11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Orlando
2.1.1. Pengertian Teori Orlando
Menurut Orlando, keperawatan bersifat unik dan independent karena
berhubungan langsung dengan kebutuhan pasien yang harus dibantu, nyata atau
potensial serta pada situasi langsung. Teori Orlando berfokus pada pasien sebagai
individu, artinya masing masing orang berada pada situasi yang berbeda. Orlando
mendefinisikan kebutuhan sebagai permintaan/kebutuhan pasien dimana bila
disuplai, dikurangi, atau menurunkan distress secara langsung atau bahkan
meningkatkan perasaan tercukupi/wellbeing. Orlando menggambarkan model
teorinya dengan lima konsep utama yaitu fungsi perawat profesional, mengenal
perilaku pasien, respon internal atau kesegeraan, disiplin proses keperawatan serta
kemajuan (Meleis & Dean, 2013).
2.1.2 Konsep Teory Orlando
Gambar 2.1 Skema Konsep Teori Dynamics Nurse-Patient Relationship yang
dikemukakan Ida Jean Orlando (Pelletier), 1926
12
Fungsi keperawatan profesional adalah mencari tahu dan memenuhi kebutuhan
mendesak pasien untuk bantuan. Menurut Orlando, menyusui responsif terhadap
individu yang menderita, atau yang mengantisipasi rasa tidak berdaya. Ini berfokus
pada proses perawatan dalam pengalaman langsung, dan berkaitan dengan
memberikan bantuan langsung kepada pasien dalam pengaturan apa pun yang mereka
temukan untuk tujuan menghindari, mengurangi, mengurangi, atau menyembuhkan
rasa ketidakberdayaan pada pasien. Teori Disiplin Proses Keperawatan memberi label
tujuan keperawatan untuk menyediakan bantuan yang dibutuhkan pasien karena
kebutuhannya harus dipenuhi. Artinya, jika pasien memiliki kebutuhan mendesak
untuk bantuan, dan perawat menemukan dan memenuhi kebutuhan itu, tujuan
keperawatan telah tercapai.
Reaksi langsungnya adalah respons internal. Pasien merasakan objek dengan
panca indranya. Persepsi ini merangsang pikiran otomatis, dan setiap pikiran
merangsang perasaan otomatis, menyebabkan pasien bertindak. Ketiga item ini adalah
tanggapan langsung pasien. Tanggapan langsung mencerminkan bagaimana perawat
mengalami partisipasinya dalam hubungan perawat-pasien.
Menyajikan perilaku adalah situasi bermasalah pasien. Melalui perilaku yang
ditunjukkan, perawat menemukan kebutuhan mendesak pasien akan bantuan. Untuk
melakukan ini, perawat harus terlebih dahulu mengenali situasi sebagai bermasalah.
Terlepas dari bagaimana perilaku penyajian muncul, itu mungkin merupakan teriakan
minta tolong dari pasien. Perilaku penyajian pasien, yang dianggap stimulus,
menyebabkan respons internal otomatis pada perawat, yang pada gilirannya
menyebabkan respons pada pasien.
Disiplin proses keperawatan adalah penyelidikan kebutuhan pasien. Pengamatan
apa pun yang dibagikan dan dieksplorasi dengan pasien akan segera berguna dalam
memastikan dan memenuhi kebutuhannya, atau mengetahui bahwa ia tidak memiliki
kebutuhan pada saat itu. Perawat tidak dapat mengasumsikan bahwa setiap aspek dari
reaksinya terhadap pasien benar, membantu, atau sesuai sampai dia memeriksa
keabsahannya dengan menjelajahinya dengan pasien. Perawat memulai eksplorasi ini
untuk menentukan bagaimana pasien dipengaruhi oleh apa yang dia katakan dan
lakukan. Reaksi otomatis tidak efektif karena tindakan perawat ditentukan untuk
13
alasan lain selain makna perilaku pasien atau kebutuhan mendesak pasien akan
bantuan. Ketika perawat tidak mengeksplorasi reaksi pasien dengan dia, dapat
dipastikan bahwa komunikasi yang efektif antara perawat dan pasien berhenti.
Peningkatan adalah resolusi untuk situasi pasien. Dalam resolusi, tindakan
perawat tidak dievaluasi. Sebaliknya, hasil dari tindakannya dievaluasi untuk
menentukan apakah tindakannya berfungsi untuk membantu pasien
mengomunikasikan kebutuhannya akan bantuan dan bagaimana hal itu dipenuhi.
Dalam setiap kontak, perawat mengulangi proses belajar bagaimana dia dapat
membantu pasien. Individualitas perawat sendiri, seperti halnya pasien, membutuhkan
melalui ini setiap kali perawat dipanggil untuk memberikan layanan kepada mereka
yang membutuhkannya.
