i
EFISIENSI PROGRAM TUNA NETRA BERDAYA TANGERANG
SELATAN BERBASIS MODAL KERJA ZIS
(Studi Pada Masyarakat Mandiri – Dompet Dhuafa)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
ANNISA KHAERANI NIM 108046100110
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/2014 M
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
ANNISA KHAERANI. NIM 108046100110. Efisiensi Program Tuna Netra Berdaya Tangerang Selatan Berbasis Modal Kerja ZIS (Studi Pada Masyarakat Mandiri – Dompet Dhuafa). Konsentrasi Perbankan Syariah, Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam), Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014. Penelitian ini mengukur tingkat efisiensi program Tuna Netra Berdaya Tangerang Selatan di Masyarakat Mandiri dan perbandingan tingkat efisiensi tuna netra yang berprofesi sebagai pemijat, pedagang kerupuk, maupun berprofesi keduanya (pemijat dan pedagang kerupuk). Penelitian ini termasuk penelitian (kuantitatif-kualitatif), dimana hasil observasi dan wawancara yang dilakukan menjadi pelengkap pembahasan dari hasil olah data dengan metode Data Envelopment Analysis (DEA). Model DEA yang digunakan memakai asumsi CRS – output oriented. Objek penelitian yaitu tuna netra yang mendapatkan modal kerja dari Masyarakat Mandiri yang menyalurkan modal tersebut untuk kegiatan usaha. Hasil analisis DEA menunjukkan bahwa pada kelompok pemijat memperoleh tingkat rata-rata efisiensi pemijat sebesar 86.38%, kelompok pedagang kerupuk mencapai tingkat efisiensi sebesar 78.60 %, dan kelompok yang merangkap profesi keduanya (pemijat dan pedagang kerupuk) mendapatkan nilai efisien sebesar 74.99%. Jadi, tingkat efisiensi rata-tata tuna netra berdaya mencapai perolehan nilai efisien sebesar 79.86%. Kata kunci: Efisiensi, Tuna Netra , Modal Kerja, Masyarakat Mandiri, Data Envelopment Analysis Pembimbing : 1. Dr. Rumadi, M.Ag 2. Hermawan Setiawan, S.Si, M.TI
vi
KATA PENGANTAR
Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Alhamdulillaah atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efisiensi Program Tuna Netra Berdaya
Tangerang Selatan Berbasis Modal Kerja ZIS (Studi Pada Masyarakat
Mandiri-Dompet Dhuafa”. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada teladan kita
Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, pengikutnya yang setia hingga akhir
zaman.
Penulisan karya ilmiah dalam bentuk skripsi ini merupakan salah satu syarat
menyelesaikan studi strata satu (S1) guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
Syariah (S.E.Sy) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tentunya tidak sedikit
mengalami tantangan dan hambatan. Sebuah kehormatan bagi penulis untuk
mempersembahkan yang terbaik untuk orang tua, seluruh keluarga penulis,
almamater, sahabat, serta pihak-pihak yang turut membantu dalam penyelesaian
skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr.H. JM. Muslimin, M.A., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Euis Amalia, M.Ag., selaku ketua Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam)
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
vii
3. Mu’min Rauf, M.A., selaku sekretaris Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam)
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
membantu memberi arahan dan saran kepada penulis terkait penyelesaian skripsi.
4. Dr. Hj. Azizah,M.A., selaku dosen pembimbing akademik PS-C 2008 yang telah
banyak membantu dalam hal akademik penulis.
5. Dr. Rumadi, M.Ag dan Hermawan Setiawan, S.Si, M.TI selaku dosen
pembimbing skripsi atas kebaikan hati dan kontribusi dalam memberikan arahan,
saran dan kritik yang membangun dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Pihak-pihak dari Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa yang telah memberikan
izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian dan bersedia memberikan
data terkait penelitian penulis.
7. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah ikhlas dalam mengajar
dan berbagi ilmunya dengan penulis, serta seluruh staff dan karyawan Fakultas
Syariah dan Hukum yang sudah banyak membantu administrasi perkuliahan
hingga selesai.
8. Seluruh staff dan karyawan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dan Perpustakan Fakultas Syariah dan Hukum atas ketersediaan referensi yang
cukup lengkap.
9. Kedua orang tua tercinta, yaitu Ayahanda Abdul Wa’id dan Ibunda Kartini atas
limpahan cinta, kasih sayang, doa, dan motivasi baik secara materil maupun
imateril serta saudara-saudara penulis, Bayu Aji Pratama dan Muhammad Anwar
Ibrahim atas dukungannya selama penyelesaian skripsi ini.
viii
10. Sahabat terbaik Fahrini, Amalia, Ratna, Husnul, Isti, Afifah, Fasih, Hana, Sella,
Adhisti yang telah hadir memberikan inspirasi dan dukungan kepada penulis.
11. Rekan-rekan yang bersedia meluangkan waktunya untuk diskusi dan konsultasi
terkait penyelesaian skripsi yaitu Nancy, Zahro, Anwar, Agung, Asep, Yulian,
dan Mba Abrista Devi.
12. LDK Syahid dan Komda FSH yang telah mempertemukan penulis dengan
saudara/i yang begitu luar biasa, antara lain: Kak Faathimah, Bibeh, Wulan,
Dzukhroh, Rhino, Usman, Adrian, Ihsan, Zaky, Tyas, Dewi, Dina, Firda, Yayan,
Syifa, dan lain-lain. Jazakumullah khairan atas persaudaraan yang telah terjalin.
13. Teman-teman PS C (Piscok) , KAMMI Daerah Tangerang Selatan, Forum
Alumni Rohis Irmas Al-Kautsar (FORLAST), Rohis SMA 2 Tangerang Selatan,
Tim Sunnah itu Mudah. Penulis bahagia dan bangga menjadi bagian dari hidup
kalian . Terimakasih atas inspirasi, keceriaan dan kenangan indah selama ini.
14. Seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang secara langsung
maupun tidak langsung telah turut membantu terselesaikannya skripsi ini.
Semoga hasil karya penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan ekonomi Islam dan berguna untuk masyarakat luas.
Wassalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh
Jakarta, 12 Mei 2014
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL I
HALAMAN PERSETUJUAN Ii
HALAMAN PENGESAHAN Iii
LEMBAR PERNYATAAN Iv
ABSTRAK V
KATA PENGANTAR Vi
DAFTAR ISI Ix
DAFTAR TABEL Xiii
DAFTAR RUMUS Xiv
DAFTAR GAMBAR Xv
DAFTAR LAMPIRAN Xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Batasan dan Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
E. Metodologi Penelitian
1. Lokasi dan Waktu Penelitian
2. Jenis Penelitian
3. Objek Penelitian
3. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
4. Metode Pengolahan dan Analisis Data
6. Teknik Analisa Data
7. Spesifikasi Input dan Output
8. Tinjauan Studi Terdahulu
1
6
7
7
8
8
9
10
11
11
15
16
x
F. Sistematika Penulisan 21
BAB II ZAKAT, INFAQ, SHADAQAH (ZIS) DAN KONSEP
PEMBERDAYAAN DALAM ISLAM
A. Zakat, Infaq, dan Shadaqah
1. Pengertian Zakat, Infaq, dan Shaqadah
2. Tujuan Zakat, Infaq, dan Shaqadah
B. Konsep Pemberdayaan dan Pendayagunaan ZIS
1. Pengertian Pemberdayaan
2. Tujuan Pemberdayaan Masyarakat
3. Pola-pola Pemberdayaan Ekonomi
4. Pemberdayaan Melalui ZIS
24
26
27
28
29
32
BAB III EFISIENSI DAN MODAL KERJA
A. Efisiensi
1. Pengertian dan Konsep Efisiensi
2. Pendekatan Ukuran Efisiensi
2.1 Pendekatan Sisi Input
2.2 Pendekatan Sisi Output
3. Data Envelopment Analysis (DEA)
3.1 Model-model DEA
3.1.1 Constant Return to Scale
3.1.2 Variable Return to Scale
3.2 Return to Scale
3.4 Kelebihan dan Kelemahahan DEA
B. Modal Kerja
1. Pengertian Modal Kerja
2. Jenis-jenis Modal Kerja
3. Sumber-sumber Modal Kerja
36
40
40
43
45
46
47
50
52
53
54
56
xi
BAB IV ANALISIS PROGRAM TUNA NETRA BERDAYA DI
TANGERANG SELATAN BERBASIS MODAL
KERJA ZIS
A. Gambaran Umum Masyarakat Mandiri – Dompet
Dhuafa
1. Sejarah Bedirinya Masyarakat Mandiri
2. Visi dan Misi
3. Tujuan
4. Struktur Organisasi Masyarakat Mandiri
B. Gambaran Mengenai Program Tuna Netra Berdaya
Tangerang Selatan
1. Latar Belakang Program
2. Tahapan Pelaksanaan Program
C. Pengujian dan Analisis Data
1. Analisis Deskriptif
1.1 Deskripsi Responden
1.2Kondisi Responden Sebelum Mengikuti
Program
1.3Kondisi Responden Sesudah Mengikuti
Program
2. Hasil Pengukuran Efisiensi
2.1 Analisis DEA
2.1.1 Efisiensi Rata-rata Tuna Netra
2.1.2 Efisiensi Kelompok Pemijat
2.1.3 Efisiensi Kelompok Pedagang Kerupuk
2.1.4Efisiensi Kelompok Pemijat dan Pedagang
Kerupuk
60
62
63
64
65
67
69
80
82
84
84
85
87
89
90
xii
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
95
96
DAFTAR PUSTAKA 98
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Data Populasi 9
Tabel 1.2 Spesifikasi Input dan Output Pendekatan Produksi 15
Tabel 1.3 Tinjauan Studi Terdahulu 16
Tabel 4.1 Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 70
Tabel 4.2 Profil Responden Berdasarkan Usia 71
Tabel 4.3 Profil Responden Berdasarkan Status Marital 72
Tabel 4.4 Profil Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan 73
Tabel 4.5 Profil Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan 74
Tabel 4.6 Profil Responden Berdasarkan Asal Daerah (Suku) 75
Tabel 4.7 Profil Responden Berdasarkan Pengalaman Kerja 76
Tabel 4.8 Profil Responden Berdasarkan Status Kepemilikan
Rumah
77
Tabel 4.9 Profil Responden Berdasarkan Pendapatan Sebelum
dan Sesudah Mengikuti Program
78
Tabel 4.10 Profil Responden Berdasarkan Pengeluaran Sebelum
dan Sesudah Mengikuti Program
79
Tabel 4.11 Efisiensi Tuna Netra Berdaya 85
Tabel 4.12 Efisiensi Kelompok Pemijat 87
Tabel 4.13 Target Of Unit Zaini Efficiency 88
Tabel 4.14 Efisiensi Kelompok Pedagang Kerupuk 89
Tabel 4.15 Target Of Unit Sudirno Efficiency 90
Tabel 4.16 Efisiensi Kelompok Pemijat dan Pedagang Kerupuk 90
Tabel 4.17 Target Of Unit Jajang Efficiency 91
Tabel 4.18 Efisiensi Gabungan Kelompok Usaha 92
xiv
DAFTAR RUMUS
Rumus (3.1) Efisiensi Relatif 39
Rumus (3.2) Rasio Ukuran Efisiensi Teknis Pendekatan Input 42
Rumus (3.3) Rasio Ukuran Efisiensi Alokatif Pendekatan Input 42
Rumus (3.4) Rasio Ukuran Efisiensi Ekonomis Pendekatan Input 43
Rumus (3.5) Rasio Ukuran Efisiensi Teknis Pendekatan Output 44
Rumus (3.6) Rasio Ukuran Efisiensi Alokatif Pendekatan Output 45
Rumus (3.7) Rasio Ukuran Efisiensi Ekonomis Pendekatan Output 45
Rumus (3.8) Persamaan Linier CRS 47
Rumus (3.9) Persamaan Efisiensi Teknis Keseluruhan 48
Rumus (3.10) Persamaan Linier VRS 48
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Tahapan Data Envelopment Analysis 12
Gambar 3.1 Kurva Efisiensi Pendekatan Input 41
Gambar 3.2 Kurva Efisiensi Pendekatan Output 44
Gambar 3.3 Kurva Efisiensi CRS dan VRS 49
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Masyarakat Mandiri 64
Gambar 4.2 Ringkasan Program Pelaksanaan Masyarakat Mandiri 67
Gambar 4.3 Profil Responden Tuna Netra Berdaya Berdasarkan
Pendapatan Responden Sebelum dan Sesudah
Mendapatkan Modal Kerja dari Masyarakat Mandiri
Dompet Dhuafa
78
Gambar 4.4 Profil Responden Tuna Netra Berdaya Berdasarkan
Pengeluaran Responden Sebelum dan Sesudah
Mendapatkan Modal Kerja dari Masyarakat Mandiri
Dompet Dhuafa
79
Gambar 4.5 Efisiensi Gabungan (Pemijat, Pedagang Kerupuk ,
serta Pemijat dan Pedagang Kerupuk)
92
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Draft Kuisioner Penelitian Lampiran 2 Hasil Wawancara Responden Lampiran 3 Data Input dan Output Penelitian Lampiran 4 Hasil Olah Data DEA Lampiran 5 Daftar Riwayat Hidup Lampiran 6 Surat Permohonan Data dan Wawancara Lampiran 7 Surat Keterangan Penelitian
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Saat ini, banyak Badan Amil Zakat (BAZ) maupun Lembaga Amil Zakat
(LAZ) yang memiliki program pemberdayaan kaum dhuafa. Lembaga
Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa merupakan salah satu jejaring Dompet
Dhuafa yang fokus pada kegiatan melakukan pemberdayaan kaum dhuafa,
terutama di bidang ekonomi. Program Tuna Netra Berdaya adalah salah satu
program pemberdayaan kaum disabilitas khususnya tuna netra dengan cara
pembentukan kelompok-kelompok usaha tuna netra. Kegiatan pemandirian tuna
netra merupakan fokus utama kegiatan Masyarakat Mandiri dengan cara
melakukan pendampingan kepada komunitas sasaran sebagai upaya untuk
mengurangi kemiskinan. Adapun pemberian modal pada komunitas sasaran
bersumber dari dana ZIS.
Potensi zakat di Indonesia begitu sangat luar biasa. Menurut Ketua Bidang
Jaringan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), dr.H.Naharus Surur,M.Ked,
potensi zakat di Indonesia bisa menandingi APBN. 1 Berdasarkan hasil riset
Islamic Development Bank (IDB) pada 2010 disebutkan jika potensi zakat di
1 “Potensi Zakat di Indonesia”, artikel diakses pada 30 Mei 2013 dari
http://www.hidayatullah.com/read/18116/21/07/2011/potensi-zakat-indonesia-tahun-2011-mencapai-rp.-217-triliun.html
2
Indonesia mencapai Rp. 100 triliun. Sementara di tahun 2011, jumlahnya semakin
meningkat, potensi zakat mencapai Rp. 217 triliun, dengan perincian Rp. 117
triliun dari rumah tangga dan Rp. 100 triliun dari perusahaan-perusahaan milik
Muslim. Meski jumlah potensinya besar, tetapi menurutnya, jumlah nilai zakat
yang terealisasi hanya Rp. 1.2 triliun. Ini menunjukkan kesadaran penduduk
Indonesia dalam berzakat masih tergolong rendah.
Prof.Dr.KH.Didin Hafiduddin,M.Sc, Ketua Umum BAZNAS juga
menyatakan bahwa potensi zakat di Indonesia sebesar Rp 217 triliun atau 1,8
sampai 4,34% dari Gross Domestic Product (GDP). Meski demikian,
menurutnya pada kenyataannya penerimaan zakat tak mencapai Rp 217 triliun.
Peran Badan Pengelolaan Zakat seperti BAZ maupun LAZ memang mengalami
peningkatan dalam segi penghimpunan dana ZIS. Hal ini terlihat dari jumlah
zakat yang terkumpul setiap tahun. Pada tahun 2012, jumlah zakat sebesar Rp
2,3 triliun, meningkat sebesar 0,8% dari tahun sebelumnya, yaitu Rp 1,73
triliun.2 Kenaikan itu otomatis juga berdampak pada kenaikan penerima zakat.
Penerimanya sebesar 2,8 juta jiwa atau 9,03% dari jumlah penduduk miskin di
Indonesia yang berjumlah 31 juta jiwa atau 12,49% dari penduduk Indonesia.
Zakat, Infaq dan Shadaqah merupakan potensi yang sangat besar bila
didayagunakan untuk kepentingan pemberdayaan kaum dhuafa. Namun, selama
2 “Potensi Zakat Indonesia”, artikel diakses pada 19 April 2014 dari
http://news.liputan6.com/read/648347/baznas-potensi-zakat-indonesia-capai-rp-217-triliun#sthash.i1VB5Du0.dpuf
3
ini pola pendayagunaan zakat lebih banyak yang bersifat konsumtif
konvensional, yakni hanya terfokus menyantuni kaum fakir miskin dalam upaya
mengurangi beban hidup dan memenuhi kebutuhan dasar mereka. Pola
konvensional seperti ini, menyebabkan pendayagunaan dana umat berupa zakat,
pendekatannya bersifat statis, kurang optimal dan belum revolusioner. Hal ini
menunjukkan bahwa penyaluran zakat belum mampu memberdayakan dan
menyentuh semua lapisan kelompok lemah (dhuafa). 3
Pengelolaan zakat produktif sendiri dapat dibedakan dengan pengelolaan
zakat konsumtif. Dalam zakat produktif, amil zakat lembaga atau perorangan
yang mendistribusikan harta zakat bertugas untuk mendistribusikan zakat
kepada mustahiq dengan bentuk modal. Berbeda dengan zakat konsumtif yang
hanya memberikan sejumlah uang ataupun bahan-bahan makanan pokok. Dari
berbagai masalah yang timbul dalam perekonomian Indonesia, pendistribusian
zakat produktif dengan bentuk modal dan pelatihan kepada mustahiq zakat
diharapkan menjadi salah satu dari solusi permasalahan tersebut, sehingga
seorang mustahiq zakat dapat menjadi muzakki.4
Seperti yang dijelaskan di atas, salah satu bentuk pendayagunaan dana zakat
produktif adalah kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat dhuafa.
3 Masdar F Mas’udi, Didin Hafidhuddin, dll, Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS, (Jakarta :
Piramedia, 2004), h. 116 4 Jabbar Sambudi, dkk, ”Membumikan Ekonomi Islam dengan Optimalisasi Zakakat
Produktif dalam Mengentaskan Kemiskinan”, artikel diakses pada 19 April 2014 dari http://d-jabbars.blogspot.com/2014/02/membumikan-ekonomi-islam-dengan.html
4
Pemberdayaan ekonomi masyarakat bertujuan untuk memberdayakan potensi-
potensi mereka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya agar terciptanya
kemandirian. Kegiatan pemberdayaan masyarakat tidak hanya terbatas pada
orang yang mempunyai fisik secara sempurna, namun juga bisa pada orang yang
yang memiliki keterbatasan fisik (cacat) yang biasa disebut dengan penyandang
disabilitas.
World Health Organization (WHO) memberikan definisi disabilitas sebagai
keadaan terbatasnya kemampuan (disebabkan adanya hambatan) untuk
melakukan aktivitas dalam batas-batas yang dianggap normal manusia.
Disabilitas sendiri terdiri dari beberapa jenis dan salah satunya yaitu tuna netra
(orang yang tidak bisa melihat).5 Menurut Persatuan Tuna Netra Indonesia
(Pertuni), tuna netra adalah mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali
(buta total) hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan, namun tidak
mampu menggunakan penglihatannya untuk membaca tulisan biasa berukuran
12 poin dalam keadaan cahaya normal meskipun dibantu dengan kacamata
(kurang awas).
5 Eldo Herbadella Tobing, “Tuna Netra: Dengan Aku Mengerti Dunia, Dengan Jari Aku
Berkarya”, jurnal ini diakses pada 19 April 2014 dari http://www.academia.edu/4344527/Tunanetra_Dengan_Telinga_Aku_Mengerti_Dunia_Dengan_Jari_Aku_Berkarya
5
Di Indonesia, jumlah tuna netra tergolong banyak sekitar 3,5 juta jiwa dari
jumlah keseluruhan penduduk Indonesia.6 Pada umumnya, masyarakat masih
memandang skeptis dan melihat tuna netra sebagai kaum yang marginal, padahal
mereka pun sebenarnya mempunyai hak yang sama dalam kehidupan
bermasyarakat. Mereka juga memiliki potensi untuk mengembangkan
keterampilan dan keahlian yang ada dalam diri mereka tersebut meskipun
dengan keterbatasan fisik.
Sering kita jumpai tuna netra di sekitar kita masih banyak yang menjadi
pengemis dan pengamen jalanan. Akan tetapi, masih ada tuna netra yang
mempunyai mental ‘anti meminta-minta’ kepada orang lain, contohnya mereka
yang berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara menjadi pemijat atau
pedagang kerupuk keliling. Namun, kondisinya sebenarnya juga masih
memperihatinkan karena seringkali mereka terkendala pada permasalahan modal
dalam perputaran dana untuk kegiatan usaha mereka.
Efisiensi merupakan salah satu parameter yang sering digunakan untuk
mengukur kinerja organisasi. Tujuannya adalah untuk mendapatkan tingkat
output yang optimal dengan input yang ada, atau mendapatkan tingkat input yang
paling minimum dengan tingkat output tertentu. Dalam menjalankan sebuah
kinerja program, diperlukan efisiensi dalam manajemen program tersebut yakni
6 “Tuna Netra di Indonesia”, artikel di akses pada 19 April 2014 dari
http://www.merdeka.com/peristiwa/jumlah-tunanetra-di-indonesia-setara-dengan-penduduk-singapura.html
6
penggunaan input yang ada untuk pencapaian output yang optimal. Sebuah unit
dikatakan efisien apabila nilainya mencapai angka 100% . Semakin ia menjauhi
dari angka 100% atau mendekati angka 0%, maka ia semakin tidak efisien.
