BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Api-api adalah nama sekelompok tumbuhan dari marga Avicennia, suku
Acanthaceae. Api-api biasa tumbuh di tepi atau dekat laut sebagai bagian dari
komunitas hutan bakau. Nama Avicennia dilekatkan pada genus ini untuk
menghormati Ibnu Sina, di dunia barat terkenal sebagai Avicenna, salah seorang
pakar dan perintis kedokteran modern dari Persia.
Sebagai warga komunitas mangrove, api-api memiliki beberapa ciri yang merupakan
bagian dari adaptasi pada lingkungan berlumpur dan bergaram. Di antaranya:
Akar napas serupa paku yang panjang dan rapat, muncul ke atas lumpur di
sekeliling pangkal batangnya.
Daun-daun dengan kelenjar garam di permukaan bawahnya. Daun api-api
berwarna putih di sisi bawahnya, dilapisi kristal garam. Ini adalah kelebihan
garam yang dibuang oleh tumbuhan tersebut.
Biji api-api berkecambah tatkala buahnya belum gugur, masih melekat di
rantingnya. Dengan demikian biji ini dapat segera tumbuh sebegitu terjatuh
atau tersangkut di lumpur.
Nama lain api-api di pelbagai daerah di Indonesia di antaranya adalah mangi-mangi,
sia-sia, boak, koak, marahu, pejapi, papi, nyapi dan lain-lain.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Avicennia marina merupakan pelopor dari spesies mangrove, yang mungkin paling
luas dari semua mangrove, mulai luas di seluruh indo-pasifik bagian Barat. berupa
belukar atau pohon yang tumbuh tegak atau menyebar, dengan ketinggian pohon
mencapai 30 meter dan tumbuh di atas lumpur berpasir, pada bagian tepi menjorok ke
laut. Ada yang unik dari populasi ini, dimana lebih toleran terhadap dingin (di daerah
Australia misalnya) (Duke, 2006).
Avicennia marina memiliki sistem perakaran horizontal yang rumit dan berbentuk
pensil (atau berbentuk asparagus), akar nafas tegak dengan sejumlah lentisel. Kulit
kayu halus dengan burik-burik hijau-abu dan terkelupas dalam bagian-bagian kecil.
Ranting muda dan tangkai daun berwarna kuning, tidak berbulu (Duke, 2006).
II.1.1 Klasifikasi
2
Regnum : Plantae (Tumbuhan)
Divisio : Magnoliophyta
Classis : Magnoliopsida
Ordo : Lamiales
Familia : Acanthaceae
Genus : Avicennia
Species : Avicennia marina
(Linnaeus, 1759)
Sinonim : Avicennia intermedia Griffith; Avicennia mindanaense Elmer; Avicennia
sphaerocarpa Stapf ex Ridley.
II.1.2 Nama Daerah :
Nama daerah atau nama lokal dari mangrove ini adalah Api-api putih, api-api abang,
sia-sia putih, sie-sie, pejapi, nyapi, hajusia, pai.
3
Akar napas api-api yang penuh sampah di Muara Angke
II.1.3 Ekologi
Api-api menyukai rawa-rawa mangrove, tepi pantai yang berlumpur, atau di
sepanjang tepian sungai pasang surut. Beberapa jenisnya, seperti A. marina,
memperlihatkan toleransi yang tinggi terhadap kisaran salinitas, mampu tumbuh di
rawa air tawar hingga di substrat yang berkadar garam sangat tinggi.
Kebanyakan jenisnya merupakan jenis pionir dan oportunistik, serta mudah tumbuh
kembali. Pohon-pohon api-api yang tumbang atau rusak dapat segera trubus (bersemi
kembali), sehingga mempercepat pemulihan tegakan yang rusak.
Akar napas api-api yang padat, rapat dan banyak sangat efektif untuk menangkap dan
menahan lumpur serta pelbagai sampah yang terhanyut di perairan. Jalinan perakaran
ini juga menjadi tempat mencari makanan bagi aneka jenis kepiting bakau, siput dan
teritip.
