1
KONSERVASI PENDIDIKAN
Authors: Angga Debby Frayudha MANAJEMEN PENDIDIKAN S2 UNNES
BAB I
I. PENDAHULUAN
Filsafat adalah the attempt to answer ultimate question critically (Joe Park,
Selected Reading in the Philosophy of Education, 1960:3). D.C. Mulder (Pembimbing ke
Dalam Ilmu Filsaat, 1966:10) mendefinisikan filsafat sebagai pemikiran teoritis tentang
susunan kenyataan sebagai keseluruhan. William James (Encyclopedia of Philosophy,
1967:219) menyimpulkan bahwa filsafat adalah a collective name for question which
have not been answered to the satisfication of all that have asked them. Namun, dengan
mengatakan bahwa filsafat ialah hasil pemikiran yang hanya logis, Objek pengetahuan
ilmu (yaitu objek-objek yang diteliti ilmu) ialah semua objek yang empiris. Jujun S.
Suriasumantri (Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, 1994: 105) menyatakan bahwa
objek kajian ilmu hanyalah objek yang berada dalam ruang lingkup pengalaman manusia.
Yang dimaksud pengalaman disini ialah pengalaman indera.
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) adalah
merupakan aturan pelaksanaan dari landasan dan struktural negara kita yaitu Pancasila
dan UUD Tahun1945. UU ini adalah merupakan dasar hukum pelaksanaan dan reformasi
Sistem Pendidikan Nasional karena UU ini juga memuat visi, misi, fungsi dan tujuan
Pendidikan Nasional. Dengan adanya sistem pendidikan nasional seperti sekarang ini
(UU No. 20 Tahun 2003 ) itu berarti akan memberikan kesempatan kepada setiap warga
negara mendapatkan pendidikan, dan jika seorang atau sekelompok masyarakat tidak bisa
mendapatkan kesempatan belajar maka mereka bisa menuntut hak itu kepada pemerintah.
Untuk mewujudkan Pendidikan yang bermutu, relevan dengan kebutuhan masyarakat dan
berdaya saing dalam kehidupan global, pembangunan nasional dalam bidang pendidikan
harus berdasarkan Pancasila dan UUD Tahun 1945.
Untuk itu, pendidikan yang baik perlu dibekali dengan ilmu-ilmu kontekstual terkait
lingkungan hidup dan konservasi melalui program pendidikan konservasi. Pendidikan
2
konservasi merupakan sarana membentuk sumberdaya manusia yang memiliki
pengetahuan, sikap, keterampilan, dan motivasi serta komitmen untuk ikut memecahkan
masalah konservasi dan lingkungan hidup dan mencegah timbulnya permasalahan
lingkungan. Dan salah satu indikator untuk mengembangkan pendidikan yang berbasis
konservasi yaitu kurikulum lingkungan berbasis alam dan pengembangan kegiatan
ekstrakurikuler berbasis tadabur alam, sehingga pengembangan dan pelaksanaan
pendidikan konservasi merupakan komponen yang penting dalam mewujudkan program
eco-pendidikan.
BAB II
II. RUMUSAN MASALAH
Pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang lahir dari masyarakat dan mendapat
dukungan dari masyarakat, serta memberikan pelajaran yang bisa menjawab kebutuhan
masyarakat, dengan indikasi bertanggungjawab, peka terhadap lingkungan, berkembang,
dapat memberikan perhatian yang seimbang antara pribadi dan masyarakat, pewaris
perjuangan, motivator, katalisator masyarakat, dan berilmu. Oleh karena itu diharapkan
pendidikan berbasis konservasi seharusnya mampu menjawab kebutuhan masyarakat
tanpa harus merusak lingkungan sekitar bahkan bertujuan untuk melestarikan lingkungan.
Berdasarkan keterangan di atas, perumusan masalah yang dapat diidentifikasi yaitu:
a. Bagaimana perspektif filsafat ilmu dalam manajemen pendidikan berbasis konservasi?
b. Bagaimana persepsi para pihak tentang pelaksanaan pendidikan konservasi?
c. Bagaimana program pelaksanaan pendidikan konservasi?
d. Bagaimana rancangan program pendidikan konservasi?
