara ke tiganya
dalam menyelesaikan permasalahan politik, terutama usaha dari PKI untuk
membentuk Angkatan ke-V di samping adanya AD, AL, AU, dan POLRI, dengan
cara mempersenjatai kaum buruh dan tani. Selain itu, TNI-AD juga merasa tertantang
untuk mengimbangi pergerakan dari PKI yang memiliki rencana untuk membentuk
1 Sri-Edi Swasono dan Masri Singarimbun, Sepuluh Windu Transmigrasi Di
Indonesia 1905-1985 (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1985), hlm. 7-8. 2 Badan Pembinaan Hukum Nasional. Seminar Segi-segi Hukum Pembangunan
dan Kependudukan. (Sumatera Barat: Bina Cipta, 1976), hlm. 21.
3
basis baru di Lampung dengan memberangkatkan transmigran yang telah dibina oleh
PKI, kemudian diberangkatkan secara spontan maupun melalui saluran resmi.3
Masalah keamanan negara yang tidak stabil mencapai puncaknya di awal
bulan Oktober tahun 1965, Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) atau
yang dikenal dengan istilah G30S. PKI melakukan melakukan operasi penculikan
terhadap sejumlah jendral Angkatan Darat yang dianggap oleh PKI akan membentuk
“Dewan Jenderal” untuk mengambil alih kekuasaan Soekarno. Para Jenderal yang
diculik kemudian dibunuh dan disembunyikan di sebuah sumur yang kini dikenal
dengan nama “Lubang Buaya”.4
Pada tanggal 1 Oktober 1965, Mayjen Soeharto mengambil tindakan cepat
dengan mengambil alih Komando Angkatan Darat yang ditinggalkan oleh Ahmad
Yani karena menjadi salah satu korban peristiwa G30S. Seoeharto mengutus Resimen
Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) yang dipimpin Kolonel Sarwo Edhie
Wibowo untuk melakukan operasi mencari, menangkap, dan mengeksekusi orang-
orang yang terlibat dalam kudeta serta memusnahkan orang-orang yang menjadi
anggota ataupun simpatisan PKI. Tidak pasti jumlah orang yang diksekusi kala itu,
operasi dilakukan di seluruh wilayah dan lapisan masyarakat di Indonesia.
3 Arsip Komando Daerah Militer IV Sriwijaya dan Komando Resor Militer 043
Garuda Hitam, “Laporan Singkat Perkembangan dan Permasalahan Proyek Desa
Transmigrasi Angkatan Darat Di Lampung”, (Lampung: Komando Resor Militer 043
Garuda Hitam, 1979), hlm. 4. 4 Julius Pour, Gerakan 30 September, Pelaku, Pahlawan, dan Petualang
(Jakarta: Penerbit Buku Kompas. 2010), hlm. 129-134.
4
Pemerintahan Orde Lama berakhir, peralihan ini ditandai dengan
pengangkatan Soeharto menjadi presiden pada tanggal 12 Maret 1967, pengukuhan
kewenangan eksekutifnya dengan Surat Perintah Sebelas Maret (SUPERSEMAR)
yang ditandatangani oleh Soekarno pada tanggal 11 Maret 1966. Surat tersebut
berisikan tentang mandat presiden kepada Soeharto selaku Panglima Kopkamtib
Angkatan Darat (sebelum menjadi presiden) untuk melakukan segala cara
memulihkan keamanan dan ketertiban nasional. Soeharto menggunakan kuasa ini
untuk memusnahkan PKI. Sejak saat itu segala hal yang berhubungan dengan
Komunis dilarang atas nama Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia. Soekarno
ataupun PKI sudah tidak memiliki kekuatan lagi untuk melawan atau sekedar
menahan infiltrasi politik yang dilakukan militer. sejak saat itu militer mendapatkan
tempat dalam sistem pemerintahan tertinggi di Indonesia.5
Penyebaran partai PKI dan paham komunis yang sudah menyebar ke berbagai
daerah di Indonesia, salah satunya di Provinsi Lampung yang telah terdapat cabang
Partai Komunis Indonesia (PKI) sejak tahun 1923.6 Berbagai cara dilakukan oleh
pemerintah Orde baru untuk mencegah munculnya kembali paham Komunis di
Indonesia, setelah menetralkan negara dari orang-orang yang berhubungan dengan
PKI ataupun komunis, militer membentuk pertahanan dengan membuat permukiman
para anggota Tentara Nasional Indonesia atau Angkatan Bersenjata Republik
5 Ibid., Hlm. 134.
6 Tim Penulis Naskah Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah,
Sejarah Daerah Lampung (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1981),
hlm. 105.
5
Indonesia (TNI/ABRI) di tengah-tengah masyarakat untuk membangun citranya
mulai lapisan bawah yaitu, masyarakat pedesaan.7
Keterlibatan militer dalam penyusunan agenda Orde Baru sekaligus persiapan
untuk memimpin rezim ini berdampak terhadap berbagai sektor kehidupan, terutama
sektor keamanan, sosial, ekonomi, dan politik di masyarakat sepanjang masa Orde
Baru. Militer merambah jauh dalam dunia politik dan dilibatkan dalam setiap institusi
yang dibangun. Sengaja dilibatkan oleh Presiden Soeharto sebagai penunjang
menjalankan kekuasaannya.8 Pada masa Orde Baru Angkatan Darat seperti partai
politik.
Militer saat pemerintahan Orde Baru sangat diberperankan dalam segala
bidang pemerintahan, mulai dari tatanan birokrasi hingga tatanan sosial masyarakat,
sehingga militer dapat dengan mudah membaur dengan kehidupan masyarakat sipil.
Penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara pada masa Orde Baru, militer
memiliki pandangan bahwa hubungan sipil–militer yang harmonis merupakan hal
penting bagi suatu bangsa karena dapat berpengaruh terhadap ketahanan nasional dan
sosial ekonomi masyarakat, bahkan menjadi prasyarat utama yang menentukan maju
mundurnya suatu negara. Militer memerlukan dukungan pemerintah dalam hal
alokasi anggaran yang dibutuhkan untuk membangun kekuatan angkatan perang
7 Arsip Komando Daerah Militer IV Sriwijaya dan Komando Resor Militer 043
Garuda Hitam, “Laporan Singkat Perkembangan dan Permasalahan Proyek Desa
Transmigrasi Angkatan Darat Di Lampung”, (Lampung: Komando Resor Militer 043
Garuda Hitam, 1979), hlm. 4. 8 Eddy Budiarso, Menentang Tirani; Aksi Mahasiswa 77/78 (Jakarta: Grasindo,
2000), hlm. 2-3.
6
dalam rangka mengatasi ancaman yang akan timbul.9 Sipil juga membutuhkan militer
sebagai perlindungan terhadap keamanan.
Di dalam tubuh TNI/ABRI terdapat anggota yang telah memasuki masa
pensiun yang perlu mendapatkan kesejahteraan, karena sebagian besar merupakan
angkatan pejuang kemerdekaan tahun 1945. Oleh karena itu, mereka
ditransmigrasikan ke tempat yang baru untuk mendapatkan kesejahteraan dan
menjalani kehidupannya yang lebih baik. Sebuah upaya membangun permukiman
untuk para purnawirawan TNI/ABRI oleh komando militer merupakan bentuk
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara.10
Transmigrasi yang dilaksanakan oleh Angkatan Darat (AD) merupakan
gagasan Jenderal Ahmad Yani, Menteri Panglima AD. Transmigrasi digagas sebagai
bentuk perwujudan pondasi prajurit TNI Angkatan Darat (TNI-AD) dalam memasuki
dunia poitik, membangun citra di masyarakat dengan menggunakan asas demokrasi
yaitu, dari rakyat, untuk rakyat, oleh rakyat, dan kembali ke rakyat, kemudian
mengemasnya dalam perwujudan dari pola Pertahanan dan Keamanan Rakyat
Semesta (HANKAMRATA).11
Gagasan tersebut memiliki tujuan lain untuk anggota
9 Budi Santoso, Ketahanan Nasional Indonesia; Penangkal Disintegrasi
Bangsa dan negara (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000). Hlm.199. 10
Arsip Komando Daerah Militer IV Sriwijaya dan Komando Resor Militer
043 Garuda Hitam, “Laporan Singkat Perkembangan dan Permasalahan Proyek
Desa Transmigrasi Angkatan Darat Di Lampung”, (Lampung: Komando Resor
Militer 043 Garuda Hitam, 1979), Hlm. 4-5. 11
Arsip Komando Daerah Militer IV Sriwijaya dan Komando Resor Militer
043 Garuda Hitam, “Laporan Singkat Perkembangan dan Permasalahan Proyek
Desa Transmigrasi Angkatan Darat Di Lampung”, (Lampung: Komando Resor
Militer 043 Garuda Hitam, 1979), Hlm. 4.
7
TNI-AD sendiri yaitu, memberikan peluang kesejahteraan bagi anggota TNI-AD
beserta keluarganya setelah memasuki Usia Bebas Tugas (UBT) dan pensiun, sebagai
bentuk peremajaan di lingkungan TNI-AD yaitu memindahkan anggota yang telah
berganti pangkat dan habis masa tinggalnya dalam asrama untuk kemudian diganti
dengan anggota lain yang memiliki hak untuk asrama. Melalui segala kemampuan
dana dan daya yang dimiliki Angkatan Darat, lahirlah Proyek Transmigrasi Angkatan
Darat (Trans-AD).
Transmigrasi Angkatan Darat II (Trans-AD II) Hanura merupakan Proyek
Transmigrasi Angkatan Darat yang ke-dua di Provinsi Lampung setelah Proyek
Transmigrasi Angkatan Darat pertama di Poncowati, Kecamatan Terbanggi Besar,
Kabupaten Lampung Tengah, tahun 1964. Proyek ini dibuka secara resmi oleh Mayor
Jenderal Alamsyah Ratu Prawira Negara selaku Assisten VII KASAD mewakili
Pimpinan Angkatan Darat pada tanggal 17 September 1966. Kemudian proyek ini
diberi nama Hanura yang merupakan kepanjangan dari “Hati Nurani Rakyat”.
Pemberian nama tersebut dimaksudkan agar Proyek tersebut menjadi pencerminan
keinginan para transmigran (Pensiunan TNI Angkatan Darat) membangun kehidupan
dengan masyarakat sipil.
Proyek Trans-AD II Hanura dibuka pada tanggal 17 September 1966, dengan
pemberangkatan keluarga transmigran yang dituntaskan pada Bulan April 1967.
Lokasi Proyek berada di titik antara Km 12 dan Km 14 Jalan Raya Teluk Betung–
Padang Cermin. Luas Proyek 600 Ha dengan pembagian area pekarangan keluarga
8
transmigran seluas 117,75 Ha, Perladangan/Perkebunan 196,25 Ha, Area Publik,
Kavling Guru dan Area Cadangan 286,00 Ha.12
Anggota Trans-AD II Hanura berjumlah 157 kepala keluarga yang berasal
dari enam Kodam berbeda yang terdiri atas Departemen Pertahanan Pusat empat
kepala keluarga, Kodam Sriwijaya 12 kepala keluarga, Kodam Siliwangi 14 kepala
keluarga, Kodam Diponegoro 86 kepala keluarga, Kodam Brawijaya 32 kepala
keluarga, dan veteran sembilan kepala keluarga.13
Fasilitas Proyek Trans-AD II Hanura menyediakan pendidikan tingkat SD,
SMP dan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) yaitu, sekolah setingkat SMA di Desa
Hanura yang kala itu telah berstatus negeri. Untuk lembaga Perekonomian yang
disediakan, hanya Proyek Trans-AD I Poncowati dan Hanura yang telah memiliki
Koperasi Unit Desa (KUD) yang berbadan Hukum. Pembinaan agama sebagai bentuk
kebhinekaan pada Proyek Trans-AD II Hanura disediakan sarana dan prasarana
tempat ibadah.
Proyek Transmigrasi Angkatan Darat II Hanura menjadi penting untuk diteliti,
karena terdapat unsur yang berbeda dengan transmigrasi umum dalam latar belakang
pelaksanaannya, yaitu adanya kepentingan politik dari Lembaga TNI-AD sebagai
pelaksana yang diwujudkan melalui motivasi perbaikan sosial ekonomi untuk
anggotanya. Keinginan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Proyek Trans-AD
12
http://hanura.desa.id/sejarah. diakses pada tanggal 25 Maret 2016 pukul
20:42 WIB, Surakarta. 13
http://hanura.desa.id/sejarah. diakses pada tanggal 25 Maret 2016 pukul
20:45 WIB, Surakarta.
9
hingga Proses adaptasi antara militer sebagai masyarakat pendatang dengan
masyarakat asli serta mengetahui dampak yang ditimbulkan. Periodisasi dalam
penelitian ini mengambil tahun 1966-1990. Tahun 1966 merupakan proses awal
penempatan Trans-AD II Hanura dan untuk mendeskripsikan perubahan dan
perkembangan yang terjadi, maka ditarik periodisasi sampai tahun 1990.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan, maka perumusan masalah dari
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana latar belakang dilaksanakannya Proyek Transmigrasi Angkatan Darat
II (Trans-AD II) Desa Hanura, Provinsi Lampung?
2. Bagaimana proses pelaksanaan Proyek Transmigrasi Angkatan Darat II (Trans-
AD II) Hanura Provinsi Lampung dan proses adaptasi masyarakat tahun 1966
sampai 1979?
3. Bagaimana pertumbuhan Desa Proyek Transmigrasi Angkatan Darat II (Trans-
AD II) Hanura setelah tahun 1979 dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial
ekonomi masyarakat Kecamatan Padang Cermin, Provinsi Lampung sampai
tahun 1990?
10
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui latar belakang dilaksanakannya Transmigrasi Angkatan Darat II
(Trans-AD II) Desa Hanura, Provinsi Lampung.
2. Untuk mengetahui bagaimana proses pelaksanaan Proyek Transmigrasi Angkatan
Darat II (Trans-AD II) Hanura, Provinsi Lampung tahun 1966 sampai 1979.
3. Untuk mengetahui bagaimana pertumbuhan Desa Proyek Transmigrasi Angkatan
Darat II (Trans-AD II) Hanura setelah tahun 1979 terhadap kehidupan Sosial
Ekonomi masyarakat Kecamatan Padang Cermin, Provinsi Lampung sampai tahun
1990.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa manfaat, antara lain manfaat akademis, hasil
penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah literatur, khususnya bagi para
sejarawan yang berminat mempelajari dan melakukan studi-studi tentang militer dan
sosial ekonomi politik di dalam transmigrasi. Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi dilaksanakannya
program transmigrasi dan dampak yang terjadi di daerah tujuan Transmigrasi,
khususnya Transmigrasi Angkatan Darat ke-II Hanura, Lampung. Selain itu,
penelitian ini diharapkan menjadi salah satu pertimbangan bagi para pengambil
kebijakan dalam pelaksanaan transmigrasi yang memiliki tujuan untuk
mensejahterakan masyarakat.
11
E. Metode Penelitian
Suatu penelitian ilmiah perlu didukung dengan metode, karena peranan
sebuah metode dalam suatu penelitian ilmiah sangat penting, karena berhasil atau
tidaknya tujuan yang dicapai, tergantung dari metode yang digunakan. Didalam hal
ini, suatu metode dipilih dengan mempertimbangkan objek yang diteliti.
Sesuai dengan permasalahan yang dibahas, maka metode yang digunakan
adalah metode historis. Metode historis adalah proses menguji dan menganalisis
secara kritis rekaman dari pengalaman masa lampau.14
Dalam metode historis terdiri
atas empat tahap yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya, yaitu
heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi.
1. Heuristik
Heuristik adalah suatu proses pengumpulan bahan atau sumber-sumber
sejarah. Proses pengumpulan bahan dilakukan dengan penelusuran dokumen dan
melakukan wawancara terhadap narasumber yang merupakan pelaku atau saksi yang
hidup sejaman dengan tema penelitian dan terlibat secara langsung maupun tidak
langsung dengan peristiwa yang diteliti. Pengumpulan dokumen diperoleh dari
lembaga arsip, surat kabar dan majalah, perpustakaan, dan instansi pemerintah yang
berkaitan dengan penelitian, karena di tempat tersebut banyak terdapat sumber-
sumber primer yang sangat membantu penulisan penelitian ini.
14
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, edisi terjemahan Nugroho Notosusanto,
(Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 32.
12
Teknik pengumpulan data penelitian ini menggunakan metode pengumpulan
data atau sumber berupa studi dokumen, wawancara, dan studi pustaka.
a. Studi dokumen
Studi ini yang menjadi fokus penelitian adalah peristiwa yang sudah lampau,
maka salah satu sumber yang digunakan adalah sumber dokumen. Dokumen yang
diperoleh berasal dari instansi militer, pemerintah pusat dan daerah.
Arsip Laporan Komando Daerah Militer IV/Sriwijaya kepada Komando Resor
Militer 043 Garuda Hitam tentang Proyek Transmigrasi Angkatan Darat II Hanura,
yang berisi tentang pelaksanaan Proyek Trans-AD II Hanura dan fasilitas-fasilitas
yang telah dibangun serta penggunaannya.
Penyerahan Proyek Trans-AD di Lampung dan perintah untuk
mempersiapkan Acara Serah Terima Enam Proyek Trans-AD kepada Pemerintah
Daerah Provinsi Lampung pada tahun 1979 tertulis dalam Arsip Surat Departemen
Pertahanan Keamanan Markas Besar Tentara Nasional Indonesia. Surat Perintah No:
SPRIN-560/V/1978, Arsip Surat Telegram dari KASAD Departemen Pertahanan
Keamanan Markas Besar Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, dari KASAD
kepada PANGDAM IV/Sriwijaya dan KA DISLURJA TNI AD dan Arsip Surat
Perintah Nomer. SPRIN.2549/XII/1978. Kepada DANREM 043/ Garuda Hitam.
Disampaikan dalam upacara penyerahan, tertuang dalam Arsip Komando Daerah
Militer IV/Sriwijaya dan Komando Resor Militer 043 Garuda Hitam, berisi tentang
Laporan singkat perkembangan dan permasalahan Proyek Desa Transmigrasi
Angkatan Darat di Lampung dan Arsip Komando Daerah Militer IV/Sriwijaya, serta
13
Komando Resor Militer 043 Garuda Hitam, berisi tentang Sejarah Singkat Proyek-
proyek Transmigrasi Angkatan Darat (Trans-AD) di Daerah Lampung.
Proses musyawarah pengalihan tanah terdapat dalam Arsip Salinan Notulen
Hasil Rapat Antara Kepala Kampung Hurun, Trans-AD dan Pejabat Kabupaten
Lampung Seatan, Tanggal 26 Juli 1966.
Arsip Komando Pelaksana I Kementerian Angkatan Darat, yang berisi tentang
salinan notulen musyawarah dengan Rakyat Hurun tanggal 1 Agustus 1966.
Arsip Dinas Transmigrasi Angkatan Darat Komando Pelaksana I, Notulen
Sidang Segi Tiga antara Rakyat kampong Hurun, Pemerintah, Kabupaten Lampung
Selatan dan Trans-AD tanggal 2 Agustus 1966.
Arsip Salinan Keputusan Rapat Segi Tiga Antara Wakil Rakyat Kampung
Hurun dengan Pihak Pamong Praja dan Pihak Trans-AD sebagai sambungan Rapat
Umum di Kampung Hurun tanggal 12 Agustus 1966.
Arsip Salinan Hasil/Kesimpulan musyawarah antara Trans-AD dengan
Rakyat Kampung Hurun tentang penyelesaian ganti rugi tanah dan tanam tumbuh
yang terkena Proyek Trans-AD Hanura, tanggal 1 September 1971.
