9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gangguan Jiwa
2.1.1 Pengertian Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa menurut PPDGJ III adalah sindrom pada pola berprilaku
seseorang secara khas berkaitan dengan suatu geajala penderitaan (distress) atau
hendaya (impairment) didalam satu atau lebih fungsi yang berperan penting di dalam
tubuh manusia, yaitu fungsi psikologik, perilaku biologik dan gangguan ini tidak
hanya terletak didalam hubungan antara individu tersebut tetapi juga dengan
masyarakat sekitar (Maramis, 2010).
Kesehatan Jiwa adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk
menyesuaikan diri pada lingkungan, berintegrasi dan berinteraksi dengan baik, tepat,
dan bahagia pada lingkungan sekitarnya. Selain itu kesehatan jiwa merupakan orang
yang memiliki pengetahuan tentang bagaimana cara melakukan perawatan diri yang
benar (AH. Yusuf, 2015).
Gangguan jiwa adalah Suatu konsep perilaku seseorang yang berhubungan
dengan adanya nyeri atau cacat yang disebabkan karena adanya penurunan satu atau
lebih suatu fungsi yang penting atau resiko peningkatan kematian, nyeri, kecacatan,
atau kerugian pada seseorang (Prabowo, 2014). Sedangkan menurut Undang-undang
Kesehatan Jiwa Tahun 2014 kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi dimana seorang
individu dapat berkembang baik secara fisik, mental, spiritual dan sosial individu
tersebut dapat menyadari kemampuannya sehingga dapat mengatasi tekanan, dapat
bekerja secara produktif, dan mampu memberikaan kontribusi untuk komunitasnya.
10
World Health Organization tahun 2008 menjelaskan kriteria orang yang sehat
jiwanya adalah orang yang dapat melakukan delapan kegiatan ini diantaranya yaitu
orang yang mampu menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan, meskipun
kenyataan itu kurang baik, orang yang merasa bebas secara relatif dari kecemasan dan
ketegangan, orang yang memperoleh kepuasan dari usahanya atau perjuangan
hidupnya, orang merasa lebih puas untuk memberi dari pada menerima, orang yang
mampu berhubungan dengan orang lain secara tolong-menolong dan mampu
memuaskan, orang yang mempunya rasa kasih sayang yang besar, orang yang mampu
menerima kekecewaan untuk digunakan sebagai pelajaran di kemudian hari, dan
orang yang mengarahkan rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan
konstruktif.
2.1.2 Penyebab Gangguan Jiwa
Menurut (Maramis, 2010) penyebab gangguan jiwa ada tiga yaitu :
1. Faktor Somatik (somatogenik), faktor ini diakibatkan karena gangguan pada
neuroanatomi, neurofisiologi, dan neurokimia, yaitu termasuk tinkat
kematangan
2. pada perkembangan organik, serta faktor prenatal dan perinatal.
3. Faktor psikologik (psikogenik), faktor ini terkait dengan interaksi ibu dan
anak, peranan ayah, persaingan antar saudara kandung, hubungan dalam
keluarga, pekerjaan permintaan masyarakat. Selain itu, faktor intelengensi,
tingkat perkembangan emosi, konsep diri, dan pola adaptasijuga akan
mempengaruhi kemampuan untuk menghadapi masalah. Apabila keadaan ini
kurang baik, maka akan menyebabkan seseorang tersebut mengalami
kecemasan, depresi, rasa malu, serta rasa bersalah yang berlebihan.
11
4. Faktor sosial budaya, faktor ini meliputi kestabilan keluarga, pola mengasuh
anak, tingkat ekonomi, perumahan, dan masalah kelompok minoritas yang
meliputi prasangka, fasilitas kesehatan, dan kesejahteraan yang tidak
memadai, serta pengaruh rasial dan keagamaan.
