10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Tinjauan Pustaka
1. Penelitian Terdahulu
Beberapa studi terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah
penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebagai berikut:
Penelitian karya Arif Sunarya yang berjudul Proses Morfofonemik dalam
Surat Kabar Harian Metro Banjar (2010). Penelitian ini menghasil beberapa
simpulan, yaitu sebagai berikut: (1) peristiwa morfofonemik pada dasarnya
adalah proses berubahnya sebuah fonem dalam pembentukan kata yang
terjadi karena proses afiksasi karena pertemuan antara morfem dasar dengan
afiks, (2) morfofonemik terdapat pada setiap bahasa yang mengalami proses
morfologi, (3) morfofonemik adalah peristiwa fonologis yang terjadi pada
proses morfologis sehingga dibahas pada bidang morfologi, (4) analisis
terhadap peristiwa morfofonemik perlu dilakukan agar dapat diketahui kaidah
pembentukan kata yang benar dalam pemakaian bahasa serta dalam upaya
memperkaya kasanah bahasa Indonesia. Dalam penelitian tersebut, objek
yang digunakan adalah surat kabar harian Metro Banjar, tetapi dalam
penelitian ini, yang menjadi objek penelitiannya adalah majalah Gadis.
Penelitian karya Desi Fatmawati yang berjudul Analisis Morfofonemik
Novel Kadurakan Ing Kidul Dringu Karya Suparto Brata (2014), juga
meneliti tentang morfofonemik. Yang membedakan penelitian ini dengan
penelitian yang karya Desi Fatmawati tersebut adalah objek penelitiannya.
Desi Fatmwati menggunakan novel jawa sebagai objek kajiannya, jadi
11
tinjauan yang digunakan oleh Desi Fatmwati adalah suatu tinjauan morfologi
bahasa Jawa. Berbeda dengan penelitian ini yang menggunakan tinjauan
morfologi bahasa Indonesia dan menggunakan objek penelitian rubrik
“Percikan” majalah Gadis.
Penelitian karya Wulandari Nur Fajriyah yang berjudul Proses
Morfofonemik Prefiks me-, ber-, ter-, dan di- dengan Istilah Teknologi
Informasi dalam Tujuh buku Teknologi Informasi, juga membahas tentang
morfofonemik. Penelitian tersebut terfokus pada proses morfofonemik prefiks
me-, ber-, per-, ter-, dan di- dengan istilah TI sehingga terjadilah satuan yang
berstatus kata. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan proses
morfofonemik prefiks me-, ber-, ter-, dan di- dalam tujuh buku TI. Hasil
penelitian yang dihasilkan adalah ditemukannya empat jenis perubahan
proses morfofonemi, yaitu: pengekalan fonem, perubahan fonem,
penambahan fonem, dan penghilangan fonem. Penggunaan prefiks dalam
proses morfofonemik dalam istilah TI yang produktif adalah prefiks me-,
ditemukan sebanyak 60 penggunaan prefiks me-. Prefiks di- yang merupakan
bentuk pasif, prefiks ini menempati urutan kedua setelah prefiks me-,
ditemukan sebanyak 55 penggunaan prefiks di-. Setelah itu, penggunaan
prefiks ter- ditemukan sebanyak 14 dan yang terakhir adalah prefiks ber-
ditemukan penggunaan prefiks ber- sebanyak 11.
Tesis milik Teguh Sarosa dari S2 Linguistik Universitas Gadjah Mada
2005 berjudul Proses Morfofonemik Afiksasi dalam Bahasa Indonesia.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan proses
morfofonemik yang terjadi pada proses afiksasi dalam bahasa Indonesia.