Berdasarkan masalah tersebut, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut
mengenai “Efisiensi Program Tuna Netra Berdaya Tangerang Selatan
Berbasis Modal Kerja ZIS (Studi pada Masyarakat Mandiri - Dompet
Dhuafa).”
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Cakupan penelitian penilaian efisiensi ini dibatasi pada profil dan perilaku
sasaran program (mustahiq tuna netra) dengan menggunakan metode Data
Envelopment Analysis (DEA). Kemudian pada analisis dengan metode DEA,
penulis membatasi hanya pada pendekatan produksi asumsi, Constant Return
to Scale (CRS) – Output Oriented. Pemilihan ini disebabkan kesesuaian
metode pendekatan tersebut dengan objek yang diteliti.
Kemudian agar lebih terarah sesuai dengan tema yang dibahas, maka
masalah yang akan diteliti lebih lanjut dirumuskan ke dalam pertanyaan,
yaitu: Bagaimana perbedaan tingkat efisiensi tuna netra yang berprofesi
sebagai pemijat, pedagang kerupuk, serta berprofesi gabungan keduanya
(pemijat dan pedagang kerupuk) pada Program Tuna Netra Berdaya di
Tangerang Selatan dari Masyarakat Mandiri – Dompet Dhuafa?
7
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulisan skripsi adalah:
Untuk menganalisis dan mengetahui perbandingan tingkat efisiensi tuna netra
berdasarkan profesinya pada Program Tuna Netra Berdaya Tangerang Selatan
Masyarakat Mandiri – Dompet Dhuafa, sehingga menjadi sebuah evaluasi, solusi,
dan bahan pertimbangan dalam membentuk dan mengembangkan program
pemberdayaan masyarakat menjadi lebih efektif, efisien, dan berkualitas baik
dalam upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia.
D. Manfaat Penelitian
Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Bagi Lembaga Masyarakat Mandiri - Dompet Dhuafa
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan evaluasi dan
masukan dalam pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat khususnya
pada objek tuna netra agar menjadi lebih baik.
2. Bagi Peneliti
Meningkatkan wawasan keilmuan dan pemahaman yang lebih luas mengenai
analisis dan penilaian efisiensi dengan menggunakan DEA serta sebagai
kontributor pengembangan khasanah ekonomi islam.
8
3. Bagi Dunia Penelitian
Memberikan informasi kepada seluruh pihak mengenai tingkat efisiensi pada
program pemberdayaan zakat dengan metode DEA. Selain itu, menjadi
masukan dan saran bagi praktisi, akademisi dalam pengembangan penelitian
selanjutnya sehingga bisa menjadi perbandingan bagi penelitian yang lain.
E. Metodologi Penelitian
1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini merupakan studi pada salah satu program pemberdayaan
masyarakat disabilitas dari Masyarakat Mandiri yaitu Tuna Netra Berdaya.
Pemilihan lokasi penelitian ini ditentukan secara sengaja (purposive) di
daerah Tangerang Selatan. Pengambilan data penelitian dilakukan pada
September 2013 sampai dengan Januari 2014 .
2. Jenis Penelitian
Penelitian ini jika dilihat dari segi pendekatan termasuk penelitian
studi kasus. Penelitian studi kasus yaitu penelitian dengan karakteristik
masalah yang berkaitan dengan latar belakang dan kondisi saat ini dari
subjek yang diteliti, serta interaksinya dengan lingkungan.7Sedangkan,
dari segi sifat dan jenis data termasuk penelitian gabungan (kuantitatif-
kualitatif), dimana hasil observasi dan wawancara yang dilakukan menjadi
7 Ety Rochaety, dkk, Metodologi Penelitian Bisni s : Dengan Aplikasi SPSS, (Jakarta : Mitra
Wacana Media, 2007), h. 16
9
pelengkap pembahasan dari hasil olah data dengan metode Data
Envelopment Analysis (DEA).
3. Objek Penelitian
Populasi adalah sekumpulan orang atau objek yang memiliki
kesamaan satu atau beberapa hal yang membentuk masalah pokok suatu
penelitian.8 Populasi dalam penelitian ini adalah mustahiq yang
mendapatkan modal kerja/pembiayaan dari Masyarakat Mandiri dalam
kurun waktu sekitar 1 tahun. Mustahiq berjumlah sebanyak 27 orang, yang
kemudian dibagi menjadi 3 kelompok pendampingan yaitu Kelompok
Cahaya Purnama Mandiri, Kelompok Sukses Mandiri, dan Kelompok
Sumber Rezeki. Berhubung jumlah populasi dalam penelitian ini tidak
banyak, maka penulis meneliti semua data populasi. Berikut penulis
paparkan data populasi yang diteliti ke dalam bentuk tabel:
Tabel 1.1 Data Populasi
No. Nama Kelompok Nama Responden 1
Cahaya Purnama Mandiri
Surahat 2 Suparlan 3 Jajang Sumantri 4 Casmona 5 Sunarti 6 Istato 7 Wagiman 8 Dudung 9 Sukirman
10 Madhalim 11
Sukses Mandiri Solichin
12 R. Yoga Swara
8 Muhammad, “Metode Penelitian Ekonomi Islam Pendekatan Kuantitatif”, (Yogyakarta : PT
Rajawali Press, 2008), h. 161
10
13 Zaini 14 Moch. Yunus 15 Sudirno 16 Supriyadi 17 Suripto 18 Suparmanto 19 Ujang Saepuddin
20 Ujib 21
Sumber Rezeki
Sutarno 22 Tamam Rabuk 23 Darwati 24 Ngadiyem 25 M. Syahrun 26 Siti Aminah 27 Slamet
4. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
Data jika digolongkan menurut asal sumbernya dapat dibagi menjadi
dua, yaitu data primer dan data sekunder.9
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari objek
yang akan diteliti (responden). Adapun penelitian ini memperoleh data
primer dengan menggunakan instrumen penelitian interview guide.
Diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan responden, yaitu
mustahiq yang menjadi anggota Program Tuna Netra Berdaya
Tangerang Selatan.
9 Bagong Suyanto dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial (Ed.), cet. 4, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2008), h. 55-56
11
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari lembaga atau
institusi tertentu, seperti Biro Pusat Statistik, Lembaga Masyarakat
Mandiri, dan lain-lain. Selain itu, data-data pendukung lainnya yang
bersumber dari kajian kepustakaan (library reseacrh) dari berbagai
referensi buku, makalah, jurnal penelitian, dan sumber-sumber tertulis
lainnya yang dapat dijadikan acuan teori masalah yang akan dibahas.
5. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Dari penjelasan sebelumnya bahwa jenis data yang dipakai merupakan
data gabungan (kualitatif-kuantitatif). Data kualitatif digunakan untuk
melengkapi pembahasan hasil analisa data kuantitatif. Kemudian, metode
DEA digunakan untuk menganalisa data kuantitatif, yaitu mengukur
tingkat efisiensi program Tuna Netra Berdaya di Masyarakat Mandiri
Dompet Dhuafa. Dalam mengukur tingkat efisiensinya, alat pendukung
pengolahan dan analisis data yang digunakan yaitu software DEAWIN
dan Microsoft Excel.
6. Teknik Analisa Data
Teknik pengukuran tingkat efisiensi dengan menggunakan DEA,
langkah-langkah pengukuran mengikuti kerangka kerja sebagai berikut:
12
Gambar 1.1 Tahapan Data Envelopment Analysis (DEA)10
Dari proses tahapan di atas dapat diketahui kerangka kerja dalam melakukan
analisis DEA, diantaranya adalah: 11
a. Menentukan Decision Making Unit (DMU)
DMU merupakan unit operasional yang akan dijadikan sebagai entitas
pengambilan keputusan atau unit bisnis yang akan diuji tingkat efisiensinya.
10 Hendri Tanjung dan Abrista Devi, Metodologi Penelitian Ekonomi Islam, (Jakarta :
Gramata Publishing, 2013), h. 340 11 Hendri Tanjung dan Abrista Devi, h. 338 - 339
Menentukan DMU
Menentukan Pendekatan
Menentukan Variabel Input dan Output
Mengumpulkan data
Menentukan Metode DEA
Melakukan Sintesis dan Analisis
Return to scale Reference Set Potential Improvement DEA
DRS CRS IRS Scale Technical Overall
13
DMU dapat berupa perusahaan yang profit oriented maupun non profit
oriented (charity). Contoh dari DMU antara lain: profit center, unit bisnis,
strategic business unit, cabang, outlet, tim, divisi, dan sebagainya.
b. Menentukan Pendekatan
Pada umumnya penentuan pendekatan ini tidak ada teori khusus yang harus
diikuti. Pencapaian dari tujuan operasional pada tiap-tiap unit dapat
dijadikan sebagai pendekatan untuk mengukur ”good performance”. Di
industri perbankan, ada tiga pendekatan yang berbeda untuk mengukur
tingkat performa aktifitas perbankan, yaitu: 1) pendekatan produksi; 2)
pendekatan intermediasi; dan 3) pendekatan nilai aset. Pemilihan
pendekatan ini akan mempengaruhi pada penentuan variabel-variabel input
dan output yang akan digunakan untuk pengujian efisiensi.
c. Memilih Variabel Input-Output
Memillih variabel pada analisis DEA merupakan tahapan yang paling
penting untuk melakukan penilaian pada setiap DMU serta untuk menguji
bahwa variabel-variabel yang digunakan mampu menggambarkan
”performa” yang akan diukur. Sehingga dalam memilih variabel diharuskan
merujuk pada literatur yang akurat.
d. Mengumpulkan data
Setelah semua terdefinisi (DMU, pendekatan, dan variabel input-output),
tahap selanjutnya adalah mencari dan mengumpulkan data-data. Kumpulan
14
data tersebut dikumpulkan dalam bentuk tabel. Tidak diperkenankan adanya
nilai yang kosong (0) pada setiap data dari setiap DMU yang terkumpul.
Jumlah DMU harus > dari jumlah total variabel-variabel input dan output.
Data dapat berupa cross section atau data panel.
e. Memilih Model DEA
Ada tiga model DEA: (1) Charnes, Chooper, Roodes (CCR) atau Constant
Return to Scale yang akan menghasilkan overall technicall efficiency, (2)
Banker, Charnes, Cooper (BCC) atau Variable Return to Scale yang akan
menghasilkan pure technicall efficiency, (3) CCR/BCC menghasilkan nilai
scale efficiency. Penetapan model DEA ini juga akan mempengaruhi
analisis selanjutnya apakah berorientasi pada input atau output. Jika
memilih orientasi input maka cenderung digunakan untuk meningkatkan
aktifitas internal, sedangkan jika berorientasi pada output untuk
mengoptimalkan output.
f. Melakukan sintesis dan analisis
Data yang sudah disusun dalam bentuk tabel pada Microsoft Excel lalu
diimpor ke dalam software frontier analisis. Software dengan sendirinya
akan melakukan sintesis pada data dari setiap variabel input dan output
untuk setiap DMU. Hasil sintesis kembali diekspor ke Microsoft Excel
untuk dilakukan analisis. Hasil analisa dapat berupa grafik perolehan hasil
15
overall, technicall, dan scale effeciency serta grafik penilaian IRS, CRS,
DRS.
7. Spesifikasi Input dan Output
Variabel-variabel input dan output yang digunakan dalam penelitian
ini, penulis sajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut :
Tabel 1.2 Spesifikasi Input dan Output Pendekatan Produksi
Variabel Output Sumber Data
Pendapatan sesudah mengikuti program
(Y1)
Wawancara responden
Modal yang tersalurkan Usaha (Y3)
Wawancara responden
Varibel Input Sumber Data
Usia (X1)
Wawancara responden
Tingkat Pendidikan (X2)
Wawancara responden
Jumlah Tanggungan (X3)
Wawancara responden
Konsep-konsep yang berkaitan dengan istilah yang digunakan adalah:
a. Faktor-faktor input merupakan karakteristik yang dimiliki tuna
netra berdasarkan usia, tingkat pendidikan dan jumlah tanggungan
dalam mendukung kinerja usahanya. Usia, berkaitan dengan usia
produktif seseorang dalam melakukan pekerjaannya. Menurut
BPS, usia produktif seseorang berkisar dari penduduk yang berusia
mulai 15 tahun sampai dengan 64 tahun. Kemudian tingkat
pendidikan, berkaitan dengan cara pandang, perilaku dan pembuat
16
keputusan sebuah usaha yang dijalani serta jumlah tanggungan,
berkaitan dengan pengaruh perolehan pendapatan usaha.
b. Faktor-faktor output merupakan produk dari Program Tuna Netra
Berdaya yang menjadi bagian dari tujuan program, yakni
pendapatan usaha tuna netra dan penyaluran modal yang diberikan
kepada mustahiq tuna netra. Pendapatan usaha, berkaitan dengan
jumlah dana yang diperoleh seseorang atas hasil usaha yang
dijalaninya setelah mengikuti program. Kemudian, modal yang
tersalurkan untuk usaha, berkaitan dengan sejumlah dana yang
diterima mustahiq dari MM yang dimanfaatkan untuk
pengembangan usaha.
8. Tinjauan Studi Terdahulu
Penulisan skripsi ini mengarah pada penelitian-penelitian yang
sebelumnya pernah dilakukan. Hasil penelitian tersebut digunakan sebagai
pembanding dan acuan dalam menganalisa permasalahan yang dijabarkan
dalam skripsi ini. Berikut beberapa tinjauan pustaka yang telah dilakukan
sebelumnya:
Tabel 1.3 Tinjauan Studi Terdahulu
No. NamaPeneliti/Judul/Tahun/
PT/Fokus Masalah/ Metode Penelitian
Hasil Penelitian Rencana Skripsi
17
1. Asep Saepullah12 “Efisiensi Perbankan Indonesia: Komparasi, Evaluasi, dan Solusi”(Studi pada BUS, Bank BUMN, dan Bank Asing)/2013/UIN Jakarta Fokus masalah: Peringkat dan rata-rata tingkat efisiensi yang dicapai Bank Umum Syariah, Bank BUMN, dan Bank Asing selama periode 2007-2012serta perbedaan tingkat efisiensi pada bank-bank tersebut selama 2007-2012. Metode penelitian: Kuantitatif dengan menggunakan DEA (VRS-input oriented), Uji Normalitas Kolomogorov Smirnov, dan Uji Mann Whitney
- Pada Bank Umum Syariah, pergerakan tingkat efisiensi BMI dan BSM cenderung stabil, namun kinerja efiisiensi BSM masih lebih baik dibandingkan BMI.
- Pada Bank BUMN, bahwa Bank BRI adalah Bank paling efisien dan terlihat stabil dan penurunan tingkat efisiensi ditahun 2008 dan 2009 lebih sedikit dibandingkan dengan Bank BUMN lainnya.
- Pada Bank Asing, ada Bank Asing yaitu Standard Chartered Bank, Citibank dan HSBC yang pergerakannya fluktuatif dan stabil.
- Tidak ada perbedaan yang signifikan pada tingkat efisiensi di ketiga kelompok bank tersebut.
Judul: Efisiensi Program Tuna Netra Berdaya Tangerang Selatan Berbasis Modal Kerja ZIS (Studi di Masyarakat Mandiri – Dompet Dhuafa) Fokus masalah: Pada penelitian ini fokus permasalahan yang akan dibahas adalah tingkat efisiensi program Tuna Netra Berdaya Tangerang Selatan di Masyarakat Mandiri dan perbandingan tingkat efisiensi tuna netra yang berprofesi sebagai pemijat, pedagang kerupuk, maupun berprofesi keduanya (pemijat dan pedagang
2. Yulian Dwiantoro13 “Penilaian Efisiensi dan Posisi Persaingan Bank Umum Syariah dengan Metode Data Envelopment Analysis (DEA) dan Boston Consulting Group (BCG)” (Studi Kasus Pada BSM, BNIS, BMI, dan BSMI)/2013/UIN Jakarta Fokus masalah: Tingkat efisiensi empat Bank Umum Syariah di Indonesia (BSM, BNIS, BMI,dan BSMI) dan posisi persaingan ke empat bank tersebut. Metode penelitian:
- Tingkat efisiensi Bank Umum Syariah (BUS) di Indonesia didominasi oleh BUS Swasta, yaitu peringkat pertama dan kedua masing-masing adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI) dengan tingkat efisiensi sebesar 99,01% dan Bank Syariah Mega Indonesia (BSMI) dengan tingkat efisiensi sebesar 98,77%. Bank Umum Syariah (BUS) BUMN berada pada peringkat ketiga dan keempat yaitu Bank Negara Indonesia Syariah (BNIS) dengan tingkat efisiensi sebesar 94,67% dan Bank Syariah Mandiri sebesar 93,16%.
- Tingkat Pertumbuhan Pasar (TPP) kempat BUS termasuk kategori tinggi (dalam kaidah BCG, TPP diatas 10% termasuk
12 Asep Saepulloh, “Efisiensi Perbankan Indonesia: Komparasi, Evaluasi, dan Solusi”(Studi
pada BUS, Bank BUMN, dan Bank Asing), (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Jakarta, 2013)
13 Yulian Dwiantoro, “Penilaian Efisiensi dan Posisi Persaingan Bank Umum Syariah dengan Metode Data Envelopment Anaysis (DEA) dan Boston Consulting Group (BCG)” (Studi Kasus Pada BSM, BNIS, BMI, dan BSMI), (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Jakarta, 2013)
18
Kuantitatif dengan menggunakan DEA dan BCG
tinggi) namun Pangsa Pasar Relatif (PPR) berada dalam kategori rendah (PPR dibawah 1,5 tergolong rendah) sehingga dalam matriks BCG seluruh bank berada dalam kuadran I atau Question Marks.
kerupuk) Metode penelitian: (kuantitatif-kualitatif), dimana hasil observasi dan wawancara yang dilakukan menjadi pelengkap pembahasan dari hasil olah data dengan metode Data Envelopment Analysis (DEA). Model DEA yang digunakan memakai asumsi CRS – output oriented
3. M. Zaky Mubarak Lubis14 “Tingkat Efisiensi Perbankan di Indonesia Dengan Menggunakan Metode Data Envelopment Anaysis / UIN Jakarta Fokus masalah: Pengukuran tingkat efisiensi dengan DEA melalui pendekatan intermediasi dan tingkat efisiensi perbankan syariah di Indonesia pada tahun 2010-2012 Metode penelitian: Kuantitatif dengan menggunakan DEA pendekatan intermediasi
- Tingkat efisiensi rata-rata tahunan Bank Syariah mengalami fluktuasi dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2012: a. Tingkat efisiensi rata-rata Bank
Muamalat dari tahun 2010 sampai 2012 adalah 98,99 %, 92,65 % dan 99,02 %.
b. Tingkat efisiensi rata-rata Bank Syariah Mandiri dari tahun 2010 sampai 2012 adalah 99,12 %, 97,18 % dan tahun 98,03 %..
c. Tingkat efisiensi rata-rata tahunan Bank Mega Syariah dari tahun 2010 sampai 2012 adalah 99,61 %, 87,32 % dan 96,34 %. Dengan rata-rata efisiensi dari tiga tahun tersebut sebesar 94,42 %.
d. Tingkat efisiensi rata-rata tahunan Bank Bukopin Syariahdari tahun 2010 sampai 2012 adalah98,15 %, 97,04 % dan 97,99 %.
e. Tingkat efisiensi rata-rata tahunan Bank Panin Syariahdari tahun 2010 sampai 2012 adalah 86,21 %, 74,67 % dan 96,35 %.
f. Tingkat efisiensi rata-rata tahunan Bank Rakyat Indonesia Syariahdari tahun 2010 sampai 2012 adalah 99,25 %, 84,52 % dan 96,77%.
4. Mulyanti Choirunnisa M15 “Efektivitas Penyaluran Modal Kerja Program PNPM Mandiri Perkotaan Untuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat dan Peluang Pengembangan dengan Pola Syariah” (Studi Kasus
- Dari hasil pengujian yang dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi ganda dan korelasi sederhana serta dengan cara perhitungan manual, maka terdapat pengaruh/hubungan yang signifikan antara modal awal dengan besarnya pinjaman yang diberikan terhadap efektivitas
14 M. Zaky Mubarak Lubis, “Tingkat Efisiensi Perbankan di Indonesia Dengan
Menggunakan Metode Data Envelopment Analysis” , (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Jakarta, 2013)
15 Mulyanti Choirunnisa M, “Efektivitas Penyaluran Modal Kerja Program PNPM Mandiri Perkotaan Untuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat dan Peluang Pengembangan dengan Pola Syariah” (Studi Kasus PNPM Mandiri Perkotaan Rangkapan Jaya Baru Pancoran Mas Depok) , (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Jakarta, 2010)
19
PNPM Mandiri Perkotaan Rangkapan Jaya Baru Pancoran Mas Depok)/2010/UIN Jakarta Fokus masalah: Efektivitas pendapatan sebelum dan sesudah pinjamaan modal kerja/dana bergulir yang diberikan kepada pengusaha kecil,serta pola penyaluran modal kerja/dana bergulir PNPM Mandiri perkantoran sesuai ketentuan Islam. Metode penelitian: Kuantitatif dengan menggunakan statistic inferensian non parametik (Korelasi Rank Order dan Regresi Berganda) Waktu dan Tempat: 2010/Depok
pendapatan yang diterima oleh nasabah/ kelompok usaha. Dimana F hitung > F tabel, yaitu sebesar 24,04 signifikansi pada level 0,05. Hal ini juga berarti ada hubungan yang kuat dan searah antara variable-variabel tersebut.
