15
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Non Performing Financing (NPF)
1. Pengertian Pembiayaan
Dalam masyarakat indonesia, selain dikenal istilah utang
piutang, juga dikenal istilah kredit dalam perbankan konvensional
dan isilah pembiayaan dalam perbankan syariah. Utang piutang
biasanya digunakan oleh masyarakat dalam konteks pemberian
pinjaman kepada pihak lain. Seseorang yang meminjamkan
hartanya kepada orang lain, maka ia dapat disebut telah
memberikan utang kepadanya. Adapun istilah pembiayaan lebih
banyak digunakan oleh masyarakat pada transaksi perbankan dan
pembelian yang tidak dibayar secara tubai. Secara esensial, antara
utang dan pembiayaan tidak jauh berbeda dalam pemaknaannya
di masyarakat.
Pembiayaan selalu berkaitan dengan aktivitas bisnis, untuk
itu, sebelum masuk kepada masalah pengetian pembiayaan, perlu
diketahui apa itu bisnis. Bisnis adalah aktivitas yang mengarah
16
pada peningkatan nilai tambah melalui proses penyerahan jasa,
perdagangan atau pengolahan barang (produksi). Dengan kata
lain, bisnis merupakan aktivitas berupa pengembangan aktivitas
ekonomi dalam bidang jasa, perdangangan, dan industri guna
mengomtimalkan nilai keuntungan.13
Pembiayaan atau financing
ialah pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak
lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik
dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain,
pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk
mendukung investasi yang telah direncanakan.14
Berdasarkan Pasal 1 butir 25 Undang-undang Nomor. 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Yang dimaksud dengan
pembiayaan yaitu penyediaan dana atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berupa:
a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk Mudharabah dan
Musyarakah.
b. Transaksi sewa menyewa dalam bentuk Ijarah atau sewa
beli dalam. bentuk Ijarah Muntahiyah bit Tamlik.
13
Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah (Yogyakarta: UPP
AMP YKPN, 2005), hlm. 17. 14
Ibid.
17
c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang Murabahah ,
Salam, dan Istishna.
d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang Qardh
dan
e. Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk
transaksi multijasa.
Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank
Syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan
/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut
setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa
imbalan atau bagi hasil.15
Sedangkan menurut M. Syafi’I Antonio, menjelaskan
bahwa pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank yaitu
pemberian fasilitas dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak
yang merupakan deficit unit.16
Pengertian lain dari pembiayaan
adalah menurut Pasal 1 butir 12 Undang-undang Nomor. 10/
1998 jo. Undang-undang Nomor. 7/1992 Tentang Perbankan,
15
Ubaidillah,” Pembiayaan Bermasalah Pada Bank Syariah; Strategi
Penangan dan Penyelesaiannya”. Jurnal Ekonomi Islam. Vol 6 No. 2 Juli- Desember
2018, hlm. 289. 16
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta:
Gema Insani Press, 2001, hlm. 160.
18
merupakan penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan
dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai
untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka
waktu tertentu dengan imbalan bagi hasil.17
2. Pembiayaan Bermasalah
Risiko dalam operasional perbankan selalu ada, salah
satunya adalah risiko pembiayaan. Risiko ini muncul jika bank
tidak mendapatkan kembali cicilan pokok atau keuntungan yang
diperoleh dari pembiayaan atau investasi yang diberikan. 18
Risiko
tersebut dalam bank syariah disebut pembiayaan yang
bermasalah. Pembiayaan bermasalah merupakan pembiayaan
yang disalurkan oleh bank tetapi nasabah tidak dapat melakukan
pembayaran atau melakukan melakukan angsuran tidak sesuai
dengan perjanjian yang telah disepakati oleh bank dan nasabah.19
Menurut Aryani (2010: 110) NPF adalah tingkat
pengembalian pembiayaan yang diberikan deposan kepada bank
17
Fathurrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank
Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika , 2012), hlm. 41. 18
Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, (Tangerang: Azkia
Publisher, 2009), hlm. 263. 19
Ismail, Manajemen Perbankan...,hlm. 124.
19
dengan kata lain NPF merupakan tingkat pembiayaan macet pada
bank tersebut. NPF diketahui dengan cara menghitung
pembiayaan Non Lnacar Terhadap Total Pembiayaan. Apabila
semakin rendah NPF maka bank tersebut akan semakin
mengalami keuntungan, sebaliknya bila tingkat NPF tinggi bank
tersebut akan mengalami kerugian yang diakibatkan tingkat
pengembalian kredit macet.
Menurut Rifqul dan Imron (2015: 255) NPF menunjukkan
kemampuan manajemen bank dalam mengelola pembiayaan
bermasalah yang diberikan bank. Pembiayaan bermasalah adalah
pembiayaan dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet.
Semakin besar NPF mengakibatkan semakin menurunnya ROA.
Menurut Kamus Bank Indonesia, NPF adalah kredit bermasalah
yang terdiri dari pembiayaan yang berklarifikasi kurang lancar,
diragukan dan macet.20
Menurut Wahyudi Dkk dalam penelitian yang berjudul
“Peran Non Performing Financing Dalam Hubungan Antara Dewan
Komisaris Independen dan Profitabilitas Bank Syariah” Risiko
20
Siti Asriyati. “ Pengaruh Non Performing Financing (NPF) dan Financing
to Deposit Ratio (FDR) Terhadap Profitabilitas dengan Capital Adequacy Ratio
Sebagai Variabel Intervening”. Skripsi, (Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Hal,
2017), hlm. 24.
20
pembiayaan sering kali dikaitkan dengan risiko gagal bayar.
Risiko ini mengacu pada potensi kerugian yang dihadapi bank
ketika pembiayaan yang diberikannya macet. Debitur mengalami
kondisi dimana dia tidak mampu memenuhi kewajiban
mengembalikan modal yang diberikan oleh bank. Selain
pengembalian modal, risiko ini juga mencakup ketidakmampuan
debitur menyerahkan porsi keuntungan yang seharusnya
diperoleh oleh bank dan telah diperjanjikan diawal. Selain risiko
gagal bayar Bank Indonesia Dalam PBI Nomor 13/23/PBI/2011
menggunakan istilah risiko pembiayaan bermasalah.21
Karena angka NPF merupakan salah satu indikator penting
dalam pengukuran tingkat kesehatan bank, maka seluruh bank
akan tetap berusaha menekan angka NPF ini, jika perlu bank
tersebut tidak melakukan ekspansi pembiayaan jika mereka tidak
yakin terhadap prospek debitur yang dibiayai. Angka NPF dan
CAR merupakan dua indikator prinsip kehati-hatian bank yang
harus dijaga di dalam setiap melakukan ekspansi pembiayaan.22
21
Taufikur Rahman & Dian Safitrie, “ Peran Non Performing Financing
Dalam Hubungan Antara Dewan Komisaris Independen dan Profitabilitas Bank
Syariah”. BISNIS, Vol, No. 1 Juni 2018, hlm. 151. 22
Maidalena, Analisis Faktor Non Performing Financing (NPF) Pada
Industri Perbankan Syariah, HUMAN FALAH : Volume 1. No. 1 Januari – Juni
2014, hlm. 131.
