MAKALAH SISTEM RESPIRASI I
FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI I
Kelas B/Semester 2
Disusun oleh kelompok 4:
1. Rahmadiah Fitriani Sadokaki (130012068)
2. Rany Trimustika Mayangsari (130012069)
3. Ratika Dwi Febrian Putri (130012070)
4. Risa Lailatul Hidayah (130012071)
5. Said (130012072)
6. Silvianita Fitri Anggraini (130012073)
7. Siti Aminah Hidayat (130012074)
Prodi S1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yayasan Rumah Sakit Islam Surabaya
Surabaya
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena dengan rahmat dan karunia-
Nyalah sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan dan tepat pada
waktunya. Makalah ini berisikan materi Sistem Respirasi I yang membahas
tentang “Fisiologi Sistem Respirasi I”. Diharapkan Makalah ini dapat
memberikan informasi terhadap kita semua tentang bagaimana Pemenuhan
Istirahat Tidur tersebut.
Selesainya penyusunan ini berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada dosen pembimbing.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas kebaikan yang di berikan
kepada kami. Kami menyadari Makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu
kritik dan saran sangat diharapkan oleh kami.Akhirnya penulis berharap semoga
Makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkompeten. Amin.
Surabaya, 13 Mei 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan Penulisan 2
BAB II TINJAUAN TEORI 3
2.1 Kurva Disosiasi 3
2.1.1 Hemoglobin dan Suhu 5
2.1.2 Hemoglobin dan pH 5
2.1.3 Hemoglobin dan DPG 5
2.2 Pusat dan Kontrol Pengaturan Pernapasan 6
2.2.1 Kontrol Fisiologis Sistem Pernapasan 6
2.3 Pernapasan Saat Olah Raga, Menyelam, dan Di Ketinggian 11
2.3.1 Pada kondisi olah raga/Latihan (Exercise) 11
2.3.2 Respirasi pada kondisi ketinggian yang berbeda 14
2.3.3 Kondisi Menyelam 15
2.3.4 Respirasi pada Tempat Tinggi 18
2.4 Jenis Gangguan Respirasi 20
2.5 Terapi Pernapasan Hiperbarik 24
2.6 Faktor Yang Memengaruhi Fungsi Paru 25
2.6.1 Usia26
2.6.2 Jenis Kelamin 26
2.6.3 Suhu Tubuh 26
2.6.4 Posisi atau Kedudukan Tubuh 26
2.6.5 Aktivitas 27
2.6.6 Status Kesehatan 27
2.6.7 Polusi Udara 27
2.7 Faktor Yang Memengaruhi Kebutuhan Oksigen (O2)/Pernapasan 27
2.7.1 Faktor Fisiologi 27
2.7.2 Faktor Perkembangan 27
2.7.3 Faktor Lingkungan 28
2.7.4 Gaya Hidup28
2.7.5 Status Kesehatan 29
2.7.6 Narkotika 29
2.7.7 Perubahan/Gangguan Pada Fungsi Pernapasan 29
2.7.8 Perubahan Pola Nafas 29
2.7.9 Obstruksi Jalan Nafas 30
BAB III PENUTUP 31
3.1 Kesimpulan 31
3.2 Saran 32
DAFTAR PUSTAKA 33
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem respirasi adalah suatu sistem pertukaran gas oksigen O2 dan
karbondioksida CO2 antara sel-sel tubuh serta lingkungan. Sistem respirasi
berperan untuk menukar udara kepermukaan dalam paru-paru. Udara masuk
dan menetap dalam sistem respirasi dan masuk dalam pernapasan otot
sehingga trakea dapat melakukan penyaringan, penghangatan dan
melembabkan udara yang masuk juga melindungi permukaan organ yang
lembut. Hantaran tekanan menghasilkan udara diparu-paru melalui saluran
pernapasan atas.
Fungsi sistem respirasi primer adalah untuk memfasilitasi masuknya
oksigen ke dalam aliran darah dan secara bersamaan memungkinkan
terbuangnya karbon dioksida dari sistem ini. Sistem respirasi harus memiliki
kemampuan untuk merespons dengan cepat berbagai kebutuhan tubuh dan
memainkan peran penting dalam memperbaiki dan memepertahankan
hemeostasis di dalam jaringan.