- Hasil analisa yang didapat bahwa pola penyaluran modal kerja/dana bergulir yang diberikan oleh pihak PNPM Mandiri Perkotaan belum sesuai ketentuan Islam. Dimana program tersebut masih memakai system bunga/jasa dalam kegiatan operasionalnya sebesar 1,5% dari pokok pinjaman
Waktu dan tempat penelitian: Tahun 2013 /Di Daerah Tangerang Selatan
5. Wirawan16 Analisis Pemberdayaan Masyarakat Miskin Melalui Dana Zakat, Infaq, dan Shodaqoh (Studi Kasus : Program Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa Terhadap Komunitas Pengrajin Tahu di Kampung Iwul, Desa Bojong Sempu, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor)/2008/IPB Fokus masalah: Persepsi masyarakat terhadap indikator keberhasilan program dan faktor-fakor apa saja yang mempengaruhi persepsi mereka, penilaian masyarakat terhadap proses
- Hasil penelitian menunjukkan bahwa indkator kemadirian komunitas sasaran dinilai berhasil dan faktor yang berhubungan nyata dengan persepsi mereka adalah jumlah tanggunggan responden. Masyarakat menilai indikator kemandirian manajemen komunitas sasaran belum berhasil dan faktor-faktor yang mempengaruhinya yang berhubungan nyata dengan persepsi mereka adalah tingkat pendidikan. Sedangkan, indikator kemandirian intelektual komunitas sasaran persepsi masyarakat menunjukkan keberhasilah program namun tidak ada karakteristik responden yng menjadi faktor yang mempengaruhinya berhubungan nyata dengan persepsi mereka.
- Program yang disampaikan oleh
pendamping telah terintegrasi dengan baik di masyarakat. Keterikatan masyarakat
16 Wirawan, “Analisis Pemberdayaan Masyarakat Miskin Melalui Dana Zakat, Infaq, dan
Shadaqah” (Studi Kasus : Program Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa Terhadap Komunitas Pengrajin Tahu di Kampung Iwul, Desa Bojong Sempu, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor), (Skripsi S1 Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, 2008)
20
cross cultural innovation yang terjadi dan Apakah terjadi peningkatan pendapatan masyarakat pada peserta program dan faktor apa saja yang mempengaruhi peningkatan pendapatan mereka. Metode penelitian: Penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif dengan menggunakan Artificial Nural Network System dan Analisis Regresi Linier Waktu dan Tempat: Penelitian ini dilakukan pada tahun 2008 di Kampung Iwul, Desa Bojong Sempu,Parung, Bogor, Jawa Barat
dan pola ekonomi yang homogen juga mendukung diterimanya program secara baik
- Pendapatan masyarakat yang menjadi peserta program selama satu tahun mengalami peningkatan yang signifikan melebihi dua kali lipat. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhinya, antara lain: modal pinjaman, pendapatan dari usaha tahu dan pendapatan lain diluar usaha tahu
6. Wina Meylani17 Analisis Pengaruh Pendayagunaan Zakat, Infaq, dan Shadaqah sebagai Modal Kerja terhadap Indikator Kemiskinan dan Pendapatan Mustahiq (Studi Kasus: Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor)/2009/IPB Fokus masalah: Perubahan indikator kemiskinan mustahiq setelah mengikuti Progran Ikhtiar, Pengaruh Program Ikhtiar terhadap pendapatan per kapita mustahiq dan faktor apa saja yang mempengaruhi pendapatan mustahiq tersebut.
- Hasil penelitian menunjukkan bahwa indikator kemiskinan mustahiq mengalami penurunan setelah mustahiq tersebut mengikuti Program Ikhtiar. Hal ini dapat dilihat dari menurunnya nilai headcount ratio (H), indeks kedalaman kemiskinan (P1), dan indeks keparahan kemiskinan (P2) mustahiq setelah mereka mengikuti Program Ikhtiar. Nilai H mengalami penurunan 0,49 menjadi 0,44; nilai P1
menurun dari 0,17 menjadi 0,14; dan nilai P2 menurun dari 0,09 menjadi 0,06.
- Faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap pendapatan per kapita mustahiq adalah pendapatan usaha mustahiq yang menggunakan modal dari Program Ikhtiar dan keaktifan bekerja mustahiq. Jumalah tanggungan mustahiq juga berpengaruh secara signifikan namun berhubungan negative dengan pendapatan
17 Wina Meylani, “Analisis Pengaruh Pendayagunaan Zakat, Infaq, dan Shadaqah sebagai
Modal Kerja terhadap Indikator Kemiskinan dan Pendapatan Mustahiq” (Studi Kasus: Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor ), (Skripsi S1 Fakultas Ekonomi dan Manajemen,Institut Pertanian Bogor, 2009)
21
Metode penelitian: Penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif dengan menggunakan FGT Index dan Analisis Regresi Linier Berganda Waktu dan Tempat: Penelitian ini dilakukan pada April – Juli 2009 di Desa Ciaruteun Ilir, Kec. Cibungbulang, Bogor
per kapita mustahiq.
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa persamaan skripsi penulis
dengan sebelumnya adalah tentang efisiensi, pemberdayaan ekonomi
masyarakat dan metode yang digunakan. Namun, banyak pula perbedaan
penelitian ini dengan penelitian yang sebelumnya. Penulis membahas
mengenai tingkat efisiensi dari sudut pandang yang berbeda yaitu penilaian
efisiensi pada profil dan perilaku tuna netra pada Program Tuna Netra
Berdaya dengan metode DEA pendekatan produktif - model CRS – Output
Oriented. Sumber data yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam dari
kuisioner pertanyaan terbuka yang ditujukan kepada mustahiq tuna netra dari
program tersebut.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini mengacu pada buku “Pedoman
Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta” yang diterbitkan oleh Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu (PPJM)
22
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Adapun pembagian bab adalah sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
Berisi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian , metodologi penelitian dan
sistematika penulisan.
BAB II Zakat, Infaq, Shadaqah (ZIS) dan Konsep Pemberdayaan dalam
Islam
Berisi tentang konsep ZIS (pengertian dan tujuan zakat, infaq, dan
shadaqah) dan konsep pemberdayaan dan pendayagunaan ZIS
(pengertian, tujuan dan pola pemberdayaan ekonomi masyarakat, serta
bentuk pendayagunaan ZIS).
BAB III Efisiensi dan Modal Kerja
Berisi tentang efisiensi (pengertian, pendekatan ukuran efisiensi, data
envelopment analysis), dan konsep modal kerja (pengertian modal
kerja, jenis-jenis modal kerja, dan sumber-sumber modal kerja).
BAB IV Analisis Program Tuna Netra Berdaya di Tangerang Selatan
Berbasis Modal Kerja ZIS
Berisi hasil dan analisis masalah yang dibahas, yaitu mengenai
gambaran umum Masyarakat Mandiri – Dompet Dhuafa (sejarah
berdirinya Masyarakat Mandiri, visi dan misi, tujuan, struktur
23
organisasi, latar belakang program serta model mekanisme
pelaksanaan program tuna netra berdaya), analisis deskriptif
responden, dan hasil pengukuran efisiensi.
BAB V Kesimpulan dan Saran
Berisi kesimpulan dan jawaban atas segala permasalahan yang telah
diangkat, serta saran-saran yang dianggap perlu untuk peningkatan
pengetahuan pihak-pihak tertentu.
24
BAB II
ZAKAT, INFAQ, SHADAQAH (ZIS) DAN KONSEP PEMBERDAYAAN
DALAM ISLAM
A. Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS)
1. Pengertian Zakat, Infaq dan Shadaqah
Dari segi bahasa, zakat mempunyai beberapa arti, yaitu al-barakatu
(keberkahan), al-namaa (pertumbuhan dan perkembangan), ath-thaharatu
(kesucian), dan ash-shalahu (keberesan). Dari segi istilah, zakat itu adalah bagian
dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah mewajibkan kepada
pemiliknya, untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya dengan
persyaratan tertentu pula.18 Adapun golongan orang yang berhak menerima zakat
(mustahiq ) tertera dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60 yang berbunyi:
“Sesungguhnya zakat itu hanya untuk orang-orang fakir, orang miskin,
amil zakat, yang dilunakkan hatinya (muallaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.”
Dari segi bahasa, kata infak berarti hal menafkahkan, membelanjakan, dan
berarti pula mengeluarkan (harta) untuk kepentingan sesuatu. Selain itu, dari segi
18 Didin Hafidhudin, Zakat dalam Perekonomian Modern, (Jakarta : Gema Insani, 2002) ,h.7
25
terminologi syariat, infak berarti mengeluarkan sebagian harta untuk suatu
kebaikan yang diperintahkan Allah SWT. 19 Menurut Taqyuddin an-Nabhani
infak berarti memberikan harta dengan tanpa kompensasi apapun.20
Menurut bahasa, kata sedekah berasal dari bahasa arab yaitu Shadaqa,
artinya benar. Menurut terminologi syariah, pengertian syariah sama dengan
pengertian infaq, termasuk juga hukum dan ketentuannya, hanya saja penekanan
infak berkaitan dengan materi, sedekah yang lebih memiliki arti lebih luas
menyangkut hal-hal yang bersifat non-materi.21 Pendapat lain mengenai sedekah
adalah pemberian seseorang secara ikhlas, kepada yang berhak menerimanya
yang diiringi oleh pemberian pahala dari Allah.22
Jadi, dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa zakat
merupakan bentuk penyucian harta seseorang agar mendapatkan keberkahan dari
Allah yang ditujukan kepada golongan yang berhak menerimanya, seperti: fakir,
miskin, amil zakat, muallaf, hamba sahaya, orang yang berutang, untuk jalan
Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan. Kemudian, infaq berarti
harta yang digunakan untuk kepentingan sesuatu yang digunakan untuk jalan
kebaikan, sedangkan shadaqah adalah sesuatu yang diberikan dalam bentuk
apapun (materi atau non materi) kepada yang berhak menerima dengan
mengharap ridho dari Allah SWT.
19 Didin Hafidhudin, Islam Aplikatif, (Jakarta : Gema Insani Press, 2003), cet ke-1, h. 86 20 Taqyuddin an-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif; Perspektif Islam,
(Surabaya : Risalah Gusti, 2002), cet. ke-7, h. 215 21 Didin Hafidhudin, Islam Aplikatif, h. 87 22 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2000), cet.ke-1, h. 89
26
2. Tujuan Zakat, Infaq, dan Shadaqah
Zakat adalah ibadah dalam bidang harta yang mengandung hikmah dan
manfaat yang besar dan mulia. Menurut Yusuf Qardhawi, secara umum terdapat
dua tujuan dari ajaran zakat, yaitu untuk kehidupan individu dan untuk kehidupan
sosial kemasyarakatan. Tujuan yang pertama meliputi penyucian jiwa dari sifat
kikir, mengembangkan sifat suka berinfaq, mengobati hati dari cinta dunia yang
membabi buta, mengembangkan kekayaan batin dan menumbuhkan rasa simpati
dan cinta sesama manusia23. Tujuan yang kedua memiliki dampak pada
kehidupan kemasyarakatan yang luas, dimana zakat merupakan suatu bagian dari
sistem jaminan sosial dalam Islam. Kehidupan masyarakat sering terganggu, oleh
problema kesenjangan, gelandangan, problema kematian dalam keluarga, dan
hilangnya perlindungan, bencana alam maupun kultural dan lain
sebagainya.24Disamping itu, tujuan zakat sebagai sasaran praktisnya, antara lain:25
1. Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan
hidup dan penderitaan.
2. Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh para gharimin,
ibnu sabil, dan mustahiq lainnya.
3. Membina tali persaudaraan sesama umat Islam dan manusia pada
umumnya.
23 Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, (Jakarta : Lentera, 1991), h. 848 - 876 24 Yusuf Qardhawi, h. 881- 917 25 Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam ; Zakat dan Wakaf, (Jakarta : UI Press, 1998)
Cet ke - 1, h. 40
27
4. Menghilangkan sifat kikir pemilik harta.
5. Membersihkan sifat iri dan dengki orang-orang fakir miskin.
6. Menjembatani jurang pemisah antara orang kaya dan orang miskin.
7. Mengembangkan rasa tanggungjawab sosial pada masyarakat.
8. Sarana pemerataan pendapatan untuk mencapai keadilan sosial.
B. Konsep Pemberdayaan Masyarakat dan Pendayagunaan ZIS
1. Pengertian Pemberdayaan
Pemberdayaan atau empowering yaitu berasal dari kata power (kekuasaan
atau keberdayaan). Pemberdayaan menurut Steven Shardlow26
memfokuskan pembahasan pada masalah bagaimana individu atau
kelompok atau komunitas berusaha mengontrol diri mereka sendiri dan
mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai keinginan mereka.
Sementara itu, suatu proses pemberdayaan menurut Malcolm Payne27
pada dasarnya ditujukan untuk membantu klien memperoleh daya untuk
mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan
terkait dengan dirinya termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan
sosial dalam melakukan tindakan. Dengan demikian, pemberdayaan itu
merupakan suatu daya kekuatan yang timbul sebagai usaha untuk
26 Steven Shardlow, “Values, Ethics and Social Work” dalam Adams, Robert, Lena Dominelli dan Malcolm Payne (Eds), Social Work: Themes, Issues and Critical Debates , dalam N. Oneng Nurul Badriyah, ed., Total Quality: Management Zakat Prinsip dan Praktik Pemberdayaan Ekonomi, (Jakarta: Wahana Kardova, 2012), h. 55
27 N. Oneng Nurul Badriyah, Total Quality: Management Zakat Prinsip dan Praktik Pemberdayaan Ekonomi h. 55
28
mengadakan perubahan agar terjadinya perbaikan dan peningkatan
kualitas kehidupan suatu masyarakat.
2. Tujuan Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat memiliki tujuan utama yaitu
memberdayakan individu-individu dan kelompok-kelompok melalui
penguatan kapasitas (termasuk kesadaran, pengetahuan dan keterampilan-
keterampilan) yang diperlukan untuk mengubah kualitas kehidupan
komunitas mereka. Kapasitas tersebut seringkali berkaitan dengan
penguatan aspek ekonomi dan politik melalui pembentukan kelompok-
kelompok sosial besar yang bekerja berdasarkan agenda bersama.28
Adapun tujuan pemberdayaan menurut Undang-Undang No. 20 Tahun
2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah pasal 5 adalah:
a. Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang,
berkembang dan berkeadilan;
b. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri; dan
c. Meningkatkan peran usaha Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam
pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan
28 Edi Suharto, CSR & COMDEV Investasi Kreatif Perusahaan, (Bandung : Alfabeta, 2010),
h. 67
29
pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari
kemiskinan.
3. Pola-Pola Pemberdayaan Ekonomi
a. Pola pemberdayaan ekonomi masyarakat
Menurut Elly Irawan yang dikutip oleh Lili Bariadi, pola ini
mempunyai ciri-ciri atau unsur-unsur pokok sebagai berikut:29
Mempunyai tujuan yang hendak dicapai
Mempunyai wadah kegiatan yang terorganisir
Aktivitas yang dilakukan terencana, berlanjut serta harus sesuai
dengan kebutuhan dan sumber daya setempat
Ada tindakan bersama dan keterpaduan dari berbagai aspek
yang terkait
Ada perubahan sikap pada masyarakat sasaran selama tahap-
tahap pemberdayaan
Menekankan pada peningkatan partisipasi masyarakat dalam
ekonomi terutama dalam wirausaha
Ada keharusan membantu seluruh lapisan masyarakat
khususnya masyarakat lapisan bawah. Jika tidak, maka
solidaritas dan kerjasama sulit tercapai.
Akan lebih efektif bila program pengembangan masyarakat
pada awalnya memperoleh bantuan dan dukungan pemerintah.
29 Lili Bariadi, dkk, Zakat dan Wirausaha, (Jakarta : CED, 2005), h. 54
30
Selain itu, sumber-sumber dari organisasi sukarela non-
pemerintah harus dimanfaatkan.
b. Pola pendekatan dalam pemberdayaan Wirausaha
Pada umumnya, kegiatan pemberdayaan wirausaha yang dilakukan
oleh berbagai lembaga dan institusi dapat dibagi menjadi tiga
pendekatan, antara lain:30
1. Pendekatan yang memandang masyarakat yang menjadi sasaran
proses difusi sebagai objek semata.
2. Pendekatan yang dilakukan dengan memberikan rangsangan dan
motivasi kepada masyarakat yang dijadikan sasaran difusi untuk
memikirkan problem dan menemukan pemecahan yang terbaik
untuk problem yang mereka hadapi, jadi sasaran diperlakukan
sebagai subjek sasaran.
3. Menurut Ade Ma’ru WS dalam Lili Bariadi, pendekatan ini
masyarakat selain dipandang kelompok manusia yang perlu
dituntun ke arah jalan yang tepat, juga diberikan kesempatan yang
luas untuk memikirkan dan merancang pengembangan potensi
mereka sendiri.
30 Lili Bariadi, dkk, h. 61
31
c. Pola pendekatan dalam pemberdayaan masyarakat miskin
Menurut Syahrin Harahap yang dikutip oleh Lili Bariadi, pola
pendekatan dalam pemberdayaan masyarakat miskin secara garis besar
ada tiga,yaitu:31
1. Pendekatan parsial berkelanjutan, yaitu pemberian bantuan kepada
masyarakat miskin yang dilakukan secara langsung. Hal ini
diberikan terutama kepada orang yang tak sanggup untuk bekerja
sendiri misalnya cacat abadi, lansia, orang buta dan lain-lain.
2. Pendekatan struktural, yaitu pemberian pertolongan secara kontinu
agar masyarakat dapat mengatasi kelemahannya, sehingga dari
yang dibantu diharapkan dapat turut membantu. Terutama
diberikan kepada mereka status melalui perwujudan dan komitmen
kemitraan yang memiliki potensi skill untuk dikembangkan.
Pendekatan pertama dan kedua ini baru berada pada tahap inisial.
Oleh karena itu,diharapkan akan melahirkan perubahan sikap
masyarakat yang sadar dan bersemangat memacu diri untuk tidak
terbenam dalam kondisi kemiskinannya dan adanya perubahan
tingkah laku melalui pendidikan keterampilan, stimulan, informasi,
pengetahuan, dan keteladanan.
3. Mengupayakan perubahan dan suntikan dana (zakat, infaq, dan
shadaqah) secara struktural terhadap masyarakat yang aktif dan
31 Lili Bariadi, dkk, h. 62
32
terampil dalam mengembangkan usaha baik skala kecil dan
menengah. Pemberdayaan pada level ini telah mencapai tahap
partisipatoris.
Berdasarkan penjelasan di atas, ketiga pendekatan tersebut
diharapkan dapat menghantarkan pada tahap emansipatif yaitu
menjadi muslim yang berkualitas dan penyantun sesama.
4. Konsep Pemberdayaan melalui ZIS
Menurut Idris, seperti yang dikutip oleh Nana Mintarti dan Gito
Haryanto dalam jurnal zakat bahwa salah satu paradigma dalam
pemberdayaan berbasis zakat adalah paradigma transformasi, yakni suatu
proses menggerakkan masyarakat dengan nilai-nilai baru yang dapat
mencerahkan jiwa, semangat dan daya nalar masyarakat sehingga mereka
dapat kembali menemukan jalan hidup mereka yang bersifat fitrah dan
mencerminkan nilai-niai kemanusiaan 32
Menurut perspektif kebijakan keuangan publik Islam, zakat selain
berfungsi sebagai institusi konsumtif yang bersifat aksi penyelamatan
(social saving) juga bersifat program pemberdayaaan dan perlindungan
(public empowerment and protection). Zakat juga merupakan institusi
ekonomi yang sangat potensial untuk membantu ekonomi rakyat guna
mengembangkan usaha yang bersifat produktif, misalnya berupa bantuan
32 Nana Mintarti dan Gito Haryanto, Jurnal Zakat dan Empowering, (Ciputat : IMZ, 2010), h.
37
33
modal untuk membuka usaha mandiri. Tentunya, bantuan modal itu perlu
disertai dengan bantuan teknis manajemen karena ekonomi rakyat pada
umumnya juga lemah dalam manajemen.33
Selain itu, pada pasal 3 UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat dijelaskan bahwa Pengelolaan zakat bertujuan: (1) meningkatkan
efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat,dan; (2)
meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat
dan penanggulangan kemiskinan. Kemudian, dalam pasal 27 UU No. 23
Tahun 2011 juga dijelaskan zakat dapat didayagunakan untuk usaha
produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas
umat.
Bentuk pengelolaan dan pendayagunaan zakat terhadap kelompok
miskin memperhatikan kondisi kemiskinan yang dikategorikan empat
pola, yaitu persistent poverty (kemiskinan yang berlangsung lama dan
turun temurun, biasanya disebut kemiskinan struktural), cylical poverty
(kemiskinan yang mengikuti siklus pertumbuhan ekonomi secara
keseluruhan), seasonal poverty (kemiskinan musiman, seperti kasus
nelayan dan petani pangan) , dan accidental poverty (kemiskinan karena
bencana alam)34. Semua pola kemiskinan yang ada memiliki karakteristik
33 Masdar F. Mas’udi, Didin Hafidhuddin, dll, Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS, (Jakarta : Piramedia,2004), h. 116 34 N.Oneng Nurul Badriyah, ed., Total Quality: Management Zakat Prinsip dan Praktik
Pemberdayaan Ekonomi, (Jakarta: Wahana Kardova, 2012), h. 214
34
masing-masing dan harus dilihat upaya pemulihannya dengan
memperhatikan berbagai aspek sehingga ditentukan skala prioritas.
