7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Remaja
1. Definisi Remaja
Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke dewasa.
Menurut Adriani (2012) secara teoritis beberapa tokoh psikologi
mengemukakan tentang batas-batas umur remaja. Pada remaja terjadi
perubahan hormonal, fisik, psikologis maupun sosial yang berlangsung secara
sekuensial. Pada anak perempuan pubertas terjadi pada usia 8 tahun
sedangkan anak laki-laki terjadi pada usia 9 tahun. Faktor genetik, nutrisi,
dan faktor lingkungan lainnya ikut berperan pada masa pubertas. Secara
psikososial, pertumbuhan pada masa remaja (adolescent) dibagi dalam 3
tahap yaitu early, middle, dan late adolescent. Masing-masing tahapan
memiliki karakteristik tersendiri. Masa remaja dapat dibagi dalam dua periode
yaitu:
a) Periode Masa Puber Usia 12-18 tahun
1) Masa prapubertas yaitu peralihan dari akhir masa kanak-kanak ke masa
awal pubertas. Cirinya :
Anak tidak suka diperlakukan seperti anak kecil lagi
Anak mulai bersikap kritis
2) Masa pubertas usia 14-16 tahun atau masa remaja awal. Cirinya :
Mulai cemas dan bingung tentang perubahan fisiknya
Memperhatikan penampilan
Sikapnya tidak menentu/plin-plan
Suka berkelompok dengan teman sebaya dan senasib
3) Masa akhir pubertas usia 17-18 tahun
Pertumbuhan fisik sudah mulai matang tetapi kedewasaan
psikologisnya belum tercapai sepenuhnya
Proses kedewasaan jasmaniah pada remaja putri lebih awal dari
remaja pria
8
b) Periode Remaja Adoleses Usia 19-21 tahun
Merupakan masa akhir remaja. Beberapa sifat penting pada masa ini
adalah :
Perhatiannya tertutup pada hal-hal realistis
Mulai menyadari akan realitas
Sikapnya mulai jelas tentang hidup
Mulai nampak bakat dan minatnya
Tabel 1. Perbedaan Tahapan Tumbuh Kembang Masa Remaja
Variabel Remaja Awal Remaja Menengah Remaja lanjut
Usia 10-13 14-16 17-20
Matuarasi seks
1-2 3-5 5
Somatik
Karakteristik seksual sekunder, percepatan tumbuh
Percepatan tinggi badan, bentuk tubuh, jerawat, bau badan, haid pertama, mimpi basah, eksperimen
Pertumbuhan melambat
Seksual Tertarik masalah seksual
Banyak bertanya, berpihak pada diri sendiri, berusaha untuk mendapatkan otonomi
Klosolidasi identitas seksual
Keluarga Ambivalen -
Lebih bebas, keluarga memberkan rasa aman
Teman sebaya
Teman sesama jenis kelamin
Teman sebaya lebih dipentingkan
Lebih intim, lebih komitmen
Sumber: Behrman RE, K lregman RM, Jenson. Nelsons Textbook of pediatrics, 4th ed
2. Kebutuhan Gizi Remaja
Menurut Adriani (2012) kebutuhan gizi remaja relatif besar karena
remaja masih mengalami masa pertumbuhan. Selain itu, remaja umumnya
melakukan aktivitas fisik lebih tinggi dibandingkan dengan usia lainnya,
sehingga diperlukan zat gizi yang lebih banyak. Secara biologis, kebutuhan
nutrisi remaja selaras dengan aktivitas yang diakukan. Remaja membutuhkan
lebih banyak protein, vitamin, dan mineral per unit dari setiap energi yang
mereka konsumsi dibanding dengan anak yang belum mengalami pubertas.
Makanan bagi remaja merupakan suatu kebutuhan pokok untuk
pertumbuhan dan perkembangan tubuhnya. Kekurangan konsumsi makanan,
baik secara kuantitatif maupun kualitatif akan menyebabkan terjadinya
9
gangguan proses metabolisme tubuh, yang tentunya mengarah pada
timbulnya suatu penyakit. Demikian juga sebaliknya apabila mengonsumsi
makanan berlebih tanpa diimbangi suatu kegiatan fisik yang cukup, gangguan
tubuh akan muncul (Adriani, 2012).
Tabel 2. Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2013 Remaja Usia 13-15 tahun
Uraian Laki-laki Perempuan
Energi (kcal) 2475 2125
Protein (g) 72 69
Lemak 83 71
Karbohidrat 340 292
Kalsium (mg) 1200 1200
Besi (mg) 15 26
Zinc (mg) 17 14
Vitamin A (RE) 600 600
Vitamin E (mg) 12 15
Vitamin B1 (mg) 1,2 1,1
Vitamin C (mg) 75 65
a) Energi
Faktor yang perlu diperhatikan untuk menentukan kebutuhan energi
remaja adalah aktivitas fisik, seperti olahraga yang diikuti baik dalam
kegiatan di sekolah maupun di luar sekolah. Remaja yang aktif dan banyak
melakukan olahraga memerlukan asupan energi yang lebih besar
dibandingkan yang kurang aktif. Angka kecukupan gizi (AKG) energi untuk
remaja dan dewasa muda perempuan 2000 - 2200 kkal, sedangkan untuk
laki-laki antara 2400 - 2800 Kkal setiap hari. AKG energi ini dianjurkan
sekitar 60% berasal dari sumber karbohidrat. Makanan sumber karbohidrat
adalah: beras, terigu dan hasil olahannya (mie, spagetti, macaroni), umbi-
umbian (ubi jalar, singkong), jagung, gula, dan lain-lain (Yulia, 2012).
Sejak lahir hingga usia 10 tahun, energi yang dibutuhkan relatif sama
dan tidak dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Pada masa remaja
terdapat perbedaan pertumbuhan energi untuk laiki-laki dan perempuan
karena aanya perbedaan komposisi tubuh dan kecepatan pertumbuhan
(Adriani, 2012).
Banyaknya energi yang dibutuhkan oleh remaja dapat diacu pada
tabel AKG. Secara garis beras remaja putri memang memerlukan energi
lebih sedikit daripada remaja putra. Kebutuhan remaja putri meningkat pada
usia 12 tahun (2000 kkal), untuk kemudian meningkat menjadi 2200 kkal
10
pada usia 18 tahun. Perhitungan ini didasarkan pada stadium perkembangan
fisiologi bukan usia kronologis. Wait dkk menganjurkan penggunaan kkal per
cm tinggi badan sebagai penentu kebutuhan akan energi yang lebih baik.
Perkiraan energi untuk remaja putra usia 11-18 tahun, yaitu 13-23 kkal/cm,
sementara remaja putri dengan usia yang sama, yaitu 10-19 kkal/cm
(Arisman, 2010).
