71
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Deres, Desa
Kandangan, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang. Desa
Kandangan merupakan wilayah kerja Puskesmas Bawen.
Batas-batas wilayah dari Desa Kandangan sebelah utara
adalah Desa Jatirunggo dan Desa Lemahireng, sebelah timur
adalah Desa Polosiri, sebelah selatan adalah Desa Delik atau
Sungai Tuntang, dan sebelah barat adalah Kelurahan Bawen. Luas
wilayah Desa Kandangan sekitar 945,487 hektar. Desa Kandangan
terbagi menjadi 11 Dusun meliputi Krajan, Pancuran, Balekambang,
Geneng, Sajen, Bendo, dan Tugusari. Dusun Kandangan memiliki
11 RW dan 49 RT.
Gambar 4.1 Peta Lokasi Penelitian
72
4.1.2 Kondisi Demografi Desa Kandangan
Berikut adalah kondisi demografi Desa Kandangan menurut
jenis kelamin, jenis pekerjaan, dan sarana kesehatan yang disajikan
dalam bentuk tabel dan grafik.
Grafik 4.1 Proporsi Penduduk Desa Kandangan Menurut Jenis
Kelamin
Grafik 4.1 di atas menunjukkan bahwa jumlah penduduk
perempuan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk
laki-laki.
5 13
500
102
400201
1141
1546
0
500
1000
1500
2000
PNS/TNI/POLRI Pensiunan
Petani Peternak sapi potong
Buruh tani/perkebunan Buruh bangunan
Buruh industri Jasa/buruh lainnya
3964
3915
3890
3900
3910
3920
3930
3940
3950
3960
3970
Perempuan Laki-laki
73
Grafik 4.2 Proporsi Penduduk Desa Kandangan Menurut Jenis
Pekerjaan
Grafik 4.2 di atas menunjukkan bahwa pekerjaan penduduk paling
banyak adalah di bidang jasa/buruh lainnya, sedangkan pekerjaan
penduduk paling sedikit adalah PNS/TNI/POLRI.
Tabel 4.1 Sarana Kesehatan yang Ada di Desa Kandangan
Sarana Kesehatan Frekuensi
Puskesmas pembantu 1 Bidan Desa 1 Dukun Bayi 5
Perpipaan Air Bersih 9 Sumur Gali 661
Tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa sumur gali merupakan
sarana kesehatan yang paling banyak dimiliki oleh Desa
Kandangan sedangkan sarana kesehatan yang paling sedikit
adalah bidan desa.
4.2 Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilakukan di Dusun Deres, Desa Kandangan,
Kecamatan Bawen. Pelaksanaan penelitian dimulai pada 10 – 17
September 2016. Sebelum melakukan penelitian, dilakukan
pengurusan surat di fakultas guna mendapatkan ijin untuk
melakukan penelitian, kemudian bertemu dan menjelaskan tujuan
penelitian kepada Kepala Desa Kandangan. Setelah itu peneliti
bertemu dengan Kepala Dusun Deres untuk meminta ijin
melakukan penelitian di Dusun Deres. Setelah mendapatkan ijin
dari Kepala Desa Kandangan, kemudian peneliti melaksanakan
Sumber : Kelurahan Kandangan, 2015
74
penelitian dengan membagikan lembaran kuesioner kepada warga
Dusun Deres yang bekerja sebagai pemulung dari rumah ke rumah.
Selain membagikan kuesioner peneliti juga melakukan dokumentasi
dengan mengambil gambar. Dari jumlah kuesioner yang disebar
semuanya terkumpul kembali dan bisa digunakan untuk dianalisis.
4.3 Gambaran Responden
Gambaran umum responden terlihat dari tabel distribusi
frekuensi. Responden penelitian seluruhnya berjumlah 49
responden. Gambaran umum responden penelitian berisi tentang
karakteristik jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan
penghasilan per bulan menurut UMR Kabupaten Semarang. Berikut
gambaran umum dari responden penelitian.
4.3.1 Karakteristik Responden
Berikut adalah karakteristik responden menurut jenis
kelamin, usia, pendidikan terakhir, dan penghasilan perbulan
menurut UMR Kabupaten Semarang yang disajikan dengan
distribusi frekuensi dalam bentuk tabel.
Tabel 4.2 : Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden Warga Dusun Deres yang Bekerja Sebagai Pemulung di TPA
Blondo
Jenis Kelamin Frekuensi Presentase (%)
Perempuan 21 42,86 Laki-laki 28 57,14
Total 49 100%
75
Tabel 4.2 di atas menjelaskan bahwa jumlah responden laki-laki
lebih banyak daripada responden perempuan.
