i
TESIS
EFEKTIFITAS MEMBRAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG GALAH (Macrobanchium rosenbergii)
UNTUK MENURUNKAN FOSFAT DALAM
AIR LIMBAH LAUNDRY
NI MADE YUNARSIH
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
ii
EFEKTIFITAS MEMBRAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG GALAH (Macrobanchium rosenbergii)
UNTUK MENURUNKAN FOSFAT DALAM
AIR LIMBAH LAUNDRY
NI MADE YUNARSIH
NIM. 1092061006
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI KIMIA TERAPAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
iii
EFEKTIFITAS MEMBRAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG GALAH (Macrobanchium rosenbergii)
UNTUK MENURUNKAN FOSFAT DALAM
AIR LIMBAH LAUNDRY
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
pada Program Magister, Program studi Kimia Terapan
Program Pascasarjana Universitas Udayana
NI MADE YUNARSIH
NIM. 1092061006
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI KIMIA TERAPAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013
iv
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
TANGGAL 16 September 2013
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ketut Gede Dharma Putra, M.Sc Dr. Manuntun Manurung, M.S
NIP. 19601007 198603 1 001 NIP. 19610525 199009 1 001
Mengetahui
Ketua Program Studi Kimia Terapan, Direktur
Program Pascasarjana Program Pascasarjana
Universitas Udayana Universitas Udayana
Prof. Dr. I Made Dira Swantara, M.Si Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi,Sp.S(K)
NIP. 19540101 198603 1 001 NIP. 19590215 198510 2 001
v
Tesis Ini Telah Diuji pada
Tanggal 16 September 2013
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana
No: tanggal 16 September 2013
Ketua : Dr. Drs. Ketut Gede Dharma Putra, M.Sc.
Sekretaris : Dr. Drs. Manuntun Manurung, M.S.
Anggota :
1. Prof. Dr. Drs. I Made Dira Swantara, M.Si.
2. Prof. Dr. Ir. Ida Bagus Putra Manuaba, M.Phil.
3. Dr. Dra. Ni Made Suaniti, M.si.
vi
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa/ Ida Sang
Hyang Widhi Wasa , karena atas berkat dan rahmat-Nya tesis ini dapat
diselesaikan.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada Dr. Drs. Ketut Gede Dharma Putra, M.Sc. dan Dr.
Drs. Manuntun Manurung, M.S. sebagai pembimbing I dan II yang dengan
sungguh-sungguh memberikan dorongan, semangat dan bimbingan selama penulis
menyelesaikan tesis ini.
Penulis juga mengucapkan terimakasih yang tulus kepada Ketua Program
Studi Kimia Terapan, Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat
oleh Prof. Dr. Drs. I Made Dira Swantara, M.Si. atas kesempatan dan petunjuk
yang diberikan sehingga penulis bisa mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di
Program Pascasarjana Universitas Udayana. Ucapan terimakasih penulis juga
disampaikan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang
dijabat oleh Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang telah
diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menjadi mahasiswa Program
Pascasarjana Universitas Udayana. Terimakasih sepenuhnya penulis ucapkan
kepada para penguji tesis yaitu Prof. Dr. Drs. I Made Dira Swantara, M.Si. Prof.
Dr. Ir. Ida Bagus Putra Manuaba, M.Phil. Dr. Dra. Ni Made Suaniti, M.si. yang
telah berkenan memberikan saran, masukan dan kritikan yang bersifat
membangun sehingga tesis ini menjadi lebih baik. Ucapan terimakasih juga
penulis tujukan kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu
sampai penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa senantiasa
memberikan rahmatnya dan menunjukkan cahaya terang dalam setiap langkah kita
semua untuk memajukan ilmu pengetahuan.
Denpasar, 16 September 2013
Penulis
vii
ABSTRAK
EFEKTIFITAS MEMBRAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG GALAH
(Macrobanchium rosenbergii) UNTUK MENURUNKAN FOSFAT DALAM
AIR LIMBAH LAUNDRY
Penanggulangan terhadap pencemaran air limbah yang mengandung
senyawa fosfat terutama yang berasal dari air limbah laundry dapat dilakukan
dengan menggunakan teknologi membran. Membran dapat dibuat dari bahan
polimer alam yaitu senyawa khitosan yang diperoleh dari khitin yang terdapat di
dalam kulit udang. Khitin yang diperoleh dari kulit udang galah dapat diubah
menjadi khitosan melalui proses deasetilasi dengan menggunakan NaOH 50%.
Kualitas khitosan yang diperoleh pada penelitian ini ditentukan dengan FTIR
diperoleh derajat deasetilasi (DD) 66.27%. Khitosan dilarutkan dalam asam asetat
1%, selanjutnya digunakan untuk membuat membran dengan variasi konsentrasi
khitosan 1%, 2%, 3%, 4% dan 5%. Membran tersebut digunakan untuk
menurunkan kadar foksfat larutan standar KH2PO4 10 ppm dengan waktu kontak
30, 60, 90 dan 120 menit.
Membran khitosan 3% dan waktu kontak 60 menit merupakan membran
terbaik karena mampu menurunkan kadar fosfat larutan standar KH2PO4 10 ppm
secara optimal. Kondisi ini diaplikasikan untuk menurunkan kadar fosfat total
yang terdapat dalam air limbah laundry. Hasil pengamatan menunjukkan dapat
menurunkan kadar fosfat total sampai 97.40% setelah dilakukan filtrasi empat kali
dan perubahan pH larutan dari 9 menjadi 8.
Kata kunci : Derajat deasetilasi, Membran Khitosan, Fosfat.
viii
ABSTRACT
THE EFFECTIVENESS OF CHITOSAN MEMBRANE MADE OF
CRAYFISH SHRIMP SHELL (Macrobanchium Rosenbergii) TO REDUSE
PHOSPHATE IN WASTEWATER OF LAUNDRY
Countermeasures against pollution waste water containing phosphate
compounds derived primarily from laundry wastewater can be performed using
membrane technology . Membranes can be made from natural polymers are
compounds derived from chitin chitosan contained in the shrimp shells. Chitin
obtained from prawn shell can be converted to chitosan by deacetylation process
using 50% NaOH. Quality chitosan obtained in this study was determined by
FTIR obtained degree of deacetylation ( DD ) 66.27 %. Chitosan dissolved in 1%
acetic acid, then used to make membranes with various concentrations of chitosan
1%, 2%, 3%, 4% and 5%. The membrane is used to reduce levels of phosphate
standard solution of KH2PO4 10 ppm with a contact time 30, 60, 90 and 120
minutes.
3 % chitosan membrane and contact time of 60 minutes is the best because
the membrane is able to reduce levels of phosphate standard solution of 10 ppm
KH2PO4 optimally. This condition is applied to reduce the total phosphate content
contained in laundry wastewater. The results showed lower levels of phosphate
can total up to 97.40 % after filtration four times and the pH of the solution
changes from 9 to 8.
Keyword : degree of deacetylation, chitosan membrane, phosphate.
ix
RINGKASAN
EFEKTIFITAS MEMBRAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG GALAH
(Macrobanchium rosenbergii) UNTUK MENURUNKAN FOSFAT DALAM
AIR LIMBAH LAUNDRY
Usaha pelestarian lingkungan dan upaya menekan timbulnya dampak
terhadap pencemaran lingkungan dari limbah cair yang berasal dari limbah
laundry dapat dilakukan dengan menggunakan metode dari yang paling sederhana
sampai penggunaan teknologi membran. Membran merupakan suatu selaput
semipermaeabel yang dapat melewatkan komponen tertentu dan menahan material
yang lain. Membran dapat dibuat dari bahan polimer ataupun keramik, pada
penelitian ini dipilih polimer yang melimpah keberadaannya di alam seperti
senyawa khitosan yang terdapat pada khitin dari kulit udang.
Penelitian ini berjudul “Efektifitas Membran Khitosan dari Kulit Udang
Galah (Macrobanchium rosenbergii) untuk Menurunkan Fosfat dalam Air Limbah
Laundry” bertujuan untuk mengetahui pada konsentrasi berapa khitosan sebagai
membran dapat menurunkan kadar fosfat total termasuk mengetahui besarnya
fluks yang dihasilkan dari membran khitosan. Senyawa khitosan dapat diperoleh
dari proses deasetilasi khitin dengan basa kuat. Khitosan yang dihasilkan dari
penelitian ini memiliki derajat deasetilasi (DD) 66.27% dan digunakan membuat
membran dengan melarutkan khitosan dalam asam asetat 1%. Membran khitosan
dibuat dalam berbagai kosentrasi khitosan mulai dari 1%, 2%, 3%, 4% dan 5%,
selanjutnya dipergunakan untuk menurunkan kadar fosfat dalam larutan standar
fosfat 10 ppm dengan waktu kontak 30, 60, 90 dan 120 menit.
Membran khitosan secara optimum dapat menurunkan kadar fosfat dalam
larutan standar fosfat 10 ppm yaitu pada konsentrasi 3% dan waktu kontak 60
menit. Kondisi ini diaplikasikan untuk menurunkan kadar fosfat total yang
terdapat pada air limbah laundry. Melalui proses penyaringan (filtrasi) bertingkat
diperoleh penurunan kadar fosfat total dalam air limbah laundry mencapai 97.40%
setelah empat kali filtrasi sedangkan fluks membran optimum dengan melewatkan
air pada membran khitosan diperoleh pada konsentrasi membran 3%.
x
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL ....................................................................................................... i
ABSTRAK .................................................................................................... v
ABSTRACT .................................................................................................. vi
RINGKASAN ............................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................ 5
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................ 5
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Detergen ............................................................................... 7
2.1.1 Fosfat ......................................................................... 9
2.1.2 Pemisahan Fosfat ...................................................... 11
2.2 Pengertian Membran Secara Umum .................................... 11
2.2.1 Parameter Utama Proses Pemisahan Membran ........ 13
2.2.2 Model Aliran Umpan pada Membran ...................... 16
2.3 Klasifikasi Membran ............................................................ 17
2.3.1 Membran Ultrafiltrasi ............................................... 18
2.3.2 Mekanisme Transfort pada Membran UF ................ 21
2.4 Khitin dan Khitosan ............................................................. 25
2.5 Derajat Deasetilasi ............................................................... 31
2.6 Tinjauan tentang Spektro Ultra Violet-Visible (UV-Vis) .... 32
xi
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1. Kerangka Konsep ................................................................. 35
3.2. Hipotesis ............................................................................... 37
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Metode Penelitian................................................................. 38
4.2 Ruang Lingkup Penelitian .................................................... 38
4.3 Rancangan Penelitian ........................................................... 38
4.4 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................. 39
4.5 Bahan dan Alat Penelitian .................................................... 39
4.5.1 Bahan Penelitian ......................................................... 39
4.5.2 Alat Penelitian ............................................................ 39
4.6 Prosedur Penelitian............................................................... 40
4.6.1 Isolasi Khitin dari Kulit Udang ................................ 40
4.6.1.1 Pembuatan Tepung Kulit Udang ................ 40
4.6.1.2 Proses Deproteinasi .................................... 40
4.6.1.3 Proses Demineralisasi ................................ 41
4.6.1.4 Proses Depigmentasi .................................. 41
4.6.1.5 Uji Khitin ................................................... 41
4.6.2 Proses Deasetilasi Khitin menjadi Khitosan ............ 42
4.6.3 Pembuatan Membran Khitosan ................................ 42
4.6.4 Analisis Uji Tarik ..................................................... 43
4.6.5 Analisis Fosfat dalam Air Limbah Laundry dengan
Spektro UV-Vis ........................................................ 43
4.6.6 Proses Pengolahan air Limbah Laundry dengan
Membran Khitosan ................................................... 43
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Isolasi Khitin dari Kulit udang ............................................. 45
5.1.1 Tepung Kulit Udang ................................................ 45
5.1.2 Proses Deproteinasi .................................................. 45
5.1.3 Proses Demineralisasi .............................................. 46
xii
5.1.4 Uji Khitin ................................................................. 47
5.2 Proses Deastilasi Khitin Menjadi Khitosan.......................... 47
5.3 Pembuatan Membran Khitosan ............................................ 48
5.4 Analisis Uji Tarik ................................................................. 49
5.5 Pembuatan Kurva Kalibrasi dengan Larutan
Standar Fosfat ...................................................................... 55
5.6 Hasil Pengukuran Fluks Membran Khitosan
Menggunakan Air................................................................. 55
5.7 Proses Pengolahan Air Limbah Laundry dengan
Membran Khitosan ............................................................... 56
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Isolasi Khitin dari Kulit udang ............................................. 58
6.1.1 Proses Deproteinasi ................................................. 58
6.1.2 Proses Demineralisasi .............................................. 58
6.2 Proses Deastilasi Khitin Menjadi Khitosan.......................... 60
6.3 Pembuatan Membran Khitosan ............................................ 61
6.4 Analisis Uji Tarik ................................................................. 62
6.5 Pembuatan Kurva Kalibrasi Standar Fosfat ......................... 64
6.6 Perhitungan Fluks Membran Khitosan dengan
Menggunakan Air................................................................. 64
6.7 Proses Pengolahan Air Limbah Laundry dengan
Membran Khitosan ............................................................... 65
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan .............................................................................. 69
7.2 Saran ..................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 71
LAMPIRAN .............................................................................................. 76
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halamam
Gambar 2.1. Lambang Umum untuk Surfaktan ........................................ 8
Gambar 2.2. Proses Pemisahan Membran ................................................ 12
Gambar 2.3. Fluks sebagai Fungsi dari Waktu ......................................... 15
Gambar 2.4. Model Proses Aliran Umpan pada Operasi Membran ......... 17
Gambar 2.5. Struktur Cross-Section Membran UF Simetrik dan
Asimetrik .............................................................................. 20
Gambar 2.6. Konsep Dasar Pemisahan dengan Membran dan Polarisasi
Konsentrasi pada Kondisi Steady-State ............................... 22
Gambar 2.7. Tipe Resistensi pada Membran saat Perpindahan Massa
Melewati Membran dengan Driving Force Tekanan ........... 25
Gambar 2.8. Struktur Senyawa Khitin ...................................................... 26
Gambar 2.9. Adisi Nukleofilik Bentuk Anion .......................................... 29
Gambar 2.10. Transfer Proton pada Anion ................................................. 30
Gambar 2.11. Tahap Protonasi pada Nitrogen Amida ................................ 30
Gambar 2.12. Tahap Pelepasan N Terprotonasi ......................................... 31
Gambar 2.13. Mekanisme Serapan UV-Vis................................................ 34
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian ................................................ 37
Gambar 5.1.a. Kulit Udang ......................................................................... 45
Gambar 5.1.b. Tepung Kulit Udang ............................................................. 45
Gambar 5.2.a. Pengaduk Magnetik .............................................................. 46
Gambar 5.2.b. Khitin Kasar ......................................................................... 46
Gambar 5.3. Khitin ................................................................................... 46
Gambar 5.4. Khitosan ............................................................................... 48
Gambar 5.5. Membran Khitosan ............................................................... 49
Gambar 6.1. Grafik Hubungan antara Tegangan dan Regangan
Membran Khitosan ............................................................... 63
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Karakteristik Khitin Kulit Udang ............................................. 27
Tabel 2.2. Karakteristik Khitosan Kulit Udang ......................................... 29
Tabel 5.1. Hasil Karakteristik Khitin Kulit Udang .................................... 47
Tabel 5.2. Hasil Karakteristik Khitosan Kulit Udang ................................ 48
Tabel 5.3. Data Uji Tarik Membran Khitosan 1% ..................................... 50
Tabel 5.4. Data Uji Tarik Membran Khitosan 2% ..................................... 51
Tabel 5.5. Data Uji Tarik Membran Khitosan 3% ..................................... 52
Tabel 5.6. Data Uji Tarik Membran Khitosan 4% ..................................... 53
Tabel 5.7. Data Uji TarikMembran Khitosan 5% ...................................... 54
Tabel 5.8. Absorbansi Larutan Standar Fosfat ........................................... 55
Tabel 5.9. Fluks Membran Khitosan .......................................................... 56
Tabel 5.10. Absorbansi Permeat Larutan Standar Fosfat 10 ppm ............... 56
Tabel 5.11. Karakteristik Air Limbah Laundry ........................................... 57
Tabel 5.12. Konsentrasi Permeat Air Limbah Laundry ............................... 57
Tabel 6.1. Hasil Uji Tarik Membran Khitosan .......................................... 63
Tabel 6.2. Hasil Perhitungan Fluks Membran Khitosan ............................ 65
Tabel 6.3. Konsentrasi Standar Fosfat 10 ppm sebelum dan
setelah Perlakuan ...................................................................... 67
Tabel 6.4. Konsentrasi Fosfat dalam Air Limbah Laundry
sebelum dan setelah Perlakuan ................................................. 67
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Skema Isolasi Khitin dari Kulit Udang menjadi Khitosan ....... 77
Lampiran 2 Skema Pembuatan Membran Khitosan ..................................... 78
Lampiran 3 Uji Tarik Membran Khitosan Menggunakan Alat
Screw Test Stand ...................................................................... 80
Lampiran 4 Skema Penggunaan Membran Khitosan untuk Penurunan
Kadar Fosfat dalam Larutan Standar Fosfat (Larutan
KH2PO4 10 ppm) ...................................................................... 86
Lampiran 5 Skema Mekanisme Penggunaan Membran Khitosan ............... 87
Lampiran 6 Perhitungan Kurva Kalibrasi Standar Fosfat ............................ 88
Lampiran 7 Perhitungan Konsentrasi Larutan Standar Fosfat 10 ppm
setelah di lewatkan pada Membran Khitosan berbagai
Konsentrasi dan Waktu Kontak ................................................ 90
Lampiran 8 Perhitungan Data Statistik Absorbansi Larutan Standar
Fosfat 10 ppm setelah di lewatkan pada Membran Khitosan
(1%, 2%,3%, 4% dan 5%) dan Waktu Kontak 30, 60, 90
dan 120 menit ............................................................................ 92
Lampiran 9 Perhitungan Derajat Deasetilasi Senyawa Khitosan
dengan Metode Garis ................................................................ 97
Lampiran 10 Perhitungan Persentase deasetilasi khitin menjadi
Khitosan .................................................................................... 98
Lampiran 10 Spektra FTIR Senyawa Khitin .................................................. 99
Lampiran 11 Spektra FTIR Senyawa Khitosan .............................................. 100
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Air merupakan sumber kehidupan, setiap saat semua mahluk hidup
memerlukan air untuk keperluan aktifitas hidupnya. Penggunaan air setiap hari
semakin banyak dan dalam proses pemakaiannya dipastikan menghasilkan sisa
buangan yang berupa limbah, bahkan 85% limbah masuk ke badan perairan.
Limbah cair yang di buang begitu saja ke badan perairan dalam waktu yang lama
dapat menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Pencemaran limbah cair
bisa bersumber dari limbah industri, limbah rumah tangga, ataupun limbah yang
berasal dari proses pencucian pakaian oleh jasa laundry yang selanjutnya bisa juga
disebut sebagai air limbah domestik. Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 112 Tahun 2003, pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa air limbah
domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha dan atau kegiatan
permukiman, rumah makan, perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama.
Limbah cair termasuk limbah yang mempunyai sifat cair dimana
komposisinya terdiri atas 99,9% air dan sisanya adalah bahan padat (Mahida,
1995). Limbah dapat berbentuk bahan tersuspensi atau lainnya dalam bentuk
terlarut. Menurut Soemirat (2003), air bekas cucian, bekas kamar mandi, bekas
cuci perabot dikatagorikan sebagai limbah yang mengandung detergen, sabun dan
mikroorganisme. Detergen atau sabun paling banyak dipakai dalam mencuci
pakaian sehari-hari. Tingkat kesibukan seseorang menyebabkan semakin banyak
orang yang menggunakan jasa laundry untuk mencuci pakaian. Oleh karena itu
2
penggunaan detergen semakin banyak pula. Limbah laundry sering dibuang
langsung ke saluran air (got) tanpa adanya pengolahan sebelumnya, jika terus
menerus dilakukan dapat menyebabkan dampak yang merugikan bagi
kelangsungan lingkungan hidup. Detergen umumnya tersusun atas tiga komponen
utama terdiri atas surfaktan (sebagai bahan dasar detergen) antara 20– 30%, bahan
builder (senyawa fosfat) antara 70-80%, dan bahan aditif (pemutih, pewangi)
antara 2-8%. Kandungan senyawa fosfat dalam detergen cukup besar sehingga
limbah dari proses pencucian mempunyai kandungan fosfat yang cukup tinggi.
Senyawa fosfat dalam air limbah dapat berupa senyawa ortofosfat,
polifosfat, dan fosfat organik. Setiap senyawa tersebut terdapat dalam bentuk
terlarut, tersuspensi atau terikat di dalam sel organisme dalam air. Sumber utama
pencemaran fosfat yaitu 10% dari proses alamiah, 7% industri, 11% detergen,
17% pupuk pertanian, 23% limbah manusia, dan 32% limbah peternakan.