Arsip Laporan pelaksanaan pembayaran ganti rugi tanah dan tanam tumbuh
pada proyek II Trans-AD Hanura tanggal 15 November 1971 dan Arsip Berita acara
pembayaran kekurangan ganti rugi tanah Proyek Trans-AD Hanura kepada Warga
Hurun pada tanggal 4 November 1971.
Daftar nama-nama Anggota Transmigrasi Proyek Trans-AD Desa Hanura dan
Arsip Daftar Kekuatan Transmigrasi Proyek Hanura.
14
Peta Perumahan Proyek Transmigrasi Angkatan Darat II Hanura, skala
1:10.000, direncanakan oleh Staf BABINTRANSJAWA, digambar oleh Toekidjo.
Arsip tekstual Badan Pusat Statistik Kabupaten Pesawaran mengenai jumlah
penduduk Kecamatan Padang Cermin tahun 1980, 1981, 1983, 1985, 1987 dan 1990.
Foto kepala Desa Hanura dan Foto-foto Infrastruktur Desa Hanura.
b. Studi pustaka
Studi pustaka dilakukan sebagai bahan pelengkap dalam sebuah penelitian.
Dalam penelitian ini sumber pustaka yang digunakan hanya yang berkaitan denga
tema penelitian. Tujuan dari studi pustaka adalah untuk menambah pemahaman teori
dari konsep yang diperlukan dalam penelitian. Sumber pustaka yang digunakan antara
lain: buku, skripsi, jurnal, majalah, surat kabar, artikel dan sumber lain yang
memberikan informasi yang diperoleh dari perpustakaan-perpustakaan yaitu,
Perpustakaan Jurusan Ilmu Sejarah UNS, Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya UNS,
Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret, Perpustakaan Daerah Provinsi
Yogyakarta, Perpustakaan Badan Arsip Dan Dokumentasi Daerah Provinsi Lampung,
dan instansi yang ada di Desa Hanura yang menjadi daerah penelitian.
c. Wawancara
Metode wawancara adalah metode yang bertujuan mencari kebenaran atau
mencocokkan antara data dengan peristiwa yang sebenarnya. Wawancara yaitu
percakapan seseorang dengan orang lain dengan tujuan untuk mendapatkan
15
keterangan lisan dari informan.15
Wawancara dilakukan secara mendalam tanpa
terstruktur namun terfokus pada tema penelitian. Informan diberi kesempatan
sebesar-besarnya untuk memberikan keterangan yang lengkap dan mendalam. Proses
dalam wawancara dilakukan dengan orang-orang yang sangat mengetahui tentang
Proyek Transmigasi Angkatan Darat (TRANS-AD II) di Hanura tahun 1966 sampai
1990. Mereka yang menjadi narasumber merupakan pelaku ataupun saksi sejaman
dengan tema penelitian. Adapun informan tersebut antara lain: (1) Sitompul (81
tahun, Staf Komando pelaksana (kolak) Trans-AD II Hanura), (2) Leonardo (62
tahun, Anak dari Kapten Purn. J.C. Gleling, kodam IV Sriwijaya), (3) Sukarsono (68
tahun, Kepala Dusun A, Anak dari Pelda. Purn. Sankardi), (4) Pudiardjo (70 tahun,
anak dari Serka. Kariman, Kodam Diponegoro), (5) Chodri Cahyadi (40 tahun,
Kepala Desa Hanura), (6) Agus Guntoro (43 tahun, Sekretaris Desa Hanura), (7)
Sertu. Sunarto (79 tahun, Pensiunan TNI AD Kodam VIII/Brawijaya), (8) Suparno
(46 tahun, Pemilik Toko Kelontongan di Pasar Hanura), (9) Zubaidah (45 tahun,
Ketua KUD Harapan Jasa), (10) Ratno (39 tahun, Ketua Karang Taruna Swadiri),
(11) Wiyono (51 tahun, Guru SMAN 1 Padang Cermin), (12) Samid Mustafa (55
tahun, Pemilik Warung Makan Padang Puti Minang Desa Hanura), dan (13) Suhardjo
(50 tahun, Nelayan Tambak).
15
Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gajah
Mada Press, 1983), hlm. 16.
16
2. Kritik Sumber
Kritik sumber yang bertujuan untuk mencari keaslian dari sumber penelitian,
diperoleh melalui kritik intern dan kritik ekstern.16
Kritik Intern bertujuan untuk
mencari keaslian isi sumber atau data sejarah apakah isi, fakta, dan cerita dapat
dipercaya dan dapat memberikan informasi yang dibutuhkan, sedangkan kritik ektern
bertujuan untuk mencari keaslian sumber. Arsip yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan arsip asli. Arsip ini dimiliki atau disimpan oleh setiap instansi yang
bersangkutan seperti: Pemerintah Desa Hanura, Korem 043/ Garuda Hitam, dan juga
arsip daerah Provinsi Lampung.
Kritik interen merupakan pengujian terhadap aspek dalam yaitu isi sumber
yang didapat berupa arsip dicocokkan dengan data wawancara. Isi dari arsip-arsip
yang berhasil terkumpul merupakan karya asli yang ditulis oleh pihak-pihak terkait
dengan peristiwa Transmigrasi Angkatan Darat Desa Hanura.
3. Interpretasi
Interpretasi yaitu penafsiran terhadap data-data yang diperoleh dan dari data
yang sudah diseleksi. Arsip-arsip yang diperoleh dapat ditafsirkan sebagai berikut.
Pertama merupakan kelompok arsip tahun 1966-1979 merupakan arsip yang berisikan
tentang pelaksanaan dan tentang perkembangan Proyek Transmigrasi AD II Hanura
oleh Dinas Trans-AD dan Staf Kolak KOREM 043/Garuda Hitam, serta arsip tentang
penyelesaian ganti rugi tanah milik Desa Hurun. Arsip tahun 1979 tantang
16
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta : Logos Wacana
Ilmu, 1999), hlm. 58.
17
penyerahan proyek transmigrasi angkatan kepada Pemerintah Daerah Provinsi
Lampung dengan status Desa Swadaya. Data tahun 1980-1990 tentang perkembangan
Desa Hanura setelah diserahkan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Lampung dan
dampaknya terhadap masyarakat di Kecamatan Padang Cermin.
4. Historiografi
Historiografi merupakan penulisan peristiwa sejarah. Historiografi
menyajikan hasil penelitian berupa penyusunan fakta-fakta menjadi suatu cerita yang
utuh, yaitu tulisan sejarah yang disusun dengan metode dan metodologi sejarah.
Pemahaman dan interpretasi tentang Proyek Trans-AD II Hanura sejak pendirian
tahun 1966 dan perkembangannya sampai tahun 1990 yang disajikan secara
deskriptif.
F. Kajian Pustaka
Dalam penelitian ini banyak menggunakan literatur dan refrensi untuk
menunjang pokok permasalahan yang dikaji. Selain menggunakan sumber primer
juga banyak menggunakan sumber sekunder sebagai sebagai studi pustaka sesuai
dengan tema yang diangkat. Buku yang digunakan merupakan buku yang berisikan
mengenai gambaran umum persoalan sengketa tanah yang ada di Indonesia tetapi
buku-buku ini sangat membantu untuk menyusun skripsi ini. Adapun buku yang
sangat membantu penulis diantaranya:
18
Buku karangan Syah Djohan Darwis, Strategi Permukiman ABRI di Dalam
Transtannas dan Desa Sapta Marga Sebagai Dampak Positif Untuk
Mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengkaji mengenai bentuk
transmigrasi pertahanan nasional dan desa Sapta Marga. Bahwa setelah jatuhnya
rezim Orde Lama banyak gangguan keamanan dan stabilitas politik terganggu, faktor
penyebabnya salah satunya adalah pemberontakan Partai Komunis Indonesia pada
tanggal 30 September 1965 atau lebih dikenal dengan Peristiwa G30S. Kehadiran
Orde Baru ditengah keadaan negara yang tidak menentu mengeluarkan kebijakan
mengenai pertahanan negara dan penguatan ideologi Pancasila. Salah satunya
penempatan anggota ABRI di tengah-tengah masyarakat Indonesia untuk menangkal
ideologi komunis hadir kembali.
Buku karya Soebijono, dkk., terbit tahun 1992 yang berjudul Dwifungsi ABRI,
Perkembangan dan Peranannya Dalam Kehidupan Politik di Indonesia. buku ini
memaparkan perkembangan dari Dwifungsi ABRI yang menjalankan fungsinya
dalam bidang Hankam negara maupun perannya dalam kehidupan politik. Buku ini
juga menjelaskan posisi ABRI dalam pemerintahan Indonesia masa Orde Baru.
keterkaitan buku ini dengan penelitian yang ditulis adalah untuk mendeskripsikan
bagaimana militer menjalankan fungsinya selain sebagai pertahanan dan keamanan
negara.
Buku karya Iswandi yang berjudul Bisnis Militer Orde Baru, Keterlibatan
ABRI DalamBidang Ekonomi dan Pengaruhnya Dalam Pembentukan Rezim Otoriter,
terbit pada tahun 1998. Buku ini menganalisis bagaimana keterlibatan militer dalam
19
bidang ekonomi pada masa Orde Baru dan memaparkan akibat yang timbul dari
keterlibatannya dalam bidang politik dan ekonomi dalam skala besar kemudian
memunculkan karakter ekonomi yang khas dalam satu masa di Indonesia. keterlibatan
buku ini dalam penelitian yang ditulis adalah sebagai pemberi penjelasan deskriptif
tentang ketrlibatan ABRI, khususnya Angkatan Darat dalam bidang ekonomi masa
Orde Baru di Indonesia.
Buku karya Sri Edi swassono dan Masri Singarimbun yang berjudul Sepuluh
Windu Transmigrasi di Indonesia 1905-1985 yang terbit pada tahun 1986. Buku ini
memuat 25 karangan tentang transmigrasi. Secara umum, buku ini menceritakan
perjalanan panjang transmigrasi yang telah berlangsung sekitar 80 tahun. Buku ini
memiliki tiga bagian isi, bagian pertama berisikan karangan-karangan mengenai
aspek historis dan mencakup priode lama maupun baru. Dijelaskan bahwa trasmigrasi
telah berlangsung sejak lama, bahkan sejak jaman prasejarah dan mulai
dikembangkan di Nusantara sejak pendudukan Kolonial. Bagian kedua dari buku ini
berisikan karangan-karangan yang bersifat studi kasus, yang menceritakan berbagai
masalah transmigrasi dalam pedesasan-pedesaan di Indonesia, bahkan diulas pula
bagaimana peranan transmigrasi dalam stabilitas sosial politik di daerah perbatasan
seperti kasus Irian Jaya dan Kalimantan Timur, sedangkan bagian ketiga memuat
karangan-karangan yang berorientasi pada kebijaksanaan. Di dalam buku ini yang
berkaitan dengan tema skripsi ini ialah, bagaimana mengungkapkan transmigrasi
pada masa Orde Baru dalam berbagai sisi. Mulai dari proses penempatan, perubahan
yang terjadi, sampai kendala dan persoalan yang dihadapi mulai dari Repelita I
20
hingga Repelita IV dan bagaimana transmigrasi dalam Orde Baru dapat dikatakan
sukses atau gagal.
Buku karya Joan Harjono, berjudul Transmigrasi Dari Kolonisasi Sampai
Swakarsa, terbit pada tahun 1982. Buku ini berisi 12 laporan tentang penelitian atas
masalah Transmigrasi di Indonesia. Buku ini berisi tentang sejarah perkembangan
transmigrasi di Indonesia, penggunaan tanah di daerah permukiman baru,
pengalaman-pengalaman di daerah transmigrasi dan masa depan program
transmigrasi. Keterkaitan buku ini dengan tema skripsi yang ditulis adalah sebagai
pemberi gambaran tentang transmigrasi, masalah, dan hubungan yang terjadi antara
masyarakat asli dengan masyarakat transmigran.
Tulisan Entang Sastraatmadja, Dampak Sosial Pembangunan, yang terbit
pada tahun 1987. Menjelaskan tentang dampak-dampak sosial yang terjadi dalam
pembangunan di Indonesia. Masalah sosial yang ditimbulkan akibat pembangunan
yang tidak merata dan meledaknya jumlah penduduk melahirkan masalah kemiskinan
ditengah masyarakat. Buku ini juga membahas tentang dampak sosial yang terjadi
akibat transmigrasi. Keterkaitan buku ini dengan tema yang ditulis adalah sebagai
salah satu acuan untuk melihat dampak sosial yang terjadi pada masyarakat pedesaan
akibat pembangunan, terutama oleh masyarakat transmigrasi.
Drajad Sujatmiko, Penguasaan Tanah Taman Nasional Baluran Oleh
Transmigrasi Lokal (Translok) TNI Angkatan Darat di Desa Wonorejo, Kabupaten
Situbondo (2012). Skripsi (koleksi Perpustakaan FIB UNS), membahas mengenai
latar belakang dilaksanakannya translok dan dampak yang terjadi, serta dinamika
21
kehidupan masyarakat transmigrasi lokal angkatan darat yang berada di Taman
Nasional Baluran yang mengalami sengketa tanah. Sengketa tanah antara pihak
Taman Nasional Baluran dengan masyarakat Translok terkait masalah perizinan lahan
tempat tinggal. Karya ini relevan dengan penulisan yang diteliti karena objek yang di
teliti yaitu, masyarakat transmigrasi yang berasal dari Instansi TNI Angkatan Darat
pada masa Orde Baru dan pembahasan tentang dampak transmigrasi terhadap aspek
sosial ekonomi masyarakat.
Yunar Kurniadi E.S., Migrasi Penduduk Desa Sambirejo Wonogiri Ke Jakarta
dan Pengaruhnya Terhadap Kehidupan Masyarakat Tahun 1980-2000 (Studi Sejarah
Sosial Ekonomi) (2004). Skripsi (Koleksi Perpustakaan FIB UNS), membahas
mengenai dinamika migrasi penduduk Desa Sambirejo ke Jakarta yang berfokus pada
aspek sosial ekonomi. Penelitian tersebut memberikan informasi mengenai faktor-
faktor terjadinya perpindahan penduduk dan dampak yang dimunculkan karena
adanya migrasi masyarakat desa. Karya ini relevan dengan penelitian yang ditulis
karena bercerita seputar perpindahan penduduk dan dampak yang dimunculkan pada
aspek sosial ekonomi masyarakat.
22
G. Sistematika Penulisan
Penyusunan skripsi ini dilandasi keinginan agar skripsi ini dapat menyajikan
gambaran yang menunjukkan suatu kontinuitas perkembangan kejadian yang
beruntun.
Skripsi ini akan disusun ke dalam lima bab, yang kemudian terbagi lagi dalam
sub-sub bab yaitu :
Bab I berupa pendahuluan ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, kajian pustaka, metode penelitian, teknik analisa data, dan
sistematika skripsi.
Bab II berisi pembahasan tentang faktor yang mempengaruhi dilaksanakanya
Proyek Trans-AD II Hanura yang terdiri atas, uraian tentang faktor pendorong dan
faktor penarik dilaksanakannya Proyek Trans-AD II Hanura.
Bab III membahasan mengenai kronologis pelaksanaan Proyek Trans-AD II
Hanura, proses adaptasi masyarakat, dan perkembangannya, periode 1966 sampai
diserahkan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Lampung tahun 1979.
Bab IV berisi pembahasan tentang perkembangan Desa Hanura dan
dampaknya terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat di Kecamatan Padang
Cerimin, setelah diserahkan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Lampung tahun
1979 sampai 1990.
Bab V Merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan.
23
BAB II
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN PROYEK
TRANSMIGRASI ANGKATAN DARAT II HANURA LAMPUNG
Militer yang sejatinya memiliki fungsi sebagai pelaksana pertahanan dan
keamanan negara. Pada masa Orde Baru, militer di Indonesia ikut berfungsi dalam
bidang non-hankam (sosial, ekonomi, dan politik) sebagai implementasi dari konsep
profesionalisme baru (new professionalism), konsep yang sudah berkembang sejak
tahun 1960-an di negara-negara non-komunis. Menurut konsep ini, negara-negara di
dunia, terutama negara berkembang, berada dalam keadaan perang-semesta (total
war). Ancaman yang dimaksud dalam perang ini, bukan hanya ancaman yang datang
dari luar negara tetapi juga ancaman yang ada di dalam.17
Kekuasaan tertinggi negara telah dipegang oleh Soeharto yang memiliki latar
belakang militer, yaitu TNI-AD. Soeharto secara penuh mendukung TNI-AD untuk
mulai membangun citranya di masyarakat sebagai pendukung dalam pelaksanaan
fungsi non-hankam. Oleh karena itu masa Orde Baru pemerintahan di dominasi oleh
pihak militer. Perhatian pemerintah tertuju pada pembangunan yang belum merata,
pangan, ekonomi masyarakat desa, namun yang menjadi fokus utama untuk dibenahi
adalah pembenahan keamanan nasional. Kondisi keamanan yang kondusif akan
mendorong perbaikan ekonomi dan peningkatan taraf hidup masyarakat.
17
Soebijono, dkk., Dwifungsi ABRI, Perkembangan dan Perannya Dalam
Kehidupan Politik di Indonesia, (Yogyakarta: UGM Press, 1992), hlm. vi-vii.
24
Pembangunan desa dan masyarakatnya yang banyak menjadi anggota PKI
menjadi masalah penting yang harus diselesaikan pemerintah Orde Baru. Pemerintah
mulai mengadakan usaha-usaha untuk mendirikan lembaga-lembaga sosial maupun
lembaga yang bergerak dalam bidang ekonomi. Selain itu, Pengawasan keamanan
dilaksanakan sampai ke wilayah desa, karena masyarakat desa dianggap mudah
dipengaruhi oleh orang-orang dari Parpol yang memprovokasi dan mencari dukungan
masa demi mendapatkan keuntungan. Oleh karena itu, TNI-AD oleh pemerintah ikut
dilibatkan dalam kebijakan pembangunan desa.
TNI-AD mengambil langkah dengan meneruskan sebuah program yang
pernah digagas dan dilaksanakan pada tahun 1964, oleh Jendral Ahmad Yani, yaitu
transmigrasi yang disebut Proyek Transmigrasi Angkatan Darat (Trans-AD). Proyek
ini dianggap mampu mendukung TNI-AD dalam menjalankan fungsi profesional dan
efektif dalam mengambil hati masyarakat, karena memiliki tujuan untuk
mensejahterakan anggota TNI-AD yang telah memasuki masa purna atau Usia Bebas
Tugas (UBT) bersama keluarganya dengan membaur dengan masyarakat sipil.
Berdasakan Surat Keputusan MEN/PANGAD Nomor: SKEP 670/6/1963 tanggal 17
Juni 1963 beserta perubahannya Nomor: KPTS-670 A/5/1964 tanggal 26 Mei 1964,
menjadi sebuah keharusan bagi TNI-AD untuk peremajaan, mempertinggi
ketangkasan anggota TNI-AD serta menjaga keamanan nasional. Angkatan Darat
melaksanakan Proyek Trans-AD yang pertama dengan nama Poncowati pada tahun
1964. Transmigrasi ini merupakan pilot proyek yang dibuka dan diresmikan oleh
Jenderal Ahmad Yani selaku MEN/PANGAD, pada tanggal 31 Oktober 1964.