Tabel 4.3 : Distribusi Frekuensi Usia Responden Warga Dusun Deres yang Bekerja Sebagai Pemulung di TPA Blondo
Usia (Tahun) Frekuensi Presentase (%)
< 20 tahun 1 2,04
20 – 35 tahun 6 12,24
36 – 50 tahun 23 46,94
51 – 60 tahun 13 26,53
> 60 tahun 6 12,24
Total 49 100%
Tabel 4.3 di atas menjelaskan bahwa mayoritas responden memiliki
usia 36 – 50 tahun sedangkan minoritas responden memiliki usia <
20 tahun.
Tabel 4.4 : Distribusi Frekuensi Pendidikan Terakhir Responden Warga Dusun Deres yang Bekerja Sebagai
Pemulung di TPA Blondo
Pendidikan Terakhir Frekuensi Presentase (%)
Tidak sekolah/tidak tamat SD
25 51,02
SD 18 36,73 SMP/sederajat 5 10,20 SMA/sederajat 1 2,04
Perguruan tinggi/Diploma/S1
0 0,00
Total 49 100%
Tabel 4.4 di atas menjelaskan bahwa mayoritas responden memiliki
tingkat pendidikan tidak sekolah/tidak tamat SD sedangkan
minoritas responden memiliki tingkat pendidikan SMA/sederajat
yaitu 1 orang.
76
Tabel 4.5 : Distribusi Frekuensi Penghasilan Per Bulan
responden Warga Dusun Deres yang Bekerja Sebagai
Pemulung di TPA Blondo Menurut UMR Kabupaten Semarang
Penghasilan Per Bulan Frekuensi Presentase (%)
< Rp. 1.610.000,- 43 87,76 ≥ Rp. 1.610.000,- 6 12,24
Total 49 100%
Tabel 4.5 di atas menjelaskan bahwa responden yang memiliki
penghasilan kurang dari UMR Kabupaten Semarang berjumlah
lebih banyak daripada responden yang memiliki penghasilan lebih
dari atau sama dengan UMR Kabupaten Semarang.
4.4 Hasil Penelitian
4.4.1 Analisis Univariat Variabel Penelitian
4.4.1.1 Distribusi Frekuensi Perilaku Kesehatan (Becker)
Hasil penelitian pada responden di warga Dusun Deres
yang bekerja sebagai pemulung di TPA Blondo didapatkan
gambaran mengenai perilaku kesehatan (Becker), yang dapat
dilihat pada tabel 4.5 dan grafik 4.4 sebagai berikut :
Tabel 4.6 Distribusi Perilaku Kesehatan (Becker) Responden Warga Dusun Deres yang Bekerja Sebagai Pemulung di TPA
Blondo
Perilaku Kesehatan
Frekuensi Persentase (%)
Baik 43 80,17 Kurang Baik 6 19,83
Total 49 100%
77
Grafik 4.3 Distribusi Perilaku Kesehatan (Becker) Responden Warga Dusun Deres yang Bekerja Sebagai Pemulung di TPA
Blondo
Data tabel 4.6 dan grafik 4.4 di menggambarkan bahwa dari 49
responden, persentase responden yang memiliki perilaku
kesehatan baik sebesar 80,71% dan responden yang memiliki
perilaku kesehatan kurang baik sebesar 19,83%.
4.4.1.2 Distribusi Frekuensi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Tatanan Rumah Tangga
Hasil penelitian pada responden di warga Dusun Deres
yang bekerja sebagai pemulung di TPA Blondo didapatkan
gambaran mengenai PHBS tatanan rumah tangga, yang dapat
dilihat pada tabel 4.7 dan grafik 4.5 sebagai berikut :
80.17%
19.83%
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
70.00%
80.00%
90.00%
Persentase
Baik Kurang Baik
78
Tabel 4.7 Distribusi PHBS Tatanan Rumah Tangga Responden Warga Dusun Deres yang Bekerja Sebagai Pemulung di TPA
Blondo
PHBS Tatanan Rumah Tangga
Frekuensi Persentase (%)
Baik 48 97,96 Kurang Baik 1 2,04
Total 49 100%
Grafik 4.4 Distribusi PHBS Tatanan Rumah Tangga Responden Warga Dusun Deres yang Bekerja Sebagai Pemulung di TPA
Blondo
Dari tabel 4.7 dan grafik 4.5 menggambarkan bahwa dari 49
responden, persentase responden yang memiliki PHBS tatanan
rumah tangga baik sebesar 97,96% dan responden yang memiliki
PHBS tatanan rumah tangga yang kurang baik sebesar 2,04%.