Jadi untuk memperjelas materi sistem respirasi maka kami akan
membahasnya dalam makalah ini dengan judul “Fisiologi Sistem Respirasi I”.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana kurva disosiasi?
2. Bagaimanakah pusat dan kontrol pengaturan pernapasan?
3. Bagaimana pernapasan saat olah raga, menyelam, dan di ketinggian?
4. Apa sajakah jenis gangguan respirasi?
5. Apa yang dimaksud terapi pernapasan hiperbarik?
6. Apa sajakah faktor yang memengaruhi fungsi paru?
7. Apa sajakah faktor yang memengaruhi kebutuhan oksigen
(O2)/pernapasan?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami kurva disosiasi.
2. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pusat dan kontrol
pengaturan pernapasan.
3. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pernapasan saat olah raga,
menyelam, dan di ketinggian.
4. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami jenis gangguan respirasi.
5. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami terapi pernapasan
hiperbarik.
6. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami faktor yang memengaruhi
fungsi paru.
7. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami faktor yang memengaruhi
kebutuhan oksigen (O2)/pernapasan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Kurva Disosiasi
Kurva disosiasi memperlihatkan presentase kejenuhan hemoglobin pada
garis ventrikal dan tekanan parsial oksigen pada garis horizontal. Kurva
disosiasi oksihemoglobin merupakan kurva sigmoid (berbentuk S) karena
kapasitas pengisian oksigen pada hemoglobin (afinitas pengikatan oksigen)
bertambah jika kejenuhan bertambah. Demikian pula, jika pelepasan
oksigennya (pelepasan oksigen terikat) meningkat, kejenuhan oksigen
darahpun meningkat. Hemoglobin dikatakan 97% jenuh pada PO2 100
mmHg, seperti yang terjadi pada udara alveolar.
Lereng kurva disosiasi ini menjadi tajam diantara tekanan 10 sampai 50
mmHg dan mendatar di antara 70 sampai 100 mmHg. Dengan demikian, pada
tingkat PO2 yang tinggi, muatan yang besar hanya sedikit memengaruhi
kejenuhan hemoglobin, seperti penurunan hemoglobin, seperti penurunan
sampai 50 mmHg. Jika PO2 turun sampai di bawah 50 mmHg, seperti yang
terjadi dalam jaringan tubuh, perubahan PO2 ini walupun sangat sedikit dapat
mengakibatkan perubahan yang besar pada kejenuhan hemoglobin dan
volume oksigen yang dilepas.
Darah arteri secara normal membawa 97% oksigen dari kapasitasnya
untuk melakukan hal tersebut. Dalam darah vena, PO2 mencapai 40 mmHg
dan hemoglobin masih 75% jenuh, ini menunjukkan bahwa darah hanya
melepas sekitar seperempat muatan oksigennya saat melewati jaringan. Hal
ini memberikan rentang keamanan yang tinggi jika sewaktu-waktu
pernapasan terganggu atau kebutuhan oksigen jaringan meningkat.
Kurva disosiasi oksihemoglobin dapat dipengaruhi oleh sejumlah
faktor. Walaupun demikian, factor yang paling sering mempengaruhi ikatan
hemoglobin dengan oksigen adalah suhu, pH, dan konsentrasi DPG. Faktor-
faktor ini menyebabkan pergeseran kurva baik ke kiri maupn ke kanan.
Pergeseran kurva ke kiri akan mengakibatkan hemoglobin tetap terikat
sepenuhnya dengan oksigen pada tekanan parsial oksigen ke jaringan perifer
mungkin lebih besar dari normal.
Ambilan oksigen oleh hemoglobin di dalam alveoli menurun.
Pergeseran ke kanan mengakibatkan oksigen terlepas dari hemoglobin pada
tekanan parsial oksigen yang lebih tinggi dari biasanya, menyebabkaan
perubahan jumlah oksigen yang dikirim ke jaringan perifer.
