8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR
A. Kajian Pustaka
1. Pembelajaran Sejarah di SMA
a. Pengertian Pembelajaran Sejarah
Menurut Wenger (1998: 227; 2006: 1) dalam Huda (2013: 2)
mengatakan bahwa pembelajaran adalah:
Pembelajaran bukanlah aktivitas, sesuatu yang dilakukan oleh
seseorang ketika ia tidak melakukan aktivitas yang lain.
Pembelajaran juga bukanlah sesuatu yang berhenti dilakukan oleh
seseorang. Lebih dari itu, pembelajaran bisa terjadi dimana saja
dan pada level yang berbeda-beda, secara individual, kolektif,
ataupun sosial.
Agung S. dan Wahyuni berpendapat bahwa pembelajaran dapat
diartikan sebagai proses kerja sama antara guru dan siswa dalam
memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada, baik potensi yang
bersumber dalam diri siswa itu sendiri seperti minat, bakat, dan
kemampuan dasar yang dimiliki, termasuk gaya belajar, maupun potensi
yang ada di luar diri siswa seperti lingkungan, sarana, dan sumber belajar
sebagai upaya untuk mencapai tujuan belajar tertentu (2013: 3).
Belajar dan pembelajaran adalah suatu kegiatan yang bernilai
edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antar guru dan
peserta didik. Interaksi bernilai edukatif dikarenakan kegiatan belajar
pembelajaran yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah
dirumuskan sebelumnya (Suryani, 2012: 1).
Beberapa pendapat ahli tentang pengertian pembelajaran di atas,
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses kegiatan yang
dilakukan oleh guru untuk membimbing siswa mendapatkan pengalaman
atau pemahaman baru tentang sesuatu sehingga dapat mencapai tujuan
belajar.
9
Ada beberapa ahli yang mendefinisikan sejarah dalam beberapa
artian, seperti menurut Agung S. dan Wahyuni mengatakan bahwa sejarah
adalah mata pelajaran yang menanamkan pengetahuan, sikap dan nilai-
nilai mengenai proses perubahan dan perkembangan masyarakat Indonesia
dan dunia dari masa lampau hingga kini (2013: 55). Sejarah dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia mengandung makna, yaitu: (1) kesusastraan lama
(silsilah, asal usul); (2) kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi
pada masa lalu; dan (3) ilmu, pengetahuan, cerita, pelajaran tentang
kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau, atau
juga disebut riwayat (Poerwadarminta, 2003).
Sejarah dalam pandangan Ali (2005: 12) adalah “(1) jumlah
perubahan-perubahan, kejadian-kejadian, dan peristiwa-peristiwa dalam
kenyataan sekitar kita; (2) cerita tentang perubahan-perubahan itu dan
sebagainya; dan (3) ilmu yang bertugas menyelidiki tentang perubahan dan
sebagainya”.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli tentang pengertian sejarah di
atas, dapat disimpulkan bahwa sejarah adalah suatu ilmu yang
mempelajari tentang perubahan yang terjadi pada suatu peristiwa ataupun
kejadian yang sudah terjadi dan benar-benar terjadi yang nilai-nilainya
dapat diambil untuk kehidupan sekarang ini.
Jadi dari pengertian pembelajaran dan sejarah itu dapat ditarik
kesimpulan bahwa pembelajaran sejarah adalah kegiatan yang dilakukan
guru untuk membuat siswa mendapat pengetahuan baru tentang ilmu yang
mempelajari tentang perubahan suatu peristiwa dan kejadian yang sudah
terjadi agar dapat diambil nilai-nilainya untuk kehidupan sehari-hari
sebagai sarana untuk mencapai tujuan belajar.
b. Karakteristik Pembelajaran Sejarah
Menurut Agung S. dan Wahyuni (2012: 61) pembelajaran sejarah
memiliki beberapa karakteristik. Adapun karakteristik dalam pembelajaran
sejarah adalah sebagai berikut:
10
1) Sejarah terkait dengan masa lampau. Masa lampau berisi peristiwa dan
setiap peristiwa sejarah hanya terjadi sekali. Jadi, pembelajaran sejarah
adalah pembelajaran peristiwa sejarah dan perkembangan masyarakat
yang telah terjadi. Sementara itu, materi pokok pembelajaran sejarah
adalah produk masa kini berdasarkan sumber-sumber sejarah yang ada.
Karena itu, pembelajaran sejarah harus lebih cermat, kritis,
berdasarkan sumber-sumber, dan tidak memihak menurut kehendak
sendiri dan kehendak pihak-pihak tertentu.
2) Sejarah bersifat kronologis. Oleh karena itu, pengorganisasian materi
pokok pembelajaran sejarah haruslah didasarkan pada urutan kronologi
peristiwa sejarah.
3) Dalam sejarah ada tiga unsur penting, yakni manusia, ruang, dan
waktu. Dengan demikian, dalam mengembangkan pembelajaran
sejarah harus selalu diingat siapa pelaku peristiwa sejarah, di mana,
dan kapan.
4) Perspektif waktu merupakan dimensi yang sangat penting dalam
sejarah. Sekalipun sejarah itu erat kaitannya dengan masa lampau,
waktu lampau itu terus berkesinambungan sehingga perspektif waktu
dalam sejarah antara lain masa lampau, masa kini, dan masa yang akan
datang. Pemahaman ini penting bagi guru sehingga dalam mendesain
materi pokok pembelajaran sejarah dapat dikaitkan dengan persoalan
masa kini dan masa depan.
5) Sejarah adalah prinsip sebab akibat. Hal ini perlu dipahami oleh setiap
guru sejarah bahwa menerangkai fakta yang satu dengan fakta yang
lain, dapat menjelaskan peristiwa sejarah yang satu dengan peristiwa
sejarah yang lain perlu mengingat prinsip sebab akibat, peristiwa yang
satu diakibatkan oleh peristiwa sejarah yang lain dan peristiwa sejarah
yang satu akan menjadi penyebab peristiwa sejarah berikutnya.
6) Sejarah pada hakekatnya adalah suatu peristiwa sejarah dan
perkembangan masyarakat yang menyangkut berbagai aspek
kehidupan seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, keyakinan,
11
dan oleh karena itu, memahami sejarah haruslah dengan pendekatan
multidimensional sehingga dalam pengembangan materi pokok dan
uraian materi pokok untuk setiap topik/pokok bahasan haruslah dilihat
dari berbagai aspek.
7) Pelajaran sejarah di SMA/MA adalah mata pelajaran yang mengkaji
permasalahan dan perkembangan masyarakat dari masa lampau sampai
masa kini, baik di Indonesia maupun di luar Indonesia.