2.1.3 Konsep Interaksi Perawat dan Pasien Berdasarkan Teory Orlando
Merupakan interaksi atau komunikasi yang memainkan peran penting dalam
disiplin profesional seperti keperawatan. Biasanya, membangun interaksi yang efektif
dengan pasien merupakan aspek penting dari asuhan keperawatan. Perawat, melalui
kemampuan komunikasi, dapat mengenali kebutuhan perawatan kesehatan pasien,
karena pola interaksi yang bermakna dengan pasien memungkinkan perawat bercita-
cita untuk meningkatkan pengetahuan menyeluruh tentang pasien individual dan
karakteristik pribadi mereka. hubungan perawat-pasien yang positif mencakup
beragam perilaku dalam beberapa domain praktik keperawatan dan ini merupakan
faktor penting dalam asuhan keperawatan berkualitas tinggi. Serta , meningkatkan
peran interaksi perawat menyebabkan mereka memiliki pendapat positif tentang
pekerjaan dan pasien mereka. Interaksi perawat-pasien sangat diperlukan untuk
menigkatkan pengetahuan keperawatan professional, adapun aspek interaksi perawat-
pasien yang meliputi pengaturan organisasi yang mendukung mempengaruhi
ketrlibatan emosional perawat dengan pasien, melakukan penelitian untuk
mengeksplorasi faktor-faktor yang memungkinkan perawat dalam berinteraksi secara
efektif dengan pasien, serta menyimpulkan serangkaian strategi berbasis klinik untuk
memperbaiki hubungan perawat-pasien di luar kemampun berinteraksi secara
konvensional (Fakhr-Movahedi et al., 2016).
14
Interaksi antara pasien dan perawat sangat penting dalam pengalaman
mereka dalam menerima atau memberikan perawatan. Keterampilan komunikasi
dalam interaksi ditetapkan dengan mantap sebagai syarat untuk mengembangkan
hubungan perawat-pasien dengan kualitas terapeutik. Pembentukan hubungan
perawat-pasien terapeutik dianggap penting untuk kualitas perawatan di semua
pengaturan pemberian perawatan kesehatan. Selain itu, interaksi antara pasien dan
perawat terkait dengan kepuasan pasien dan keberhasilan penyediaan layanan
kesehatan, terutama dalam hal konsultasi pimpinan perawat seperti yang terjadi di
masyarakat (Shattell M., 2008). Interaksi pasien-perawat sangat penting karena ini
adalah tentang penyajian kebutuhan oleh pasien dan respon dengan hati-hati oleh
perawat. Ini melibatkan banyak proses keterlibatan yang memanfaatkan makna dan
pemahaman individu dan sebagai sebuah perjumpaan, dapat digambarkan sebagai
pengalaman sosial dengan makna sosial dan pemahaman yang diperlukan yang
dibawa ke sana. Lebih jauh lagi, interaksi sangat penting bagi perkembangan
hubungan perawat-pasien yang dari perspektif pasien, sangat penting dalam
pengalaman mereka menjadi pasien. Dalam literatur, interaksi pasien-perawat paling
sering dikaitkan dengan konteks pemberian asuhan spesifik, seperti perawatan di
rumah sakit atau perawatan paliatif (Chatwin J, 2008).
2.1.4 Komponen dalam interaksi perawat dan pasien
Alat Interaksi Perawat-Pasien termasuk positif (yaitu, pengakuan, penegasan,
penerimaan, dan persetujuan) dan pernyataan negatif (yaitu, ekspresi penolakan,
penolakan, pengingkaran, atau larangan) kategori tindakan dan reaksi untuk perawat
dan pasien. Dalam menggunakan kategori alat interaksi perawat –pasien untuk
memeriksa interaksi antara perawat dan pasien yang menerima ventilasi mekanis dan
hubungan antara karakteristik perawat dan pola komunikasi mereka (Happ MB et al.,
2011). Komponen dalam interaksi perawat dan pasien meliputi beberapa hal berikut
yang pertama pengembangan rencana keperawatan secara individual adalah menilai
kemampuan interaksi masing-masing pasien pada awal dengan menggunakan dua
cara yang pertama perawat staf yang bekerja dengan pasien diminta untuk
menyelesikan Montreal Evalution of Communication Quistionnaire for Use in LTC (MECQ-
LTC), dan yang kedua, fasilitas SLP yang dilengkapi dengan uang saku, melengkapi
15
standar komunikasi kognitif dan penilaian persepsi untuk setiap pasien. MECQ-LTC
dirancang untuk (i) mengevaluasi frekuensi penggunaan berbagai sarana komunikasi
yang digunakan oleh pasien dan perawatnya; (ii) mengevaluasi jumlah tindakan
komunikasi yang berbeda yang disadari oleh pasien; (iii) menentukan tingkat usaha
yang dibutuhkan oleh staf perawat untuk komunikasi yang efisien dengan pasien
dalam situasi komunikasi yang beragam; dan (iv) mengidentifikasi situasi komunikasi
bermasalah. Kehadiran perawat yang berfokus pada strategi manajemen interaksi
atau komunikasi dan perilaku.