21
Agar terhindar dari NPF bank perlu mempetimbangkan
secara cermat calon nasabah dalam menganalisa atau menilai
sebuah permohonan pembiayaan yang diajukan calon nasabah
sehingga pihak bank memperoleh keyakinan bahwa usaha yang
dibiayai dengan pembiayaan bank layak untuk dijalankan. Untuk
mengetahui layak atau tidaknya pembiayaan yang diberikan
kepada nasabah, maka bank perlu melakukan analisis 5C
(Character, capital, capacity, collateral dan condition of
economy) dan 7P (Personality, party, payment, prospect,
purpose, profitability dan protection).23
Tabel 2.1
Kriteria Penilaian Peringkat NPF
Peringkat Nilai NPF Predikat
1 NPF < 2% Sangat Baik
2 2% ≤ NPF ≤ 5% Baik
3 5% ≤ NPF ≤ 8% Cukup Baik
4 8% ≤ NPF ≤ 12% Kurang Baik
5 NPF ≥ 12% Tidak Baik
23
Tri Hendro dan Conny Tjandra Rahardja, Bank & Institusi Keuangan Non
Bank di Indonesia, (Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2014), hlm. 204.
22
Sumber: SE BI No. 9/24/DPbs tahun 200724
Rasio NPF dihitung dengan rumus :
Ket:
KL = Kurang Lancar
D = Diragukan
M = Macet
3. Kolektabilitas Pembiayaan Bermasalah
Dalam peraturan Bank Indonesia tentang penilaian Kualitas
Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah pasal 9 ayat (2), bahwa kualitas aktiva produktif
dalam bentuk pembiayaan dibagi dalam 5 golongan yaitu lancar
(L), dalam perhatian khusus (DPK), kurang lancar (KL),
diragukan (D), macet (M).25
24
www.bi.go.id, diakses pada 21 Desember 2019 jam 09.00 WIB 25
Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/21/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006.
23
Adapun penggolongan dari kualitas pembiayaan pada
nasabah adalah sebagai berikut :26
1. Pembiayaan Lancar (pass)
Pembiayaan yang digolongkan lancar, apabila
memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Pembayaran angsuran pokok/ atau bunga tepat
waktu.
b. Memiliki mutasi rekening yang aktif.
c. Bagian dari pembiayaan yang dijamin dengan
agunan tunai (cash collateral).
2. Perhatian Khusus (special Mention)
Pembiayaan yang digolongkan kedalam pembiayaan
perhatian khusus apabila memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau
bunga yang belum melampaui 90 hari.
b. Kadang-kadang terjadi cerukan.
c. Mutasi rekening relatif aktif.
26
Veithzal Rivai, dan Arfian Arifin, Islamic banking : sebuah teori, konsep,
dan aplikasi. Ed. 1 Cet. 1, Bumi Aksara, Jakarta, 2010, hlm. 74.
24
d. Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak
yang diperjanjikan.
e. Didukung oleh pinjaman baru.
3. Kurang Lancar (Substandard)
Pembiayaan yang digolongkan kedalam pembiayaan
kurang lancar apabila memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau/
bunga yang telah melampaui 90 hari.
b. Sering terjadi cerukan.
c. Frekuensi mutasi rekening relatif rendah.
d. Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang
diperjanjikan lebih dari 90 hari.
e. Terdapat indikasi masalah keuangan yang
dihadapi debitur.
f. Dekomentasi pinjaman yang lemah.
4. Diragukan (Doubtful)
Pembiayaan yang digolongkan kedalam pembiayaan
yang diragukan apabila memenuhi kriteria sebagai
berikut:
25
a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan / atau
bunga yang telah melampaui 180 hari.
b. Terjadi cerukan yang bersifat permanen.
c. Terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari.
d. Terjadi kapitalisasi bunga.
e. Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk
perjanjian pembiayaan maupun pengikat
jaminan.
5. Macet (Loss)
Pembiayaan yang digolongkan kedalam pembiayaan
macet apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan / atau
melampaui 270 hari.
b. Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman
baru.
c. Dari segi hukum maupun kondisi pasar,
jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar.
4. Fakor Penyebab Pembiayaan Bermasalah
Dalam penyaluran pembiayaan, tidak selamanya
pembiayaan yang diberikan bank kepada debitur akan berjalan
26
sesuai dengan yang diharapkan di dalam perjanjian pembiayaan.27
Gagalnya pengembalian sebagian pembiayaan yang diberikan dan
menjadi pembiayaan bermasalah sehingga mempengaruhi
pendapatan bank. Kondisi lingkungan eksternal dan internal (dari
sisi nasabah atau debitur dan dari sisi bank) dapat mempengaruhi
kelancaran kewajiban debitur kepada bank sehingga pembiayaan
yang telah disalurkan kepada debitur berpotensi atau
menyebabkan kegagalan. Adapun kondisi lingkungan eksternal
yang dapat mempengaruhi kegagalan dalam pemberian
pembiayaan antara lain:
1. Perubahan kondisi ekonomi dan kebijakan atau peraturan
yang mempengaruhi segmen atau bidang usaha debitur.
Perubahan tersebut merupakan tantangan terus menerus
yang dihadapi oleh pemilik dan pengelola perusahaan.
Kunci sukses dari usaha adalah kemampuan mengantisipasi
perubahan dan fleksibel dalam mengelola usahanya.
2. Tingkat persaingan yang tinggi, perubahan teknologi, dan
perubahan preferensi pelanggan sehingga mengganggu
27
Ikatan Bankir Indonesia, Bisnis Kredit Perbankan (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka, 2015), hlm. 92.
