16
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Review Penelitian Sejenis
Untuk kepentingan dalam penelitian ini salah satu cara yang dilakukan
peneliti untuk memperoleh data pendukung adalah dengan menggunakan studi
kepustakaan. Studi kepustakaan yang dilakukan dapat berupa mencari teori
pendukung, pengertian dan penelitian – penelitian sejenis dari berbagai sumber
dan buku yang berkaitan dengan penelitian. Berikut ini adalah empat penelitian
terdahulu yang penulis jadikan referensi untuk penelitian yang akan dilakukan:
A. Strategi Rebranding Bank Jabar Banten
Penelitian yang dilakukan oleh Rendy Martiandita ini merupakan penelitian
kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus deskriptif mengenai strategi
rebranding yang dilakukan oleh Bank Jabar Banten. Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui bagaimana strategi rebranding yang dilakukan oleh Bank
Jabar Banten.
2. Mengetahu mengapa strategi rebranding dilakukan oleh Bank Jabar
Banten.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Bank Jabar Banten melakukan
rebranding melalui lima tahap, yaitu riset pra transformasi, analisis STP,
17
kepurusan nama merek, sosialisasi transformasi kepada stakeholder dan
masyarakat, dan melakukan audit pasca transformasi. Bank Jabar Banten
melakukan strategi rebranding dengan tujuan untuk meningkatkan corporate
image agar dapat diterima baik oleh stakeholder dan masyarakat baik di provinsi
Jawa Barat dan Banten maupun di luar Jawa Barat dan Banten. Berdasarkan hasil
penelitian, kesimpulan yang didapat strategi rebranding Bank Jabar tertuju pada
implementasi rebranding guna meningkatkan corporate image dalam mencapai visi
Bank Jabar Banten yakni “Menjadi 10 bank terbesar dan berkinerja baik di
Indonesia”.
B. Strategi Corporate Branding Sinergi Sinar Mas Land
Penelitian ini dilakukan oleh Fioleta Kumalaningrum pada 2013 dari Fakultas
Ilmu Komunikasi Program Studi Hubungan Masyarakat Universitas Padjadjaran
ini berjudul “Strategi Corporate Branding Sinergi Sinar Mas Land”. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus dengan paradigma
konstruktivisme Penelitian ini mempunyai tujuan:
1. Mengetahui alasan Sinar Mas melakukan integrasi.
2. Mengetahui proses corporate branding PT BSD Tbk dan PT Duta Pertiwi
Tbk menjadi Sinar Mas Land.
3. Mengetahui makna corporate branding PT BSD Tbk dan PT Duta Pertiwi
Tbk menjadi Sinar Mas Land oleh pihak Sinar Mas.
18
Hasil dari penelitian ini adalah Tim Branding Sinar Mas Land hendaknya
melaksanakan evaluasi secara berkala sehingga perusahaan dapat melihat
perkembangan awareness terhadap perusahaan dari tahun ke tahun dan dapat
menganalisis posisi perusahaan dalam bisnis properti secara berkala.
C. Strategi Brand Image Vivere di Jakarta Selatan
Strategi Brand Image Vivere di Jakarta Selatan ini menggunakan studi kasus
deskriptif tentang strategi brand image perusahaan furniture PT Vivere Multi
Kreasi di Jakarta Selatan yang diteliti oleh Sifa Ayu Sastriani. Penelitian ini
mempunyai tujuan:
1. Mengetahui bagaimana pencitraan yang diinginkan oleh Vivere di Jakarta
Selatan
2. Mengetahui segmentasi pasar yang diinginkan oleh Vivere di Jakarta
Selatan
3. Mengetahui mengapa nama Vivere yang dipilih oleh perusahaan.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa pencitraan yang diinginkan oleh
Vivere di Jakarta Selatan ini adalah brand furniture dengan desain modern dan
simple, dengan target pasar yang dituju adalah kalangan menengah ke atas. Alasan
pemilihan Vivere sendiri dikarenakan Vivere ingin memiliki brand dengan image
Internasional, sehingga nantinya dia dapat bersaing dikancah internasional.
19
D. Proses Corporate Branding BPJS Ketenagakerjaan
Penelitian ini dilakukan oleh Yeni Bela Pramadita pada 2015 dari Fakultas
Ilmu Komunikasi Program Studi Hubungan Masyarakat Universitas Padjadjaran
yang berjudul “Proses Corporate Branding BPJS Ketenagakerjaan”. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif studi deskriptif.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tahapan analisis, perencanaan, dan
evaluasi corporate branding PT. Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan
sebagai identitas baru dalam meningkatkan awareness publik. Hasil penelitian
menunjukkan tahapan analisis dilakukan dengan menganalisis pasar,
mengidentifikasi peluang dan audit merek. Dalam tahapan perencanaan dengan
menentukan tujuan kemudian menentukan target audiens, yaitu intermal customer
dan eksternal customer. Adapun perencanaan kepada internal customer dengan
melakukan office branding, brand application, sosialisasi massif, promosi dan
publikasi melalui berbagai media (above the line dan below the line). Tahapan
akhir yang dilakukan dengan mengevaluasi kegiatan melalui teknik survey/angket,
pembuatan KPI (Key Performance Indicator), dan audit brand.
Simpulan dari penelitian ini adalah BPJS Ketenagakerjaan mampu melakukan
proses rebranding perusahaan menjadi lebih baik dengan mengubah nilai-nilai
perusahaan yang disesuaikan dengan hasil dari analisis yang telah dilakukan
sebelumnya, kemudian membuat perencanaan komunikasi melalui beberapa
program untuk menggapai awareness dari publik baik internal ataupun eksternal.
20
Untuk tahapan evaluasi sudah dilakukan dan masih berlangsung dalam upaya
meningkatkan awareness publik terhadap perusahaan.
E. Proses Rebranding Mal Grand Indonesia Oleh Departemen Marketing
Communication PT Grand Indonesia
Penelitian ini dilakukan oleh Fitria Adianti Putri pada 2016 dari Fakultas Ilmu
Komunikasi Program Studi Hubungan Masyarakat Universitas Padjadjaran yang
berjudul “Proses Rebranding Mal Grand Indonesia Oleh Departemen Marketing
Communication PT Grand Indonesia”. Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif studi deskriptif.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui proses repositioning, renaming,
redesigning, dan relaunching Mal Grand Indonesia oleh Departemen Marketing
Communication PT Grand Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Grand
Indonesia melakukan rebranding melalui empat tahap. Pertama, repositioning
dengan perubahan target market dan konsep mal. Kedua, renaming perusahaan
yang semula Grand Indonesia Shopping Town menjadi Grand Indonesia. Ketiga,
redesigning elemen tangible dan visual lainnya. Keempat, relaunching konsep dan
brand baru berupa publikasi secara implisit kepada publik.