Tabel 3. Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2013 Remaja Usia 16-18 tahun
Uraian Laki-laki Perempuan
Energi (kcal) 2675 2125
Protein (g) 66 59
Lemak 89 71
Karbohidrat 368 292
Kalsium (mg) 1200 1200
Besi (mg) 15 26
Zinc (mg) 17 14
Vitamin A (RE) 600 600
Vitamin E (mg) 15 15
Vitamin B1 (mg) 1,3 1,1
Vitamin C (mg) 90 75
b) Karbohidrat
Karbohidrat memegang peranan penting dalam kehidupan karena
merupakan sumber energi utama bagi manusia yang harganya relatif murah
(Almatsier, 2009). Budiyanto (2004) juga menyatakan bahwa karbohidrat
selain murah juga mengandung serat-serat yang sangat bermanfaat sebagai
diet (dietary fiber) yang berguna bagi pencernaan dan kesehatan manusia.
Sumber karbohidrat yang banyak dimakan sebagai makanan pokok di
Indonesia adalah beras, jagung, ubi, singkong, talas dan sagu (Almatsier,
2009).
c) Protein
Kebutuhan protein meningkat pada masa remaja, karena proses
pertumbuhan yang sedang terjadi dengan cepat. Pada awal masa remaja,
kebutuhan protein remaja perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki,
karena memasuki masa pertumbuhan cepat lebih dulu. Pada akhir masa
remaja, kebutuhan protein laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan
karena perbedaan komposisi tubuh. Menurut Arisman (2010) perhitungan
besarnya kebutuhan akan protein berkaitan dengan pola tumbuh, bukan usia
kronologis. Untuk remaja putra kisaran besarnya kebutuhan ialah 0,29 - 0,32
11
gr/cm tinggi badan. Sementara remaja putri dengan usia yang sama 0,27 -
0,29 gr/cm. Sedangkan menurut Yulia (2012) kecukupan protein bagi remaja
1,5 - 2,0 gr/kg BB/hari. AKG protein remaja dan dewasa muda adalah 48 -
62 gr per hari untuk perempuan dan 55-66 gr per hari untuk laki-laki.
Makanan sumber protein bernilai biologis tinggi dibandingkan sumber
protein nabati, karena komposisi asam amino esensial yang lebih baik, dari
segi kualitas maupun kuantitas. Protein telur dan protein susu biasanya
dipakai sebagai pembanding baku untuk menentukan nilai gizi protein.
Protein hewani juga banyak dalam daging, jeroan, ikan, keju, kerang dan
udang. Adapun protein nabati antara lain terdapat dalam kacang-kacangan,
tahu dan tempe (Adriani, 2012).
d) Lemak
Lemak banyak terdapat dalam bahan makanan yang bersumber dari
hewani misalnya, daging berlemak, jeroan dan sebagainya. Adapun minyak
digunakan untuk memasak atau menggoreng. Lemak dibutuhkan manusia
dalam jumlah tertentu. Kelebihan lemak akan disimpan oleh tubuh sebagai
lemak tubuh yang sewaktu diperlukan dapat digunakan (Adriani, 2012).
Kebutuhan lemak pada remaja dihitung sekitar 37% dari asupan
energi total remaja, baik laki-laki maupun perempuan. Remaja sering
mengkonsumsi lemak yang berlebih. Sehingga dapat menimbulkan berbagai
masalah gizi. Cara yang dipergunakan untuk mengurangi diet berlemak
adalah dengan memanfaatkan aneka buah dan sayur serta produk padi-
padian dan sereal, juga dengan memilih produk makanan yang rendah
lemak (Soetjiningsih, 2004).
e) Vitamin
Kebutuhan vitamin meningkat selama remaja. Karena tingginya
kebutuhan energi, thiamin, riboflavin dan niacin penting untuk pelepasan
energi dari karbohidrat. Meningkatnya pertumbuhan dan kematangan
seksual menyebabkan meningkatnya kebutuhan asam folat dan vitamin B 12
(Spear 1996). Pertumbuhan dan perkembangan cepat yang terjadi dapat
meningkatkan kebutuhan akan vitamin. Karena kebutuhan energi meningkat,
maka kebutuhan beberapa vitamin pun meningkat, antara lain yang berperan
dalam metabolisme karbohidrat menjadi energi seperti vitamin B1, B2 dan
Niacin. Untuk sintesa DNA dan RNA diperlukan vitamin B6, asam folat dan
12
vitamin B12, sedangkan untuk pertumbuhan tulang diperlukan vitamin D
yang cukup. Dan vitamin A, C dan E untuk pembentukan dan penggantian
sel (Yulia, 2012).
f) Kalsium
Kebutuhan kalsium pada masa remaja relatif tinggi karena akselerasi
muscular, skeletal/kerangka dan perkembangan endokrin lebih besar
dibandingkan masa anak dan dewasa. Lebih dari 20 persen pertumbuhan
tinggi badan dan sekitar 50 persen massa tulang dewasa dicapai pada masa
remaja. AKG kalsium untuk remaja dan dewasa muda adalah 600-700 mg
per hari untuk perempuan dan 500-700 mg untuk laki-laki. Sumber kalsium
yang paling baik adalah susu dan hasil olahannya. Sumber kalsium lainnya
ikan, kacang-kacangan, sayuran hijau, dan lain-lain (Yulia, 2012).
Kebutuhan kalsium sangat besar pada remaja karena terjadinya
peningkatan masa tulang yaitu kurang lebih 37%. Tingginya kehilangan
tulang selama monopouse dihubungkan dengan rendahnya intik kalsium
pada usia dini dan remaja (Delisle 1999). Konsumsi kalsium sangat
dibutuhkan selama remaja karena mempengaruhi kesehatan tulang
sepanjang hidupnya. Karena perkembangan otot, kerangka dan endokrin
yang cepat, kebutuhan kalsium sangat besar selama masa remaja dibanding
kelompok usia lain kecuali ibu hamil dan 45% masa tulang bertambah
selama remaja. (Spear 1996). Pada akhir masa remaja, 90-95% dari total
masa tulang pada tubuh telah terpenuhi. Kandungan mineral dalam tulang
harus maksimal selama remaja untuk mencegah osteoporosis. Makanan
yang kaya kalsium juga mengandung zat gizi lain seperti pospor, magnesium
dan vitamin D yang dibutuhkan untuk kesehatan tulang.
g) Zat Besi
Kebutuhan zat besi pada remaja meningkat karena terjadinya
pertumbuhan cepat. Kebutuhan besi pada remaja laki-laki meningkat karena
ekspansi volume darah dan peningkatan konsentrasi haemoglobin (Hb).
