BIODIVERSITAS KUMBANG KOPROFAGUS DI LAHAN
PERTANIAN ORGANIK DAN NON-ORGANIK
HANNA LATIFA
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Biodiversitas Kumbang
Koprofagus di Lahan Pertanian Organik dan Non-organik adalah benar karya saya
dengan arahan dan bimbingan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada institusi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan daftar pustaka di skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Hanna Latifa
NIM G34100044
ABSTRAK
HANNA LATIFA. Biodiversitas Kumbang Koprofagus di Lahan Pertanian Organik
dan Non-organik. Dibimbing oleh TRI ATMOWIDI dan WORO A. NOERDJITO.
Kumbang koprofagus berperan penting dalam dekomposisi bahan organik.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan menganalisis keanekaragaman dan
kelimpahan kumbang koprofagus di lahan pertanian organik dan non-organik.
Penelitian dilaksanakan di lahan pertanian organik Bina Sarana Bakti dan non-
organik Seruni yang keduanya terletak di Cisarua, Jawa Barat. Dua puluh dung trap
dipasang di setiap lahan pertanian organik dan lahan pertanian non-organik, pada
pertanaman jagung, wortel, kol, dan bawang daun. Dari penelitian ini dikoleksi 15
spesies (610 individu) kumbang koprofagus yang termasuk dalam 2 famili, yaitu
Scarabaeidae dan Aphodiidae. Kumbang koprofagus yang ditemukan di lahan
pertanian organik (389 individu, 13 spesies) lebih banyak dibandingkan dengan di
lahan pertanian non-organik (221 individu, 10 spesies). Di kedua lahan pertanian
tidak menunjukkan dominansi spesies kumbang koprofagus (C <0,5). Spesies yang
paling banyak ditemukan pada lahan pertanian organik adalah Copris reflexus (49%),
sedangkan pada lahan non-organik adalah Onthopagus pauper (52%). Kesamaan
spesies kumbang di lahan pertanian organik dan non-organik sebesar 67%.
Kata kunci: Kumbang koprofagus, lahan pertanian organik, lahan pertanian non-
organik.
ABSTRACT
HANNA LATIFA. Biodiversity of Coprophagous Beetles in Organic and Non-
organic Farms. Supervised by: TRI ATMOWIDI and WORO A. NOERDJITO.
Coprophagous beetle has important role in decomposition of organic
materials. This research aimed to study and analyze the diversity and abundance of
coprophagous beetles in organic and non-organic farms. Coprophagous beetles
were collected in organic farm of Bina Sarana Bakti and non-organic farm of Seruni
in Cisarua, West Java. In each location, twenty dung traps were set up in corn plants,
carrot plants, cabbage plants, and onion plants. Totally, 15 species (610 individuals)
of coprophagous beetles belonging to two families i.e Scarabaeidae and Aphodiidae
were collected. Coprophagous beetles in organic farms (389 individuals, 13 species)
more divers than that in non-organic farms (221 individuals, 10 species). There was
no dominant species in both of locations (C < 0,5). The most dominant species in
organic farm was Copris reflexus (49%) and in non-organic farm was Onthopagus
pauper (52%). Beetles similarity in organic and non-organic farm was 67%.
Keyword: Coprophagous beetles, organic farm, non-organic farm
BIODIVERSITAS KUMBANG KOPROFAGUS DI LAHAN
PERTANIAN ORGANIK DAN NON-ORGANIK
HANNA LATIFA
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Sains
pada
Departemen Biologi
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul : Biodiversitas Kumbang Koprofagus di Lahan Pertanian Organik dan
Non-organik
Nama : Hanna Latifa
NIM : G34100044
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Dr. Ir. Iman Rusmana, M.Si.
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
Prof. Dr. Woro. A. Noerdjito
Pembimbing 2
Dr. Tri Atmowidi, M.Si.
Pembimbing I
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kuasa-Nya Penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Biodiversitas Kumbang Koprofagus
di Lahan Pertanian Organik dan Non-organik” yang merupakan syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Sains di Departemen Biologi, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Tri Atmowidi, M.Si. dan Prof. Dr.
Woro A. Noerdjito selaku pembimbing. Terima kasih juga disampaikan kepada
keluarga penulis Hendro Subekti, Nina Safrida HSB, Rizkiana Anggayuhlin, atas
kasih sayang dan bantuan material, seluruh teman-teman biologi 47, keluarga IAAS,
serta rekan-rekan penulis atas segala dukungan dan bantuan kepada penulis. Selain
itu, penghargaan penulis sampaikan kepada staf Laboratorium Entomologi Bidang
Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cibinong yang telah membantu di dalam
proses identifikasi dalam penelitian ini, dan kepada pihak perkebunan Bina Sarana
Bakti dan Perkebunan Seruni.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Namun, Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat
menambah khazanah keilmuan bagi pembaca.
Bogor, Juli 2014
Hanna Latifa
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
METODE PENELITIAN 2
Waktu dan Tempat 2
Pengoleksian Sampel 2
Preservasi Spesimen Kumbang 3
Identifikasi Kumbang 3
Analisis Data 3
HASIL 4
PEMBAHASAN 9
SIMPULAN 11
DAFTAR PUSTAKA 12
RIWAYAT HIDUP 14
LAMPIRAN 15
DAFTAR TABEL
1. Data lingkungan di lahan pertanian organik dan non-organik saat pengam-
bilan sampel kumbang
5
2. Jumlah individu dan spesies kumbang koprofagus dikoleksi dari lahan per-
tanian organik dan non-organik
6
DAFTAR GAMBAR
1. Cara pemasangan dung trap dan lahan pertanian sebagai lokasi penelitian 3
2. Spesimen kumbang koprofagus yang disimpan dalam kotak serangga. 3
3. Pupuk berupa kotoran ayam yang digunakan di lahan pertanian organik. 4
4. Penggunaan bahan penunjang praktik pertanian di lahan pertanian non-
organik.
5
5. Indeks similaritas Sorensen (Is) kuantitatif kumbang koprofagus di lahan
pertanian organik dan non-organik.
6
6. Kumbang di lahan pertanian: Aphodius marginellus, Copris reflexus,
Catharsius mollosus, Onthopagus tritube, Onthopagus babirusa,
Onthopagus pauper, Onthopagus javanus, Onthopagus variolaris.