2.1.1 Hemoglobin dan Suhu
Peningkatan temperature yang terjadi dalam visinitas sel-sel yang
bermetabolis aktif juga akan menggerakkan kurva ke kanan dan
meningkatkan penghantaran oksigen ke otot yang bergerak.
2.1.2 Hemoglobin dan pH
Peningkatan PCO2 darah atau peningkatan asiditas darah (penurunan
pH darah dan peningkatan konsentrasi ion hidrogen) melemahkan
ikatan antara oksigen dan hemoglobin, sehingga kurva bergerak ke
kanan. Terhadap tingkat PO2 manapun, peningkatan asiditas darah
menyebabkan hemoglobin melepaskan lebih banyak oksigen ke
jaringan.
a. Sel-sel yang bermetabolis aktif, seperti saat berolah raga, melepas
lebih banyak CO2 dan ion hidrogen.
b. Efek peningkatan CO2 dan penurunan pH darah disebut efek Bohr.
Efek ini semakin besar pada tingkat PO2 yang rendah, oksigen dari
hemoglobin untuk penggunaannya.
2.1.3 Hemoglobin dan DPG
Peningkataan konsentrasi 2,3-DPG (difosfatgliserat), suatu metabolit
glikolisis yang ditemukan dalam sel darah merah akan menurunkan
afinitas hemoglobin terhadap oksigen dan menggerakkan kurva
disosiasi oksigen-hemoglobin ke kanan.
a. Konsentrasi 2,3-DPG perlahan meningkat saat kadar oksigen secara
kronik menurun, seperti pada anemia atau insufisiensi jantung.
Metabolit ini bereaksi dengan hemoglobin dan mengurangi
afinitasnya terhadap oksigen sehingga semakin banyak oksigen yang
tersedia untuk jaringan.
b. Konsentrasi 2,3-DPG juga penting dalam transfer oksigen dari darah
maternal ke darah janin. Hemoglobin janin (hemoglolbin F)
memiliki afinitas lebih besar terhadap oksigen dibandingkan
hemoglobin dewasa (hemoglobin A), inilah perubahan akibat kerja
2,3-DPG terhadap hemoglobin F.
2.2 Pusat dan Kontrol Pengaturan Pernapasan
2.2.1 Kontrol Fisiologis Sistem Pernapasan
Tidak seperti jantung, paru-paru tidak mempunyai irama spontan.
Ventilasi bergantung pada irama kerja pusat batang otak dan keutuhan
jalan dari pusat tersebut ke otot pernapasan. Ada dua pusat pernapasan
di medula oblongata, yaitu pusat yang merangsang inspirasi dengan
kontraksi diafragma (dengan kerja saraf frenikus) dan pusat lain yang
mempersarafi mekanisme inspirasi dan ekspirasi interkostal serta otot
aksesori.
Diketahui bahwa saraf frenikus dan interkostal keluar dari medula
spinalis C6, sedangkan saraf motorik yang menyerupai otot aksesoris
keluar dan nomor saraf yang lebih tinggi. Kali ini berimplikasi pada
terjadinya kontrol pernapasan dan kepatenannya pada orang yang
mengalami cidera medula spinalis.
Di dalam pons terdapat dua pusat yang disebut pusat
pneumotaksik dan pusat apneustik. Kedua pusat tersebut sangat
dipengaruhi oleh pengaturan korteks serebral, sistem limbik, dan
hipotalamus. Kontrol volunter dan kontrol ivolunter dilakukan oleh
serat desenden dari pusat otak lain. Pengaturan kontrol tersebut
mempermudah perubahan dalam mekanisme pernapasan yang terlihat
seperti pada saat menelan, batuk, berteriak dan tindakan yang
dikehendaki.
Neuron mempersarafi otot inspirasi dengan cara memberikan
implus ke otot ini sehingga menimbulkan inspirasi. Selain itu, neuron
juga merangsang pusat pneumotaksik. Sebaliknya, pusat pneumotaksik
menghambat impuls kembali ke neuron inspirasi, sehingga
menyebabkan penghentian inspirasi.
