1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki
bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke
generasi atau turun temurun. Budaya terbentuk dari berbagai macam
unsur-unsur, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa,
perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Sedangkan kebudayaan
adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan yang
meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia.
Kebudayaan daerah tercermin dalam berbagai aspek kehidupan
masyarakat diseluruh daerah, terutama di Indonesia. Setiap daerah
memiliki ciri khas kebudayaan yang berbeda. Salah satu budaya daerah
yang tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat adalah
budaya Jawa.
Budaya Jawa adalah kebudayaan yang dianut masyarakat Jawa
yang selalu mengutamakan keseimbangan, keselarasan, dan keserasian.
Pusat dari kebudaya jawa merupakan dua daerah luas bekas kerajaan
Mataram sebelum terpecah pada tahun 1755, yaitu Yogyakarta dan
Surakarta (Koentjaraningrat, 2010:37).
Budaya Jawa terbentuk dari berbagai unsur-unsur budaya, salah
satunya adalah sistem religi. Dalam religi orang Jawa tidak hanya
beragama Islam saja melainkan yang bukan islam juga ada, yaitu orang-
2
orang yang beragama Khatolik, Protestan, Budha, dan Hindu. Tetapi
penganutnya sangat kecil jumlahnya dibandingkan dengan masyarakat
yang menganut agama islam. Meskipun sebagian besar masyarakat Jawa
beragama Islam, tetapi tumpuan utama agama islam masih berpikir
Kejawen.
Sang Pencerah adalah salah satu film yang menyisipkan nilai-nilai
budaya. Sang Pencerah merupakan film drama tahun 2010 yang
disutradarai oleh Hanung Bramantyo. Film ini mengambil latar belakang
kebudayaan jawa dan menyisipkan berbagai unsur-unsur budaya Jawa
dimana peran utama yang diangkat berdasarkan kisah nyata tentang
pendiri Muhammadiyah yaitu Ahmad Dahlan.
Film merupakan salah satu bentuk media massa berupa media
elektronik yang memiliki tampilan audio visual. Jika dilihat dari segi
material film berbentuk pita seluloid, atau piringan cakram, dimana
berisikan susunan gambar baik berupa gambar hitam putih ataupun
berwarna dan memiliki suara atau audio. Di dalam Undang-undang No. 8
tahun 1992 tentang perfilman, film diartikan sebagai karya cipta seni dan
budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang dengar yang
dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid.
Dalam film masyarakat diberikan berbagai macam gambaran tentang
realita kehidupan. Tidak hanya sebagai sarana untuk menghibur saja,
melainkan juga untuk memberikan penerangan dan pendidikan. Film juga
3
digunakan sebagai mediasi untuk memberikan penjelasan tentang segala
aspek kehidupan sosial lewat pesan-pesan yang disampaikan didalamnya.
Film mampu memasuki berbagai aspek kehidupan. Mulai dari
aspek sosial, budaya, pendidikan, agama, politik, dan ekonomi sebagai
suatu rangkaian cerita yang utuh, yang di dalamnya terdapat aspek
dramatisasi dan sinematografi, sehingga penonton dapat larut dan
merasakan situasi baik yang bersifat menyenangkan, menyedihkan,
bahkan situasi emosional yang terdapat dalam tampilan sebuah film.
Film dapat berpengaruh terhadap prilaku social dan pola berpikir
dalam suatu masyarakat sesuai dengan pesan dan tema yang disampaikan
dari sebuah film tersebut. Karena dalam pembuatan sebuah film pasti ada
suatu pesan yang ingin disampaikan oleh filmmaker kepada masyarakat
luas, baik berupa pesan moral ataupun kritik sosial yang bersifat verbal
maupun non verbal sesuai dengan jenis film yang di ciptakan oleh para
pembuatnya.
Pada saat ini banyak para sineas muda di indonesia yang
bermunculan dan berlomba-lomba untuk membuat sebuah film dengan
berbagai macam tema dan cerita mulai dari persahabatan, horor, dan lain-
lain yang sedikit dibumbui dengan adegan porno dan seks. Tema dan
cerita seperti ini sangat tidak mendidik, justru akan menghancurkan
generasi-generasi muda yang akan datang. Tetapi tidak semua sineas
menyuguhkan tema-tema dan menampilkan cerita seperti uraian diatas.
Masih ada beberapa sineas yang selalu membuat film yang berkualitas
4
dengan menampilkan tema-tema dan cerita yang menarik dengan berbagai
macam tema-tema yang diangkat dengan menyisipkan nilai-nilai moral,
sosial, budaya, hingga nilai agama.
Film Sang Pencerah merupakan salah satu film karya Hanung
Bramantyo yang menyajikan cerita yang didalamnya menyampaikan
pesan-pesan tentang religi, budaya, sosial. Film ini menjadikan sejarah
sebagai pelajaran pada masa kini tentang arti toleransi dan bekerjasama
dengan yang berbeda keyakinan, kekerasan berbalut agama, dan semangat
perubahan yang kurang.
Sang Pencerah mengungkapkan sosok pahlawan nasional (Ahmad
Dahlan) itu dari sisi yang tidak banyak diketahui publik. Selain
mendirikan organisasi Islam Muhammadiyah, Ahmad Dahlan yang
mempunyai pendirian tegas juga dimunculkan sebagai pembaharu Islam di
Indonesia. Ia memperkenalkan wajah Islam yang modern, terbuka, serta
rasional. Dimana sebelumnya kepercayaan di jawa terkenal dengan
sebutan kepercayaan kejawen atau mencampurkan dengan tradisi-tradisi
kuno.
Dari pembahasan film Sang Pencerah peneliti tertarik untuk
mengangkat film ini dari latar belakang kebudayaan Jawa yaitu mengenai
agama Islam kejawen. Film tersebut digambarkan bagaimana perjuangan
Ahmad Dahlan menegakkan Islam ditengah kultur budaya Jawa yang
banyak sekali perbedaannya dengan ajaran Islam. Budaya Jawa terutama
dibawah kekuasaan Kraton Yogyakarta banyak sekali terjadi Akulturasi
5
budaya Hindu dengan Islam yang terkenal dengan kejawen dan
abangannya. Acara-acara yang bersifat keagamaan dari islam tetapi
kontennya tidak lain adalah keyakinan-keyakinan dari agama lain
termasuk kejawen. Kondisi ini yang coba di lawan oleh Ahmad Dahlan
dengan mengembalikan Islam yang sesungguhnya. Islam yang tidak
tercampur dengan pemahaman yang lain , yang dikenal dengan perjuangan
melawan Tahayul (tahlilan,apeman), Bid’ah (pohon kramat, makam),
Khurafat (jimat, ilmu kebal).
Film Sang Pencerah banyak menyisipkan berbagai pesan-pesan
verbal dan non verbal berupa bentuk-bentuk atau simbol dari Islam
kejawen. Unsur-unsur Islam berusaha ditanamkan dalam budaya Jawa
semacam pertunjukan wayang kulit, lagu-lagu dolanan anak, ular-ular,
cerita kuno, hingga upacara tradisi yang dikembangkan.