II.2 DESKRIPSI TUMBUHAN
II.2.1 Daun
Daun merupakan suatu bagian tumbuhan yang penting dan pada umumnya tiap
tumbuhan mempunyai sejumlah besar daun. Alat ini hanya terdapat pada batang saja
dan tidak pernah pada bagian tubuh tumbuhan yang lainnya. Bagian batang tempat
4
duduknya atau melekatnya daun dinamakan buku-buku (nodus) batang, dan tempat di
atas daun yang merupakan sudut antara batang dan daun dinamakan ketiak daun
(axilla). Daun biasanya berwarna hijau dan menyebabkan tumbuhan atau daerah-
daerah yang ditempati tumbuh-tumbuhan nampak hijau pula. Bagian tubuh tumbuhan
ini memiliki umur yang terbatas, yang pada akhirnya akan runtuh dan meninggalkan
batang. Pada waktu akan runtuh warna daun akan berubah menjadi kekuning-
kuningan dan akhirnya menjadi kecoklatan. Perbedaan ini juga terlihat pada daun
yang masih muda dan daun yang telah dewasa. Daun yang muda biasanya berwarna
keputih-putihan, ungu, ataupun kemerahan, sedangkan daun dewasa warnanya hijau
sesungguhnya (Tjitrosoepomo, 2007).
Daun-daun tunggal, bertangkai, berhadapan, bertepi rata, berujung runcing atau
membulat; helai daun seperti kulit, hijau mengkilap di atas, abu-abu atau keputihan di
sisi bawahnya, sering dengan kristal garam yang terasa asin (Ini adalah kelebihan
garam yang dibuang oleh tumbuhan tersebut); pertulangan daun umumnya tak begitu
jelas terlihat. Kuncup daun terletak pada lekuk pasangan tangkai daun teratas. Bentuk
daun elliptical-lanceolata atau ovate-elliptica pj= 7 cm, l=4 cm (Wijayanti, 2008).
II.2.2 Batang
Batang dari Avicennia marina mempunyai cabang-cabang horizontal yang
menunjukkan pertumbuhan yang terus-menerus. Kulit batang halus berwarna
keputihan sampai dengan abu-abu kecoklatan dan retak-retak. Ranting dengan buku-
buku bekas daun yang menonjol serupa sendi-sendi tulang dengan permukaan licin
hingga pecah-pecah vertikal, biasanya seperti serpihan, diameter batang bisa
mencapai 40 cm lebih (Wijayanti, 2008).
II.2.3 Akar
Avicennia marina memiliki akar berupa akar nafas (pneumatofora).
Pada Avicennia pneumatofora merupakan cabang tegak dari akar horizontal yang
tumbuh di bawah tanah. Pada tumbuhan inibentuknya seperti pensil atau pasak dan
5
umumnya hanya tumbuh setinggi 30 cm, yang muncul dari substrat serupa paku yang
panjang dan rapat dan muncul ke atas lumpur di sekililing pangkal batangnya. Di
teluk Botany, Sidney dapat dijumpai Avicennia marina dengan pneumatofora setinggi
lebih dari 28 m, meskipun kebanyakan tingginya hanya sekitar 4 m (Ng dan
Sivasothi, 2001; Lovelock, 1993).
II.2.4 Bunga
Susunan seperti trisula dengan bunga bergerombol muncul diujung tandan, bau
menyengat dan banyak nectar. Terletak di ujung tangkai atau di ketiak daun dekat
ujung. Bunga-bunga duduk (sessile), membulat ketika kuncup, berukuran kecil antara
0,3-1,3 cm, berkelamin dua, kelopak 5 helai, mahkota kebanyakan 4 (jarang 5 atau 6)
helai, kebanyakan kuning atau jingga kekuningan dengan bau samar-samar, benang
sari kebanyakan 4, terletak berseling dengan mahkota bunga (Noor, 2006).
II.2.5 Buah dan Biji
Buah:berupa kapsul yang memecah (dehiscent) menjadi dua, 1-4 cm
panjangnya, hijau abu-abu, berbulu halus di luarnya;
Vivipar, dimana biji berkecambah saat buahnya belum gugur, masih melekat di
rantingnya. Dengan demikian biji ini dapat segera tumbuh sebegitu terjatuh atau
tersangkut di lumpur.(Kartawinata, 1979).