2.1.3 Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa
Tanda dan gejala gangguan jiwa secara umum ada lima yaitu pertama, adanya
rasa tegang (tension), rasa putus asa dan murung, gelisah, cemas, rasa lemah, takut,
berfikir buruk. Kedua, adanya gangguan kognisi pada persepsi merasa mendengar
(mempersepsikan) sesuatu bisikan yang menyuruh membunuh, melempar, naik
genting, membakar rumah, padahal orang disekitarnya tidak mendengarnya dan suara
tersebut sebenarnya hanya muncul dari dalam individu sebagai bentuk kecemasan
yang sangat berat dia rasakan. Hal ini sering disebut halusinasi, klien bisa mendengar
sesuatu, melihat sesuatu atau merasakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada menurut
orang lain. Ketiga, adanya gangguan kemauan klien memiliki kemauan yang lemah
(abulia), susah membuat keputusan atau memulai tingkah laku, susah sekali bangun
pagi, mandi, merawat diri sendiri sehingga terlihat kotor, bau, dan acak-acakan.
Keempat, adanya ganggaun emosi klien merasa senang, gembira yang berlebihan
(Waham kebesaran). Klien merasa sebagai orang penting, sebagai raja, pengusaha,
orang kaya, titisan Bung Karno tetapi dilain waktuia bisa merasa sangat sedih,
menangis, tak berdaya (depresi) sampai ada ide ingin mengakhiri hidupnya. Kelima,
adanya gangguan psikomotor Hiperaktivitas, klien melakukan pergerakan yang
berlebihan naik keatas genting berlari, berjalan maju mundur, meloncat-loncat,
melakukan apa-apa yang tidak disuruh atau menentang apa yang disuruh, diam lama
tidak bergerak atau melakukan gerakan aneh (Yosep, 2009).
12
Menurut (Yosep, 2009) Tanda dan Gejala Gangguan jiwa juga bisa dilihat dari
kedaan fisiknya yaitu meliputi suhu badan pasien yang berubah, pada orang normal
yaitu orang mempunyai suhu badan sekitar 37 derajat celcius. Sedangkan pada orang
yang sedang mengalami gangguan mental meskipun tidak sakit kadangkala mengalami
perubahan suhu. Kedua, bisa dilihat dari denyut nadi pasien, karena biasanya pada
orang gangguan jiwa nadinya akan berirama lebih cepat dari pada orang yang normal.
Ketiga yaitu nafsu makan yang berkurang, karena biasanya seseorang yang sedang
terganggu kesehatan mentalnya nafsu makannya juga akan berkurang.
2.1.4 Jenis-jenis Gangguan Jiwa
Menurut (Kusumawati, 2010) gangguan jiwa secara umum dibagi menjadi
dua, yaitu sebagai berikut :
1. Psikotik adalah suatu gangguan jiwa yang djtandai dengan kehilangan rasa
kenyataan yaitu meliputi (1) Delirium yaitu suatu kegagalan otak secara akut
yang berhubungan dengan disfungsi otonom, disfungsi motorik, dan
kegagalan homeostasis kompleks dan multifaktorial (Wass S, 2008); (2)
Epilepsi yaitu gangguan neurologis umum secara kronis yang biasanya
ditandai dengan adanya kejang secara berulang tanpa alasan, kejang sementara
dan gejala dari aktivitas neuronal yang abnormal (Maryanti, 2016); (3)
Dementia yaitu sindrom klinis yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan
memori yang berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari –hari
(Nugroho, 2008); (4) Skizofrenia yaitu gangguan pada otak sehingga persepsi,
pikiran, emosi, tingkah laku dan perilakunya terganggu (Videbeck, 2008); (5)
Waham yaitu suatu keyakinan klienyang tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi
dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang lain. Keyakinan
ini berasal dari pemikiran klien yang sudah kehilangan control (Direja, 2011);
13
(6) Gangguan mood yaitu suatu masalah psikiatri yang muncul dari adanya
gangguan depresi (Shannon S, 2009); (7) Halusinasi yaitu hilangnya
kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (fikiran) dan
rangsangan eksternal (dunia luar) (Kusumawati, 2010).