7
7. Kumbang di lahan pertanian: Onthopags lilliputanus, Onthopagus tricolor,
Onthopagus pygidialis, Onthopagus deflexicollis, Onthopagus sp1.,
Onthopagus sp2., Onthopagus sp3..
8
DAFTAR LAMPIRAN
.
1. Deskripsi morfologi spesies kumbang koprofagus 16
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kumbang termasuk ordo Coleoptera yang dibedakan dengan ordo lain
pada kelas insekta berdasarkan adanya sepasang sayap depan keras (elytra)
sebagai pelindung dari sayap belakang yang tipis dan lunak. Kumbang koprofagus
dibedakan dengan kumbang lainnya berdasarkan bentuk tubuhnya yang cembung,
bulat telur, atau memanjang, tarsi 5 ruas, antena 8-11 ruas, tiga ruas terakhir
antena umumnya membesar membentuk gada dengan ujung padat, tibia pasangan
tungkai depan membesar dengan bagian pinggir luar bergerigi atau berlekuk
(Boror et al. 1989).
Kumbang koprofagus dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan
perilakunya, yaitu tunnelers, dwellers, dan rollers. Kumbang tunnelers membawa
kotoran ke dalam terowongan (tunnel) yang dibuatnya. Kotoran digunakan
sebagai bahan pakan dan tempat meletakkan telur. Contoh spesies kumbang
tunnelers adalah Phanaeus vindex dan Onthopagus sp. Kumbang dwellers
memakan kotoran dan meletakkan telur di atas permukaan atau dekat dengan
kotoran. Kumbang koprofagus yang termasuk dwellers adalah Aphodius sp.
Kumbang rollers (Canthon sp.) membuat gumpalan bola dari kotoran yang akan
dibawa ke sarang yang jauh dari asal kotoran. Kumbang rollers dapat
meningkatkan kesuburan tanah dengan meningkatkan kandungan zat organik
tanah dan mengurangi polusi dari limbah organik (Bertone et al. 2004).
Studi tentang kumbang koprofagus di Indonesia masih sangat terbatas,
terutama di lahan pertanian. Krikken dan Huijbregts (2008) melaporkan di Taman
Nasional Dumoga-Bone, Sulawesi Utara terkoleksi 39 spesies Scarabaeidae, 77%
diantaranya adalah genus Onthophagus dan spesies lainnya anggota famili
Aphodiidae (4 spesies), Geotrupidae (2 spesies), Hybosoridae (1 spesies), dan
Silphidae (4 spesies). Kahono dan Setiadi (2007) mengoleksi 28 spesies kumbang
koprofagus di Taman Nasional Gede Pangrango, yang terdiri dari genus
Onthopagus (21 spesies), Copris (3 spesies), Paragymnopleurus (2 spesies),
Catharsius (1 spesies), dan Phacosoma (1 spesies). Kumbang Onthopagus
merupakan genus yang mempunyai keanekaragaman tertinggi. Noerdjito (2009)
mengoleksi 15 spesies kumbang kotoran di Taman Nasional Gunung Ciremai,
Jawa Barat.
Studi keanekaragaman kumbang koprofagus di lahan pertanian perlu
dilakukan mengingat peran kumbang koprofagus dapat meningkatkan kesuburan
tanah. Hanski dan Krikken (1991) melaporkan kumbang koprofagus merupakan
dekomposer penting terkait dengan siklus nutrisi, penyebar benih, dan sebagai
predator lalat. Kumbang koprofagus di lahan pertanian dapat dijadikan sebagai
indikator kesuburan tanah (Andresen 2001). Penggunaan pupuk dan insektisida
kimia pada lahan pertanian non-organik dapat mengganggu keseimbangan alam
dan diduga berpengaruh pada keanekaragaman dan kelimpahan spesies kumbang
koprofagus. Berbeda dengan lahan pertanian non-organik, lahan pertanian organik
tidak menggunakan bahan kimia dalam kegiatan pengolahan lahan maupun dalam
pengendalian hama, sehingga diduga jumlah individu dan spesies kumbang
koprofagus lebih banyak.
2
Keanekaragaman spesies kumbang koprofagus dipengaruhi oleh berbagai
faktor lingkungan, terutama tipe vegetasi, tanah, dan kotoran (Davis et al. 2001).
Doube (1983) melaporkan bentuk kanopi tumbuhan dan tipe tanah juga
berpengaruh terhadap spesies dan aktivitas kumbang koprofagus. Keberadaan
kumbang koprofagus dipengaruhi oleh ketinggian habitat, kondisi habitat, dan
struktur komunitas, terutama dari hewan vertebrata yang ada di habitat tersebut
(Noerdjito 2009).
Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan menganalisis
keanekaragaman dan kelimpahan kumbang koprofagus di lahan pertanian organik
dan non-organik.
Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi keanekaragaman dan
kelimpahan kumbang koprofagus pada lahan pertanian organik dan non-organik.
Data spesies dan kelimpahan yang didapat diharapkan dapat digunakan sebagai
indikator kesuburan tanah dan monitoring perubahan ekosistem yang terjadi.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan mulai bulan November 2013 - April 2014.
Pengambilan sampel dilakukan di lahan pertanian organik Bina Sarana Bakti dan
lahan pertanian non-organik Seruni milik Hotel Seruni di kawasan Cisarua, Bogor,
Jawa Barat. Identifikasi kumbang koprofagus dilakukan di Laboratorium
Entomologi, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi-LIPI, Cibinong, Bogor.
Pengoleksian Sampel
Pengoleksian sampel dilakukan pada bulan November - Desember 2013.
Kumbang dikoleksi dengan menggunakan dung trap. Dung trap berupa kotoran
segar manusia seukuran ibu jari yang dibungkus dengan kain kasa dan digantung
setinggi 3 cm di atas wadah pengumpul (volume = 400 ml). Sepertiga dari wadah
pengumpul diisi cairan preservasi dengan komposisi 1 liter air ditambahkan 3
sendok makan sabun cair dan 3 sendok makan garam (Gambar 1a) (Kahono dan
Setiadi 2007). Dung trap dipasang pada pertanaman jagung, wortel, bawang daun,
dan kol dengan luasan sekitar 600m2
yang ada di lahan organik dan non-organik
(Gambar 1b). Pada setiap pertanaman, dipasang 5 dung trap selama 72 jam dan
sampel kumbang diambil setiap 24 jam. Di setiap lokasi, pengambilan sampel
kumbang dilakukan dengan 3 ulangan. Pengukuran data lingkungan, yaitu curah
hujan, suhu, kelembaban, dan kondisi tanah dilakukan setiap hari selama
pengoleksian kumbang.