27
prospek usaha debitur atau menyebabkan usaha debitur sulit
untuk tumbuh sesuai dengan target bisnisnya.
3. Faktor risiko geografis terkait dengan bencana alam yang
mempengaruhi usaha debitur.
Menurut Sutan Remy Sjahdeini, pembiayaan bermasalah
disebabkan karena nasabah tidak dapat memenuhi kewajibannya
kepada bank karena faktor intern nasabah, faktor intern bank, dan
atau karena faktor ekstren bank dan nasabah. 28
Faktor-faktor
tersebut adalah:
1. Faktor Intern Bank
a. Kemampuan dan naluri bisnis analisis pembiayaan
belum memadai.
b. Analisis pembiayaan tidak memiliki integritas yang
baik.
c. Para anggota komite pembiayaan tidak mandiri.
d. Pemutus kredit “takluk” terhadap tekanan yang
datang dari pihak eksternal.
28
Lailani kodar. “Pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing) PT.
Bank Syariah Mandiri”. Skripsi, (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016), hlm. 24.
28
e. Pengawasan bank setelah pembiayaan diberikan tidak
memadai.
f. Pemberian pembiayaan yang kurang cukup atau
berlebihan jumlahnya dibandingkan dengan
kebutuhan yang sesungguhnya.
g. Bank tidak memililki sistem dan prosedur pmberian
dan pengawasan kredit yang baik.
h. Bank tidak mempunyai perencanaan pembiayaan
yang baik.
i. Pejabat bank, baik yang melakukan analisis
pembiayaan maupun yang terlibat dalam pemutusan
pembiayaan, mempunyai kepentingan pribadi
terhadap usaha atau proyek yang dimintakan kredit
oleh calon nasabah.
j. Bank tidak mempunyai informasi yang cukup
mengenai watak calon nasabah.
2. Faktor Intern Nasabah
a. Penyalahgunaan pembiayaan oleh nasabah yang tidak
sesuai tujuan perolehannya.
29
b. Perpecahan di antara para pemilik atau pemegang
saham.
c. Key person dari perusahaan sakit atau meninggal
dunia yang tidak dapat digantikan oleh orang lain
dengan segera.
d. Tenaga ahli yang menjadi tumpuan proyek atau
perusahaan meninggalkan perusahaan.
e. Perusahaan tidak efisien, yang terlihat dari overhead
cost yang tinggi sebagai akibat pemborosan.
3. Faktor Ekstern Bank dan Nasabah.
a. Feasibility study yang dibuat konsultan, yang menjadi
dasar bank untuk mempetimbangkan pemberian
pembiayaan, telah dibuat tidak benar.
b. Laporan yang dibuat oleh akuntan publik yang
menjadi dasar bank untuk mempertimbangkan
pemberian pembiayaan, tidak benar.
c. Kondisi ekonomi atau bisis yang menjadi asumsi
pada waktu pembiayaan diberikan nasabah.
30
d. Terjadi perubahan atas peraturan perundang-undang
yang berlaku menyangkut proyek atau sektor
ekonomi nasabah.
e. Terjadi perubahan politi di dalam negeri.
f. Terjadi perubahan di negara tujuan ekspor dari
nasabah .
g. Perubahan teknologi dari proyek yang dibiayai dan
nasabah tidak menyadari terjadinya perubahan
tersebut atau nasabah tidak segera melakukan
penyesuaian.
h. Munculnya produk pengganti yang dihasilkan oleh
perusahaan lain yang lebih baik dan murah.
i. Terjadinya musibah terhadap proyek nasabah karena
keadaan kahar (force majeure).
j. Kurang kooperatifnya pihak perusahaan asuransi,
yang tidak cepat memenuhi tuntutan ganti rugi
nasabah yang mengalami musibah.
31
B. Gross Domestic Product (GDP)
1. Pengertian Gross Domestic Product
Menurut (Sunyoto, 2014: 16) GDP adalah nilai barang dan
jasa yang diproduksi di dalam negara yang bersangkutan untuk
kurun waktu tertentu. Interprestasi dari pernyataan tersebut
mengindikasikan bahwa yang akan dihitung dalam kategori GDP
adalah produk atau output yang berupa barang dan jasa dalam
suatu perekonomian yang diproduksi oleh input atau faktor-faktor
produksi yang dimiliki oleh warna negara yang bersangkutan
maupun oleh warga negara asing yang tinggal secara geografis di
negara itu.
GDP dipakai sebagai media atau indikator yang baik untuk
kehidupan masyarakat. Naiknya GDP akan merefleksikan
peningkatan pada standar hidup masyarakat, dimana GDP juga
meningkat dengan pengeluaran pada bencana-bencana alam,
efidemic yang mematikan, perang, kejahatan dan kerusakan
lainnya kepada masyarakat.29
29
Dita Meylina, 2017. “ Pengaruh Produk Domestik Produk (PDB), Jumlah
Bagi Hasil dan Jumlah Kantor Terhadap Jumlah Deposito Mudharabah Bank
Syariah di Indonesia Periode 2011-2015”. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatulah. Jakarta. Hlm. 25-26. [Skripsi].
32
Menurut Nurul Huda dalam penelitian yang berjudul
“Analisis Pengaruh Gross Domestic Product (GDP), Inflasi,
Financing to Deposit Ratio (FDR) dan Rasio Return (RR)
Terhadap Non Performing Financing (NPF) Pada Bank Umum
Syariah di Indonesia”. GDP adalah perhitungan yang digunakan
oleh suatu negara sebagai ukuran utama bagi aktivitas
perekonomian nasionalnya, tetapi pada dasarnya GDP mengukur
seluruh volume produksi dari suatu wilayah (negara) secara
geografis. GDP digunakan untuk mengukur semua barang dan
jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam periode tertentu,
biasanya dihiutng dalam kurun waktu satu tahun.30
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi GDP
1. Penawaran dan Permintaan Agrerat
Permintaan agrerat adalah suatu daftar dari
keseluruhan barang dan jasa yang akan dibeli oleh sektor-
sektor ekonomi pada berbagai tingkat harga, sedangkan
penawaran agrerat menunjukkan hubungan antara
keseluruhan penawaran barang-barang dan jasa yang
30
Nurmahasa Putri Harahap, 2017. “Analisis Pengaruh Gross Domestic
Product (GDP), Inflasi, Financing to Deposit Ratio (FDR) dan Rasio Return (RR)
Terhadap Non Performing Financing (NPF) PADA Bank Umum Syariah di
Indonesia”. Universitas Sumatera Utara. Medan. [Skripsi] hlm. 29.
