5
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hakikat Pembelajaran
Pembelajaran adalah istilah yang relatif masih baru sehingga kadang-
kadang mengundang kontroversi baik di kalangan para ahli maupun di lapangan,
terutama di antara guru-guru di sekolah. Perbedaan pendapat itu terlihat misalnya,
sementara orang mengatakan bahwa istilah pembelajaran sesungguhnya hanya
berlaku di lingkungan masyarakat atau pendidikan luar sekolah, bukan di lingkungan
pendidikan sekolah. Sebaliknya, pihak lain menegaskan, justru istilah tersebut sangat
relevan dalam sistem persekolahan, yakni untuk membelajarkan siswa/mahasiswa.
Ada pula yang berpendapat bahwa pembelajaran merupakan padanan kata
dari istilah instruction, yang artinya lebih luas dari pengajaran (Sadiman, 1988).
Sebaliknya, Belkin and Gray (1978) menyatakan bahwa istilah teaching mencakup
instruction dan kegiatan-kegiatan lain bersifat psikologis, sosial, dan pribadi. Hal ini
berarti bahwa instruction merupakan bagian dari konsep teaching.
Tanpa mengurangi penghargaan terhadap perbedaan pendapat tersebut di
atas, dalam buku ini istilah pembelajaran akan diartikan secara luas sehingga
keberadaannya tidak hanya dalam jalur pendidikan luar sekolah, tetapi juga dalam
jalur pendidikan sekolah. Bahkan pembelajaran ini tidak hanya terjadi dalam
pendidikan (education), tetapi juga dalam pelatihan (training). Inipun tidak hanya ada
dalam konteks pre-service education and training misalnya ketika siswa atau
mahasiswa masih belajar di sekolah/perguruan tinggi, tetapi juga dalam konteks in-
service education and training (INSET) seperti pada kegiatan penataran atau
pelatihan. Lebih jauh lagi, istilah tersebut juga dapat menjangkau upaya pembelajaran
diri.
Demikian luasnya lingkup pembelajaran, sehingga yang menjadi subyek
belajar atau pembelajar pun bukan hanya siswa dan mahasiswa, tetapi juga peserta
penataran/pelatihan atau pendidikan dan pelatihan (diklat), kursus, seminar, diskusi
panel, simposium, kolokium, lokakarya, dan bahkan siapa saja yang berupaya
5
6
membelajarkan diri sendiri. Akan tetapi, pertanyaan yang segera muncul dalam pikiran
Anda adalah apakah sebenarnya pembelajaran itu?
Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses
membelajarkan subjek didik/pembelajar yang direncanakan atau didesain,
dilaksanakan dan dievaluasi secara sistematis agar subjek/pembelajar dapat
mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Dengan demikian, jika
pembelajaran dipandang sebagai suatu sistem. Maka berarti pembelajaran terdiri dari
sejumlah komponen yang terorganisir antara lain tujuan pembelajaran. Materi
pembelajaran, strategi dan metode pembelajaran, media pembelajaran/alat peraga,
pengorganisasian kelas, evaluasi pembelajaran dan tindak lanjut pembelajaran
(misalnya layanan pembelajaran remedial bagi siswa-siswa yang mengalami kesulitan
belajar). Sebaliknya, bila pembelajaran dipandang sebagai suatu proses, maka
pembelajaran merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka membuat
siswa belajar. Proses tersebut dimulai dari merencanakan program pengajaran
tahunan, semester, dan penyusunan persiapan mengajar (lesson plan) berikut
penyiapan perangkat kelengkapannya antara lain berupa alat peraga, dan alat-alat
evaluasi (misalnya soal-soal tes formatif). Persiapan pembelajaran ini juga mencakup
kegiatan guru untuk membaca buku-buku atau media cetak lainnya yang berkaitan
dengan materi pelajaran yang akan disajikannya kepada para siswa dan mengecek
jumlah dan keberfungsian alat media cetak lainnya yang berkaitan dengan materi
pelajaran yang akan disajikan kepada para siswa dan mengecek jumlah dan
keberfungsian alat peraga yang akan digunakan.