Keberadaan fosfat yang berlebihan di badan air menyebabkan suatu fenomena
eutrofikasi. Air dikatakan eutrofik jika konsentrasi fosfat dalam air 35-100 μg/L.
Kondisi eutrofik, sangat memungkinkan alga dan tumbuhan air berukuran mikro
tumbuh berkembang biak dengan cepat. Keadaan ini menyebabkan kualitas air
menjadi menurun, karena rendahnya konsentrasi oksigen terlarut bahkan sampai
batas nol, sehingga menyebabkan kematian makhluk hidup air seperti ikan dan
spesies lain yang hidup di air.
Upaya penanggulangan limbah cair, metode yang digunakan diantaranya
pengolahan limbah secara fisik, kimia dan biologi atau kombinasinya untuk
mengatasi pencemaran. Umumnya pengolahan limbah cair secara kimia dilakukan
dengan proses koagulasi-flokulasi, sedimentasi dan secara floatasi dengan
3
menggunakan udara terlarut, serta pengolahan limbah cair secara biologi yaitu
proses aerob dan anaerob. Proses kimia seringkali kurang efektif dikarenakan
biaya untuk pembelian bahan kimianya cukup tinggi dan umumnya pengolahan
limbah dengan menggunakan bahan kimia akan menghasilkan lumpur (sludge)
yang cukup banyak. Pengolahan limbah cair secara floatasi akan menggunakan
energi yang cukup tinggi, sedangkan proses pengolahan secara biologi
memerlukan lahan yang cukup luas. Sehingga menimbulkan pemikiran untuk
mengembangkan dan memodifikasi teknologi baru untuk pengolahan limbah cair
(limbah laundry) yaitu dengan teknologi membran. Membran merupakan suatu
lapisan penghalang (barrier) atau pembatas selektif yang di letakkan antara dua
fase bersifat semipermeabel yang dapat melewatkan komponen tertentu dan
menahan komponen yang lain (Mulder, 1996).
Pemanfaatan teknologi membran merupakan teknologi yang ramah
lingkungan karena tidak menimbulkan dampak yang buruk bagi lingkungan.
Teknologi membran ini dapat mengurangi senyawa organik dan anorganik yang
berada dalam air tanpa menggunakan bahan kimia dalam pengoperasiannya
(Wenten, 1999). Membran ultrafiltrasi adalah teknik pemisahan dengan
menggunakan membran untuk menghilangkan zat terlarut dengan bobot molekul
(BM) tinggi, koloid, mikroba sampai padatan tersuspensi dari air. Proses
pemisahan menggunakan membran ultrafiltrasi biasanya digunakan di bidang
industri dan penelitian untuk penjernihan air karena pada umumnya mempunyai
ukuran pori 0.1 – 0.01 µm. Kemampuan membran ultrafiltrasi dalam merejeksi
COD (Chemical Oxygen Demand) pada pengolahan limbah emulsi minyak
dengan sistem aliran dead-end mencapai 90% (Zulkarnein dkk, 2004). Tingkat
4
rejeksi zat organik dengan membran ultrafiltrasi sistem aliran dead-end pada
pengolahan air waduk mencapai 90% (Deniva dkk, 2004). Tingkat rejeksi COD
pada pengolahan limbah cair emulsi minyak dengan membran ultratrafiltrasi yang
didahului dengan proses pretreatment dengan koagulan jenis Poly Aluminium
Chloride (PACl) mencapai 98,56% (Mayashanty dkk, 2004). Membran
ultrafiltrasi yang sering digunakan dalam proses pengolahan air adalah membran
terbuat dari selulosa asetat, polisulfon, dan poliakrilonitril (suatu polimer) yang
harganya cukup mahal. Oleh karena itu diperlukan suatu bahan baku alternatif
yang lebih mudah dan murah dengan memanfaatkan khitosan sebagai bahan
pembuatan membran yang juga merupakan suatu polimer yang ramah lingkungan.
Khitosan pertama kali ditemukan oleh Rauget pada tahun 1859 dengan
cara merefluk khitin dengan KOH pekat, dan tahun 1934 dua paten didapat oleh
Rigby yaitu penemuan mengenai pengubahan khitin menjadi khitosan dan
pembuatan membran dari serat khitosan. Senyawa khitin pada kulit udang diubah
menjadi khitosan berpotensi sebagai bahan pembuatan membran, karena khitin
merupakan polimer alam yang melimpah keberadaaanya, mempunyai
karakteristik yang baik seperti dapat terbiodegradasi (mudah terurai), tak beracun
dan khitin dapat diubah menjadi khitosan dengan proses yang sederhana. Khitosan
mempunyai reaktifitas yang tinggi karena memiliki gugus amina bebas yang
bersifat nukleofil kuat (Marganof, 2003). Adanya gugus amina bebas pada
khitosan dapat membentuk ikatan hidrogen intermolekuler atau intramolekuler
sehingga menyebabkan khitosan tidak larut dalam air tapi larut dalam pelarut
asam lemah. Khitosan merupakan polimer alam dapat menawarkan pendekatan
sebagai alat biokontrol dalam bidang pengolahan air. Menurut Liu (2003)
5
membran khitosan dapat digunakan sebagai adsorben karena khitosan dalam
bentuk membran mempunyai luas permukaan yang lebih besar daripada dalam
bentuk serpihan dan dapat meningkatkan kapasitas adsorpsinya. Oetomo (2004)
menyatakan bahwa penggunaan khitosan sebagai adsorben dapat digunakan untuk
menurunkan kadar logam Cu pada pelapisan logam sampai 98,62% dengan
metode jartes, selain itu khitosan juga dapat dibentuk menjadi film tipis (Hassan
dan Sulaiman, 1996). Pada penelitian ini, membran khitosan dibuat menggunakan
bahan baku kulit udang, proses pembuatannya yaitu pertama dilakukan ekstraksi
khitin selanjutnya diubah menjadi khitosan kemudian dibuat menjadi membran
dengan melarutkan khitosan dalam asam asetat dalam berbagai konsentrasi, yang
aplikasinya digunakan untuk menurunkan kadar fosfat dalam air limbah laundry.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, ada beberapa masalah di dalam penelitian ini
yaitu :
1. Berapakah tingkat kemurnian khitosan yang diperoleh dari khitin kulit
udang yang ditandai dengan derajat deasetilasi?
2. Berapakah konsentrasi optimum khitosan sebagai membran dan pada
waktu kontak optimum dapat menurunkan kadar fosfat optimum dalam air
limbah laundry?
3. Berapakah fluks terbaik (jumlah volume permeat yang melewati satuan
luas membran dalam waktu tertentu)?
6
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui tingkat kemurnian khitosan yang diperoleh dari khitin kulit
udang.
2. Membuat membran khitosan dan mengetahui pada konsentrasi serta waktu
kontak, membran secara optimum dapat menurunkan kadar fosfat total
dari limbah laundry.
3. Mengetahui fluks (jumlah volume permeat melewati permukaan membran
dalam waktu optimum).
1.4. Manfaat Penelitian
Dapat memberikan informasi kepada pemangku kepentingan baik instansi
atau lembaga yang bergerak dibidang pengolahan limbah tentang penggunaan
khitosan sebagai membran dalam menurunkan kadar fosfat dalam air limbah
laundry dan aktifitas lain yang penghasil limbah sejenis, sehingga tingkat
pencemaran fosfat terhadap lingkungan dapat diturunkan.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Detergen
Detergen berasal dari kata detergree yang merupakan bahasa latin
mempunyai arti membersihkan. Detergen merupakan penyempurnaan dari produk
sabun. Kelebihannya dibandingkan sabun adalah bisa mengatasi air sadah dan
larutan asam, serta harganya lebih murah. Detergen sering disebut dengan istilah
detergen sintetis yang dibuat dari bahan-bahan sintetis (Zoller, 2004). Detergen
umumnya terdiri atas tiga komponen yaitu, surfaktan (sebagai bahan dasar
detergen LAS, ABS), bahan builders (senyawa fosfat) dan bahan aditif (pemutih
dan pewangi). Komponen terbesar dari detergen yaitu bahan builders antara 70-
80%, bahan dasar sekitar 20-30%, dan bahan aditif relatif sedikit antara 2-8%.
Surfaktan (surface active agents), merupakan senyawa yang dapat
menurunkan tegangan permukaan air. Molekul surfaktan mempunyai suatu ujung
hidrofobik (satu rantai hidrokarbon atau lebih) dan satu ujung hidrofilik. Porsi
hidrokarbon dari suatu molekul surfaktan harus mengandung 12 atom karbon atau
lebih agar efektif. Molekul-molekul dan ion-ion yang diadsorbsi pada antar muka
dinamakan surface aktive agent atau surfaktan. Nama lainnya adalah amfifil, yang
menunjukkan bahwa molekul atau ion tersebut mempunyai affinitas tertentu
terhadap baik pelarut polar maupun non polar. Hal ini tergantung dari jumlah dan
sifat dari gugus-gugus polar dan non polar yang ada padanya, amfifil dapat
bersifat hidrofilik (suka air), lipofilik (suka minyak) atau bersifat seimbang di
8
antara dua sifat yang ekstrim tersebut. Lambang dari surfaktan terlihat seperti
Gambar 2.1.
Ekor hidrofobik kepala hidrofilik
Gambar 2.1. Lambang umum untuk Surfaktan
Builder adalah suatu bahan yang dapat menambah kerja dari bahan
penurun tegangan permukaan dengan cara menonaktifkan mineral penyebab
kesadahan air. Builders digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara
mengikat mineral-mineral yang terlarut, sehingga surfaktan dapat berkonsentrasi
pada fungsi utamanya. Builder juga membantu menciptakan kondisi keasaman
yang tepat agar proses pembersihan dapat berlangsung lebih baik serta membantu
mendispersikan dan mensuspensikan kotoran yang telah lepas (Meyer, 2006).
Dalam pembuatan detergen, builder sering ditambahkan dengan maksud
menambah kekuatan daya cuci dan mencegah mengendapnya kembali kotoran-
kotoran yang terdapat pada pakaian yang akan dicuci. Contoh builder yang sering
digunakan: Sodium Tri Poli Fosfat (STPP), Nitril Tri Acetat (NTA).
Bahan tambahan (aditif) digunakan untuk membuat produk lebih menarik,
misalnya pewangi, pemutih, pelembut, pewarna, dan lain sebagainya. Bahan ini
tidak berhubungan langsung dengan daya cuci detergen, bahan ini ditambahkan
lebih untuk maksud komersialisasi produk. Salah satu contoh dari bahan aditif
adalah Carboxyl Methyl Cellulose (CMC). Bahan ini berbentuk serbuk putih dan
9
berfungsi untuk mencegah kembalinya kotoran ke pakaian sehingga disebut
antiredeposisi. Selain CMC, masih banyak macam dari bahan aditif ini, tetapi
pada umumnya merupakan rahasia dari tiap-tiap perusahaan. Ini sebenarnya
merupakan tantangan bagi pelaku wirausaha untuk selalu mencari bahan aditif ini
sehingga produk deterjen bubuk mempunyai nilai lebih dan berdaya saing tinggi.
2.1.1. Fosfat
Menurut Hammer dan Viesman (2005) bentuk utama dari fosfor dalam
limbah domestik cair adalah fosfor organik, orthofosfat (H2PO4- , HPO4
2-, PO4
3-)
dan polifosfat. Orthofosfat banyak dijumpai pada air buangan yang telah tercemari
pupuk. Terdapat tiga asam fosfat asam orthofosfat H3PO4, asam pirofosfat
H4P2O7, dan asam metafosfat HPO3. Diantara ketiga asam fosfat tersebut yang
paling stabil adalah orthofosfat. Larutan piro dan metafosfat berubah menjadi
orthofosfat perlahan-lahan pada suhu biasa, dan lebih cepat dengan dididihkan.
Asam orthofosfat adalah asam berbasa-tiga, yang membentuk tiga deret garam
orthofosfat primer misalnya NaH2PO4, orthofosfat sekunder Na2HPO4, orthofosfat
tersier Na3PO4. Jika suatu larutan asam orthofosfat dinetralkan dengan natrium
hidroksida dengan memakai metil jingga sebagai indikator, titik netral dicapai bila
asam itu telah diubah menjadi fosfat primernya. Menggunakan fenolftalien
sebagai indikator larutan akan bereaksi netral bila fosfat sekundernya terbentuk,
dengan 3 mol alkali akan terbentuk fosfat tersier atau fosfat normalnya. NaH2PO4
bersifat netral terhadap metil jingga dan asam terhadap fenolftalien. Na2HPO4
bersifat netral terhadap fenolftalien dan basa terhadap metil jingga, Na3PO4
bersifat basa terhadap kebanyakan indikator karena hidrolisisnya yang luas
(Vogel, 1985).
10
Tipe polifosfat adalah sodium hexa meta fosfat Na3(PO3)6 dan sodium
pirofosfat Na4P2O7. Polifosfat berasal dari air buangan penduduk dan industri
yang menggunakan detergen mengandung fosfat. Komponen fosfat dipergunakan
untuk membuat detergen sebagai pembentuk buih. Sedangkan fosfat organik
terdapat dalam air buangan penduduk (tinja) dan sisa makanan. Fosfat organik
dapat pula terjadi dari orthofosfat yang terlarut melalui proses biologis karena
baik bakteri maupun tanaman menyerap fosfat bagi pertumbuhannya. Adanya
fosfat dalam air limbah dapat menghambat penguraian pada proses biologis
(Saefumilah, 2006). Konsentrasi rata-rata fosfor keseluruhan sebanyak 10 mg/l
berada dalam air limbah perkotaan, kira-kira 10% dibuang sebagai bahan tak
terpakai selama pengendapan primer dan 10% hingga 20% lainnya digabungkan
ke dalam sel-sel bakteri selama pengolahan biologis. Sisa yang 70% dari fosfor
yang masuk pada umumnya dilepaskan bersama buangan instalasi sekunder .
Bila kadar fosfat pada air alam sangat rendah (<0,01 mg/l), pertumbuhan
tanaman dan ganggang akan terhalang, keadaan ini dinamakan “oligotrop”.
Pembuangan limbah yang banyak mengandung fosfat ke dalam badan air dapat
menyebabkan pertumbuhan lumut dan mikroalga yang berlebih yang disebut
“eutrophication”, sehingga air menjadi keruh dan berbau karena pembusukan
lumut-lumut yang mati. Pada keadaan “eutrotop” tanaman dapat menghabiskan
oksigen dalam air pada malam hari atau bila tanaman tersebut mati dan dalam
keadaan sedang mencerna (digest). Saat siang hari pancaran sinar matahari ke
dalam air akan berkurang, sehingga proses fotosintesis yang dapat menghasilkan
oksigen juga berkurang.
11
2.1.2. Pemisahan Fosfat
Pemisahan fosfat secara umum meliputi 2 langkah yaitu :
a. Merubah bentuk fosfor menjadi ortofosfat yang larut.
b. Menentukan secara kolorimetris ortofosfat yang larut.
Pemisahan fosfor kedalam bentuk ortofosfat didefinisikan secara teknis
dapat dipergunakan untuk tujuan interpretasi, dimana pemisahan atau penyaringan
menggunakan filter membran 0,45 μm dapat dipergunakan untuk membedakan
antara fosfat total dan fosfat terlarut. Fosfat yang dapat langsung diperiksa secara
kolorimetris melalui perombakan secara oksidatif dengan pemanasan sampel
disebut sebagai fosfor reaktif atau ortofosfat (terdapat dalam bentuk terlarut dan
partikel). Hidrolisis dengan asam pada titik didih air mengubah fosfat dalam
bentuk terlarut atau fosfat partikulat yang berkondensasi menjadi ortofosfat
terlarut (dikenal dengan istilah fosfat terhidrolisis asam). Metode kolorimetris
yang dipergunakan adalah metode asam askorbat, yaitu menggunakan ammonium
molibdat dan potassium antimonil tartrat dalam media asam dengan ortofosfat
untuk membentuk asam heteropoli-asam fosfomolibdat yang tereduksi menjadi
molybdenum yang berwarna biru oleh asam askorbat. Warna ini sebanding
dengan konsentrasi fosfat yang ditentukan dengan menggunakan spektrofotometer
(Effendi, 2003).
2.2. Pengertian membran secara umum
Kata membran berasal dari bahasa Latin Membrana yang berarti potongan
kain. Operasi membran dapat diartikan sebagai proses pemisahan dua atau lebih
komponen dari aliran fluida melalui suatu membran. Membran memiliki
ketebalan yang berbeda-beda, ada yang tebal dan ada juga yang tipis serta ada
12
yang homogen dan yang heterogen. Ditinjau dari bahannya membran terdiri atas
bahan alami dan bahan sintetis. Bahan alami adalah bahan yang berasal dari alam
misalnya pulp dan kapas, sedangkan bahan sintetis dibuat dari bahan kimia,
misalnya polimer polisulfon, akrilik, poliakrilat.
Membran berfungsi sebagai penghalang (Barrier) yang sangat selektif
diantara dua fasa, hanya dapat melewatkan komponen (ion-ion) tertentu dan
menahan komponen lain dari suatu aliran fluida yang dilewatkan melalui
membran (Mulder, 1996). Komponen aktif membran adalah suatu senyawa
bermuatan atau netral yang mampu membentuk senyawa kompleks dengan ion-
ion secara reversible dan mambawanya melalui membran organik. Larutan yang
mengandung komponen yang tertahan disebut retentat dan larutan yang mengalir
disebut permeat. Filtrasi dengan menggunakan membran selain berfungsi sebagai
sarana pemisahan juga berfungsi sebagai sarana pemekatan dan pemurnian dari
suatu larutan yang dilewatkan pada membran tersebut. Proses membran
melibatkan umpan (cair dan gas), dan gaya dorong (driving force) akibat
perbedaan tekanan (ΔP), perbedaan konsentrasi (ΔC) dan perbedaan energi (ΔE).
Proses pemisahan dengan membran dapat diilustrasikan seperti Gambar 2.2.
Membran
Fasa 1 Fasa 2
Gaya Dorong
Gambar 2.2. Proses pemisahan membran
Retentat Permeat
13
Dalam teknologi pemisahan dengan menggunakan membran mempunyai
keunggulan dibandingkan dengan teknologi pemisahan yang lain yaitu :
- pemisahan membran berdasarkan ukuran molekular sehingga beroperasi
pada temperatur rendah (temperatur ambient).
- Pemakaian energi yang relatif rendah, karena biasanya pemisahan
menggunakan membran tidak melibatkan perubahan fasa.
- Tidak menggunakan zat bantu kimia sehingga tidak ada tambahan produk
buangan
- Bersifat modular artinya modul membran dapat discale-up dengan
memperbanyak unitnya.
- Proses membran dapat mudah digabungkan dengan proses pemisahan
lainnya ( hybrid processing )
2.2.1. Parameter utama proses pemisahan membran
Pada proses membran umumnya terjadi fenomena fluks berbanding
terbalik dengan selektifitas. Semakin tinggi fluks seringkali berakibat menurunnya
selektifitas dan sebaliknya, sedangkan hal yang diinginkan dalam proses berbasis
membran adalah mengoptimasi fluks dan selektifitas.
A. Permeabilitas
Permeabilitas suatu membran merupakan ukuran kecepatan dari suatu
spesi atau konstituen menembus membran. Secara kuantitas, permeabilitas
membran sering dinyatakan sebagai fluks atau koefisien permeabilitas. Definisi
dari fluks adalah jumlah volume permeat yang melewati satuan luas membran
dalam waktu tertentu dengan adanya gaya dorong dalam hal ini berupa tekanan.
Secara umum fluks dapat dirumuskan sebagai (Mulder, 1996) :
14
…………………………………………………………(2.1)
dimana :
J = Fluks (Lt/m2
.jam)
V = Volume permeat (Lt)
A = Luas permukaan membran (m2
)
t = Waktu ( jam)
Laju fluks akan menurun sejalan dengan waktu pengoperasian akibat
pengendapan atau pelekatan material dipermukaan membran, yang dikenal dengan
istilah fouling dan scaling. Fouling dapat didefinisikan sebagai proses
terbentuknya lapisan oleh material yang tidak diinginkan pada permukaan
membran. Secara teknis, scaling didefinisikan sebagai akumulasi kerak (scale)
akibat adanya peningkatan konsentrasi dari materi anorganik yang melewati hasil
kali kelarutannya pada permukaan membran dan menyebabkan penurunan kinerja
membran. Sehingga definisi fouling sudah termasuk scaling. Dalam
penggunaannya, istilah fouling lebih banyak pada materi biologis dan koloid,
sedangkan istilah scaling digunakan untuk pengendapan garam atau mineral
anorganik.
