BAB IV
ANALISIS ISI MANUSKRIP
Setelah menguraikan bab demi bab, maka pada bab yang ke empat ini
penulis akan menguraikan inti permasalahan yakni membahas tentang Pengertian dan
Macam-macam Tasawuf dan Ajaran Tasawuf dalam Kitab Asma’ al-Arbain.
A. Pengertian dan Macam-macam Tasawuf
1. Pengertian Tasawuf
Secara Etimologis, kata tasawuf berasal dari Bahasa Arab, yang
diperdebatkan asal atau akar katanya. Ada yang mengatakan dari syuf (bulu
domba), shafa (bersih/jernih), shaf (barisan terdepan), shuffah (serambi
masjid Nabawi), dan lain sebagainya, yang masing-masing mempunyai dasar
rasional dan tekstual.
Secara Terminologis, banyak ulama yang mengemukakan definisi
tasawuf, namun yang jelas ia berarti keluar dari sifat-sifat tercela menuju ke
sifat-sifat terpuji, melalui proses pembinaan yang dikenal dengan istilah
riyadhah (latihan) dan mujahadah (bersungguh-sungguh). Sedang menurut
Harun Nasution, inti tasawuf adalah kesadaran adanya komunikasi dan dialog
langsung antara manusia dengan Tuhannya.1
Sebagian para Ulama tasawuf ada yang berpendapat bahwa kata
tasawuf dinisbahkan kepada kata Ahl al-Shuffah, yakni sebuah komunitas
yang memiliki karakteristik yang menyibukkan diri dengan kegiatan ibadah
dengan tidak membuang-buang waktu dengan sia-sia. Mereka meninggalkan
kehidupan dunia, memilih pola hidup zuhud. Mereka mengambil sesuatu yang
bersifat duniawi hanya sebatas untuk menutupi tubuh dan menenangkan perut
yang lapar. Materi dunia tidak memperdaya mereka dari berdzikir. Tidak
bersedih ketika tidak mendapatkan materi dunia dan tidak gembira dengan apa
yang diperoleh kecuali untuk memperkuat bekal hari akhirat.2
Sebagian lain ada yang berpendapat bahwa kata tersebut berasal dari
kata shafa yang berarti suci. Mereka memiliki ciri khusus dalam aktifitas dan
ibadah mereka yaitu atas dasar kesucian hati dan untuk pembersihan jiwa
dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Mereka adalah orang-
orang yang selalu memelihara dirinya dari perbuatan dosa dan maksiat.
Selanjutnya, ada yang berpendapat bahwa kata tersebut berasal dari
kata shaff yang berarti barisan. Bahwasannya mereka menamakan shufiyah
1 Harun Nasution, Falsafah Dan Mistisisme Dalam Islam, (Bulan Bintang, Jakarta, 1973 & 1990), hal 3-4
2 Drs H. M. Jamil, MA. Cakrawala Tasawuf : Sejarah, Pemikiran dan Kontekstualitas (Jakarta : Gaung Persada Press, 2004), hal 1-2
karena mereka berada pada barisan (shaf) terdepan disisi Allah 'Azza wa Jalla
dengan ketinggian cita-cita mereka kepada-Nya dan kesungguhnya mereka
untuk bertemu dengan-Nya dan ketegaran (ketetapan) hati mereka disisi-Nya.
Ada juga yang mengatakan bahwa kata shaf ini menggambarkan
orang-orang yang selalu dibarisan depan dalam beribadah kepada Allah dan
dalam melaksanakan kebajikan. Sehingga tasawuf didefinisikan bukan gerak
lahir dan bukan pengetahuan tetapi kebajikan. Junayd al-Baghdadi
menyatakan bahwa tasawuf adalah menyerahkan diri kepada Allah dan bukan
kepada yang lain.3
Dalam pendapat lain ada pula yang menisbahkan kata tersebut kepada
ash-shufu yang berarti bulu atau wol kasar. Hal ini karena para sufi
mengkhususkan diri mereka dengan memakai pakaian yang berasal dari bulu
domba.
Jika dikaji lebih mendalam lagi kemungkinan masih banyak pendapat
lain yang menghubungkan kata tersebut dengan perkataan-perkataan lain yang
dapat dirujuk dalam buku-buku tasawuf. Yang jelas dari segi bahasa atau dari
asal-usul penggunaan kata tersebut dapat dikatakan bahwa kata tasawuf
berkonotasi pada kebijakan, kesucian hati dari godaan hawa nafsu,
memutuskan ketergantungan dengan kehidupan material yang dapat
3 Jalaluddin R, dkk. Kuliah-kuliah Tasawuf, (Bandung : Pustaka Hidayah, 200), hal. 15
mengganggu hubungan dengan Tuhan, hidup dalam kezuhudan dan
menenggelamkan diri dalam ibadah sehingga semakin dekat dengan-Nya.
Adapun tujuan tasawuf sebagaimana dikemukakan oleh Abd Hakim
Hasan bahwa tujuan tasawuf itu adalah sampai kepada Zat yang Haqq atau
Mutlak, atau bahkan bersatu dengan Dia. Abd Hakim Hasan mengatakan
bahwa para sufi tidak akan sampai pada tujuannya terkecuali dengan laku
mujahadah yang berat dan lama yang dipusatkan untuk mematikan segala
keinginannya (selain Allah), dan menghancurkan segala kejelekan jiwanya
dan menjalankan bermacam-macam riyalat yang diatur dan ditentukan oleh
para sufi sendiri dan mereka namakan thariqah.4
Adapun untuk mengetahui tentang dasar-dasar ajaran tasawuf baik
dalam Al-Qur'an dan hadits Rasulullah SAW. Maka akan kami jelaskan
sebagaimana berikut :
a. Dasar-dasar Ajaran Tasawuf Dalam Al-Qur'an
Ajaran tasawuf pada dasarnya berkonsentrasi pada kehidupan
ruhaniyah, mendekatkan diri pada Tuhan melalui berbagai kegiatan
kerohanian seperti pembersihan hati, dzikir, ibadah lainnya serta
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tasawuf juga mempunyai identitas
sendiri dimana orang-orang yang menekuninya tidak menaruh perhatian
4 Drs H. M. Jamil, MA. Cakrawala Tasawuf : Sejarah, Pemikiran dan Kontekstualitas (Jakarta : Gaung Persada Press, 2004), hal 9-10
yang besar terhadap kehidupan dunia bahkan memutuskan hubungan
dengannya. Di samping itu, tasawuf juga didominasi oleh ajaran-ajaran
seperti khauf dan raja', al-taubah, al-zuhd, al-tawakkal, al-syukr, al-shabr,
al-ridha dan lainnya yang tujuan akhirnya fana atau hilang identitas diri
dalam kekekalan (baqa) Tuhan dalam mencapai ma'rifah atau pengenalan
hati yang dalam akan Tuhan.5
Berikut ini adalah beberapa dasar ajaran tasawuf yang di dalamnya
ditemukan sejumlah ayat yang berbicara atau paling tidak berhubungan
dengan hal-hal tersebut diatas.