Setelah persiapan tersebut dilakukan secara matang, guru melaksanakan
kegiatan-kegiatan pembelajaran dengan mengacu pada persiapan pembelajaran yang
telah dibuatnya. Pada tahap pelaksanaan pembelajaran ini, struktur dan situasi
pembelajaran yang diwujudkan guru akan banyak dipengaruhi oleh pendekatan atau
strategi dan metode-metode pembelajaran yang telah dipilih dan dirancang
penerapannya, serta filosofi kerja dan komitmen guru yang bersangkutan, persepsi,
dan sikapnya terhadap siswa. Jadi semua itu akan menentukan misalnya, apakah
struktur pembelajarannya bersifat joyful ataukah menegangkan, atau bahkan
7
menakutkan. Situasi kelasnya apakah bersifat permisif ataukah demokratis, atau
sebaliknya, siswa-siswi merasa tercekam akibat sikap guru yang otoriter.
Setelah kegiatan pembelajaran tersebut di atas selesai dilaksanakan,
termasuk evaluasi formatif, maka apabila guru itu adalah guru yang baik, ia akan
menindaklanjuti pembelajaran yang telah dikelolanya. Kegiatan pasca pembelajaran
ini dapat berbentuk enrichment(pengayaan). Dapat pula berupa pemberian layanan
Remedial Teaching bagi anak-anak yang berkesulitan belajar. Kegiatan tindak lanjut
ini sangat penting agar setiap individu. pembelajar dapat mencapai perkembangan
yang harmonis dan optimal. Hal ini berkaitan erat dengan pembinaan kualitas SDM
sejak dini, dan kelasnya pun menjadi lebih “sehat” dan dinamis karena tertanganinya
kesulitan-kesulitan belajar yang dialami oleh satu atau beberapa orang siswanya.
Sementara itu sesuai dengan makna pembelajaran ini, hendaknya Anda
berupaya memotivasi dan membimbing siswa-siswanya untuk belajar mengenai
bagaimana belajar (learning how to learn). Apabila siswa telah memahami dan
mempraktikkannya dengan sungguh-sungguh, kelak mereka diharapkan akan melalui
belajar bagaimana belajar. Pada gilirannya mereka akan berupaya membelajarkan diri
mereka sendiri. Jika ini terjadi, jembatan emas ke masa depan yang gemilang dan
bermakna telah mulai terbentang.
2.1.2 Pembelajaran IPA SD
Carin (1985) mendefinisikan IPA sebagai sistem pengetahuan alam semesta
melalui pengumpulan data yang dilakukan dengan observasi dan eksperimen.
Sementara itu Hungerford dan Volk (1990) mendefinisikan IPA sebagai:
a. Proses menguji informasi yang diperoleh melalui metode empiris
b. Informasi yang diberikan oleh suatu proses yang menggunakan pelatihan yang
dirancang secara logis
c. Kombinasi antara proses berfikir kritis yang menghasilkan produk informasi yang
sahih.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan
suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam bentuk
kumpulan konsep, prinsip, teori dan hukum. IPA dapat dipandang sebagai produk
8
yaitu sebagai ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah, dan dapat juga
dipandang sebagai proses yaitu sebagai pola berfikir atau metode berfikirnya.
Sedangkan sikap yang dibutuhkan dalam metode ilmiah berupa sikap ilmiah yang
antara lain berupa hasrat ingin tahu, kerendahan hati, jujur, objektif, cermat, kritis,
tekun, terbuka, dan penuh tanggung jawab.