Adapun aspek-aspek yang harus diperhatikan yaitu tingkat kebutuhan,
keterampilan yang dimiliki, waktu yang dibutuhkan, wilayah tempat
tinggal, serta keterampilan (skill) yang dimiliki. Berikut merupakan
contoh atau bentuk dari pendayagunaan zakat, antara lain:35
1. Pemberian beasiswa dari tingkat SD sampai Perguruan Tinggi (bagi
kalangan yang termasuk kategori mustahiq);
2. Pemanfaatan dana zakat untuk usaha-usaha yang sifatnya produktif,
disamping yang bersifat konsumtif;
3. Mendirikan Rumah Sakit gratis untuk kaum dhuafa;
4. Mendirikan lembaga pendidikan unggul bagi kaum dhuafa (gratis);
5. Memberikan pelatihan bagi guru-guru;
6. Mendirikan balai pelatihan keterampilan;
7. Melalui dana bergulir dengan bekerjasama dengan BMT memberikan
pembiayaan bagi usaha kaum dhuafa;
8. Kegiatan lainnya bagi kepentingan mustahiq , disertai pengawasan dan
pendampingan dari amil zakat;
Berhasilnya pengelolaan zakat tidak hanya tergantung pada banyaknya
zakat yang terkumpul, tetapi sangat tergantung pada dampak dari
35 Didin Hafiduddin, dkk, ed., The Power Of Zakat: Studi Perbandingan Pengelolaan Zakat
Asia Tenggara, (Malang : UIN-Malang Press, 2008), h. 101-102
35
pengelolaan zakat tersebut dalam masyarakat. Zakat dapat dikatakan
berhasil dalam pengelolaannya apabila benar-benar dapat mewujudkan
kesejahteraan dan keadilan sosial dalam masyarakat . Keadaan yang
demikian sangat tergantung dari manajemen yang diterapkan oleh amil
zakat dan political will pemerintah.36
Jadi, pemberdayaan ekonomi masyarakat merupakan salah satu bentuk
partisipasi dalam upaya mengentaskan kemiskinan. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara memberikan modal kerja ZIS kepada kaum dhuafa
untuk meningkatkan potensi yang dimilikinya untuk tercapainya
kemandirian hidup. Ini juga bertujuan merubah mental seseorang yang
awalnya mustahiq (penerima zakat) menjadi seorang muzakki (pemberi
zakat).
36 Andi Agung Prihatna, dkk, ed, “Potensi dan Realita Masyarakat di Indonesia : Hasil
Survei di Sepuluh Kota”, (Jakarta : PIRAMEDIA, 2004) , h. 6
36
BAB III
EFISIENSI DAN MODAL KERJA
A. Efesiensi
1. Pengertian Efisiensi dan Konsep Efisiensi
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, efisiensi adalah ketepatan cara
(usaha, kerja) menjalankan sesuatu dengan tidak membuang-buang waktu,
tenaga, dan biaya. Efisiensi juga berarti kemampuan menjalankan tugas
dengan baik dan tepat tidak membuang-buang waktu, tenaga, dan biaya.37
Menurut Silkman, dalam Achmad Iqbal, 38 efisiensi adalah
kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan benar. Dalam
pandangan matematika didefinisikan sebagai rasio output (keluaran) dan
input (masukan) atau jumlah output yang diihasilkan dari suatu input yang
digunakan. Sama halnya perusahaan, efisiensi dalam perbankan juga
merupakan tolak ukur dalam kinerja bank, dimana efisiensi merupakan
jawaban atas kesulitan-kesulitan dalam menghitung ukuran-ukuran kinerja
seperti tingkat alokasi, teknis, maupun total efisensi.
37 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama, 2008), Ed. ke-4, h. 352 38 Achmad Iqbal , Perbandingan Efisiensi Bank Umum Syariah (BUK) dengan Bank Umum
Konvensional (BUK) di Indonesia dengan SFA, (Skripsi S1 Fakultas Ekonomi Universitas Dipenogoro Semarang, 2011)
37
Jadi, dapat disimpulkan efisiensi adalah kemampuan menjalankan
sesuatu dengan baik dan benar sesuai dengan hasil yang diharapkan dengan
tidak membuang waktu, tenaga dan biaya.
Menurut Kost dan Rosenwig39, ada tiga faktor yang mempengaruhi
efisiensi tersebut, yaitu :
a. Input yang sama menghasilkan output yang lebih besar
b. Input yang lebih kecil menghasilkan output yang sama
c. Input yang besar menghasilkan output yang lebih besar
Sedangkan, faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi suatu perusahaan
ada 4 hal, yakni 40:
a. Efisiensi karena arbitrase ekonomi
b. Efisiensi karena ketepatan penilaian dasar aset-asetnya
c. Efisiensi karena lembaga keuangan bank mampu mengantisipasi resiko
yang akan muncul
d. Efisiensi karena berkaitan erat dengan mekanisme pembayaran yang
dilakukan oleh sebuah lembaga keuangan
Sebuah perusahaan dapat dikatakan efisien, apabila terpenuhi keadaannya
seperti: (1) mempergunakan jumlah unit input yang lebih sedikit dibanding
jumlah unit input yang dipergunakan perusahaan lain dalam menghasilkan
39 Maflachatun, Analisis Efisiensi Tekhnik Perbankan Syariah Indonesia dengan Metode DEA
Studi Pada 11 Bank Syariah Tahun 2005 - 2008 (Skripsi Universitas Diponegoro, 2010) h. 29. 40 Maflachatun., h.30.
38
input yang sama, (2) menggunakan jumlah unit input yang sama, tetapi dapat
menghasilkan jumlah output yang lebih besar.
Menurut Prasetyo yang dikutip oleh Hendri Tanjung, berdasarkan sudut
pandang perusahaan dikenal tiga macam efisiensi, yaitu: 41
a. Technical efficiency dapat merefleksikan kemampuan perusahaan untuk
mencapai level output yang optimal dengan menggunakan tingkat input
tertentu. Efisiensi ini mengukur proses produksi dalam menghasilkan
sejumlah output tertentu dengan menggunakan input seminimal mungkin.
Dengan demikian, suatu proses produksi dikatakan efisien secara teknis
apabila output dari suatu barang sudah tidak dapat lagi ditingkatkan tanpa
mengurangi output dari barang lain.
b. Allocative efficiency dapat merefleksikan kemampuan perusahaan dalam
mengoptimalkan penggunaan inputnya dengan struktur harga dan
teknologinya. Terminologi efisiensi Pareto sering disamakan dengan
efisiensi alokatif untuk menghormati ekonom Italia Vilfredo Pareto yang
mengembangkan konsep efficiency in exchange. Efisiensi pareto
mengatakan bahwa input produksi digunakan secara efisien apabila input
tersebut tidak dapat lagi meningkatkan suatu usaha tanpa menyebabkan
setidak-tidaknya keadaan suatu usaha yang lain menjadi lebih buruk.
Dengan demikian, apabila input dialokasikan untuk memproduksi output
41 Hendri Tanjung dan Abrista Devi, h.320 - 321
39
Efisiensi = Jumlah tertimbang dari output Jumlah tertimbang dari input
yang tidak digunakan atau tidak diinginkan konsumen, hal ini berarti
input tersebut tidak digunakan secara efisien.
c. Economic efficiency, yaitu kombinasi antara teknikal dan efisiensi
alokatif. Efisiensi secara implisit merupakan konsep least cost
production. Pada tingkat output tertentu, suatu perusahaan produksinya
dikatakan efisien secara ekonomi jika perusahaan tersebut menggunakan
biaya dimana biaya per unit dari output adalah yang paling minimal.
Dengan demikian, untuk tingkat output tertentu, suatu proses produksi
dikatakan efisien secara ekonomi jika tidak ada proses lainnya yang dapat
digunakan untuk memproduksi tingkat ouput tersebut pada biaya per unit
yang paling kecil.
Pengukuran efisiensi relatif yang biasa digunakan adalah:
Tabel 3.1 Rumus Efisiensi Relatif
Hasil nilai efisiensi akan menunjukkan skala 0-1 (nol hingga satu),
dimana jika hasil efisiensi menunjukkan “0” maka unit bisnis yang di uji
sangat tidak efisien, sedangkan nilai “1” menunjukkan bahwa unit bisnis
tersebut adalah sangat efisien. Nilai-nilai efisiensi tersebut adalah relatif
(tidak absolute) dan nilai yang dihasilkan adalah dengan membandingkan
antara setiap unit bisnis-unit bisnis pada kumpulan data yang dianalisis.
40
Saat ini, menurut Hussain dan Brightman davilam Hendri Tanjung dan
Abrista Devi, dikenal beberapa teknik kerangka yang dapat menjadi alat
ukur untuk dapat melihat posisi kinerja suatu organisasi seperti
Performance Pyramid yang diperkenalkan oleh Linch and Cross (1991),
Result and Determinant Matrixs oleh Fitzgerald and Moon (1996), dan
Balance Scorecard oleh Kaplan and Norton (1992), dimana semua teknik
pengukuran ini dapat digunakan untuk melihat kinerja, baik bagi
organisasi keuangan maupun non keuangan. Namun, kerangka tersebut
hanya mampu menyajikan sedikit sekali informasi tentang bagaimana
sumber daya dapat ditingkatkan atau dikurangi dengan tujuan untuk
meningkatkan performa organisasi atau memaksimalkan efisiensi. Oleh
sebab itu, untuk melengkapi kekurangan-kekurangan tersebut,
diperkenalkan alat ukur Data Envelopment Analysis (DEA).
2. Pendekatan Ukuran Efisiensi
Pengukuran model efisiensi dapat dilihat melalui dua pendekatan, yaitu pada
pendekatan pada sisi input dan pendekatan pada sisi output. Coelli,dkk
menjelaskan pendekatan ukuran efisiensi sebagai berikut:
2.1 Pendekatan Sisi Input42
Pendekatan sisi input digunakan untuk menjawab berapa banyak
kuantitas input dapat dikurangi secara proporsional untuk memproduksi
kuantitas output yang sama. Pendekatan input ini digunakan jika kondisi
42 Hendri Tanjung dan Abrista, h. 322 - 323
41
pasar sudah mengalami tingkat “jenuh” sehingga perusahaan perlu
mengetahui tingkat efisiensi dari sumber daya yang ada saat ini. Di
asumsikan jika sebuah perusahaan menggunakan dua jenis input (X1 dan
X2) untuk memproduksi satu jenis output (Y1) dalam ancangan Constant
Return to Scale (CRS). Ancangan CRS adalah jika kedua jenis input (X1
dan X2), ditambah dengan jumlah presentase tertentu, maka output juga
akan meningkat dengan presentase yang sama. Konsep efisiensi dari
pendekata sisi input dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 3.1 Efisiensi Pendekatan Input
Bedasarkan kurva diatas menunjukkan bahwa kurva S to S’ adalah
kurva isoquant yang merupakan titik-titik unit bisnis/perusahaan yang
paling efisien dalam kumpulan unit bisnis (fully efficient firms) atau unit-
unit bisnis yang paling efisien secara teknis (fully technically efficient).
Unit bisnis yang berada pada titik P adalah unit bisnis yang tergolong
42
TEi = 1 – QP/OP = 0Q/0P
AEi = 1 – RQ/0Q = 0R/0Q
kurang efisien. Unit bisnis ini dapat menjadi unit bisnis yang lebih efisien
jika ia dapat mengurangi kedua jenis inputnya, x1 dan x2, untuk
memproduksi 1 unit output sehingga unit bisnis tersebut berada di titik Q.
Jarak PQ disebut sebagai potential improvement, yaitu berapa banyak
kuantitas input dapat dikurangi secara proposional untuk memproduksi
kuantitas output yang sama. Ukuran efisiensi teknis sebuah unit bisnis
dalam kelompok unit bisnis (TEi) secara umum diukur dengan rasio:
Tabel 3.2 Rasio Ukuran Efisiensi Teknis Pendekatan Input
Sehingga 0 ≤ TEi ≤ 1. Nilai TEi = 1 menunjukkan bahwa unit bisnis i
adalah yang paling efisien secara teknis diantara kelompok unit
bisnisnya.
Garis A to A’ adalah garis isocost yang menunjukkan rasio harga
(price ratio) antara input 2 terhadap input 1. Efisiensi alokatif (AEi) unit
bisnis i yang berada pada titik P, ditunjukkan oleh rasio:
Tabel 3.3 Rasio Ukuran Efisiensi Alokatif Pendekatan Input
RQ menunjukkan pengurangan biaya produksi yang akan terjadi jika
produksi dilakukan pada titik yang efisien baik secara teknis maupun
secara alokatif, yaitu Q’2.
43
EEi = TEi x AEi = (0Q/0P) x (0R/0Q) = 0R/0P
Efisiensi Ekonomis (EEi) unit bisnis i adalah merupakan produk atau
hasil perkalian antara Efisiensi Teknis (TEi) dengan Efisiensi Alokatif
(AEi), secara matematis dapat dilihat pada persamaan berikut ini:
Tabel 3.4 Rasio Ukuran Efisiensi Ekonomis Pendekatan Input
Dimana 0 ≤ TEi, AEi, EEi ≤ 1
2.2 Pendekatan Sisi Output43
Berbeda dengan pendekatan sisi input yang menjawab berapa banyak
kuantitas input dapat dikurangi secara proporsional untuk memproduksi
kuantitas output yang sama, pendekatan sisi output menjawab berapa
banyak kuantitas output dapat ditingkatkan secara proporsional dengan
kuantitas input yang sama. Pendekatan ini digunakan pada saat kondisi
pasar masih bagus sehingga produsen diharapkan dapat mempertahankan
atau bahkan meningkatkan output dengan input yang sama.
Diasumsikan misalnya sebuah perusahaan dengan 2 jenis output (Y1
dan Y2) dan 1 jenis input (X1) dalam suatu ancangan CRS. Konsep
berikut ini:
43 Hendri Tanjung dan Abrista Devi, h. 324 - 325
44
TEi = 1 – AB/0B = 0A/0B
Gambar 3.2 Efisiensi Pendekatan Output
Pada gambar di atas, kurva Z to Z’ adalah Kurva Kemungkinan
Produksi (PPF), sedangkan garis D to D’ adalah garis isorevenue yang
menunjukkan rasio harga kedua output. Titik B adalah titik yang efisien
secara teknis, sedangkan titik A tidak efisien. Jarak AB adalah besarnya
potential improvement yang mungkin dilakukan perusahaan pada titik A
untuk menjadi perusahaan yang efisien secara teknis.
Ukuran Efisiensi Teknis (TEi) untuk sebuah perusahaan adalah:
Tabel 3.5 Rasio Ukuran Efisiensi Teknis Pendekatan Output
Jika kita memiliki informasi tentang harga output, maka Efisiensi
Alokatif (AEi) dapat dihitung dengan:
45
AEi = 1 – BC/0C = 0B/0C
EEi = TEi x AEi = (0A/0B) x (0B/0C) = 0A/0C
Tabel 3.6 Rasio Ukuran Efisiensi Alokatif Pendekatan Output
Potential Improvement pada titik C memiliki arti bahwa perusahaan di
titik B masih dapat meningkatkan pendapatannya dengan berproduksi di
titik yang efisien secara teknis dan alokatif, yaitu di titik B’.
Umumnya, Efisiensi Ekonomis (EEi) merupakan produk atau hasil
perkalian antara Efisiensi Teknis dengan Efisiensi Alokatif, maka
pengukuran matematis persamaan Efisiensi Ekonomis adalah:
Tabel 3.7 Rasio Ukuran Efisiensi Ekonomis Pendekatan Output
Ukuran efisiensi relatif, baik melalui pendekatan input dan output
sama-sama membutuhkan pendefinisian garis pembatas (frontier) yang
menunjukkan unit-unit bisnis yang relatif paling efisien daripada
kelompok unit bisnisnya.
3. Data Envelopment Analysis (DEA)
Data Envelopment Analysis atau DEA menurut Siswadi dan Arafat
dalam Hendri Tanjung dan Abrista Devi44, yaitu metode non-parametik
dengan menggunakan model program linier untuk perbandingan rasio output
dan input untuk semua unit atau Decision Making Unit (DMU) yang
44 Hendri Tanjung dan Abrista Devi, h. 344
46
dibandingkan. DEA pertama kali diperkenalkan oleh Charnes, Cooper dan
Rhodes pada tahun 1978. Metode ini tidak memerlukan sebuah fungsi
persamaan dan hasil perhitungannya bersifat relatif.
3.1 Model-Model DEA45
Frontier analysis menggunakan dua pendekatan model yang umum
digunakan, yaitu model Charnes, Chooper, dan Roodes (CCR) yang
dikembangkan pada tahun 1978 dan model Banker, Charnes dan Cooper
(BCC) pada tahun 1984. Model CCR (rasio) merupakan model yang
digunakan secara luas dalam model DEA.
3.1.1 Constant Return to Scale (CRS)
Model DEA dengan ancangan ini mengasumsikan bahwa proses
produksi mengikuti CRS, yang artinya setiap peningkatan input
secara proposional dengan persentase tertentu akan meningkatan
output dengan persentase yang sama. Asumsi ini hanya berlaku jika
setiap unit bisnis yang diobservasi telah berproduksi pada kapasitas
maksimalnya (optimum scale). Efisiensi dengan asumsi CRS ini
menghasilkan efisiensi overall technical. Untuk mendapatkan skor
efisiensi bagi perusahaan i(θ), yang memiliki satu input x dan satu
output y, diperoleh dengan memecahkan sistem persamaan linier
sebagai berikut:
45 Hendri Tanjung dan Abrista Devi, h. 332 - 334
47
Tabel 3.8 Persamaan Linier CRS
Minθλθ
st -yt + Yλ ≥ 0
θxt - Xλ ≤ 0
λ ≥ 0 Keterangan: Y = y1 + y2 + …….. +yn X = x1 + x2 + …….. +x n = jumlah unit bisnis yang diobservasi x1 = input x untuk unit bisnis 1 y1 = output y untuk unit bisnis 1 λ = vector dari konstan
3.1.2 Variable Return to Scale (VRS)
Model ini merupakan model pengembangan dari model
sebelumnya, yaitu CCR. Dalam kondisi nyata, seringkali
persaingan dan kendala-kendala keuangan dapat menyebabkan
suatu unit bisnis tidak beroperasi pada skala optimalnya. Padahal
asumsi CRS berlaku jika unit bisnis yang diobservasi beroperasi
pada skala optimal. Dengan tujuan inilah, Banker, Charnes, dan
Cooper (1984) memperkenalkan model DEA VRS.
Efisiensi teknis (TE) yang dihitung dengan model VRS ini
disebut efisiensi Teknis Murni (Pure Technical Efficiency
[PTE]), yang selanjutnya disebut efisiensi teknis. Dengan
melakukan estimasi frontier menggunakan model CRS dan VRS,
maka dapat dilakukan dekomposisi Efisiensi Teknis Keseluruhan
48
( Overall Technical Efficiency[OTE]) menjadi Efisiensi Teknis
Murni (Pure Technical Efficiency [PTE]), dan Efisiensi Skala
(Scale Efficiency [SE]). Maka perhitungan secara matematisnya
adalah:
Tabel 3.9 Persamaan Efisiensi Teknis Keseluruhan
OTE = PTE x SE
Skor efisiensi DEA dengan ancangan VRS diperoleh dengan
mencari solusi sistem persamaan berikut ini, yang sebenarnya
serupa dengan persamaan model CRS, namun dengan
menggunakan kendala konektivitas N1’λ = 1, sehingga:
Tabel 3.10 Persamaan Linier VRS
Minθλθ
st -yt + Yλ ≥ 0 θxt - Xλ ≤ 0 NI’λ ≥ 1
λ ≥ 0 Keterangan: Y = y1 + y2 + …….. +yn
X = x1 + x2 + …….. +x
n = jumlah unit bisnis yang diobservasi x1 = input x untuk unit bisnis 1 y1 = output y untuk unit bisnis 1 λ = vector dari konstan NI’λ = N X 1 vector 1
Selain dua model di atas, beberapa studi telah membuat dekomposisi
skor technical efficiency (TE) dari CRS menjadi dua komponen, yaitu:
49
1. Mengacu pada skala efisiensi
2. Mengacu pada pure technical efficiency
Perolehan ini dapat dilakukan dengan menghitung CRS dan VRS
terhadap suatu data yang sama. Jika terdapat selisih diantara kedua skor
TE dari setiap DMU, hal tersebut mengindikasikan bahwa DMU
memiliki skala efisiensi dan bahwa skala efisiensi dapat dihitung dari
selisih antara skor TE VRS dan TE CRS. Perbedaan antara CRS, VRS
dan skala efisiensi dapat diilustrasikan pada gambar berikut:
Gambar 3.3 Efisiensi CRS dan VRS
Garis tengah lurus adalah CRS, yakni menggambarkan kinerja
perusahaan/unit bisnis/DMU yang bekerja pada skala optimal. Sedangkan
garis melengkung adalah garis VRS yang menjelaskan tentang efisiensi
teknis DMU yang bekerja pada skala yang berbeda antara satu DMU
dengan DMU lainnya. Titik D dan E menunjukkan DMU yang sudah
50
efisien secara teknis, namun belum bekerja pada skala optimal. Untuk itu,
pada perusahan D dan E harus meningkatkan skalanya hingga mencapai
titik F dan akan semakin baik apabila mencapai titik B, yakni efisiensi
secara overall technical.
3.2 Return to Scale46
Menurut Siswadi dan Arafat, pengukuran performa efisiensi yang
dilakukan oleh suatu organisasi tidak lain bertujuan untuk
memaksimalkan keuntungan, sehingga apapun akan dilakukan untuk
mencapai tujuan organisasi. Perusahaan yang rasional akan selalu
meningkatkan produksinya sampai diperoleh suatu keseimbangan
keuntungan yang maksimal dengan Marginal Revenue (MR), sebagai
fungsi output sama dengan Marginal Cost (MC), sebagai fungsi input
atau MR=MC. Oleh sebab itulah, setiap DMU harus sensitif terhadap isu
yang berhubungan dengan “skala hasil” (Return to Scale [RTS]).