Setelah dewasa, kebutuhan besi menurun. Pada perempuan, kebutuhan
yang tinggi akan besi terutama disebabkan kehilangan zat besi selama
menstruasi. Hal ini mengakibatkan perempuan lebih rawan terhadap anemia
besi dibandingkan laki-laki. Perempuan dengan konsumsi besi yang kurang
atau mereka dengan kehilangan besi yang meningkat, akan mengalami
13
anemi gizi besi. Sebaliknya defisiensi besi mungkin merupakan limiting factor
untuk pertumbuhan pada masa remaja, mengakibatkan tingginya kebutuhan
mereka akan zat besi (Yulia, 2012).
h) Zinc
Seng dikenal sebagai zat gizi yang esensial untuk pertumbuhan dan
kematangan seksual selama masa puber. Seng berfungsi meningkatkan
pembentukan tulang. Konsumsi yang terbatas pada makanan yang
mengandung seng mempunyai dampak terhadap pertumbuhan fisik dan
perkembangan seksual (Spear 1996). Seng diperlukan untuk pertumbuhan
serta kematangan seksual remaja, terutama untuk remaja laki-laki. AKG
seng adalah 15 mg per hari untuk remaja dan dewasa muda perempuan dan
laki-laki (Yulia, 2012).
3. Pola Makan Remaja
Makanan merupakan kebutuhan bagi hidup manusia, makanan yang
dikonsumsi beragam jenis dengan berbagai cara pengolahannya. Masalah
makan yang dihadapi remaja dapat diketahui dari masalah atau gangguan
yang dihadapi pada waktu makan. Masalah makan merupakan gangguan
makan yang berasal dari dalam diri atau diluar diri remaja (Rees, 2000).
Keinginan untuk tampil cantik, tidak puas dengan bentuk tubuh memicu
terjadinya masalah makan. Pola makan yang tidak normal biasanya terjadi
pada remaja awal sampai dewasa muda.
Menurut Adriani (2012) ketika mencapai puncak kecepatan
pertumbuhan, remaja biasanya makan lebih sering dalam jumlah yang
banyak. Sesudah masa growth spurt, biasanya mereka akan lebih sering
memperhatikan penampilan dirinya terutama remaja putri. Mereka sering kali
terlalu ketat dalam pengaturan pola makan untuk menjaga penampilannya,
sehingga dapat menyebabkan kurang gizi.
Diet yang dilakukan remaja untuk mendapatkan bentuk tubuh yang ideal
atau normal. Namun banyak remaja tidak menyadari dan tidak memahami
bentuk tubuh yang ideal. Bentuk tubuh yang ideal tidak terbentuk dengan
harus diet. Ketidak puasan terhadap tubuh menyebabkan remaja melakukan
penurunan berat badan (Emilia, 2009). Sehingga pola makan salah yang
sering dilakukan dapat menurunkan status gizi remaja, status gizi yang
menurun dapat menambah masalah gizi lainnya.
14
4. Faktor Penyebab Masalah Gizi Remaja
a) Kebiasaan Makan yang Buruk
Menurut Adriani (2012) kebiasaan makan yang buruk berpangkal pada
kebiasaan makan keluarga ataupun lingkungan yang tidak baik sudah
tertanam lama akan terus terjadi pada usia remaja. Mereka makan seadanya
tanpa mengetahui kebutuhan akan berbagai zat gizi dan dampak tidak
tepenuhinya kebutuhan zat gizi tersebut terhadap kesehtan mereka.
b) Pemahaman Gizi yang Keliru
Tubuh yang langsing sering menjadi idaman bagi para remaja
terutama remaja putri hal ini sering menjadi penyebab masalah karena untuk
memelihara kelangsingan mereka menerapkan pembatasan makanan
secara keliru. Sehingga kebutuhan gizi mereka tidak terpenuhi. Hanya
makan sekali sehari atau makan-makanan seadanya (Adriani, 2012).
Penelitian yang dilakukan oleh Ruka Sakamaki, dkk (2004)
menemukan bahwa pelajar wanita di China memiliki keinginan yang besar
untuk menjadi langsing (62,0%) dibandingkan dengan pelajar lelaki (47,4%).
Di tahun 2005, mereka menemukan bahwa sebagian besar responden yang
memiliki IMT normal, ternyata menginginkan ukuran tubuh dengan IMT yang
tergolong kurus (BMI : 18,4 + 3,4). Hal tersebut menunjukkan bahwa remaja
putri belum memahami sepenuhnya tentang gizi pada remaja sehingga
masih saja timbul masalah gizi.
c) Masuknya Produk Makanan yang Baru
Jenis makanan baru ataupun produk makanan baru merupakan
godaan bagi kaum remaja yang cenderung memiliki rasa penasaran tinggi
sehingga mereka akan terus mencoba makanan tersebut sampai muncul
makanan baru lagi. Remaja tidak memperdulikan kebutuhan maupun
asupan gizinya lagi sehingga status gizi mereka akan terganggu. Salah satu
jenis produk makanan baru dari luar negeri yaitu fast food.
Jenis-jenis makanan siap santap (fast food) maupun junk food sering
dianggap sebagai lambang kehidupan modern oleh para remaja. Padahal
berbagai jenis fast food itu mengandung kadar lemak jenuh dan kolesterol
yang tinggi disamping kadar garam. Zat-zat gizi itu memicu terjadinya
berbagai penyakit kardiovaskuler pada usia muda.
15
Penelitian yang dilakukan oleh Kerry N. Boutelle, dkk (2005)
menemukan bahwa konsumsi fast food berhubungan dengan berat badan
orang dewasa namun tidak pada remaja. Hal tersebut disebabkan karena
remaja membutuhkan banyak kalori untuk aktivitasnya, sehingga fast food
tidak mempengaruhi status gizi mereka untuk menjadi obesitas. Namun,
konsumsi fast food bisa meningkatkan risiko bagi para remaja untuk menjadi
obes pada saat dewasa kelak. (Jafar, 2012).
d) Promosi yang Berlebihan Melalui Media Massa
Usia remaja merupakan usia dimana mereka sangat tertarik pada hal-
hal baru. Kondisi tersebut dimanfaatkan oleh pengusaha makanan untuk
mempromosikan produk mereka dengan cara yang sangat mempengaruhi
remaja. Padahal, produk makanan tersebut bukanlah makanan yang sehat
bila dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan (Jafar, 2012).
5. Masalah Gizi yang Sering Muncul
a) Anemia
Aktivitas yang dilakukan remaja tergolong tinggi mengingat bahwa
remaja masuk kategori masa pertumbuhan misalnya mengikuti les, olahraga,
maupun ikut ekstrakulikuler lain, menyebabkan mereka sering merasa
kelelahan. Aktivitas yang banya tersebut tak jarang membuat mereka lupa
makan, ada juga yang memakan apapun asal kenyang tanpa
memperhatikan kandungan gizinya. Hal tersebut tak jarang menyebabkan
mereka terkena anemia.
Anemia adalah suatu keadaan dimana jumlah sel darah mrah atau
kadar Hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal. Penyebabnya
dapat bermacam-macam, seperti perdarahan hebat, kurangnya kadar zat
besi dalam tubuh, kekurangan asam folat, kurang vitamin B12, dan
sebagainya (Adriani, 2012).
Anemia (kurang darah: Hb < 12 g %) sangat terkait erat dengan
masalah kesehatan reproduksi (terutama pada perempuan). Remaja putri
lebih beresiko terkena anemia daripada putra. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu
16
1) Setiap bulan remaja putri mengalami menstruasi
Remaja putri yang mengalami menstruasi yang banyak selama lebihdari
lima hari dikhawatirkan akan kehilangan zat besi lebih banyak daripada
remaja putri yang menstruasinya hanya tiga hari dan lebih sedikit.