Simpulan dari penelitian ini adalah pada tahap repositioning, perubahan target
market yang menjadi fokus rebranding direncanakan dengan matang dengan
21
upaya pergantian tenant dan konsep mal. Pada tahap renaming dan redesigning
yang berupa perubahan nama dan logo disesuaikan dengan baik berdasarkan
konsep baru mal. Namun, tahap relaunching yang menjadi akhir dari proses
rebranding belum optimal, dikarenakan masih banyak publik yang belum
mengetahui proses rebranding Grand Indonesia tersebut.
22
Tabel 2.2 Review Penelitian Sejenis
No Penelitia
n 1 Penelitian 2
Penelitia
n 3
Penelitian
4
Penelitian
5
Penelitia
n 6
Nama Rendy
Martiandita
Fioleta Kumalaningr
um
Sifa Ayu Sastriani
Yeni Bela Pramadita
Fitria Adianti
Putri
Ifa Utami Putri
Tahun
UNPAD/
2011
UNPAD/201
3
UNPAD/
2010
UNPAD/20
15
UNPAD/2
016
UNPAD/
2016
Judul
Strategi Rebranding Bank
Jabar Banten
Strategi Corporate Branding
Sinergi Sinar Mas Land
Strategi Brand Image
Vivere di Jakarta Selatan
Proses Corporate Branding
BPJS Ketenagake
rjaan
Proses Rebrandin
g Mal Grand
Indonesia oleh
Departemen
Marketing Communication PT Grand
Indonesia
Proses Rebrandi
ng Cipaganti
Travel Menjadi
MGo Shuttle
Metode Kualitatif – Studi Kasus
Kualitatif – Studi Kasus
Kualitatif – Studi Kasus
Kualitatif - Deskriptif
Kualitatif - Deskriptif
Kualitatif -
Deskriptif
Hasil Peneliti
an
Hasil penelitian ini adalah
Bank Jabar
Banten melakuka
n rebranding melalui
lima
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa penerapan
strategi branding
yang dilaksanakan tim branding
Sinar Mas
Hasil penelitian
ini menunjuk
kan bahwa
pencitraan yang
diinginkan oleh
Vivere di
Hasil penelitian ini adalah
BPJS Ketenagake
rjaan mampu
melakukan proses
rebranding perusahaan
Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa
Grand Indonesia melakukan rebranding
melalui empat
Hasil penelitian
ini menunjuk
kan bahwa MGo
Shuttle telah
melalui proses
23
tahap, yaitu riset
pra transform
asi, analisis
STP, kepurusan
nama merek,
sosialisasi transform
asi kepada
stakeholder dan
masyarakat, dan
melakukan audit pasca
transformasi.
Dengan tujuan untuk
meningkatkan
corporate image
agar dapat diterima baik oleh stakehold
er dan masyarakat baik di provinsi
Jawa Barat dan
Banten maupun
Land dilatarbelaka
ngi oleh kurangnya awareness masyarakat
terhadap holding
company perusahaan
properti milik Sinar
Mas, masuknya
CEO baru ke dalam
perusahaan, strategi baru perusahaan
dan perlunya visi baru bagi perusahaan. Rebranding
ini dilaksanakan
selama beberapa tahap dan
diimplementasikan bagi
pihak internal dan
eksternal perusahaan.
Jakarta Selatan
ini adalah brand
furniture dengan desain modern
dan simple, dengan target pasar yang dituju adalah
kalangan menengah
ke atas. Alasan
pemilihan Vivere sendiri
dikarenakan Vivere
ingin memiliki
brand dengan image
Internasional,
sehingga nantinya dia dapat bersaing dikancah internasio
nal.
menjadi lebih baik
dengan mengubah nilai-nilai
perusahaan yang
disesuaikan dengan
hasil dari analisis
yang telah dilakukan
sebelumnya, kemudian membuat
perencanaan
komunikasi melalui
beberapa program
untuk menggapai awareness dari publik
baik internal ataupun
eksternal. Untuk
tahapan evaluasi sudah
dilakukan dan masih berlangsun
g dalam upaya
meningkatkan
awareness
tahap. Pertama,
repositioning dengan perubahan
target market dan
konsep mal.
Kedua, renaming
perusahaan yang
semula Grand
Indonesia Shopping
Town menjadi Grand
Indonesia. Ketiga,
redesigning elemen tangible
dan visual lainnya.
Keempat, relaunching konsep dan brand
baru berupa
publikasi secara
implisit kepada publik.
rebranding melalui 4 tahapan
yaitu reposition
ing, renaming, redesigning, dan
relaunching.
Dimana proses
rebranding ini
bertujuan untuk
memperbaiki brand Image di masyarak
at terhadap
brand MGo
Shuttle yang
tadinya merupaka
n perusahaan travel
Cipaganti yang citra nya sudah
sangat buruk di masyarakat karena terlibat kasus
korupsi
24
di luar Jawa
Barat dan Banten.
publik terhadap
perusahaan.
yang merugika
n perusahaa
n.
Perbedaan
Penelitian ini
menggunakan
metode studi
kasus, penelitian
ini mengupas keberhasil
an rebrandin
g Menteng Square.
Penelitian ini menggunaka
n metode studi kasus,
menganalisis Bank Jabar
Banten menggunaka
n strategi rebranding.
Penelitian ini
menggunakan
metode studi
kasus, penelitian
ini berfokus
pada bagaimana seorang PR dapat membentuk brand
Image Vivere ke
ranah Internatio
nal
Penelitian ini
mengkaji corporate branding
yang dilakukan oleh BPJS
berdasarkan tahap
analisis, perencanaa
n, dan evaluasi.
Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif, mengkaji
proses rebranding melalui 4 tahapan
yaitu repositioni
ng, renaming, redesignin
g, dan relaunchin
g.
Penelitian ini
menggunakan
metode deskriptif
dan berfokus
pada konsep
rebranding MIX oleh
Laurent Muzellec,
Manus Doogan, dan Mary Lambkin.
25
Sejalan dengan proses rebranding, para pakar rebranding mendiskusikan
mengenai fenomena rebranding dengan menganalisis beberapa institusi seperti
perusahaan retail, konsultan, dan keuangan. Dimulai dengan meneliti alasan
perusahaan melakukan rebranding hingga implikasi dari teori rebranding. Berikut
beberapa literatur rebranding yang dirangkum dalam Goi & Goi, 2011:445-446.
