BAB I
PENDAHULUAN
Hipertensi dalam kehamilan merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi
mortalitas dan morbiditas pada ibu bersalin. Sebanyak 5-15% dari kehamilan di
Indonesia dipersulit oleh hipertensi.1 Pada penelitian yang baru dilakukan pada tahun
2012, didapatkan sebanyak 12,7% dari wanita yang hamil menderita hipertensi dalam
kehamilan dan prevalensi hipertensi tertinggi terdapat di Sumatera Selatan sebanyak
18%.2 Mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan di Indonesia masih
tinggi karena perawatan dalam persalinan masih ditangani oleh petugas non medis
dan adanya sistem rujukan yang belum sempurna.1
Terdapat lima jenis penyakit hipertensi yang menjadi penyulit kehamilan,
yakni hipertensi gestasional, preeklampsia, eklampsia, preeklampsia yang timbul
pada hipertensi kronis, dan hipertensi kronis.3 Preeklampsia merupakan penyulit
kehamilan yang akut yang dapat terjadi sebelum, saat, dan setelah melahirkan. Secara
klinis, preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia berat dan ringan. Preeklampsia
ringan dipandang tidak memiliki resiko bagi ibu dan janin, tetapi masih mungkin
terjadinya berbagai masalah akibat dari preeklampsia itu sendiri. Preeklampsia berat
membawa resiko bagi ibu janin yang lebih besar yang membutuhkan penanganan
medis atau bahkan sampai pada pertimbangan untuk terminasi kehamilan.1
Insiden preeklampsia di Indonesia masih tergolong tinggi dan terdapat banyak
faktor yang menyebabkan meningkatnya insiden preeklampsia pada ibu hamil.4
Berbagai komplikasi dapat terjadi pada ibu yang menderita preeklamsi, baik
preeklamsi ringan maupun berat, sehingga perlu untuk dilakukannya telaah lebih
lanjut.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan1
Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of the
National High Blood Pressure Education Program Working Group on High
Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001 adalah:
Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20
minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan
20 minggu dan menetap sampai 12 minggu pasca persalinan,
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria. Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai
dengan kejang-kejang dan/atau koma
Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah hipertensi
kronik disertai tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai
proteinuria.
Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa
disertai proteinuria atau hipertensi menghilang setelah 3 bulan
pascapersalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklampsia tetapi tanpa
proteinuria.
2.2 Definisi1, 3
2
Preeklampsia adalah suatu sindrom khas-kehamilan berupa penurunan
perfusi organ akibat vasospasme dan pengaktifan endotel yang timbul setelah 20
minggu kehamilan. Dari gejala-gejala klinik preeklampsia dapat dibagi menjadi:
Preeklampsia ringan, yakni suatu sindroma spesifik kehamilan dengan
menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh
darah dan aktivasi endotel.
Preeklampsia berat, yakni preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥160
mmHg dan tekanan darah diastolik ≥110 mgHg disertai proteinuria lebih
5g/24 jam.
2.3 Faktor Resiko1,4
Faktor resiko yang meningkatkan kemungkinan terjadinya preeklampsia,
yakni:
1. Primigravida, primipaternitas
2. Hiperplasentosis; misalnya mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes
Mellitus, hidrops fetalis, bayi besar.
3. Umur yang ekstrim
4. Riwayat keluarga yang pernah preeklampsia atau eklampsia
5. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
6. Obesitas
2.4 Patofisiologi1
Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari
cabang-cabang arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah
tersebut menembus miometrium berupa arteri arkuata dan memberi cabang
3
arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis
dan arteri basalis memberi cabang arteri spiralis.
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi
trofoblas ke dalam lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi
lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas
juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks
menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi
dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi
dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan
peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta. Akibatnya, aliran darah
ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat
menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan “remodelling
arteri spiralis”.