Berdasarkan kurikulum untuk SD, IPA yang mulai diberikan di kelas I lebih
bersifat memberikan pengetahuan yang dimulai dari pengamatan-pengamatan
mengenai pelbagai jenis dan perangai lingkungan alam serta lingkungan buatan. IPA
untuk anak-anak didefinisikan oleh Paolo & Marten (dalam Iskandar, 1996) sebagai:
(1) mengamati apa yang terjadi, (2) mencoba memahami apa yang diamati, (3)
mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang akan terjadi, dan (4)
menguji ramalan-ramalan di bawah kondisi-kondisi untuk melihat apakah ramalan
tersebut benar.
Carrin (1985) mengatakan bahwa teori kognitif yang paling kuat memberikan
pengaruh terhadap praktek pendidik di SD adalah teori Piaget, berupa empat tahap
perkembangan kognitif anak yaitu: (1) Tahap Sensorimotor (0-2 tahun), (2) Tahap
Praoperasional (2-7 tahun), (3) Tahap Operasi Konkret (7-11 tahun), dan (4) Tahap
Operasi Formal (11-diatas 14 tahun). Berdasarkan pengelompokkan tahap
perkembangan anak tersebut, berarti anak kelas II SD termasuk dalam tahap
perkembangan operasi kongkrit. Menurut Carin (1989), anak yang berada pada
operasi kongkrit, berfikir dan belajar pada pengalaman-pengalaman yang nyata.
Mereka belum dapat belajar secara abstrak
Menurut Subekti (1995), konsep program praktek pendidikan sesuai
perkembangan (developmentally appropriate practice) berpijak pada dua macam
kesesuaian: kesesuaian usia dan kesesuaian dengan setiap anak sebagai individu.
Kesesuaian usia ialah rancangan lingkungan belajar yang harus diseduaikan dengan
usia siswa. Kesesuaian dengan setiap anak sebagai individu yaitu setiap anak
dipandang sebagai mahluk individu yang tumbuh berkembang secara utuh. Sebagai
seorang individu setiap anak mempunyai karakteristik yang khas. Dalam cara
belajarnya, dalam cara berinteraksi dengan lingkungan, dan dalam cara
menggunakan waktu untuk belajar masing-masing anak tidak sama. Perbedaan-
9
perbedaan individu ini berpengararuh besar pada proses pembelajaran. Agar dalam
proses pembelajaran dapat behasil secara optimal, seyogyanya guru harus mengenal
betul keberadaan masing-masing anak. Dalam menghadapi anak, guru harus
membedakan antara yang daya tangkapnya cepat dengan yang daya tanggapnya
lambat.
Dari semua pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan
pembelajaran IPA di SD kelas II menuntut guru untuk menanamkan konsep IPA pada
anak dan harus mempertimbangkan karakteristik usia anak kelas II SD.
2.1.3 Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran bermacam-macam, yang tentunya memiliki
karakteristik yang berbeda-beda. Akan tetapi, apabila dianalisis secara cermat,
semuanya mempunyai sejumlah komponen atau elemen. Komponen-komponen
tersebut sebenarnya telah terlihat pada pengertian-pengertian strategi pembelajaran
di atas. Namun, demikian, bahwa dalam hal ini ada beberapa orang ahli yang telah
mengidentifikasi komponen-komponen strategi pembelajaran. Dick and Carey (1976)
misalnya, mengemukakan bahwa komponen-komponen strategi pembelajaran adalah
sebagai berikut :
a. Kegiatan pra instruksional (pendahuluan).
b. Penyampaian informasi.
c. Partisipasi siswa.
d. Tes.
e. Kegiatan tindak lanjut.
Kelima komponen strategi pembelajaran tersebut berbeda dari apa yang
dikemukakan oleh ahli lainnya. Sebagai contoh, Alwi Suparman berpendapat bahwa
strategi instruksional meliputi komponen-komponen :
a. Urutan kegiatan instruksional, yaitu urutan kegiatan guru dan siswa dalam
proses pembelajaran aktual yang terentang dari tahap pendahuluan ke tahap
penyajian/kegiatan inti, terus sampai dengan tahap penutup.
b. Metode instruksional, yaitu cara-cara guru mengorganisir dan menyajikan isi
pelajaran dan cara guru mengorganisir siswa atau kelas, dan penggunaan media
instruksional pada setiap tahap pembelajaran.