Tabel 2.2 Literatur Rebranding (Goi & Goi, 2011:445-446)
Peneliti Tujuan Penelitian Hasil Penelitian
Laurent Muzellec,
Manus Doogan, and
Mary Lambkin (2003)
Menginvestigasi
fenomena rebranding
perushaan
Rebranding mix terdiri
dari repositioning,
renaming, redesigning,
dan relaunching.
A. Daly and D.
Moloney (2004)
Melanjutkan penelitian
Muzellec et al (2003)
Kerangka rebranding
perusahaan: analisis-
perencanaan-evaluasi
H. Stuart and L.
Muzellec (2004)
Memperkenalkan
konsep rebranding,
alasan rebranding, dan
diskusi mengenai nama,
logo, dan slogan
Membentuk definisi
rebranding
26
L. Muzellec and M.
Doogan (2006)
Mengetahui alasan dari
fenomena rebranding
perusahaan dan
menganalisis dampak
dari strategi ekuitas
merek perusahaan
Faktor rebranding
dipengaruhi oleh
perusahaan struktur
kepemilikan, strategi
perusahaan, faktor
eksternal dan situasi
kompetitif
Berdasarkan literatur rebranding tersebut, peneliti menggunakan konsep
rebranding mix yang diungkapkan oleh L. Muzellec, M. Doogan, dan M. Lambkin
(2003) dalam Corporate Rebranding – An Exploratory Review Vol. 16 sebagai
dasar peneliti melakukan penelitian mengenai proses rebranding yang dilakukan
oleh MGo Shuttle.
2.3 Landasan Konseptual
2.3.1 Public Relations
Secara umum, public relations didefinisikan sebagai fungsi manajemen yang
mengelola seluruh aspek komunikasi perusahaan atau organisasi dan menjadi
jembatan penghubung antar publik perusahaan, yaitu publik internal dan publik
eksternal.
27
Rex F. Harlow menemukan 472 definisi public relations yang ditulis antara
tahun 1900 sampai dengan 1976. Dia merangkum definisi public relations dari
hasil penemuannya, yaitu:
“Public Relations is destinctive management function which helps establish and maintain mutual lines of communication, understanding, acceptence, and cooperation between organization and it’s public; involves the management of problems or issues; helps management to keep informed on and responsive to public opinions; defines and emphasize the responsibility of management to serve the public interest; helps management keep abreast of and effectively utilize change; serving as an early warning system to help anticipate trends; and uses research an ethical communication techniques as it’s principal tools.” (Harlow 1976:36 dalam Tench & Yeomans, 2006:4)
Definisi tersebut menjelaskan bahwa public relations merupakan fungsi
manajemen yang membantu membangun komunikasi, pemahaman, penerimaan,
dan kerjasama antara organisasi dan publik, baik itu masalah dan isu manajemen,
opini publik, atau antisipasi perubahan yang akan terjadi di manajemen.
Definisi ini pun tertuai dalam buku Effective Public Relations (Cutlip et. al,
2011:6) bahwa PR adalah fungsi manajemen yang membangun dan
mempertahankan hubungan yang baik dan bermanfaat antara organisasi dengan
publik yang memengaruhi kesuksesan atau kegagalan organisasi tersebut.
Fungsi manajemen seorang public relations tertuai dalam “Official Statement
on Public Relations” dari Public Relations Society of America dalam buku
Effective Public Relations (Cutlip et. al, 2011: 7) sebagai berikut:
28
1. Memperkirakan, menganalisis, dan menginterpretasikan opini dan sikap
publik, dan isu-isu yang mungkin memengaruhi operasi dan rencana
organisasi, baik itu pengaruh buruk maupun baik.
2. Memberi saran kepada manajemen di semua level di dalam organisasi
sehubungan dengan pembuatan keputusan, jalannya tindakan, dan
komunikasi, dan mempertimbangkan ramifikasi public dan tanggung
jawab sosial atau kewarganegaraan organisasi.
3. Meriset, melaksanakan, dan mengevaluasi secara rutin program-program
aksi dan komunikasi untuk mendapatkan pemahaman publik yang
dibutuhkan untuk kesuksesan tujuan organisasi.
4. Merencanakan dan mengimplementasikan usaha organisasi untuk
memengaruhi atau mengubah kebijakan publik.
5. Menentukan tujuan, rencana, anggaran, rekrutmen, dan training staf,
mengembangkan fasilitas ringkasnya, mengelola sumber daya yang
dibutuhkan untuk melakukan hal tersebut diatas.
2.3.2 Brand
2.3.2.1 Tinjauan Mengenai Brand
Brand merupakan salah satu atribut yang penting dari sebuah produk,
terutama dalam menumbuhkan persepsi yang positif dan konsumen dan konsumen
akan percaya setelah menilai atribut yang dimiliki suatu brand. Agar mempunyai
29
gambaran yang jelas mengenai pengertian brand, maka dikemukakan beberapa
pengertian brand.
A. Definisi Brand
Menurut Philip Kotler (1993 : 13) pengertian merek (brand) adalah sebagai
berikut:
“A brand is a name, term, symbol, or design or combination of them, intended to identify the goods or services of one seller of group of sellers and differentiate them from those competitors.”
Jadi merek membedakan penjual, produsen, atau produk dari penjual,
produsen, atau produk yang lain. Merek dapat berupa nama, merek dagang, logo,
atau simbol lain. Berdasarkan Undang Undang Merek Dagang, penjual diberi hak
eklusif untuk menggunakan mereknya selama-lamanya. Jadi merek berbeda dari
aktiva lainnya, seperti paten dan hak cipta yang mempunyai batas waktu.
Merek sebenarnya merupakan janji penjual untuk secara konsisten
memberikan feature, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek-merek
terbaik memberikan jaminan kualitas. Tetapi merek lebih dari sekedar simbol.
Merek dapat memiliki empat pengertian, yaitu:
(1) Atribut, yaitu merek mengingatkan pada atribut-atribut tertentu. (2) Manfaat, yaitu suatu merek lebih daripada serangkaian atribut. Pelanggan tidak membeli atribut, mereka membeli manfaat. Atribut diperlukan untuk diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan/atau emosional. (3) Nilai, yaitu merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen. (4) Budaya, yaitu merek juga mencerminkan kepribadian tertentu. (5) Pemakai, yaitu
30
merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut. (Rangkuti, 2008 : 35-36)
Pengertian merek menurut David A. Aaker (1997 : 9) adalah nama dan atau
simbol yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap, atau kemasan) dengan
maksud mengidentifikasi barang atau jasa dari penjual atau sebuah kelompok
penjual tertentu. Dengan demikian suatu merek membedakannya dari barang dan
jasa yang dihasilkan oleh kompetitor.