II.3 HABITUS DAN HABITAT
II.3.1 Habitat :
Terletak pada zona paling luar atau terdekat dengan laut, keadaan tanah berlumpur,
agak lembek, dangkal, dengan kadar garam agak tinggi. (Wijayanti dkk, 2005).
I1.3.2 Habitus :
6
Berupa Pohon kecil atau besar, tinggi hingga 30 m, dengan tajuk yang agak renggang
(Anonim, 1997).
I1.3.3 Persebaran Sebaran :
Avicennia marina tumbuh tersebar di sepanjang pantai Afrika Timur dan Madagaskar
hingga menuju India, Indo-Cina, Cina Selatan, Taiwan, Thailand, seluruh kawasan
Malesia, Kepulauan Solomon, New Caledonia, Australia dan bagian utara New
Zealand. (Anonim, 1997)
11.4 DIAGRAM DAUN
Jika kita perhatikan daun berbagai jenis tumbuhan, akan terlihat, bahwa ada
diantaranya yang:
Pada tangkainya hanya terdapat satu helaian daun saja. Daun yang demikian
dinamakan daun tungga (folium simplex),
Tangkainya bercabang-cabang, dan baru pada cabang tangkai ini terdapat
helaian daunnya, sehingga di sini pada satu tangkai terdapat lebih dari satu
helaian daun. Daun dengan susunan yang demikian disebut daun majemuk
(folium compositum) (Tjitrosoepomo, 1993).
Avicennia marina memiliki daun-daun tunggal, bertangkai, berhadapan, bertepi rata,
berujung runcing atau membulat; helai daun seperti kulit, hijau mengkilap di atas,
abu-abu atau keputihan di sisi bawahnya, sering dengan kristal garam yang terasa asin
(Ini adalah kelebihan garam yang dibuang oleh tumbuhan tersebut); pertulangan daun
umumnya tak begitu jelas terlihat. Kuncup daun terletak pada lekuk pasangan tangkai
daun teratas. Bentuk daun elliptical-lanceolata atau ovate-elliptica pj= 7 cm, l=4
cm( anonym, 2012).
Tumbuhan mangrove mengembangkan berbagai cara untuk mengatasi kehilangan air
melalui daun. Mereka dapat mengatur pembukaan stomata dan orientasi daun,
sehingga mengurangi serapan sinar matahari dan evaporasi. Sebagian tumbuhan
mangrove memiliki daun keras, tebal, berlilin atau berbulu rapat untuk mereduksi
7
hilangnya air. Beberapa daun bersifat sukulen untuk menyimpan air dalam jaringan
(Setyawan dkk, 2002).
Tumbuhan mangrove merupakan lumbung sejumlah besar daun yang kaya nutrien
yang akan diuraikan oleh fungi dan bakteri atau langsung dimakan kepiting yang
hidup di lantai hutan. Garam yang tetap terserap ke dalam tubuh dengan cepat
diekskresikan oleh kelenjar garam di daun, sehingga daun tampak seperti ditaburi
Kristal garam dan terasa asin(Setyawan dkk, 2002 ).
11.4.1 Diagram tata letak daun atau disingkat diagram daun
Untuk membuat diagramnya batang tumbuhan harus dipandang sebagai kerucut yang
memanjang, dengan buku-buku batangnya sebagai lingkaran-lingkaran yang
sempurna. Pada setiap lingkaran berturut-turut dari luar kedalam digambarkan
daunnya dan di beri nomor urut. Dalam hal ini perlu diperhatikan, bahwa jarak antara
dua daun adalah 2/5 lingkaran, jadi setiap kali harus meloncati satu ortostik. Spiral
genetikya dalam diagram daun akan merupakan suatu garis spiral yang putarannya
semakin keatas digambar semakin sempit (Sudarsono, 2005: 67).
Untuk Avicennia marina ini menurut perhitungan diagram tata letak daun menurut
rumus 2/5 .
Rumus daun 2/5, angka 2 menunjukkan banyaknya putaran dan angka 5 banyaknya
daun yang dilalui yang dihitung mulai dari nol. Sehingga dapat dihitung sudut
dirvergensinya 2/5 x 3600 = 1440.