3
Preservasi Spesimen Kumbang
Pengawetan spesimen kumbang dilakukan secara basah dan kering.
Pengawetan basah dilakukan dengan merendam spesimen kumbang dalam alkohol
70%. Pengawetan kering dilakukan dengan mengoven kumbang selama 7 hari
pada suhu 400C. Sebelumnya, kumbang dipin dan diberi label, nomor, dan
keterangan tempat pengambilan sampel. Spesimen kumbang selanjutnya disimpan
dalam kotak serangga (Gambar 2).
Identifikasi Kumbang
Identifikasi kumbang berdasarkan Borror et al. (1989) sampai tingkat
famili dan Arrow (1991), Balthasar (1963) sampai tingkat spesies. Spesimen
kumbang juga diverifikasi dengan membandingkan dengan spesimen acuan
koleksi Museum Zoologicum Bogoriense (MZB) LIPI, Cibinong, Bogor.
Analisis Data Kumbang yang telah diidentifikasi selanjutnya dideskripsi. Data kumbang
dianalisis dengan menghitung indeks keanekaragaman Shannon (H`), evennes atau
kemerataan Shannon (E), Dominansi (C), dan Similaritas Sorensen kuantitatif (Is)
(Marguran 1988), dengan rumus sebagai berikut:
(a) (b)
Gambar 2 Spesimen kumbang koprofagus yang disimpan dalam kotak serangga.
Gambar 1 Cara pemasangan dung trap (a) dan lahan pertanian sebagai lokasi
penelitian (b).
4
H` = -ΣPiLnPi
E =H`
Ln S
C = ΣPi2
IS = 2jn
(aN +bN )
HASIL
Lahan pertanian organik Bina Sarana Bakti dan lahan non-organik Seruni
yang digunakan sebagai lokasi pengambilan sampel kumbang terletak di
Kecamatan Cisarua, Jawa Barat pada ketinggian 800-1000 mdpl. Kedua lahan
beriklim tropis basah dengan suhu udara berkisar antara 230-25
0C. Lahan
pertanian Bina Sarana Bakti terletak di kawasan Cisarua (6041’17.16”S
106056’59.86”E) merupakan lahan pertanian organik yang menggunakan bahan
organik dalam semua tahapan praktik pertaniannya. Pupuk yang digunakan di
lahan pertanian organik berupa pupuk kotoran ayam yang telah melalui proses
pengomposan (Gambar 3). Insektisida yang digunakan terbuat dari bahan alami
seperti siung bawang putih, daun sirsak, dan bunga tagetes. Pemberian insektisida
dilakukan pada awal penanaman dan dilanjutkan berdasarkan pengamatan ada
atau tidaknya hama.
Lahan pertanian non-organik Seruni terletak di kawasan Cisarua
(6041’54.47”S 106
057’10.06”E). Lahan pertanian ini menggunakan bahan kimia
sebagai bahan penunjang dalam praktik pertaniannya. Bahan kimia digunakan
dalam pemupukan dan penyemprotan hama (Gambar 4a). Pupuk dasar yang
digunakan adalah pupuk dari kotoran sapi (Gambar 4b), sedangkan pupuk kimia
tambahan berupa kristal atau cairan yang disemprotkan. Penggunaan insektisida
dilakukan dengan dosis dan jenis yang berbeda, tergantung spesies tanaman dan
tingkat infeksi hama.
Keterangan:
Pi = ni
N
ni = total individu spesies i
N = total individu
S = total spesies
jn = total individu yang jumlahnya lebih
sedikit dari kedualokasi
aN = total individu di lokasi a
bN = total individu di lokasi b
Gambar 3 Pupuk berupa kotoran ayam yang digunakan di lahan pertanian organik.
5
Suhu udara rata-rata di lahan pertanian organik sebesar 26,830C dan di lahan
pertanian non-organik sebesar 25,110C. Intensitas cahaya dan kelembaban di
lahan organik adalah 14,14 67 lux dan 63,67% dan di lahan non-organik sebesar
1408,67 lux dan 64,23%. Keasaman tanah di lahan organik sebesar 7 dan di lahan
non-organik sebesar 6,6 (Tabel 1).
Keterangan: Nilai merupakan rataan dari pengambilan data lingkungan setiap hari selama
pengoleksian sampel, angka di dalam kurung merupakan nilai minimun dan
maksimum terukur.
Selama pengambilan sampel, di lahan pertanian organik dan non-organik
didapatkan 610 individu kumbang koprofagus yang termasuk dalam 2 famili,
yaitu Scarabaeidae (subfamili Coprinae) dan famili Aphodiidae (subfamili
Aphodinae) (Tabel 2). Dari 2 tipe lahan pertanian tersebut didapatkan 15 spesies
kumbang (Gambar 6 dan 7).
Nilai keanekaragaman tertinggi di lahan organik ditemukan pada
pertanaman kol sebesar 1,66 dan nilai terendah di lahan non-organik pada
pertanaman kol sebesar 0,85. Di lahan pertanian organik didapatkan 389 individu
(13 spesies), sedangkan di lahan non organik didapatkan 221 individu (10 spesies).
Jumlah individu terbanyak pada pertanaman jagung di kedua lahan, organik (127
individu) dan non-organik (72 individu). Jumlah individu terendah pada
pertanaman bawang daun di kedua lahan, organik (74 individu) dan non-organik
(28 individu) (Tabel 2).
Kesamaan spesies kumbang di lahan pertanian organik dan non-organik
sebesar 67%. Similaritas terbesar 89% didapatkan pada pertanaman jagung. Pada
pertanaman wortel, similaritas kumbang sebesar 64%, pada pertanaman kol
sebesar 53%, dan pada pertanaman bawang daun sebesar 51% (Gambar 5).