12
Yang dimaksud dengan proses morfofonemik adalah proses perubahan fonem
yang terjadi dari proses afiksasi. Perubahan tersebut mencakuup perubahan
bunyi yang berupa fonem. Penyediaan data dilakukan peneliti adalah dengan
observasi, wawancara, dan intuisi. Data diperoleh dari intuisi peneliti yang
merupakan seorang penutur asli bahasa Indonesia. Analisis data yang
dilakukan peneliti didasarkan pada empat dasar proses morfofonemik yaitu
proses perubahan fonem, proses penambahan fonem, proses penghilangan
fonem, dan proses pergeseran posisi fonem. Proses analisis dibatasi hanya
dengan setiap bentuk afiksasi. Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan
variasi proses morfofonemik yang mungkin terjadi. Afiks yang digunakan
dalam proses afiksasi yaitu {meN-}, {meN-i}, {meN-kan}, {peN- }, {peN-
an}, {ber-}, {ber-an}, {ber-kan}, {per-}, {per-an}, {-an}, {ke-an}, {-i}, {-
wan}, {ter-}, {di-}.
Sebuah tesis karya Asih Anggarani dari S2 Linguistik Universitas
Sebelas Maret 2015, berjudul Morfofonemik dalam Afiksasi Bahasa Melayu
Dialek Betawi. Tesis tersebut membahas morfofonemik afiksasi dialek
Betawi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan
menjelaskan bentuk kata berafiks bahasa Melayu dialek Betawi serta untuk
mengklasifikasikan proses morfofonemik yang ditemukan dalam afiksasi
bahasa Melayu dialek Betawi.
Perbedaan yang terdapat dari penelitian ini dengan penelitian yang lain
adalah perbedaan objek penelitian, belum ada yang menggunakan majalah
remaja sebagai objek penelitiannya. Di dalam majalah tersebut terdapat
bentuk-bentuk kata gaul remaja yang dapat diteliti untuk diketahui kaidahnya.
13
2. Landasan Teori
a. Morfologi
Menurut Kridalakasana, morfologi adalah bidang linguistik yang
memperlajari morfem dan kombinasi-kombinasinya. Morfologi juga
dikatakan “sebagai bagian dari struktur bahasa yang mencakup kata dan
bagian-bagian kata, yakni morfem” (Kridalaksana, 2008:159). Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat, morfologi adalah cabang
linguistik tentang morfem dan kombinasinya. Morfologi juga dapat
dikatakan sebagai ilmu bentuk kata.
Menurut Ramlan, “morfologi merupakan bagian dari ilmu bahasa atau
linguistik. Ilmu bahasa secara singkat dapat dijelaskan sebagai ilmu yang
mempelajari seluk-beluk bahasa secara ilmiah, atau secara scientific.
Morfologi memperlajari seluk-beluk struktur kata” (Ramlan, M, 1985:
ix). Morfologi, di samping bidangnya yang utama menyelidiki seluk-
beluk bentuk kata, juga menyelidiki kemungkinan adanya perubahan-
perubahan golongan dan arti kata yang timbul sebagai akibat perubahan
bentuk kata.
Contohnya seperti kata berjalan. Kata tersebut memiliki dua morfem,
yaitu morfem ber- sebagai afiks dan morfem jalan sebagai morfem
dasarnya. Begitupula kata mendoakan. Kata tersebut memiliki tiga
morfem, yaitu morfem me(N)- dan –kan sebagai afiks dan morfem doa
sebagai morfem dasarnya. Adanya perubahan dalam setiap kata tersebut
menyebabkan adanya perubahan makna.
14
Ramlan mengemukakan pendapatnya tentang pengertian morfologi
sebagai berikut:
Morfologi ialah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau
yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-
perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata, atau dengan
kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk
bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik
fungsi gramatik maupun fungsi semantik (Ramlan, M, 1985:18-19).
b. Proses Morfologis
Proses morfologis adalah sebuah proses pembentukan kata dari bentuk
dasarnya (Ramlan, M, 1985:46). Dengan kata lain, proses morfologis itu
proses berubahnya bentuk dasar suatu kata. Proses berubahnya bisa
dengan pembubuhan afiks, proses pengulangan dan proses pemajemukan.
Seperti contohnya, kata terjatuh dibentuk dari kata jatuh. Kata
bersayap dibentuk dari kata sayap. Kata melamar dibentuk dari kata
lamar. Kata perokok dibentuk dari kata rokok. Pada kata terjauh, terdapat
bubuhan ter-. Pada kata berdansa, terdapat bubuhan ber-. Pada kata
peramal, terdapat bubuhan per-. Pada kata dirindukan, terdapat bubuhan
di- dan –kan.