8) Dilihat dari tujuan dan penggunaannya, pembelajaran sejarah di
sekolah, termasuk di SMA/MA, dapat dibedakan atas sejarah empiris
dan sejarah normatif. Sejarah empiris menyajikan substansi
kesejarahan yang bersifat akademis (untuk tujuan yang bersifat
ilmiah). Sejarah normatif menyajikan substansi kesejarahan yang
dipilih menurut ukuran nilai dan makna yang sesuai dengan tujuan
yang bersifat normatif, sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
Berkaitan dengan itu, pelajaran sejarah di sekolah paling tidak
mengandung dua misi, yakni (1) untuk pendidikan intelektual dan (2)
pendidikan nilai, pendidikan kemanusiaan, pendidikan pembinaan
moral, jati diri, nasionalisme, dan identitas nasional.
9) Pembelajaran sejarah di SMA/MA lebih menekankan pada perspektif
kritis logis dengan pendekatan historis-sosiologis.
c. Pembelajaran Sejarah di SMA
Berdasarkan buku pegangan guru mata pelajaran sejarah Indonesia
sesuai dengan Kurikulum 2013, mata pelajaran sejarah Indonesia tingkat
SMA bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan untuk:
1) Menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian dari
bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta akan tanah air,
melahirkan empati dan perilaku toleran yang dapat diimplementasikan
dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
2) Menumbuhkan pemahaman siswa terhadap diri sendiri, masyarakat,
dan proses terbentuknya bangsa Indonesia melalui sejarah yang
12
panjang dan masih berproses hingga masa kini dan masa yang akan
datang.
3) Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya konsep ruang
dan waktu dalam rangka memahami perubahan dan keberlanjutan
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di
Indonesia.
4) Mengembangkan kemampuan berpikir historis (historical thinking)
yang menjadi dasar untuk kemampuan berpikir logis, kreatif, inspiratif,
dan inovatif.
5) Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan siswa terhadap peninggalan
sejarah sebagai bukti peradaban bangsa Indonesia di masa lampau.
6) Mengembangkan perilaku yang didasarkan pada nilai dan moral yang
tercermin pada karakter diri, masyarakat dan bangsa.
7) Menanamkan sikap berorientasi ke masa depan.
Pembelajaran sejarah berfungsi untuk menyadarkan siswa akan
adanya proses perubahan dan perkembangan masyarakat dalam dimensi
waktu dan untuk membangun perspektif serta kesadaran sejarah dalam
menemukan, memahami dan menjelaskan jati diri bangsa di masa lalu,
masa kini, dan masa depan di tengah-tengah perubahan dunia (Agung S. &
Wahyuni, 2013: 56).
2. Model Pembelajaran Probing Prompting
a. Model Pembelajaran
Menurut Trianto (2012: 21) “secara kaffah model dimaknakan
sebagai suatu objek atau konsep yang digunakan untuk mempresentasikan
sesuatu hal”. Pengertian model menurut Anitah (2009: 45) adalah “suatu
kerangka berfikir yang diapai sebagai panduan untuk melaksanakan
kegiatan dalam rangka mencapai tujuan tertentu”.
Soekamto, dkk dalam Trianto (2012: 22) mengemukakan maksud
dari model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar
13
untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman
bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan
aktivitas belajar mengajar. Joyce dan Weil mendiskripsikan model
pengajaran sebagai rencana atau pola yang dapat digunakan untuk
membentuk kurikulum, mendesai materi-materi instruksional, dan
memandu proses pengajaran di ruang kelas atau di setting yang berbeda.
Models of Teaching are really models of learning. As we helps
students acquire information, ideas, skills, values, ways of
thinking, and means of expressing themselves, we are also teaching
them how to learn. In fact the most important long term outcome of
instrucyion may be the students increased capabilities to learn
more easily and effectively in the future, both because of the
knowledge and skills they have acquired and because they have
mastered learning processes (Joyce & Weill, 2009: 7)
Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas
daripada strategi, metode atau prosedur. Model pengajaran mempunyai
empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode atau prosedur.
Ciri-ciri tersebut ialah:
1) Rasional teoritis logis yang disusun para pencipta atau
pengembangnya;
2) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan
pembelajaran yang akan dicapai);
3) Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat
dilaksanakan dengan berhasil; dan
4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu
dapat tercapai (Kardi & Nur, 2000: 9)
Sedangkan menurut Rusman (2012: 136) model pembelajaran
memiliki ciri-ciri sebagai berikut,
1) Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu.
Sebagai contoh, model penelitian kelompok disusun oleh Herbert
Thelen dan berdasarkan teori John Dewey. Model ini dirancang untuk
melatih partisipasi dalam kelompok secara demokratis.
14
2) Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu, misalnya model
berfikir induktif dirancang untuk mengembangkan proses berfikir
induktif.
3) Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar
di kelas.
4) Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: urutan langkah-
langkah pembelajaran (syntax), adanya prinsip-prinsip reaksi, sistem
sosial, sistem pendukung. Keempat bagian tersebut merupakan
pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu model
pembelajaran.
5) Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak
tersebut meliputi: (1) dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar yang
dapat diukur dan (2) dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka
panjang.
6) Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman
model pembelajaran yang dipilihnya.
Menurut Rusman (2012: 133) ada beberapa hal yang harus
dipertimbangkan guru dalam memilih model pembelajaran yang akan
digunakan dalam kegiatan pembelajaran, yaitu “(1) pertimbangan terhadap
tujuan yang hendak dicapai; (2) pertimbangan yang berhubungan dengan
bahan atau materi pembelajaran; (3) pertimbangan dari sudut peserta didik
dan siswa; dan (4) pertimbangan lainnya yang bersifat non teknis”.
b. Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif (Cooperativ learning) adalah pendekatan
pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk
bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai
tujuan belajar (Sugiyanto, 2008: 35). Menurut Rusman pembelajaran
kooperatif (Cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan
cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara
kolaboratif yang anggotanya terdiri empat sampai enam orang dengan
struktur kelompok yang bersifat heterogen (2012: 202).
15
Menurut Roger dan David Johnson (Lie, 2008) dalam Rusman
(2012: 212) ada lima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif, yaitu
sebagai berikut:
1) Prinsip ketergantungan positif (positive interdepence), yaitu dalam
pembelajaran kooperatif, keberhasilan dalam penyelesaian tugas
tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut.
Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh kinerja masing-masing
anggota kelompok. Oleh karena itu, semua anggota dalam kelompok
akan merasakan saling ketergantungan.
2) Tanggung jawab perorangan (individual accountability), yaitu
keberhasilan kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggota
kelompoknya. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok mempunyai
tugas dan tanggung jawab yang harus dikerjakan dalam kelompok
tersebut.
3) Interaksi tatap muka (face to face promotion interaction), yaitu
memberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok
untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling
memberi dan menerima informasi dari anggota kelompok lain.
4) Partisipasi dan komunikasi (participation communication), yaitu
melatih siswa untuk dapat berpastisipasi aktif dan berkomunikasi
dalam kegiatan pembelajaran.