3
BAB III
III. PEMBAHASAN
A. Manajemen Pendidikan Berbasis Konservasi dalam Perspektif Filsafat Ilmu
Pengertian filsafat pada prinsipnya bisa diartikan sebagai love of wisdom, cinta
kebijakan. Pengertian ini mengacu pada arti terminologis dari filsafat, yang berasal
dari kata philos dan shopos (Al-Jauharie, 2006:1). Istilah ini sesuai dengan yang
dijabarkan oleh Ali, bahwa menurutnya kata filsafat berasal dari bahasa Yunani, kata
ini berasal dari kata philosophia yang berarti cinta pengetahuan. Terdiri dari kata
philos yang berarti cinta, senang, dan suka, serta kata Sophia yang berarti
pengetahuan, hikmah, dan kebijaksanaan (Ali, 1986:7).
Harold Titus dalam pengertian yang lebih luas mengemukakan pengertian
filsafat sebagai berikut:
1. Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam
yang biasanya diterima secara kritis.
2. Filsafat ialah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap
yang sangat kita junjung tinggi.
3. Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.
4. Filsafat ialah analisis logis dari bahasan dan penjelasan tentang arti konsep.
5. Filsafat ialah sekumpulan problema-problema yang langsung mendapat perhatian
manusia dan dicarikan jawabannya oleh ahli filsafat (Jalaludin dan Said, 1994:9).
Sementara itu, definisi dan tujuan pendidikan konservasi sumber daya alam
hayati dan ekosistemnya adalah suatu proses kegiatan dalam memberikan informasi
dan penyadaran masyarakat terhadap konservasi sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya kepada ekosistemnya kepada masyarakat (Dephut 2007).
Pendidikan konservasi adalah suatu usaha sadar yang dilakukan berulang-ulang
atau terus menerus yang bertujuan supaya masyarakat memiliki kesadaran dan
4
kepedulian terhadap konservasi sumberdaya alam dan segala permasalahannya yang
memiliki pengetahuan, sikap, keahlian, motivasi, dan komitmen untuk ikut
memecahkan masalah konservasi (Dephut 2007).
Tujuan pendidikan konservasi (Dephut 2007) adalah:
1. Mengembangkan kepekaan individu dan kelompok komunitas dan bangsa-bangsa
terhadap konservasi sumberdaya alam.
2. Memberikan kesempatan kepada semua orang untuk mendapatkan kesadaran,
pengetahuan, keahlian, dan komitmen untuk melakukan konservasi sumberdaya
alam.
3. Membentuk pola perilaku yang ramah terhadap sumberdaya alam.
4. Mengembangkan etika konservasi.
5. Memberantas buta konservasi.
6. Meningkatkan kualitas sumberdaya alam.
7. Pelaksanaan pendidikan konservasi melalui jalur formal.
Pelaksanaan pendidikan konservasi/pendidikan lingkungan hidup di sekolah
menurut Masy’ud (2001) dapat dilakukan dengan strategi dasar, sebagai berikut:
1. Pendekatan pembelajaran dapat ditempuh melalui pendekatan kurikuler dengan
cara integrasi atau dikembangkan sebagai kajian khusus dengan pendekatan
monolitik (MULOK), atau dikenal sebagai metode infuse dan block (Leksono
2008).
2. Pelaksanaannya di sekolah sebaiknya tetap menggunakan satuan organisasi
pendidikan yang sudah ada dalam struktur.
3. Pengembangan PLH di sekolah dapat dilakukan baik level sekolah (program
sekolah), juga perlu didorong pengembangannya pada level kelas atau bidang studi
(mata pelajaran) dengan melibatkan sebanyak mungkin peran guru.
4. Untuk menjamin keberhasilannya, pelaksanaan PLH harus dilakukan secara
berkelanjutan dan taat asas (konsisten), baik pada level sekolah, kelas, atau mata
pelajaran. Dalam hal ini setiap sekolah dapat mengembangkan jaringan kemitraan
dengan institutsi lain yang menaruh minat dan perhatian dalam bidang pendidikan
dan/atau lingkungan.
5. Untuk mengukur keberhasilannya, perlu dilakukan kegiatan evaluasi dan
pemantauan secara teratur dan berkesinambungan.
5
6. Penerapan prinsip “Reward and Punishment” (penghargaan dan hukuman) kepada
setiap pelaku (guru, sekolah maupun instansi pembina terkait) penting dilakukan
untuk mendorong perkembangan pelaksanaan PLH di sekolah-sekolah.
