6
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Penelitian Sebelumnya
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah direkapitulasi dalam Tabel 2.1
didapatkan data perhitungan Derajat Kejenuhan (DS) menggunakan metode
perhitungan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997) dimana parameter kinerja
ruas jalan ialah mencari nilai DS. Untuk memperkecil nilai dari DS dari lokasi dan
lingkungan sekitar jalan tersebut apakah dengan merubah rute arus, pengurangan
hambatan samping, atau pelebaran jalan.
No Peneliti Judul Penelitian Tahun Metod
e Variabel
Catatan Kebijakan
Hasil
1
Orbit
Rizki
Pangestu
Evaluasi Kinerja
Ruas Jalan
Brigjen Katamso
Dan Usulan
Perbaikan Sampai
Lima Tahun
Mendatang
Mei
2018
MKJI
1997
DS = Q/C
Pelebaran Jalan
Tingkat
Pelayanan E
ke B
2
Lilis
Handaya
ni,
Mashuri,
dan Joy
Fredi
Batti
Evaluasi Kinerja
Ruas Jalan
Malonda Kota
Palu
Januari
2013
MKJI
1997
DS = Q/C
Pengurangan Hambatan
Samping
Tingkat
Pelayanan C
ke B
3
Bayu
Budi
Irawan,
dan Deni
Irda
Mazni
Analisis Dampak
Pelebaran Jalan
Terhadap Kinerja
Ruas Jalan Khatib
Sulaiman Kota
Padang
Juli
2018
MKJI
1997
DS = Q/C
Pelebaran Jalan
Tingkat
Kinerja C ke
B
Lendy
Arthur
Kolinug
Analisa Kinerja
Jaringan Jalan
Dalam Kampus
Universitas Sam
Ratulangi
Januari
2013
MKJI
1997
DS = Q/C
Hanya mencari nilai DS
dijaringan
Tingkat
Kinerja A
dan B
Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya
7
2.2 Pengertian Jalan
Berdasarkan Undang – undang No.38 tahun 2004 pasal 1 ayat 4 pengertian jalan
yaitu prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk
bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang
berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah
dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan
kabel.
2.3 Klasifikasi Jalan
2.3.1 Klasifikasi menurut fungsi sesuai undang – undang No. 38 tahun 2004
1. Jalan Arteri : Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri
perjalan jarak jauh, kecepatan rata – rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi
secara berdaya guna
2. Jalan Kolektor : Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul
atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata – rata sedang,
dan jumlah jalan masuk dibatasi
3. Jalan Lokal : Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan
ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata – rata rendah, dan jumlah jalan masuk
tidak dibatasi
2.3.2 Klasifikasi menurut status jalan berdasar kewenangan pembinaannya sesuai
undang – undang No. 38 tahun 2004
1. Jalan nasional, merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan
jalan primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi, dan jalan strategis
nasional, serta jalan tol.
2. Jalan provinsi, merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer
yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau
antaribukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.
8
3. Jalan kabupaten, merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer
yang tidak termasuk jalan yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan
ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat
kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem
jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis
kabupaten.
4. Jalan kota, adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat
pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan
antarpusat permukiman yang berada di dalam kota.
5. Jalan desa, merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau
antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.