33
ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan dengan tingkat
harga tertentu. Jika terjadi perubahan permintaan atau
penawaran agrerat, maka perubahan tersebut akan
menimbulkan perubahan-perubahan pada tingkat harga,
tingkat pengangguran dan tingkat kegiatan ekonomi secara
keseluruhan. Adanya kenaikan pada permintaan agrerat
cenderung mengakibatkan kenaikan tingkat harga dan
output nasional (pendapatan nasional), yang selanjutnya
akan mengurangi tingkat pengangguran, penurunan pada
peningkatan penawaran agrerat cenderung menaikkan
harga, tetapi akan menurunkan output nasional (pendapatan
nasional) dan menambah pengangguran.
2. Konsumsi dan Tabungan
Konsumsi adalah pengeluaran total untuk
memperoleh barang-barang dan jasa dalam suatu
perekonomian dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu
tahun), sedangkan tabungan (saving) adalah bagian dari
pendapatan yang tidak dikeluarkan untuk konsumsi. Antara
konsumsi, pendapatan, dan tabungan sangat erat
hubungannya. Hal ini dapat kita lihat dari pendapatan
34
Keynes yang dikenal dengan psychologicalcomsumption
yang membahas tingkah laku masyarakat dalam konsumsi
jika dihubungkan dengan pendapatan.
3. Investasi
Investasi atau secara lebih spesifik investasi domestik
swasta bruto adalah belanja pada barang kapital baru dan
tambahan untuk persediaan. Pengeluaran untuk investasi
merupakan salah satu komponen penting dari pengeluaran
agrerat.31
Menurut Imawan dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh
Pertumbuhan Produk Domestik Bruto dan Inflasi Terhadap Non
Performing Financing Bank Syariah (Studi Pada Bank Umum
Syariah di Indonesia Periode 2014-2016)” GDP merupakan suatu
bentuk pengukuran pendapatan nasional sebuah negara. GDP
memberikan gambaran mengenai jumlah output atau barang dan
jasa akhir yang diproduksi sebuah kawasan tertentu dalam kurun
waktu tertentu. GDP mencerminkan kondisi suatu negara apakah
negara tersebut perekonomiannya mengalami kemajuan. Ketika
GDP suatu negra tinggi maka bisa dikatakan pendapatan rata-rata
31
ibid.
35
masyarakat negara tersebut juga tinggi. Peningkatan pertumbuhan
GDP dapat dijadikan sebagai indikator bagi perbankan untuk
menyalurkan pembiayaannya sehingga pertumbuhan tetap
terjaga. “ Ketika GDP mengalami peningkatan maka rasio NPF
akan menurun. Apabila pendapatan yang diperoleh masyarakat
maupun perusahaan bertambah maka usaha yang dijalankan oleh
produsen juga bagus. Ketika usaha tersebut bagus, risiko gagal
byar terhadap pembiayaan yang diberikan bank syariah dapat
ditekan karena nasabah mampu membayar kewajibannya.32
GDP tahunan suatu negara adalah nilai total sebuah barang
dan jasa yang diproduksi dalam satu tahun di negara tersebut.
GDP hanya menghitung barang jadi atau barang final dan jasa
final, dan tidak termasuk nilai barang setengah jadi. GDP dipakai
sebagai media atau indikator yang baik untuk kehidupan
masyarakat.
Ada tiga metode untuk menghitung GDP, yaitu metode
produksi, metode pendapatan dan metode pengeluaran/
penggunaan. Dari ketiga metode tersebut yang sering digunakan
32
Nova Shenni Purba dan Ari Darmawan, “ Pengaruh Pertumbuhan Produk
Domestik Bruto dan Inflasi Terhadap Non Performing Financing Bank Syariah (Studi
Pada Bank Umum Syariah di Indonesia Periode 2014-2016)”.Jurnal Administrasi
Bisnis (JAB). Vol. 61 No. 2 Agustus 2018, hal. 170.
36
adalah metode pengeluaran/ penggunaan, dalam metode ini GDP
dibedakan menjadi empat komponen, yaitu konsumsi (C),
investasi (I), belanja pemerintah (G) dan ekspor neto (NX). GDP
dapat dirumuskan menjadi:33
GDP = C + I = G (X-M)
Keterangan:
C : Pengeluaran konsumsi barang dan jasa pribadi
I : Investasi
G : Pengeluaran untuk belanja pemerintah baik dari konsumsi dan
investasi
X : Mewakili Ekspor
M : mewakili inport.
33
Kristiani Naibaho dan Sri Mangesti Rahayu, “ Pengaruh GDP, Inflasi, BI
Rate, Nilai Tukar Terhadap Non Performing Loan Bank Umum Konvensional di
Indonesia (Studi pada Bank Umum Konvensional yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia Periode 2012-2016)”. Jurnal Administrasi Bisnis (JAB). VOL. 62 No.2
September 2018, hal 90.
37
C. Capital Adequacy Ratio (CAR)
1. Pengertian Capital Adequacy Ratio
CAR adalah rasio keuangan yang berkaitan dengan
pemodalan perbankan dimana besarnya modal suatu bank akan
berpengaruh pada mampu atau tidaknya suatu bank secara efisien
menjalankan kegiatannya. Jika modal yang dimiliki bank tersebut
dapat menyerap kerugian-kerugian yang tidak dapat dihindari
maka bank dapat mengelola seluruh kegiatannya secara efisien
sehingga kekayaan bank diharapkan akan semakin meningkat.34
Berdasarkan peraturan Bank Indonesia Nomor
15/12/PBI/2013 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
Bank Umum Pasal 2 ayat 3 penyediaan modal minimum dibagi
menjadi 4 kategori, yaitu paling rendah 8% untuk ATMR untuk
bank dengan profil risiko tingkat satu; paling rendah 9% sampai
kurang 10% dari ATMR untuk bank dengan profil risiko
peringkat dua; paling rendah 10% sampai dengan kurang dari
11% dari ATMR untuk bank dengan profil risiko peringkat 3;
34
Esther Novelina Hutagalung, Djumahir dan Kusuma Ratnawati, “Analisa
Rasio Keuangan terhadap Kinerja Bank Umum di Indonesia “. Jurnal Aplikasi
Manajemen, Vol. 11, No. 1, Maret 2013, (Malang: Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaa , 2013), hlm. 123.