10
c. Media instruksional, yaitu peralatan dan bahan instruksional yang digunakan
guru dan siswa pada setiap tahap kegiatan pembelajaran.
d. Waktu, yakni alokasi waktu yang digunakan bersama oleh guru dan siswa dalam
menyelesaikan kegiatan pada setiap tahap pembelajaran.
Strategi pembelajaran bermacam-macam dan di antara strategi itu tidak
ada satupun yang paling efektif untuk mencapai semua ragam tujuan
pembelajaran. Terlepas dari sifatnya yang demikian ini, beberapa orang ahli
telah membuat klasifikasi strategi pmbelajaran. Akan tetapi, dalam buku ini
strategi-strategi tersebut tidak akan diuraikan secara rinci.
Sehubungan dengan itu Gerlach dan Ely (1980) mengungkapkan adanya
dua jenis strategi pembelajaran, yaitu Expository Approach (pendekatan
ekspositori) dan Inquiri Approach (Pendekatan Inquiri). Strategi ekspositori
biasanya digunakan guru untuk menyajikan materi pelajaran dengan maksud
menyampaikan informasi kepada para siswa melalui penjelasan atau melalui
demonstrasi. Setelah itu guru mengecek penerimaan, ingatan, dan pemahaman
siswa-siswa mengenai informasi yang telah diterimanya. Guru dapat mengulangi
penjelasannya, bahkan dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk
praktik penerapan konsep atau prinsip yang telah dijelaskan nya pada
serangkaian contoh.
Sebaliknya, melalui strategi inquiri siswa-siswa di dorong dan diberi
kesempatan untuk mencari dan menemukan serta merumuskan konsep sendiri.
Oleh sebab itu, metode-metode eksperimen, diskusi kelompok kecil, pemecahan
masalah dan tanya jawab sangat populer penggunaannya dalam strategi ini.
2.1.4 Metode Eksperimen
Metode percobaan adalah metode pemberian kesempatan kepada anak didik
perorangan atau kelompok, untuk dilatih melakukan suatu proses atau percobaan.
Djamarah (2000) menyatakan bahwa metode percobaan adalah suatu metode
mengajar yang menggunakan tertentu dan dilakukan lebih dari satu kali. Misalnya di
Laboratorium.
11
Kelebihan metode percobaan sebagai berikut :
a. Metode ini dapat membuat anak didik lebih percaya atas kebenaran atau
kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri daripada hanya menerima kata
guru atau buku,
b. Anak didik dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksplorasi
(menjelajahi) tentang ilmu dan teknologi,
c. Dengan metode ini akan terbina manusia yang dapat membawa terobosan-
terobosan baru dengan penemuan sebagai hasil percobaan yang diharapkan
dapat bermanfaat bagi kesejahteraan hidup manusia.
Kekurangan metode percobaan sebagai berikut :
a. Tidak cukupnya alat-alat mengakibatkan tidak setiap anak didik berkesempatan
mengadakan ekperimen
b. Jika eksperimen memerlukan jangka waktu yang lama, anak didik harus menanti
untuk melanjutkan pelajaran
c. Metode ini lebih sesuai untuk menyajikan bidang-bidang ilmu dan teknologi.
Menurut Roestiyah (2001:80), metode eksperimen adalah suatu cara
mengajar, di mana siswa melakukan suatu percobaan tentang sesuatu hal,
mengamati prosesnya serta menuliskan hasil percobaannya, kemudian hasil
pengamatan itu disampaikan ke kelas dan dievaluasi oleh guru. Penggunaan
teknik ini mempunyai tujuan agar siswa mampu mencari dan menemukan sendiri
berbagai jawaban atau persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan
mengadakan percobaan sendiri. Juga siswa dapat terlatih dalam cara berfikir yang
ilmiah. Dengan eksperimn siswa menemukan bukti kebenaran dari teori sesuatu
yang sedang dipelajarinya.