5) Evaluasi proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi
kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja
sama mereka, agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
Selain lima unsur penting yang terdapat dalam model pembelajaran
kooperatif, model pembelajaran ini juga mengandung prinsip-prinsip yang
membedakan dengan model pembelajaran lainnya. Konsep utama dari
belajar kooperatif menurut Slavin (1995) dalam Trianto (2012:61), adalah
sebagai berikut:
1) Penghargaan kelompok, yang akan diberikan jika kelompok mencapai
kriteria yang ditentukan.
16
2) Tanggung jawab individual, bermakna bahwa suksesnya kelompok
tergantung pada belajar individual semua anggota kelompok.
Tanggung jawab ini terfokus dalam usaha untuk membantu yang lain
dan memastikan setiap anggota kelompok telah siap menghadapi
evaluasi tanpa bantuan yang lain.
3) Kesempatan yang sama untuk sukses, bermakna bahwa siswa telah
membantu kelompok dengan cara meningkatkan belajar mereka
sendiri. Hal ini memastikan bahwa siswa berkemampuan tinggi,
sedang, dan rendah sama-sama tertantang untuk melakukan yang
terbaik dan bahwa kontribusi semua anggota kelompok sangat ternilai.
Prosedur atau langkah-langkah pembelajaran kooperatif menurut
Rusman (2012: 212) “pada prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu (1)
penjelasan materi, (2) belajar kelompok, (3) penilaian, dan (4) pengakuan
tim”.
c. Model Pembelajaran Probing Prompting Learning
Pembelajaran model probing prompting merupakan salah satu
model pembelajaran kooperatif. Menurut arti katanya, probing adalah
penyelidikan, pemeriksaan dan prompting adalah mendorong atau
menuntun. Penyelidikan atau pemeriksaan bertujuan untuk memperoleh
sejumlah informasi yang telah ada pada diri siswa agar dapat digunakan
untuk memahami pengetahuan atau konsep baru.
Pembelajaran probing prompting adalah pembelajaran dengan cara
guru menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan
menggali sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan
tiap siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang
dipelajari (Suherman, 2008). Selanjutnya siswa mengkonstruksi konsep
dan aturan menjadi pengetahuan baru, dengan demikian pengetahuan baru
tidak diberitahukan.
Pembelajaran probing prompting sangat erat kaitannya dengan
pertanyaan. Pertanyaan yang dilontarkan pada saat pembelajaran ini
disebut probing question. Probing question adalah pertanyaan yang
17
bersifat menggali untuk mendapatkan jawaban lebih lanjut dari siswa yang
bermaksud untuk mengembangkan kualitas jawaban, sehingga jawaban
berikutnya lebih jelas, akurat serta beralasan (Suherman, 2001: 160).
Probing question dapat memberikan motivasi kepada siswa untuk lebih
memahami secara mendalam suatu masalah hingga mencapai suatu
jawaban yang dituju. Proses pencarian dan penemuan jawaban atas
masalah tersebut peserta didik berusaha menghubungkan pengetahuan dan
pengalaman yang telah dimilikinya dengan pertanyaan yang akan dijawab.
Model pembelajaran ini menggunakan tanya jawab yang
dilakukan dengan menunjuk siswa secara acak sehingga setiap siswa mau
tidak mau harus ikut berpartisipasi aktif, sehingga siswa tidak dapat
menghindar dari proses pembelajaran, karena setiap saat siswa dapat
dilibatkan dalam proses tanya jawab.
Proses pembelajaran dengan model pembelajaran probing
prompting, akan terjadi suasana tegang di dalam kelas namun, suasana
tegang demikian bisa dikurangi dengan guru memberi serangkaian
pertanyaan disertai dengan wajah ramah, suara menyejukkan, dan nada
yang lembut. Pembelajaran harus disertai dengan canda, senyum dan
tertawa sehingga menjadi nyaman, menyenangkan dan ceria. Perlu diingat
bahwa jawaban siswa yang salah harus dihargai karena salah adalah ciri
siswa sedang belajar dan telah berpartisipasi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Priatna dalam (Sudarti,
2008) menyimpulkan bahwa proses probing dapat mengaktifkan siswa
dalam belajar yang penuh tantangan, membutuhkan konsentrasi dan
keaktifan sehingga aktivitas komunikasi cukup tinggi. Selanjutnya,
perhatian siswa terhadap pembelajaran yang sedang dipelajari cenderung
lebih terjaga karena siswa selalu mempersiapkan jawaban sebab mereka
harus siap jika tiba-tiba ditunjuk oleh guru.
Terdapat dua aktivitas siswa yang saling berhubungan dalam
pembelajaran probing prompting, yaitu aktivitas siswa yang meliputi
aktivitas berfikir dan aktivitas fisik yang berusaha membangun
18
pengetahuannya, serta aktivitas guru yang berusaha membimbing siswa
dengan menggunakan sejumlah pertanyaan yang memerlukan pemikiran
tingkat rendah sampai pemikiran tingkat tinggi (Suherman, 2001: 55).
Langkah-langkah pembelajaran probing prompting menurut
Sudarti (2008) dijabarkan melalui tujuh tahapan teknik probing yang
dikembangkan dengan prompting adalah sebagai berikut:
a. Siswa dihadapkan pada situasi baru, misalkan dengan memperhatikan
gambar atau situasi lainnya yang mengandung permasalahan.
b. Guru mengajukan persoalan kepada siswa yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran atau indikator kepada seluruh siswa.
c. Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa
untuk merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil dalam
merumuskannya.
d. Menunjuk salah satu siswa untuk menjawab pertanyaan.
e. Jika jawabannya tepat maka guru meminta tanggapan kepada siswa
lain tentang jawaban tersebut untuk meyakinkan bahwa seluruh siswa
terlibat dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Namun jika siswa
tersebut mengalami kemacetan jawab dalam hal ini jawaban yang
diberikan kurang tepat, tidak tepat, atau diam, maka guru mengajukan
pertanyaan-pertanyaan lain yang jawabannya merupakan petunjuk
jalan penyelesaian jawab. Lalu dilanjutkan dengan pertanyaan yang
menuntut siswa berpikir pada tingkat yang lebih tinggi, sampai dapat
menjawab pertanyaan sesuai dengan kompetensi dasar atau indikator.
Pertanyaan yang dilakukan pada langkah ini sebaiknya diajukan pada
beberapa siswa yang berbeda agar seluruh siswa terlibat dalam seluruh
kegiatan probing prompting.
f. Guru mengajukan pertanyaan akhir pada siswa yang berbeda untuk
lebih menekankan bahwa indikator tersebut benar-benar telah
dipahami oleh seluruh siswa.