2) Remaja putri seringkali menjaga penampilan, ingin kurus sehingga berdiet
dan mengurangi makan. Diet yang tidak seimbang dengan kebutuhan
tubuh akan menyebabkan tubuh kekurangan zat gizi penting seperti zat
besi.
b) Gangguan Makan
Menurut Adriani (2012) terdapat dua macam gangguan makan yaitu
anoreksia nervosa dan bulimia nervosa. Gangguan makan ini sering terjadi
pada remaja dan wanita dewasa, hanya sedikit laki-laki yang menderita
gangguan ini. Kedua gangguan ini biasanya terjadi akibat seseorang
terobsesi untuk langsing
c) Obesitas
Menurut Adriani (2012) obesitas diartikan sebagai peningkatan berat
badan diatas 20% dari batas normal. Penderita obesitas mempunyai status
nutrisi yang melebihi kebutuhan metabolisme karena kelebihan masukan
kalori dan/atau penurunan penggunaan kalori artinya masukan kalori tidak
seimbang dengan penggunaan yang pada akhirnya berangsur berakumulasi
meningkatkan berat badan.
d) Kurang Energi Kronik (KEK)
Pada remaja badan kurus atau disebut Kurang Energi Kronis (KEK)
pada umumnya disebabkan karena makan terlalu sedikit. Penurunan berat
badan secara drastis pada remaja perempuan memiliki hubungan erat
dengan faktor emosional seperti takut gemuk seperti ibunya atau dipandang
kurang seksi oleh lawan jenis. Makan makanan yang bervariasi dan cukup
mengandung kalori dan protein termasuk makanan pokok seperti nasi, ubi
dan kentang setiap hari dan makanan yang mengandung protein seperti
daging, ikan, telur, kacang-kacangan atau susu perlu dikonsumsi oleh para
remaja tersebut sekurang-kurangnya sehari sekali (Jafar, 2012).
17
B. Status Gizi
Pada dasarnya status gizi seseorang ditentukan berdasarkan
konsumsi gizi dan kemampuan tubuh dalam menggunakan zat-zat gizi
tersebut. Status gizi normal menunjukkan bahwa kualitas dan kuantitas
makanan yang telah memenuhi kebutuhan tubuh. Seseorang yang berada
dia bawah ukuran berat badan normal memiliki risiko terhadap penyakit
infeksi, sedangkan seseorang yang berada di atas ukuran normal memiliki
risiko tinggi penyakit degeneratif (Muchlisa, 2013).
1. Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi dapat dilakukan melalui empat cara (Supariasa,
2012), yaitu :
a) Secara Klinis
Penilaian Status Gizi secara klinis sangat penting sebagai langkah
pertama untuk mengetahui keadaan gizi penduduk. Karena hasil penilaian
dapat memberikan gambaran masalah gizi yang nyata. Hal ini dapat dilihat
pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral.
b) Secara Biokimia
Penilaian status gizi secara biokimia adalah pemeriksaan specimen
yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan
tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan
juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Salah satu ukuran yang
sangat sederhana dan sering digunakan adalah pemeriksaan hemoglobin
sebagai indeks dari anemia.
c) Secara Biofisik
Penilaian status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status
gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat
perubahan struktur dari jaringan. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk melihat
tanda dan gejala kurang gizi. Pemeriksaan dengan memperhatikan rambut,
mata, lidah, tegangan otot dan bagian tubuh lainnya.
d) Secara antropometri
Secara umum, antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Penilaian
secara antropometri adalah suatu pengukuran dimensi tubuh dan komposisi
dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk
melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi.
18
2. Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi
Banyak faktor yang mempengauhi status gizi seseorang, faktor-faktor
yang mempengaruhi status gizi dibagi menjadi dua yaitu secara langsung dan
tidak langsung.
a) Faktor yang mempengaruhi secara langsung
Menurut Soekirman (2000), penyebab langsung timbulnya gizi kurang
pada anak adalah konsumsi makanan dan penyakit infeksi, kedua penyebab
tersebut saling berpengaruh. Dengan demikian timbulnya masalah gizi
kurang tidak hanya karena kurang makanan tetapi juga karena adanya
penyakit infeksi, terutama diare dan infeksi saluran pernafasan akut. Remaja
yang mendapatkan makanan yang cukup baik tetapi sering terserang
demam atau diare, akhirnya akan dapat menderita kurang gizi, sebaliknya
jika remaja yang tidak memperoleh makanan cukup dan seimbang maka
daya tahan tubuhnya melemah. Dalam keadaan ini anak akan mudah
terserang penyakit dan kurang nafsu makan sehingga akan kekurangan
makanan. Akhirnya berat badan anak menurun, apabila keadaan ini terus
berlangsung anak akan menjadi kurus dan timbulah masalah kurang gizi.
b) Faktor yang mempengaruhi secara tidak langsung
1) Daya beli dan Ketahanan Pangan di Keluarga
Tingkat konsumsi pangan ditentukan oleh adanya pangan yang
cukup yang dipengaruhi oleh kemampuan keluarga untuk memperoleh
bahan maknan yang diperlukan (Happer, 1996). Daya beli keluarga
biasanya dipengaruhi oleh faktor harga dan pendapatan keluarga. Daya
beli keluarga biasanya dipengaruhi oleh ketersediaan pangan keluarga
berkurang sehingga konsumsi makanan juga bekurang yang dampaknya
dapat menyebab gangguan gizi (Soekirman, 2000).
2) Pola asuh gizi
Pola asuh gizi merupakan faktor yang secara tidak langsung
mempengaruhi konsumsi makanan pada bayi. Dengan demikian pola asuh
gizi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya merupakan faktor tidak
langsung dari status gizi. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pola
asuh diantaranya: tingkat pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ibu,
tingkat pengetahuan ibu, aktivitas ibu, jumlah anggota keluarga dan budaya
pantangan makanan.
19
3) Sanitasi lingkungan
Sanitasi lingkungan memiliki peran yang cukup dominan dalam
penyediaan lingkungan yang mendukung kesehatan anak dan tumbuh
kembangnya. Kebersihan baik kebersihan perorangan maupun lingkungan
memegang peranan penting dalam timbulnya penyakit.
4) Pelayanan kesehatan
Upaya pelayanan kesehatan dasar diarahkan kepada peningkatan
kesehatan dan status gizi anak sehingga terhindar dari kematian dini dan
mutu fisik yang rendah. Peran pelayanan telah lama diadakan untuk
memperbaiki status gizi. Pelayanan kesehatan berpengaruh terhadap
masalah kesehatan terutama masalah gizi.