Di dalam Al-Qur'an al-Karim ditemukan perintah beribadah dan
berdzikir, diantaranya adalah :
)25: األنبياء (أنه الإله انا فاعبدون Artinya : "Bahwasannya tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku".6
)45: األنفال(واذآر اهللا آثيرا لعلكم تفلحون Artinya :
"Dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung".7
5 Drs H. M. Jamil, MA. Cakrawala Tasawuf : Sejarah, Pemikiran dan Kontekstualitas (Jakarta : Gaung Persada Press, 2004), hal 10
6 Al-Qur'an dan Terjemahnya, Departemen Agara Republik Indonesia (Surabaya : Mahkota, 1989), hal. 498
7 Ibid, hal. 268
وبهم ى جن ودا وعل ا وقع ذآرون اهللا قيام ذين ب ران ... (ال : العم191(
Artinya :
"Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri dan duduk dan dalam keadaan berbaring….".8
ـه ئن قلوب وا وتطم ذين امن ئن ال ذآر اهللا تطم ذآر اهللا اال ب م ب القلوب
Artinya :
"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati mereka tenteram". (QS. Ar-Ra'du : 28).9
Adapun tentang takut dan harap dapat dilihat dalam firman Allah
SWT sebagai berikut :
نهم تفيض من رى اعي ى الرسول ت زل ال ا ان واذا سمعوا مق ن الح وا م ا عرف دمع مم ع ال ا م ا فكتبن ا امن ون ربن يقول
)83: المائدة(الشاهدين Artinya : "Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al-Qur'an) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri), seraya berkata : "Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al-Qur'an dan kenabian Muhammad SAW)".10
8 Al-Qur'an dan Terjemahnya…………, hal. 110
9 Ibid, hal. 373
10 Al-Qur'an dan Terjemahnya…………, 175
Dalam ayat lain juga Allah berfirman :
شابها ا مت ديث آتاب سن الح زل اح ه اهللا ن شعر من انى تق مثى ذآر جلود الذين يخشون ربهم ثم تلين جلودهم وقلوبهم الن ه م ضلل اهللا فمال ن ي شاء وم ه من ي دى ب اهللا هدى اهللا يه
)23: الزمر. (هاد
Artinya : "Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al-Qur'an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang yang takut kepada tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka diwaktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kita itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang disesatkan Allah niscaya tidak ada baginya seorang pemimpinpun".11
Tentang ibadah dikesunyian malam dan kuantitasnya Allah SWT
berfirman :
ومن اليل فتهجد به نافلة لك عسى ان يبعثك ربك مقاما محمودا Artinya : "Dan pada sebagian malam hari bersembahyang tahajjudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tampat yang terpuji". (QS. Al-Isra' : 79)12
و قليال من اليل ما يهجعون، وباالسحارهم يستغفرونآانArtinya : "Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah)". (QS. Adz-Dzariyah : 17-18).13
11 Ibid, hal. 749 12 Al-Qur'an dan Terjemahnya………, hal. 436
13 Ibid, hal. 859
Tentang bagaimana seharusnya melihat kehidupan dunia, Al-
Qur'an diantaranya menegaskan :
دنيا وة ال رنكم الحي ق فالتغ د اهللا ح اس إن وع ا الن يأيه واليغرنكم باهللا الغرور
Artinya : "Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah orang yang pandai menipu memperdayakan kamu tentang Allah". (QS. Fathir : 5).14
Di dalam Al-Qur'an juga ditemukan ajaran-ajaran untuk berserah
diri hanya kepada-Nya (al-tawakkul), bersyukur terhadap pemberian-
pemberian Tuhan, bersabar serta ridha kepada-Nya.
د ربك فا ذنبك وسبح بحم صبرو إن وعد اهللا حق واستغفر ل بالعش واإلبكار
Artinya : "Maka bersabarlah kamu karena sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertahbislah seraya memuji tuhanmu pada waktu petang dan waktu pagi". (QS. Al-Mukmin : 55).15
b. Dasar-dasar Dari Sunnah Rasulullah SAW
Di samping riwayat yang menjelaskan bahwa nabi Muhammad
setiap bulan Ramadhan ber-tahannus di Gua Hira untuk mencari
ketenangan jiwa dan kebersihan hati serta hakikat kebenaran di tengah-
14 Al-Qur'an dan Terjemahnya………., hal. 696
15 Ibid, hal. 767
tengah kedamaian hidup, ditemukan sejumlah hadits yang memuat ajaran-
ajaran tasawuf, diantaranya adalah sebagai berikut :
ؤمن ة الم وا فراس لم اتق ه وس ول اهللا صلى اهللا علي ال رس ق فإنه ينظر بنور اهللا
Artinya : "Rasulullah SAW bersabda : Takutilah firasat orang mukmin karena ia memandang dengan nur Allah". (Riwayat Bukhari)
Di dalam hadits qudsi dikatakan bahwa Nabi SAW, bersabda :
"Sesungguhnya Allah berkata : "Siapa yang memusuhi wali (hamba
kekasih)-Ku, maka aku akan menyatakan perang kepadanya. Seorang
hamba yang mendekatkan diri (kepada-Ku) lebih aku cintai dari pada apa
yang Aku wajibkan kepadanya. Ketika Aku mencintainya, Aku menjadi
Pendengarnya atas apa yang didengarkannya, menjadi Penglihatnya atas
apa yang dilihatnya, menjadi Tangannya atas apa yang digenggamnya, dan
menjadi pejalannya atas perjalanan yang dilakukannya. Apabila dia
meminta kepada-Ku, Aku akan memberinya, dan apabila dia memohon
ampun kepada-Ku, aku akan mengampuninya". (HR. Bukhari Muslim).