19
Tabel 2.1 Sintak/langkah-langkah kegiatan pembelajaran dengan model Probing
Prompting Learning
Tahap Sintak Model
Probing
Prompting
Learning
Kegiatan Pembelajaran
Pendahuluan 1. Mengawali pembelajaran dengan berdoa
dan memberi salam
2. Mempersiapkan kelas agar lebih
kondusif untuk memulai proses KBM
(kerapian, kebersihan kelas,
menyediakan media dan alat serta buku
yang diperlukan)
3. Memantau kehadiran dengan
melakukan presensi siswa
4. Mengulas materi minggu lalu dan
mengajukan pertanyaan tentang materi
yang terkait dengan materi yang akan
disampaikan
5. Memberikan motivasi yang masih
berhubungan dengan materi
pembelajaran
6. Menyampaikan topik pembelajaran pada
hari ini
7. Menyampaikan indikator pencapaian
kompetensi
Inti Fase 1
Siswa
dihadapkan pada
situasi baru
Mengamati:
1. Guru menampilkan dan menjelaskan
sekilas materi tentang teori-teori dan
saluran-saluran masuknya Islam ke
Indonesia dengan media adobe flash.
2. Siswa memperhatikan penjelasan guru
dan media yang digunakan guru.
Menanya:
1. Guru membuka kesempatan secara luas
kepada siswa untuk bertanya mengenai
apa yang sudah dilihat, dibaca, dan
disimak.
2. Siswa mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang terkait dengan
penjelasan guru.
Fase 2
Guru
mengajukan
persoalan
Mengumpulkan Informasi:
1. Mempersiapkan diskusi dengan cara
siswa dibagi dalam 8 kelompok, yang
akan mendiskusikan permasalahan yang
20
sama yaitu: “Alasan Agama Islam
mudah diterima masyarakat di
Nusantara”
2. Siswa mencari sumber dari buku dan
internet untuk melengkapi informasi
yang diperlukan
Fase 3
Siswa
merumuskan
jawaban melalui
diskusi
Mengasosiasi:
1. Siswa menganalisis data yang
dikumpulkan
2. Siswa menghubungkan informasi yang
terkait dalam rangka menemukan
kebenaran dari beberapa informasi
dengan melakukan 1 kali diskusi.
Fase 4
Menunjuk salah
satu siswa untuk
menjawab
pertanyaan
Fase 5
Guru meminta
tanggapan
kepada siswa lain
Mengkomunikasikan:
1. Hasil diskusi masing-masing kelompok
dituangkan dalam laporan tertulis.
2. Salah satu atau dua kelompok
mempresentasikan hasil diskusi dalam
diskusi kelas.
3. Siswa yang lain memberikan tanggapan
atau pertanyaan terhadap hasil diskusi
kelompok yang melakukan presentasi.
4. Menyimpulkan hasil diskusi.
5. Mengumpulkan hasil diskusi
Penutup Fase 6
Guru
mengajukan
pertanyaan akhir
pada siswa yang
berbeda
1. Guru bersama siswa secara bersama-
sama membuat kesimpulan materi
pembelajaran
2. Guru melakukan evaluasi untuk
mengukur ketercapian pembelajaran
3. Guru bersama siswa melakukan refleksi
tentang pelaksanaan pembelajaran.
4. Guru menyampaikan tugas individu
yaitu siswa membuat peta jejak
masuknya agama Islam ke Indonesia.
5. Guru menyampaikan materi yang akan
dibahas pada pertemuan yang akan
datang
6. Kegiatan diakhiri dengan salam
3. Media Pembelajaran Adobe Flash
a. Pengertian Media Pembelajaran
Gerlach and Ely dalam Arsyad (2005: 3), mengemukakan bahwa
“media adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi
21
yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, ketrampilan dan
sikap”. Gerlach & Ely (1980) dalam Anitah (2009: 5) menjelaskan pula
bahwa media adalah grafik, fotografi, elektronik, atau alat-alat mekanik
untuk menyajikan, memproses, dan menjelaskan informasi lisan atau
visual. Menurut Anitah (2009: 5) “media adalah setiap orang, bahan alat,
atau peristiwa yang dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan
pebelajar untuk menerima pengetahuan, keterampilan, dan sikap”. Dengan
pengertian itu, maka guru atau dosen, buku ajar, serta lingkungan adalah
media. Setiap media merupakan sarana untuk menuju ke suatu tujuan.
Scram dalam Rusman (2012: 159) mendefinisikan “media sebagai
teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan
pembelajaran. Media adalah alat bantu yang dapat memudahkan suatu
pekerjaan”. Dalam pembelajaran media merupakan wahana penyalur
informasi belajar atau penyalur pesan. Sejalan dengan pandangan Heinich
dalam Rusman (2012: 159) menjelaskan bahwa “media merupakan alat
saluran komunikasi”.
Arsyad (2005: 4) mengemukakan media pembelajaran sebagai
berikut:
Batasan medium sebagai perantara yang mengantar informasi
antara sumber dan penerima. Jadi televisi, film, foto, rekaman
audio, gambar yang diproyeksikan, bahan-bahan cetakan dan
sejenisnya adalah media komunikasi. Apabila media itu membawa
pesan-pesan atau informasi yang bertujuan intruksional atau
mengandung maksud-maksud pembelajaran maka media itu
disebut media pembelajaran.
Jadi media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat
digunakan sebagai perantara untuk menyampaikan pesan (materi
pembelajaran) dari guru (komunikator) ke siswa (komunikan) sehingga
dapat merangsang perhatian, minat, pikiran, dan perasaan siswa dalam
kegiatan belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Salah satu gambaran yang sering dijadikan acuan landasan teori
penggunaan media dalam proses pembelajaran adalah kerucut pengalaman
Dale dalam Sudjana dan Rivai (1989: 76). Dari kerucut pengalaman ini
22
dapat dibagi menjadi tiga tingkatan pengalaman dalam belajar. Hasil
belajar seseorang dimulai dari tingkat kongkret (pengalaman langsung),
melalui benda tiruan atau pengganti benda nyata, sampai pada lambang
verbal atau abstrak. Perlu diingat bahwa pengembangan kerucut
pengalaman Dale bukanlah berdasarkan tingkat kesulitan dari
pembelajaran, melainkan tingkat keabstrakan dan jenis indra yang ikut
serta dalam penerimaan pesan pembelajaran. Berikut disajikan bagan
kerucut pengalaman Edgar Dale:
Gambar 2.1 Bagan Kerucut Pengalaman Edgar Dale (1989: 76)
Kerucut pengalaman ini menjelaskan posisi media berada di
tengah–tengah, sehingga media cukup membantu proses pembelajaran.
Media dapat menampilkan simulasi peristiwa atau kejadian baik dari
obyek nyata maupun obyek yang bersifat abstrak. Meskipun fungsi media
dalam proses pembelajaran cukup membantu, akan lebih baik bila seorang
guru merencanakan pembelajaran untuk siswa dimulai berfikir dari bawah
ke atas, yakni dimulai dari pengalaman langsung.
b. Fungsi Media Pembelajaran
Hamdani mengemukakan bahwa dalam proses pembelajaran,
media memiliki fungsi sebagai pembawa informasi dari sumber (guru)
menuju penerima (siswa) (2011: 244). Fungsi media dalam proses
pembelajaran dapat ditunjukan pada gambar berkut:
23
Gambar 2.2 Fungsi Media Pembelajaran (Hamdani, 2011:244)
Media pembelajaran mempunyai fungsi yang sangat strategis
dalam pembelajaran. Secara umum menurut Hamdani (2011: 246) media
pembelajaran memiliki beberapa fungsi diantaranya adalah sebagai
berikut:
1) Menyaksikan benda yang ada atau peristiwa yang terjadi pada masa
lampau.