Lahan Suhu udara Intensitas cahaya RH Curah hujan pH
Pertanian (0C) (Lux) (%) (mm/hari)
Organik 26,83
(25,4-27,9) 1414,67
(1402-1429) 63,67
(62,2-64,5) 20
(4-56) 7
(6,9-7,2)
Non-organik 25,11
(25,3-24,9) 1408,67
(1397-1420) 64,23
(62,8-65,2) 20
(4-56) 6,6
(6,5-7)
(a) (b)
Tabel 1 Data lingkungan di lahan pertanian organik dan non-organik saat pengam-
bilan sampel kumbang
Gambar 4 Penggunaan bahan penunjang praktik pertanian di lahan pertanian non-organik
berupa pupuk dan insektisida kimia (a) dan pupuk kotoran sapi (b).
6
Keterangan: J:pertanaman jagung, W: pertanaman wortel, K: pertanaman kol, BD: pertanaman
bawang daun, H’: indeks keanekaragaman Shannon, E: Evennes atau kemerataan
Shannon, C: dominansi.
0.67
0.89
0.64
0.53 0.51
Famili (Subfamili) Lahan organik Lahan non-organik Total
Spesies J W K BD Σ ind. J W K BD Σ ind.
Ind.
Aphodiidae (Aphodinae)
Aphodius marginelus 0 2 1 1 4 0 0 0 0 0 4
Scarabaeidae (Coprinae)
Copris reflexus 79 49 35 27 190 22 20 10 7 59 249
Catharsius mollosus 0 0 0 0 0 2 4 0 0 6 6
Onthopagus trituber 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1
Onthopagus babirusa 8 3 9 4 24 7 0 0 1 8 32
Onthopagus pauper 34 20 35 33 122 32 21 51 13 117 239
Onthopagus javanus 0 1 3 1 5 0 0 0 0 0 5
Onthopagus lilliputanus 0 4 12 3 19 4 4 1 1 10 29
Onthopagus variolaris 0 1 2 4 7 5 0 0 4 9 16
Onthopagus tricolor 1 3 4 0 8 0 0 0 0 0 8
Onthopagus pygidialis 0 0 0 0 0 0 0 0 2 2 2
Onthopagus deflexicollis 1 0 0 0 1 0 0 4 0 4 5
Onthopagus sp1. 1 2 2 1 6 0 0 0 0 0 6
Onthopagus sp2. 1 0 0 0 1 0 3 0 0 3 4
Onthopagus sp3. 1 0 0 0 1 0 0 3 0 3 4
Total individu 127 85 103 74 389 72 52 69 28 221 610
Total spesies 8 9 11 8 13 6 5 5 6 10 15
H’ 1,12 1,32 1,66 1,39 1,4 1,4 1,33 0,85 1,4 1,42
E 0,51 0,6 0,69 0,67 0,55 0,78 0,83 0,57 0,78 0,62
C 0,46 0,26 0,26 0,34 0,34 0,31 0,33 0,57 0,3 0,37
Tabel 2 Jumlah individu dan spesies kumbang koprofagus yang dikoleksi dari lahan
pertanian organik dan non-organik
O- No J W K BD
Gambar 5 Indeks similaritas Sorensen (Is) kuantitatif kumbang koprofagus di
lahan pertanian organik dan non-organik pada masing-masing
pertanaman. O-No: organik- non-organik, J: jagung, W: wortel, K: kol,
BD: bawang daun.
7
m n o p
Gambar 6 Kumbang koprofagus di lahan pertanian: Aphodius marginellus (a=
dorsal, b= ventral), Copris reflexus (c= dorsal, d= ventral), Catharsius
mollosus (e= dorsal, f= ventral), Onthopagus trituber (g= dorsal, h=
ventral), Onthopagus babirusa (i= dorsal, j= ventral), Onthopagus
pauper (k= dorsal, l= ventral), Onthopagus javanus (m= dorsal, n=
ventral), Onthopagus variolaris (o= dorsal, p= ventral).
e f g h
a b c d
i j k l
2,07 mm 1,87 mm 2,31 mm 2,53 mm
9,33 mm 10,37 mm 2,20 mm 2,20 mm
2,00 mm 2,67 mm 2,78 mm 2,13 mm
1,90 mm 1,90 mm 1,86 mm 1,86 mm
8
i j k l
e f g h
a b c d
m n
Gambar 7 Kumbang koprofagus di lahan pertanian Onthopags lilliputanus (a=
dorsal, b= ventral), Onthopagus tricolor (c= dorsal, d= ventral),
Onthopagus pygidialis (e= dorsal, f= ventral), Onthopagus
deflexicollis (g= dorsal, h= ventral), Onthopagus sp1. (i= dorsal, j=
ventral), Onthopagus sp2. (k= dorsal, l= ventral), Onthopagus sp3.
(m= dorsal, n= ventral).
0,86 mm 0,86 mm 2,03 mm 2,03 mm
2,14 mm 2,21 mm 2,00 mm 2,07 mm
2,33 mm 2,43 mm 1,50 mm 1,62 mm
1,73 mm 1,88 mm
9
PEMBAHASAN
Data lingkungan berupa suhu udara, intensitas cahaya, kelembaban udara,
dan curah hujan di kedua lahan pertanian, selama pengambilan sampel kumbang
tidak menunjukkan perbedaan yang besar (Tabel 1).
Jumlah individu dan spesies kumbang di lahan pertanian organik (389
individu, 13 spesies) lebih banyak dibandingkan di lahan pertanian non-organik
(221 individu, 10 spesies). Berdasarkan hasil perhitungan, nilai keanekaragaman
kumbang koprofagus di lahan pertanian organik sebesar 1,4 dan di lahan non-
organik sebesar 1,42 (Tabel 2). Nilai yang tidak jauh berbeda ini kemungkinan
karena pengambilan sampel di kedua lahan pertanian dilakukan pada waktu yang
sama dan data lingkungan yang tidak jauh berbeda (Tabel 1). Noerdjito (2009)
melaporkan waktu koleksi dan keadaan habitat mempengaruhi keragaman
kumbang koprofagus.