38
atau 11% sampai dengan 14% dari ATMR untuk bank dengan
profil risiko peringkat 4 atau peringkat 5.
Menurut Tarmidzi Achmad dalam penelitian yang berjudul
“Analisis Pengaruh Non Performing Financing (NPF), Capital
Adequacy Ratio (CAR), Financing To Deposit Ratio (FDR), dan
BOPO Terhadap Profitabilitas (Studi Kasus Pada PT. Bank
Victoria Syariah Periode 2011 – 2016”. CAR merupakan rasio
permodalan yang menunjukkan kemampuan bank dalam
menyediakan dana untuk keperluan pengembangan usaha dan
menampung risiko kerugian dana yang diakibatkan oleh kegiatan
operasi bank. CAR menunjukkan sejauh mana penurunan aset
bank masih dapat ditutupi oleh equity yang tersedia, semakin
tinggi CAR semakin baik kondisi sebuah bank.
Modal bank adalah total modal yang berasal dari bank yang
terdiri dari modal inti dan modal pelengkap. Modal inti yaitu
modal milik sendiri yang diperoleh dari modal disetor oleh
pemegang saham. Modal inti terdiri dari modal disetor, agio
saham, cadangan umum, cadangan tujuan, laba ditahan, laba
tahun lalu, laba tahun berjalan, dan bagian kekayaan anak
perusahaan yang laporan keuangannya dikonsolidasikan. Modal
39
pelengkap terdiri dari cadangan revaluasi aktiva tetap, cadangan
penghapusan aktiva yang diklasifikasikan, modal kuasa, dan
pinjaman subordinasi. Sedangkan ATMR merupakan
penjumlahan ATMR aktiva neraca dengan ATMR administratif.
Muljono mengemukakan bahwa Bank Indonesia
mengklasifikasikan bank dalam 3 kelompok : (1) Bank sehat
dengan klasifikasi A, jika memiliki CAR lebih dari 8%, (2) Bank
take over (BTO) atau dalam penyehatan oleh BPPN (Badan
Penyehatan Perbankan Nasional) dengan klasifikasi B, jika bank
tersebut memiliki CAR antara -25% sampai dengan < dari 8%,
(3) Bank Beku Operasi (BBO) dengan klasifikasi C, jika
memiliki CAR kurang dari -25%. Bank dengan klasifikasi C
inilah yang dilikuidasi.35
CAR merupakan ukuran yang menunjukkan kemampuan bank
dalam mempertahankan modal yang mencukupi dan kemampuan
manajeman bank dalam mengidentifikasi, mengukur, mengawasi, dan
mengontrol risiko-risiko yang timbul yang dapat berpengaruh terhadap
besarnya modal.
35
Wahyu Dwi Yulihapsari, Dkk. “Analisis Pengaruh Non Performing
Financing (NPF), Capital Adequacy Ratio (CAR), Financing To Deposit Ratio
(FDR), dan BOPO Terhadap Profitabilitas (Studi Kasus Pada PT. Bank Victoria
Syariah Periode 2011 – 2016)”. MULTIPLIER-Vol. 1 No. 2 Mei 2017, hlm. 104.
40
Perhitungan CAR didasarkan pada prinsip bahwa setiap
penanaman yang mengandung risiko harus disediakan jumlah modal
sebesar persentase tertentu terhadap jumlah penanamannya. Bank yang
ada di Indonesia diwajibkan untuk menyediakan modal minimum
sebesar 8 persen dari ATMR.
2. Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR)
Aktva Tertimbang Menurut Risiko adalah aktiva neraca dan
aktiva administratif yang telah dibobot sesuai tingkat bobot risiko
yang telah ditentukan. Pengawasan mengenai ketentuan tentang
ATMR adalah untuk memastikan bahwa batas maksimum ATMR
berdasarkan pembobotan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Tujuan pembatasan ATMR adalah untuk mengendalikan
pertumbuhan aset bank yang memberikan return tinggi dengan
risiko rendah. ATMR diperoleh dengan cara mengalikan nilai
nominal aktiva dengan bobot risikonya. Bobot risiko berkisar
antara 0-100% tergantung dari tingkat likuidnya, semakin likuid
aktiva maka semakin kecil bobot risikonya.36
36
Yonira Bagiani Alifah. “ Pengaruh CAR, NPL,BOPO, dan LDR Terhadap
Profitabilitas Bank (ROA) Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia”. Skripsi, Universitas Negeri Yogyakarta, 2014), hlm. 40.
41
Rumus CAR adalah sebagai berikut :
Modal sendiri terdiri dari modal inti ditambah dengan
pelengkap. Pada bank syariah perhitungan ATMR (Aset
Tertimbang Menurut Resiko) sedikit berbeda dari bank
konvensional. Aktiva pada bank syariah dibagi atas aktiva yang
dibiayai dengan modal sendiri serta aktiva yang didanai oleh
rekening bagi hasil. Aktiva yang didanai oleh modal sendiri dan
hutang risikonya ditanggung modal sendiri, sedangkan yang
didanai oleh rekening bagi hasil risikonya ditanggung oleh
rekening bagi hasil itu sendiri. Pemilik rekening bagi hasil berhak
menolak untuk menanggung risiko atas aktiva yang dibiayainya,
apaila kesalahan terletak pada pihak mudhorib (bank).
berdasarkan pembagian aktiva ini maka prinsip pembobotan
risiko bank syariah terdiri atas:
1. Aktiva yang dibiayai oleh modal bank sendiri dan/atau dana
pinjaman (wadi’ah) adalah 100 persen.
2. Aktiva yang dibiayai oleh pemegang rekening bagi hasil
adalah 50 persen.
42
Menurut Dendi Wijaya dalam penelitian yang berjudul “
Pengaruh Tingkat BI Rate dan GDP Terhadap Kinerja Bisnis dan
Sosial Perbankan Syariah di Indonesia dengan Konsep Risk
Manajemen dan Kecukupan Modal sebagai Variabel
Intervening”. CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa
jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (pembiayaan,
penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai
dari dana modal sendiri bank disamping mempeoleh dana-dana
dari sumber-sumber diluar bank, seperti dana masyarakat,
pinjaman (utang), dan lain-lain. Dengan kata lain, CAR adalah
rasio kinerja bank untuk menunjang aktiva yang mengandung
atau menghasilkan risiko.37
Menurut Taswan (2013: 139) Modal bank adalah dana yang
diinvestasikan pemilik dalam rangka pendirian badan usaha yang
dimaksud untuk membiayai kegiatan usaha bank selain juga
untuk memenuhi regulasi yang telah ditetapkan oleh otoritas
moneter. Sumber dana bank bisa berasal dari dana bank itu
sendiri, masyarakat luas, dan lembaga lain. Sumber dana yang
37
Angga Sukma Pratama, “ Pengaruh Tingkat BI Rate dan GDP (Gross
Domestic Product) Terhadap Kinerja Bisnis dan Sosial Perbankan Syariah di
Indonesia dengan Konsep Risk Manajemen dan Kecukupan Modal sebagai Variabel
Intervening”. Iqtishoduna Vol. 14 No. 1 Tahun 2018, hlm. 46.