Pelaksanaan kegiatan pendidikan konservasi melalui jalur sekolah (formal)
maka unsur kunci yang harus diperhatikan adalah kurikulum sekolah, guru, sarana
pendidikan yang tersedia serta siswa (latar belakang, sosial, ekonomi, budaya, dan
lingkungan geografisnya (Muntasib 1998). Pengembangan pendidikan konservasi di
lingkungan sekolah dapat dilakukan di dalam kelas dan di luar kelas. Pelaksanaan di
dalam kelas dapat dilakukan dengan berbagai cara (Rachmawati 2000), diantaranya:
1. Materi atau bahan mengenai pendidikan konservasi dimasukkan ke dalam setiap
mata pelajaran yang ada.
2. Memadukan atau menyatukan materi pendidikan konservasi ke dalam materi
bidang studi atau mata pelajaran tertentu.
3. Menyisipkan beberapa pokok bahasan di dalam pembahasan suatu mata pelajaran.
4. Membuat soal-soal mengenai pendidikan konservasi.
Pelaksanaan pendidikan konservasi di luar kelas merupakan kelanjutan dari apa
yang sudah diberikan di dalam kelas (Rachmawati 2000). Menurut Suyudi (2008),
penerapan pendidikan konservasi/pendidikan lingkungan hidup dibutuhkan para
pelatih atau guru yang diharapkan dapat menerapkan dan melanjutkan bahkan bila
mampu mengembangkan program tersebut dari pengalaman yang diperoleh selama
menjalankan programnya. Disamping itu, juga dibutuhkan persiapan lain mulai dari
penyusunan silabus, pembuatan modul, penyiapan calon trainer dan fasilitator,
penyiapan core team yang akan menjadi advisory sekaligus technical asistance bagi
para guru dan pelatih, uji coba modul serta penyempurnaan modul dari proses uji
coba. Melalui serangkaian kegiatan di atas, diharapkan modul pendidikan lingkungan
hidup dapat diimplementasikan menjadi muatan lokal di sekolah tingkat dasar dan
menengah sebagai langkah membangun kesadaran baru dalam melestarikan
lingkungan hidup bagi kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang
Metode yang dapat digunakan untuk pelaksanaan pendidikan
konservasi/pendidikan lingkungan hidup antara lain demonstrasi, percobaan
(eksperimen), penyelidikan (inquiry), karyawisata/widyawisata (fieldtrip), pengajaran
proyek, diskusi, studi kasus, bermain peran, simulasi, brainstorming, dan kontrak
belajar (Masy‟ud 2001; Adisenjaja dan Romiah 2009).
B. Perencanaan Program Pendidikan Konservasi
6
Salah satu komponen penting dalam proses pendidikan adalah kurikulum yang
tepat dan relevan dengan dinamika kebutuhan masyarakat (Masy’ud 2002).
Kurikulum yang tepat dan relevan tersebut diharapkan dapat menghasilkan lulusan
pendidikan yang bermutu sesuai standar mutu nasional maupun internasional, yang
memiliki keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Kurikulum yang
dikembangkan berbasis kompetensi, menetapkan apa yang diharapkan dapat dicapai
siswa dalam setiap tingkatan belajar (pendidikan). Setiap kompetensi menggambarkan
langkah kemajuan siswa menuju kompetensi (kemampuan) pada tingkat lebih tinggi.
Suatu kompetensi adalah suatu pernyataan tentang apa yang sepantasnya dapat
dilakukan siswa secara terus menerus (permanen) dalam suatu kajian atau mata
pelajaran pada suatu tingkat tertentu.
Pengembangan kurikulum ini menyangkut empat komponen kurikulum
(Masy’ud 2002), yaitu:
1. Menentukan Tujuan
Rumusan tujuan disusun berdasarkan analisis terhadap berbagai tuntutan
kebutuhan dan harapan masyarakat dengan memperhatikan filsafat, faktor-faktor
kebutuhan masyarakat, maupun siswa, sesuai kondisi lingkungan yang ada seperti di
perkotaan dan pedesaan.
2. Menetapkan Isi (bahan)
Isi kurikulum menunjukkan materi yang diberikan kepada siswa selama
mengikuti proses pendidikaan atau proses belajar mengajar. Rumusan materi yang
akan diberikan dapat berupa masalah-masalah yang berhubungan dengan kehidupan
dan kondisi lingkungan fisik, biotik, dan sosial budaya yang dipelajari untuk
mencapai tujuan.
3. Merumuskan Kegiatan Belajar Mengajar (Proses)
Kegiatan belajar mengajar mencakup penentuan metode dan keseluruhan
proses belajar mengajar yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Sehingga harus
diarahkan pada cara belajar mandiri (CBM) dan sekolah berbasis manajemen
(SBM).