Ekspirasi terjadi secara pasif. Setelah ekspirasi, neuron inspirasi
kembali terangsang secara otomatis. Selama olahraga atau aktivitas
lainnya, kadang-kadang bila ventilasi kuat terjadi, neuron ekspirasi
medula oblongata secara teoreetis akan berpartisipasi dalam
menyebabkan terjadinya ekshalasi aktif. Semakin komperhensif
gambaran proses pernapasan, maka semakin banyak data yang
dibutuhkan. Pusat pernapasan di medula oblongata, pons dan jaringan
sensorik khusus dalam aorta dan karotid, disebut sebagai badan aortik
dan badan karotid.
Kedua badan ini berfungsi mengatur frekuensi dan volume
pernapasan. Perubahan pada PO2, PCO2 dan pH merangsang semua
aktifitas pernapasan. Penurunan tekanan persial oksigen dalam arteri
dapat merangsang merangsang ventilasi. Kemoreseptor perifer yang
terdapat dalam badan karotid dan badan aorta yang peka terhadap
penurunan PO2 berperan dalam proses homeostatis.
Bila kadar karbon dioksida dalam darah meningkat (hiperkapnea),
pH darah menurun menjadi asam karena karbon dioksida berdifusi
dengan cepat ke dalam cairan serebrospinal ( cerebrospinal fluid- CSF)
yang pH-nya juga menurun. Pusat kemoreseptor yang terletak di
medula oblongata berespon terhadap pH yang rendanh dengan cara
meningkatkan frekuensi dan volume pernapasan melalui rangsangan
medula oblongata ke otot inspirasi. Vasodilatasi serebral juga terjadi
selama asidosis dengan cara meningkatkan suplai karbon dioksida
kecairan serebrospinal.
Gambar 1-17. Skema pengatur pernapasan di pons dan medula oblongata. Memperlihatkan
posisi pusat pengatur pernapasan utama dan faktor penting lainnya sebagai kontrol refleks
pernapasan. Arah panah mempunyai dampak pada stimulasi pernapasan, sedangkan garis
merupakan respons pada penghambat akselarasi pernapasan. (Sumber: Simon dan
Schuster, 2003)
Rendahnya nilai pH darah umumnya disebabkan oleh hiperkapnea,
meskipun pH darah juga dapat menurun karena sebab lain seperti
produksi asam laktat selama metabolisme anaerob atau adanya penyakit
ginjal yang menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan ion hidrogen,
kalium, dan bikarbonat. Rendahnya pH darah , secara cepat akan
menjadi toksik terhadap semua reaksi kimia dalam tubuh. Prinsip ini
dan kekuatan respons medula oblongata terhadap hiperkapnea
menggambarkan pentingnya regulasi karbon dioksida dan ion hidrogen
untuk proses kehidupan.
Meskipun badan aortik dan karotid merespons hiperkapnea dan
rendahnya pH dengan meningkatkan ventilasi, namun respons ini masih
lemah dibandingkan kerja medula oblongata. Selanjutnya badan ini
merespons kuat hipoksia (penurunan PO2) Hipoksia merangsang badan
karotid yang merupakan tanda terhadap saraf sinus karotid. Nilai PO2
yang rendah dapat merangsang badan aortik untuk mengaktifkan saraf
vagus lalu menyebabkan medula oblongata meningkatkan ventilasi.
Pada orang dengan kadar karbon dioksida yang tinggi dan kronis,
kontrol hiperkapnea untuk mengatur karbon dioksia dapat hilang karena
adanya penyesuaian diri. Pada beberapa orang perubahan pada PO2
seerta respons badan karotid dan oaortik dapat memberikan hanya
rangsangan untuk menyelaraskan ventilasi. Pada orang dengan kadar
PCO2 yang tinggi dan kronis serta PO2 yang rendah medula oblongata
ditekan oleh hiperkapnea jangka panjang dan hipoksia dapat
menyebabkan berhentinya pernapasan atau apnea.