4.4.1.3 Distribusi Kejadian ISPA Dalam Keluarga
Hasil penelitian pada responden di warga Dusun Deres
yang bekerja sebagai pemulung di TPA Blondo didapatkan
gambaran mengenai kejadian ISPA dalam keluarga, yang dapat
dilihat pada tabel 4.8, tabel 4.9, dan grafik 4.6 sebagai berikut :
97.96%
2.04%
0.00%
20.00%
40.00%
60.00%
80.00%
100.00%
120.00%
Persentase
Baik Kurang Baik
79
Tabel 4.8 Distribusi Responden atau Keluarga Responden Warga Dusun Deres yang Bekerja Sebagai Pemulung di TPA
Blondo yang Sedang Menderita ISPA dan Tidak Sedang Menderita ISPA
Kejadian ISPA dalam Keluarga
Frekuensi Persentase (%)
Sedang ISPA 8 16,33 Tidak Sedang
ISPA 41 83,67
Total 49 100%
Tabel 4.9 Distribusi Responden atau Keluarga Responden Warga Dusun Deres yang Bekerja Sebagai Pemulung di TPA
Blondo yang Pernah Menderita ISPA dan Tidak Pernah Menderita ISPA
Kejadian ISPA Dalam Keluarga
Frekuensi Persentase (%)
Pernah ISPA 7 14,29 Tidak Pernah
ISPA 42 85,71
Total 49 100%
Data tabel 4.8 menggambarkan bahwa dari 49 responden,
persentase responden yang sedang menderita ISPA sebesar
15,33% dan responden yang tidak sedang menderita ISPA sebesar
83,67%. Sedangkan data tabel 4.9 menggambarkan bahwa dari 49
responden, persentase responden yang pernah menderita ISPA
16.33%
83.67%
14.29%
85.71%
0.00%
20.00%
40.00%
60.00%
80.00%
100.00%
Persentase (%)
sedang ISPA tidak sedang ISPA
pernah ISPA tidak pernah ISPA
Grafik 4.5 Distribusi Kejadian ISPA Dalam Keluarga Responden Warga Dusun Deres yang Bekerja Sebagai Pemulung di TPA Blondo
80
sebesar 14,29% dan responden yang tidak pernah menderita ISPA
sebesar 85,71%.
4.5 Pembahasan Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.6 dan grafik 4.4
menunjukkan dari 49 responden warga Dusun Deres yang bekerja
sebagai pemulung di TPA Blondo didapatkan hasil bahwa sebagian
besar warga memiliki pengetahuan dan melakukan perilaku
kesehatan (Becker) dengan baik. Responden dengan perilaku
kesehatan yang baik sebanyak 43 orang atau 87,76%, sedangkan
responden dengan perilaku kesehatan yang kurang baik sebanyak
6 orang atau 12,24%. Responden warga Dusun Deres yang bekerja
sebagai pemulung di TPA Blondo yang memiliki perilaku kesehatan
kurang baik, tidak memiliki istirahat yang cukup, tidak mengerti hak
sebagai pasien, dan tidak mengerti kewajiban sebagai pasien.
Namun perilaku kesehatan yang kurang baik didominasi oleh warga
yang tidak memiliki istirahat yang cukup. Dari 49 responden warga,
36 reponden memiliki istirahat yang cukup dan 13 responden tidak
memiliki istirahat yang cukup. Jumlah tersebut paling rendah
dibandingkan dengan pernyataan lain dari variabel perilaku
kesehatan. Berdasarkan wawancara kepada responden, kurangnya
istirahat disebabkan karena responden bekerja di TPA atau di
kebun. Responden mengatakan mulai bekerja ketika subuh dan
istirahat ketika siang, kemudian setelah istirahat biasanya kegiatan
81
dilanjutkan sampai sore. Beberapa responden juga memilah-milah
sampah plastik (gelas air mineral) yang didapatkan dari memulung
dari TPA di sekitar rumah. Bagi responden perempuan, kegiatan
setelah bekerja dilanjutkan dengan mengurus rumah tangga.