Manajemen interaksi: perawat dilatih untuk menggunakan staretegi interaksi
yang mendorong kemampuan pasien untuk berinteraksi, dan mengetahui dan
mengungkpkan kompetensi pasien, strategi interaksi yang mencakup program
pelatihan “supported Conversation for Adults with Aphasia”, pendakatan ini didasarkan
gagasan bahwa kompetensi kognitif yang tidak rusak dari individu dengan gangguan
interaksi dapat terungkap melalui keterampilan pasangan percakapan terlatih. Dalam
hal ini staf perawat, dilatih untuk mengakui kompetensi pasien dengan menggunakan
strategi seperti pembicaraan orang dewasa alami dan menunjukkan kepekaan
terhadap orang dan konteksnya. Mereka juga menunjukkan bagaimana cara
mengungkapkan kompetensi pasien dengan menggunakan strategi untuk memastikan
pasien memahami apa yang telah dikatakan dan memiliki sarana untuk merespons,
dan dengan memverifikasi bahwa proses ini telah terjadi. Teknik nonverbal yang
digunakan untuk mengenali dan mengungkapkan kompetensi meliputi gerak tubuh,
tulisan, gambar, dan penggunaan gambar dan sumber daya lainnya. Manajemen
perilaku : Komponen ini melibatkan penggunaan model praktik REAP (Relate well,
Environmental manipulation, Abilities focused care and Personhood) Model
perawatan REAP telah digunakan dalam penelitian lain dengan orang dewasa yang
lebih tua. Perawat staf diajari bahwa semua perilaku memiliki makna, sering dikaitkan
dengan patologi tapi juga kebutuhan yang tidak terpenuhi (misalnya fisik, psikologis
/ emosional, sosial, lingkungan). Pasien menunjukkan „perilaku responsive‟, artinya,
mereka merespons frustrasi seperti ketidaknyamanan, kebosanan, atau suara keras.
Perawat staf didorong untuk menggunakan model REAP untuk menentukan
kebutuhan pasien yang tidak terpenuhi dan merespons sesuai penilaian mereka
16
terhadap kebutuhan ini. Strategi ini juga tercantum dalam rencana keperawatan
interaksi.
Empat prinsip mendasari model: Kemampuan perawat untuk berhubungan
dengan baik adalah komponen dari interaksi perawat dan pasien. Perawat diajarkan
teknik mengkompensasi kelemahan pasien yang menggunukan strategi terbukti
efektif saat pasien gelisah seperti suara tenang, sentuhan lembut, dan pendekatan
tentang teori lingkungan orang memperdebatkan perlunya sinergi antara orang dan
lingkungan. Lingkungan harus dimodifikasi dan diubah untuk mengkomodasi
kebutuhan dan prefernsi orang tersebut. Kemampuan perawatan terfokus melibatkan
perawat staf yang berfokus pada kemampuan bertahan pasien. Perawat staf diberi
tahu oleh SLP tentang kemampuan komunikasi pasien dan diajarkan untuk memberi
kompensasi bila diperlukan. Kepribadian mengacu pada mengetahui orang tersebut,
menjadi akrab dengan individu, dan mendapatkan pengetahuan tentang kehidupan
seseorang. Saat memberikan perawatan kepada pasien, mengetahui apa yang menarik
perhatian mereka untuk membatasi gejala perilaku pasien (cGilton K, 2010).
2.1.5 Tujuan interaksi perawat dan pasien
Dalam konteks pelayanan keperawatn pasien, pertama-tama pasien harus
percaya bahwa perawat mampu memberikan pelayanan keperawatan dalam
mengatasi keluhannya, demikian perawat juga harus dapat dipercaya dan diandalkan
atas kemampuan yang telah dimiliki oleh perawat (Simamora, 2013). tujuan asuhan
keperawatan yang telah diterapkan dapat memberikan kepuasan profesional dalam
pelayanan keperawatan dan hubungan saling percaya dengan pasien melalui
keterampilan berinteraksi (Damaiyanti, 2012).
Tujuan interaksi perawat pasien (yang dikutip dalam Damaiyanti, 2012) adalah
membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran
serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya
pada hal yang diperlukan, mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil
tindakan yang efektif dan mempertahan egonya, memengaruhi orang lain, lingkungan
fisik, dan dirinya sendiri.
Menurut (Kartika dkk, 2018) Interaksi perawat pasien meliputi dukungan
afektif, kompetensi keperawatan dalam melakukan pemeriksaan, penyediaan
17
informasi kesehatan dan keputusan kontrol. Dukungan afektif teridri dari
memperhatikan, menghargai, tersenyum, sentuhan dan merasa aman.