Menurut Kridalaksana (1996:12), peristiwa morfologis atau yang
biasa disebut dengan proses morfologis itu terdiri dari input, yaitu
leksem, dan salah satu proses seperti, derivasi zero, afiksasi, reduplikasi,
abreviasi (pemendekan), komposisi (perpaduan), derivasi balik,
metanalisis, dan output yang berupa kata.
15
c. Jenis Proses Morfologis
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa dalam bahasa Indonesia terdapat
tiga proses morfologis. Ramlan mengatakan bahwa proses tersebut terdiri
dari proses pembubuhan afiks, proses pengulangan, serta proses
pemajemukan (1985:47). Berikut adalah penjelasan tentang jenis proses
morfologis tersebut (Ramlan, 1985:49-74):
1) Proses Pembubuhan Afiks
Proses ini merupakan pembubuhan afiks pada suatu satuan.
Satuan itu dapat berupa satuan tunggal ataupun satuan kompleks.
Satuan tersebut digunakan untuk membentuk kata.
Contoh: ber- + jalan → berjalan
ber- + susah payah → bersusah payah
di- + taman → di taman
ter- + dalam → terdalam
ke- -an + jauh → kejauhan
-an + makan → makanan
Leksem
derivasi zero,
afiksasi,
reduplikasi,
abreviasi,
komposisi,
derivasi balik,
metanalisis
Kata
16
2) Proses Pengulangan
Proses pengulangan biasa disebut dengan reduplikasi. Reduplikasi
adalah pengulangan satuan gramatik. Pengulangan itu dapat
terjadi seluruhnya atau hanya sebagian, baik dengan atau tanpa
variasi fonem.
Contoh: pelari → pelari-pelari
berlari → berlari-lari
kebaikan → kebaikan-kebaikan
rintangan → rintangan-rintangan
perenang → perenang-perenang
3) Proses Pemajemukan
Dalam bahasa Indonesia, sering didapati gabungan dari dua kata
yang mengakibatkan timbulnya suatu kata baru. Kata tersebut
biasa disebut kata majemuk.
Contoh: sayur mayur
jual beli
simpan pinjam
rumah sakit
keras hati
d. Morfofonemik
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat (Alwi,dkk,
2008:930), “morfofonemik adalah telaah tentang perubahan-perubahan
17
fonem yang terjadi sebagai akibat pertemuan (hubungan) morfem dengan
morfem lain”. Menurut Samsuri (1985:201), morfofonemik merupakan
studi tentang perubahan yang terjadi pada fonem-fonem yang disebabkan
karena hubungan dua morfem atau lebih, serta pemberian tanda-
tandanya.
Menurut Ramlan, morfofonemik mempelajari tentang perubahan-
perubahan fonem yang timbul akibat dari pertemuan morfem satu dengan
morfem lainnya (1985:75). Morfem ber-, misalnya, terdiri dari tiga
fonem, ialah /b/ /ǝ/ /r/. Akibat pertemuan morfem tersebut dengan
morfem ajar, fonem /r/ berubah menjadi /l/, hingga pertemuan morfem
ber- dengan morfem ajar menghasilkan kata belajar.
Morfofonemik ini juga disebut dengan morfofonologi dalam
Pengajaran Morfologi (Tarigan, 1985:26). Morfofonemik dapat diartikan
dengan ilmu yang menelaah morfofonem. Menurut Tarigan (1985:26),
ada tiga hal yang penting mengenai proses morfofonemik, yakni “proses
perubahan fonem, proses penambahan fonem dan proses penanggalan
fonem”. Morfofonemik juga dapat disebut sebagai proses berubahnya
suatu fonem menjadi fonem lain sesuai dengan fonem awal atau fonem
yang mendahuluinya (Alwi, dkk, 2003, 109-110). Kridalaksana
menyebut morfofonemik sebagai subsistem yang menghubungkan
morfologi dan fonologi (1996:183).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa morfofonemik merupakan suatu
perubahan yang terjadi jika morfem dasar bertemu dengan morfem
terikat dalam kata-kata berafiks.
