BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Emfisema paru adalah suatu kelainan anatomik paru yang ditandai oleh pelebaran se-
cara abnormal saluran napas bagian distal bronkus terminalis, disertai dengan kerusakan
dinding alveolus yang ireversibel. Dalam keadaan lanjut, penyakit ini sering menyebabkan
obstruksi saluran napas yang menetap dan dinamakan penyakit paru obstruksi kronik
(PPOK), perokok dan penembang batu bara memiliki insiden lebih tinggi. (1,2,3)
Emfisema paru diklasifikasikan atas dasar pola keikutsertaan unit pertukaran gas (asi-
nus) paru bagian distal bronkiolus terminalis. Walapun hanya beberapa pola morfologik telah
dijelaskan, ada dua hal yang paling penting , yaitu perubahan morfologik yang meliputi
bronkiolus pernapasan dan duktus alveolaris di pusat asinus (emfisema sentriasinar) dan pe-
rubahan di seluruh asinus (emfisema panasinar).(4) Emfisema sentriasinar sering ditemukan
pada pasien pria perokok, biasanya pada lobus atas paru dan menyertai pasien bronkitis kro-
nik. Emfisema panasinar terdapat pada pasien defisiensi α1 anti tripsin dan sering menyertai
proses degeneratif atau pasien bronkitis kronik. Timbul pada lobus bawah paru.(5) Di negara-
negara Barat seperti Inggris dan Amerika Serikat penyakit paru kronik merupakan salah satu
penyebab utama kematian dan ketidakmampuan pasien untuk bekerja. Sesuai dengan gagasan
WHO, yaitu “kesehatan bagi semua di tahun 2000”, disamping meningkatkan pelayanan ke-
sehatan juga harus mengaktifkan penyuluhan terhadap bahaya rokok dan polusi yang dapat
menyebabkan penyakit paru obstruksi kronik. (1)
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFIANCE
Emfisema merupakan salah satu penyakit yang tergolong dalam COPD (Chronic Ob-
structive Pulmonal Disease). Emfisema adalah pembesaran permanen yang abnormal dari ru-
ang udara pada posisi distal terhadap bronkiol terminal disertai kerusakan dindingnya, tetapi
tanpa fibrosis yang jelas. Emfisema paru-paru merupakan penyakit yang gejala utamanya
adalah penyempitan (obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di paru menggelembung
secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.Sesuai dengan definisi tersebut, maka
jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang udara (alveolus) tanpa disertai adanya de-
struksi jaringan maka keadaan ini sebenarnya tidak termasuk emfisema, melainkan hanya se-
bagai “overinflation”.
Udara pernafasan akan terdapat didalam rongga jaringan interstitia latau tetap be-
rada didalam rongga alveoli saja. Proses dapat berjalan secara akut maupun kronik. Secara
umum, emfisema paru- paru ditandai dengan dipsnoea ekspiratorik, hyperpnoea dan mu-
dahnya penderita mengalami kelelahan (Subronto,2003).
2. PATOGENESIS
2
Terdapat 4 perubahan patologik yang dapat timbul pada pasien emfisema, yaitu :
• Hilangnya elastisitas paru
Protease (enzim paru) merubah atau merusakkan alveoli dan saluran nafas kecil den-
gan jalan merusakkan serabut elastin. Akibat hal tersebut, kantung alveolar kehilan-
gan elastisitasnya dan jalan nafas kecil menjadi kollaps atau menyempit. Beberapa
alveoli rusak dan yang lainnya mungkin dapat menjadi membesar.
• Hyperinflation paru
Pembesaran alveoli mencegah paru-paru untuk kembali kepada posisi istirahat normal
selama ekspirasi.
• Terbentuknya bullae
Dinding alveolar membengkak dan berhubungan untuk membentuk suatu bullae (ru-
angan tempat udara) yang dapat dilihat pada pemeriksaan X-ray.
• Kollaps jalan nafas kecil dan udara terperangkap
Ketika klien berusaha untuk ekshalasi secara kuat, tekanan positif intratorak akan
menyebabkan kollapsnya jalan nafas.
3. KLASIFIKASI EMFISEMA
• Terdapat tiga tipe dari emfisema berdasarkan lokasi kerusakannya :
a. Emfisema Centriolobular
Merupakan tipe yang sering muncul, menghasilkan kerusakan bronchiolus, biasanya
pada region paru atas. Inflamasi berkembang pada bronchiolus tetapi biasanya kan-
tung alveolar tetap bersisa.
b. Emfisema Panlobular (Panacinar)
3
Merusak ruang udara pada seluruh asinus dan biasanya termasuk pada paru bagian
bawah. Bentuk ini bersama disebut centriacinar emfisema, timbul sangat sering pada
seorang perokok.
c. Emfisema Paraseptal
Merusak alveoli pada lobus bagian bawah yang mengakibatkan isolasi dari blebs
sepanjang perifer paru. Paraseptal emfisema dipercaya sebagai sebab dari pneumoth-
orax spontan. Panacinar timbul pada orang tua dan klien dengan defisiensi enzim al-
pha-antitripsin. Pada keadaan lanjut, terjadi peningkatan dyspnea dan infeksi pul-
moner, seringkali timbul Cor Pulmonal (CHF bagian kanan) timbul.