Agar penggunaan metode eksperimen itu efisien dan efektif, maka perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Dalam eksperimen setiap siswa harus mengadakan percobaan, maka jumlah alat
dan bahan atau materi percobaan harus cukup bagi tiap siswa.
b. Agar eksperimen itu tidak gagal dan siswa menemukan bukti yang meyakinkan,
atau mungkin hasilnya tidak membahayakan, maka kondisi alat dan mutu bahan
percobaan yang digunakan harus baik dan bersih.
12
c. dalam eksperimen siswa perlu teliti dan konsentrasi dalam mengamati proses
percobaan , maka perlu adanya waktu yang cukup lama, sehingga mereka
menemukan pembuktian kebenaran dari teori yang dipelajari itu.
d. Siswa dalam eksperimen adalah sedang belajar dan berlatih , maka perlu diberi
petunjuk yang jelas, sebab mereka disamping memperoleh pengetahuan,
pengalaman serta ketrampilan, juga kematangan jiwa dan sikap perlu
diperhitungkan oleh guru dalam memilih obyek eksperimen itu.
e. Tidak semua masalah bisa dieksperimenkan, seperti masalah mengenai kejiwaan,
beberapa segi kehidupan social dan keyakinan manusia. Kemungkinan lain
karena sangat terbatasnya suatu alat, sehingga masalah itu tidak bias diadakan
percobaan karena alatnya belum ada.
Metode eksperimen menurut Djamarah (2002:95) adalah cara penyajian
pelajaran, di mana siswa melakukan percobaan dengan mengalami sendiri
sesuatu yang dipelajari. Dalam proses belajar mengajar, dengan metode
eksperimen, siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan
sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu obyek, keadaan atau proses
sesuatu. Dengan demikian, siswa dituntut untuk mengalami sendiri, mencari
kebenaran, atau mencoba mencari suatu hukum atau dalil, dan menarik
kesimpulan dari proses yang dialaminya.
Menurut Schoenherr (1996) yang dikutip oleh Palendeng (2003:81) metode
eksperimen adalah metode yang sesuai untuk pembelajaran sains, karena metode
eksprimen mampu memberikan kondisi belajar yang dapat mengembangkan
kemampuan berfikir dan kreativitas secara optimal. Siswa diberi kesempatan untuk
menyusun sendiri konsep-konsep dalam struktur kognitifnya, selanjutnya dapat
diaplikasikan dalam kehidupannya.
Dalam metode eksperimen, guru dapat mengembangkan keterlibatan fisik
dan mental, serta emosional siswa. Siswa mendapat kesempatan untuk melatih
ketrampilan proses agar memperoleh hasil belajar yang maksimal. Pengalaman yang
dialami secara langsung dapat tertanam dalam ingatannya. Keterlibatan fisik dan
mental serta emosional siswa diharapkan dapat diperkenalkan pada suatu cara atau
kondisi pembelajaran yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan juga perilaku
13
yang inovatif dan kreatif. Pembelajaran dengan metode eksperimen melatih dan
mengajar siswa untuk belajar konsep fisika sama halnya dengan seorang ilmuwan
fisika. Siswa belajar secara aktif dengan mengikuti tahap-tahap pembelajarannya.
Dengan demikian, siswa akan menemukan sendiri konsep sesuai dengan hasil yang
diperoleh selama pembelajaran.
Metode Eksperimen menurut Al-farisi (2005:2) adalah metode yang bertitik
tolak dari suatu masalah yang hendak dipecahkan dan dalam prosedur kerjanya
berpegang pada prinsip metode ilmiah.