25
Anggota transmigrasi proyek ini berasal dari 6 KODAM yaitu KODAM IV,
KODAM V, KODAM VI, KODAM VII, dan KODAM VIII, serta dari Kesatuan
Pusat. Peresmian ditandai dengan penanaman pohon beringin yang diletakan
dihalaman SMEP Negeri Poncowati.18
Pembinaan Proyek berada dibawah Komandan
Komando Resort Militer 043/Garuda Hitam, Lampung. Pada tahun 1965 peristiwa
G30S meletus, Khusunya di daerah Lampung Tengah. Para transmigran AD di
proyek Poncowati dibawah Komando DANREM Garuda Hitam 043, berpartisipasi
dalam operasi-operasi penumpasan orang-orang yang ikut menjadi anggota dan
partisipan PKI. Beberapa orang anggota Trans-AD Poncowati sendiri ada yang
diamankan karena terindikasi sebagai kader ataupun simpatisan Komunis. Karena
kondisi yang tidak memungkinkan, pada tahun 1965 tidak ada pelaksanaan Proyek
Trans-AD.19
Proyek Trans-AD disetujui oleh presiden untuk dilanjutkan sebagai salah satu
program pembangunan oleh TNI-AD, maka dilaksanakanlah Proyek Trans-AD yang
ke-dua dengan nama “Hanura”. Hanura adalah singkatan dari “Hati Nurani Rakyat”,
yang dimaksudkan agar proyek Trans-AD dapat mencerminkan keinginan AD
membangun kesejahteraan untuk anggotanya dan masyarakat di wilayah tujuan.
18
Arsip Komando Daerah Militer IV Sriwijaya dan Komando Resor Militer
043 Garuda Hitam, “Sejarah Singkat Proyek-Proyek Transmigrasi Angkatan Darat
(Trans-AD) Di Daerah Lampung”, (Lampung: Komando Resor Militer 043 Garuda
Hitam, 1979), hlm. 14. 19
Arsip Komando Daerah Militer IV Sriwijaya dan Komando Resor Militer
043 Garuda Hitam, “Laporan Singkat Perkembangan dan Permasalahan Proyek
Desa Transmigrasi Angkatan Darat Di Lampung”, (Lampung: Komando Resor
Militer 043 Garuda Hitam, 1979), hlm. 5.
26
Proyek Transmigras Angkatan Darat II (Trans-AD II) Hanura dibuka pada tanggal 17
september 1966 oleh mayor jenderal Alamsyah Ratu Prawira Negara selaku
ASISTEN VII/PANGAD. Lokasi Trans-AD II ditempatkan di Km 12 Jalan Raya
Teluk Betung-Padang Cermin yang sebelumnya merupakan wilayah dari Desa Hurun.
Proyek Trans-AD II Hanura dibangun diatas areal tanah yang telah direncanakan oleh
Dinas Transmigrasi AD. Pembinaan Proyek berada dibawah Komandan Komando
Resort Militer 043/Garuda Hitam. Peserta Proyek Trans-AD II Hanura berjumlah 157
KK yang berasal dari lima Kodam yaitu, Pusat, Kodam IV Sriwijaya, Kodam VI
Siliwangi, Kodam VII Diponegoro, Kodam VIII Brawijaya, dan Veteran.
A. Faktor Pendorong (Push Factor) Proyek Trans-AD II Hanura
Program transmigrasi sebagai bentuk kegiatan migrasi atau perpindahan
penduduk, dalam pelaksanaannya tidak dapat dilepaskan dari fakor-faktor yang
mempengaruhi. Faktor-faktor tersebut terdiri atas faktor pendorong (Push Factor)
dan faktor penarik (Pull Factor). Tanggapan lembaga atau masyarakat terhadap
faktor-faktor tersebut yang kemudian mempengaruhi keputusan untuk melakukan
migrasi.20
Faktor pendorong TNI AD untuk melaksanakan Proyek Trans-AD II
Hanura di lampung berhubungan dengan beberapa kondisi, antara lain:
20
Everett S. Lee, Suatu Teori Migrasi, (Yogyakarta: PPK UGM, 1976), hlm. 8.
27
1. kondisi Sosial dan Politik
Proyek Trans-AD II terdiri atas beberapa anggota mantan pejuang tahun 1945
(kemerdekaan), 1948 (peristiwa pemberontakan PKI Madiun), dan 1965 (G30S),
terutama anggota dari KODAM VII Diponegoro. Anggota TNI-AD ketika
diberangkatkan mengikuti transmigrasi, ada sebagian yang sudah pensiun dan
adapula yang masih bertugas atau dinas, usianya sekitar 40-50 tahun. Kehidupan
mantan pejuang dan tentara yang masih bertugas sangatlah sederhana karena gaji-gaji
para ABRI pada masa itu belum terorganisir dengan baik, karena tidak semua
mantan-mantan pejuang terdata oleh pemerintah serta sarana prasarana yang kurang
sehingga informasi dan komunikasi berjalan dengan lamban. Para anggota tersebut
masih tinggal pada rumah dinas yang berada di dalam lingkungan KODAM. Kodam
perlu melakukan perbaikan dan peremajaan fasilitas. Rumah dinas dihuni oleh
anggota yang memiliki hak berdasarkan pangkat, telah diatur dalam undang-undang
milik TNI-AD, jika anggota telah berganti pangkat, maka hak atas rumah tersebut
harus berpindah kepada anggota yang memiliki pangkat dan hak untuk tinggal di
rumah tersebut. Ditambah lagi dengan gaji yang sedikit berdampak pada anggota
tidak tertarik untuk membeli rumah pribadi. Kehidupan anggota AD cukup
memprihatinkan dengan istri dan beberapa anak yang mereka nafkahi, lebih banyak
pengeluaran dibandingkan dengan pemasukan, sehingga kebutuhan primer, sekunder,
ataupun tersier tidak dapat terpenuhi dengan baik. Oleh karena itu, keingin merubah
28
kehidupan lebih baik, sekaligus mendapat tugas untuk menjaga keutuhan wilayah
Indonesia, memilih untuk ikut dalam Proyek Trans-AD.21
TNI-AD menyusun program transmigrasi untuk mengimbangi gerakan PKI,
khususnya di daerah Lampung, dalam mempersiapkan daerah basis pengundurannya
dari Pulau Jawa. TNI AD diperintahkan untuk terus melakukan pembersihan terhadap
anggota PKI dan idiologi komunis di masyarakat diluar Jawa.
2. Kondisi Ekonomi
Membantu pemerintah dalam kebijaksanaan penyebaran penduduk dari Pulau
Jawa ke luar Pulau Jawa, khususnya ke daerah Lampung. Jumlah penduduk yang
semakin bertambah dan tidak tertangani dengan baik mengakibatkan masalah-
masalah sosial ekonomi yang perlu mendaatkan penanganan dengan segera. Masalah
lain yaitu, kondisi sejak akhir masa Orde Lama memasuki masa Orde Baru diwarnai
dengan demonstrasi besar-besaran diberbagai kota, khususnya Jakarta, dilakukan oleh
mahasiswa yang menuntut perbaikan dalam kondisi politik dan ekonomi Indonesia.
mahasiswa mengajukan Tri Tuntutan Rakyat (TRITURA) kepada pemerintah pada
tanggal 10 januari 1966 yaitu: (1) Bubarkan PKI, (2) Turunkan harga/perbaiki
ekonomi dan (3) Retool Kabinet Dwikora. Rakyat mulai tidak puas dengan kebijakan
yang dilakukan Soekarno yang dianggap telah melenceng dari Pancasila dan UUD
21
Wawancara dengan Pudiardjo (70 tahun, Anak dari Serka. Kariman, Kodam
Diponegoro), tanggal 18 April 2016.
29
1945. Tuntutan ini disikapi langsung oleh Soeharto sebagai presiden untuk
melakukan reformasi birokratif untuk melancarkannya dalam menjalankan kebijakan-
kebijakan yang berorientasi pada pembangunan dan reformasi ekonomi.
TNI-AD berkeinginan membantu pemerintah dalam pelaksanaan
kebijaksanaan peningkatan produksi pangan, yaitu dengan membantu masyarakat
dalam memanfaatkan tanah-tanah yang masih non-produktif di luar Pulau Jawa,
khususnya di Lampung, dengan ditanami tanaman pangan dan lain sebagainya.
Kebijakan ini diharapkan mampu mengatasi masalah harga pangan dan memperbaiki
keadaan ekonomi indonesia yang mengalami krisis moneter. Pengawasan terhadap
penyelenggaraannya juga dilakukan oleh TNI-AD untuk menghindari adanya oknum-
oknum yang memanfaatkan berjalannya kebijakan dengan memberikan bantuan
seperti bibit, pupuk, ataupun lahan untuk mendapatkan masa dan melakukan
pemberontakan-pemberontakan. Kondisi ini sejalan dengan keadaan Kecamatan
Padang Cermin yang memiliki kondisi geografis yang produktif, namun belum
dimanfaatkan dengan maksimal karena kurangnya wawasan dan keahlian masyarakat
desa dalam memanfaatkan lahan.
3. Kondisi Keamanan Nasional
Pada tahun 1964 terdapat adanya aksi-aksi sepihak yang dilancarkan oleh PKI
dan Barisan Tani Indonesia (BTI) dengan dalih pelaksanaan Undang-Undang Agraria
dan Undang-Undang Bagi hasil. Aksi-aksi sepihak terjadi sejak bulan Mei 1964,
30
antara lain terjadi di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sumatera, telah
menimbulkan bentrokan-bentrokan fisik antara para petani yang didorong oleh BTI
dan Pemuda Rakyat melawan golongan anti PKI dan ABRI. Hal tersebut mendorong
TNI-AD untuk Membentuk titik-titik kuat atau stronghold di daerah-daerah yang
diklasifikasikan rawan karena adanya kegiatan-kegiatan PKI dalam perebutan massa-
rakyat. Pemilihan wilayah Padang Cermin sebagai tujuan dilaksanakannya Trans-AD
II Hanura didasari oleh keadaan wilayah yang strategis, berada pada jalan yang
menghubungkan antara ibu kota provinsi dengan wilayah yang ada di pesisir barat,
jaraknya sekitar 12 km. Proyek Trans-AD II Hanura difungsikan sebagai filter
terhadap orang-orang yang keluar dari Ibu Kota menuju ke daerah-daerah lain yang
ada di pesisir barat dan untuk mengawasi desa-desa lain yang ada di Kecamatan
Padang Cermin.
Keinginan TNI-AD untuk berpartisipasi dalam pemerintahan dan
pembangunan tidak terlepas dari pengertiannya sebagai militer. Militer adalah
kelompok masyarakat terlatih yang dipersenjatai, memiliki kendali atas kekerasan
(Manager of Violence) yang digunakan untuk menyelenggarakan pertahanan dan
keamanan negara. Pada masa Orde Baru, militer Indonesia menjadi Pretorian.
Pretorian dirumuskan sebagai situasi dimana militer dalam suatu masyarakat tertentu
melaksanakan kekuasaan politik yang otonom dalam masyarakat tersebut berkat
31
penggunaan kekuatan aktual atau ancaman penggunaan kekuataan.22
Situasi tersebut
ditunjukan oleh keinginan TNI-AD untuk tidak hanya menjadi berfungsi sebagi
pasukan pertahanan dan keamanan negara, namun juga dapat merealisasi adanya
anggota yang mampu menjadi dinamisator dan stabilisator di daerah baru bagi
masyarakat pendatang, khususnya dalam kegiatan pembangunan di daerah tujuan
transmigrasi.23
Sebagai dinamisator dan karena TNI-AD telah terlatih dan memiliki
kemampuan dalam untuk berkomunikasi dengan rakyat, merasakan dinamika, dan
memahami serta merasakan aspirasi serta kebutuhan-kebutuhan masyarakat. alasan
yang memungkinkan TNI-AD untuk secara nyata membimbing menggugah dan
mendorong masyarakat utuk lebih giat melakukan pertisipasi dalam pembangunan.
Perannya sebagai dinamisator penting dalam rangka peningkatan disipin nasional
untuk melancarkan program-program pembangunan. Selain itu, Peran TNI-AD
sebagai stabilisator karena didukung oleh kemampuannya untuk menagkal pengaruh-
pengaruh sosial negatif dari budaya ataupun nilai-nilai lain yang muncul. Menjadi
pendorong masyarakat untuk menjaga secara mandiri sumber daya baik yang bersifat
fisik dan non-fisik.24
22
Amos Perlmutter, Militer dan Politik, (Jakarta: Rajawali Press, 1984), hlm.
141. 23
Arsip Komando Daerah Militer IV Sriwijaya dan Komando Resor Militer
043 Garuda Hitam, “Laporan Singkat Perkembangan dan Permasalahan Proyek
Desa Transmigrasi Angkatan Darat Di Lampung”, (Lampung: Komando Resor
Militer 043 Garuda Hitam, 1979), hlm. 4-5. 24
Soebijono, dkk., Dwifungsi ABRI, Perkembangan dan Perannya Dalam
Kehidupan Politik di Indonesia, (Yogyakarta: UGM Press, 1992), hlm. 92-93.
32
Faktor-Faktor diatas menjadi mendorong anggota TNI-AD dan keluarganya
untuk berpartisipasi dalam Proyek Trans-AD sebagai tugas dari negara dan keinginan
untuk mewujudkan harapan untuk bergotong-royong dengan masyarakat membangun
kehidupan yang lebih baik.
B. Faktor Penarik (Pull Factor) Proyek Trans-AD II Hanura
Anggota TNI-AD memilih untuk ikut dalam Proyek Trans-AD dipengaruhi
oleh faktor-faktor keadaan tempat tujuan yang menarik, kemungkinkan mendapatkan
kehidupan yang lebih baik dan menjanjikan dalam jangka waktu yang panjang, baik
untuk lembaga TNI-AD dan anggota beserta keluarga. Faktor penarik
terlaksanakannya Trans-AD II Hanura, antara lain:
1. Kondisi Geografis Daerah Proyek Trans-AD II Hanura
Lampung sejak jaman kolonial telah direncanakan dan di klasifikasi sebagai
tempat yang cocok untuk pelaksanaan transmigrasi. Lampung tanahnya terdiri dari
jenis-jenis Latosol, yaitu jenis-jenis tanah yang memiliki tingkat kesuburan paling
tinggi. Jenis tanah ini terletak di dataran-dataran tinggi dan lembah-lembah serta
sekitar kaki-kaki Bukit Barisan, sehingga terbentuklah daerah-daerah transmigrasi
33
yang menjadi sentra produksi padi yang memudahkan masyarakat dalam mencari
bahan makanan.25
Daerah Proyek transmigrasi Angkata Darat II Hanura terletak di Kecamatan
Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung, sebelumnya merupakan
bagian dari wilayah Desa Hurun. Desa Hurun merupakan telah ada sejak jaman
Kolonial Belanda yang dikenal dengan sebutan Eren yang berarti “Pemberhentian”,
disebut demikian karena menjadi desa pemberhentian para pendatang dari luar
Lampung melalui Pelabuhan Panjang.26
Diresmikan menjadi Desa Hurun pada tahun
1883. Sebagian besar wilayah Desa Hurun pada saat itu masih berupa hutan rimbun
dan perkebunan pisang milik penduduk Hurun.27
Wilayah desa hurun dipilih menjadi
daerah Proyek Trans-AD, karena jumlah penduduk yang masih sangat sedikit namun
menempati wilayah yang luas, tepatnya Km 9-14 Jalan Teluk Betung-Padang Cermin.
Desa Hurun memiliki daerah yang luas, mencakup sebagian besar wilayah
pesisir barat Lampung, sehingga Pemerintah Provinsi Lampung melakukan
pemekaran wilayah sebanyak 3 (tiga) kali, yaitu pada tahun 1930, 1940, dan tahun
1966. Pada tahun 1930 dimekarkan menjadi 2 Desa, yaitu Hurun dan Sidodadi. Pada
tahun 1940 Desa Hurun dimekarkan menjadi 3 Desa yaitu Hurun, Sidodadi, dan
25
Sri Edi Swasono dan Masri Singarimbun, Transmigrasi di Indonesia 1905-
1985, (Jakarta: UI Press, 1985), hlm. 22. 26
www.hurun.desa.id/sejarah Desa Hurun. Diakses pada tanggal 15 Apri 2016
Pukul 11.00, Bandar Lampung. 27
Wawancara dengan Karsono (68 tahun, Kepala Dusun A, Anak dari Pelda.
Purn. Sankardi), tanggal 12 Maret 2016
34
Sukajaya Lempasing. Kemudian di tahun 1966 dimekarkan kembali menjadi 4 Desa
yaitu Hurun, Sidodadi, Sukajaya Lempasing dan Proyek Trans-AD II Hanura.28
Proyek Trans-AD II Hanura terletak pada ketinggian 0-350 meter diatas
permukaan laut, memiliki suhu udara yang hangat berkisar rata-rata 30 derajat
Celcius, merupakan daerah perbukitan hijau dan sebagian merupakan daerah pesisir,
sehingga cukup ideal untuk dijadikan permukiman, perkebunan dan pemanfaatan
hasil laut.
Keadaan geografis diatas berpengaruh pada pola mata pencarian yang dipilih.
masyarakat berada di daerah pesisir memanfaatkan sumber daya sektor kelautan,
dengan membuat tambak-tambak ikan dan udang, atau menjadi nelayan pencari ikan
dan penduduk yang memiliki tempat tinggal di daerah perbukitan lebih memilih
menjadi petani padi atau perkebunan, seperti kopi, lada, pisang, kakao, dan kelapa.
Proyek Trans-AD II Hanura berada pada Wilayah perbukitan Desa Hurun yang
subur dan dilintasi oleh Sungai Way Cilimus. Aliran sungai Way Cilimus digunakan
untuk mengairi sebagian lahan persawahan dan perkebunan milik warga. Batas-batas
Desa Proyek Trans-AD II Hanura dengan wilayah lain adalah sebagai berikut:
1) Bagian Utara berbatasan dengan Desa Hurun.
2) Bagian Timur berbatasan dengan pesisir Padang Cermin.
3) Bagian Selatan berbatasan dengan Desa Sidodadi, dan
4) Bagian Barat berbatasan dengan Desa Cilimus.
28
www.hurun.desa.id/sejarah Desa Hurun. Diakses pada tanggal 16 Apri 2016
Pukul 13.30, Bandar Lampung.
35
Desa Proyek Trans-AD II Hanura dilintasi oleh jalan provinsi yang
menghubungkan kabupaten-kabupaten yang ada di Provinsi Lampung. Akses jalan
tersebut masih sangat buruk, masih berupa jalanan tanah dan batuan seadanya. Belum
ada sarana transportasi yang memadai untuk menunjang aktivitas penduduk.
Penduduk asli biasanya berjalan kaki sejauh kurang lebih 12,5 Km untuk sampai di
Kota Tanjung Karang. Desa Hanura berjarak sekitar 1 Km dari Kecamatan Teluk
Pandan, dan 45 Km dari Kabupaten Pesawaran.
Berdasarkan kondisi geografis Desa Proyek Trans-AD II Hanura yang berada
pada dataran perbukitan dan pesisir, memiliki dua musim seperti daerah-daerah lain
yang ada di Indonesia, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan jatuh
antara bulan September-Januari dan musim kemarau antara Februari-Agustus. Proyek
Trans-AD II Hanura berada pada daerah yang bersuhu udara sedang, suhu rata-rata
berkisar 28-30 derajat Celsius dengan curah hujan sedang. Curah hujan di Desa
Proyek Trans-AD II Hanura umumnya 2000-3000 Mm per-tahun, dengan jangka
waktu musim hujan kurang lebih selama enam bulan. Berdasarkan keadaan geografis
dan kontur tanah, daerah Proyek Trans-AD II Hanura cocok untuk ditanami tanaman
perkebunan seperti, kelapa, kopi, kakao dan cengkeh.