3. Pengukuran Antropometri
Menurut Supariasa (2012) antropometri sebagai indikator status gizi
dengan mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari
tubuh manusia. Parameter pengukuran antropometri pada remaja antara lain :
a) Umur
Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan
penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil
pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat menjadi tidak berarti
bila tidak disertai dengan umur yang tepat.
b) Berat Badan
Berat badan dapat menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air,
dan mineral pada tulang. Pada remaja, lemak tubuh cenderung meningkat,
dan protein otot menurun. Disamping itu berat badan dapat digunakan
sebagai dasar perhitungan dosis obat dan makanan. Pada orang yang
edema dan ascites terjadi penambahan cairan dalam tubuh. Adanya tumor
dapat menurunkan jaringan lemak dan otot, khususnya terjadi pada orang
yang kekurangan gizi.
c) Tinggi badan
Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang
telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat.
Disamping itu tinggi badan merupakan ukuran kedua yang penting, karena
dengan menghubungkan berat badan teradap tinggi badan (Quick stick),
faktor umur dapat dikesampingkan.
20
d) Lingkar Lengan Atas (LLA)
Menurut Depkes RI (1994) pengukuran LLA pada kelompok Wanita
Usia Subur (WUS) adalah salahsatu cara deteksi dini untuk mengetahui
kelompok beresiko KEK. Wanita usia subur adalah usia 15-45 tahun.
Ambang batas LLA WUS dengan resiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm.
Apabila ukuran LLA kurang 23,5 cm atau dibagian merah pita LLA, artinya
wanita tersebut mempunyai resiko KEK, dan dapat diperkirakan akan
melahirkan berat bayi lahir rendah (BBLR). BBLR mempunyai resiko
kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan, dan gangguan
perkembangan anak.
e) Tebal lemak di Bawah Kulit
Tebal kulit di ukur dengan alat Skinfold caliper pada kulit lengan,
subskapula dan daerah pinggul, penting untuk menilai kegemukan.
Memerlukan latihan karena sukar melakukannya dan alatnya pun mahal
(Harpenden Caliper).
4. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah Quetelet’s index memiliki formula
berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m2). IMT mulai disosialisasikan
untuk penilaian status nutrisi pada anak dalam kurva CDC (Center for
Disease Center) tahun 2004. Tingkat kelebihan berat badan harus
dinyatakan dengan SD dari mean (rerata) IMT untuk populasi umur tertentu.
Mean IMT juga bervariasi seperti pada berat badan normal pada status
gizi dan frekuensi kelebihan berat pada rerata IMT dan standard deviasi
yang dihitung (Narendra, 2006).
Tabel 4. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) berdasarkan Penduduk Asia
Dewasa (IOTF, WHO 2000)
Kategori IMT (kg/m2) Risk of Co-morbiditas (Kesakitan)
Underweight < 18,5 Rendah (tetapi resiko terhadap masalah-masalah klinis lain meningkat)
Normal 18,5 - 22,9 Rata-rata
Overweight : 23
At Risk 23,0 - 24,9 Meningkat
Obese I 25,0 - 29,9 Sedang
Obese II 30,0 Berbahaya Sumber : IOTF, WHO 2000
21
Tabel 5. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) untuk Indonesia
Kategori IMT (kg/m2)
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,1 - 18,4
Normal 18,5 - 25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1 - 27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat > 27
Sumber : Depkes, 2003
C. Tingkat Konsumsi
Tingkat konsumsi merupakan persentase asupan rata-rata energi dan
zat gizi sehari dibandingkan dengan kebutuhan energi dan zat gizi penderita
yang diukur dengan menjumlahkan total nilai gizi dari makanan. Penentuan
konsumsi dilakukan dengan merecall dan merecord makanan sehari yang
meliputi makan pagi, siang, dan malam serta makanan selingan (snack). Untuk
mengukur makanan yang dikonsumsi dilakukan dengan mencatat jenis dan
berapa banyak makanan yang dikonsumsi berdasarkan ukuran rumah tangga
dalam waktu 24 jam yang lalu. Kebutuhan energi dan zat gizi yang dikonsumsi
dibandingkan dengan perhitungan kebutuhan yang dianjurkan (Supariasa,
2002).
Penelusuran riwayat makan ini dengan menggunakan metode recall 24
jam sering dipakai oleh ahli diet klinik untuk memperkirakan makanan yang
masuk dan dikonsumsi oleh tubuh pasien. Kriteria tingkat konsumsi energi dan
protein menurut Studi Diet Total (SDT) tahun 2014 dengan kriteria sebagai
berikut :
ENERGI
Kurang : <70% AKE
Sedang :70-<100% AKE
Cukup : 100-130% AKE
Lebih : >130% AKE
PROTEIN
Kurang : < 80 % AKP
Sedang : 80 -100% AKP
Cukup : 100-120% AKP
Lebih : >120% AKP
Menurut Almatsier (2009) kurangnya konsumsi energi dalam makanan
akan menyebabkan tubuh mengalami keseimbangan energi negatif, sehingga
dapat menurunkan berat badan dan terjadinya kerusakan pada jaringan
22
tubuh. Pada remaja putri hal tersebut dapat mengarah ke KEK (Kurang Energi
Kronis). Kurang Energi Kronis (KEK) yaitu keadaan dimana remaja putri
mengalami kekurangan gizi yang berlangsung cukup lama atau menahun.
Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan,
pengaturan suhu dan kegiatan fisik.
Masa remaja mengalami percepatan pertumbuhan dan perkembangan
tubuh sehingga memerlukan energi dan protein serta zat gizi yang lebih
banyak karena protein merupakan zat gizi penting bagi tubuh, yaitu berfungsi
sebagai zat pembangun dan pengatur, selain itu protein dapat digunakan
sebagai bahan bakar bila diperlukan energi apabila tubuh tidak dipenuhi oleh
karbohidrat dan lemak (Winarno 1997).
Protein memiliki fungsi untuk pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh dan
sangat efisien dalam memelihara jaringan-jaringan dalam tubuh, protein yang
ada dan menggunakan kembali asam amino yang diperoleh dari pemecahan
jaringan untuk membangun kembali jaringan yang sama atau jaringan lain
(Almatsier, 2009).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi antara lain :
1. Pengetahuan
Dalam kehidupan manusia sehari-hari sering terlihat keluarga yang
berpenghasilan cukup akan tetapi makanan yang dihidangkan seadanya saja.
Dengan demikian asupan energi dan zat gizi keluarga tersebut tidak
sempurna, sehingga apabila asupan energi dan zat gizi dibandingkan dengan
kebutuhan keluarga tersebut maka tingkat konsumsi energi dan zat gizi
rendah.
2. Faktor psikologi
Rasa tidak senang, rasa takut, rasa sakit, kebebasan bergerak karena
adanya penyakit dapat menimbulkan rasa putus asa. Manifestasi rasa putus
asa itu sering berupa kehilangan nafsu makan, rasa mual dan sebagainya.
Faktor-faktor ini memerlukan perhatian lebih sehingga seseorang dapat
makan dan menghabiskan porsi makan yang disajikan.