4. Menentukan Evaluasi
Evaluasi banyak bergantung pada tujuan yang hendak dicapai. Hal ini sangat
penting dalam rangka menghasilkan balikan (feedback) untuk mengadakan
7
perbaikan. Oleh karena itu evaluasi harus dilakukan terus menerus baik terhadap
hasil maupun proses belajar.
Sementara itu, langkah-langkah dan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
menyusun silabus kurikulum menurut Shaleh (2005) yaitu:
a. Menelaah standar kompetensi dasar dan hasil belajar dengan
mempertimbangkan ciri khas satuan pendidikan sosial keagamaan, sosial
budaya, lingkungan setempat dan usia perkembangan anak.
b. Menetapkan tujuan pembelajaran
c. Menetapkan satuan bahan ajar yang dilengkapi dengan uraian/ruang lingkup
masing-masing
d. Mempertimbangkan bobot bahan ajar dan memantapkan alokasi waktu yang
diperlukan
e. Menetapkan sumber belajar utama yang akan dipergunakan siswa untuk
mencapai kemampuan yang ditetapkan
Aspek yang termasuk dalam kegiatan penyusunan silabus menurut Shaleh
(2005) meliputi: menetapkan format dan isi silabus, kompetensi dasar, hasil belajar,
indikator kompetensi, materi pembelajaran, metode dan langkah pembelajaran,
alokasi waktu dan tempat, sarana dan sumber belajar, dan penilaian.
C. Penyelenggaraan Pendidikan Konservasi
Pendidikan konservasi merupakan salah satu komponen penting dalam
penyelenggaraan eco-sekolah. Pendidikan konservasi untuk siswa di sekolah sebagai
wujud aplikasi proses belajar mengajar materi konservasi dan lingkungan hidup
berdasarkan ajaran Islam dan wujud partisipasi pelestarian lingkungan.
Penyampaian materi konservasi dalam bentuk pendidikan konservasi menjadi
bekal bagi siswa sebagai generasi penerus bangsa, yang akan menjadi anggota
masyarakat, pengambil keputusan, dan pelaku lingkungan. Penyampaian materi
konservasi untuk siswa dapat dilakukan melalui kurikulum secara terintegrasi maupun
berupa kegiatan ekstrakurikuler.
Kementerian Lingkungan Hidup RI (2008) menyatakan bahwa model
pembelajaran dan metode belajar yang bervariasi dilakukan untuk memberikan
pemahaman kepada siswa tentang lingkungan hidup yang dikaitkan dengan kehidupan
sehari-hari. Kegiatan ekstrakurikuler di sekolah salah satunya dengan memprakarsai
pengembangan pendidikan lingkungan hidup di sekolah.
8
Bapedalda DIY (2006) menyatakan bahwa mewujudkan pendidikan
berwawasan lingkungan hidup adalah kegiatan yang strategis untuk
menumbuhkembangkan kesadaran dan kearifan lingkungan melalui penghayatan oleh
seluruh wargasekolah atau suatu institusi formal lainya, terutama siswa atau
mahasiswa. Sub unit pengelolaan kegiatan belajar mengajar berwawasan lingkungan
hidup dengan menyusun materi wawasan lingkungan hidup yang diberikan kepada
siswa sebagai pedoman, yang disusun dalam bentuk tulisan (buku, leaflet, brosur, dll)
atau disampaikan langsung dalam program ekstrakurikuler yang dapat dikerjasamakan
dengan lembaga/instansi terkait. Kegiatan belajar mengajar berwawasan lingkungan
hidup juga dapat berupa pelaksanaan kegiatan cinta lingkungan melalui program
kegiatan siswa dan atau kegiatan sosial lain yang diprakarsai oleh sekolahan
(Bapedalda DIY 2006).
a. Kekuatan (Strength)
1. Kebijakan Pimpinan sekolah yang mendorong adanya pendidikan konservasi.
2. Secara umum, guru bersedia mengintegrasikan materi pendidikan konservasi
pada mata pelajaran yang diajarkan.
3. Adanya keinginan yang kuat dari mayoritas siswa untuk mewujudkan suasana
kehidupan sekolah yang berwawasan lingkungan.
4. Adanya keinginan kuat dari keseluruhan siswa untuk mengikuti
penyelenggaraan pendidikan konservasi.