2. Non-psikotik (neurotik) yaitu gangguan yang masih ringan sehingga orang
tersebut masih bisa menjalankan kebutuhan sosialnya dengan wajar tetapi
tidak bisa berfungsi secara optimal yaitu meliputi : (1) Gangguan cemas yaitu
suatu perasaan tidak santai yang samar-samar karena ketidaknyamanan atau
rasa takut yang disertai suatu respon (penyebab tidak spesifik atau tidak
diketahui oleh individu) (AH. Yusuf et al., 2015); (2) Gangguan psikoseksual
yang meliputi Disfungsi psikoseksual, Parafilia dan Gangguan identitas
gender; (4) Alkoholisme yaitu peminum berat yang menyebabkan
terganggunya mental dan kesehatan fisiknya (Kusumawati, 2010); (5) Menarik
diri/isolasi sosial yaitu keadaan dimana seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
lain disekitarnya (AH. Yusuf et al., 2015).
2.2 Pengetahuan
2.2.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah suatu hasil dari “tahu” Dan hal ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
panca indra manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan
telinga. Pengetahuan diperoleh dari pendidikan, pengalaman diri sendiri maupun
pengalaman orang lain, media masa maupun lingkungan. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain terpenting bagi terbentuknya tindakan pada seseorang
14
(Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain terpenting bagi
terbentuknya suatu tindakan pada seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai
dorongan psikis dalam menumbuhkan sikap dan Perilaku dalam kehidupan sehari-
hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan stimulasi terhadap
tindakan seorang individu (Kholid, 2012:23)
2.2.2 TingkatanPengetahuan
Tingkatan pengetahuan menurut (Kholid, 2012:25) yaitu meliputi:
1. Tahu (Know)
Tahu adalah mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya
termasuk mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari
seluruh bahan yang sudah dipelajari atau ransangan yang sudah diterima.
Tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah.
2. Memahami (Comprehension)
Memahani adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan secara bener Tentang
suatu objek yang duketahui dan dapat menginterpresentasikan materi secara
benar. Orang telah paham terhadap objek atau materi yang harus dapat
dijelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan , dan
sebagiannya terhadap suatu objek yang telah dipelajari.
3. Aplikasi (Application)
Suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada
situasi dan kondisi real (sebenarnya) ialah dapat menggunakan rumus-rumus,
metode, prinsip, dan sebagainya dalam situasi lain, misalnya dapat
menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah kesehatan dari
dalamkasus yang telah diberikan.
15
4. Analisis (Analysis)
Merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek di
dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitan satu dengan yang lain.
Kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat
menggunakan dan menggambarkan, memisahkan, membedakan,
mengelompokan, dan sebagainya.
5. Sintesis (Synthesis)
Sesuatu yang menunjukkan kemampuan untuk meletakan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun suatu formasi
yang telah ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan pengetahuan untuk melakukan penilaian
terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu
kreteria yangada.
2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Mubarok (2007)
adalah sebagai berikut :
1. Pendidikan adalah proses menuntun terhadap orang lain mengenai suatu hal
agar mereka dapat memahami suatu hal, semakain tinggi tingkat pendidikan
seseorang makan semakin gampang mereka menerima dan memahami
informasi sehingga pengetahuan yang dihasilkan akan semakin meningkat
(Muteara, 2016).
16
2. Pekerjaan, dalam pekerjaan mereka mampu mendakan pengalaman atau
pengetahuan yang baik secara langsung maupun tidak langsung (Muteara,
2016).
3. Umur, adalah suatu kemampuan mengingat semua informasi yang diterima,
individu yang mengalami penuaan mengalami penurunan daya ingat sehingga
akan sulit menerima informasi (Muteara, 2016).
4. Minat, keinginan seseorang untuk tahu dan mencoba sesuatu yang baru
(Muteara, 2016).
5. Pengalaman, suatu keadaan yang pernah dialami seseorang yang mengajarkan
atau mengingatkan suatu yang sangat diingat, seperti pengalaman baik akan
memberi ingatan yang baik, pengalaman buruk akan memberikan ingatan
yang buruk juga (Muteara, 2016).