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas
pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot
arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak
memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis
relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan “remodelling arteri
spiralis”, sehingga aliran darah utero plasenta menurun, dan terjadilah
hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan
perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan patogenesis hipertensi dalam
kehamilan selanjutnya.
Teori Iskemia Plasenta, Radikal Bebas, dan Disfungsi Endotel
Pada hipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan “remodelling arteri
spiralis” dengan akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami
iskemia akan menghasilkan oksidan, khususnya peroksida lemak meningkat,
dan antioksidan seperti vitamin E akan menurun, sehingga kadar oksidan
peroksida lemak mendominasi. Peroksida lemak akan beredar di seluruh
4
tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membran sel endotel. Disfungsi
sel endotel akan menyebabkan gangguan metabolisme prostaglandin
(prostasiklin menurun), agregasi trombosit pada daerah endotel yang
mengalami kerusakan, peningkatan permeabilitas kapiler, peningkatan
produksi bahan vasopressor yaitu endotelin, Kadar NO menurun.
Teori Intoleransi Imunologik antara Ibu dan Janin
Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak adanya hasil
konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan karenanya hormon human
leukocyte antigen protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi
respons imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya
HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel
Natural Killer (NK) ibu. Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah
invasi sel trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu. Jadi HLA-G merupakan
prakondisi untuk terjadinya invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu, di
samping untuk menghadapi sel Natural Killer. Pada plasenta hipertensi dalam
kehamilan, terjadi penurunan HLA-G. berkurangnya invasi trofoblas sangat
penting agar jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur sehingga
memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis, HLA-G juga merangsang
produksi sitikon sehingga memudahkan terjadinya reaksi inflamasi.
Teori Adaptasi Kardiovaskularisasi Genetik
Pada kehamilan normal, pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan
bahan vasopresor akibat dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin
(prostasiklin) pada sel endotel pembuluh darah. pada hipertensi dalam
kehamilan, terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopressor
karena prostaglandin menurun. Selain itu, ada faktor keturunan dan familial
dengan model gen tunggal. Genotip ibu lebih menentukan terjadinya
hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotip
5
janin. Ibu yang mengalami preeklampsia, 26% anak perempuannya akan
mengalami preeklampsia pula.
Teori Defisiensi Gizi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi
berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian
membuktkan bahwa konsumsi minyak ikan dapat mengurangi risiko
preeklampsia. Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang
dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan
mencegah vasokonstriksi pembuluh darah. beberapa peneliti juga
menganggap bahwa defisiensi kalsium pada diet perempuan hamil
mengakibatkan risiko terjadinya preeklampsia/eklampsia.
Teori Inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam
sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi.
Pada kehamilan normal plasenta juga melapaskan debris trofoblas, sebagai
sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik trofoblas, akibat reaksi stres oksidatif.
Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang timbulnya
proses inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih
dalam batas wajar, sehingga reaksi inglamasi juga masih dalam batas normal.
Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklampsia, dimana pada
preeklampsia terjadi peningkatan stress oksidatif, sehingga produksi debris
apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas
plasenta, misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda, maka reaksi stres
oksidatif akan sangat meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas juga
makin meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam
darah ibu menjadi jauh lebih besar, dibanding pada kehamilan normal.
Respons inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel
6
makrofag/granulosit, yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik
inflamasi yang menimbulkan gejala preeklampsia pada ibu.
2.5 Patologi3
Pada preekamsia dan eklampsia, terjadi perburukan patologis fungsi sejumlah
organ dan sistem, mungkin akibat vasospasme dan iskemia. Semua teori
mengenai patofisiologi preeklampsia harus mempertimbangkan pengamatan
bahwa gangguan hipertensif akibat kehamilan jauh lebih besar kemungkinan
terjadi pada wanita yang terpajan ke vilus korion untuk pertama kali; terpajan ke
vilus korion dalam jumlah besar, seperti pada kehamilan kembar atau mola
hidatidiformis; telah mengidap penyakit vaskular; atau secara genetis memiliki
predisposisi mengalami hipertensi yang timbul selama kehamilan.