• Berdasarkan radiologik
o Emfisema obstruktif:
a. Akut
b. Chronic
c. Bullous
o Emfisema non-obstruktif:
a. Kompensasi
b. Senilis (postural)
Gambar 1. Gambaran radiologi emfisema secara umum
4
a. Emfisema lobaris
Emfisema lobaris biasanya terjadi pada bayi baru lahir dengan kelainan tu-
lang rawan, bronkus, mukosa bronchial yang tebal, sumbatan mucus (mucous plug),
penekanan bronkus dari luar oleh anomaly pembuluh darah.Gambaran radiologiknya
berupa bayangan radiolusen pada bagian paru yang bersangkutan dengan pen-
dorongan mediastinum kearah kontra-lateral.
Gambar 2. Emfisema lobaris
Gambar 3. Emfisema lobaris
5
b. Hiperlusen idiopatik unilateral
Hiperlusen idiopatik unilateral ialah emfisema yang unilateral dengan
hipoplasi arteri pulmonalis dan gambaran bronkiektasis. Secara radiologic, paru yang
terkena lebih radiolusen tanpa penambahan ukuran paru seperti pada umumnya em-
fisema lainnya.
c. Emfisema hipertrofikkronik
Terjadi sebagai akibat komplikasi penyakit paru seperti asma bronchial yang
parah, bronkiektasis, peradangan paruberat, pneumo kinosis ganas, dan tuberculosis.
Gambaran radiologic menunjukkan peningkatan aerasi dan penambahan ukuran
toraks yang biasanya hanya terjadi pada satu sisi. Sering ditemukan bleb atau bulla
yang berupa bayangan radiolusen tanpa struktur jaringan paru.
d. Emfisema bulla
Bulla merupakan emfisema vesikuler setempat dengan ukuran antara1-2cm
atau lebih besar, yang kadang-kadang sukar dibedakan dengan pneumotoraks.
Penyebabnya sering tidak diketahui tapi dianggap sebagai akibat suatu penyakit paru
yang menyebabkan penyumbatan seperti bronkiolitis atau peradangan akut lainnya
dan perangsangan atau iritasi gas yang terhisap.Sering factor penyebabnya sudah
tidak tampak lagi, tetapi akibatnya adalah emfisema bulla yangtetapatau bertambah
besar. Gambaran radiologik berupa suatu kantong radiolusen di perifer lapangan
paru, terutama bagian apeks paru dan bagian basal paru dimana jaringan paru normal
sekitarnya akan terkompresisehingga menimbulkankeluhansesaknafas.
6
Gambar 4. Emfisema Bulosa
e. Emfisema kompensasi
Keadaan ini merupakan usaha tubuh secara fisiologik menggantikan
jaringan paru yang tidak berfungsi (atelektasis) atau mengisi toraks bagian paru yang
terangkat pada pneumoektomi.
f. Emfisema senilis
Merupakan akibat proses degenerative orang tua pada kolumna vertebra yang
mengalami kifosis di mana ukuran anterior-posterior toraks bertambah sedangkan
tinggi toraks secara vertical tidak bertambah, begitu pula bentuk diafragma dan per-
anjakan diafragma tetap tidak berubah. Keadaan ini akan menimbulkan atrofi septa
alveolar dan jaringan paru berkurang dan akan diisi oleh udara sehingga secara radi-
ologic tampak toraks yang lebih radiolusen, corakan bronkovaskuler yang jarang dan
diafragma yang normal.
7
Gambar 5. emfisema senilis
3. PATOFISIOLOGI
Emfisema merupakan kelainan dimana terjadinya kerusakan pada dinding alveo-
lar, yang mana akan menyebabkan overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan udara
terganggu akibat dari perubahan ini. Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema meru-
pakan akibat dari adanya destruksi dinding (septum) diantara alveoli, kollaps jalan nafas
sebagian dan kehilangan elastisitas recoil. Pada saat alveoli dan septa kollaps, udara akan
tertahan diantara ruang alveolar (disebut blebs) dan diantara parenkim paru (disebut bul-
lae). Proses ini akan menyebabkan peningkatan ventilatory pada “dead space” atau area
yang tidak mengalami pertukaran gas atau darah.