Keberadaan hutan yang luas di perbukitan menjadi daerah penyangga dan
daerah resapan air untuk Desa Proyek Trans-AD II Hanura. Meskipun berada di
daerah dekat garis pantai, Desa Proyek Trans-AD II Hanura memiliki sumber air
tawar yang memadai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sumber air tawar
36
berasal dari sungai Way Cilimus yang berhulu di perbukitan dekat Desa Proyek
Trans-AD II Hanura.
Kondisi geografis Proyek Trans-AD II Hanura yang potensial dan berada tidak
tidak terlalu jauh dari Ibu Kota Provinsi meyakinkan para anggota Trans-AD II
Hanura untuk hidup di tempat barunya, meskipun masih berupa hutan dan
perkebunan pisang, anggota TNI-AD mendapatkan kesempatan untuk memiliki tanah
dan rumah pribadi. Masing-masing anggota Trans-AD II Hanura mendapatkan tanah
seluas 2 Ha secara gratis, Luas tanah dibagi kegunaannya menjadi 1¼ Ha untuk
perkebunan dan ¾ Ha digunakan untuk tempat tinggal dan pekarangan.
2. Keadaan Penduduk di Daerah Tujuan
Desa Proyek Trans-AD II Desa Hanura berdiri diatas tanah milik Penduduk
Desa Hurun yang diambil alih melalui jalur ganti rugi oleh Dinas Transmigrasi
Angkatan Darat. Penduduk Desa Hurun sebagai warga asli, telah ada sejak abad ke-
18. Mayoritas penduduk Hurun merupakan orang Lampung Pesisir (Saibatin) dan
masih merupakan desa tradisional. Desa Hurun masih dipimpin oleh tokoh
masyarakat atau tetua adat. Desa Hurun pertama kali dipimpin oleh tetua adat
bernama Pangeran Mangku Negara pada tahun 1843-1883, tahun 1843-1883
dipimpin oleh Batin Semawa, tahun 1883-1919 dipimpin oleh Sulaiman, Gelar
Dalom Kusuma Ratu, tahun 1919-1923 oleh Raden Tumanggung, tahun 1923-1926
oleh Ahmad Pangeran Negara, tahun 1926-1927 oleh Usman Batin Pandji, tahun
1927-1953 oleh Kasim Raden Saleh, dan pada tahun 1953-1967 dipimpin oleh Husin
37
Dalom Kesuma Ratu.29
Tahun 1950, Dewan Pemerintah Daerah memutuskan untuk
menghapusmarga sebagai lembaga pemerintahanmarga sebagai lembaga adat dapat
terus hidup, tetapi generasi penerusnya tidak lagi memegang teguh. Pemerintah
marga dialihkan kepada aparat pemeritahan bentukan baru dengan mengambil pola
dari jawa.30
Masyarakat Lampung pada umumnya memiliki dasar genealogis yang tegas dan
menganggap faktor teritorial adalah sesuatu yang penting, menurut sifat dan
sejarahnya. Golongan Adat Lampung berasal dari daerah Bukit Barisan disekitar
Danau Ranau, Belalau (Skalaberak).31
Faktor tersebut mempengaruhi keadaan sosial
masyarakat Desa Hurun. Masyarakat Desa Hurun sangat memperhitungkan masalah
batas tanah dan memperhatikan segala bentuk perjanjian yang diajukan atas tanah
tersebut. Pengalihan tanah, bangunan, dan tanaman oleh Dinas Transmigrasi
Angkatan Darat dilakukan melalui proses musyawarah untuk menentukan nilai ganti
rugi yang harus dibayar kepada Warga Hurun yang tanahnya digunakan sebagai
Proyek Trans-AD II Hanura. Biaya dalam proses ganti rugi tanah tersebut
menggunakan anggaran milik Angkatan Darat.
Proyek Trans-AD II Hanura sebelum pelaksanaannya telah dilakukan survey di
wilayah Desa Hurun yang akan dijadikan tempat tujuan transmigrasi. Masyarakat asli
29
www.hurun.desa.id/sejarah Desa Hurun. Diakses pada tanggal 16 April 2016
Pukul 13.00, Bandar Lampung. 30
Sri Edi Swasono dan Masri Singarimbun, Transmigrasi di Indonesia 1905-
1985, (Jakarta: UI Press, 1985), hlm. 19-20. 31
Joan Harjono, Transmigrasi dari kolonisasi sampai swakarsa, (Jakarta: PT
Gramedia, 1982), hlm. 16-17
38
diberikan penyuluhan dan musyawarah terbuka tentang tujuan transmigrasi dan
penggunaan lahan yang akan digunakan dalam pelaksanaan proyek Tran-AD II
Hanura. Masyarakat menanggapi Proyek Trans-AD II Hanura dengan terbuka, karena
di dalamnya terdapat rencana pembangunan fasilitas-fasilitas yang dapat
dimanfaatkan bersama dan berdampak baik. Proses pengambil alihan tanah milik
warga Desa Hurun dilakukan dengan proses ganti rugi dengan batas dan harga yang
telah disepakati oleh pihak TNI-AD dengan masyarakat Desa Hurun. Anggota TNI-
AD sangat menghindari adanya konflik karena proses pengalihan lahan yang tidak
menguntungkan kedua belah pihak. Keterbukaan masyarakat Desa Hurun merupakan
angin segar untuk anggota Trans-AD, kesempatan untuk bekerja sama dalam
membangun kehidupan yang lebih baik tidak akan mengalami banyak hambatan.
3. Fasilitas Pendidikan dan Fasilitas Penunjang Lain
Fasilitas Pendidikan merupakan faktor penting yang mempengaruhi keputusan
Peserta Trans-AD II Hanura untuk melakukan transmigrasi. Kesempatan untuk
mendapatkan pendidikan memiliki arti penting dalam upaya peningkatan kualitas
hidup, membentuk golongan masyarakat yang terdiri atas orang-orang terpelajar, dan
membentuk tanaga kerja terlatih untuk menyelesaikan pekerjaan dalam rangkaian
produksi terutama untuk anak-anak mereka sebagai generasi penerus.32
32
Louis Maasih, Dunia Pedesaan: Pendidikan dan Perkembangannya,
(Jakarta: Gunung Agung, 1981), hlm. 47.
39
Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan keterampilan dan kemampuan-
kemampuan lain. Pendidikan membuat masyarakat bisa berpikir kreatif dan mampu
mengikuti perubahan seperti penggunaan teknologi baru dan penerapan pola pikir
yang berorientasi pada pembangunan. Pendidikan menjadi faktor penentu dalam
upaya menciptakan manusia yang berkualitas. Suatu negara akan berhasil dalam
pembangunan dan tumbuh menjadi negara maju apabila telah berhasil meningkatkan
jumlah mutu pendidikan.
Peserta Trans-AD II Hanura memiliki kesadaran akan pentingnya pendidikan
terutama untuk anak-anak mereka sebagai generasi penerus, maka dalam proyek
Trans-AD II Hanura dibangun fasilitas pendidikan yang akan memenuhi
kebutuhannya tersebut. Sarana pendidikan yang dipersiapkan saat Proyek Trans-AD
pada tahun 1966 digunakan untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Setelah
mendapatkan pendidikan yang layak, anak-anak mereka diharapkan mampu
mendapatkan pekerjaan yang lebih baik untuk memenuhi kebutuhannya sendiri di
kemudian hari. Sarana sekolah yang disediakan antara lain, Taman Kanak-kanak
(TK), Sekolah Dasar (SD), sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah
Pendidikan Guru (SPG), Sekolah tingat SD sampai SPG telah berstatus Negeri. Guru-
guru yang menjadi tenaga pengajar ikut didatangkan dari Pulau Jawa bersama dengan
para anggota Trans-AD II Hanura.
Proyek Trans-AD telah mempersiapkan segala macam fasilitas yang
dibutuhkan dan bisa dimanfaatkan oleh anggotanya selain fasilitas pendidikan, salah
satunya kebutuhan fasilitas kesehatan. Kegiatan posyandu dilakukan untuk
40
menunjang kesehatan anggota Trans-AD II Hanura. Kegiatan posyandu dilaksanakan
oleh Ibu-ibu yang ergabung dalam organisasi PKK. PKK merupakan gerakan
pembangunan masyarakat yang tumbuh dari bawah dengan wanita sebagai komponen
utamanya. PKK memiliki tujuan membangun keluarga sebagai unit atau kelompok
terkecil dalam masyarakat guna menumbuhkan, menghimpun, mengarahkan, dan
membina keluarga untuk mewujudkan keluarga yang sejahtera. Anggota PKK berasal
dari para istri dari anggota Trans-AD II Hanura. PKK menjadi gerakan untuk
mendata beberapa aspek yang diperlukan seperti data warga, ibu hamil, bayi, dan
balita, kelahiran, kematian, sampai kegiatan masyarakat. Selain itu, Proyek Trans-AD
II Hanura membangun Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI). Sedangkan
HKTI dibentuk sebagai wadah Anggota Tran-AD II Hanura yang bertani untuk
bergotong royong dengan masyarakat lain mengelola lahan yang telah disediakan
sebagai pemenuh kebutuhan pangan desa dan sebagai mata pencaharian setelah
menjadi pensiunan TNI AD.
4. Kesempatan Memperbaikan Kondisi Ekonomi
Setiap kepala keluarga yang menjadi anggota Trans-AD II di Desa Hanura
mendapatkan bagian tanah seluas 2 Ha. Luas tanah tersebut dibagi kegunaannya
menjadi 1¼ Ha digunakan untuk perkebunan dan ¾ Ha digunakan untuk tempat
tinggal dan pekarangan. Para anggota Trans-AD menggarap lahan perkebunan
dengan menanam tanaman keras seperti kelapa dan cengkeh.
41
Wilayah Proyek Trans-AD II Hanura memiliki sumber daya alam yang cukup
potensial. Komoditi sektor perkebunan Wilayah Proyek Trans-AD II Hanura yaitu
tanaman kakao, pala, kelapa dan cengkeh yang akan memberikan pendapatan bagi
petani dan masyarakat, kususnya untuk Desa Proyek Trans-AD II Hanura. Pemasaran
hasil perkebunan diharapkan tidak mengalami kesulitan karena adanya pedagang dan
pengepul maupun pasar di tingkat lokal, baik di Desa Proyek Trans-AD II Hanura
maupun di Kota Tanjung Karang. Selain itu, sektor peternakan juga memiliki
beberapa jenis populasi ternak yang dapat dikembangkan seperti, ayam, bebek,
kambing dan lain-lainnya. Peternakan yang telah ada di sekitar Wilayah Proyek
Trans-AD II Hanura dijalankan dengan skala rumahan, namun dapat berpotensi
menjadi komoditi unggulan desa, mengingat kondisi lingkungan yang mendukung.
Kegiatan ekonomi masyarakat akan dipusatkan di Pasar Hanura yang dibangun
sebagai salah satu fasilitas dalam Proyek Trans-AD II Hanura. Pasar Hanura dapat
menjadi penggerak kegiatan ekonomi masyarakat. Pasar Hanura tidak ada sistem hari
pasaran, yaitu melakukan aktivitas perdagangan berdasarkan penanggalan Jawa,
sehingga aktivitas perdagangan di Pasar Hanura dilakukan setiap hari. Sebagian
penduduk Desa Hanura sebagian menjadi pedagang di pasar selain bekerja menjadi
pegawai dan guru. Pasar Hanura menjual berbagai macam kebutuhan masyarakat,
mulai kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Pasar Hanura dibangun di pinggir jalan
utama Teluk Betung-Padang Cermin dan bersebelahan dengan Masjid Baithul Iqrar.
Banyak masyarakat dari kota mengekses jalan ini untuk melakukan perjalanan
menuju tempat-tempat wisata pantai yang ada di Pesisir Barat. Pasar Hanura
42
direncanakan menjadi pusat kegiatan ekonomi masyarakat asli dan persinggahan para
wisatawan untuk membeli makanan ataupun barang-barang lain. Akses jalan yang
dibangun diimbangi dengan keberadaan sarana transportasi angkutan umum yang
akan semakin memadai dan menjadi faktor pendukung peningkatan aktivitas ekonomi
di Pasar Hanura.33
Peserta Trans-AD II mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki keadaan
ekonominya dengan terbukanya banyak lapangan pekerjaan baru untuk mereka.
Kesempatan untuk memiliki usaha sendiri terbuka lebar. Keberadaan fasilitas-fasilitas
memungkinkan para peserta menjadi pengelola didalamnya, mendapatkan pendapatan
tambahan selain gaji sebagai anggota TNI-AD.
33
Wawancara dengan Sitompul (81 tahun, Staf Komando pelaksana (kolak)
Trans-AD II Hanura), tanggal 18 April 2016.
43
BAB III
PROYEK TRANSMIGRASI ANGKATAN DARAT II DESA HANURA DAN
PERKEMBANGANNYA TAHUN 1966 SAMPAI 1979
A. Proses Pelaksanaan Proyek Transmigrasi Angkatan Darat II Hanura
Tahun 1966
Gambar 1
Lambang Desa Hanura
(sumber: Dokumen Desa Hanura)
Pelaksanaan Proyek Trans-AD II Hanura telah direncanakan secara matang.
Diawali dengan survey yang dilakukan oleh TNI-AD lewat Dinas Transmigrasi
Angkatan Darat bekerjasama dengan Departemen Penerangan dan Dinas
Transmigrasi dan Tenaga Kerja Republik Indonesia. survey dilakukan sejak bulan
April, tahun 1966. Didalam kegiatan survey dilakukan pula mediasi dengan
masyaraka Hurun sebagai penduduk asli tentang masalah perizinan pemanfaatan
lahannya sebagai tempat pelaksanaan Proyek Trans-AD II Hanura. Masyarakat
44
mendapatkan sosialisasi tentang transmigrasi, alasan, dan dampak yang akan tibul
setelah adanya transmigrasi. Pihak TNI-AD dibantu mengambil jalan ganti rugi untuk
mengambil alih lahan milik warga Desa Hurun, agar tidak terjadi sengketa tanah di
kemudian hari yang dapat merugikan kedua belah pihak.
Pada hari Selasa, tanggal 26 Juli 1966, puku 09.00 WIB, setelah rapat pertama
pada tanggal 26 Mei 1966 dilaksanakanlah rapat kedua. Rapat lanjutan antara Kepala
Kampung Hurun, pihak Trans-AD Hanura dan Pejabat Kabupaten lampung Selatan.
Rapat dilaksanakan di Kantor Kabupaten Lampug Selatan. Rapat ini dihadiri oleh
Kepala Kampung Hurun, Hasan Besri (Bupati Lampung Selatan), Ridwan (Wakil
DPRGR Lamsel), Wedana Kantor Kabupaten Lamsel, Camat Teluk Betung, dan
Peltu Jusuf, Dari Pihak Trans-AD dihadiri oleh Mayor Ardan, Mayor Sugito, Letda
Ramadi, Letda Sutikno dan Sukatam. Rapat berjalan diawali pembukaan dari Bupati
yang menyampaikan dan menanggapi tentang adanya pernyataan dari Warga Hurun
yaitu; pertama, tanah yang dipakai untuk Proyek Trans-AD dan tanaman yang ada di
atasnya diganti rugi seluruhnya. Kedua, tentang danya larangan terhadap warga
Hurun yang ingin berladang namun dilarang oleh Kepala Negeri Teluk Betung.
Tanggapan Bupati Lamsel bahwa, Trans-AD akan memanfaatkan tanah di Kampung
Hurun yang belum digunakan atau masih tertutup dan Warga Hurun tetap berladang
dan berintegrasi dengan anggota Trans-AD, kecuali yang bersedia menyerahkannya
kepada pihak Trans-AD. Setelah itu, Kepala Kampung Hurun menyampaikan
pernyataan bahwa pada prinsipnya Warga Hurun menyetujui tanah yang di gunakan
45
untuk Proyek Trans-AD, tetapi hanya tanah yang masih kosong. Warga Hurun tetap
dapat berladang dan berkebun di tanahnya masig-masing walau di dalam batas milik
Trans-AD, serta meminta kepada pihak Trans-AD untuk tidak mengganggu gugat
tanah yang sudah ada hak milik Warga Hurun, jadi hanya tanah milik pemerintah saja
yang digunakan. Pernyataan selanjutnya disampaikan oleh Wakil DPRGR yang
menyatakan jika prinsip rakyat tetap seperti apa yang disampaikan oleh Kepala
Kampung, maka Trans-AD tidak akan mendapatkan lahan. Wakil DPRGR meminta
tanah larangan, tanah yang tidak boleh dijadikan Proyek Trans-AD, dua macam yaitu,
tanah berair dan tanah tidak berair. Terakhir pernyataan disampaikan oleh Mayor
Ardan yang menyampaikan bahwa pendirian Proyek Trans-AD tetap akan
dilaksanakan, tanah yang berada di Km 12-14 jalan Tanjung karang-Padang Cermin
seluruhnya akan diganti rugi. Mayor Ardan mempertanyakan dasar jika masyarakat
merasa keberatan dan mengapa Warga Hurun tidak mengajukan keberatannya sejak
saat survey dilaksanakan, sejak bulan april sampai Juli, tahun 1966. Mayor Ardan
juga menyampaikan bahwa keberadaan Trans-AD adalah demi kepentingan
masyarakat dan demi kemajuan, serta mengajak rakyat untuk andil dalam Revolusi.
Rapat berakhir pada pukul 12.00 WIB, rapat pada hari itu belum mendapatkan
keputusan, rapat dilanjutkan dengan musyawarah yang dilaksanakan pada 1 Agustus
1966 di tempat Kepala Kampung Hurun.34
34
Arsip Komando Pelaksana Transmigrasi Angkatan Darat Korem 043 Garuda
Hitam, “Salinan Notulen Hasil Rapat Antara Kepala Kampung Hurun, Trans-AD
46
Musyawarah sebagai kelanjutan rapat sebelumnya dilaksanakan pada hari
Senin, Tanggal 1 Agustus 1966, pukul 11.00 WIB, bertempat di rumah Kepala
kampung Hurun. musyawarah dihadiri oleh Moch. Isa (Kepala Negeri Teluk Betung),
Mayor Ardan (Pihak Trans-AD), Camat Teluk Betung, Bupati Lamsel, dan Wakil
DPRGR Lamsel. Musyawarah diawali dengan pembicaraan oleh Kepala Negeri yang
menyampaikan bahwa telah melakukan tiga kali musyawarah dengan Warga Hurun.
Pembukaan Trans-AD bukanlah kehendak Bupati, Mayor Ardan, Mayor Sugito,
ataupun kemauan Camat, tetapi proyek Trans-AD merupakan kehendak Pemerintah
atau Negara. Kepala Negeri juga menyampaikan, baik dirinya ataupun Kepala
Kampung tidak mendapatkan keuntungan atau menerima uang dari perizinan Proyek
Trans-AD. Pembicaraan dilanjutkan oleh Mayor Ardan yang menjelaskan tentang
perjalanan perjuangan TNI sejak tahun 1945 sampai dengan penumpasan Gestapu
PKI. Mayor Adnan juga menjelaskan tentang alasan dilaksanakannya Trans-Ad.