Film ini membangun kesadaran kepada generasi-generasi muda
bahwa pentinganya mempelajari suatu kebudayaan yang ada dan
melestarikan sebagai kebudayaan bangsa, dimana ada sisi positif dan
negatif dari suatu ajaran kebudayaan tertentu yang dapat dipelajari.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin melakukan penelitian
dengan menggunakan analisis isi. Dimana menurut Budd analisis isi
adalah suatu teknik sistematis untuk menganalisis isi pesan dan mengolah
pesan atau suatu alat untuk mengobservasikan dan menganalisis isi
perilaku komunikasi yang terbuka dari komunikator yang dipilih
(Kriyanto, 2010:232). Dengan demikian, peneliti bermaksud untuk
6
melakukan penelitian dengan judul Islam Kejawen dalam Film (Analisis
Isi Film Sang Pencerah karya Hanung Bramantyo).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Apa saja bentuk-bentuk Islam kejawen yang muncul dalam film Sang
Pencerah?
2. Berapa banyak frekuensi kemunculan bentuk-bentuk Islam Kejawen
dalam film Sang Pencerah?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari peneliti
adalah:
1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk Islam kejawen yang muncul dalam
film Sang Pencerah?
2. Untuk mengetahui berapa banyak frekuensi kemunculan bentuk-
bentuk Islam Kejawen dalam film Sang Pencerah?
D. Kegunaan Penelitian
1. Secara akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan bagi peneliti serta menambah referensi dan informasi bagi
peneliti-peneliti lain khususnya pada mahasiswa Ilmu Komunikasi
konsentrasi Audio Visual agar mengetahui nilai-nilai kehidupan terutama
dari segi aspek budaya melalui sebuah film.
7
2. Secara praktis
Melalui penelitian ini penulis berharap dapat memberikan
informasi berkenaan dengan analisis isi terhadap sebuah film. Serta
mampu memberikan masukan kepada para pembuat film (filmmaker)
untuk terus menggali ide kreatifnya demi menyajikan film yang
berkualitas dan pesan yang disampaikan dapat diterima penikmat film
dengan jelas.
E. Kajian Pustaka
1. Film Sebagai Komunikasi Massa
Media komunikasi ialah semua sarana yang dipergunakan
untuk memproduksi, mereproduksi, mendistribusikan atau
menyebarkan dan menyampaikan informasi. Media komunikasi sangat
diperlukan dalam interaksi manusia di masyarakat, oleh karena media
komunikasi dapat mempermudah penyampaian pesan, mengatasi
hambatan-hambatan komunikasi baik dari segi ruang maupun waktu.
Salah satu media komunikasi yang familiar di kalangan masyarakat
adalah film.
Film merupakan salah satu bentuk media massa berupa media
elektronik yang memiliki tampilan audio visual. Media audio visual
ialah media komunikasi yang dapat dilihat sekaligus didengar, jadi
untuk mengakses informasi yang disampaikan, digunakan indera
penglihatan dan pendengaran sekaligus (Aw, 2010:227-228).
8
Dalam film masyarakat diberikan berbagai macam gambaran
tentang realita kehidupan. Tidak hanya sebagai sarana untuk
menghibur saja, melainkan juga untuk memberikan penerangan dan
pendidikan. Film juga digunakan sebagai mediasi untuk memberikan
penjelasan tentang segala aspek kehidupan sosial lewat pesan-pesan
yang disampaikan didalamnya.
2. Film
Film merupakan salah satu bentuk media massa berupa media
elektronik yang memiliki tampilan audio visual. Di dalam Undang-
undang No. 8 tahun 1992 tentang perfilman, film diartikan sebagai
karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa
pandang dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan
direkam pada pita seluloid.
a. Unsur- Unsur pembentukan Film
Setiap kali membicarakan tentang film, secara umum akan
bersinggungan dengan unsur-unsur pembentukan film. Film dapat
dibagi menjadi dua unsur yakni unsur naratif dan unsur sinematik.
Unsur naratif adalah bahan (materi) yang akan diolah, sementara
unsur sinematik adalah cara (gaya) untuk mengelolahnya. Dalam
film cerita, unsur naratif adalah perlakuan terhadap cerita filmnya.
Sementara unsur sinematik adalah merupakan aspek-aspek teknis
pembentuk film. Unsur sinematik terbagi menjadi elemen pokok,
yakni:
9
(1) Mise-en-scene adalah segala hal yang berada didepan kamera.
Dalam Mise-en-scene memiliki empat elemen pokok, yakni:
setting atau latar, tata cahaya, kostum dan make-up, akting dan
pergerakan pemain.
(2) Sinematografi adalah perlakuan terhadap kamera dan filmnya
serta hubungan kamera dengan objek yang diambil.
(3) Editing adalah transisi sebuah gambar (shot) ke gambar lainnya.
(4) Suara adalah segala hal dalam film yang mampu ditangkap
melalui indera pendengaran (Pratista, 2008:1-2).
b. Jenis-jenis Film
Secara umum film dapat dibagi menjadi tiga jenis, yakni :
(1) Film Dokumenter (fakta dan nyata)
Film dokumenter adalah penyajian fakta. Film ini
berhubungan dengan orang-orang, tokoh, peristiwa dan lokasi yang
nyata. Film dokumenter merekam peristiwa yang sungguh-sungguh
terjadi dan otentik. Struktur umumnya didasarkan oleh tema atau
argumen dari sineasnya. Struktur bertuturnya film dokumenter
umumnya sangat sederhana dengan tujuan agar memudahkan
penonton untuk memahami dan mempercayai fakta-fakta yang
disajikan.
(2) Film Fiksi
Film fiksi terikat oleh plot. Dari sisi cerita, film fiksi
menggunakan cerita rekaan diluar kejadian nyata serta memiliki
10
konsep pengadeganan yang telah dirancang sejak awal. Struktur
cerita film juga terikat hukum kausalitas. Cerita biasanya juga
memiliki karakter protagonis dan antagonis, masalah dan konflik,
penutupan serta pola pengembangan cerita yang jelas. Manajemen
produksinya juga legih komplek karena biasanya menggunakan
pemain dan kru dalam jumlah yang besar.
(3) Film eksperimental
Film Eksperimental adalah film yang tidak memiliki plot
namun tetap memiliki struktur. Strukturnya sangat dipengaruhi
oleh insting subyektif sineas seperti gagasan, ide, emosi, serta
pengalaman batin. Film-film eksperimental biasanya berbentuk
abstrak dan tidak mudah dipahami (Pratista, 2008:4-8).
3. kebudayaan
Sebelum membahas tentang pemahaman mengenai kebudayaan,
terlebih dahulu mengetahui perbedaan pengertian budaya dan
kebudayaan. Dalam KUBI (Kamus Umum Bahasa Indonesia) dijelaskan
istilah „budaya‟ dapat diartikan sebagai: 1) pikiran; akal budi; 2)
berbudaya: mempunyai budaya, mempunyai pikiran dan akal budi untuk
memajukan diri. Sedangkan istilah „kebudayaan‟ diartikan: 1) segala
sesuatu yang dilakukan oleh manusia sebagai hasil pemikiran akal dan
budinya; 2) peradaban sebagai hasil akal budi manusia; 3) ilmu
pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang dimanfaatkan untuk
kehidupanya dan memberi manfaat kepadanya.
11
Menurut Koentjaraningrat “kebudayaan” berasal dar bahasa
sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari „buddhi‟ yang berarti
budi atau akal. Dengan demikian, kata „kebudayaan‟ dapat diartikan
sebagai „hal-hal yang bersangkutan dengan akal‟ (Sujarwa, 2010:27-28).
Disisi lain kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan
simbol, pemaknaan, penggambaran, struktur aturan, kebiasaan, nilai,
pemrosesan informasi dan pengalihan pola-pola konvensi pikiran,
perkataan dan perbuatan atau tindakan yang dibagikan diantara para
anggota suatu sistem sosial dan kelompok dalam suatu masyarakat.