11.4.2 Sudut Divergensi
Sudut yang terbentuk antara bidang tegak melalui sehelai daun dengan bidang tegak
melalui helai daun berikutnya. Besarnya sudut divergensi antara daun yang berurutan
tidak menghalangi jalannya sinar matahari bagi daun yang lain.
8
II.5 Manfaat Tumbuhan
Avicenia kayunya dapat dipakai untuk bangunan rumah (pilar, atap dll.), selain itu
juga digunakan untuk membuat mebel, perahu. Kayunya juga digunakan untuk
membuat kayu bakar, dan juga pulp. Kayunya yang keras sangat tahan terhadap
serangan rayap. Pohon Avicennia marina mempunyai kemampuan mengakumulasi
logam berat yang tinggi. Pohon ini memiliki system penanggulangan materi toksik
dengan cara melamahkan efek racun melalui pengenceran (dilusi) yaitu dengan
menyimpan banyak air untuk mengencerkan konsentrasi logam berat dalam jaringan
tubuhnya sehingga mengurangi toksisitas logam tersebut (Dahuri, 1996).
Daun api-api (Avicennia marina) merupakan salah satu tumbuhan yang
dimanfaatkan sebagaibahan pakan ternak dan dipakai sebagai obat anti fertilitas
tradisional oleh masyarakat pantai. Ekstrak dari tumbuhan ini berpotensi sebagai obat
anti fertilitas. Hampir seluruh bagian tumbuhan ini dapat dimanfaatkan seperti akar,
kulit, batang, daun, bunga atau biji, bahkan eksudat tanamannya (zat nabati yang
secara spontan keluar, dikeluarkan, atau diekstrak dari jaringan seltanaman). Daun
api-api mengandung senyawa aktifglikosida triterpena yang mempunyai struktur
siklik yang relatif komplek dan sebagian besar merupakan senyawa alkohol, aldehid
atau asam karboksilat (Wijayanti, 2008).Manfaat Avicennia marina padabagian daun
digunakan untuk mengatasi kulityang terbakar. Resin yang keluar dari kulitkayu
9
digunakan sebagai alat kontrasepsi. Buahdapat dimakan. Kayu menghasilkan
bahankertas berkualitas tinggi. Daun digunakansebagai makanan ternak (Noor, 1999).
11.6 Anatomi Avicennia marina
Adaptasi tumbuhan mengrove secara anatomi terhadap keadaan tanah dan
kekurangan oksigen adalah melalui system perakaran yang khas dan lentisel pada
akar nafas, batang dan organ lainnya (Tomlinson,1986). Avicennia marina memiliki
sistemperakaran horizontal yang rumit dan berbentuk pensil (atau berbentuk
asparagus),akar nafas tegak dengan sejumlah lentisel.Lawton et.al (1985) dalam
Shannon et.al (1994) dalam Onrizal (2005)membandingkan anatomi akar dari jenis
Avicennia marina yang mempunyai kelenjargaram pada daunnya sebagai kelompok
salt-excrete. Pada anatomi daun Avicennia marina terdiri dari endodermis, epidermis,
dan korteks.Pada stomata Avicennia marina tidak terlihat stomatanya. Yang terlihat
hanya trikomanya saja. Hal tersebut terjadi karena pemotongannya yang kurang
sempurna.
II.7 Zonasi Hutan Mangrove Avicennia Marina
Kemampuan adaptasi dari tiap jenis terhadap keadaan lingkungan menyebabkan
terjadinya perbedaan komposisi hutan mangrove dengan batas-batas yang khas. Hal
ini merupakan akibat adanya pengaruh dari kondisi tanah, kadar garam, lamanya
penggenangan dan arus pasang surut. Komposisi mangrove terdiri dari jenis-jenis
yang khas dan jenis tumbuhan lainnya.
Vegetasi mangrove menjadi dua kelompok, yaitu:
1. Kelompok utama, terdiri dari Rhizophora, Sonneratia, Avicennia, Xylocarpus.
2. Kelompok tambahan, meliputi Excoecaria agallocha, Aegiceras sp., Lumnitzera,
dan lainnya.