Secara umum, di lahan pertanian organik dan non-organik tidak terjadi
dominansi kumbang (C < 0,5). Spesies kumbang yang paling banyak ditemukan
pada lahan organik adalah Copris reflexus (190 individu) dan Onthopagus pauper
(122 individu), sedangkan pada lahan non-organik adalah O. pauper (117
individu). Pada analisis dominansi per tanaman, di lahan organik dan non-organik
tidak terjadi dominansi, kecuali pada pertanaman kol di lahan non-organik yang
memiliki nilai dominansi sebesar 0,57. Kumbang yang paling banyak ditemukan
pada pertanaman kol di lahan non-organik adalah O. pauper (51 individu) (Tabel
2).
Banyaknya pohon dan adanya hutan wisata di dekat lahan pertanian non-
organik menjadikan lahan tersebut lebih teduh, sehingga kotoran tidak cepat
kering. Kotoran yang lebih lembab lebih disukai oleh kumbang koprofagus
(Hanski dan Cambefort 1991). Hutan wisata sebagai habitat satwa, seperti tupai,
monyet, dan burung juga mengindikasikan banyaknya kotoran hewan sebagai
pakan kumbang koprofagus. Hal ini sesuai dengan laporan Andresen (2003),
kumbang koprofagus banyak ditemukan di daerah hutan yang lebih alami
dibanding dengan lahan yang sudah terdegradasi. Menurut Hanski dan Cambefort
(1991), banyaknya kotoran pada suatu daerah akan mempengaruhi keberadaan
kumbang koprofagus.
Pada pertanaman jagung di kedua lahan pertanian, paling banyak ditemukan
kumbang koprofagus (127 individu di lahan organik dan 72 individu di lahan non-
organik). Nilai indeks keanekaragaman kumbang pada pertanaman jagung di
lahan pertanian organik ialah 1,12 dan di lahan pertanian non-organik ialah 1,4.
Tanaman jagung memiliki daun yang lebar dan jarak tanam yang rapat. Pada
pertanaman jagung, juga terdapat gulma. Hal ini membuat lahan pertanaman
jagung lebih tertutup dan teduh. Doube (1983) melaporkan bahwa di daerah yang
tertutup ditemukan spesies kumbang koprofagus lebih banyak dari pada daerah
padang rumput.
Pada pertanaman wortel di lahan organik ditemukan 85 individu (9
spesies) kumbang koprofagus dengan nilai keanekaragaman sebesar 1,32. Di
lahan non-organik ditemukan 52 individu (5 spesies) kumbang koprofagus dengan
nilai keanekaragaman 1,33. Pemakaian pupuk dan insektisida di lahan non-
organik dapat mempengaruhi kumbang koprofagus.
10
Keanekaragaman kumbang koprofagus paling tinggi pada pertanaman kol
di lahan pertanian organik (H’= 1,66) dengan jumlah individu 103. Selain tertarik
pada aroma kotoran dari umpan dung trap dan dari pupuk kandang, kumbang
koprofagus kemungkinan tertarik aroma khas berupa senyawa sekunder yang
dihasilkan tanaman kol. Pemakaian insektisida nabati pada pertanaman kol di
lahan organik, kemungkinan tidak mengganggu kehidupan kumbang koprofagus.
Pada pertanaman kol di lahan non-organik, nilai keanekaragaman
kumbang paling rendah (H’= 0,85). Pemberian insektisida pada pertanaman kol
dilakukan dengan cara penyemprotan. Tanaman kol yang rendah menyebabkan
insektisida yang diberikan dengan penyemprotan mengenai umpan maupun pupuk
kandang. Spesies kumbang kotoran yang kuat dan mampu beradaptasi yang dapat
ditemukan di lahan non-organik. Formulasi insektisida tidak berpengaruh besar
terhadap kumbang koprofagus, kecuali jika insektisida terkena langsung pada
kotoran yang dikonsumsi oleh kumbang koprofagus (Bertone et al. 2004).
Jumlah individu kumbang paling sedikit ditemukan pada pertanaman
bawang daun (74 individu di lahan pertanian organik dan 28 individu di lahan
pertanian non-organik). Nilai keanekaragaman kumbang pada pertanaman bawang
daun di lahan organik dan non-organik sebesar 1,39 dan 1,40. Jumlah individu
yang rendah pada pertanaman bawang daun di lahan non-organik kemungkinan
disebabkan pemberian insektisida yang dilakukan dengan penyemprotan.
Tanaman bawang daun yang rendah menyebabkan insektisida semprot mengenai
kotoran sebagai pakan kumbang koprofagus. Kurangnya daerah naungan di
pertanaman bawang daun, menyebabkan kotoran akan lebih cepat kering dan tidak
disukai olah kumbang koprofagus.
Onthopagus sp. dan Copris reflexus merupakan kumbang koprofagus tipe
tunnelers. Bertone (2006) melaporkan spesies kumbang tunnelers dapat
mempengaruhi siklus nutrisi dan kesuburan tanaman. Perilaku mengambil kotoran,
kemudian membenamkan kotoran di dalam terowongan membantu pembusukan
dan degradasi kotoran.
Copris reflexus (panjang 8,1 mm) dan O. pauper (panjang 6,4 mm)
merupakan kumbang yang berukuran tubuh besar. Ditemukannya kedua spesies
kumbang tersebut di lahan organik mengindikasikan daur materi yang cepat. Pada
lahan non-organik, O. pauper ditemukan lebih sedikit dibandingkan di lahan
organik, tetapi ditemukan juga Catharsius mollosus (6 individu) dengan ukuran
tubuh besar (28 mm), sehingga menunjukkan cepatnya daur hara. Shahabuddin et
al. (2008) melaporkan ukuran dan biomassa kumbang lebih berpengaruh dalam
proses dekomposisi kotoran dan penyuburan tanah dibandingkan dengan jumlah
individu kumbang. Klarifikasi spesies dan biomassa kumbang masih perlu
dilakukan untuk dapat menyimpulkan kualitas kesuburan di lahan pertanian
organik dan non-organik karena aktivitas kumbang. Setiap spesies kumbang
memiliki tingkat kesensitifan terhadap perubahan lingkungan yang berbeda. Sifat
ini mempengaruhi kumbang dalam memilih habitat.