Tujuan dilaksanakannya Trans-Ad antara lain, untuk menjaga keamanan baik dalam
jangka waktu pendek maupun panjang, memanfaatkan hasil produksi untuk
membantu pemerintah dalam usaha meningkatkan produksi, dan memajukan daerah-
daerah yang masih tertinggal. Mayor Ardan juga berharap pengertian masyarakat
tentang perjuangan dan pengorbanan jiwa raga TNI yang tidak sedikit. Pembicaraan
dilanjutkan oleh Camat Teluk Betung, menyampaikan tentang usaha-usaha yang telah
ditempuh oleh pihak Trans-AD antara lain, proses merintis, pendirian barak-barak,
dan Pejabat Kabupaten Lampung Selatan, Tanggal 26 Juli 1966”, (Lampung: Korem
043 Garuda Hitam, 1966).
47
pendaftaran tanah/cek ganti rugi, dan pemetaan. Camat juga menyampaikan setuju
dan sebuah kewajaran jika dalam usaha-usaha Trans-AD tersebut terdapat pohon
yang ditebang. Bupati Lamsel dan Wakil DPRGR Lamsel dalam musyawarah ini
meyakinkan Warga Hanura bahwa pelaksanaan Trans-AD tidak akan merugikan
mereka, justru akan memberikan keuntungan-keuntungan moril dan materil. Oleh
karena itu, masyarakat harus membantu penyelenggaraannya. Musyawarah berakhir
pada pukul 13.30 WIB, tidak diadakan tanya jawab dan diputuskan pada tanggal 2
Agustus 1966 akan diadakan Sidang Segitiga antara Kampung Hurun, Trans-AD, dan
Pemerintah Daerah Tingkat II Lampung Selatan.35
Pada tanggal 2 Agustus 1966 yang jatuh pada hari Selasa, pukul 12.00 WIB,
dilaksanakan Rapat Segitiga antara Warga Kampung Hurun, Pemerintah Kabupaten
Lamsel, dan Trans-AD. Rapar dilaksanakan di Kantor Kabupaten Lampung Selatan
dan dihadiri oleh, perwakilan kampung Hurun, Wakil Pemerintah Daerah Tingkat II
Lamsel dan Perwakilan dari pihak Trans-AD. Bupati membuka jalannya rapat dengan
menjabarkan proses kegiatan Trans-AD sejak bulan April sampai dengan pelaksanaan
rapat tanggal 2 Agustus 1966. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan
kegiatan Trans-AD yang disetujui antara lain, pemetaan, pendaftaran/cek ganti rugi,
dan pendiria barak-barak. Persetujuan dilaksanakannya Proyek Trans-AD dengan
syarat yaitu, hak-hak masyarakat tidak dinodai, masyarakat juga memiliki
35
Arsip Komando Pelaksana I Kementrian Angkatan Darat Korem 043 Garuda
Hitam, “salinan notulen musyawarah dengan Rakyat Hurun, Tanggal 1 Agustus
1966”, (Lampung: Korem 043 Garuda Hitam, 1966).
48
pengorbanan, masyarakat dapat hidup berintegrasi dengan Trans-AD, dan ada ganti
rugi atas lahan yang digunakan. Sempat terjadi kesalah pahaman antara Kepala
Kampung Hurun dengan warganya yang di dalam rapat disampaikan oleh Mad Nuh
sebagai perwakilan Kampung Hurun. Mad Nuh pertama menyampaikan prinsip
bahwa masyarakat menyetujui adanya Trans-AD di Kampung Hurun demi kemajuan.
Kedua, Mad Nuh menyampaikan bahwa Kepala Kampung Hurun tidak pernah
memberikan penjelasan-penjelasan tentang adanya Proyek Trans-AD dengan alasan
tidak tahu. Ketiga, meminta pertimbangan agar masyarakat Hurun tidak kehilangan
mata pencaharian bertani dan berkebun. Ditanggapi oleh bupati Lamsel, prinsip
rakyat yang setuju dengan diadakannya Proyek Trans-AD II Hanura namun tidak
ingin tanahnya diganggu gugat adalah masalah yang ingin diselesaikan dalam rapat
tersebut. Pernyataan keberatan masyarakat yang disampaikan oleh Mad Nuh
dianggap telah terlambat, mengingat pihak Trans-AD telah melangkah jauh untuk
melaksanakan proyek ini dan harus mengambil alih sebagian tanah milik masyarakat
Hurun untuk dikorbankan demi pembangunan. Peltu Jusuf menyampaikan pendapat
dari masyarakat Hurun yang berisi agar lahan yang terkena pembangunan jalan atau
bangunan mendapatkan ganti rugi dan sisanya tetap menjadi milik masyarakat.
penyelesaian masalah dalam rapat tersebut disampaikan oleh Perwakilan Pihak Trans-
AD, Mayor Ardan, keputusannya yaitu, Proyek Trans-AD II Hanura bertempat
diantara Km 12-14, jalan Teluk Betung-Padang Cermin. Setiap masyarakat
mendapatkan haknya, penduduk Hurun yang memiliki kebun dan tinggal di dalam
batas wilayah Trans-AD akan diajak hidup bersama, bergotong royong membangun
49
desa, namun penduduk tersebut hanya boleh memiliki tanah seluas 2 Ha, sebagian
tanahnya diganti rugi oleh Trans-AD. Masyarakat yang tinggal di luar batas Transad,
namun memiliki kebun di dalam wilayah Trans-AD, maka tanah kebun diganti rugi.
Masyarakat yang ada di dalam maupun di luar wilayah Trans-AD II Hanura tetap
mendapatkan hak yang sama, masyarakat akan menuai hasil dari apa yang telah
dikorbankan. Perjanjian, batas-batas lahan Trans-AD dan klasifikasi ganti rugi telah
jelas dalam rapat tersebut.36
Pada tanggal 12 Agustus 1966 dilaksanakan Acara
Penyelesaian Tanah-Tanah Masyarakat, diputuskan bahwa Km 12-14 di Kampung
Hurun yang secara resmi menjadi lahan untuk Proyek Trans-AD II Hanura.37
Pembayaran anti rugi tidak langsung dilaksanakan setelah keputusan, Trans-AD
masih melakukan pengukuran-pengukuran dan pembangunan barak-barak untuk
tempat tinggal sementara peserta Trans-AD.
Pada bulan September 1966, anggota Trans-AD II Hanura didatangkan
terlebih dahulu tanpa keluarga dan sementara tinggal di barak-barak untuk
membangun rumah dan fasilitas-fasilitas lain yang dibutuhkan untuk memulai
kehidupannya sendiri setelah didatangkan bersama keluarga dan mengenal keadaan
sekitar. Bangunan yang dibangun antara lain, rumah tempat tinggal Trans-AD,
36
Arsip Dinas Transmigrasi Angkatan Darat Komando Pelaksana I Korem 043
Garuda Hitam, “Salinan Notulen Sidang Segi Tiga Antara Rakyat kampong Hurun,
Pemerintah, Kabupaten Lampung Selatan dan Trans-AD, Tanggal 2 Agustus 1966”,
(Lampun, Korem 043 Garuda Hitam). 37
Arsip Kolak Korem 043 Garuda Hitam, ”Salinan Keputusan Rapat Segi Tiga
Antara Wakil Rakyat Kampung Hurun dengan Pemerintah Kabupaten Lamsel dan
Pihak Trans-AD sebagai sambungan Rapat Umum di Kampung Hurun, tanggal 12
Agustus 1966”, (Jakarta: Korem 043 Garuda Hitam, 1966).
50
masjid, sekolah SD sampai SMP, Sekolah Pendidikan Guru (SPG), jalan raya
sepanjang 12,5 Km dari Ibu Kota provinsi, kantor desa, dan lapangan. Pembangunan
rumah dan fasilitas-fasilitas lain dibangun secara gotong-royong.
Gambar 2
Rumah Anggota Trans-AD II Hanura
(sumber: Dokumen Desa Hanura)
Fasilitas dan permukiman di Desa Hanura pada awalnya dibangun oleh Para
Anggota Trans-AD dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada. Tembok,
jendela, dan pintu rumah dibuat dengan bahan kayu dan alas rumah masih berupa
tanah. Bangunan kantor kepala desa, sekolah, dan masjid masih menggunakan kayu.
51
Pohon kelapa atau tanaman keras yang lain menjadi patok penanda batas tanah antar
rumah milik Anggota Trans-AD.38
Pada tahun 1967 para anggota Trans-AD II Hanura yang berasal dari Jawa
mulai diberangkatkan bersama keluarga. Pemberangkatan anggota Trans-AD yang
berasal dari Pusat, Kodam Siliwangi, Kodam Diponegoro, Kodam Brawijaya, dan
Veteran. Pemindahan para Anggota Proyek Transmigrasi Angkatan Darat II Hanura
dilakukan secara seremonial. Para anggota TNI-AD yang ikut dalam proyek
transmigrasi dilepas dari kesatuannya melalui upacara kemudian diberangkatkan
bersama keluarga menggunakan kereta yang disebut dengan Kereta Luar Biasa
(KLB). KLB merupakan kereta yang gerbongnya digunakan khusus untuk mengantar
para anggota Trans-AD dari bagian timur Pulau Jawa sampai ke pelabuhan. Anggota
Trans-AD diturunkan di sebuah pelabuhan yang berada di Provinsi Banten, yaitu
Pelabuhan Merak. Transmigran kemudian melanjutkan perjalanan dengan
menggunakan kapal motor. Kapal yang digunakan adalah Kapal Motor Krakatau,
Halimun, dan Bukit Barisan. Pada periode tersebut baru terdapat tiga kapal yang
digunakan untuk penyeberangan dari Pulau Jawa ke Sumatera. Kapal pengangkut
para transmigran bersandar di Pelabuhan Panjang Provinsi Lampung.
Menginjakan kaki di tanah Lampung, para transmigran melanjutkan
perjalanan dengan menggunakan kendaraan yang telah disediakan yaitu truk-truk
yang biasa digunakan untuk mengangkut para anggota TNI saat bertugas, milik
38
Wawancara dengan Sukarsono (68 tahun, Kepala Dusun A, Anak dari Pelda.
Purn. Sankardi), Tanggal 15 Maret 2016.
52
KOREM 043/Garuda Hitam. Dengan mengendarai truk para transmigran melewati
jalanan tanah dan berbatu untuk sampai di lokasi proyek Trans-AD. Tak jarang para
transmigran harus turun dari kendaraan untuk mengeluarkan truk yang tidak dapat
berjalan karena bannya terjebak lumpur. Para anggota transmigran yang dipindahkan
masih cukup kuat berjalan kaki untuk sampai di Desa Hanura.39
Anggota Trans-AD yang berasal dari Kodam Sriwijaya diberangkatkan.
Beberapa anggota menggunakan bus dan sisanya menggunakan truk pasukan milik
TNI-AD. Para anggota Trans-AD yang berasal dari Kodam Sriwijaya didatangkan
sehari sebelum pemberangkatan Anggota Trans-AD dari Jawa. Anggota Trans-AD
Kodam Sriwijaya ditugaskan untuk menysun acara pembukaan Proyek Trans-AD II
Hanura sekaligus menyambut kedatangan para Trans-AD.
Setelah sampai di Desa Hanura pada tanggal 17 Maret 1967, para transmigran
disambut dengan upacara oleh kesatuan KOREM 043/Garuda Hitam di lapangan
Desa Hanura. Suasana haru menyelimuti keluarga anggota transmigran, karena pada
waktu itu Desa Hanura masih berupa wilayah yang dikelilingi oleh hutan lebat dan
tempat tinggal yang disediakan masih berupa bangunan yang terbuat dari kayu dan
material lain dari hutan.40
Tahun 1971 dilaksanakan prosesi ganti rugi oleh Pihak Trans-AD kepada
Warga Hurun yang Tanahnya Terkena Proyek Trans-AD II Hanura berdasarkan
39
Wawancara dengan Pudiardjo (70 tahun, anak dari Serka. kariman, Kodam
Diponegoro) tanggal 18 April 2016. 40
Wawancara dengan Sitompul (81 tahun, Staf Komando Pelaksana (Kolak)
Trans-AD II) tanggal 14 Maret 2016.
53
ketentuan yang telah disepakati pada musyawarah yang pernah dilaksanakan
sebelumnya pada tahun 1968. Masyarakat Hurun pada waktu itu meminta peninjauan
kembali terhadap nilai ganti rugi tanah yang telah disepakati, karena telah melewati
masa dua tahun sejak keputusan tanggal 5 September 1966, maka nilai tanah ikut
mengalami perubahan. Pihak Trans-AD menanggapi permintaan masyarakat untuk
melakukan peninjauan kembali dengan diadakan sidang yang dilaksanakan pada
tanggal 6 Juli 1968. Sidang dilaksanakan di ruang DPRGR Lamsel. Pihak Kolak I
sebagai pelaksana Trans-AD menyetujui dan memutuskan adanya peninjauan ulang
untuk harga ganti rugi tanah. Hasil keputusan Kolak I yang disampaikan pada rapat
tersebut antara lain: pertama, Peninjauan kembali harga lama yang akan disesuaikan
dengan harga sekarang. Kedua, dipakai sebagai pedoman dalam penempatan harga
hak milik rakyat yaitu tarif penetapan harga panitia 5 September 1966 dinaikan 3 kali
lipat untuk semua jenis hak milik rakyat yang tanahnya terkena Proyek Trans-AD
dengan catatan bahwa harga-harga ini atau ketetapan panitia tersebut berlaku sampai
dengan akhir bulan September 1968, dengan ketentuan bahwa setelah batas waktu
tersebut berakhir maka ketetapan harga tersebut akan ditinjau kembali. Ketiga, semua
tanam tumbuh hak milik rakyat yang blum dibayar tidak dapat diganggu gugat oleh
Trans-AD dan masih tetap hak milik rakyat yang bersangkutan dengan ketentuan
bahwa pemilik tanah dapat mengambil hasilnya dari tanam tumbuh tersebut. Seluruh
anggota rapat menyepakati keputusan Kolak I Trans-AD.41
41
Arsip Kodam 043 Garuda Hitam, “Berita Acara Peninjauan Kembali Ganti
Rugi Harga-Harga Tanam Tumbuh Milik Rakyat Hurun Tanggal 6 Juli 1968”,
54
Gambar 3. Peta dan Pembagian Kavling Proyek Trans-AD II Hanura
(Sumber: Dokumen Korem 043 Garuda Hitam)
(Lampung: Korem 043 Garuda Hitam, 1968).
55
Desa Hanura berada di atas tanah seluas 600 Ha yang diperoleh melalui
proses ganti rugi dari Desa Hurun. Hampir sebagian areal tanah terdiri atas areal
perkebunan pisang dan bukit-bukit. Ganti rugi lahan dibayarkan oleh Proyek Trans-
AD II Hanura pada tanggal 1 September 1971, dilaksanakan di Madrasah Desa
Cilimus, diketuai oleh Mayor Burhanudin sebagai Kepala Petugas Lapangan Hanura,
dalam ganti rugi mengalami perubahan kenaikan harga menjadi 1,5 kali lipat dari
Harga yang disepakati sebelumnya pada tanggal 5 September 1966 dan peninjauan
kembali tahun 1968. Pembayaran diserahkan kepada 179 warga Hanura yang
tanahnya digunakan sebagai Proyek Trans-AD. Areal tanah yang terkena Proyek
seluas 606,40 Ha seharga Rp 13.268.639,67. Ganti rugi tanah baru menyelesaikan
498,65 Ha dan sisanya 107,75 Ha diselesaikan tanggal 2 September 1971.
Pembayaran ganti rugi telah selesai seluruhnya pada tanggal 6 Desember 1971 dan
tanah milik anggota Trans AD II Hanura didata untuk disertifikasi.
Anggota Proyek Trans-AD II Hanura yang didatangkan merupakan anggota
TNI-AD yang berasal dari enam KODAM dengan rician jumlah sebagai berikut:
KODAM Siliwangi sebanyak 14 KK, KODAM Diponegoro sebanyak 86 KK,
KODAM Brawijaya sebanyak 32 KK, KODAM IV Sriwijaya sebanyak 12 KK,
Departemen Pertahanan Pusat sebanyak 4 KK, dan Veteran sebanyak 9 KK.42
42
Arsip Komando Daerah Militer IV Sriwijaya dan Komando Resor Militer
043 Garuda Hitam, “Proyek Transad Hanura”, (Lampung: Komando Resor Militer
043 Garuda Hitam, 1979).
56
Tabel 1. Jumlah Penempatan Anggota Tiap Dusun Dari Masing-masing KODAM
KODAM KK/DUSUN
A B C D
PUSAT 1 2 1 -
IV SRIWIJAYA 5 2 2 5
VI SILIWANGI 7 4 1 3
VII DIPONEGORO 23 20 23 17
VIII BRAWIJAYA 3 9 10 8
VETERAN - 4 2 4
(Sumber: Dokumen Desa Hanura tahun 1966)
Pembagian tanah kavling untuk dijadikan rumah dan pekarangan milik
anggota Trans-AD di tiap dusun dilakukan secara acak. Hal ini bertujuan agar setiap
anggota Trans-AD bisa saling berbaur dan bergotong-royong membangun lingkungan
dusunnya. Berdasarkan tabel, anggota Trans-AD II Hanura paling banyak berasal
dari KODAM VII Diponegoro dan yang paling sedikit berasal dari Pusat.
B. Proses Adaptasi Masyarakat Proyek Trans-AD II Hanura dengan
Masyarakat Sekitar dan Penyerahan Kepada Pemerintah Daerah Provinsi
Lampung Tahun 1979
Para Anggota Trans-AD II Desa Hanura dalam kurun waktu 1967 sampai
1979 berhasil membangun permukiman dengan fasilitas-fasilitas yang memadai dan
membangun struktur birokrasi dan administrasi pemerintahan desa yang berstatus
berdiri sendiri dan bertingkat Desa Swadaya. Fasilitas yang dibangun oleh Proyek
Trans-AD II Desa Hanura yaitu rumah tempat tinggal Trans-AD yang berjumlah 157
unit, rumah guru 25 unit, rumah petugas 2 unit, masjid, poliklinik, sekolah SD sampai
57
SMP, Sekolah Pendidikan Guru (SPG), bangunan kapel, Bangunan buller, jalan raya
sepanjang 12,5 Km dari ibu kota provinsi, kantor desa, pasar, dan lapangan.43
Pada tahun 1969 di Sungai Way Cilimus pernah dibangun bendungan kecil
untuk mengairi sawah milik warga Hanura, namun tidak bisa digunakan dengan
maksimal karena debit air yang kecil. Oleh karena itu, Desa Hanura tidak memiliki
banyak lahan persawahan.44
Beraneka ketegangan dapat timbul di daerah transmigrasi karena perbedaan
pendidikan dan keterampilan,oleh karena para transmigran merebut kedudukan-
kedudukan yang lebih baik dan lebih menguntungkan daripada penduduk setempat.45
Ketegangan ataupun konflik antara masyarakat Trans-AD Hanura dengan masyarakat
asli tidak terjadi sama sekali sejak kedatangan para anggota Trans-AD. Konflik yang
terjadi di daerah transmigrasi biasanya disebabkan oleh pengambil alihan lahan yang
tidak tuntas dan perencanaan pembangunan hanya memperhatikan sektor pertanian,
namun kurang memperhatikan sektor keamanan dan pendidikan.
Sejak tahun pertama penempatan, anggota Trans-AD yang belum pensiun
masih melaksanakan apel dan patroli rutin setiap pagi dan sore hari untuk menjaga
keamanan. Patroli rutin dilakukan untuk mencegah adanya gerakan-gerakan yang
43
Arsip Komando Daerah Militer IV Sriwijaya dan Komando Resor Militer
043 Garuda Hitam, “Proyek Transad Hanura”, (Lampung: Komando Resor Militer
043 Garuda Hitam, 1979). 44
Wawancara dengan Sukarsono (68 tahun, Kepala Dusun A, Anak dari Pelda.
Purn. Sankardi), tanggal 12 Maret 2016. 45
Sri Edi Swasono dan Masri Singarimbun, Transmigrasi di Indonesia 1905-
1985, (Jakarta: UI Press, 1985). Hlm. 225.