Terdapat tiga kondisi return to scale yang akan
menggambarkan kondisi setiap DMU, di antaranya adalah:
1. Increasing Return to Scale (IRS)
Kondisi IRS bilamana nilai λ < 1.00 dari model CCR dimana λ
adalah nilai hasil perhitungan DEA. Jika suatu DMU berada pada
kondisi IRS, itu berarti penambahan 1 unit input akan menghasilkan
46 Hendri Tanjung dan Abrista Devi, h. 335 - 336
51
lebih dari 1 unit output. Oleh sebab itu, strategi terbaik bagi DMU
tersebut dengan terus menambah kapasitas produksinya.
2. Constant Return to Scale (CRS)
Kondisi CRS bilamana nilai efisiensi CRS adalah nilai efisiensi
CCR=BCC=1.00 atau λ = 1 untuk model CCR. Kondisi ini
menunjukkan bahwa DMU pada kondisi ini normal yang artinya
penambahan 1 unit input akan menghasilkan penambahan 1 unit
output, sehingga yang harus dilakukan oleh DMU adalah dengan
mulai menurunkan inputnya.
3. Decreasing Return to Scale (DRS)
Kondisi DRS bilamana nilai λ > 1.00 dari model CCR. Kondisi ini
menunjukkan bahwa penambahan 1 unit input akan mengurangi 1
unit output.
Dengan adanya tiga kondisi diatas yang dihasilkan dari RTS, maka
terbukti bahwa metodologi DEA mampu menyoroti suatu tingkat
efisiensi perusahaan relatif terhadap benchmarking atas competitor atau
pesaing. Kemampuan analisis ini dapat membantu para ekonom dalam
mengidentifikasi sebuah perusahaan jika dalam keadaan IRS selalu ingin
memperluas persaingan untuk meningkatkan posisinya dibandingkan
perusahaan-perusahaan yang berada dalam kondisi CRS dan DRS.
52
3.3 Kelebihan dan Kelemahan DEA47
Kelebihan dan kelemahan DEA menurut Siswadi dan Arafat dalam
Akbar, yaitu sebagai berikut:
a. Kelebihan DEA
DEA mampu menangani pengukuran efisiensi secara relatif bagi
beberapa DMU sejenis dengan menggunakan banyak input dan output.
Metode ini tidak memerlukan asumsi bentuk fungsi hubungan antara
variable input dan output sebagaimana diterapkan pada regresi biasa.
Dalam DEA, DMU-DMU tersebut dibandingkan secara langsung
dengan sesamanya.
Faktor input dan output dapat memiliki satuan pengukuran yang
berbeda, sebagai contoh misalnya output 1 (X1) dapat berupa jumlah
jiwa yang diselamatkan, sedangkan output 2 (X2) dapat berupa jumlah
pendapatan yang diterima dalam satuan rupiah, tanpa perlu melakukan
perubahan satuan dari kedua variabel tersebut.
b. Kelemahan DEA
DEA merupakan sebuah extreme point technique, maka kesalahan-
kesalahan pengukuran dapat mengakibatkan masalah yang signifikan.
DEA hanya mengukur efisiensi relatif dari DMU dan tidak mengukur
efisiensi absolute atau DEA hanya menunjukkan perbandingan
47 Hendri Tanjung dan Abrista Devi, h. 326
53
penilaian baik dan buruk suatu DMU dibandingkan dengan
sekumpulan DMU lainnya yang sejenis.
DEA adalah teknik non-parametik, maka uji hipotesis dilakukan
secara sistemik akan sulit dilakukan.
Penggunaan perumusan linier programming terpisahkan untuk setiap
DMU, maka perhitungan secara manual membutuhkan waktu apalagi
untuk masalah dalam skala besar. Akan tetapi, kelemahan dari
masalah ini sudah dapat teratasi dengan adanya software frontier
analyst.
B. Modal Kerja
1. Pengertian Modal Kerja
Modal, dari segi bahasa merupakan uang yang dipakai sebagai pokok
(induk) untuk berdagang, melepas uang dan sebagainya; harta benda (uang,
barang, dan sebagainya) yang dapat dipergunakan untuk menghasilkan
sesuatu yang dapat menambah kekayaan.48 Selanjutnya kata kerja berarti
kegiatan melakukan sesuatu; yang dilakukan (diperbuat); sesuatu yang
dilakukan untuk mencari nafkah; mata pencaharian.49 Dari segi istilah, modal
kerja adalah keseluruhan aktiva lancar yang dimiliki perusahaan atau dapat
48 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai
Pustaka, 1990) cet. ke - 3, h. 113 49 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, h. 113
54
pula dimaksudkan sebagai dana yang harus tersedia untuk membiayai
kegiatan operasi perusahaan sehari-hari.50
Menurut Kasmir dalam bukunya “Kewirausahaan” modal kerja adalah
modal yang digunakan untuk membiayai operasional perusahaan pada saat
perusahaan sedang beroperasi. Jenis modalnya bersifat jangka pendek,
biasanya hanya digunakan sekali atau beberapa kali untuk proses produksi.
Modal kerja digunakan untuk keperluan bahan baku, membayar gaji
karyawan, dan biaya pemeliharaan serta biaya-biaya lainnya.51 Kemudian,
menurut J.Fred Weston dan Eugene F. Bringham, modal kerja merupakan
investasi perusahaan dalam aktiva jangka pendek seperti kas, sekuritas
(surat-surat berharga), piutang dagang, dan persediaan.52
Dari pengertian di atas, modal kerja adalah keselurahan aktiva lancar
yang digunakan untuk membiayai operasional perusahaan yang bersifat
jangka pendek sebagai investasi perusahaan.
1. Jenis-jenis Modal Kerja
Pada dasarnya, kebutuhan modal untuk melakukan usaha terdiri dari dua jenis,
dibedakan berdasarkan penggunaan maupun jangka waktunya, yaitu:
a. Modal investasi, yakni modal ini digunakan untuk jangka panjang dan
dapat digunakan berulang-ulang biasanya umurnya lebih dari satu tahun.
50 Agnes Sawir, Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan,
(Jakarta : PT.Gramedia Pustaka Utama, 2001), h. 129 51 Kasmir, Kewirausahaan, ed. revisi, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2011) , h. 99 52 Agnes Sawir, h. 129
55
Penggunaan utama modal investasi jangka panjang adalah untuk membeli
aktiva tetap seperti tanah, bangunan/gedung, mesin-mesin, peralatan,
kendaraan serta inventaris lainnya. Modal investasi biasanya diperoleh
dari modal pinjaman berjangka waktu panjang lebih dari satu tahun yang
di dapat dari dunia perbankan.
b. Modal kerja, yakni modal yang digunakan untuk jangka pendek dan
beberapa kali pakai dalam suatu proses produksi. Jangka waktu biasanya
tidak lebih dari satu tahun. Penggunaan utama modal kerja adalah untuk
keperluan membeli bahan baku, membayar gaji karyawan dan biaya
pemeliharaan serta biaya-biaya lainnya. Modal kerja dapat diperoleh dari
modal pinjaman Bank (maksimum 1 tahun)
Menurut Jumingan, jenis-jenis modal kerja terbagi menjadi dua,yaitu:53
a. Modal kerja permanen, yaitu modal kerja yang harus tetap ada pada
perusahaan untuk dapat menjalankan fungsinya, dengan kata lain modal
kerja yang dipakai secara terus-menerus diperlukan untuk kelancaran
usaha, modal kerja jenis ini dapat digolongkan lagi menjadi:
Modal kerja primer, yaitu jumlah modal kerja minimum yang
harus ada pada perusahaan untuk menjamin kontuinitas
perusahaan.
53 Jumingan, Analisa Laporan Keuangan, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2005), h. 71
56
Modal kerja normal, yaitu jumlah modal kerja yang dibutuhkan
untuk menyelenggarakan luas produksi normal dalam artian yang
dinamis.
b. Modal kerja variabel
Modal kerja variabel yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah
sesuai dengan perubahaan keadaan. Modal kerja ini dibedakan lagi
menjadi:
Modal kerja musiman, yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-
ubah disebabkan karena fluktuasi musim.
Modal kerja siklus, yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-
ubah disebabkan karena fluktuasi konjungtur.
Modal kerja darurat, yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-
ubah disebabkan karena keadaan darurat atau mendadak yang tidak
dapat diketahui atau diramalkan sebelumnya.
2. Sumber-sumber Modal Kerja54
Kebutuhan modal, baik modal investasi maupun modal kerja dapat dicari dari
berbagai sumber dana yang ada yaitu modal sendiri atau modal pinjaman
(modal asing). Pengertian modal dilihat dari sumber asalnya, antara lain
sebagai berikut:
Modal sendiri, yakni modal yang diperoleh dari pemilik perusahaan
dengan cara mengeluarkan saham. Saham yang dikeluarkan dapat
54 Jumingan, Analisa Laporan Keuangan , h. 72 - 74
57
dilakukan secara tertutup atau terbuka. Keuntungan menggunakan
modal sendiri untuk membiayai suatu usaha adalah tidak adanya beban
biaya bunga, tetapi hanya akan membayar dividen. Pembayaran
dividen dilakukan apabila perusahaan memperoleh keuntungan dan
besarnya dividen tergantung dari keuntungan perusahaan. Kerugian
menggunakan modal sendiri adalah jumlahnya sangat terbatas dan
relatif sulit untuk memperolehnya.
Modal asing atau modal pinjaman, yakni modal yang diperoleh dari
pihak luar perusahaan dan biasanya diperoleh dari pinjaman.
Penggunaan modal pinjaman untuk membiayai usaha akan
menimbulkan beban biaya bunga, biaya administrasi serta biaya
provisi dan komisi yang besarnya relatif. Penggunaan modal pinjaman
mewajibkan pengembalian pinjaman setelah jangka waktu tertentu.
Keuntungan modal pinjaman adalah jumlahnya yang tidak terbatas,
artinya tersedia dalam jumlah banyak. Disamping itu dengan
menggunakan modal pinjaman biasanya menimbulkan motivasi dari
pihak manajemen untuk mengerjakan dengan sungguh-sungguh.
Selanjutnya, sumber dana modal asing (pinjaman) dapat diperoleh
dari:
- Pinjaman dari dunia perbankan, baik dari perbankan swasta,
pemerintah, maupun perbankan asing.
58
- Pinjaman dari lembaga keuangan seperti perusahaan
pegadaian, modal ventura, asuransi, leasing, dana pensiun,
koperasi atau lembaga pembiayaan lainnya.
- Pinjaman dari perusahaan non keuangan.
Pada umumnya, sumber modal kerja suatu perusahaan dapat
berasal dari:
- Hasil operasi perusahaan, yakni jumlah net income yang
nampak dalam laporan perhitungan laba rugi ditambah dengan
depresiasi dan amortisasi, jumlah ini menunjukkan jumlah
modal kerja yang berasal dari hasil operasi perusahaan.
- Keuntungan dari penjualan surat-surat berharga (investasi
jangka pendek) merupakan salah satu elemen aktiva lancar
yang segera dapat dijual dan akan menimbulkan keuntungan
bagi perusahaan.
- Penjualan aktiva tidak lancar, yaitu penjualan aktiva tetap,
investasi jangka panjang yang tidak diperlukan lagi oleh
perusahaan. Akibat dari penjualan aktiva ini akan
menyebabkan bertambahnya kas bila dijual secara tunai dan
piutang dijual secara kredit.
- Penjualan saham atau obligasi, yakni penjualan yang
digunakan untuk menambah dana atau modal kerja yang
59
dibutuhkan, perusahaan dapat pula mengadakan emisi saham
baru atau meminta kepada pemilik perusahaan untuk
menambah modalnya, disamping itu perusahaan dapat juga
mengeluarkan obligasi atau bentuk hutang jangka panjang
lainnya guna memenuhi kebutuhan modal kerjanya.
60
BAB IV
ANALISIS PROGRAM TUNA NETRA BERDAYA DI TANGERANG
SELATAN BERBASIS MODAL KERJA ZIS
A. Gambaran Umum Lembaga Masyarakat Mandiri – Dompet Dhuafa
1. Sejarah berdirinya Masyarakat Mandiri55
PT Karya Masyarakat Mandiri atau yang lebih dikenal dengan
nama Masyarakat Mandiri merupakan salah satu unit jejaring Dompet
Dhuafa (DD) yang memiliki kegiatan melakukan pemberdayaan
masyarakat, terutama di bidang ekonomi. Masyarakat Mandiri lahir dan
berkembang tidak lepas dari peran Dompet Dhuafa yang berkhidmat pada
pengelolaan zakat, infaq dan shadaqah (ZIS).
Proses terbentuknya Masyarakat Mandiri berawal dari program
pemberdayaan Dompet Dhuafa Republika, terutama pemberdayaan
ekonomi, dalam bentuk bantuan permodalan perorangan dan pembangunan
jaringan ekonomi umat dengan pendirian Baitu’l-Maal Wa’t-Tamwil (BMT)
pada tahun 2000. Model pemberdayaan kelompok yang ada kemudian
dikembangkan dengan dirintisnya Program Pengembangan Kemandirian
55 “Profil Masyarakat Mandiri”, diakses pada 21 Maret 2014 dari
http://masyarakatmandiri.co.id/index.php/tentang-kami/sejarah
61
Masyarakat (P2KM) yang kemudian dikenal dengan nama Masyarakat
Mandiri (MM). Pada langkah awal (pilot project), kegiatan MM difokuskan
di wilayah Bogor, Tangerang dan Bekasi. Kegiatan pemandirian masyarakat
merupakan fokus utama kegiatan Masyarakat Mandiri dengan cara
melakukan pendampingan kepada komunitas sasaran sebagai upaya untuk
mengurangi kemiskinan.
Periode P2KM yang berlangsung dari tahun 2000 hingga tahun 2005
menunjukkan hasil yang positif terhadap perubahan masyarakat dampingan.
Oleh karena itu, sejak awal Juli 2005 MM memperoleh status sebagai
lembaga otonom dari Dompet Dhuafa dan memiliki struktur organisasi
tersendiri agar dapat fokus bergerak dalam dunia pemberdayaan masyarakat.
Pada periode 1429–1431 H (2008-2010) secara umum MM telah melakukan
berbagai aktivitas manajemen yang terdiri dari : 1) Pengelolaan
Kesekretariatan, Keuangan, Kepegawaian, 2) Perencanaan, Pelaksanaan
dan Pengendalian Program, dan 3) Marketing dan Komunikasi serta 4)
Pengembangan unit usaha yang mampu mendukung operasional
kemandirian lembaga.
Mulai tahun 2012, semua unit jejaring ekonomi DD, termasuk MM
diarahkan menjadi jejaring Community Enterprise atau CE. Community
Enterprise adalah unit kegiatan atau unit jejaring DD yang melakukan
pemberdayaan masyarakat bidang ekonomi yang diharapkan mampu
62
swadaya dalam pengelolaannya secara berkelanjutan dan memberikan
manfaat secara langsung bagi masyarakat yang tidak berdaya.
Unit jejaring Community Enterprise sesuai badan hukum berada dalam
bentuk Perseroan Terbatas (PT) dengan nama PT Karya Masyarakat
Mandiri. Unit jejaring CE memiliki karakteristik usaha yaitu CE berusaha
untuk menjadi organisasi bisnis yang layak, dengan surplus operasi
(Enterprise orientation) dan CE memiliki nilai-nilai etika termasuk
komitmen untuk membangun kapasitas lokal, dan mereka bertanggung
jawab kepada dan masyarakat luas untuk dampak sosial lingkungan dan
ekonomi (Social Aims).
2. Visi dan Misi
Adapun visi dan misi dari Masyarakat Mandiri – Dompet Dhuafa adalah
sebagai berikut:
Visi:
Menjadi perusahaan sosial pemberdayaan masyarakat yang terpercaya dan
profesional.
Misi:
- Menyelenggarakan program pemberdayaan masyarakat berbasis
kewirausahaan sosial secara terintegrasi dan berkelanjutan.
- Menyelenggarakan bisnis berbasis kewirausahaan sosial beserta bisnis
ikutannya.
63
- Menyelenggarakan pengembangan kapasitas sumber daya organisasi
bagi terwujudnya integritas, kepercayaan dan profesionalisme.
3. Tujuan
a. Tumbuhnya masyarakat yang berdaya dan berkemampuan untuk
meningkatkan kualitas kehidupannya secara mandiri dan
berkesinambungan.
b. Terwujudnya organisasi yang berkelanjutan.
c. Terwujudnya citra organisasi yang berintegritas, terpercaya dan
profesional dalam pemberdayaan masyarakat berbasis kewirausahaan
sosial.
64
4. Stuktur Organisasi Masyarakat Mandiri56
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Masyarakat Mandiri
5.
56 “Profil Masyarakat Mandiri”, diakses pada 21 Maret 2014 dari
http://masyarakatmandiri.co.id/index.php/tentang-kami/struktur
65
B. Gambaran Mengenai Program Tuna Netra Berdaya - Masyarakat
Mandiri
1. Latar Belakang Program57
Jumlah tuna netra di seluruh Indonesia saat ini mencapai 1,5% dari
jumlah penduduk. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan sebelumnya,
sebagian besar tuna netra di Jabodetabek terutama Tangerang Selatan
berprofesi sebagai penjual kerupuk, pemijat, dan pengemis. Mereka yang
berdagang kerupuk, memiliki kondisi yang cukup memperihatinkan.
Berdagang dengan memikul beberapa bungkus kerupuk sambil berjalan
berkeliling. Kerupuk yang mereka jual seharga Rp.5.000,00 per bungkusnya
memiliki harga dasar Rp.3.100,00. Agar kerupuk tersebut diantar dari
pabrik menuju kediaman mereka, maka jumlah sekali pesanan harus
minimal 400 bungkus. Jika para tuna netra ini belum memiliki uang untuk
memesan 400 bungkus, misal modalnya hanya cukup memesan 150
bungkus, maka ia harus menunggu rekannya yang lain kerupuknya habis
dan memesan juga sampai jumlah total pesanan lebih dari 400 bungkus.
Terkadang mereka harus libur berdagang 2 hari bahkan sampai satu pekan
dikarenakan modalnya kurang dan menunggu rekannya yang lain memesan
sampai 400 bungkus. Kemudian yang lebih memperihatinkan,
pembeli/konsumen dagangan mereka, sebagian besar membeli karena
kasihan, bukan karena kebutuhan untuk membeli barang dagangannya.
57 Laporan Survey Tuna Netra Berdaya Tangsel, Masyarakat Mandiri – Dompet Dhuafa
66
Mereka yang berprofesi sebagai pemijat, tidak selalu mendapatkan
pelanggan, bahkan beberapa di antara mereka ada yang beralih profesi
dengan berdagang kerupuk. Fenomena tunanetra yang mengemis masih
sering dijumpai, mereka seringkali dibantu berjalan oleh istri atau keluarga
mereka.
Sebagian besar dari tunanetra di Tangerang Selatan tergabung dalam
Pertunas (Persatuan Tunanetra Asri). Kelompok tunanetra ini memiliki
kegiatan bersama dalam bidang keagamaan. Selain itu pula, ada Yayasan
Khasanah Kebajikan (YKK) yang juga melakukan pembinaan rohani. YKK
mengadakan pembinaan rohani dengan mengajak tunanetra datang ke
yayasan untuk melaksanakan sholat tahajud bersama. Setelah itu diadakan
kajian, sholat subuh, dan makan bersama. Selesai kegiatan, mereka dibekali
sejumlah uang untuk ongkos pulang ke rumah masing-masing.
Sampai saat ini belum ada yang bisa memikirkan kesejahteraan
ekonomi tunanetra. Mereka yang menjadi tumpuan mata pencaharian harus
berjuang keras untuk menghidupi keluarganya. Berdasarkan permasalahan
tersebut, maka program pemberdayaan ini berusaha untuk memberdayakan
tunanetra untuk memiliki usaha yang lebih manusiawi dan juga
memberdayakan keluarga tunanetra agar pendapatan mereka meningkat.
67
2. Tahapan Pelaksanaan Program Masyarakat Mandiri 58
Tahap II
Gambar 4.2 Ringkasan Pelaksanaan Program Masyarakat Mandiri
Dari gambar di atas mengenai tahapan program Masyarakat Mandiri, penulis
jelaskan mengenai pelaksanaan program Tuna Netra Berdaya dimana pada
wilayah dampingan di Tangerang Selatan terdapat satu orang pendamping yang
berfungsi sebagai pembina/pembimbing selama program berlangsung.
58 Tim Divisi Program Masyarakat Mandiri, “Panduan Program Umum dan Teknis”, cet. ke - 2, h. 10
Persiapan
Pembentukan Kelompok dan Kelembagaan
Tahap I
Pembiayaan Usaha
Peningkatan Kapasitas SDM
Kaderisasi Kader Lokal
Dukungan Teknis dan Penguatan Usaha
Pengembangan dan Penguatan Kelembagaan
Pembangunan jaringan dan sinergi
Pemupukan Modal dan Swadaya
Monitoring dan Evaluasi
Pelepasan Program (Exit Strategy)
Tahap III
Sosialisasi
68
Pendamping menjalankan aktivitas berupa aktivitas sosialisasi program; studi
kelayakan mitra; pendampingan mulai dari pembentukan kelompok, pembiayaan,
pelatihan yang berupa praktis keorganisasian, manajemen usaha, maupun
manajemen produksi serta penumbuhan dan penguatan kelembagaan lokal. Proses
pendampingan dilakukan untuk merintis dan menumbuhkan rasa saling percaya
antar anggota kelompok, membangun komitmen bersama, penyadaran
menyangkut potensi keswadayaan.