Kebudayaan dihasilkan oleh suatu perasaan komintmen yang dibangun
oleh keseluruhan sistem sosial karena keintiman hubungan timbal balik,
kesetiakawanan, keramahtamahan, kekeluargaan dalam seluruh
masyarakat (Liliweri, 2001:4).
a. Komponen-Komponen Kebudayaan
kesamaan yang mendorong pembentukan kebudayaan suatu
kelompok sering disebut dengan komponen budaya. Komponen budaya
yang paling penting , yaitu: (1) pandangan hidup, kosmologi dan
ontologi; (2) bahasa dan simbol sistem; (3) skema kognitif; (4)
kepercayaan atau sikap dan nilai; (5) konsep tentang waktu; (6) konsep
tentang jarak dan ruang; (7) agama atau mitos dan bentuk-bentuk
ekspresi; dan (8) hubungan sosial dan jaringan komunikasi.
(1) Pandangan hidup, Kosmologi dan Otologi
12
Dalam setiap kebudayaan selalu ada pandangan hidup,
kosmologi dan otologi. Ketiga komponen tersebut seolah-olah
hanya bisa diterima namun tidak dapat dipahami atau dimengerti.
Setiap studi antar budaya selalu berusaha menggambarkan dan
menerangkan perbedaan-perbedaan tiga faktor itu dalam
kebudayaan masing-masing.
Sebagai contoh dalam setiap struktur individu selalu
terbentuk hierakri ontologi yang mengakui: (1) ada wujud
tertinggi; (2) bersifat superanatural; (3) ada norma yang mengatur
masalah kemanusiaan; (4) ada bentuk-bentuk rendah kehidupan;
(5) ada objek-objek bukan manusia; dan (6) ada lingkungan alam.
Persepsi manusia tentang relasi individu dengan unsur-unsur
tersebut tersusun pada suatu hirarki berdasarkan atas kepentingan
terhadap unsur itu, yakni kepercayaan, sikap, dan nilai. Tiga unsur
ini selalu dikenal dalam setiap uraian tentang ontologi-kebudayaan.
(2) Bahasa, Simbol, Sistem
Sebagian besar ahli antropologi dan sosiologi
mengemukakan kebudayaan ditandai oleh bahasa. Kebudayaan
tanpa bahasa adalah kebudayaan tak beradab. Bahasa menentukan
ciri kebudayaan, dari bahasa diketahui derajat kebudayaan suatu
suku bangsa. Bahasa tidak bisa dilepaskan dari suatu simbol dan
sign (tanda). Ketika bicara mengenai tanda maka akan bicara
tentang cara memberi makna terhadap objek. Tanda diartikan
13
dengan cara konotatif dan simbol dengan cara denotatif. Begitu
penting simbol dan tanda, maka kata para ahli linguistik, ketika
manusia berhenti bermain dengan tanda, maka disana dimulai
bahasa terbentuk dengan kata-kata.
Setiap kebudayaan menjadikan bahasa sebagai media
untuk menyatakan prinsip-prinsip ajaran, nilai dan norma budaya
kepada para pendukungnya. Bahasa merupakan mediasi pikiran,
perkataan, dan perbuatan.
(3) Skema Kognitif
Skema kognitif dapat diartikan dengan sistem konsep-
konsep kognitif yang dimiliki oleh individu atau sekelompok orang
terhadap objek tertentu. Setiap kebudayaan mengajarkan
anggotanya skema kognitif atau yang sering disebut peta
pandangan terhadap objek. Skema tersebut merupakan pola-pola
skematis dari bentuk interpretasi, pengorganisasian dan
penggolongan atas data tentang dunia luar. skema mempengaruhi
keputusan individu untuk menentukan prioritas fungsi objek
berdasarkan waktu dan tempat.
(4) Kepercayaan, Sikap dan Nilai
(a) Kepercayaan
Kepercayaan dibagi atas lima tingkatan:
1) Kepercayaan primitif tanpa syarat, kepercayaan ini
merupakan inti dari seluruh sistem pengalaman langsung
14
manusia. Kepercayaan yang diperoleh dari kelompok inti
yang dekat dengan sekitar. Kepercayaan ini berkaitan
dengan objek yang langsung dialami manusia, apalagi
peristiwa itu diyakini oleh seseorang yang patut dipercayai
tanpa syarat. Jenis kepercayaan ini tidak akan berubah.
2) Kepercayaan primitif dengan konsensus nol, kepercayaan
yang dipelajari manusia dengan pengalaman langsung,
namum pengalaman tersebut sangat pribadi sehingga
manusia tersebut tidak dapat menjelaskan lagi. Jenis
kepercayaan ini sifatnya bisa berubah.
3) Kepercayaan otoritas, jenis kepercayaan ini sangat
kontorversial karena tergantung dengan siapa manusia
berhubungan dan membagi informasi, atau dari sumber
mana suatu informasi dapat diperoleh. Jenis kepercayaan
ini bisa berubah jika ada persuasi lain yang menerpa.
4) Kepercayaan perolehan, kepercayaan yang diperoleh dari
pertukaran dan komunikasi dengan sumber-sumber tertentu
atau orang lain yang dianggap patut dipercayai., lebih ahli
dan lebih tahu dalam bidang tersebut. Kepercayaan ini
mudah berubah-ubah jika ada sumber lain yang lebih
terpercaya.
5) Kepercayaan ngawur, kepercayaan ini perkaitan dengan
preferensi individu dan perasaan yang relatif muda tatkala
15
memperoleh suatu informasi. Jenis kepercayaan ini muda
melanda manusia yang tidak mempunyai identitas diri.
(b) Sikap
Sikap merupakan sebuah sistem penilaian yang relatif
bertahan. Penilaian itu bisa positif atau negatif yang tergantung
atas ajaran kebudayaan tentang kepercayaan, perasaan atau emosi,
dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek serta ada
perbedaan yang diakibatkan oleh dampak sikap terhadap tindakan
sosial yang tergantung atas karakteristik utama sikap.
(c) Nilai
Nilai merupakan prinsip-prinsip sosial, tujuan atau standart
yang diterima oleh individu dan sekelompok orang , kelas sosial
maupun masyarakat. Ada banyak jenis nilai, salah satunya adalah
nilai budaya yakni suatu nilai yang dirumuskan dan ditetapkan oleh
suatu kebudayaan. Setiap individu telah diwarisi dengan nilai
kebudayaan.
(5) Konsep tentang Waktu
Setiap kebudayaan mempunyai konsep tentang masa lalu,
sekarang dan yang akan datang. Satu hal yang paling penting untuk
memahami setiap kelompok adalah mengetahui struktur waktu dari
kelompok tersebut.
(6) Konsep Jarak dan Ruang
16
Setiap kebudayaan mengajarkan anggotanya tentang
orientasi ruang dan jarak. Ruang berhubungan denga tata ruang
lahan pemukiman, pertanian dan lain-lain. Yang sifatnya lebih
pada kepentingan relasi sosial, sedangkan jarak lebih banyak
berhubungan dengan jarak fisik disaat bercakap-cakap.
(7) Agama, Mitos dan Cara Menyatakan
Setiap budaya mempunyai gejala dan peristiwa yang tidak
dapat dijelaskan secara rasional tapi hanya berdasarkan
pengalaman iman semata-mata. Seperti halnya kebudayaan jawa
yang menganut agama tradisional seperti kepercayaan kejawen.
Orang jawa percaya adanya mitos-mitos dan berbagai kekuatan
ghaib dalam alam semesta, mempercayai adanya ruh-ruh dan
makhluk halus yang dipercayai mempunyai pengaruh terhadap
kesejahteraan hidup.