Prosedur eksperimen menurut Roestiyah (2001:81) adalah :
a. Perlu dijelaskan kepada siswa tentang tujuan eksprimen,mereka harus memahami
masalah yang akan dibuktikan melalui eksprimen.
b. memberi penjelasan kepada siswa tentang alat-alat serta bahan-bahan yang akan
dipergunakan dalam eksperimen, hal-hal yang harus dikontrol dengan ketat,
urutan eksperimen, hal-hal yang perlu dicatat.
c. Selama eksperimen berlangsung guru harus mengawasi pekerjaan siswa. Bila
perlu memberi saran atau pertanyaan yang menunjang kesempurnaan jalannya
eksperimen.
d. Setelah eksperimen selesai guru harus mengumpulkan hasil penelitian siswa,
mendiskusikan di kelas, dan mengevaluasi dengan tes atau tanya jawab.
Pembelajaran dengan metode eksperimen menurut Palendeng (2003:82)
meliputi tahap-tahap sebagai berikut :
a. percobaan awal, pembelajaran diawali dengan melakukan percobaan yang
didemonstrasikan guru atau dengan mengamati fenomena alam. Demonstrasi ini
menampilkan masalah-masalah yang berkaitan dengan materi yang akan
dipelajari.
b. pengamatan, merupakan kegiatan siswa saat guru melakukan percobaan. Siswa
diharapkan untuk mengamati dan mencatat peristiwa tersebut.
c. hipotesis awal, siswa dapat merumuskan hipotesis sementara berdasarkan hasil
pengamatannya.
14
d. verifikasi , kegiatan untuk membuktikan kebenaran dari dugaan awal yang telah
dirumuskan dan dilakukan melalui kerja kelompok. Siswa diharapkan merumuskan
hasil percobaan dan membuat kesimpulan, selanjutnya dapat dilaporkan hasilnya.
e. aplikasi konsep , setelah siswa merumuskan dan menemukan konsep, hasilnya
diaplikasikan dalam kehidupannya. Kegiatan ini merupakan pemantapan konsep
yang telah dipelajari.
f. evaluasi, merupakan kegiatan akhir setelah selesai satu konsep.
Berdasarkan dua pendapat yang telah diuraikan maka pembelajaran IPA dengan
metode eksperimen dalam penelitian ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1) Menjelaskan kepada siswa tentang tujuan eksprimen agar memahami masalah
yang akan dibuktikan.
2) Menjelaskan kepada siswa tentang alat-alat serta bahan-bahan yang akan
dipergunakan dalam eksperimen, hal-hal yang harus dikontrol dengan ketat,
urutan eksperimen, dan hal-hal yang perlu dicatat.
3) percobaan awal, pembelajaran diawali dengan melakukan percobaan yang
didemonstrasikan guru atau dengan mengamati fenomena alam. Demonstrasi ini
menampilkan masalah-masalah yang berkaitan dengan materi yang akan
dipelajari.
4) pengamatan, merupakan kegiatan siswa saat guru melakukan percobaan. Siswa
diharapkan untuk mengamati dan mencatat peristiwa tersebut.
5) hipotesis awal, siswa dapat merumuskan hipotesis sementara berdasarkan hasil
pengamatannya.
6) verifikasi , kegiatan untuk membuktikan kebenaran dari dugaan awal yang telah
dirumuskan dan dilakukan melalui kerja kelompok. Siswa diharapkan merumuskan
hasil percobaan dan membuat kesimpulan, selanjutnya dapat dilaporkan hasilnya.
7) aplikasi konsep , setelah siswa merumuskan dan menemukan konsep, hasilnya
diaplikasikan dalam kehidupannya. Kegiatan ini merupakan pemantapan konsep
yang telah dipelajari.
8) Setelah eksperimen selesai guru harus mengumpulkan hasil penelitian siswa,
mendiskusikan di kelas, dan mengevaluasi dengan tes atau tanya jawab
9) evaluasi, merupakan kegiatan akhir setelah selesai satu konsep.