2.3.3 Klasifikasi menurut kelas jalan, fungsi jalan dan dimensi kendaraan maksimum
dan muatan sumbu terberat ( MST ), secara umum dapat dilihat dalam tabel 2.2
2.4 Jalan Perkotaan
Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, ruas jalan perkotaan
memiliki pengembangan permanen dan menerus sepanjang seluruh atau hampir
seluruh sebagian jalan. Indikasi penting tentang daerah perkotaan yaitu memiliki
karakterisitik arus lalu lintas dengan jam puncak pada pagi dan sore hari, secara umum
lebih tinggi dan terdapat perubahan komposisi lalu lintas dengan presestase kendaraan
Kelas Jalan Fungsi Jalan Dimensi Kendaraan Maksimum Muatan Sumbu
Terberat (ton) Panjang (m) Lebar (m)
I
Arteri
18 2,5 >10
II 18 2,5 10
III A 18 2,5 8
III A Kolektor
18 2,5 8
III B 12 2,5 8
III C Lokal 9 2,1 8
Tabel 2.2 Klasifikasi menurut kelas jalan, fungsi jalan dan dimensi kendaraan
maksimum dan muatan sumbu terberat ( MST )
(Sumber : BSN – RSNI T-14-2004)
9
pribadi dan sepeda motor yang lebih tinggi dari pada presentase truk berat dalam arus
lalu lintas. Ada tidaknya kerb juga merupakan ciri dari prasarana jalan perkotaan, jalan
perkotaan juga diwarnai dengan ciri alinyemen vertikal yang datar atau hampir datar
serta alinyemen hirisontal yang lurus atau hampir lurus.
Sehubungan dengan analisis kapasitas ruas jalan, jenis jalan dapat dibedakan
berdasarkan jumlah jalur (carriage way), jumlah lajur (line), dan jumlah arah. Suatu
jalan dikatakan memiliki 1 jalur apabila jalan tersebut tidak memiliki median (tak
terbagi/Undivided/UD) dan dikatakan memiliki 2 jalur apaila jalan terseubt memiliki
median. Manual Kapasitas Jalan Indonesia membagi jenis jalan perkotaan menjadi :
1. Jalan 2 lajur 2 arah tidak terbagi (2/2 UD)
2. Jalan 4 lajur 2 arah tidak terbagi (4/2 UD)
3. Jalan 4 lajur 2 arah terbagi (4/2 D)
4. Jalan 6 lajur 2 arah terbagi (6/2 D)
5. Jalan 1 jalur 3 lajur 1 arah (1 - 3/1 )
2.5 Ruas Jalan
Ciri dari ruas jalan antara lain panjang jalan, jumlah lajur, kecepatan, tiper
gangguan hamatan samping, kapasitas serta hubungan antara kecepatan dengan arus
kendaraan pada jalan tersebut. Setiap ruas jalan yang dikodefikasikan harus dilengkapi
dengan beberapa atribut yang menyatakan perilaku, ciri, serta kemampuan ruas jalan
untuk mengalirkan arus lalu lintas. Beberapa atribut tersebut adalah panjang ruas,
kecepatan ruas (kecepatan arus bebas dan kecepatan sesaat), serta kapasitas ruas yang
dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp) per jam. (Tamin, 2000)
10
2.6 Hambatan Samping
Hambatan samping merupakan kegiatan yang terjadi pada samping jalan yang
berpotensi mempengaruhi penurunan dan kinerja lalu lintas dari suatu jalan.
Hamabatan samping sering kali menjadi salah satu penyebab utama terjadinya
kemacetan di ruas jalan. Menurut (Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997) hambatan
jalan dipengaruhi oleh 4 hal
1. Jumlah pejalan kaki yang berjalan dipinggir jalan maupun yang menyebrang
pada sepanjang segmen jalan.
2. Jumlah kendaraan yang berhenti maupun parkir pada sepanjang segmen jalan.
3. Jumlah kendaraan keluar maupun masuk akses jalan.
4. Kendaraan tak bermotor maupun kendaraan yang bergerak dengan lambat,
seperti becak, dokar, sepeda.
Hambatan samping berdasar fungsi dan frekuensi terjadinya pada sepanjang segmen
jalan dikelompokkan menjadi lima kelas yang dilampirkan pada tabel 2.2 dan bobot
aktifitas tiap kegiatan di samping jalan dilampirkan pada tabel 2.3.
Kelas
Hambatan
Saming (SFC)
Kode
Jumlah Berbobot
Kejadian per 200
m per jam (dua
sisi)
Kondisi Khusus
Sangat Rendah VL < 100 Daerah Pemukiman; jalan dengan jalan
samping.