5. Memiliki lahan yang luas dan prasarana fisik lainnya yang dapat digunakan
untuk menunjang penyelenggaraan program pendidikan konservasi.
6. Memiliki keanekaragaman hayati flora dan fauna di lingkungan sekolah yang
dapat dikembangkan sebagai sumber pembelajaran.
7. Memiliki program-program lingkungan yang telah dan akan dilaksanakan oleh
sekolah.
8. Memiliki keberagaman mata ajaran yang dapat menjadi wadah integrasi materi
konservasi.
b. Kelemahan (Weaknesses)
1. Sebagian besar guru belum memiliki kompetensi mengajar pendidikan
konservasi.
2. Ada sebagian kecil guru yang belum bersedia mengintegrasikan materi
pendidikan konservasi pada mata ajaran yang diasuhnya.
3. Ketersediaan sarana/peralatan laboratorium masih kurang.
9
4. Beban mata ajaran yang ada sudah padat, sehingga tidak memungkinkan untuk
penambahan mata ajaran baru.
D. Implementasi Program Pendidikan Konservasi
Program pendidikan konservasi disusun berdasarkan strategi prioritas yang
diperoleh dari analisis dengan pendekatan SWOT. Program ini terdiri dari tema yang
akan dijabarkan menjadi beberapa kegiatan yang merupakan gabungan beberapa
materi. Program ini bertujuan untuk mengembangkan aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik siswa. Program pendidikan konservasi di sekolah disusun sebagai
berikut:
1. Tema Program
Program ini diberi tema “Mengembangkan Siswa Pro Konservasi”. Siswa pro
konservasi yaitu siswa yang memiliki kemampuan dan komitmen untuk melakukan
upaya konservasi. Siswa pro konservasi sangat diperlukan untuk turut serta membantu
menyelesaikan permasalahan lingkungan dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk itu,
diperlukan program pendidikan konservasi bagi siswa.
2. Tujuan
Tujuannya adalah menjadi program unggulan sekolah yang mampu
mewujudkan lulusan siswa yang beriman dan bertaqwa serta membentuk siswa agar
memiliki pengetahuan dan wawasan terhadap konservasi, sehingga akan muncul sikap
pro konservasi yang pada akhirnya nanti akan muncul perilaku dan mampu
menerapkan keterampilan-keterampilan pemanfaatan sumberdaya serta mampu
menyebarluaskan konsep dan teknis konservasi kepada masyarakat.
3. Pelaksana
Kurikuler Pelaksana program ini yaitu yaitu guru dengan pendekatan integratif
dengan pendekatan ekstrakurikuler. Pendekatan integratif perlu adanya kesediaan
guru untuk mengintegrasikan materi konservasi pada mata ajaran yang diampunya.
Persyaratan lain yaitu guru harus memiliki kompetensi yang memadai sehingga
dapat menyampaikan materi konservasi dengan maksimal tanpa harus mengurangi
atau mengubah kandungan asli mata ajaran yang menjadi wadah materi konservasi.
Apabila materi konservasi yang disisipkan bersifat menambah kompetensi dasar,
maka konsekuensi harus ada penambahan jam pelajaran, akan tetapi apabila materi
konservasi yang disisipkan hanya berupa pengkayaam materi dengan memperbanyak
contoh-contoh dan studi kasus maka tidak perlu menambah jam pelajaran.
4. Ekstrakurikuler
10
Pendidikan konservasi di sekolah dapat dilaksanakan dengan pendekatan
ekstrakurikuler dengan membentuk klub baru “kader konservasi” di bawah Organisasi
Pelajar. Kegiatan ekstrakurikuler di sekolah dapat berupa ekstrakurikuler wajib
maupun pilihan.
5. Materi Pengajaran
Materi pengajaran pada program pendidikan konservasi dikelompokkan ke
dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik berdasarkan kajian karakteristik bio-
fisik dan sosekbud lingkungan sekolah, serta disesuaikan dengan isu permasalahan
lingkungan aktual tingkat lokal, nasional, maupun global.
6. Metode Pelaksanaan Program
Program akan dilaksanakan melalui pemberian teori dan praktek, baik di dalam
kelas maupun di luar kelas. Metode pembelajaran meliputi kombinasi dari berbagai
metode dengan tujuan untuk menghindari kejenuhan siswa terhadap materi yang
disampaikan, yaitu meliputi diskusi, bermain peran (role playing), percobaan
(eksperimen), karyawisata (fieldtrip), pengamatan langsung (observasi), penyelidikan
(inquiry), dan pengajaran proyek.