3. Sosial budaya
Adat istiadat, kepercayaan, kebiasaan, pandangan hidup, dan nilai-
nilai hidup secara bersama-sama berpengaruh dalam bentuk tingkah budaya
manusia dalam makanan dan makan. Tingkah budaya tersebut menentukan
23
macam dan cara mengolah makanan sehari-hari dan juga menentukan sikap,
pandangan, dan kesukaan terhadap makanan tertentu.
4. Pendapatan
Pendapatan akan menentukan hidangan yang disajikan untuk keluarga
sehari-hari, baik kualitas maupun jumlah makanan. Dari segi kualitas
makanan, asupan zat-zat gizi tidak lengkap, sedangkan dari segi jumlah,
asupan energi dan zat-zat gizi akan berkurang jumlahnya.
5. Jarak kelahiran yang terlalu rapat
Banyak hasil penelitian yang membuktikan bahwa banyaknya
gangguan gizi kurang dimasyarakat disebabkan karena jarak kelahiran yang
terlalu rapat atau banyak anak yang dilahirkan. Sehingga ibu sebagai
penyedia makanan tidak sempat menyediakan makanan karena terlalu sibuk
mengurusi anaknya. Hal tersebut akan berdampak pada kurangnya asupan
energi dan zat-zat gizi keluarga.
D. Perilaku Makan
Menurut Notoatmodjo (2007) perilaku adalah semua kegiatan atau
aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat
diamati oleh pihak luar. Sedangkan menurut Skiner (1938) seorang ahli
psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi
seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini
terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian
organisme tersebut merespon, maka teori Skiner ini disebut teori S-O-R atau
(Stimulus Organisme Respon).
Menurut Khumaidi (1989), perilaku makan adalah tingkah laku manusia
atau sekelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang
meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan. Sedangkan Soehardjo
(1989) berpendapat bahwa perilaku makan merupakan suatu istilah untuk
menggambarkan kebiasaan dan perilaku yang berhubungan dengan makanan
dan makan, seperti tatakrama, frekuensi makan, pola makan, peneriman
terhadap makanan dan cara pemilihan makanan.
Perilaku makan tidak hanya terbentuk dari dorongan untuk mengatasi
rasa lapar, akan tetapi disamping itu ada kebutuhan fisiologis dan psikologis
yang ikut mempengaruhi. Setiap kelompok mempunyai pola tersendiri dalam
24
memperoleh, menggunakan dan menilai makanan yang merupakan ciri
kebudayaan masing-masing. Pola budaya ini mempengaruhi seseorang dalam
memilih dan mengkonsumsi pangan serta mempunyai kekuatan yang sangat
berpengaruh dalam memilih pangan (Soehardjo 1989).
Pola dan gaya hidup masyarakat Indonesia terutama kaum remaja,
pada saat ini sedang mengalami perubahan, seperti meningkatnya aktivitas
kehidupan sosial, sehingga sering kali membuat remaja sering makan di luar,
tidak sempat makan pagi atau bahkan sama sekali tidak makan siang. Padahal
agar mampu hidup sehat dan produktif para remaja harus mengkonsumsi
makanan dalam jumlah yang cukup dan beragam (Siswanti, 2007)
Persepsi seseorang terhadap bentuk tubuhnya akan berpengaruh
terhadap perilaku makannya. Takut akan kegemukan dapat mendorong
seseorang melakukan perilaku diet yang salah. Perilaku diet yang pada
umumnya terjadi pada orang yang senantiasa memperhatikan penampilan
adalah terjadinya anoreksia dan bulimia. Penderita bulimia mengkonsumsi
makanan dalam jumlah yang wajar atau bahkan mereka memiliki nafsu makan
seperti orang yang obesitas. Namun setelah semua makanan itu masuk,
mereka berusaha mengeluarkannya kembali melalui mulut atau dibantu dengan
obat pencahar. Sedangkan pada penderita anoreksia, mereka cenderung
melakukan pembatasan konsumsi makan yang tidak wajar, sehingga berat
badan mereka cenderung kurus (Khomsan 2003).
Diet yang berlebihan akan mengakibatkan tubuh banyak kehilangan
energi. Tubuh yang kekurangan energi akan melakukan penyeimbangan
dengan mengambilnya dari cadangan glikogen otot, lalu glikogen hati dan
terakhir cadangan lemak. Hilangnya glikogen akan mengakibatkan tubuh
kehilangan cairan dan garam-garam, rusaknya jaringan-jaringan tubuh dan
bahkan bisa mengakibatkan tubuh menjadi kurus serta tubuh kekurangan zat
gizi tertentu (anemia). Penggunaan obat cuci perut dan melakukan muntah
degan sengaja dapat membuat keluarnya cairan tubuh secara berlebihan yang
akan mengakibatkan hilangnya elektrolit tubuh yang penting bagi kesehatan,
bahkan bila hal ini masih terus dilakukan, maka bisa berujung pada kematian
(Siswanti, 2007).
Perilaku makan yang salah harus dihindari karena akan berhubungan
dengan status gizi dan kesehatan seseorang. Dalam 10 Pesan Gizi Seimbang
25
(PGS 2014), terdapat beberapa anjuran mengenai perilaku makan yang baik
untuk remaja usia 10-19 tahun (pra Pubertas dan pubertas) agar tubuh tetap
sehat. Anjuran mengenai perilaku makan tersebut yaitu :
a) Membiasakan makan 3 kali sehari (pagi, siang, dan malam) bersama
keluarga
b) Membiasakan mengonsumsi ikan dan sumber protein lainnya
c) Memperbanyak mengonsumsi sayuran dan buah-buahan
d) Membiasakan membawa bekal makanan dan air putih dari rumah
e) Membatasi mengonsumsi makanan cepat saji, jajanan dan makanan
selingan yang manis, asin dan berlemak
E. Gizi Seimbang pada Remaja
Gizi seimbang merupakan aneka ragam bahan pangan yang
mengandung unsur-unsur zat gizi yang diperlukan oleh tubuh, baik kualitas
maupun kuantitas. Makanan yang beragam juga mempengaruhi keseimbangan
gizi.
Makanan yang beranekaragam yaitu makanan yang mengandung zat
gizi yang diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantitasnya karena
mengandung zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur. Apabila terjadi
kekurangan zat gizi tertentu pada satu jenis makanan, maka akan dilengkapi
oleh zat gizi serupa dari makanan yang lain. Jadi, makan makanan yang
beranekaragam akan menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga,
zat pembangun dan zat pengatur (Almatsier, 2009).