Kumbang O.pauper banyak ditemukan di lahan pertanian organik dan
non-organik. Hanski dan Cambefort (1991) melaporkan Onthopagus sp.
merupakan kumbang yang bersifat universal dan lebih mudah beradaptasi dengan
perubahan lingkungan. Kumbang Onthopagus sp. merupakan kumbang tunnelers
sehingga lebih banyak ditemukan dalam kotoran. Kumbang tunnelers membuat
11
sarang di dalam terowongan dalam kotoran, sehingga kehidupan kumbang ini
tidak terlalu terpengaruh oleh kondisi lingkungan.
Kumbang C. reflexus mempunyai ukuran tubuh relatif besar (panjang 8,1
mm). Spesies ini memiliki jumlah individu paling banyak di lahan pertanian
organik (190 individu). Pada lahan non-organik hanya ditemukan 59 individu
spesies C. reflexus. Jankielson et al. (2001) melaporkan kumbang koprofagus
dengan ukuran tubuh besar lebih sensitif terhadap perubahan lingkungan. Jumlah
individu C. reflexus sedikit ditemukan di lahan non-organik. Hal ini kemungkinan
karena pengaruh pemberian bahan kimia yang menyebabkan tanah lebih asam
(Tabel 1). Tingkat keasaman tanah yang rendah menjadi indikator ketidaksuburan
tanah (Yamani 2010).
Kumbang A. marginellus (famili Aphodiidae) hanya ditemukan di lahan
organik. Spesies kumbang ini bersifat dwellers yang memakan kotoran dan
umumnya meletakkan telur di kotoran dan tidak membuat sarang (Hanski dan
Cambefort 1991). Kumbang ini memanfaatkan kotoran sebagai tempat hidup larva.
Oleh karena itu, kumbang A. marginellus lebih sensitif terhadap perubahan
lingkungan. Penggunaan bahan kimia, seperti pupuk dan insektisida, berpengaruh
terhadap kumbang Aphodius sp. Bertone et al. (2004) menyatakan kumbang
Aphodius sp. merupakan kumbang yang sensitif terhadap perubahan lingkungan.
Di lahan non-organik ditemukan C. mollosus yang memiliki ukuran tubuh
paling besar (panjang 28 mm) dari semua kumbang koprofagus yang terkoleksi.
Keberadaan C. mollosus di lahan pertanian non-organik kemungkinan karena
kumbang tertarik pada pupuk kandang berupa kotoran sapi yang digunakan
sebagai pupuk dasar. Kotoran sapi mempunyai ukuran relatif besar, bertekstur
halus, dan lebih beraroma dan mengandung mikroba dan nematoda (Vulinuc
2000). Errousi et al. (2004) melaporkan kumbang dengan ukuran besar akan
membutuhkan kotoran yang berukuran besar. Adanya hutan wisata kemungkinan
menyebabkan ditemukannya kumbang Catharsius sp. di lahan non-organik.
Kahono dan Setiadi (2007) melaporkan Catharsius sp. banyak ditemukan di
daerah hutan dengan keadaan yang lebih alami dibandingkan dengan lahan yang
sudah terdegradasi.
Kesamaan spesies kumbang di lahan organik dan non-organik sebesar 67%.
Indeks kesamaan Sorensen menekankan banyaknya spesies yang ditemukan pada
kedua lokasi (Marguran 1988). Kesamaan spesies kumbang paling tinggi pada
pertanaman jagung (89%), diikuti wortel (64%), kol (53%), dan bawang daun
(51%). Kesamaan kumbang yang tinggi pada pertanaman jagung kemungkinan
disebabkan oleh penggunaan insektisida yang sedikit. Insektisida yang digunakan
pada pertanaman jagung di lahan non-organik berbentuk kristal yang diberikan di
awal penanaman. Insektisida tersebut ditaburkan di pucuk atau dipendam dalam
tanah. Peluang kotoran terkena insektisida lebih kecil, sehingga mengurangi
dampaknya terhadap kumbang.
SIMPULAN
Jumlah individu dan spesies kumbang koprofagus di lahan organik lebih
tinggi (389 individu, 13 spesies) dari pada di lahan non-organik (221 individu, 10
spesies). Di kedua tipe lahan pertanian tersebut tidak terjadi dominansi spesies
kumbang. Spesies kumbang yang ditemukan paling banyak di lahan organik
12
adalah C. reflexus, sedangkan pada lahan non-organik adalah O. pauper.
Kesamaan spesies kumbang di lahan organik dan non-organik sebesar 67%.
DAFTAR PUSTAKA
Andresen E. 2001. Effects of dung presence, dung amount and secondariy
dispersal by dung beetles on the fate of Mycropholis guyanensis
(Sapotaceae) seeds in Central Amazonia. J Trop Ecol 17: 61-78.
Andresen E. 2003. Effect of forest fragmentation on dung beetle communities and
functional consequences for plant regeneration. Ecography 26: 87-97.
Arrow GJ. 1991. The Fauna of British India: Coleoptera. Lamellicornia. New
Delhi (IN): Today and Tomorrow's Press. and Publ..
Balthasar. 1963. Monographie der Scarabaeidae und Aphodiidae der
palaearktischen und orientalischen Region. Cekoslowakia (CZ): Verlag der
Tschechoslawakischen Akademie der Wissennschaften.
BertoneMA, Watson W, Stringham M, Green JT, Steve W, Poore MH, Hucks M.
2004. Dung beetles of Central and Eastern North carolina cattle pastures.
North Carolina (US): NC State University.
Bertone MA, Green JT, Washburn SP, Poore MH, Watson DW. 2006. The
contribution of tunneling dung beetles to pasture soil nutrition. North
Carolina (US): NC State University.
Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1989. An Introduction to the Study of
Insects 7th edition. New York (US): Saunders College Publishing.
Davis AJ, Holloway JD, Huijbregts H, Krikken J, Kirk-Spriggs AH, Sutton S.
2001. Dung beetles as indicators of change in the forests of Northern
Borneo. J Appl Ecol 38: 593-616.
Doube BM. 1983. Habitat preference of some bovine dung beetles (Coleoptera:
Scarabaeide) in Hluhluwe Game Reserva, South Africa. Bull Entomol Resch
73: 357-371.
Errouissi FS, Haloti PJ, Robert AJ, Idrissi, Lumaret JP. 2004. Effect of the
attictiveneess for dung beetle of dung pat origin and size alog climatic
gradient. J Environ Entomol 33: 45-53.