Di dalam riwayat lain dikatakan bahwa Nabi Muhammad SAW.
bersabda : "Wahai manusia, bertaubat dan memohon ampunlah kepada
Allah SWT., sesungguhnya aku bertaubat dalam sehari sebanyak seratus
kali".
Ayat-ayat dan hadits-hadits yang dikutip di atas hanya sebagian
dari ayat-ayat dan hadits-hadits yang mengemukakan hal-hal kehidupan
ruhaniyah yang ditemukan dalam tasawuf. Kehidupan yang didominasi
oleh takut dan harap, kezuhudan, berserah diri kepada Tuhan, bersyukur,
bersabar dan ridha serta dekat atau "intim" dengan Allah. Kehidupan
seperti inilah yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. sendiri serta para
sahabat-sahabatnya, khususnya mereka yang dijuluki ahl al-shuffah.
Karena itu, setelah mengutip sejumlah ayat yang sering
berhubungan dengan ajaran-ajaran tasawuf di atas dapat disimpulkan
bahwa awal mula tasawuf Islam dapat ditemukan semangat ruhaninya
dalam Al-Qur'an al-Karim, sebagaimana juga dapat ditemukan dalam
sabda dan kehidupan nabi Muhammad SAW. Awal mula tasawuf Islam
juga dapat ditemukan pada masa sahabat nabi SAW beserta para generasi
sesudahnya (tabi'in).
Abu Nashr As-Siraj Al-Thusi mengatakan bahwa ajaran tasawuf
pada dasarnya digali dari Al-Qur'an dan al-Sunnah. Karena amalan para
sahabat menurutnya tentu saja tidak keluar dari ajaran-ajaran Al-Qur'an
dan al-Sunnah.
Menurutnya, para sufi (orang-orang yang menggeluti tasawuf)
dalam teori-teori mereka tentang akhlak, kerinduan, kecintaan, ma'arif,
suluk dan latihan-latihan rohaniah mereka untuk terealisasinya kehidupan
mistis, pertama-tama sekali mendasarkan pandangan mereka kepada Al-
Qur'an dan al-Sunnah. 16
2. Macam-macam Tasawuf
Di antara peneliti-peneliti tasawuf membagi tasawuf menjadi dua
bagian, yaitu Tasawuf Akhlaqi dan Tasawuf Falsafi. Untuk lebih jelasnya
penulis akan menguraikan sebagai berikut :
a. Tasawuf Akhlaqi
Tasawuf akhlaqi adalah tasawuf yang konsentrasinya pada teori-
teori perilaku, akhlak atau budi pekerti. Tasawuf ini banyak
dikembangkan oleh ulama-ulama salaf.17 Dan dengan metode-metode
tertentu yang telah ditentukan, tasawuf berbentuk ini berkonsentrasi pada
upaya-upaya menghindarkan diri dari akhlak yang tercela (mazmumah)
sekaligus mewujudkan akhlak yang terpuji (mahmudah) di dalam diri para
sufi,18 atau bisa juga disebut sebagai tasawuf yang berwawasan moral
praktis dan bersandarkan pada Al-Qur'an dan Sunnah dengan penuh
disiplin mengikuti batas-batas dan ketentuan-ketentuannya.19
16 Drs H. M. Jamil, MA. Cakrawala Tasawuf : Sejarah, Pemikiran dan Kontekstualitas (Jakarta : Gaung Persada Press, 2004), hal 10
17 Ibid, hal. 30
18 Ibid, hal. 36
19 Dr. Alwi Shihab, Islam Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini di Indonesia, ( Bandung : Mizan, 2001), hal. 32
Menurut para sufi, manusia cenderung mengikuti hawa nafsunya.
Manusia selalu dikendalikan oleh hawa nafsunya bukan
mengendalikannya. Dan jika manusia telah dikendalikan oleh hawa
nafsunya maka dia telah mempertuhankan nafsunya tersebut. Dengan
penguasaan nafsu tersebut di dalam diri seseorang maka berbagai
penyakitpun timbul di dalam dirinya, seperti sombong, membanggakan
diri, riya, buruk sangka, kikir dan sebagainya. Penyakit-penyakit yang ada
di dalam diri ini oleh kaum sufi disebut sebagai maksiat batin.
Sejalan dengan itu berbagai maksiat lahir (seperti maksiatnya
mulut, tangan, mata dan kaki) akan bermunculan pada diri seseorang
sehingga ia memiliki akhlak yang tercela (mazmumah). Kehidupannya
lebih berorientasi pada kehidupan duniawi, kemegahan, kepopuleran,
kekayaan, dan kekuasaan. Berkuasanya nafsu di dalam diri seseorang,
timbulnya berbagai maksiat lahir dan batin, kecintaan kepada kehidupan
dunia, dalam pandangan kaum sufi merupakan penghalang bagi seseorang
untuk dekat dengan Tuhannya.
Untuk tujuan menghilangkan penghalang yang membatasi manusia
dengan Tuhannya inilah, ahli-ahli tasawuf menyusun sistem atau cara
yang tersusun atas dasar didikan tiga tingkat yang diberi nama ; Takhalli,
Tahalli, dan Tajalli.
Takhalli adalah langkah pertama yang dilakukan oleh seorang sufi.
Takhalli adalah usaha membersihkan diri dari semua perilaku yang
tercela, baik maksiat batin maupun maksiat lahir. Maksiat-maksiat ini
harus dibersihkan, karena menurut para sufi semua itu adalah najis
maknawiyah yang menghalangi seseorang untuk dekat dengan Tuhannya,
sebagaimana najis zati yang menghalangi seseorang daripada melakukan
ibadah kepada-Nya.
Hal ini dipertegas dalam firman Allah yang berbunyi :
)10 – 9: الشمس (قد افلح من زآاها وقد خاب من دساها Artinya :
"Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang mensucikan jiwa itu dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya".20
Diantara sifat-sifat buruk yang mesti dibersihkan dari hati tersebut
adalah hasad (dengki), su'u al-dzan (buruk sangka), kibr (sombong), 'ujub
(merasa besar diri), riya (pamer), suma' (cari nama), bukhul (kikir), hubb
al-mal (cinta harta), tafahur (membanggakan diri), ghadab (pemarah),
ghibah (pengupat), namimah (bicara di belakang orang), kizb (dusta),
khianat (munafik).
