BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada Bab V peneliti akan memaparkan hasil penelitian dan akan dibahas berdasarkan
teori. Pembahasan tersebut adalah menganalisis Tari Topeng Ayu menggunakan Interaksionisme
Simbolis (IS), yang terdiri dari nilai-nilai masyarakat dan tari Topeng Ayu di Dusun Tanon, Desa
Ngrawan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang. Dengan demikian proses tersebut dapat
menjawab rumusan masalah pada penelitian ini.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jenis pendekatan deskriptif
eksploratif. Setelah peneliti menggali data melalui wawancara yang dilakukan dengan informan
maka peneliti dapat mengetahui, memaparkan dan menggambarkan data yang telah diperoleh
tersebut.
5.1. Hasil Wawancara
5.1.1. Penggagas Tari Topeng Ayu
Penggagas Tari Topeng Ayu adalah Bapak Trisno dan Ibu Yanti, dimana kedua
orang tersebut juga merupakan perintis wilayah Dusun Tanon, Desa Ngrawan,
Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang menjadi Desa Wisata sejak tahun 2010.
a) Penggagas Tari Topeng Ayu I, adalah Bp. Trisno. Ia adalah Ketua Pokdarwis
(Kelompok Sadar Wisata) di wilayah Dusun Tanon, Desa Ngrawan,
Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang. Selain menjadi Ketua Pokdarwis ia
juga bekerja sebagai apoteker di Apotek miliknya sendiri yang dibangun
bersama istrinya, berlokasi di Kopeng. Sebagai Ketua Pokdarwis di Dusun
Tanon, Desa Ngrawan, Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang, Bp. Trisno
dan bersama keputusan warga Dusun Tanon, Desa Ngrawan, kecamatan
Getasan, Kabupaten Semarang mematenkan Tari Topeng Ayu sebagai ikon di
Desa Menari di Desa Ngrawan.
Berikut kutipan hasil wawancara dengan Bapak Trisno1:
“Tahun 2012, Desa Ngrawan mengambil momentum di Hari peringatan Ibu
Kartini yang bertepatan tanggal 21 April, jadi terinspirasi Habis Gelap
1 Wawancara dengan
Bapak Trisno, di Dusun Tanon, Desa Ngrawan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, pada 8 Februari, 2018, pukul 15:53.
Terbitlah Terang, habis Topeng Ireng terbitlah Topeng Ayu. Itu awal desa ini
menjadi Desa Menari berbasis Desa Wisata. Gerakannya tetap tertata (toto
lempeng), dinamis, iramanya kencang. Kalau Ayu sendiri itu sebenarnya dari
Hayunig Urip, jadi bagaimana kami warga di sini hidupnya tetap tertata,
teratur, dan penuh kedisiplinan, dan membawa hidup untuk berkontribusi
yang bermanfaat. Jadi dari kesenian tari rakyat, Tari Topeng Ayu yang sudah
diganti namanya itu kami jadikan pemantik sebagai penggerak perubahan di
desa kami, harapannya sama dengan digantinya nama Tari Topeng Ireng
menjadi Tari Topeng Ayu, supaya hidup kami di sini tertata, dan dapat
melakukan hal-hal yang bermanfaat khususnya bagi warga dan desa kita”.
Salah satu kegiatan yang bermanfaat untuk keluarganya dan warga Dusun
Tanon, Desa Ngrawan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang yaitu
membuka kelaswisata edukasi membuat sabun berbahan dasar dari susu sapi.
“Kelas wisata edukasi membuat sabun susu dapat diambil ketika wisatawan
berkunjung di Dusun Tanon Desa Wisata ini. Susu sapinya diambil dari
peternak-peternak sapi perah sini, sehingga itu juga menjadi sumber
pendapatan tambahan bagi kita warga di sini.”
Hasil pembuatan sabun pun pada akhirnya akan dijual dan dijadikan
sebagai cinderamata untuk pengunjung Desa Menari.
“Berbicara tentang hasil kami nantinya itu akan dibagi ke beberapa hal,
untuk pendapatan tambahan warga dan pembangunan desa kami, karena
infrastruktur kami tidak terperhatikan dan kalau dillihat dari segi lingkungan
itu dulunya desa kami kumuh tapi sekarang dengan dipatenkannya sebagai
Desa Menari kami membersihkan itu kotoran-kotoran ternak yang dijadikan
pupuk sama tanaman-tanaman yang berserakan di jalan. Ya, jadi harapannya
juga kegiatan di Desa Menari berbasis Desa Wisata ini tidak hanya menjadi
pendapatan kita, istilahnya apa yang kami miliki kami bagikan juga kepada
pengunjung supaya dapat merasakan kebiasaan-kebiasaan masyarakat
pedesaan dan mereka nyaman saat ke sini”.
Sebagai Ketua Pokdarwis, Pak Trisno merancang beberapa paket wisata di
Desa Menari. Pengunjung wisata Desa Menari tidak hanya dapat melihat
pertunjukkan Tari Topeng Ayu, tetapi juga dapat melakukan beberapa
kegiatan yang sudah menjadi kebiasaan warga Dusun Tanon, Desa Ngrawan,
Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.Sisi lain Pak Trisno ia juga sebagai
salah satu warga asli Desa Ngrawan yang masih melestarikan kebudayaan
menari, yaitu sebagai penari Tari Topeng Ayu dan Tari Jaranan, meskipun
saat ini sudah jarang tampil karena menurutnya sudah saatnya yang muda
yang menggantikan.
b) Penggagas Tari Topeng Ayu II adalah Ibu Yanti. Ia adalah warga asli Dusun
Tanon, Desa Ngrawan, Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang. Selain
menjadi penggagas dan pelatih Tari Topeng Ayu, pekerjaan sehari-harinya
adalah sebagai petani di Desa Ngrawan. Menurutnya menari sudah menjadi
gaya hidup masyarakat Dusun Tanon, Desa Ngrawan, Kecamatan Getasan,
Kabupaten Semarang dan secara turun temurun menari sudah melekat pada
warga Desa Ngrawan.
Berikut hasil wawancara dengan Ibu Yanti2:
“Dulu awalnya Tari Topeng Ayu itu ngga seperti sekarang. Jadi kalau di
dusun Tanon kita itu rata-rata dengan tetangga masih dalam ikatan keluarga,
jadi ya apa-apa masih guyub istilahnya dan di warga di sini itu memang suka
menari. Dari kecil sudah suka, karena melihat yang tua-tua latihan untuk
pentas di acara-acara hajatan sama biasanya di Pentas Seni Rakyat. Awalnya
dulu saya dan kakak sama adik-adik saya yang suka menari Topeng Ayu itu
pentasnya ya di acara hajatan-hajatan mbak, jadi kalau desa sebelah atau di
kota mana ada acara besar mereka ngundang kita untuk tampil di sana. Dulu
bayarannya belum seberapa, dari yang kostum kita masih nyewa sampai
akhirnya mengumpulkan hasilnya untuk membeli kostum, beli macem-macem
untuk perlengkapan menari. Kalau penarinya sendiri berjumlah 6 orang
mbak. Tapi banyak yang ganti-gantian. Sekarang yang jadi penari Tari
Topeng Ayu kira-kira ada 15 orang. Setelah itu saya diajak kumpulan dengan
warga, ya sama Pak Trisno itu juga. Di rapat itu kita akhirnya mau
2 Wawancara dengan
Ibu Yanti, di Dusun Tano, Desa Ngrawan, Kecamatan Getasa, Kabupaten Semarang, pada 4 Juni, 2018, pukul 09:30.
mengubah desa kita ini menjadi Desa Wisata, ya salah satunya dengan
kegemaran menari kami mbak. Akhirnya kami warga Dusun Tanon memulai
untuk menjadi Desa Wisata itu dari tahun 2010 dipatenkannya tahun 2012.
Itu cukup membantu kami mbak, wong saya cuma petani dan jemputi anak-
anak. Dulunya kami mengandalkan uang dari pentas-pentas keluar, tapi pas
Desa Wisata ini Tari Topeng Ayu dijadiin ikon di sini terus kami ada kegiatan
nari di desa sendiri. Jadi ya kami warga sini seneng, ada tamu dari luar
datang ke sini, jadi suatu kebanggaan dan hasilnya bisa buat bangun desa
dan pendapatan tambahan kami. Soalnya di sini rata-rata kerjanya jadi
peternak, petani, pedagang, pekerja supir. Kalau pas ada pengunjung
biasanya warga sudah mempersiapkan hasil kebunnya, terus nanti dijual di
sekitar jalan sini namanya Pasar Rakyat. Kita juga diarahin biar beberapa
rumah kita dijadikan sebagai homestay, jadi kalau ada yang mau menginap di
sini ya kami persilahkan di rumah-rumah yang sudah ada tulisannya
homestay, bisa menikmati hawa gunung”.
Sampai sekarang Ibu Yanti masih aktif menjadi pelatih sekaligus
penggagas tarian Tari Topeng Ayu.
5.1.2. Pelatih Penari Tari Topeng Ayu
Pelatih penari Tari Topeng Ayu selain Ibu Yanti adalah Bp. Bardi.Sama halnya
dengan Ibu Yanti, ia juga merupakan warga asli Dusun Tanon, Desa Ngrawan,
Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang. Bagi dirinya menari sudah melekat pada
dirinya sejak kecil.dan sebagai pelatih penari yang sampai saat ini masih aktif dirinya
juga menyadari pentingnya melestarikan budaya Jawa melalui tari.
