Penyebab Gagal Jantung
Dalam menilai pasien gagal jantung, penting untuk mengenali tidak saja penyebab yang
mendasari penyakit jantung tetapi juga penyebab yang memicu timbulnya gagal jantung.
Kelainan jantung akibat lesi bawaan atau didapat seperti stenosis katup aorta dapat menetap
selama bertahun-tahun dan tidak menimbulkan gangguan klinis. Namun demikian, seringkali
penampakan klinis jantung pertama kali selama kejadian beberapa gangguan akut yang
memberikan beban tambahan pada miokard yang sudah mendapat beban berlebih dalam
waktu lama. Jantung mungkin dapat mengompensasi tetapi tidak mempunyai cadangan
tambahan, dan penyebab pemicu menyebabkan kemunduran fungsi jantung lebih jauh lagi.
Pengenalan penyebab pemicu seperti ini sangat penting, sebab peringanan yang cepat
terhadap penyebab ini dapat menyelamatkan hidup. Namun, pada keadaan tanpa penyakit
jantung yang mendasari, gangguan akut ini saja biasanya tidak akan menyebabkan gagal
jantung (Braunwald, 2014).
Penyebab Pemicu
a. Emboli paru. Pasien yang tidak aktif secara fisis dengan curah jantung rendah
mempunyai risiko tinggi membentuk trombus dalam vena tungkai bawah atau
panggul. Emboli paru dapat berasal dari peningkatan lebih lanjut arteri pulmonalis,
yang sebaliknya dapat mengakibatkan atau memperkuat kegagalan ventrikel. Dengan
adanya bendungan pembuluh darah paru, emboli ini juga dapat menyebabkan infark
paru (Braunwald, 2014).
b. Infeksi. Pasien dengan bendungan pembuluh darah paru juga lebih rentan terhadap
injeksi paru; infeksi apapun dapat memicu terjadinya gagal jantung. Demam, takikardi
dan hipoksemia yang terjadi serta kebutuhan metabolik yang meningkat akan
memberi tambahan beban kepada miokard yang sudah kelebihan beban meskipun
masih terkompensasi pada pasien dengan penyakit jantung kronik (Braunwald, 2014).
c. Anemia. Pada anemia kebutuhan oksigen jaringan yang melakukan metabolise hanya
dapat dipenuhi dengan meningkatkan curah jantung; meskipun peningkatan curah
jantung seperti ini dapat dipertahankan oleh jantung normal, tetapi jantung yang sakit,
kelebihan beban kecuali masih terkompensasi, tidak dapat meningkatkan volume
darah yang cukup untuk dialirkan di perifer. Pada keadaan ini, kombinasi anemia dan
penyakit jantung terkompensasi sebelumnya dapat menyebabkan penghantaran
oksigen yang tidak memadai ke perifer dan memicu gagal jantung (Braunwald, 2014).
d. Tirotoksikosis dan kehamilan. Seperti pada anemia dan demam, pada tirotoksikosis
dan kehamilan, perfusi jaringan yang memadai membutuhkan peningkatan curah
jantung. Perkembangan atau intensifikasi gagal jantung sebenarnya mungkin
merupakan salah satu penampakan klinis hipertiroidisme pada pasien dengan penyakit
jantung yang mendasari sebelumnya masih dapat terkompensasi. Demikian juga,
gagal jantung tidak jarang terjadi pertama kali selama kehamilan pada perempuan
dengan penyakit katup reumatik, yaitu kompensasi jantung dapat kembali setelah
pelahiran (Braunwald, 2014).
e. Aritmia. Pada pasien dengan penyakit jantung terkompensasi, aritmia merupakan
penyebab pemicu gagal jantung yang paling sering. Aritmia menimbulkan efek yang
mengganggu dengan sejumlah alasan: (a) takiaritmia mengurangi periode waktu yang
tersedia untuk pengisian ventrikel. Pada pasien dengan penyakit jantung iskemik,
takiaritmia juga dapat menyebabkan disfungsi miokard yang mengalami iskemia. (b)
pemisahan yang terjadi antara kontraksi atrium dan ventrikel yang khas pada banyak
aritmia menyebabkan hilangnya mekanisme pompa penguat atrium, karenanya
meningkatkan tekanan atrium. (c) pada aritmia yang disertai dengan abnormalitas
konduksi intraventrikel, kemampuan miokard dapat lebih terganggu karena hilangnya
keselarasan kontraksi ventrikel yang normal. (d) bradikardi yang nyata disertai blok
atrioventrikel komplit atau bradiaritmia berat lainnya akan mengurangi curah jantung
kecuali volume sekuncup meningkat; respons kompensasi ini tidak dapat terjadi pada
disfungsi serius miokard bahkan pada keadaan tanpa gagal jantung (Braunwald,
2014).
f. Reumatik dan bentuk miokarditis lainnya. Demam reumatik akut dan sejumlah proses
infeksi atau peradangan lain yang mengenai miokard dapat mengganggu fungsi
miokard pada pasien dengan atau tanpa penyakit jantung sebelumnya (Braunwald,
2014).
g. Endokarditis infektif. Kerusakan katup tambahan, anemia, demam dan miokarditis
yang seringkali muncul sebagai akibat endokarditis infektif dapat, sendiri atau
bersama-sama, memicu gagal jantung (Braunwald, 2014).
h. Beban fisis, makanan, cairan, lingkungan dan emosional yang berlebihan.
Penambahan asupan sodium, penghentian obat gagal jantung yang tidak tepat,
transfusi darah, kegiatan fisis yang terlalu berat, kelembapan atau panas lingkungan
yang berlebihan dan krisis ekonomi dapat memicu gagal jantung pada pasien dengan
penyakit jantung yang sebelumnya masih dapat terkompensasi (Braunwald, 2014).
i. Hipertensi sistemik. Peningkatan tekanan arteri yang cepat, seperti yang terjadi pada
beberapa hipertensi yang berasal dari ginjal atau karena penghentian obat
antihipertensi , dapat menyebabkan dekompensasi (Braunwald, 2014).
j. Infark miokard. Pada pasien dengan penyakit jantung iskemik kronik tetapi
terkompensasi, selain tidak ada gejala klinis (tenang), kadang-kadang infark baru
yang terjadi dapat lebih mengganggu fungsi ventrikel dan memicu gagal jantung
(Braunwald, 2014).
Braunwald, Eugene. 2014. Gagaal Jantung dalam Buku Harison Prinsip-Prinsip Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi 13 volume 3. Jakarta; EGC
Recommended