Sedangkan menurut William J. Stanton (1996 : 269), merek adalah nama,
istilah, simbol, atau desain khusus atau beberapa kombinasi unsur-unsur ini yang
dirancang untuk mengidentifikasikan barang atau jasa yang ditawarkan oleh
penjual. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa merek mempunyai dua
unsur, yaitu brand name yang terdiri dari huruf-huruf atau kata-kata yang dapat
terbaca, serta brand mark yang berbentuk simbol, desain, atau warna tertentu yang
spesifik. Kedua unsur dari sebuah merek, selain berguna untuk membedakan satu
produk dari produk pesaingnya juga berguna untuk mempermudah konsumen
untuk mengenali dan mengidentifikasi barang atau jasa yang hendak dibeli.
Dengan demikian, merek tersebut meliputi:
a. Nama merek harus menunjukkan manfaat dan mutu produk tersebut.
b. Nama merek harus mudah diucapkan, dikenal, dan diingat. Nama yang
singkat sangat membantu.
31
c. Nama merek harus mudah terbedakan, artinya harus spesifik dan khas.
d. Nama merek harus mudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing.
e. Nama merek harus bisa memperoleh hak untuk didaftarkan dan mendapat
perlindungan hukum.
Brand atau yang dikenal dengan merek, merupakan atribut yang sangat
penting bagi suatu produk, hal ini dikarenakan brand atau merek memberikan
suatu identitas tersendiri bagi suatu produk sehingga produk tersebut dapat
dibedakan dengan produk-produk lainnya yang sejenis. Pemberian merek secara
tidak langsung memberikan suatu nilai tambah bagi produk itu sendiri.
Merek pada hakikatnya merupakan janji pemasar untuk memberikan beberapa
ciri, layanan, dan manfaat tertentu secara terus-menerus kepada konsumen,
pemasar tersebut harus membangun visi dan misi untuk merek tersebut agar bisa
terus diterima konsumen kedepannya.
Terdapat enam level pengertian merek menurut Philip Kotler (2006 : 260),
tingkatan itu meliputi:
(1) Atribut: brand itu mengutamakan sesuatu tentang nilai produsen. (2) Manfaat: atribut perlu diterjemahkan menjadi manfaat fungsional. (3) Nilai: brand juga mengutamakan sesuatu tentang nilai produsen. (4) Budaya: brand juga mewakili budaya tertentu yang dianut. (5) Kepribadian: brand juga mencerminkan atau memproyeksikan suatu kepribadian tertentu. (6) Pemakai: brand juga memperhatikan jenis konsumen yang menggunakan atau membeli produk tersebut. (Kotler, 2006 : 260).
32
B. Manfaat Brand
Manfaat brand bagi penjual menurut Kotler dan Amstrong (2008 ; 212) adalah
sebagai berikut :
1. Brand name menjadi dasar dari keseluruhan tingkat yang dapat dibangun
sekitar
2. Brand name dan merek dagang penjual memberikan perlindungan hukum
untuk fitur produk yang unik dengan kata lain mungkin akan ditiru oleh
pesaing,
3. Brand membantu penjual dalam mensegmenkan pasar. kualitas produk
yang special,
Sedangkan manfaat brand bagi konsumen menurut Kotler dan Amstrong
(2008 ;212), adalah sebagai berikut :
1. Brand name membantu konsumen mengidentifikasi produk yang mungkin
akan bermanfaat bagi mereka,
2. Brand juga menyatakan tentang mutu dan konsistensi produk.
C. Elemen-Elemen Brand
Menurut Keller (2003 ; 175) terdapat beberapa elemen-elemen brand yang
utama, yaitu sebagai berikut :
33
1. Brand name (Nama Merek)
Pada dasarnya brand name merupakan keputusan yang penting karena sering
kali menangkap pusat tema atau pedoman asosiasi-asosiasi suatu produk yang
sangat terstruktur, brand name bisa menjadi suatu stenografi yang sangat efektif
dalam komunikasi. Karena brand names menjadi sangat dekat terkait dengan
produk dalam benak konsumen, bagaimanapun, brand name merupakan unsur
brand yang paling sulit dirubah oleh pemasar.
2. URLs (uniform Resource Locators)
Digunakan untuk menentukan lokasi-lokasi yang lebih spesifik dari halaman
sebuah web, dan biasanya juga dikenal daerah kekuasaan. Siapapun yang
menginginkan untuk memiliki suatu URL yang khusus harus mendaftar dan
membayar atas namanya ke penyedia jasa.
3. Logos and Symbols (Logo dan Simbol)
Meski pada umumnya brand name adalah pusat elemen brand, unsure brand
visual sering kali memainkan peran yang penting dalam membangun brand
equity, terutama dalam kaitan dengan brand awerness. Logo tanpa kata sering kali
disebut simbol. Beberapa elemen dari produk atau perusahaan bisa menjadi suatu
simbol. Oleh karena sifat logo dan simbol yang visual, maka dapat diperbaharui
jika dibutuhkan dari waktu ke waktu. Menurut Duncan (2002 ; 51) logo adalah
suatu simbol brand, atau suatu desai grafis yang khusus digunakan untuk
menandai produsen atau pemilik sebuah produk. Sama halnya dengan brand
34
name, logo yang baik harus mengkomunikasikan citra dan positioning, harus
sederhana, dan harus relevan.
4. Characters (karakter)
Menggambarkan suatu jenis yang khusus dari simbol brand, bisa
menggunakan sosok manusia atau karakter hidup. Karakter brand pada umumnya
diperkenalkan melalui periklanan dan dapat memainkan suatu peran pusat dan
berikutnya berkampanye dan desain kemasan. Seperti elemen brand lainnya,
karakter brand terdapat dalam berbagai wujud, beberapa karakter brand berupa
animasi. Karakter brand dapat menghasilkan sejumlah manfaat brand equity
karena mereka cenderung menarik perhatian. Karakter brand dapat menjadi
sangat bermanfaat karena menciptakan brand awereness. Karakter brand dapat
membantu brand menembus kesemrawutan pasar seperti juga membantu dalam
mengkomunikasikan manfaat utama produk.