2) Mengamati benda atau peristiwa yang sukar dikunjungi baik karena
jaraknya jauh, berbahaya, atau terlarang.
3) Memperoleh gambaran yang jelas tentang benda atau hal-hal yang
sukar diamati secara langsung karena ukurannya terlalu besar atau
terlalu kecil.
4) Mendengar suara yang sukar ditangkap dengan telinga secara
langsung.
5) Mengamati dengan teliti binatang-binatang yang sukar ditangkap.
6) Mengamati peristiwa-peristiwa yang jarang terjadi atau berbahaya
untuk didekati.
7) Mengamati dengan jelas benda-benda yang mudah rusak atau sukar
diawetkan.
8) Dengan mudah membandingkan sesuatu.
9) Dapat melihat secara cepat suatu proses yang berlangsung secara
lambat.
10) Dapat melihat secara lambat gerakan-gerakan yang berlangsung secara
cepat.
11) Mengamati gerakan-gerakan mesin atau alat yang diamati secara
langsung.
12) Melihat bagian-bagian yang tersembunyi dari suatu alat.
Guru Siswa Media Pesan
24
13) Melihat ringkasan dari suatu rangkaian pengamatan yang panjang atau
lama.
14) Dapat menjangkau audien yang besar jumlahnya dan mengamati suatu
objek secara serempak.
15) Dapat belajar sesuai dengan kemampuan, minat dan temponya masing-
masing.
Ada beberapa fungsi media pembelajaran dalam pembelajaran
menurut Rusman (2012: 162) diantaranya:
1) Sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran.
2) Sebagai komponen dalam sub sistem materi pembelajaran.
3) Sebagai pengarah dalam pembelajaran.
4) Sebagai permainan atau pembangkit perhatian dan motivasi siswa.
5) Menghasilkan hasil dan proses pembelajaran.
6) Mengurangi terjadinya verbalitas.
7) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga dan daya indra.
Manfaat media pembelajaran dalam proses pembelajaran menurut
Rusman (2012: 164), yaitu:
1) Untuk mewujudkan situasi pembelajaran yang efektif
2) Penggunaan media merupakan bagian integral dalam sistem
pembelajaran.
3) Media pembelajaran penting dalam rangak mencapai tujuan
pembelajaran.
4) Penggunaan media dalam pembelajaran adalah untuk mempercepat
proses pembelajaran dan membantu siswa dalam upaya memahami
materi yang disajikan oleh guru dalam kelas.
5) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya
mendengarkan uraian guru tetapi juga kativitas lain seperti mengamati,
melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain.
c. Ciri-ciri Media Pembelajaran
Tiga ciri-ciri media yang merupakan petunjuk mengapa media
digunakan dan apa saja yang dapat dilakukan oleh media yang mungkin
25
guru tidak mampu melakukannya (Gerlach dan Ely dalam Hamdani, 2011:
244) adalah sebagai berikut:
1) Kemampuan Fiksatif
Artinya dapat menangkap, menyimpan dan menampilkan kembali
suatu objek atau kejadian.
2) Kemampuan Manipulatif
Artinya media dapat menampilkan kembali objek atau kejadian dengan
berbagai perubahan atau manipulasi sesuai keperluan.
3) Kemapuan Distributif
Artinya media mampu menjangkau audien yang besar jumlahnya
dalam satu kali penyajian serempak.
d. Prinsip Media Pembelajaran
Dalam menentukan maupun memilih media pembelajaran, seorang
guru harus mempertimbangkan beberapa prinsip sebagai acuan dalam
mengoptimalkan pembelajaran. Prinsip penggunaan media pembelajaran
menurut Hamdani (2011: 255) di antaranya:
1) Efektivitas
Media pembelajaran harus tepat guna untuk membentuk kompetensi
secara optimal.
2) Relevansi
Kesesuaian media pembelajaran dengan tujuan, karakteristik materi
pembelajaran, potensi dan perkembangan siswa dengan waktu yang
tersedia.
3) Efisien
Pemilihan media pembelajaran harus memperhatikan kehematan biaya,
tenaga, dan waktu tetapi dapat menyampaikan inti pesan.
4) Dapat digunakan
Media pembelajaran harus dapat diterapkan dalam pembelajaran,
sehingga dapat menambah pemahaman siswa dan meningkatkan
kualitas pembelajaran.
26
5) Kontekstual
Pemilihan dan penggunaan media pembelajaran harus mengedepankan
aspek lingkungan sosial budaya dan life skill siswa.
Proses pembelajaran dapat berhasil dengan baik apabila siswa
dapat diajak untuk memanfaatkan semua panca inderanya. Kurang lebih
80% hasil belajar seseorang diperoleh melalui indera pandang, dan hanya
15 % diperoleh melalui indera dengar, sedangkan 5% lagi dari indera yang
lainnya.
e. Jenis-Jenis Media Pembelajaran
Ada beberapa jenis media pembelajaran, berikut ini merupakan
pembagian media pembelajaran menurut Hamdani (2011: 244):
1) Media audio, yaitu media yang hanya dapat didengar atau yang
memiliki unsur suara, seperti radio dan rekaman suara.
2) Media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat dan tidak
mengandung unsur suara, seperti gambar, lukisan, foto dan sebagainya.
3) Media audio visual, yaitu media yang mengandung unsur suara dan
juga memiliki unsur gambar yang dapat dilihat, seperti rekaman, video,
film, dan sebagainya.
4) Orang (people), yaitu orang yang menyimpan informasi. Pada
dasarnya setiap orang bisa berperan sebagai sumber belajar tetapi
secara umum dapat dibagi menjadi kelompok, yaitu: a) orang yang
didesain khusus sebagai sumber belajar utama yang dididik secara
professional, seperti guru, instruktur, konselor, widyaswara dan lain-
lain dan b) orang yang memiliki profesi selain tenaga yang berada di
lingkungan pendidikan, seperti dokter, atlet, pengacara, arsitek, dan
sebagainya.
5) Bahan (materials), yaitu suatu format yang digunakan untuk
menyimpan pesan pembelajaran seperti buku paket, alat peraga,
transparansi, film, slide, dan sebagainya.
6) Alat (device), yaitu benda-benda yang berbentuk fisik sering disebut
dengan perangkat keras yang berfungsi untuk menyajikan bahan
27
pembelajaran seperti computer, radio, televise, VCD/DVD, dan
sebagainya.