Terjadinya fouling diawali dengan adanya polarisasi konsentrasi yaitu
peningkatan konsentrasi lokal dari suatu solut pada permukaan membran,
sehingga material terlarut berkumpul membentuk lapisan gel yang semakin lama
menebal. Pada polarisasi konsentrasi ini, fluks mengalami penurunan karena
adanya peningkatan pada tahapan hidrodinamik pada lapisan batas dan kenaikan
tekanan osmotik lokal. Selain polarisasi konsentrasi, penurunan fluks dapat terjadi
akibat pengaruh dari adsorpsi, pembentukkan lapisan gel (gel layer formation) dan
15
penyumbatan pada pori. Dampak langsung yang dapat diamati dan cukup
signifikan yang menandai terjadinya fauling ini adalah menurunnya kinerja
membran (fluks permeat menurun seiring waktu), seperti yang terlihat pada
Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Fluks sebagai fungsi dari waktu
B. Selektifitas
Selektivitas suatu membran merupakan ukuran kemampuan suatu
membran untuk menahan suatu spesi atau melewatkan suatu spesi tertentu.
Selektifitas membran tergantung pada interaksi antar muka dengan spesi yang
akan melewatinya, ukuran spesi dan ukuran pori permukaan membran. Parameter
yang digunakan untuk menggambarkan permselektifitas membran adalah
koefisien rejeksi (R). Koefisien rejeksi adalah fraksi konsentrasi zat terlarut yang
tidak menembus membran, dan dirumuskan sebagai berikut :
…………………………………………(2.2)
dimana :
R = Koefisien rejeksi (%)
Cp = Konsentrasi zat terlarut dalam permeat
Cf = Konsentrasi zat terlarut dalam umpan.
16
Dengan harga R berkisar antara 0 sampai 1. Jika harga R = 1 berarti zat
kontaminan ditahan oleh membran secara sempurna.
Untuk mengurangi penumpukan materi pada permukaan membran, ada dua
cara yang dapat diambil, yaitu (Milisic, 1996):
a. Menjaga partikel mengenai membran, atau
b. Membersihkan membran tersebut
Untuk menjaga partikel mengenai membran, ada beberapa teknik yang digunakan
seperti proses filtrasi, proses koagulasi dimana upaya-upaya tersebut lazim disebut
sebagai pretreatment. Sedangkan untuk membersihkan membran dapat digunakan
pembersihan membran secara periodik, atau meningkatkan tegangan geser (shear
stress) pada permukaan membran dimana konstituen yang telah tertahan (fouling)
akan tergeser oleh turbulensi aliran sehingga tidak terjadi penumpukan partikel.
2.2.2. Model aliran umpan pada membran
Dalam operasi membran dikenal dua jenis aliran umpan, yaitu aliran cross-
flow dan aliran dead-end. Secara sederhana ditunjukan pada Gambar 2.4. Pada
sistem cross- flow, aliran umpan mengalir melalui suatu membran, dengan hanya
sebagian saja yang melewati pori membran untuk memproduksi permeat,
sedangkan aliran pelarut atau cairan pembawa akan melewati permukaan
membran sehingga larutan, koloid dan padatan tersuspensi yang tertahan oleh
membran akan terus terbawa menjadi aliran balik. Sedangkan pada sistem dead-
end, keseluruhan dari fluida melewati membran (sebagai media filter) dan partikel
tertahan pada membran, dengan demikian fluida umpan mengalir melalui tahanan
membran dan tahanan penumpukan partikel pada permukaan membran (Mallack
et al., 1997).
17
Dead-end Cross-flow
retentat umpan retentat
permeat
permeat
Gambar 2.4. Model proses aliran umpan pada operasi membran
Sistem cross-flow secara teori lebih baik dari sistem dead-end dimana laju aliran
retentatg tidak seluruhnya menjadi permeat, ada bagian yang lewat menjadi laju
aliran balik pada sistem cross-flow.
2.3. Klasifikasi Membran
Berdasarkan struktur dan prinsif pemisahan membran dapat dibedakan
menjadi 3 (tiga) jenis yaitu :
1. Membran berpori (pemisahan berdasarkan perbedaan ukuran partikel
dengan ukuran pori membran)
2. Membran tidak berpori (pemisahan berdasarkan perbedaan kelarutan dan
kemampuan berdifusi)
3. Membran cair (pemisahan berdasarkan sifat molekul pembawa
spesifik/carrier)
Berdasarkan gradient tekanan sebagai gaya dorongnya dan
pemeabilitasnya, membran dapat dibedakan menjadi 4 (empat) jenis yaitu
(Mulder,1996):
a. Mikrofiltrasi (MF), Membran jenis ini memiliki ukuran pori 0.05 – 10 µm
dengan tebal 10 – 200 µm, dapat dibuat dari bahan polimer maupun
18
keramik, beroperasi pada tekanan berkisar 0,1-2 Bar dan batasan
permeabilitas-nya lebih besar dari 50 L/m2
.jam.bar
b. Ultrafiltrasi (UF), Membran jenis ini memiliki ukuran pori berkisar 0.05 –
1 µm ( 1- 100 nm), dengan tebal mencapai 150 µm, dapat dibuat dari
bahan keramik atau polimer, beroperasi pada tekanan antara 1-5 Bar dan
batasan permeabilitas-nya adalah 10-50 L/m2
.jam.bar
c. Nanofiltrasi, Membran ini memiliki ukuran pori 0.01 - 5 nm, dapat dibuat
dari bahan poliamida (interfacial polymerisasi), beroperasi pada tekanan
antara 5-20 bar dan batasan permeabilitas-nya mencapai 1,4 – 12
L/m2
.jam.bar
d. Reverse Osmosis (RO), Membran jenis ini memiliki ukuran pori lebih
kecil dari 2 nm, dapat terbuat dari bahan selulosa triasetat atau aromatic
poliamida, beroperasi pada tekanan antara 10-100 Bar dan batasan
permeabilitas-nya mencapai 0,05-1,4 L/m2
.jam.bar.
Jenis membran yang dipakai pada penelitian ini menggunakan membran
khitosan dari kulit udang, yang termasuk ke dalam membran ultrafiltrasi.
2.3.1 Membran Ultrafiltrasi
Membran ultrafiltrasi (UF) adalah teknik proses pemisahan
(menggunakan) membran untuk menghilangkan berbagai zat terlarut BM (berat
molekul) tinggi, aneka koloid, mikroba sampai padatan tersuspensi dari air.
Ukuran dan bentuk molekul terlarut merupakan faktor penting, batas berat
molekul membran (molecular weight cut-off, MWCO) adalah ukuran dari
karakteristik pemisahan dari suatu membran dalam istilah berat atom (massa),
sebagai ukuran pori-pori. Membran ultrafiltrasi mempunyai ukuran pori 1-100nm
19
(1000-106 NWCO), biasanya diukur dalam satuan Dalton. Satu Dalton adalah
unit massa yang besarnya sama dengan 1/12 massa atom karbon-12 (yaitu satu
satuan massa atom (atomic mass unit, amu) biasanya digunakan sebagai satuan
untuk mengukur batas berat molekul (MWCO) yang dapat dipisahkan oleh
membran ultrafiltrasi. Teknologi pemurnian air, menggunakan membran
ultrafiltrasi dengan batas berat molekul membran (MWCO) 1000 – 20000 lazim
untuk penghilangan pirogen, sedangkan berat molekul membran (MWCO)
80.000- 100.000 untuk pemakaian penghilangan koloid. Tekanan sistem
ultrafiltrasi biasanya rendah, 1-10 bar (70-700 kPa), maka dapat menggunakan
pompa sentrifugal biasa. Membran ultrafiltrasi sehubungan dengan pemurnian air
dipergunakan untuk menghilangkan koloid (penyebab fouling) dan penghilangan
mikroba, pirogen.
Membran ultrafiltrasi dibuat dengan mencetak polimer selulosa acetate
(CA) ataupun jenis polimer alam (kitosan) sebagai lembaran tipis. Membran
khitosan mudah diperoleh karena kelarutannya yang tinggi dalam asam asetat 1%
dan membran diperoleh setelah menguapkan pelarutnya. Fluks maksimum bila
membrannya anisotropik, ada lapisan tipis rapat dan berpori. Membran selulosa
acetate (CA) mempunyai sifat pemisahan yang bagus namun sayangnya dapat
dirusak oleh bakteri dan zat kimia, rentan pH. Membran juga dapat terbuat dari
polimer polisulfon, akrilik, juga polikarbonat, PVC, poliamida, piliviniliden
fluoride, kopolimer AN-VC, poliasetal, poliakrilat dan bahan lainnya.
20
Struktur membran UF secara morfologinya dapat diklasifikasikan menjadi
dua yaitu membran simetrik dan membran asimetrik, terlihat pada Gambar 2.5.
Simetrik Asimetrik
Gambar 2.5. Struktur cross-section membran UF simetrik dan asimetrik
Membran simetrik (yaitu terdiri atas membran porous/berpori dan nonporous/tak
berpori) ketebalannya berkisar antara 10 – 200 µm, dimana ketebalan suatu
membran dapat menentukan ketahanan membran terhadap transfer massa.
Pemisahan membran berpori berdasarkan atas perbedaan ukuran partikel dengan
ukuran pori membran. Membran tidak berpori (membran rapat), prinsif
pemisahannya berdasarkan pada perbedaan kelarutan dan kemampuan berdifusi.
Membran asimetrik (yaitu terdiri dari membran berpori dan komposit), membran
asimetrik berpori memiliki lapisan yang sangat tipis (0,1 - 1µm) pada bagian
permukaannya yang berpengaruh pada fluks dan selektifitas membran. Lapisan
bawah berupa lapisan penyangga berpori dengan ketebalan 50 – 150 µm
merupakan penyangga mekanis. Membran komposit pada bagian atasnya
memiliki pori berukuran kecil (≤ 0,1 µm) bertindak sebagai barrier (penghalang)
menghasilkan fluks yang tinggi. Bagian bawah membran (lapisan
retentat Lapisan permukaan
tipis
Lapisan penyangga berpori
permeat
Lapisan penyangga tambahan
Lapisan penyangga berpori
Lapisan permukaan tipis retentat
permeat BERPORI
TAK BERPORI
BERPORI
MEMBRAN KOMPOSIT
Struktur rapat
struktur berpori
21
penyangga/pendukung) memiliki ukuran pori lebih besar, biasanya lapisan ini
menggunakan jenis polimer yang berbeda dengan lapisan permukaan.
2.3.2. Mekanisme transfort pada membran UF
Faktor penting yang menentukan kinerja keseluruhan sistem membran
ultrafiltrasi adalah tingkat transportasi zat terlarut atau partikel dalam larutan
umpan terhadap membran. Seperti ditunjukkan pada Gambar 2.6, aliran tekanan
yang digerakkan melintasi membran mengangkut zat terlarut ke permukaan
membran. Jika membran ini sebagian atau sepenuhnya dapat menahan zat terlarut
tertentu, tingkat awal dari transportasi zat terlarut terhadap membran akan lebih
besar dari fluks zat terlarut melalui membran sehingga menyebabkan zat terlarut
menumpuk di permukaan membran. Fenomena ini umumnya disebut sebagai
polarisasi konsentrasi, yaitu akumulasi ion yang direjeksi saat proses pemisahan
yang membentuk lapisan pada permukaan membrane (Wenten, 2004). Akumulasi
zat terlarut pada permukaan membran menyebabkan aliran kembali berdifusi
menuju larutan bulk. Kondisi steady state dicapai ketika transportasi konveksi dari
zat terlarut ke membran adalah sama dengan jumlah dari aliran permeat ditambah
transportasi difusi zat terlarut, yaitu:
J.C - D = J.Cp …………………………………………………(2.3)
J adalah fluks permeat,
C adalah konsentrasi zat terlarut dalam arah x,
D adalah koefisien difusi, dan
Cp adalah konsentrasi zat terlarut dalam permeat.
22
δ x
Gambar 2.6. Konsep dasar pemisahan dengan membran dan
Polarisasi Konsentrasi pada kondisi steady-state
Pada kondisi batas (boundary) jika :
x = 0 x = Cw (konsentrasi zat terlarut pada permukaan membran)
x = δ x = Cb (konsentrasi zat terlarut pada larutan bulk)
Integrasi dari persamaan (2.3) menghasilkan :
ln = …………………………………………(2.4)
Jika rasio antara koefisien difusi (D) dengan batas ketebalan (δ) merupakan
koefisien perpindahan massa (k) yaitu : k =
maka persamaan (2.4) menjadi :
J = k ln ………………………………………(2.5)
Nilai fluks dengan total zat terlarut tertahan membentuk lapisan gel menyebabkan
besar(Cp = 0) sehingga besar fluks (J) dapat dihitung dengan persamaan :
J = k ln ………………………………………(2.6)
Konsentrasi zat terlarut pada permukaan membran dapat diperoleh dengan
ekstrapolasi antara fluks (J) terhadap ln Cb dan informasi yang diberikan kurang
23
akurat terutama jika larutan umpan berupa macrosolutes dengan konsentrasi Cw =
Cb tidak memberikan nilai fluks nol.
Akumulasi zat terlarut atau partikel pada permukaan membran dapat
mempengaruhi menyerap fluks dalam dua cara berbeda, yaitu pertama, akumulasi
zat terlarut dapat menghasilkan cairan osmotik didorong mengalir kembali
melintasi membran dari sisi permeat ke sisi umpan, sehingga mengurangi laju
transportasi pelarut. Efek ini umumnya akan paling menonjol untuk zat terlarut
kecil, yang cenderung memiliki tekanan osmotik besar misalnya,
mempertahankan garam di reverse osmosis (Jonsson, 1984). Kemudian yang
kedua, zat terlarut atau partikel ireversibel bisa merusak membran karena interaksi
fisik maupun kimia yang spesifik antara membran dan berbagai komponen hadir
dalam aliran proses, sehingga menambah ketahanan hydraulik terhadap aliran
pelarut secara seri dengan yang disediakan oleh membran. Interaksi yang dapat
menyebabkan penurunan fluks ini dapat dipengaruhi oleh adsorpsi, pembentukan
lapisan gel, penyumbatan dari pori-pori membran. Penurunan fluks lebih lanjut
juga diakibatkan oleh bahan membran itu sendiri, sifat zat terlarut, dan variabel
lainnya seperti pH, kekuatan ion, suhu larutan dan operasi tekanan (Jonsson &
Tragardh, 1990). Fluks juga dapat didefinisikan sebagai :
fluks = …………………………………(2.7)
atau fluks = ………………………………………....(2.8)
Rtotal = Rm + Rp + Ra + Rg + Rcp …………………………………(2.9)
Perbedaan tekanan osmotik, Δπ yang melintasi membran dapat
menyebabkan gaya dorong (driving force) menjadi besar, sehingga memberikan
transfortasi membran menjadi ΔP - ζΔπ (Zeman dan Sydney, 1996). ζ adalah
24
koefisien refleksi (parameter perpindahan), menunjukkan tingkat selektivitas
membran. Bila ζ = 1 zat terlarut benar-benar dipertahankan dan ketika ζ = 0 itu
benar-benar permeabel. Hambatan dari zat terlarut yang terakumulasi pada
permukaan membran ini disebut sebagai hydraulik resistansi, Rs. Pada keadaan
ideal resistensi yang berpengaruh pada membran hanya resistensi membran itu
sendiri, Rm, tetapi membran memiliki batas resistensi tertentu terhadap zat terlarut
maka akan terjadi akumulasi zat terlarut yang tertahan oleh membran di sekitar
permukaan membran. Hal ini menyebabkan terbentuknya lapisan zat terlarut yang
terkonsentrasi, sehingga menimbulkan resistensi baru terhadap proses
perpindahan massa yaitu resistensi polarisasi konsentrasi, Rcp. Zat terlarut yang
terkonsentrasi ini memiliki kecenderungan yang besar untuk membentuk lapisan
gel dipermukaan membran dan menghasilkan resistensi lapisan gel, Rg. Pada
kasus membran berpori, terdapat kemungkinan zat terlarut masuk kedalam pori
membran dan menyumbat pori sehingga timbul pore blocking resistance Rp.
Akhirnya, resistensi total bertambah akibat fenomena adsorpsi, Ra. Hal-hal
tersebut terjadi pada semua jenis membran, baik yang berpori maupun yang tidak
berpori (Mulder,1996). Jenis-jenis resistensi yang berpengaruh pada membran
terlihat pada Gambar 2.7.
25
Gambar 2.7. Tipe resistensi pada membran saat perpindahan massa
melewati membran dengan driving force tekanan.
2.4. Khitin dan Khitosan
2.4.1. Khitin
Senyawa khitin banyak terdapat pada kulit luar hewan Artropoda, Molusca
Anellida, Crustacea (jenis udang-udangan, kepiting) dan juga terdapat pada
dinding sel Fungi. Khitin merupakan biopolimer rantai panjang yang lurus
tersusun dari 2000 – 3000 monomer (2-asetamida-2-deoksi-D-glukosa) yang
terangkai dengan ikatan 1,4-β-glikosida. Kitin memiliki rumus molekul
[C8H13NO5]n mimiliki berat molekul 1,2 x 106 Dalton. Khitin memiliki gugus
asetamida (-NHCOCH3) yang merupakan polimer berunit N-asetilglukosamin.
Bentuk yang paling umum dari hkitin adalah ά-kitin, yaitu mempunyai 2 unit
NN’-diasetil kitobiosa dari 2 rantai dengan susunan antiparalel (Minke dan
Blackwell,1978). Sedangkan menurut Svitil, et al (1997) khitin berdasarkan
susunan rantai molekulnya mempunyai 3 jenis struktur yaitu ά,β dan γ. Struktur
Membran
Retentat
Permeat
Jenis resistansi membran
Rp : penyumbat pori
Ra : adsorpsi
Rm : membran
Rg : lapisan gel
Rcp : konsentrasi
polarisasi
26
ά-khitin tersusun dalam rantai yang tidak sejajar dengan ikatan sangat kuat; β-
khitin tersusun dalam rantai yang sejajar (paralel ) dan γ-khitin merupakan
campuran dari rantai paralel dan antiparalel. Umumnya khitin diisolasi melalui
rangkaian proses produksi berbahan dasar kulit udang. Proses isolasi khitin
sebagai berikut pertama, demineralisasi atau proses penghilangan mineral
menggunakan asam kemudian kedua, deproteinasi atau proses penghilangan
protein menggunakan basa selanjutnya yang ketiga, dekolorisasi atau proses
penghilangan warna menggunakan oksidator atau pelarut organik (Rismana,
2006). Struktur senyawa khitin terdapat pada Gambar 2.8 :
Gambar 2.8 Struktur Senyawa Khitin
Khitin berbentuk serpihan dengan warna putih kekuningan, memiliki sifat
tidak beracun dan mudah terurai secara hayati (biodegradable). Khitin tidak larut
dalam air, larutan basa encer dan pekat, larutan asam encer dan pelarut organik.
Tetapi senyawa ini larut dalam asam mineral pekat, seperti asam klorida, asam
sulfat, asam nitrat. Namun asam sulfat, asam nitrat dan asam fospat dapat merusak
kitin yang menyebabkan kitin terdegradasi menjadi monomer-monomer sederhana
yang lebih kecil (Bastaman, 1989). Sistem pelarut yang efektif dalam melarutkan
kitin adalah campuran N,N-dimetil asetamida dan LiCl 5% terlarut (Austin, 1988).
Identifikasi adanya khitin dapat dideteksi dengan reaksi warna Van Wesslink,
yaitu terdiri atas larutan I2 dalam KI yang memberikan warna coklat, kemudian
27
jika ditambahkan asam sulfat berubah warnanya menjadi violet. Perubahan warna
dari coklat hingga menjadi violet menunjukkan reaksi positif adanya khitin.
