BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Farmakologi merupakan sifat dari mekanisme kerja obat pada sistem
tubuh termasuk menentukan toksisitasnya. Bentuk sediaan dan cara
pemberian merupakan penentu dalam memaksimalkan proses absorbsi obat
oleh tubuh karena keduanya sangat menentukan efek biologis suatu obat
seperti absorpsi, kecepatan absorpsi dan bioavailabilitas (total obat yang
dapat diserap), cepat atau lambatnya obat mulai bekerja (onset of action),
lamanya obat bekerja (duration of action), intensitas kerja obat, respons
farmakologik yang dicapai serta dosis yang tepat untuk memberikan respons
tertentu (Anonim I., 2008).
Obat sebaiknya dapat mencapai reseptor kerja yang diinginkan
setelah diberikan melalui rute tertentu yang nyaman dan aman seperti suatu
obat yang memungkinan diberikan secara intravena dan diedarkan di dalam
darah langsung dengan harapan dapat menimbulkan efek yang relatif lebih
cepat dan bermanfaat. Jalur pemakaian obat yang meliputi secara oral,
rektal, dan parenteral serta yang lainnya harus ditentukan untuk mencapai
efek yang maksimal (Anonim I., 2008).
Pada praktikum kali ini kami menentukkan bioavaibilitas obat sirup
amoksisilin pada hewan coba yaitu kelinci dengan cara diberikan secaa oral.
I.2 Maksud dan Tujuan
I.2.1 Maksud percobaan
Maksud percobaan ini adalah :
1) Untuk mengetahui kadar amoksisilin dalam darah hewan uji/hewan coba
2) Untuk mengetahui perbandingan nilai transmitan, absorban, konsentrasi
dan faktor pada hewan uji yang belum diberikan obat antibiotik dan yang
telah diberikan obat antibiotik
1.2.2 Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan ini ádalah :
1) Untuk menentukan kadar amoksisilin dalam darah hewan uji
2) Untuk menghitung besarnya nilai AUC, Ctp dan tp
1.3 Manfaat
Agar mahasiswa dapat mengetahui kadar obat antibiotik dalam darah
hewan uji/hewan coba
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar teori
Istilah antibiotk untuk pertama kali digunakan oleh Waksman (1945)
senagai nama dari suatu golongan substansi yang berasal dari bahan biologis
yang kerjanya antagonistic terhadap mikroorganisme. Istilah itu berarti
“melawan hidup” dengan klata l;ain maksud dari antibiotic adalah zat yang
dihasilkan oleh mikroorganisme hidup, yang dapat menghambat
mikroorganisme lain, bahkan dapat memusnakannya (Irianto, 2006)
Istilah resistensi itu menunjukan bahwa suatu mikroorganisme , sudah
tidak peka terhadap suatu suatu zat atau sediaan antimikroba atau antibiotic,
sehingga akan membawa masalah dalam terapi dan bahkan akan
menggagalkan terapi dengan suatu antibiotic terhadap agen penyebab
infeksi. Resistensi adalah ketahanan suatu mikroorganisme terhadap
antimikroba atau antibiotic tertentu (Zaraswati, 2008).
Resistensi mikroorganisme dapat dibedakan menjadi resistensi
bawaan (primer) ,resistensi dapatan (sekunder), dan resistensi episomat.
Resistensi primer (bawaan) merupakan resistensi yang menjadi sifat alami
mikroorganisme.Hal ini misalnya disebabkan oleh adanya enzim pengurai
antibiotic pada mikroorganisme sehingga secara alami mikroorganisme
dapat menguraikan antibiotic.Contohya adalah Staphylococcus dan bakteri
lainnya yang mempunyai enzim penicillinase yang dapat menguraikan
penicillin dan sefalosforin (Bibiana, 1994).
Mekanisme resistensi dapat terjadi secara genetic dan nongenetik.