10
Daya adaptasi atau toleransi jenis tumbuhan mangrove terhadap kondisi
lingkungan yang ada mempengaruhi terjadinya zonasi atau permintakatan pada
kawasan hutan mangrove. Permintakatan jenis tumbuhan mangrove dapat dilihat
sebagai proses suksesi dan merupakan hasil reaksi ekosistem dengan kekuatan yang
datang dari luar seperti tipe tanah, salinitas, tingginya ketergenangan air dan pasang
surut.
Pembagian zonasi kawasan mangrove yang dipengaruhi adanya perbedaan
penggenangan atau perbedaan salinitas meliputi :
1. Zona garis pantai, yaitu kawasan yang berhadapan langsung dengan laut.
Lebar zona ini sekitar 10-75 meter dari garis pantai dan biasanya ditemukan
jenis Rhizophora stylosa, R. mucronata, Avicennia marina dan Sonneratia
alba.
2. Zona tengah, merupakan kawasan yang terletak di belakang zona garis pantai
dan memiliki lumpur liat. Biasanya ditemukan jenis Rhizophora apiculata,
Avicennia officinalis, Bruguiera cylindrica, B. gymnorrhiza, B. parviflora, B.
sexangula, Ceriops tagal, Aegiceras corniculatum, Sonneratia caseolaris dan
Lumnitzera littorea.
3. Zona belakang, yaitu kawasan yang berbatasan dengan hutan darat. Jenis
tumbuhan yang biasanya muncul antara lain Achantus ebracteatus, A.
ilicifolius, Acrostichum aureum, A. speciosum. Jenis mangrove yang tumbuh
adalah Heritiera littolaris, Xylocarpus granatum, Excoecaria agalocha, Nypa
fruticans, Derris trifolia, Osbornea octodonta dan beberapa jenis tumbuhan
yang biasa berasosiasi dengan mangrove antara lain Baringtonia asiatica,
Cerbera manghas, Hibiscus tiliaceus, Ipomea pes-caprae, Melastoma
11
candidum, Pandanus tectorius, Pongamia pinnata, Scaevola taccada dan
Thespesia populnea.
Hutan mangrove juga dapat dibagi menjadi zonasi-zonasi berdasarkan
jenis vegetasi yang dominan, mulai dari arah laut ke darat sebagai berikut:
1. Zona Avicennia, terletak paling luar dari hutan yang berhadapan langsung
dengan laut. Zona ini umumnya memiliki substrat lumpur lembek dan kadar
salinitas tinggi. Zona ini merupakan zona pioner karena jenis tumbuhan yang
ada memilliki perakaran yang kuat untuk menahan pukulan gelombang, serta
mampu membantu dalam proses penimbunan sedimen.
2. Zona Rhizophora, terletak di belakang zona Avicennia. Substratnya masih
berupa lumpur lunak, namun kadar salinitasnya agak rendah. Mangrove pada
zona ini masih tergenang pada saat air pasang.
3. Zona Bruguiera, terletak di balakang zona Rhizophora dan memiliki substrat
tanah berlumpur keras. Zona ini hanya terendam pada saat air pasang tertinggi
atau 2 kali dalam sebulan.
4. Zona Nypa, merupakan zona yang paling belakang dan berbatasan dengan
daratan.
12
II.8 Kehidupan Mangrove Jenis Api-Api (Avicennia Marina) sebagai pengendali
terhadap pencemaran.
Pohon bakau jenis api-api (Avicennia marina) dapat mengakumulasi tembaga
(Cu), mangan (Mn), dan seng (Zn). Banus,1977 juga mengungkapkan bahwa
hipokotil pohon bakau (Avicennia marina) dapat mengakumulasi tembaga (Cu), besi
(Fe), dan seng (Zn). Kemampuan vegetasi mangrove dalam mengakumulasi logam
berat dapat dijadikan alternatif perlindungan perairan estuari, terutama di Pantai
Timur Surabaya terhadap pencemaran logam berat. Tumbuhan yang hidup di daerah
tercemar memiliki mekanisme penyesuaian yang membuat polutan menjadi nonaktif
dan disimpan di dalam jaringan tua sehingga tidak membahayakan pertumbuhan dan
kehidupan tumbuhan. Polutan tersebut akan memberi pengaruh jika dikeluarkan
melalui metabolisme jaringan atau jika tumbuhan tersebut dikonsumsi. Pemberian
polutan dapat merangsang kemampuannya untuk bertahan pada tingkat yang lebih
toksik.