43
berasal dari bank inilah yang merupakan sumber dana dari modal
sendiriyang dapat dikumpulkan melalui setoran modal dari
pemegang saham, cadangan-cadangan bank, dan laba bank yang
belum dibagi.38
Modal bank mempunyai tiga fungsi. Pertama, sebagai
penyangga untuk menyerap kerugian operasional dan kerugian
lainnya. Dalam fungsi ini modal memberikan perlindungan
terhadap kegagalan atau kerugian bank dan perlindungan
terhadap kepentingan para deposan. Kedua, sebagai dasar bagi
penetapan batas maksimum pemberian pembiayaan. Hal ini
merupakan pertimbangan operasional bagi bank sentral, sebagai
regulator, untuk membatasi jumlah pemberian kredit kepada
setiap individu nasabah bank. Melalui pembatasan ini bank
sentral memaksa bank untuk melakukan diversifikasi pembiayaan
karena mereka dapat melindngi diri terhadap kegagalan
pembiayaan dari satu individu debitur. Ketiga, modal juga
menjadi dasar perhitungan bagi para partisipan pasar untuk
38
Yeano Dwi Andhika, “ Faktor-faktor yang mempengaruhi Capital
Adequacy Ratio (CAR) Bank Umum Syariah di Indonesia”. Jurnal Ekonomi
SyariahTeori dan Terapan Vol. 4 No. 4 April 2017, hlm 314.
44
mengevaluasi tingkat kemapuan bank secara relatif dalam
menghasilkan keuntungan.39
Modal terdiri dari modal inti, modal pelengkap dan modal
pelengkap tambahan. Modal inti terdiri dari modal disetor dan
cadangan tambahan modal (disclosed reserve). Modal pelengkap
terdiri dari selisih penilaian kembali aktiva tetap, cadangan umum
dari penyisihan penghapusan aktiva produktif setinggi-tingginya
1,25% (seratus dua puluh lima per sepuluh ribu) dari aktiva
tertimbang menurut risiko, modal pinjaman yang memenuhi
kriteria Bank Indonesia yaitu pinjaman yang didukung oleh
instrumen atau warkat, investasi Subordinasi setinggi-tingginya
sebesar 50% (lima puluh persen perseratus) dari modal inti,
peningkatan nilai penyertaan pada portofolio yang tersedia untuk
dijual setinggi-tingginya sebesar 45% (empat puluh lima
perseratus). Sedangkan Modal Pelengkap Tambahan dalam
perhitungan kewajiban penyediaan modal modal minimum hanya
dapat digunakan untuk memperhitungkan Risiko Pasar.40
39 Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah , cet. Ketujuh,
(Tangerang: Azkia Publisher, 2009), hlm. 159. 40
Peraturan Bank Indonesia No. 7/13/PBI/2005 Tentang Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah.
45
D. Bank Syariah
1. Pengertian Bank Syariah
Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha
pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lain dalam lalu
lintas pembayaran serta peredaran uang yang yang beroperasi
disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah.41
Bank syariah adalah
bank yang sistem perbankannya menganut prinsip-prinsip dalam
islam. Bank syariah merupakan bank yang diimpikan oleh para
umat islam.42
Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang berperan
penting dalam perekonomian suatu negara. Semakin berkembang
industri perbankan maka semakin baik pula pertumbuhan
ekonomi negara tersebut. bank sebagai lembaga keuangan
berfungsi untuk menghimpun dan meyalurkan dana kepada
masyarakat dalam rangka pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan
stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat.43
41
Dadan Mutaqqin, Aspek Legal Lembaga Keuangan Syariah Bank, LKM,
Asuransi, dan Reasuransi, Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2008: 14 42
Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Penerbit Kencana Prenada Media
Group, 2013), hlm. 7 43
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2009), hlm. 24.
46
Bank syariah merupakan bank yang sistem operasionalnya
berbeda dengan bank konvensional, sebab semua prosedur yang
ada harus berjalan sesuai dengan hukum islam yaitu alqur’an dan
hadist. Bank syariah yaitu bank yang kegiatan usahanya
dijalankan dengan hukum islam dan di dalam kegiatan tersebut
tidak menggunakan prinsip bunga. Karena keuntungan yang
diperoleh bank syariah untuk diberikan kepada nasabah yaitu
menggunakan akad atau perjanjian dari nasabah dengan bank.
Perjanjian atau akad tersebut harus sesuai dengan syarat serta
rukun dari akad yang telah ditetapkan dalam syariat islam.
Menurut Undang-undang Perbankan Syariah No. 21 Tahun 2008
menyatakan bahwa perbankan syariah adalah segala sesuatu yang
menyangkut tentang bank syariah dan unit usaha syariah,
mencakup kelembagaan, kegiaan usaha, serta cara dan proses
dalam melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip
syariah dan menurut jenisnya terdiri atas bank umum syariah
(BUS), unit usaha syariah (UUS), dan bank pembiayaan rakyat
syariah (BPRS).44
44
Vikky Riannasari, “ Faktor-faktor yang mempengaruhi NPF (Non
Performing Financing) berdasarkan golongan pembiayaan pada BPRS (Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah) di Indonesia (Tahun 2009-2016)” Skripsi, Yogyakarta
(Fakultas Ekonomi Yogyakarta Universitas Islam Indonesia, 2017), hlm. 16-17.