5. Slogans (Slogan)
Bersikap ungkapan pendek dalam komunikasi informasi yang berbentuk
deskriptif atau persuasi tentang brand. Slogan sering kali muncul dalam
periklanan tetapi dapat memainkan satu peran penting dalam kemasan dan dalam
aspek yang lain dari program pemasaran. Slogan merupakan alat-alat brand yang
kuat karena brand name, slogan sangat efisien, makna singkat dalam membangun
brand equity. Manfaat, slogan dapat dibuat dalam berbagai cara yang berbeda
untuk membantu membangun brand equity. Beberapa slogan membangun brand
awareness dengan memainkan brand name dalam berbagai cara. Slogan lainnya
35
membangun brand awaereness lebih tegas dengan membuat jaringan kuat antara
brand dan kategori produk yang sesuai dengan kombinasi keduanya.
6. Jingles (Jingel)
Bersifat pesan music seputar brand. Pada umumnya diciptakan oleh para
penulis lagu professional, jingle seringkali mempunyai cukup ketertarikan yang
menarik dan mudah diingat yang akan terekam selamanya dalam benak para
pendengarnya. Jingle dapat dimengerti sebagai slogan music yang diperluas dan
dalam pengertian itu dapat digolongkan sebagai suatu elemen brand, oleh karena
sifat jingle yang music, bagaimanapun jingle tidak sama dengan elemen brand
lainnya yang dapat dipindahkan. Jingle dapat mengkomunikasikan manfaat brand,
tetapi jingle sering kali menyampaikan arti produk secara tidak langsung.
7. Packages (Kemasan)
Pengemasan melibatkan aktivitas dari perancangan dan memproduksi tempat
atau pembungkus untuk sebuah produk. Seperti elemen brand yang lain, kemasan
mempunyai sejarah yang panjang. Awalnya manusia menggunakan dedaunan dan
kulit binatang untuk menutupi dan membawa makanan dan air. Pengemasan dapat
mempunyai manfaat brand equity yang penting bagi untuk suatu perusahaan.
Perubahan kemasan dapat mempengaruhi dengan cepat terhadap penjualan.
36
D. Ekuitas Merek (Brand)
Menurut Kotler dan Keller (2012:265) mengemukakan pengertian brand equity
adalah nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa yang dapat tercermin
dalam cara konsumen berpikir, merasa, dan bertindak dalam hubungannya dengan
merek, dan juga harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang diberikan merek bagi
perusahaan.
Menurut Aaker (Tjiptono, 2011:97), brand equity dapat di formulasikan dari
sudut pandang manajerial dan strategi korporat, meskipun landasan utamanya
adalah perilaku konsumen. Aaker menjabarkan aset brand yang berkontribusi pada
penciptaan brand equity ke dalam empat dimensi: brand awareness (kesadaran
merek), brand association (asosiasi merek), perceived quality (persepsi kualitas),
dan brand loyalty (loyalitas merek).
1. Brand Awareness (Kesadaran Merek)
Menurut Aaker (Tjiptono, 2011:97) brand awareness adalah kemampuan
konsumen untuk mengenali atau mengingat bahwa sebuah merek merupakan
anggota dari kategori produk tertentu. Menurut Keller (2008:54) brand
awareness terdiri dari performasi brand recognition dan brand recall. Brand
recognition adalah kemampuan konsumen memaparkan suatu merek ketika
mengingat merek tersebut sebagai petunjuk. Sedangkan brand recall adalah
kemampuan konsumen dalam mengingat merek ketika diberikan informasi
suatu kategori produk sebagai petunjuk. Berdasarkan definisi di atas dapat
37
disimpulkan bahwa kesadaran merek merupakan kemampuan konsumen untuk
mengenali atau mengingat kembali suatu merek dari suatu kategori produk
tertentu. Menurut Aaker (Darianto, et al, 2004:7) brand awareness terdiri dari
empat tingkatan:
a) Unware of Brand (tidak menyadari merek) adalah tingkatan paling
rendah dalam piramida brand awareness, dimana konsumen tidak
menyadari adanya suatu brand.
b) Brand Recognition (pengenalan merek) adalah tingkat minimal brand
awareness, dimana pengenalan suatu brand muncul lagi setelah
dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan (aided recall).
c) Brand Recall (pengingatan kembali merek) adalah pengingatan kembali
brand tanpa bantuan (unaided recall).
d) Top of Mind (puncak pikiran) adalah brand yang disebutkan pertama
kali oleh konsumen atau yang pertama kali muncul dalam benak
konsumen. Piramida brand awareness terdapat tingkatan-tingkatan
dalam brand awareness yang menunjukkan perbedaan tingkat
kesadaran yang berbedabeda pada masing-masing konsumen dalam
memaparkan suatu merek.
2. Brand Association (Asosiasi Merek)
Menurut Aaker (Tjiptono, 2011:98) brand association adalah segala hal
yang berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah merek. Brand association
berkaitan erat dengan brand image, yang didefinisikan sebagai serangkaian
38
asosiasi merek dengan makna tertentu. Asosiasi merek memiliki tingkat
kekuatan tertentu dan akan semakin kuat seiring dengan bertambahnya
pengalaman konsumen atau eksposur dengan merek spesifik. Menurut Kotler
dan Keller (2012:G1) sebagai berikut: “Brand association is all brand-related
thoughts, feelings, perceptions, images, experiences, beliefs, attitudes, and so
on that become linked to the brand node”. Berdasarkan definisi diatas dapat
disimpulkan bahwa brand association adalah segala hal yang berkaitan
persepsi, kepercayaan, dan ingatan mengenai suatu merek.
3. Perceived Quality (Persepsi Kualitas)
Menurut Aaker (Tjiptono, 2011:97) perceived quality merupakan
penilaian konsumen terhadap keunggulan atau superioritas produk secara
keseluruhan. Oleh sebab itu, perceived quality didasarkan paa evaluasi
subyektif konsumen (bukan manajer atau pakar) terhadap kualitas produk.
Menurut Keller (2008:195) mengemukakan bahwa persepsi kualitas adalah
persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas suatu produk atau layanan
yang dibandingkan dengan produk lainnya. Berdasarkan beberapa definisi dari
para ahli dapat disimpulkan bahwa persepsi kualitas adalah persepsi dan
evaluasi penilaian konsumen terhadap suatu kualitas atau layanan.
4. Brand Loyalty (Loyalitas Merek)
Brand loyalty merupakan suatu ukuran keterkaitan seorang pelanggan
kepada sebuah merek (Tjiptono, 2011:98). Sedangkan, menurut Schiffman &
Kanuk (2010:88) brand loyalty adalah: “consumers consistent preference
39
and/or purchase of the same brand in a specific product or servie category”.
Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan brand loyalty terjadi apabila
konsumen melakukan pembelian terhadap suatu merek tertentu secara
berulang.
2.3.3 Proses Rebranding
Menurut Thurtle (2002:24) dalam Consognia Plays The Re-Branding Name
Games – and Loses, Rebranding adalah lebih dari sekedar mengubah brand name.
Rebranding memerlukan banyak penelitian dan biaya, hal ini sama juga dengan
melakukan banyak pekerjaan berat, maupun itu akan menghidupkan kembali suatu
produk yang sekarat dan rebranding hanya untuk kepentingan yang benar-benar
mendesak, karena rebranding dapat mengakibatkan kondisi yang sangat berbahaya,
lebih berbahaya dari kehilangan beberapa klien saja.
Re-branding adalah sebuah praktek dari pembentukan nama baru yang
mempresentasikan perubahan posisi dalam mind frame para stakeholder dan
pembedaan identitas dari kompetitornya. Rebranding juga dapat didefinisikan
sebagai the process of taking an existing brand and reworking the brand into
something different and better than before.
Rebranding secara definisi berarti perubahan identitas yang harus dilihat
sebagai sebuah keputusan strategis dengan rencana yang matang. (Daly &
Moloney, 2004:30)
40
Rebranding perusahaan (corporate rebranding) bertujuan untuk membentuk
citra (image) dan atau merefleksikan perubahan identitas. Kata rebranding itu
sendiri dapat diartikan secara etimologis, yang merupakan kombinasi kata yaitu re-
dan brand. Re- berarti kembali sedangkan brand berarti merek, jadi jika diartikan
berdasarkan asal katanya rebranding memiliki arti pemberian nama merek
kembali. Rebranding mengindikasikan adanya tujuan penghapusan pernyataan atas
sesuatu yang sebelumnya, misalnya penghapusan citra atau reputasi yang terbentuk
sebelumnya.
Jadi, rebranding adalah suatu upaya atau usaha yang dilakukan oleh
perusahaan atau lembaga untuk mengubah total atau memperbaharui sebuah brand
yang telah ada agar menjadi lebih baik. Dengan kata lain, ketika melakukan
rebranding maka yang berubah ialah nilai-nilai dalam merek itu sendiri.
Goi & Goi (2011:447) dalam jurnal Models and Reasons of Rebranding
terbagi menyatakan empat langkah dalam melakukan alasan proses rebranding,
diantaranya mengidentifikasi alasan perusahaan melakukan rebranding,
mengevaluasi merek awal, mengidentifikasi tujuan rebranding, dan mengawasi
dan mengendalikan keterlibatan tim dalam manajemen kegiatan rebranding.
Setelah mengetahui empat langkah awal dalam melakukan alasan proses
rebranding, maka dapat dilaksanakan proses rebranding tersebut. Dimana proses
yang dimaksudkan merupakan “aktivitas” atau “jalannya kegiatan” yang terdiri
dari beberapa tahapan. Sehubungan dengan proses rebranding, Muzellec, Doogan,
41
dan Lambkin dalam jurnal Corporate Rebranding – An Exploratory Review (2003)
menyatakan bahwa proses rebranding terdiri dari empat tahapan, yaitu
repositioning, renaming, redesigning, dan relaunching.
2.3.3.1 Repositioning
Ries & Trout (2001:34) dalam jurnal Corporate Rebranding – An Exploratory
Review, Repositioning adalah fase tujuan dimana keputusan diambil untuk
membuat posisi baru bagi perusahaan dalam benak costumers, competitors,
maupun stakeholders.
Brand positioning merupakan proses yang dinamis, yang harus disesuaikan
secara berkala dari waktu ke waktu untuk tetap selaras dengan pergeseran tren
pasar, atau ketatnya persaingan, maupun kondisi eksternal yang lebih luas, seperti,
kondisi sekitar yang dapat mendikte perombakan posisi perusahaan sebelumnya.
Repositioning dibutuhkan ketika keputusan untuk membuat posisi baru di
benak konsumen dan benak para stakeholder. Repositioning pada dasarnya
didorong oleh membesarnya gap antara kebutuhan yang timbul di market dan
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan tersebut. (Corstjens & Doyle,
1989:171)
Menurut Hermawan Kartajaya dalam bukunya “Seri 9 Elemen Marketing on
Positioning”, menyebutkan bahwa positioning sebagai the strategy to lend your
customer credibly, (upaya mengarahkan pelanggan anda secara kredibel) tak lain
42
adalah upaya kita untuk membangun dan mendapatkan kepercayaan pelanggan.
(Kartajaya, H, 2005:11)
Brand positioning adalah semua tentang perubahan status brand yang telah
dimodifikasi daya tariknya untuk pelanggan. (Cheryl Isen, 2012:34). Dalam
artikelnya Brand Repositioning: When Does Your Business Need it?, Cheryl Isen
mengungkapkan enam alasan untuk mereposisi suatu brand, dikarenakan:
1. Kompetitor telah merebut positioning brand kita
2. Positioning brand awal menjadi membingungkan
3. Perusahaan bernuansa baru dengan keunggulan kompetitif yang eksklusif
4. Adanya perubahan strategi perusahaan dalam lini bisnis seperti akuisisi
atau perkembangan dengan target market baru
5. Kompetitor perusahaan mengubah permainan, perubahan tren tidak bisa
dihindari. Saatnya memikirkan kembali untuk merubah positioning
brand.
6. Adanya perubahan yang signifikan pada struktur perusahaan.
Adapun dalam melakukan repositioning perlu dilakukan beberapa tahap, yaitu
mendefinisikan bagaimana perusahaan akan menyentuh market (situation
analysis), mengetahui dengan jelas pemikiran konsumen (audience analysis), lalu
menganalisis tren consumer dan tren bisnis yang sedang hangat (marketplace
analysis), serta tidak meninggalkan customer lama demi repositioning (know what
to keep, and what to throw away).
43
2.3.3.2 Renaming
Nama merek adalah indikator inti dari sebuah brand, yaitu dasar kesadaran
dan komunikasi. Kapferer (1995:24) menyiratkan bahwa nama mendefinisikan dan
menjadi representatif dari perusahaan atau identitas produknya dan citra
perusahaan tersebut.