Secara normal reseptor perifer memainkan peran minor dalam
ventilasi. Rangsangan emosional secara umum meningkatkan
ventilasi. Kecepatan dan kedalaman ventilasi telah ditunjukkan
meningkat sebelum latihan dan menimbulkan hipotesis bahwa
pengenalan ancaman dapat memengaruhi medula oblongata.
2.3 Pernapasan Saat Olah Raga, Menyelam, dan Di Ketinggian
2.3.1 Pada kondisi olah raga/Latihan (Exercise)
Latihan/olahraga yang dilakukan dengan level yang tinggi dapat
mengakibatkan stress yang ekstrim pada tubuh. Perbandingannya sebagai
berikut seorang yang sakit demam akan mengalamai peningkatan
metabolisme 100% di atas normal, tetapi seorang atlet maraton metabolisme
di dalam tubuhnya akan meningkat 2000% di atas normal (Suleman, 2006).
Ventilasi paru-paru umumnya diketahui mempunyai hubungan linear dengan
konsumsi oksigen pada tingkat latihan yang berbeda.
Pada saat latihan intensif konsumsi oksigen akan meningkat. Seorang
atlet yang latihan teratur mempunyai kapasitas paru yang lebih besar
dibandingkan dengan individu yang tidak pernah berlatih (Adegoke and
Arogundade, 2002). Nilai ventilasi paru pada saat istrahat, latihan sedang dan
besar dapat dilihat pada tabel berikut:
Pada kondisi normal laju respirasi selama istrahat dalam lingkungan
termonetral yaitu 12x/menit dan volume tidal 500 ml. Dengan demikian
volume udara pernapasan dalam satu menit sama dengan 6 liter. Namun pada
saat latihan yang intensif laju respirasi meningkat 35-45 kali/menit. Pada
seorang atlet yang terlatih laju respirasi dapat mencapai 60-70 kali/menit
selama latihan maksimal. Volume tidal juga meningkat 2 liter atau lebih
selama latihan. Pada atlet pria, ventilasi paru dapat meningkat 160 liter/menit
selama latihan maksimal (Anonim, 2008).
Beberapa penelitian melaporkan bahwa volume ventilasi paru dalam
satu menit dapat mencapai 200 liter, bahkan pada atlet football professional
dapat mencapai 208 liter (Wilmore dan Haskel, 1972). Terdapat hubungan
yang kecil antara volume dan kapasitas paru dengan bermacam-macam jenis
olahraga. Seperti pada pelari maraton dibandingkan dengan yang bukan pelari
dengan ukuran tubuh yang sama, tidak ada perbedaan yang nyata untuk nilai
fungsi paru. Lebih besarnya volumne paru dan kemampuan respirasi pada
seorang atlet dimungkinkan karena faktor genetik.
Beberapa peningkatan fungsi paru merupakan refleks kekuatan otot
paru-paru terhadap latihan yang spesifik (Anonim, 2008).
Gambar. Hasil pengukuran antrhopometrik tubuh, fungsi paru dan
ventilasi paru dalam satu menit.
Volume paru berhubungan dengan ukuran badab, dimaan seorang
yang tubuhnya besar mempunyai paru yang besar (Brian, 2004). Volume paru
ditentikan juga oleh luas permukaan tubh untuk pertukaran gas. Salah satu
kemungkinannya adalah volume paru dan luas permukaan yang besar dapat
memberikan keuntungan untuk pertukaran gas pada saat latihan aerobik.
Namun hal tersebut tidak terlihat pada kasus tertentu, seperti pelari
marathon mempunyai volume paru yang tidak berbeda dengan seorang yang
bukan pelari dengan ukuran tubuh yang sama (Brian, 2004).
Luas permukaan paru yang besar ditemukan pada seorang yang
memerlukan pertukaran gas lebih banyak, seperti pada atlet perenang
mempunyai volume paru yang besar dibandingkan dengan bukan perenang.
Volume paru yang besar pada seorang perenang mungkin karena perubahan
adaptif pada saat respira (Brian, 2004).