7) Teknik (technic), yaitu cara atau prosedur yang digunakan orang dalam
pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran seperti ceramah,
diskusi, seminar, simulasi, permainan dan sejenisnya.
8) Latar (setting), yaitu lingkungan yang berada di dalam sekolah maupun
di luar sekolah, baik yang sengaja dirancang maupun yang tidak secara
khusus disiapkan untuk pembelajaran.
Media pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan jenis media pembelajaran multimedia karena media adobe
flash menggabungkan dari berbagai jenis media dari audio, visual, maupun
audio visual sehingga membentuk suatu keterpaduan yang mempermudah
dalam penyampaiannya.
f. Media Pembelajaran Adobe Flash
Media pembelajaran adobe flash merupakan salah satu jenis dari
media pembelejaran multimedia interaktif. Menurut Anitah (2009:184)
media interaktif yaitu suatu sistem penyajian pelajaran dengan visual,
suara, dan materi video, disajikan dengan kontrol computer sehingga
pebelajar tidak hanya dapat melihat dan mendengar gambar dan suara,
tetapi juga memberi respon aktif.
Awalnya nama dari adobe flash adalah macromedia flash,
penggantian nama menjadi adobe flash dikarenakan aplikasi ini telah
dibeli oleh perusahaan adobe kemudian nama untuk aplikasi ini pun
diganti menjadi adobe flash. Menurut Panduan Macromedia flash (2004:1)
mengartikan “macromedia flash sebagai sebuah program yang fleksibel
untuk pembuatan animasi”. Aplikasi ini digunakan untuk membuat
animasi interaktif atau non-interaktif yang dituangkan dalam animasi
gerak maupun visual. Adobe flash membantu seseorang memberikan
informasi kepada pihak lain secara interaktif. Seseorang dapat memberikan
informasi secara efektif kepada audien karena audien dapat melihat
spesifikasi benda atau fenomena yang dijelaskan. Hasil dari aplikasi ini
28
akan optimal jika didukung oleh kreativitas pembuatnya. Sedangkan
menurut Hakim (2004:1) menjelaskan bahwa “flash merupakan program
animasi professional yang mudah digunakan dan sangat berdaya guna
untuk membuat animasi yang sederhana sampai animasi kompleks”. Flash
mempunyai banyak fasilitas yang sangat berdaya guna, tetapi mudah
digunakan seperti membuat interface atau form menggunakan drag and
drop. Flash menggunakan grafik berbasis vector jadi aksesnya terlihat
halus pada skala resolusi layar berapapun.
Keunggulan adobe flash dibandingkan dengan program lain yang
sejenis antara lain yaitu:
1) Dapat membuat tombol interaktif dengan sebuah movie atau objek lain.
2) Dapat membuat transparasi warna dalam movie.
3) Membuat perubahan animasi dari satu bentuk ke bentuk lain.
4) Dapat membuat gerakan animasi dengan mengikuti alur yang telah
ditetapkan.
5) Dapat dikonversi dan dipublikasi ke dalam beberapa tipe di antaranya
.swf, .html, .gif, .jpg, .png, .exe, .mov.
Alasan pemilihan mengguanakan media pembelajaran adode flash
dalam pembelajaran sejarah karena adobe flash merupakan media
interaktif yang dapat menyajikan materi secara visual maupun audio,
sedangkan pembelajaran sejarah mengkaji peristiwa yang telah terjadi
yang tidak mungkin dapat dilihat langsung oleh siswa, sehingga
penggunaan media adobe flash dapat menyajikan video peristiwa yang
telah terjadi disertai materi sesuai indikator pembelajaran. Adobe flash
merupakan media pembelajaran yang inovatif, interaktif, dan menarik
sehingga akan mampu meningkatkan ketertarikan siswa dalam belajar
sejarah. Selain itu media adobe flash merupakan salah satu media
pembelajaran yang dapat disisipkan evaluasi pembelajaran disetiap
materinya sehingga siswa dapat mengukur ketercapaian belajarnya di
setiap materi.
29
4. Kemampuan Berfikir Kritis
a. Pengertian Kemampuan Berfikir Kritis
Johnson (201: 183) memaknai berpikir kritis sebagai proses terarah
dan jelas dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil
keputusan, membujuk, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian
ilmiah. Berpikir kritis adalah kemampuan berpendapat dengan cara
terorganisasi dan mengevaluasi secara sistematis bobot pendapat pribadi
dari pendapat orang lain.
Menurut Mayer (1986) berfikir kritis selalu dimulai dengan
masalah dan berakhir dengan solusi/jawaban. Sedangkan Moore dan
Parker (2000) berpendapat bahawa berfikir kritis adalah ketetapan yang
hati-hati dan tidak tergesa-gesa untuk apakah kita sebaiknya menerima,
menolak atau menagguhkan penilaian terhadap suatu pernyataan, dan
tingkat kepercayaan untuk diterima atau ditolak. Sejalan dengan pendapat
tersebut Robert H Ennis (2000) mengungkapkan bahwa berfikir kritis
adalah berfikir secara reflektif dan masuk akal yang diarahkan pada suatu
keputusan apa yang akan dipercaya atau dilakukan (Ahyani, 2013: 100).
Kemapuan berfikir kritis juga diartikan sebagai (1) menentukan
kredibilitas suatu sumber, (2) membedakan antara yang relevan dengan
yang tidak relevan, (3) membedakan fakta dari penilaian, (4)
mengidentifikasi mengevaluasi asumsi yang tidak terucapkan, (5)
mengidentifikasi bias yang ada, (6) mengidentifikasi sudut pandang, dan
(7) mengevaluasi bukti yang ditawarkan untuk mendukung pengakuan
(Beyer, 1985) dalam (Ahyani, 2013: 100-101).
Jadi dapat disimpulkan bahwa kemampuan berfikir kritis
merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang dalam hal memecahkan
masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi,
melakukan penelitian ilmiah, dan berpedapat secara terorganisir,
kemampuan tersebut dapat dinilai dengan indikator yang telah ditentukan
sehingga kemampuan tersebut dapat terus diasah dan dikembangkan.
30
b. Delapan Langkah untuk Menjadi Pemikir Kritis
Menurut pendapat Johnson (2011: 192-200) untuk menjadi pemikir
kritis sebaiknya melalui tahapan-tahapan sistematis. Menurut beliau ada
delapan langkah untuk menjadi pemikir kritis. Kedelapan langkah tersebut
disajikan dalam bentuk sebuah pertanyaan karena dengan menjawab
pertanyaan, para siswa dilibatkan dalam kegiatan mental yang mereka
perlukan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam:
1) Apa sebenarnya isu, masalah, keputusan, atau kegiatan yang sedang
dipertimbangkan? Ungkapkan dengan jelas!
Sebuah masalah atau isu mustahil bisa diteliti sebelum masalah atau
isu tersebut digambarkan dengan jelas. Oleh karena itu, subyek yang
akan diteliti harus dijelaskan dengan setepat-tepatnya.
2) Apa sudut pandangnya?