Kerja nafas meningkat dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi jaringan paru untuk
melakukan pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Emfisema juga menyebabkan de-
struksi kapiler paru, lebih lanjut terjadi penurunan perfusi oksigen dan penurunan venti-
lasi. Pada beberapa tingkat emfisema dianggap normal sesuai dengan usia, tetapi jika hal
ini timbul pada awal kehidupan (usia muda), biasanya berhubungan dengan bronchitis
kronis dan merokok.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
8
1. Chest X-Ray: dapat menunjukkan hiperinflation paru, flattened diafragma, pen-
ingkatan ruang udara retrosternal, penurunan tanda vaskular/bulla (emfisema), pen-
ingkatan bentuk bronchovaskular (bronchitis), normal ditemukan saat periode remisi
(asthma)
2. Pemeriksaan Fungsi Paru: dilakukan untuk menentukan penyebab dari dyspnea,
menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau restriksi, mem-
perkirakan tingkat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek dari terapi, misal: bron-
chodilator.
3. TLC: meningkat pada bronchitis berat dan biasanya pada asthma, menurun pada em-
fisema.
4. Kapasitas Inspirasi: menurun pada emfisema.
5. FEV1/FVC: ratio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan kapasitas vital
(FVC) menurun pada bronchitis dan asthma.
6. ABGs: menunjukkan proses penyakit kronis, seringkali PaO2 menurun dan PaCO2
normal atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema) tetapi seringkali menurun
pada asthma, pH normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap
hiperventilasi (emfisema sedang atau asthma).
7. Bronchogram: dapat menunjukkan dilatasi dari bronchi saat inspirasi, kollaps
bronchial pada tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran kelenjar mukus (bronchitis).
8. Darah Komplit: peningkatan hemoglobin (emfisema berat), peningkatan eosinofil
(asthma).
9. Kimia Darah: alpha 1-antitrypsin dilakukan untuk kemungkinan kurang pada em-
fisema primer.
10. Sputum Kultur: untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen,
pemeriksaan sitologi untuk menentukan penyakit keganasan atau allergi.
11. ECG: deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asthma berat), atrial disritmia
(bronchitis), gel. P pada Leads II, III, AVF panjang, tinggi (bronchitis, emfisema),
axis QRS vertikal (emfisema).
12. Exercise ECG, Stress Test: menolong mengkaji tingkat disfungsi pernafasan,
mengevaluasi keefektifan obat bronchodilator, merencanakan/evaluasi program.
4. PENATALAKSANAAN
9
Penatalaksanaan utama pada pasien emfisema adalah untuk meningkatkan kualitas
hidup, memperlambat perkembangan proses penyakit dan mengobati obstruksi saluran nafas
yang berguna untuk mengatasi hipoxia. Pendekatan terapi mencakup :
b. Pemberian terapi untuk meningkatkan ventilasi dan menurunkan kerja nafas.
• Mencegah dan mengobati infeksi
• Teknik terapi fisik untuk memperbaiki dan meningkatkan ventilasi paru
• Memelihara kondisi lingkungan yang memungkinkan untuk memfasilitasi per-
nafasan.
• Support psikologis
• Patient education and rehabilitation.
c. Jenis obat yang diberikan :
• Bronchodilators
• Aerosol therapy
• Treatment of infection
• Corticosteroids
• Oxygenation
Gambar 6. Emfisema pulmonal pada proyeksi foto AP dan Lateral
10
Gambar 7. Emfisema Pullman
gambar 8.Emfisema pulmonal
Gambar 9. Emfisema pulmonal
11
Gambar 10. Emfisema Pullman
7. PROGNOSIS
Prognosis jangka pendek maupun jangka panjang bergantung pada umur dan gejala
klinis waktu berobat. Penderita yang berumur kurang dari 50 tahun dengan : sesak ringan, 5
tahun kemudian akan terlihat ada perbaikan. Sesak sedang, 5 tahun kemudian 42% penderita
akan sesak lebih berat dan meninggal.(1)
DAFTAR PUSTAKA
1. Soemantri ES, Uyainah A. Bronkitis kronik dan emfisema paru. Dalam: Suyono S.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2001.
Hal : 827-881
2. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Global strategy for
the diagnosis, management, and prevention of chronic obstructive pulmonary dis-
ease. Bethesda (MD): Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
(GOLD). 2008
3. Hanania NA, Donohue JF. Pharmacologic interventions in chronic obstructive pul-
monary disease: bronchodilators. Proc Am Thorac Soc. Oct 1 2007;4(7):526-34
12
4. Rasad S. 2008. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta :BalaiPenerbit FKUI.
p131-144.
5. Snell R.S. 2007. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6.
Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran EGC. p82-94.
6. Takahashi M, Fukuoka J, Nitta N, Takazakura R, Nagatani Y, Murakami Y, et al.
Imaging of pulmonary emphysema: a pictorial review. Int J Chron Obstruct Pulmon
Dis. 2008;3(2):193-204.
13
Recommended