Berikut hasil wawancara dengan Bapak Bardi3:
“Biasanya mulai latihan itu sore hari, karena ini lagi bulan puasa latihannya
sehabis tarawih. Ya gini ini mbak, alat musiknya ada di rumah saya jadi pas latihan
saya dan temen-temen warga tinggal mengeluarkan di depan pekarangan rumah
saya. Kebetulan di sini kan cukup luas halamannya, jadi bisa buat latihan menari
warga. Kalau ditanya tentang gerakan Tari Topeng Ayu gerakannya itu lebih
3 Wawancara dengan
Bapak Bardi, di Dusun Tanon, Desa Ngrawan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, pada 9 Juni, 2018, pukul 19:27.
kenceng dan teges, jadi ngga ada lemah gemulainya, ya istilahnya stabil. Biasanya
lamanya menari itu 10 menitan dan diiringi dengan alat musik ini. Ada gamelan,
gendang, gong, dan drum. Kalau alat musik yang memainkan anak laki-laki, tapi
kalau Tari Topeng Ayu itu campuran, ya ada laki-laki sama perempuannya. Jadi
kalau menurut saya tarian ini melambangkan dari keberanian dalam menjaga
kebersamaan yang masih kami jaga di desa ini. Kan kalau masyarakat kota sudah
jarang guyub ya mbak. Jadi kami mau melestarikan kebudayaan yang masih dimiliki
ini, dan kalau bisa jangan sampai punah. Supaya generasi-generasi penerus di sini
itu masih menyukai budaya Jawa mbak. Makanya kami ajarkan juga ke anak-anak
kami, kalau pas latihan gini mereka kami ajak buat menonton sekaligus mereka
sendiri ikut menari. Di sini juga ada homestay mbak, jadi kalau ada pengunjung yang
mau melihat pertunjukkan menari dan ingin merasakan hawa pedesaan tu seperti apa
ya bisa nginep di sini mbak. Kami di sini tu sedulur jadi kami juga ngga mau
pengunjung merasa khawatir atau takut dengan kami”.
Sisi lain Bp. Bardi adalah sebagai Ketua Kesenian di Dusun Tanon, Desa
Ngrawan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang dan supir, sehingga ialah yang
mengatur jadwal latihan menari dan sekaligus mengajari warga desa menari serta
bermain alat musik tradisional. Dalam satu minggu biasanya para penari memiliki dua
sampai tiga kali jadwal latihan. Tidak hanya sebagai pelatih menari dan alat musik
tradisonal, Bp. Bardi juga bekeja sebagai supir angkutan umum di Daerah Getasan-
Kopeng.
5.1.3. Penari Tari Topeng Ayu
Penari Tari Topeng Ayu diantaranya bernama Ayuk Fitri N (18), Rizka Lailia
Khorinnisa (20), dan Fahril Kukuh Yunianto (14). Ayuk dan Fahril masih duduk di
bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP), sedangkan Rizka sudah bekerja di pabrik
garmen setelah lulus dari pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Berikut hasil kutipan wawancara dengan penari Tari Topeng Ayu4:
1. Ayuk Fitri N (18)
4 Wawancara dengan Ayuk Fitri N, Rizka Lailia Khoirinnisa, Fahril Kukuh Yunianto, di Dusun Tanon, Desa Ngrawan,
Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang, pada 14 Juli, 2018, pukul 15:00 sampai 18:00.
“Awal nari tahun 2012, jadi sebagai generasi kita pengen bisa juga
menari.Engga ikut latihan menari dengan yang usianya sudah tua-tua dan
bisa, tetapi belajar dan latihan sendiri dari kaset CD di rumah. Soalnya itu
kan sudah ada rekamannya, jadi ya belajar sampe bisa sendiri mbak. Susah
awalnya ngikutin nari yang ada di CD. Apalagi gerakannya kan kenceng dan
sedikit gerakan pelannya. Kalau tentang isi tariannya itu menggambarkan
keberanian dan kekompakan, soalnya kan yang nari jumlahnya banyak. Dulu
itu Tari Topeng Ireng disebutnya, tapi sejak di sini jadi Desa Menari
namanya diubah menjadi Tari Topeng Ayu. Kalau menurutku ganti nama itu
karena wajahnya dirias jadi cantik, ya topeng itu maksudnya. Kalau yang
nari laki-laki dirias kan jadi cantik sama kayak penari perempuannya, sama
ada sisi keberanian dari gerakannya. Dari ganti nama itu dan jadi Desa
Menari, pengennya orang luar mengenal desa kami, juga bisa tau kalau
warga desa di Tanon itu masih menjaga kebersamaan. Dari Desa Menari
juga ada penghasilan tambahan”.
2. Rizka Lailia Khorinnisa (20)
“Mulai menari Tari Topeng Ayu itu tahun 2012. Motivasi yang membuat
suka dengan tarian Topeng Ayu karena melihat dari yang tua-tua itu bisa
menari, jadi saya juga pengen bisa menari seperti itu. Saya latihan itu
sendiri, sama teman saya Ayuk yang juga warga sini. Latihannya pakai CD,
jadi ngikutin pelan-pelan.Gerakannya ya kenceng, ya ada pelannya, tapi
sedikit. Sampai akhirnya bisa terus ikut di pertunjukkan Tari Topeng Ayu
waktu ada kunjungan di Tanon. Kalau makna dari tarian ini kan gerakannya
kenceng sama pakai riasan di wajah kayak topeng jadi itu kayak keberanian.
Tari Topeng Ayu sebelumnya itu di sini taunya Tari Topeng Ireng. Sejak jadi
Desa Menari akhirnya diganti jadi Tari Topeng Ayu. Mulai diganti tujuannya
biar masyarakat luar tau di sini ada tarian Topeng Ayu dan di sini masih
menjaga kebersamaan lewat kegiatan di Desa Menari. Sama jadi penghasilan
tambahan juga di sini mbak, ya bisa bantu-bantu pokoknya”.
3. Fahril Kukuh Yunianto (14)
“Awalnya menari itu tahun 2012, sekitar kelas 3 atau 4 SD. Belajar dulu
dari penari kecil sampai penari besar Tari Topeng Ayu sama sekarang
gentian juga jadi pendamel alat musik. Gerakan tari di Topeng Ayu ada
kencengnya ada lemah gemulainya, ya ngga kesel, ngga keringeten, tapi ya
teges, jadi bisa diikuti. Dulu alasan menari saya inisiatif sendiri karena ada
seru-serunya, kayaknya kok bahagia sekali, saya langsung ikut nari dan jadi
bisa. Nari itu malah jadi support saya sekarang ini, jadi kalau ngga ada tugas
sekolah saya nari buat ngisi kegiatan di waktu longgar. Sama punya banyak
temen dan saling interaksi sesama warga.Kalau tentang Tari Topeng Ayu
yang dulunya Tari Topeng Ayu iya memang dulu itu namanya tari Topeng
Ireng, jadi Topeng Ayu karena di sini jadi objek wisata. Dari nari saya
menjadi bisa belajar budaya jawa, jadi penari yang bagus, dan pengen
menebarkan kebahagiaan ke pononton yang lihat kalau di sini ada tarian ini
dan ada penari-penarinya. Jadi tujuan ada Tari Topeng Ayu di sini supaya
masyarakat beranggapan kok Desa Tanon itu beda dari yang lain, penarinya
juga bagus-bagus jadi pengunjung banyak yang ke sini dan mengenal Desa
Tanon. Menari juga jadi pendapatan tambahan saya, kalau ada kunjungan
hasilnya dibagi rata, jadi bisa buat tambah-tambah. Kalau di sini itu
ekonominya yang sulit, karena pendidikan orang tuanya yang kurang.Jadi
adanya Desa Menari bisa membantu pendapatannya”.
5.1.4. Penonton/ Wisatawan
Peneliti melakukan wawancara terhadap informan penonton atau wisatawan pada
saat kunjungan wisata ke Desa Menari diadakan. Berikut adalah wawancara
denganwisatawan5:
1. Elsa (22), Mahasiswa UNIKA
“Sebelumnya saya belum pernah melihat tari Topeng Ayu.Pertama melihat ini
menurut saya tariannya bagus sih dan kreatif. Zaman sekarang kan jarang
anak-anak jarang bisa menari, tapi mereka sudah pada bisa. Mungkin
5 Wawancara dengan Elsa dan Magrit dilakukan pada tanggal 22 Juli, 2018 pukul 12:06
Di Dusun Tanon, Desa Ngrawan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.
pesannya ke penonton itu tentang kebersamaan ya, mereka kan juga harus
kompak. Jadi kalau menari itu engga individu tapi kelompok”.
2. Magrit (23), Mahasiswa UNIKA
“Ini kunjungan saya yang kedua kali, waktu pertama saya berkunjung
bersama suster-suster dan sekarang bersama-sama teman studi saya.Kalau
saya menangkap pesannya itu kebersamaan, kekeluargaan, kemudian
keramah tamahan, kan mengajak orang berpartisipasi dalam menari, jadi
mengajak orang mencintai budaya sendiri”.
5.2. Analisis Tari Topeng Ayu dan Masyarakat Dusun Tanon, Desa Ngrawan, Kecamatan
Getasan, Kabupaten Semarang
5.2.1. Manusia membuat keputusan dan bertindak berdasarkan pemahaman
subjektif terhadap situasi yang mereka hadapi.
Pemahaman subjektif diartikan sebagai pengalaman seseorang, dimana
pengalaman tersebut dipelajari dengan sebuah pendekatan sehingga menghasilkan
sebuah tujuan atau keputusan berupa perilaku (kebiasaan) yang khusus (Mead,
1934). Pemahaman subjektif terbentuk karena adanya realitas. Realitas merupakan
kontruksi sosial yang dapat dipengaruhi oleh pengalaman, konteks dan waktu. Maka,
realitas sosial tidak terpisahkan dari pikiran dan persepsi seseorang ataskonteks,
waktu atau pengalamannya sendiri. Apabila manusia memahami sesuatu secara
subjektif atau berdasarkan penggambaran atau penilaiannya sendiri, ia akan
mengambil keputusan yang diwujudkan menjadi suatu tindakan terhadap realitas
yang ia hadapi.