2.3.2 Respirasi pada kondisi ketinggian yang berbeda
Pengetahuan terapan hukum-hukum fisika yang berhubungan
dengan sistem pernapasan pada kondisi ketinggian tertentu (Penyelam,
penerbangan dan puncak gunung) adalah sangat penting. Hal tersebut
disebabkan perubahan sifat atmosfer pada ketinggian tertentu dapat
merugikan faal tubuh khususnya dan kesehatan pada umunya
(Danusastro, 2008). Hukum gas berguna untuk menjelaskan gangguan
fisiologi pada penerbangan atau penyelam (Anonim, 2008, danusastro,
2008)
1) Hukum difusi gas
Hukum difusi gas ini penting untuk menjelaskan pernapasan, baik
pernapasan luar maupun dalam. Hukumini mengatakan bahwa gas
akan berdifusi dari tempat yang bertekanan parsialnya tinggi
ketempat yang tekanan parsialnya rendah. Selanjutnya kecepatan
berdifusi ditentukan oleh besarnya selisih tekanan parsial tersebut
dan tebalnya dinding pemisah.
2) Hukum Boyle
Hukum ini penting untuk menjelaskan penyakit dekompresi. Hukum
boyle ini mengatakan bahwsa apabila volume suatu gas tersebut
berbanding terbalik dengan tekanannya.
P.V=C
P= Pressure atau tekanan
V= Volume atau isi
C= Constant atau tetap
3) Hukum Dalton
Hukum ini penting untuk menghitung tekanan parsial gas dalam
suatu campuran gas, misalnya menghitung tekanan parsial oksigen
dalam udara pernapasan pada beberapa ketinggian guna menjelaskan
hipoksia. Hukum ini mengatakan bahwa tekanan total suatu
campuran gas sama dengan jumlah tekanan parsial gas-gas penyusun
campuran tersebut.
Pt=P1 + P2+.......+ Pn
4) Hukum Henry
Hukum ini penting untuk menjelaskan penyakit dekompresi seperti
bends, chokes, dan sebagainya yang dasarnya adalah penguapan gas
yang larut. Hukum ini mengatakan bahwa jumlah gas yang larut
dalam suatu cairan tertentu berbanding lurus dengan tekanan parsial
gas tersebut pada permukaan cair tersebut.
A1 x P2 = A2 x P2
5) Hukum Charles
Hukum ini penting tentang turunya tekanan oksigen atau
berkurangnya persediaan oksigen bila isi tetap,maka tekanan
tersebut berbanding lurus dengan suhu absolutnya. Jadi apabila
seseorang membawa oksigen dalam botol pada penerbangan tinggi,
suhunya akan lebih rendah, maka tekanan gas tersebut akan menurun
pula atau dengan kata lain persediaan oksigen akan berkurang. Bila
isi tetap:
P1:P2=T1:T2
2.3.3 Kondisi Menyelam
Bernapas merupakan suatu hal yang sangat penting pada
kehidupan, terutama bagi seorang penyelam. Pada saat penyelam
P1= Tekanan SemulaP2= Tekanan yang BaruT1= Tekanan absolut mula-mulaT2= Suhu Absolut Kemudian
A= Jumlah gas yang larutP= Tekanan pasial gas pada permukaan cairan.
Pt= tekanan total campuran gasP1. P2 dan seterusnya adalah tekanan parsial masing-masing gas.
tekanan atmosfer di permukaan laut dengan didalam laut berbeda.
Tekanan atmosfer akan menurun pada ketinggian karena atmosfir
diatasnya berkurang, sehingga udara pun berkurang. Demikian
sebaliknya tekanan akan meningkat bila seorang menyelam dibawah
permukaan air. Hal tersebut disebabkan perbedaan berat dari atmosfir
dan berat dari air di atas penyelam.
Berdasarkan hukum pascal yang menyatakan bahwa tekanan
terdapat di permukaan cairan akan menyebar keseluruh arah secara
merata dan tidak berkurang pada setiap tempat dibawah permukaan
laut. Tekanan akan meningkat sebesar 760 mmHg (1 atm) untuk setiap
kedalaman 10 m (33 kaki). Satuan-satuan dari jumlah tekanan adalah
atmosfir absolut ( ATA) sedang ukuran tekanan (Gauge Pressure)
menunjukan tekanan yang terlihat pada alat pengukur dimana terbaca 0
pada tingkatan permukaan, karena tekanan tersebut selalu 1 atm lebih
rendah daripada tekanan absolut (Anonim, 2008).