Mangrove yang tumbuh di muara sungai merupakan tempat penampungan terakhir
bagi limbah-limbah yang terbawa aliran sungai, terutama jika jumlah limbah yang
masuk ke lingkungan estuari melebihi kemampuan pemurnian alami oleh badan
air.Tumbuhan memiliki kemampuan untuk menyerap ion-ion dari lingkungannya ke
13
dalam tubuh melalui membran sel. Dua sifat penyerapan ion oleh tumbuhan adalah:1)
faktor konsentrasi; kemampuan tumbuhan dalam mengakumulasi ion sampai tingkat
konsentrasi tertentu, bahkan dapat mencapai beberapa tingkat lebih besar dari
konsentrasi ion di dalam mediumnya,2) perbedaan kuantitatif akan kebutuhan hara
yang berbeda pada tiap jenis tumbuhan.Sel-sel akar tumbuhan umumnya
mengandung konsentrasi ion yang lebih tinggi daripada medium di sekitarnya.
Sejumlah besar eksperimen menunjukkan adanya hubungan antara laju pengambilan
ion dengan konsentrasi ion yang menyerupai hubungan antara laju reaksi yang
dihantarkan enzim dengan konsentrasi substratnya.Analogi ini menunjukkan adanya
barier khusus dalam membran sel yang hanya sesuai untuk suatu ion tertentu dan
dapat menyerap ion tersebut, sehingga pada konsentrasi substrat yang tinggi semua
barier berperan pada laju maksimum hingga mencapai laju pengambilan
jenuh.Tembaga (Cu) dalam konsentrasi tinggi atau rendah bersifat sangat toksik bagi
tumbuhan jika berada sebagai satu-satunya unsur dalam larutan. Sebagai fungisida
tembaga (Cu) digunakan dalam bentuk serbuk dan spray. Tembaga (Cu) juga
dibutuhkan oleh beberapa jenis tumbuhan sebagai elemen mikro yang berperan dalam
proses respirasi.Kadmium (Cd) termasuk dalam elemen stimulator tumbuhan pada
bagian tertentu. Elemen ini secara tidak langsung menguntungkan pertumbuhan
tumbuhan melalui peningkatan kemampuan elemen tertentu, melalui penurunan
konsentrasi substansi toksik atau dengan menjaga keseimbangan ion-ion dalam media
pertumbuhan. Mekanisme yang mungkin dilakukan oleh tumbuhan untuk
menghadapi konsentrasi toksik adalah:(a). Penanggulangan (ameliorasi); untuk
meminimumkan pengaruh toksin terdapat empat pendekatan:1.) lokalisasi
(intraseluler atau ekstraseluler); biasanya pada organ akar2.) ekskresi; secara aktif
melalui kelenjar pada tajuk atau secara pasif melalui akumulasi pada daun-daun tua
yang diikuti dengan pengguguran daun,3.) dilusi (melemahkan); melalui
pengenceran,4.) inaktivasi secara kimiaMekanisme pembentukan kompleks logam
sering dijumpai pada tumbuhan, seperti pada tembaga (Cu) yang biasanya mengalami
translokasi pembentukan kelat dengan asam-asam poliamino-polikarboksilik.(b).
14
toleransi; tumbuhan mengembangkan sistem metabolik yang dapat berfungsi pada
konsentrasi toksikJenis-jenis tumbuhan yang mampu bertahan terhadap ion-ion toksik
memiliki mekanisme berlapis (multilayered).Dari hasil penelitian Terhadap
kandungan Logam Berat Kadmium (Cd), Tembaga (Cu) terhadap jenis Api-Api yang
dilakukan oleh Daru Setyo Rini S. Si (Peneliti Madya Lembaga Kajian Ekologi dan
Konservasi Lahan Basah-ECOTON) menunjukkan hasil yang sebagai berikut di
mana:
1. Pohon api-api (Avicennia marina) di Muara Kali Wonokromo mengandung
tembaga (Cu) paling tinggi di bagian akar yaitu 11,5319 mg/gram, diikuti dalam
batang sebesar 3,7552 mg/gram dan daun sebesar 2,1142 mg/gram, sedangkan
kandungan kadmium (Cd) di bagian akar sebesar 8,6387 mg/gram, di bagian batang
sebesar 2,6825 mg/gram dan bagian daun sebesar 1,2138 mg/gram.