Takhalli juga berarti melepaskan diri dari ketergantungan kepada
kelezatan hidup dunia dengan melenyapkan dorongan hawa nafsu yang
cenderung kepada keburukan.
20 Al-Qur'an dan Terjemahnya, Departemen Agara Republik Indonesia (Surabaya : Mahkota, 1989), hal. 1064
Bagaimanapun, kaum sufi dalam hal ini terbagi menjadi dua
kelompok. Yang pertama, berpandangan bahwa dunia adalah racun
pembunuh yang menghalangi seseorang untuk dapat memperoleh
kedekatan dengan Tuhan, karena itu nafsu duniawi harus benar-benar
dimatikan. Kelompok kedua berpendapat bahwa kebencian kepada dunia
yaitu sekedar tidak melupakan tujuan hidup, karenanya tidak berarti
meninggalkan dunia sama sekali.
Demikian juga dengan masalah nafsu. Di antara para sufi ada yang
berpandangan bahwa nafsu mesti dibunuh karena menjadi puncak angkara
murka, penghalang untuk dapat dekat dengan Tuhan. Sementara kelompok
lain, seperti halnya al-Ghazali berpendapat bahwa nafsu juga diperlukan di
dalam kehidupan ini, untuk memotivasi kehidupan, harga diri, membela
keluarga dan sebagainya, karena itu nafsu mesti tetap ada di dalam diri.
Setelah langkah pembersihan ini (Takhalli), maka seseorang yang
memasuki kehidupan tasawuf selanjutnya memasuki tahap tahalli.
Tahalli, adalah langkah berikutnya yang mesti dilalui oleh seorang
sufi. Tahapan ini adalah tahapan pengisian jiwa setelah dikosongkan dari
akhlak-akhlak yang tercela.
Harus dipahami bahwa tahapan ini tidaklah berarti bahwa jiwa
mesti dikosongkan terlebih dahulu baru kemudian diisi. Akan tetapi begitu
satu sifat tercela dibuang bersamaan dengan itu sifat terpuji diisikan.
Begitu rasa benci dikikis langsung rasa cinta ditanamkan. Begitu sifat riya
dibuang pada saat yang sama keikhlasan disemai. Begitu keserakahan
dicampakkan, kezuhudan dipatrikan. Begitu buruk sangka dihancurkan,
baik sangka dikembangkan.
Diantara sikap mental dan perbuatan baik yang sangat penting
untuk diisikan ke dalam jiwa manusia adalah, al-taubah, al-khauf wa al-
raja', al-zuhd, al-faqr, al-ikhlas, al-shabr, al-ridha, al-muraqabah dan
lain-lain.
Apabila sifat-sifat buruk telah dibuang, kemudian sifat-sifat baik
telah ditanamkan, maka akan lahirlah kebiasaan-kebiasaan baik, akhlak
yang mulia. Berbuat, bertingkah laku, bertindak tanduk dalam kerangka
bimbingan sifat-sifat yang mulia yang telah ditanamkan di dalam diri.
Sejalan dengan itu, jiwapun akan menjadi bersih yang dengannya
seseorang akan dapat dekat dengan Tuhannya.
Tajalli berarti tersingkapnya nur ghaib. Agar apa yang telah
diupayakan pada langkah-langkah di atas langgeng, berkelanjutan dan
terus meningkat, maka mesti rasa ketuhanan terus dipupuk di dalam diri.
Kesadaran ketuhanan di dalam semua aktifitas akan melahirkan kecintaan
dan bahkan kerinduan kepada-Nya. Tingkat kesempurnaan kesucian jiwa
dalam pandangan para sufi hanya dapat diraih melalui rasa cinta kepada
Allah. Keberadaan dekat dengan Allah hanya akan diperoleh melalui
kebersihan jiwa.21
Apabila jiwa telah bersih, terhindar dari berbagai penyakit dan
dipenuih dengan kebaikan-kebaikan, maka Allah akan memasukkan nur
(cahaya) kedalamnya. Pada saat ini, seorang sufi akan merasa dekat
dengan Tuhannya, berbagai kegaiban dan pengetahuannya tersingkap
baginya.
Sebagai sebuah rumusan, di antara para ahli ada yang
mendefinisikan bahwa tajalli adalah lenyapnya hijab dari sifat-sifat
kemanusiaan, jelasnya nur yang selama ini gaib, lenyapnya (fananya)
segala yang lain ketika nampaknya wajah Allah".22
Untuk memperdalam dan melanggengkan rasa kedekatan dengan
Tuhan ini para sufi mengajarkan hal-hal berikut; (1) Munajat, (2)
Muhasabah, (3) Muraqabah, (4) Katsarat al-dizkr, (5) Dzikr al-maut, dan
(6) Tafakkur.
Munajat berarti memuja dan memuji keagungan Allah dengan
sepenuh hati. Mengungkapkan seluruh aktifitas yang telah dilakukan,
menyampaikan harapan-harapan (doa) dengan sepenuh hati, menggunakan
21 Drs H. M. Jamil, MA. Cakrawala Tasawuf : Sejarah, Pemikiran dan Kontekstualitas (Jakarta : Gaung Persada Press, 2004), hal 39
22 Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya : Bina Ilmu, 1991), hal. 245
kata-kata yang tersusun baik, dengan deraian air mata. Munajat ini
baiknya dilakukan ditengah kesunyian dan keheningan malam, sehingga
pada saat melakukannya seseorang benar-benar merasakan keindahan
berhadapan dengan-Nya.
Muhasabah seperti yang telah dikatakan oleh Al-Ghazali adalah
"selalu memikirkan dan merenungkan apa yang telah diperbuat".
Muhasabah ini menurutnya lahir dari keimanan kepada hari akhirat.
Dengan muhasabah, seorang sufi akan terus memikirkan dan
merenungkan kesalahan-kesalahan apa yang telah dilakukan. Memikirkan
dan merenungkan kekurangan-kekurangan di dalam ibadahnya. Memikir
dan merenung perbaikan-perbaikan yang mesti diperbuat.