Shaleh (2005) mengemukakan bahwa banyak metode belajar-mengajar yang
telah dikenal guru, akan tetapi, bagaimana menggunakan suatu metode dengan
pendekatan keterampilan agar dapat menunjang siswa belajar aktif masih menjadi
problem. Hal ini akan menjadi titik tolak uraian dalam peninjauan diagram yang
menggambarkan hubungan antara beberapa metode yang dianggap cukup penting
dalam pengaturan cara belajar, yaitu: metode pemberian tugas, metode demonstrasi
dan eksperimen, metode proyek, metode diskusi, metode karyawisata, metode tanya
jawab, metode sosiodrama dan bermain peran, metode bercerita, metode latihan, dan
metode ceramah (Shaleh 2005).
7. Media Pembelajaran
Media pembelajaran berdasarkan taksonomi Leshin et al. (1992) dalam Arsyad
(2009) ada beberapa tingkatan. Pertama, media berbasis manusia yang terdiri dari
guru, tutor, instruktur, main peran, kegiatan kelompok, dll. Kedua, media berbasis
cetakan yang terdiri dari buku, penuntun, buku kerja/latihan, dan lembaran lepas.
Ketiga, Media berbasis visual yang terdiri dari buku, charts, grafik, peta,
figur/gambar, transparansi, dan film bingkai atau slide. Keempat, media berbasis
audio-visual yang terdiri dari video, film, slide bersama tape, dan televisi. Kelima,
11
media berbasis komputer yang terdiri dari pengajaran dengan bantuan komputer dan
video interaktif
Media yang digunakan meliputi media cetak, media elektronik, dan
lingkungan. Hamalik (1986) dalam Arsyad (2009) menyatakan bahwa pemakaian
media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan
dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan
bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Arsyad (2009)
menyatakan bahwa media disiapkan untuk memenuhi kebutuhan belajar dan
kemampuan siswa, serta siswa dapat aktif berpartisipasi dalam proses belajar
mengajar. Oleh karena itu, perlu dirancang dan dikembangkan lingkungan
pembelajaran yang interaktif yang dapat menjawab dan kebutuhan belajar perorangan
dengan menyiapkan kegiatan pembelajaran dengan medianya yang efektif guna
menjamin terjadinya pembelajaran. Oleh karena itu, media yang akan digunakan yaitu
media pembelajaran konvensional dengan metode modern.
8. Alokasi Waktu
Program pendidikan konservasi dengan pendekatan integratif dilaksanakan
dengan menyesuaikan alokasi waktu standar kompetensi mata ajaran yang menjadi
wadah integrasi yaitu 40 menit/jam pelajaran. Waktu penyampaian materi disesuaikan
dengan waktu penyampaian pokok pelajaran.
Program pendidikan konservasi dengan pendekatan ekstrakurikuler
dilaksanakan dalam jangka waktu satu tahun dengan waktu pertemuan satu kali dalam
seminggu, pada hari Jumat. Waktu setiap kali pertemuan disesuaikan dengan
kebutuhan yang ada. Satu pertemuan minimal dalam durasi waktu selama 40 menit.
Antara satu materi dengan materi lain tidak sama penggunaan alokasi waktu,
tergantung dengan banyak sedikitnya materi yang akan disampaikan dan praktik yang
akan dilaksanakan.
9. Evaluasi
Alat penilaian menurut Shaleh (2005) ada yang berbentuk tes dan ada yang
berbentuk non-tes. Alat penilaian berbentuk tes merupakan semua alat penilaian yang
hasilnya dapat dikategorikan menjadi benar dan salah, misalnya penilaian untuk
mengungkapkan aspek kognitif dan psikomotorik. Alat penilaian non-tes hasilnya
tidak dapat dikategorikan benar salah, dan umumnya dipakai untuk mengungkapkan
aspek afektif.
12
Evaluasi dalam program pendidikan konservasi ini dilakukan dengan tertulis
dan non tertulis. Tertulis dilakukan dengan tes maupun kuesioner untuk mengukur
tingkat pengetahuan dan keterampilan siswa, sedangkan non tertulis dilakukan dengan
diskusi, pengamatan sikap dan hasil karya untuk mengukur tingkat sikap dan juga
keterampilan siswa.
10. Rincian Program
Pembelajaran pendidikan konservasi menggunakan pendekatan kurikuler dan
nonkurikuler. Pendekatan kurikuler dengan cara integratif, sedangkan pendekatan
non-kurikuler dalam bentuk ekstrakurikuler dengan membentuk club baru.