Rendah L 100 – 299 Daerah Pemukiman; beberapa kendaraan
umum dsb.
Sedang M 300 – 499 Derah Industri; beberapa toko di sisi jalan
Tinggi H 500 – 899 Daerah Komersial; aktivitas sisi jalan tinggi
Sangat Tinggi VH >900 Daerah Komersial dengan aktivitas pasar di
samping jalan
Tabel 2.3 Kelas Hambatan Samping Untuk Jalan Perkotaan
(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997)
11
2.7 Median
Median merupakan bagian dari jalan yang berfungsi sebagai pemisah atau
pembagi lalu lintas dalam dua arah yang berlawanan yang memiliki 4 jalur atau lebih.
Median juga merupakan daerah yang terbebas dari gangguan arus yang datang dari arah
berlawanan, daerah berhenti suatu kendaraan jika terjadi situasi darurat, ruang bagi
perubahan kecepatan tanpa memutar. Beberapa klasifikasi median menurut
Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997, antara lain :
1. Median yang dapat dilalui
Merupakan garis putih putus-putus yang bisa dengan mudah dilalui oleh
kendaraaan.
2. Median pencegahan
Merupkan pembatas jalan dari beton yang di salah satu titik tertentu terdapat
bagian yang dibuka guna tempat berputar arah kendaraan
3. Median penghalang
Merupakan besi memanjang ataupun yang berfungsi sebagai pencegah lalu lintas
untuk menyebrang maupun melintasinya
2.8 Kinerja Arus Jalan
Dasar untuk menganalisis kinerja suatu ruas jalan dapat ditijau pada jam
puncaknya dan untuk kepentingan analisis kendaraan akan diklasifikasikan sebagai
berikut:
Jenis Pengaruh Bobot
Pejalan kaki atau penyebrang jalan 0,5
Kendaraan parkir atau berhenti 1,0
Kendaraan keluar masuk di akses jalan 0,7
Kendaraan lambat (becak, sepeda, dokar/andong) 0,4
Tabel 2.4 Nilai Dari Masing – Masing Hambatan Samping
(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997)
12
1. Sepada Motor atau Motorcycle (MC) merupakan kendaraan bermotor
memliki 2 atau 3 roda.
2. Kendaraan Ringan atau Light Vehicles (LV) merupakan kendaraan yang
bebobot sedang seperti contohnya mobil pribadi, angkutan umum, pickup.
3. Kendaraan Berat atau Heavy Vehicles (HV) merupakan kendaraan yang
berbobot besar dan memiliki 3 atau lebih as roda seperti contohnya bus
kecil maupun besar, truk, truk gandeng, truk trailer dan truk semit railer.
4. Kendaraan tak bermotor (UM) merupakan kendaraan yang tidak memilki
mesin bermotor seperti becak, sepada ,dokar/andong
Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, Nilai Arus lalu lintas (Q)
mencerminkan komposisi lalu lintas yang ada dengan menyatakan arus dalam satuan
mobil penumpang (smp). Semua nilai arus lalu lintas diuah menjadi satuaan mobil
penumpang (smp) dengan menggunakan ekivalensi mobil penumpang (emp) yang
diturunkan secara empiris untuk tiap golongan kendaraan. Sedangkan faktor satuan
mobil penumpang dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini.
F𝑠𝑚𝑝 =Q𝑠𝑚𝑝
Q𝑘𝑒𝑛𝑑𝑎𝑟𝑎𝑎𝑛
Dimana
Fsmp = Faktor satuan mobil penumpang
Qsmp = Arus total kendaraan dalam smp
Qkendaraan = Arus total kendaraan
Ekivalensi mobil penumpang (emp) untuk masing – masing golongan kendaraan
tergantung pada tipe jalan dan arus lalu lintas total yang dinyatakan dalam satuan
kendaraan/jam, yang tertera pada tabel 2.5 dan tabel 2.6
13
Menurut Tamin, kinerja jalan dikategorikan kedalam tabel nilai nisbah volume
dan kapasitas dibawah ini.
Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, kinerja lalu lintas dapat diukur
dengan menggunakan beberapa perimeter, diantaranya:
Tipe Jalan :
Jalan satu arah dan jalan
terbagi
Arus lalu-lintas
per lajur
(kend/jam)
emp
HV MC
Dua-lajur satu-arah (2/1) 0 1,3 0,40
Empat-lajur terbagi (4/2 D) ≥ 1050 1,2 0,25
Tiga-lajur satu-arah (3/1) 0 1,3 0,40
Enam-lajur terbagi (6/2 D) ≥ 1100 1,2 0,25
Tipe Jalan:
Jalan Tak Terbagi
Arus Lalu-
Lintas total
dua arah
(kend/jam)
Emp
HV
MC
Lebar Jalur Lalu-Lintas Wc (m)
≤ 6 >6
Dua-lajur tak-terbagi
(2/2 UD)
0
≥ 1800
1,3
1,2
0,5
0,35
0,40
0,25
Empat-lajur tak-
terbagi
(4/2 UD)
0
≥ 3700
1,3
1,2
0,40
0,25
NVK Keterangan
< 0.8 Kondisi stabil
0.8 – 1.0 Kondisi tidak stabil
> 1 Kondisi kritis
Tabel 2.5 Emp untuk Jalan Perkotaan Tak Terbagi
(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997)
Tabel 2.7 Nilai NVK ( Nisbah Volume dan Kapasitas)
(Sumber : Tamin, 2000)
(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997)
Tabel 2.6 Emp untuk Jalan Perkotaan Terbagi dan Satu Arah
14
1. Derajat Kejenuhan (DS), yaitu rasio arus dari suatu lalu lintas (smp/jam)
terhadap kapasitas (smp/jam) pada suatu bagian jalan tertentu.
2. Kecepatan Tempuh (V), yaitu kecepatan rata-rata (km/h) dari suatu
kendaraan yang melintasi sautu titik tertentu pada ruas jalan yang dihitung
dari Panjang jalan yang dibagi dengan waktu tempuh rata-rata.
Berdasarkan dengan hal tersebut, karakteristik lalu lintas dapat dihitung dengan
rumusan sebagai berikut
2.8.1 Kecepatan Arus Bebas
Kecepatan arus bebas dapat dirumuskan dengan persamaan berikut:
FV = ( FV0 + FVw ) x FFVsf x FFVcs
Dimana:
FV = Kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada kondisi lapangan
(km/jam)
FV0 = Kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada jalan yang diamati
(km/jam)
FVw = Penyesuaian kecepatan untuk lebar jalan (km/jam)
FFVsf = Faktor penyesuain kondisi hambatan samping
FFVcs = Faktor penyesuaian kecepetan untuk ukuran kota
Berdasarkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), faktor – faktor untuk
mendapatkan nilai kecepatan arus bebas antara lain kecepatan kendaraan yang
melintasi sepanjang ruas jalan yang diamati, lebar ruas jalan yang sedang diamati,
anyak sedikitnya hambatan yang ada di sepanjang jalan yang diamati, dan banyaknya
jumlah masyarakat di daerah tersebut.