6. Kebudayaan lingkungan sekitar, ketika sesorang dibesarkan di suatu
lingkungan dengan kebudayaan yang sangat kental, makan akan berpengaruh
besar terhadap sikap pribadi orang itu sendiri (Muteara, 2016).
7. Informasi, jalinan komunikasi yang dapat mempermudah seseorang dalam
memperoleh pengetahuan (Muteara, 2016).
2.2.4 Pengukuran pengetahuan
Pengukuran tingkat pengetahuan adalah dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan secara langsung (wawancara) atau melalui pertanyaan-pertanyaan tertulis
atau Angket (Notoatmodjo, 2010:56). Disini peneliti menggunakan pengkuran
pengetahuan melalui kuesioner tentang Self Care Deficit.
17
2.3 Self Care Deficit
2.3.1 Pengertian Self Care Deficit
Self care deficit adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kelainan
dalam kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-
hari secara mandiri. Tidak ada keinginan untuk mandi secara teratur, tidak menyisir
rambut, pakaian kotor, bau badan, bau napas, dan penampilannya tidak rapi. Self care
deficit merupakan salah satu masalah yang timbul pada pasien gangguan jiwa. Keadaan
ini merupakan gejala prilaku negatif dan menyebabkan penderita dikucilkan baik
dalam keluarga maupun masyarakat (AH. Yusuf et al., 2015).
Self care deficit adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna mempertahankan hidupannya, kesehatannya, dan
kesejahteraannya sesuai dengan kondisi kesehatannya. Klien dinyatakan terganggu
perawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan dirinya (Mukhripah, 2012).
Self care deficit adalah suatu kondisi pada seseorang yang mengalami kelemahan
kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri secara
mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian atau berhias, makan dan toileting (Fitria,
2010).
Self Care Deficit adalah situasi di mana seorang mengalami hambatan untuk
melakukan kegiatan perawatan diriseperti mandi, berganti pakaian, makan dan
eliminasi yang disebabkan gangguan kognitif atau gangguan persepsi (Wilkinson, J. M
& Ahern, 2013).
2.3.2 Self Care Deficit Menurut teori Orem
Menurut Orem Self Care Deficit muncul ketika hubungan antara efek
perawatan diri dan kebutuhan seseorang tidak tercukupi.Perawatan diperlukan saat
seorang individu tidak mampu melakukan perawatan diri secara optimal.
18
Ada 3 konsep perawatan diri menurut Orem yaitu meliputi :
1. Perawatan diri (Self Care)
Perawatan pribadi untuk keberadaan sehat yang dilakukan sehari-hari secara
mandiri. Hal ini tergantung pada usia, jenis kelamin, keadaan kesehatan,
lingkungan dan keluarga. Perawatan ini dihasilkan dari hubungan antara
persyaratan terapeutik dan efek perawatan diri.
2. Manajemen dan efek Self Care
Kegiatan ini dimulai dengan perilaku self caring pada individu. Seseorang
tersebut harus mengetahui alasan mengapa harus melakukan aktivitas tertentu
dan mereka harus mengetahui bagaimana cara melakukan perawatan diri dan
memilih urutan aktivitas.
3. Kebutuhan perawatan diri (Self-care requisites)
Kebutuhan perawatan diri ini menurut Orem dibagi menjadi 3 yaitu
kebutuhan universal, perkembangan dan deviasi kesehatan; (a) kebutuhan
perawatan diri universal (universal self care requisites) merupakan kebutuhan yang
ada pada setiap individu yang berkaitan dengan fungsi kemanusiaan dan
proses kehidupan. Biasanya mengacu pada kebutuhan dasar manusia seperti :
pemeliharaan kecukupan udara, intake cairan dan makanan, pemeliharaan
keseimbangan antara aktivitas dan istirahat seseorang, pemeliharaam
keseimbangan antara berdiam diri dan interaksi seseorang, persediaan asuhan
yang berkaitan dengan proses eliminasi, dan meningkatkan keterbatasan
seseorang untuk menjadi normal; (b) kebutuhan perawatan diri
perkembangan (developmental self care requisites) merupakan kebutuhan yang
berkaitan dengan pertumbuhan dan kemajuan individu seperti kebutuhan
nutrisi dan istirahat; (c) kebutuhan deviasi kesehatan (therapeutic requisites)
19
merupakan kebutuhan yang berkaitan dengan penyimpangan status kesehatan
seperti sakit, luka atau kecelakaan sehingga dapat menurunkan kemampuan
seorang individu dalam memenuhi kebutuhan self care nya. Seperti mencari
pengobatan yang tepat pada saat sakit (Tomey & Alligood, 2006).