47
2. Fungsi dan Peran Bank Syariah
Bank syariah adalah bank yang menjalankan fungsi
intermediasi berdasarkan prinsip-prinsip syariat islam. Peran dan
fungsi bank syariah, diantaranya sebagai berikut:45
a. Sebagai tempat menghimpun dana dari masyarakat atau
dunia usaha dalam bentuk tabungan (mudharabah), dan
giro (wadiah), serta menyalurkannya kepada sektor rill
yang membutuhkan.
b. Sebagai tempat investasi bagi dunia usaha (baik dana modal
maupun dana rekening investasi) dengan menggunakan
alat-alat investasi yang sesuai dengan syariah.
c. Menawarkan berbagai jasa keuangan berdasarkan upah
dalam sebuah kontrak perwakilan atau penyewaan.
d. Memberikan jasa sosial seperti pinjaman kebajikan, zakat
dan dana sosial lainnya yang sesuai dengan ajaran islam.
3. Tujuan Bank Syariah
Upaya percapaian keuntungan yang setinggi-tingginya
(profit maximizion) adalah tujuan yang biasa dicanangkan oleh
bank komersial, terutama bank konvensional. Berbeda dengan
45
Imamul Arifin, Membuka Cakrawala Ekonomi, (Jakarta: Setia Purna Inves,
2007), hlm. 14.
48
tujuan bank konvensional, bank syariah berdiri untuk
menggalakkan , memelihara dan mengembangkan jasa-jasa serta
produk-produk perbankan yang berdasarkan prinsip-prinsip
syariat islam. Bank syariah juga memiliki kewajiban untuk
mendukung aktivitas investasi dan bisnis yang ada di lembga
keuangan sepanjang aktifitas tersebut tidak dilarang dalam islam.
Selain itu, bank syariah harus lebih menyentuh kepentingan
masyarakat kecil.
E. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan penulis
dalam melakukan penelitian sehingga penulis dapat memperkaya
teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian yang dilakukan.
Dari penelitian terdahulu, penulis tidak menemukan penelitian
dengan judul yang sama seperti judul penelitian penulis, namun
penulis mengangkat beberapa penelitian sebagai referensi dalam
memperkaya bahan kajian pada penelitian penulis. Berikut
merupakan penelitian terdahulu berupa beberapa jurnal terkait
dengan penelitian yang dilakukan penulis.
49
Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu
N
o
Nama/Tahun Judul Penelitian Variabel Metode Hasil
Penelitian
1. Timothy Arsya
Tifanny (2018)
Pengaruh Capital
Adequacy Ratio
(CAR), Biaya
Operasional dan
Pendapatan
Operasional
(BOPO), Financing
to Deposit Ratio
(FDR), Sertifikat
Bank Indonesia
Syariah (SBIS), dan
Inflasi terhadap
risiko pembiayaan
bermasalah pada
Bank Umum
Syariah di
Indonesia Periode
2012-2016
Variabel
Independen:
Capital
Adequacy Ratio
(CAR), Biaya
Operasional dan
Pendapatan
Operasional
(BOPO),
Financing to
Deposit Ratio
(FDR),
Sertifikat Bank
Indonesia
Syariah (SBIS),
dan Inflasi.
Variabel
Dependen:
Pembiayaan
Bermasalah
Metode analisis
yang digunakan
adalaah metode
pemilihan
sampel
digunakan
dengan
menggunakan
purposive
sampling.
Variabel Capital
Adequacy Ratio
(CAR)
berpengaruh
negatif dan
signifikan
terhadap Non
Performing
Financing
(NPF)
2 Frida Dwi
Rustika (2016)
Pengaruh Inflasi,
suku bunga acuan
(BI Rare), nilai
tukar rupiah dan
gross domestic
product (GDP)
terhadap Non
Performing
Financing
perbankan syariah
Variabel
Independen:
Inflasi, suku
bunga acuan (BI
Rare), nilai
tukar rupiah dan
gross domestic
product (GDP).
Variabel
Dependen: Non
Performing
Financing
Metode analisis
yang digunakan
adalaah metode
pemilihan
sampel
digunakan
dengan
menggunakan
purposive
sampling.
Variabel GDP
tidak
berpengaruh
negatif secara
signifikan
terhadap Non
Performing
Financing
(NPF)
3 Rizal Nur
Firdaus (2015)
Pengaruh faktor
internal dan
eksternal yang
mempengaruhi
pembiayaan
bermasalah pada
bank umum syariah
di Indonesia.
Variabel
Independen:
Capital
Adequacy Ratio
(CAR), Gross
Domestic
Product (GDP),
Inflasi dan Kurs.
Variabel
Dependen:
Metode analisis
yang digunakan
adalaah metode
pemilihan
sampel
digunakan
dengan
menggunakan
purposive
sampling.
Variabel Capital
Adequacy Ratio
(CAR)
mempunyai
pengaruh
negatif
signifikan
terhadap Non
Performing
Financing
50
Pembiayaan
Bermasalah
(NPF), dan
Gross Domestic
Product (GDP)
mempunyai
pengaruh
negatif
signifikan
terhadap Non
Performing
Financing
(NPF)
4 Rizki Wulan
Anggraini
(2018)
Analisis pengaruh
GDP, Inflasi, SBIS
dan Kurs terhadap
Risiko Pembiayaan
perbankan syariah
Variabel
Independen:
GDP, Inflasi,
SBIS ,Kurs.
Variabel
Dependen:
pembiayaan
bermasalah
Metode dalam
penelitian ini
adalah regresi
data panel,
metode yang
digunakan
adalah
gabungan antara
model Cross
Section.
Variabel GDP
tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap Non
Performing
Financing
(NPF)
5 Mia Mayara
Auliani, Syaicu
(2016)
Analisis pengaruh
faktor internal dan
faktor eksternal
terhadap tingkat
pembiayaan
bermasalah pada
bank umum syariah
di Indonesia
Variabel
Independen:
BOPO, CAR,
FDR, SBIS,
Inflasi dan Suku
Bunga.
Variabel
Dependen: NPF
Metode analisis
yang digunakan
adalaah metode
pemilihan
sampel
digunakan
dengan
menggunakan
purposive
sampling.
Variabel CAR
berpengaruh
negatif terhadap
NPF
6 Amalia Eka
Purnamasari,
Musdholifah
(2016)
Analisis faktor
eksternal dan
internal bank
terhadap risiko
pembiayaan bank
umum syariah di
Indonesia
Variabel
Independen:
Kurs/ Nilai
Tukar,
CAR,ROA,
BOPO, Ukuran
Bank dan
Pertumbuhan
PDB/GDP
Metode analisis
yang digunakan
adalaah metode
pemilihan
sampel
digunakan
dengan
menggunakan
purposive
sampling.