Adapun komponen program Masyarakat Mandiri adalah59: a) pembiayaan
mikro berbasis kelompok dengan aturan disiplin pinjaman dan disiplin kelompok,
b) peningkatan kapasitas sumber daya manusia melalui berbagai pelatihan, c)
pengembangan kelembagaan komunitas, meliputi mekanisme organisasi,
kepengurusan, administrasi dan lain-lain, d) pemupukan modal swadaya dengan
membangun sistem tabungan, mekanisme dana bergulir, serta menghubungkan
lembaga komunitas dengan lembaga keuangan, e) pembangunan jaringan dan
sinergi dengan pemerintah daerah, dunia usaha, lembaga keuangan, dan
organisasi masyarakat sipil lainnya, f) pengembangan informasi dan teknologi
tepat guna, yang sesuai dengan kebutuhan kelompok.
Di dalam program ini dibentuk 3 Kelompok Mitra yang terdiri dari 27
mustahiq tuna netra, yaitu Kelompok Cahaya Purnama Mandiri, Kelompok
Sukses Mandiri, dan Kelompok Sumber Rezeki. Dari segi profesi, kelompok-
kelompok tersebut ada yang berprofesi sebagai pemijat, pedagang kerupuk,
59 Nana Mintarti dan Gito Haryanto, ”Jurnal Zakat dan Empowering” , h. 39
69
maupun kedua-duanya (pemijat dan pedagang kerupuk). Dari segi pendampingan,
ada kegiatan pertemuan rutin bulanan diadakan pada masing-masing kelompok.
Mustahiq tuna netra juga mendapatkan pelatihan dari MM untuk peningkatan
kapasitas mereka, misalnya pelatihan kewirausahaan. Kemudian melihat segi
pembiayaan, mustahiq diberikan modal kerja dalam bentuk pinjaman/qardhul
hasan sebesar 1.000.000 rupiah untuk kegiatan usaha, dimana para mustahiq
berusaha mencicil pengembalian pinjaman tersebut tiap bulannya sebesar
100.000 tiap pertemuan kepada pendamping program. Hal ini bertujuan untuk
melatih mereka dalam manajemen usahanya, terkait pengelolaan modal tersebut
sesuai sasaran atau tidaknya serta terkait disiplin pembiayaan.
Selanjutnya, tahapan akhir dari rangkaian proses pendampingan, yakni
pembentukan kader komunitas yaitu pelepasan program (exit program). Peran-
peran pendamping secara berangsur ditransformasikan kepada kader komunitas.
Oleh karena itu, dilakukan strategi terminasi program dalam rangka menjamin
keberlangsungan program, keuangan, dan kelembagaan pasca berakhirnya
pendampingan yang biasa disebut dengan ISM (Ikhtiar Swadaya Mitra).
C. Pengujian dan Analisa Data
1. Analisis Deskriptif
1.1 Deskripsi responden
Penulis membagi profil responden ke dalam beberapa tabel yaitu jenis
kelamin, usia, status marital, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan,
70
Jenis Kelamin
Item Quantity Laki-laki 22
Perempuan 5
Total 27
asal daerah, pengalaman kerja, status kepemilikan rumah, pendapatan
dan pengeluaran responden sebelum dan sesudah mengikuti program.
a) Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data profil responden
berdasarkan jenis kelamin yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.1
Profil Responden Tuna Netra Berdaya Berdasarkan
Jenis Kelamin
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa mustahiq yang
mendapatkan modal usaha berjenis kelamin laki-laki (81%) lebih
banyak dari mustahiq yang berjenis kelamin perempuan (19%).
b) Usia
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data profil responden
berdasarkan usia. Penggolongan usia berdasarkan usia yang paling
muda hingga usia yang paling tua. Peneliti menggolongkan usia
tersebut ke dalam kelipatan angka 5 atau lima tahun agar
81%
19%
Laki-laki
Perempuan
71
10%17%
36%
17%
3%17%
31-35th36-40th41-45th
46-50th51-55th>55
mempermudah proses penginputan data usia ke dalam tabel statistik.
Berikut penulis sajikan dalam tabel di bawah ini:
Tabel 4.2
Profil Responden Tuna Netra Berdaya Berdasarkan Usia
Usia Item Quantity
31-35 th 2 36-40 th 3 41-45 th 5 46-50 th 11 51-55 th 5
>56 tahun 1 Total 27
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa jumlah mustahiq yang
mendapatkan modal kerja yang berusia 31 sampai dengan 35 tahun
sebanyak 2 orang atau sebesar 7%, usia 36 sampai dengan 40 tahun
sebanyak 3 orang atau sebesar 11%, usia 41 sampai dengan 45 tahun
sebanyak 5 orang atau sebesar 19%, usia 46 sampai dengan 50 tahun
sebanyak 11 orang atau sebesar 40%, usia 51 sampai dengan 55 tahun
sebanyak 5 orang atau sebesar 19%,dan terakhir usia lebih dari 55
tahun sebanyak 1 orang atau sebesar 4%. Dari hasil penjelesan
tersebut dapat disimpulkan bahwa usia produktif mustahiq mayoritas
pada program tuna netra berdaya berkisar antara 46 sampai dengan 50
72
0%
85%
15%
0%
Belum Menikah
Menikah
Bercerai Hidup
Bercerai Mati
tahun. Hal ini masih sesuai dengan BPS yang menyatakan bahwa usia
produktif yaitu penduduk yang berusia mulai 15 tahun sampai dengan
64 tahun.
c) Status Marital
Untuk mengetahui profil responden berdasarkan status marital, dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.3
Profil Responden Tuna Netra Berdaya Berdasarkan Status Marital
Dari tabel di atas terlihat bahwa mustahiq yang belum menikah dan
yang bercerai mati tidak ada atau sebesar 0%, kemudian yang sudah
menikah sebanyak 23 orang atau sebesar 85%, dan yang bercerai
hidup sebanyak 4 orang atau sebesar 15%. Dari uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa mayoritas mustahiq tuna netra pada program
permberdayaan ini yaitu yang sudah menikah.
Status Marital Item Quantity
Belum Menikah 0 Menikah 23
Bercerai Hidup 4 Bercerai Mati 0
Total 27
73
34%
22%
33%
11% 0%
Tidak sekolah
SD/MI
SLTP/MTS
SLTA/MA
S1
d) Tingkat Pendidikan
Untuk mengetahui profil responden berdasarkan tingkat pendidikan,
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.4
Profil Responden Tuna Netra Berdaya Berdasarkan Tingkat
Pendidikan
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa mayoritas pendidikan mustahiq
tuna netra berdaya Tangerang Selatan yaitu yang tidak sekolah
sebanyak 9 orang atau sebesar 34%. Kemudian, pendidikan
SLTP/MTS sebanyak 9 orang atau sebesar 33%, sedangkan mustahiq
yang berpendidikan SD/MI sebanyak 6 orang atau sebesar 22%,
SLTA/MA sebanyak 3 orang atau sebesar 11%, dan terakhir tingkat
Sarjana tidak ada atau sebesar 0%. Dapat disimpulkan bahwa
mayoritas tuna netra di Tangerang Selatan khususnya masih banyak
yang berpendidikan rendah. Akan tetapi, berdasarkan hasil wawancara
yang penulis lakukan, hampir seluruh tuna netra mendapatkan
Tingkat Pendidikan Item Quantity Tidak sekolah 9 SD/MI 6 SLTP/MTS 9 SLTA/MA 3 S-1 0 Total 27
74
pendidikan non-formal seperti pelatihan pijat dari Departemen Sosial
dan Yayasan lainnya yang fokus pada kegiatan sosial khususnya tuna
netra.
e) Jumlah Tanggungan
Untuk mengetahui profil responden berdasarkan jumlah tanggungan
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.5
Profil Responden Tuna Netra Berdaya Berdasarkan Jumlah
Tanggungan
Jumlah Tanggungan
Item Quantity 1 3 2 11 3 3 4 4 ≥5 6
Total 27
Berdasarkan tabel di atas dapat diuraikan bahwa semua mustahiq tuna
netra mempunyai tanggungan dalam keluarganya. Mustahiq yang
mempunyai tanggungan 1 dan 3, berjumlah 3 orang atau sebesar 11%.
Kemudian yang mempunyai tanggungan 2, berjumlah 11 orang atau
sebesar 41%, yang mempunyai tanggungan 4, berjumlah 4 orang atau
11%
41%11%
15%
22%
1 orang
2 orang
3 orang
4 orang
lebih dari dan samadengan 5 orang
75
70%
19%7% 4% Jawa
SundaBetawi
Sumatera
sebanyak 15%, dan yang terakhir yang mempunyai tanggungan sama
dengan atau lebih dari 5, berjumlah 6 orang atau sebanyak 22%.
f) Asal Daerah
Profil responden yang berdasarkan asal daerah, penulis hanya
mengelompokkan asal suku sebanyak 4 daerah, yaitu: Jawa, Sunda,
Betawi, dan Sumatera. Selanjutnya, bisa dilihat dalam bentuk tabel
di bawah ini:
Tabel 4.6
Profil Responden Tuna Netra Berdaya Berdasarkan Asal Daerah
(Suku)
Asal Daerah Item Quantity Jawa 19
Sunda 5 Betawi 2
Sumatera 1 Total 27
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa jika diurutkan dari urutan
tertinggi sampai dengan terendah, mayoritas mustahiq berasal dari
suku Jawa sebanyak 19 orang atau sebesar 70%. Kemudian diikuti
suku Sunda sebanyak 5 orang atau sebesar 19%. Sedangkan suku
Betawi sebanyak 2 orang atau sebesar 7%, dan yang terendah yaitu
suku Sumatera sebanyak 1 orang atau sebesar 4%.
76
66%15%
19%
Pijat
DagangKerupuk
Pijat danDagangKerupuk
g) Pengalaman Kerja
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data profil responden
berdasarkan pengalaman kerja. Peneliti melihat mayoritas tuna netra
mempunyai pengalaman bekerja sebagai Pemijat dan Pedagang
Kerupuk Keliling. Berikut peneliti sajikan ke dalam tabel di bawah
ini:
Tabel 4.7
Profil Responden Tuna Netra Berdaya Berdasarkan Pengalaman
Kerja
Pengalaman Kerja Item Quantity Pijat 18
Dagang Kerupuk 4 Pijat dan Dagang
Kerupuk 5
Total 27
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa pengalaman kerja mustahiq
tuna netra yaitu Pijat, Dagang Kerupuk dan kedua-duanya. Mayoritas
pekerjaan mereka adalah Pijat sebanyak 18 orang atau sebesar 66%.
Selanjutnya Dagang Kerupuk sebanyak 4 orang atau sebesar 15%
persen, dan yang terakhir Pijat dan Dagang Kerupuk sebanyak 5
orang atau 19%.
77
26%
70%
4%Milik Sendiri
Kontrak
Numpang orang
h) Status Rumah
Untuk mengetahui profil responden berdasarkan status kepemilikan
rumah, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.8
Profil Responden Tuna Netra Berdaya Berdasarkan Status Rumah
Status Rumah Item Quantity
Milik sendiri 7 Kontrak 19
Numpang orang 1 Total 27
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa status kepemilikan rumah
mustahiq yang mempunyai rumah sendiri yaitu sebanyak 7 orang
atau sebesar 26%. Kemudian, mustahiq yang mengontrak rumah
sebanyak 19 orang atau sebesar 70%, dan yang menumpang dengan
orang lain sebanyak 1 orang atau sebesar 4%. Dapat disimpulkan
dari uraian tersebut bahwa masih sedikit tuna netra yang mempunyai
tempat tinggal yang tetap.
78
i) Pendapatan responden sebelum dan sesudah mendapatkan
pembiayaan dari Masyarakat Mandiri – Dompet Dhuafa
Tabel 4.9
Profil Responden Tuna Netra Berdaya Berdasarkan Pendapatan
Responden Sebelum dan Sesudah Mendapatkan Modal Kerja dari
Masyarakat Mandiri – Dompet Dhuafa
Pendapatan (dalam ribu rupiah)
Item Quantity sebelum Quantity sesudah < 500 2 0
600-1000 13 7 1100-1500 7 7 1600-2000 2 9 2100-2500 0 1 2600-3000 3 3
>3000 0 0 Total 27 27
Gambar 4.3 Profil Responden Tuna Netra Berdaya Berdasarkan
Pendapatan Responden Sebelum dan Sesudah Mendapatkan Modal
Kerja dari Masyarakat Mandiri – Dompet Dhuafa
0
5
10
15
20
25
< 500
600-1000
1100-1500
1600-2000
2100-2500
2600-3000>3000
QuantitysesudahQuantitysebelum
79
02468
10121416
<500
600-1000
1100-1500
1600-2000
2100-2500
2600-3000
>3000
QuantitysesudahQuantitysebelum
j) Pengeluaran responden sebelum dan sesudah mendapatkan
pembiayaan dari Masyarakat Mandiri – Dompet Dhuafa
Tabel 4.10
Profil Responden Tuna Netra Berdaya Berdasarkan Pengeluaran
Responden Sebelum dan Sesudah Mendapatkan Modal Kerja dari
Masyarakat Mandiri – Dompet Dhuafa
Pengeluaran (dalam ribu rupiah) Item Quantity sebelum Quantity sesudah < 500 0 0
600-1000 11 2 1100-1500 8 4 1600-2000 5 9 2100-2500 0 6 2600-3000 2 5
>3000 1 1 Total 27 27
Gambar 4.4 Profil Responden Tuna Netra Berdaya Berdasarkan
Pengeluaran Responden Sebelum dan Sesudah mendapatkan Modal
Kerja dari Masyarakat Mandiri – Dompet Dhuafa
80
Berdasarkan gambar (4.3) dan gambar (4.4) sebelumnya, terlihat
bahwa terjadi peningkatan pendapatan dan pengeluaran responden
setelah mengikuti program, tetapi tidak terlalu signifikan
peningkatannya. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen
keuangan tuna netra dinilai belum cukup baik dalam hal
pengelolaan pengeluaran dikarenakan dana pengeluaran juga
meningkat sehingga kurang berpengaruh terhadap kesejahteraan
mustahiq. Pelaksanaan program ini pun masih berlangsung selama
kurang lebih 7 bulan ketika penulis sedang melakukan penelitian,
sehingga diperlukan jangka waktu yang lebih panjang untuk
melihat perbedaan kondisi pendapatan dan pengeluaran tuna netra
sebelum dan sesudah mengikuti program pemberdayaan.
1.2 Deskripsi Kondisi Responden Sebelum Mengikuti Program
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan, diperoleh data yang sama
dengan penjelasan latar belakang program ini yaitu mayoritas tunanetra
di Tangerang Selatan tergabung dalam Pertunas (Persatuan Tunanetra
Asri). Kelompok tunanetra ini memiliki kegiatan bersama dalam bidang
keagamaan. Selain itu, ada Yayasan Khasanah Kebajikan (YKK) yang
juga melakukan pembinaan rohani. YKK mengadakan pembinaan
rohani dengan mengajak tunanetra datang ke yayasan untuk
81
melaksanakan sholat tahajud bersama. Setelah itu diadakan kajian,
sholat subuh, dan makan bersama. Selesai kegiatan, mereka dibekali
sejumlah uang untuk ongkos pulang ke rumah masing-masing sekitar Rp
20.000 per orang.
Sebagian besar tuna netra pernah mendapatkan pendidikan non
formal yaitu kursus atau pelatihan pijat selama 1 sampai dengan 3 tahun.
Pendidikan non formal yang ditempuh tersebut berasal dari Departemen
Sosial dan Lembaga Sosial lainnya. Disamping itu, penulis tertarik pada
motivasi mereka mengikuti program pemberdayaan ini, alasannya
beragam seperti: agar pendapatan mereka meningkat, supaya lebih
berkembang usaha sebelumnya, membuat usaha baru yang mandiri,
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, angsuran modalnya tidak
berbunga, menjalin silahturahim, senang berkelompok, dan ada juga
yang karena ikut teman (diajak bergabung) ke program tuna berdaya
ini. Namun, dari semua itu ada salah seorang diantara mereka dalam
kelompok pemijat yang mempunyai target jangka panjang (visioner)
yakni ingin punya usaha pijat bersama yang menjadi tempat
percontohan pijat. Hal ini sejalan dengan tujuan dari Masyarakat
Mandiri yang berupaya terbentuknya kelembagaan komunitas yang
biasa dikenal dengan Ikhtiar Swadaya Mitra.
82
1.3 Deskripsi Kondisi Responden Sesudah Mengikuti Program
Berdasarkan hasil observasi dilapangan, dari segi pendampingan
program, tuna netra yang terbagi dalam 3 kelompok usaha mendapatkan
pembinaan rutin dari MM setiap bulannya. Mereka didampingi oleh satu
pendamping yang bertugas mendampingi mitra guna meningkatkan
kapasitas mitra, baik kapasitas sebagai kelompok maupun individu.
Aktivitas pendampingan yang dilakukan dalam bentuk diskusi
kelompok, penambahan wawasan dan keilmuan, pemberian motivasi
dan etos kerja, serta studi banding. Selain itu, selama program sedang
berlangsung, mereka juga pernah memperoleh pelatihan kewirausahaan
yang diadakan oleh MM di daerah Depok. Pelatihan ini diharapkan
mampu memberikan penyadaran akan pentingnya berwirausaha dan
tentunya menambah ilmu dalam manajemen serta strategi dalam
berwirausaha.
Dari segi manajemen usaha, MM memberikan modal awal kepada
tuna netra sebesar 1.000.000 rupiah yang sifatnya pinjaman/qardhul
hasan. Modal kerja ini diberikan agar tuna netra dapat mengembangkan
usahanya maupun yang baru memulai usahanya. Dari 27 responden
yang diwawancara, penulis menemukan ada 3 responden yang tidak
menyalurkan modal dari MM tersebut untuk kegiatan usahanya. Hal ini
dikarenakan pada saat itu modal terpakai untuk kebutuhan lainnya.
83
Dalam hal pengembalian modal atau angsuran per bulan, hampir semua
tuna netra melaksanakan displin pembiayaan. Hanya beberapa yang
pernah ‘macet’, itu pun dikarenakan dana angsuran digunakan untuk
kebutuhan yang lebih penting dan mendesak. Akan tetapi, tuna netra
yang mengalami ketelatan pembayaran ini tetap menyetor angsuran pada
bulan berikutnya.
Mengenai kondisi usaha tuna netra, mayoritas mereka yang berprofesi
sebagai pedagang kerupuk mengalami kondisi peningkatan usaha disaat
hari libur (bukan hari kerja). Begitu pula sebaliknya, jika sedang
mengalami penurunan usaha biasanya pada saat hari kerja. Ada juga
kondisi lain yang menyebabkan usaha penjualan kerupuk keliling
sedang sepi, yakni disaat musim hujan dan banyak saingannya yang
sejenis. Apabila kondisi sedang sepi, ada diantara mereka yang tetap
berjualan seperti biasanya, namun ada juga yang dirumah dengan
menerima jasa panggilan pijat. Untuk kondisi usaha pijat sendiri ini,
biasanya tergantung dari kondisi penerima jasa pijat. Jika kondisi
pemijat sedang sepi, mereka melakukan kegiatan lain seperti membantu
pekerjaan rumah sambil menunggu adanya panggilan pijat.
84
2. Hasil Pengukuran Efisiensi
Secara sederhana perhitungan manual efisiensi relatif pada Program Tuna
Netra Berdaya Tangerang Selatan, dengan variabel output yakni total
pendapatan bersih tuna netra selama pelaksanaan program yang berjumlah 27
orang dan variabel input yakni modal kerja keseluruhan yang diberikan pihak
MM kepada tuna netra, dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :
Efisiensi = Jumlah tertimbang dari output Jumlah tertimbang dari input
= Total Pendapatan Bersih Tuna Netra Total Modal Kerja dari MM
= 30.900.000 = 0,7725 = 77, 25% 40.000.000
Jadi, dari hasil perhitungan manual, tingkat efisiensi Program Tuna Netra
Berdaya mencapai perolehan nilai efisien sebesar 77,25%.
2.1 Analisis DEA
Dalam analisis teknis efisiensi DEA ini menggunakan variabel input,
antara lain : usia, tingkat pendidikan, dan jumlah tanggungan tuna netra.
Sedangkan, variabel outputnya yakni pendapatan tuna netra setelah mengikuti
program dan modal dari MM yang tersalurkan untuk kegiatan usaha. Untuk
objek penelitian sendiri untuk diolah datanya yaitu tuna netra yang tergabung
dalam program ini yang menggunakan semua atau sebagian modal dari MM
untuk kegiatan usahanya yang berjumlah 24 orang. Dalam sistem perhitungan
dengan software DEAWIN, suatu unit diasumsikan efisien mendapatkan nilai
85
100 %, sedangkan unit yang tidak efisien mendapatkan nilai 0 sampai dengan
100 %. Di samping itu, ada nilai actual, target, to gain, dan achieved, dimana
nilai actual adalah nilai sesungguhnya yang dicapai oleh unit tersebut.
Selanjutnya, target adalah nilai yang seharusnya dijadikan acuan untuk
mencapai efisiensi sempurna, sedangkan to gain dan achieved merupakan
persentase efisiensi dan inefisiensinya.