2.3.3 Tanda dan Gejala Self Care Deficit
Tanda dan gejala self care deficit menurut (Fitria, 2010)yaitu :
1. Mandi/hygiene
Pasien akan mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan,
memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran air
mandi, mendapatkan perlengakapan mandi, mengeringkan tubuh, serta masuk
dan keluar kamar mandi.
2. Berpakaian/berhias
Pasien mengalami kelemahan dalam meletakkan atau mengambil potongan
pakaian, menanggalkan pakaian, serta memperoleh atau menukar pakaian.
Pasien juga mengalami ketidakmampuan dalam mengenakan pakaian dalam,
memilih pakaian, menggunakan alat tambahan, menggunakan kancing tarik,
melepas pakaian, menggunakan kaos kaki, mempertahankan penampilan pada
tingkat yang memuaskan, mengambil pakaian dan mengenakan sepatu.
3. Makan
Pasien mengalami ketidakmampuan dalam menelan makanan,
mempersiapkan makanan, menangani perkakas, mengunyah makanan,
menggunakan alat tambahan, mendapatkan makanan, membuka container,
memanipulasi makanan dalam mulut, mengambil makanan dari wadah lalu
memasukkannya ke mulut, melengkapi makanan, mencerna makanan
20
menurut cara yang diterima oleh masyarakat, mengambil gelas atau cangkir,
serta cukup mencerna cukup makanan dengan aman.
4. Eliminasi
Pasien memiliki keterbatasan dalam mendapatkan jamban atau kamar kecil,
duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi pakaian untuk toileting,
membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram toilet atau
kamar kecil.
Menurut Depkes (2000) dalam Markhiyah (2012), tanda dan gejala pada
pasien Self Care Deficit adalah :
1. Fisik
1) Badan bau, pakaian kotor
2) Rambut dan kulit kotor
3) Kuku panjang dan kotor
4) Gigi kotor disertai mulut bau
5) penampilan
2. Psikologis
1) Malas, tidak ada inisiatif
2) Menarik diri, isolasi diri
3) Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina
3. Sosial
1) Interaksi kurang
2) Kegiatan kurang
3) Tidak mampu berperilaku sesuai norma
Keterbatasan perawatan diri diatas biasanya diakibatkan karena stressor yang
cukup berat dan sulit ditangani oleh pasien (pasien bisa mengalami harga diri rendah),
21
sehingga dirinya tidak mampu mengurus atau merawat dirinya sendiri baik dalam hal
mandi, berpakian, berhias, makan, maupun BAB dan BAK.
2.3.4 Penyebab Self Care Deficit
Menurut (Tarwoto, 2009) penyebab Self Care Deficit yaitu :
1. Faktor Predisposisi
1) Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan pasien sehingga
perkembangan inisiatif pasien terganggu.
2) Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
3) Kemampuan realitas turun
Pasien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
dan menyebabkan ketidakpedulian dirinya san lingkungan termasuk
perawatan diri.
4) Sosial
Gangguan ini diakibatkan karena kurangnya dukungan dan latihan
kemampuan perawatan diri pada lingkungannya. Situasi lingkungan
mempengaruhi latian kemampuan dalam perawatan diri.
2. Faktor Presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi self care deficit adalah kurang penurunan
motivasi, kerusakan kognisi, afektif dan psikomotor sehingga menyebabkan
individu kurang mampu dalam melakukan perawatan diri.
22
2.3.5 Jenis-jenis Self Care Deficit
Menurut (Nanda-I, 2012) dalam Markhiyah (2014), jenis Self Care Deficit dibagi
menjadi :
1. Self Care Deficit, Mandi
Adanya hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
mandi/berattivitas perawatan diri untuk diri sendiri.
2. Self Care Deficit, Berpakaian
Adanya hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
berpakaian dan berias untuk diri sendiri.
3. Self Care Deficit, Makan
Adanya hambatan kemampuan untuk melakukan dan menyelesaikan aktivitas
sendiri.
4. Self Care Deficit, Eliminasi
Adanya hambatan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas eliminasi
sendiri.
Jenis-jenis Self Care Deficit menurut AH. Yusuf (2015) yaitu meliputi :
1. Kebersihan Diri
Tidak ada keinginan untuk mandi secara teratur, pakaian kotor, bau badan,
bau napas, dan penampilan tidak rapi.
2. Berdandan atau berhias
Kurangnya minat dalam memilih pakaian yang sesuai, tidak menyisir rambut,
atau mencukur kumis.
23
3. Makan
Mengalami kesukaran dalam mengambil, ketidakmampuan membawa
makanan dari piring ke mulut, dan makan hanya beberapa suap makanan dari
piring.
4. Toileting
Ketidakmampuan atau tidak adanya keinginan untuk melakukan defekasi atau
berkemih tanpa bantuan.
2.3.6 Dampak dari Self Care Deficit
Menurut (Mukhripah, 2012) dampak dari Self Care Deficit yaitu meliputi :
1. Dampak Fisik
Dampak yang sering dialami seseorang yang tidak melakukan perawatan diri
secara benar salah satunya adalah terjadinya gangguan fisik seperti : gangguan
integritas kulit, gangguan membrane mukosa mulut, infeksi pada mata dan
telinga, gangguan fisik pada kuku.
2. Dampak Psikososial
Adanya masalah yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan
rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mecintai, kebutuhan harga diri,
akutualisasi diri dan gangguan infeksi sosial.
2.3.7 Penilaian Self Care Deficit
Penilaian pada self care deficit peneliti menggunakan alat ukur berupa kuisioner
dengan berskala Guttman. Skala Guttman yaitu merupakan skala yang menginginkan
tipe jawaban tegas terhadap masalah yang sedang diteliti, dan hanya ada dua interval,
yaitu setuju dan tidak setuju. Skala ini dibuat dalam bentuk pilihan ganda maupun
checklist. Jawaban dari responden dibuat dengan skor tertinggi “satu” dan skor
terendah yaitu “nol”.
24
Kelebihan penilaian dengan menggunakan Skala Guttman ini yaitu baik untuk
meyakinkan hasil penelitian mengenai kesatuan dimensi sikap atau sifat yang sedang
di teliti (Usman, 2011). Pada penelitian ini peneliti mengkategorikan pada Skor 0-6
yaitu dikategorikan sebagai Self Care Deficit buruk, Skor 7-13, dikategorikan sebagai
Self Care Deficit sedang dan Skor 14-21, dikategorikan sebagai Self Care Deficit baik.
2.3.8 Teori Perubahan Perilaku
Menurut (Maulana, 2009) agar sesuai harapan perilaku seseorang dapat
dirubah dengan berbagai tahap yaitu sebagai berikut :
1. Conditioning (pembiasaan)
Berdasarkan teori belajar conditioning yang dikemukakan oleh beberapa ahli
seperti skinner dan pavion, bahwa untuk pembentukan perilaku perlu
dilakukan dengan cara :
1) Langkah pertama yaitu dengan cara melakukan pengenalan terhadap
sesuatu sebagai penguat, diantaranya hadiah atau reward.
2) Langkah kedua yaitu melakukan analisis untuk mengidentifikasi bagian-
bagian kecil dalam pembentukan suatu perilaku sesuai apa yang
diinginkan, kemudian disusun dalam urutan yang tepat agar sesuai
dengan apa yang diharapkan.
3) Langkah ketiga yaitu menggunakan bagian-bagian kecil dari perilaku,
yaitu :
a. Menyusun secara urut bagian dari perilaku sesuai tujuan utama.
b. Memberikan hadiah untuk masing-masing bagian.
c. Membentuk perilaku sesuai dengan apa yang telah disusun.
d. Jika bagian perilaku pertama telah dilakukan, hadiah akan diberikan
sehingga tindakan akan sering dilakukan dan akhirnya perilaku kedua
25
dan seterusnya akan terbentuk sesuai dengan perilaku yang
diharapkan.
2. Insight (pengertian)
Menurut Kohler tokoh psikologi Gestalt hal yang terpenting dalam belajar
adalah Insight atau pengertian. Sebagai contoh “pasien gangguan jiwa
diberikan pengertian bahwa pasien setiap hari harus mandi agar badan bersih,
nyaman, sehat dan tidak mengganggu kenyamanan orang lain”.
3. Role Model
Menurut Bandura berdasarkan Teori Belajar Social (Social Learning Theory)
pada dasarnya pembentukan perilaku dapat dilakukan dengan menggunakan
contoh atau model. Disini perawat sebagai contoh bagaimana cara melakukan
ADL yang benar.
2.4 Activity Daily Living
2.4.1 Pengertian Activity Daily Living
Activity Daily Living (ADL) adalah aktivitas sehari-hari yang dilakukan
seseorang dalam setiap harinya. Aktivitas ini mencakup makan, berpakaian, eliminasi,
mandi, menyikat gigi dan berdandan/berhias dengan tujuan untuk memenuhi
perannya sebagai pribadi dalam keluarga dan masyarakat (Potter & Perry, 2005).
Activity Daily Living adalah kemampuan seseorang dalam mengurus atau
merawat dirinya sendiri (Self Care) yang dimulai dari bangun tidur, berpakaian, ke
kamar mandi, dan seterusnya (Mubarak, 2009).
2.4.2 Macam-macam Activity Daily Living
Macam-macam Activity Daily Living menurut (Tamher, 2009) dibagi dalam tiga
kategori yaitu:
26
1. Aktivitas Dasar Sehari-hari (ADL/Basic Activity of Daily Living)
ADL merupakan ketrampilan dasar yang harus dimiliki seseorang untuk
merawat dirinya sendiri. Aktivitas sehari-hari terdiri dari Beberapa kegiatan,
yaitu:
1) Mandi
Mandi meliputi kemampuan untuk menggosok atau membersihkan
sendiri seluruh bagian tubuhnya baik mandi dengan pancuran (shower)
atau masuk dan keluar bath tub.
2) Berpakaian
Berpakaian meliputi kemampuan klien untuk mengambil pakaian sendiri
dari dalam lemari atau laci, mengenakan baju sendiri, dan memasang
kancing atau resleting
3) Toileting
Toileting meliputi keluar masuk toilet, beranjak dari kloset, merapikan
pakaian sendiri, dan membersihkan organ ekskresi.
4) Makan
Makan meliputi menyuap makanan, dan mengambil makanan dari piring.
Kegiatan mengiris daging, dan menyiapkan hidangan tidak termasuk
dalam kemampuan makan ini.
2. Aktivitas Instrumental (IADL/Instrumental Activity of Daily Living)
IADL yaitu aktivitas yang lebih kompleks yang mendasar bagi situasi
kehidupan dalam bersosialisasi, yaitu meliputi seperti belanja, memasak,
pekerjaan rumah tangga, mencuci, telepon, menggunakan transportasi,
mampu menggunakan obat dengan benar, serta manajemen keuangan.
27
3. Aktivitas Tingkat Tinggi (AADL/Advanced Activity of Daily Living)
AADL terdiri dari aktivitas yang menggambarkan peran seseorang dalam
kehidupan sosial, keluarga, dan masyarakat termasuk kegiatan okupasional
dan rekreasional.