Berikut adalah dokumentasi responden yang melakukan aktivitas
sehari-hari :
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.7 dan grafik 4.5
menunjukkan dari 49 responden warga Dusun Deres yang bekerja
sebagai pemulung di TPA Blondo didapatkan hasil bahwa sebagian
besar warga melakukan PHBS tatanan rumah tangga dengan baik
yaitu sebanyak 48 orang atau 97,96%. Sedangkan warga yang
kurang melakukan PHBS dengan baik sebanyak 1 orang atau
2,04%. Responden warga Dusun Deres yang bekerja sebagai
pemulung di TPA Blondo kurang baik dalam PHBS tatanan rumah
tangga, tidak mengurangi jumlah sampah dengan melakukan 3R
(mengurangi, memanfaatkan kembali, mendaur ulang), merokok,
Gambar 4.2 Responden yang
Memanggul Rumput Untuk Pakan
Ternak
Gambar 4.3 Responden yang
Memulung di TPA
82
dan tidak memiliki jaminan kesehatan. Namun PHBS tatanan rumah
tangga yang kurang baik didominasi oleh warga yang merokok. Dari
49 responden, terdapat 5 responden yang dirinya atau keluarganya
tidak merokok dan 44 responden yang dirinya atau keluarganya
merokok. Jumlah tersebut paling kecil dibandingkan dengan
pernyataan lain dari variabel PHBS rumah tangga. Berdasarkan
wawancara kepada responden, kebiasaan merokok disebabkan
karena merokok dapat menghilangkan bau sampah ketika bekerja
di TPA, selain itu merokok dilakukan untuk menghilangkan
kebosanan. Berikut adalah dokumentasi kebiasaan merokok
responden :
Gambar 4.4 Rokok Milik Responden
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.8, tabel 4.9, dan
grafik 4.6 menunjukkan dari 49 responden atau keluarga responden
83
warga Dusun Deres yang bekerja sebagai pemulung di TPA Blondo
didapatkan hasil bahwa yang sedang menderita ISPA yaitu
sebanyak 8 orang atau 16,33% dan yang tidak sedang menderita
ISPA yaitu 41 orang atau 83,67%. Sedangkan responden atau
keluarga responden warga Dusun Deres yang bekerja sebagai
pemulung di TPA Blondo yang pernah menderita ISPA sebanyak 7
orang atau 14,29% dan yang tidak pernah menderita ISPA yaitu 42
orang atau 85,71%. Menurut teori Notoatmodjo, Soekidjo, 2003
dalam Aldila 2015, faktor intrinsik penyebab penyakit ISPA adalah
status imunisasi, riwayat BBLR, dan status gizi. Sedangkan faktor
ekstrinsik penyebab penyakit ISPA adalah status ekonomi,
pendidikan, pengetahuan, dan perilaku. Hasil tersebut kurang baik
mengingat masih terdapat responden atau keluarga responden
yang menderita ISPA.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa PHBS
tatanan rumah tangga dan perilaku kesehatan sudah baik namun
masih terdapat kejadian ISPA dalam keluarga. Hasil penelitian yang
menunjukkan PHBS tatanan rumah tangga dan perilaku kesehatan
sudah baik namun masih terdapat kejadian ISPA dalam keluarga,
tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Khasanah dan
Putri (2013) yang menyatakan bahwa PHBS dapat mencegah
individu, kelompok, dan masyarakat dari penyakit infeksi dan non
infeksi. Apabila penerapan PHBS ini masih rendah maka
84
akanmenimbulkan berbagai penyakit seperti diare, gizi buruk, gizi
kurang, demam berdarah, dan ISPA. Selain itu menurut Sumarmi
dkk (2008), PHBS yang rendah pada keluarga menyebabkan
mudahnya agen infeksi pada keluarga terutama balita. Begitu juga
menurut Notoadmodjo (2007) kondisi sehat dapat dicapai dengan
mengubah perilaku dari yang tidak sehat menjadi perilaku sehat
dan menciptakan lingkungan sehat di rumah tangga. Dengan
menerapkan perilaku hidup sehat dapat menurunkan angka
kesakitan dan meningkatkan kesehatan bagi individu. Perilaku
sehat juga dapat bermanfaat bagi individu maupun orang lain dan
mengarah pada tercapainya derajat kesehatan optimal. Menurut
hasil penelitian dari Khasanah dan Putri (2013), ada hubungan
yang signifikan antara PHBS pada tatanan rumah tangga dengan
kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Purwokerto
Selatan. Begitu juga menurut Amalia (2009), sebagian besar
masalah kesehatan, dalam hal penyakit yang timbul pada manusia,
disebabkan oleh perilaku yang tidak sehat. Hasil penelitian yang
didapatkan oleh peneliti menyatakan bahwa PHBS tatanan rumah
tangga dan perilaku kesehatan sudah baik namun masih terdapat
kejadian ISPA dalam keluarga yang tidak sesuai dengan penelitian
sebelumnya, maka dari itu hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa terjadinya ISPA bukan hanya diakibatkan oleh rendahnya
PHBS dan perilaku kesehatan. Faktor-faktor terjadinya ISPA
85
menurut Aldila (2015), secara intrinsik adalah status gizi, status
imunisasi, riwayat BBLR, dan umur. Sedangkan faktor secara
ekstrinsik adalah kondisi fisik lingkungan rumah, praktek PHBS,
status ekonomi, pendidikan, pengetahuan, dan perilaku. Menurut
teori Blum, kesehatan seseorang dipengaruhi oleh empat faktor
yaitu keturunan, lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan.