Muraqabah berarti meyakini dan merasakan senantiasa
berhadapan dengan Allah SWT. Seluruh aktifitas baik yang bathiniyah
maupun yang dzahiriyah, baik dikesunyian maupun dikeramaian, baik
siang maupun malam, di darat maupun di laut, di bumi maupun di langit,
dirasakan senantiasa dalam ilmu dan pengawasan Allah SWT. Dan dengan
muraqabah akan lahir pribadi-pribadi yang tunduk dan patuh kepada
Allah, yang terhindar dari kejahatan lahir maupun batin, yang senantiasa
merasa dekat dengan Allah SWT.
Katsrat al-dzikr berarti memperbanyak dzikir kepada Allah. Hal
ini sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an surat al-Anfal ayat 45 yang
artinya "…. Dan berdzikirlah sebanyak-banyaknya agar kamu
beruntung".23
Dengan demikian, tekanan dzikr adalah untuk mengingat Allah
sepanjang masa dan dalam segala waktu dan keadaan, yang fungsinya
untuk menjalin hubungan batin atau kejiwaan antara seorang hamba
dengan Tuhannya.24
Orang-orang sufi juga menggalakkan kegiatan tafakkur dalam arti
merenungkan alam yang terbentang luas ini. Berjuta pelajaran yang dapat
dipetik darinya dalam meningkatkan rasa kedekatan dengan Tuhan. Tidak
ada kesia-siaan dalam penciptaan Allah. Dari serangga yang paling kecil
sekalipun orang dapat mengambil pelajaran. Siapa yang memberikan
kehidupan untuknya, seberapa lemahnya manusia yang tidak bisa memberi
kehidupan untuk serangga yang paling kecil sekalipun, bahkan terkadang
mesti berhadap dengan maut karena serangga.
Adapun beberapa tokoh tasawuf akhlaqi diantaranya adalah :
1. Abu Said al-Hasan bin Yasar / Hasan al-Basri (21 – 110 H / 642 – 728
M)
23 Al-Qur'an dan Terjemahnya, Departemen Agara Republik Indonesia (Surabaya : Mahkota, 1989), hal. 268
24 Drs H. M. Jamil, MA. Cakrawala Tasawuf : Sejarah, Pemikiran dan Kontekstualitas (Jakarta : Gaung Persada Press, 2004), hal 43-44
2. Abu Abdillah al-Haris bin Asad al-Basri al-Muhasibi / al-Muhasibi
(165 – 243 H / 781 – 857 M).
3. 'Abd al-Karim bin Hawazin al-Qusyairi / al-Qusyairi (376 – 465 H).
4. Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ta'us al-
Tusi al-Syafi'i al-Ghazali / al-Ghazali (450 – 505 H / 1058 – 1111 M).
b. Tasawuf Falsafi
Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang didasarkan kepada gabungan
teori-teori tasawuf dan filsafat. Tasawuf ini banyak dikembangkan oleh
ahli-ahli sufi sekaligus filosof, 25 atau bisa juga dikatakan sebagai aliran
yang menggabungkan tasawuf dengan aliran-aliran mistik dari lingkungan
di luar Islam.
Factor-faktor yang menyebabkan kecenderungan filosofis ini
antara lain, terciptanya peluang kontak dan interaksi dengan aliran-aliran
mistik. Akibatnya berkembang konsepsi-konsepsi dalam tasawuf, seperti
fana', al-ittihad, al-hulul, dan wahdad al-wujud yang menurut sementara
kalangan agak sulit menemukan dasar-dasarnya dalam ajaran Islam.26
25 Drs H. M. Jamil, MA. Cakrawala Tasawuf : Sejarah, Pemikiran dan Kontekstualitas (Jakarta : Gaung Persada Press, 2004), hal 30
26 Dr. Alwi Shihab, Islam Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini di Indonesia, ( Bandung : Mizan, 2001), hal. 32-33
Meskipun tasawuf dalam perkembangannya terpengaruh oleh
filsafat dan menciptakan istilah-istilah serta mewarnai konsepsi-
konsepsinya dengan citra filsafat, dari perspektif pertumbuhannya tetap
merupakan fenomena yang bersumber dari Islam.27
Ada pula yang mengakatakan bahwa karakteristik umum dari
tasawuf falsafi sebagaimana yang dikemukakan oleh Al-Taftazani adalah
bahwa tasawuf jenis ini tidak dapat dikategorikan sebagai tasawuf dalam
artiannya yang sesungguhnya karena teori-teorinya selalu ditemukan
dalam bahasa filsafat dan lebih berorientasi pada pantheisme (kesatuan
wujud Tuhan dengan alam, atau anggapan bahwa semua itu adalah Tuhan,
Tuhan bersatu dengan alam, Wihdatul Wujud)28. Juga tidak bisa dikatakan
filsafat dalam artian yang sebenarnya karena teori-teorinya juga
didasarkan pada rasa atau zauq. Hal yang sama juga ditegaskan oleh
Hamka, bahwa tasawuf jenis ini tidak sepenuhnya dapat dikatakan tasawuf
dan juga tidak dapat sepenuhnya dikatakan sebagai filsafat.29
Di samping itu, tasawuf falsafi secara umum mengandung
kesamaran-kesamaran dikarenakan banyaknya istilah-istilah khusus yang
27 Ibid, hal. 33
28 Pius A. Partantao, Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya : Arkola, 1994), hal. 564
29 Hamka, Tasawuf : Perkembangan dan Pemurniannya, (Jakarta : Pustaka Panjimas, 1986), hal. 76
hanya dapat dipahami oleh mereka yang memahami aliran tasawuf ini. Hal
ini tentunya berbeda dengan tasawuf akhlaki yang lebih cenderung
mendasarkan ajaran-ajarannya kepada Al-Qur'an dan al-Sunnah, lebih
mengajarkan berbedanya hakikat khaliq dengan makhluq, menekankan
kesinambungan syariat dan hakikat dan lebih berkonsentrasi pada
pembentukan akhlak lewat metode takhalli, tahalli, dan tajalli.