Realitasnya masyarakat Dusun Tanon, Desa Ngrawan, Kecamatan Getasan,
Kabupaten Semarang berhadapan dengan tempat tinggal di bawah kaki Gunung
Telomoyo, jauh dari pusat kota dan dikelilingi beberapa gunung lainnya, seperti
Gunung Merbabu dan Gunung Andong. Hal tersebut berpengaruh pada mata
pencaharian masyarakatnya. Pengaruh inilah yang menjadi unsur pertama
pembentuk realitas karena ada konstruksi sosial. Konstruksi sosial menurut Berger
dan Lukmann adalah sebuah kenyataan yang dibangun oleh sosial dan dilandasi
pengetahuan (Berger, 1990). Pengetahuan bisa berupa apa saja, baik apapun yang
terkait dengan sosial itu sendiri maupun alam.
Pemahaman subjektifmasyarakat Dusun Tanon dilandasi dengan pengetahuan
bertempat tinggal di daerah pegunungan. Tempat tinggal berada di kaki Gunung
Telomoyo dan dekat dengan Gunung Merapi dan Gunung Andong merujuk pada
pengetahuan alam yang dipelajari oleh masyarakat Dusun Tanon. Sehingga sebagai
manusia yang mempelajari pengetahuan alam, masyarakat Dusun Tanon membuat
keputusan agar pengetahuan alam tersebut dapat diwujudkan menjadi sesuatu hal.
Pemahaman subjektif masyarakat Dusun Tanon dengan landasan pengetahuan
alam karena tinggal di dekat pegunungan, membangun kenyataan bahwa
pengetahuan alam berupa alam pegunungan dapat dikontruksikan menjadi sesuatu
hal, yaitu pekerjaan. Pekerjaan tersebut berdasarkan pemahaman subjektif mereka
yang dilandasi dengan pengetahuan alam. Pekerjaan yang dilakukan oleh masyarakat
Dusun Tanon adalah berternak, bertani, menjadi pedagang, dan supir.
Dalam klasifikasi tenaga kerja menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia,
usaha yang bergerak di sektor pertanian dikategorikan sebagai pekerja bebas di
pertanian. Usaha pertanian meliputi: pertanian tanaman pangan, perkebunan,
kehutanan, peternakan, perikanan dan perburuan, termasuk juga jasa pertanian.
Klasifikasi ini serupa dengan status pekerjaan masyarakat Dusun Tanon, Desa
Ngrawan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang sebagai petani, peternak,
pedagang dan supir.
Mata pencaharian yang digiati oleh masyarakat Dusun Tanon tidak hanya
berternak, bertani, berdagang, dan menjadi supir, tetapi mereka juga menggiati
sebuah tarian sebagai mata pencaharian mereka. Tarian tersebut adalah Tari Topeng
Ayu. Tari tersebut menjadi kesenian dan budaya yang asih dilestarikan oleh
masyarakat Dusun Tanon.
Berikut adalah hasil wawancara berdasarkan pernyataan di atas dengan Ibu Yanti
warga Dusun Tanon, Desa Ngrawan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang
selaku pelatih Tari Topeng Ayu:
“Soalnya di sini rata-rata kerjanya jadi peternak, petani, pedagang, pekerja
supir.”
Senada dengan petikan wawancara di atas, Tari Topeng Ayu sebagai salah satu
kesenian dan budaya juga dijadikan mata pencaharian oleh masyarakat Dusun
Tanon. Seperti yang dikatakan Ki Hajar Dewantara bahwa kebudayaan adalah budi
daya manusia dalam hidup bermasyarakat, pernyataan ini selaras dengan kegiatan
budaya menari yang masih digemari oleh masyarakat Dusun Tanon sebagai budi
daya masyarakat Dusun Tanon dalam bermata pencaharian sebagai unsur kehidupan
bermasyarakat.
“Dari kecil sudah suka, karena melihat yang tua-tua latihan untuk pentas di
acara-acara hajatan sama biasanya di Pentas Seni Rakyat. Awalnya dulu saya dan
kakak sama adik-adik saya yang suka menari Topeng Ayu itu pentasnya ya di acara
hajatan-hajatan mbak, jadi kalau desa sebelah atau di kota mana ada acara besar
mereka ngundang kita untuk tampil di sana. Dulu bayarannya belum seberapa, dari
yang kostum kita masih nyewa sampai akhirnya mengumpulkan hasilnya untuk
membeli kostum, beli macem-macem untuk perlengkapan menari.”
Membahas kesenian budaya Tari Topeng Ayu kronologinya dilator belakangi
dengan kesenian tari rakyat Tari Topeng Ireng dimana tarian tersebut berpedoman
pada gerakan dasar tari Kubro Siswo. Apabila ditelusuri tari Kubro Siswo sudah ada
sejak tahun 1993 dan tarian tersebut masih eksis dan dilestarikan oleh beberapa
masyarakat di daerah Sleman, Jawa Tengah6. Tarian Kubro Siswo mengutamakan
spirit di dalam gerakannya, sehingga tercipta sebuah gerakan ketegasan dalam
serangkaian tarian. Hal tersebut menjadi faktor tarian tersebut diperagakan
berkelompok. Unsur lain dalam tari Kubro Siswo adalah digunakan sebagai media
penyebaran dan pengajaran agama Islam, karena iringan lagu dalam tarian yang
mengandung shalawatan dan pada setiap pertunjukkannya selalu ada bagian trance
atau kesurupan. Dalam sajian pertunjukkan Tari Kubro Siswo diperagakan oleh
kaum laki-laki. Seiring berjalannya waktu tari tersebut sudah tidak menjadi media
penyebaran dan pengajaran agama lagi melainkan sebagai pertunjukkan hiburan
masyarakat perwujudan dari pelestarian kesenian budaya Jawa. Hal ini sama dengan
gerakan tari Topeng Ireng yang juga mengutamakan semangat atau spirit di dalam
penampilannya. Dan gerakan yang cenderung tegas karena mengutamakan spirit di
dalamnya serta diperagakan oleh kaum laki-laki. Tetapi fenomena pada masyarakat
6 Dilansir dari http://digilib.isi.ac.id/1474/1/Bab%20I%20Dewi%20Utariyah.pdf pada tanggal 27 Agustus 2018
pukul 12:25.
Dusun Tanon, Desa Ngrawan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang memiliki
perbedaan dengan tari Topeng Ireng aslinya dan tari Kubro Siswo sebagai pedoman
tari Topeng Ireng.
Sebelum adanya Tari Topeng Ayu di Dusun Tanon, Desa Ngrawan, Kecamatan
Getasan, Kabupaten Semarang para masyarakatnya masih menarikan tari Topeng
Ireng sebagai kesenian budaya mereka sekaligus mata pencaharian mereka. Akan
tetapi tari Topeng Ireng tersebut tidak hanya diperagakan oleh laki-laki saja. Kaum
perempuan juga ikut menari dalam setiap pertunjukkannya. Memiliki kesamaan
dalam hal gerakan yang mengutamakan spirit atau semangat untuk menciptakan
gerakan ketegasan dan cenderung melambangkan keberanian seseorang, tari Topeng
Ireng pun juga menjadi media pertunjukkan hiburan saja. Karena dalam tari Topeng
Ireng tidak melibatkan nilai agama lagi, yaitu seperti trance atau kesurupan dan
shalawatanyang ada pada unsur tari Kubro Siswo sebagai pedoman gerakan tari
Topeng Ireng. Tari Topeng Ireng dibawakan oleh iringan lagu dan musik Jawa dan
tidak ada sesi kesurupan.
Berdasarkan pemahaman subjektif dalam Interaksionisme Simbolik menurut
George Herbert Mead di atas, pemahaman tersebut sejalan dengan konsep
pemahaman subjektif masyarakat Tanon yang membentuk realitas mereka dari
situasi yang dihadapi. Bekerja sebagai petani, peternak, pedagang, supir dan menari
tari Topeng Ayu adalah bentuk tindakan atau perilaku khususatas dasar situasi
realitas dari pengalaman lingkungan mereka dengan latar belakang bertempat tinggal
di daerah pegunungan dan masyarakat pedesaan yang cenderung masih melestarikan
kebudayaan daerahnya. Dalam hal konstektual masyarakat dusun Tanon
dapatmengandalkan kondisi alam yang subur untuk menjadi mata pencaharian
mereka dan mewujudkan budi daya manusia dalam bentuk kesenian menari sebagai
mata pencaharian mereka dalam bermasyarakat. Sehingga keputusan masyarakat
Dusun Tanon sebagai masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan dan cenderung
masih melestarikan budaya bermata pencaharian menjadi petani, pedagang, peternak,
supir dan menari Tari Topeng Ayu adalah perwujudan tindakan atas apa yang
mereka putuskan.
Hal ini jika dikaitkan dengan inti dasar Interaksionisme Simbolik merujuk pada
konsep dasar mind (pikiran), karena pikiran berhubungan dengan pemahaman
subjektif. Dimana definisi dari pemahaman itu sendiri mengharuskan manusia untuk
berpikir dalam menghadapi situasi yang dihadapi. Dalam konsep dasar pikiran ada
hubungannya dengan tindakan yang ditentukan oleh lingkungan – “…. attitudes
determine the environtment (Mead, 1934:128).” Keterkaitan antara pikiran dengan
tindakan terhadap lingkungan memunculkan sebuah respon tertentu yang akan
dilalui oleh manusia dalam menghadapi situasi tertentu.
5.2.2. Kehidupan sosial lebih merupakan proses interaksi sosial daripada struktur
sosial, karena struktur sosial bentukan dari interaksi sosial.
Dalam teori Interaksionisme Simbolik, interaksi sosial yang dimaksud oleh
Meadadalah situasi psikologi-sosial yang terjadi pada individu atau kelompok
berdasarkan pengalaman dan perilakunya, sehingga konsep itu lah kata lain dari
kelompok sosial - “social psychology is especially interested in the effect which the
social group has in the determination of the experience and conduct of the individual
member(Mead, 1934:1).”
Struktur sosial sendiri mengacu pada status dan peran yang didapat dari lembaga-
lembaga sosial, kelompok-kelompok sosial, atau lapisan-lapisan sosial, maka
susunan tersebut cenderung mengategorikan masyarakat ke dalam kelas-kelas
tertentu. Sedangkanpemahaman untuk interaksi sosial apabila terjadi kontak sosial
dan komunikasi antara dua individu atau kelompok yang memiliki tujuan tertentu
(Sukanto)7. Struktur sosial memiliki peran penting dalam susunan masyarakat,
karena sifatnya teratur dalam sistem sosial. Tetapi fungsinya sebagai susunan
masyarakat yang menerapkan keteraturan cenderung kurang baik, seperti misalnya
kedudukan pada lembaga-lembaga sosial yang digunakan sebagaialat kekuasaan tak
bertanggung jawab yang bersifat negatif dalam sistem sosial, atau bermunculan
kelompok-kelompok sosial dalam sebuah kelas-kelas tertentu atau golongan
sehingga dapat memicu kesenjangan antarmasyarakat. Dalam sebuah kelompok
masyarakat keraton atau kasultanan misalnya, terdapat stratifikasi sosial (pengkelas-
7 Dilansir dari
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI/195009011981032-RAHAYU_GININTASASI/INTERAKSI_SOSIAL.pdf pada tanggal 14 Agustus 2018 pukul 10:51
kelasan) dan diferensiasi sosial (pembeda-bedaan). Status sosial menjadi kelompok
masyarakat keraton atau kasultanan dalam hal ini seharusnya menjadi sekumpulan
hak dan kewajiban yang dimiliki seseorang untuk dijalankan secara seimbang dalam
bermasyarakat. Struktur sosial yang didapat dari lembaga-lembaga sosial, kelompok-
kelompok sosial atau lapisan-lapisan sosial dipengaruhi oleh interaksi sosial yang
dinamis. Apabila proses interaksi sosial yang mengutamakan kontak sosial dan
komunikasi di dalam struktur sosial tidak berlangsung secara dinamis maka
berdampak buruk dalam susunan struktur sosialnya.
Kehidupan sosial masyarakat Dusun Tanonmasih menjalin sistem keluarga
sebagai sistem sosial mereka. Dari sistem keluarga masyarakat Dusun Tanon secara
turun temurun juga mengadaptasikan apa saja yang terjadi di lingkungannya dengan
kehidupan sistem keluarga yang mereka bina, salah satunya adalah kegemaran dalam
menggiati Tari Topeng Ayu sebagai kesenian budaya mereka. Berikut adalah hasil
wawancara dengan Ibu Yanti salah satu warga Dusun Tanon, Desa Ngrawan,
Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang:
“Jadi kalau di Dusun Tanon kita itu rata-rata dengan tetangga masih dalam
ikatan keluarga, jadi ya apa-apa masih guyub istilahnya….”
Senada dengan petikan wawancara di atas, Bapak Bardi selaku pelatih Tari
Topeng Ayu juga menyetujui bahwa kesenian budaya di desanya akan terus
dilestarikan agar tidak punah. Berikut wawancara dengan Bapak Bardi selaku pelatih
Tari Topeng Ayu dan salah satu masyarakat Dusun Tanon, Desa Ngrawan,
Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang:
“Jadi kami mau melestarikan kebudayaan yang masih dimiliki ini, dan kalau bisa
jangan sampai punah. Supaya generasi-generasi penerus di sini masih menyukai
budaya Jawa mbak.”
Suatu sistem sosial ditunjang oleh 9 unsur dalam kehidupan, yaitu kepercayaan
dan pengetahuan, perasaan, tujuan, norma atau peraturan sosial, kedudukan atau
status, pangkat atau tingkat (Sukanto)8. Sistem keluarga sesuai dengan petikan
wawancara di atas didasari oleh adanya kepercayaan atau pengetahuan, tujuan, dan
8 Dilansir dari http://sosiologi.fis.unp.ac.id/images/download/BAHAN/STRUKTUR%20SOSIAL%20INDONESIA.pdf
pada 27 Agustus 2018 pukul 12:55.
norma yang sama. Sistem keluarga pada masyarakat Dusun Tanon tidak diarahkan
untuk perolehan kedudukan, status, atau pangkat. Tetapi justru mengedepankan
kebersamaan dari adanya kepercayaan atau pengetahuan, tujuan, dan norma yang
berjalan secara merata pada masyarakat Dusun Tanon. Salah satu hasil dari sistem
keluarga tersebut mengarah pada budaya menari Jawa Tari Topeng Ayu yang
dilestarikan oleh masyarakat Dusun Tanon. Adanya hubungan keluarga membentuk
kontak sosial dan komunikasi yang aktif. Sehingga menghasilkan interaksi sosial
yang berkesinambungan. Proses interaksi sosial berdasarkan pada kontak sosial dan
komunikasi yang aktif serta dipengaruhi oleh sistem keluarga yang mengedepankan
kebersamaan merupakan cerminan kehidupan sosial yang konkrit.
Pemaparan di atas merupakan salah satu hasil dari konsep mind atau pikiran
dalam gagasan teori Interaksionisme Simbolik. Proses non-verbal seperti
membudayakan Tari Topeng Ayu pada generasai masyarakat Dusun Tanon secara
turun temurun adalah sebagai pelengkap di dalam interaksi. Menurut Mead (1934),
definisi pikiran juga mengambil bagian sebagai suatu percakapan melalui proses
penghayatan dari nilai-nilai tertentu. Nilai-nilai tersebut apabila dikaitkan dengan
kondisi masyarakat Dusun Tanon adalah nilai-nilai kebudayaan yang dihayati
melalui sistem keluarga dalam kehidupan sosial.
5.2.3. Orang memahami pengalaman melalui kelompok primer atau bahasa.
Kelompok primer terbentuk berdasarkan interaksi sosial. Kelompok primer
menurut George Horman merupakan sejumlah orang yang terdiri dari beberapa
orang yang acapkali berkomunikasi secara langsung (bertatap muka) tanpa melalui
perantara, misalnya, keluarga, kawan sepermainan, kelompok beragama, dan lain-
lain9.Kelompok primer dilatarbelakangi dengan kedekatan antaranggota dan
berhubungan erat satu sama lain dalam kehidupan.
Kelompok primer pada masyarakat Dusun Andong, Desa Ngrawan, Kecamatan
Getasan, Kabupaten Semarang merujuk pada keluarga. Antartetangganya masih
terikat hubungan keluarga dan tidak menutup kemungkinan segala aktivitas dijalani
9 Dilansir dari
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI/195009011981032-RAHAYU_GININTASASI/KELOMPOK_SOSIAL.pdf pada 7 Agustus 2018 pukul 15:49.
bersama-sama karena faktor kedekatan antaranggotanya. Dari kelompok primer
tersebut dapat ditemukan adanya kebiasaan-kebiasaan yang terbentuk dari
pengalaman-pengalaman sebelumnya yang cenderung akan terjadi secara turun
temurun. Kebiasaan-kebiasaan yang terbentuk dari kelompok primer antara lain,
seperti jenis mata pencaharian yang notabene sebagai petani, pedagang,
peternak,supir dan kegiatan menari.
Mengulas tentang menari di Dusun Tanon, Desa Ngrawan, Kecamatan Getasan,
Kabupaten Semarang menjadi nilai budaya yang masih diterapkan. Menari digiati
oleh anak kecil sampai orang dewasa di Dusun Tanon dan kegiatan menari terus
dilestarikan oleh warga Dusun Tanon secara turun temurun. Kegiatan-kegiatan
tersebut turun temurun diikuti oleh generasi selanjutnya karena faktor keluarga yang
sering menjalankan aktivitas bersama-sama.
Satu sisi kegiatan menari adalah proses pengenalan budaya kepada masyarakat
agar eksistensi budaya tidak punah. Berikut adalah hasil wawancara berdasarkan
pernyataan di atas dengan Ibu Yanti salah satu warga Dusun Tanon, Desa Ngrawan,
Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang selaku pelatih penari:
“Jadi kalau di dusun Tanon kita itu rata-rata dengan tetangga masih dalam
ikatan keluarga, jadi ya apa-apa masih guyub istilahnya dan di warga di sini itu
memang suka menari. Dari kecil sudah suka, karena melihat yang tua-tua latihan
untuk pentas di acara-acara hajatan sama biasanya di Pentas Seni Rakyat. Awalnya
dulu saya dan kakak sama adik-adik saya yang suka menari Topeng Ayu itu
pentasnya ya di acara hajatan-hajatan mbak, jadi kalau desa sebelah atau di kota
mana ada acara besar mereka ngundang kita untuk tampil di sana.”
Senada dengan hasil wawancara di atas bahwa menari digiati secara turun
temurun oleh warga Dusun Tanon, Desa Ngrawan, Kecamatan Getasan, Kabupaten
Semarang juga diungkapkan oleh pelatih penari di daerah tersebut, yaitu Bapak
Bardi:
“Jadi kami mau melestarikan kebudayaan yang masih dimiliki ini, dan kalau bisa
jangan sampai punah. Supaya generasi-generasi penerus di sini itu masih menyukai
budaya Jawa mbak. Makanya kami ajarkan juga ke anak-anak kami, kalau pas
latihan gini mereka kami ajak buat menonton sekaligus mereka sendiri ikut menari.”
Pengenalan budaya melalui kelompok primer, khususnya keluarga, adalah salah
satu cara untuk menguatkan nilai budaya tersebut karena dilakukan secara
berkesinambungan. Pewarisan budaya secara berkesinambunganadalah proses
perwujudan nilai-nilai dan noma-norma, dimana salah satunya dilakukan dan
diberikan melalui pembelajaran oleh generasi tua ke generasi muda (Muslikhatun,
2010)10
. Tidak dapat dipungkiri bahwa keluarga merupakan tempat pertama bagi
anak sejak kecil untuk belajar interaksi dengan lingkungan. Serupa dengan
kelompok primer khususnya keluarga pada masyarakat Dusun Tanon, Desa
Ngrawan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, melalui keluarga anak dapat
mengetahui lingkungan sekitarnya dan hal-hal apa saja yang terjadi di lingkungan
sekitarnya serta mempelajari hal-hal tersebut dari pemahaman keluarganya.
Termasuk dalam hal mempelajari budaya melalui proses belajar dari keluarga yang
juga serupa melalui pembelajaran oleh generasi tua ke generasi muda dengan kata
lain secara turun temurun.
Kelompok primer, khususnya keluarga adalah sarana atau tempat para anggotanya
saling mengenal satu sama lain. Tidak hanya mengenal berdasarkan segi fisik saja,
tetapi juga dari segi bahasa. Bahasa dalam pengertian Linguistik Sistemik
Fungsional (LSF) adalah bentuk semiotika sosial yang berfungsi mendalami konteks
situasi dan konteks kultural dan penggunaannya secara lisan maupun secara tertulis
(Wiratno, 2013: Modul 1: 1.3). Dalam hal ini bahasa berperan penting pada
kelompok sosial untuk menciptakan sebuah ruang interaksi sosial.
Bahasa yang digunakan oleh masyarakat Dusun Tanon adalah bahasa Jawa dan
bahasa Indonesia. Letak suatu daerah menjadi pengaruh penerapan bahasa apa yang
digunakan pada suatu kelompok masyarakat. Masyarakat Dusun Tanon masih
menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia karena berdomisili di daerah Jawa
Tengah, Indonesia. Bahasa dalam kelompok primer, khususnya keluarga berguna
sebagai alat komunikasi antara anggota keluarga yang satu dengan anggota keluarga
yang lainnya. Dengan bahasa, kelompok primer khususnya keluarga pada
10
Dilansir dari http://ejournal.upi.edu/index.php/sosietas/article/viewFile/1521/1047 pada tanggal 15 Agustus 2018 pukul 12:39.
masyarakat Dusun Tanon bisa menyampaikan apa yang dimaksudterhadap
sesamanya.
Tahap ini dalam konsep dasar Interaksionisme Simbolik mengarah pada konsep
mind (pikiran), dimana pikiran atau berpikir pada ruang interaksi manusia
menafsirkan tindakan verbal dan nonverbal. Serupa dengan pendapat Mead (1934)
bahwa tindakan verbal seperti ujaran, ucapan, dan kata-kata yang lazim dimengerti
digunakan sebagai suatu percakapan dan tindakan non verbal yang merujuk pada
semua perilaku manusia, salah satunya Tari Topeng Ayu adalah proses penghayatan
dari nilai-nilai tertentu atau implisit antara individu dengan dirinya sendiri dengan
menggunakan isyarat-isyarat yang ada.
5.2.4. Realitas terbentuk dari objek-objek sosial dan makna ditentukan secara sosial.
Seperti pernyataan Mead tentang makna ditentukkan secara sosial, “The social
process, as involving communication, is in a sense responsible for the appearance of
new objects in the field of experience of the individual organism implicated in that
process”. Pernyataan itu diartikan pada pemaknaan realitasyang melibatkan
komunikasi. Karena dari komunikasi individu atau kelompok dapat memahami
pengalaman seseorang yang terjadi pada individu atau kelompok tersebut (Mead,
1934:77).
Realitas yang disadari dan terjadi pada masyarakat Dusun Tanon khususnya
terbentuk karena pekerjaan mereka, yaitu petani, pedagang, peternak, supir, dan
menari Tari Topeng Ayu sebagai budaya yang masih digiati. Realitas tersebut
dibentuk oleh konstruksi sosial seperti pada tahap analisis pertama, yaitu manusia
membuat keputusan dan bertindak berdasarkan pemahaman subjektif terhadap
situasi yang mereka hadapi.
Realitas memiliki pekerjaan yang bergantung pada sumber daya alam juga dapat
berisiko pada pemenuhan kebutuhan konsumsi rumah tangga seseorang. Hal tersebut
akhirnya merujuk pada persoalan ekonomi. Realitas ekonomi yang tidak lancar dan
dirasakan oleh masyarakat Dusun Tanon diketahui dari mulut ke mulut melalui
proses komunikasi. Komunikasi dalam hal ini berfungsi sebagai kontrol sosial,
dimana memfokuskan pada kelangsungan hidup. Secara konstekstual komunikasi
sosial dalam tatanan hidup manusia mempunyai lima kebutuhan dasar, yaitu
kebutuhan fisiologis, keamanan, kebutuhan sosial, penghargaan diri, dan aktualisasi
diri (Abraham Maslow dalam Mulyana, 2013: 16). Tanpa komunikasi orang tidak
akan tahu panduan atau arahan (tatanan) untuk memahami dan menafsirkan
kebutuhan dasarnya berdasarkan situasi yang ia hadapi.
Berikut adalah hasil wawancara yang mengacu pada pernyataan di atas dengan
Fahril Kukuh Yunianto:
“Kalau di sini itu ekonominya yang sulit….”
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, pekerjaan yang dikategorikan
sebagai pekerja bebas di pertanian diartikan seseorang yang bekerja pada orang lain
atau pada institusi tertentu yang tidak tetap (lebih dari 1 majikan dalam sebulan
terakhir) di usaha pertanian baik berupa usaha rumah tangga maupun bukan usaha
rumah tangga atas dasar balas jasa dengan menerima upah atau imbalan baik berupa
uang maupun barang, dan baik dengan sistem pembayaran harian maupun
borongan11
. Apabila dikaitkan dengan data penggunaan lahan pada Kecamatan
Getasan berdasarkanBadan Pusat Statistik (BPS) Indonesia tahun 2017, masyarakat
yang tergolong sebagai pekerja bebas di pertanian menggunakan lahan pertanian
untuk sawah seluas 64, 36 ha dan yang bukan sawah (di luar padi sebagai hasil
panen lahan sawah) seluas 4021, 74 ha.12
Sistem yang digunakan untuk mengolah
lahan pertanian mereka rata-rata menggunakan metode Tadah Hujan sebagai jenis
sistem irigasi atau pengairan bagi lahan pertanian mereka.
Persoalan yang sering dihadapi oleh petani mengarah pada gagal panen dan
menanam tanaman tidak pada waktunya. Biasanya masalah ini terjadi pada musim
kemarau dan musim hujan. Ketika gagal panen maka kegiatan pemasaran tidak
berjalan dengan baik, dimana hal tersebut berbanding terbalik dengan kondisi
permintaan yang meningkat atau stabil. Sehingga kegiatan ekonomi pertanian tidak
berjalan dengan lancar. Begitu pula masyarakat Dusun Tanon, Desa Ngrawan,
Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang yang bekerja di bidang pertanian tidak
menutup kemungkinan mengalami gagal panen, maka dalam satu bulan atau dalam
11
Dilansir dari Badan Pusat Statistik online https://www.bps.go.id/subject/6/tenaga-kerja.html pada tanggal 15 Agustus 2018 pukul 9:22. 12
Dilansir dari Badan Pusat Statistik online https://semarangkab.bps.go.id/statictable/2015/12/17/97/luas-wilayah-dan-penggunaan-lahan-menurut-kecamatan-di-kabupaten-semarang-tahun-2016-ha-.html pada 15 Agustus 2018 pukul 9:19.
satu musim tanam tersebut tidak mendapatkan pemasukan atau upah berupa uang
maupun barang berupa hasil panen itu sendiri sebagai sistem pembayaran untuk
pendapatan mereka.
Sistem Tadah Hujan yang diterapkan oleh masyarakat yang mendiami Kecamatan
Getasan, salah satunya masyarakat Dusun Tanon juga bergantung pada kondisi
cuaca dan iklim pegunungan berdasarkan intensitas curah hujan. Apabila curah
hujan tidak tinggi secara tidak langsung sistem irigasi tidak dapat berjalan dengan
baik, dan berimplikasi pada kegagalan panen.
Keberadaan Tari Topeng Ayu sebagai mata pencaharian masyarakat Dusun Tanon
juga tidak stabil. Hanya mengandalkan dari acara hajatan dan pentas seni rakyat saja.
Acara hajatan dan pentas seni rakyat tidak terjadi setiap hari. Maka dapat dikatakan
bekerja sebagai penari Tari Topeng Ayu tidak konsisten dalam hal pendapatan.
Serupa dengan pernyataan Mead (1934) tentang objek-objek sosial, objek yang
dimaksud adalah segala hal dan situasi yang dihadapi di sekitar idividu atau
kelompok tersebut berada. Keberadaan dan kondisi objek mempengaruhi cara
berpikir individu di mana objek itu berada untuk menghasilkan suatu makna.
Pemaknaan atas objek-objek sosial yang telah dikomunikasikan secara sosial dalam
sebuah kelompok masyarakat di Dusun Tanon terkait pada persoalan ekonomi.
Pemaknaan tersebut diarahkan kepada pencapaiantahap kelangsungan hidup yang
lebih baik. Keinginan memiliki kelangsungan hidup menjadi lebih baik merujuk
untuk adanya gagasan atau ide pada masyarakat Dusun Tanon untuk memperbaiki
ekonomi yang bermasalah. Tahap ini diarahkan oleh Mead (1934) pada konsep dasar
self (diri), karena pemaknaan atas dasar situasi yang dihadapi adalah bentuk
kesadaran dalam diri manusia – “there is still one phase ini the development of the
self that needs to be presented in more detail; the realization of the self in the social
situation in which it arises (Mead, 1934:200).”
5.2.5. Tindakan seseorang didasarkan pada interpretasinya.
Interpretasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah pemberian
kesan, pendapat, atau pandangan teoritis terhadap sesuatu; tafsiran13
. Apabila dilihat
13
Dilansir dari Kamus Besar Bahasa Indonesia https://kbbi.web.id/interpretasi pada 7 Agustus 2018 pukul 8:47.
dari sudut pandang Interaksonisme Simbolik, perilaku manusia pada dasarnya adalah
produk interpretasi mereka atas dunia di sekeliling mereka (Mulyana, 2010).
Pernyataan tersebut merujuk pada pandangan teoritisi Interaksionisme Simbolik
tentang manusia menggunakan simbol-simbol yang dapat merepresentasikan apa
yang mereka maksudkan untuk berkomunikasi dengan sesamanya, dan juga
pengaruh yang ditimbulkan melalui penafsiran atas simbol-simbol terhadap perilaku
pihak-pihak yang terlibat dalam interaksi sosial.
Jika di dalam tahap pemaknaan atas realitas yang dibentuk dari objek-objek sosial
terdapat pemaknaan persoalan ekonomi, maka dalam tahap ini pemaknaan tersebut
akan diinterpretasikan menjadi sebuah tindakan. Untuk mengatasi kondisi ekonomi
masyarakat Dusun Tanon yang tidak stabil, masyarakat mengembangkan desa
dengan tujuan menaikkan taraf hidup mereka.
Serupa dengan pemahaman interpretasi yang menunjukkan adanya kesan,
pendapat, atau pandangan di dalam prosesnya, interpretasi yang mengandung
pandangan, atau ide atau gagasan yang dilakukan masyarakat Dusun Tanon untuk
memperbaiki perekonomian mereka adalah interpretasi ke dalam sebuah tarian.
Dimana tarian itu sendiri adalah kegiatan budaya dalam aktivitas masyarakat Dusun
Tanon.
Tarian termasuk dalam jenis seni pertunjukkan. Seni menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah keahlian membuat karya yang bermutu, seperti tari, ukiran,
atau lukisan14
. Sebuah karya dalam seni merujuk padapenyampaian sebuah pesan
bermakna, yakni dari ekspresi, kepercayaan, gagasan, atau perasaan apa yang akan
dikirimkan melalui seni tersebut sebagai medium atau media interpretasi.
Masyarakat Dusun Tanon menggiati budaya seni menari Tari Topeng
Ayu.Berdasarkan hasil wawancara dengan penggagas Tari Topeng Ayu, tarian
tersebut adalah bentuk modifikasi dari Tari Topeng Ireng. Berikut hasil wawancara
dengan Bapak Trisno selaku penggagas Tari Topeng Ayu di Dusun Tanon:
“Tahun 2012, Desa Ngrawan mengambil momentum di Hari Peringatan Ibu
Kartini yang bertepatan pada tanggal 21 April, jadi terinspirasi Habis Gelap
Terbitlah Terang, habis Topeng Ireng Terbitlah Topeng Ayu”.
14
Dilansir dari https://kbbi.web.id/seni-2 pada 16 Agustus 2017 pukul 11:54.
Tari Topeng Ayu sebagai tari modifikasi Tari Topeng Ireng, masih bertumpu pada
gerakan Toto Lempeng Irama Kencengdalam unsur gerak Tari Topeng Ireng.
Menurut Ketua I Asosiasi Kesenian Rakyat Borobudur, unsur gerakan Tari topeng
Ireng terdiri dari gerakan dasar kubro siswo, rodad, dan pencak silat jawa.
Disesuaikan dengan ketiga dasar gerak tari, maka Tari Topeng Ireng dimaknai
dengan gerakan Toto Lempeng Irama Kenceng. Toto Lempeng Irama Kenceng
termasuk dalam jenis kata bahasa Jawa.
Toto apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sama dengan “tata”
atau”tertata”. Tertata memiliki sinonim dengan “rapi”. Makna “rapi” dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai baik, teratur, dan bersih. Makna
tarian kedua dari Topeng Ireng adalah Lempeng. Sinonim atau persamaan kata dari
kata lempeng adalah lurus. Lurus berarti tidak berbelok-belok. Sedangkan irama
kenceng sekata dengan irama kencang. Irama diartikan sebagai gerakan berturut-
turut secara teratur dan kencang memiliki arti cepat atau kuat (KBBI).
Menurut penggagas tari Topeng Ayu, Bapak Trisno, Toto Lempeng Irama
Kenceng diadopsi sebagai pandangan atau gagasan taraf hidup yang lebih baik.
Gagasan taraf hidup yang lebih baik dihayati melalui kata Ayu dalam perubahan
nama Tari Topeng Ireng menjadi Tari Topeng Ayu. Ayu dimaknai sebagai hayuning
urip dengan berasas pada pemaknaan “toto lempeng irama keceng”. Hayuning urip
diartikan sebagai hidup yang tertata, teratur, disiplin dan berkontribusi yang
bermanfaat. Berikut hasil wawancara yang merujuk pada pernyataan di atas dengan
Pak Trisno salah satu warga Dusun Tanon, Desa Ngrawan, Kecamatan Getasan
Kabupaten Semarang selaku Ketua Pondok Sadar Wisata:
“Tahun 2012, Desa Ngrawan mengambil momentum di Hari Peringatan Ibu
Kartini yang bertepatan pada tanggal 21 April, jadi terinspirasi Habis Gelap
Terbitlah Terang, habis Topeng Ireng Terbitlah Topeng Ayu. Itu awal desa ini
menjadi Desa Menari berbasis Desa Wisata. Gerakannya tetap tertata (toto
lempeng), dinamis, iramanya kenceng. Kalau Ayu sendiri itu sebenarnya dari
Hayunig Urip, jadi bagaimana kami warga di sini hidupnya tetap tertata, teratur,
dan penuh kedisiplinan, dan membawa hidup untuk berkontribusi yang bermanfaat.
Jadi dari kesenian tari rakyat, Tari Topeng Ayu yang sudah diganti namanya itu
kami jadikan pemantik sebagai penggerak perubahan di desa kami, harapannya
sama dengan digantinya nama Tari Topeng Ireng menjadi Tari Topeng Ayu, supaya
hidup kami di sini tertata, dan dapat melakukan hal-hal yang bermanfaat khususnya
bagi warga dan desa kita. Berbicara tentang hasil kami nantinya itu akan dibagi ke
beberapa hal, untuk pendapatan tambahan warga dan pembangunan desa kami,
karena infrastruktur kami tidak terperhatikan dan kalau dilihhat dari segi
lingkungan itu dulunya desa kami kumuh tapi sekarang dengan dipatenkannya
sebagai Desa Menari kami membersihkan itu kotoran-kotoran ternak yang dijadikan
pupuk sama tanaman-tanaman yang berserakan di jalan.”
Pernyataan di atas merujuk pada penggunaan seni tari Topeng Ayu sebagai media
interpretasi solusi permasalahan ekonomi oleh masyarakat Dusun Tanon, Desa
Ngrawan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang. Interpretasi yang dilakukan
masyarakat Dusun Tanon melalui Tari Topeng Ayu merupakan pembentukan
identitas masyarakat Dusun Tanon berdasarkan nilai masyarakat dan nilai budaya
sekaligus sumber pendapatan yang tergolong dalam ekonomi-pariwisata.
Dikatakan ekonomi-pariwisata karena terjadi kegiatan transaksi berupa sektor
budaya dan ekonomi. Tari Topeng Ayu yang menjadi seni pertunjukkan budaya
dijadikan penggerak atau ikon masyarakat Dusun Tanon menjadi Desa Wisata.
Wujud budaya kesenian Tari Topeng Ayu saat ini telah menjadi sumber
pendapatanbagi masyarakat Dusun Tanon. Secara tidak langsung ini adalah output
dari ekonomi perdagangan pariwisata.
Senada dengan kutipan di atas bahwa menari bisa menjadi sumber pendapatan
masyarakat Dusun Tanon juga dirasakan oleh salah satu warganya. Berikut hasil
wawancara dengan Ibu Yanti selaku pelatih penari Tari Topeng Ayu yang merujuk
dengan pernyataan di atas:
“Akhirnya kami warga Dusun Tanon memulai untuk menjadi Desa Wisata itu dari
tahun 2010 dipatenkannya tahun 2012. Itu cukup membantu kami mbak, wong saya
cuma petani dan jemputi anak-anak. Dulunya kami mengandalkan uang dari pentas-
pentas keluar, tapi pas Desa Wisata ini Tari Topeng Ayu dijadiin ikon di sini terus
kami ada kegiatan nari di desa sendiri. Jadi ya kami warga sini seneng, ada tamu
dari luar datang ke sini, jadi suatu kebanggaan dan hasilnya bisa buat bangun desa
dan pendapatan tambahan kami. Soalnya di sini rata-rata kerjanya jadi peternak,
petani, pedagang, pekerja supir. Kalau pas ada pengunjung biasanya warga sudah
mempersiapkan hasil kebunnya, terus nanti dijual di sekitar jalan sini namanya
Pasar Rakyat. Kita juga diarahin biar beberapa rumah kita dijadikan sebagai
homestay, jadi kalau ada yang mau menginap di sini ya kami persilahkan di rumah-
rumah yang sudah ada tulisannya homestay, bisa menikmati hawa gunung”.
Menurut Jurnal Kepariwisataan Indonesia,6 (2), Juni 2011, apapun yang berkaitan
dengan sektor pariwisata memiliki potensi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
dan penciptaan lapangan kerja. Dorongan tersebut ada karena sektor pariwisata
mempunyai keterkaitan dengan sejumlah industri lain di dalam perekonomian secara
langsung maupun tidak langsung. Sektor-sektor yang memiliki keterkaitan langsung
dengan kegiatan pariwisata diantaranya agen atau biro perjalanan, hotel serta
restoran, operator wisata, sedangkan yang bersifat tidak langsung antara lain adalah
dengan sektor perbankan, perusahaan asuransi, transportasi, budaya dan layanan lain
yang dibutuhkan untuk mendukung kegiatan pariwisata. Maka terdapat banyak hal
dapat menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan
kerja di dalam sektor pariwisata. Salah satunya seperti kesenian budaya Tari Topeng
Ayu yang digunakan sebagai ikon objek pariwisata Desa Menari berbasis Desa
Wisata di Dusun Tanon, Desa Ngrawan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang
sebagai sumber pendapatan baru bagi masyarakat Dusun Tanon.
Tahapan ini dalam teori Interaksionisme Simbolik mengarah pada konsep dasar
self (diri). Karena dalam diri memunculkan sebuah respon atas dasar situasi sosial
yang dihadapi. Respon tersebut berwujud kontribusi. Kontribusi yang dilakukan oleh
manusia dalam tahapan ini tidak semata-mata hanya mengedepankan sifat egoisnya
saja, tetap benar-benar untuk sebuah kebangkitan atau pembangunan sesuatu hal
yang lebih baik (Mead, 1934:211).
Kontribusi yang dilakukan oleh masyarakat Dusun Tanon dan bermanfaat bagi
mereka tidak hanya dari pertunjukkan Tari Topeng Ayu dan pasar rakyat saja,
diantaranya masyarakat Dusun Tanon juga melakukan bersih desa agar lingkungan
mereka tertata dan bersih, adanya kelas wisata edukasi membuat sabun susu dari
bahan dasar susu perah peternak sapi masyarakat Dusun Tanon, mengadakan
permainan berbasis budaya tradisional seperti gobak sodor dan egrang bambu.
Kegiatan ini diselenggarakan ketika ada kunjungan wisata di Dusun Tanon, Desa
Ngrawan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang sebagai Desa Menari berbasis
Desa Wisata.
5.2.6. Tindakan tersebut saling berkaitan dan membentuk konsep diri melalui objek
yang signifikan dan didefinisikan melalui interaksi sosial dengan orang lain.
Menurut Mead konsep diri ini berlaku pula untuk pembentukan identitas (1934).
Identitas dibentuk berdasarkan sistem nasionalisme tertentu, suatu lokasi geografis
tertentu, suatu kelompok etnik, dengan hubungan tertentu dengan lingkungan
sosialnya. Hal-hal tersebut menjadi pengaruh dalam menafsirkan pengalaman
hidupnya.
Sarana atau media seni tari bisa menjadi identitas dari individu atau kelompok.
Tari itu sendiri dapat diartikan sebagai bentuk realisasi dari proses imajinatif yang
tertuang dalam kesatuan simbol-simbol gerak, ruang dan waktu (Pudjasworo, 1982).
Seni tari menyimpan makna pesan dari masyarakatnya, yaitu berupa pengetahuan,
gagasan, kepercayaan, nilai dan norma. Setiap karya tari tradisional tidak terlalu
mementingkan kemampuan atau teknik menari yang sempurna, namun lebih pada
ekspresi penjiwaan dan tujuan dari gerak yang dilakukan. Seni pertunjukkan tari
menjadi perayaan ritual mau pun hiburan. Dalam pertunjukkan tersebut terkandung
spirit akan identitas yang merupakan perwujudan dari suatu filosofi, nilai dan
bentukan sejarah, serta tradisi dan budaya tertentu.
Dalam hal Tari Topeng Ayu sebagai sajian pertunjukkan kesenian budaya, tarian
tersebut tidak menerapkan nilai spiritualitas di dalam pergerakannya. Hanya sebatas
pada hiburan saja. Hiburan kesenian Tari Topeng Ayu terkait pada sistem ekonomi-
pariwisata yang diterapkan pada masyarakat Dusun Tanon, dengan tujuan
menjadikannya sebagai sumber penghasilan tambahan selain bekerja sebagai petani,
pedagang, peternak, dan supir.
Meskipun hanya sebatas hiburan, tetapi sistem ekonomi-wisata yang diterapkan
masyarakat Dusun Tanon memuat Tari Topeng Ayu sebagai upaya penyampaian
pesan yang direpresentasikan melalui ekspresi penjiwaan diarahkan pada tujuan dari
gerak yang dilakukan.Berikut hasil wawancara dengan Bapak Bardi salah satu warga
Dusun Tanon, Desa Ngrawan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang selaku
pelatih Tari Topeng Ayu:
“Kalau ditanya tentang gerakan Tari Topeng Ayu gerakannya itu lebih kenceng
dan teges, jadi ngga ada lemah gemulainya, ya istilahnya stabil. Biasanya lamanya
menari itu 10 menitan dan diiringi dengan alat musik ini. Ada gamelan, gendang,
gong, dan drum. Kalau alat musik yang memainkan anak laki-laki, tapi kalau Tari
Topeng Ayu itu campuran, ya ada laki-laki sama perempuannya. Jadi kalau menurut
saya tarian ini melambangkan dari keberanian dalam menjaga kebersamaan yang
masih kami jaga di desa ini. Kan kalau masyarakat kota sudah jarang guyub ya
mbak. Jadi kami mau melestarikan kebudayaan yang masih dimiliki ini, dan kalau
bisa jangan sampai punah.”
Tari Topeng Ayu sebagai identitas masyarakat Dusun Tanon, Desa Ngrawan,
Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang disignifikasikan ke dalam bentuk simbol
komunikasi. Seperti penelitian yang sudah ada, Jurnal Pengetahuan dan pemikiran
Seni, 11 (2) tahun 2011 mengungkapkan Tari Topeng Endel sebagai tarian satu-
satunya yang masih hidup dan berkembang di kota Tegal dan menjadi ikonnya15
.
Secara simbol dari jenis gerakannya yang erotis dan terkesan menggoda penonton
serta memakai topeng dan melepasakannya saat tarian berakhir merupakan gambaran
dari karakter Kota Tegal yang berada di daerah pantai dengan cuaca panas serta
kondisi perilaku masyarakatnya, khususnya wanita banyak ditemui tempat-tempat
prostitusi. Tetapi pelepasan topeng secara simbolik memberikan kesan positif,
bahwa orang hidup harus bekerja keras dan semangat dalam menghadapi segala
tantangan.
Fenomena demikian juga terdapat pada Tari Topeng Ayu, yang memiliki
kesamaan menggunakan riasan wajah untuk menutupi wajah asli penari sebagai
topeng mereka. Secara simbolik pesan yang ingin disampaikan juga mengandung
pesan yang positif. Pesan tersebut menginterpretasikan nilai-nilai masyarakat dan
nilai-nilai budaya Jawa yang ada di Dusun Tanon. Hayuning Urip sebagai latar
belakang nama Tari Topeng Ayu adalah landasan yang digunakan sebagai nilai-nilai
masyarakat dan nilai budaya Dusun Tanon, Desa Ngrawan, Kecamatan Getasan,
15
Dilansir dari file:///C:/Users/USER/Downloads/2205-4919-2-PB.pdf pada tanggal 15 Agustus 2018 pukul 12:13.
Kabupaten Semarang. Terdiri dari hidup yang tertata, teratur, dan penuh
kedisiplinan, serta membawa hidup untuk berkontribusi yang bermanfaat. Ketiga
konsep tersebut adalah bentuk implementasi dari gerakan Tari Topeng Ayu (ikon
Desa Menari berbasis Desa Wisata), yaitu Toto (tertata), Lempeng (lurus), Irama
(nada), Kenceng (kencang). Definisi Tari Topeng Ayu didapatkan dari interaksi
dengan orang lain pada saat pertunjukkan. Berikut hasil wawancara dengan
wisatawan bernama Elsa dan Magrit bentuk dari definisi Tari Topeng Ayu dalam
interaksi sosial :
“Sebelumnya saya belum pernah melihat tari Topeng Ayu. Pertama melihat ini
menurut saya tariannya bagus sih dan kreatif. Zaman sekarang kan jarang anak-
anak jarang bisa menari, tapi mereka sudah pada bisa. Mungkin pesannya ke
penonton itu tentang kebersamaan ya, mereka kan juga harus kompak. Jadi kalau
menari itu engga individu tapi kelompok.”
Senada dengan petikan wawancara di atas, bahwa masyarakat lain sebagai
wisatawan mendapatkan kesan kebersamaan sebagai inti pesan yang didapat dari
pertunjukkan Tari Topeng Ayu,
“Kalau saya menangkap pesannya itu kebersamaan, kekeluargaan, kemudian
keramah tamahan, kan mengajak orang berpartisipasi dalam menari, jadi mengajak
orang mencintai budaya sendiri”.