E. Implementasi Program Pendidikan Konservasi dengan Pendekatan Integratif
a) Mata Pelajaran Wadah Integrasi
Pelaksanaan pendidikan konservasi dengan pendekatan integratif yaitu dengan
menyisipkan materi konservasi pada mata ajaran yang sudah ada. Mata pelajaran yang
menjadi wadah integrasi merupakan mata ajaran yang memiliki daya serap baik oleh
siswa dan juga mata pelajaran yang memiliki muatan materi yang berkaitan dengan
materi konservasi.
Pendekatan integratif akan menyisipkan pesan konservasi pada mata ajaran
yang telah ditetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasarnya per pokok
bahasan pada tiap jenjang kelas dan program . Mata ajaran yang mengacu pada
kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional sesuai dengan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional RI Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah dan Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar
Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yaitu mata ajaran
biologi, sosiologi, bahasa Inggris. Mata pelajaran yang mengacu pada kurikulum
Kementerian Agama RI sesuai dengan Peraturan Menteri Agama RI Nomor 2 Tahun
2008 tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi Pendidikan Agama Islam
dan Bahasa Arab Madrasah yaitu mata ajaran al-qur‟an hadits, fiqih, aqidah akhlak,
dan bahasa Arab. Mata pelajaran yang mengacu pada kurikulum sekolah yang sifatnya
lokal sesuai dengan kebijakan sekolah yaitu komputer dll.
b) Materi Pendidikan Konservasi yang diintegrasikan
Materi pendidikan konservasi yang diintegrasikan meliputi:
1. Penanaman
2. Konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya
13
3. Konvensi nasional dan internasional tentang keanekaragaman hayati
4. Perubahan iklim
5. Pengelolaan sampah dan limbah
6. Islam dan lingkungan
Implementasi Program Pendidikan Konservasi dengan Pendekatan
Ekstrakurikuler Pendidikan konservasi di Sekolah Darul Muttaqien dapat
dilaksanakan dengan pendekatan ekstrakurikuler dengan membentuk klub baru “kader
konservasi” di bawah Organisasi Pelajar Darul Muttaqien (OPDM). Kegiatan
ekstrakurikuler di Sekolah Darul Muttaqien dapat berupa ekstrakurikuler wajib
maupun pilihan.
Kementerian Lingkungan Hidup (2008) menyatakan bahwa indikator dan
kriteria program eco-sekolah salah satunya dengan pengembangan kegiatan
ekstrakurikuler berbasis tadabbur alam. Warga pondok sekolah perlu dilibatkan dalam
berbagai aktivitas pembelajaran lingkungan hidup untuk mewujudkan pondok sekolah
yang ramah lingkungan. Pondok sekolah juga perlu melibatkan masyarakat di
sekitarnya dalam melakukan berbagai kegiatan yang memberikan manfaat bagi warga
pondok sekolah dan masyarakat. Kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler di pondok sekolah
antara lain:
1) Mengadakan kegiatan tadabbur alam.
2) Berperan aktif dalam kegiatan aksi lingkungan hidup yang dilakukan oleh berbagai
pihak.
3) Membangun jejaring dan kemitraan dengan lembaga terkait.
4) Memprakarsai pengembangan pendidikan lingkungan hidup di pondok sekolah
Program ekstrakurikuler menurut Shaleh (2005) merupakan kegiatan
pembelajaran yang diselenggarakan di luar jam pelajaran yang disesuaikan dengan
kebutuhan pengetahuan, pengembangan, bimbingan, dan pembiasaan siswa agar
memiliki kemampuan dasar penunjang. Kegiatan-kegiatan dalam program
ekstrakurikuler diarahkan kepada upaya memantapkan pembentukan kepribadian
siswa. Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan pendidikan yang dilakukan di
luar jam pelajaran yang materinya tidak terdapat dalam uraian kompetensi dasar atau
silabus pendidikan mata pelajaran. Kegiatan ekstrakurikuler dilaksanakan di sekolah
maupun di luar lingkungan sekolah dengan maksud memperluas pengetahuan dan
wawasan siswa dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
14
Kegiatan ekstrakurikuler di sekolah secara umum dapat dilakukan dalam
berbagai bentuk dan jenis, meliputi (Shaleh 2005):
1) Pembinaan keimanan dan ketakwaan.
2) Pembinaan berbangsa dan bernegara.