Secara kuantitatif untuk mengidentifikasi suatu senyawa khitin dengan analisis
FTIR (Fourier Transform Infra Red ) . Hasil analisis gugus fungsi khitin dari kulit
udang dengan FTIR dapat dilihat pada Tabel 2.1
Gugus Fungsi Bilangan gelombang (cm-1
) Khitin
OH
N – H ulur
C – H ulur
C = O ulur
N – H bengkokan
CH3
C – O – C
N – H kibasan
3448
3300-3250
2891
1680-1640
1560-1530
1419
1072
750-650
Tabel 2.1 Karakteristik Khitin Kulit Udang (Stuart, 2003)
2.4.2. Khitosan
Khitosan adalah produk deasetilasi khitin yang merupakan polimer rantai
panjang glukosamin (2-amino-2-deoksi-D-Glukosa), memiliki rumus molekul
[C6H11NO4]n dengan bobot molekul 2,5x105 Dalton. Khitosan berbentuk serpihan
putih kekuningan, tidak berbau dan tidak berasa. Khitosan tidak larut dalam air,
larutan basa kuat, asam sulfat, pelarut-pelarut organik seperti dalam alkohol,
aseton. Sifat khitosan sedikit larut dalam asam klorida maupun dalam asam nitrat,
larut dalam asam asetat 1%-2%, dan mudah larut dalam asam format 0,2%-1,0%
dengan pH sekitar 4,0. Pada pH asam cenderung terjadi pengendapan dan larutan
khitosan membentuk komplek polielektrolit yang bermuatan positif dengan
hidrokoloid anionik menghasilkan gel. Secara biologis khitosan tidak beracun,
mudah mengalami biodegradable dan polielektrolit kationik karena mempunyai
gugus fungsional yaitu gugus amino selain itu terdapat juga gugus hidroksil
primer dan sekunder yaitu masing-masing terikat pada atom C primer dan
28
sekunder. Adanya gugus fungsi tersebut mengakibatkan khitosan mempunyai
kereaktifitasan kimia yang tinggi. Gugus fungsi amina bebas yang bersifat
nukleofilik kuat yang terdapat pada khitosan menyebabkan khitosan lebih reaktif
dari senyawa khitin dan memungkinkan juga untuk modifikasi kimia yang
beranekaragam. Kondisi ini menyatakan bahwa khitosan termasuk salah satu
material alami yang banyak memiliki manfaat mulai dari pengolahan limbah
sampai untuk dunia medis. Berbeda dengan polisakarida alami lainnya seperti
selulosa, alginat, agarosa, dan pektin yang memiliki sifat netral atau asam,
khitosan bersifat basa karena memiliki gugus amino dalam jumlah besar pada
rantai tulang punggungnya (Mak & Sun, 2008). Gugus ini dapat mengalami
protonasi pada pH kurang dari 6,5, yang menjadikan khitosan polimer kationik.
Muatan positif pada khitosan kemudian dapat berikatan dengan material lain yang
bermuatan negatif seperti enzim, sel, polisakarida lainnya, asam nukleat, kulit, dan
rambut (Argin-Soysal, 2007).
Perbedaan senyawa khitin dan khitosan adalah berdasarkan kandungan
nitrogennya, bila polimer kurang dari 7% maka merupakan polimer khitin, apabila
kandungan total nitrogennya lebih dari 7% maka merupakan polimer khitosan
(Roberts, 1992). Hasil analisis gugus fungsi khitosan dari kulit udang dengan
FTIR dapat dilihat pada Tabel 2.2.
29
Gugus Fungsi Bilangan gelombang (cm-1
) Khitosan
OH
N – H ulur
C – H ulur
NH2 guntingan
N – H bengkokan
CH3
C – O – C
NH2 kibasan dan Pelintiran
N – H kibasan
3450,0
3335,0
2891,1
1655,0
1419,5
1072,3
850,0-750,0
715,0
Tabel 2.2 Karakteristik Khitosan Kulit Udang (Stuart, 2003)
Manfaat Kitosan di berbagai bidang industri modern cukup banyak
diantaranya dalam industri farmasi, biokimia, bioteknologi, pangan, gizi, kertas,
tekstil, pertanian, kosmetik, membran dan kesehatan. Pemanfaatan tersebut
didasarkan atas sifat-sifatnya yang dapat digunakan sebagai bahan pengemulsi,
pengkoagulasi, pengkelat termasuk memiliki sifat fisik yang khas yaitu mudah
dibentuk menjadi spons, larutan, gel, pasta serat yang bermanfaat dalam
aplikasinya.
Proses transformasi khitin menjadi khitosan adalah reaksi hidrolisis amida
yang disertai dengan penambahan gugus hidroksil pada atom C dari gugus amida
(adisi nukleofilik). Raksinya ada pada Gambar 2.9
Gambar 2.9. Adisi nukleofilik
30
Dilanjutkan dengan transfer proton pada anion, yaitu atom O dari gugus
asetil mentrasfer elektronnya pada molekul air yang ada pada proses deasetilasi,
kemudian air mentransfer proton (H+) kepada atom O dari gugus asetil kitin
sehingga terbentuk gugus hidroksil. Mekanisme dari reaksinya tedapat pada
Gambar 2.10.
Gambar 2.10 Transfer proton pada anion
Setelah transfer proton pada anion, terjadi protonasi pada nitrogen amida
yaitu, atom N dari gugus amida kitin mentransfer elektronnya pada molekul air
menyebabkan molekul air mentranfer protonnya sehingga terbentuk amina dan
melepaskan ion hidroksil. Reaksinya terdapat pada Gambar 2.11.
Gambar 2.11. Tahap protonasi pada nitrogen amida
31
Tahap N terprotonasi, yaitu gugus hidroksil yang dilepaskan mentransfer
elektronnya ke atom H dari gugus asetil kemudian atom H tersebut akan
mentransfer elektronnya ke atom O serta atom O mentransfer elektronnya ke atom
N yang terprotonasi sehingga ikatan dari gugus asetil terputus membentuk
molekul air, molekul asam asetat dan molekul khitosan. Mekanisme reaksinya
dapat dilihat pada Gambar 2.12
Gambar 2.12. Tahap pelepasan N terprotonasi
2.5.Derajat Deasetilasi
Khitin yang direaksikan dengan alkali dapat mengalami hidrolisis dari
gugus asetamida kepada gugus amino (Kurita 2006). Proses hidrolisis ini selalu
menggunakan NaOH dan KOH pada suhu tinggi. Hidrolisis dengan alkali dapat
mengalami penurunan berat molekul, jika reaksi berlangsung lama. Oleh sebab itu
dalam hidrolisis perlu dilakukan pemanasan dan khitosan yang dihasilkan
tergantung dari konsentrasi alkali yang digunakan. Kemurnian khitosan dapat
diketahui dari Derajat Deasetilasi (DD) diperoleh dan melarut dengan baik dalam
asam asetat 1%. Sifat kelarutan ini disebabkan oleh deasetilasi dalam larutan
alkali.
32
Metode FTIR (Fourier Transform Infra Red ) dapat digunakan untuk
mengetahui Derajat Deasetilasi (DD) khitosan. Untuk menentukan DD digunakan
metode garis oleh Moore dan Robert, seperti ditunjukkan dalam persamaan 2.10.
A1588 1
DD = 1 - x x 100% ………..(2.10)
A3410 1,32
Keterangan rumus :
A = log = absorbansi
A1588 = Absorbansi pada panjang gelombang 1588 cm-1
untuk serapan gugus
amida/asetamida (CH3CONH
-
)
A3410 = Absorbansi pada panjang gelombang 3410 cm-1
untuk serapan gugus
hidroksil (OH-)
2.6.Tinjauan tentang Spektrofotometer Ultra Violet (UV-Vis)
Hubungan antara radiasi yang diserap dan konsentrasi spesies penyerap
dinyatakan oleh hukum Lambert-Beer. Dalam hukum Lambert Beer dinyatakan
bahwa absorbansi berbanding langsung dengan konsentrasi. Rumusan Hukum
Lambert Beer dapat dijelaskan sebagai berikut: bila suatu medium penyerap
dibagi menjadi lapisan-lapisan imajiner yang tebalnya sama dan berkas sinar
radiasi diarahkan melewati medium tersebut, maka setiap lapisan akan menyerap
bagian yang sama dari radiasi. Absorpsi dapat dijabarkan secara matematis
sebagai berikut:
= -k. C. db .…………...………………………………………...(2.11)
33
ln = -k. C. db ……….………...…………………………….....(2.12)
log = . b. C atau ....…....………………….……………..(2.13)
log = -ε. b. C ….….........………….. ……..……..……………..(2.14)
C adalah konsentrasi larutan dalam molar. Jika konsentrasi larutan dalam bentuk
gram/liter maka rumus 2.14. menjadi:
log = -a. b. C …………………………………………………...(2.15)
log disebut optical density (OD) atau absorbansi (A), sedangkan It/I0 disebut
dengan transmitans yang merupakan proporsi radiasi yang diteruskan. Bila T
dikalikan dengan 100% disebut sebagai persen transmitans. Hubungan absorbansi
dengan transmitan ditunjukkan pada persamaan (2.16).
A = log T = log =- ε. b.C ………….………………………....(2.16)
Dengan ketentuan:
I0 : intensitas radiasi yang dilewatkan
It : intensitas radiasi yang diserap
a : koefisien aktivitas (bila satuan kadar adalah gram/liter)
ε : koefisien aktivasi molar (bila satuan kadarnya adalah molar)
C : konsentrasi
A : absorbansi
b : panjang sampel /tebal kuvet
Spektrum absorpsi UV-Vis umumnya dinyatakan sebagai aluran grafik
absorbansi sebagai ordinat dan panjang gelombang sebagai absis. Spektrum
34
serapan UV-Vis berasal dari transisi elektronik, tingkat energi elektronik terbagi-
bagi menjadi tingkat energi vibrasi, rotasi dan translasi. Instrumentasi dari
spektrofotometer dapat berupa susunan alat-alat, seperti sumber radiasi,
monokromator, wadah sampel, detektor, penguat/amplifier, dan rekorder.
Spektrum ultraviolet pada senyawa tertentu biasanya diperoleh dengan
melewatkan cahaya pada panjang gelombang tertentu (cahaya monokrom) melalui
larutan encer senyawa tersebut dalam pelarut yang tidak menyerap misalnya, air,
etanol, dan heksana (Khopkar, 2003). Fraksi dari radiasi yang diteruskan atau
ditransmisikan oleh larutan disebut transmitan. Rangkaian sistem kerja alat UV-
Vis terdapat pada Gambar 2.13.
Gambar 2.13. Mekanisme serapan UV-Vis
35
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1. Kerangka Konsep
Air bersih menjadi ukuran tingkat kesehatan masyarakat beserta
lingkungannya dan hampir setiap hari kita memerlukan air untuk kepeluan hidup,
baik untuk minum, memasak ataupun untuk membersihkan (mencuci).
Penggunaan air tersebut sebagian besar akan terbuang kembali sebagai limbah,
yang paling banyak adalah limbah dari hasil pencucian. Zaman yang serba cepat
dan praktis ini banyak orang memakai jasa laundry dalam pencucian pakaian,
sehingga tak terhindarkan lagi limbah laundry yang dihasilkan makin hari akan
bertambah. Limbah laundry sepintas tidak begitu menunjukkan dampak yang
serius bagi lingkungan, tapi jika diakumulasi keberadaanya akan menjadi masalah
yang cukup mengkhawatirkan di kemudian hari bagi lingkungan. Hal yang
mencemaskan tersebut terjadi karena dalam proses pencucian, limbah terbuang
menggandung senyawa fosfat yang merupakan komponen builder yang ada pada
detergen yang digunakan untuk mencuci. Kadar fosfat yang tinggi dalam perairan
dapat memberi nutrisi pada tumbuhan air sehingga menimbulkan alga blom pada
badan perairan yang menutupi permukaan air dan akhirnya keseimbangan
ekosistem perairan terganggu. Penurunan kadar senyawa fosfat dalam pengolahan
air limbah laundry diantaranya dapat dilakukan dengan menggunakan metode
membran.
Membran dapat dibuat dari bahan polimer alam maupun polimer sintetis.
Khitosan merupakan biopolimer alam yang diturunkan dari khitin. Khitin
36
merupakan polisakarida yang ketersedianya terbesar kedua seletah selulosa.
Sehingga penggunaan khitosan sebagai membran menawarkan nilai ekonomis
yang tinggi bagi manfaat senyawa polimer khitosan. Telah banyak penelitian
yang memaparkan manfaat kitosan di bidang lingkungan hingga kesehatan.
Keserbagunaan ini dikarenakan kitosan bersifat khas. Kitosan biodegradabel,
biokompatibel, non-toksik, memiliki aktivitas antimikrob, dapat mengkhelat ion
logam berat, dapat membentuk gel, serta memiliki afinitas yang tinggi pada
protein (Mak & Sun 2008). Seperti penelitian yang dilakukan oleh Meriatna
(2008) yaitu penggunaan membran khitosan untuk menurunkan kadar logam krom
(Cr) dan nikel (Ni) dalam limbah cair industri pelapisan logam dapat menurunkan
kadar logam Cr sampai 99,87% dan logam Ni sampai 99,13%, termasuk juga
penelitian oleh Daniel (2009) tentang pembuatan dan karakteristik membran
khitosan yang berasal dari kulit udang sungai Mahakam berpotensi dipergunakan
sebagai membran hemodialisis karena jumlah molekul urea yang terdifusi dengan
membran khitosan ini sampai sebesar 345,445 mcg/ml.
Khitosan termasuk salah satu material pintar alami. Berbeda dengan
polisakarida alami lainnya seperti selulosa, alginat, agarosa, dan pektin yang
memiliki sifat netral atau asam, khitosan bersifat basa karena memiliki gugus
amino dalam jumlah besar pada rantai tulang punggungnya (Mak & Sun 2008).
Gugus ini dapat mengalami protonasi pada pH kurang dari 6,5, yang menjadikan
khitosan polimer kationik. Muatan positif pada khitosan kemudian dapat berikatan
dengan material lain yang bermuatan negatif seperti enzim, sel, polisakarida
lainnya, asam nukleat, kulit, dan rambut (Argin-Soysal et al. 2007).
37
Dari uraian di atas, kerangka konsep penelitian yang ingin dilaksanakan
pada penelitian ini adalah (terlihat pada Gambar 3.1)
Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian
3.2.Hipotesis
Berdasarkan kerangka konsep di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis
penelitian bahwa membran khitosan dari kulit udang dapat digunakan untuk
menurunkan kadar fosfat dalam air limbah laundry.
Air limbah laundry
(mengandung fosfat)
Pengolahan air
limbah laundry
dengan pemanfaatan
teknologi alternatif
(membran khitosan)
Membran khitosan
terbuat dari bahan
ramah lingkungan,
menggunakan limbah
kulit udang
Air yang aman dibuang
ke badan perairan
Penurunan kadar fosfat
dalam air limbah laundry
Analisis fosfat dengan
spektro UV-Vis
38
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Metode Penelitian
Pada penelitian ini isolasi khitin dari kulit udang menggunakan kondisi
optimum pada penelitian Kusumawati (2009) sedangkan aplikasinya
menggunakan metoda eksperimen yang bersifat eksploratif. Data dikumpulkan
dengan cara pengamatan langsung setelah obyek penelitian diberikan perlakuan,
kemudian melakukan serangkaian pengujian.
4.2. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian adalah penurunan kadar fosfat total dalam air
limbah laundry menggunakan membran khitosan. Sebelum membran khitosan di
aplikasikan pada air limbah laundry, efektivitas membran khitosan dengan
berbagai konsentrasi digunakan untuk menurunkan kadar fosfat pada larutan
standar fosfat (larutan KH2PO4 10 ppm) dan lamanya waktu kontak diamati pada
selang waktu 2 jam. Kemudian dari kondisi optimum konsentrasi khitosan yang
digunakan sebagai membran dan waktu optimum kontak terhadap membran
sampai rentang waktu 2 jam yang diperoleh pada larutan standar fosfat dipakai
untuk aplikasi menurunkan kadar fosfat dalam air limbah laundry. Analisis kadar
fosfat total dalam air limbah laundry dilakukan dengan spektofotometer UV-Vis
sebelum dan sesudah perlakuan.
4.3. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan percobaan faktorial yang terdiri atas 2 faktor
yaitu faktor A (konsentrasi larutan khitosan) dengan taraf 1%, 2%, 3%, 4%, 5%
39
dan faktor B (lamanya waktu kontak terhadap membran khitosan) dengan taraf 30
menit, 60 menit, 90 menit, 120 menit). Rancangan dasar yang digunakan adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga kali ulangan. Analisis data
dilakukan dengan ANOVA (Analysis of Varian) satu arah.
4.4. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Udayana, Laboratorium bersama FMIPA Universitas
Udayana (analisis Spektrofotometer FTIR) dan Laboratorium Fakultas Teknik
Mesin Universitas Udayana.
4.5. Bahan dan Alat Penelitian
4.5.1. Bahan Penelitian
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit udang yang
diperoleh dari limbah restoran yang ada di daerah Kuta, Badung, serta air limbah
pencucian Laundry. Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini
adalah : HCl (asam klorida), NaOH (natrium hidroksida), pereaksi Biuret,
CH3COOH (asam asetat), I2 (iodin), KI (kalium iodida), alkohol, aseton, AgNO3
(perak nitrat), KH2PO4 (kalium dihidrogen fosfat), H2SO4 (asam sulfat),
(NH4)6Mo7O24.4H2O (ammonium heptamolibdat), asam askorbat dan aquades.
4.5.2. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan gelas,
diantaranya adalah gelas ukur, Erlenmeyer, pipet ukur, pipet volume, labu ukur,
gelas beaker, corong, dan labu pemanas, ayakan ukuran 80 Mesh, oven, desikator,
kertas saring, termometer, pH meter, bola hisap, neraca analitik, pengaduk
magnetik. Peralatan instrumen yang digunakan adalah spektrofotometer fourier
40
transform inframerah (FTIR ZHIMADZU), peralatan instrumen spektrofotometer
UV-Vis ZHIMADZU.
4.6. Prosedur Penelitian
Penelitian ini terdiri dari 5 (lima) tahap yaitu :
1. Isolasi Khitin dari kulit udang
2. Proses Deasetilasi Khitin menjadi Khitosan
3. Pembuatan membran Khitosan
4. Analisa fosfat dalam air limbah laundry dengan spektofotometer UV-Vis
5. Proses pengolahan air limbah laundry dengan membran Khitosan dan
analisis kembali hasil penurunan fosfatnya setelah pengolahan air limbah
laundry dengan alat spektrofotometer UV-Vis.
4.6.1. Isolasi Khitin dari Kulit Udang
4.6.1.1. Pembuatan Tepung Kulit Udang
Kulit udang galah yang diambil dari limbah restoran di Kuta, dicuci
dengan air yang mengalir hingga bersih kemudian direbus. Untuk menghilangkan
kotorannya, setelah direbus kulit udang dicuci kembali dengan air hingga bersih
kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 110 – 1200C sampai beratnya
konstan. Setelah kering kemudian digiling dan diayak menggunakan ayakan 80
Mesh. Hasil yang lewat dari ayakan ini digunakan untuk memperoleh khitin.
4.6.1.2. Proses Deproteinasi
Sebanyak 100 gram tepung kulit udang dimasukkan ke dalam erlenmeyer
ukuran 1 L dan ditambahkan larutan NaOH 3,5% dengan perbandingan 1 : 10
(b/v) antara sampel dengan pelarut. Campuran tersebut dipanaskan pada suhu 65 –
700C selama 4 jam sambil dilakukan pengadukan pada 50 rpm. Selanjutnya
41
campuran tersebut disaring, didinginkan kemudian dicuci dengan aquades sampai
pH netral sehingga diperoleh khitin kasar bebas protein yang ditetapkan
menggunakan uji biuret, sampai tidak terbentuk warna ungu.
4.6.1.3. Proses Demineralisasi
Khitin kasar yang telah mengalami proses deproteinasi ditambah dengan
HCl 1,5 M dengan perbandingan 1 : 15 (b/v) antara sampel dengan pelarut.
Campuran dipanaskan pada suhu 70 – 800C selama 4 jam sambil dilakukan
pengadukan pada 50 rpm kemudian disaring. Padatan yang diperoleh dicuci
dengan aquades beberapa kali sampai pH netral. Untuk mengetahui HCl yang
digunakan telah habis tercuci dilakukan uji terhadap air hasil cucian dengan
memakai larutan AgNO3, sampai tidak diperoleh endapan putih (AgCl).
4.6.1.4. Proses Depigmentasi
Khitin yang telah mengalami demineralisasi ditambahkan etanol 70%
sebanyak 100 ml dilanjutkan dengan penyaringan, pencucian kembali dengan
aquades panas dan aseton untuk menghilangkan warna lalu dikeringkan pada suhu
800C selama 24 jam kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang.
Pengeringan dan pendinginan dilanjutkan dengan penimbangan berulang kali
hingga diperoleh berat konstan.
4.6.1.5. Uji Khitin
Identifikasi secara kualitatif senyawa khitin dilakukan dengan uji warna
Van Wesslink. Pada uji ini diambil sedikit serbuk hasil dari proses demineralisasi
ditetesi dengan larutan I2 dalam KI, apabila terjadi perubahan warna dari putih
krem menjadi coklat kemudian ditetesi dengan larutan asam sulfat terjadi
42
perubahan warna menjadi violet berarti senyawa tersebut merupakan senyawa
khitin. Selain itu dilakukan karakterisasi dengan FTIR.