(8) Hubungan Sosial dan Jaringan Komuniaksi
Keluarga-keluarga selalu terbentuk dalam komunitas-
komunitas kecil merupakan satu agen sosialisasi dalam sebuah
kebudayaan. Dengan cara tertentu kebudayaan menentukan sifat
struktur keluarga dan jaringan komunikasi. Bentuk-bentuk tersebut
ditimbulkan oleh hubungan-hubungan antara orangtua dengan
anak-anak, hubungan antara paman dan bibi, kakek dan nenek, dan
lai-lain. Keluarga yang luas diyakini sebagai batas kesadaran
komunitas yang diserahi tanggung jawab untuk menyelenggarakan
17
kesejahteraan bagi sesama. Sebagian besar kebudayaan
masyarakat merupakan kebudayaan lisan yang diyakini sebagai
kebudayaan yang lebih menekankan pada pemilikan bersama dan
kerjasama. Oleh karena itu, maka sebagian komunikasi dalam
kebudayaan tersebut selalu menggunakan komunikasi lisan dengan
media tatap muka. Para anggota kebudayaan lisan selalu merasa
tingkat partisipasi terhadap komunitasnya makin besar, sehingga
lebih muda menerima dan memberi informasi untuk sesama
(Liliweri, 2001:114-135).
b. Wujud Kebudayaan
Koentjaraningrat membedakan adanya tiga wujud kebudayaan:
(1) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide, gagasan,
nilai, norma, peraturan dan sebagainya.
(2) Wujud kebudayaan sebagai kumpulan aktivitas serta tindakan
berpola dari manusia dalam masyarakat.
(3) Wujud kebudayan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Sedangkan unsur-unsur kebudayaanya, yaitu:
a. Sistem religi dan upacara keagamaan
b. Sistem organisasi kemasyarakatan
c. Sistem pengetahuan
d. Bahasa
e. Kesenian
f. Sistem mata pencaharian hidup
18
g. Sistem teknologi dan peralatan (Sujarwa, 2010:32-33).
4. kebudayaan Jawa
Daerah asal jawa adalah pulau jawa, yaitu suatu pulau yang
panjangnya lebih dari 1.200 km, dan lebarnya 500 km. Letaknya di tepi
sebelah selatan Kepulauan Indonesia, kurang lebih tujuh derajat di sebelah
selatan garis khatulistiwa. Kondisi umum Pulau Jawa berupa dataran
rendah disepanjang pantai utara, banyak terdapat rawa-rawa yang banyak
ditumbuhi pohon bakau dan semak belukar, terutama dikawasan barat.
Sebaliknya, dipantai selatan terdiri dari pegunungan dan bukit-bukit
berbatu yang tingginya bervariasi. Jumlah penduduk jawa sangat tinggi.
Daerah yang ditinggali orang jawa adalah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Tetapi tidak semua yang menempati atau tinggal di daerah Jawa adalah
orang Jawa saja.
Penduduk di Pulau Jawa berasal dari nenek Moyang yang sama,
yaitu dari pulau-pulau di timur Semenanjung Asia yang pertama kali
ditempati manusia. Penduduk asli Jawa dan Madura rata-rata bertubuh
pendek, bentuknya sempurna dan tegap. Tindak-tanduk penduduk Jawa
sangat sopan, sederhana, lemah lembut, dan sedikit menunjukkan rasa
malu (Raffles, 2008:32-35)
a. Sistem Teknologi dan Perlengkapan Hidup
Istilah teknologi dalam konteks ini lebih mengarah pada cara-
cara memproduksi, memakai serta memelihara segala peralatan hidup
19
untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Sistem peralatan dan
unsur kebudayaan fisik yang dipakai manusia meliputi:
(1) Alat produktif, alat yang dipakai dalam pekerjaan untuk
menghasilkan barang atau benda yang di konsumsi atau
diperjualbelikan berupa senjata atau benda-benda pusaka,
wadah, alat-alat menyalahkan api, dan lain-lain.
(2) Pakaian, pakaian orang jawa cenderung memakai jarit bagi
perempuan dan sarong yang biasanya juga digunakan kaum
laki-laki. Perempuan jawa biasanya menggunakan kain yang
dililitkan mengelilingi tubuh menutupi dada atau kemben.
Sedangkan para ulama menggunakan pakaian putih putih dan
memakai surban seperti orang Arab.
(3) Transportasi, Pada awal kebudayaan umat manusia, transportasi
hanya mengandalkan jalan kaki. Sedangkan pada kebudayaan
jawa alat transportasi yang terkenal adalah kereta kuda dan
sepedah kayuh.
b. Kesenian
Kesenian mengacu pada nilai keindahan yang berasal dari
ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata
ataupun telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi,
manusia menghasilkan berbagai corak kesenian. Berbagai macam
kesenian budaya jawa, yakni: (1) seni kerajinan tangan, misalnya,
mengenai seni anyaman, seni tenun, krajinan textil, seni membatik,
20
pembuatan pusaka seperti keris dan alat-alat lainya, (2) seni tari dan
drama rakyat, tarian drama memakai topeng, tari ronggeng, tari
bedaya, lawakan, pertunjukan ahli cerita, pertunjukan wayang kulit,
tembang-tembang lagu jawa dan lain-lain.
c. Sistem Kemasyarakatan
Di dalam kenyataan hidup masyarakat orang Jawa, orang
masih membedakan antara orang priyayi yang terdiri dari pegawai
negeri dan kaum terpelajar dengan orang kebanyakan yang disebut
wong cilik, seperti petani-petani, tukang-tukang dan dan pekerja kasar
lainnya, di samping keluarga kraton dan keturunan bangsawan
bendara-bendara. Dalam kerangka susunan masyarakat ini, secara
bertingkat yang berdasarkan atas gensi-gensi itu, kaum priyayi dan
bendara-bendara menjadi lapisan masyarakat atas, sedangkan wong
cilik menjadi lapisan masyarakat bawah. Disisi lain ada juga lapisan
joko, sinoman atau bujangan. Golongan ini belum menikah dan masih
tinggal bersama orang tua atau dirumah orang lain.
Secara administratif, suatu desa di Jawa biasanya disebut
kelurahan dan dikepalai oleh seorang lurah. Sekelompok dari 15
sampai 25 desa merupakan suatu kesatuan administratif yang disebut
kecamatan dan dikepalai oleh seorang pegawai pamong praja yang
disebut camat (Koentjaraningrat, 2010:-344-345).
21
d. Sistem Mata Pencaharian Hidup
Selain sumber penghidupan yang berasal dari pekerjaan-
pekerjaan kepegawaian, pertukangan, dan perdagangan, bertani adalah
salah satu mata pencaharian hidup dari sebagian besar masyarakat
orang Jawa di desa-desa. Tetapi ada pula yang melakukan usaha-usaha
kerja sambil membuat makanan tempe, mencetak batu merah,
membatik, menganyam tikar, dan menjadi tukang-tukang kayu
(Koentjaraningrat, 2010:334-337).
e. Bahasa
Bahasa orang jawa tergolong sub-keluarga Hesperonesia dari
keluarga bahasa Malayo-Polinesia. Beberapa ilmuwan di Inggris,
German, dan Belanda telah lama meneliti tentang perkembangan
bahasa ini. Bahasa Jawa sendiri telah mengalami beberpa tahapan
perkembangan, antara lain :
(1) Jawa Kuno, bahasa ini berkembang antara abad 8-10 masehi,
dipahat pada batu atau diukir pada perunggu, dengan bahasa
seperti yang digunakan dalam karya-karya kesusastraan kuno
abad 10-14 masehi. Mayoritas berisi kata-kata puitis,
merefleksikan bahasa yang biasa digunakan saat itu.