2.1.1 Analisis Efisiensi Rata-rata Tuna Netra
Pada pendekatan produksi ini dalam mempertahankan input yang ada dan
mengoptimalkan output yang dihasilkan, berikut hasil olah data rata-rata
tingkat efisiensi tuna netra berdaya di Masyarakat Mandiri:
Tabel 4.11 Efisiensi Tuna Netra Berdaya (dalam persen)
Nama Kelompok
Nama Unit
Pekerjaan
Efisiensi
Cahaya Purnama Mandiri
Surahat Dagang Kerupuk dan Pemijat 100 Suparlan Dagang Kerupuk dan Pemijat 61.08
Jajang Dagang Kerupuk dan Pemijat 50.00 Casmona Pemijat 100 Sunarti Dagang Kerupuk dan Pemijat 64.53 Istato Pemijat 65.93
*Wagiman Pemijat - Dudung Dagang Kerupuk 65.96
Sukirman Dagang Kerupuk dan Pemijat 85.00 Madhalim Dagang Kerupuk 100
Sukses Mandiri Solichin Dagang Kerupuk dan Pemijat 70.00 R. Yoga Swara
Dagang Kerupuk dan Pemijat 64.84
86
Sumber: olah data WDEA asumsi CRS – output oriented
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata efisiensi tuna netra
berdaya sebesar 79.86%. Dari semua data yang ada, ada 3 mustahiq yang tidak
penulis masukan datanya untuk diolah yaitu Pak Wagiman, Pak Supriyadi, dan
Bu Siti Aminah. Hal ini dikarenakan mereka tidak menyalurkan total atau
sebagian dana yang diberikan MM untuk kegiatan usaha, sehingga nilai modal
yang tersalurkan untuk usaha yaitu ‘0’. Oleh karena itu, dalam pengolahan data
dengan menggunakan software DEAWIN, penulis hanya memasukkan data
untuk diolah sebanyak 24 orang yang menyalurkan semua modal atau sebagian
modalnya untuk kegiatan usaha. Akan tetapi, penulis akan menjelaskan
sebagian secara deskriptif dari hasil wawancara dengan Pak Wagiman, Pak
Zaini Pemijat 51.23 Moch. Yunus
Pemijat 100
Sudirno Dagang Kerupuk 48.45 *Supriyadi Dagang Kerupuk dan Pemijat -
Suripto Dagang Kerupuk 100 Suparmanto Dagang Kerupuk dan Pemijat 100
Ujang Dagang Kerupuk dan Pemijat 73.29 Ujib Dagang Kerupuk dan Pemijat 56.16
Sumber Rezeki Sutarno Pemijat 100 Tamam Pemijat 98.48 Darwati Pemijat 84.26
Ngadiyem Pemijat 100 M. Syahrun Pemijat 77.59
*Siti Aminah
Pemijat -
Slamet Dagang Kerupuk dan Pemijat 100 Total 1916.8 Mean 79.86
87
Supriyadi, dan Bu Siti Aminah mengenai alasan mereka tidak menyalurkan
dana dari MM untuk kegiatan usaha.
Dari hasil wawancara dengan Pak Wagiman, ternyata semua modal yang
diberikan MM sebesar 1.000.000 digunakan untuk renovasi rumah seperti
pembelian tabung air dan upah pemasangan untuk pekerja. Sedangkan Pak
Supriyadi, semua modal pemberian MM sebesar 1000.000 terpakai untuk dana
Lebaran (hari raya Idul Fitri). Kemudian yang terakhir, Bu Siti Aminah
menggunakan semua modal dari MM tersebut untuk biaya kontrakan bulanan
dan biaya pendidikan anaknya. Namun demikian, kegiatan usaha mereka tetap
berjalan di lapangan dengan menggunakan modal pribadi yang mereka punya
sendiri.
2.1.2 Analisis Efisiensi Kelompok Pemijat
Tabel 4.12 Efisiensi Kelompok Pemijat
Nama Unit Efisiensi Casmona 100
Istato 65.93 Zaini 51.23
M.Yunus 100 Sutarno 100 Tamam 98.48 Darwati 84.26
Ngadiyem 100 Syahrun 77.59
Total 777.49 Mean 86.38
Sumber: olah data WDEA asumsi CRS – output oriented
Dari hasil statitistik data di atas, dapat dilihat bahwa tingkat rata-rata
efisiensi pemijat sebesar 86.38%. Bu Casmona, Pak Yunus, Pak Sutarno, dan
88
Bu Ngadiyem mencapai puncak efisien 100%, sedangkan, Pak Istato, Pak
Zaini, Pak Tamam, Bu Darwati dan Pak Syahrun mengalami inefisien. Pak
Istato hanya mencapai nilai efisien sebesar 65.93%, Pak Zaini nilai efisiennya
sebesar 51.23%, Pak Tamam mencapai efisien sebesar 98.48%. Berikutnya,
Bu Darwati nilai efisiennya sebesar 84.26%, serta Pak Syahrun mencapai
efisien sebesar 77.59%. Berdasarkan hasil wawancara, penulis melihat kondisi
mereka yang mencapai efisien sempurna karena telah dianggap baik dalam hal
manajemen usahanya. Hal ini dilihat dari pengelolaan modal yang digunakan
serta pendapatan usaha yang mereka peroleh. Dari tingkat efisiensi rata-rata
kelompok pemijat sebesar 86.38% dan melakukan inefisien sebesar 13.62%,
Di sisi lain, penulis mencoba menganalisa tingkat efisiensi terendah yang
di alami oleh salah satu unit yaitu Pak Zaini, apa yang menyebabkan beliau
berada dalam posisi efisiensi terendah dan bagaimana manajemen usahanya,
berikut hasil olah datanya:
Tabel 4.13 Target of Unit Zaini Efficiency
Efisiensi Variabel Actual Target to Gain Achieved
51.23%
Usia 4 4 0% 100% Pendidikan 3 3 0% 100% Tanggungan 5 3.4 32.8% 67.2% Pendapatan 1.7 3.3 95.2% 51.2% Modal Usaha 0.5 1 95.2% 51.2%
Dari hasil olah data tersebut, terlihat bahwa variabel tanggungan,
pendapatan, dan modal usaha mengalami tidak mencapai efisiensi sempurna.
89
Pada variabel tanggungan hanya mencapai efisiensi 67.2 %, perlu adanya
perbaikan 32.8% guna mencapai efisiensi ideal. Kemudian, variabel
pendapatan dan modal usaha ternyata mencapai efisiensi sebesar 51.2 %. Oleh
sebab itu, perlu adanya peningkatkan pendapatan dan modal usaha sebesar
100% atau 2 kali lipat dari nilai yang sesungguhnya (actual).
2.1.3 Analisis Efisiensi Kelompok Pedagang Kerupuk
Tabel 4.14 Efisiensi Kelompok Pedagang Kerupuk
Nama Unit Efisiensi Dudung 65.96
Madhalim 100 Sudirno 48.45 Suripto 100 Total 314.41 Mean 78.60
Sumber: olah data WDEA asumsi CRS – output oriented
Berdasarkan data di atas, diperoleh data tingkat rata-rata efisiensi
pedagang kerupuk sebesar 78.60 %. Tuna netra yang memperoleh nilai
efisiensi 100% yaitu Pak Madhalim dan Pak Suripto, sedangkan yang belum
mencapai efisien, antara lain Dudung dan Pak Sudirno. Pak dudung
mendapatkan nilai efisien sebesar 65.96% dan Pak Sudirno mencapai nilai
efisiennya sebesar 48.45%. Berdasarkan hasil wawancara penulis, tuna netra
yang mendapatkan nilai efisien ideal disebabkan karena etos kerja mereka
yang baik dalam pengembangan usaha yang mereka jalani, misalnya dengan
menambah variasi penjualan kerupuk. Dari tingkat perolehan rata-rata
90
tersebut, kelompok pedagang kerupuk ini melakukan inefisien sebesar
21.40%.
Dari kelompok ini, tuna netra yang mendapatkan efisiensi terendah
yaitu Pak Sudirno, berikut penulis sajikan hasil olah data statistiknya:
Tabel 4.15 Target of Unit Sudirno Efficiency
Efisiensi Variabel Actual Target to Gain Achieved
48.45%
Usia 5 5 0% 100% Pendidikan 4 4 0% 100% Tanggungan 4 4 0% 100% Pendapatan 1.5 3.1 106.4% 48.5% Modal Usaha 1 2.1 106.4% 48.5%
Dari tabel di atas, terlihat bahwa variabel output pendapatan dan
modal usaha mengalami inefisien. Pendapatan dan modal usaha mendapatkan
nilai efisiensi sebesar 48.5%, sehingga perlu adanya perbaikan peningkatan
pendapatan dan modal usaha sebesar 106.4% guna menjadi efisien yang
sempurna.
2.1.4 Analisis Efisiensi Kelompok Pemijat dan Pedagang Kerupuk
Tabel 4.16 Efisiensi Kelompok Pemijat dan Pedagang Kerupuk
Nama Unit Efisiensi Surahat 100 Suparlan 61.08
Jajang 50 Sunarti 64.53
Sukirman 85 Solichin 70
Yoga Swara 64.84 Suparmanto 100
91
Ujang 73.29 Ujib 56.16
Slamet 100 Total 824.9 Mean 74.99
Sumber: olah data WDEA asumsi CRS – output oriented
Pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa tingkat rata-rata efisiensi pemijat
dan pedagang kerupuk sebesar 74.99%. Dari kelompok ini yang mencapai
tingkat efisien 100% hanya 3 orang yaitu Pak Surahat, Pak Suparmanto, dan
Pak Slamet. Sisanya mengalami inefisien, diantaranya seperti: Pak Suparlan,
Pak Jajang, Bu Sunarti, Pak Sukirman, Pak Solichin, Pak Yoga Swara, Pak
Ujang, dan Pak Ujib. Dari hasil wawancara yang penulis dapatkan, tuna netra
yang mencapai nilai efisiensi sempurna disebabkan kemampuan mereka
dalam pengelolaan modal secara baik. Berdasarkan tingkat rata-rata
kelompok, kelompok ini melakukan inefisien 25.01%.
Posisi level terendah dialami oleh Pak Jajang, untuk itu penulis tertarik
menganalisa lebih jauh guna masukan dalam manajemen kegiatan usahanya.
Di bawah ini penulis sajikan hasil olah data yang diperoleh:
Tabel 4.17 Target of Unit Jajang Efficiency
Efisiensi Variabel Actual Target to Gain Achieved
50%
Usia 4 4 0% 100% Pendidikan 3 3 0% 100% Tanggungan 5 4.5 10% 90% Pendapatan 1.5 3 100% 50% Modal Usaha 1 2 100% 50%
92
Berdasarkan data sebelumnya, adanya inefisiensi pada variabel
tanggungan, pendapatan dan modal usaha. Pada variabel tanggungan hanya
mencapai efisiensi 90%, perlu adanya perbaikan 10% untuk mencapai
efisiensi ideal. Kemudian, pada variabel pendapatan dan modal usaha ternyata
harus ditingkatkan sebesar 100% atau 2 kali lipat dari nilai yang
sesungguhnya (actual).
Selanjutnya, untuk melihat lebih jelas secara ringkas apa yang terjadi
dengan tingkat efisiensi tuna netra, berikut hasil perolehan data dalam bentuk
tabel dan grafik di bawah ini:
Tabel 4.18 Efisiensi Gabungan Kelompok Usaha
No Nama Kelompok Usaha Efisiensi 1 Pemijat 86.38 2 Pedagang Kerupuk 78.60 3 Pemijat dan Pedagang Kerupuk 74.99
Total 239.97 Mean 79.99
Sumber: olah data WDEA asumsi CRS – output oriented
Gambar 4.5 Efisiensi Gabungan (Pemijat, Pedagang Kerupuk , serta Pemijat dan Pedagang Kerupuk)
6870727476788082848688
Pemijat PedagangKerupuk
Pemijat danPedagangKerupuk
Pemijat
Pedagang Kerupuk
Pemijat dan PedagangKerupuk
93
Dari diagram sebelumnya, meskipun tingkat rata-rata dari masing-
masing kelompok tidak ada yang mencapai nilai 100%, ketiga kelompok ini
mempunyai tingkat efisien yang selisihnya tidak jauh nilainya. Kelompok
pemijat berada pada posisi tertinggi (peringkat pertama) dengan nilai efisien
mencapai 86.38%. Selanjutnya, disusul kelompok pedagang kerupuk yang
menempati posisi kedua atau pertengahan dengan perolehan nilai efisien
sebesar 78.60%, dan yang terakhir dalam posisi ketiga yaitu kelompok
pemijat dan pedagang kerupuk mendapatkan nilai efisien sebesar 74.99%.
Penulis menilai berdasarkan hasil wawancara, kelompok pemijat pada
program Tuna Berdaya yang memiliki posisi tertinggi dalam hal pencapaian
nilai efisiennya dikarenakan cenderung lebih baik dalam manajemen usahanya
seperti penggunaan modal untuk usaha, pelanggan tetap yang mereka punya
dan pendapatan usaha yang mereka peroleh dibandingkan kelompok
pedagang kerupuk dan kelompok yang berprofesi keduanya.
Dalam hal pencapaian program, Program Tuna Netra Berdaya ini sudah
baik, seperti :
a. Mustahiq program yang tepat sasaran, yakni para tuna netra.
b. Adanya penyaluran modal yang diberikan MM untuk tuna netra untuk
pembiayaan mikro dan peningkatan pendapatan tuna netra.
c. Pemberian modal awal yang diberikan kepada tuna netra sebanyak 27
orang sebesar Rp. 27.000.000 dalam bentuk pinjaman, pada saat exit
94
program (pelepasan program) dana tersebut dikembalikan lagi kepada
tuna netra sebagai asset reform.
d. Terbentuknya kelembagaan komunitas dalam rangka usaha bersama
dalam bentuk Koperasi. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kapabilitas
tuna netra dalam berorganisasi dan mengembangan jaringan. Dalam usaha
bersama ini, tuna netra mendapatkan tambahan modal sebesar Rp
13.000.000 untuk mengembangkan usahanya dalam bentuk koperasi
tersebut.
95
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan hasil analisis yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan jawaban atas pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Dari hasil analisis DEA, kelompok pemijat memperoleh tingkat rata-rata
efisiensi pemijat sebesar 86.38%, kelompok pedagang kerupuk mencapai
tingkat efisiensi sebesar 78.60 %, dan kelompok yang merangkap profesi
keduanya (pemijat dan pedagang kerupuk) mendapatkan nilai efisien
sebesar 74.99%. Jadi, tingkat efisiensi rata-tata tuna netra diperoleh nilai
efisien sebesar 79.86%.
2. Meskipun, tingkat rata-rata dari masing-masing kelompok tidak ada yang
mencapai nilai 100%, ketiga kelompok ini mempunyai tingkat efisien
yang selisihnya tidak jauh nilainya. Kelompok pemijat berada pada posisi
tertinggi (peringkat pertama). Selanjutnya, disusul kelompok pedagang
kerupuk yang menempati posisi kedua atau pertengahan, dan yang terakhir
dalam posisi ketiga yaitu kelompok pemijat dan pedagang kerupuk.
96
B. Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan di atas, beberapa hal yang dapat disarankan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dalam hal pemberian modal yang diberikan Masyarakat Mandiri terhadap
tuna netra, perlu dilakukan evaluasi terhadap pengelolaan modal yang
digunakan tuna netra untuk kegiatan usaha agar lebih efisien. Kemudian,
dalam pendampingan atau monitoring penggunaan dana tersebut lebih
diperketat lagi dengan meminta bukti-bukti transaksi yang dilakukan
sesuai dengan akad yang telah dibuat karena dari hasil observasi penulis
menemukan beberapa tuna netra yang tidak menyalurkan modal yang
diberikan MM untuk kegiatan usahanya.
2. Dalam hal perbaikan kondisi tuna netra yang mengalami inefisien agar
bisa menyesuaikan target yang diharapkan sehingga bisa mencapai tingkat
efisien yang ideal, seperti perolehan peningkatan pendapatan dan
penyaluran modal untuk usaha. Diperlukan sikap tuna netra yang inovatif,
kreatif, tidak mudah putus asa dalam pengembangan usahanya.
3. Memberikan perhatian kepada peserta program Tuna Netra Berdaya agar
lebih memiliki etos kerja yang baik dan mengembangkan jiwa
kewirausahaannya melalui pelatihan-pelatihan yang lebih menarik yang
disesuaikan dengan potensi tuna netra serta pemberian reward kepada
97
peserta program yang berprestasi. Hal ini diharapkan mampu
meningkatkan kinerja dari peserta program.
4. Bagi penelitian selanjutnya, perlu dilakukan analisis lebih lanjut dengan
menggunakan variabel input dan output yang lainnya untuk mendapatkan
tingkat efisien yang lebih baik.
98
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’anul al-Karim Ali, Muhammad Daud. Sistem Ekonomi Islam ; Zakat dan Wakaf. Jakarta : UI Press,
1998. An-Nabhani, Taqyuddin. Membangun Sistem Ekonomi Alternatif ; Perspektif Islam.
Surabaya : Risalah Gusti, 2002. Badriyah, N.Oneng Nurul Badriyah. ed., Total Quality: Management Zakat Prinsip
dan Praktik Pemberdayaan Ekonomi. Jakarta : Wahana Kardova, 2012. Bariadi, Lili,dkk. Zakat dan Wirausaha. Jakarta : CED, 2005.
Choirunnisa, Mulyanti. Efektivitas Penyaluran Modal Kerja Program PNPM Mandiri Perkotaan Untuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat dan Peluang Pengembangan dengan Pola Syariah (Studi Kasus PNPM Mandiri Perkotaan Rangkapan Jaya Baru Pancoran Mas Depok). Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, 2010.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta :
Balai Pustaka, 1990. Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama, 2008. Dwiantoro, Yulian. Penilaian Efisiensi dan Posisi Persaingan Bank Umum Syariah
dengan Metode Data Envelopment Anaysis (DEA) dan Boston Consulting Group (BCG)” (Studi Kasus Pada BSM, BNIS, BMI, dan BSMI). Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, 2013.
Hafidhudin, Didin. Islam Aplikatif. Jakarta : Gema Insani Press, 2003. Hafidhudin, Didin. Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta : Gema Insani, 2002. Hafiduddin,Didin,dkk. ed. The Power Of Zakat : Studi Perbandingan Pengelolaan
Zakat Asia Tenggara. Malang : UIN - Malang Press, 2008. Haroen, Nasrun. Fiqh Muamalah. Jakarta : Gaya Media Pratama, 2000.
99
Iqbal, Achmad. Perbandingan Efisiensi Bank Umum Syariah (BUK) dengan Bank Umum Konvensional (BUK) di Indonesia dengan SFA. Semarang: FE Undip, 2011.
Jumingan. Analisa Laporan Keuangan. Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2005.
Kasmir. Kewirausahaan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2011.
Lubis, M.Zaky Mubarak. Tingkat Efisiensi Perbankan di Indonesia Dengan Menggunakan Metode Data Envelopment Anaysis”. Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, 2013.
Maflachatun. Analisis Efisiensi Tekhnik Perbankan Syariah Indonesia dengan
Metode DEA Studi Pada 11 Bank Syariah Tahun 2005 - 2008. Skripsi Universitas Diponegoro, 2010.
Mas’udi, Masdar F, Didin Hafidhuddin, dkk. Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS.
Jakarta : Piramedia, 2004. Masyarakat Mandiri. Laporan Survey Tuna Netra Berdaya Tangsel
Masyarakat Mandiri. Profil Masyarakat Mandiri. artikel diakses pada 21 Maret 2014 dari http://masyarakatmandiri.co.id/index.php/tentang-kami/struktur
Masyarakat Mandiri. Profile Masyarakat Mandiri. artikel diakses pada 21 Maret 2014 dari http://masyarakatmandiri.co.id/index.php/tentang-kami/sejarah
Meylani,Wina. Analisis Pengaruh Pendayagunaan Zakat, Infaq, dan Shadaqah
sebagai Modal Kerja terhadap Indikator Kemiskinan dan Pendapatan Mustahiq (Studi Kasus : Program Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor). Skripsi S1 Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor, 2009.
Mintarti, Nana dan Gito Haryanto. Jurnal Zakat dan Empowering. Ciputat : IMZ,
2010. Muhammad. Metode Penelitian Ekonomi Islam Pendekatan Kuantitatif. Yogyakarta :
PT Rajawali Press, 2008. Potensi Zakat di Indonesia. artikel di akses pada 30 Mei 2013 dari
http://www.hidayatullah.com/read/18116/21/07/2011/potensi-zakat-indonesia-tahun-2011-mencapai-rp.-217-triliun.html
100
Potensi Zakat Indonesia. artikel di akses pada 19 April 2014 dari http://news.liputan6.com/read/648347/baznas-potensi-zakat-indonesia-capai-rp-217-triliun#sthash.i1VB5Du0.dpuf
Prihatna, Andi Agung, dkk. ed. Potensi dan Realita Masyarakat di Indonesia: Hasil
Survei di Sepuluh Kota. Jakarta : PIRAMEDIA, 2004. Qardhawi, Yusuf. Hukum Zakat. Jakarta:Lentera, 1991.
Rochaety, Ety, dkk. Metodologi Penelitian Bisnis : Dengan Aplikasi SPSS. Jakarta : Mitra Wacana Media, 2007.
Saepulloh, Asep. Efisiensi Perbankan Indonesia : Komparasi, Evaluasi, dan
Solusi”(Studi pada BUS, Bank BUMN, dan Bank Asing. Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Jakarta, 2013.
Sambudi, Jabbar, dkk. Membumikan Ekonomi Islam dengan Optimalisasi Zakat
Produktif dalam Mengentaskan Kemiskinan. artikel di akses pada 19 April 2014 dari http://d-jabbars.blogspot.com/2014/02/membumikan-ekonomi-islam-dengan.html
Sawir, Agnes. Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan.
Jakarta : PT.Gramedia Pustaka Utama, 2001.
Siswadi dan Arafat. Mengukur Efisiensi Relatif Kantor Cabang Bank dengan Metode DEA. dalam Majalah Usahawan. No.01 XXXIII, 2004.
Suharto, Edi. CSR & COMDEV Investasi Kreatif Perusahaan. Bandung : Alfabeta,
2010. Suyanto, Bagong dan Sutinah. Metode Penelitian Sosial (Ed.). Jakarta : Kencana
Prenada Media Group, 2008. Tanjung, Hendri dan Abrista Devi, Metodologi Penelitian Ekonomi Islam. Jakarta :
Gramata Publishing, 2013. Tim Divisi Program Masyarakat Mandiri. Panduan Program Umum dan Teknis.