58
bersifat radikal yang dianggap mengancam kedaulatan NKRI di tengah masyarakat,
seperti lahirnya paham komunis.
Pembangunan infrastruktur seluruhnya selesai dibangun, fasilitas pendidikan
yang ada langsung digunakan oleh para anggota Trans-AD untuk menaikkan status
sosial keluarganya. Pada tahun 1968, dilakukan penambahan oleh pihak Trans-AD,
yaitu mendatangkan beberapa tenaga guru dan pegawai dari Jawa untuk menyokong
fasilitas yang telah dibangun. Jumlah Pegawai dan Guru di datangkan sebanyak 41
KK, dan pengikut (Panitia Trans-AD) 127 KK, jumlah total keseluruhan Peserta
Trans-AD II Hanura adalah 325 KK atau 2.234 jiwa. Sekolah Tingkat Kanak-kanak
yang masih berstatus swasta, dibina langsung oleh ibu-ibu anggota PKK. Tercatat 29
murid yang bersekolah dengan jumlah guru sebanyak dua orang. Sekolah Dasar yang
telah berstatus negeri mendapatkan murid sebanyak 700 orang dengan jumlah guru 15
orang. Sekolah Menengah Pertama Hanura mendapatkan 240 orang murid dengan
jumlah guru sebanyak 9 orang. Pada tahun awal pembangunan desa, Desa Hanura
belum memiliki Sekolah Menengah Atas (SMA). Sekolah Pendidikan Guru (SPG)
menjadi pilihan untuk masyarakat melanjutkan pendidikannya setelah lulus dari SMP.
SPG mendapatkan 103 murid dengan jumlah guru sebanyak 12 orang.
Terletak di Km 12 sampai Km 14 jalan raya Teluk Betung-Padang Cermin.
Desa Hanura pada masa awal Proyek Trans-AD masih termasuk dalam Kecamatan
Panjang, Kabupaten Lampung Selatan. Daerah territorial KODIM 0410/ Lampung
Selatan, KOREM 043/ Garuda Hitam, dan KODAM IV/Sriwijaya. Luas wilayahnya
59
dibagi menjadi, pekarangan 117,75 Ha, Tanah Publik kavling guru dan tanah
cadangan 286 Ha, dan perladangan 196,25 Ha. Sebagian desar wilayah merupakan
perkebunan, tanah kering, dan perbukitan.
Agama merupakan salah satu pengaruh dalam kebudayaan bangsa Indonesia.
Agama dianggap sebagai faktor yang mempengaruhi individu dalam hubungan
sosialnya. Agama terdiri atas beberapa unsur pokok, yaitu kepercayaan agama
sebagai suatu prinsip yang dianggap benar dan tidak diragukan lagi. Simbol agama,
yaitu identitas agama yang dianut umatnya. Praktik keagamaan merupakan hubungan
vertikal antara manusia dengan Tuhan, dan hubungan horizintal antara manusia
dengan manusia sesuai dengan ajaran agama yang dianut. Pengalaman keagamaan,
yaitu berbagai bentuk pengalaman keagamaan yang dialami oleh pemeluk agama
secara pribadi. Di Indonesia terdapat enam agama yang diakui secara resmi, yaitu
Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Budha, dan Konghuchu.46
Penduduk Lampung sudah mulai menganut Agama Islam sejak abad ke-16.
Agama Islam di Lampung berasal dari Sumatera Barat dan Aceh yang merupakan
pendatang yang melakukan perdagangan di daerah bagian Selatan Sumatera. Agama
lain yang sudah menyebar di Lampung adalah Kristen yang dibawa oleh saudagar-
saudagar dari Cina.47
Masyarakat transmigran dengan mudah hidup berdampingan
46
Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan, (Jakarta:
Gramedia, 1974), hlm. 137-142. 47
Komando Daerah Militer IV Sriwijaya dan Komando Resor Militer 043
Garuda Hitam, “Proyek Transad Hanura”, (Lampung: Komando Resor Militer 043
Garuda Hitam, 1979), hlm. 28
60
dengan penduduk asli, karena masyarakat Desa Hurun mayoritas menganut agama
Islam.
Masyarakat Desa Hanura pada awal kedatangannya masih menerapkan
budaya tradisional yang dibawa dari Pulau Jawa dalam kesehariannya. Nilai budaya
yang berpengaruh disebut dengan adat istiadat. Adat istiadat merupakan kebiasaan
atau pola perilaku tradisional masyarakat yang menerapkan kebudayaan tertentu.
Adat adalah kebiasaan yang dilakukan dan menjadi norma dalam masyarakat. Adat
membentuk pola perilaku masyarakat di dalam suatu wilayah. Adat istiadat
mengandung aturan-aturan, nilai dan pengetahuan yang saling berkaitan. Adat istiadat
memiliki fungsi sebagai pedoman tertinggi dalam bersikap dan berprilaku bagi
seluruh masyarakat.
Masyarakat Desa Hanura masih melaksanakan beberapa upacara-upacara
tradisional. Upacara keagamaaan yang masih sering dilaksanakan di Desa Hanura
adalah Upacara Selametan. Upacara Selametan umumnya dapat digolongkan sesuai
dengan peristiwa atau kejadian dalam kehidupan sehari-hari seperti perkawinan,
kelahiran, kematian, bersih desa, tolak bala dan lain-lain.48
Pada tahun 1966 para transmigran menempati permukiman barunya, berbaur
dengan masyarakat dan mengembangkan kesenian yang dibawa dari jawa, pulau asal
penduduk Hanura. Alasan transmigran tetap melestarikan kesenian Jawa adalah untuk
memupuk rasa persaudaraan diantara para trasmigran sendiri dan masyarakat yang
48
Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, (Jakarta:
Djambatan, 1979), hlm. 340.
61
tinggal di sekitar desa. Pertunjukan seni juga menjadi sarana hiburan di tengah
aktivitas sehari-hari masyarakat yang mayoritas bekerja sebagai petani dan nelayan.
Pertunjukan seni digelar disebuah bangunan balai desa yang telah dibangun
oleh anggota Trans-AD beserta fasilitas-fasilitas yang cukup mendukung. Gedung
balai desa berada tepat bersebelahan dengan Kantor Kepala Desa Hanura.
Pertunjukan yang ditampikan, yaitu karawitan khas Jawa Tengah oleh kelompok
kesenian yang dibentuk oleh anggota Trans-AD II. Balai desa pernah digunakan
menjadi tempat ibadah sementara untuk para anggota yang beragama Kristen dan
Katolik.
Kebudayaan dari daerah yang dibawa oleh masyarakat Trans-AD juga ikut
berkembang di tengah masyarakat khususnya kesenian. Masyarakat mengembangkan
kesenian Karawitan Jawa, Gendang Pencak dari Jawa Barat, dan Orkes keroncong. Di
Desa Hanura juga disediakan balai desa yang terletak disebelah kantor kepala desa.
Balai desa digunakan untuk mempertunjukan kesenian-kesenian yang ada dan sebagai
sarana pengakraban antara masyarakat asli dengan masyarakat Trans-AD.
Perekonomian transmigran semakin membaik, hanya ada beberapa anggota
yang memiliki ekonomi lemah, karena berasal dari veteran dengan uang pensiun yang
sangat kecil. Terkadang terjadi kegiatan perjudian yang dilakukan masyarakat akibat
terpengaruh budaya negatif dari kota atau desa sekitar. Masih terdapat perkebunan
penduduk yang administrasinya tunduk kepada Kepala Kampung di luar proyek. Hal
ini menyulitkan pembinaan desa. Belum adanya penegasan mengenai status tanah-
62
tanah pantai menyebabkan keraguan untuk mengolah tanah-tanah tersebut.49
Dibentuk pula sebuah lembaga sebagai pembantu sarana perekonomian masyarakat
yaitu Koperasi Unit Desa (KUD) yang bergerak pada bidang perdagangan, simpan
pinjam, pelayanan Bimas, Inmas, dan telah berbadan Hukum. Lembaga KUD hanya
terdapat pada Proyek Trans-AD I Poncowati dan Hanura.50
Pada tahun 1979, proses pembagian tanah, baik tanah pekarangan maupun
tanah garapan telah selesai seluruhnya dan masing-masing anggota transmigran telah
menerima sertifikat. Tanah kavling pekarangan dan garapan untuk Trans-AD II
Hanura adalah seluas 2 Ha per Kepala Keluarga, dan jumlah sertifikat yang
terbagikan adalah 319 buah sertifikat. Sertifikat tanah untuk warga Trans-AD II
Hanura dan batas-batas Desa dipasangi patok-patok oleh Direktorat Agraria. Proses
sertifikasi tanah terjadi melalui beberapa proses musyawarah yang cukup panjang
dengan warga Hurun, karena ada wilayah yang belum sepenuhnya mendapatkan ganti
rugi.
Rencana akan pembangunan pangkalan TNI Angkatan Laut di Padang Cermin
pada tahun 1980-an menjadi salah satu faktor bertambahnya jumlah penduduk di
Desa Hanura. Masyarakat Padang Cermin yang tanahnya diambil alih kebanyakan
memilih untuk pindah dan membeli tanah milik warga Hanura yang sebagian dijual
49
Arsip Komando Daerah Militer IV Sriwijaya dan Komando Resor Militer
043 Garuda Hitam, “Laporan Singkat Perkembangan dan Permasalahan Proyek
Desa Transmigrasi Angkatan Darat Di Lampung”, (Lampung: Komando Resor
Militer 043 Garuda Hitam, 1979), hlm. 7. 50
Arsip Komando Daerah Militer IV Sriwijaya dan Komando Resor Militer
043 Garuda Hitam, “Proyek Transad Hanura”, (Lampung: Komando Resor Militer
043 Garuda Hitam, 1979).
63
untuk dibangun tempat tinggal. Tanah-tanah tersebut dijual oleh penduduk Desa
Hanura setelah mendapatkan sertifikat tanah dari pemerintah.
Pada tahun 1979 terjadi kasus penyakit Malaria yang menyerang penduduk.
Akibat pengelolaan lingkungan yang kurang baik. Penyakit ini ditularkan oleh vektor
nyamuk (Anopheles betina) malaria yang semula banyak ditemukan di daerah rawa-
rawa. Tambak udang yang sudah tidak berfungsi karena pemilik berganti mata
pencaharian, kemudian terbengkalai dan menjadi sarang tempat berkembangbiak
Nyamuk Malaria. Dalam laporan tidak disebutkan secara pasti jumlah warga yang
terserang penyakit malaria, namun penyakit ini menjadi masalah yang serius di dalam
wilayah Kecamatan Padang Cermin. Dilakukan penanganan dan pengawasan oleh
Dinas Kesehatan kabupaten Lamsel untuk megurangi penyebaran penyakit malaria
tersebut agar tidak semakin meluas.51
Kordinator Pelaksana lapangan, KOREM 043 Garuda Hitam secara resmi
membentuk Pemerintahan Desa Trans-AD II Hanura. Sebagai Kepala Pemerintahan
Desa Pertama ditunjuklah Mayor Mariyo dengan mempertimbangkan umur dan
pangkat yang tertinggi kala itu dan sebagai sekretaris desa ditunjuk Soepriyanto.
Sebagai Kepala dusun diperintahkan kepada salah satu anggota yang memiliki
pangkat tertinggi di tiap dusun. Nama-nama kepala Dusun Desa Trans-AD II Hanura
antara Lain, Dusun A dipimpin oleh Mayor Marijo, Dusun B oleh Katriman, Dusun C
oleh Sarwan, dan Dusun D oleh Peltu ST. Sulaiman. Melihat usia dan kemampuanya
51
Mardiana dan Dwi Fibrianto, ”Hubungan Karakteristik Lingkungan Luar
Rumah Dengan Kejadian Penyakit Malaria”, Jurnal Kesehatan Masyarakat Volume 5
(1), (Semarang: Kemas, 2009), hlm. 12.
64
telah menurun, maka Mayor Mariyo melepaskan jabatannya sebagai kepala Desa
Hanura pada tahun 1967 dan digantikan oleh Kapten William Corne sampai tahun
1969.
Pada tahuin 1969 merupakan proses awal Demokrasi dalam suksesi
Kepempinan Desa, pemilihan Kepala Desa Trans-AD II Hanura dilaksanakan, Kopral
satu Tugio terpilih Sebagai Kepala Desa, namun dalam perjalanan memimpin Desa
Hanura, pada bulan November tahun 1971, Kopral Satu Tugio meninggal dunia.
Kepemimpinan Desa diteruskan oleh bapak Pembantu Letnan Satu Sankardi sampai
tahun 1972. Periode 1972–1977 Desa Trans-AD II Hanura kembali melaksanakan
pemilihan kepala desa baru, dan terpilihlah sersan Mayor Sularno. Kemudian pada
Periode 1977–1982 diadakan pemilihan kepala desa yang ke tiga kalinya, terpilihlah
Pembantu Letnan Satu Enan Setiyadi untuk menjabat Kepala Desa Trans-AD II
Hanura. Namun ditengah perjalanan kepemimpinannya Pembantu Letnan Satu Enan
Setiyadi meninggal dunia pada bulan September 1978, dan Pemerintahan Desa
diteruskan oleh Sersan Mayor Supardi sebagai Pejabat Kepala Desa Trans-AD II
Hanura sampai tahun 1980.52
Pada tanggal 27 Desember 1978 berdasarkan Surat Perintah Panglima
Komando Daerah Militer II Sriwijaya Nomor: SPRIN/2549/XII/1978, seluruh Proyek
Transmigrasi Angkatan Darat di Propinsi Lampung (6 Proyek Transmigrasi) yaitu,
52
Arsip Komando Daerah Militer IV Sriwijaya dan Komando Resor Militer
043 Garuda Hitam, “Sejarah Singkat Proyek-Proyek Transmigrasi Angkatan Darat
(Trans-AD) Di Daerah Lampung”, (Lampung: Komando Resor Militer 043 Garuda
Hitam, 1979), hlm. 16.
65
Poncowati, Hanura, Purnama Tungal, Bandar Agung, Bandar Sakti, dan Tanjung
Anom diserahkan pengelolaanya kepada Pemerintah Daerah Propinsi Lampung.
Serah terima Proyek Transmigrasi dilakukan secara seremonial pada tanggal 14
Februari 1979 di Desa Poncowati yang merupakan Proyek Trans-AD I. Di bawah
kepemimpinan Pembantu Letnan Dua M. Gunung dari tahun 1980–1990 Desa Trans-
AD II Hanura kemudian diserahkan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Lampung,
dibawah pembinaan Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan, dengan status Desa
Swadaya. Semenjak diberlakukannya pembinaan dan pengawasan oleh Pemerintah
Kabupaten Lampung Selatan, maka penyelenggaraan Pemerintah Desa mengacu pada
Undang-Undang No.5 tahun 1979, oleh karena itu suksesi kepemimpinan desa segera
dipersiapkan sesuai dengan UU yang berlaku.
66
BAB IV
PERTUMBUHAN DESA PROYEK TRANSMIGRASI ANGKATAN DARAT II
(TRANS-AD II) HANURA DAN PENGARUH TERHADAP KEHIDUPAN
SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI KECAMATAN PADANG CERMIN
TAHUN 1980-1990
A. Desa Hanura Setelah Tahun 1980
Desa Hanura telah terbentuk sejak tahun 1966. Lahir sebagai hasil dari Proyek
Transmigrasi Angkatan Darat kedua di Provinsi Lampung, setelah Transmigrasi
Angkatan Darat pertama pada tahun 1964 yaitu Desa Poncowati. Seiring berjalannya
waktu perkembangan Desa Hanura semakin baik. Pembangunan dilakukan oleh para
anggota TNI yang menyertakan diri untuk ikut serta dalam Proyek Transmigrasi
Angkatan Darat II Hanura, kemudian secara bergotong royong mengarap lahan dan
menghasilkan beberapa produk sosial yang menunjang masyarakat, baik yang ada di
Desa Hanura maupun masyarakat desa lain yang berada di sekitarnya.
Desa Hanura dibekali inventaris desa berupa peralatan untuk menggarap lahan
dan membangun fasilitas. Peralatan yang diberikan sebagai inventaris antara lain,
Huller padi 1 unut, Hand Tractor 1 unit, alat kantor kepala desa (Lemari, meja dan
kursi), gambar-gambar piagam desa, senjada pinjaman Kodim setempat 6 buah, dan
traktor mini 2 buah. Alat-alat tersebut digunakan untuk mengolah lahan perkebunan
dan persawahan secara bergotong royong. Pada tahun pertama produksi pangan hasil
sawah Desa Hanura belum menunjukan hasil yang mencolok, sebagian lahan baru
digunakan untuk penyemaian bibit.
67
Seiring dengan pembangunan yang dilakukan, Masyarakat selalu mengalami
perubahan-perubahan dalam kehidupannya. Proses perubahan yang terjadi menuju ke
arah kemajuan atau sebaliknya dalam berbagai aspek-aspek kehidupan masyarakat itu
sendiri. Perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat dapat dilihat, yaitu
dengan menelaah keadaan yang ada pada periode tertentu kemudian
membandingkannya dengan susunan dan kehidupannya di periode sebelumnya.
Proses perubahan dalam suatu masyarakat merupakan hal yang terjadi secara
berkesinambungan. Proses yang terjadi antara masyarakat satu dengan masyarakat
yang lain tidak pernah sama. Sebab-sebab terjadinya perubahan pada umumnya
timbul dari dalam ataupun dari luar masyarakat. Di dalam suatu masyarakat terdapat
suatu kondisi primer, seperti kondisi ekonomis, teknologis, geografis, dan biologis
yang menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan. Oleh karena perubahan tersebut,
pada akhirnya menyebabkan pula terjadinya perubahan-perubahan pada aspek sosial
lainnya.53
Salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan dalam masyarakat
khususnya masyarakat pedesaan adalah faktor pembangunan. Pembangunan desa di
Indonesia memiliki arti, yaitu sebuah pembangunan nasional yang ditujukan pada
usaha peningkatan taraf hidup masyarakat pedesaan, menumbuhkan partisipasi aktif
setiap anggota masyarakat terhadap pembangunan, dan menciptakan hubungan yang
53
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali, 1987),
hlm. 283.
68
selaras antara masyarakat dengan lingkungannya (berdasarkan GBHN dan Repelita-
repelita).54
Desa Hanura diserahkan pengelolaannya kepada Pemerintah Daerah Provinsi
Lampung sejak tahun 1979 dengan status desa Swadaya. Sejak saat itu, desa hanura
tidak lagi menyandang predikat sebagai desa proyek Trans-AD. Segala sesuatu yang
berkenaan dengan pembangunan, seluruhnya telah ditanggung oleh pemerintah
provinsi. Pembangunan adalah perubahan yang disengaja atau direncanakan dengan
tujuan untuk mengubah keadaan yang tidak dikehendaki ke arah yang dikehendaki.55
Pembangunan di Desa Hanura berlangsung secara cepat, terutama
pembangunan fasilitas untuk memenuhi aspek sosial masyarakat seperti sekolah,
posyandu, koperasi, kantor kepala desa, balai desa, dan jalan raya seluruhnya telah
rampung. Terjadi banyak perubahan sejak Proyek Transmigrasi Angkatan Darat
diserahkan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Lampung. Anggaran pembangunan
desa tidak lagi ditanggung oleh TNI-AD. Segala bentuk kegiatan desa tidak lagi
dilaporkan melalui KOREM 043/Garuda Hitam.