Secara genetic resistensi dapat terjadi dengan cara konjugasi dan transduksi
antar strain yang sama, sedangkan secara non genetic resistensi dapat terjadi
melaluarutan pemberian antibiotic yang berlebih, pemberian dosis rendah
secara terus menerus atau tidak beraturan (Soeharsono, 2005)
Bakteri yang resistensi dapat mengancam kehidupan manusia atau
hewan karena dapat meningkatkan morbiditas penyakit dan mortalitas akibat
kegagalan pengobatan selain itu biaya pengobatan juga meningkat karena
harus menggunakan antibakteri dosis tinggi atau lebih dari satu macam
antibakteri, etau menggunakan antibakteri baru yang harganya mahal
(Zaraswati, 2008)
Resistensi tersebut dapat berupa, Resistensi alamiah, resistensi karena
adanya mutasi spontan (resistensi kromosomal) dan resistensi karena adanya
factor R pada sitoplasma (resistensi ekstrakromosomal) atau resistensi
karena terjadinya pemindahan gen yang resistensi atau factor R atau
plasmid R atau plasmid (resistensi silang) atau dapat dikatakan bahwa suatu
mikroorgananisme dapat resistensi terhadap obat-obat antimikroba, kerena
mekanisme genetic atau non genetic (Zaraswati, 2008)
Resistensi kromosomal merupakan mutasi spontan dari elemen
genetic dengan frekuensi 1:107 sampai 1012 kromosom yang telah
termutasi ini dapat dipindahkan sehingga terjadi populasi yang resistensi,
pada mutasi spontan terjadi seleksi oleh antibiotika, dimana mikroorganisme
yang peka akan musna dan mikroorganisme yang resistensi tetap hidup dan
berkembangbiak. Resistensi kromosomal ini dapat dibagi menjadi 2 yaitu
(Zaraswati, 2008):
1. Resistensi kromosomal primer
2. Resistensi kromosomal sekunder
Produksi antibiotik dilakukan dalam skala besar pada tangki
fermentasi dengan ukuran besar sebagai contoh penicillin chfysogentum
ditumbuhkan dalam 100.000 liter farmentor selama kurang lebih 200 jam
mula-mula suspense spora R. chrysogenum ditumbuhkan dalam media yang
bernutrisi kultur dan dimana disimpan pada temperature 240 C dan
selanjutnya ditransfer ketangki monokulum. Tangki monokulum digojlok
teratur untuk fermentasi yang disimpan hingga sampai 2 hari (Sylvia, 2008)
Perkembangan produksai penicillin dan antibitik lain secara
komersial merupakan salah satu peristiwa yang paling dramatis dalam
sejarah mikrobiologi industry. Pada tahun 1941 belum ada antibiotic, tetapi
10 tahun kemudian penjualan bersih antibiotic mencapai 30 juta dolar
amerika seriakat per tahun. Menurut laporan, lebih dari 125 juta kg
antibiotic telah diproduksi pada tahun 1978 (Bibiana, 1994)
Penicilin merupakan antibiotik pertama yang dibuat dalam skala
industry. Sebagai besar dari pengalaman yang diperoleh dari transfornasi
hasil pengamatan Alexander Fleming dilaboratorium menjadi usaha skala
besar yang secara ekonomis menguntungkan telah membuka jalan bagi
produksi antibiotic kemoterapeutik lain yang berhasil setelah ditemukan.
(Bibiana, 1994)
Berdasarkan mekanisme aksinya, Antibiotik dibedakan menjadi
lima 5 yaitu (Bibiana, 1994):
1. Antibiotik yang menghambat sintesis dinding selAntibiotik ini
adalah antibiotic yang merusak yang merusak peptidoglikan yang
menyusun dinding sel bakteri gram positif maupun gram negative,
contonya penicillin.
2. Antibiotik yang merusak membrane plasma. Membran plasma
bersifat semi permiabel dan mengendalikan dari transport berbagai
metabolit kedalam dan keluar sel. Adanya gangguan atau kerusakan
struktur pada membrane plasma dapat menghambat atau merusak
kemampuan membrane plasma sebagai penghalang (barier) osmosis
dan mengaggu sejumlah proses biosintess yang diperlukan dalam
membran.
3. Antibiotik yang menghambat sintesis protein
Aminoglikosida merupakan kelompok antibiotic yang gula aminonya
bergabung dalam ikatan glikosida.Antibiotik ini memiliki spectrum
luas dan bersifat bakterisidal dengan mekanisme penghambatan pada
sintesis protein.
4. Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat (DNA/RNA)
Penghambatan pada sintesis asam nukleat berupa penghambatan
terhadap transkripsi dan replikasi mikroorganisme.
5. Antibiotik yang menghambat sintesis metabolit esensial
Penghambatan terhadap sintesis metabolit esensial antara lain dengan
adanya kompelitor berupa antimetabolit yaitu substansi yang secara
kompetitis menghambat metabolit mikroorganisme, karena memiliki
struktur yang mirip dengan substrak normal bagi enzim metabolisme.
Sebab lainnya yang menyebabkan mikroorganisme resistensi
terhadap suatu obat ialah (Zaraswati, 2004):
1. Meningkatkannya destruksi obat Ini merupakan mekanisme utama
resistensi terhadap penicillin, aminoglikosida dan kloramfenikol,
2. Berkurangnya perubahan obat menjadi bentuk aktif
Flusitosin adalah salah satu obat antifungi harus diubah dalam
tubuh mikroorganisme menjadi fluroasil, yang selanjutnya yang
dimetabolisme menjadi bentuk aktif dari obat tersebut.