2008. Tim Penyusun. Pedoman Penulisan Skripsi. Jakarta : Pusat Peningkatan dan Jaminan
Mutu (PPJM) Fakultas Syariah dan Hukum Syarif Hidayatullah, 2012.
101
Tobing, Eldo Herbadella. Tuna Netra : Dengan Aku Mengerti Dunia, Dengan Jari Aku Berkarya. jurnal ini di akses pada 19 April 2014 dari http://www.academia.edu/4344527/Tunanetra_Dengan_Telinga_Aku_Mengerti_Dunia_Dengan_Jari_Aku_Berkarya
Tuna Netra di Indonesia. artikel di akses pada 19 April 2014 dari
http://www.merdeka.com/peristiwa/jumlah-tunanetra-di-indonesia-setara-dengan-penduduk-singapura.html
Undang-Undang RI No.23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat
Wirawan. Analisis Pemberdayaan Masyarakat Miskin Melalui Dana Zakat, Infaq,
dan Shadaqah (Studi Kasus : Program Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa Terhadap Komunitas Pengrajin Tahu di Kampung Iwul, Desa Bojong Sempu, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor). Skripsi S1 Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, 2008.
LAMPIRAN
Lampiran 1
Draft Kuisioner Penelitian
KUISIONER
Efisiensi Program Tuna Berdaya Tangsel Berbasis Modal Kerja ZIS
(Studi di Masyarakat Mandiri-Dompet Dhuafa)
Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
Saya berdo’a semoga Bapak/Ibu/Sdr. dalam lindungan dan berkah Allah SWT. Aamin.
Sehubungan dengan kewajiban yang harus dilakukan oleh mahasiswa tingkat akhir yaitu penyusunan karya ilmiah (skripsi) dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Syariah dan Hukum, saya Annisa Khaerani dari Program Studi Muamalat sedang melakukan penelitian guna memperoleh data/informasi yang saya butuhkan untuk menyempurkan proses penyusunan karya ilmiah ini. Untuk tujuan tersebut, saya selaku peneliti memohon kesediaan Bapak/Ibu/Sdr menjadi responden guna pengisian kuesioner ini. Atas perhatian dan bantuannya, saya mengucapkan terimakasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
Dosen Pembimbing 1 : Dr. Rumadi, M.Ag Dosen Pembimbing 2 : Hermawan Setiawan, S.Si, M.TI
Data Diri Responden Terpilih
Nama : ....................................................................................... Jenis Kelamin : Laki-Laki/Perempuan Alamat Jalan/No/Rt/Rw : ........................................................................................... Kelurahan-Desa/Kecamatan : ........................................................................................... Kabupaten : ........................................................................................... Provinsi : ........................................................................................... Telepon/Hp : .................................../.......................................................
Tanggal/Waktu wawancara : ....... / /2013/ Mulai : ....... : ....... /Usai : ........ : .........
(Coret pilihan yang tidak perlu)
PETUNJUK PENGISIAN
Kuisioner diisi oleh pewawancara. Cara menjawab dengan memberi tanda X (silang) pada abjab pilihan jawaban yang tersedia, atau dengan mengisi tempat kosong yang tersedia.
Jawaban diberikan SETEPAT DAN OBYEKTIF mungkin.
A. IDENTITAS DEMOGRAFI
1. Berapa usia Bapak/Ibu/Sdr sekarang?...................
2. Apa status pernikahan Bapak/Ibu/Sdr saat ini?
a. Belum Menikah c. Bercerai hidup
b. Menikah d. Bercerai mati
3. Berapa jumlah tanggungan Bapak/Ibu/Sdr saat ini? (Istri,anak-anak)
a. 0 c. 4-7
b. 1-3 d. > 7
4. Darimana asal suku Bapak/Ibu/Sdr?.........................
5. Apakah Bapak/Ibu/Sdr. sebagai penduduk asli (sejak lahir) yang menetap di daerah ini?
a. Tidak, sebagai Pendatang bYa penduduk asli
6. Sudah berapa Bapak/Ibu/Sdr. menetap di daerah sekarang ? [....... tahun]
7. Apa jenjang terakhir pendidikan Bapak/Ibu/Sdr?
a. tidak tamat sekolah c. tamat SMP
b. tamat SD d. tamat SMA
Jika tidak sekolah, pernah ikut pelatihan atau kursus sebelumnya?...................
KONDISI SEBELUM MEGIKUTI PROGRAM
1. Apa pengalaman pekerjaan yang Bapak/Ibu/Sdr sebelum mengikuti program?
a. tidak bekerja c. buruh
b. pedagang d. lain-lain, sebutkan…………………
2. Bagaimana status kepemilikan rumah yang Bapak/Ibu/Sdr punya sebelum mengikuti program?
a. milik sendiri c. numpang dengan orang lain
b. sewa/kost d. kontrak
3. Apa fasilitas yang Bapak/Ibu/Sdr punya sebelum mengikuti program? (ket:boleh di isi lebih dari satu)
a. TV c. motor
b. komputer d. lain-lain, sebutkan…………….. 4. Apakah Bapak/Ibu/Sdr mempunyai pengalaman usaha sebelumnya?
a. Ya, sebutkan……………..
b. Tidak
5. Berapa rata-rata pendapatan tiap bulan Bapak/Ibu/Sdr sebelum mengikuti program?sebutkan……………
6. Berapa rata-rata pengeluaran tiap bulan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hariyang Bapak/Ibu/Sdr sebelum mengikuti program?
7. Apa motivasi Bapak/Ibu/Sdr memilih dan mengikuti Program Tuna Netra Berdaya dari Masyarakat Mandiri-Dompet Dhuafa?
KONDISI SETELAH MENGIKUTI PROGRAM
8. Apa pekerjaan Bapak/Ibu/Sdr saat ini?
a. usaha pijat b. dagang kerupuk
Jika ada usaha lainnya, sebutkan…………………
9. Bagaimana status kepemilikan rumah yang Bapak/Ibu/Sdr punya setelah mengikuti program?
a. milik sendiri c. numpang dengan orang lain
b. sewa/kost d. kontrak
10. Apa saja fasilitas yang Bapak/Ibu/Sdr miliki setelah mengikuti program ini?........................
11. Sudah berapa lama Bapak/Ibu/Sdr mengikuti program yang diselenggarakan oleh dompet Dhuafa ini?
12. Berapa rata-rata pendapatan tiap bulan yang Bapak/Ibu/Sdr setelah mengikuti program?......................................
13. Berapa rata-rata pengeluaran tiap bulan Bapak/Ibu/Sdr setelah mengikuti program? (Jika bisa dirincikan)………………………………………………………………………………….………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
14. Training pelatihan apa saja yang pernah diikuti Bapak/Ibu/Sdr selama mengikuti program?( misal: Traning kewirausahaan, pelatihan pijat spesialis)
MANAJEMEN USAHA
15. Dari modal awal (Rp 1.000.000), untuk pengeluaran apa saja dana tersebut digunakan?
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
16. Dalam pembayaran angsuran, pernah mengalami penunggakan/macet? Jika iya, berapa lama dan apa kendalanya?
17. Pada saat kondisi seperti apa usaha pijat/dagang krupuk yang Bapak/Ibu/Sdr sedang mengalami peningkatan?
18. Pada saat kondisi seperti apa usaha pijat/dagang krupuk yang Bapak/Ibu/Sdr sedang mengalami penurunan?
19. Jika pembeli/pelanggan sedang sepi, apa strategi yang Bapak/Ibu/Sdr lakukan?
20. Apakah Bapak/Ibu/Sdr punya pembeli atau pelanggan tetap?
21. Apa pandangan Bapak/Ibu/Sdr mengenai pendampingan yang dilakukan oleh Masyarakat Mandiri?Jelaskan! (misal sudah cukup baik, dalam hal pengawasan,……….)
Lampiran 2
Lampiran 3
Data Input dan Output
(dalam bentuk skala)
No. Nama Kelompok
Nama Unit
Pekerjaan
Variabel Input Variabel Output
X1 X2 X3 Y1 Y2
1
Cahaya Purnama Mandiri
Surahat Dagang Kerupuk dan Pemijat 5 1 2 2 1
2 Suparlan Dagang Kerupuk dan Pemijat 4 3 6 2 1
3 Jajang Sumantri Dagang Kerupuk dan Pemijat 4 3 5 1.5 1
4 Casmona Pemijat 5 1 1 0.75 0.65
5 Sunarti Dagang Kerupuk dan Pemijat 4 3 2 1 0.7
6 Istato Pemijat 2 3 3 1 1
7 Wagiman Pemijat 5 1 4 1.5 0
8 Dudung Dagang Kerupuk 4 2 2 1.9 0.35
9 Sukirman Dagang Kerupuk dan Pemijat 4 1 4 1.7 0.4
10 Madhalim Dagang Kerupuk 5 1 5 2 0.35
11
Sukses Mandiri
Solichin Dagang Kerupuk dan Pemijat 1 3 2 0.75 0.7
12 R. Yoga Swara Dagang Kerupuk dan Pemijat 3 4 2 1.5 0.5
13 Zaini Pemijat 4 3 5 1.7 0.5
14 Moch. Yunus Pemijat 3 1 3 2 1
15 Sudirno Dagang Kerupuk 5 4 4 1.5 1
16 Supriyadi Dagang Kerupuk dan Pemijat 2 3 5 3 0
17 Suripto Dagang Kerupuk 4 1 3 1.5 1
18 Suparmanto Dagang Kerupuk dan Pemijat 4 2 2 2.75 1
19 Ujang Saepuddin Dagang Kerupuk dan Pemijat 3 3 4 2 1
20 Ujib Dagang Kerupuk dan Pemijat 2 3 2 1 0.5
21
Sumber Rezeki
Sutarno Pemijat 4 2 2 3 0.1
22 Tamam Rabuk Pemijat 3 4 2 2 1
23 Darwati Pemijat 4 2 5 2.5 0.5
24 Ngadiyem Pemijat 3 1 2 1.5 1
25 M. Syahrun Pemijat 6 1 1 0.6 0.5
26 Siti Aminah Pemijat 4 2 1 1.5 0
27 Slamet Dagang Kerupuk dan Pemijat 1 2 2 1.25 1
Lampiran 4
Hasil Olah Data DEA (Data Envelopment Analysis)
Output maximisation radial model will be used
Table of efficiencies (radial)
48.45 sudirno 50.00 jajang 51.23 zaini
56.16 ujib 61.08 suparlan 64.53 sunarti
64.84 yogaswara 65.93 istato 65.96 dudung
70.00 solichin 73.29 ujang 77.59 syahrun
84.26 darwati 85.00 sukirman 98.48 tamam
100.00 casmona 100.00 madhalim 100.00 myunus
100.00 ngadiyem 100.00 slamet 100.00 suparmanto
100.00 surahat 100.00 suripto 100.00 sutarno
Table of target values
Targets for Unit sudirno efficiency 48.45% radial
VARIABLE ACTUAL TARGET TO GAIN ACHIEVED
-usia 5.0 5.0 0.0% 100.0%
-pendidikan 4.0 4.0 0.0% 100.0%
-tanggungan 4.0 4.0 0.0% 100.0%
+pendapatan 1.5 3.1 106.4% 48.5%
+modalusaha 1.0 2.1 106.4% 48.5%
Targets for Unit jajang efficiency 50.00% radial
VARIABLE ACTUAL TARGET TO GAIN ACHIEVED
-usia 4.0 4.0 0.0% 100.0%
-pendidikan 3.0 3.0 0.0% 100.0%
-tanggungan 5.0 4.5 10.0% 90.0%
+pendapatan 1.5 3.0 100.0% 50.0%
+modalusaha 1.0 2.0 100.0% 50.0%
Targets for Unit zaini efficiency 51.23% radial
VARIABLE ACTUAL TARGET TO GAIN ACHIEVED
-usia 4.0 4.0 0.0% 100.0%
-pendidikan 3.0 3.0 0.0% 100.0%
-tanggungan 5.0 3.4 32.8% 67.2%
+pendapatan 1.7 3.3 95.2% 51.2%
+modalusaha 0.5 1.0 95.2% 51.2%
Targets for Unit ujib efficiency 56.16% radial
VARIABLE ACTUAL TARGET TO GAIN ACHIEVED
-usia 2.0 2.0 0.0% 100.0%
-pendidikan 3.0 2.0 33.3% 66.7%
-tanggungan 2.0 2.0 0.0% 100.0%
+pendapatan 1.0 1.8 78.0% 56.2%
+modalusaha 0.5 0.9 78.0% 56.2%
Targets for Unit suparlan efficiency 61.08% radial
VARIABLE ACTUAL TARGET TO GAIN ACHIEVED
-usia 4.0 4.0 0.0% 100.0%
-pendidikan 3.0 3.0 0.0% 100.0%
-tanggungan 6.0 4.4 26.3% 73.7%
+pendapatan 2.0 3.3 63.7% 61.1%
+modalusaha 1.0 1.6 63.7% 61.1%
Targets for Unit sunarti efficiency 64.53% radial
VARIABLE ACTUAL TARGET TO GAIN ACHIEVED
-usia 4.0 4.0 0.0% 100.0%
-pendidikan 3.0 2.0 33.3% 66.7%
-tanggungan 2.0 2.0 0.0% 100.0%
+pendapatan 1.0 1.5 55.0% 64.5%
+modalusaha 0.7 1.1 55.0% 64.5%
Targets for Unit yogaswara efficiency 64.84% radial
VARIABLE ACTUAL TARGET TO GAIN ACHIEVED
-usia 3.0 3.0 0.0% 100.0%
-pendidikan 4.0 2.0 50.0% 50.0%
-tanggungan 2.0 2.0 0.0% 100.0%
+pendapatan 1.5 2.3 54.2% 64.8%
+modalusaha 0.5 0.8 54.2% 64.8%
Targets for Unit istato efficiency 65.93% radial
VARIABLE ACTUAL TARGET TO GAIN ACHIEVED
-usia 2.0 2.0 0.0% 100.0%
-pendidikan 3.0 3.0 0.0% 100.0%
-tanggungan 3.0 3.0 0.0% 100.0%
+pendapatan 1.0 1.9 88.9% 52.9%
+modalusaha 1.0 1.5 51.7% 65.9%
Targets for Unit dudung efficiency 65.96% radial
VARIABLE ACTUAL TARGET TO GAIN ACHIEVED
-usia 4.0 4.0 0.0% 100.0%
-pendidikan 2.0 2.0 0.0% 100.0%
-tanggungan 2.0 2.0 0.0% 100.0%
+pendapatan 1.9 2.9 51.6% 66.0%
+modalusaha 0.4 0.5 51.6% 66.0%
Targets for Unit solichin efficiency 70.00% radial
VARIABLE ACTUAL TARGET TO GAIN ACHIEVED
-usia 1.0 1.0 0.0% 100.0%
-pendidikan 3.0 2.0 33.3% 66.7%
-tanggungan 2.0 2.0 0.0% 100.0%
+pendapatan 0.8 1.2 66.7% 60.0%
+modalusaha 0.7 1.0 42.9% 70.0%
Targets for Unit ujang efficiency 73.29% radial
VARIABLE ACTUAL TARGET TO GAIN ACHIEVED
-usia 3.0 3.0 0.0% 100.0%
-pendidikan 3.0 3.0 0.0% 100.0%
-tanggungan 4.0 3.5 12.4% 87.6%
+pendapatan 2.0 2.7 36.5% 73.3%
+modalusaha 1.0 1.4 36.5% 73.3%
Targets for Unit syahrun efficiency 77.59% radial
VARIABLE ACTUAL TARGET TO GAIN ACHIEVED
-usia 6.0 4.9 18.5% 81.5%
-pendidikan 1.0 1.0 0.0% 100.0%
-tanggungan 1.0 1.0 0.0% 100.0%
+pendapatan 0.6 0.8 28.9% 77.6%
+modalusaha 0.5 0.6 28.9% 77.6%
Targets for Unit darwati efficiency 84.26% radial
VARIABLE ACTUAL TARGET TO GAIN ACHIEVED
-usia 4.0 4.0 0.0% 100.0%
-pendidikan 2.0 2.0 0.0% 100.0%
-tanggungan 5.0 2.8 44.2% 55.8%
+pendapatan 2.5 3.0 18.7% 84.3%
+modalusaha 0.5 0.6 18.7% 84.3%
Targets for Unit sukirman efficiency 85.00% radial
VARIABLE ACTUAL TARGET TO GAIN ACHIEVED
-usia 4.0 3.0 25.0% 75.0%
-pendidikan 1.0 1.0 0.0% 100.0%
-tanggungan 4.0 3.0 25.0% 75.0%
+pendapatan 1.7 2.0 17.6% 85.0%
+modalusaha 0.4 1.0 150.0% 40.0%
Targets for Unit tamam efficiency 98.48% radial
VARIABLE ACTUAL TARGET TO GAIN ACHIEVED
-usia 3.0 3.0 0.0% 100.0%
-pendidikan 4.0 2.0 50.0% 50.0%
-tanggungan 2.0 2.0 0.0% 100.0%
+pendapatan 2.0 2.0 1.5% 98.5%
+modalusaha 1.0 1.0 1.5% 98.5%
Targets for Unit casmona efficiency 100.00% radial
VARIABLE ACTUAL TARGET TO GAIN ACHIEVED
-usia 5.0 5.0 0.0% 100.0%
-pendidikan 1.0 1.0 0.0% 100.0%
-tanggungan 1.0 1.0 0.0% 100.0%
+pendapatan 0.8 0.8 0.0% 100.0%
+modalusaha 0.7 0.7 0.0% 100.0%
Targets for Unit madhalim efficiency 100.00% radial
VARIABLE ACTUAL TARGET TO GAIN ACHIEVED
-usia 5.0 3.0 40.0% 60.0%
-pendidikan 1.0 1.0 0.0% 100.0%
-tanggungan 5.0 3.0 40.0% 60.0%
+pendapatan 2.0 2.0 0.0% 100.0%
+modalusaha 0.4 1.0 185.7% 35.0%
Targets for Unit myunus efficiency 100.00% radial
VARIABLE ACTUAL TARGET TO GAIN ACHIEVED
-usia 3.0 3.0 0.0% 100.0%
-pendidikan 1.0 1.0 0.0% 100.0%
-tanggungan 3.0 3.0 0.0% 100.0%
+pendapatan 2.0 2.0 0.0% 100.0%
+modalusaha 1.0 1.0 0.0% 100.0%
Targets for Unit ngadiyem efficiency 100.00% radial
VARIABLE ACTUAL TARGET TO GAIN ACHIEVED
-usia 3.0 3.0 0.0% 100.0%
-pendidikan 1.0 1.0 0.0% 100.0%
-tanggungan 2.0 2.0 0.0% 100.0%
+pendapatan 1.5 1.5 0.0% 100.0%
+modalusaha 1.0 1.0 0.0% 100.0%
Targets for Unit slamet efficiency 100.00% radial
VARIABLE ACTUAL TARGET TO GAIN ACHIEVED
-usia 1.0 1.0 0.0% 100.0%
-pendidikan 2.0 2.0 0.0% 100.0%
-tanggungan 2.0 2.0 0.0% 100.0%
+pendapatan 1.3 1.3 0.0% 100.0%
+modalusaha 1.0 1.0 0.0% 100.0%
Targets for Unit suparmanto efficiency 100.00% radial
VARIABLE ACTUAL TARGET TO GAIN ACHIEVED
-usia 4.0 4.0 0.0% 100.0%
-pendidikan 2.0 2.0 0.0% 100.0%
-tanggungan 2.0 2.0 0.0% 100.0%
+pendapatan 2.8 2.8 0.0% 100.0%
+modalusaha 1.0 1.0 0.0% 100.0%
Targets for Unit surahat efficiency 100.00% radial
VARIABLE ACTUAL TARGET TO GAIN ACHIEVED
-usia 5.0 5.0 0.0% 100.0%
-pendidikan 1.0 1.0 0.0% 100.0%
-tanggungan 2.0 2.0 0.0% 100.0%
+pendapatan 2.0 2.0 0.0% 100.0%
+modalusaha 1.0 1.0 0.0% 100.0%
Targets for Unit suripto efficiency 100.00% radial
VARIABLE ACTUAL TARGET TO GAIN ACHIEVED
-usia 4.0 3.0 25.0% 75.0%
-pendidikan 1.0 1.0 0.0% 100.0%
-tanggungan 3.0 2.0 33.3% 66.7%
+pendapatan 1.5 1.5 0.0% 100.0%
+modalusaha 1.0 1.0 0.0% 100.0%
Targets for Unit sutarno efficiency 100.00% radial
VARIABLE ACTUAL TARGET TO GAIN ACHIEVED
-usia 4.0 4.0 0.0% 100.0%
-pendidikan 2.0 2.0 0.0% 100.0%
-tanggungan 2.0 2.0 0.0% 100.0%
+pendapatan 3.0 3.0 0.0% 100.0%
+modalusaha 0.1 0.1 0.0% 100.0%
Lampiran 5
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Annisa Khaerani
NIM : 108046100110
Tempat / Tanggal Lahir : Tangerang / 26 Oktober 1990
Program Studi : Muamalat (Ekonomi Islam)
Konsentrasi : Perbankan Syariah
Alamat Rumah : Komp. Batan Indah blok M No. 7 RT 009/00, Kel.Kademangan, Kec.Setu, Tangerang Selatan 15310
Alamat Domisili : Komp. Batan Indah blok M No. 7 RT 009/00, Kel.Kademangan, Kec.Setu, Tangerang Selatan 15310
No. Hp : 0857-80864247
Nama Ayah : Abdul Wa’id
Nama Ibu : Kartini
Alamat Orang Tua : Komp. Batan Indah blok M No. 7 RT 009/00, Kel.Kademangan, Kec.Setu, Tangerang Selatan 15310
No. Hp. Orang Tua : 0813-16326566
Motto Hidup : Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain