BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS SKRIPSI FAKULTAS KEDOKTERAN 2013 UNIVERSITAS HASANUDDIN
HASIL PENELITIAN KARAKTERISTIK PENDERITA MALARIA YANG DIRAWAT DI RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR
PERIODE 1 JANUARI 2011—31 DESEMBER 2012
OLEH :
Wisnu Adryanto (C 111 07 268)
PEMBIMBING :
Dr. dr. Sri Ramadhani, M. Kes.
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT &
ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2013
PANITIA SIDANG UJIAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
Skripsi dengan judul “Karakteristik Penderita Malaria yang Dirawat
di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode 1 Januari 2011—31
Desember 2012” telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim
Penguji Skripsi Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedokteran
Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin pada :
Hari/Tanggal : Jumat, 22 Februari 2012
Waktu : 10.00 wita
Tempat : Ruang Seminar IKM-IKK FKUH PB.622
Ketua Tim Penguji :
(Dr. dr. Sri Ramadhani, M. Kes.)
Anggota Tim Penguji :
(Dr. dr. A. Armyn Nurdin, MSc.) (dr. Rum Rahim, M. Kes. )
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN ILMU KEDOKTERAN
KOMUNITAS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
TELAH DISETUJUI UNTUK DICETAK DAN DIPERBANYAK
Skripsi dengan judul :
Karakteristik Penderita Malaria yang Dirawat di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode 1 Januari 2011—31 Desember 2012
PEMBIMBING
Dr. dr. Sri Ramadhani, M. Kes.
ABSTRAK
Wisnu Adryanto C111 07 268. Karakteristik Penderita Malaria yang Dirawat di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode 1 Januari 2011—31 Desember 2012 (dibimbing oleh Dr. dr. Sri Ramadhani, M.Kes.)
Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih menjadi ancaman penduduk di daerah tropis/sub-tropis dan negara berkembang (termasuk Indonesia) maupun negara yang sudah maju. Di Sulawesi Selatan sendiri, terjadi peningkatan penderita malaria pada tahun 2010 dengan distribusi daerah yang tersebar. Terdapat berbagai faktor yang berhubungan dengan penderita malaria, baik faktor internal maupun eksternal.
Tujuan penelitian untuk mengetahui distribusi dari faktor-faktor tersebut, yakni jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, riwayat ke daerah endemis malaria hasil pemeriksaan mikroskopis (DDR), status anemia dan adanya komplikasi. Penelitian ini bersifat deskriptif cross sectional dengan menggunakan teknik total sampling dimana jumlah sampel sebanyak 37 pasien didapatkan.
Pasien malaria yang dirawat di RSUP dr.wahidin sudirohusodo paling banyak berjenis kelamin laki-laki (62,2%), rentang usia 30—39 tahun (29,7%), dengan tingkat pendidikan SMA/MA/Sederajat (27,0%). Selanjutnya pasien yang terbanyak adalah pegawai swasta (37,8%), semuanya memiliki riwayat ke daerah endemis malaria (100%), kadar Hb < 11 mg/dL (27%), hasil pemeriksaan DDR berupa P. Falciparum (54,1%), dan komplikasi terbanyak malaria biliosa (14%).
Diharapkan adanya promosi mengenai penyakit malaria terutama pada kelompok usia 20—29 tahun dan yang ingin berkunjung ke daerah endemis malaria. Serta perlunya dilakukan pemeriksaan yang lebih teliti mengenai faktor-faktor yang berpengaruh bagi yang positif menderita.
Kata Kunci: Karakteristik, penderita malaria, distribusi penderita malaria.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas Rahmat dan
Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
skripsi ini sebagai salah satu syarat menyelesaikan kepaniteraan klinik di bagian
IKM dan IKK Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Keberhasilan penyusunan skripsi ini adalah berkat bimbingan, kerja sama
serta bantuan moril dari berbagai pihak yang telah diterima penulis sehingga
segala rintangan yang dihadapi selama penelitian dan penyusunan ini dapat
terselesaikan dengan baik.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan
penghargaan secara tulus dan ikhlas kepada yang terhormat :
1. Dr. dr.Sri Ramadhany,M.Kes selaku pembimbing yang dengan kesediaan,
keikhlasan, dan kesabaran meluangkan waktunya untuk memberikan
bimbingan dan arahan kepada penulis mulai dari penyusunan proposal
sampai pada penulisan skripsi ini.
2. Staf pengajar Bagian IKM-IKK FK-UH yang telah memberikan bimbingan
dan arahan selama penulis mengikuti kepaniteraan klinik di Bagian IKM-
IKK FK-UH.
3. Dr. Irawan Yusuf, Ph.D. selaku Ketua Bagian IKM-IKK FK-UH yang telah
memberikan banyak bimbingan dan bantuan selama penulis mengikuti
kepaniteraan klinik di Bagian IKM-IKK FK-UH.
4. Dekan Fakultas Kedokteran UH, para Pembantu Dekan, Staf Pengajar dan
Seluruh Karyawan yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada
penulis selama mengikuti kepaniteraan klnik di FK-UH.
5. Kepala Daerah Tingkat I Propinsi Sulawesi Selatan, beserta staf. Terima
kasih atas kelancaran yang diberikan.
6. Kepada direktur RS.DR. Wahidin Sudirohusodo, beserta staf yang telah
memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis selama mengadakan
penelitian.
7. Kedua Orang tua, saudara dan keluarga tercinta yang selalu memberikan
dorongan dan bantuan moril maupun materil selama penyusunan skripsi ini.
8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang
tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa apa yang telah dibuat ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak
demi penyempurnaan skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi semua
pembaca. Amin.
Makassar, Februari 2012
Penulis Wisnu Adryanto
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL.............................................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................ ii
ABSTRAK........................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR......................................................................................... v
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. x
DAFTAR SKEMA ............................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN 1-4
1.1. Latar Belakang......................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................... 2
1.3. Pertanyaan Penelitian ............................................................... 2
1.4. Tujuan Penelitian ..................................................................... 3
1.5. Manfaat Penelitian ................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5-23
2.1. Definisi Malaria ....................................................................... 5
2.2. Epidemiologi Penyakit Malaria ................................................ 5
2.3. Etiologi .................................................................................... 6
2.4. Patogenesis dan Patologi .......................................................... 7
2.5. Diagnosis ................................................................................. 11
2.5.1. Gejala Klinis.................................................................. 11
2.5.2. Laboratorium ................................................................. 16
2.5.2.1. Pemeriksaan Mikroskopis ................................ 16
2.5.2.2. Tes Antigen P-F Test ...................................... 17
2.5.2.3. Tes Serologi .................................................... 18
2.5.2.4. Pemeriksaan PCR ............................................ 18
2.6. Terapi....................................................................................... 18
2.6.1. Pengobatan ACT ............................................................ 19
2.6.2. Pengobatan Non-ACT .................................................... 20
2.6.3. Pengobatan Malaria Berat ............................................... 21
2.7. Prognosis ................................................................................. 22
2.8. Pencegahan dan Vaksin Malaria ............................................... 22
BAB III KERANGKA KONSEP 24-31
3.1. DasarPemikiranVariabel yang Diteliti ...................................... 24
3.2. Kerangka Konsep ..................................................................... 27
3.3. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif ............................... 28
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 32-33
4.1. Metode Penelitian .................................................................... 32
4.2. Populasi ................................................................................... 32
4.3. Sampel ..................................................................................... 32
4.4. Cara Pengambilan Sampel ........................................................ 32
4.5. Cara Pengolahan dan Penyajian Data........................................ 32
4.6. Etika Penelitian ........................................................................ 33
BAB V HASIL PENELITIAN 34-38
5.1. Lokasi Penelitian ...................................................................... 34
5.1.1. Gambaran Umum ........................................................... 34
5.1.2. Sejarah ........................................................................... 35
5.1.3. Visi, Misi, dan Motto RSUP Dr. Wahidin Sudirousodo... 36
5.1.4. Sumber Daya .................................................................. 36
5.2. Karakteristik Responden .......................................................... 38
BAB VI PEMBAHASAN 48-55
6.1. Usia.......................................................................................... 48
6.2. Jenis Kelamin ........................................................................... 49
6.3. Tingkat Pendidikan .................................................................. 49
6.4. Pekerjaan ................................................................................. 50
6.5. Riwayat ke Daerah Endemis ..................................................... 51
6.6. Hasi Pemeriksaan DDR ............................................................ 53
6.7. Komplikasi ............................................................................... 54
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 56-58
A. Kesimpulan .............................................................................. 56
B. Saran ........................................................................................ 57
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL Tabel Halaman
1 Distribusi Penderita Malaria Menurut Usia di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo, Periode 1 Januari 2011—31 Desember 2012 ................. 38
2 Distribusi Penderita Malaria Menurut Jenis Kelamin di RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo, Periode .... 1 Januari 2011—31 Desember 2012 39
3 Distribusi Penderita Malaria Menurut Tingkat Pendidikan di RSUP
Dr. Wahidin Sudirohusodo, Periode 1 Januari 2011—31 Desember
2012 .................................................................................................... 39
4 Distribusi Penderita Malaria yang Memiliki Pekerjaan Menurut Jenis
Pekerjaannya di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Periode 1 Januari
2011—31 Desember 2012 .................................................................... 40
5 Distribusi Penderita Malaria Menurut Riwayat ke Daerah Endemis
Malaria/Berasal dari Daerah Endemis Malaria di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo, Periode 1 Januari 2011—31 Desember 2012 ................ 40
6 Distribusi Penderita Malaria Menurut Kadar Hemoglobin Darah di
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Periode 1 Januari 2011—31
Desember 2012.................................................................................... 41
7 Distribusi Penderita Malaria Menurut Hasil Pemeriksaan DDR
diRSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Periode 1 Januari 2011—31
Desember 2012........................................................................................ 42
8 Distribusi Penderita Malaria dengan Komplikasi Menurut Jenis
Komplikasinya di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Periode Juli—
Desember 2012........................................................................................ 43
9 Distribusi Hasil Pemeriksaan DDR Menurut Usia Penderita Malaria di
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Periode 1 Januari 2011—31
Desember 2012........................................................................................ 44
10 Distribusi Hasil Pemeriksaan DDR Menurut Jenis Kelamin Penderita
Malaria di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Periode 1 Januari
2011—31 Desember 2012....................................................................... 45
11 Distribusi Hasil Pemeriksaan DDR Menurut Komplikasi Penderita
Malaria di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Periode 1 Januari
2011—31 Desember 2012....................................................................... 45
12 Distribusi Hasil Pemeriksaan DDR Menurut Kadar Hemoglobin
Penderita Malaria di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Periode 1
Januari 2011—31 Desember 2012.......................................................... 46
DAFTAR SKEMA
Skema Halaman
1 Skema Siklus Hidup Plasmodium ........................................................ 10
2 Perjalanan Klinis Malaria .................................................................... 13
3 Kerangka Konsep ................................................................................ 27
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Salah satu penyakit menular yang menjadi masalah global dalam bidang
kesehatan adalah penyakit malaria. Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi
yang masih menjadi ancaman penduduk di daerah tropis/sub-tropis dan negara
berkembang (termasuk Indonesia) maupun negara yang sudah maju. World Health
Organization (WHO) menyatakan bahwa 300 sampai 500 juta kasus malaria
terjadi setiap tahun dan mengakibatkan 750.000—2.000.000 kematian dan lebih
dari 3.000 kematian anak terjadi setiap harinya. 1,2
Kegiatan penemuan penderita di Sulawesi Selatan sifatnya pasif dan
dilaksanakan oleh unit-unit pelayanan kesehatan (pustu, puskesmas dan rumah
sakit). Untuk tahun 2004, jumlah penderita klinis malaria sebanyak 12.009
penderita, angka tersebut menunjukkan peningkatan sebesar 1,43% dibandingkan
dengan tahun 2003. Pada tahun 2008 jumlah penderita malaria klinis mengalami
penurunan menjadi 8.886 kasus dengan jumlah positif sebanyak 1.153 kasus
(12,98 %). Sedangkan untuk tahun 2010 jumlah penderita malaria klinis
mengalami peningkatan menjadi 11.305 kasus dengan jumlah positif sebanyak
1.963 kasus (17,36%). Kasus tertinggi di Kab. Bulukumba, Selayar, Pangkep, dan
Luwu Utara. Jumlah penderita malaria yang di konfirmasi laboratorium dengan
hasil positif terbesar di Kab. Bulukumba, Luwu Utara, Enrekang dan Selayar atau
API sebesar 0,24 per 1000 penduduk diperiksa sediaan darahnya sudah di atas
50% (tahun 2009 sebesar 75,61%, tahun 2010 sebesar 64,44. Hasil pengumpulan
data profil kabupaten/kota tahun 2011 jumlah penderita malaria tanpa
pemeriksaan sediaan darah sebesar 2.250 kasus, malaria dengan pemeriksaan
sedian darah sebesar 29.412 dengan CFR 0,00% adapun kabupaten yang tertinggi
dengan pemeriksaan sediaan darah yaitu kabupaten Bulukumba sebesar 5.184
kasus dan terendah di kabupaten Bantaeng Sebesar 139 kasus.3
Penanggulangan malaria dilakukan secara komprehensif dengan upaya
promotif, preventif dan kuratif. Hal ini bertujuan untuk menurunkan angka
kesakitan dan kematian serta mencegah KLB. Untuk mencapai hasil yang optimal
upaya preventif dan kuratif tersebut harus dilakukan dengan berkualitas dan
terintegrasi dengan program lainnya. Indikator keberhasilan rencana strategis
kematian kesehatan tahun 2012-2014 adalah menurunkan angka kesakitan malaria
dan kematian penyakit malaria, pada tahun 2015 menjadi 1 per 1000. Indikator
lain perlu diperhatikan adalah target MDGs yaitu angka kemtian malaria dan
proporsi balita yang tidur dalam perlindungan kelambu berinsektisida dan
proporsi balita yang diobati. 4,5
I.2. Rumusan Masalah Dengan adanya masalah kesehatan dalam hal ini terhadap penyakit
malaria yang merupakan masalah global, maka sistem informasi tentang penyakit
tersebut sangat diperlukan. Dengan alasan ini, peneliti tertarik untuk meneliti
bagaimana karakteristik penderita malaria di R.S.U.P. dr. Wahidin Sudirohusodo
periode 1 Januari 2011—31 Desember 2012.
I.3. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut maka
pertanyaan penelitian ini adalah: 1. Bagaimana distribusi penderita malaria menurut usia yang.dirawat di
R.S.U.P. dr. Wahidin Sudirohusodo periode 1 Januari 2011—31 Desember
2012?
2. Bagaimana distribusi penderita malaria menurut jenis kelamin yang.dirawat
di R.S.U.P. dr. Wahidin Sudirohusodo periode 1 Januari 2011—31 Desember
2012?
3. Bagaimana distribusi penderita malaria menurut tingkat pendidikan
yang.dirawat di R.S.U.P. dr. Wahidin Sudirohusodo periode 1 Januari 2011—
31 Desember 2012?
4. Bagaimana distribusi penderita malaria menurut pekerjaan yang.dirawat di
R.S.U.P. dr. Wahidin Sudirohusodo periode 1 Januari 2011—31 Desember
2012?
5. Bagaimana distribusi penderita malaria menurut adanya riwayat ke daerah
endemis malaria (berasal dari daerah endemis malaria) yang.dirawat di
R.S.U.P. dr. Wahidin Sudirohusodo periode 1 Januari 2011—31 Desember
2012?
6. Bagaimana distribusi penderita malaria menurut hasil pemeriksaan
mikroskopis (DDR) yang.dirawat di R.S.U.P. dr. Wahidin Sudirohusodo
periode 1 Januari 2011—31 Desember 2012?
7. Bagaimana distribusi penderita malaria menurut status anemia yang.dirawat
di R.S.U.P. dr. Wahidin Sudirohusodo periode 1 Januari 2011—31 Desember
2012?
8. Bagaimana distribusi penderita malaria menurut adanya komplikasi berupa
malaria berat yang.dirawat di R.S.U.P. dr. Wahidin Sudirohusodo periode 1
Januari 2011—31 Desember 2012?
I.4. Tujuan Penelitian I.4.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh
informasi mengenai karakteristik penderita penderita malaria di R.S.U.P. dr.
Wahidin Sudirohusodo periode 1 januari 2011–-31 Desember 2012.
I.4.2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk memperoleh informasi mengenai karakteristik penderita malaria
menurut usia penderita.
2. Untuk memperoleh informasi mengenai karakteristik penderita malaria
menurut jenis kelamin penderita.
3. Untuk memperoleh informasi mengenai karakteristik penderita malaria
menurut tingkat pendidikan penderita.
4. Untuk memperoleh informasi mengenai karakteristik penderita malaria
menurut pekerjaan penderita.
5. Untuk memperoleh informasi mengenai karakteristik penderita malaria
menurut adanya riwayat ke daerah endemis malaria ( berasal dari
daerah endemis malaria).
6. Untuk memperoleh informasi mengenai karakteristik penderita malaria
menurut hasil pemeriksaan mikroskopis (DDR).
7. Untuk memperoleh informasi mengenai karakteristik penderita malaria
menurut status anemia penderita.
8. Untuk memperoleh informasi mengenai karakteristik penderita malaria
menurut adanya komplikasi berupa malaria berat.
I.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Manfaat Aplikatif Manfaat aplikatif penelitian ini adalah sebagai sumber informasi
bagi para praktisi kesehatan mengenai penyakit malaria sehingga timbul
kepedulian untuk bekerja sama dalam mengurangi permasalahan penyakit
ini di masa yang akan datang
1.5.2 Manfaat Metodologis Manfaat metodologis penelitian ini adalah sebagai bahan masukan
bagi pihak instansi yang berwenang untuk digunakan sebagai dasar
pertimbangan dalam mengambil dan memutuskan kebijakan-kebijakan
kesehatan, khususnya dalam menanggulangi penyakit malaria.
1.5.3 Manfaat Teoritis
1. Sebagai tambahan ilmu, kompetensi, dan pengalaman berharga bagi
peneliti dalam melakukan penelitian kesehatan pada umumnya, dan
terkait tentang malaria pada khususnya.
2. Sebagai acuan bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang ingin melakukan
penelitian mengenai penyakit malaria.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Malaria
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh
plasmodium yang menyerang erirosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk
aseksual di dalam darah. Infeksi ini memberikan gejala klasik walaupun tidak
selalu ditemukan berupa demam, mengigil, dan berkeringat. Selain itu dapat pula
didapatkan adanya anemia ataupun splenomegali. Penyakit ini dapat berlangsung
akut ataupun kronik dan dapat pula terjadi komplikasi yang dapat menyebabkan
kematian. 1
2.2. Epidemiologi Penyakit Malaria
Infeksi malaria tersebar pada lebih dari 100 negara dibenua afrika, asia,
amerika (bagian selatan) dan daerah caribia. Lebih dari 1,6 triliun manusia
terpapar oleh malaria dengan dugaan morbiditas 200—300 juta dan mortalitas
lebih dari 1 juta pertahun. Beberapa daerah yang bebas malaria yaitu Amerika
Serikat, Kanada, negara di Eropa (kecuali Rusia), Israel, Singapura, Hongkong,
Jepang, Taiwan, Korea, Brunei dan Australia. Negara tersebut terhindar dari
malaria karena vektor kontrolnya bagus, namun di negara tersebut mulai banyak
dijumpai kasus malaria yang diimport karena pendatang dari negara malaria atau
penduduknya mengunjungi daerah malaria. 1
Spesies plasmodium pada manusia adalah plasmodium falciparum,
plasmodium vivax, plasmodium ovale dan plasmodium malariae. Jenis
plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia adalah plasmodium falciparum
dan plasmodium vivax, sedangkan plasmodium malariae dapat ditemukan di
beberapa provinsi antara lain lampung, nusa tenggara timur dan papua.
Plasmodium ovale pernah ditemukan dinusa tenggara timur dan papua. 5
Menurut data riskesdas 2010, mendapatkan bahwa 86,4% penyebab
malaria adalah plasmodium falsifarum dan plasmodium vivax sebanyak 6,9%.
Dari hasil Riskesdas diperoleh Point prevalence malaria adalah 0,6%, namun hal
ini tidak menggambarkan kondisi malaria secara keseluruhan dalam satu tahun
karena setiap wilayah dapat mempunyai masa-masa puncak (pola epidemiologi)
kasus yang berbeda-beda. Spesies parasit malaria yang paling banyak ditemukan
adalah Plasmodium falciparum (86,4%) sedangkan sisanya adalah Plasmodium
vivax dan campuran antara P. falciparum dan P. Vivax. Namun data sebaran
parasit perwilayah tidak diperoleh, sehingga tidak dapat diketahui jenis parasit
yang dominan per suatu wilayah. Menurut karakteristik umur, point prevalence
paling tinggi adalah pada umur 5-9 tahun (0,9%), kemudian pada kelompok umur
1-4 tahun (0,8%) dan paling rendah pada umur <1 tahun (0,3%). Sedangkan
menurut period prevalence, prevalens paling tinggi adalah pada kelompok umur
>15 tahun (10,8%), nomor dua paling tinggi pada kelompok umur 1-4 tahun
(10,7%) dan paling rendah tetap pada umur <1 tahun (8,2%). Dari data diatas
tampak kecenderungan kelompok yang berisiko tinggi terkena malaria bergeser
dari usia >15 tahun ke usia 1-4 tahun. Oleh karena itu perlu intervensi pencegahan
malaria pada usia 1-4 tahun, memperkuat promosi anak dibawah lima tahun tidur
dibawah kelambu berinsektisida serta menyediakan obat malaria yang sesuai
dengan umur balita.6
Untuk karakteristik jenis kelamin, tempat tinggal, pendidikan dan
pekerjaan, point prevalensi dan period prevalensi hampir sama. Pada point
prevalensi, prevalensi pada laki-laki sama dengan perempuan (0,6%), di
perdesaan (0,8%) dua kali prevalensi di perkotaan (0,4%). Kelompok pendidikan
tidak tamat SD (0,7%) dan tidak pernah sekolah (0,8%) merupakan dua kelompok
yang paling tinggi prevalensinya dan kelompok tamat PT merupakan kelompok
yang paling rendah prevalensinya (0,2%). Kelompok “sekolah” dan
petani/nelayan/buruh merupakan kelompok pekerjaan yang tertinggi
prevalensinya (masing-masing 0,7%) sedangkan yang paling rendah adalah
Pegawai/TNI/POLRI (0,3%).6
2.3. Etiologi
Malaria disebabkan karena infeksi pada sel darah merah oleh parasit
protzoa dari genus plasmodium. Parasit ini mengadakan inokulasi kedalam tubuh
host-nya yaitu manusia melalui nyamuk anopheles betina. Empat spesies
plasmodium yang diketahui menginfeksi manusia adalah P.falciparum, P.vivax,
P.ovale dan P.malariae. 7
2.4. Patogenesis dan Patologi
Infeksi parasit malaria pada manusia mulai bila nyamuk anopheles betina
menggigit manusia dan nyamuk akan melepaskan sporozoit kedalam kedalam
pembuluh darah dimana sebagian besar dalam waktu 45 menit akan menuju kehati
dan sebagian kecil sisanya akan mati didarah. Didalam sel parenkim hati mulailah
perkembangan aseksual (intrahepatic achizogony atau pre-erythrocytes
schizogony). Perkembangan ini memerlukan waktu 5,5 hari untuk plasmodium
falciparum dan 15 hari plasmodium malariae. Setelah sel parenkim hati terinfeksi,
terbentuk sizont hati yang apabila pecah akan mengeluarkan banyak merozoit
kesirkulasi darah. Pada P.vivax dan ovale, sebagian parasit didalam sel hati
membentuk hipnozoit yang dapat bertahan sampai bertahun-tahun dan bentuk ini
menyebabkan terjadinya relaps pada malaria. 1
Setelah berada dalam sirkulasi darah merozoit akan menyerang eritrosit
dan masuk melalui reseptor permukaan eritrosit. Pada P.vivax reseptor ini
berhubungan dengan faktor antigen Duffy fya atau fyh. Hal ini menyebabkan
individu dengan golongan darah Duffy negatif tidak terinfeksi malaria vivax.
Reseptor untuk P.falciparum diduga suatu glycophorins, sedangkan pada
P.malariae dan P.ovale belum diketahui. Dalam waktu kurang dari 12 jam parasit
berubah menjadi bentuk ring, pada P.falciparum menjadi bentuk stereo-
headphones, yang mengandung kromatin dalam intinya dikelilingi sitoplasma.
Parasit tumbuh setelah memakan hemoglobin dan dalam metabolismenya
membentuk pigmen yang disebut hemozoin yang dapat dilihat secara
mikroskopik. Eritrosit yang berparasit menjadi lebih elastik dan dinding berubah
lonjong, pada P.falciparum dinding eritrosit membentuk tonjolan yang disebut
knob yang nantinya penting dalam proses cytoadherence dan rosetting. Setelah 36
jam invasi kedalam eritrosit, parasit berubah menjadi sizont dan bila sizont pecah
akan mengeluarkan 6-36 merozoit dan siap menginfeksi eritrosit lain. Siklus
aseksual ini pada P.falciparum, P.vivax dan P.ovale ialah 48 jam dan pada
P.malariae adalah 72 jam. 1
Didalam darah sebagian parasit akan membentuk gamet jantan dan
betina, dan bila nyamuk menghisap darah menusia yang sakit akan terjadi siklus
seksual dalam tubuh nyamuk. Setelah terjadi perkawinan akan terbentuk zygote
dan menjadi lebih bergerak menjadi ookinet yang menembus dinding perut
nyamuk dan akhirnya menjadi bentuk oocyst yang akan menjadi masak dan
mengeluarkan sporozoit yang akan bermigrasi kekelenjar ludah nyamuk dan siap
menginfeksi manusia. 1
Setelah melalui jaringan hati P.falciparum melepaskan 18-24 merozoit ke
dalam sirkulasi. Merozoit yang dilepaskan akan masuk ke dalam sel RES di limpa
dan mengalami fagositosis serta filtrasi. Merozoit yang lolos dari filtrasi dan
difagositosis di limpa akan menginfiltrasi eritrosit. Selanjutnya parasit akan
berkembang biak secara aseksual dalam eritrosit. Bentuk aseksual parasit dalam
eritrosit (EP) inilah yang bertanggung jawab dalam patogenesa terjadinya malaria
pada manusia. Patogenesa malaria yang banyak diteliti adalah patogenesa malaria
yang disebabkan oleh P. Falciparum. 1
Patogenesis malaria falciparum sangat dipengaruhi oleh faktor
parasit dan faktor penjamu (host). Yang termasuk faktor parasit adalah intensitas
transmisi, densitas parasit, dan virulensi parasit. Sedangkan yang masuk dalam
faktor penjamu adalah tingkat endemisitas daerah tempat tinggal, genetik, usia,
status nutrisi, dan status imunologi. Parasit dalam eritosit (EP) secara garis besar
mengalami 2 stadium, yaitu stadium cincin pada 24 jam I dan stadium matur pada
24 jam II. Permukaan EP stadium cincin akan menampilkan antigen RESA (Ring-
erithrocyte surface antigen) yang menghilang setelah parasit masuk stadium
matur. Permukaan membran EP stadium matur akan mengalami penonjilan dan
membentuk knob dengan Histidine Rich-protein-1 (HRP-1) sebagai komponen
utamanya. Selanjutnya bila EP tersebut mengalami merogoni, akan dilepaskannya
toksin malaria berupa GPI yaitu glikosilfosfatidilinositol yang merangsang
pelepasan TNF-α dan interleukin-1 (IL-1) dari makrofag. Dan selanjutnya akan
terjadi proses d bawah ini:
Sitoadherensi, ialah perlekatan antara EP stadium matur pada permukaan
endotel vaskuler. Perlekatan terjadi dengan cara molekul adhesif yang terletak di
permukaan knob EP melekat dengan molekul-molekul adhesif yang terletak di
permukaan endotel vaskuler. Molekul adhesif di permukaan knob EP secara
kolektif disebut PfEMP-1, P. falciparum erhitrocyte membrane protein-1.
Molekul adhesif di permukaan sel endotel adalah CD36, trombospondin,
interceluler-adhesion molecule-1 (ICAM-1), vascular cell adhesion molecule-1
(VCAM), endotel leucocyte adhesion molecule-1(ELAM-1), dan
glicosaminoglycan chondroitin sulfate A. PfEMP-1 merupakan protein-protein
hasil ekspresi genetik oleh sekelompok gen yang berada di permukaan knob. 1
Sekuestrasi. Sitoadherensi menyebabkan EP matur tidak beredar kembali
dalam sirkulasi. Parasit dalam eritrosit matur yang tinggal dalam jaringan
mikrovaskuler organ disebut EP matur yang mengalami sekuestrasi. Hanya P.
falciparum yang mengalami sekuestrasi, karena pada Plasmodium lainnya seluruh
siklus terjadi pada pembuluh darah perifer. Sekeuestrasi terjadi pada organ-organ
vital dan hampir semua jaringan dalam tubuh. Sekuestrasi tertinggi terdapat di
otak, diikuti dengan hepar dan ginjal, paru dan jantung, usus, dan kulit.
Sekuestrasi ini diduga memegang peranan utama dalam patofisiologi malaria
berat. 1
Rosetting, ialah berkelompoknya EP matur yang diselubungi 10 atau
lebih eritrosit yang non-parasit. Plasmodium yang dapat melakukan sitoadherensi
juga dapat melakukan rosetting. Rosetting menyebabkan obstruksi aliran darah
lokal/dalam jaringan sehingga mempermudah terjadinya sitoadherensi.1
Gambar 1. Skema siklus hidup plasmodium
(Diambil dari kepustakaan 8)
Selain perubahan jaringan dalam patologi malaria yang penting ialah
keadaan mikro-vaskular dimana parasit malaria berada. Demam, anemia dan
splenomegali merupakan patologi yang umumnya terjadi pada malaria. Berikut
adalah keadaan patologi pada malaria:5
1. Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang
mengeluarkan bermacam-macam antigen, antigen ini akan merangsang sel-sel
makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan berbagai macam sitokin,
antara lain TNF (tumor nekrosis factor). TNF akan dibawah aliran darah ke
hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan terjadilah
demam.
2. Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun
yang tidak terinfeksi. P.falciparum menginfeksi semua jenis sel darah merah,
sehingga anemia dapat terjadi pada infeksi akut dan kronis. Plasmodium
vivac dan P.ovale hanya menginfeksi sel darah merah muda yang jumlahnya
hanya 2% dari seluruh jumlah sel darah merah, sedangkan plasmodium
malariae menginfeksi sel darah merah tua yang jumlahnya hanya 1% dari
jumlah sel darah merah. Sehingga anemia yang disebabkan oleh P.vivax,
Povale dan P.malariae umumnya terjadi pada keadaan kronis.
3. Splenomegali terjadi akibat plasmodium yang dihancurkan oleh sel-sel
makrofag dan limposit menyebabkan penambahan sel-sel radang sehingga
akan menyebabkan lien membesar.
Malaria akibat plasmodium falciparum mempunyai patogenesis yang
khusus. Eritrosit yang terinfeksi P.falciparum akan mengalami proses sekuestri
yaitu tersebarnya eritrosit yang berparasit tersebut kepembuluh kapiler alat tubuh.
Selain itu pada permukaan eritrosit yang terinfeksi akan membentuk knob yang
berisi antigen plasmodium falciparum. Pada saat terjadi proses sitoadherensi,
knob tersebut akan berikatan dengan reseptor sel endotel kapiler. Akibat dari
proses initerjadilah obstruksi (penyumbatan) dalam pembuluh darah kapiler yang
menyebabkan terjadinya iskemia jaringan. Terjadinya sumbatan ini juga didukung
oleh proses terbentuknya rosette yaitu bergrombolnya sel darah merah yang
berparasit dengan sel darah merah lainnya. Pada proses sitoaderensi ini diduga
juga terjadi proses imunologik yaitu terbentuknya mediator-mediator antara lain
sitokin (TNF,interleukin) dimana mediator tersebut mempunyai peranan dalm
gangguan fungsi pada jaringan tertentu. 1,5
2.5. Diagnosis
2.5.1 Gejala Klinis
Diagnosa malaria sering memerlukan anamnesa yang tepat dari
penderita tentang asal penderita apakah dari daerah endemik, riwayat
bepergian ke daerah endemik malaria, riwayat pengobatan kuratif maupun
preventif. Manifestasi klinik malaria tergantung pada imunitas penderita,
tingginya transmis infeksi malaria. Berat ringannya infeksi dipengaruhi oleh
jenis plasmodium (P.falciparum seringkali memberikan komplikasi), daerah
asal infeksi (pola resistensi terhadap pengobatan), umur (usia lanjut dan bayi
sering lebih berat), ada dugaan konstitusi genetik, keadaan kesehatan dan
nutrisi, kemoprofilaksis dan pengobatan sebelumnya. 1
Tanda dan gejala klinis malaria tidak spesifik. Gejala klinik malaria
dicurigai sangatlah ditentukan oleh penyebab demam ataupun riwayat
demam. Diagnosis berdasarkan gejala klinis saja memiliki spesifitas yang
rendah. Kemungkinan penyebab lain dari demam dan kebutuhan pengobatan
tambahan harus diperhatikan baik-baik. WHO merekomendasikan untuk
diagnosis klinis malaria yang tidak memiliki komplikasi harus mengikuti: 7
1. Pada tempat dengan resiko malaria rendah, diagnosis klinis harus
berdasarkan kemungkinan terpaparnya malaria dan riwayat demam tiga
hari sebelumnya tanpa gejala dari penyakit berat lainnya.
2. Pada tempat dengan kemungkinan resiko malaria tinggi, diagnosis
klinis harus berdasarkan riwayat demam 24 jam sebelumnya dan/atau
adanya anemia, ditunjukkan oleh adanya pucat didaerah wajah atau
telapak tangan yang biasanya muncul pada anak kecil.
Malaria mempunyai gambaran karakteristik demam periodik,
anemia dan splenomegali. Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing
plasmodium. Keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam
berupa kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit belakang, merasa dingin
dipunggung, nyeri sendi dan tulang, demam ringan, anoreksia, perut tak
enak, diare ringan dan kadang-kadang dingin. Keluhan prodromal sering
kali terjadi pad P.vivax dan oval, sedang pada P.falciparum dan
malariaekeluhan prodromal tidak jelas bahkan gejala dapat mendadak. 1
Gejala klsik dari malaria atau disebut “Trias Malaria” secara
berurutan, yaitu:1
1. Periode dingin (15-60 menit): mulai menggigil, penderita sering
membungkus diri dengan selimut atau sarung dan pada saat menggigil
sering seluruh badan bergetar dan gigi saling terantuk, diikuti dengan
meningkatnya temperatur
2. Periode panas: penderita muka merah, nadi cepat dan panas tetap tinggi
dalam beberapa jam, diikuti dengan keadaan berkeringat.
3. Periode berkeringat: penderita berkeringat banyak dan temperatur turun
dan penderita merasa sehat. Trias malaria sering lebih terjadi pada
P.vivax, pada P.falciparum menggigil dapat berlangsung berat ataupun
tidak ada.
Gambar 2. Perjalanan klinis malaria
(diambil dari kepustakaan 1)
Paroksisme demam pada malaria mempunyai interval tertentu,
ditentukan oleh waktu yang diperlukan oleh siklus aseksual / sizogoni darah
untuk menghasilkan sizon yang matang, yang sangat dipengarihu oleh
spesies Plasmodium yang menginfeksi. Demam terjadi menyusul pecahnya
sizon-sizon darah yang telah matang dengan akibat masuknya merozoit-
merozoit, toksin, pigmen, dan kotoran/debris sel ke peredaran darah.
Masuknya toksin-toksin, termasuk pigmen, ke darah memicu dihasilkannya
tumor necrosis faktor (TNF) oleh sel-sel makrofag yang teraktifkan.
Demam yang tinggi dan beratnya gejala klinis lainnya, misalnya pada
malaria falciparum yang berat, mempunyai hubungan dengan tingginya
kadar TNF dalam darah. Pada malaria vivax dan ovale sizon-sizon pecah
setiap 48 jam sekali sehingga demam timbul setiap hari ketiga, yang
terhitung dari serangan demam sebelumnya (malaria tertiana). Pada malaria
malariae pecahnya sizon terjadi setiap 72 jam sekali sehingga serangan pada
terjadi setiap hari keempat (malaria kuartana). Pada malaria falciparum
kejadiannya mirip dengan malaria vivax, hanya interval demamnya tidak
jelas, biasanya panas badan di atas normal tiap hari, dengan puncak panas
cenderung mengikuti pola malaria tertiana (disebut malaria subtertiana atau
malaria quotidian).9
Pada anak-anak, bahkan pada anak-anak nonimun sekalipun, gejala
malaria tidaklah “klasik” seperti yang ditemukan pada orang dewasa. Pada
penderita anak, kenaikan panas badan cenderung lebih tinggi, sering disertai
muntah, kejang-kejang, dan dehidrasi cepat terjadi karena muntah-muntah
dan berkeringat. Oleh karena itu, gejala malaria pada anak bisa menyerupai
gejala penyakit lain yang bisa menyebabkan demam. Begitu pula anemia
cenderung menjadi lebih berat pada penderita anak. Malaria vivax yang
biasanya memberikan gejala yang ringan, pada penderita anak sering
menimbulkan gejala yang lebih berat. Namun biasanya, malaria
falciparumlah yang menyebabkan keadaan darurat pada penderita anak, baik
secara perlahan maupun secara cepat.9
Pada wanita hamil, terjadi penurunan daya pertahanan tubuh atau
imunitas karena kehamilan itu sendiri. Gejala-gejala malaria cenderung
menjadi lebih berat, terutama pada malaria falciparum. Malaria pada wanita
hamil sering menyebabkan hipoglikemia. Pada wilayah dengan tingkat
penularan P. falciparum yang rendah terjadi imunitas yang didapat yang
rendah pada penduduk sehingga wanita hamil di wilayah ini cenderung
menderita malaria berat. Akibatnya terjadi abortus, bayi mati dalam
kandungan atau kematian ibu sendiri. Sebaliknya pada wilayah dengan
tingkat transmisi P. falciparum yang tinggi terjadi imunitas yang tinggi, dan
wanita hamil cenderung menderita malaria asimptomatik, tetapi
menyebabkan anemia dan parasitemia pada peredaran darah plasenta. Kedua
kondisi ini menyebabkan berat badan bayi rendah dan angka mortalitas
neonatus yang tinggi. Malaria kongenital, walaupun jarang, mungkinterjadi
sebagai akibat berpindahnya infeksi parasit malaria dari ibu ke bayinya
melalui peredaran darah plasenta yang mengalami kerusakan. Berdasarkan
hal-hal di atas, diupayakan sebisanya agar wanita hamil nonimun tidak
memasuki wilayah endemis malaria. Bagi wanita hamil yang hidup di
wilayah endemis malaria perlu diberikan perlindungan secara khusus untuk
mencegah ditulari malaria.9
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, manifestasi klinis yang
berat (malaria pernisiosa) biasanya disebabkan oleh P. falciparum dengan
mekanisme yang telah dijelaskan juga sebelumnya. Malaria berat ditandai
dengan salah satu gangguan patologi klinik atau lebih berikut ini: 9
1. Malaria dengan gangguan kesadaran (apati, delirium, stupor, dan koma)
atau GCS (Glasgow Coma Scale) < 14 untuk orang dewasa dan < 5
untuk anak-anak. Gangguan kesadaran menetap > 30 menit atau
menetap setelah panas turun.
2. Malaria dengan ikterus (billirubin serum > 3 mg%).
3. Malaria dengan gangguan fungsi ginjal (oligouria < 400 ml/24 jam atau
kreatinin serum > 3 mg%).
4. Malaria dengan anemia berat (Hb < 5 gr% atau hematokrit < 15%).
5. Malaria dengan edema paru (sesak napas, gelisah).
6. Malaria dengan hipoglikemia (gula darah < 40 mg%).
7. Malaria dengan gangguan sirkulasi atau syok (tekanan sistolik < 70
mmHg pada orang dewasa atau < 50 mmHg pada anak 1-5 tahun.
8. Malaria dengan hiperparasitemia (Plasmodium > 5%).
9. Malaria dengan manifestasi perdarahan (gusi, hidung, dan atau tanda-
tanda disseminated intravascular coagulation / DIC).
10. Malaria dengan kejang-kejang berulang, lebih dari 2 kali dalam 24 jam.
11. Malaria dengan asidosis (pH darah < 7,25 atau plasma bikarbonat < 15
mmol/L.
12. Malaria dengan hemoglobinuria makroskopik.
13. Malaria dengan hipertermia (suhu badan > 40oC).
14. Malaria dengan kelemahan yang ekstrem (prostration); penderita tidak
mampu duduk atau berjalan, tanpa adanya kelainan neurologi tertentu.
Malaria berat biasanya terjadi pada sekelompok individu yang
memiliki faktor resiko untuk menjadi malaria yang berat. Faktor-faktor
resiko terjadinya malaria berat antara lain: 9
1. Usia lanjut ( > 70 tahun),
2. Bayi / neonatus,
3. Kehamilan atau masa pasca melahirkan (postpartum),
4. Kondisi dengan terjadinya penekanan terhadap sistem imun tubuh,
misalnya karena penyakit sistemik, seperti DM, gagal ginjal kronis, dan
pemakaian obat imunosupresan (misalnya prednison, obat sitostatistika)
dalam jangka waktu yang lama.
2.5.2 Laboratorium
Setelah menduga malaria berdasarkan klinis yang ada, maka kita
harus melakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengkonfirmasi
keberadaan parasit malaria dalam tubuh pasien. Pemeriksaan mikroskopik
apusan darah tipis dan tebal merupakan gold standart untuk mengkonfirmasi
diagnosis malaria. Keuntungan dari pemeriksaan mikroskopik, yaitu: 10
1. Tingkat sensitivitasnya yang tinggi, yang mana memungkinkan
mendeteksi malaria pada kondisi densitas rendah serta mengetahui
jumlah dari parasit.
2. Memungkinkan untuk membedakan berbagai spesies parasit malaria
dan tahapan-tahapannya.
2.5.2.1 Pemeriksaan mikroskopis
2.5.2.1.1 Tetesan preparat darah tebal
Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit
malaria karena tetesan darah cukup banyak dibandingkan
preparat darah tipis. Sedian mudah dibuat khususnya untuk
studi di lapangan. Ketebalan dalam membuat sediaan perlu
untuk memudahkan identifikasi parasit. Pemeriksaan parasit
dilakukan selama 5 menit (diperkirakan 100 lapangan
pandangan dengan pembesaran kuat). Preparat dinyatakan
negatif bila setelah diperiksa 200 lapang pandangan dengan
pembesaran kuat 700-1000 kali tidak ditemukan parasit.
Hitung parasit dapat dilakukan pada tetes tebal dengan
menghitung jumlah parasit per 200 leukosit. Bila leukosit
10.000/µL maka hitung parasitnya ialah jumlah parasit
dikalikan 50 merupakan jumlah parasit per mikro-liter darah.
1
2.5.2.1.2 Tetesan preparat darah tipis.
Digunakan untuk identifikasi jenis palsmodium, bila
dengan preparat darah tebal sulit ditentukan. Kepadatan
parasit dinyatakan sebagai hitumg parasit (parasit count),
dapat dilakukan berdasar jumlah eritrosit yang mengandung
parasit per 1.000 sel darah merah. Hitung parasit penting
untuk menentukan prognosa penderita malaria, walaupun
komplikasi juga dapat timbul dengan jumlah parasit yang
minimal. Pengecatan dilakukan dengan cat Giemsa, atau
Leishman’s, atau Field’s dan juga Romanowsky. Pengecatan
Giemsa yang umum dipakai pada beberapa laboratorium dan
merupakan pengecatan yang mudah dengan hasil yang cukup
baik. 1
2.5.2.2 Tes Antigen: P-F test.
Yaitu mendeteksi antigen dari P. falciparum (histudine Rich
Protein II). Deteksi sangat cepat hanya 3-5 menit, tidak memerlukan
latihan khusus, sensitivitasnya baik, dan tidak memerlukan alat
khusus. Deteksi untuk antigen vivax sudah beredar di pasaran yaitu
dengan metode ICT. Tes sejenis dengan mendeteksi laktat
dehidrogenase dari plasmodium (pLDH) dengan cara
immunochromatographic telah dipasarkan dengan nama tes
OPTIMAL. Optimal dapat mendeteksi dari 0-200 parasit/µL darah
dan dapat membedakan apakah infeksi P. falciparum atau P. vivax.
Sensivitasnya sampai 95% dan hasil positif salah lebih rendah dari
tes HRP-2. Tes ini sekarang dikenal sebagai tes cepat (rapid test).
Tes ini tersedia dalam berbagai nama tergantung pabrik pembuatnya.
(1)
2.5.2.3 Tes serologi
Tes serologi ini mulai diperkenalkan sejak tahun 1962
dengan memakai tehnik indirect fluorescent antibody test. Tes ini
berguna mendeteksi adanya antibodi specifik terhadap malaria atau
pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang
bermanfaat sebagai alat diagnostik sebab antibodi baru terjadi
setelah beberapa hari parasitemia. Manfaat tes ini terutama untuk
penelitian epidemiologi atau alat uji saring donor darah. Titer >1:200
dianggap sebagai infeksi baru; dab test >1:20 dinyatakan positif.
Metode-metode tes ini antara lain indirect haemagglutination test,
immunoprecipitation techniques, ELISA test, radio-immunoassay.1
2.5.2.4 Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)
Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan teknologi
amplifikasi DNA, waktu dipakai cukup cepat dan sensivitas maupun
spesifitasnya tinggi. Keunggulan tes ini walaupun jumlah parasit
sangat sedikit dapat memberikan hasil positif. Tes ini baru dipakai
sebagai sarana penelitian dan belum untuk pemeriksaan rutin. 1
2.6. Terapi
Semua individu dengan infeksi malaria yaitu mereka dengan
ditemukannya plasmodium aseksual di dalam darahnya maupun malaria klinis
tanpa ditemukan parasit malaria di dalam darahnya perlu diobati. Adapun prinsip
pengobatan malaria adalah: 1
1. Penderita tergolong biasa (tanpa komplikasi) atau penderita malaria
berat/dengan komplikasi. “penderita dengan komplikasi/malaria berat
memakai obat parenteral, malaria biasa diobati dengan per oral”;
2. Penderita malaria harus mendapatkan pebgobatan yang efektif, tidak terjadi
kegagalan pengobatan dan mencegah terjadinya transmisi yaitu dengan ACT
(Artemisinin base Combination Therapy);
3. Pemberian pengobatan ACT harus berdasarkan hasil pemeriksaan malaria
positif dan dilakukan monitoring efek/respon pengobatan;
4. Pengobatan malaria klinis / tanpa pemeriksaan malaria memakai obat non-
ACT.
Secara global WHO telah menetapkan dipakainya pengobatan malaria
dengan memakai obat ACT (Artemisinin base Combination Therapy). Golongan
artemisinin (ART) telah dipilih sebagai obat utama karena efektif dalam
mengatasi plasmodium yang resisten dengan pengobatan. Selain itu artemisinin
juga bekerja membunuh plasmodium dalam semua stadium termasuk gametosit.
Juga efektif terhadap semua spesies. Laporan kegagalan terhadap ART belum
dilaporkan saat ini. 1
2.6.1 Pengobatan ACT(Artemisinin base Combination Therapy)
Penggunaan golongan artemisinin secara monoterapi akan
mengakibatkan terjadinya rekrudensi. Karena itu WHO memberikan
petunjuk penggunaan artemisinin dengan mengkombinasikan dengan obat
antimalaria yang lain. Hal ini disebut ACT(Artemisinin base Combination
Therapy). Kombinasi ini dapat berupa kombinasi dosis tetap (fixed dosei)
atau kombinasi tidak tetap (non-fixed dose). Kombinasi dosis tetap lebih
memudahkan dalam pemberian pengobatan. Contoh ialah “Co-Artem” yaitu
kombinasi artemeter (20 mg) + lumefantrine (120 mg), dengan dosis 4 tablet
2 x 1 sehari selama 3 hari. Kombinasi tetap lain ialah dihidroartemisinin (40
mg) + piperakuin (320 mg) yaitu “Artekin”, dengan dosis dewasa : dosis
awal 2 tablet, 8 jam kemudian 2 tablet, 24 jam dan 32 jam, masing-masing 2
tablet.1
Kombinasi yang tidak tetap, misalnya: artesunat + meflokuin,
artesunat + amodiakuin, artesunat + klorokuin, artesunat + sulfadoksin-
pirimetamin, artesunat pironaridin, dan kombinasi dengan obat jenis
lainnya. Dari kombinasi di atas yang tersedia di Indonesia saat ini adalah
kombinasi artesunat + amodiakuin dengan nama dagang “artesdiaquine”
atau artesumoon. Dosis untuk dewasa yaitu artesunat (50 mg/tablet) 200 mg
pada hari I-III (4 tablet). Untuk Amodiakuin (200 mg/tablet) yaitu 3 tablet
hari I dan II dan 1½ tablet hari III. 1
Pengembangan terhadap pengobatan masa depan ialah dengan
tersedianya formula kombinasi yang mudah bagi penderita baik dewasa
maupun anak (dosis tetap) dan kombinasi yang paling poten dan efektif
dengan toksisitas yang rendah. 1
2.6.2 Pengobatan malaria dengan obat-obat non-ACT
Walaupun resistensi terhadap obat-obat standar golongan non-ACT
telah dilaporkan dari seluruh provinsi di Indonesia, beberapa daerah masih
cukup efektif baik terhadap klorokuin maupun sulfadoksin-pirimetamin
(kegagalan masih kurang 25%). Di beberapa daerah pengobatan
menggunakan obat standar seperti klorokuin dan sulfadoksin-pirimetamin
masih dapat digunakan dengan pengawasan terhadap respon pengobatan,
sebab perkembangan resistensi terhadap obat malaria berlangsung cepat dan
luas. Adapun obat-obat non-ACT ialah: 1
Klorokuin difosfat/sulfat, 250 mg garam (150 mg basa), dosis 25
mg basa/kgBB untuk 3 hari, terbagi 10 mg/kgBB hari I dan hari II, 5
mg/kgBB pada hari III. Pada orang dewasa biasa dipakai untuk P.
falciparum dan P. vivax.
Sulfadoksin-Pirimetamin (SP), (500 mg sulfadoksin + 25 mg
pirimetamin), dosis orang dewasa 3 tablet dosis tunggal (1 kali). Atau dosis
anak memakai takaran pirimetamin 1,25 mg/kgBB. Obat ini hanya dipakai
untuk P. falciparum dan tidak efektif utnuk P. vivax. Bila terjadi kegagalan
dengan obat klorokuin dapat menggunakan SP.
Kina sulfat : (1 tablet 220 mg), dosis yang dianjurkan adalah 3 x 10
mg/kgBB selama 7 hari, dapat dipakai untuk P. falciparum maupun P.
vivax. Kina dipakai sebagai obat cadangan untuk mengatasi resistensi
terhadap klorokuin dan SP. Pemakaian obat ini untuk waktu yang lama (7
hari) menyebabkan kegagalan untuk memakai sampai selesai.
Primakuin : (tablet 15 mg), dipakai sebagai obat pelengkap /
pengobatan radikal terhadap P. falciparum maupun P. vivax. P. falciparum
dosisnya 45 mg (3 tablet) dosis tunggal untuk membunuh gamet; sedangkan
untuk P. vivax dosisnya 15 mg/hari selama 14 hari yaitu untuk membunuh
gamet dan hipnozoit (anti relaps)
Obat-obat tersebut dapat digunakan bila golongan artemisinin
belum tersedia dengan menggunakan kombinasikannya. Contoh kombinasi
ini adalah: klorokuin dengan SP, SP dengan kina, SP dengan
doksisiklin/tetrasiklin, kina dengan doksisiklin/tetrasiklin, atau kina dengan
klindamisin 1
2.6.3 Pengobatan penderita malaria berat.
Penanganan malaria berat tergantung kecepatan dan ketepatan
dalam melakukan diagnosis seawal mungkin. Sebaiknya penderita diduga
menderita malaria berat dirawat pada bilik intensif untuk dapat dilakukan
pengawasan serta tindakan-tindakan yang tepat. Prinsip penanganan malaria
berat adalah: 1
1. Tindakan umum dengan tujuan utama mempertahankan fungsi vital
berupa perawatan intensif lainnya di ruang intensif
2. Terhadap parasitemianyab dengan pemberian obat antimalaria (secara
IV) atau dengan Exchange transfussion (transfusi ganti).
3. Pemberian cairan/nutrisi
4. Penanganan terhadap gangguan fungsi organ yang mengalami
komplikasi.
Pemberian oabat anti malaria(OAM) pada malaria berat berbeda
dengan malaria biasa karena pada malaria berat diperlukan daya membunuh
parasit secara cepat dan bertahan cukup lama didarah untuk segera
menurunkan derajat parasitemia. Oleh karena itu dipilih pemakaian obat per
parenteral (IV per infus atau IM) yang berefek langsung dalam peredaran
darah dan kurang terjadinya resistensi. Obat-obat yang sering dipakai adalah
derivat artemisinin (artesunat, artemeter, atau artemisinin), kina, kinidin,
ataupun klorokuin. 1
2.7. Prognosis
Pada infeksi malaria hanya terjadi mortalitas bila mengalami malaria
berat. Pada malaria berat, mortalitas tergantung pada kecepatan penderita tiba di
RS, kecepatan diagnosa dan penanganan yang tepat. Walaupun demikian
mortalitas penderita malaria berat di dunia masih cukup tinggi bervariasi 15-60%
tergantung fasilitas pemberi pelayanan. Makin banyak jumlah komplikasi akan
diikuti dengan peningkatan mortalitas, misalnya penderita dengan malaria serebral
dengan hipoglikemia, peningkatan kretinin, dan peningkatan billirubin
mortalitasnya lebih tinggi dari pada malaria serebral saja. 1
2.8. Pencegahan dan Vaksin malaria.
Tindakan pencegahan infeksi malaria sangat penting untuk individu yang
non-imun, khususnya pada turis nasional maupun internasional. Kemo-profilaksis
yang dianjurkan ternyata tidak memberikan perlindungan secara penuh. Oleh
karena itu masih sangat dianjurkan untuk memperhatikan tindakan pencegahan
untuk menghindarkan diri dari gigitan nyamuk yaitu dengan cara : 1
1. Tidur dengan kelambu sebaiknya dengan kelambu impregnated (dicelup
peptisida) : pemethrin atau deltamethrin).
2. Menggunakan obat pembunuh nyamuk (mosquitoes repellents : gosok, spray,
asap, atau elektrik.
3. Mencegah berada di alam bebas dimana nyamuk dapat menggigit atau harus
memakai proteksi (baju lengan panjang, kaus/stocking). Nyamuk akan
menggigit diantara jam 18.00- 06.00. Nyamuk jarang pada ketinggian di atas
2000 m,
4. Memproteksi tempat tinggal / kamar tidur dari nyamuk dengan kawat anti
nyamuk.
Bila akan digunakan kemo-profilaksis perlu diketahui sensivitas
plasmodium di tempat tujuan. Bila daerah dengan klorokuin sensitif (seperti
Minahasa) cukup profilaksis dengan 2 tablet klorokuin (250 mg klorokuin
difosfat) tiap minggu, 1 minggu sebelum berangkat dan 4 minggu setelah tiba
kembali. Profilaksis ini juga dipakai pada wanita hamil didaerah endemik atau
pada individu yang terbukti imunitasnya rendah (sering terinfeksi malaria). Pada
daerah dengan resisten klorokuin dianjurkan doksisiklin 100 mg/hari atau
mefloquin 250 mg/minggu atau klorokuin 2 tablet /minggu ditambah proguanil
200 mg/hari. Obat baru yang dipakai untuk pencegahan yaitu primakuin dosis 0,5
mg/kgBB/hari, Etaquin, Atovaquone/Proguanil (Malarone) dan Azitromycin. (1, 3)
Vaksinasi terhadap malaria masih tetap dalam pengembangan. Hal ini
yang menyulitkan ialah banyaknya antigen yang terdapat pada plasmodium selain
pada masing-masing bentuk stadium pada siklus Plasmodium. Oleh karena yang
berbahaya adalah P. falciparum sekarang baru ditujukan pada pembuatan vaksin
untuk proteksi terhadap P. falciparum. Pada dasarnya ada 3 jenis vaksin yang
dikembangkan yaitu vaksin sporozoit (bentuk intrahepatik), vaksin terhadap
bentuk aseksual, dan vaksin transmission blocking untuk melawan bentuk
gametosit. Vaksin ini dengan teknologi DNA akan diharapkan memberikan
respon terbaik dan harga yang murah. 1
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL
3.1. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti
Berdasarkan tinjauan kepustakaan dan maksud serta tujuan penelitian
maka dapat ditemukan beberapa hal yang berkaitan dengan malaria seperti: usia,
jenis kelamin, adanya kehamilan, riwayat ke daerah endemis/hidup di daerah
endemis, hasil pemeriksaan mikroskopis, derajat imunitas penderita, komplikasi,
dan terapi yang diberikan baik kuratif maupun kemoprofilaksis.
Pada penelitian ini, yang akan diteliti meliputi:
1. Usia
Adanya perkembangan usia meningkatkan kematangan sistem imunitas
yang mempengaruhi sistem kekebalan seseorang terhadap infeksi. Telah
dijelaskan di atas bahwa gejala dan prognosis penderita malaria pada anak
lebih berat dari orang dewasa.
2. Jenis Kelamin
Dari semua kepustakaan yang ada belum ada yang menyebutkan jenis
kelamin sebagai faktor resiko/kecenderungan tertentu terjadinya malaria.
Namun dengan adanya wanita hamil yang merupakan penderita malaria dengan
gejala lebih berat dengan prognosis yang lebih jelek, sehingga informasi
tentang penderita malaria wanita terutama wanita hamil menjadi penting.
3. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan secara tidak langsung dapat mempengaruhi seseorang
untuk mengetahui lebih banyak mengenai kondisi kesehatannya. Hal ini
tentunya berpengaruh dalam bagaimana tindakan pencegahan yang dilakukan
untuk terhindar dari suatu penyakit maupun tindakan pemeriksaan diri ke pusat
pelayanan kesehatan sedini mungkin bila mengalami gangguan kesehatan
dalam hal ini penyakit malaria.
3. Pekerjaan
Pekerjaan berhubungan dengan tingkat status ekonomi seseorang
sehingga orang dengan status ekonomi yang tinggi, pada umumnya akan lebih
sering memeriksakan kesehatannya bila dibandingkan dengan orang dengan
tingkat ekonomi yang lebih rendah. Selain itu ada beberapa pekerjaan,
misalnya pekerjaan lapangan di daerah yang merupakan sarang nyamuk,
sehingga ia lebih rentan terpapar/tergigit oleh vektor malaria.
5. Riwayat ke daerah endemis/berasal dari daerah endemis malaria.
Infeksi malaria umumnya terjadi akibat penularan secara alami melalui
vektor nyamuk Anopheles betina sehingga lingkungan/daerah dengan tingkat
penularan yang tinggi (daerah endemis malaria) merupakan faktor resiko
seseorang terinfeksi malaria. Adanya riwayat ke daerah endemis malaria atau
bertempat tinggal di daerah endemis menyebabkan seseorang kontak dengan
vektor malaria dan terinfeksi malaria. Dalam hal ini riwayat ke daerah endemis
pada 12-40 hari sesuai dengan masa inkubasi keempat jenis Plasmodium
sebelum gejala muncul untuk pertama kali. Bila ternyata penderita tidak ada
riwayat bepergian keluar daerah, daerah tempat tinggalnya penting untuk
diketahui karena kemungkinan daerah tempat tinggalnya sekarang terdapat
vektor malaria yaitu nyamuk Anopheles betina dengan Plasmodium infektif di
dalamnya.
6. Hasil Pemeriksaan mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis merupakan gold standar diagnosis malaria.
Selain itu, pada pemeriksaan ini dapat ditentukan jenis Plasmodium yang
menjadi penyebab. Dalam penelitian ini, pemeriksaan mikroskopis yang
digunakan adalah periksaan tetesan preparat darah tebal (DDR) yang walaupun
mempunyai spesifisitas yang kurang bila dibandingkan dengan pemeriksaan
apusan darah tipis, namun pemeriksaan ini mempunyai sensitivitas yang lebih
tinggi sehingga merupakan pemeriksaan rutin yang dilakukan pada pasien yang
dicurigai menderita malaria.
7. Status Anemia
Anemia merupakan suatu gejala yang sering didapatkan pada penderita
malaria yang terjadi akibat penghancuran sel darah merah yang terinfeksi
ataupun yang tidak terinfeksi malaria. Anemia itu sendiri adalah penurunan
jumlah massa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk
membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer. Adanya
anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung
eritrosit. Dengan mengetahui kadar hemoglobin maka akan diketahui
bagaimana keadaan/derajat penghancuran sel darah merah yang terjadi.
8. Komplikasi
Tidak semua penderita malaria mengalami komplikasi. Komplikasi
malaria yang sebenarnya merupakan manifestasi klinis dari suatu malaria berat
selalu dihubungkan dengan malaria yang disebabkan oleh P. falciparum
dimana keadaan ini (telah disebutkan di bab II) menyebabkan prognosis
penderita menjadi lebih jelek dan bisa menyebabkan kematian. Selain infeksi
yang disebabkan oleh P. Falciparum, komplikasi malaria juga dapat
didapatkan pada infeksi jenis lain (terutama P. Vivax) bila menyerang orang
dengan imunitas yang rendah seperti anak-anak, ibu hamil, orang tua, dan
orang yang menderita penyakit-penyakit lain yang menurunkan sistem
imunitas.
B. Kerangka Konsep
Berdasarkan konsep pemikiran yang dikemukakan, maka disusunlah pola
variable sebagai berikut.
Keterangan:
Variabel yang diteliti
Variabel yang tidak diteliti
III.2. Definisi Operasional
1. Malaria
Adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang
menyerang erirosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di
dalam darah. Infeksi ini memberikan gejala klasik walaupun tidak selalu
ditemukan berupa demam, mengigil, dan berkeringat. Selain itu dapat pula
Malaria
Usia)
Jenis Kelamin
Tingkat Pendidikan
Pekerjaan
Mekanisme Kecelakaan
Waktu KecelakaanDerajat Imunitas
Tingkat Pencegahan
Riwayat ke Daerah Endemis
Kadar Hemoglobin
Komplikasi
didapatkan adanya anemia ataupun splenomegali. Penyakit ini dapat
berlangsung akut ataupun kronik dan dapat pula terjadi komplikasi yang
dapat menyebabkan kematian. Malaria klinis adalah bila penderita
memiliki gejala khas malaria namun pada pemeriksaan darahnya tidak
ditemukan plasmodium. Pada penelitian ini kedua definisi tersebut
dimasukkan.
Kriteria objektif : diagnosis sesuai yang tercantum pada rekam medik
pasien.
2. Usia
Lamanya penderita hidup sejak dilahirkan sampai saat penderita berobat
sesuai dengan yang dicantumkan dalam rekam medik penderita, dengan
Kriteria objektif :
1. < 9 tahun
2. 10 - 19 tahun
3. 20 - 29 tahun
4. 30 - 39 tahun
5. 40 - 49 tahun
6. 50 - 59 tahun
7. > 60 tahun
3. Jenis Kelamin
Jenis kelamin penderita sesuai dengan yang dicantumkan dalam status
penderita. Dibedakan atas jenis kelamin laki-laki dan perempuan.
Kriteria objektif :
1. Laki-laki
2. Perempuan
4. Tingkat pendidikan
Merupakan taraf untuk mengukur tingkat pendidikan tertinggi yang
sudah dilewati seseorang pada lembaga-lembaga pendidikan formal,
misalnya sekolah dan perguruan tinggi.
Kriteria objektif :
1. Belum sekolah
2. Tidak pernah sekolah / tidak lulus SD
3. SD/MI/Sederajat
4. SMP/MTs/Sederajat
5. SMA/MA/Sederajat
6. Universitas/Akademik
5. Pekerjaan
Merupakan aktivitas utama yang dilakukan untuk memperoleh
penghasilan.
Kriteria objektif :
1. Bekerja Ditulis jenis pekerjaannya
2. Tidak Bekerja
6. Riwayat ke daerah endemis/berasal dari daerah endemis malaria
Adanya riwayat ke daerah yang diketahui sebagai daerah endemis
malaria (12-40 hari sebelum gejala awal muncul) sesuai dengan apa yang
ditulis oleh dokter yang mengisi rekam medis penderita, jadi daerah
endemis yang dimaksud berdasarkan pengetahuan dokter tersebut.
Kemudian pada penelitian ini disebutkan pula daerah endemis yang
dimaksud sebagai data tambahan untuk variabel adanya riwayat ke daerah
endemis. Namun apabila pada status tidak didapatkan adanya riwayat ke
daerah endemis, maka yang diambil diambil adalah daerah tempat tinggal
penderita.
Kriteria objektif :
1. Riw. ke daerah endemis ada (+), kemudian ditulis daerah
endemis sesuai yang tercantum pada rekam medis penderita.
2. Riw. ke daerah endemis tidak ada (-), kemudian ditulis daerah
tempat tinggal yang tercantum pada rekam medis.
7. Kadar hemoglobin Adalah jumlah zat yang berfungsi mengikat oksigen per satuan
volume darah yang didapatkan dari pemeriksaan laboratorium sediaan
darah penderita. Dalam penelitian ini, kadar hemoglobin < 5 g/dL
yang merupakan keadaan anemia berat dimasukkan juga dalam
variabel komplikasi.
Kriteria objektif :
1. > 13 g/dL
2. 11 - < 13 g/dL
3. 9 - < 11 g/dL
4. 7 - < 9 g/dL
5. 5 - < 7 g/dL
6. < 5 g/dL
8. Pemeriksaan mikroskopis
Merupakan hasil interpretasi dari pemeriksaan secara mikroskopik
apusan darah penderita malaria yang merupakan gold standar dalam
diagnosis malaria. Pada pemeriksaan apusan darah dapat berupa apusan
darah tipis maupun apusan darah tebal yang keduanya berfungsi untuk
mengetahui ada atau tidaknya parasit malaria dan untuk mengetahui jenis
dari parasit malaria tersebut. Dalam penelitian ini, pemeriksaan
mikroskopis yang digunakan adalah periksaan tetesan preparat darah
tebal (DDR) yang merupakan pemeriksaan rutin yang dilakukan pada
pasien yang dicurigai menderita malaria.
Kriteria objektif:
1. Plasmodium falciparum
2. Plasmodium vivax
3. Plasmodium ovale
4. Plasmodium malariae
5. Mixed infection (terdapat > 1 jenis plasmodium)
9. Komplikasi
Merupakan penyulit yang timbul akibat malaria berat. Pada
penelitian ini didapatkan dari adanya komplikasi berupa bentuk
manifestasi dari malaria yang tertulis pada rekam medis penderita.
Kriteria objektif :
1. Ada komplikasi ditulis jenis komplikasi yang ada sesuai yang
telah dijelaskan pada Bab II.
2. Tidak ada komplikasi
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dipakai adalah jenis penelitian deskriptif dengan
menggunakan data sekunder.
4.2. Populasi
Semua penderita malaria yang pernah dirawat atau berobat di R.S.U.P.
dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
4.3. Sampel
Semua penderita penderita malaria yang pernah dirawat atau berobat di
R.S.U.P. dr. Wahidin Sudirohusodo periode 1 Januari 2011 – 31 Desember
2012.
4.4. Cara Pengambilan Sampel
Sampel diambil dengan cara ”total samplings” di mana semua responden
diambil menjadi sampel. Sampel berasal dari rekam medik R.S.U.P. dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Kriteria Seleksi:
Kriteria inklusi : Rekam medik pasien rawat inap atau rawat jalan penderita
malaria di R.S.U.P. dr. Wahidin Sudirohusodo periode 1 Januari 2011 – 31
Desember 2012 yang terdiagnosa malaria dan berobat.
Kriteria eksklusi : Rekam medik yang tidak memiliki variabel yang diteliti.
4.5. Cara Pengolahan dan Penyajian Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan sistem Excel dan SPSS,
metode statistik yang akan digunakan adalah distribusi frekuensi dan
hasilnya akan disajikan dalam bentuk tabel yang disertai dengan penjelasan.
4.6. Etika Penelitian
Setiap subjek akan dijamin kerahasiaannya atas data yang diperoleh dari
rekam medik dengan tidak menuliskan nama pasien tetapi hanya berupa
inisial.
Sebelum melakukan penelitian maka peneliti akan meminta izin kepada
beberapa institusi terkait, antara lain : Sub Bagian Kesatuan Bangsa
Pemerintah Daerah Tingkat I Sul-Sel, Kepala RSUP dr. Wahidin
Sudirohusodo, Bagian Rekam Medik RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo.
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Lokasi Penelitian
5.1.1 Gambaran Umum
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudrohusodo adalah
rumah sakit kelas A pendidikan dengan status Perjan Rumah sakit
berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.125 Tahun 2000,
dengan identitas sebagai berikut:
Nama Rumah Sakit : RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Alamat : Jl. Perintis Kemerdekaan Km.11, Tamalanrea Makassar (90245)
Telepon : Kantor (0411) 584675, (0411) 584677, Rumah Sakit (0411)
583333, 584888
Fax : (0411) 587676
Pemilikan : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo memiliki luas gedung 33.372 m2
dengan batas-batas sebagai berikut :
Sebelah Utara : Menuju ke Daya, terdapat kantor dan asrama kodam VII
dan jalan poros Makassar Pare-pare.
Sebelah Timur : Terdapat Kantor Dinas Departemen Kesehatan Propinsi
Sulawesi Selatan.
Sebelah Selatan : Terdapat tanah milik dan bangunan Lembaga Penelitian
Unhas yang diantarai DAM buatan.
Sebelah Barat : Terdapat perkuliahan dan perkantoran Unhas.
Merujuk pada peraturan tesebut Perjan RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo akan mengembangkan unggulan Pelayanan, Pendidikan, dan
Penelitian di bidang Kegawat Daruratan, Urologi, Kanker, Jantung, Lipid,
dan Endokrin beserta pelayanan penunjangnya.
5.1.2 Sejarah
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo didirikan pada tahun 1947
dengan meminjam dua bangsal RS Jiwa yang telah berdiri sejak tahun 1925
sebagai bangsal bedah dan penyakit dalam yang merupakan cikal bakal
berdirinya RS Dadi. Kemudian pada tahun 1957, pemerintah daerah tingkat
I Sulawesi Selatan mendirikan RSU Dadi di Lokasi RSU Jiwa sebagai
Rumah sakit propinsi yang terletak di Jl. Bantaeng no.34 (kini Jl. Lanto Dg.
Pasewang).
Sejak tahun tersebut, baik RS Jiwa maupun RSU Dadi masing-
masing membangun gedung-gedung tanpa adanya satu perencanaan.
Melihat kondisi tersebut, Gubernur Propinsi Sulawesi Selatan ketika itu
Prof. Dr. H. Akhmad Amiruddin dan Menteri Kesehatan RI, Dr. H.
Soewarjono Swoerjaningrat akhirnya bersepakat memindahkan RSU Dadi
ke Lokasi yang lebih strategis sebagai Rumah Sakit Rujukan dan Rumah
Sakit Pendidikan.
Pada tahun 1983 mulai dilaksanakan pembelian tanah di
Tamalanrea tidak jauh dari lokasi kampus Universitas Hasanuddin.
Pembangunan gedung pertama pada tahun 1988 yaitu gedung administrasi.
Atas bantuan rektor Unhas yang menghibahkan tanah Unhas seluas 8 Ha
maka pada tahun 1990 pembangunan gedung-gedung mulai dilaksanakan
dengan kapasitas 2100 tempat tidur. Rumah sakit ini mulai dioperasikan
pada tahun 1993 dengan status Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) kelas A
sesuai dengan SK Menteri Kesehatan RI no.283/Menkes/SK/III/1992,
disebut RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, karena notabene Dr. Wahidin
Sudirohusodo masih memiliki hubungan emosional dengan cucu Karaeng
Galesong.
Pada tahun 1994, RSUP ini dijadikan RS swadana sesuai
Keputusan Menteri Kesehatan No.999/Menkes/SK/X/1995 tertanggal 16
oktober 1995, Keputusan Dirjen Pelayanan Medis No.0001311864 tentang
petunjuk Teknis Penyusulan Penetapan dan Tata Cara Pengelolaan
Keuangan sebagai unit Swadana.
Seiring dengan perkembangan dan kemajuan ini, pada bulan
Januari 1998 lalu RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo mendapat pengakuan
akreditasi Rumah Sakit Pusat, dan mulai 1 April tahun 1999 statusnya
berubah dari lembaga swadaya menjadi pengguna PNPB. Sejak bulan
Januari 2002 status RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo di ubah menjadi
PERJAN (Perusahaan Jawatan).
5.1.3 Visi, Misi, dan Motto RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Visi dari RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo yaitu “Menjadi Rumah
Sakit rujukan tertinggi di Kawasan Timur Indonesia yang mandiri, prima
serta unggul dalam teknologi, manajemen, dan sumber daya manusia”.
Misi dari RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo yaitu:
1. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan paripurna yang prima,
professional, dan terjangkau.
2. Menyelenggarakan pendidikan dan penelitian yang berkualitas yang
mendukung pelayanan paripurna.
3. Menyelenggarakan pelayanan rujukan medis dan kesehatan tertinggi
di Kawasan Timur Indonesia.
Yang menjadi motto rumah sakit ini adalah: “Dengan budaya
SIPAKATAU kami melayani dengan hati” yang berarti bahwa dalam
memberikan pelayanan setiap karyawan harus saling menghargai dan
memperlakukan orang lain sebagaimana dirinya sendiri ingin dihargai dan
diperlakukan oleh orang lain.
5.1.4 Sumber Daya
a. Tenaga
Jumlah tenaga yang tersedia di Perjan RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo sekarang ini sebesar 1.579 orang.
b. Potensi Perjan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo saat ini:
Jenis Pelayanan yang dapat diberikan adalah kemampuan
pelayanan sub spesialistik yang meliputi:
1. Pelayanan sub spesialistik Bedah
2. Pelayanan sub spesialistik Penyakit Dalam
3. Pelayanan sub spesialistik Kesehatan Anak
4. Pelayanan sub spesialistik Telinga, Hidung, dan Tenggorokan
5. Pelayanan sub spesialistik Mata
6. Pelayanan sub spesialistik Neurologi
7. Pelayanan sub spesialistik Kulit Kelamin
8. Pelayanan sub spesialistik Anastesi
9. Pelayanan sub spesialistik Radiologi
10. Pelayanan sub spesialistik Kardiologi
11. Pelayanan sub spesialistik Pulmonologi
c. Sarana dan Prasarana
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo memiliki luas tanah 8,4 ha
dengan luas gedung 28416.8 m2 yang terdiri dari: kantor, rawat jalan, rawat
darurat, rawat inap (Lontara 1-4; Pavilium Palem, Sawit dan Pinang),
Cardiac Centre, Perawatan Intensif, Hemodialisa, Endoskopi dan Bedah
Pusat (COT), Rehabilitasi Medik, Tindakan Khusus (Lithotripsy, Prostatron,
Hyperbarik Chamber), Laboratorium, Farmasi, Utility, Wisma, kamar
jenasah, selasar, taman, halaman, jalan dan tempat parker, transportasi dan
alat komunikasi (ambulance 3 buah, mobil jenasah 3 buah, mobil dinas 10
buah, motor 3 buah, telepon 25 satuan sambungan dan faximile 2 buah).
Fasilitas Tempat Tidur (TT):
Kapasitas tempat tidur 559 TT + 20 TT (bayi)
1. VIP A1, A2, A3, B1 34 TT
2. Kelas I 54 TT
3. Kelas II 176 TT + 11 TT (isolasi)
4. Kelas III 264 TT
5. Perawatan Intensif 20 TT
5.2 Karakteristik Responden
Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar, bertempat di bagian Rekam Medik. Pengumpulan data dimulai
pada tanggal 5 sampai 23 Februari 2012. Proses pengumpulan data
dilakukan dengan melihat data sekunder rekam medik penderita malaria
yang teregistrasi pada periode 1 Januari 2011 sampai dengan 31 desember
2012. Selama masa periode tersebut jumlah pasien penderita malaria
sebanyak 89 pasien. Dari total 89 pasien ini yang diambil sebagai sampel
penelitian sebanyak 37 pasien dengan menggunakan besar sampel dan
pemilihan sampel secara acak dengan menggunakan SPSS 17.0
Tabel 1 Distribusi Penderita Malaria Menurut Usia Di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo, Periode 1 Januari 2011 – 31 Desember 2012
N0. Umur Penderita Malaria
N %
1. < 9 1 2,7
2. 10 - 19 4 10,8
3. 20 - 29 10 27,00
4. 30 - 39 11 29,7
5. 40 - 49 7 18,9
6. 50 - 59 2 5,4
7. > 60 2 5,4
Jumlah 37 100,00
Sumber : data sekunder (rekam medik penderita)
Tabel 1 di atas menunjukkan distribusi penderita malaria menurut
usia, dimana frekuensi penderita malaria tertinggi pada kelompok usia 30-39
tahun yaitu sebanyak jumlah 11 kasus (29,7%) dan terendah pada kelompok usia
< 9 tahun dengan jumlah 4 kasus (2,7%).
Tabel 2 Distribusi Penderita Malaria Menurut Jenis Kelamin Di RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo, Periode 1 Januari 2011 – 31 Desember 2012
N0. Jenis Kelamin Penderita Malaria
N %
1. Laki-Laki 23 62,2
2. Perempuan 14 37,8
Jumlah 37 100,00
Sumber : data sekunder (rekam medik penderita)
Bila ditinjau dari jenis kelamin, sesuai pada tabel 2 di atas
memperlihatkan bahwa frekuensi penderita malaria lebih banyak terjadi pada laki-
laki dengan jumlah 23 kasus (62,2%), sedangkan pada perempuan didapatkan 14
kasus (37,8%).
Tabel 3
Distribusi Penderita Malaria Menurut Tingkat Pendidikan Di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Periode 1 Januari 2011 – 31 Desember 2012
N0. Tingkat Pendidikan Penderita Malaria
N %
1. Belum Sekolah 1 2,7
2. SD/MI/Sederajat 7 18,9
3. SMP/MTs/Sederajat 9 24,3
4. SMA/MA/Sederajat 10 27,0
5. Universitas/akademik 10 27,0
Jumlah 37 100,00
Sumber : data sekunder (rekam medik penderita)
Pada Tabel 3 di atas diperlihatkan distribusi penderita malaria
menurut tingkat pendidikan terakhir yang telah diselesaikan penderita. Frekuensi
penderita malaria terbanyak pada kelompok SMA/MA/Sederajat dan
SMP/MTs/Sederajat yaitu masing-masing sebanyak 10 kasus (27,0%) dan terkecil
pada kelompok Belum Sekolah/Tidak Tamat SD yaitu sebanyak 1 kasus (2,7%).
Tabel 4 Distribusi Penderita Malaria Yang Memiliki Pekerjaan Menurut Jenis Pekerjaannya Di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Periode 1 Januari
2011 – 31Desember 2012
N0. Jenis Pekerjaan Penderita Malaria Memiliki Pekerjaan
N %
1. Tidak Bekerja 9 24,3
2. Pegawai Negeri 6 16,2
3. Pegawai Swasta 14 37,8
4. Penebang Kayu 1 2,7
5. Siswa 4 10,8
6. Mahasiswa 1 2,7
7.
8.
Petani
Pedagang
1
1
2,7
2,7
Jumlah 37 100,0
Sumber : data sekunder (rekam medik penderita)
Sedangkan distribusi jenis pekerjaan pada kelompok penderita yang
bekerja dapat dilihat pada Tabel 4 di atas. Pada tabel tersebut diperlihatkan bahwa
penderita malaria paling banyak ditemukan dengan jenis pekerjaan pegawai
swasta yaitu sebanyak 14 kasus 37,8%).
Tabel 5
Distribusi Penderita Malaria Menurut Riwayat Ke Daerah Endemis Malaria / Berasal Dari Daerah Endemis Malaria Di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo,
Periode 1 Januari 2011 – 31 Desember 2012
N0.
Riw. Ke Daerah Endemis
Malaria/Asal Daerah Endemis
Malaria
Penderita Malaria
N %
1. Ada 37 100,00
2. Tidak Ada 0 0,00
Jumlah 37 100,00
Sumber : data sekunder (rekam medik penderita)
Adanya riwayat ke daerah endemis malaria atau daerah tempat tinggal
endemis malaria merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam
terjadinya penyakit malaria. Tabel 5 di atas memperlihatkan distribusi penderita
malaria berdasarkan faktor tersebut, dimana semua penderita yang menjadi
sampel pada penelitian ini mempunyai riwayat ke daerah endemis malaria /
berasal dari daerah endemis malaria yaitu sebanyak 37 kasus (100%).
Tabel 6
Distribusi Penderita Malaria Menurut Kadar Hemoglobin Darah Di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Periode 1 Januari 2011 – 31
Desember 2012
N0. Kadar Hemoglobin Penderita Malaria
N %
1. > 13 mg/dL 6 16,2
2. 11 - < 13 mg/dL 7 18,9
3. 9 - < 11 mg/dL 10 27,0
4. 7 - < 9 mg/dL 6 16,2
5. 5 - < 7 mg/dL 7 18,9
6. < 5 mg/dL 1 2,7
Jumlah 37 100,00
Sumber : data sekunder (rekam medik penderita)
Berdasarkan nilai atau kadar hemoglobin darah penderita malaria yang
diperlihatkan pada tabel 6 di atas didapatkan bahwa frekuensi penderita malaria
terbanyak pada kelompok kadar Hb 9 - < 11 mg/dL yaitu sebanyak 10 kasus
(27,0%) dan terendah pada kelompok Hb < 5 mg/dL.
Tabel 7 Distribusi Penderita Malaria Menurut Hasil Pemeriksaan DDR Di
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Periode 1 Januari 2011 – 31 Desember 2012.
N0. DDR Penderita Malaria
N %
1. P. Falciparum 20 54,1
2. P. Vivax 17 45,9
3. P. Ovale 0 0,00
4. P. Malariae 0 0,00
5. Mixed Infection 0 0,00
Jumlah 37 100,00
Sumber : data sekunder (rekam medik penderita)
Tabel 7 di atas memperlihatkan distribusi penderita malaria
berdasarkan hasil pemeriksaan DDR darah penderita dimana didapatkan frekuensi
tertinggi pada kelompok dengan hasil DDR P. Falciparum yaitu sebanyak 20
kasus (54,1%) dan terendah pada kelompok dengan hasil DDR P.vivax dengan 17
kasus (45,9%). Pada penelitian ini kelompok dengan hasil DDR P. Ovale dan P.
malariae tidak didapatkan pada penelitian ini.
Tabel 8 Distribusi Penderita Malaria Dengan Komplikasi Menurut Jenis Komplikasinya Di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Periode 1
Januari 2011 – 31 Desember 2012
N0. Jenis Komplikasi
Penderita Malaria Dengan
Komplikasi
N %
1. Malaria Cerebral 3 8,1
2. Malaria Biliosa 14 37,8
3. GGA 4 10,8
4. Pansitopeni 1 2,7
5.
6
Mixed
Tidak Ada Komplikasi
1
14
2,7
37,8
Jumlah 37 100,0
Sumber : data sekunder (rekam medik penderita)
Pada penelitian ini juga didapatkan distribusi penderita malaria yang
mengalami komplikasi menurut jenis komplikasi yang terjadi yang diperlihatkan
pada tabel 8 di atas. Tampak bahwa komplikasi yang paling banyak ditemukan
adalah berupa Malaria biliosa yaitu sebanyak 14 kasus (37,8%). beserta.
Tabel 9 Distribusi Hasil Pemeriksaan DDR Menurut Usia Penderita Malaria Di RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo, Periode 1 Januari 2011—31 Desember 2012
NO. Usia
DDR
P. F P. V MI Jumlah
N % N % N % N %
1. < 9 1 2,7 0 0 0 0 1 2,7
2. 10 - 19 4 10,9 0 0 0 0 4 10,8
3. 20 - 29 3 8,1 7 18,9 0 0 10 27,0
4. 30 - 39 5 13,5 6 16,2 0 0 11 29,7
5. 40 - 49 5 13,5 2 5,4 0 0 7 18,9
6. 50 - 59 1 2,7 1 2,7 0 0 2 5,4
7. > 60 0 0 2 5,4 0 0 2 5,4
Jumlah 19 51,4 18 48,65 0 0 37 100,00
Sumber : data sekunder (rekam medik penderita)
Ket : - P. F = Plasmodium Falciparum
- P. V = P. Vivax
- MI = Mixed Infection
Tabel 9 di atas memperlihatkan distribusi hasil pemeriksaan DDR darah
penderita menurut usia penderita malaria. Pada penderita malaria dengan hasil
DDR berupa P. Falciparum paling banyak ditemukan pada kelompok usia 30-39
tahun dan usia 40-49 tahun yaitu sebanyak 5 kasus (13,5%), sedangkan pada
penderita dengan hasil DDR P. Vivax paling banyak didapatkan pada kelompok
usia 20-29 tahun yaitu sebanyak 7 kasus (18,9%). Adapun hasil DDR berupa
Mixed Infection tidak diderita oleh semua kelompok umur tersebut.
Tabel 10 Distribusi Hasil Pemeriksaan DDR Menurut Jenis Kelamin Penderita
Malaria Di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Periode 1 Januari 2011—31 Desember 2012
NO. Jenis
Kelamin
DDR P. F P. V MI Jumlah
N % N % N % N %
1. Laki-laki 13 35,4 10 27,1 0 0 23 62,2
2. Perempuan 7 18,9 7 18,9 0 0 14 37,8
Jumlah 20 54,1 17 45,9 0 0 37 100,00
Sumber : data sekunder (rekam medik penderita)
Pada tabel 10 di atas diperlihatkan distribusi hasil pemeriksaan DDR
darah penderita malaria menurut jenis kelaminnya dimana semua jenis hasil
pemeriksaan DDR ditemukan lebih banyak pada laki-laki yaitu sebanyak 13 kasus
(35,4%) berupa P. Falciparum dan 10 kasus (27,2%) P. Vivax.
Tabel 11 Distribusi Hasil Pemeriksaan DDR Menurut Komplikasi Penderita Malaria Di
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Periode 1 Januari 2011—31 Desember 2012
NO. Hasil DDR
Komplikasi Jumlah
Ada Tidak Ada
N % N % N %
1. P. Falciparum 14 37,8 6 16,2 20 54,1
2. P. Vivax 9 24,32 8 21,62 17 45,9
3. Mixed Infection 0 0 0 0 0 0
Jumlah 23 62,2 14 37,8 37 100
Sumber : data sekunder (rekam medik penderita)
Pada tabel 11 di atas diperlihatkan distribusi adanya komplikasi atau
tidak pada penderita malaria berdasarkan hasil pemeriksaan DDR darah penderita.
Ternyata penderita malaria yang mengalami komplikasi pada penelitian ini selain
dengan hasil DDR berupa P. Falciparum dengan frekuensi tertinggi yaitu
sebanyak 14 kasus (37,8%), juga didapatkan pada penderita dengan hasil DDR P.
Vivax yaitu sebanyak 9 kasus (24,32%).
Tabel 12 Distribusi Hasil Pemeriksaan DDR Menurut Kadar Hemoglobin Penderita Malaria Di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Periode 1 Januari 2011—31
Desember 2012
No. DDR
Kadar Hemoglobin (mg/dL) Jumlah
>13 11-<13 9-<11 7-<9 5-<7 <5
N % N % N % N % N % N % N %
1. P. F 2 5,4 2 5,4 7 18,9 4 10,8 5 13,5 0 0 20 54,2
2. P. V 4 10,8 5 13,5 3 8,1 2 5,4 2 5,4 1 2,7 17 45,8
3. MI 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah 6 16,2 7 18,9 1
0 37,1 6 16,2 7 18,9 1 2,7 37
10
0
Sumber : data sekunder (rekam medik penderita)
Tabel 12 di atas memperlihatkan distribusi hasil pemeriksaan DDR
darah penderita menurut Kadar Hemoglobin. Pada penderita malaria dengan hasil
DDR berupa P. Falciparum paling banyak ditemukan pada kelompok usia dengan
kadar 9-<11 mg/dL dan pada penederita dngan hasil DDR berupa P.Vivax banyak
ditemukan pada kelompok dengan kadar Hemoglobin 11-<13..
BAB VI PEMBAHASAN
Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Rekam Medik RSUP dr. Wahidin
Sudirohusodo dari tanggal 5 - 23 Februari 2013 dengan tujuan untuk memperoleh
informasi tentang karakteristik penderita malaria pada pasien rawat inap maupun
rawat jalan pada periode 1 Januari 2011 – 31 Desember 2012 di Rumah Sakit
tersebut.
Adapun karakteristik yang diteliti meliputi usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, pekerjaan, kadar hemoglobin darah, hasil pemeriksaan DDR, riwayat
kedaerah endemis dan komplikasi yang terjadi pada penderita malaria. Pada
pengumpulan sampel didapatkan 37 sampel penelitian yang memenuhi kriteria
seleksi dari 89 penderita malaria yang tercatat pada Bagian Rekam Medik RSUP
dr. Wahidin Sudirohusodo periode 1 Januari 2011 – 31 Desember 2012. Jumlah
sampel ini sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah total penderita malaria
yang tercatat, hal ini disebabkan karena pada penelitian ini digunakan data
sekunder (rekam medik penderita) yang sebagian besar tidak mengandung
variabel yang diteliti sehingga banyak yang tidak memenuhi kriteria seleksi.
Namun setiap subjek pada penelitian ini (penderita malaria) mempunyai peluang
yang bisa dikatakan sama untuk tidak memiliki variabel yang diteliti, dimana
kelengkapan keterangan pada rekam medik yang dijadikan variabel ditentukan
oleh petugas yang mengisi rekam medik (kepatuhan dan kedisiplinannya untuk
mengisi) dan subjek itu sendiri (kemauan untuk mengikuti prosedur yang ada)
yang tidak dipengaruhi / mempengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi
karakteristik penderita malaria yang diteliti sehingga sampel yang ada pada
penelitian ini cukup representatif.
Berikut ini adalah pembahasan mengenai hasil yang diperoleh pada
penelitian ini, yaitu:
6.1. Usia
Berdasarkan distribusi penderita malaria menurut usia, dimana frekuensi
penderita malaria tertinggi pada kelompok usia 30-39 tahun (29,7%), kemudian
pada kelompok usia 20-29 tahun (27%), dan terendah pada kelompok usia < 9
tahun (2,7%). Walaupun dari beberapa beberapa kepustakaan (1,2,5) menyatakan
bahwa malaria dapat menyerang semua usia tanpa membedakan kelompok usia,
namun dari data hasil penelitian ini didapatkan bahwa malaria lebih banyak terjadi
pada kelompok usia produktif (20-29 dan 30-39) dimana kelompok ini lebih
sering berada di luar rumah dan lebih banyak melakukan aktivitas bepergian ke
daerah lain termasuk ke daerah yang termasuk endemis malaria sehingga mereka
memiliki faktor resiko yang lebih tinggi berkontak dengan vektor malaria. Hal ini
juga cukup sesuai dengan penelitian (Hadzamawaty, dkk) di Mamuju pada 2012
yang mendapatkan jumlah penderita malaria terbanyak pada usia 23-30 tahun
(29,5%). Namun hasil ini agak berbeda dengan survei Riskesdas tahun 2010
(Arsunan, dkk) dimana kecenderungan kelompok yang berisiko tinggi terkena
malaria yaitu kelompok berusia 1-4 tahun. Hasil ini mungkin saja didapatkan
karena adanya perbedaan metode yang digunakan. Pada penelitian ini digunakan
subjek yang menunjukkan gejala klinis malaria (penderita malaria) yang
memeriksakan dirinya di Rumah Sakit, sedangkan pada survei malariometrik
digunakan subjek penduduk secara acak pada suatu daerah yang dicurigai
endemis malaria tanpa melihat keadaan klinisnya. Selain itu, anak-anak pada
daerah dengan tingkat penularan yang tinggi biasanya masih mempunyai imunitas
(umumnya bersifat tidak permanen) terhadap malaria yang diturunkan dari ibunya
sehingga walaupun terdapat parasit malaria di dalamnya tidak memperlihatkan
gejala klinis malaria (malaria asimptomatik). Kenudian dengan bertambahnya usia
sistem imunitasnya akan meningkat sehingga kemampuan untuk menekan dan
menghancurkan parasit malaria dalam tubuhnya. Hal ini akan menyebabkan
kurangnya parasit rate pada orang dewasa di daerah endemis.
6.2. Jenis kelamin
Bila ditinjau dari jenis kelamin penderita, didapatkan jumlah penderita
malaria lebih banyak terjadi pada laki-laki (62,2%) dibandingkan pada perempuan
(37,8%). Dari beberapa kepustakaan (1,2,5,11) yang ada tidak didapatkan
perbandingkan angka kejadian malaria berdasarkan jenis kelamin, karena secara
teoritis malaria dapat menyerang manusia tanpa membedakan jenis kelaminnya.
Namun berdasarkan Data dan Informasi Dinas Kesehatan Provinsi Sul-Sel tahun
2007 didapatkan kejadian malaria juga lebih banyak pada laki-laki dibandingkan
perempuan, walaupun perbedaannya tidak terlalu jauh yaitu 537 kasus pada laki-
laki (58,88%) dan 375 kasus pada perempuan (41,12%) dari 912 kasus yang
dilaporkan. Kemudian bila ditinjau hasil pemeriksaan DDR berdasarkan jenis
kelamin penderita, didapatkan bahwa distribusi semua jenis hasil DDR penderita
lebih banyak pada laki-laki dari pada perempuan. Hal ini sesuai dengan hasil
distibusi penderita malaria menurut jenis kelaminnya, dimana lebih banyak
ditemukan pada laki-laki. Adanya hasil yang lebih tinggi pada laki-laki mungkin
disebabkan karena laki-laki lebih banyak yang bekerja (terutama di luar rumah /
atau bepergian ke daerah endemis) daripada wanita sehingga mempunyai faktor
resiko untuk terinfeksi malaria, bukan karena jenis kelaminnya.
6.3. Tingkat pendidikan
Distribusi penderita malaria menurut tingkat pendidikan terakhir yang
telah diselesaikan penderita didapatkan frekuensi tertinggi pada kelompok tingkat
pendidikan SMA/MA/sederajat dan Universitas/sederajat (10,0%) dan terendah
pada kelompok tingkat pendidikan belum sekolah (2,7%). Di satu sisi semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula kesadaran untuk
melakukan pemeriksaan dan mendapatkan pelayanan kesehatan sehingga dapat
diketahui penyakit yang dideritanya sehingga semakin tinggi pula laporan
kasusnya. Namun di sisi lain semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang
semakin tinggi pula pengetahuan seseorang tentang penyakit dalam hal ini
penyakit malaria sehingga semakin tinggi pula perilaku menjaga kesehatan
terutama tindakan pencegahan agar tidak menderita penyakit. Hal ini menjadikan
surveilans penyakit malaria berdasarkan tingkat pendidikan tidak begitu
berpengaruh. Namun dari hasil penelitian ini didapatkan frekuensi lebih tinggi
pada kelompok SMA/sederajat dan kelompok Universitas/Akademik, dimana
kelompok ini mempunyai peluang lebih tinggi mendapatkan pekerjaan.
Sebagaimana kita ketahui bahwa kebutuhan tenaga kerja lebih banyak pada
daerah-daerah yang masih terpencil seperti Irian Jaya dimana daerah ini juga
merupakan daerah yang kebanyakan merupakan daerah endemis malaria.
6.4. Pekerjaan
Dari data distribusi penderita malaria yang digolongkan menurut
pekerjaan penderita, didapatkan jumlah kasus lebih banyak pada penderita malaria
yang memiliki pekerjaan / bekerja daripada yang tidak memiliki pekerjaan. Dari
penderita malaria yang memiliki pekerjaan, jenis pekerjaan pegawai swasta yang
mempunyai frekuensi tertinggi (37,8%). Hal ini cukup sesuai dengan asumsi yang
menyatakan bahwa orang yang mempunyai pekerjaan terutama pekerjaan di luar
ruangan / lapangan (khususnya daerah rawa-rawa atau hutan) dan sering
melakukan perjalanan ke luar kota (daerah endemis malaria) mempunyai faktor
resiko lebih tinggi untuk kontak dengan vektor malaria yang kebanyakan terdapat
pada daerah tersebut. Dalam hal ini pegawai swasta (pengusaha/pedagang)
memiliki kecenderungan untuk lebih sering berkunjung atau membuka usaha pada
daerah masih terpencil (yang sebagian besar merupakan daerah endemis malaria)
dimana kegiatan ekonomi masih kurang sehingga mempunyai banyak kesempatan
untuk berhasil dan memperoleh keuntungan yang lebih dibanding berusaha di
daerah yang sudah maju / ramai. Namun selain faktor resiko tersebut masih
banyak faktor-faktor lain seperti daerah tempat tinggal apakah merupakan daerah
endemis atau tidak, jadi walaupun tidak bekerja orang juga dapat kontak dengan
vektor malaria. Tentunya, selain itu distibusi pekerjaan penduduk pada suatu
daerah juga mempengaruhi bagaimana distribusi pekerjaan pada penderita malaria
daerah tersebut. Seperti pada penelitian (Hadzamawaty,dkk) di Mamuju tahun
2008 yang mendapatkan jenis pekerjaan pada penderita malaria adalah petani
(38,1%), dimana sebagian besar penduduk di daerah tersebut merupakan petani.
6.5.Riwayat ke daerah endemis
Berdasarkan adanya riwayat ke daerah endemis malaria atau
berasal (bertempat tinggal) dari daerah endemis malaria (selanjutnya hanya
disebut riwayat ke daerah endemis) didapatkan hasil bahwa semua sampel pada
penelitian ini mempunyai riwayat tersebut (100%). Ini sesuai dengan teori yang
disebutkan pada kepustakaan bahwa adanya riwayat ke daerah endemis
merupakan faktor yang sangat penting untuk terjadinya penyakit malaria
(terinfeksi oleh parasit malaria). Dimana pada daerah endemis malaria banyak
ditemukan parasit malaria baik pada vektor maupun host (manusia), sehingga
perpindahan parasit dari vektor ke host ataukah dari host ke vektor yang kemudian
berpindah lagi ke host membuat suatu lingkaran yang seakan berjalan terus.
Dengan kenyataan ini, menyebabkan seseorang yang berkunjung ke daerah
endemis ataukah bertempat tinggal di daerah endemis dapat terinfeksi malaria.
Pada penelitian ini tidak didapatkan penderita malaria yang tidak
mempunyai riwayat ke daerah endemis. Ini terjadi karena tidak adanya penegasan
(dalam rekam medik penderita yang tidak terdapat keterangan mengenai riwayat
ke daerah endemis) bahwa penderita tidak mempunyai riwayat ke daerah endemis
malaria dalam 12-40 hari terakhir (masa inkubasi penyakit malaria). Inilah yang
menjadi kekurangan dalam peneitian yang menggunakan data sekunder seperti
rekam medik yang sangat bergantung pada dokter yang mengisi rekam medis
tersebut. Tidak adanya riwayat ke daerah endemis malaria sebenarnya sangat
mungkin ada bila daerah tempat tinggal penderita yang sebelumnya diketahui
bukan daerah endemis malaria menjadi daerah endemis (daerah dimana vektor
dan parasit malaria ada dan dapat menular secara alamiah). Hal ini menjadi sangat
penting karena menjadi informasi perubahan status suatu daerah yang sebelumnya
bukan daerah endemis menjadi daerah endemis dan sebagai landasan dalam
melakukan studi vektor dan survei malariometrik (bila kejadian malaria menjadi
cukup tinggi pada daerah tersebut) untuk penetapan yang lebih tegas dan disertai
bukti. Selain itu dapat pula menjadi pertimbangan dalam pengambilan kebijakan
kesehatan terutama untuk mencegah dan memberantas penyakit malaria.
Sayangnya dalam penelitian ini, tidak didapatkan hasil yang demikian. Ini dapat
terjadi karena 2 hal, yaitu :
1. Memang kenyataannya bahwa semua penderita malaria pada populasi
yang diteliti mendapatkan infeksi malaria dari daerah yang telah
ditetapkan/diketahui sebagai daerah endemis malaria, atau
2. Kemungkinan ada penderita malaria yang mendapat infeksi malaria dari
daerah yang belum atau tidak ditetapkan/diketahui sebagai daerah
endemis malaria, namun hal tersebut tidak diketahui yang ditandai
dengan tidak adanya penegasan yang tercantum pada rekam medik
penderita bahwa ia tidak mempunyai riwayat ke daerah endemis dalam
12-40 hari terakhir.
Dengan adanya kenyataan tersebut sekiranya diperlukan untuk melakukan
penelitian selanjutnya, terutama mengenai riwayat ke daerah endemis malaria
dengan menggunakan data primer sehingga didapatkan hasil yang lebih valid.
6.6.Kadar Hemoglobin dan Status Anemia
Berdasarkan distribusi penderita malaria menurut kadar hemoglobin
darah penderita, didapatkan frekuensi penderita malaria tertinggi pada kelompok
dengan kadar Hb 9-<11 mg/dL yaitu sebanyak 10 kasus (27,0%), sedangkan
terendah pada kelompok dengan kadar Hb < 5 mg/dL yaitu sebanyak 1 kasus
(2,7%). Lalu didapatkan pada kelompok dengan kadar Hb 9-<11 bahwa
P.Falciparum lebih banyak ditemukan pada kelompok ini (18,9%). Hal ini
mungkin sesuai teori yang menyebutkan bahwa malaria menyebabkan kadar
hemoglobin darah menurun akibat hancurnya sel-sel darah merah yang terinfeksi
malaria sehingga pada penderita malaria cenderung untuk menurun. Namun ini
cukup sesuai dengan pengukuran kadar hemoglobin dari anak yang positif
terinfeksi parasit malaria (usia < 10 tahun) pada penelitian survei malariometrik di
kabupaten Nias / Sumatera Utara tahun 2005 (Syafruddin,dkk) dimana didapatkan
jumlah yang lebih banyak pada anak dengan kadar Hb > 10 mg/dL yaitu sebanyak
pada kelompok 28 dari 36 kasus yang ditemukan (77,78%). Adanya variasi
penderita malaria berdasarkan kadar hemoglobin disebabkan karena derajat
penghancuran eritrosit (penurunan kadar Hb) ditentukan oleh banyak faktor, yaitu
: virulensi dan jenis parasit malaria serta keadaan imunitas host (penderita).
Sesuai dengan kepustakaan (1, 3, 11) yang menyatakan bahwa parasit
malaria menyebabkan adanya penurunan jumlah eritrosit pada penderita yang
terinfeksi dan diantara jenis plasmodium yang ada, P. Falciparum yang
menyebabkan derajat penghancuran eritrosit yang paling tinggi karena menyerang
semua jenis usia eritrosit dari yang paling muda sampai yang paling tua,
kemudian fase eritrositer aseksual dari P. Falciparum lebih cepat dibandingkan
dengan jenis lain sehingga frekuensi penyerangan terhadap sel darah merah lebih
tinggi dari jenis lainnya. Selain itu pada infeksi oleh P. Falciparum juga lebih
banyak ditemukan mediator infalamasi seperti TNF α (termasuk IL-1, IL-3, IL-6,
lympotoxin, dan interferon-gamma) yang dalam konsentrasi tinggi dapat
menyebabkan supresi terhadap eritropoiesis pada sumsum tulang. Pada penderita
dengan hasil DDR negatif didapatkan jumlah penderita yang tidak mengalami
anemia yang paling banyak, hal ini dapat disebabkan karena jumlah parasit
(parasitemia) yang sedikit dimana tidak dapat terdeteksi dengan pemeriksaan
DDR sehingga penghancuran eritrosit juga sedikit ataukah penderita salah
diagnosis (menderita penyakit lain yang bukan disebabkan oleh parasit malaria).
6.7.Hasil Pemeriksaan DDR
Bila dilihat dari distribusi penderita malaria berdasarkan hasil
pemeriksaan DDR darahnya didapatkan frekuensi tertinggi pada penderita dengan
hasil DDR P. Falciparum (54,1%), yang diikuti pada penderita dengan hasil DDR
berupa P. Vivax (45,9%) pada penderita. Dengan melihat data-data di atas dapat
disimpulkan bahwa hasil ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pada
wilayah yang beriklim tropis (termasuk Indonesia) paling sering ditemukan
infeksi parasit P. Falciparum sebagai penyebab malaria yang kemudian diikuti
dengan infeksi yang disebabkan oleh parasit P. Vivax. Pada tahun 1996 (harijanto)
juga menyebutkan bahwa dari 100 ribu kasus malaria didapatkan P. Falciparum
sebagai penyebab terbanyak (65,9%). Selain itu penelitian survei malaria pada
8.816 anak usia < 10 tahun di Mozambik tahun 2002 mendapatkan hasil DDR
berupa P. Falciparum yang paling banyak (52,4%).
Hal ini juga cukup sesuai dengan hasil estimasi kejadian malaria di dunia menurut
WHO, dimana didapatkan 91% dari seluruh kasus disebabkan oleh P.
Falciparum. Selain itu, dari penelitian secara survei pada anak-anak di
Mozambik, dimana didapatkan 52,4% dari 8.816 sampel yang diteliti disebabkan
oleh P. Falciparum. Sedangkan kelompok dengan hasil DDR P. Ovale dan P.
malariae tidak didapatkan pada penelitian ini. Hal ini sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa angka kejadian malaria yang disebabkan oleh kedua jenis ini
sangat jarang ditemukan.
Pada penelitian ini juga didapatkan hasil pemeriksaan DDR. Hal ini dapat terjadi
akibat adanya kesalahan dalam pemeriksaan mikroskopis (DDR), baik dalam
teknik pemeriksaan sampel, maupun dalam waktu pengambilan sampel. Kedua
hal tersebut dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan, sehingga didapatkan hasil
negatif, padahal sebenarnya dalam darah penderita terdapat parasit malaria. Selain
itu, hasil DDR negatif mungkin dapat terjadi akibat adanya kesalahan diagnosis
pada penderita (penderita menderita penyakit lain, seperti infeksi virus pada
sistem respiratorius, influenza, demam dengue, dan infeksi bakterial lainnya
seperti pneumonia, demam tifoid, dan infeksi saluran kencing).
6.8.Komplikasi
Berdasarkan distribusi penderita malaria menurut jenis komplikasi
yang terjadi pada penderita malaria, didapatkan frekuensi penderita paling banyak
pada kelompok yang mendapatkan malaria biliosa (37,8%) dan GGA(10,8%).
Selain itu pada penelitian ini didapatkan pula komplikasi berupa malaria cerbral
(8,1%), malaria pansitopeni (2,7%) dan mixed (2,7%).
Bila ditinjau dari kejadian komplikasi berdasarkan hasil pemeriksaan
DDR sampel darah penderita malaria didapatkan bahwa dari sampel yang
menderita komplikasi didapatkan hasil DDR berupa P. Falciparum yang
terbanyak (54,1%), namun selain itu didapatkan pula pada penderita dengan hasil
DDR berupa P. vivax (45,9%). Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan
bahwa komplikasi yang terjadi pada penderita malaria dalam hal ini kejadian
malaria berat paling banyak atau bahkan hanya disebabkan oleh P. Falciparum.
Kemudian hasil ini juga sesuai dengan teori lain yang menyatakan bahwa malaria
yang disebabkan parasit jenis lain seperti P. vivax dapat pula menyebabkan
malaria berat bila terjadi pada pasien dengan keadaan khusus seperti anak-anak,
ibu hamil, orang tua, ataupun dengan immnodefisiensi. Hal tersebut sesuai dengan
hasil penelitian ini dimana kejadian malaria berat yang disebabkan P. vivax juga
terjadi pada anak-anak dan ibu hamil (bukan merupakan variabel yang diteliti
namun terdapat pada rekam medis penderita).
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian mengenai karakteristik penderita
malaria di R.S.U.P. dr. Wahidin Sudirohusudo periode 1 Januari 2011 - 31
Desember 2012 dengan jumlah sampel sebanyak 38 kasus, maka dapat
disimpulkan bahwa :
1. Penderita malaria paling banyak ditemukan pada kelompok usia 30-39
tahun yaitu sebesar 29,7%. Kemudian pada kelompok usia 20-29 tahun
(27%).
2. Penderita malaria lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada
perempuan dengan persentase sebesar 62,2%.
3. Penderita malaria paling banyak ditemukan pada kelompok dengan
tingkat pendidikan SMA/MA/sederajat dan Universitas/Akademik yaitu
masing-masing sebesar 27%.
4. Penderita malaria lebih banyak ditemukan pada kelompok yang bekerja
sebagai pegawai sawasta yaitu sebesar 37,8%.
5. Semua penderita malaria mempunyai riwayat ke daerah endemis malaria
atau bertempat tinggal di daerah endemis malaria.
6. Penderita malaria paling banyak ditemukan pada kelompok dengan kadar
Hb 9-<11mg/dL yaitu sebesar 27%.
7. Penderita malaria paling banyak ditemukan pada kelompok dengan hasil
DDR berupa P. Falciparum yaitu sebesar 54,1%.
8. Penderita malaria dengan komplikasi terbanyak yaitu malaria biliosa
14%.
B.Saran
Setelah melakukan penelitian mengenai karakteristik penderita
malaria di R.S.U.P. dr. Wahidin Sudirohusudo periode 1 Januari 2011 - 31
Desember 2012 maka dapat diberikan saran berupa :
1. Diharapkan adanya usaha promosi dan pencegahan di bidang kesehatan
khususnya mengenai penyakit malaria terutama pada kelompok usia 30-
29 tahun dan 20-39 tahun terutama yang ingin berkunjung ke daerah
endemis malaria untuk menekan jumlah kejadian dan penyebaran
malaria.
2. Sebaiknya pada pasien yang dicurigai menderita malaria dilakukan
pemeriksaan yang lebih teliti terutama mengenai faktor-faktor yang
berpengaruh; seperti riwayat ke daerah endemis, kadar hemoglobin, dan
pemeriksaan mikroskopis darah, ataupun komplikasi yang terjadi. Hal ini
dapat membantu untuk penegakan diagnosis malaria.
3. Perlu kiranya Tenaga Kesehatan baik itu dokter, perawat, ataupun
pegawai rekam medis yang bertugas di R.S.U.P. dr. Wahidin
Sudirohusudo untuk mengisi status pasien secara lengkap terutama
identitas, anamnesis faktor-faktor resiko yang berpengaruh, pemeriksaan
fisis dan pemeriksaan penunjang, serta diagnosis pasien. Mengenai
keterangan klinis seharusnya tetap ditulis walaupun tidak ditemukan pada
pasien (dalam hal ini terutama mengenai riwayat ke daerah endemis
malaria) sehingga memberikan informasi yang lebih jelas. Selain itu
diperlukan pula adanya keseragaman dalam pengisian status pasien agar
didapatkan data yang lebih objektif.
4. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian yang
lebih mendalam tentang faktor resiko tindakan pencegahan, penetapan
daerah endemis tempat pasien mendapatkan infeksi malaria dengan
mengambil penelitian data primer, maupun keefektifan terapi pada
penderita malaria melalui penelitian analisis. Selain itu diharapkan pula
dilakukannya penelitian di rumah sakit lain maupun sarana kesehatan
lainnya seperti Puskesmas untuk memperoleh data yang lebih banyak
tentang distribusi penderita malaria.
DAFTAR PUSTAKA
1. Harijanto PN. Malaria. In: Sudoyo AW,eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006: 1732-44.
2. Jafar N, Taslim N, Ansar. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia di Daerah Endemik Mlaria Kabupaten Mamuju. JST Kesehatan 2012; 1:18-26.
3. Agusyanti. Situasi Malaria di Sulawesi Selatan. [online] 2012 Juni 12 [cited 2013 January 23]; 1-3. Available from: URL: http://dinkes-sulsel.go.id/new/index.php?option=com_content&task=view&id=881&Itemid=102.
4. Dinkes RI. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Jakarta: Dirjen P2M & PL; 2008.
5. Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. Tiga Persen Penduduk SulBar Penderita Malaria. [online] 2012 July 23 [cited 2013 January 23]; 1-3. Available from: URL: http://menkokesra.go.id/content/tiga-persen-penduduk-sulbar-penderita-malaria.
6. Laihad FJ, Harijanto P. Epidemiologi Malaria di Indonesia. Jakarta : Penerbit Kementrian Kesehatan RI Bakti Husada : 2011.
7. WHO. Guidlines For The Treatment of Malaria 2012. Switzerland: World Health Organization: 2010.
8. Zein U. Penanganan Terkini Malaria Falciparum. Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK Universitas Sumatera Utara. 2006: 1-13.
9. Sutisna P. Malaria Secara Ringkas: Dari Pengetahuan Dasar Sampai Terapan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004.
10. National Institute of Malria Research. Guidlines For diagnosis & Treatment of Malaria in India. India : Goverment of India ; 2009
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama Lengkap : Wisnu Adryanto
Stambuk : C 111 07 268
Tempat Tanggal Lahir : Palu, 22 April 1990
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jl. Cambajawayya no.24, Makassar
Email : [email protected]
Nama Orang Tua
Ayah : Darmadji, SE, MT
Ibu : Budi Tasik Wulan
Pekerjaan Orang Tua
Ayah : Pegawai Negeri Sipil
Ibu : Tidak Bekerja
Riwayat Pendidikan : - SD Negeri Tlogomas 3 Malang (1995-2001)
- SLTP Negeri 8 Malang (2001-2004)
- SMU Negeri 3 Malang (2004-2007)
- Fakultas Kedokteran UNHAS Makassar Tahun 2007
Makassar, Oktober 2013
Wisnu Adryanto