3) Pembinaan kepribadian dan akhlak mulia.
4) Pembinaan berorganisasi dan kepemimpinan.
5) Pembinaan keterampilan dan kewiraswastaan.
6) Pembinaan kesegaran jasmani dan daya kreasi.
7) Pembinaan persepsi, apresiasi, dan kreasi seni.
Shaleh (2005) menyatakan bahwa kegiatan ekstrakurikuler dapat terlaksana
dengan baik dan memperoleh hasil serta manfaat yang optimal, perlu diperhatikan
beberapa hal sebagai berikut:
1) Adanya program kerja atau kerangka acuan untuk masing-masing kegiatan
ekstrakurikuler.
2) Kegiatan ekstrakurikuler hendaknya diadakan di luar jam belajar efektif, yaitu pada
waktu liburan. Rancangan kegiatan ini dimasukkan dalam RAPBS (Rencana
Anggaran Pendanaan dan Belanja Sekolah).
3) Jenis program kegiatan ekstrakurikuler yang akan dilaksanakan oleh sekolah
hendaknya diprioritaskan pada:
a) Kegiatan yang banyak diminati siswa.
b) Ketersediaan pembina/instruktur yang mempunyai kemampuan, keterampilan,
dan wawasan untuk kegiatan tersebut.
c) Ketersediaan sarana dan prasarana serta dana yang mendukung.
4) Kegiatan ekstrakurikuler tersebut mendapat dukungan orang tua siswa.
Rancangan program pendidikan konservasi dengan pendekatan ekstrakurikuler
dilakukan menggunakan media elektronik, cetak, dan lingkungan. Sumber pustaka
yang digunakan yaitu Al-Quran, Hadits, kitab kuning, dan buku teks, sedangkan
metode evaluasi yang digunakan yaitu tertulis, non tertulis, dan observasi.
15
IV. Kesimpulan
1. Sekolah memiliki potensi biofisik dan sosekbud yang potensial untuk menunjang
pelaksanaan pendidikan konservasi yang didukung oleh persetujuan (99%) oleh
para pihak, baik internal maupun eksternal sekolah.
2. Warga sekolah memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan terkait lingkungan
yang beragam, namun cenderung kurang sehingga perlu diberikan pendidikan
konservasi.
3. Program non kurikuler sekolah yang berkaitan dengan lingkungan yaitu inisiasi
internal sekolah yang meliputi pengelolaan sumberdaya lahan dan sumberdaya air;
dan inisiasi dari ekternal sekolah berupa kerjasama.
4. Program kurikuler sekolah yang berkaitan dengan lingkungan yaitu Biologi,
Sosiologi, Bahasa Arab, Bahasa Inggris, Fiqih, Aqidah Akhlak, Al-Quran Hadits,
Fiqih Kitab, Tafsir, dan Hadits.
5. Pendidikan konservasi di sekolah dapat dilaksanakan dengan dua pendekatan, yaitu
pendekatan kurikuler berupa integratif pada mata ajaran tersebut dengan
penambahan kompetensi dasar maupun pengkayaan materi; dan pendekatan non
kurikuler berupa ekstrakurikuler dengan membentuk klub baru di bawah OPDM
(Organisasi Pelajar Darul Muttaqien).
16
DAFTAR PUSTAKA
Ali, H. 1990. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Kota Kembang
Al-Jauharie, Imam Khanafie. 2006. Filsafat Islam: Pendekatan Tematik. Pekalongan: STAIN
Pekalongan Press.
Jalaluddin dan Said, U. 1988. Filsafat Pendidikan Islam: Konsep dan Pengembangan
Pemikirannya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Perkasa.
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/51315/E11spr.pdf. di akses tanggal 15
September 2013 pukul 10:25
http://www.fs.fed.us/outdoors/naturewatch/implementation/Curricula/FS-Learner-
Guidelines.PDF. di akses tanggal 15 September 2013 pukul 10:44
http://www.izea.net/education/Developing%20a%20Conservation%20Education%20Program
.pdf. di akses tanggal 15 September 2013 pukul 10:48
http://sumut.kemenag.go.id/file/file/TULISANPENGAJAR/ufpi1363795117.pdf. di akses
tanggal 15 September 2013 pukul 10:55
http://erwinhariyanto.files.wordpress.com/2011/04/filsafat-ilmu-prof-dr-ahmad-tafsir.pdf.
di akses tanggal 15 September 2013 pukul 13:38