15
1. Faktor kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada jalan yang diamati (FV0) didapat
dengan menggunakan tabel 2.8
2. Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk lebar jalan lalu lintas (FVw) didapat
dengan menggunakan tabel 2.9
Tipe Jalan
Kecepatan Arus
Kendaraaan
Ringan LV
Kendaraan Berat
HV
Sepeda Motor
MC
Semua
Kendaraan (Rata
– Rata)
Enam-lajur
terbagi (6/2 D)
61 52 48 57
atau Tiga-lajur
satu-arah (3/1)
Empat-lajur
terbagi (4/2 D)
57 50 47 55
atau Dua-lajur
satu-arah (2/1)
Empat-lajur tak-
terbagi (4/2 UD) 53 46 43 51
Dua-lajur tak-
terbagi (2/2 UD) 44 40 40 42
Tabel 2.8 Kecepatan Arus Bebas Dasar (FV0) untuk wilayah perkotaan
(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997)
16
Tipe Jalan Lebar jalur lalu – lintas efektif (WC)
(m) FVw (km/jam)
Empat-lajur terbagi
atau Jalan satu-arah
Per lajur ,
3,00 -4
3,25 -2
3,50 0
3,75 2
4,00 -4
Empat-lajur tak-terbagi
Per lajur
3,00 ,
-4
3,25 -2
3,50 0
3,75 2
4,00 -4
Dua-lajur tak-terbagi
Total ,
5 -9,5
6 -3
7 0
8 3
9 4
10 6
11 7
Tabel 2.9 Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Untuk Lebar Jalur Lalu Lintas (FVw)
untuk wilayah perkotaan
(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997)
17
3. Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk hambatan samping (FFVsf) didapat
dengan menggunakan tabel 2.10
4. Faktor penyesuaian kecepatan untuk kota ini disesuaikan dengan ukuran
kota yang akan menjadi lokasi penelitian yang selanjutnya akan disesuaikan
dengan faktor ukuran kota seperti pada tabel 2.11
Tipe Jalan
Kelas
Hambatan
Samping
(SFC)
Faktor Penyesuaian Untuk Hambatan Samping dan Lebar
Bahu
Lebar Bahu Efektif Rata-Rata Ws (m)
≤ 0,5 m 1,0 m 1,5 m ≥ 2 m
Empat-lajur
terbagi (4/2 D)
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
1,02
0,98
0,94
0,89
0,84
1,03
1,00
0,97
0,93
0,88
1,03
1,02
1,00
0,96
0,92
1,04
1,03
1,02
0,99
0,96
Empat-lajur tak-
terbagi (4/2 UD)
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
1,02
0,98
0,93
0,87
0,80
1,03
1,00
0,96
0,91
0,86
1,03
1,02
0,99
0,94
0,90
1,04
1,03
1,02
0,98
0,95
Dua-lajur tak-
terbagi (2/2 UD)
atau Jalan satu-
arah
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
1,00
0,96
0,91
0,82
0,73
1,01
0,98
0,93
0,86
0,79
1,01
0,99
0,96
0,90
0,85
1,01
1,00
0,99
0,95
0,91
Ukuran Kota (Juta Penduduk) Faktor Penyesuain Untuk Ukuran Kota
< 0,1
0,1 - 0,5
0,5 – 1,0
1,0 – 3,0
>3,0
0,90
0,93
0,95
1,00
1,03
(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997)
Tabel 2.10 Penyesuaian Arus Bebas Pengaruh Hambatan Samping (FFVsf)
Tabel 2.11 Penyesuaian Keceparatan Arus Bebas Untuk Ukuran Kota (FFVcs)
(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997)
18
2.8.2 Kapasitas Jalan Perkotaan
Kapasitas jalan merupakan arus dengan jumlah maksimum yang melalui satu
titik di jalan yang didapat per satuan jam pada kondisi tertentu. Untuk jalan yang
memiliki dua lajur dua arah kapasitas jalan ditentukan oleh jumlah masing-masing lajur
(kombinasi dua arah), namun untuk jalan yang memiliki banyak lajur, arus akan
dipisahkan per arah dan kapasitas ditentukan per lajur, berdasar Manual Kapasitas
Jalan Indonesia 1997 besarnya nilai kapasitas jalan ddidapat dari penjabaran rumus
sebagai berikut :
C = C0 x FCw x FCsp x FCsf x FCcs
Dimana :