Menurut Kapferer (2002:34) dalam jurnal Corporate Rebranding – An
Exploratory Review (2003), Renaming menjadi tahapan di mana nama baru
menjadi media mengirimkan sinyal kuat kepada seluruh stakeholder bahwa
perusahaan atau brand melakukan perubahan strategi, perubahan fokus, atau
perubahan struktur kepemilikan.
Jelasnya, penamaan memegang kunci antara hubungan penjual dan pembeli
atau dalam kasus branding perusahaan, yaitu antara perusahaan dan
stakeholdernya. Sebuah nama brand yang kuat adalah aset yang sangat berharga
sebagai literatur ekuitas merek (Aaker, 1992; Keller, 1993; Rangaswamy et al.,
1993; dalam Muzellec, et al., 2003:34).
Renaming (memberikan nama kembali) diklarifikasikan dalam tiga kategori:
1. Nama deskriptif (Contoh: Rent-A-Car, Aspirin Direct) untuk disukai oleh
lembaga karena mereka membuat tugas komunikasi lebih mudah
(Murphy, 1992; dalam Muzellec, et al., 2003:35),
2. Nama asosiatif atau sugestif (misalnya, Jaguar, yang membawa asosiasi
dengan keanggunan dan agresivitas) yang menyampaikan asosiasi nilai
44
yang sesuai dengan tawaran merek (Boze and Patton, 1995; Sage, 2002;
dalam Muzellec, et al., 2003:35),
3. Berdiri sendiri, nama abstraksi, atau diciptakan adalah yang terkuat jenis
nama dalam hal merek dagang dan mungkin lebih tepat untuk
penggunaan internasional (Hemnes, 1987; Pavia dan Costa, 1993; dalam
Muzellec, et al., 2003:35),
Handi Irawan (2004:47) dalam bukunya Smarter Marketing Moves membahas
lima pedoman pemilihan nama suatu merek, yaitu nama suatu merek hendaklah
mudah diingat, nama merek seharusnya mempertimbangkan asosiasi atau relevansi
terhadap kategori produk dari merek tersebut, nama merek memiliki keunikan atau
relatif berbeda dengan nama merek-merek yang sejenis, nama merek yang
konsisten dengan positioning, dan nama merek yang tidak bermakna negatif dalam
bahasa lain.
Pedoman tersebut sejalan dengan beberapa petunjuk dalam merancang dan
menamai merek yang diungkapkan Jeffrey J Fox (2007:102-106), yaitu:
1. Memberikan nama yang baik, nama yang membantu mendapatkan dan
menjaga konsumen
2. Tidak menggunakan kategori perusahaan sebagai nama perusahaan.
Misalnya “Brand Terbesar”. Ini merupakan kategori perusahaan.
3. Tidak menamai perusahaan dengan inisial. Biarkan pasar yang memilih
untuk menggunakan inisial (misalnya ESPN)
45
4. Pemilihan nama merek atau perusahaan bukanlah konteks popularitas
nama diantara para manajer, akan tetapi mewakili atau menggambarkan
perusahaan secara keseluruhan
5. Kriteria utama untuk penamaan perusahaan adalah penetapan positioning.
Positioning dimulai dengan memahami segmen target perusahaan dan
mengetahui persepsi konsumen terhadap kompetitor
6. Menilai penamaan perusahaan yang diusulkan tersebut berdasarkan
positioning statement yang disusun sangat cermat dan teruji oleh
konsumen
7. Penamaan perusahaan yang menghubungkan/mengasosiasikan produk
dengan kategori atau manfaat produk adalah nama yang bagus
8. Penamaan yang konsisten dengan manfaat utama produk
9. Penamaan yang menguatkan personalitas dan sifat perusahaan
10. Beberapa mereka dengan pemasaran yang kuat menghasilkan nama
panggilan dari konsumen yang dengan sendirinya menjadi nama merek
(misalnya McDonald’s = Mickey D’s)
11. Pemilihan nama perusahaan yang nontradisional/tidak lazim bagi kategori
atau industri produk akan mudah diingat dan mengurangi biaya penciptaan
awareness (misalnya Apple customer)
12. Nama merek tidak harus berarti sesuatu (misalnya Kodak, Exxon)
13. Nama merek sebaiknya mudah diingatkan, mudah diucapkan, legal, dan
mudah terbaca
46
14. Pengujian nama merek untuk mengetahui sisi negatifnya.
15. Dan nama merek yang bagus tidak akan menjual produk yang buruk.
Tetapi produk yang bagus dengan banyak dukungan pemasaran dapat
membangun nama merek yang biasa-biasa saja menjadi merek yang
memperoleh loyalitas konsumen.
2.3.3.3 Redesigning
Redesigning, difokuskan pada perubahan estetika brand dan elemen tangible
seperti logo, jingle, iklan, atau elemen visual lain yang mencitrakan posisi brand
menjadi simbol tunggal. (Murphy and Rowe, 1988; Schmitt and Simonson, 1997;
dalam Muzellec, et al., 2003:35). Redesigning ini dilakukan melalui semua elemen
dari livery organisasi seperti alat tulis, brosur, iklan, laporan tahunan, kantor dan
truk pengiriman, yang terlihat manifestasi dari posisi yang diinginkan perusahaan.
Walaupun redesigning pada proses rebranding merupakan elemen pusat dari
suatu perusahaan, desain visual seperti logo, jingle, iklan, atau elemen visual
lainnya memegang peranan penting dalam membangun ekuitas brand, terutama
pada bagian tingkat kesadaran (brand awareness) untuk melahirkan brand baru
(re-brand). Dalam merancang suatu logo, terdapat ilmu yang mendukung dan
mempelajari tata cara perancangan desain yang tepat, yakni desain komunikasi
visual.
Desain Komunikasi Visual (DKV) adalah ilmu yang mempelajari konsep
komunikasi dan ungkapan kreatif, teknik dan media untuk menyampaikan pesan
47
dan gagasan secara visual, termasuk audio dengan mengolah elemen desain grafis
berupa bentuk gambar, huruf, dan warna, serta tata letaknya, sehingga pesan dan
gagasan dapat diterima oleh sasarannya.
Pesan visual harus kreatif, komunikatif, efisien, dan efektif, sekaligus indah
atau estetis. Sebagaimana layaknya informasi yang disampaikan menggunakan
bahasa lisan (suara) yang dapat disampaikan secara tefas, ceria, keras, lembut,
penuh gurauan, formal, dan sebagainya dengan menggunakan gaya bahasa dan
volume suara yang sesuai.