Hanski I, Cambefort Y. 1991. Dung Beetle Ecology. Princeton (US): Princeton
University Press.
Hanski I, Krikken J. 1991. Dung beetles in tropical forests in South East Asia.
dalam: Hanski I, Cambefort Y. Dung Beetle Ecology. 179-197. Princeton
University Pr.
Jankielson A, Scholtz CH, Louw SVDM. 2001. Effect of habitat transformation
on dung beetle assemblages: A comparison between a south african nature
reserve and neighboring farms. J Ecol Entomol 30: 474-483.
Kahono S, Setiadi LK. 2007. Keragaman dan Distribusi Vertikal Kumbang
Kotoran Scarabaeidae (Coleoptera: Scarabaeidae) di Hutan Tropis Basah
Pegunungan Taman Nasional Gede Pangrango, Jawa Barat, Indonesia.
Biodiversitas 7: 118-122.
Krikken J, Huijbregts J. 2008. Sulawesi large-eyed Onthophagus and their
relatives: seven new species with a key (Coleoptera: Scarabaeidae:
Scarabaeinae). Tijdschrift voor Entomol 151: 155–171.
13
Marguran AE. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. New Jersey
(US): Princeton University Pr.
Noerdjito WA. 2009. Pengaruh ketinggian dan habitat terhadap keragaman
kumbang koprofagus (Coleoptera: Scarabaeidae) di jalur pendakian Apuy
dan Linggarjati, Taman Nasional Gunung Ciremai. J Biol Indones. 5: 295-
304.
Shahabuddin, Manuwoto S, Hidayat P, Noerdjito WA, Schulze CH. 2008. The
role of coprophagus beetles on dung decomposition and enhancement of soil
fertility: effect of body size, species diversity, and biomass. J Biol Indones.
5: 109-119.
Yamani A. 2010. Kajian tingkat kesuburan tanah pada hutan lindung Gunung
Sebatung di Kabupaten Kotabaru. J Hutan Trop. 11: 32-37
Vulinuc K. 2000. Dung beetle (Coleoptera: Scarabaeidae), monkeys, and
conservation in Amazonia. Florida Entomol 83: 229-241.
14
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 14 September 1992 di Jakarta. Penulis
adalah anak kedua dari dua bersaudara yang lahir dari pasangan Bapak Hendro
Subekti dan Ibu Nina Safrida Hasibuan.
Penulis mengawali pendidikan di TK Santhi Puri di Bekasi yang ditempuh
Penulis pada tahun 1997 dan selesai pada tahun 1998. Penulis melanjutkan
pendidikan di SDN Jati Mekar 6 pada tahun 1998 hingga tahun 2004. Pendidikan
menengah pertama ditempuh Penulis di SMP 157 Jakarta pada tahun 2004 sampai
tahun 2007 dan pendidikan menengah atas di SMA 48 Jakarta pada tahun 2007
sampai tahun 2010. Pada tahun 2010 Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor
(IPB) pada Departemen Biologi melalui Undangan Seleksi Mahasiswa IPB
(USMI).
Selama menjadi mahasiswa, Penulis aktif dalam Unit Kegiatan
Mahasiswa International Association of Agricultural Students and Related
Sciences (UKM IAAS) di IPB, sebagai bendahara dan anggota dari divisi
eksternal. Penulis juga pernah menjadi pengajar intensif mata ajaran Biologi untuk
Ujian Nasional di SMA YPHB Bogor pada tahun 2011, asisten praktikum mata
kuliah Biologi Dasar dan Avertebrata di Departemen Biologi IPB, dan pengajar
untuk les intensif di Katalis untuk Ujian Talenta Mandiri IPB. Penulis pernah
magang di PT Astra Honda Motor di bagian Environment and Health Safety.
Penulis pernah mendapatkan penghargaan dari kompetisi perencanaan bisnis oleh
Kementrian Koperasi dan UKM RI sebagai penerima dana perencanaan bisnis
pada tahun 2013.
15
LAMPIRAN
16
Lampiran 1
Deskripsi Morfologi Spesies Kumbang koprofagus
Berikut adalah deskripsi morfologi spesies kumbang koprofagus yang
ditemukan dalam penelitian ini:
Aphodius marginellus memiliki pronotum berwarna hitam dengan
pinggiran cokelat dan memiliki tekstur lubang-lubang kecil. Elytra keras dengan
garis vertikal hitam kecokelatan mengkilat. Memiliki 5-6 segmen di bagian
abdomen. Ukuran tubuh berkisar 5,6 mm. Kumbang ini merupakan bagian dari
kelompok dwellers.
Copris reflexus dengan pronotum berwarna hitam dan tekstur kasar serta
memiliki lubang-lubang kecil. Moncong menukik dibagian tengah membentuk
sudut dengan tonjolan di pinggir. Elytra keras dengan garis vertikal hitam
mengkilat yang tidak terlalu rapat. Tibia depan jelas membesar dengan pinggiran
luar bergerigi. Memiliki 5 segmen di bagian abdomen. Ukuran tubuh berkisar 8,1
mm dengan bentuk bulat memanjang. Kumbang ini merupakan bagian dari
kelompok tunnelers.
Catharsius mollosus yang didapatkan dalam penelitian ini berukuran
tubuh besar berkisar 28 mm dengan warna hitam pekat. Pada pronotum terdapat
garis lurus hotizontal berukuran 9,1 mm. Pada kumbang jantan ditemukan 1
tanduk di tengah pronotum. Moncong rata berbentuk setengah lingkaran. Tarsus
dengan 5 ruas. Rambut halus ditemukan di pinggiran dorsal abdomen. Kumbang
ini merupakan bagian dari kelompok tunnelers.
Onthophagus trituber memiliki 2 tanduk di kepala pada kumbang jantan.
Pronotum berwarna hitam mengkilat dan terdapat 3 tonjolan di tengah pronotum.
Elytra keras berwarna hitam dengan garis vertikal, pada tepian elytra terdapat
corak bulat lonjong berwarna cokelat. Abdomen memiliki 5-6 segmen gabungan.
Tarsus memiliki 5 ruas. Ukuran tubuh berkisar 6,6 mm dengan bentuk cembung.
Kumbang ini merupakan bagian dari kelompok tunnelers.