15
2.1.5 Hasil Belajar
Hasil belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan
seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang
dicapainya.” ( Winkel 1996 : 162 ). Sedangkan menurut S. Nasution (1996:17)
prestasi belajar adalah: “Kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir,
merasa dan berbuat. Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi tiga
aspek yakni: kognitif, affektif dan psikomotor, sebaliknya dikatakan prestasi kurang
memuaskan jika seseorang belum mampu memenuhi target dalam ketiga kriteria
tersebut.”
Hasil belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan
belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan
hasil dari proses belajar. Pengertian lainnya, prestasi belajar adalah hasil belajar
yang telah dicapai menurut kemampuan yang tidak dimiliki dan ditandai dengan
perkembangan serta perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang diperlukan
dari belajar dengan waktu tertentu, prestasi belajar ini dapat dinyatakan dalam
bentuk nilai dan hasil tes atau ujian.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat dijelaskan bahwa
prestasi belajar suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa
dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya baik
dari aspek kognitif, affektif dan psikomotor dalam proses belajar mengajar.
2.2 Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan
Tabel 1 Kajian Penelitian yang Relevan
Nama Peneliti Judul Hasil Penelitian
Muhammad
Arief Rohman
(2009)
Optimalisasi Metode Eksperimen
untuk meningkatkan Hasil Belajar IPA
Kompetensi Gaya dan Gerak pada
Siswa Kelas VI SDN Simbangdesa 02
Kabupaten Batang Tahun Pelajaran
2009/2010
Pembelajaran menggunakan
metode eksperimen:
- meningkatkan hasil IPA
Kompetensi Gaya dan
Gerak dari semula hanya
36,74 % siswa yang
mencapai KKM menjadi
75,43 %.
16
- Meningkatkan nilai rerata
dari 57,23 menjadi 72,12.
Suharto
(2011)
Penggunaan Metode Eksperimen
untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA
Tentang Perkembangbiakan Vegetatif
Buatan Pada Siswa Kelas VI SDN
Kenconorejo 02 Tahun Pelajaran
2010/2011
Pembelajaran menggunakan
metode eksperimen:
- meningkatkan hasil IPA
tentang perkembangbiakan
vegetatif buatan dari semula
hanya 47,06 % siswa yang
mencapai KKM menjadi
88,23 %.
- Meningkatkan nilai rerata
dari 61,56 menjadi 76,47.
2.3 Kerangka Pikir
Berdasarkan landasan teori di atas, maka peneliti menyusun kerangka
berpikir sebagai berikut: Pembelajaran IPA kompetensi kenampakan matahari siswa
kelas II semester 2 pada tahap prasiklus, peneliti masih menggunakan metode
ceramah yang monoton dan membosankan sehingga hasil belajar siswa dan
kualitas pembelajaran relatif rendah. Pada tahap siklus I, peneliti sudah
menggunakan metode eksperimen sehingga hasil belajar dan kualitas pembelajaran
meningkat ( tiga indikator keberhasilan tercapai). Peneliti melanjutkan tindakan pada
tahap siklus II dengan menambah jumlah media yang digunakan untuk eksperimen.
Pada tahap ini diperoleh peningkatan hasil belajar dan kualitas pembelajaran yang
optimal. Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, diduga
pembelajaran IPA kompetensi kenampakan matahari siswa kelas II semester 2
menggunakan metode eksperimen dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
17
k
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka berpikir, diduga penggunaan metode eksperimen
dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas II semester 2 SDN
Simbangdesa 01 tahun pelajaran 2011/2012.
SIKLUS I
SIKLUS II
hasil belajar
siswa rendah
Pembelajaran belum
menggunakan
metode eksperimen
Kondisi
Awal
TINDAKAN
Pembelajaran sudah
menggunakan
metode eksperimen
Diduga pembelajaran IPA
menggunakan metode
eksperimen
dapat meningkatkan hasil
belajar siswa
Kondisi
Akhir