Pada tahun 1979, Sukarsono ditunjuk sebagai Kepala Desa Hanura sampai
tahun 1993. Seiring perkembangan dan pengelolaan desa yang semakin baik. Kerja
sama antara penduduk Hanura yang memiliki latar belakang militer dengan penduduk
sekitar membuahkan hasil yang positif. Secara geografis Desa Hanura memiliki
54
Ibid, Hlm. 198. 55
Rahardjo, Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian, (Yogyakarta: Gajah
Mada Press, 2010), hlm. 196.
69
banyak potensi karena berada di antara bukit dan laut dengan letak yang strategis,
terutama dari segi ekonomi.
Pada masa Orde Baru kedudukan militer sangat berpengaruh dalam
berjalannya pemerintahan kala itu. Daerah transmigrasi Angkatan Darat seperti
Hanura cukup mendapatkan perhatian dari pemerintah. Pembangunan tidak
mengalami banyak hambatan sehingga mampu menjadi desa yang maju dan
berpengaruh terhadap desa-desa lain yang ada di sekitarnya. Perhatian utama
pemerintah masa Orde Baru adalah sektor ekonomi masyarakat. Dengan fasilitas
pendidikan yang memadai, Desa Hanura mengalami peningkatan yang cukup
signifikan dalam status sosial penduduknya. Angka buta huruf dan pengangguran
semakin berkurang.
Pertumbuhan Ekonomi Sesuai dengan kondisi desa yang merupakan daerah
agraris maka struktur ekonominya lebih dominan kepada Sektor Pertanian dan Buruh,
di samping sektor-sektor lainnya baik berupa jasa industri, perikanan, peternakan, dan
pertukangan. Potensi ekonomi yang dikembangkan dan menjadi unggulan Desa
Hanura antara lain, komoditi sektor perkebunan berupa tanaman kakao, pala, dan
cengkeh, merupakan usaha produktif masyarakat Sektor Perkebunan yang
memberikan sumber pendapatan bagi petani dan masyarakat Desa Hanura pada
umumnya. Pemasaran hasil Perkebunan tidaklah menjadi kesulitan mengingat bahwa
pedagang dan pengepul tingkat lokal maupun pasar cukup menjanjikan baik di Desa
Hanura maupun di kota. Sektor Peternakan dengan beberapa jenis populasi ternak
yang mulai dikembangkan semisal, ayam, bebek, kambing dan lain-lainnya, masih
70
berskala rumahan, namun berpotensi menjadi komoditi unggulan desa, dan kondisi
lingkungan sangat mendukung prospek ke depan untuk desa maupun pemiliknya.
Sektor Perikanan merupakan kegiatan sampingan yang dimiliki oleh Rumah Tangga
baik berupa empang, kolam, karamba, dan pemeliharaan dengan bentuk kolam
terpal.56
Tingkat kepentingan usaha perikanan digunakan sebagai konsumsi keluarga
atau dijual sebagai tambahan penghasilan, latar belakang usaha ini adalah dengan
memanfaatkan tanah dan lingkungan sekitar rumah yang masih kosong. Sektor
industri Rumah Tangga dengan berbagai jenis kegiatan yang dikelola secara individu
atau dengan membentuk kelompok-kelompok usaha. Industri skala rumah tangga
yang terdapat di Desa Hanura yaitu, industri pengrajin kayu, industri paving blok,
makanan kecil atau kueh, dan kerajinan kain.
B. Dampak Pertumbuhan Desa Hanura Terhadap Aspek Sosial Masyarakat
Kecamatan Padang Cermin
Proyek Trans-AD II Desa Hanura melahirkan perubahan-perubahan pada
kehidupan masyarakat, terutama pada keluarga anggota Trans-AD. Perubahan-
perubahan tersebut meliputi perubahan dalam bidang sosial serta kehidupan ekonomi
masyarakat Trans-AD. Oleh karena itu, transmigrasi telah membawa pengaruh yang
luas terhadap perubahan kehidupan keluarga Trans-AD II Desa Hanura dan
kehidupan masyarakat yang ada Kecamatan Padang Cermin.
56 Wawancara dengan Leonardo (62 tahun, Anak dari Kapten Purn. J.C.
Gleling, kodam IV Sriwijaya), Tanggal 16 Maret 2016
71
Perubahan-perubahan sosial di sebuah desa terjadi karena adanya perencanaan
maupun terjadi secara alami atau tidak disengaja. Perubahan sosial yang terjadi di
dalam suatu masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola
prilaku, lapisan masyarakat, interaksi sosial dan lain sebagainya. Faktor penyebab
terjadinya perubahan sosial salah satunya adalah adanya rasa ketidakpuasan dari
suatu masyarakat dengan keadaan yang dialami, kemudian memunculkan usaha untuk
meningkatkan taraf hidupnya dengan menyesuaikan diri pada aspek-aspek kehidupan
lain yang telah mengalami perubahan lebih dahulu.57
Pertemuan antara unsur-unsur kebudayaan yang dibawa oleh masyarakat
Trans-AD Desa Hanura dan unsur kebudayaan lain yang ada di sekitar menyebabkan
terjadinya perubahan-perubahan pada kehidupan sosial masyarakat. Masyarakat
Trans-AD memiliki kebudayaan yang berbeda-beda dan sangat dipengaruhi oleh pola
kehidupan militer. Pola kehidupan militer sangat mengutamakan unsur kedisiplinan
dan organisasi yang terstruktur dengan rapih dengan sistem kepangkatan, Sedangkan
pola kehidupan masyarakat di sekitarnya masih menjalani pola kehidupan yang
konvensional. Pola konvensional yaitu pembentukan struktur masyarakatnya masih
berdasarkan garis keturunan dan umur. Pada akhirnya unsur-unsur kebudayaan baru
yang muncul menyebabkan perubahan-perubahan dan pergeseran dalam nilai-nilai
dan norma-norma serta pola hubungan sosial dalam masyarakat. Pengaruh-pengaruh
tersebut membawa perubahan dalam tingkat pendidikan, gaya hidup, dan pergaulan
masyarakat, serta stratifikasi dalam masyarakat.
57
Soerjono Soekanto, Op. Cit, hlm. 299.
72
Masyarakat Desa Hanura sebagai pendatang mendapatkan banyak pengaruh
budaya dari daerah sekitar yang mayoritas bersuku Lampung Saibatin atau orang
Lampung yang mendiami daerah pesisir. Akulturasi budaya antara masyarakat asli
dengan kebudayaan Jawa yang dibawa oleh Anggota Trans-AD dalam prosesi
upacara pernikahan. Masyarakat Desa Hanura umumnya menggunakan Tradisi
pernikahan Jawa. Setiap masyarakat yang mengadakan acara pernikahan di
kediamannya, masih memasang tanda berupa Janur Kuning yang diletakan di pintu
masuk gang atau jalan sebagai tanda sedang dilaksanakannya upacara pernikahan.
Pemasangan tanda berupa Janur Kuning yang terbuat dari daun kelapa yang masih
muda merupakan kebiasaan orang Jawa. Upacara pernikahan antara orang Hurun
yang merupakan penduduk asli Lampung dengan orang Hanura dilaksanakan
mengikuti prosesi Adat Jawa, namun busana yang digunakan menggunakan pakaian
adat Lampung Saibatin.
Perubahan yang terjadi pada masyarakat Desa Hanura dan masyarakat yang
ada di Kecamatan Padang Cermin dipengaruhi oleh kebudayaan yang berasal dari
kota. Pengaruh-pengaruh tersebut masuk melalui interaksi antara masyarakat desa
yang bekerja di kota dan juga akses dari desa menuju kota yang semakin mudah.
Perubahan dalam pergaulan antar masyarakat nampak pada bahasa yang digunakan
sebagai sarana komunikasi. Sebagian besar masyarakat menggunakan Bahasa
Indonesia dalam melakukan interaksi di antara masyarakat. Bahasa Indonesia sering
digunakan di sekolah, instansi pemerintahan dan lapangan pekerjaan lain yang ada di
Desa Hanura, sehingga bahasa daerah Lampung dan Jawa semakin jarang digunakan.
73
Pendidikan merupakan salah satu faktor penunjang penting dalam proses
pembangunan daerah. Pendidikan menjadi landasan utama untuk mencapai sebuah
kemajuan. Pada dasarnya pendidikan adalah sumber daya terbesar bagi umat
manusia. Lewat pendidikan manusia dapat berpikir secara logis dan sistematis,
memiliki wawasan yang luas dan manjadi lebih kritis untuk menghadapi masalah-
masalah yang terjadi. Proses pendidikan dan sarana pendidikan yang ada di
masyarakat sangat erat kaitannya dengan tingkat pendapatan masyarakat tersebut.
Tinggi atau rendah tingkat pendidikan yang dicapai sangat dipengaruhi oleh tingkat
kesadaran masyarakat tentang pendidikan. Semakin tinggi tingkat kesadaran
masyarakat diiringi dengan peningkatan pendapatan dan tersedianya sarana-sarana
pendidikan, maka semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat tersebut.
Tingkat pendidikan di Kecamatan Padang Cermin masih sangat rendah
sebelum adanya Trans-AD Desa Hanura. Hal ini disebabkan sarana pendidikan yang
belum tercukupi, belum adanya fasilitas sekolah, akses ke sekolah yang belum
mendukung, pendapatan keluarga yang rendah, dan jarak tempuh ke sekolah cukup
jauh. Faktor tersebut mengakibatkan banyak anak-anak tidak bisa bersekolah dan
pada akhirnya memilih untuk bekerja menggarap lahan perkebunan milik keluarga.
Sekolah yang ada terletak di wilayah Kecamatan Padang Cermin, berjarak 8 Km dari
desa dan masih setingkat Sekolah Dasar. Jika masyarakat ingin melanjutkan
pendidikan ke jenjang selanjutnya, maka harus pergi kota dan mengeluarkan biaya
lebih banyak.
74
Kesadaran orang tua di Desa Hurun dan Sidodadi akan pentingnya
pendidikan, terutama bagi anak-anak mereka, masih tergolong rendah. Situasi ini
dialami oleh kebanyakan orang tua yang enggan untuk menyekolahkan anaknya
karena alasan pekerjaan. Masyarakat Kecamatan Padang Cermin lebih memilih
anaknya untuk langsung menjadi petani, daripada menyekolahkannya dan pada
akhirnya tetap menjadi petani.58
Proyek Trans-AD II Desa Hanura sejak awal pendirian pada tahun 1966
berhasil meningkatkan taraf hidup masyarakat yang ada di Desa Hanura dan desa lain
di sekitarnya. Pembangunan fasilitas-fasilitas yang ada di Desa Hanura berimbas pada
terbukanya lahan mata pencarian baru untuk menambah pendapatan. Pembangunan
sarana pendidikan berupa sekolah dan fasilitas jalan penghubung antar desa
memudahkan masyarakat untuk pergi ke sekolah utuk mendapatkan pendidikan
formal. Sekolah yang ada di Desa Hanura seluruhnya telah berstatus Negeri. Sekolah
Pendidikan Guru (SPG) berganti statusnya menjadi Sekolah Menengah Atas Negeri
Satu Padang Cermin (SMAN I Padang Cermin) pada tahun 1979. Sekolah-sekolah
yang ada di Desa Hanura menjadi sekolah pertama yang berstatus negeri di wilayah
Kecamatan Padang Cermin. Hal ini berpengaruh pada tingkat pendidikan masyarakat
baik yang ada di Desa Hanura maupun desa-desa lain yang ada di Kecamatan Padang
Cermin.
58
Wawancara dengan Sitompul (81 tahun, Staf Komando Pelaksana (Kolak)
Trans-AD II) tanggal 14 Maret 2016.
75
Tabel 2. Jumlah Masyarakat Terdidik Desa Hanura
No. Jenis
Pendidikan
Jumlah
1980 1985 1988 1990
1 SD 700 725 730 730
2 SMP 300 309 320
3 SMA - 98 102 114
4 D 1 - D 3 2 5 10 25
(Sumber: Dokumen Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Pesawaran)
Jumlah masyarakat terdidik Kabupaten Padang Cermin cenderung mengalami
peningkatan tiap tahun. Masyarakat terdidik mengalami peningkatan bersamaan
dengan perbaikan-perbaikan fasilitas pendidikan di Desa Hanura dan kesadaran
masyarakat sekitar tentang pentingnya pendidikan. Pandangan Masyarakat bahwa
semakin tinggi pendidikan yang ditempuh, maka semakin mudah masyarakat
mendapatkan pekerjaan, terutama pekerjaan yang berstatus pegawai negeri. Tingkat
pendidikan mempengaruhi jumlah pendapatan dan status sosial yang diperoleh
masyarakat. Sampai tahun 1990 di Desa Hanura belum ada masyarakat yang
menempuh pendidikan sampai ke tingkat sarjana karena mayoritas memilih menjadi
pekerja di Kota Bandar Lampung. Sekolah Pendidikan Guru (SPG) dihapuskan pada
tahun 1979 dan meluluskan 103 siswa. SPG diganti statusnya menjadi SMA dan baru
menerima siswa pada tahun 1985 untuk menyesuaikan kurikulum sengan sekolah-
sekolah yang ada di Kecamatan Padang Cermin.59
59 Wawancara dengan Sunarto (79 tahun, Pensiunan TNI AD Kodam
VIII/Brawijaya). Tanggal 20 Maret 2016.
76
Pendidikan merupakan proses belajar yang dilakukan secara sadar baik formal
maupun informal.60
Dalam hal ini masyarakat Padang Cermin, Khususnya Desa
Hanura mengalami peningkatan pendidikan tidak hanya dalam pendidikan formal.
Masyarakat mengalami peningkatan keterampilan, yaitu keterampilan dalam
pemanfaatan lahan dan membangun rumah. Keterampilan tersebut diperoleh dari
pengalaman-pengalaman saat pelaksanaan Proyek Trans-AD pada tahun 1966. Para
anggota Trans-AD diberikan pembekalan dan pengetahuan tentang kehidupan
bermasyarakat, membangun tempat tinggal, dan menggarap lahan, selain
keterampilannya sebagai pasukan pertahanan dan pengamanan.61
Tingkat pendidikan terus mengalami peningkatan setiap tahun. Siswa sekolah
mulai beragam berasal dari berbagai desa yang ada di Kecamatan Padang Cermin.
Peningkatan paling mencolok terjadi pada jumlah masyarakat yang menempuh
pendidikan sampai tingkat sarjana strata satu (S-1). Peningkatan terjadi karena
banyak lapangan pekerjaan yang membutuhkan tenaga kerja dengan jenjang
pendidikan sampai sarjana S-1. Para lulusan SMA yang tidak melanjutkan pendidikan
memilih untuk bekerja menjadi pekerja di sektor pertanian dan nonpertanian, salah
satunya menjadi karyawan toko di Pasar Hanura atau di Kota Tanjung Karang.
Stratifikasi sosial, pelapisan sosial, atau struktur sosial vertikal adalah
penggambaran kelompok-kelompok sosial dalam susunan hierarkis dan berjenjang.
60
Khairuddin H., Pembangunan Masyarakat, (Yogyakarta: Liberty, 1992),
hlm. 104. 61
Wawancara dengan Sitompul (81 tahun, Staf Komando Pelaksana (Kolak)
Trans-AD II) tanggal 14 Maret 2016.
77
Setiap kelompok masyarakat memiliki strata sosial, karena pada dasarnya kehidupan
manusia sangat dipengaruhi oleh nilai. Keberadaan nilai selalu mengandung
kelangkaan, tidak mudah didapat dan oleh karena itu, memberikan “harga” pada
penyandangnya. Masyarakat yang memperoleh lebih banyak “hal yang bernilai”
maka semakin tinggi dan terpandang kedudukannya.62
Di dalam masyarakat Desa Hanura terjadi suatu sistem pelapisan masyarakat.
Kelas-kelas sosial paling tinggi diduduki oleh masyarakat yang memiliki
kesejahteraan ekonomi dan mempunyai status sosial berdasarkan gelar dan jabatan-
jabatan yang disandang. Masyarakat yang termasuk dalam golongan ini terdiri atas
pegawai negeri, juragan, kepala desa, dan para perangkat desa lainnya, termasuk di
dalamnya para pemuka agama. Masyarakat yang dianggap berada pada lapisan sosial
rendah umumnya terdiri atas para petani penggarap, buruh tani, kuli pasar, pedagang
kecil di pasar dan masyarakat tunawisma.
Proyek Trans-AD II Desa Hanura jika dilihat dari perkembangannya telah
mampu memperbaiki kehidupan masyarakat terutama kehidupan masyarakat
transmigran sendiri. Sebuah penghargaan untuk masyarakat Trans-AD yang berhasil
memperbaiki kondisi ekonominya dan mendapatkan status sosial yang lebih tinggi
dari sebelumnya. Salah satu indikator keberhasilan tersebut dapat terlihat dari
keadaan tempat tinggal yang telah dimiliki. Rumah-rumah, pasar dan pertokoan, serta
sarana ibadah yang lengkap sudah dibangun secara permanen dilengkapi dengan
perabotan rumah yang lengkap dan modern. Masyarakat Desa Hanura telah berperan
62
Rahardjo, Op. Cit., hlm. 104.
78
memobilitas status sosialnya beserta masyarakat yang ada di Kecamatan Padang
Cermin ke tingkat yang lebih baik. Desa Hanura sudah memiliki tiga masjid,
sembilan musala, dan tiga gereja sebagai fasilitas untuk masyarakat melaksanakan
kegiatan beragama. Kondisi kedidupan yang lebih baik tersebut menjadi simbol status
sosial dalam masyarakat.
Desa Hanura mengalami bentuk stratifikasi sosial yang tebuka (Open Social
Stratification) yang berarti setiap anggota masyarakat mempunyai kesempatan untuk
berusaha dengan kemampuannya sendiri untuk memperbaiki strata sosialnya. Hal ini
terjadi pada masyarakat Trans-AD dan masyarakat desa yang ada di sekitarnya.
Berdasarkan uraian diatas Desa Hanura memperlihatkan gerak sosial vertikal, artinya
pergerakan kehidupan sosial yang mengarah naik (Social Climbing) atau menunjukan
sebuah kemajuan.63
Perkembangan dan pertumbuhan juga terlihat dari lahirnya berbagai lembaga-
lembaga sosial sebagai penunjang kehidupan masyarakat desa. Lembaga sosial atau
yang disebut juga lembaga kemasyarakatan merupakan himpunan daripada norma-
norma dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok dalam
kehidupan masyarakat.64
Lembaga-lembaga yang ada di Desa Hanura berkembang
seiring dengan kebutuhan masyarakat akan fasilitas-fasilitas desa yang semakin
meningkat. PKK menjadi salah satu lembaga yang berkembang di Desa Hanura.
63
Soerjono Soekanto, Op. Cit., hlm. 226. 64
Ibid., hlm. 178.
79
Sejak awal pembentukannya di Desa Hanura, PKK berperan dalam pengelolaan
Taman Kanak-kanak, posyandu, dan KUD.
Desa Hanura merupakan daerah yang terdiri dari pantai, laguna, sawah dan
rawa, serta pegunungan. Di sepanjang pantai terdapat tambak-tambak udang yang
aktif 6,5 Ha dan yang tidak aktif 34 Ha, bila dibandingkan dengan desa lain yang
memiliki karakteristik lingkungan sama (daerah pantai, tambak udang, laguna, dan
rawa), tingkat kejadian penyakit malaria lebih tinggi kejadiannya di Desa Hanura.
pengelolaan lingkungan yang kurang baik sangat berpotensial menjadi tempat
perindukan nyamuk malaria. Tambak udang yang sudah tidak aktif dibiarkan begitu
saja karena sudah tidak produktif lagi, menyebabkan masyarakat beralih mata
pencarian. Puskesmas Hanura berperan aktif dalam pengawasan kesehata masyarakat
desa. Pada tahun 1981 di Puskesmas Hanura terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB)
dengan penderita malaria klinis 67 jiwa dan penderita malaria positif berjumlah 14
jiwa serta kematian 7 jiwa. Penyakit malaria juga menyebar ke desa lain yang ada di
sekitar desa hanura, tercatat oleh Puskesmas Hanura Desa Sukajaya dengan penderita
malaria klinis 462 jiwa dan malaria positif berjumlah 243 jiwa, Desa Hurun dengan
penderita malaria klinis 626 jiwa dan penderita malaria positif berjumlah 274 jiwa.65
Puskesmas Hanura tetap melakukan pemerikasaan dan pendataan rutin tiap tahun
terhadap masyarakat Kecamatan Padang Cermin, khususnya Desa Hanura.