Sudut pandang, sudut pribadi yang kita gunakan dalam memandang
sesuatu, dapat membutakan kita dari kebenaran.
3) Apa alasan yang diajukan?
Sebenarnya kita semua percaya bahwa keyakinan dan tindakan kita
didasarkan pada alasan yang masuk akal.
4) Asumsi-asumsi apa saja yang dibuat?
Asumsi adalah ide-ide yang kita terima apa adanya.
5) Apakah bahasanya jelas?
Pemikir kritis berusaha untuk memahami, dalam mencari makna,
mereka sangat memperhatikan kata-kata atau bahasa.
6) Apakah alasan didasarkan pada bukti-bukti yang meyakinkan?
Bukti adalah informasu yang akurat dan dapat dipercaya.
7) Kesimpulan apa yang ditawarkan?
Setelah mengumpulkan dan mengevaluasi informasi untuk
memecahkan masalah, mengembangkan sebuah proyek, atau
memutuskan sebuag perkara, pemikir kritis mulai merumuskan
kesimpulan yang tepat.
31
8) Apakah implikasi dari kesimpulan-kesimpulan yang sudah diambil?
Kesimpulan yang menyangkut persoalan pribadi maupun publik
hampir selalu memilki efek samping yang tidak diharapkan.
c. Ciri-ciri Kemampuan Berfikir Kritis
Adapun ciri-ciri berfikir kritis dikemukakan oleh Ferrett, S. (1977)
dalam Ahyani (2013: 101), diantaranya suka bertanya, menerima
pernyataan dan argumentasi, memiliki rasa ingin tahu, tertarik untuk
mendapatkan solusi baru, berkeinginan untuk menguji dan menganalisa
fakta yang ada, mampu menyimak dengan hati-hati dan memberikan
umpan balik, mencari bukti-bukti, mampu menolak informasi yang
dianggap tidak relevan dan tidak benar.
Menurut Perkin (1992) dalam Ahyani (2013: 100), berfikir kritis
memiliki empat karakter, yaitu (1) bertujuan untuk mencapai penilaian
yang kritis terhadap apa yang akan kita terima atau apa yang akan kita
lakukan dengan alasan logis, (2) memakai standar penilaian sebagai hasil
dari berfikir kritis dan membuat keputusan, (3) menerapkan berbagai
startegi yang tersusun dan memberikan alasan untuk menentukan dan
menerapkan standar, (4) mencari dan menghimpun informasi yang dapat
dipercaya untuk dipakai sebagai bukti yang dapat mendukung suatu
penilaian.
d. Indikator Kemampuan Berfikir Kritis
Ennis (1985: 55-56), mengidentifikasikan dua belas indikator
berfikir kritis, yang dikelompokan dalam lima besar aktivitas sebagai
berikut:
1) Memberikan penjelasan sederhana, yang berisi memfokuskan
pertanyaan, menganalisis pertanyaan dan bertanya, serta menjawab
pertanyaan tentang suatu penjelasan atau pernyataan.
2) Membangun ketrampilan dasar, yang terdiri atas mempertimbangkan
apakah sumber dapat dipercaya atau tidak dan mengamati serta
mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi.
32
3) Menyimpulkan, yang terdiri atas kegiatan menginduksi atau
mempertimbangkan hasil induksi dan membuat serta menentukan nilai
pertimbangan.
4) Memberikan penjelasan lanjut, yang terdiri atas mengidentifikasi
istilah-istilah dan definisi pertimbangan juga dimensi, serta
mengidentifikasi asumsi.
5) Mengatur strategi dan teknik, yang terdiri atas menentukan tindakan
dan berinteraksi dengan orang lain.
Peneliti mengambil beberapa indikator berfikir kritis dari Ennis
untuk mengukur kualitas penguasaan materi siswa yang akan diukur
dengan tes dan kualitas keaktifan siswa di dalam kegiatan diskusi kelas
yang akan diukur dengan lembar pengamatan. Indikator yang peneliti
gunakan adalah (1) mengkaji materi, (2) menganalisis pertanyaan dan
bertanya, (3) mengaitkan peristiwa sejarah dengan kondisi sekarang, dan
(4) menyimpulkan.
B. Hasil Penelitian yang Relevan
1. Penelitian yang dilakukan Yulia Kristi Adi, dkk (2014) dengan judul “Studi
Komparasi Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT)
Dilengkapi Macromedia Flash dan Handout Terhadap Prestasi Belajar Siswa
pada Materi Koloid Kelas XI di SMA N 1 Karanganyar Tahun Ajaran
2012/2013 dalam jurnal Pendidikan Kimia (JPK)”.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Head Together (NHT) dilengkapi dengan penggunaan macromedia
flash memberikan prestasi belajar siswa yang lebih baik dari pada
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) yang
dilengkapi dengan penggunaan handout dalam pembelajaran kimia materi
koloid. Hal ini dibuktikan dengan hasil perhitungan menggunakan uji t-pihak
kanan dengan taraf signifikan 5%. Dimana hasil uji t-pihak kanan untuk
prestasi belajar kognitif diperoleh thitung = 2,67 > ttabel = 1,67 dan untuk
33
prestasi belajar afektif diperoleh thitung = 3,30 > ttabel = 1,67 sehingga Ho
ditolak.
Relevansi penelitian tersebut dengan penelitian yang akan peneliti
lakukan adalah sama-sama menggunakan model pembelajaran kooperatif
namun dengan tipe yang berbeda dan sama-sama menggunakan media
pembelajaran dengan program flash. Perbedaannya penelitian ini merupakan
jenis penelitian eksperimen yang dilakukan pada pelajaran biologi dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together
(NHT) terhadap prestasi belajar siswa, sedangkan penelitian yang akan
dilakukan merupakan penelitian tindakan kelas pada pelajaran sejarah yang
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe probing prompting untuk
meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Indra Sakti, dkk (2012) yang berjudul
“Pengaruh Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction) melalui Media
Animasi Berbasis Macromedia Flash terhadap Minat Belajar dan Pemahaman
Konsep Fisika Siswa di SMA Plus Negeri 7 Kota Bengkulu”.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ada pengaruh model
pembelajaran langsung (Direct Instruction) melalui media animasi berbasis
Macromedia Flash terhadap pemahaman konsep fisika secara signifikan
dengan thitung 4,087 > t tabel 1,988 pada taraf signifikan 95% dan ada
pengaruh model pembelajaran langsung (Direct Instruction) melalui media
animasi berbasis Macromedia Flash terhadap minat belajar siswa secara
signifikan dengan t hitung 12,259 > t tabel 1,988 pada taraf signifikan 95%.
Relevansi penelitian tersebut dengan penelitian yang akan peneliti
lakukan adalah sama-sama menggunakan media pembelajaran dengan
program flash. Perbedaannya penelitian ini merupakan jenis penelitian
eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran langsung terhadap
minat belajar dan pemahaman konsep Fisiska, sedangkan penelitian yang akan
dilakukan peneliti merupakan jenis penelitian tindakan kelas yang
menggunakan model pembelajaran probing prompting untuk meningkatkan
kemampuan berfikir kritis dalam pembelajaran sejarah.