Jika dalam tasawuf akhlaki mengenal ma'rifah sebagai maqam
tertinggi yang dapat dicapai oleh manusia dimana manusia dapat
mengenal Allah dengan kalbu (hati), dalam tasawuf falsafi dikatakan
bahwa manusia dapat melewati maqam tersebut, manusia dapat naik ke
jenjang yang lebih tinggi, yakni persatuan dengan Tuhan baik yang
dikenal dengan ittihad, hulul, wahdat al-wujud, maupun isyraq.30
Adapun untuk lebih jelasnya penulis akan menguraikan tentang
ajaran-ajaran dari beberapa tokoh yang sangat berperan besar dalam
pengembangan tasawuf falsafi :
1. Ibn 'Arabi
Nama lengkapnya Ibn 'Arabi adalah Muhammad bin 'Ali bin
Ahmad bin 'Abdullah ath-Tha'i al-Haitami. Dia lahir pada tahun 560
H. (1163 M) di Murcia, Andalusia Tenggara, Spanyol. Dia meninggal
30 Drs H. M. Jamil, MA. Cakrawala Tasawuf : Sejarah, Pemikiran dan Kontekstualitas (Jakarta : Gaung Persada Press, 2004), hal 44-45
pada tahun 638 H. (1240 M). Dia lahir dari keluarga berpangkat,
hartawan dan ilmuwan. Pada usia delapan tahun, keluarganya pindah
ke Sevilla di mana Ibn 'Arabi belajar Al-Qur'an, al-Hadits dan Fiqh
pada sejumlah murid faqih terkenal Andalusia, Ibn Hazm al-Zhahiri. Ia
belajar tasawuf kepada sejumlah sufi terkenal seperti Abu Madyan al-
Gaus al-Talimsari, dan melanglang buana ke berbagai negeri seperti
Yaman, Syiria, Irak, Mesir dan akhirnya pada tahun 620 H, ia menetap
di Hijaz hingga akhir hayatnya.
Di antara bukunya yang sangat terkenal adalah al-Futuhat al-
Makkiyah dan Fushush al-Hikam. Muhammad Yusuf Musa
mengatakan bahwa kedua kitab Ibn 'Arabi ini adalah dua sumber
utama bagi siapa saja yang mau mempelajari tasawuf Ibn 'Arabi.
Di antara ajaran terpenting dari Ibn 'Arabi adalah wahdat al-
wujud, yaitu faham bahwa manusia dan Tuhan pada hakikatnya adalah
satu kesatuan wujud. Menurut faham ini bahwa setiap sesuatu yang
ada memiliki dua aspek, yaitu aspek luar dan aspek dalam. Aspek luar
disebut makhluq (al-khalq). Aspek dalam disebut Tuhan (al-Haqq).
Menurut faham ini, aspek yang sebenarnya ada adalah aspek dalam
(Tuhan) sedangkan aspek luar adalah bayangan dari aspek dalam
tersebut. Allah adalah hakikat alam sedangkan alam ini hanyalah
bayangan dari wujud Allah. Karena itu menurut faham ini tidak ada
perbedaan antara makhluk dengan Tuhan. Perbedaannya hanya pada
rupa dan ragam, sedangkan hakikatnya sama. Hal ini dapat dilihat dari
ungkapan Ibn 'Arabi yang mangatakan bahwa "Mahasuci Tuhan yang
telah menzahirkan segala sesuatu dan Dia adalah hakikat (ain) dari
segala sesuatu itu".31
Ungkapan Ibn 'Arabi ini disamping menunjukkan bahwa segala
sesuatu bukan tercipta dari sesuatu yang tidak ada tetapi dari sesuatu
yang ada, juga berarti bahwa semua yang ada ini wujudnya adalah satu
dan pada hakikatnya wujud makhluq adalah wujud khaliq pula. Dari
segi hakikat tidak ada perbedaan antara khaliq dan makhluq. Jika
terlihat perbedaan antara khaliq dan makhluq maka itu karena dilihat
dengan pandangan pancaindera lahir dan karena keterbatasan akal
dalam menangkap hakikat yang ada pada Dzat-nya dari kesatuan
dzatiyah, yang semua ada terhimpun pada-Nya.
2. Hamzah Fansuri
Hamzah Fansuri adalah orang pertama yang memunculkan
tasawuf falsafi di Indonesia, yang bersih dan murni dari
penyimpangan, bahkan seakan sempurna dalam rujukannya terhadap
sumber-sumber Arab yang Islami. Sementara tasawuf falsafi sendiri
pada masa sebelum itu hanya terbatas pada aktifitas individual yang
belum terorganisir. Dikatakan bahwa ajaran Siti Jenar tentang kesatuan
31 Ibid, hal. 108-109
Khaliq dengan makhluk merupakan tahap pertama atau tahap
pengenalan tasawuf falsafi di Indonesia. Dan masa Hamzah Fansuri
dipandang sebagai tahap kedua dalam sejarah tasawuf falsafi di
Indonesia, atau juga disebut sebagai tahap perkembangan.32
Riwayat hidup Hamzah Fansuri, di mulai tahun dan tempat
kelahiran, demikian pula tahun dan tempat meninggal, dimana
dimakamkan, apa saja karya-karya yang telah ia tulis, masih
dipersoalkan oleh para peneliti dan sangat sulit ditemukan. Hanya saja
berdasarkan beberapa fakta yang terbatas para pengkaji menyimpulkan
bahwa Hamzah Fansuri hidup antara pertengahan abad ke-16 hingga
awal abad ke-17.33
Adapun beberapa diantara ajaran tasawuf Hamzah Fansuri
yang telah ditemukan dan diterjemahkan adalah :
a) Syarab al-'Asyiqin (Minuman Orang Birahi)
b) Asrar al-'Arifin (Rahasia Ahli Makrifat) dan
c) Al-Muntahi.
Kandungan Syarab al-'Asyiqin adalah ringkasan ajaran wahdah
al-wujud Ibn 'Arabi, Sadr al-Din al-Qunawi dan 'Abd Karim al-Jilli.