Vasospasme adalah hal mendasar dalam patofisiologi preeklampsia-
eklampsia. Konsep ini didasarkan pada pengamatan langsung pembuluh darah
halus didasar kuku, fundus okuli, dan konjungtiva bulbar, dan diperkirakan dari
perubahan histologis yang dijumpai diberbagai organ yang terkena. Kontriksi
vaskular menyebabkan resistensi terhadap aliran darah dan berperan dalam
timbulnya hipertensi arteri. Vasospasme itu sendiri kemungkinan besar
menyebabkan kerusakan pada pembuluh. Selain itu, angiotensin II menyebabkan
sel-sel endotel berkontraksi. Perubahan ini mungkin menyebabkan kerusakan sel
endotel dan kebocoran dicelah antara sel-sel endotel serta menyebabkan bocornya
konstituen darah, termasuk trombosit dan fibrinogen yang kemudian mengendap
disubendotel. Perubahan ini, bersama dengan hipoksia lokal jaringan disekitarnya,
mungkin menyebabkan perdarahan, nekrosis, dan berbagai gangguan end-organ
lainnya yang dapat dijumpai pada preeklampsia berat. Sedangkan untuk janin,
kausa utama gangguan janin adalah berkurangnya perfusi uteroplasenta.
7
Perubahan Kardiovaskular
Pada preeklampsia dan eklampsia sering terjadi gangguan hebat pada fungsi
kardiovaskular. Gangguan ini pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan
afterload jantung akibat hipertensi, dan cedera endotel diserta ektravasasi
kedalam ruang ekstrasel terutama paru. Pemberian cairan yang agresif kepada
wanita dengan preeklampsia berat menyebabkan tekanan pengisian sisi kiri
meningkat secara bermakna sementara curah jantung yang sudah tinggi
bertambah hingga ke tingkat supranormal. Hemokonsentrasi adalah tanda utama
preeklampsia-eklampsia. Volume darah yang secara normal bertambah selama
kehamilan hampir tidak terjadi sama sekali dan hal ini mungkin disebabkan
vasokonstriksi generalisata yang diperparah oleh meningkatnya permeabilitas
vaskular.
Perubahan Hematologis
Kelainan hematologis terjadi pada sebagian wanita yang menderita gangguan
hipertensif akibat kehamilan. Trombositopenia kadang-kadang dapat sedemikian
parah sehingga mengancam nyawa, kadar plasma sebagian dari faktor pembekuan
mungkin menurun, dan eritrosit mungkin mengalami trauma sehingga bentuknya
aneh dan cepat mengalami hemolisis.
- Trombositopenia
Pada preeklampsia-eklampsia, dapat timbul trombositopenia ibu secara akut.
Setelah pelahiran, hitung trombosit akan meningkat secara progresif hingga ke
kadar normal dalam 3 hingga 5 hari. Trombositopenia nyata yang didefinisikan
oleh hitung trombosit kurang dari 100.000/ μl, menunjukkan penyakit yang parah.
Pada sebagian besar kasus, diindikasikan pengeluaran janin karena hitun
trombosit terus menurun. Secara umum, semakin rendah hitung trombosit,
semakin besar morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. Terjadinya peningkatan
8
kadar enzm hati dalam situasi klinis ini akan memperburuk prognosis. Kombinasi
hal-hal ini disebut sebagai sindrom HELLP- yaitu hemolisis (H), peningkatan
enzim hati (EL), dan trombosit rendah (LP). Preeklampsia tidak menyebabkan
trombositopenia pada neonatus.
- Koagulasi
Defisiensi berat pada salah satu faktor koagulasi larut sangat jarang terjadi pada
preeklampsia berat atau eklampsia kecuali jika terdapat keadaan lain yang
mempermudah terjadinya koagulasi konsumtif, misalnya solusio plasenta atau
perdarahan hebat akibat infark hati.