II.2 Cara pemberian obat pada hewan percobaan
Kelinci
- Oral
Pemberian obat dengan cara oral pada kelinci dilakukan dengan
menggunakan alat penahan rahang dan pipa lambung.
- Sub kutan
Pemberian obat secara sub kutan dilakukan pada sisi sebelah pinggang atau
tengkuk dengan cara kulit diangkat dan jarum (no. 15) ditusukkan dengan
arah anterior.
- Intra vena
Penyuntikan dilakukan pada vena marginalis di daerah dekat ujung telinga.
Sebelum penyuntikan, telinga dibasahi terlebih dahulu dengan alkohol atau
air hangat.
- Intra muskular
Pemberian intramuskular dapat dilakukan pada otot kaki belakang.
- Intra peritoneal
Posisi diatur sedemikian rupa sehingga letak kepala lebih rendah daripada
perut. Penyuntikan dilakukan pada garis tengah di muka kandung kencing.
Tikus
- Pemberian secara oral, intra muskular dan intra peritonial dilakukan dengan
cara yang sama seperti pada mencit.
- Pemberian secara sub kutan dilakukan di bawah kulit tengkuk atau kulit
abdomen.
- Pemberian secara intra vena lebih mudah dilakukan pada vena penis
dibandingkan dengan vena ekor.
Mencit
- Oral
Cairan obat diberikan dengan mengginakan sonde oral. Sonde oral
ditempelkan pada langit-langit mulut atas mencit, kemudian perlahan-lahan
dimasukkan sampai ke esofagus dan cairan obat dimasukkan.
- Sub kutan:
Kulit di daerah tengkuk diangkat dan ke bagian bawah kulit dimasukkan
obat dengan menggunakan alat suntik 1 ml.
- Intra vena:
Mencit dimasukkan ke dalam kandang restriksi mencit, dengan ekornya
menjulur keluar. Ekornya dicelupkan ke dalam air hangat agar pembuluh
vena ekor mengalami dilatasi, sehingga memudahkan pemberian obat ke
dalam pembuluh vena. Pemberian obat dilakukan dengan menggunakan
jarum suntik no. 24.
- Intramuskular
Obat disuntikkan pada paha posterior dengan jarum suntik no. 24.
- Intra peritonial:
Pada saat penyuntikan, posisi kepala lebih rendah dari abdomen. Jarum
disuntikkan dengan sudut sekitar 100 dari abdomen pada daerah yang sedikit
menepi dari garis tengah, agar jarum suntik tidak mengenai kandung kemih.
Penyuntikan tidak di daerah yang terlalu tingga untuk menghindari
terjadinya penyuntikan pada hati.
II.2 Uraian bahan
1. Air suling (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : Aqua destillata
Nama Lain : Aquades, Air suling
RM / BM : H2O/18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
berasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
2. Alkohol (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : Aethanolum
Sinonim : Etanol, alcohol
RM/BM : C2H6O/46,07
Pemerian : Jernih, tidak berbau, bergerak, cairan pelarut,
menghasilkan bau yang khas dan rasa terbakar pada
lidah.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya,
di tempat sejuk jauh dari nyala api.
3. Asam asetat (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : Acidum aceticum glaciale
Sinonim : Asam asetat glacial
RM/BM : C2H2O2/60,05
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, bau khas, tajam, jika
diencerkan dengan air, rasa asam
Kelarutan : Dapat campur dengan air, dengan etanol (95%) P
dan dengan gliserol P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
4. Asam trikolorasetat (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : Acidum trichloroasetat
Sinonim : Asam trikolorasetat
RM/BM : CClCOOH/163,39
Pemerian : Hablur atau massa hablur
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air
Stabilitas : Stabil di udara
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Sebagai pereaksi
5. EDTA (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : Etilen diamina tetra asetat
Nama lain : EDTA
RM/BM : C2H8N2/ 98,96
Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna atau agak kuning, bau
seperti amoniak, bereaksi alkali kuat.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air maupun dengan etanol
Kegunaan : Sebagai titran
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup
6. Methanol (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : Metanol
Sinonim : Metanol
RM/BM : CH3OH/34,00
Pemerian : Cairan tidak berwarna, gliserin, bau khas
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, membentuk cairan
jernih tidak berwarna
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup
Kegunaan : Sebagai pereaksi
7. Natrium sitrat (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : Natrii Citras
Sinonim : Natrium sitrat
Rumus molekul : C6H5Na3O7.2H2O
Berat molekul : 294,10
Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih
Kelarutan : Mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam air
mendidih, praktis, tidak larut dalam etanol (95%)
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai larutan antikoagulan
8. Amoxicilin (Iso farmakoterapi, 2008)
Indikasi : Infeksi saluran kemih, otitsmedia, sinusitis,
bronkitis, kronis, salmonelosis, gonore, profilaksis
endokartis dan terapi tambahan pada meningitis
listeria
Cara kerja obat : Amoxicillin adalah senyawa Penisilin semisintetik
dengan aktivitas antibakteri spektrum luas yang
bersifat bakterisid, efektif terhadap sebagian besar
bakteri gram positip dan beberapa gram negatip
yang patogen.