32 Dr. Alwi Shihab, Islam Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini di Indonesia, ( Bandung : Mizan, 2001), hal. 123
33 Abdul Hadi W.M., Tasawuf Yang Tertindas, (Jakarta : Penerbit Paramadina, 2001), hal. 115-116
Kitab ini terdiri dari tujuh bab dan uraiannya tentang tasawuf sangat
ringkas. Sedangkan di dalam Asrar al-'Arifin, Hamzah Fansuri
menurunkan limabelas syair karangannya dan ditafsirkannya sendiri
serta ditelaah baris demi baris. Telaah-telaah tersebut ternyata
merupakan uraian panjang mengenai doktri metafisika atau ontology
wujudiyah. Delapan bait pertama syairnya mengemukakan sifat-sifat
Tuhan yang kekal. Dalam sifat-sifatnya itu terkandung potensi
(isti'dat) dari tindakan-tindakannya yang dengan tidak berkesudahan
memperlihatkan diri di dalam segala ciptaan-Nya.34
Sedangkan di dalam risalah al-Muntahi secara ringkas
membicarakan tiga masalah penting, yakni :
a) Tentang kejadian atau penciptaan alam semesta sebagai panggung
manifestasi Tuhan dan kemahakuasaan-Nya.
b) Tentang bagaimana Tuhan memanifestasikan diri-Nya dan
bagaimana alam semesta di pandang dari sudut pemikiran ahli-ahli
makrifat, serta sebab pertama segala kejadian.
c) Tentang bagaimana seseorang itu dapat kembali ke asalnya, yaitu
kepada keadaan perbendaharaan tersembunyi, yakni ketika Tuhan
– menurut sebuah hadits qudsi – berfirman, yang artinya "Aku
34 Ibid, hal. 153
perbendaharaan tersembunyi, Aku cinta untuk dikenal maka Aku
mencipta….").35
Adapun jika digeneralisasi, secara umum semua buku-buku ini
berbicara tentang tauhid, makrifat, dan suluk, sama dengan faham Ibn
'Arabi. Sebagai gambaran umum tentang tasawuf Hamzah Fansuri
mungkin perlu dikemukakan pandangan Naquib al-Attas yang
mengatakan bahwa pemikiran-pemikiran Hamzah Fansuri tentang
tasawuf banyak dipengaruhi oleh Ibn 'Arabi. Seperti yang telah
dijelaskan di atas yakni menganut faham wahdat al-wujud dimana
ditegaskan bahwa antara Tuhan dan alam hakikatnya adalah satu, yaitu
Tuhan itu sendiri, Tuhan hakikat alam, alam sebagai pancaran dari-
Nya.36
B. Ajaran Tasawuf dalam Kitab Asma’ al-Arbain
Sebagaimana diketahui bahwa manuskrip Asma' al-Arbain dalam
pembahasan bab III sebelumnya adalah manuskrip yang membahas tentang
khasiat membaca empat puluh mantra. Adapun asma'-asma' tersebut adalah :
رازقه وراحمه سبحانك الاله االانت يارب آل شيئ ووارثه و .1 يااله االلهة الرفيع جالله .2
35 Ibid, hal. 157
36 Drs H. M. Jamil, MA. Cakrawala Tasawuf : Sejarah, Pemikiran dan Kontekstualitas (Jakarta : Gaung Persada Press, 2004), hal 143
يا اهللا المحمود في آل فعاله .3 يارحمن آل شيء وراحمه .4ومية ملكه بقايئهياحي حين الحي في ديم .5
من علمه واليؤده يا قيوم فال يفوت شيء .6 ياواحد الباقي اول شيئ وآخره .7 والزوال لملكه يادائم بالفناء .8
ياصمدا من غير تشبيه والشيئ آمثله .9يدانيه والامكان لوصفه فالشيء آفوهيابار .10
ياآبيراانت اهللا الذي التهتدي العقول لوصف عظمته .11 يابارئ النفوس بالشار خالمن غيره .12 يازاآي الطاهر من آل آفة بقدسه .13لمواسع لما خلق من عطايا فضلهياآافي ا .14
يانقيامن آل جورلم يخالطه فعاله .15 ياحنان انت الذي وسعت آل شئ رحمته وعلما .16 يامنان ذاالحسان قدعم آل الخاليئق منه .17ورغبته بادآل يقوم حاضعالرهبتهياديان الع .18
ياخالق من في السموات واالرضى آل اليه معاده .19 يارحيم آل صريح ومكروب وغياثه ومعاذه .20 ياتام فال تصف االلسن آل جالله وعزه .21ع البدائع لم بيغ في انثائها عونامن خلقهيابد .22
واليؤده يا عالم الغيوب فال يفوت شيئ من حفظه .23
يا حليم ذااالناة فاليعادله شيئ من خلقة .24الئق لدعوته من مخافتهيامعيد ماافناه اذابرز في الخ .25
يا حميد الفعال ذاالمن جميع خلقه بلطفه .26 يا عزيزالمنيع الغالب علي امره فالشيئ يعادله من خلقه خاصية .27وارجلكم بامراهللا عقدت ايديكم .28
اتقامه ياقاهن ذالبطش الشديد انت الذي اليطاق
رب بعزتك هذااالسم ان ترد علي من هذاالشخصى .29
ياقريب المتعالي فوق آل شيئ علوه وارتفاعه
بقهرعزيز سلطانه يامبدل آل جبار عنيد .30
يانور آل شيئ وهذاه انت الذي فلقت الظلمات بنورك .31 يا عالي الشابح فوق آل شيئ علوه وارتفاعه .32الطاهرعن آل شيئ يعاد له من خلقه يا قدوس .33
بدئ البريا ومعيدهابعدفنائهابقدرتهيام .34
والصدق وعده ياجليل المتكبر عن آل شيئ فالعدل امره .35
يامحمود فالتبلغ االوهام آل آنه وشئنه مجده وعزه .36فوذالعدل انت الذي ملاءآل شيئ عدله ياآريم الع .37
ياعظيم ذاالثناء الفاحر والمجد والكبرياء فاليذل عزه .38 يا عجيب الصنائع فالينطق االلسن آل االية وثنائه .39ربة ومجيبي عند آل دعوة ومعاذي عند آل شلة ياغيائي عند آل آ .40
ويارجائي حين ينقطع حيلتي
Dari beberapa doa-doa atau asma diatas jika kita merujuk pada keterangan
tentang tasawuf falsafi yang secara umum mengandung kesamaran-kesamaran
dikarenakan banyaknya istilah-istilah khusus yang hanya dapat dipahami oleh
mereka yang memahami aliran tasawuf tersebut. Maka, menurut hemat penulis
secara tidak langsung ajaran-ajaran yang dikemukakan di atas lebih condong
kepada ajaran tasawuf falsafi.