Oleh karena itu, keseimbangan ekologi lingkungan perairan pantai akan tetap terjaga
apabila keberadaan mangrove dipertahankan karena mangrove dapat berfungsi
sebagai biofilter, agen pengikat dan perangkap polusi. Mangrove juga merupakan
tempat hidup berbagai jenis gastropoda, kepiting pemakan detritus, dan bivalvia
pemakan plankton sehingga akan memperkuat fungsi mangrove sebagai biofilter
alami. Berbagai jenis ikan baik yang bersifat herbivora, omnivora maupun karnivora
hidup mencari makan di sekitar mangrove terutama pada waktu air pasang.
15
DAFTAR PUSTAKA
Aluri, R.J. 1990. Observations on the floral biology of certain mangroves.
Proceedings of the Indian National Science Academy, Part B, Biological Sciences, 56
(4) : 367‐374
Anonim. 1997. National Strategy for Mangrove Management in Indonesia. Volume
1: Strategy and Action Plan. Volume 2: Mangrove in Indonesia Current Status.
Jakarta: Office of the Minister of Environment, Departement of Forestry, Indonesian
Institute of Science, Department of Home Affairs, and The Mangrove Foundation
Dahuri R, J. Rais, S.P.Ginting dan M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya
Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: P.T. Saptodadi
Duke, N.C. 2006. Australia’s Mangroves: The authoritative guide to Australia’s
mangrove plants. Brisbane: University of Queensland
Jayatissa, L.P., F. Dahdouh-Guebas, and N. Koedam. 2002. A revi-ew of the floral
composition and distribution of mangroves in Sri Lanka. Botanical Journal of the
Linnean Society 138: 29-43
Kairo, J.G., F Dahdouh-Guebas, J. Bosire, and N. Koedam. 2001. Restoration and
management of mangrove systems — a lesson for and from the East African region.
South African Journal of Botany 67: 383-389
Kartawinata, K. 1979. Status pengetahuan hutan bakau di Indonesia. Prosiding
Seminar Ekosistem Hutan Mangrove. Jakarta: MAP LON LIPI
Noor, Rusila Yus. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Bogor :
PHKA/WI-IP, Bogor
16
Nybakken, J.W. 1993. Marine Biology, An Ecological Approach. Third edition. New
York: Harper Collins College Publishers
Ong, J.E. 2002. The hidden costs of mangrove services: use of mangroves for shrimp
aquaculture.International Science Round Table for the Media, Bali Indonesia, 4 June
2002. Joint event of ICSU, IGBP, IHDP, WCRP, DIVERSITAS and START
Soemodihardjo, S. and L. Sumardjani. 1994. Re-afforestation of mangrove forests in
Indonesia. Proceeding of the Workshop on ITTO Project. Bangkok, 18-20 April 1994
Spalding, M., F. Blasco, and C. Field. 1997. World Mangrove Atlas. Okinawa:
International Society for Mangrove Ecosystems
Steenis, C.G.G..J. van. 1958. Ecology of mangroves. In Flora Malesiana. Djakarta:
Noordhoff-Kollf
Tomlinson, C.B. 1986. The Botany of Mangroves. Cambridge: Cambridge University
Press
Walsh, G.E. 1974. Mangroves: a review. In Reimold, R.J., and W.H. Queen
(ed.). Ecology of Halophytes. New York: Academic Press
Widodo, H. 1987. Mangrove hilang ekosistem terancam. Suara Alam49: 11-15
Wijayanti, E.D. 2008. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Api-api (Avicennia
marina) Terhadap Resorpsi Embrio, Berat Badan dan Panjang Badan Janin Mencit
(Mus Musculus). Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Vol. 1 – No. 1 /
January-2008
17
Recommended