Menurut Sharma et al 1998 dalam Utami 2013, host, lingkungan
dan sosiokultur merupakan variabel yang dapat mempengaruhi
insiden dan keparahan penyakit infeksi saluran pernafasan akut.
Sedangkan menurut Mukono dalam Utami (2013) di dalam program
kesehatan lingkungan, suatu pemukiman atau perumahan sangat
berhubungan dengan kondisi ekonomi, sosial, pendidikan, tradisi
kebiasaan, suku, geografi, dan kondisi lokal. Selain itu lingkungan
perumahan atau pemukiman dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
dapat menentukan kualitas lingkungan perumahan tersebut antara
lain fasilitas pelayanan, perlengkapan, peralatan yang menunjang
kesehatan fisik, kesehatan mental, kesehatan sosial bagi individu
dan keluarga.
Berdasarkan peradigma sehat ditetapkan visi Indonesia
2010, dimana ada 3 pilar yang perlu mendapat perhatian khusus,
yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat serta pelayanan kesehatan
yang bermutu, adil, dan merata. Untuk perilaku sehat bentuk
konkritnya yaitu perilaku proaktif memelihara dan meningkatkan
86
kesehatan, mencegah risiko penyakit, melindungi diri dari ancaman
penyakit serta berpartisipasi aktif dalam upaya kesehatan.
Mengingat dampak dari perilaku terhadap derajat kesehatan cukup
besar (30 – 35% terhadap derajat kesehatan), maka diperlukan
berbagai upaya untuk mengubah perilaku yang tidak sehat menjadi
sehat. Salah satunya melalui program Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS) (Tim Field Lab UNS, 2013). PHBS rumah tangga
yang tinggi dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
PHBS yang tinggi menyebabkan angka kejadian penyakit
berkurang. Sebaliknya jika PHBS rumah tangga rendah maka dapat
mengakibatkan turunnya derajat kesehatan masyarakat. PHBS
rendah menyebabkan angka kejadian penyakit meningkat. Begitu
juga dengan perilaku kesehatan. Perilaku kesehatan bertujuan
untuk meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat. Pada penelitian
ini perilaku kesehatan Becker terdiri dari 3 aspek yaitu perilaku
sehat (health behavior), perilaku sakit (illness behaviour), dan
perilaku peran sakit (the sick role behaviour). Dimana ketiga-tiganya
merupakan aspek yang berkaitan dengan respon seseorang
terhadap sakit penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan
minuman, serta lingkungan. Dalam penelitian ini peneliti
mendapatkan hasil bahwa walaupun PHBS dan perilaku
kesehatannya mayoritas baik, namun beberapa responden yang
memiliki PHBS kurang baik didominasi oleh warga yang merokok.
87
Sedangkan responden yang memiliki perilaku kesehatan yang
kurang baik didominasi oleh responden yang tidak memiliki istirahat
cukup.
Hasil penelitian dari Arum (2014), di Dusun Patukan,
Sleman menyatakan bahwa paparan rokok mempunyai hubungan
terhadap terjadinya ISPA pada balita. Selain itu hasil penelitian
Ahyanti dan Duarsa (2013) pada mahasiswa Politeknik
Tanjungkarang, menyatakan bahwa ada hubungan bermakna
antara merokok dengan kejadian ISPA setelah mengontrol jenis
kelamin, status gizi, pencemaran dalam rumah, lingkungan fisik
rumah. Mahasiswa yang merokok berisiko 4,278 kali menderita
ISPA dibanding dengan mahasiswa yang tidak merokok. Hasil
penelitian Milo dkk (2015), menyatakan bahwa ada hubungan
antara kebiasaan merokok di dalam rumah dengan kejadian ISPA
pada anak. Selain itu teori dari Allangkary (2015), menyatakan
bahwa paparan asap rokok pada ibu hamil, bayi, balita, dan anak-
anak dapat meningkatkan risiko mengalami kondisi kesehatan yang
buruk seperti terjadinya panyakit ISPA.