Adapun beberapa uraian dalam asma' al-arbain tersebut diantaranya adalah
: khasiat dari membaca asma' yang keempat yakni menghilangkan sifat-sifat
tercela. Seperti, jika ada seseorang yang sombong, buruk perangainya, keras
wataknya, suka memaksakan kehendak, dan dia tidak pernah mendengarkan
perkataan siapapun. Dan jika kita ingin menghilangkan darinya sifat-sifat tersebut
maka dianjurkan untuk menulis asma' yang keempat dalam manuskrip asma' al-
arbain di atas kain yang terbuat dari sutera yang putih dengan menggunakan
minyak misik atau za'faron dengan nama orang tersebut dan nama ibunya
kemudian pendamlah kain tersebut di suatu tempat dimana dia tinggal dengan
catatan dia tidak mengetahuinya maka sifat-sifat tersebut akan hilang darinya
dengan izin Allah SWT.
Khasiat membaca asma' yang ke tujuh yakni jika ada seseorang yang
setiap saat yang ada dalam fikirannya hanyalah khayalan-khayalan belaka Dan
karena khayalan tersebut dia menjadi waswas, maka hendaklah dia selalu
membaca asma' ini siang dan malam, Insya Allah penyakit itu akan hilang dan
apabila dia takut kepada seorang hakim maka hendaknya dia mandi pada waktu
dhuhur kemudian shalat dhuhur dan membaca asma' ini sebanyak lima puluh kali
maka hati hakim tersebut akan menjadi luluh kepadanya dengan izin Allah SWT.
Khasiat membaca asma' yang kesembilan. Keutamaan membaca asma'
yang kesembilan ini adalah jika ada seseorang yang selalu melakukan zina,
sodomi, makan makanan haram dan dia tidak sanggup untuk memelihara dirinya
maka hendaknya dia melakukan puasa selama tiga hari dan menahan diri untuk
tidak memakan makanan haram, makanan syubhat, dan hendaknya dia tidak
makan daging, kemudian hendaklah dia membaca Asma' ini setiap hari sebanyak
seribu kali Insya Allah dia akan dapat menghilangkan perbuatan-perbuatan yang
rendah dan hina tersebut dengan izin Allah SWT. Dan apabila diantara laki-laki
dan perempuan terjadi pertengkaran dan permusuhan maka tulislah asma' ini di
dalam gelas dengan menggunakan minyak misik atau za'faron kemudian cucilah
gelas tersebut dengan sumber mata air lalu minumkanlah kepada laki-laki dan
perempuan tersebut Maka kedua orang tersebut akan menjadi rukun dan bersatu
kembali dengan izin Allah SWT.
Khasiat membaca asma' yang ke tiga puluh satu. Keutamaan membaca
asma’ yang ketiga puluh satu adalah Jika ada seseorang yang keadaannya tidak
pernah berubah dan tidak ada seorangpun yang mau membukakan diri kepadanya
sehingga orang tersebut menjadi gelap mata hatinya maka hendaklah dia
membaca asma’ ini sebanyak 700 kali setelah itu tulislah asma’ ini pada sebuah
kertas, kemudian hendaklah orang tersebut mengambil hati hewan dan
memasukkan kertas tersebut ke dalam hati itu, setelah itu hendaklah dia
memendam hati tersebut di masjid di mana orang-orang melakukan shalat di
dalamnya, Insya Allah segala apa yang menjadi keinginannya akan terkabulkan
dengan izin Allah.
Keutamaan membaca asma' yang ketiga puluh tiga. Keutamaan membaca
asma’ yang ke tiga puluh tiga ini adalah barang siapa yang selalu membaca asma’
ini dan mengucapkan apa-apa yang menjadi keinginannya maka rahasia-rahasia
keajaiban Yang dimiliki oleh jin dan manusia akan terbuka untuknya, demikian
juga dengan rahasia-rahasia lain yang menakjubkan seperti rahasia hujan, petir,
gemba bumi, dan keajaiban-keajaiban alam lainnya dengan izin Allah SWT.
Keutamaan membaca asma' yang ke tiga puluh lima. Ketahuilah
bahwasannya semua urusan dunia dan akhirat tergantung pada asma’ ini dan
barang siapa yang menginginkannya, maka hendaklah dia membaca asma’ ini jika
ingin segala hajatnya dipenuhi dan dia ingin mendapatkan derajat yang tinggi dan
keutamaan-keutamaan lain yang dia inginkan caranya adalah dengan melakukan
khalwat (nyepi) selama empat puluh hari tidak berbicara dengan siapapun, tidak
memakan daging, dan tidak makan apapun serta memelihara diri dari hal-hal yang
haram dan syubhat kemudian hendaklah dia membaca asma’ ini setiap hari
semampunya, maka semua rahasia akan terbuka baginya dan dia hanya akan
berbicara kepada orang lain seperlunya saja kecuali terjadi sesuatu.
Keutamaan asma’ yang ketigapuluh tujuh adalah barangsiapa yang
mempunyai dosa yang besar, sebesar gunung, seluas samudera, bumi dan
sebanyak pasir dan sebanyak daun-daun pohon yang ada di dunia ini. Maka
hendaklah dia membaca asma’ ini dengan niat meminta ampun dan keselamatan,
Insya Allah, Allah akan mengampuninya dengan berkah asma’ ini. Dan
menjadikannya sebagai ahli surga, dan jika asma’ ini di baca dengan niat mencari
harta benda dunia dan akhirat maka Allah akan memberikannya segala apa yang
ada di dunia dan akhirat Dan jika dia seorang raja atau penguasa dan banyak
orang yang membencinya hendaklah dia membaca asma’ ini dengan niat
ditujukan kepada orang-orang tersebut maka orang-orang tersebut menjadi hilang
kebenciannya dan berubah menjadi simpati kepada orang tersebut (raja/penguasa)
dan dia akan dicintai oleh semua orang. Dan jika asma’ ini ditulis pada kain kafan
mayit maka mayit itu tidak akan mendapatkan siksa kubur dan Allah akan
memudahkan kepadanya dalam menjawab pertanyaan dari malaikat Munkar dan
Nakir, dan daging dan tulangnya akan utuh serta Allah akan menjadikan kuburnya
taman dari taman-taman surga dengan berkat asma’ ini.