4.6.2. Proses Deasetilasi Khitin menjadi Khitosan
Khitin yang diperoleh dari prosedur deproteinasi-demineralisasi,
dilakukan deasetilasi dengan menambahkan NaOH konsentrasi 50% dengan
perbandingan 1 : 20 (b/v) antara khitin dengan pelarut. Campuran diaduk dan
dipanaskan pada suhu 1200C selama 4 jam, kemudian larutan dipisahkan, disaring
kemudian dicuci dengan aquades sampai pH netral. Padatan yang diperoleh
dikeringkan pada suhu 800C selama 24 jam. Secara kualitatif untuk menguji
adanya khitosan dapat larut sempurna dalam asam asetat maka zat tersebut
merupakan khitosan. Secara kuantitatif khitosan yang diperoleh kemudian
dikarakterisasi dengan menggunakan FTIR.
4.6.3. Pembuatan Membran Khitosan
1. Ditimbang sebanyak 4 gram serbuk khitosan dilarutkan dalam 200 mL
asam asetat (CH3COOH) 1% pada suhu ruangan.
2. Kedua bahan yang telah tercampur dihomogenkan dengan cara diaduk
mengggunakan pengaduk magnetik selama 24 jam, sehingga diperoleh
khitosan 2% kemudian di tuangkan dalam cetakan (petri dish diameter 9,6
cm) sebanyak 25 gram. Kemudian cetakan yang telah terisi larutan
khitosan diangin-anginkan selama 24 jam (sampai setengah kering)
selanjutnya cetakan dimasukkan ke dalam oven pada suhu 60oC selama 5
jam. Memastikan membran kering sempurna cetakan didiamkan selama 24
jam di udara terbuka.
43
3. Cara melepas membran dari cetakan dengan sebelumnya merendam
membrane dalam NaOH 4% selama ± 2 menit, selanjutnya direndam
dengan menggunakan aquabidestilat selama ± 5 menit, kemudian
membran di lepaskan dengan hati-hati dari cetakannya.
4. Langkah cara kerja no. 1 sampai no. 3 diulang untuk konsentrasi membran
khitosan 1,3,4 dan 5%.
4.6.4. Analisis Uji Tarik
Uji tarik membran khitosan dilakukan pada suhu kamar. Kekuatan tarik
membran dapat dilihat dari kekuatan tegangan (Nilai Load) yaitu kekuatan tarik
pada saat putus (kgf) dan regangan (Nilai Stroke) yaitu kekuatan regangan pada
saat putus. Nilai Load dan Stroke biasanya berbanding terbalik.
4.6.5. Analisis Fosfat dalam Air Limbah Laundry dengan Spektro UV-Vis
Air limbah laundry di bawa ke laboratorium Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Udayana untuk dianalisis kadar fosfat total dengan alat
Spektofotometer UV-Vis pada panjang gelombang λ = 660 nm.
4.6.6. Proses pengolahan air limbah laundry dengan membran Khitosan
Membran khitosan digunakan untuk menurunkan kadar fosfat total dalam
air limbah laundry. Sebelum membran di aplikasikan untuk menurunkan kadar
fosfat dalam air limbah laundry, dilakukan simulasi penurunan fosfat
menggunakan larutan standar fosfat (larutan KH2PO4 10 ppm) Adapun tahapan
cara kerjanya sebagai berikut :
1. Membran khitosan dengan konsentrasi 1% di taruh di dalam corong
Buchner sampai menutupi seluruh lingkar dalam corong.
44
2. Larutan standar fosfat (larutan KH2PO4 10 ppm) dituang menggunakan
corong sebanyak 50 mL dimasukan ke dalam biuret, kemudian alirannya
diatur agar jatuh tepat di tengah-tengah corong Buchner yang telah
dipasang membran khitosan.
3. Permeat yang diperoleh setiap 30 menit sampai rentang waktu 2 jam (30,
60, 90 dan 120 menit) diambil, selanjutnya permeat tersebut dianalisis
dengan spektrofotometer UV-Vis (λ = 660 nm), untuk mengetahui
penurunan kadar fosfat total tiap waktu tersebut di atas.
4. Langkah no. 1 sampai no. 3 diulangi dengan konsentrasi khitosan dalam
membran 2, 3, 4 dan 5%. Berdasarkan hasil pengukuran akan diperoleh
kondisi optimum konsentrasi membran khitosan dan waktu optimum
penurunan kadar fosfat dalam larutan standar. Kondisi optimum yang
diperoleh itu (baik konsentrasi membran khitosan dan waktu kontak) akan
diaplikasi untuk mengetahui efektifitas dari membran khitosan terhadap
penurunan kadar fosfat total dalam air limbah laundry.
45
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1. Isolasi Khitin dari Kulit Udang
5.1.1. Tepung Kulit Udang
Kulit udang yang digunakan dari jenis udang galah, diperoleh dari limbah
restoran di daerah Kuta. Kulit udang dibersihkan kemudian dikeringkan
selanjutnya dihaluskan dan diperoleh tepung kulit udang yang berwarna pink
seperti yang terdapat pada Gambar 5.1b.
(a) (b)
Gambar 5.1. a. Kulit Udang
b.Tepung Kulit Udang
5.1.2. Proses Deproteinasi
Proses deproteinasi, ditimbang 100,07 gram tepung kulit udang
direaksikan dengan 1000 mL larutan NaOH 3,5% di taruh di atas alat pengaduk
magnetik pada suhu 65-70oC dan pengadukkan 50 rpm selama 4 jam, setelah
pengeringan diperoleh berat khitin kasar sebanyak 57,95 gram, seperti yang
terdapat pada Gambar 5.2.b.
46
(a) (b)
Gambar 5.2.a. Pengaduk Magnetik
b. Khitin Kasar
5.1.3. Proses Demineralisasi
Proses demineralisasi, khitin kasar sebanyak 57,95 gram direaksikan
dengan 869,25 mL HCl 1,5 M di taruh di atas alat pengaduk magnetik pada suhu
70-80oC dan pengadukan 50 rpm selama 4 jam, setelah proses demineralisasi
dilanjutkan dengan proses depigmentasi diperoleh khitin sebanyak 20,37 gram.
Seperti yang terdapat pada Gambar 5.3.
Gambar 5.3. Khitin
47
5.1.4. Uji Khitin
Uji adanya khitin secara kualitatif dilakukan dengan uji warna Van
Wesslink, yaitu khitin yang diperoleh dari hasil isolasi dengan beberapa proses di
atas direaksikan dengan I2 dalam KI hasilnya dapat menjadi berwarna coklat
kemudian diteteskan H2SO4 berubah menjadi berwarna violet (keunguan) ini
menunjukkan zat hasil isolasinya positif menunjukkan adanya khitin. Secara
kuantitatif adanya senyawa khitin dari proses isolasi di atas dilakukan
karakterisasis dengan FTIR. Spektra hasil FTIR khitin terdapat pada Lampiran 10.
Tabel 5.1 Karakteristik Khitin Kulit Udang
Gugus Fungsi Bilangan gelombang (cm
-1) Khitin
Literatur* Percobaan
OH
N – H ulur
C – H ulur
C = O ulur
N – H bengkokan
CH3
C – O – C
N – H kibasan
3448
3300-3250
2891
1680-1640
1560-1530
1419
1072
750-650
3473,80
3265,49
2883,58
1647,21
1560,41
1384,89
1029,99
707,88
(*Stuart, 2003)
5.2. Proses Deasetilasi Khitin menjadi Khitosan
Khitin sebanyak 20,35 gram direaksikan dengan 407 mL NaOH 50% di
letakkan di atas alat pengaduk magnetik pada suhu 120oC selama 4 jam, dan
setelah proses deasetilasi diperoleh khitosan sebanyak 14,23 gram (Gambar 5.4).
Uji khitosan yang dihasilkan dilakukan dengan melarutkan khitosan ke dalam
larutan asam asetat 1%, ternyata zat yang dihasilkan dari proses deasetilasi larut
dengan baik. Berarti senyawa itu secara kualitatif merupakan senyawa khitosan,
48
dan analisis secara kuantitaif dapat dilakukan dengan analisis FTIR untuk
mengetahui gugus-gugusnya. Derajat deasetilasinya diperoleh 66,27%
perhitungan derajat deasetilasi terdapat pada Lampiran 9.
Gambar 5.4. Khitosan
Tabel 5.2 Karakteristik Khitosan Kulit Udang
Gugus Fungsi Bilangan gelombang (cm
-1) Khitosan
Literatur* Percobaan
OH
N – H ulur
C – H ulur
NH2 guntingan
N – H bengkokan
CH3
C – O – C
NH2 kibasan dan Pelintiran
N – H kibasan
3450,0
3335,0
2891,1
1655,0
1419,5
1072,3
850,0-750,0
715,0
3475,73
3282,84
2879,72
1658,78
1423,47
1045,42
898,83
663,51
(*Stuart, 2003)
5.3. Pembuatan Membran Khitosan
Pembuatan membran khitosan dengan melarutkan 4 gram khitosan dalam
200 mL asam asetat 1% (untuk konsentrasi membran khitosan 2%), kemudian
dihomogenkan dengan pengadukan selama 24 jam. Campuran yang yang telah
49
homogen dibiarkan selama 24 jam baru selanjutnya dicetak menggunakan petri
dish (diameter 9,6 cm). Pelarut asam asetat diuapkan, diteruskan dengan melepas
membran dari cetakan secara hati-hati agar membran tidak robek. Membran yang
telah dilepas dari cetakan mempunyai penampilan tipis transparan, tampak pada
Gambar 5.5. di bawah ini.
Gambar 5.5. Membran Khitosan
5.4. Analisis Uji Tarik
Uji tarik membran khitosan dilakukan setelah membran kering pada suhu
kamar. Untuk mengetahui respon mekanik membran khitosan terhadap
pembebanan tarik satu arah (uniaksial) dilakukan uji tarik menggunakan alat
Screw Test Stand dengan ukuran lebar (l) = 5,79 mm dan panjang awal (Lo) =
30,15 mm yang sama untuk masing-masing konsentrasi membran khitosan.
Pengukuran tebal membran dilakukan dengan menggunakan alat mikrometer
skrup, dimana diperoleh hasil pengukuran dalam satuan millimeter (mm) yang
dipergunakan menghitung luas penampang membran saat mengetahui kekuatan
tarik membran. Gambar alat dan bentuk membran saat dilakukan uji tarik terdapat
pada Lampiran 3.
50
Hasil pengukuran uji tarik masing-masing membran terdapat pada Tabel 5.3
sampai Table 5.7.
Tabel 5.3. Data Uji Tarik Membran Khitosan 1% (tebal membran 0,04 mm)
ΔL(mm) F(Kgf) Rata-rata
F(Kgf) Ulangan I Ulangan II Ulangan III
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
1,60
1,80
2,00
2,20
2,40
2,60
2,80
0,00
0,05
0,20
0,30
0,45
0,55
0,70
0,80
0,95
1,15
1,20
1,30
1,35
1,35
putus
0,00
0,05
0,20
0,35
0,45
0,55
0,65
0,80
0,95
1,15
1,20
1,30
1,35
1,35
Putus
0,00
0,05
0,20
0,35
0,40
0,50
0,65
0,85
0,95
1,15
1,20
1,30
1,35
1,35
putus
0,00
0,05
0,20
0,33
0,43
0,53
0,67
0,82
0,95
1,15
1,20
1,30
1,35
1,35
Putus
51
Tabel 5.4. Data Uji Tarik Membran Khitosan 2% (tebal membran 0,07 mm)
ΔL(mm) F(Kgf) Rata-rata
F(Kgf) Ulangan I Ulangan II Ulangan III
0.00
0.40
0.80
1.20
1.60
2.00
2.40
2.80
3.20
3.60
4.00
4.40
4.80
5.20
5.60
6.00
6.40
6.80
7.20
7.60
8.00
8.40
8.80
9.20
9.60
10.00
10.40
10.80
0,00
0,40
0,75
1,00
1,40
1,85
2,25
2,65
3,00
3,35
3,70
4,05
4,45
4,80
5,15
5,50
5,80
6,25
6,60
6,95
7,25
7,70
7,95
8,20
8,55
9,05
9,05
putus
0,00
0,45
0,70
1,00
1,40
1,85
2,20
2,65
3,00
3,35
3,70
4,05
4,45
4,80
5,15
5,60
6,00
6,35
6,70
7,05
7,45
7,75
8,10
8,30
8,65
9,05
9,05
Putus
0,00
0,45
0,75
1,05
1,40
1,80
2,20
2,65
3,00
3,35
3,70
4,05
4,40
4,80
5,20
5,50
5,90
6,30
6,70
6,95
7,35
7,75
8,05
8,30
8,65
9,05
9,05
putus
0.00
0.43
0.73
1.02
1.40
1.83
2.22
2.65
3.00
3.35
3.70
4.05
4.43
4.80
5.17
5.53
5.90
6.30
6.67
6.98
7.35
7.73
8.03
8.27
8.62
9.05
9.05
putus
52
Tabel 5.5. Data Uji Tarik Membran Khitosan 3% (tebal membran 0,09 mm)
ΔL(mm) F(Kgf) Rata-rata
F(Kgf) Ulangan I Ulangan II Ulangan III
0.00
0.40
0.80
1.20
1.60
2.00
2.40
2.80
3.20
3.60
4.00
4.40
4.80
5.20
5.60
6.00
6.40
6.80
7.20
7.60
8.00
8.40
8.80
9.20
9.60
10.00
10.40
10.80
11.20
11.60
12.00
12.40
12.80
13.20
0,00
0,40
0,60
1,00
1,40
1,65
2,05
2,50
2,90
3,30
3,60
4,05
4,50
4,85
5,20
5,60
6,00
6,35
6,65
7,05
7,45
7,85
8,20
8,60
9,00
9,45
9,75
10,10
10,50
10,90
11,25
11,25
11,25
putus
0,00
0,45
0,70
1,15
1,50
1,85
2,15
2,65
3,00
3,40
3,65
4,20
4,55
4,90
5,20
5,70
6,05
6,40
6,80
7,20
7,50
7,95
8,30
8,60
9,00
9,40
9,75
10,10
10,50
10,90
11,20
11,25
11,25
putus
0,00
0,45
0,70
1,10
1,40
1,80
2,10
2,65
2,90
3,40
3,65
4,15
4,55
4,95
5,20
5,70
6,05
6,35
6,65
7,15
7,50
7,90
8,30
8,60
9,00
9,45
9,75
10,10
10,55
10,90
11,25
11,25
11,25
putus
0.00
0.43
0.67
1.12
1.43
1.77
2.10
2.60
2.93
3.33
3.63
4.13
4.53
4.90
5.20
5.67
6.03
6.37
6.70
7.13
7.48
7.90
8.27
8.60
9.00
9.43
9.75
10.10
10.52
10.90
11.25
11.25
11.25
putus
53
Tabel 5.6. Data Uji Tarik Membran Khitosan 4% (tebal membran 0,10 mm)
ΔL(mm) F(Kgf) Rata-rata
F(Kgf) Ulangan I Ulangan II Ulangan III
0.00
0.40
0.80
1.20
1.60
2.00
2.40
2.80
3.20
3.60
4.00
4.40
4.80
5.20
5.60
6.00
6.40
6.80
7.20
7.60
8.00
8.40
8.80
9.20
9.60
10.00
10.40
10.80
11.20
0,00
0,35
0,65
1,00
1,40
1,70
2,10
2,50
2,85
3,20
3,60
4,00
4,40
4,65
5,05
5,45
5,75
6,15
6,55
6,90
7,25
7,60
7,90
8,20
8,50
8,70
8,70
8,65
putus
0,00
0,25
0,60
0,80
1,30
1,60
2,00
2,45
2,85
3,10
3,50
3,90
4,30
4,65
5,05
5,50
5,80
6,20
6,55
7,00
7,30
7,70
8,05
8,20
8,60
8,75
8,80
8,80
putus
0,00
0,30
0,70
1,05
1,30
1,60
2,10
2,45
2,80
3,10
3,50
3,90
4,30
4,65
5,05
5,50
5,80
6,15
6,55
7,00
7,35
7,70
7,95
8,20
8,60
8,75
8,80
8,85
putus
0.00
0.30
0.65
0.98
1.33
1.63
2.07
2.47
2.83
3.13
3.53
3.93
4.33
4.65
5.05
5.48
5.78
6.17
6.55
6.97
7.30
7.67
7.97
8.20
8.57
8.73
8.77
8.77
putus
54
Tabel 5.7. Data Uji Tarik Membran Khitosan 5% (tebal membran 0,12 mm)
ΔL(mm) F(Kgf) Rata-rata
F(Kgf) Ulangan I Ulangan II Ulangan III
0.00
0.40
0.80
1.20
1.60
2.00
2.40
2.80
3.20
3.60
4.00
4.40
4.80
5.20
5.60
6.00
6.40
6.80
7.20
7.60
8.00
8.40
8.80
9.20
9.60
10.00
10.40
10.80
11.20
11.60
12.00
0,00
0,40
0,70
1,10
1,55
1,95
2,30
2,65
3,10
3,50
3,85
4,20
4,60
5,00
5,40
5,65
6,10
6,50
6,90
7,25
7,55
7,95
8,35
8,60
9,00
9,40
9,75
10,25
10,70
10,80
putus
0,00
0,40
0,70
1,05
1,45
1,90
2,25
2,60
3,05
3,45
3,75
4,20
4,55
4,95
5,35
5,65
6,05
6,45
6,80
7,15
7,55
7,95
8,30
8,65
9,05
9,45
9,75
10,20
10,85
10,85
putus
0,00
0,40
0,70
0,15
1,50
1,85
2,25
2,70
3,15
3,55
3,80
4,20
4,60
5,05
5,45
5,60
6,00
6,55
6,90
7,30
7,60
8,00
8,40
8,65
9,10
9,55
9,80
10,25
10,90
10,90
putus
0.00
0.40
0.70
1.10
1.50
1.90
2.27
2.65
3.10
3.50
3.80
4.20
4.58
5.00
5.40
5.63
6.05
6.50
6.87
7.23
7.57
7.97
8.35
8.63
9.05
9.47
9.77
10.23
10.82
10.85
putus
55
5.5. Pembuatan Kurva Kalibrasi dengan Larutan Standar Fosfat
Kurva kalibrasi dibuat dengan mengukur absorbansi larutan standar fosfat
yang sudah diketahui konsentrasinya. Larutan standar fosfat yang dipakai berasal
dari senyawa KH2PO4 bervariasi konsentrasi (ppm) sebanyak 10 mL ditambahkan
pereaksi fosfat sebanyak 1 mL, kemudian ditambahkan dengan sedikit asam
askorbat selanjutnya campuran tersebut dipanaskan dalam penangas air selama 15
menit menghasilkan warna biru dan menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis
diukur absorbansinya pada panjang gelombang (λ = 660 nm). Data pengukuran
absorbansi larutan standar fosfat terdapat pada Tabel 5.8 di dawah ini:
Tabel 5.8. Absorbansi Larutan Standar Fosfat
Konsentrasi (ppm) Absorbansi (λ = 660 nm)
0
1
5
10
15
20
0,000
0,088
0,345
0,684
0,927
1,237
5.6. Hasil Pengukuran Fluks Membran Khitosan dengan Menggunakan Air
Pengukuran fluks membran khitosan (jumlah volume permeat yang
melewati satuan luas membran dalam waktu tertentu) dilakukan dengan
mengalirkan air ke dalam membran (luas membran = 6,79x10-3
m2) yang telah
dipasang pada alat vakum rentang waktu 30 menit dan tekanan vacumnya sekitar
350 mbar. Hasil yang diperoleh untuk setiap membran disajikan dalam Tabel 5.9
berikut ini :
56
Tabel 5.9. Fluks Membran Khitosan
Konsentrasi membran khitosan (%) Volume permeat (mL)
1
2
3
4
5
24,5
20,0
18,5
19,0
19,0
5.7. Penurunan Kadar Fosfat dalam Larutan Standar
Simulasi penurunan kadar fosfat pada larutan KH2PO4 10 ppm (standar
fosfat 10 ppm), data kosentrasi perlakuannya seperti Tabel 5.10. Hasil terbaik
penurunan konsentrasi larutan standar fosfat 10 ppm dengan membran khitosan
(baik konsentrasi dan waktu kontak optimum) dipakai untuk aplikasi penurunan
fosfat pada air limbah laundry.