Ginjal
Pada kehamilan normal, aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus meningkat
secara bermakna. Jika terjadi preeklampsia, perfusi ginjal dan filtrasi glomerulus
berkurang. Konsentrasi asam urat plasma biasanya meningkat, terutama wanita
dengan penyakit yang parah. Pada sebagian besar pasien preeklampsia, penurunan
filtrasi glomerulus ringan sampai sedang tampaknya terjadi akibat penurunan
volume plasma sehingga kadar kreatinin plasma menjadi dua kali lipat
dibandingkan nilai pada kehamilan normal. Akan tetapi, pada beberapa kasus
preeklampsia berat, ginjal mengalami kelainan berat, dan kreatinin plasma
mungkin meningkat beberapa kali liipat dibandingkan nilai normal non hamil.
Setelah pelahiran, tanpa adanya penyakit renovaskular yang mendasari, biasanya
terjadi pemulihan sempurna fungsi ginjal. Untuk menegakkan diagnosis
preeklampsia-eklampsia harus terdapat proteinuria.
Hati
9
Pada preeklampsia berat, kadang-kadang terjadi perubahan dalam fungsi dan
integritas hati. Nekrosis hemoragik periporta dibagian perifer lobulus hati
kemungkinan besar merupakan penyebab meningkatnya enzim hati dalam serum.
Perdarahan dari lesi ini dapat menyebabkan ruptur hati, atau perdarahan dapat
meluas dibawah kapsul hati dan membentuk hematom subkapsul.
Otak
Manifestasi preeklampsia pada sistem saraf pusat, terutama kejang telah lama
diketahui. Gejala pengelihatan merupakan manifestasi lain keterlibatan otak. Dua
jenis patologi otak berbeda, tetapi berkaitan adalah perdarahan makroskopik
akibat ruptur arteri karena hipertensi berat. Perdarahan ini dapat dijumpai ppada
semua wanita dengan hipertensi gestasional, dan preeklampsia bukan merupakan
prasyarat terjadinya kelainan ini.
Lesi lainnya yang sering dijumpai pada preeklampsia dan hampir universal pada
eklampsia yang bersifat luas dan jarang mematikan. Lesi otak utama adalah
edema, hiperemia, anemia fokal, trombosis, dan perdarahan.
Ablasio Retina
Terlepasnya retina dapat menyebabkan gangguan pengelihatan, meskipun
biasanya terjadi disatu sisis dan jarang menyebabkan kehilangan pengelihatan
total pada sebagian dengan kebutaan kroteks. Jarang diindikasikan terapi bedah,
prognosis baik, dan penglihatan biasanya kembali normal dalam seminggu.
Edema serebrum dapat terjadi pada kasus-kasus yang parah, dan penurunan
kesadaran dan delirium adalah faktor utama dengan gejala yang hilang timbul.
Pada beberapa kasus, pasien mengalami koma.
2.6 Manifestasi Klinis1,5
10
Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia yaitu hipertensi dan
proteinuria, merupakan kelainan yang biasanya tidak disadari oleh wanita hamil.
Pada waktu keluhan seperti oedema, sakit kepala, gangguan penglihatan atau
nyeri epigastrium mulai timbul, kelainan tersebut biasanya sudah berat.
1. Tekanan darah
Kelainan dasar pada preeklampsi adalah vasospasme arteriol, sehingga
tidak mengherankan bila tanda peringatan awal yang paling bisa
diandalkan adalah peningkatan tekanan darah. Tekanan diastolik mungkin
merupakan tanda prognostik yang lebih andal dibandingakan tekanan
sistolik, dan tekanan diastolik sebesar 90 mmHg atau lebih menetap
menunjukan keadaan abnormal.