34
3. Penelitian yang dilakukan oleh Putunda Al Arif Hidayatullah, dkk (2014)
yang berjudul “Pengaruh Model Probing-Prompting Terhadap Kemampuan
Berpikir Kritis Siswa Pada Mata Pelajaran IPA Kelas V”.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan
kemampuan berpikir kritis IPA yang signifikan antara siswa yang mengikuti
pembelajaran dengan model Probing-Promting dan siswa yang mengikuti
pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Rata-rata skor
kemampuan berpikir kritis siswa yang dibelajarkan dengan model Probing
Promting adalah 58,70 tergolong kriterian tinggi. Rata-rata kemampuan
berpikir kritis siswa yang dibelajarkan model konvensional adalah 44,58 yang
berada pada kategori sedang, dan thitung = 5,11, ttabel = 2,021 pada taraf
signifikan 5%. Hal ini berarti bahwa thitung>ttabel. Jadi model Probing
Promting berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis IPA di kelas V
gugus Singasari kecamatan Pekutatan.
Relevansi penelitian tersebut dengan penelitian yang akan peneliti
lakukan adalah sama-sama menggunakan model probing prompting untuk
meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa. Perbedaannya penelitian ini
merupakan penelitian eksperimen yang tidak menggunakan media flash dan
dilakukan pada pelajaran IPA kelas V, sedangkan penelitian yang akan
peneliti lakukan merupakan jenis penelitian tindakan kelas yang menggunakan
media flash dan dilakukan pada pelajaran Sejarah kelas X.
4. Penelitian yang dilakukan oleh I Wyn. Eka Swarjana, dkk (2013) yang
berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Probing Prompting terhadap Hasil
Belajar IPA Siswa Kelas V di SD Negeri 1 Sebatu”.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan hasil belajar IPA siswa kelas V di SD Negeri 1 Sebatu tahun
pelajaran 2012/2013 antara siswa yang belajar dengan model probing
prompting dan siswa yang belajar dengan model konvensional. Perbedaan
yang signifikan ini membuktikan bahwa penerapan model pembelajaran
probing prompting lebih berpengaruh baik terhadap hasil belajar IPA siswa
dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional.
35
Relevansi penelitian tersebut dengan penelitian yang akan peneliti
lakukan adalah sama-sama menggunakan model probing prompting.
Perbedaannya penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen tanpa
menggunakan media flash dan untuk meningkatkan hasil belajar IPA kelas V,
sedangkan penelitian yang akan peneliti lakukan merupakan jenis penelitian
tindakan kelas yang menggunakan media flash untuk meningkatkan
kemampuan berfikir kritis siswa kelas X.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Lukas Nana Rosana (2014) yang berjudul
“Pengaruh Metode Pembelajaran dan Kemampuan Berfikir Kritis Terhadap
Hasil Belajar Sejarah Siswa”.
Hasil penelitian ini menunjukan (1) hasil belajar sejarah antara siswa
yang diberikan metode pembelajaran kooperatif model mencari pasangan
lebih tinggi dari siswa yang diberikan metode pembelajaran konvensional; (2)
terdapat pengaruh interaksi antara metode pembelajaran dan kemampuan
berpikir kritis terhadap hasil belajar sejarah siswa; (3) hasil belajar sejarah
siswa yang diberikan metode pembelajaran kooperatif model mencari
pasangan dengan kemampuan berpikir kritis tinggi lebih tinggi dari siswa
yang diberikan metode pembelajaran konvensional dengan kemampuan
berpikir kritis tinggi; (4) hasil belajar sejarah siswa yang diberikan metode
pembelajaran kooperatif model mencari pasangan dengan kemampuan
berpikir kritis rendah lebih rendah dari siswa yang diberikan metode
pembelajaran konvensional dengan kemampuan berpikir kritis rendah.
Relevansi penelitian tersebut dengan penelitian yang akan peneliti
lakukan adalah sama-sama menggunakan model pembelajaran kooperatif
terhadap kemampuan berfikir kritis siswa dalam pembelajaran sejarah di
SMA. Perbedaan penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen dengan
menggunakan model pembelejaran kooperatif tipe mencari pasangan tanpa
menggunakan media flash, sedangkan penelitian yang akan peneliti lakukan
merupakan penelitian tindakan kelas menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe probing prompting dan media flash.
36
C. Kerangka Berfikir
Pembelajaran adalah suatau proses rangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh guru dan siswa yang difasilitasi dengan penggunaan model dan media
pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa. Pembelajaran
yang efektif harus direncanakan dengan baik sehingga dapat memberi timbal balik
bagi pelaksana pembelajaran. Dalam proses pembelajaran siswa perlu terlibat
aktif sehingga kemampuan berfikir kritis siswa akan meningkat. Melalui
peningkatan kemampuan berfikir kritis, siswa dapat mengetahui kemajuan yang
telah dicapainya dalam belajar. Guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran
berusaha berinteraksi dengan siswa melalui penggunaan model dan media
pembelajaran yang dapat mempengaruhi dan meningkatkan kemampuan berfikir
kritis siswa.
Model dan media pembelajaran yang berpusat pada guru sangat kurang
berpengaruh dalam peningkatan kemampuan berfikir kritis siswa. Guru harus
melibatkan siswa berperan aktif dan kreatif dalam penggunaan model dan media
pembelajaran di dalam kelas, sehingga guru perlu menggunakan model dan media
pembelajaran yang sesusai agar siswa dapat meningkatkan kemampuan berfikir
kritis siswa. Dalam kasus ini peneliti ingin menggunakan model probing
prompting learning dan media adobe flash dalam upaya meningkatkan
kemampuan berfikir kritis siswa.
Dari alur penalaran di atas, maka dapat digambarkan kerangka berfikir
sebagai berikut:
37
Gambar 2.3 Skema Kerangka Berfikir
D. Hipotesis Penelitian
Pengimplementasian model probing prompting learning dan media adobe
flash dalam pembelajaran sejarah dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis
siswa kelas X MIA 2 SMA Negeri 4 Surakarta tahun ajaran 2015/2016.
Kondisi akhir Pembelajaran bervariasi
dengan menggunakan
model probing prompting
learning dan media adobe
flash dapat mendorong
siswa untuk berfikir kritis
dalam pembelajaran
Kemampuan berfikir
kritis siswa
meningkat
Kondisi awal Model pembelajaran yang
digunakan masih berpusat
pada guru dan masih
menggunakan media
pembelajaran yang
sederhana.
Kemampuan berfikir
kritis siswa rendah
Tindakan Upaya perbaikan dengan
menggunakan model
probing prompting
learning dan media adobe
flash
Partisipasi siswa
dalam pembelajaran
meningkat