2.3.3.4 Relaunching
Relaunching secara garis besar adalah tentang mengkomunikasikan brand
baru kepada para pemangku kepentingan (stakeholders). Relaunch merupakan
tahap terakhir, dimana pada tahap ini dilakukan usaha untuk mengkomunikasikan
perubahan yang dilakukan kepada publik agar membentuk kesadaran masyarakat
secara luas. (Muzellec, et al., 2003:35).
Brand Relaunching adalah pemberitaan atau pemberitahuan brand baru ke
dalam internal dan eksternal perusahaan. Untuk internal dapat dilakukan dengan
brosur atau buletin, internal meeting, dan juga melalui workshop atau intranet.
Sedangkan untuk eksternal dapat melalui press relase, advertising untuk
menarik perhatian akan brand baru tersebut dan juga dapat memfasilitasi proses
adopsi dari nama baru tersebut kepada para stakeholder. (Muzellec, et al.,
2003:35).
48
Relaunching, akan menentukan bagaimana stakeholder melihat brand baru
yang akan diperkenalkan, yaitu dengan mempublikasikan brand baru adalah tahap
akhir dan menentukan bagaimana masyarakat luas (karyawan, pelanggan, investor,
dan wartawan) mungkin menganggap nama baru. Untuk para pemangku
kepentingan internal, nama baru dapat diperkenalkan melalui brosur intern atau
koran, pada kesempatan pertemuan tahunan, atau melalui lokakarya dan internet.
Brand baru hasil rebranding dikomunikasikan kepada eksternal, pemangku
kepentingan melalui siaran pers dan iklan untuk menciptakan awareness mengenai
nama baru dan untuk menfasilitasi adopsi dari nama baru oleh berbagai pemangku
kepentingan.
Nykiel (2007:226) dalam bukunya “Handbook of Marketing Research
Methodologies for Hospitality and Tourism” menjelaskan beberapa strategi untuk
me-launching brand baru, yaitu:
1. Timing. dimana ini merupakan kesiapan dari brand itu sendiri, brand baru
tersebut harus siap untuk di perkenalkan. Nama, logo, atau perubahan
grafis lainnya telah didaftarkan. Identifikasi brand harus siap untuk
ditempatkan, ini termasuk tampilan atau desain dari brand atau elemen
visual lainnya.
2. Memo/catatan. Dimana ini menggambarkan posisi brand tersebut agar
seluruh pihak mengerti bagaimana representatif brand baru tersebut,
bagaimana brand baru tersebut dinyatakan lebih baik dari sebelumnya,
bagaimana mempromosikannya, dan lainnya.
49
3. Internal launch. Dimana ini tahap penting sebelum eksternal launch.
Tahap ini dimaksudkan agar semua karyawan perusahaan mengerti segala
perubahan.
4. “New brand grand opening” event. dimana semua elemen yang termasuk
dalam brand baru hendaknya diperkenalkan kepada publik maupun
komunitas.
5. Informasi untuk customer harus dikembangkan dan di pantau untuk
memastikan positioning brand baru tersebut tercapai atau tidak.
6. Briefing. Mengadakan briefing kepada seluruh pihak terkait untuk
menyebarkan informasi mengenai brand baru.
7. Rencana media yang didesain oleh praktisi public relations secara
komprehensif untuk menyediakan spoke person atau executive perusahaan
untuk menjelaskan positioning dari brand baru tersebut.
8. Semua hal yang berkaitan dengan brand baru baik informasi perusahaan,
alamat website, iklan, promosi, foto, semua di publikasikan secara
serentak.
9. Informasi mengenai launch brand baru di update setiap bulannya di tiga
bulan pertama setelah event launching tersebut dilaksanakan, selanjutnya
dipantau secara berkala setiap enam bulan dan setiap tahunnya.
10. Mengganti semua hal yang tidak sesuai dengan positioning brand baru.
50
Tahap relaunching yang dimaksud adalah untuk memenuhi keingintahuan
hadirin. Oleh sebab itu, seyogyanya perusahaan mengadakan event dan
mengundang beberapa orang wakil untuk menyaksikan launching brand baru
tersebut. Dengan beberapa agenda pembukaan, presentasi maupun acara hiburan
untuk launching brand baru tersebut. Khususnya pada acara presentasi akan
dijelaskan brand knowledge, keunggulan brand serta benefit dibandingkan dengan
pesaing (kompetitor). Oleh sebab itu, launching pertama kali adalah moment yang
tepat untuk memperkenalkan kembali brand baru tersebut kepada publik atau pihak
yang berkepentingan dalam memasarkan brand baru tersebut.
Launching kembali ini dapat diukur dengan melihat tanggapan dari publik
yang hadir saat diundang ke event launching tersebut atau melihat tanggapan
media menuliskan artikel pasca event launching tersebut. event launching brand
baru ini harus dipersiapkan dengan matang agar setelah launching didapatkan
komentar dan feedback yang baik dari publik.
51
2.3 Kerangka Pemikiran
PROSES REBRANDING MGO SHUTTLE
PAR
AD
IGM
A P
OSI
TIV
ISM
E
MASALAH • Cipaganti Travel mengalami kebangkrutan karena tiga petinggi Cipaganti terlibat kasus
penggelapan dana. Brand Image Cipaganti sangat-sangat down. Kemudian saham diakuisisi oleh Hong Kong Terra Investment Holding Ltd dan merubah nama menjadi MGo Shuttle.
• Perubahan nama baru menjadi MGo Shuttle membuat awareness masyarakat terhadap MGo Shuttle masih sangat kurang.
• MGo Shuttle sudah melakukan beberapa langkah komunikasi public relations namun awareness masyarakat terhadap MGo Shuttle masih kurang.
• Hal ini dikarenakan terdapat masalah dalam proses rebranding yang dilakukan oleh MGo Shuttle yaitu pada proses relaunching.
KONSEP Penelitian ini menggunakan
konsep yang dipaparkan oleh Muzellec, et al dalam jurnal Corporate Rebranding – An Exploratory Review (2003)
yang menyatakan bahwa proses rebranding terdiri dari empat
tahapan, yaitu: • Repositioning • Renaming
• Redesigning, dan • Relaunching
PERTANYAAN PENELITIAN
1. Bagaimana tahapan repositioning Cipaganti Travel dalam proses rebranding menjadi MGO Shuttle?
2. Bagaimana tahapan renaming Cipaganti Travel dalam proses rebranding menjadi MGO Shuttle?
3. Bagaimana tahapan redesigning Cipaganti Travel dalam proses rebranding menjadi MGO Shuttle?
4. Bagaimana tahapan relaunching Cipaganti Travel dalam proses rebranding menjadi MGO Shuttle?