2. Kenaikan Berat badan
Peningkatan berat badan yang terjadi tiba-tiba dapat mendahului serangan
preeklampsia, dan bahkan kenaikan berat badan yang berlebihan
merupakan tanda pertama preeklampsia pada wanita. Peningkatan berat
badan sekitar 0,45 kg perminggu adalah normal tetapi bila melebihi dari 1
kg dalam seminggu atau 3 kg dalam sebulan maka kemungkinan terjadinya
preeklampsia harus dicurigai. Peningkatan berat badan yang mendadak
serta berlebihan terutama disebabkan oleh retensi cairan dan selalu dapat
ditemukan sebelum timbul gejala edem non dependen yang terlihat jelas,
seperti kelopak mata yang membengkak, kedua tangan atau kaki yang
membesar.
3. Proteinuria
Derajat proteinuria sangat bervariasi menunjukan adanya suatu penyebab
fungsional (vasospasme) dan bukannya organik. Pada preeklampsia awal,
proteinuria mungkin hanya minimal atau tidak ditemukan sama sekali.
Pada kasus yang paling berat, proteinuria biasanya dapat ditemukan dan
mencapai 10 gr/lt. Proteinuria hampir selalu timbul kemudian
11
dibandingkan dengan hipertensi dan biasanya lebih belakangan daripada
kenaikan berat badan yang berlebihan.
4. Nyeri kepala
Jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi akan semakin sering terjadi
pada kasus-kasus yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada daerah
frontalis dan oksipitalis, dan tidak sembuh dengan pemberian analgesik
biasa. Pada wanita hamil yang mengalami serangan eklampsi, nyeri kepala
hebat hampir dipastikan mendahului serangan kejang pertama.
5. Nyeri epigastrium
Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas merupakan keluhan yang
sering ditemukan preeklampsi berat dan dapat menunjukan serangan kejang
yang akan terjadi. Keluhan ini mungkin disebabkan oleh regangan kapsula
hepar akibat oedem atau perdarahan.
6. Gangguan penglihatan
Seperti pandangan yang sedikit kabur, skotoma hingga kebutaan sebagian
atau total. Disebabkan oleh vasospasme, iskemia dan perdarahan ptekie
pada korteks oksipital.
2.6 Diagnosis1
Diagnosis preeklampsia ringan ditegakkan berdasarkan timbulnya hipertensi
disertai proteinuria dan /atau edema setelah kehamilan 20 minggu.
Hipertensi sistolik/diastolik ≥ 140/90 mmHg. Kenaikan sistolik ≥30mmHg
dan kenaikan diastolik ≥15mmHg tidak dipakai lagi sebagai kriteria
preeklampsia.
Proteinuria ≥300mg/24 jam atau ≥ 1 + dipstick
Edema : edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklampsia, kecuali
edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisata
12
Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥160
mmHg dan tekanan darah diastolik ≥110 mgHg disertai proteinuria lebih 5g/24
jam. Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria preeklampsia berat sebagaimana
tercantum di bawah ini :
Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥110
mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat
di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring
Proteinuria lebih dari 5g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif
Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500cc/24 jam
Kenaikan kadar kreatinin plasma
Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma,
dan pandangan kabur
Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat
teregangnya kapsula Glisson)
Edema paru-paru dan sianosis
Hemolisis mikroangiopatik
Trombositopenia berat <100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan
cepat
Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoseluler), peningkatan kadar alanin
dan aspartate aminotransferase.
Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat
Sindrom HELLP
13
Pembagian preeklampsia berat yaitu (a) preeklampsia berat tanpa impending
eklampsia dan (b) preeklampsia berat dengan impending eklampsia. Disebut
impending eklampsia bila preeklampsia berat disertai gejala-gejala subjektif
berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, mual muntah, nyeri epigastrium, dan
kenaikan progresif tekanan darah.
2.7 Tatalaksana1,3, 5
Pada dasarnya penangan preeklampsi terdiri atas pengobatan medik dan
penanganan obstetrik. Penanganan obsterik ditujukan untuk melahirkan bayi
pada saat yang optimal, yaitu sebelum janin mati dalam kandungan, akan tetapi
sudah cukup matur untuk hidup diluar uterus.