Peringatan : Riwayat alergi, gangguan fungsi ginjal, lesi
eritmetous pada glandular fever, leukimia limfositik
kronik dan AIDS
Kontraindikasi : Hipersensitifitas terhadap penisilin
Efek samping : Mual, diare ruam, kadang-kadang terjadi kolitis
karena antibiotic
Dosis : Oral dewasa 250-500mg tiap 8 jam, infeksi saluran
nafas berat/berulang 3 gram tiap 12 jam, infeksi
salura kemih 3 gram diulang setelah 10-12 jam
BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1 Alat, Bahan dan Hewan coba
III.1.1 Alat yang digunakan
1. Dispo
2. Erlenmeyer
3. Gelas kimia
4. Kotak/kandang individu kelinci
5. Kuvet
6. Lemari asam
7. Pipet mikro
8. Rak tabung
9. Slang plastik
10. Sentrifus
11. Silet
12. Spektrotonik
13. Tabung reaksi
III.1.2 Bahan yang digunakan
1. Alkohol 70%
2. Amoxicilin syrup
3. Aqua destillata
4. Asam asetat
5. Asam triklorasetat
6. EDTA
7. Kapas
8. Methanol
9. Natrium sitrat
10. Tissue
III.1.2 Hewan coba yang digunakan
- Kelinci
III.2 Cara kerja
1. Larutan baku dan panjang gelombang
2. Kelinci dipuasakan 8 jam sebelum perlakuan, diambil darahnya
melalui vena marginalis 0,5 ml sebagai blangko. (Marmot/Tikus putih
dibius kemudian diambil darah melalui vena jugularis atau vena
fomaralis)
3. Sirup suspensi amoksisilin sebanyak 30 ml dengan kadar 125 mg/ml
diberikan per oral pada kelincidengan menggunakan slang plastic
(maag slang). Kemudian darah diambil pada mencit ke 30, 60, 120,
240 menit.
4. 0,5 ml darah dicampur dengan 2 ml antikoagulan natrium sitrat 2 %, 5
ml pengendap protein asam triklorasetat, dibiarkan 5 menit, disentrifus
selama 10 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Jernihan (supernatant)
diambil 0,5 ml dan diencerkan dengan air suling hingga 10 ml.
encerkan lagi 1 ml dengan larutan dapar secukupnya hingga 50 ml.
larutan blangko dibuat dengan cara yang sama, kemudian diukur
serapan pada panjang gelombang 260-300 nm. (272,5 nm)
5. Setelah kadar amoksisilin dalam darah dihitung kemudian hitung
besarnya AUC, Ctp, dan tp.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. Hasil pengamatan
IV. Pembahasan
Pada praktikum ini kami melakukan percobaan tentang bioavaibilitas pada obat
antibotik yaitu sirup amoksisilin. Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh
fungi dan bakteri yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan
kuman-kuman sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Sedangkan
bioavaibilitas adalah ketersidaan hayati
Tujuan dari percobaan ini adalah menentukan kadar sirup amoxisilin
dalam darah hewan coba. Dengan menggunakan obat antibiotik yaitu amoxisilin.
Obat ini termasuk dalam golongan obat penicilin. Hewan coba yang digunakan
adalah kelinci. Karena pada kelinci memiliki volume darah yang banyak
dibandingkan hewan coba lainnya seperti mencit dan tikus.
Langka.h pertama pada percobaan ini yaitu sebelum percobaan dimulai karena
untuk mengurangi variasi biologis, kelinci dipuasakan selama 8 jam. Kemudian
itu kelinci dimasukkan kedalam kandang pengamatan dan dicukur bulu telinga
menggunakan silet yang tajam dengan hati-hati setelah itu diolesi dengan
menggunakan alkohol 70%, agar steril serta untuk mempermudah pengambilan
darah melalui vena marginalis. Kemudian diambil darah dari kelinci sebanayk 0,5
Ml sebagai blangko dengan cara disuntik pembuluh darah dengan cara hati-hati,
kemudian darah tersebut dimasukkan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan
larutan antikoagulan. Larutan koagulan tersebut terdiri dari larutan EDTA. Dari
larutan EDTA 10% diambil 0,02 mL, ditambahkan