Memperhatikan artinya individu dalam konteks sesuai kehidupan klien perawat harus
memperhatikan klien berdasarkan kebutuhan signifikan dari klien, menghargai adalah
suatu sikap memberi terhadap suatu nilai yang diterima oleh manusia, Sentuhan
merupakan salah satu pendekatan yang menenangkan dimana perawat dapat
mendekatkan diri dengan klien untuk memberikan perhatian dan dukungan, rasa
nyaman merupakan perawat memberi kenyamanan dengan membantu klien untuk
mencapai tujuan yang terpenting bukan memenuhi ketergantungan emosi dan
fisiknya dengan memberikan kenymanan dan dukungan emosi seringkali
memberikan kekuatan bagi pasien untuk meningkatkan kesembuhannya
Kompetensi keperawatan yang teridiri dari keahlian, penilaian dan intervesi,
layana keperawatan, meminta persetujuan, professional. Penilaian dan intervensi
merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh manajer perawat dalam mengontrol
sumber daya manusia dan produktivitas, sedangkan intervensi mengemukakan bahwa
intervensi adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana
berdasar hasil asesmen untuk mengubah keadaan seseorang, kelompok orang atau
masyarakat yang menuju kepada perbaikan atau mencegah memburuknya suatu
keadaan atau sebagai usaha, layanan keperawatan adalah upaya untuk membantu
individu baik sakit maupun sehat, dari lahir sampai meninggal dalam bentuk
peningkatan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki pasien sehingga
individutersebut secara optimal melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri,
meinta persetujuan atau informed consent merupakan suatu persetujuan yang
diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya terhadap tindakan medik invasi yang
akan dilakukan setelah mendapat penjelasan tentang tata cara, resiko, alternatif
tindakan dari dokter yang akan melakukan tindakan, Profesional adalah perawat yang
bertanggung jawab dan berwewenang memberikan pelayanan keperawatan secara
mandiri dan atau berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan
kewenagannya (Kartika dkk, 2018)
Penyediaan informasi kesehatan yang terdiri dari penjelasan, informasi, tentang
penyakit, perawatan dirumah, dan perawatan pertama. informasi adalah data yang
18
telah diklasifikasikan atau diolah atau diinterpretasikan untuk digunakan dalam
proses pengambilan keputusan, penyakit dapat diartikan sebagai sebuah keadaan
dimana terdapat gangguan terhadap bentuk ataupun fungsi salah satu bagian tubuh
yang menyebabkan tubuh menjadi tidak dapat bekerja dengan normal, Perawatan
kesehatan di rumah yang merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan adalah
suatu komponen rentang pelayanan kesehatan yang berkesinambungan dan
komprehensif diberikan kepada individu dan keluarga di tempat tinggal mereka yang
bertujuan untuk meningkatkan, mempertahankan atau memulihkan kesehatan serta
memaksimalkan tingkat kemandirian dan meminimalkan akibat dari penyakit
termasuk penyakit terminal, perawatan pertamaatau yang sering disingkat (PP) adalah
pemberian pertolongan secara segera atau secepatnya kepada pasien.
Menurt (Kartika dkk, 2018) keputusan kontrol yang teridir dari asuhan
keperawatan, keluarga, dukungan dan motivasi, keputusan, dan privasi. pemberi
asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan
kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan
keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan
diagnosa terhadap pasien, keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang
terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu
tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan, dukungan adalah
segala bentuk informasi verbal ataupun non verbal yang bersifat saran, bantuan yang
nyata maupun tingkah laku diberikan oleh sekelompok orang dekat dan akrab
dengan subjek didalam lingkungan sosialnya sedangkan motivasi dapat diartikan
sebagai dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang yang diindikasikan
dengan adanya; hasrat dan minat; dorongan dan kebutuhan, keputusan ialah suatu
hasil pemecahan masalah yang dihadapinya dengan tegas. Suatu keputusan adalah
suatu jawaban yang pasti terhadap suatu pertanyaan, privasi adalah suatu kemampuan
untuk mengontol interaksi, kemampuan untuk memperoleh pilihan atau kemampuan
untuk mencapai interaksi seperti yang diinginkan
2.1.6 Faktor-faktor interaksi perawat dan pasien
19
Interaksi perawat-pasien yang tepat dan efektif adalah aspek perawatan yang
paling penting. Pembentukan dan kelanjutan hubungan semacam itu bergantung
pada berbagai faktor seperti kondisi dan saling pengertian diantara keduanya
(Shafipour dkk, 2014). Dalam mengenai interaksi perawat dan pasien, menemukan
bahwa ketidakpuasan kerja, perawatan rutin dan kurangnya kepercayaan terhadap
perawat dari pandangan pasien merupakan hambatan utama untuk mencapai
interaksi yang efektif. Dan juga faktor lain seperti beban kerja yang berat tugas
perawat yang sulit, kelelahan perawat, sedikit waktu untuk berbicara dengan pasien,
tingkat perawat yang cepat kurangnya kesejahteraan untuk perawat dan beberapa
masalah dengan pasien seperti ingatan yang lemah dan gangguan pendengaran dan
visual dianggap sebagai penghalang interaksi perawat dengan pasien (Fakhr-
Movahedi, 2016)
Untuk membangun hubungan yang tepat dengan pasien, sikap perawat harus
diubah menjadi pendekatan yang berpusat pada pasien, sebuah konsep yang
sepenuhnya dipahami dan diterima oleh otoritas kesehatan, yaitu bahwa mereka
menghormati otonomi, suara, dan keputusan pasien dari pada hanya memberikan
layanan keperawatan. Langkah awal dalam membangun interaksi yang efektif
semacam itu harus mempertimbangkan kebutuhan mereka dan untuk sepenuhnya
mendukung mereka. Sebagai gantinya, mereka akan membahas kebutuhan budaya,
spiritual, mental, psikologis, fisik dan sosial pasien tersebut, kegagalan berinterkasi
secara efektif merupakan hambatan utama dalam penyediaan layanan standar dalam
pengaturan kepedulian. Hal ini dapat mengakibatkan kegelisahan, kesalahpahaman,
kesalahan diagnosa, kemungkinan penganiayaan, terpaan komplikasi, meningkatnya
lama tinggal di rumah sakit, pemborosan sumber daya dan akhirnya ketidakpuasan
perawat dan kemungkinan itu sebagai akibatnya (Shafipour V dkk, 2014). Interaksi
lebih sulit bila pasien dan perawat memiliki nilai budaya dan bahasa yang berbeda.