C = Kapasitas jalan yang sesungguhnya (smp/jam)
C0 = Kapasitas dasar (smp/jam)
FCw = Faktor penyesuaian kapasitas untuk lebar jalan
FCsp = Faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisah arah
FCsf = Faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping
FCcs = Faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota
1. Kapasitas Dasar (C0)
Acuan untuk mendapatkan nilai kapasitas dasar jalan perkotaan dapat
menggunakan tabel sebagai berikut:
Tipe Jalan Kapasitas Dasar
(smp/jam) Catatan
Empat-lajur terbagi atau
Jalan satu-arah 1650 Per Lajur
Empat-lajur tak-terbagi 1500 Per Lajur
Dua-lajur tak-terbagi 2900 Total Arah
Tabel 2.12 Kapasitas Dasar (C0)
(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997)
19
2. Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Lebar Jalan (FCw)
Nilai Faktor penyesuaim kapasitas untuk lebar jalan didapat dengan
menggunakan tabel berikut:
3. Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Pemisah Arah (FCsp)
Besarnya nilai penyesuaian kapasitas untuk pemisah arah tergantung pada
besarnya pemisah pada kedua arah seperti tabel berikut :
Pemisahan Arah SP % - % 50 - 50 55 - 45 60 - 40 65 - 35 70 – 30
FCSP Dua-lajur 2/2 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88
Empat-lajur 4/2 1,00 0,985 0,97 0,955 0,94
Tipe Jalan Lebar jalur lalu – lintas
efektif (WC) (m) FCw (km/jam)
Empat-lajur terbagi atau Jalan
satu-arah
Per lajur
3,00
3,25
3,50
3,75
4,00
,
0,92
0,96
1,00
1,04
1,08
Empat-lajur tak-terbagi
Per lajur
3,00
3,25
3,50
3,75
4,00
,
0,91
0,95
1,00
1,05
1,09
Dua-lajur tak-terbagi
Total
5
6
7
8
9
10
11
,
0,56
0,87
1,00
1,14
1,25
1,29
1,34
Tabel 2.13 Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Lebar Jalan (FCw)
(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997)
Tabel 2.14 Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Pemisah Arah (FCsp)
(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997)
20
4. Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Hambatan Samping (FCsf)
Faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping dengan bahu jalan
maupun dengan kerb didapat dengan menggunakan tabel 2.14 dan 2.15
Tipe Jalan
Kelas
Hambatan
Samping
Faktor Penyesuaian Untuk Hambatan Samping dan Lebar
Bahu FCSF
Lebar Bahu Efektif Rata-Rata Ws (m)
≤ 0,5 m 1,0 m 1,5 m ≥ 2 m
4/2 D
VL 0,96 0,98 1,01 1,03
L 0,94 0,97 1,00 1,02
M 0,92 0,95 0,98 1,00
H 0,88 0,92 0,95 0,98
VH 0,84 0,88 0,92 0,96
4/2 UD
VL 0,96 0,99 1,01 1,03
L 0,94 0,97 1,00 1,02
M 0,92 0,95 0,98 1,00
H 0,87 0,91 0,94 0,98
VH 0,80 0,86 0,90 0,95
2/2 UD atau
Jalan satu-arah
VL 0,94 0,96 0,99 1,01
L 0,92 0,94 0,97 1,00
M 0,89 0,92 0,95 0,98
H 0,82 0,86 0,90 0,95
VH 0,73 0,79 0,85 0,91
Tabel 2.15 Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Hambatan Samping (FCsf) Dengan
Bahu Jalan
(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997)
21
5. Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Ukuran Kota (FCcs)
Ukuran kota dapat mempengaruhi kapasitas jalan di dalam perkotaan, pengaruh
ukuran kota terhadap kapasitas jalan dapat dilihat dengan tabel berikut:
Tipe Jalan
Kelas
Hambatan
Samping
Faktor Penyesuaian Untuk Hambatan Samping dan Lebar
Bahu FCSF
Lebar Bahu Efektif Rata-Rata Ws (m)
≤ 0,5 m 1,0 m 1,5 m ≥ 2 m
4/2 D
VL
L
M
H
VH
0,95
0,94
0,91
0,86
0,81