Tiap makanan dapat saling melengkapi dalam zat-zat gizi yang
dikandungnya. Pengelompokan bahan makanan disederhanakan, yaitu
didasarkan pada tiga fungsi utama zat-zat gizi, yaitu sebagai: (1) sumber
energi/tenaga (2) sumber zat pembangun dan (3) sumber zat pengatur. Sumber
energi diperlukan tubuh dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan
kebutuhan zat pembangun dan zat pengatur, sedang kebutuhan zat pengatur
diperlukan dalam jumlah yang lebih besar dari pada kebutuhan zat pembangun
Sumber karbohidrat diperoleh dari beras, jagung, sereal/gandum, ubi
kayu, kentang dan sebagainya. Zat pengatur diperoleh dari sayur dan buah-
buahan, sedang zat pembangun diperoleh dari ikan, telur, ayam, daging, susu,
kacang-kacangan dan sebagainya. Ketiga golongan bahan makanan dalam
26
konsep dasar gizi seimbang tersebut digambarkan dalam bentuk kerucut
dengan urutan-urutan menurut banyaknya bahan makanan tersebut yang
dibutuhkan oleh tubuh. Dasar kerucut menggambarkan sumber energi/tenaga,
yaitu golongan bahan pangan yang paling banyak dimakan, bagian tengah
menggambarkan sumber zat pengatur, sedangkan bagian atas
menggambarkan sumber zat pembangun yang secara relatif paling sedikit
dimakan tiap harinya. Menurut Permenkes RI No 41 tahun 2014 gizi seimbang
dijabarkan ke dalam 4 pilar yaitu :
1. Mengonsumsi Pangan Beraneka ragam
Tingkat konsumsi makanan ditentukan oleh kualitas dan kuantitas
makanan, kualitas makanan menunjukkan masing-masing zat gizi terhadap
kebutuhan tubuh. Tidak ada satu jenispun pangan yang mempunyai
kandungan zat gizi yang lengkap kecuali ASI untuk bayi 0-6 bulan. Makanan
beragam saja tidak cukup tetapi juga harus :
a) Proporsi seimbang sesuai kebutuhan tubuh
b) Dalam jumlah yang cukup (moderate), tidak banyak dan tidak sedikit
c) Dilakukan secara teratur
2. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Kebiasaan hidup bersih pada remaja harus ditanamkan sejak kecil,
terutama mengenai cuci tangan sebelum makan, menjaga kebersihan mulut
dan gigi, menutup makan dengan tudung saji, memilih jajanan makanan
minuman yang aman, tidak banyak lemak serta tidak terlalu manis dan terlalu
asin. Selain pola hidup bersih khusus untuk remaja, juga perlu diperhatikan
pola hidup sehat, seperti tidak tidak merokok, tidak menggunakan narkoba
dan tidak mengkomsumsi minuman beralkohol. Remaja harus selalu
diingatkan akan bahaya rokok, narkoba dan minuman beralkohol. Semua itu
akan berpengaruh pada pola makan yang tidak ber-Gizi Seimbang dan
merugikan kesehatan (Jafar, 2012).
3. Melakukan Aktifitas fisik (termasuk olahraga)
Aktifitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan
pengeluaran tenaga secara sederhana yang sangat penting bagi
pemeliharaan fisik, mental dan kualitas hidup sehat. Untuk menyeimbangkan
antara asupan dan penggunaan zat gizi utama sumber energi, aktifitas fisik
27
memperlancar sistem peredaran darah dan pemanfaatan zat gizi dalam tubuh
(metabolisme).
4. Memantau berat badan untuk mempertahankan berat badan normal
Pemantauan berat badan penting untuk dilakukan secara berkala.
Karena berat badan merupakan indikator yang mudah dalam mengetahui
keseimbangan penggunaan zat gizi di dalam tubuh serta dalam menetukan
status gizi seseorang. Perubahan berat badan akan mengindikasikan status
kesehatan. Sangat penting bagi individu untuk mempertahankan berat badan
ideal. Karena dengan berat badan yang ideal, maka status kesehatan yang
optimal dapat diraih. Pemantauan berat badan secara berkala akan menjadi
tindakan preventif terhadap obesitas maupun KEK.
Pesan Gizi Seimbang (PGS) terbaru di Indonesia tahun 2014 berisi 10
pesan yaitu :
1) Syukuri dan nikmati anekaragam makanan;
2) Banyak makan sayuran dan cukup buah-buahan;
3) Biasakan mengonsumsi lauk pauk yang mengandung protein tinggi;
4) Biasakan mengonsumsi anekaragam makanan pokok;
5) Batasi konsumsi pangan manis, asin dan berlemak;
6) Biasakan Sarapan;
7) Biasakan minum air putih yang cukup dan aman;
8) Biasakan membaca label pada kemasan pangan;
9) Cuci tangan pakai sabun dengan air bersih mengalir;
10) Lakukan aktivitas fisik yang cukup dan pertahankan berat badan
normal
F. Body Image
Body image adalah persepsi terhadap penampilan fisik yang
dihubungkan dengan aspek gambaran tubuh (Heinberg & Thompson 1996).
Gangguan body image biasanya mulai muncul saat seorang individu mencapai
usia remaja. Perubahan fisik yang terjadi ini tentu saja mempengaruhi
penampilan fisik, seperti bertambah berat badan, maupun tinggi badan.
Seseorang yang mengalami gangguan body image tidak percaya diri dengan
keadaan dirinya sendiri, sehingga banyak diantara mereka yang berusaha
untuk membuat bagaimana agar mereka terlihat menarik didepan orang lain
28
terutama jika dihadapan lawan jenis mereka. Dorongan-dorongan ingin memiliki
bentuk tubuh yang dianggap ideal menyebabkan seorang remaja berusaha
membatasi makan. Secara alami, gangguan body image pada remaja
berhubungan dengan masalah makan, pola makan yang tidak sehat dan
ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh (Emilia, 2009).
Banyak remaja putri menginginkan bentuk tubuh yang sempurna dan
terpengaruh iklan untuk mengurangi berat badan atau membentuk tubuh yang
ideal menurut iklan. Permasalahan yang sering dialami oleh remaja putri adalah
rasa tidak percaya diri karena tubuh dinilai kurang atau tidak ideal, baik oleh
orang lain maupun oleh dirinya sendiri. Rasa kurang percaya diri ini kemudian
merambat ke hal-hal yang lain, misalnya malu untuk bergaul dengan orang lain,
tidak percaya diri untuk tampil di muka umum, menarik diri, pendiam, malas
bergaul dengan lawan jenis, atau bahkan kemudian menjadi seorang yang
pemarah, sinis dan sebagainya.
Body image terdiri dari 3 kriteria yaitu body image baik, body image
sedang, dan body image buruk. Dimana orang dengan body image baik selalu
memandang positif dirinya, nyaman dengan keadaan yang ada pada dirinya
bagaimanapun keadaannya. Sedangkan mereka yang body imagenya cukup
selalu labil dan merasa ragu dengan bagaimana harus bersikap, memandang,
dan menilai dirinya sendiri, kadang merasa kurang nyaman dengan keadaan
dirinya tapi masih bisa menerima keadaannya dengan baik dan mereka yang
memiliki body image buruk selalu tidak percaya diri, merasa minder, mudah
emosi karena tidak bisa menerima keadaan dirinya sendiri sehingga biasanya
mereka menjadi menarik diri (Romansyah, 2012)
Menurut Melliana (2006), faktor yang mempengaruhi body image :
1. Penilaian atau komentar orang lain
Reaksi atau pandangan dari orang lain yang memiliki arti bagi individu
(significant other) misalnya orangtua, teman, dan lain-lain, akan
mempengaruhi body image yang dimiliki individu tersebut. Dalam hal ini,
misalnya pandangan teman-teman terhadap individu sebagai seorang yang
gemuk, langsing, cantik, seksi, dan sebagainya.