Hambatan bahasa semacam itu menyebabkan ketidakmampuan dalam pertukaran
informasi dan oleh karena itu berpotensi untuk salah diagnosa dan penganiayaan,
terutama pada kasus pasien dengan kondisi akut. Selain itu, hal ini mengakibatkan
meningkatnya beban kerja dan ketidakpuasan staf yang peduli dan kemungkinan
masalah komunikasi yang lebih banyak. Meskipun kelalaian dan kurangnya dukungan
20
perawat tidak boleh diabaikan dan harus dilakukan, ditangani oleh otoritas kesehatan.
Pengenalan hambatan interaksi merupakan langkah awal dalam meningkatkan
interaksi antar perawat-pasien (Shafipour V dkk, 2014).
2.1.7 Model teory keperawatan ida jean Orlando
Orlando adalah seorang profesor di Yale School of Nursing, dan sementara
di sana, menjabat sebagai Direktur Program Pascasarjana di Perawatan Kesehatan
Jiwa Psikiatris. Itu juga di Yale bahwa dia adalah penyidik proyek dari National
Institute of Mental Health grant. Penelitian dari hibah ini menyebabkan
pengembangan Orlando Proses Keperawatan Deliberatif yang diterbitkan dalam
Hubungan Perawat-Pasien Dinamis: Fungsi, Proses, dan Prinsip (NLN Classics
dalam Teori Keperawatan) pada tahun 1961. Dia juga bekerja sebagai direktur
proyek penelitian di McLean Hospital di Belmont, Massachusetts. Penelitian ini
mengarah pada publikasi The Discipline and Teaching of Nursing Process (sebuah
studi evaluatif) pada tahun 1972. Orlando telah menjabat sebagai anggota dewan dari
Harvard Community Health Plan. Tujuan dari model ini adalah agar perawat
bertindak dengan sengaja dari pada secara otomatis. Dengan cara ini, seorang
perawat akan memiliki makna di balik tindakan yang berarti pasien mendapat
perawatan khusus untuk memenuhi kebutuhannya saat itu. Proses keperawatan ini
juga merupakan salah satu yang dapat dengan mudah disesuaikan untuk pasien yang
berbeda dengan masalah yang berbeda, dan dapat dihentikan kapan saja, tergantung
pada kemajuan atau kesehatan pasien. Ini membuat teori Orlando universal untuk
bidang keperawatan. Perawatan keperawatan harus fleksibel. Tidak hanya rencana
perawatan yang bergantung pada kebutuhan pasien pada saat masuk, tetapi juga
harus dapat mengubah kapan dan jika ada komplikasi yang muncul selama proses
perawatan dan pemulihan (George, 2011).
Hubungan perawat-pasien yang dinamis , diterbitkan pada tahun 1961 dan
ditulis oleh Ida Jean Orlando , dijelaskan Teori Disiplin Proses Keperawatan
Orlando. Dimensi utama dari model tersebut menjelaskan bahwa peran perawat
adalah untuk mencari tahu dan memenuhi kebutuhan mendesak pasien akan
bantuan. Perilaku penyajian pasien mungkin merupakan teriakan minta tolong.