Tujuan pengobatan adalah :
1. Mencegah terjadinya eklampsi.
2. Anak harus lahir dengan kemungkinan hidup besar.
3. Persalinan harus dengan trauma yang sedikit-sedikitnya.
4. Mencegah hipertensi yang menetap.
Pada umumnya indikasi untuk merawat penderita preeklampsia di rumah sakit
ialah:
1. Tekanan darah sistolik 140 mm Hg atau lebih.
2. Proteinuria 1+ atau lebih.
3. Kenaikan berat badan 1,5 kg atau lebih dalam seminggu yang berulang.
4. Penambahan oedem berlebihan secara tiba-tiba.
Pengobatan preeklampsia yang tepat ialah pengakhiran kehamilan karena
tindakan tersebut menghilangkan sebabnya dan mencegah terjadinya eklampsia
dengan bayi yang masih prematur.
Preeklampsia Ringan
Managemen umum preeklampsia ringan:
14
Ibu hamil dengan preeklampsia ringan dapat dirawat secara rawat jalan.
Dianjurkan ibu hamil banyak istirahat (berbaring/tidur miring) untuk
menghilangkan tekanan rahim pada v.kava inferior, sehingga meningkatkan
aliran darah balik dan akan menambah curah jantung.
Pada kehamilan preterm (<37 minggu) bila tekanan darah mencapai
normotensif selama perawatan, persalinannya dapat ditunggu sampai aterm.
Sementara itu, pada kehamilan aterm (>37 minggu), persalinan ditunggu
sampai terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan induksi
persalinan pada taksiran tanggal persalinan.
Preeklampsia Berat
Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap
dan dianjurkan untuk tirah baring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang penting pada
preeklampsia berat adalah pengelolaan cairan karena penderita preeklampsia dan
eklampsia mempunyai risiko tinggu untuk terjadinya edema paru dan oliguria
akibat hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradien
tekanan onkotik koloid.
Monitoring input cairan (melalui oral ataupun infus) dan output cairan (melalui
urin).
Koreksi dengan cairan (a) 5% Ringer-dekstrose atau cairan garam faal jumlah
tetesan <125 cc/jam atau (b) Infus Dekstrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi
dengan infus RL (60-125 cc/jam) 500 cc
Pasang kateter untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria terjadi bila produksi
urin <30 cc/jam dalam 2-3 jam atau 500cc/24 jam.
Pemberian obat antikejang seperti MgSO4, diazepam, fenitoin. Magnesium
sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat
saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular. Transmisi neuromuskular
membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat,
15
magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak terjadi
(terjadi kompetitfif inhibition ion kalsium dan ion magnesium). Cara
pemberian :
o Loading dose: initial dose 4gram MgSO4 IV (40% dalam 10 cc) selama
15 menit
o Maintenance dose: Diberikan infus 6 gram dalam larutan Ringer/6jam
atau diberikan 4/5 gram IM selanjutnya maintenance dose diberikan
4gram IM tiap 4-6 jam
o Syarat pemberian MgSO4, yakni harus tersedia antidotum MgSO4 bila
terjadi intoksikasi yaitu kalsium glukonas 10% = 1g (10 % dalam 10cc)
diberikan IV 3 menit; refleks Patella (+) kuat, frekuensi pernapasan >16
kali/menit, tidak ada tanda-tanda distress napas.
o Magnesium Sulfat dihentikan bila ada tanda intoksikasi dan setelah 24
jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir
Pemberian antihipertensi
o Antihipertensi lini pertama; Nifedipin dosis 10-20 mg per oral diulangi
setelah 30 menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam
o Antihipertensi lini kedua; Sodium nitroprusside 0,25 μg i.v/kg/menit,
infus ditingkatkan 0,25 μg i.v/kg/ 5 menit, atau Diazokside 30-60 mg
i.v/5 menit atau infus 10 mg/menit/dititrasi
Untuk kehamilan, sikap yang dapat diterapkan terbagi menjadi aktif dan
konservatif. Aktif berarti kehamilan segera diakhiri bersamaan dengan pemberian
pengobatan medikamentosa, dan konservatif yang berarti kehamilan tetap
dipertahankan bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa.