Tabel 5.10. Konsentrasi Permeat Larutan Standar Fosfat 10 ppm
Konsentrasi
membran
khitosan(%)
Waktu
kontak
(menit)
Ulangan konsentrasi Konsentrasi
rata-rata I II III
1 30
60
90
120
8.265140
6.135092
7.100270
6.334784
7.449731
6.501194
6.784091
5.968682
7.616141
6.318143
6.700886
6.434630
7.782551
6.318143
6.867296
6.251579
2 30
60
90
120
4.787171
4.204736
4.104890
4.171454
4.454351
3.805352
4.188095
4.204736
4.387787
3.788711
4.088249
3.988403
4.537556
3.938480
4.121531
4.121531
3 30
60
90
120
3.256199
2.657123
3.572378
3.722147
3.489173
2.523995
3.805352
3.622301
3.372686
2.474072
3.772070
3.888557
3.372686
2.557277
3.722147
3.738788
4 30
60
90
120
4.088249
3.888557
4.104890
4.287941
4.104890
4.054967
4.470992
4.154813
4.304582
4.238018
4.271300
4.188095
4.171454
4.054967
4.287941
4.204736
5 30
60
90
120
4.154813
3.855275
4.254659
4.104890
3.888557
3.688865
4.005044
4.154813
4.088249
3.655583
3.871916
4.088249
4.038326
3.738788
4.038326
4.121531
57
Tabel 5.11. Karakteristik Air Limbah Laundry
No Parameter Sebelum perlakuan Sesudah perlakuan
1 Warna Keruh Jernih
2 pH 9 8
3 Absorbansi 1.105 0.071
5.8. Proses Pengolahan Air Limbah Laundry dengan Membran Khitosan
Hasil permeat larutan standar fosfat 10 ppm yang dipakai simulasi untuk
menurunkan kadar fosfat menunjukkan pada konsentrasi membran khitosan 3%
dan waktu kontak 60 menit penurunan konsentrasinya paling rendah. Konsentrasi
membran 3% dan waktu kontak 60 menit akan diaplikasikan untuk menurunkan
kadar fosfat dalam air limbah laundry. Data penurunan konsentrasi fosfat dalam
air limbah laundry secara filtrasi menggunakan membran khitosan konsentrasi 3%
dan waktu kontak 60 menit terdapat pada Tabel 5.12.
Tabel 5.12. Konsentrasi Permeat Air Limbah Laundry
Permeat
tingkat ke
Konsentrasi ulangan Rata-rata
I II III
I 14.455592 13.906439 14.089490 14.156054
II 10.944341 10.644803 10.711367 10.761290
III 6.035246 5.386247 5.802272 5.735708
IV 0.576998 0.344024 0.443870 0.460511
58
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1. Isolasi Khitin dari Kulit Udang
6.1.1. Proses Deproteinasi
Proses deproteinasi bertujuan untuk menghilangkan protein dalam kulit
udang menggunakan larutan NaOH 3,5 % pada suhu 70oC dengan pengadukan 50
rpm selama 4 jam. Apabila digunakan larutan NaOH dengan konsentrasi dan suhu
lebih tinggi akan menyebabkan terjadi proses deasetilasi. Pengadukan dan
pemanasan ini berfungsi untuk mempercepat pengikatan ujung rantai protein
dengan NaOH sehingga proses degradasi dan pengendapan akan berlangsung
sempurna (Austin, 1981). Protein dari kulit udang akan terekstraksi dalam bentuk
Na-proteinat, ion Na+ dari NaOH akan mengikat ujung rantai protein yang
bermuatan negatif. Pada proses deproteinasi, dari 100 gram tepung kulit udang
(sampel) yang digunakan setelah proses diperoleh khitin kasar sebanyak 57,95
gram. Pengurangan massa sebanyak 42,05% merupakan jumlah protein dalam
kulit udang yang sudah dihilangkan dalam proses deproteinasi. Kandungan
protein dalam kulit udang berkisar antara 25 – 40% (Marganof, 2003).
6.1.2. Proses Demineralisasi
Proses demineralisasi bertujuan untuk menghilangkan senyawa anorganik
atau mineral yang terdapat pada kulit udang. Kandungan mineral utamanya
adalah CaCO3 dan Ca3(PO4)2 dalam jumlah kecil, mineral ini lebih mudah
dipisahkan dibandingkan dengan protein karena hanya terikat secara fisik. Pada
proses demineralisasi dari 57,95 khitin kasar bebas protein yang digunakan setelah
proses demineralisasi (menggunakan HCl) diperoleh khitin sebanyak 20,37 gram,
59
sehingga diperoleh persentase khitin dalam sampel sebanyak 20,37%. Hasil khitin
yang diperoleh pada penelitian ini sesuai dengan peneliti sebelumnya yang
menyatakan kandungan khitin dalam kulit udang berkisar antara 15 – 20%
(Marganof, 2003). Pengurangan massa sebanyak 64,85% dari khitin bebas protein,
menunjukkan larutnya mineral yang terkandung dalam kulit udang sebanyak
64,85%. Kulit udang keras karena mengandung CaCO3 dan Ca3(PO4)2,
penambahan HCl menyebabkan terdagradasi membebaskan gas CO2 yang
ditandai dengan keluarnya gelembung gas. Reaksinya sebagai berikut:
CaCO3(s) + 2HCl(aq) CaCl2(aq) + H2O(l) + CO2(g)
Ca3(PO4)2(s) + 6HCl(aq) 3CaCl2(aq) + 2H3PO4(aq)
Khitin yang dihasilkan dicuci dengan aquades sampai pH netral,
selanjutnya dilakukan depigmentasi dengan aseton dan alkohol untuk
menghilangkan zat warna. Proses pencucian kembali dilakukan untuk mencegah
degradasi produk selama pengeringan, sehingga diperoleh serbuk khitin halus
yang berwarna putih krem. Khitin yang diperoleh dikarakterisasi secara FTIR
untuk identifikasi gugus-gugus aktifnya. Spektra FTIR pembentukan senyawa
khitin pada penelitian ini pada daerah serapan bilangan gelombang sekitar
3473,80 cm-1
menunjukkan serapan gugus hidroksil (secara literatur serapan
gugus hidroksil pada bilangan gelombang 3448 cm-1
). Terjadi perbedaan serapan
gugus hidroksil pada hasil penelitian ini disebabkan masih adanya gugus asetil
yang terikat kuat pada struktur senyawa khitin. Sedangkan gugus amina (ikatan N-
H ulur) muncul di daerah 3265,49 cm-1
(literatur menunjukan di daerah 3250-
3300 cm-1
), (ikatan C-H) pada daerah 2883,58 cm-1
(literatur 2891 cm-1
), gugus
amida (ikatan C=O ulur) muncul di daerah 1647,21 cm-1
(literatur1640-1680 cm-1
),
60
serapan ikatan N-H bengkokan muncul pada bilangan gelombang 1560,41 cm-1
(literatur 1530-1560 cm-1
), dan gugus amina (ikatan N-H kibasan) muncul di
daerah 707,88 cm-1 (literatur 650-750 cm-1
). Munculnya serapan amina (ikatan N-
H bengkokan) pada daerah 1560,41 cm-1
, dimana pada daerah ini sudah melewati
kisaran literatur menunjukan pada proses deproteinasi dengan basa kuat khitin
kasar sedikit mengalami deasetilasi.
6.2. Proses Deasetilasi Khitin menjadi Khitosan
Proses deasetilasi merupakan proses penghilangan gugus asetil (-COCH3)
dari khitin menggunakan larutan alkali agar berubah menjadi gugus amina (-NH2).
Khitin mempunyai struktur kristalin yang panjang dengan ikatan hidrogen yang
kuat antara atom nitrogen dan gugus karboksilat pada rantai bersebelahan
(Muzzarelli, 1986). Untuk memutuskan ikatan antara gugus asetilnya dengan
gugus nitrogen sehingga berubah menjadi gugus amina (-NH2) perlu digunakan
natrium hidroksida (NaOH) dengan konsentrasi 50% dan waktu deasetilasi selama
4 jam. Penggunaan larutan alkali dengan konsentrasi yang tinggi dapat
mempengaruhi besarnya derajat deasetilasi yang dihasilkan, karena derajat
deasetilasi sebanding dengan daya adsorpsi khitosan. Pemutusan gugus asetil pada
khitin mengakibatkan khitosan bermuatan positif sehingga dapat larut dalam asam
organik (Bastaman, 1989) seperti asam asetat ataupun asam formiat.
Khitosan yang dihasilkan sebanyak 14,23 gram dari proses deasetilasi
20,35 gram serbuk khitin, ada pengurangan massa akibat mengalami proses
deasetilasi sehingga diperoleh persentase perubahan khitin menjadi khitosan
sebesar 69,93% (dapat dilihat pada Lampiran 10) dengan penampilan serbuk yang
berwarna putih krem. Hasil yang diperoleh ini sesuai dengan penelitian
61
sebelumnya yaitu kadar khitosan dari khitin kulit udang lebih besar dari 50%
(Marganov, 2003).
Spektra FTIR khitosan (Lampiran 11) menunjukkan adanya serapan pada
daerah bilangan gelombang (cm-1
) 3475,73 (O-H stretching), 1658,78 (C=O
amida). Spektra pada bilangan gelombang 1658,78 cm-1
(puncak amida) masih
muncul disebabkan khitosan yang dihasilkan belum terasetilasi seluruhnya.
Kualitas khitosan juga dapat diketahui dari besarnya persen derajat deasetilasi.
Perhitungan derajat deasetilasi khitosan dengan metode garis Moore dan Robert
digunakan untuk mengetahui persen derajat deasetilasi (DD) khitosan kulit udang.
Secara umum kebanyakan publikasi menyebutkan istilah khitosan apabila derajat
deasetilasi lebih besar dari 70%. Pada penelitian ini diperoleh persen derajat
deasetilasi sebesar 66,27% (perhitungan DD khitosan terdapat pada Lampiran 9),
hal ini menunjukan belum seluruhnya khitin terasetilasi menjadi khitosan. Masih
rendahnya hasil DD khitosan ini disebabkan oleh faktor pengadukan, suhu dari
yang ditampilkan pada alat kurang maksimal ataupun jenis habitat serta
pemeliharaan udang galah yang dipergunakan.
6.3. Pembuatan Membran Khitosan
Proses pembuatan membran dengan melarutkan khitosan dalam asam
asetat 1% kemudian diaduk dengan alat pengaduk magnetik selama 24 jam
bertujuan agar diperoleh larutan yang homogen. Khitosan dengan konsentrasi 1%
paling mudah melarut dalam asam asetat karena kondisi larutan yang encer (lebih
banyak pelarutnya) menghasilkan membran yang paling tipis dan transparan.
Khitosan dengan kosentrasi 2%, 3% larut dengan baik dalam asam asetat menjadi
larutan yang sempurna sehingga menghasilkan membran yang halus. Sedangkan
62
khitosan dengan konsentrasi 4% dan 5% dalam asam asetat menghasilkan larutan
yang agak kental karena mengalami kejenuhan. Pencetakan membran dengan
konsentrasi khitosan 1%, 2%, 3%, 4%, dan 5% pada cetakan (petri dish),
melepaskan membran setelah proses penguapan pelarutnya melalui teknik infersi
fasa yaitu dengan merendam membran menggunakan NaOH 4% selama 2 menit
dilanjutkan dengan menggunakan aquabides selama 5 menit. Penggunaan larutan
NaOH berfungsi sebagai larutan nonpelarut yang dapat berdifusi ke bagian bawah
membran yang berhimpit dengan kaca sehingga membran akan terdorong ke atas
dan terkelupas. Pencucian dengan aquabides bertujuan untuk menghilangkan sisa-
sisa NaOH sehingga pH-nya menjadi netral.
6.4. Analisis Uji Tarik
Kekuatan tarik merupakan reaksi ikatan antara atom-atom atau antara
ikatan-ikatan dalam polimer terhadap gaya luar atau tegangan. Melalui pengujian
kekuatan tarik diperoleh kurva ζ = tegangan (stress) terhadap = regangan
(strain). Informasi yang diperoleh dari kurva ini untuk polimer adalah kekuatan
tarik dan perpanjangan dari bahan. Untuk menghitung tegangan dapat digunakan
rumus ζ = dimana ζ : tegangan (Kgf/mm2), F : tegangan (Kgf), A ; luas
penampang lintang (mm2). Sedangkan penambahan panjang (regangan) dapat
dihitung dengan rumus ε = x100% dimana ε : regangan (%), ΔL :
pertambahan panjang (mm), Lo : panjang mula-mula (mm). Perhitungan nilai
tegangan dan regangan terdapat pada Lampiran 3. Gambar grafik hubungan antara
tegangan dan regangan masing-masing membran terdapat pada Gambar 6.1.
sedangkan data nilai uji tarik semua membran terlihat pada tabel 6.1.
63
Tabel 6.1. Hasil Uji Tarik Membran Khitosan
Membran
(%)
Tebal
(mm)
ΔL
(mm)
Lo
(mm)
ε
(%)
F
(Kgf)
A
(mm2)
ζ
(Kgf/mm2)
1 0.04 2.60 30.15 8.62 1.35 0.23 5.83
2 0.07 10.40 30.15 34.49 9.05 0.41 22.33
3 0.09 12.80 30.15 42.45 11.25 0.52 21.59
4 010 10.80 30.15 35.82 8.77 0.58 15.15
5 0.12 11.60 30.15 38.47 10.85 0.69 15.62
Gambar 6.1. Grafik hubungan antara tegangan dan
Regangan membran khitosan
Keterangan warna pada grafik :
Warna biru : kekuatan tarik membran khitosan 1%
Warna merah : kekuatan tarik membran khitosan 2%
Warna hijau : kekuatan tarik membran khitosan 3%
Warna ungu : kekuatan tarik membran khitosan 4%
Warna hitam : kekuatan tarik membran khitosan 5%
Gambar grafik 6.1. menunjukkan membran khitosan dari kulit udang
bersifat keras dan getas. Membran khitosan dengan konsentrasi 3% memiliki
0
5
10
15
20
25
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
σ
Tega
nga
n
ε Regangan
64
kekuatan tarik dan perpanjangan (regangan) yang paling tinggi dibandingkan
dengan membran khitosan konsentrasi 1%, 2%, 4% ataupun konsentrasi 5%
datanya dapat dilihat pada tabel 6.1. Hal ini terjadi karena khitosan dapat larut
dengan baik dalam membran khitosan 3% sehingga menghasilkan membran
dengan struktur pori yang merata pada seluruh permukaannya, bersifat elastis
mempunyai kekuatan tarik dan kekuatan regangan semakin kuat.
6.5. Pembuatan Kurva Kalibrasi Standar Fosfat
Larutan KH2PO4 digunakan sebagai standar fosfat dengan menggunakan
pereaksi fosfat (Ammonium Molybdat- Asam Sulfat) menghasilkan asam fosfo
milibdat pada suasana asam (penambahan asam askorbat) akan mengalami reduksi
menjadi molybdenum yang warna biru. Warna biru yang terjadi diukur dengan
spektofotometer, dimana warna yang dihasilkan ini sebanding dengan konsentrasi
fosfat dalam larutan (Effendi, 2003). Hasil pengukuran dengan alat
spektofotometer berupa nilai absorbansi, sehingga dibuat kurva kalibrasi standar
fosfat menggunakan larutan KH2PO4 bertujuan untuk menentukan konsentrasi
fosfat dari data absorbansi yang terukur menggunakan alat spektrofotometer UV-
Vis (λ = 660 nm). Melalui perhitungan regresi linear menggunakan persamaan
y = mx + b diperoleh kurva kalibrasi standar fosfat terdapat pada Lampiran 6.
6.6. Perhitungan Fluks Membran Khitosan dengan Menggunakan Air
Fluks dapat diartikan sebagai jumlah volume permeat yang melewati
satuan luas membran dalam waktu tertentu dengan adanya gaya dorong dalam hal
ini berupa tekanan (Mulder, 1996). Fluks (J) membran khitosan dapat dihitung
dengan menggunakan rumus : ; dimana V = volume permeat, A (luas
permukaan membran) = 6,79.10-3
m2 dan t (waktu) = 0,5 jam dengan tekanan
65
yang bekerja pada pompa vakum sebesar 350 mbar. Hasil perhitungan fluks
membran khitosan 1%, 2%, 3%, 4% dan 5% terdapat pada Tabel 6.1.
Tabel 6.2. Hasil perhitungan fluks membran khitosan
Membran khitosan
(%)
Volume permeat
(10-3
Lt)
Fluks (Lt/m2.jam)
1
2
3
4
5
24,5
20,0
18,5
19,0
19,0
7,22
5,89
5,45
5,60
5,60
Fluks membran yang paling besar terdapat pada membran khitosan 1%,
sedangkan fluks terkecil ada pada membran khitosan 3%. Semakin besar
konsentrasi membran khitosan maka fluks semakin menurun, hal ini terjadi dari
membran khitosan konsentrasi 1% sampai pada konsentrasi membran khitosan
3%, sedangkan pada konsentrasi membran khitosan 4% dan 5% nilai fluks
mengalami kenaikkan kembali. Kondisi ini disebabkan pada membran khitosan
1% kelarutan khitosan sangat encer sehingga menghasilkan struktur membran
dengan pori-pori yang tidak merata, sedangkan kondisi membran 2% dan 3%
menghasilkan struktur membran dengan pori-pori yang lebih merata karena pada
konsentrasi membran 2% kelarutan khitosan semakin baik dan melarut dengan
sempurna pada membran khitosan 3%. Pada konsentrasi membran khitosan 4%
dan 5% terjadi peningkatan fluks, kondisi ini disebabkan kelarutan khitosan pada
membran 4% mengalami penurunan dan pada konsentrasi membran 5% kelarutan
khitosan mengalami kejenuhan dengan timbulnya gumpalan pada larutan yang
menyebabkan saat membentuk membran menghasilkan pori-pori yang tidak
merata pada seluruh permukaan membran.
66
6.7. Penurunan Kadar Fosfat dalam Larutan Standar
Pada penelitian ini penurunan kadar fosfat dilakukan pada larutan standar
fosfat dengan konsentrasi 10 ppm menggunakan membran khitosan 1%, 2%, 3%,
4% dan 5% dengan waktu kontak 30, 60, 90 dan 120 menit. Hasil optimal pada
perlakuan larutan standar fosfat 10 ppm baik konsentrasi membran khitosan
maupun waktu kontak akan dipilih dan diaplikasikan untuk menurunkan kadar
fosfat dalam air limbah laundry. Berdasarkan hasil uji statistik deskriptif ANOVA
satu jalur, diketahui bahwa nilai signifikansi pada setiap unit uji berada dibawah
taraf signifikansi α = 5% (p<0,05). Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa hipotesis
yang diajukan diterima, sehingga membran khitosan dari kulit udang dapat
digunakan untuk menurunkan kadar fosfat dalam air limbah laundry. Data analisis
ANOVA dapat dilihat pada Lampiran 8.
Perhitungan penurunan konsentrasi fosfat 10 ppm setelah perlakuan dari
nilai absorbansi pengukuran menggunakan alat spektrofotometer dapat dilihat
pada Lampiran 7. Konsentrasi yang paling optimal untuk menurunkan kadar fosfat
dalam larutan standar fosfat 10 ppm terdapat pada membran khitosan dengan
konsentrasi 3% dan waktu kontak maksmum pada 60 menit, sehingga kondisi ini
dipakai untuk menurunkan kadar fosfat dalam air limbah laundry. Faktor lain
yang mendukung dari sifat fisik membran yang dilakukan dengan uji tarik
menunjukan kekuatan tarik dan regangan maksimum terdapat pada membran
khitosan 3%. Hasil perlakuan standar fosfat 10 ppm dengan membran khitosan
3% dan waktu kontak 60 menit seperti pada Tabel 6.3. berikut ini:
67
Tabel 6.3. Konsentrasi Standar Fosfat 10 ppm sebelum dan setelah
Perlakuan
Permeat tingkat
ke
Absorbansi Konsentrasi
(ppm)
Persen (%)
Penurunan
Konsentrasi
Sebelum filtrasi 0.684 10.00 100
I 0.197 2.56 74.4
II 0.040 Tak terdeteksi Tak terdeteksi
6.8. Proses Pengolahan Air Limbah Laundry dengan Membran Khitosan
Membran khitosan 3% dan waktu kontak 60 menit merupakan kondisi
optimal, sehingga diaplikasikan untuk menurunkan fosfat total dalam air limbah
laundry. Hasil konsentrasi fosfat dalam air limbah laundry sebelum dan setelah
perlakuan terdapat pada Tabel 6.3.di bawah ini :
Tabel 6.4. Konsentrasi Fosfat dalam Air Limbah Laundry sebelum dan
setelah Perlakuan
Permeat tingkat
ke
Rata-rata
Absorbanksi
Rata-rata
Konsentrasi
(ppm)
Persen (%)
Penurunan
Konsentrasi
Sebelum filtrasi 1.105 17.667305 100.00
I 0.894 14.156054 19.86
II 0.690 10.761290 39.11
III 0.388 5.735708 67.52
IV 0.071 0.460511 97.40
Konsentrasi fosfat dalam air limbah laundry sebelum perlakuan 17.67
ppm, menurun secara perlahan-lahan sampai konsentrasi 0.46 ppm (turun sampai
97.40%) setelah 4 kali filtrasi secara bertingkat menggunakan membran khitosan
3% dan waktu kontak 60 menit. Penurunan fosfat dalam jumlah yang sedikit oleh
membran khitosan pada setiap tingkat penyaringan disebabkan air limbah laundry
selain memiliki kandungan fosfat juga tercampur material lain seperti lemak yang
terikat oleh gugus hidrofob dari detergen selama proses pencucian ataupun
surfaktan penyusun detergen itu sendiri, sehingga saat dilakukan filtrasi tidak
68
hanya tersaring fosfat tetapi material lainnya ikut tersaring menyebabkan terjadi
fouling (proses terbentuknya lapisan oleh material yang tidak diinginkan pada
permukaan membran). Pengendapan material lain pada permukaan membran
menyebabkan penurunan kinerja membran terutama sifat kationik dan kereaktifan
membran khitosan (Argin-Soysal et al. 2007) tidak berfungsi secara optimal
mengikat fosfat yang terdapat pada air limbah laundry. Fosfat hanya sedikit yang
tertahan pada proses filtrasi I dengan membran khitosan sehingga proses filtrasi
dilanjutkan sampai kadar fosfat dalam air limbah laundry dapat turun menjadi
0.46 ppm yaitu setelah dilakukan filtrasi empat kali. Nilai pH sebelum perlakuan
dengan membran khitosan yaitu 9 dan setelah perlakuan nilai pH menjadi 8, ini
menunjukan selain mengikat fosfat membran khitosan juga dapat menurunkan pH,
pada pH tinggi gugus amina pada khitosan mengalami deprotonasi sehingga
menyebabkan terjadi penurunan pH.