(2) Jawa Kuno yang digunakan dalam kesusastraan Jawa Bali,
kesusastraan ini banyak ditemukan di Bali dan Lombok.
Setelah Islam mulai memasuki Jawa Timur, beberapa
komunitas Hindu-Jawa, bermigrasi ke Bali dan Lombok.
22
Kebanyakan dari mereka tinggal dan menetap di sana hingga
sekarang, bahasa yang digunakanpun sekarang lebih dikenal
sebagai Bahasa Bali.
(3) Bahasa yang digunakan dalam kesusastraan islam di Jawa
Timur, ditulis pada saat berkembangnya kebudayaan islam
yang menggantikan kebudayaan Hindu-Jawa didaerah aliran
sungai brantas dan hilir sungai bengawan Solo pada abad 16-
17 M.
(4) Bahasa Jawa-Islam di Pesisir Pantai, Budaya ini berkembang
di daerah pesisir utara Jawa, sekitar abad 17-18 masehi,
mereka menyebut diri mereka komunitas Pasisir. Komunitas
Pasisir kebanyakan bermukim di kota Demak, Kudus, dan
Gresik, kemudian barulah menyebar ke Cirebon.
(5) Bahasa Jawa Mataram, Bahasa ini berkembang di abad 18-19
Masehi, dan timbul karena pengaruh Kerajaan Mataram, yang
dulu berada di sekitar Sungai Solo, dan lembah sungai Opak
dan Progo di daerah Gunung Merapi-Merbabu-Lawu di
JawaTengah.
(6) Bahasa Jawa Sekarang, bahasa yang dipakai dalam
percakapan sehari-hari dalam masyarakat orang Jawa dalam
buku-buku serta surat-surat kabar berbahasa jawa dalam abad
ke-20 ini.
23
Pada masa sekarang bahasa yang digunakan dalam pergaulan
sehari-hari adalah bahasa Jawa. Saat mengucapkan atau berbicara
bahasa daerah ini, sesorang harus memperhatikan dan membeda-
bedakan keadaan orang yang diajak bicara atau yang sedang
dibicarakan, berdasarkan usia arau status sosialnya. Ada dua
macam bahasa Jawa apabila ditinjau dari tingkatannya, yaitu
bahasa Jawa Ngoko dan Krama. Bahasa Jawa Ngoko digunakan
untuk orang yang sudah mengenal akrab dan terhadap orang yang
lebih muda usianya serta lebih rendah status sosialnya. Sedangkan
Bahasa Jawa Krama digunakan untuk berbicara kepada orang
yang belum dikenal akrab, serta orang yang lebih tinggi derajat
sosial.
Orang Jawa juga memiliki deretan huruf alfabet sendiri,
biasa kita kenal dengan huruf “ha na ca ra ka da ta sa wa la pa da
ja ya nya ma ga ba ta nga”. Huruf-huruf ini konon muncul dari
pertarungan Pangeran Ajisaka, yang sebenarnya menerangakn arti
dari deretan huruf tersebut. Sebagian besar huruf Jawa kebanyakan
mengadopsi dari Sanskrit Dewanagari, dari India Selatan
(Koentjaraningrat, 1984:17-19).
f. Sistem Kekerabatan Orang Jawa
Menurut Koentjaraningrat, Masyarakat Jawa mengenal istilah
kindred (keluarga luas) menunjukkan arti penting dalam kebersamaan
keluarga luas. Masyarakat Jawa mengenal sistem kekeluargaan
24
bilateral, atau memperhitungkan garis keturunan dari kedua belah
pihak orang tua. Dalam kehidupan sehari-hari terdapat istilah-istilah
yang diguanakan dalam menyebut seseorang di dalam kelompok
kerabatnya. Misal, panggilan Bapak atau Rama untuk orang tua laki-
laki. Bulik, atau Paklik untuk adik dari orangtua. Serta masih banyak
lagi yang lain.
Hingga kini, penerapan kata panggilan dalam sistem
kekerabatan masih dipegang teguh, bagi orang muda, merupakan
kewajiban untuk memanggil seseorang lebih tua menggunakan istilah
yang telah ditentukan dalam sistem kekerabatan tersebut. Hal ini
menunjukkan penghormatan dari orang muda kepada orang yang lebih
tua, karena orang yang lebih tua dianggap sebagai pelindung,
pembimbing dan penjaga. Melanggar perintah dan nasehat dari orang
yang lebih tua, dipercaya menimbulkan sengsara atau kuwalat.
Berdasarkan golongan sosial, Suku Jawa membagi menjadi 3
golongan sosial, yaitu :
(1) Golongan Wong cilik (orang kecil), Golongan ini terdiri dari
petani dan mereka yang berpendapatan rendah, atau orang yang
biasa-biasa saja. Golongan ini dulu biasa bekerja di pabrik gula
atau perusahaan Belanda dan Cina. Golongan Wong Alit juga
biasa mengabdi di rumah-rumah keluarga priyayi. dan tinggal di
kampung.
25
(2) Kaum Priyayi, Merupakan kelas tertinggi dalam masyarakat Jawa,
biasa bertempat tinggal di pusat-pusat kota. Kesenjangan yang
besar kentara jelas antara kaum priyayi dan golongan wong alit.
Mulai fasilitas, pendidikan, pekerjaan, hingga perlakuan sosial dari
masyarakat. Seorang priyayi boleh mengenyam pendidikan di
sekolah, namun tidak bagi golongan wong alit.
(3) Kaum Sodagar, Kaum sodagar banyak ditemui di Jawa, baisanya
mereka berada di kota dengan populasi masyarakat Cina yang
sedikit. Mereka akan memulai usaha dibidang yang masih sedikit
dikuasai orang cina. Kaum sodagar inilah yang banyak memabawa
pengaruh bagi masyarakat Jawa. Baik itu kepercayaan seperti
Islam, maupun kesenian lain (Kholifa, 2010:29-30).
g. Aliran Kepercayaan atau Religi Masyarakat Jawa
Mengenai religi masyarakat Jawa dilihat dari dua sisi
perbedaan yaitu membandingkan religi kebudayaan jawa didaerah
pedesaan dan religi kebudayaan jawa diperkotaan, tetapi didasarkan
pada perbedaan antara agama islam Jawa yang (1) Sinkretis
menyatukan unsur-unsur pra-Hindu, Hindu dan Islam, dan (2) agama
islam yang puritan, mengikuti agama islam yang taat .
Dalam kepercayaan jawa masyarakat mengenal adanya ilmu
gaib Jawa dan gerakan-gerakan kebatinan. Kedua-duanya merupakan
unsur dalam kebudayaan Jawa. Perlu diketahui bahwa ilmu gaib
kebanyakan dipraktekkan oleh penduduk pedesaan daripada
26
diperkotaan, sebaliknya gerakan-gerakan kebatinan lebih banyak
mewarnai penduduk kota daripada orang desa. Namun baik ilmu gaib
maupun gerakan kebatinan lebih banyak dilakukan oleh orang jawa
penganut islam yang bersifat sinkretis daripada oleh orang jawa
penganut agama islam puritan.
Kepercayaan islam yang mempercayai adanya makhluk-
makhluk gaib. Kekuatan sakti, dan melakukan berbagai ritus dan
upacara-upacara keagamaan yang tidak ada sangkut pautnya dengan
agama islam yang resmi adalah suatu varian dari islam jawa, yaitu
agama Jawi.