Indikasi perawatan aktif bila didapatkan satu atau lebih keadaan dibawah ini:
1. Ibu
16
Umur kehamilan > 37 minggu, adanya tanda-tanda impending eclampsia,
kegagalan terapi pada perawatan konservatif, diduga terjadi solusio plasenta,
timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau perdarahan
2. Janin
Adanya tanda-tanda fetal distress, adanya tanda-tanda intra uterine growth
restriction, NST non reaktif dengan profil biofisik abnormal, terjadinya
oligohidroamnion
3. Laboratorik
Adanya tanda-tanda sindroma HELLP, khususnya menurunnya trombosit
dengan cepat
2.8 Prognosis
Prognosis pada preeklampsia ringan dan sedang pada umumnya baik.
Sedangkan pada preeklampsia berat prognosisnya bervariasi. Preeklampsia dapat
ditangani dengan mengontrol tekanan darah supaya tidak terlalu tinggi dan
mencegah agar tidak terjadi eklampsia. Dikatakan eklampsia apabila disertai
dengan kejang. Kalau kondisi ini terjadi maka prognosis untuk Ibu hamil maupun
janin menjadi sangat buruk.
BAB III
KESIMPULAN
17
Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
timbulnya tekanan darah tinggi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria
dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Beberapa faktor yang
berkaitan dengan terjadinya preeklampsia adalah: Faktor Trofoblast, Faktor
Imunologik, Faktor Gizi, Faktor Genetik, Faktor Hormonal, Peran Prostasiklin dan
Tromboksan.
Dikatakan preeklampsia berat bila dijumpai satu atau lebih tanda/gejala berikut:
TD ≥ 160 / 110 mmHg, proteinuria > 5 gr / 24 jam atau kualitatif 3+ / 4+, Oliguria ≤
500 ml / 24 jam, peningkatan kadar enzim hati dan / atau ikterus, nyeri kepala frontal
atau gangguan penglihatan, nyeri epigastrium, edema paru atau sianosis,
pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat (IUFGR), HELLP Syndrom (H =
Hemolysis, E = Elevated, L = Liver enzyme, LP = Low Platelet Counts) dan Koma.
Tatalaksana yang dapat diterapkan terbagi menjadi aktif dan konservatif. Aktif
berarti kehamilan segera diakhiri bersamaan dengan pemberian pengobatan
medikamentosa, dan konservatif yang berarti kehamilan tetap dipertahankan
bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa. Prognosis pada
preeklampsia ringan dan sedang pada umumnya baik sedangkan pada preeklampsia
berat prognosisnya bervariasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan, edisi 4, Cetakan Keempat, Jakarta, Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2010 : 281 – 300
18
2. Maria, Anna. Prevalensi Hipertensi pada Kehamilan di Indonesia dan Berbagai
Faktor yang Berhubungan (Riset Kesehatan Dasar 2007). Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan – Vol. 15 No. 2 April 2012: 103–109
3. Cunningham FG, Gant F.G, et all, William Manual of Obstetrics, 21st Edition
Boston, McGraw Hill, 2003 : 339 - 47.
4. Nur Djannah, Siti, Ika Sukma. Gambaran Epidemiologi Kejadian
Preeklampsia/Eklampsia di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2007-
2009. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 13 No. 4 Oktober 2010: 378–
385.
5. Mochtar, Rustam. Sinopsis Obstetri. Edisi 2, Jilid 1, Jakarta, EGC, 2004 : 198 -
203.
19