11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Definisi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥140
mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg
(Udjianti, 2010). JNC (Joint National Commitee On
Prevention, Detection, Evaluation, And Treatment Of
High Blood Pressure) mendefinisikan sebagai tekanan
yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan
sesuai derajat keparahannya (Doengoes, 2005). Menurut
WHO, batasan tekanan darah yang masih dianggap
normal adalah 140/90 mmHg, sedangkan tekanan darah
≥160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Dari
ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hipertensi
adalah peningkatan tekanan darah yang abnormal
dengan tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan
diastolik lebih dari 90 mmHg.
12
Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Darah sesuai International Society of Hypertension (ISH) For Recently Updated WHO, tahun 2003 (Sumber : Linda Brookes, 2004).
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Optimal < 120 < 80
Normal <130 < 85
Normal Tinggi/PraHipertensi
130 – 139 85 – 89
Hipertensi Derajat I 140 – 159 90 – 99
Hipertensi Derajat II 160 – 179 100 – 109
Hipertensi Derajat III ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sering ditemukan pada usia lanjut.
Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang
mengalami kenaikan tekanan darah. Hal ini dikarenakan
arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku,
maka pembuluh arteri tidak dapat mengembang pada
saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut.
Darah pada setiap denyut jantung terpaksa melalui
pembuluh darah yang sempit dan menyebabkan naiknya
tekanan darah pada usia lanjut. Dinding arteri menebal
dan kaku karena proses arteriosklerosis.Tekanan sistolik
terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan
diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun,
kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan
menurun drastis (Whiteley, 2004).
Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskular yang
paling sering terjadi, hipertensi yang berkepanjangan
dapat merusak pembuluh-pembuluh darah dalam ginjal,
13
jantung, dan otak, serta dapat meningkatkan insiden
gagal ginjal dan penyakit jantung koroner. Hipertensi
yang tidak terkontrol akan menyebabkan kerusakan
organ tubuh seperti otak, ginjal, mata dan jantung serta
kelumpuhan anggota gerak. Namun kerusakan yang
paling sering adalah gagal jantung dan stroke serta gagal
ginjal (Lubis, 2008).
Diperlukan upaya penurunan tekanan darah
dengan terapi farmakologis untuk dapat mencegah
kerusakan/komplikasi pada pembuluh-pembuluh darah
dan menurunkan tingkat morbiditas dan mortalitas
(Benowitz, 2004). Hipertensi merupakan masalah
kesehatan yang cukup dominan di negara–Negara
berkembang. Hipertensi telah menjadi penyakit yang
menakutkan bagi masyarakat (Rahayu, 2000).
2.1.2. Gejala dan Penyebab Hipertensi
Gejala hipertensi tergantung tekanan darah,
lamanya hipertensi diderita dan komplikasi yang telah
terjadi (Ganong, 2000). Biasanya penderita merasakan
antara lain tengkuk terasa pegal dan tidak nyaman, detak
jantung sangat cepat dan berdebar,telinga berdengung
dan vertigo. Namun sebagian besar penderita hipertensi
merasakan nyeri dikepala, hingga penglihatan kabur.
14
Penyebab hipertensi primer tidak diketahui
meskipun telah banyak penyebab yang dapat di
identifikasikan. Penyebab terbesar (95%) hipertensi
adalah hipertensi esensial, yaitu kombinasi antara faktor
genetik dan lingkungan. Sementara hipertensi sekunder
dan disfungsi ginjal, sangat jarang terjadi (Adi, 2008).
Penyakit hipertensi terkait banyak faktor aterosklerosis,
meningkatnya pemasukan sodium, baroreseptor, renin
secretion, renal excretion dari sodium dan air dan faktor
genetik dan lingkungan.
Hal tersebut di atas, menyebabkan volume cairan
intravaskuler meningkat dan juga meningkatnya
resistensi peripheral. Telah jelas bahwa aterosklerosis
dan hipertensi saling terkait. Hipertensi akan semakin
meningkatkan pembentukan plaque pada vasa darah,
dan akibatnya menyebabkan semakin meningkatnya
tekanan darah. Dalam beberapa kasus, adanya
aterosklerosis arteri dan meningkatnya resistensi
peripheral, akan menyebabkan meningkatnya hipertensi
(Cowin, 2001).
Hipertensi bisa menimbulkan komplikasi seperti
kerusakan pada otak dan jantung, penyakit diabetes
mellitus, hiperfungsi kelenjar tiroid, meningkatnya
15
rematik, asam urat, dan kolesterol, serta gangguan ginjal
(Adi, 2008).
2.1.3. Patofisiologis Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi terjadi karena
adanya gangguan dalam sistem peredaran darah.
Gangguan tersebut dapat berupa gangguan sirkulasi
darah, gangguan keseimbangan cairan dalam pembuluh
darahatau komponen dalam darah yang tidak normal.
Gangguan tersebut menyebabkan darah tidak dapat
disalurkan ke seluruh tubuh dengan lancar.Untuk itu,
diperlukan pemompaan yang lebih keras dari jantung.
Hal ini akan berdampak pada meningkatnya tekanan
dalam pembuluh darah atau disebut hipertensi (Price dan
Wilson, 2006)
Tekanan darah adalah fungsi berulang-ulang dari
cardiac output karena adanya resistensi periferal
(resistensi dalam pembuluh darah untuk mengalirkan
darah). Diameter pembuluh darah ini sangat
mempengaruhi aliran darah. Jika diameter menurun
misalnya pada aterosklerosis, resistensi dan tekanan
darah meningkat. Jika diameter meningkat misalnya
dengan adanya terapi obat vasodilator, resistensi dan
tekanan darah menurun.
16
Ada dua mekanisme yang mengontrol homeostatik
dari tekanan darah, yaitu:
1. Short term control (sistem saraf simpatik).
Mekanisme ini sebagai respon terhadap penurunan
tekanan, sistem saraf simpatetik mensekresikan
norepinephrine yang merupakan suatu
vasoconstrictor yang akan bekerja pada arteri kecil
dan arteriola untuk meningkatkanresistensi
peripheral sehingga tekanan darah meningkat.
2. Long term control (ginjal).
Ginjal mengatur tekanan darah dengan cara
mengontrol volume cairan ekstraseluler dan
mensekresikan renin yang akan mengaktivasi
sistem renin dan angiotensin (Price dan Wilson,
2006)
17
Bagan 2.1.3 Patofisiologis Hipertensi
Sumber: Price dan Wilson (2006)
2.1.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Hipertensi
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
hipertensi dibagi dalam dua kelompok besar yaitu pertama
faktor yang melekat atau tidak dapat diubah seperti jenis
kelamin, umur, etnis dan genetik. Sedangkan yang kedua
adalah faktor yang dapat diubah seperti pola makan,
kebiasaan olah raga, stress, alkoholik dan merokok.
18
Terjadinya hipertensi perlu peran faktor-faktor risiko
tersebut secara bersama-sama (common underlying risk
factor).
1. Umur
Faktor ini tidak bisa dikendalikan. Penelitian
menunjukkan bahwa seraya usia seseorang
bertambah, tekanan darah pun akan meningkat (Andra,
2007). bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi
lebih besar sehingga prevalensi dikalangan usia lanjut
cukup tinggi yaitu sekitar 40% dengan kematian sekitar
50% diatas umur 60 tahun (Nurkhalida, 2003)
Penyakit tidak menular tertentu seperti penyakit
kardiovaskular, diabetes mellitus, dan lain-lain erat
kaitannya dengan umur. Semakin tua seseorang maka
semakin besar risiko terserang penyakit tersebut
(Gunawan, 2005). Umur lebih dari 40 tahun mempunyai
risiko terkena hipertensi dan penyakit DM. Dengan
bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih
besar sehingga prevalensi dikalangan usia lanjut cukup
tinggi yaitu sekitar 40% dengan kematian sekitar 50%
diatas umur 60 tahun (Nurkhalida, 2003). Dalam hal ini
arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan serta
tekanan darah meningkat seiring dengan
19
bertambahnya usia. Peningkatan kasus hipertensi akan
berkembang pada umur limapuluhan dan enampuluhan
(Price dan Wilson, 2006). Dengan bertambahnya umur,
dapat meningkatkan risiko hipertensi. Hipertensi bisa
terjadi pada segala usia, namun paling sering dijumpai
pada usia 35 tahun atau lebih. Sebenarnya biasa saja
bila tekanan darah kita sedikit meningkat dengan
bertambahnya umur. Ini sering disebabkan oleh
perubahan alami pada jantung, pembuluh darah dan
hormon. Hanya saja bila perubahan ini disertai faktor-
faktor lain maka bisa memicu terjadinya hipertensi
(Mansjoer, 2001).
2. Jenis Kelamin
Faktor jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya
penyakit tidak menular tertentu, yang banyak
dicetuskan oleh hipertensi dimana pria lebih banyak 30
menderita hipertensi dibandingkan wanita dengan rasio
sekitar 2,29 mmHg untuk peningkatan darah sistolik
(Gunawan, 2005). Sedangkan menurut Arif Mansjoer
pria dan wanita menapouse berpengaruh terhadap
terjadinya hipertensi. Penelitian lain mengatakan bahwa
laki-laki dan perempuan mempunyai peluang yang
relatif sama menderita hipertensi (Mansjoer, 2001).
20
3. Merokok
Faktor berikutnya merokok dapat merusak dinding
pembuluh darah dan mempercepat proses pengerasan
pembuluh darah arteri. Penelitian terhadap lansia di
poliklinik geriatri RSCM menunjukkan adanya
hubungan yang bermakna antara merokok dengan
hipertensi. Lansia yang hipertensi lebih banyak
didapatkan dengan kebiasaan merokok yakni sebesar
84,4% dibandingkan dengan yang tidak merokok yakni
sebesar 60,9%. Sedangkan minuman berakohol dapat
meningkatkan tekanan darah. Alkohol mengandung
kalori sehingga dapat mengganggu program diet yang
telah diatur jumlah kalorinya perhari (Sanusi, 2002).
4. Konsumsi Alkohol
Alkohol dapat menaikkan tekanan darah,
memperlemah jantung, mengentalkan darah dan
menyebabkan kejang arteri (Susanto, 2010). Beberapa
studi menunjukkan hubungan langsung antara tekanan
darah dan asupan alkohol, diantaranya melaporkan
bahwa efek terhadap tekanan darah baru nampak
apabila mengkonsumsi alkohol sekitar dua sampai tiga
gelas ukuran standar setiap harinya. Di negara barat
seperti Amerika, konsumsi alkohol yang berlebihan
21
berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi. Sekitar
10% hipertensi di Amerika disebabkan oleh asupan
alkohol yang berlebihan dikalangan pria usia 40 tahun
keatas (Depkes, 2006). Konsumsi alkohol seharusnya
kurang dari dua kali per hari pada laki-laki untuk
pencegahan peningkatan tekanan darah. Bagi
perempuan dan orang yang memiliki berat badan
berlebih, direkomendasikan tidak lebih dari 1 kali
minum per hari (Krummel, 2004).
5. Konsumsi Buah dan Sayur
Mengkonsumsi buah dan sayur satiap hari sangat
penting, karena mengandung vitamin dan mineral, yang
mengatur pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh serta
mengandung serat yang tinggi (Depkes, 2008). Asupan
serat yang cukup dapat menetralisir kenaikan kadar
lemak darah (kolesterol, trigliserid, LDL, HDL) dapat
mengangkut asam empedu, selain itu, serat juga dapat
mengatur kadar gula darah dan menurunkan tekanan
darah (Susanto, 2010) dan (Iqbal, 2008). Menurut
Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Ahmad
Dimyati, tingkat konsumsi sayur dan buah masyarakat
Indonesia saat ini masih rendah. Bahkan masih jauh
dari standar konsumsi yang direkomendasikan oleh
22
Food and Agriculture Organization (FAO) (Pikiran
Rakyat, 2010). Selain faktor budaya, rendahnya
konsumsi sayuran dikarenakan belum munculnya
kesadaran yang masif di masyarakat untuk
mengkonsumsi sayuran agar menyehatkan tubuh.
Menu utama masih didominasi nasi (Kompas, 2011).
6. Konsumsi Lemak
Bila mengkonsumsi makanan berlemak, maka didalam
usus makanan tersebut akan diubah menjadi kolesterol.
Kolesterol yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya
ateroklerosis yaitu suatu kondisi dimana kolesterol
menumpuk di dinding pembuluh darah arteri.
Pembentukan ateroklerosis diawali dengan rusaknya
pembuluh darah. Setelah pembuluh darah rusak, maka
kolesterol yang dibawa LDL terperangkap pada dinding
pembuluh darah tersebut dalam waktu bertahun-tahun
Maka terjadilah pembentukan plak sehingga pembuluh
darah makin sempit dan elastisitasnya berkurang
(Cahyono, 2008).
Kandungan lemak yang dapat mengganggu kesehatan
jika jumlahnya berlebih lainnya adalah: kolesterol,
trigliserida, low density lipoprotein (LDL) (Almatsier,
2006). Secara umum, asam lemak jenuh cenderung
23
meningkatkan kolesterol darah, 25-60% lemak yang
berasal dari hewani dan produknya merupakan asam
lemak jenuh. Setiap peningkatan 1% energi dari asam
lemak jenuh, diperkirakan akan meningkatkan 2.7
mg/dL kolesterol darah, akan tetapi hal ini tidak terjadi
pada semua orang. Lemak jenuh terutama berasal dari
minyak kelapa, santan dan semua minyak lain seperti
minyak jagung, minyak kedelai yang mendapat
pemanasan tinggi atau dipanaskan berulang-ulang.
Kelebihan lemak jenuh akan menyebabkan
peningkatan kadar LDL kolesterol. Sedangkan lemak
tidak jenuh, meskipun mengkonsumsinya kadar
kolesterol tidak meningkat dan tetap stabil (Almatsier,
2006).
Berikut ini merupakan contoh bahan-bahan makanan
yang mengandung lemak sedang sampai lemak yang
cukup tinggi antara lain meliputi: ayam dengan kulit,
bebek, corned beef, daging babi, kuning telur ayam,
sosis, bakso, daging kambing, daging sapi, hati ayam,
hati sapi, otak, telur ayam, telur bebek, usus sapi, susu
kerbau, susu kental manis, sarden dalam kaleng,
kelapa, lemak babi/sapi, mentega, minyak kelapa,
santan (Almatsier, 2006). Penelitian Hasirungan (2002)
24
didapatkan hubungan yang tidak bermakna antara
konsumsi lemak dengan hipertensi. Namun, hasil
penelitian Sugihartono (2007) diketahui sering
mengkonsumsi lemak jenuh mempunyai risiko untuk
terserang hipertensi sebasar 7,72 kali dibandingkan
orang yang tidak biasa mengkonsumsi lemak jenuh.
7. Olahraga
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan
penyakit tidak menular, karena olahraga yang teratur
dapat menurunkan tahanan perifer yang akan
menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan
melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa apabila
jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih berat
karena adanya kondisi tertentu (Suryono, 2001).
Olahraga juga dikaitkan dengan peran obesitas pada
hipertensi. Kurang melakukan olahraga akan
meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas dan jika
asupan natrium juga bertambah akan memudahkan
timbulnya hipertensi (Sheps, 2005).
Selama 10 tahun terakhir, jumlah penderita hipertensi
di rumah sakit Semarang meningkat lebih dari 10 kali
lipat (Sunarta Ann, 2005). Satu dari lima pria berusia
antara 35-44 tahun memiliki tekanan darah yang
25
tinggi.Angka prevalensi tersebut menjadi dua kali lipat
pada usia antara 45-54 tahun. Separuh dari mereka
yang berusia 55-64 tahun mengidap penyakit ini. Pada
usia 65-74 tahun, prevalensi menjadi lebih tinggi lagi,
sekitar 60%.
Hal ini dikarenakan pada usia lanjut kelenturan arteri
berkurang dan terjadi kekakuan dinding arteri akibat
arteriosklerosis sehingga terjadi peningkatan tekanan
darah. Sampai usia 55 tahun pria beresiko lebih tinggi
dibandingkan wanita. Tetapi diatas usia tersebut, justru
wanita (setelah mengalami menopouse) yang
berpeluang lebih besar.
Fenomena ini disebabkan karena perubahan gaya
hidup masyarakat secara global, seperti semakin
mudahnya mendapatkan makanan siap saji. Demikian
juga konsumsi sayuran segar dan serat yang berkurang
serta konsumsi natrium, lemak, gula, dan kalori yang
terus meningkat. Hal ini berperan besar dalam
meningkatkan angka kejadian hipertensi.Makanan yang
dimakan, secara langsung atau tidak langsung
berpengaruh terhadap kestabilan tekanan darah.
Kandungan zat gizi seperti lemak dan sodium memiliki
kaitan yang erat dengan munculnya hipertensi.
26
8. Stress
Selain itu, faktor stress juga berpengaruh pada
kenaikan tekanan darah secara bertahap karena dapat
meningkatkan aktivitas saraf simpatis. Stres tinggi
berpeluang 3,89 kali dan stres sedang berpeluang 2,99
kali terhadap hipertensi dibandingkan dengan stres
rendah (Depkes, 2006).
2.1.5. Penanganan Hipertensi
2.5.1. Terapi Farmakologis
Diuretik
Diuretik menurunkan tekanan darah terutama
dengan cara mendeplesi simpanan natrium tubuh.
Awalnya, diuretik menurunkan tekanan darah
dengan menurunkan volume darah dan curah
jantung, sehingga tahanan perifer menurun. Setelah
6-8 minggu, curah jantung kembali normal karena
tahanan vaskular perifer menurun
Natrium dapat menyebabkan naiknya
tahanan vaskular dengan meningkatkan kekakuan
pembuluh darah dan reaktivitas saraf yang diduga
berkaitan dengan terjadinya peningkatan pertukaran
natrium-kalsium dengan hasil akhir peningkatan
kalsium intraseluler. Efek tersebut dapat dikurangi
27
dengan pemberian diuretik dan pengurangan
natrium.
Contoh obat diuretik yang sering digunakan
untuk menurunkan hipertensi adalah:
spironolactone, furosemide dan hydrochlorothiazide
(thiazide) yang mempunyai efek cukup kuat sebagai
diuretik dan efektif untuk menurunkan tekanan
darah dalam dosis yang rendah (Benowitz, 2004).
Obat Simpatoplegik
Obat ini empunyai mekanisme kerja
menurunkan tekanan darah dengan cara
menurunkan inotropik jantung dan menurunkan
tahanan perifer dan meningkatkan pengumpulan
darah didalam pembuluh darah. Dua efek terakhir
ini menyebabkan penurunan curah jantung. Contoh
obat golongan ini adalah: Methyldopa dan Clonidine
(Benowitz, 2004).
Obat Vasodilator Langsung
Semua vasodilator yang digunakan untuk
hipertensi merelaksasi otot polos arteriol, sehingga
dapat menurunkan tahanan vaskular sistemik.
Penurunan tahanan arteri dan rata-rata penurunan
tekanan darah arteri, menimbulkan respon
28
kompensasi, yang dilakukan oleh baroreseptor dan
sistem saraf simpatis, seperti halnya renin
angiotensin dan aldosteron. Respon-respon
kompensasi tersebut melawan efek anti hipertensi
vasodilator. Vasodilator bekerja dengan baik
apabila dikombinasikan dengan obat anti hipertensi
lain yang melawan respon kompensasi
kardiovaskular. Contoh obat–obat vasodilator
adalah; Hydralazine dan Minoxidil (Benowitz, 2004).
Obat yang menyekat produksi/efek
angiotensin renin bekerja terhadap angiotensin
untuk melepaskan angiotensin I dekapeptida yang
tidak aktif. Angiotensin I kemudian dikonversi,
terutama oleh enzim pengubah angiotensin
endothelial (endothelial angiotensin-converting
enzyme/ACE),menjadi oktapeptida angiotensin II
vasokonstriktor arterial, yang akan dikonversi
menjadi angiotensin III didalam kelenjar adrenal.
Angiotensin II mempunyai aktifitas vasokonsriktor
dan retensi natrium. Angiotensin II dan III
menstimulasi rilis aldosteron. Aldosteron akan
dikonversi menjadi angiotensin lll sehingga
menurunkan tekanan darah. Contoh obat golongan
29
ini adalah ; Captopril, Enalapril dan Lisinopril
(Benowitz, 2004).
Terapi Non Farmakologis
Langkah awal dalam mengobati hipertensi
dapat dilakukan secara non farmakologis.
Pelaksaanaan diet yang teratur dapat menormalkan
hipertensi, yaitu dengan mengurangi makanan
dengan tinggi natrium, makanan yang berlemak,
mengonsumsi makanan yang tinggi serat dan
melakukan aktivitas olah raga (Julianti, 2005).
Pembatasan asupan natrium dapat
merupakan pengobatan efektif bagi banyak pasien
dengan hipertensi ringan. Diet rata-rata orang
Amerika mengandung sekitar 200 mg natrium
setiap harinya. Diet yang dianjurkan untuk
pengobatan hipertensi adalah 70-100 mg natrium
setiap harinya. Hal ini dapat dicapai dengan tidak
memberi natrium pada makanan selama atau
sesudah memasak dan menghindari makanan yang
diawetkan dengan kandungan natrium besar.
Kepatuhan dalam pembatasan natrium dapat
ditentukan dengan mengukur ekskresi natrium urine
setiap 24 jam. Pengukuran ini dapat memperkirakan
30
masukan natrium sebelum dan sesudah petunjuk
untuk melakukan diet. Diet yang kaya buah dan
sayuran dengan sedikit produk rendah lemak efektif
dapat menurunkan tekanan darah. Hal ini diduga
berkaitan dengan tinggi kalium dan kalsium pada
diet tersebut.
Pengurangan berat badan, walaupun tanpa
pembatasan natrium, telah terbukti dapat
menormalkan tekanan darah sampai dengan 75%
pada pasien kelebihan berat dengan hipertensi
ringan hingga sedang. Olah raga teratur juga telah
terbukti dapat menurunkan tekanan darah pada
pasien hipertensi. Jika kurang berolah raga akan
cenderung meningkatkan resiko penyempitan atau
penyumbatan di pembuluh darah (Benowitz, 2004).
2.2. HIPOTESA
HO : Tidak ada faktor-faktor yang mempengaruhi
hipertensi pada lansia di desa Pingit, Kecamatan
Pringsurat, Kabupaten Temanggung.
H1 : Ada faktor-faktor yang mempengaruhi hipertensi
pada lansia di desa Pingit, Kecamatan Pringsurat,
Kabupaten Temanggung.
31
2.3. KERANGKA KONSEPTUAL
VARIABEL BEBAS Faktor tidak dapat dimodifikasi: 1. Umur 2. Jenis kelamin
Faktor dapat dimodifikasi: 3. Merokok 4. Konsumsi Alkohol 5. Konsumsi Buah dan Sayur 6. Konsumsi Lemak 7. Olahraga 8. Stress
VARIABEL
TERIKAT
Hipertensi