Onthophagus babirusa memiliki pronotum hitam kecokelatan mengkilat
dan terdapat 2 tonjolan di tengah pronotum. Elytra keras berwarna hitam dengan
garis vertikal, pada tepian elytra terdapat sedikit corak berwarna cokelat.
Moncong membentuk gada dengan ujung yang mengecil tumpul. Abdomen
memiliki 5-6 segmen gabungan. Tarsus memiliki 5 ruas. Ukuran tubuh berkisar
6,4 mm. Kumbang ini merupakan bagian dari kelompok tunnelers.
Onthophagus pauper dengan pronotum berwarna hitam mengkilat, tekstur
kasar berlubang-lubang dan terdapat garis horizontal yang cembung di tengah
pronotum, berukuran 6,4 mm. Pada moncong terdapat 2 garis horizontal berurutan
yang mempertegas tekstur moncong. Elytra keras berwarna hitam dengan garis
vertikal, pada tepian elytra terdapat corak berwarna cokelat. Abdomen memiliki 5
segmen gabungan. Tarsi belakang panjang dengan cakar yang runcing. Kumbang
ini merupakan bagian dari kelompok tunnelers.
Onthophagus javanus dengan ciri berwarna cokelat sedikit transparan
dengan ukuran tubuh rata-rata 5,9 mm. Pronotum berwarna cokelat dengan
tekstur halus dan terdapat garis horizontal cembung. Moncong berbentuk gada
yang melengkung dibagian tengah, terdapat garis yang mempertegas tekstur
17
moncong. Elytra keras dengan garis vertikal berwarna cokelat kehitaman. Tarsus
terdiri dari 5 ruas. Kumbang ini merupakan bagian dari kelompok tunnelers.
Onthophagus variolaris memiliki ukuran tubuh rata-rata 5,2 mm.
Pronotum berwarna hitam mengkilat dengan tekstur lubang-lubang kecil dan
terdapat rambut halus. Elytra keras, berwarna hitam, dan terlihat kasar karena
banyaknya rambut halus di permukaan elytra. Abdomen terdiri dari 5-6 segmen
gabungan. Tibia dan tarsus terdiri dari 5 ruas, pada tersus terdapat koksa.
Kumbang ini merupakan bagian dari kelompok tunnelers.
Onthophagus lilliputanus memiliki tubuh berwarna cokelat tua dengan
ukuran tubuh rata-rata 2,5 mm. Terdapat 1 tanduk di tengah pronotum yang
menandakan spesies jantan. Pronotum berwarna lebih gelap dengan lubang-lubang
kecil dan memiliki rambut halus. Elytra keras dengan garis vertikal berwarna
cokelat kehitaman. Tarsus terdiri dari 5 ruas. Bentuk moncong swing ke depan
dengan lekukan di tengah. Kumbang ini merupakan bagian dari kelompok
tunnelers.
Onthophagus tricolor memiliki warna hitam dan hijau metalik yang
mengkilat. Pronotum berwarna hijau metalik mengkilat dan halus. Elytra keras
berwarna hitam kehijauan dengan garis vertikal. Moncong membentuk gada.
Abdomen memiliki 5-6 segmen gabungan. Tarsus memiliki 5 ruas. Ukuran tubuh
berkisar 6,1 mm. Rambut halus terlihat di bagian ventral antara toraks dan
abdomen. Kumbang ini merupakan bagian dari kelompok tunnelers.
Onthophagus pygidialis memiliki warna tubuh cokelat tua dengan ukuran
tubuh rata-rata 6,2 mm. Pronotum berwarna lebih gelap dengan lubang-lubang
kecil dan memiliki rambut halus. Elytra keras dengan garis vertikal berwarna
cokelat kehitaman dan bertekstur kasar karena banyaknya rambut halus. Tarsus
terdiri dari 5 ruas. Bentuk moncong mengecil tumpul ke depan. Kumbang ini
merupakan bagian dari kelompok tunnelers.
Onthophagus deflexicollis dengan warna cokelat tua dengan ukuran tubuh
rata-rata 5,6 mm dan pronotum berwarna hitam. Terdapat lubang-lubang kecil
pada pronotum yang membuat teksturnya tidak halus. Moncong berbentuk swing
membentuk sudut di bagian tengah. Elytra keras dengan garis vertikal berwarna
cokelat kehitaman dan pada pinggiran elytra terdapat corak hitam. Tarsus terdiri
dari 5 ruas. Kumbang ini merupakan bagian dari kelompok tunnelers.
Onthopagus sp1. yang ditemukan pada penelitian ini berwarna hitam
dengan ukuran tubuh rata-rata 5,6 mm. Terdapat 2 tanduk yang melintang di
tengah pronotum yang menandakan spesies jantan. Pronotum berwarna
kecokelatan dengan tekstur halus. Moncong berbentuk gada dengan ujung
meruncing dan menghadap ke depan. Elytra keras dengan garis vertikal berwarna
cokelat kehitaman. Tarsus terdiri dari 5 ruas. Kumbang ini merupakan bagian dari
kelompok tunnelers.
Onthopagus sp2. memiliki ciri warna tubuh hitam dengan ukuran tubuh
rata-rata 4,2 mm. Pronotum berwarna hitam dengan lubang-lubang kecil yang
membuat teksturnya kasar. Moncong berbentuk gada membentuk sudut dengan
ujung menghadap ke depan dan membentuk swing. Elytra keras dengan garis
vertikal berwarna cokelat kehitaman. Tarsus terdiri dari 5 ruas. Kumbang ini
merupakan bagian dari kelompok tunnelers.
18
Onthopagus sp3. dengan warna tubuh hitam dengan ukuran tubuh rata-
rata 4,5 mm dan dipenuhi rambut halus. Pronotum berwarna hitam kehijauan
dengan lubang-lubang kecil yang membuat teksturnya kasar. Moncong berbentuk
gada dengan sedikit lengkungan di depan dan terdapat garis horizontal yang
mempertegas struktur moncong. Elytra keras dengan garis vertikal berwarna
cokelat kehitaman. Abdomen terdiri dari 5-6 segmen yang menyatu. Tarsus dan
tibia terdiri dari 5 ruas. Kumbang ini merupakan bagian dari kelompok tunnelers.