65
Mardiana dan Dwi Fibrianto, ”Hubungan Karakteristik Lingkungan Luar
Rumah Dengan Kejadian Penyakit Malaria”, Jurnal Kesehatan Masyarakat Volume 5
(1), (Semarang: Kemas, 2009), hlm. 12.
80
B. Dampak Pertumbuhan Desa Hanura Terhadap Aspek Ekonomi Masyarakat
Kecamatan Padang Cermin
Latar belakang dilaksanakannya transmigrasi adalah untuk meratakan jumlah
penduduk dan melakukan pembangunan di wilayah-wilayah yang potensial namun
belum tergarap secara maksimal, bertujuan untuk meningkatkan kesejahtaraan sosial
dan ekonomi masyarakat. Proyek Transmigrasi Angkatan Darat II Desa Hanura
dalam proses pembangunannya berdampak pada terjadinya perubahan pada
masyarakat desa yang ada di sekitarnya, salah satunya perubahan pada tingkat
kesejahteraan ekonomi masyarakat. Dengan demikian Trans-AD II telah membawa
pengaruh positif untuk masyarakat yang ada di dalam dan di luar Desa Hanura.
Kehadiran dan perkembangan Desa Proyek Trans-AD II Hanura mampu
membawa perubahan-perubahan di bidang ekonomi kearah yang lebih baik. Hal ini
terjadi pada peningkatan pendapatan masyarakat perkapita. Masyarakat dengan
mudah melakukan kegiatan ekonomi dari Desa Hanura menuju kota Tanjung Karang,
karena adanya pembangunan akses jalan yang semakin mendukung sarana
transportasi untuk mendistribusikan barang dan hasil pertanian.
Kemajuan teknologi yang semakin maju dan diikuti oleh kemajuan alat
transportasi yang semakin memudahkan kegiatan-kegatan masyarakat. Masyarakat
desa Hanura dapat menjangkau daerah lain dengan mudah dan cepat. Alat
transportasi roda dua dan empat menuju desa di pesisir barat semakin bertambah
seiring berjalannya waktu. Sarana transportasi Angkutan Kota atau yang disebut
Angkot oleh masyarakat pada umumnya yaitu berupa mobil colt/minibus yang
81
beroprasi melewati jalan-jalan desa yang ada di Kecamatan Teluk Pandan. Meskipun
jumlahnya masih sedikit, angkot sangat membantu masyarakat untuk bepergian. Jasa
angkutan untuk mengangkat barang-barang dagangan menuju Pasar Desa Hanura
juga ikut tersedia, yaitu mobil pick up, namun pada bagian bak yang sudah tertutup
menggunakan terpal agar terhindar dari air saat hujan dan dilengkapi dengan tempat
duduk memanjang seadanya.66
Pasar Hanura menjadi pusat kegiatan ekonomi masyarakat yang ada di
Kecamatan Padang Cermin terutama Desa Hanura, Sidodadi dan Hurun. Pasar
Hanura sejak difungsikan tahun 1971, menjadi jalan pembuka banyak lapangan
pekerjaan baru seperti, menjadi pedagang, penjaga kios, karyawan toko, kuli, ojek,
dan petugas kebersihan pasar. Penduduk yang ada di Kecamatan Padang Cermin
tidak perlu lagi membawa jauh-jauh barang dagangannya menuju kota Tanjung
Karang untuk dijual. Hasil bumi berupa hasil laut dan pertanian dijual di Pasar
Hanura guna memenuhi kebutuhan pokok masyarakat. Pasar Hanura memiliki 30
kios dan 3 tempat makan. Selain itu, Pasar Hanura juga menjadi salah satu faktor
munculnya urbanisasi di Desa Hanura yang menyebabkan sedikit perubahan pada
gaya hidup masyarakat. Memenuhi kebutuhan dan meningkatkan daya beli agar dapat
hidup dengan layak merupakan keinginan setiap masyarakat. Daya beli masyarakat
dapat ditentukan oleh besar pendapatan yang diperoleh dari usaha-usaha yang
66
Wawancara dengan Supano (46 tahun, Pemilik Toko Kelontongan di Pasar
Hanura), Tanggal 15 Juni 2016.
82
dilakukan di segala bidang. Semakin tinggi daya beli berarti tinggi pula pendapatan
yang diperoleh masyarakat, begitupun sebaliknya.
Kemampuan daya beli masyarakat Padang Cermin mengalami perubahan
akibat meningkatnya tingkat pendapatan, khususnya Desa Hanura. Daya beli
masyarakat meningkat terhadap barang-barang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
terutama pada kebutuhan pokok. Hal ini dipengaruhi oleh pendapatan masyarakat
yang semakin meningkat. Hasil pertanian sudah sepenuhnya dimanfaatkan untuk
dijual di pasar. Sebelum terjadinya peningkatan pendapatan, masyarakat
memanfaatkan hasil pertanian berupa bahan pokok untuk dikonsumsi sehari-hari.
Keadaan ekonomi masyarakat yang semakin membaik di tunjukan oleh
keadaan rumah-rumah milik penduduk Desa Hanura dan desa-desa lain di sekitarnya
yang semakin baik dan jumlahnya semakin banyak. Rumah-rumah yang pada
awalnya dibangun dengan menggunakan kayu seadanya, berubah menjadi bangunan
permanen yang kokoh. Rumah-rumah sudah memiliki saluran sanitasi yang cukup
baik dan dilengkapi dengan perabotan-perabotan yang modern.
Tabel 4. Jenis Pekerjaan Masyarakat Desa Hanura tahun 1980
83
No Jenis Pekerjaan Jumlah
1 Pensiunan 117
2 PNS Bukan Guru 342
3 TNI-POLRI 111
4 Petani 467
5 Buruh 304
6 Pegawai Swasta 158
7 Guru 127
Jumlah 1.626
(Sumber: Dokumen Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Pesawaran tahun 1980)
Pendapatan perkapita mengalami perubahan dan mempengaruhi keadaan
ekonomi masyarakat. Hal ini disebebkan oleh mata pencarian yang bergeser ke sektor
nonpertanian. Masyarakat memilih bekerja menjadi pegawai negeri sebagai Perangkat
Desa, PNS, Guru, dan POLRI karena mendapatkan pendapatan berupa gaji dan
tunjangan-tunjangan lain setiap bulannya. Mereka tidak perlu lagi menggarap sawah
dan perkebunan. Lahan sawah dan perkebunan diserahkan pengerjaannya kepada para
buruh tani yang berasal dari golongan masyarakat kurang mampu yang ada di
kecamatan Padang Cermin. Masyarakat TNI jumlahnya sedikit mengalami penurunan
karena beberapa orang sudah pindah dari desa dan sebagian sudah meninggal. Para
anak-anak dari Trans-AD mayoritas bekerja sebagai guru.
84
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Transmigrasi yang dilaksanakan oleh Angkatan Darat (AD) merupakan
gagasan Jenderal Ahmad Yani, Menteri Panglima AD. Transmigrasi digagas sebagai
bentuk perwujudan pondasi prajurit TNI Angkatan Darat (TNI-AD) dalam memasuki
dunia poitik, membangun citra di masyarakat dengan menggunakan asas demokrasi
yaitu, dari rakyat, untuk rakyat, oleh rakyat, dan kembali ke rakyat, kemudian
mengemasnya dalam perwujudan dari pola Pertahanan dan Keamanan Rakyat
Semesta (HANKAMRATA). Gagasan tersebut memiliki tujuan lain untuk anggota
TNI-AD sendiri yaitu, memberikan peluang kesejahteraan bagi anggota TNI-AD
beserta keluarganya setelah memasuki Usia Bebas Tugas (UBT) dan pensiun, sebagai
bentuk peremajaan di lingkungan TNI-AD yaitu memindahkan anggota yang telah
berganti pangkat dan habis masa tinggalnya dalam asrama untuk kemudian diganti
dengan anggota lain yang memiliki hak untuk asrama. Melalui segala kemampuan
dana dan daya yang dimiliki Angkatan Darat, lahirlah Proyek Transmigrasi Angkatan
Darat (Trans-AD).
Program transmigrasi sebagai bentuk kegiatan migrasi atau perpindahan
penduduk, dalam pelaksanaannya tidak dapat dilepaskan dari fakor-faktor yang
mempengaruhi. Faktor-faktor tersebut terdiri atas faktor pendorong (Push Factor)
dan faktor penarik (Pull Factor). Tanggapan lembaga atau masyarakat terhadap
85
faktor-faktor tersebut yang kemudian mempengaruhi keputusan untuk melakukan
migrasi. Faktor pendorong dan penarik pelaksanaan Proyek Trans-AD II Hanura di
lampung berhubungan dengan beberapa kondisi Sosial, Ekonomi dan Politik Negara
Indonesia pada masa itu.
Transmigrasi Angkatan Darat II (Trans-AD II) Hanura merupakan Proyek
Transmigrasi Angkatan Darat yang ke-dua di Provinsi Lampung setelah Proyek
Transmigrasi Angkatan Darat pertama di Poncowati, Kecamatan Terbanggi Besar,
Kabupaten Lampung Tengah, tahun 1964. Proyek ini dibuka secara resmi oleh Mayor
Jenderal Alamsyah Ratu Prawira Negara selaku Assisten VII KASAD mewakili
Pimpinan Angkatan Darat pada tanggal 17 September 1966. Kemudian proyek ini
diberi nama Hanura yang merupakan kepanjangan dari “Hati Nurani Rakyat”.
Proyek Trans-AD II Hanura dibuka pada tanggal 17 September 1966, dengan
pemberangkatan keluarga transmigran yang dituntaskan pada Bulan April 1967.
Lokasi Proyek berada di titik antara Km 12 dan Km 14 Jalan Raya Teluk Betung–
Padang Cermin dengan luas Proyek 600 Ha. Anggota Trans-AD II Hanura berjumlah
157 kepala keluarga yang berasal dari enam Kodam berbeda yang terdiri atas
Departemen Pertahanan Pusat empat kepala keluarga, Kodam Sriwijaya 12 kepala
keluarga, Kodam Siliwangi 14 kepala keluarga, Kodam Diponegoro 86 kepala
keluarga, Kodam Brawijaya 32 kepala keluarga, dan veteran sembilan kepala
keluarga.
86
Pada tanggal 27 Desember 1978 seluruh Proyek Transmigrasi Angkatan Darat
di Propinsi Lampung (6 Proyek Transmigrasi) yaitu, Poncowati, Hanura, Purnama
Tungal, Bandar Agung, Bandar Sakti, dan Tanjung Anom diserahkan pengelolaanya
kepada Pemerintah Daerah Propinsi Lampung. Proyek Trans-AD II Hanura kemudian
diserahkan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Lampung, dibawah pembinaan
Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan, dengan status Desa Swadaya. Semenjak
diberlakukannya pembinaan dan pengawasan oleh Pemerintah Kabupaten Lampung
Selatan, maka penyelenggaraan Pemerintah Desa mengacu pada Undang-Undang
No.5 tahun 1979, oleh karena itu suksesi kepemimpinan desa segera dipersiapkan
sesuai dengan UU yang berlaku.
Fasilitas Proyek Trans-AD II Hanura menyediakan pendidikan tingkat SD,
SMP dan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) yaitu, sekolah setingkat SMA di Desa
Hanura yang kala itu telah berstatus negeri. Lembaga Perekonomian yang disediakan
di Desa Hanura adalah Koperasi Unit Desa (KUD) yang berbadan Hukum dan Pasar
Hanura. Pembinaan agama sebagai bentuk kebhinekaan pada Proyek Trans-AD II
Hanura disediakan sarana dan prasarana tempat ibadah. Fasilitas yang dibangun
berdampak pada kehidupan masyarakat yang ada disekitar Desa Hanura dan
mengakibatkan banyak perubahan-perubahan di Kecamatan Padang Cermin.
87
DAFTAR PUSTAKA
A. Arsip
Laporan komando Daerah Militer IV/Sriwijaya kepada Komando Resor Militer 043
Garuda Hitam tentang Proyek Transmigrasi Angkatan Darat II Hanura.
Arsip surat Departemen Pertahanan Keamanan Markas Besar Tentara Nasional
Indonesia. Surat Perintah No: SPRIN-560/V/1978. Tentang perintah persiapan
penyerahan daerah Proyek Transmigrasi Angkatan Darat kepada Pemerintah
Daerah Provinsi Lampung.
Arsip Surat Telgram dari kasad Departemen Pertahanan Keamanan Markas Besar
Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, dari KASAD kepada
PANGDAM IV/Sriwijaya dan KA DISLURJA TNI AD tentang penyerahan
proyek Trans-AD di Lampung.
Surat Perintah Nomer. SPRIN.2549/XII/1978. Kepada DANREM 043/ Garuda Hitam
tentang persiapan acara serah terima 6 proyek Trans-AD.
Arsip Komando Daerah Militer IV/Sriwijaya dan Komando Resor Militer 043 Garuda
Hitam, Laporan singkat perkembangan dan permasalahan Proyek Desa
Transmigrasi Angkatan Darat di Lampung.
Arsip Komando Daerah Militer IV/Sriwijaya dan Komando Resor Militer 043 Garuda
Hitam, Sejarah Singkat Proyek-proyek Transmigrasi Angkatan Darat (Trans-
AD) di Daerah Lampung.
Arsip Komando Pelaksana Transmigrasi Angkatan Darat Korem 043 Garuda Hitam,
Salinan Notulen Hasil Rapat Antara Kepala Kampung Hurun, Trans-AD dan
Pejabat Kabupaten Lampung Selatan, Tanggal 26 Juli 1966.
Arsip Komando Pelaksana I Kementrian Angkatan Darat Korem 043 Garuda Hitam,
salinan notulen musyawarah dengan Rakyat Hurun, tanggal 1 Agustus 1966.
Arsip Dinas Transmigrasi Angkatan Darat Komando Pelaksana I Korem 043 Garuda
Hitam, Notulen Sidang Segi Tiga Antara Rakyat kampong Hurun, Pemerintah,
Kabupaten Lampung Selatan dan Trans-AD, tanggal 2 Agustus 1966.
Arsip Salinan Keputusan Rapat Segi Tiga Antara Wakil Rakyat Kampung Hurun
dengan Pihak Pamong Praja dan Pihak Trans-AD sebagai sambungan Rapat
Umum di Kampung Hurun, tanggal 12 Agustus 1966.
88
Arsip Berita Acara Peninjauan Kembali Ganti Rugi Harga-Harga Tanam Tumbuh
Milik Rakyat Hurun, Tanggal 6 Juli 1968.
Arsip Laporan Pelaksanaan Pembayaran Ganti Rugi Tanah dan Tanam Tumbuh Pada
Proyek II Trans-AD Hanura, tanggal 15 November 1971.
Arsip Salinan Hasil/Kesimpulan Musyawarah Antara Trans-AD dengan Rakyat
Kampung Hurun Tentang Penyelesaian Ganti Rugi Tanah dan Tanam
Tumbuh yang Terkena Proyek Trans-AD Hanura, tanggal 1 September 1971.
Arsip Berita Acara Pembayaran Kekurangan Ganti Rugi Hanura, tanggal 4 November
1971.
Daftar nama-nama Anggota Transmigrasi Proyek Desa Hanura.
Daftar Kekuatan Transmigrasi Proyek Hanura.
Peta Perumahan Proyek Transmigrasi Angkatan Darat II Hanura, skala 1:10.000,
direncanakan oleh Staf BABINTRANSJAWA, digambar oleh Toekidjo.
1979.
Foto kepala Desa Hanura Pertama.
Foto-foto Infrastruktur Desa Hanura.
B. Buku
Dudung Abdurrahman. 1999. Metode Penelitian Sejarah. Jakarta: Logos Wacana
Ilmu.
Perlmutter, Amos. 1984. Militer dan Politik. Jakarta: Rajawali Press.
Eddy Budiarso. 2000. Menentang Tirani, Aksi Mahasiswa 77/78. Jakarta: Grasindo.
Lee, Everett S. 1976. Suatu Teori Migrasi. Yogyakarta: PPK UGM.
Joan Harjono. 1982. Transmigrasi dari kolonisasi sampai swakarsa. Jakarta: PT
Gramedia.
Sartono Kartodirdjo. 1982. Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia,
Suatu Alternatif. Jakarta: PT Gramedia.
89
________________. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Khairuddin H,. 1992. Pembangunan Masyarakat. Yogyakarta: Liberty.
Koentjaraningrat. 1974. Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan. Jakarta: PT
Gramedia.
______________. 1979. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.
______________. 1983. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gajah Mada
Press.
Gottschalk, Louis. 1986. Mengerti Sejarah, edisi terjemahan Nugroho Notosusanto,
Jakarta: UI Press.
Maasih, Louis. 1981. Dunia Pedesaan: Pendidikan dan Perkembangannya. Jakarta:
Gunung Agung.
Pour, Julius. 2010. Gerakan 30 September, Pelaku, Pahlawan, dan Petualang.
Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Rahardjo. 2010. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Yogyakarta: Gajah
Mada Press.
Budi Santoso. 2000. Ketahanan Nasional Indonesia, Penangkal Disintegrasi Bangsa
dan negara. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Entang Sastraatmadja. 1987. Dampak Sosial Pembangunan.Bandung: ANGKASA.
Soebijono, dkk. 1992. Dwifungsi ABRI, Perkembangan dan Perannya Dalam
Kehidupan Politik di Indonesia. Yogyakarta: UGM Press.
Soerjono Soekanto. 1987. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali.
Sri Edi Swasono dan Masri Singarimbun. 1985. sepuluh windu transmigrasi di
Indonesia 1905-1985. Jakarta: universitas Indonesia Press.
___________________________________. 1985. Transmigrasi di Indonesia 1905-
1985. Jakarta: UI Press.
Tim Penulis Naskah Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Derah. 1981.
Sejarah Daerah Lampung. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaaan.
90
C. Skripsi dan Hasil Penelitian
Drajad Sujatmiko. 2012. Penguasaan Tanah Taman Nasional Baluran Oleh
Transmigrasi Lokal (Translok) TNI Angkatan Darat di Desa Wonorejo,
Kabupaten Situbondo. Skripsi Program studi Ilmu Sejarah FIB UNS.
(Surakarta: Koleksi Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya UNS).
Yunar Kurniadi E.S. 2004. Migrasi Penduduk Desa Sambirejo Wonogiri Ke Jakarta
Dan Pengaruhnya Terhadap Kehidupan Masyarakat Tahun 1980-2000 (Studi
Sejarah Sosial Ekonomi). Skripsi Program studi Ilmu Sejarah FIB UNS.
(Surakarta: Koleksi Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya UNS).
Mardiana dan Dwi Fibrianto, 2009, ”Hubungan Karakteristik Lingkungan Luar
Rumah Dengan Kejadian Penyakit Malaria”, Jurnal Kesehatan Masyarakat
Volume 5 (1), Semarang: Kemas.