Bentuk agama islam orang Jawa yang disebut Kejawen adalah
suatu keyakinan dan konsep-konsep Hindu-Budha yang cenderung
kearah mistik, yang tercampur jadi satu dan diakui sebagai agama
islam. Kebanyakan yang menganut ajaran ini adalah didaerah-daerah
jawa tengah. Sedangkan agama islam santri, yang walaupun tidak
terlepas dari unsur-unsur animisme dan unsur Hindu-Budha, lebih
dekat pada dogma-dogma ajaran islam yang sebenarnya. Agami islam
santri lebih cenderung didaerah Banyumas dan daerah pesisir,
Surabaya, daerah pantai Utara, ujung timur Pulau Jawa, dan lain-lain.
Orang Jawa yang bukan islam juga banyak, yaitu orang-orang
yang beragama Khatolik, Protestan, Budha, dan Hindu. Tetapi
penganutnya sangat kecil jumlahnya (Koentjaraningrat, 1984:310-
313).
27
(1) Sistem Keyakinan Agami Jawi
Sistem kejawen dapat dibagi dalam berbagai keyakinan,
konsep, pandangan, dan nilai, seperti:
(a) Yakin akan adanya Allah, menurut konsep islam kejawen
Tuhan adalah keseluruhan dalam alam dunia ini, yang
dilambangkan dengan wujud suatu makhluk dewa yang sangat
kecil, sehingga setiap waktu dapat masuk kedalam hati
sanubari orang. Pandangan orang jawa yang sifatnya
pantheistis.
(b) Yakin bahwa Muhammad adalah utusan Allah dan yakin
adanya nabi-nabi lain, sistem keyakinan agama kejawen
memandang Nabi Muhammad sangat dekat dengan Allah.
Dalam hampir setiap ritus dan upacara, pada waktu
mengadakan pengorbanan, sajian, atau selamatan orang jawa
mengucapkan nama Allah dan Nabi Muhammad.
(c) Yakin akan adanya tokoh-tokoh islam yang keramat, agami
jawi mengenal banyak tokoh-tokoh Jawa yang keramat,
biasanya adalah guru-guru agama (wali songo), tokoh-tokoh
historis, yang biasanya dikenal orang dari kesusastraan babad.
(d) Yakin adanya kosmogoni dan kosmologi, mengenai mitologi
penciptaan dunia dan manusia, walaupun dalam agami jawi
ada beberapa mite mengenai penciptaan alam semesta ,
semuanya mengandung unsur-unsur kosmologi hindu-jawa
28
dan unsur keyakinan islam bahwa Adam adalah nabi yang
pertama didunia ini. Berbagai konsepsi orang jawa mengenai
penciptaan alam semesta dapat digolongkan menjadi tiga
golongan, yaitu mite-mite dengan uunsur dominan hindu-
budha, mite dengan unsur sinkretik agami jawi dan islam,
mite dengan unsur mistik.
(e) Esyatologi agami jawi, merupakan hasil sinkretisme antara
konsep-konsep-konsep agama budha mengenai keempat
periode perkembangan alam semesta dan berakhirnya sejarah
serta harapan yang akan datangnya Imam Mahdi pada Hari
Kiamat.
(f) Yakin akan adanya dewa-dewa tertentu yang menguasai
bagian-bagian dari alam semesta, orang Jawa yakin akan
adanya dewa-dewa. Dewa-dewa dikenal dengan adanya
cerita-cerita wewayangan, dimana para dewa itu selalu
berperan sebagai pelindung manusia dan penolong.
(g) Yakin adanya makhluk halus penjelma nenek moyang yang
sudah meninggal dan roh-roh penjaga, dalam hal ini orang-
orang menganggap bahwa roh-roh nenek moyang yang sudah
meninggal masih berkeliaran, roh-roh nenek moyang akan
dipuja dan dipanggil oleh para keturunanya untuk memberi
nasehat mengenai persoalan rohani maupun material. Makam
29
nenek moyang adalah tempat melakukan hubungan secara
simbolik denagn roh orang yang sudah meninggal.
(h) Yakin akan adanya Kesaktian, hanya orang-orang yang kuat
jasmani dan rohaninya saja yang dianggap mampu memiliki
kesakten. Kesakten bisa berupa energi yang ada bada diri
seseorang ,benda-benda keramat pusaka seperti keris dan
simbolik, serta jimat-jimat kecil.
(2) Sistem Upacara Agami Jawi
Dalam sistem upacara agami Jawi yang terpenting adalah
upacara makan bersama atau selamatan yang berhubungan dengan
pemujaan roh orang yang meninggal atau pemujaan nenek
moyang. Disisi lain adat untuk mengunjungi ke makam atau nyekar
dapat dikatakan suatu tindakan yang penting dalam agami Jawi.
Berbagai jenis sajian atau sesajen tidak dapat lepas dari upacara
Agami Jawi, biasanya dilakukan pada acara selamatan upacara
agama hari-hari besar Islam,selamatan kelahiran bayi, selamatan
pada waktu pernikahan dan lain-lain.
Sedangkan dalam agami santri keyakinan dan sisitem
upacara diatas sangat berbeda sekali dan berlawanan jika
diterapkan. Agami santri lebih melakukan kegiatan keagamaan
sesuai dengan agama islam resmi yang tidak mencampurkan aliran-
aliran sinkretisme atau kejawen. Agami santri diajarkan membaca
Qur‟an yang terdiri dari konsep-konsep puritan mengenai Allah,
30
Nabi Muhammad, mengenai penciptaan dunia akhirat, yang semua
telah dipastikan adanya. Meski terkadang ada sedikit percampuran
hal-hal ajaran hindu-budha (Koentjaraningrat, 1984:319-410).
h. Islam Jawa
Islam merupakan unsur penting pembentuk jati diri orang
Jawa. Ajaran dan kebudayaan Islam mengalir sangat deras dari
Arab dan Timur Tengah sehingga memberi warna yang sangat
kental terhadap kebudayaan Jawa. Agama islam masuk ke Jawa
sebagaimana islam datang ke Malaka, Sumatra dan Kalimantan.
Agama tauhid ini terus berkembang di Jawa. Kaum pedagang dan
nelayan di pesisir banyak yang terpikat ajaran yang mengenalkan
Tuhan Allah SWT. Islam di Jawa semakin meluas lagi seiring
dengan para ulama yang selalu giat menyebarkan agama ini yang
bersumberkan dari Al-Qur‟an dan Hadis Nabi.
Islam masuk ke Jawa secara akulturasi damai. Hal ini
terjadi: Pertama karena para pendakwah islam yang datang mula-
mula adalah pesantri, ulama, pedagang dan para ahli sufi.
Sedangkan para pedagang tersebut melakukan perdagangan secara
baik-baik dan para sufi mengajarkan doktrin-doktrin spiritual.
Kedua, sifat tenggang rasa dari orang Jawa sendiri yang mudah
menerima setiap yang datang dari luar dan dianggap baik lalu
isesuaikan dengan prinsip dan kebudayaan sendiri. Sehingga
31
banyak agama mistk islam yang justru lebih muda dipahami oleh
orang Jawa (Hadisutrisno, 2009:129-132).
Namun seiring meluasnya agama islam telah terjadi
fenomena islam itu sendiri di Jawa. Karena telah terjadi
sinkretisme antara Islam dan agama Jawa (tradisi leluhur).
Percampuran yang kental demikian, telah memunculkan tradisi
tersendiri yang unik di Jawa. Dalam artian orang Jawa yang taat
menjalankan Islam, kadang-kadang masih tidak meninggalkan
ritual Kejawen. Pemahaman Islam Jawa didasarkan analogi
munculnya keyakinan Hindu Jawa yang ada jauh sebelum Islam
datang. Disisi lain karena bercampur dengan tindak budaya.
Kehadiran Islam Jawa umumnya dipelopori oleh paham
mistik kejawen. Paham ini juga dipelopori oleh hadirnya aliran
kebatinan yang cukup banyak di Jawa. Dengan masuknya Islam
Jawa yang membawa aliran kebatinan dan mistik berupa tradisi
ritual slametan, membakar kemenyan, dan sejumlah ritual
pemujaan roh-roh leluhur tampaknya dianggap tidak sejalan
dengan ajaran islam karena itu dianggap syirik (Endraswara,
2010:77-78).
Agama Islam telah mengubah wajah dan kiblat orang Jawa.
Namun, kuatnya tradisi Jawa membuat islam mau atau tidak mau
harus berakulturasi. Akhirnya wujud akulturasi tersebut menjadi
ajaran khas Jawa, yang dikenal dengan Islam Kejawen. Kini, Islam
32
dan Kejawen hampir tidak dapat dipisahkan satu dengan yang
lainya (Hadisutrisno, 2009:11).
i. bentuk-bentuk Islam Kejawen
menurut Samidi Khalim bentuk-bentuk islam kejawen
sebagai berikut :
(1) Slametan
Slametan merupakan nilai yang sakral bagi masyarakat
Jawa dengan mengundang para tetangga ditambah beberapa
kerabat dan handai taulan ikut serta. Tujuannya adalah
mencapai keadaan slamet. Slametan dilakukan dengan
mengadakan makan-makan bersam, biasanya sejak menyambut
kelahiran bayi, khitanan, pernikahan, sampai pada orang
meninggal. Slametan yang pada masa pra-Islam banyak
menggunakan tradisi mistis mitologis Hindu-Budha dengan
berbagai macam sesaji, setelah islam datang cukup dengan doa-
doa yang dipanjatkan oleh seorang rais (modin) dan bacaan-
bacaan ayat Al-Qur‟an yang dianggap telah syah.
(2) Nyadran
Salah satu bentuk upacara mengagungkan arwah
leluhur. Upacara adat ini dilakukan oleh masyarakat Jawa
dengan patuh, mengadakan berbagai macam sesaji dirumah-
rumah. Dengan cara mengadakan tabur bunga di tempat ziarah
atau kubur, kemudian orang-orang melakukan mandi suci untuk
33
menyambut datangnya bulan suci Ramadhan serta pembacaan
doa dengan membaca ayat-ayat Al-Qur‟an (tahlil) yang
dilakukan dengan cara islami (Khalim, 2008:69).
F. Definisi Konseptual
1. Islam Kejawen
Islam Kejawen adalah kepercayaan yang dianut oleh masyarakat
Jawa yang sudah tercampur dari berbagai aliran agama-agama lain dan
tradisi-tradisi kuno yang bertumpu pada kepercayaan animisme (percaya
dengan adanya makhluk halus dan roh) dan dinamisme (percaya adanya
tempat-tempat dan benda keramat).
2. Film
Film merupakan salah satu bentuk media massa berupa media
elektronik yang cara penyampaian pesanya melalui tampilan audio visual
dan memanfaatkan teknologi kamera dengan penggabungan warna dan
suara.
G. Metode Penelitian
1. Tipe dan Dasar Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode analisis isi yang bersifat
kuantitatif. Analisis isi kuatitatif adalah analisis isi yang dipakai untuk
mengukur aspek-aspek tertentu dari isi yang dilakukan secara kuantitatif.
Analisis ini mengutamakan ketepatan dalam mengidentifikasi isi
pertanyaan, seperti perhitungan penyebutan yang berulang-ulang dari kata-
kata tertentu (Eriyanto, 2011:1).
34
Menurut Krippendorff, analisis isi adalah suatu teknik penelitian
untuk membuat inferensi yang dapat direplikasikan (ditiru) dan sahih data
dengan memperhatian konteksnya. Sedangkan menurut Berelson analisis
isi adalah suatu teknik penelitian yang dilakukan secara objektif, sistematis
dan deskripsi kuantitatif dari isi komunikasi yang tampak (manifest)
(Eriyanto, 2011:15).
Metode ini digunakan untuk menggambarkan atau memperoleh
suatu hasil dan pemahaman terhadap berbagai isi pesan komunikasi yang
disampaikan oleh media massa secara objektif dan sistematis.
Tipe penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan
menggunakan perangkat statistik. Statistik deskriptif adalah statistik yang
digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa
bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi
(Sugiyono, 2009:147).
2. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah film Sang Pencerah yang
berdurasi 120 menit yang ada dalam 1 keping DVD.
3. Unit Analisis
Menurut Krippendorff, unit analisis sebagai apa yang diobservasi,
dicatat dan dianggap sebagai data, memisahkan menurut batas-batasanya
dan mengidentifikasi untuk analisis berikutnya (Eriyanto, 2011:59).
35
Unit analisis dalam penelitian ini adalah scene dalam film Sang
Pencerah yang menunjukkan bentuk-bentuk Islam Kejawen dan sesuai
dengan kategori yang telah ditentukan.
4. Satuan Ukur
Satuan ukur yang digunakan peneliti ialah durasi kemunculan
bentuk-bentuk Islam Kejawen dalam film Sang Pencerah sesuai dengan
kategori yang telah ditentukan peneliti.
5. Struktur Kategorisasi
Tahapan penting pengukuran dalam analisis isi adalah menyusun
kategorisasi. Kategori berhubungan dengan bagaimana isi (content) yang
telah dikategorikan. Adapun kategorisasi yang disusun dalam penelitian ini
untuk analisis bentuk-bentuk Islam Kejawen dalam film “Sang Pencerah”.
Berikut peneliti rincikan masing-masing bagian dari bentuk-bentuk Islam
Kejawen yang digambarkan dalam film Sang Pencerah:
a. Slametan
Slametan merupakan nilai yang sakral bagi masyarakat
Jawa. Slametan adalah upacara sedekah makanan dan doa bersama
yang bertujuan untuk memohon keslamet. Slametan biasanya
diselenggarakan untuk hajatan keberangkatan naik haji ketanah
suci, kelahiran anak, pernikahan hingga slametan kematian.
Slametan dalam film ini indikatornya adalah:
(1) Ritualnya dengan mengadakan doa dan makan bersama yang
bertujuan untuk memohon keselamatan dan ridha dari Tuhan. Ada
36
juga yang mengadakan shalawatan dengan diiringi rebana, biasanya
disebut (terbangan)
(2) Doa bersama biasanya dipanjatkan oleh seorang rais (modin)
dengan dzikir yang diucapkan ratusan kali.
(3) Dihadiri oleh orang banyak baik para tetangga maupun saudara.
(4) Berpakaian tertutup atau sopan.
(5) Diadakan dirumah warga atau tempat-tempat yang dianggap
keramat.
(6) Menyediakan berbagai macam makanan yang dihidangkan bagi
para undangan, biasanya makanan apem, tumpeng, gedhang raja
(pisang), jajan pasar. Sedangkan yang dibuat sesaji atau sesajen
adalah ambengan (nasi beserta lauk pauk yang dibungkus dengan
daun pisang), kembang telon (bunga mawar, melati, kenanga),
kemenyan atau dupa.
b. Nyadran
Nyadran merupakan salah satu bentuk upacara
mengagungkan arwah leluhur. Upacara adat ini dilakukan oleh
masyarakat Jawa dengan patuh biasanya ditempat-tempat keramat.
Nyadran dalam film ini indikatornya:
(1) Ritualnya dengan mengadakan pemujaan roh-roh nenek moyang
atau para leluhur, berziara tabur bunga untuk memohon
keselamatan, Melakukan padusan atau mandi suci disumber mata
37
air yang dilakukan bersama-sama masyarakata setempat untuk
menyambut datangnya bulan suci Ramadhan.
(2) Doa dengan mengucapkan berbagai mantra dengan bahasa Jawa,
yang mempunyai maksud agar selalu diberi keselamatan.
(3) Berpakaian tertutup dan rapi.
(4) Pemujaan ini biasanya bertempatan ditempat-tempat yang dianggap
keramat, suci dan angker bagi masyarakat setempat, seperti
dipohon-pohon, goa-goa, tempat pemakaman.
(5) Menyediakan berbagai macam sesaji atau sesajen, seperti
ambengan (nasi beserta lauk pauk yang dibungkus dengan daun
pisang), kembang telon (bunga mawar, melati, kenanga), sega gurih
(nasi putih yang diberi santan, garam), pisang, kelapa, dan
kemenyan atau dupa.
(6) Untuk mengadakan pemujaan ini biasanya dilakukan sendiri tetapi
ada juga dilakukan lebih dari satu orang sesuai dengan siapa yang
ingin memohon keselamatan.
6. Teknik Pengumpulan Data
Dalam hal ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data
sebagai berikut:
a. Data Primer, yaitu isi komunikasi yang diteliti atau data utama yang
diperoleh langsung dari objek penelitian. dengan cara mengamati dan
menganalisis data yang ada, yaitu 1 keping DVD Film Sang
Pencerah. Dalam pengumpulan data, peneliti bersama koder
38
melakukan pengamatan dengan melihat secara langsung setiap scene
yang menggambarkan bentuk-bentuk Islam Kejawen dengan
kategorisasi yang telah ditentukan. Setelah itu peneliti melakukan
capture frame adegan yang telah dipilih oleh peneliti dan koder.
b. Data Skunder, yaitu data yang diperoleh dari sumber kedua atau
data pendukung yang didapatkan dari buku-buku, artikel-artikel, serta
bahan dari internet yang berkaitan dengan bentuk-bentuk Islam
Kejawen yang dapat mendukung data primer.
Setelah melakukan pengamatan film kemudian data dikumpulkan
dan dipilah-pilah untuk dimasukkan ke dalam kategorisasi yang telah
ditetapkan. Seanjutnya untuk mempermudah pengkategorisasian, maka
dibuat lembar koding per kategori seperti contoh dibawah ini:
Tabel 1:
Contoh Lembar Koding
Scene Bentuk-bentuk Islam
Kejawen
Kategorisasi
Bentuk-bentuk Islam Kejawen
A B
1
2
Sumber: Data diolah peneliti.
Keterangan:
A: Slametan B: Nyadran
Peneliti akan memberi tanda (√) bila tedapat kategorisasi dalam setiap
scene, dan akan memberi tanda (-) bila tidak terdapat kategorisasi dalam
scene.
39
Setelah proses pengkodingan selesai, maka dimasukkan ke tabel
distribusi frekuensi. Untuk mempermudah menghitung, maka dibuat tabel
seperti berikut:
Tabel 2:
Contoh Tabel Distribusi Frekuensi
KATEGORI DURASI PROPORSI
Slametan
Nyadran
Dari tabel distributif frekuensi tersebut dilakukan analisa deskriptif.
Peneliti melakukan perhitungan prosentase dari populasi angka indeks untuk
memberikan penjelasan deskriptif mengenai unsur budaya Jawa yang
terdapat dalam film Sang Pencerah.
7. Uji Reliabilitas dan Validitas
Pada saat peneliti mulai mengukur gejala yang ditelitinya, maka
akan berhadapan dengan persoalan reliabilitas dan validitas sebagai alat
ukur yang akan dipergunakannya. Dalam penelitian ilmiah, kedua syarat alat
ukur ini sangat penting. Tanpa keduanya, penelitian tidak lagi bersifat
ilmiah.
Untuk menghasilkan data yang akuran dan dapat dipertanggung-
jawabkan maka, secara terminologi reliabilitas adalah pengulangan
penggunaan metode pengukuran atas objek material yang sama, akan
diperoleh hasil yang sama pula. Untuk itu sebelum kategori digunakan
dalam penelitian, kategori perlu diuji dahulu. Pengujian kategori
dimasukkan untuk mengetahui apakah kategori yang digunakan sudah
40
reliable atau belum. Bila hasil uji kategori menunjukkan reliable, maka
kategori tersebut layak digunakan dalam penelitian.
Untuk uji reliabilitas kategori diperlukan minimal dua orang koder.
Koder yaitu orang yang diminta memberi penilaian atau yang mengisi
lembar koding pada kategori penelitian yang telah dibuat oleh peneliti.
Sedangkan proses pengisian lembar koding disebut sebagai koding. Koder
digunakan untuk mendapat kesepakatan penilaian atas kategori peneliti
yang sudah dibuat oleh peneliti. Jadi, peneliti menunjuk orang lain untuk
melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan peneliti dalam menguji
reliabilitas kategori dengan mengamati dan memasukkan data berupa
scene ke dalam kategori yang telah ditetapkan.
Orang yang ditunjuk menjadi koder adalah orang yang mengerti
dan paham tentang audio visual serta dapat memahami keseluruhan isi
film tersebut. Yang dimaksud mengerti dalam hal ini adalah bisa menilai
tentang unsur-unsur audio visual yang ada, baik verbal maupun non verbal
yang ada di film tersebut. Untuk menghitung kesepakatan dari hasil
penelitian para koder peneliti menggunakan uji reliabilitas rumus Holsty.
Uji ini dikenal dengan uji antar kode yang diperkenalkan oleh Ole R.
Holsty (1969). Kemudian hasil pengkodingan dibandingkan dengan
menggunakan rumus holsty, yaitu:
C.R =
2M
N1 + N2
41
Keterangan :
C.R = Coefisien Reliability
M = Jumlah pernyataan yang disetujui oleh dua pengkoding dan
periset
N1, N2 = Jumlah pernyataan yang diberi kode oleh pengkoding dan
periset
Dari hasil Coefisien Reliability, Observed Agrement (persetujuan
yang diperoleh dari penelitian), kemudian untuk memperkuat hasil uji
reliabilitas dengan persetujuan koder, hasil yang diperoleh dari rumusan
diatas kemudian dihitung kembali dengan menggunakan rumus Scott
sebagai berikut:
( Observed Agreement Expected Agreement)
pi =
(1 Expected Agreement)
Keterangan :
pi = nilai keterhandalan
Observed Agreement = presentase persetujuan yang ditemukan dari
pernyataan yang disetujui antar pengkode (yaitu nilai C.R)
Expected Agreement = presentase persetujuan yang diharapkan, yaitu
jumlah proporsi dari pesan yang dikuadratkan.
Untuk menguji reliabilitas perlu adanya perhitungan tingkat
kesepakatan antara peneliti dan koder. Ambang penerimaan yang sering
dipakai untuk reliabilitas Jika tingkat kesepakatan mencapai 0,75 atau
42
lebih maka data yang diperoleh dinyatakan valid dan reliable. Namun
sebaliknya, jika tingkat kesepakatan tidak mencapai 0,75 maka
kategorisasi operasionalnya perlu dibuat lebih spesifik lagi. Artinya
kategorisasi yang dibuat belum mencapai tingkat keterandalan atau
kepercayaan.