2.4.3 Faktor-Faktor Activity Daily Living
Faktor-faktor Activity Daily Living menurut (Mubarak, 2007) yaitu meliputi :
1. Pertumbuhan dan Perkembangan
Usia serta perkembangan sistem muskuloskeletal dan persarafan akan
berpengaruh terhadap postur, proporsi tubuh, massa tubuh, pergerakan, serta
refleks tubuh seseorang.
2. Kesehatan Fisik
Gangguan pada sistem musculoskeletal atau persarafan dapat menimbulkan
dampak negatif pada pergerakan tubuh. Adanya trauma, penyakit atau
kecacatan yang dapat menganggu pergerakan pada struktur tubuh.
3. Status Mental
Gangguan mental seperti depresi, perasaan tertekan, cemas, atau stress dapat
mempengaruhi seseorang dalam melakukan suatu kegiatan.Seseorang yang
mengalami depresi cenderung tidak antusias dalam mengikuti kegiatan
tertentu bahkan termasuk perawatan hygiene.
4. Gaya Hidup
Seseorang dengan pola hidup yang sehat atau kebiasaan makan yang baik
kemungkinan tidak akan mengalami hambatan dalam pergerakan.
5. Sikap dan Nilai Personal
28
Nilai-nilai yang tertanam dalam keluarga dapat mempengaruhi aktivitas yang
dilakukan oleh seseorang.
6. Nutrisi
Nutrisi berguna bagi organ tubuh untuk mempertahankan status kesehatan.
Konsumsi nutrisi yang kurang dapat menyebabkan kelemahan otot sehingga
terjadi penurunan aktivitas. Sedangkan konsumsi nutrisi yang berlebih dapat
menyebabkan terbatasnya pergerakan tubuh sehingga seseorang menjadi
mudah lelah.
7. Faktor Sosial
Seseorang dengan tingkat kesibukan yang tinggi secara tidak langsung akan
sering melakukan aktivitas, sebaliknya seseorang yang jarang berinteraksi
dengan lingkungan sekitar akan lebih sedikit aktivitas yang dilakukannya.
2.4.4 Metode Pelaksanaan Activity Daily Living
Asuhan keperawatan pada pasien Self Care Deficit dibagi 3 tahap yaitu : pada
tahap 1 yaitu dilakukan Conditioning (pembiasaan). Pada tahap ini akan dilakukan
selama 18 hari, pada hari pertama akan melakukan perkenalan diri, kontrak waktu,
edukasi, memberikan informed consent, memberikan pre test, memberikan dan
menjelaskan bagaimana cara menggunakan buku saku dan mengajari bagaimana
melakukan cara mandi secara benar. Pada hari kedua dan ketiga akan dilakukan
review bagaimana cara melakukan cara mandi secara benar. Pada hari keempat
sampai keenam akan dijelaskan bagaimana cara melakukan cara berdandan/berhias
secara benar. Pada hari ketujuh sampai kesembilanakan dijelaskan bagaimana cara
melakukan makan secara benar. Pada hari kesepuluh sampai keduabelas akan
dijelaskan bagaimana cara melakukan toileting secara benar. Pada tahap kedua
akandilakukan Insight (pengertian). Tahap ini pasien akan akan diberikan pengertian
29
tentang apa definisi, penyebab, tanda dan gejala, kerugian dari self care deficit, dan
manfaat dari melakukan activity daily living secara benar melalui penyuluhan. Pada
tahap ketiga yaitu Role Model, disini peneliti memberikan contoh bagaimana cara
melakukan Activity Daily Living secara benar. Pada hari ke limabelas penelitiakan
mencontohkan langsung cara melakukan mandi dan berdandan/berhias dengan
benar dan pada hari ke enambelas pasien akan mencoba cara melakukan mandi dan
berdandan/berhias dengan benar. Pada hari ketujuhbelas penelitiakan mencontohkan
langsung bagaimana cara melakukan makan dan toileting dengan benar. Pada hari ke
delapanbelas pasien akan mencoba bagaimana cara melakukan makan dan toileting
secara benar serta peneliti akan dilakukan post test.