Menurut penelitian yang dilakukan Auliah, 2009 menggunakan lempung
aktif sebagai adsorben ion fosfat dalam air menyebutkan dari larutan standar
fosfat 20 ppm yang diadsopsi dengan lempung aktif diperoleh jumlah fosfat dapat
teradsosorpsi 70.99% selama waktu kontak 8 jam. Penelitian Budi Sudi Setyo,
2006 penurunan kadar fosfat 25.64 ppm dalam sampel dengan penambahan kapur
(lime), tawas, dan filtrasi zeolit pada limbah cair rumah sakit dapat menurunkan
kadar fosfat sampai 97.92%. Melihat hasil dari kedua penelitian tersebut
penurunan kadar fosfat total yang dilakukan baik dengan menggunakan lempung
aktif dan penambahan kapur (lime), tawas yang dipadukan dengan filtrasi zeolit
secara teknis memerlukan lahan yang luas untuk proses adsorpsi maupun
koagulasinya. Sedangkan dilihat dari hasil penurunan fosfat yang diperoleh baik
69
dengan filtrasi menggunakan membran khitosan, proses adsopsi dengan lempung
aktif atau koagulasi yang dipadukan dengan filtrasi zeolit, sama-sama dapat
menurunkan kadar fosfat total pada tingkat persentase di atas 70%. Pengolahan
limbah yang mengandung senyawa fosfat dapat dilakukan dengan beberapa
alternatif yaitu proses adsorpsi, koagulasi dan filtrasi baik memakai membran
ataupun zeolit. Pemilihan metode pengolahan limbah dilakukan dengan
memperhatikan faktor biaya, mudah memperolehnya dan dampak terhadap
lingkungan dari residu yang dihasilkan, maka lebih efektif menggunakan
teknologi membran dalam pengolahan limbah yang mengandung fosfat.
Teknologi membran tidak memerlukan lahan yang luas dan ramah terhadap
lingkungan karena membran khitosan dapat terurai secara alami oleh mikro
organisme (bersifat biodegradasi). Membran khitosan setelah dipakai dapat
dimanfaatkan kembali sebagai penyubur tanah (pupuk) dengan bahan aktif
mengandung nitrogen termasuk di dalamnya terikat fosfat yang diperlukan untuk
pertumbuhan tanaman.
70
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dan pembahasan maka
simpulan dari penelitian ini adalah :
1. Tingkat kemurnian khitosan yang diperoleh dari kulit udang galah pada
penelitian ini berdasarkan perhitungan derajat deasetilasinya sebesar
66,27%
2. Konsentrasi khitosan 3% merupakan konsentrasi optimum untuk membuat
membran khitosan. Membran mampu menurunkan kadar fosfat total dalam
air limbah laundry hingga 97.40% dalam waktu kontak 60 menit.
3. Fluks terbaik membran yaitu membran khitosan 3% dengan fluks 5.45
L/m2 jam secara optimal dapat menurunkan kadar fosfat total.
7.2. Saran
1. Khitosan digunakan sebagai membran pada penelitian ini mempunyai
penampilan fisik seperti plastik PE, sehingga perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut menggunakan larutan khitosan untuk melapisi buah-buahan
segar sehingga pelapisan dengan lilin yang sebelumnya digunakan dapat
diganti dengan senyawa khitosan.
2. Khitosan yang digunakan pada penelitian ini berasal dari kulit udang
dengan menggunakan pelarut kimia dalam isolasinya, sehingga diharapkan
peneliti yang lain lagi untuk mendapatkan khitosan dari kulit udang
dengan diisolasi menggunakan alternatif lain selain pelarut kimia misalnya
memakai enzim.
71
3. Menggunakan peralatan yang lebih baik, seperti sumber tekanan dari atas,
pemasangan membran bukan dengan corong Buchner melainkan
menggunakan kolom yang lebih permanen.
4. Pada penelitian ini pengolahan air limbah laundry hanya difokuskan pada
penurunan kadar fosfat totalnya saja, diharapkan pada peneliti lain agar
meneliti penurunan material lain yang terdapat pada air limbah laundry
menggunakan membran khitosan.
72
DAFTAR PUSTAKA
Agustina Siti, Triwidianto, 2011, Penggunaan Teknologi Membran pada
Pengolahan Kelapa Sawit. Workshop Teknologi Industri Kimia dan
kemasan.
Ahmad, Januar B. dan Khitam, A. 1998, Transformation of Chitin to Chitosan
and utilization of Chitosan as Cu, Pb and Hg Binder. Buku Acara
Seminar Sehari MIPA-ITB.
Argin-Soysal, S. Kofinas P, Martin, L. 2007, Effect of Complexation Condition on
Xanthan-Chitosan Polyelectrolyte Complex Gel. Food Hydrocolloids. 23:
202-209.
Arnol E. Greenberg, Lenore S. Cleseri, Andrew D. Easton, 1992, Standart
Methods for Examination of Water and Wastewater. 18th
Edition. USA.
Auliah, A, 2009, Lempung Aktif sebagai Adsorben Ion Fosfat dalam Air. Jurnal
Chemica Vol. 10(2), 14 – 23 pdf.
Austin, P.R., 1988, Chitin Solven and Solubility Parametre. The Departement of
Mechanical Manufacturing Aeronitical and Chemical Engineering. The
Faculty of Engineering The Queens University of Belfast.
Bastaman, S. 1989, Studies on degradation and extraction of Chitin and Chitosan
from prawn shells, and the queens. University of Bfelas, England.
Budi Sudi Setyo, 2006, Penurunan Fosfat dengan Penambahan Kapur (Lime),
Tawas dan Filtrasi Zeolit pada Limbah Cair. Tesis Program Studi Ilmu
Lingkungan Undip Semarang.
Daigger, G.T., 2008, New Approaches and Technology for Wastewater
Management., National Academy of Engineering Publication Vol. 38 No.
3, www.nae.com.
Daniel, 2009, Pembuatan dan Karakteristik Membran Khitosan yang berasal dari
Kulit Udang Sungai Mahakam. Jurnal Mulawarman Scientifie, volume 8
No. 1 ISSN1412-498x.
Deniva A, Notodarmojo, 2004, Rejeksi Zat Organik dan Kekeruhan
Menggunakan Teknologi Membran Ultrafiltrasi Dengan Sistem Aliran
Dead End. Prosiding ITB Sain dan Teknologi Vol 36 A No 1, p.63-82.
ITB. Bandung.
Effendi, H. 2003, Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius Yogyakarta.
73
Fessenden, R.J. and Fessenden, J.S., 1994, Organic Chemisrty, 3rd
ed., a.b.
Pudjatmaka, A.H., Erlangga, Jakarta.
Hammer Mark, J. and Viesman, W., 2005, Water and Wastewater Technology,
Third Edition, Prentice Hall International Edition.
Hasan, Z, & Sulaiman, 1996, Keupayaan Membran Ferrum (III), Malays, Journal
Anal. Science.
Jahn, 1979, Traditional Water Purification in Tropical Developing Countries :
exiting Methods and Potential Aplication. GTZ. Eschborn.
Jatmika, A, 1996, Prosfek Penggunaan Teknologi Membran untuk Produksi
Minyak Sawit Merah. Warta PPKS Vol4(3), 129 – 136 pdf.
Jonsson, A-S and G. Tragardh G. 1990, Fundamental Principles of
Ultrafiltration. Chem. Eng. Process. 27, 67 – 81.
Jonsson, G. 1984, Boundary Layer Phenomena during Ultrafiltration of Dextran
and Whey Protein Solutions. Desalination, 51, 61 – 77.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112, Tahun 2003, Tentang
Baku Mutu Air Limbah Domestik.
Khopkar, S.M. 2003, Konsep Dasar Kimia Analitik. Diterjemahkan oleh
A.Saptorahardjo. Jakarta: UI Press.
Knorr, B. 1991, Recovery and Utilization of Chitin and Chitosan and Food
Processing Waste Management. Food Technology. Januari,1991:
114 - 120.
Kurita, Keisuke, 2006, Chitin and Chitosan : Functional Biopolymer from Marinr
Crustaceans, Marine Biotech. Japan.
Kusumawati, N. 2009, Pemanfaatan Limbah Kulit Udang sebagai Bahan Baku
Pembuatan Membran Ultrafiltrasi. Inotek, FMIFA Universitas Negeri
Surabaya volume 13, No.2
Liu, J., 2003, Preparation and Characterization of Chitosan / Cu(II) Affinity
Membrane for Urea Adsorption. Journal of Applied Polymer Science,
Vol. 90, 1108-1112.
Mahida, 1995, Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri, Jakarta CV.
Rajawali
Mak, A. & Sun, S., 2008, Intelligent Chitosan-based Hydrogels as
Multifunctional Material. Cambridge. RSC. 447-461.
74
Mallack, H.M. & Anderson, G.K, 1997, Cross-flow Micro-Filtration with
Dynamic Membrane. Journal Water Research, vol. 31, Elseveir Science.
Marganof, 2003, Potensi Limbah Udang Sebagai Penyerap Logam Berat (Timbal,
Kadmium, Tembaga) di Perairan “Pengantar Falsafah Sains, Program
Pascasarjana IPB.
Mayashanty D, Suprihanto, 2004, Pengolahan Limbah Cair Emulsi Minyak
dengan Proses Membran Ultrafiltrasi Dua Tahap Aliran Cross Flow.
Prosiding ITB Sains dan Teknologi. Vol 36 A p.45-62. ITB. Bandung.
Meriatna, 2008, Penggunaan Membran Khitosan Untuk Menurunkan Kadar
Logam Krom (Cr) dan Nikel (Ni) dalam Limbah Cair Industri Pelapisan
Logam. Tesis Teknil Kimia Universitas Sumatera Utara.
Meyer, D. 2006, Surfactan Science and Technology, 3rd
edition. New Jersey: Jhon
Wiley and Son.
Milisic, V. 1996, Antifouling Techniques in Crossflow Microfiltration, Journal of
Membrane Science, Elsevier, Amsterdam.
Minke, R, and Blackwell, J., 1978, The Structur of α-Chitin. Journal Molec, Biol.
120; 167-181.
Mulder, M., 1996, Basic Principles of Membrane Technology. 2nd edition.,
London, Kluwer Academic Publishers Netherlands.
Mustofa, G.M., 2007, The Study of Pretreatment Options for Composite Fouling
of Reverse osmosis Membrane Used in Water Treatment and Production.
School of Chemical Science and Engineering. University of South Wales.
Muzzarelli, R. 1986, Filmogenik properties of chitin/chitosan. En “Chitin in
nature and Technology” Editor for Muzzarelli, R.,Jeniaux, G. Ed Plenum
Press. Nueva York.
Nusa Idaman Said, 2009, Uji Kinerja Pengolahan Air Siap Minum dengan Proses
Biofiltrasi, Ultrafiltrasi dan Reverse Osmosis (RO) dengan Air Baku Air
Sungai. Pusat Teknologi Lingkungan, BPPT Teknologi.
Oetomo, B.B., 2004, Penggunaan Membran sebagai Adsorben untuk menurunkan
Kadar Cu Limbah Industri Pelapisan Logam. F-MIPA Universitas
Sumatra Utara.
Peter, M.G. 1993, Application and Environmental Aspests of Chitin and Chitosan,
University Gerhard – Str. Bonn, Germany.
Rautenbach.R. & Albert. R., 1989, Membrane Process, John Wiley & Sons Ltd,
New York.
75
Reynold, Richards, 1996, Unit Operation and Process in Enviromental
Engineering. 2nd
edition. PWS Publising Company.
Ririh Asmawati, 2010, Studi Kemampuan Lumpur Alum untuk Menurunkan
Konsentrasi Fosfat pada Limbah Industri Pupuk. Lab Pengendalian
Pencemaran Udara,Teknik Lingkungan – ITS.
Rismana, E., 2000, Langsing dan Sehat Lewat Limbah Perikanan. Penelitian di P3
Teknologi Farmasi dan Medika Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi, Jakarta.
Robert, G. A. F. 1992, Chitin Chemistry. London The MacMillan Press.
Rouget C., 1859, Specialemen Artricules of Chitine. Comp Rend 48, pp 792-795.
Saefumillah A, 2006, The Release of Organik Phosphorus from Aquatic
Sediments. Water Studies Center, School of Chemistry, Clayton Victoria,
Monash University.
Soemirat Y, 2003, Toksikologi Lingkungan. Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Stuart, Barbara, 2003, Infrared Spectroscopy : Fundamental and application,
Wiley, Chichester, UK.
Sudiarti, 2011, Aplikasi Kulit Udang Galah (Macrobanchium Rosenbergii)
Sebagai Pengawet Tahu. Tesis Jurusan Kimia Terapan Universitas
Udayana.
Suwandi, Mohd. Sale, 1999, Merebut Peluang Masa Depan dalam Teknologi
Membran: pencapaian, keupayaan dan jabaran.
http:www.penebit.ukm.my/f199-6htm
Svitil AL, Nichadain SN, Moore JA, Kirchman DL, 1997, Chitin Degradation
Proteins Produced by The Marine Bacterium Vibro Harveyii Growing on
Different from Chitin. Appl Environ Microbiol 63: 408-413.
Syamsu Herman, Syarfi, 2007, Rejeksi Zat Organik Air Gambut dengan Membran
Ultrafiltrasi. Jurnal Sains dan Teknologi Vol 6(1), 1 – 4.
Tzotzi, C., Pahiadaki, T., Yiantsios, S.G., Karabelas, A.J., Andritsos, N., 2007, “A
Study od CaCO3 Scale Formation and Inhibition in RO and NF
Membrane Processes.”, Desalination, Vol 296, 171-184.
Vogel, 1985, Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro.
Bagian II, Terjemahan : Pujaatmaka Setiono, Edisi Kelima, Penerbit PT
Heveri Indah Jakarta.
76
Wenten I Gde, 1999, Teknologi Membrane Industrial. Institut Teknologi
Bandung.
Wenten, I G. 2004. Industrial membrane application in Indonesia. Case study:
Clean production in cassava starch industry. Regional Symposium on
Membrane Science and Technology 2004. Johor. Malaysia
Zeman, L.J. and Sydney. A.L, 1996. Microfiltration and Ultrafiltration:
Principles and Applications, 1st
ed., Marcel Dekker Inc., New York.
Zoller, U. 2004, Handbook of Detergen, Part B : Enviromental Impact, Marcell
Dokter, New York.
Zulkarnain T. Notodarmojo, 2004, Efek Pretreatment terhadap Pembentukan
Lapisan Cake dan Struktur Membran pada Membran Ultrafiltrasi Aliran
Cross Flow dalam Pengolahan Limbah Cair Emulsi Minyak. Prosiding
ITB Sains & Teknologi. Vol 36 A No 2 p.127-144. ITB. Bandung.
77
Lampiran 1
Skema Isolasi Khitin dari kulit udang menjadi Khitosan
Kulit udang
Tepung kulit udang
Khitin Uji khitin
Khitosan Diukur derajat
deasetilasi
Khitin kasar
Dibersihkan,direbus,dikeringkan,
dihaluskan,diayak
1. Deproteinasi
Ditambah NaOH, dipanaskan 4 jam,
diaduk,disaring, dicuci
2. Demineralisasi
Ditambah HCl, dipanaskan 4 jam,
diaduk , dicuci, disaring, dikeringkan
4. Deasetilasi
Ditambah NaOH 50%, diaduk,
dipanaskan 4 jam, disaring
3. Depigmentasi
Ditambah alkohol 70%, dicuci dengan
aquades panas dan aseton, disaring,
dikeringkan (80oC) 24 jam
78
Lampiran 2
Skema Pembuatan Membran Khitosan
Dituangkan ke dalam cetakan
Diamkan pada suhu kamar (24 jam),
panaskan pada 60oC, dinginkan
Dilarutkan dalam 200 mL CH3COOH 1%
Diaduk sampai homogen (24 jam)
Ditambahkan NaOH 4% (2 menit)
Diamkan pada suhu kamar
Dicuci berulang-ulang dengan aquades
4 g Serbuk Khitosan
Larutan Khitosan 2%
Film Khitosan
Membran Khitosan
Uji Tarik
79
Serbuk Khitosan Pengadukan larutan khitosan
Pencetakan membran khitosan
Membran yang masih basah Membran yang sudah kering
80
Lampiran 3
Uji Tarik Membran Khitosan menggunakan alat Screw Test Stand
Perhitungan tegangan (ζ ) dan regangan (ε) dengan rumus :
ζ = dan ε = x100%
Untuk membran khitosan 1% dengan panjang mula-mula (Lo) = 30.15 mm,
pertambahan panjang (ΔL) = 0.20 mm, tebal membran = 0.04 mm, lebar ( l ) =
5.79 mm dan F = 0.05 Kgf.