18
e. Proses Morfofonemik
Kridalaksana menyebutkan bahwa proses morfofonemik adalah
peristiwa fonologis yang terjadi akibat dari pertemuan suatu morfem
dengan morfem lainnya. “Proses morfofonemik dalam Bahasa Indonesia
hanya terjadi dalam pertemuan realisasi morfem dasar (morfem) dengan
realisasi afiks (morfem), baik prefiks, sufiks, infiks, maupun konfiks”
(Kridalaksana, 1996:183).
Menurut Kridalaksana (1996:184), proses morfofonemik pun dibagi
menjadi dua, yaitu proses morfofonemik yang otomatis dan proses
morfofonemik yang tidak otomatis. Proses morfofonemik yang otomatis
itu digolongkan menjadi tujuh proses, yaitu 1) pemunculan fonem, 2)
pengekalan fonem, 3) pemunculan dan pengekalan fonem, 4) pergeseran
fonem, 5) perubahan dan pergeseran fonem, 6) pelesapan fonem, dan 7)
peluluhan fonem. Proses morfofonemik yang tidak otomatis digolongkan
menjadi tiga proses, yaitu 1) penyisipan fonem secara historis, 2)
pemunculan fonem berdasarkan pola bahasa asing, 3) variasi fonem
bahasa sumber.
a) Proses Morfofonemik yang Otomatis
1. Proses Pemunculan Fonem
Proses pemunculan fonem adalah proses yang paling banyak
terjadi. Pemunculan fonem tersebut memiliki tipe yang sama
atau yang biasa disebut dengan homorgan, dengan fonem
awal dalam morfem dasar. Proses pemunculan fonem ini
19
mengakibatkan munculnya alomorf-alomorf dari morfem
yang bersangkutan.
Peristiwa 1:
Sebuah afiksasi yang memiliki akhiran /ay/, /i/, atau /e/ pada
morfem dasarnya, maka akan terjadi pemunculan luncuran /y/
tersebut. Proses ini juga terjadi jika morfem dasarnua diikuti
oleh sufiks yang diawali dengan vokal /a/.
Contoh : {kǝ – an} + {tiŋgi} {kǝtiŋgiyan}
{pǝ – an} + {nanti} {pǝnantiyan}
Peristiwa 2:
Sebuah afiksasi yang memiliki akhiran /aw/, /u/ atau /o/ pada
morfem dasarnya atau diikuti oleh sufiks yang awalannya
adalah vokal /a/, maka akan terjadi pemunculan luncuran /w/.
Contoh: {-an} + {sǝrbu} {sǝrbuw
an}
{pǝ-an} + {toko} {pǝrtokow
an}
Peristiwa 3:
Pemunculan /a/ akan terjadi bila morfem dasar ayah
digabungkan dengan sufiks –anda, {ayahanda}.
20
Peristiwa 4:
Pemunculan /n/ akan terjadi bila morfem dasar diri
digabungkan dengan prefiks se-, {sǝndiri}.
Peristiwa 5:
Pemunculan /m/ akan terjadi bila morfem dasar barang
digabungkan prefiks se-, {sǝmbaraŋ}.
Peristiwa 6:
Pemunculan /ŋ/ akan terjadi bila prefiks {mǝ-}, {pǝ-}, {pǝ-
an} bergabung dengan morfem dasar yang terdiri dari satu
suku kata.
Contoh: {mǝ-} + {cat} {mǝŋǝcat}
{pǝ-an} + {tik} {pǝŋǝtikan}
Peristiwa 7:
Pemunculan /m/ akan terjadi bila prefiks me-, pe-, dan pe-an
bergabung dengan morfem dasar yang diawali dengan /b/, /f/,
dan /p/.
Contoh: {mǝ-} + {bǝli} {mǝmbǝli}
{mǝ-i} + {pǝrbaru} {mǝmpǝrbarui}
21
Peristiwa 8:
Pemunculan /n/ akan terjadi jika prefiks {mǝ-} dan
kombinasinya, {pǝ-}, dan {pǝ-an} bergabung dengan morfem
dasar yang diawali oleh konsonan /t/ dan /d/.
Contoh: {pǝ-} + {dǝŋar} {pǝndǝŋar}
{mǝ-} + {dapat} {mǝndapat}
Peristiwa 9:
Pemunculan /n/ akan terjadi jika prefiks {mǝ-}, {pǝ-}, dan
{pǝ-an} digabungkan dengan morfem dasar diawali oleh
konsonan /c/ dan /j/.
Contoh: {mǝ-} + {caci} {mǝncaci}
{pǝ-an} + {cari} {pǝncarian}
Peristiwa 10:
Pemunculan /ŋ/ akan terjadi jika prefiks {mǝ-}, {pǝ-}, dan
{pǝ-an} digabungkan dengan morfem dasar diawali dengan
fonem /g/, /x/, /h/, atau /?/. Pemunculan /ŋ/ juga terjadi pada
gabungan morfem dasar yang diawali oleh konsonan /k/.
Contoh: {mǝ-} + {halaw} {mǝŋhalaw}
{mǝ-} + {ko’ordinir} {mǝŋko’ordinir}
2. Proses Pengekalan Fonem
Proses ini akan terjadi jika pada penggabungan morfem
dasar dengan morfem terikatnya tidak terjadi perubahan apa-
22
apa. Morfem dasar dan morfem terikat itu dikekalkan dalam
bentuk baru yang lebih konkret.
Peristiwa 1:
Pengekalan fonem ini terjadi jika prefiks {mǝ-} dan {pǝ-}
digabungkan dengan morfem dasar yang diawali oleh fonem
/y/, /r/, /l/, /w/, atau nasal.
Contoh: {mǝ-kan} + {waris} {mǝwariskan}
{pǝ-} + {ramal} {pǝramal}
Peristiwa 2:
Pengekalan fonem akan terjadi jika morfem dasar yang
berakhir dengan /a/ bergabung dengan konfiks ke-an.
Contoh: {kǝ-an} + {raja} {kǝrajaan}
{kǝ-an} + {lama} {kǝlamaan}
Peristiwa 3:
Pengekalan fonem akan terjadi jika prefiks ber-, per-, atau
ter-, bergabung dengan morfem dasar apapun, kecuali dengan
morfem dasar ajar, anjur atau yang diwakili konsonan /r/
atau yang suku kata pertamanya mengandung /r/.
Contoh: {bǝr-} + {main} {bǝrmain}
{tǝr-} + {sǝlip} {tǝrsǝlip}
23
Peristiwa 4:
Pengekalan fonem akan terjadi jika afiks se- bergabung
dengan morfem dasar apapun.
Contoh: {sǝ-} + {hati} {sǝhati}
{sǝ-} + {tiŋkat} {sǝtiŋkat}
Peristiwa 5:
Pengekalan fonem akan terjadi jika afiks –wan, -man, -wati
bergabung denga morfem dasar apapun.
Contoh: {sǝni} + {-man} {sǝniman}
{warta} + {-wan} {wartawan}
3. Proses Pemunculan dan Pengekalan Fonem
Proses pemunculan dan pengekalan fonem adalah proses
pemunculan fonem pertama morfem dasar dan sekaligus
pengekalan fonem pertama dari morfem dasar tersebut.
Proses ini hanya terjadi pada prefiksasi.
Persitiwa 1:
Pemunculan /ŋ/ dan pengekalan /k/.
Contoh: {mǝ-} + {kukur} {mǝŋkukur}
{pǝ-} + {kaji} {pǝŋkaji}
Peristiwa 2:
Pemunculan /ŋ/ dan pengekalan /’/.
Contoh: {mǝ-} + {’ara’} {mǝŋ’araŋ}
24
{pǝ-} + {’ukur} {pǝŋ’ukur}
4. Proses Pergeseran Posisi fonem
Proses ini akan terjadi apabila komponen dari morfem dasar
dan bagian dari afiks membentuk satu suku kata.
Peristiwa 1:
Proses pergeseran fonem ini terjadi bila morfem dasar itu
memiliki akhiran sebuah konsonan dan diikuti oleh sufiks
atau bila sufiksnya diawali dengan huruf vokal. Pergeseran
fonem ke belakang ini terjadi jika pelafalannya menggunakan
dialek Jakarta.
Contoh: {baik} + {pǝr-i} {pǝr-ba-i-ki}
{taŋis} + {-i} {ta-ŋi-si}
Peristiwa 2:
Peristiwa pergeseran ke depan. Pergeseran ini terjadi pada
morfem dasar yang diakhiri oleh vokal dan diikuti oleh sufiks
yang awalannya adalah konsonan.
Contoh: {ibu} + -{nda} {i-bun-da}
{cucu} + {-nda} {cu-cun-da}
25
Peristiwa 3:
Pemecahan suku kata yang disisipkan dengan el, er, dan em,
sehingga morfem dasar itu terpecah dan membentuk suku
kata yang baru.
Contoh: {gǝmbuŋ} + /-l-} {gǝ-lǝm-buŋ}
{gǝtar} + /-m-} {gǝ-mǝ-tar}
5. Proses Perubahan dan Pergeseran Posisi Fonem
Proses perubahan dan pergeseran posisi fonem ini akan
terjadi bila morfem dasar yang berakhir dengan konsonan
bergabung dengan afiks yang berawalan huruf vokal.
Peristiwa 1:
perubahan fonem /’/ menjadi /k/ jika sufiks {-an} atau
konfiks yang berawalan dengan huruf vokal bergabung
dengan morfem dasar yang berakhir dengan fonem /’/.
Contoh: {mǝ-i} + {nai’} {mǝ-na-i-ki}
{kǝ-an} + {dudu’} {kǝ-du-du-kan}
Peristiwa 2:
Proses perubahan dari fonem /r/ menjadi fonem /l/ jika
morfem dasar ajar bergabung dengan afiks ber-, per-, dan
per-an.
26
Contoh: {bǝr-} + {’ajar} {bǝ-la-jar}
{pǝr-an} + {’ajar} {pǝ-la-ja-ran}
Peristiwa 3:
Proses perubahan dari fonem /r/ menajdi fonem /l/ jika
morfem dasar anjur dan antar bergabung dengan afiks ter-.
Contoh: {tǝr-} + {’antar} {tǝ-lan-tar}
{tǝr-} + {’anjur} {tǝ-lan-jur}
6. Proses Pelesapan Fonem
Proses pelesepan ini akan terjadi jika morfem dasar
digabungkan dengan morfem terikat (afiks). Pada proses
pelesapan fonem, ada dua peristiwa pelesapan fonem
Peristiwa 1:
Pelesapan fonem /k/ atau /h/ yang terjadi jika sufiks yang
berasal dari konsonan bergabung dengan morfem dasar yang
berawalan dengan konsonan pula.
Contoh: {’anak} + {-nda} {’ananda}
{sǝjarah} + {-wan} {sǝjarawan}
Peristiwa 2:
Peristiwa pelesepan fonem /r/ yang terjadi jika morfem dasar
yang berawalan dengan /r/ atau /ǝr-} bergabung dengan afiks
{bǝr-}, {tǝr-}, {pǝr-}, dan {pǝr-an}.
27
Contoh: {tǝr-} + {ramai} {tǝramai}
{pǝr-an} + {tǝrnak} {pǝternakan}
7. Proses Peluluhan Fonem
Proses peluluhan fonem akan terjadi jika proses
bergabungnya morfem dasar dengan morfem terikat (afiks)
membentuk sebuah fonem baru. Pada proses peluluhan
fonem ini, terdapat empat peristiwa peluluhan.
Peristiwa 1:
Peluluhan fonem /k/ akan terjadi jika morfem dasarnya
berawalan dengan /k/ dan bergabung dengan {mǝ-}, {mǝ-
kan}, {mǝ-i}, {pǝ-} serta {pǝ-an}.
Contoh: {mǝ-} + {karaŋ/ {mǝŋaraŋ/
{pǝ-} + {karaŋ/ {pǝŋaraŋ/
Peristiwa 2:
Proses peluluhan fonem /p/ akan terjadi jika morfem dasar
yang berawalan dengan /p/ bergabung dengan afiks {mǝ-},
{mǝ-kan}, {mǝ-i}, {pǝ-} dan {pǝ-an}, kecuali pada morfem
dasar yang berprefiks per- atau yang berasal dari bahasa
asing.
Contoh: {mǝ-} + {pilih} {mǝmilih}
28
{mǝ-i} + {pǝraŋ/ {mǝmǝraŋi}
Peristiwa 3:
Proses peluluhan fonem /s/ akan terjadi jika morfem dasar
yang berawalan dengan /p/ bergabung dengan afiks {mǝ-},
{mǝ-kan}, {mǝ-i}, {pǝ-} dan {pǝ-an}, kecuali bila fonem /s/
mengawali morfem dasar yang berasal dari bahasa asing.
Contoh: {pǝ-} + {susun} {pǝñusun}
{pǝ-an} + {salur} {pǝñaluran}
Peristiwa 4:
adalah proses peluluhan fonem /t/ akan terjadi jika morfem
dasar yang berawalan dengan /p/ bergabung dengan afiks
{mǝ-}, {mǝ-kan}, {mǝ-i}, {pǝ-} dan {pǝ-an}, kecuali pada
morfem dasar yang berasal dari bahasa asing atau morfem
dasar yang berprefiks ter-.
Contoh: {mǝ-i} + {tǝlusur} {mǝnelusuri}
b) Proses Morfofonemik yang Tidak Otomatis
1. Proses Pemunculan Fonem Secara Historis
Penyisipan ini akan terjadi jika morfem dasar yang berasal
dari bahasa asing diberi afiks yang berasal dari bahasa asing
pula.
29
Contoh: {standar} + {-isasi} {standardisasi}
{obyek} + {-if} {obyektif}
2. Proses Variasi Fonem Bahasa Sumber
Variasi fonem ini mengikuti pola bahasa sumber dan
memiliki makna yang sama dengan makna pada bahasa
sumber.
Contoh: kritikus kritisi
politikus politisi
3. Proses Pemunculan fonem berdasarkan Pola Bahasa
Asing
Pemunculan fonem terjadi karena mengikuti pola
morfofonemik bahasa asing. Gabungan ini terjadi dari
morfem dasar dalam bahasa Indonesia dengan afiks asing,
baik afiks Arab maupun Inggris.
Contoh: {gǝreja} + {-i} {gǝrejani}
{dunia} + {-i} {duniawi}
B. Kerangka Pikir
Adapun kerangka penelitian proses morfofonemik dalam rubrik “Percikan”
majalah Gadis sebagai berikut.
Sumber datanya adalah rubrik
“Percikan” majalah Gadis
30
Dapat dijelaskan dari kerangka pikir di atas bahwa:
1. Sumber data yang diambil dari rubrik Perickan majalah Gadis.
2. Data tersebut berupa kata berafiks dari rubrik “Percikan” majalah Gadis.
3. Setiap kata berafiks yang didapat, dikelompokkan menurut jenis afiksasinya.
4. Kelompok tersebut ada tiga, yaitu kelompok I (munculnya prefiks dari kata
berafiks yang didapat), kelompok II (munculnya konfiks dari kata berafiks
yang didapat), kelompok III (munculnya sufiks dari kata berafiks yang
Datanya adalah kata berafiks dalam
rubrik “Percikan” majalah Gadis
Analisis Data
Teori Morfofonemik (Harimurti Kridalaksana)
Kelompok I
Prefiks
Menentukan kelompok afiksasi data
Kelompok II
Konfiks
Menentukan Kaidah Morfofonemiknya
Kesimpulan
Kelompok IV
Kombinasi
Afiks
Kelompok III
Sufiks
31
didapat), dan kelompok IV (munculnya beberapa kombinasi afiksasi dari kata
berafiks yang didapat).
5. Dari data yang didapat dan sudah dikelompokkan tersebut, peneliti
melakukan analisis data menggunakan teori morfofonemik dari buku berjudul
Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia (Harimurti Kridalaksana).
6. Setelah melakukan analisis data, ditemukan kaidah morfofonemiknya sesuai
dengan hasil analisis pola morfofonemik yang didapat.
7. Langkah terakhir adalah menarik kesimpulan dari penelitian ini.