Namun, bantuan yang dibutuhkan pasien mungkin tidak seperti yang terlihat. Karena
21
itu, perawat harus menggunakan persepsi mereka sendiri, pikiran tentang persepsi,
atau perasaan yang ditimbulkan dari pikiran mereka untuk mengeksplorasi makna
dari perilaku pasien. Proses ini membantu perawat mengetahui sifat dari kesusahan
pasien dan memberikan bantuan yang dia butuhkan (Potter & Perry, 2012)
2.2 Perilaku Kesehatan (Perilaku Mengontrol Hipertensi)
2.2.1 Pengertian Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan dalam mengontrol hipertensi perlu ada tindakan yang
merupakan reaksi/respon seseorang terhadap stimulasi yang diperoleh dari luar
dan dari dalam diri seseorang. Perubahan perilaku akan terjadi bila
ketidakseimbangan antara dorongan dan penahan. Perilaku kesehatan dalam
mengontrol hiperetnsi merupakan aktivitas/kegiatan/tindakan yang dapat
diobservasi secara langsung ataupun tidak terhadap ransangan/stimulus yang
mencakup dengan penyakit dan sakit, makanan, minuman, sistem pelayanan
kesehatan, dan lingkungan serta kegiatan atau aktivitas penderita hipertensi untuk
melakukan perawatan, kontrol dan pengobatan, baik dapat diamati secara langsung
maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar (Ali, 2010 ). Menurut (Setiawati dkk,
2008) Perilaku dalam mengontrol hipertensi terdiri dari pemeriksaan tekanan darah,
diet hipertensi, olahraga dan aktifitas fisik, dan kepatuhan.
2.2.2 Macam-macam Perilaku Kesehatan
Perilaku mengontrol dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu perilaku
pemeliharaan kesehatan (Health maintenance), perilaku pencarian pengobatan
(health seeking behavior) dan perilaku kesehatan lingkungan. Perilaku pemeliharaan
kesehatan merupakan perilaku atau usaha-usaha seseorang dalam memelihara
kesehatan agar terhindar dari sakit atau penyakit dan usaha melakukan penyembuhan
ketika sakit. Pemeliharaan kesehatan ada 3 perilaku yaitu perilaku pencegahan
penyakit dan penyembuhan bila sakit dan pemulihan kesehatan setelah sakit, perilaku
meningkatkan kesehatan dan perilaku gizi dari kebutuhan makanan yang dapat
memelihara dan meningkatkan kesehatan seseorang (Kholid, 2015).
Perilaku pencarian pengobatan merupakan upaya atau tindakan seseorang
ketika terdiagnosis suatu penyakit atau mengalami kecelakaan. Perilaku ini dapat
22
dimulai dengan mengobati diri sendiri (Self treatment) dengan mengobati kerumah
sakit. Perilaku mengontrol Lingkungan merupakan seseorang dalam merespons
lingkungannya baik fisik maupun social budaya. Kemampuan seseorang untuk
menerima berbagai stimulus dan mengelola stimulus tersebut terhadap
lingkungannya yang menjadikan seseorang perilaku hidup yang sehat atau
perilaku hidup sakit (Kholid, 2015)
2.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi perilaku
Perilaku dipengaruhi dan dibentuk oleh 3 faktor yaitu :
a. Faktor predisposisi (predisposising factors) perilaku seseorang atau masyarakat
tentang kesehatan dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi,
nilai-nilai dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Perilaku
tenaga kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat
terbentuknya perilaku yang mencakup ketersediaan fasilitas dan sikap. Contoh :
seseorang tidak dapat mengetahui manfaat imunisasi bagi anaknya jika orang
terbut tidapk pernah ke posyandu (Mubarak, 2011)
b. Faktor pendukug (reinforcing factors). Misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-
alat kontrosepsi, wc, dan alin-lain yang terwujud dalam lingkungan fisik (tersedia
atau tidak tersedianya fasilitas atau sarana kesehatan (Mubarak, 2011)
c. Faktor -faktor penguat (reinforcing factors) adalah seseorang tahu dan mampu
untuk berperilaku sehat, tetapi memilih tidak melakukannya. Faktor-faktor yang
mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Seorang ibu hamil tahu
manfaat periksa kehamilan dan didekat rumahnya ada polindes, dekat dengan
bidan, tetapi ia tidak mau memeriksakan kandungannya karena ibu lurah dan ibu-
ibu tokoh lain tidak mau periksa hamil namun ananknya tetap sehat. Hal ini
berarti bahwa untuk berperilaku sehat memerlukan contoh dari para tokoh
masyarakat (Soekidjo Notoatmodjo, 2010).
2.2.4 Batasan Perilaku Kesehatan
Seorang ahli Becker (1979) membuat batasan klasifikasi tentang perilaku
kesehatan, Perilaku sakit (illness behavior) dan perilaku peran sakit (the sick role
behavior). Perilaku kesehatan antara lain perilaku hidup sehat dengan makan-
makanan yang seimbang, olahraga teratur, tidak merokok, tidak meminum-minuman
23
keras dan narkoba, istirahat cukup, mampu mengendalikan stress dan gaya hidup
yang positif. Perilaku sakit merupakan respon seseorng persepsi terhadap suatu
penyakit pengetahuan tentang penyebab dan gejala penyakit, pengobatan dan lain-
lain. Perilaku ini meliputi tindakan untuk mengetahui fasilitas dan memperoleh
kesembuhan, untuk mengenal sarana pelayanan penyembuhan penyakit yang layak,
mengetahui hak memperoleh perawatan dan pelayanan kesehatan (Kholid, 2015).