0,97
0,96
0,93
0,89
0,85
0,99
0.98
0,95
0,92
0,88
1,01
1,00
0,98
0,95
0,92
4/2 UD
VL
L
M
H
VH
0,95
0,93
0,90
0,84
0,77
0,97
0,95
0,92
0,87
0,81
0,99
0,97
0,95
0,90
0,85
1,01
1,00
0,97
0,93
0,90
2/2 UD atau
Jalan satu-arah
VL
L
M
H
VH
0,93
0,90
0,86
0,78
0,68
0,95
0,92
0,88
0,81
0,72
0,97
0,95
0,91
0,84
0,77
0,99
0,97
0,94
0,88
0,82
Ukuran Kota (Juta Penduduk) Faktor Penyesuain Untuk Ukuran Kota
< 0,1
0,1 - 0,5
0,5 – 1,0
1,0 – 3,0
>3,0
0,86
0,90
0,94
1,00
1,04
Tabel 2.16 Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Hambatan Samping (FCsf) Dengan
Kerb
(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997)
Tabel 2.17 Faktor Penyesuaian Kapasitas Untuk Ukuran Kota (FCcs)
(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997)
22
2.8.3 Derajat Kejenuhan / Degree of Saturation (DS)
Derajat Kejenuhan (DS) merupakan perbadingan antara rasio arus lalu lintas Q
(smp/jam) dengan kapasitas jalan C (smp/jam) yang kemudian dijadikan faktor utama
dalam menentukan kinerja segmen jalan. Nilai dari derajat kejenuhan (DS) itu sendiri
akan menentukan jalan tersebut memiliki masalah kapasitas atau tidak. Nilai dari
derajat kejenuhan (DS) dapat dirumuskan menggunakan rumus :
DS = Q/C
Dimana :
DS = Derajat kejenuhan
Q = Arus lalu lintas (smp/jam)
C = Kapasitas jalan (smp/jam)
2.8.4 Kecepatan dan Waktu Tempuh
Berdasar Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 Kecepatan dan waktu
tempuh diartikan sebagai kecepatan rata-rara ruang (V) dari kendaraan ringan (LV)
sepanjang ruas jalan. Waktu tempuh rata-rata untuk kendaraan ringan dapat dihitung
menggunakan rumus berikut :
TT = L/VLV
Dimana :
TT = Waktu tempuh rata-rata LV sepanjang ruas jalan (jam)
L = Panjang ruas jalam (m)
VLV = Kecepatan rata-rata ruang (gambar 2.1 atau 2.2)
Untuk menetukan nilai kecepatan rata-rata ruang yang merpakan fungsi dari
derajat kejenuhan dapat menggunakan grafik dibaha ini :
23
Gambar 2.1. Kecepatan sebagai fungsi DS untuk jalan 2/2 UD
(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997)
Gambar 2.2. Kecepatan sebagai fungsi dari DS untuk jalan banyak jalur dan satu arah
(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997)
24
2.9 Kemacetan Lalu Lintas
Lalu lintas jalan dinyatakan mengalami kemacetan apabila volme lalu lintas pada
jalan tersebut lebih dari atau sama dengan 0,80. Kemacetan juga bisa diakibatkan oleh
beberapa factor lain seperti kurang memadainya fasilatas sarana dan prasaran di
sepanjang jalan, tidak berfungsinya rambu lalu lintas, kapasitas kendaraaan yang
melebihi dari daya tamping jalan itu sendiri, hingga kesadaran dari pengendara itu
sendiri yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Salah satu pemyebab dari macetnya lalu lintas yaitu kecepatan laju kendaraan atau
waktu tempuh perjalanan pada jaringan jalan perkotaan yang diakibatkan sudah terlalu
padatnya ruas jalan yang dilalui dan tidak diimbangi dengan penampang jaringan jalan
yang tidak bertambah hal ini menimbulkan menumpukya kendaraan khususnya pada
waktu puncak
2.10 Level Of Service (LOS)
Kinerja dari ruas jalan dapat dinyatakan secara kuantitatif dan dapat menerangkan
tentang kondisi operasional fasilitas lalu – lintas seperti kapasitas jalan, derajat
kejenuhan, kecepatan rata – rata, waktu tempuh, dan hambatan.
Berdasarkan Highway Capacity Manual (HCM).Tingkat pelayanan jalan
digolongkan berdasarkan tingkatan dari yang terbaik hingga terburuk dimulai dari A
sampai F. Dengna nilai tingkat pelayanan A memiliki nilai derajat kejenuhan sebesar
0.00-0.20 sedangkan tingkat pelayanan yang terburuk yaitu F memiliki nilai derajat
kejenuhan ≥1.00.
25
Tingkat
Layanan
(LOS)
Karakteristik Batas Lingkup
(Q/C)
A Kondisi arus bebas dengan kecepatan tinggi, pengemudi
memilih kecepatan yang diinginkan tanpa hambatan 0,00 – 0,20
B
Arus stabil, tetapi kecepatan operasi mulai dibatasi oleh kondisi
lalu lintas. Pengemudi memiliki kebebasan yang cukup untuk
memilih kecepatan
0,21 – 0,44
C Arus stabil, tetapi kecepatan dan gerak kendaraan dikendalikan,
pengemudi dibatasi dalam memilih kecepatan 0,45 – 0,74
D Arus mendekati tidak stabil, kecepatan masih dikendalikan, Q/C
masih dapat ditolerir 0,75 – 0,84
E Volume lalu lintas mendekati/berada pada kapasitas arus tidak
stabil, terkadang berhenti 0,85 – 1,00
F
Arus yang dipaksakan/macet, kecepatan rendah, Q diatas
kapasitas, antrian Panjang dan terjadi hambatan-hambatan yang
besar
>1,00
2.11 Manajemen Lalu Lintas
Manajemen lalu lintas adalah suatu metode pengelolaan arus lalu lintas dengan
optimalisasi sarana dan prasaran yang ada pada jalan tersebut, baik pada kondisi saat
ini maupun yang akan direncanakan, beberapa sasaran diberlakukannya manajemen
lalu lintas antara lain
1. Mengatur dan menyederhanakan lalu lintas dengan melakukan pemisahan
terhadap tipe kendaraan, kecepatan kendaraan, maupun pemakai jalan untuk
meminimalisasi jumlah kendaraan yang melintasi jalan tersebut.
2. Menaikkan kapasitas jalan dengan melakukan pelebaran ataupun megurangi
lalu lintas dengan cara mengalihkan volume lalu lintas dari arah tertentu.
Tabel 2.18 Karakteristik Tingkat Pelayanan
(Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997)
26
3. Melakukan optimasi ruas jalan dengan menentukan fungsi jalan dan melakukan
kontrol aktivitas kendaraan yang tidak sesuai dengan fungsi jalan tersebut.
Berdasarkan Direktorat Bina Marga ada beberapa cara untuk melakukan
manajemen lalu lintas anatara lain seperti dirangkum pada tabel 2.19
Strategi Teknik
Manajemen Kapasitas 1. Perbaikan persimpangan
2. Manajemen ruas jalan
- pemisahan tipe kendaraan
- pelebaran jalan
- kontrol waktu parkir
Manajemen Prioritas Prioritas bus, misal jalur khusus bus
Akses angkutan barang, bongkar dan muat
Daerah pejalan kaki
Rute Sepeda
Majemen Demand (restraint) Kebijakan parkir
Penutupan Jalan
Area and cordon licensing
2.12 Analisa 5 Tahun yang Akan Datang
Untuk mengetahui jumlah pada tahun yang akan datang digunakan metode
proyeksi geometri. Metode ini menggunakan asumsi bahwa pertumbuhan akan
bertambah secara geometrik menggunakan dasar perhitungan bunga majemuk.
(Lembaga Demografi FE UI, 1981) Persamaannya sebagai berikut :
Tabel 2.19 Strategi dan Teknik Manajemen Lalu Lintas
(Sumber : DPU-Dirjen Bina Marga DKI Jakarta)