Maka nilai tegangannya adalah :
ζ =
= 0.215889 Kgf/mm2
Nilai regangannya adalah :
ε = x 100%
= 0.66335%
Lo l
Membran khitosan saat
dilakukan uji tarik
81
Perhitungan kekuatan tarik dan regangan selanjutnya disajikan dalam tabel untuk
setiap konsentrasi :
1. Membran Khitosan 1%
ΔL(mm) Lo(mm) ε (%) F(Kgf) A(mm2) ζ(Kgf/mm
2)
0.00 30.15 0 0.00 0.2316 0
0.20 30.15 0.66335 0.05 0.2316 0.215889
0.40 30.15 1.3267 0.20 0.2316 0.863558
0.60 30.15 1.99005 0.33 0.2316 1.42487
0.80 30.15 2.6534 0.43 0.2316 1.856649
1.00 30.15 3.31675 0.53 0.2316 2.288428
1.20 30.15 3.9801 0.67 0.2316 2.892919
1.40 30.15 4.643449 0.82 0.2316 3.540587
1.60 30.15 5.306799 0.95 0.2316 4.1019
1.80 30.15 5.970149 1.15 0.2316 4.965458
2.00 30.15 6.633499 1.20 0.2316 5.181347
2.20 30.15 7.296849 1.30 0.2316 5.613126
2.40 30.15 7.960199 1.35 0.2316 5.829016
2.60 30.15 8.623549 1.35 0.2316 5.829016
2.80 30.15 9.286899 putus putus putus
Keterangan:
ΔL : Pertambahan panjang
Lo : Panjang mula-mula
ε : Regangan
F : Gaya yang diberikan
A : Luas penampang membran
ζ : Tegangan
82
2. Membran khitosan 2%
Memiliki: Tebal = 0.07 mm
Lebar (l) = 5,79 mm
Panjang mula-mula (Lo) = 30.15 mm
ΔL(mm) Lo(mm) ε(%) F(Kgf) A(mm2) ζ(Kgf/mm
2)
0.00 30.15 0 0.00 0.4053 0
0.40 30.15 1.3267 0.43 0.4053 1.060943
0.80 30.15 2.6534 0.73 0.4053 1.801135
1.20 30.15 3.9801 1.02 0.4053 2.516654
1.60 30.15 5.306799 1.40 0.4053 3.454231
2.00 30.15 6.633499 1.83 0.4053 4.515174
2.40 30.15 7.960199 2.22 0.4053 5.477424
2.80 30.15 9.286899 2.65 0.4053 6.538367
3.20 30.15 10.6136 3.00 0.4053 7.401925
3.60 30.15 11.9403 3.35 0.4053 8.265482
4.00 30.15 13.267 3.70 0.4053 9.12904
4.40 30.15 14.5937 4.05 0.4053 9.992598
4.80 30.15 15.9204 4.43 0.4053 10.93018
5.20 30.15 17.2471 4.80 0.4053 11.84308
5.60 30.15 18.5738 5.17 0.4053 12.75598
6.00 30.15 19.9005 5.53 0.4053 13.64421
6.40 30.15 21.2272 5.90 0.4053 14.55712
6.80 30.15 22.5539 6.30 0.4053 15.54404
7.20 30.15 23.8806 6.67 0.4053 16.45695
7.60 30.15 25.2073 6.98 0.4053 17.22181
8.00 30.15 26.534 7.35 0.4053 18.13472
8.40 30.15 27.8607 7.73 0.4053 19.07229
8.80 30.15 29.1874 8.03 0.4053 19.81248
9.20 30.15 30.5141 8.27 0.4053 20.40464
9.60 30.15 31.8408 8.62 0.4053 21.2682
10.00 30.15 33.1675 9.05 0.4053 22.32914
10.40 30.15 34.4942 9.05 0.4053 22.32914
10.80 30.15 35.8209 putus 0.4053 putus
83
3. Membran khitosan 3%
Memiliki: Tebal = 0.09 mm
Lebar (l) = 5,79 mm
Panjang mula-mula (Lo) = 30.15 mm
ΔL(mm) Lo(mm) ε(%) F(Kgf) A(mm2) ζ(Kgf/mm
2)
0.00 30.15 0 0.00 0.5211 0
0.40 30.15 1.3267 0.43 0.5211 0.825178
0.80 30.15 2.6534 0.67 0.5211 1.285742
1.20 30.15 3.9801 1.12 0.5211 2.1493
1.60 30.15 5.306799 1.43 0.5211 2.744195
2.00 30.15 6.633499 1.77 0.5211 3.396661
2.40 30.15 7.960199 2.10 0.5211 4.029937
2.80 30.15 9.286899 2.60 0.5211 4.989445
3.20 30.15 10.6136 2.93 0.5211 5.622721
3.60 30.15 11.9403 3.33 0.5211 6.390328
4.00 30.15 13.267 3.63 0.5211 6.966033
4.40 30.15 14.5937 4.13 0.5211 7.925542
4.80 30.15 15.9204 4.53 0.5211 8.693149
5.20 30.15 17.2471 4.90 0.5211 9.403186
5.60 30.15 18.5738 5.20 0.5211 9.978891
6.00 30.15 19.9005 5.67 0.5211 10.88083
6.40 30.15 21.2272 6.03 0.5211 11.57168
6.80 30.15 22.5539 6.37 0.5211 12.22414
7.20 30.15 23.8806 6.70 0.5211 12.85742
7.60 30.15 25.2073 7.13 0.5211 13.68259
8.00 30.15 26.534 7.48 0.5211 14.35425
8.40 30.15 27.8607 7.90 0.5211 15.16024
8.80 30.15 29.1874 8.27 0.5211 15.87027
9.20 30.15 30.5141 8.60 0.5211 16.50355
9.60 30.15 31.8408 9.00 0.5211 17.27116
10.00 30.15 33.1675 9.43 0.5211 18.09633
10.40 30.15 34.4942 9.75 0.5211 18.71042
10.80 30.15 35.8209 10.10 0.5211 19.38208
11.20 30.15 37.1476 10.52 0.5211 20.18806
11.60 30.15 38.4743 10.90 0.5211 20.91729
12.00 30.15 39.801 11.25 0.5211 21.58895
12.40 30.15 41.12769 11.25 0.5211 21.58895
12.80 30.15 42.45439 11.25 0.5211 21.58895
13.20 30.15 43.78109 putus 0.5211 putus
84
4. Membran khitosan 4%
Memiliki: Tebal = 0.10 mm
Lebar (l) = 5.79 mm
Panjang mula-mula = 30.15 mm
ΔL(mm) Lo(mm) ε(%) F(Kgf) A(mm2) ζ(Kgf/mm
2)
0.00 30.15 0 0.00 0.579 0
0.40 30.15 1.3267 0.30 0.579 0.518135
0.80 30.15 2.6534 0.65 0.579 1.122625
1.20 30.15 3.9801 0.98 0.579 1.692573
1.60 30.15 5.306799 1.33 0.579 2.297064
2.00 30.15 6.633499 1.63 0.579 2.815199
2.40 30.15 7.960199 2.07 0.579 3.57513
2.80 30.15 9.286899 2.47 0.579 4.265976
3.20 30.15 10.6136 2.83 0.579 4.887737
3.60 30.15 11.9403 3.13 0.579 5.405872
4.00 30.15 13.267 3.53 0.579 6.096718
4.40 30.15 14.5937 3.93 0.579 6.787565
4.80 30.15 15.9204 4.33 0.579 7.478411
5.20 30.15 17.2471 4.65 0.579 8.031088
5.60 30.15 18.5738 5.05 0.579 8.721934
6.00 30.15 19.9005 5.48 0.579 9.464594
6.40 30.15 21.2272 5.78 0.579 9.982729
6.80 30.15 22.5539 6.17 0.579 10.6563
7.20 30.15 23.8806 6.55 0.579 11.31261
7.60 30.15 25.2073 6.97 0.579 12.038
8.00 30.15 26.534 7.30 0.579 12.60794
8.40 30.15 27.8607 7.67 0.579 13.24698
8.80 30.15 29.1874 7.97 0.579 13.76511
9.20 30.15 30.5141 8.20 0.579 14.16235
9.60 30.15 31.8408 8.57 0.579 14.80138
10.00 30.15 33.1675 8.73 0.579 15.07772
10.40 30.15 34.4942 8.77 0.579 15.1468
10.80 30.15 35.8209 8.77 0.579 15.1468
11.20 30.15 37.1476 putus 0.579 putus
85
5. Membran khitosan 5%
Memiliki: Tebal = 0.12 mm
Lebar (l) = 5.79 mm
Panjang mula-mula (Lo) = 30.15 mm
ΔL(mm) Lo(mm) ε(%) F(Kgf) A(mm2) ζ(Kgf/mm
2)
0.00 30.15 0 0.00 0.6948 0
0.40 30.15 1.3267 0.40 0.6948 0.575705
0.80 30.15 2.6534 0.70 0.6948 1.007484
1.20 30.15 3.9801 1.10 0.6948 1.583189
1.60 30.15 5.306799 1.50 0.6948 2.158895
2.00 30.15 6.633499 1.90 0.6948 2.7346
2.40 30.15 7.960199 2.27 0.6948 3.267127
2.80 30.15 9.286899 2.65 0.6948 3.814047
3.20 30.15 10.6136 3.10 0.6948 4.461716
3.60 30.15 11.9403 3.50 0.6948 5.037421
4.00 30.15 13.267 3.80 0.6948 5.4692
4.40 30.15 14.5937 4.20 0.6948 6.044905
4.80 30.15 15.9204 4.58 0.6948 6.591825
5.20 30.15 17.2471 5.00 0.6948 7.196315
5.60 30.15 18.5738 5.40 0.6948 7.772021
6.00 30.15 19.9005 5.63 0.6948 8.103051
6.40 30.15 21.2272 6.05 0.6948 8.707542
6.80 30.15 22.5539 6.50 0.6948 9.35521
7.20 30.15 23.8806 6.87 0.6948 9.887737
7.60 30.15 25.2073 7.23 0.6948 10.40587
8.00 30.15 26.534 7.57 0.6948 10.89522
8.40 30.15 27.8607 7.97 0.6948 11.47093
8.80 30.15 29.1874 8.35 0.6948 12.01785
9.20 30.15 30.5141 8.63 0.6948 12.42084
9.60 30.15 31.8408 9.05 0.6948 13.02533
10.00 30.15 33.1675 9.47 0.6948 13.62982
10.40 30.15 34.4942 9.77 0.6948 14.0616
10.80 30.15 35.8209 10.23 0.6948 14.72366
11.20 30.15 37.1476 10.82 0.6948 15.57283
11.60 30.15 38.4743 10.85 0.6948 15.616
12.00 30.15 39.801 putus 0.6948 putus
86
Lampiran 4
Skema Penggunaan Membran Khitosan untuk Penurunan Kadar Fosfat dalam
Larutan Standar Fosfat (Larutan KH2PO4 10 ppm)
Diambil setiap
30 menit 60 menit 90 menit 120 menit
Dilewatkan melalui membran khitosan
dengan konsentrasi membran (1,2,3,4
dan 5%) selama 2 jam
Permeat
Analisis fosfat dengan
UV-Vis
50 mL larutan standar fosfat
(10 ppm)
87
Lampiran 5
Skema mekanisme penggunaan membran khitosan.
Skema pengolahan air limbah laundry dengan membran khitosan
Keterangan gambar :
1. Biuret (tempat sampel air limbah laundry)
2. Corong Buchner
3. Membran Khitosan
4. Erlenmeyer
5. Pompa Vakum
1
2
4 3 5
88
Lampiran 6
Perhitungan kurva kalibrasi standar fosfat
y = mx + b
ket : x = konsentrasi
m = tetapan
y = absorbansi
b = tetapan
m = ; n = banyaknya pembacaan konsentrasi
b = –
Data hasil pengukuran absorbansi standar fosfat :
KONSENTRASI ABSORBANSI x2 y2 xy
(x) (y)
0 0.000 0 0 0
1 0.088 1 0.007744 0.088
5 0.345 25 0.119025 1.725
10 0.684 100 0.467856 6.840
15 0.927 225 0.859329 13.905
20 1.237 400 1.530169 24.740
51 3.281 751 2.984123 47.298
Maka nilai m dan b adalah :
m = -
-
=
= 16.641
b =
=
= -0.721
89
Nilai regresi (R) dari perhitungan adalah :
R = –
– –
=
=
=
= 0.9987
Pembuatan kurva kalibrasi standar fosfat dari persamaan
y = mx + b ; dimana nilai m = 16.641 dan nilai b = -0.721
jika : y = 0.000 maka x = -0.721
y = 0.088 maka x = 0.743
Nilai perhitungan selanjutnya terdapat pada tabel di bawah ini :
Konsentrasi (x)
Absorbansi (y)
-0.721 0.000
0.000 0.043
0.743 0.088
5.020 0.345
10.661 0.684
14.705 0.927
19.864 1.237
0.000
0.200
0.400
0.600
0.800
1.000
1.200
1.400
-5 0 5 10 15 20 25
Kurva kalibrasi larutan
standar fosfat
Konsentrasi (ppm)
Abso
rban
si
90
Lampiran 7
Perhitungan konsentrasi larutan standar fosfat 10 ppm setelah di lewatkan pada
membran khitosan berbagai konsentrasi dan waktu kontak.
Misal : hasil absorbansi ulangan I pada konsentrasi membran khitosan 1% dan
waktu kontak 30 menit = 0.540 maka konsentrasinya dapat dihitung dengan rumus
y = mx + b, (nilai x = konsentrasi, y = absorbansi, m = 16.641, dan b = -0.721)
x = 16.641 x 0.540 + (-0.721)
= 8.265140
Absorbansi Permeat Larutan Standar Fosfat 10 ppm setelah Perlakuan
Konsentrasi
membran
khitosan (%)
Waktu
kontak
(menit)
Ulangan
Rata-rata I II III
1 30
60
90
120
0.540
0.412
0.470
0.424
0.491
0.434
0.451
0.402
0.501
0.423
0.446
0.430
0.511
0.423
0.456
0.419
2 30
60
90
120
0.331
0.296
0.290
0.294
0.311
0.272
0.295
0.296
0.307
0.271
0.289
0.283
0.316
0.280
0.291
0.291
3 30
60
90
120
0.239
0.203
0.258
0.267
0.253
0.195
0.272
0.261
0.246
0.192
0.270
0.277
0.246
0.197
0.267
0.268
4 30
60
90
120
0.289
0.277
0.290
0.301
0.290
0.287
0.312
0.293
0.302
0.298
0.300
0.295
0.294
0.287
0.301
0.296
5 30
60
90
120
0.293
0.275
0.299
0.290
0.277
0.265
0.284
0.293
0.289
0.263
0.276
0.289
0.286
0.268
0.286
0.291
91
Absorbansi Permeat Air Limbah Laundry dengan Membran Khitosan 3%
dan Waktu Kontak 60 Menit.
Permeat
tingkat ke
Absorbansi ulangan Rata-rata
I II III
I 0.912 0.879 0.890 0.894
II 0.701 0.683 0.687 0.690
III 0.406 0.367 0.392 0.388
IV 0.078 0.064 0.070 0.071
92
Lampiran 8
Perhitungan data statistik absorbansi larutan standar fosfat 10 ppm setelah
dilewatkan pada membran khitosan (1%, 2%, 3%, 4% dan 5%) dan waktu kontak
30, 60, 90 dan 120 menit.
Post Hoc Tests
Membran Khitosan
Homogeneous Subsets
Penurunan Absorbansi Larutan Standar Fosfat 10 ppm (PAF)
Waktu Kontak
Homogeneous Subsets
ALTB
Duncana,b
12 ,24442
12 ,28275
12 ,29450
12 ,29458
12 ,45200
1,000 1,000 ,985 1,000
Membran Khitosan
3%
5%
4%
2%
1%
Sig.
N 1 2 3 4
Subset
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = ,000.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 12,000.a.
Alpha = ,05.b.
ALTB
Duncana,b
15 ,29087
15 ,31300
15 ,32013
15 ,33060
1,000 ,079 1,000
Waktu Kontak
60
120
90
30
Sig.
N 1 2 3
Subset
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = ,000.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 15,000.a.
Alpha = ,05.b.
93
Univariate Analysis of Variance
Case Process ing Summary
60 100,0% 0 ,0% 60 100,0%
60 100,0% 0 ,0% 60 100,0%
Penurunan Absorbansi
Larutan Standar Fosfat
* Membran Khitosan
Penurunan Absorbansi
Larutan Standar Fosfat
* Waktu Kontak
N Percent N Percent N Percent
Included Excluded Total
Cases
Penurunan Absorbansi Larutan Standar Fosfat * Membran
Khitosan
Penurunan Absorbansi Larutan Standar Fosfat
,45200 12 ,041076
,29458 12 ,016533
,24442 12 ,030832
,29450 12 ,008960
,28275 12 ,011482
,31365 60 ,076112
Membran Khitosan
1%
2%
3%
4%
5%
Total
Mean N Std. Deviation
Penurunan Absorbansi Larutan Standar Fos fat *
Waktu Kontak
Penurunan Absorbansi Larutan Standar Fosfat
,33060 15 ,096857
,29087 15 ,076550
,32013 15 ,071568
,31300 15 ,056042
,31365 60 ,076112
Waktu Kontak
30
60
90
120
Total
Mean N Std. Deviation
Between-Subjects Factors
1% 12
2% 12
3% 12
4% 12
5% 12
15
15
15
15
1
2
3
4
5
Membran
Khitosan
30
60
90
120
Waktu
Kontak
Value Label N
94
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable : Penurunan Absorbansi Larutan Standar Fosfat
Tes ts of Betw een-Subjects Effects
Dependent Variable: ALTB
,337a 19 ,018 150,947 ,000
5,903 1 5,903 50220,471 ,000
,307 4 ,077 653,918 ,000
,013 3 ,004 36,111 ,000
,017 12 ,001 11,999 ,000
,005 40 ,000
6,244 60
,342 59
Source
Corrected Model
Intercept
K
WK
K * WK
Error
Total
Corrected Total
Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
R Squared = ,986 (Adjusted R Squared = ,980)a.
ANOVAb
12546,349 5 2509,270 15,787 ,002a
953,651 6 158,942
13500,000 11
Regression
Residual
Total
Model
1
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), PAF 5%, PAF 4%, PAF 1%, PAF 2%, PAF 3%a.
Dependent Variable: Waktu Kontakb.
Descriptive Statistics
75,00 35,032 12
,45200 ,041076 12
,29458 ,016533 12
,24442 ,030832 12
,29450 ,008960 12
,28275 ,011482 12
Waktu Kontak
PAF 1%
PAF 2%
PAF 3%
PAF 4%
PAF 5%
Mean Std. Deviation N
Corre lations
1,000 -,692 -,454 ,519 ,278 ,322
-,692 1,000 ,755 ,135 ,047 ,321
-,454 ,755 1,000 ,302 -,082 ,533
,519 ,135 ,302 1,000 ,532 ,708
,278 ,047 -,082 ,532 1,000 ,144
,322 ,321 ,533 ,708 ,144 1,000
. ,006 ,069 ,042 ,191 ,154
,006 . ,002 ,337 ,442 ,155
,069 ,002 . ,170 ,400 ,037
,042 ,337 ,170 . ,038 ,005
,191 ,442 ,400 ,038 . ,328
,154 ,155 ,037 ,005 ,328 .
12 12 12 12 12 12
12 12 12 12 12 12
12 12 12 12 12 12
12 12 12 12 12 12
12 12 12 12 12 12
12 12 12 12 12 12
Waktu Kontak
PAF 1%
PAF 2%
PAF 3%
PAF 4%
PAF 5%
Waktu Kontak
PAF 1%
PAF 2%
PAF 3%
PAF 4%
PAF 5%
Waktu Kontak
PAF 1%
PAF 2%
PAF 3%
PAF 4%
PAF 5%
Pearson Correlation
Sig. (1-tailed)
N
Waktu Kontak PAF 1% PAF 2% PAF 3% PAF 4% PAF 5%
95
Variables Entered/Removedb
PAF 5%,
PAF 4%,
PAF 1%,
PAF 2%,
PAF 3%a
. Enter
Model
1
Variables
Entered
Variables
Removed Method
All requested variables entered.a.
Dependent Variable: Waktu Kontakb.
Model Summaryb
,964a ,929 ,870 12,607 ,929 15,787 5 6 ,002 1,425
Model
1
R R Square
Adjusted
R Square
Std. Error of
the Estimate
R Square
Change F Change df1 df2 Sig. F Change
Change Statistics
Durbin-
Watson
Predictors: (Constant), PAF 5%, PAF 4%, PAF 1%, PAF 2%, PAF 3%a.
Dependent Variable: Waktu Kontakb.
Coefficientsa
45,689 226,712 ,202 ,847
-552,949 150,467 -,648 -3,675 ,010
-638,239 419,683 -,301 -1,521 ,179
467,414 228,745 ,411 2,043 ,087
32,186 578,559 ,008 ,056 ,957
1214,981 557,645 ,398 2,179 ,072
(Constant)
PAF 1%
PAF 2%
PAF 3%
PAF 4%
PAF 5%
Model
1
B Std. Error
Unstandardized
Coeff icients
Beta
Standardized
Coeff icients
t Sig.
Dependent Variable: Waktu Kontaka.
Res iduals Statisticsa
12,84 121,90 75,00 33,772 12
-1,840 1,389 ,000 1,000 12
6,551 10,482 8,846 1,150 12
-18,13 123,75 74,80 38,941 12
-18,556 17,157 ,000 9,311 12
-1,472 1,361 ,000 ,739 12
-1,846 2,279 ,005 1,071 12
-29,205 48,129 ,201 20,346 12
-2,565 5,682 ,220 1,958 12
2,053 6,688 4,583 1,379 12
,000 1,563 ,223 ,437 12
,187 ,608 ,417 ,125 12
Predicted Value
Std. Predicted Value
Standard Error of
Predicted Value
Adjusted Predicted Value
Residual
Std. Residual
Stud. Residual
Deleted Residual
Stud. Deleted Residual
Mahal. Distance
Cook's Distance
Centered Leverage Value
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Dependent Variable: Waktu Kontaka.
96
97
Lampiran 9
Perhitungan Derajat Deasetilasi Senyawa Khitosan dengan Metode Garis
Menggunakan rumus :
A1588 1
DD = 1 - x x 100%
A3410 1,32
Perhitungan:
A= log
dengan
Po = transmitans pada garis dasar
P = transmitans pada puncak minimum
A = absorbansi
A1588 = log
= log 1.7128
= 0.2337
A3410 = log
= log 3.3491
= 0.5249
DD = 1 - x 100%
= (1- 0.3373) x 100%
= 66.27%
98
Lampiran 10
Perhitungan persen hasil deasetilasi khitin menjadi khitosan
Pada proses deasetilasi khitin dipergunakan sebanyak 20,35 gram khitin dan
setelah proses diperoleh khitosan sebanyak 14,23 gram, maka persentase
perubahan khitin menjadi khitosan dapat dihitung sebagai berikut :
Massa khitosan
Persen hasil khitosan = x 100%
Massa khitin
14,23 g
Persen hasil khitosan = x 100%
20,35 g
= 69,93 %