2.2.5 Perilaku Interaksi Perawat Dan Pasien Dalam Mengontrol Hipertensi
Untuk lebih menjelaskan tentang perilaku mengontrol hipertensi perlu ada
tindakan yang dilakukan. Individu mungkin memikirkan alternative imajiner dalam
mengontrol perilaku hipertensi, perilaku orang mungkin ditentukan oleh apa yang
mereka maksudkan untuk masa depan. Dengan demikian, mengantisipasi hasil dan
pengalaman negatif, sebagai fungsi dari kegagalan tujuan yang dibayangkan,
menghukum dan membuat tekanan, sehingga pasien harus termotivasi untuk
menghindarinya, dengan berusaha lebih keras untuk mencapai tujuan. Demikian juga,
hasil dan pengalaman positif yang diantisipasi, sebagai fungsi dari pencapaian tujuan
yang dibayangkan, bermanfaat dan menyenangkan, sehingga pasien harus termotivasi
untuk mendekati mereka dengan berupaya lebih keras dalam mencapai tujuan untuk
perilaku mengontrol hipertensi. Juga mencapkup perilaku sebagai prediktor
keinginan, niat, dan usaha. Pertama, perilaku berfungsi sebagai control untuk faktor
penentu yang tidak teratur yang mungkin stabil dari waktu ke waktu dalam
pengarunya. Kedua perilaku mungkin mencerminkan proses kebiasaan
(Baghianimoghadam M et al., 2015).
2.3 Hipertensi
2.3.1 Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik lebih dari 120 mmHg dan tekanan
darah diastolik lebih dari 80 mmHg. Hipertensi dapat menyebabkan perubahan
pada pembuluh darah klien yang dapat mengakibatkan semakin meningkatnya
tekanan darah. Pengobatan awal pada penderita hipertensi sangatlah penting untuk
mencegah timbulnya komplikasi pada beberapa organ tubuh seperti jantung, otak
dan ginjal (Muttaqin, 2009). Hipertensi umumnya didefinisikan sebagai SBP ⩾140
24
mmHg dan / atau diastolik BP (DBP) ⩾90 mmHg. Hipertensi sistolik dapat terjadi
dengan DBP ⩾90 mmHg (hipertensi sistolik / diastolik) atau dengan DBP normal
(hipertensi sistolik terisolasi), dan merupakan bentuk hipertensi yang paling utama
pada pasien berusia ⩾60 tahun (Park, J.B et al., 2015).
Hipertensi merupakan suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam
pembuluh darah arteri secara terus-menerus lebih dari suatu periode. Hal ini
diakibatkan bila arteriole-arteriole konstriksi. Kontriksi arteriole membuat darah
sulit mengalir dan meningkat tekanan melawan dinding arteri. Hipertensi
menambahkan beban kerja jantung dan arteri yang bila berlanjut dapat
menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh (Udjianti, 2011).
2.3.2 Etiologi
Menurut (Lewis dkk, 2014) penyebab hipertensi dibagi menjadi 2 yaitu
hipertensi esensial atau idiopatik merupakan peningkatan tekanan darah tanpa
diketahui penyebabnya, ada beberapa faktor yang berkontribusi meliputi
peningkatan masukan natrium, berat badan berlebihan, diabetes militus, banyak
mengonsumsi alkohol, usia, lifestyle yang kurang baik, penyakit jantung dan genetik.
Hipertensi sekunder merupakan peningkatan tekanan darah dengan penyebab yang
spesifik yang biasanya dapat diidentifikasi, hipertensi Sekunder diakibatkan adanya
gangguan pada ginjal seperti penyakit ginjal polikistik, penyakit ginjal kronis,
obstruksi saluran kemih dan tumor.
2.3.3 Klasifikasi
Menurut (American Heart Association, 2017) hipertensi diklasifikasikan
sebagai pembacaan tekanan darah ≥140/90 mmHg, tetapi pedoman yang
diperbarui diklasifikasikan hipertensi ≥130/80 mmHg. Setelah itu pedoman yang
telah diperbarui memberikan perawatan baru rekomendasi, seperti perubahan gaya
hidup dan obat penurunan tekanan darah tinggi. Seperti pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.3 Klasifikasi Tekanan Darah
Kategori tekanan darah Sistolik Diastolik
25
(
Ame
rican
Hear
t
Ass
ociation, 2017)
2.2 Patofisiologi
Mekanisme terjadinya hipertensi merupakan pembuluh darah yang terletak
pada bagian pusat vasomotor di medulla otak. Bagian yang berlanjut bagian bawah
ke korda spinalis yaitu pusat vasomotor yang awalnya jarak saraf dan keluar dari
kolumna medulla spinalis ganglia simpatis dan torak abdomen. Terdapat
rangsangan melalui pusat vasomotor yang dihubungkan dalam bentuk impuls yang
bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis menuju ganglia simpatis.