Istirahat atau tidur diperlukan untuk memperbaiki proses
biologis secara rutin. Selama tidur tubuh melepaskan hormon
pertumbuhan dan memperbaharui sel epitel khusus seperti sel otak.
Kebutuhan tidur sama pentingnya dengan kebutuhan nutrisi dan
88
olahraga yang cukup bagi kesehatan. Menurut Hogson (1991)
dalam Potter & Perry (2005), kegunaan tidur masih belum jelas
namun diyakini tidur diperlukan untuk menjaga keseimbangan
mental, emosional, dan kesehatan. Akibat buruk yang dapat jika
kurang istirahat atau tidur diantaranya adalah stress, gangguan
memori, obesitas, mempercepat penuaan, dan menurunkan
imunitas (Harian Sehat, 2014). Keadaan stress baik mayor maupun
minor dapat memberikan efek pada berbagai mekanisme imunologi.
Penelitian pada binatang dan manusia memberikan keyakinan akan
bukti bahwa kesehatan sangat dipengaruhi oleh perubahan sistem
kekebalan. Stress dapat menyebabkan rendahnya antibodi yang
dapat menyebabkan mudahnya terserang infeksi dan penyakit berat
(Kesimpulan, 2009). Penelitian dari Padgett & Glaser (2003),
menyatakan bahwa stres dapat mempengaruhi kesehatan individu,
termasuk kesehatan imunologi.
Berdasarkan hasil penelitian pada karakteristik responden
warga Dusun Deres yang bekerja sebagai pemulung di TPA
Blondo, responden masih memiliki tingkat pendidikan yang rendah.
Dari 49 responden responden, didapatkan hasil bahwa 25 orang
atau 51,02 % tidak sekolah/tidak tamat SD dan 18 orang atau 36,73
% tamat SD. Mayoritas responden memiliki penghasilan per bulan
di bawah UMR Kabupaten Semarang yaitu dari 49 responden
warga Dusun Deres yang bekerja sebagai pemulung di TPA Blondo
89
didapatkan hasil bahwa 43 orang atau 87,76% memiliki penghasilan
per bulan di bawah Rp.1.610.000,- dan 6 orang atau 12,24%
memiliki penghasilan per bulan di atas Rp.1.610.000,-. Kedua
karakteristik tersebut termasuk ke dalam faktor ekstrinsik terjadinya
ISPA, namun penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan dan
mendokumentasikan PHBS tatanan rumah tangga berhubungan
dengan kejadian ISPA. Sehingga kedua faktor ekstrinsik terjadinya
ISPA tersebut tidak dibahas lebih lanjut.
4.6 Hambatan dan Kelemahan Penelitian
4.6.1 Hambatan Penelitian
Hambatan dalam penelitian ini adalah :
1. Peneliti mengalami kesulitan dalam mencari alamat
responden yang tersebar di 5 RT Dusun Deres. Jarak antara
rumah 1 dengan rumah lainnya berjauhan walaupun berada
dalam 1 RT. Sehingga proses penelitian berlangsung dalam
waktu yang lebih lama.
2. Peneliti mengalami kesulitan untuk bertemu responden
karena responden memiliki waktu istirahat setelah bekerja
yang berbeda-beda. Sehingga peneliti harus mengulang
untuk mengunjungi ke rumah responden sebelumnya,
setelah responden tersebut sudah selesai bekerja atau
90
selesai beristirahat dari TPA atau kebun untuk pengambilan
data.
4.6.2 Kelemahan Penelitian
Kelemahan dalam penelitian ini adalah :
1. Peneliti hanya fokus menggambarkan/mendeskripsikan
kejadian ISPA dalam keluarga, perilaku kesehatan (Becker),
dan PHBS tanpa mencari hubungan/korelasi antar variabel.
Diharapkan untuk peneliti selanjutnya bisa mengembangkan
dengan mencari hubungan antar variabel tersebut.
2. Peneliti hanya fokus menggunakan kuesioner sebagai
instrumen penelitian sehingga hal ini mungkin dipengaruhi
oleh situasi dan kondisi pelaksanaan pengisian kuesioner.