Variabel
PDB/GDP tidak
berpengaruh
negatif terhadap
NPF dan
Variabel CAR
tidak
berpengaruh
negatif terhadap
NPF.
7 Sri Wahyuni
Asnaini (2014)
Faktor-faktor yang
mempengaruhi Non
Performing
Financing pada
Bank umum
Syariah di
Indonesia
Variabel
Independen:
GDP, FDR,
SBIS, CAR.
Dan Variabel
Dependen: NPF
Metode analisis
yang digunakan
adalaah metode
pemilihan
sampel
digunakan
dengan
Variabel
PDB/GDP tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap NPF
dan Variabel
CAR
51
menggunakan
purposive
sampling.
berpengaruh
negatif dan
signifikan
terhadap NPF
8 Bekti Tri
Widodo (2016)
Analisis Faktor-
faktor yang
mempengaruhi
terjadinya Non
Performing
Financing Pada
Bank Umum
Syariah di
Indonesia
Variabel
Independen:
Inflasi, GDP,
CAR, FDR,
Bank size dan
Kualitas Aktiva
Produktif.
Variabel
Dependen: NPF
Metode analisis
yang digunakan
adalaah metode
pemilihan
sampel
digunakan
dengan
menggunakan
purposive
sampling.
Variabel GDP
berpengaruh
negatif
signifikan
terhadap NPF
dan Variabel
CAR
berpengaruh
negatif
signifikan
terhadap NPF
F. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang
bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang akan di
definisikan sebagai masalah yang penting. Kerangka pemikiran dibuat
untuk mempermudah dalam memahami pengaruh antara variabel Gross
Domestic Product (GDP) dan Capital Adequacy Ratio (CAR) sebagai
variabel independen terhadap Non Performing Financing (NPF) pada
Bank Umum Syariah sebagai variabel dependen.
52
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan kerangka berpikir di atas dapat disimpulkan bahwa
faktor-faktor berupa GDP dan CAR diduga berpengaruh terhadap NPF
pada Bank Umum Syariah.
Keterangan :
X1 = Gross Domestic Product (GDP)
X2 = Capital Adequacy Ratio (CAR)
Y = Non Performing Financing (NPF)
G. Hipotesis
Penelitian yang merumuskan hipotesis adalah penelitian yang
menggunakan pendekatan kuantitatif. Hipotesis penelitian merupakan
53
jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, sedangkan
hipotesis statistik itu ada, bila penelitian bekerja dengan sampel.
Mengacu pada kerangka berpikir dan studi empiris yang
berkaitan dengan penelitian ini, maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah:
1. Pengaruh Gross Domestic Product (GDP) terhadap Non
Performing Financing (NPF) pada Bank Umum Syariah Periode
2014-2018.
GDP merupakan pendapatan total dan pengeluaran total
nasional pada output barang dan jasa. GDP merupakan
pertumbuhan ekonomi dalam konteks fundamental makro
ekonomi cukup dilihat dari adanya pertumbuhan output agrerat
atau pertumbuhan pendapatan nasional agregatif dan
pertumbuhan input agrerat dalam kurun waktu tertentu yang
dipantau. Besarnya GDP dapat dijadikan parameter mengukur
kualitas kondisi pereknomian suatu negara.
Ketika GDP meningkat, dapat dikatakan bahwa terjadi
peningkatan pada pendapatan nasional. Hal ini tentu juga
menjelaskan kinerja para pelaku ekonomi yang menjadi nasabah
meningkat. Maka kemampuan nasabah untuk memenuhi
54
kewajibannya yakni mengembalikan pembiayaan yang diberikan
bank akan pula. Hal ini menyebabkan kemungkinan terjadinya
risiko atas pembiayaan yang diberikan perbankan syariah akan
berkurang dan dapat memicu menurunnya angka pembiayaan
bermasalah.
Berdasakan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bekti Tri
Widodo (2016) dengan judul “ Analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya Non Performing Financing pada bank
umum syariah di Indonesia”, maka dapat diketahui bahwa GDP
berpengaruh negatif signifikan terhadap NPF.
H1 : Gross Domestic Product (GDP) berpengaruh negatif
signifikan terhadap Non Performing Financing (NPF) Bank
Umum Syariah periode 2014-2018.
2. Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap Non
Performing Financing (NPF) pada Bank Umum Syariah Periode
2014-2018.
Kecukupan modal bank menujukkan keadaannya yang
dinyatakan dengan suatu rasio tertentu yang disebut rasio
kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR). Modal
bank sebagai dasar dalam penetapan batas maksimum pemberian
55
pembiayaan. Jadi, dalam memberikan pembiayaannya bank
dipengaruhi oleh modal yang dimilikinya. Semakin besar
modalnya maka batas maksimum pemberian pembiayaannya juga
semakin meningkat.
Berdasakan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mia
Mayara Auliani Syaicu (2016) dengan judul “ Analisis pengaruh
faktor internal dan faktor eksternal terhadap tingkat pembiayaan
bermasalah pada bank umum syariah di Indonesia”, maka dapat
diketahui bahwa CAR berpengaruh negatif signifikan terhadap
NPF.
H2 : Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh negatif
signifikan terhadap Non Performing Financing (NPF) Bank
Umum Syariah periode 2014-2018.
3. Pengaruh Gross Domestic Product (GDP) dan Capital Adequacy
Ratio (CAR) berpengaruh secara simultan terhadap Non
Performing Financing (NPF) Bank Umum Syariah periode 2014-
2018.
GDP berkaitan dengan kondisi perekonomian suatu negara,
dimana saat terjadi penurunan GDP riil yang juga merupakan
karakteristik umum terjadinya resesi, pada saat resesi maka akan
56
terjadi kelesuan ekonomi seperti misalnya pembelian konsumen
yang menurun drastis sehingga laba bisnis bagi produsen akan
menurun. Hal tersebut berdampak kapasitas produsen sebagai
debitur pada perbankan.
Berdasakan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rizal Nur
Firdaus (2015) dengan judul “ Pengaruh faktor internal dan faktor
eksternal yang mempengaruhi pembiayaan bermasalah pada bank
umum syariah di Indonesia”, maka dapat diketahui bahwa GDP
dan CAR berpengaruh negatif signifikan terhadap NPF.
H3 : Gross Domestic Product (GDP) dan Capital Adequacy Ratio
(CAR) berpengaruh secara simultan terhadap Non
Performing Financing (NPF) Bank Umum Syariah Periode
2014-2018.