Interpretasi yang dilakukan melalui Tari Topeng Ayu sebagai media representasi
tidak lah sesuai dengan konsep Hayuning Urip, karena dalam proses interaksi sosial
masyarakat lain hanyamengetahui konsep kebersamaan saja tanpa mengetahui isi
pesan yang sebenarnya dengan berdasar hidup yang tertata, teratur, disiplin dan
berkontribusi yang bermanfaat. Sehingga wisatawan sebagai klasifikasi dari
khalayak tidak dapat mengetahui isi pesan sesungguhnya yang didasari dari konsep
dasar Hayuning Urip dengan hanya melihat pertunjukkan Tari Topeng Ayu saja.
Tahap ini apabila dikaitkan dengan konsep dasar Interaksionisme Simbolik
mengarah pada konsep self to society atau konsep diri ke dalam konsep masyarakat.
Diri dalam bahasa Inggris diartikan oleh Mead sebagai “me” merujuk pada
keanggotaan dari kelompok sosial yang merepresentasikan nilai-nilai dari latar
belakang kehidupannya menjadi sesuatu yang lebih berharga dan memungkinkan
(Mead, 1934:214). Dalam konsep “diri” Interaksonisme Simbolik mensyaratkan
adanya masyarakat sebagai proses perwujudan kotribusi yang dibangun dan
dilakukan dari konsep diri. Sehingga kontribusi yang dilakukan benar-benar terlihat
dan dirasakan dalam konsep bermasyarakat.
5.3. Interaksionisme Simbolik Tari Topeng Ayu Sebagai Proses Komunikasi
Berdasarkan pernyataan Lasswell tentang komunikasi terdapat lima unsur komunikasi
yang saling berkaitan, diantaranya source atau sumber yang biasa disebut komunikator,
message atau pesan, channel atau media, receiver yang diistilahkan sebagai penerima pesan
atau komunikan, dan effect atau hasil dari proses adanya penuturan pesan dari komunikator
kepada komunikan (Mulyana, 2014:69).
Di Dusun TanonTari Topeng Ayu digunakan sebagai media penyampaian pesan. Pesan
yang dimaksud adalah hasil dari analisis Tari Topeng Ayu menggunakan Interaksionisme
Simbolik, yaitu Hayuning Urip yang didefinisikan sebagai hidup yang tertata, teratur,
disiplin dan berkontribusi yang bermanfaat dalam bermasyarakat melalui nilai-nilai
masyarakat Dusun Tanon, Desa Ngrawan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.
Tari itu sendiri diartikan sebagai suatu bentuk pernyataan imajinatif yang diturunkan
melalui kesatuan simbol-simbol gerak, ruang dan waktu (Pudjasworo, 1982). Maka dapat
dikatakan bahwa apa yang ingin disampaikan oleh masyarakat Dusun Tanon sebagai pesan
direpresentasikan melalui seni tari Topeng Ayu yang dituturkan dengansatuan gerak-gerak
atau simbol.
Dalam perspektif Interaksionisme Simbolik gerakan tari yang akan menjadi simbol di
dalam Tari Topeng Ayu diistilahkan dengan Toto Lempeng Irama Kenceng dalam padu
padan tari Topeng Ayu. Toto Lempeng Irama Kenceng yang termasuk pada satuan istilah
berbahasa Jawa apabila diartikan ke dalam bahasa Indonesia akan memiliki makna tertata,
selaras, dan berirama kencang. Gerak tarian tersebut diinterpretasikan sebagai wujud
implementasi nilai masyarakat Dusun Tanon yang berdasar pada Hayuning Urip, yakni
hidup tertata, disiplin, dan berkontribusi yang bermanfaat dalam bermasyarakat.
Tari Topeng Ayu dibawakan oleh 6 sampai 9 penari dalam setiap pertunjukkan. Tarian
tersebut diiringi oleh alat musik tadisional seperti gamelan, gong, dan gendang selama 10
sampai 15 menit. Sedangkan sebagai pelengkap keindahan penari merias wajah mereka
dengan garis-garis berwarna-warni sebagai wujud dari Topeng untuk menutupi wajah asli
penari, dan bulu-bulu disebut kuluk yang terikat pada bagian kepala mereka, jarik atau rapeh
sebagai penutup bagian pinggang ke bawah, badhong, serta klinthingan atau lonceng-
loncengan kecil yang terikat pada kedua kaki penari yang biasanya dikenakan sebagai
kostum penari Tari Topeng Ayu.
Pada subbab analisis Interaksionisme Simbolik sebagai proses komunikasi hanya akan
difokuskan pada pembahasan Tari Topeng Ayu sebagai media atau channel di dalam kajian
komunikasi. Karena kajian tari sebagai media sangat berbeda dengan kajian media lainnya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), media diartikan sebagai alat, alat atau
sarana komunikasi yang terletak di antara dua pihak (orang, golongan, sebagainya)16
. Jadi,
saat berkomunikasi membutuhkan sebuah media sebagai sarana atau alat penghubung agar
informasi atau maksud dari pikiran dapat tersampaikan kepada orang lain. Saluran atau
media yang digunakan berupa saluran verbal atau saluran non verbal. Saluran verbal
melekat pada kehidupan manusia sehari-hari, seperti bahasa. Sedangkan saluran atau media
nonverbal dalam komunikasi adalah semua isyarat atau simbol-simbol yang bukan kata-kata
(Mulyana, 2013). Dalam pelaksanaannya, baik verbal maupun non verbal tujuannya tetap
sama, yaitu untuk menyampaikan sebuah pesan berupa informasi atau maksud dari pikiran
kita kepada orang lain.
Adanya Tari Topeng Ayu karena Dusun Tanon dijadikan sebagai Desa Menari berbasis
Desa Wisata dan Tari Topeng Ayu menjadi ikonnya. Hal ini mengarah kepada sektor
industri budaya-pariwisata. Oleh sebab itu tari yang termasuk dalam unsur budaya memiliki
peranan penting dalam pengembangan objek pariwisata. Secara tidak langsung tari sebagai
unsur budaya difungsikan sebagai media atau sarana dalam pengembangan objek wisata
Desa Menari berbasis Desa Wisata di Dusun Tanon. Perihal Tari Topeng Ayu menjadi
media atau sarana pengembangan sektor budaya di dalam pariwisata apabila dispesifikkan
ke dalam fungsi tari, akan merujuk pada tari sebagai sarana komunikasi karena berkaitan
dengan keberadaanya sebagai media.
Media dan komunikasi adalah satu koordinasi yang tidak dapat dipisahkan. Tari Topeng
Ayu yang dibangun oleh masyarakat Dusun Tanon sebagai ikon Desa Menari berbasis Desa
Wisata berperan sebagai mediauntuk mengomunikasikan Tari Topeng Ayu sebagai budaya
di Dusun Tanon kepada masyarakat lain agar pengembangan sektor budaya-pariwisata di
16
Dilansir dari https://kbbi.web.id/media pada 15 Agustus 2018 pukul 13:55.
desa tersebut terjadi dan tercipta sektor ekonomi-pariwisata sebagai sumber pendapatan
masyarakatnya. Tari sebagai sarana atau media memiliki keistimewaan berupa satuan gerak
yang disusun untuk menyampaikan pesan dari pengalaman subyektif penggagasnya kepada
khalayak luas atau penonton (Hadi, 2005:13-26).
Berikut hasil wawancara dengan Ayuk Fitri N selaku penari Tari Topeng Ayu:
“Awal nari tahun 2012, jadi sebagai generasi kita pengen bisa juga menari. Engga ikut
latihan menari dengan yang usianya sudah tua-tua dan bisa, tetapi belajar dan latihan
sendiri dari kaset CD di rumah. Soalnya itu kan sudah ada rekamannya, jadi ya belajar
sampe bisa sendiri mbak. Susah awalnya ngikutin nari yang ada di CD. Apalagi
gerakannya kan kenceng dan sedikit gerakan pelannya. Kalau tentang isi tariannya itu
menggambarkan keberanian dan kekompakan, soalnya kan yang nari jumlahnya banyak.
Dulu itu Tari Topeng Ireng disebutnya, tapi sejak di sini jadi Desa Menari namanya diubah
menjadi Tari Topeng Ayu. Kalau menurutku ganti nama itu karena wajahnya dirias jadi
cantik, ya topeng itu maksudnya. Kalau yang nari laki-laki dirias kan jadi cantik sama
kayak penari perempuannya, sama ada sisi keberanian dari gerakannya. Dari ganti nama
itu dan jadi Desa Menari, pengennya orang luar mengenal desa kami, juga bisa tau kalau
warga desa di Tanon itu masih menjaga kebersamaan. Dari Desa Menari juga ada
penghasilan tambahan”.
Adanya Desa Wisata di Dusun Tanon merujuk pada kegiatan budaya sekaligus ekonomi-
pariwisata pada masyarakatnya. Seperti yang sudah dijelaskan oleh Nazir dalam Jurnal
Kepariwisataan Indonesia, 6 (2), Juni 2011, apapun yang berkaitan dengan sektor pariwisata
akan cenderung berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan
kerja. Tari Topeng Ayu yang berfungsi menjadi ikon Desa Menari berbasis Desa Wisata dan
sekaligus pemantik pertumbuhan ekonomi masyarakatDusun Tanon dibangun secara
signifikan menjadi media untuk menyampaikan konsep dasar Hayuning Urip, yaitu
menjalani hidup dengan tertata, teratur, disiplin, dan bermanfaat atau berkontribusi dalam
bermasyarakat. Hal tersebut sekaligus pengarahan Tari Topeng Ayu sebagai media atau
sarana komunikasi non-verbal atau simbolik dalam ruang interaksi sosial dengan masyarakat
lain.