Selanjutnya merangsang serabut saraf setelah ganglion ke pembuluh darah neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang dimana dilepaskannya noreenepineprin
sehingga terjadinya konstriksi pembuluh darah. Adapun berbagai faktor sperti
ketakutan dan kecemasan yang dapat menimbulkan respon pembuluh darah
terhadap vasokontriksi. Meskipun belum diketahui dengan jelas masalah apa yang
terjadi, seseorang yang hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin (Corwin,
2009).
Sistem saraf simpatik memiliki peran dalam mengatur simulasi simpatis
jantung, curah jantung dan ginjal. Pada hipertensi Sistem saraf simpatik terjadi
Normal <120 mm Hg Dan <80 mm Hg
Tinggi 120-129 mm Hg Dan <80 mm Hg
Hipertensi Tingkat 1 130-139 mm Hg Atau 80 - 89 mm Hg
Hipertensi Tingkat 2 ≥140 m Hg
Atau ≥90 mm Hg
Krisis Hipertensi Sistolik Diastolik
Urgensi Hipertensi >180 mm Hg dan/
atau
>120 mm Hg
Emergensi Hipertensi >180 mm Hg +
kerusakan organ
>120 mm Hg +
kerusakan organ
26
peningkatan laju yang berlebih biasanya disertai dengan nada parasimpatis rendah
dapat memperburuk kondisi yang mengakibatkan peningkatan curah jantung,
peningkatan resitensi vascular, ditambah perubahan retensi cairan. Beberapa
penelitian mengungkapkan bahwa aktifias simpatik tinggi mengakibatkan keluarnya
neropinefrin yang berlebih. Neropinefrin. System saraf simpatik berlebih
merupakan komponen inti dalam hipertensi ini (BC.Guidlines, 2016)
Disfungsi endotel salah satu penyebab hipertensi dapat dibuktikan dengan
penurunan produksi nitratoksida (NO), dikarenakan gangguan dari peningkatan
oksidatif. walaupun terapi antihipertensi efektif mengembalikan produksi oksida
nitrat terganggu, tergantung vasodiltasi endothelium secara terus-menerus diubah
(BC.Guidlines, 2016).
2.3.5 Komplikasi
Hipertensi yang terlalu lama akan mengakibatkan kerusakan pembuluh
darah diseluruh organ, dapat merusak tubuh dan menimbulkan komplikasi.
Adapun komplikasi umum seperti Aneurisma Tonjolan abnormal yang
membentuk di dinding arteri. Aneurisma tumbuh dan berkembang selama
bertahun-tahun tanpa menyebabkan tanda atau gejala sampai pecah, tumbuh
cukup besar untuk menekan bagian tubuh terdekat, atau menghalangi aliran darah,
tanda dan gejala yang berkembang tergantung pada lokasi aneurisma (American
Heart Association, 2017)
Ginjal kronis : Saat pembuluh darah menyempit di ginjal, kemungkinan
menyebabkan gagal ginjal, Perubahan Kognitif : Penelitian menunjukkan bahwa
seiring waktu, jumlah tekanan darah yang lebih tinggi dapat menyebabkan
perubahan kognitif. Tanda dan gejala meliputi kehilangan ingatan, kesulitan
menemukan kata-kata, dan kehilangan fokus selama percakapan (American Heart
Association, 2017)
Kerusakan Mata merupakan saat pembuluh darah di mata pecah atau
berdarah. Tanda dan gejala meliputi perubahan penglihatan atau kebutaan,
Serangan Jantung: Aliran darah yang kaya oksigen ke bagian otot jantung tiba-tiba
menjadi tersumbat dan jantung tidak mendapat oksigen. Tanda dan gejala
27
serangan jantung yang paling umum adalah nyeri dada atau ketidaknyamanan,
ketidaknyamanan pada tubuh bagian atas, dan sesak napas (National Institutes of
Health, 2015)
Gagal Jantung: Bila jantung tidak bisa memompa cukup darah untuk
memenuhi kebutuhan tubuh. Tanda dan gejala umum gagal jantung termasuk
sesak napas atau sulit bernafas, merasa lelah, dan pembengkak di pergelangan
kaki, kaki, kaki, perut, dan pembuluh darah di leher, Gangguan arteri perifer :
gangguan dimana plak terbentuk di arteri kaki dan mempengaruhi aliran darah di
kaki. Tanda dan gejala yang paling umum adalah rasa sakit, kram, mati rasa, sakit,
atau berat di kaki, kaki, dan bokong setelah berjalan atau menaiki tangga, Stroke:
Aliran darah kaya oksigen tersumbat ke sebagian otak. Gejala stroke meliputi
kelemahan secara tiba-tiba, kelumpuhan atau mati rasa pada wajah, lengan, atau
tungkai, kesulitan berbicara atau memahami ucapan dan kesulitan melihat
(National Institutes of Health, 2015).