2. Pembandingan dengan orang lain
Body image yang terbentuk sangat tergantung pada bagaimana cara
individu membandingkan dirinya dengan orang lain, biasanya pada orang-
29
orang yang hampir serupa dengan dirinya. Misalnya, individu yang seringkali
membandingkan dirinya dengan saudaranya yang lebih menarik
penampilannya secara terus-menerus akan mengalami suatu kondisi, dimana
ia menganggap dirinya tidak memiliki daya tarik fisik.
3. Peran seseorang
Setiap orang memainkan peran yang berbeda-beda. Di dalam setiap
peran tesebut, individu diharapkan akan bertindak sesuai dengan tuntutan dari
perannya masing-masing. Individu yang berprofesi sebagai fotomodel atau
guru akan memiliki tuntutan yang berbeda dalam hal penampilan. Akibatnya,
jika terjadi gangguan pada kondisi fisik, akan timbul efek yang berbeda
terhadap body image yang dimiliki individu. Misalnya, kenaikan berat badan
akan terasa lebih menggangu body image seorang fotomodel daripada
seorang guru. Jadi, tampak bahwa harapan dan pengalaman yang bekaitan
dengan perannya akan mempengaruhi body image yang dimilikinya.
4. Identifikasi terhadap orang lain
Individu yang mengagumi satu tokoh yang dianggapnya ideal
seringkali menirunya seperti cara berdandan, cara berpakaian, potongan
rambut, dan lain-lain. Dengan bertindak demikian, ia merasa telah memiliki
beberapa ciri dari tokoh yang dikaguminya.
Pengukuran body image menggunakan aspek-aspek menurut Cash
(2000) dalam Notoadmodjo (2007) yang terdiri dari :
1. Evaluasi Penampilan
Mengukur perasaan menarik atau tidak menarik, kepuasan atau
ketidakpuasan yang secara intrinsik terkait pada kebahagiaan atau
ketidakbahagiaan, kenyamanan dan ketidaknyamanan terhadap penampilan
secara keseluruhan
2. Orientasi Penampilan
Mengukur banyaknya usaha yang dilakukan individu untuk
memperbaiki serta meningkatkan penampilan dirinya.
3. Kepuasan Area Tubuh
Mengukur kepuasan atau ketidakpuasan individu terhadap area-area
tubuh tertentu. Adapun area-area tersebut adalah wajah, rambut, tubuh
bagian bawah (pantat, paha, pinggul, kaki), tubuh bagian tengah (pinggang,
perut), tampilan otot, berat, ataupun tinggi badan.
30
4. Kecemasan Menjadi Gemuk
Menggambarkan kecemasan terhadap kegemukan dan kewaspadaan
akan berat badan yang ditampilkan melalui perilaku nyata dalam aktivitas
sehari-hari seperti kecenderungan melakukan diet untuk menurunkan berat
badan dan membatasi pola makan.
5. Pengkategorian Ukuran Tubuh
Mengukur bagaimana seseorang memandang dan melabel berat
badan.
Gambar 2 Siluet Persepsi Body Image (Stunkard 1983)
Pengetahuan gizi dan kesehatan yang terbatas pada remaja,
menyebabkan mereka melakukan kebiasaan makan yang dapat merugikan
kesehatan mereka sendiri. Rickert dan Jay (1996) dalam Emilia (2009)
menyebutkan ada empat kebiasaan makan yang dilakukan remaja yaitu :
1. Mengurangi frekuensi makan (skipping meal)
Mengurangi frekuensi makan seperti tidak makan pagi merupakan
salah satu kebiasaan yang dilakukan remaja. Penelitian tentang kebiasaan
makan pagi ditemukan 50% remaja putri tidak makan pagi yang
dihubungkan dengan tidak ada selera makan dan ketersediaan menu yang
kurang memuaskan (Emilia, 2009).
2. Suka mengkonsumsi makanan ringan (snacking)
Makan makanan ringan (cemilan) merupakan perilaku makan yang
menyenangkan bagi remaja terutama remaja putri. Hurlock (1997)
menyatakan bahwa remaja suka jajan jenis makanan ringan seperti kue-kue,
permen dan lain-lain, sedangkan sayur-sayuran dan buah-buahan jarang
dikonsumsi sehingga dalam diet mereka rendah serat, zat besi dan vitaminC.
31
Makanan cemilan dapat menurunkan selera makan sehingga remaja yang
terlalu banyak mengkonsumsi makanan ringan biasanya akan makan
dengan porsi yang lebih sedikit, bahkan sering tidak makan. Beberapa studi
mengungkapkan bahwa cemilan yang dikonsumsi remaja pada umumnya
rendah serat, kosong kalori, rendah vitamin A, kalsium dan besi (Spear
1996). Kebiasaan remaja mengkonsumsi makanan ringan diikuti dengan
gaya hidup sedentary (aktivitas kurang). Mengkonsumsi makanan ringan
sambil menonton televisi dapat memicu terjadinya kelebihan berat badan
3. Makanan siap saji (fast food)
Fast food atau makanan siap saji merupakan salah satu makanan
yang sangat disukai remaja. Selain rasanya yang dapat diterima, pelayanan
dan sarana yang memuaskan membuat remaja menyukai fast food. Namun
kandungan gizi fast food rendah besi, kalsium, riboflavin dan vitamin A tetap
tinggi kalori, lemak jenuh dan garam (Emilia, 2009). Penelitian Mujianto
(1994) pada enam kota besar di Indonesia menunjukkan terjadinya
peningkatan konsumsi makanan "fast food" pada remaja dan anak sekolah.
Sebagian besar remaja mengkonsumsi junk food satu kali seminggu dengan
makanan yang paling sering dikonsumsi fried chicken.
4. Kebiasaan merokok
Perilaku merokok pada remaja merupakan wujud sikap memberontak,
keingintahuan, tekanan dalam kelompok (peer presurre), dan anggapan
merokok sebagai simbol kedewasaan (Emilia, 2009)). Dari hasil penelitian
kebiasaan merokok pada pelajar SLTA di Bandung menunjukkan 16,2%
pelajar merokok sebelum usia 13 tahun. Aditama (1997) menyatakan
merokok dapat menurunkan fertilitas atau kesuburan. Diperkirakan
kesuburan wanita perokok hanya 72% dari kesuburan wanita yang tidak
merokok. Menopause datang 2-3 tahun lebih cepat pada wanita perokok.
Gangguan kesehatan lain seperti kanker paru, kanker leher rahim, abortus,
menurunkan fertilitas, kelahiran bayi cacat dan BBLR pada ibu hamil
merupakan resiko buruk akibat merokok pada wanita.