Seorang penyelam yang menghirup napas penuh di permukaan
akan merasakan paru-parunya semakin lama semakin tertekan oleh air
sekelilingnya sewaktu penyelam tersebur turun. Sebelum penyelam,
tekanan udara di dalam paru-paru seimbang dengan tekanan udara
atmosfer yang rata-rata 760 mmHg atau 1 Atmosfer pada permukaan
laut. Namun pada saat menyelam, udara mengalir ke dalam paru,
tekanan udara didalam paru harus lebih rendah daripada tekanan udara
atmosfer.
Kondisi tersebut diperoleh dengan membesarnya volume paru.
Menurut hukum boyle tekanan gas didalam tempat tertutup berbanding
terbalik dengan besarnya volume. Bila ukuran tempat diperbesar,
tekanan udara di dalamnya turun. Bila ukuran diperkecil tekanan udara
didalamnya naik. hukum boyle berlaku terhadap semua gas-gas didalam
ruangan tubuh sewaktu penyelam masuk kedalam air maupun sewaktu
naik ke permukaan (Anonim, 2008)
Sebagai contoh, apabila seorang penyelam Scuba menghirup napas
penuh (6 Liter) pada kedalaman 10 meter (2 ATA), menahan napasnya
dan naik ke permukaan (1 ATA), udara di dalam dadanya akan berlipat
ganda volumenya menjadi 12 liter, makan penyelam tersebut harus
menghembuskan 6 lietr udara selagi naik untuk menghindari agar paru-
parunya tidak meledak.
Di permukaan laut (1 ATA) dalam tubuh manusia terdapat kira-kira
1 liter larutan nitrogen. Apabila seorang penyelam turun sampai
kedalaman 10 meter (2 ATA) tekanan parsiel dari nitrogen yang
dihirupnya menjadi 2 kali lipat dan akhirnya yang terlarut dalam
jaringan juga menjadi 2 kali lipat (2 Liter). Waktu sampai terjadinya
keseimbnagan tergantung pada daya larut gas didalam jaringan dan
pdad kecepatan suplai gas kedalam jaringan oleh darah. Hal tersebut
sesuai dengan hukum Henry yang menyatakan bahwa pada suhu
tertentu jumlah gas yang terlarut didalam suatu cairan berbanding lurus
dengan tekanan parsial dari gas tersebut di atas cairan (Anonim, 2008).
Pada kondisi diatas permukaan laut gas nitrogen terdapat dalam
udara pernapasan sebesar 79%. Nitrogen tidak mempengaruhi fungsi
tubuh karena sangat kecil yang larut dalam plasma darah, sebab
rendahnya koefisien kelarutan pada tekanan diatas permukaan laut.
Tetapi bagi seorang penyelam scuba atau pekerja caisson (Pekerja
pembangun saluran di bawah air) yang berada pada kondisi udara
pernapasan dibawah tekanan tinggi, jumlah nitrogen yang terlarut
dalam plasma darah dan cairan intestitial sangat besar. Hal tersebut
mengakibatkan pusing atau mabuk yang disebut dengan gejala nitrigen
narcosis (Soewolo, et al. 1999).
Bila seorang penyelam dibawa kepermukaan perlahan-lahan,
nitrogen terlarut dapat dihilangkan melalui paru. Namun demikian bila
seorang penyelam naik ke permukaan dengan cepat, nitrogen keluar
larutan dilepas melalui respirasi dengan cepat sekali, malahan akan
membentuk gelembung gas dalam jaringan, yang mengakibatkan
decompression sickness atau casion atau cassion bends.
Penyakit ini khusus akibat dari adanya gelembung jaringan syaraf,
bisa pada tingkat sedang atau hebat bergantung pada jumlah gelembung
gas yang terbentuk. Gejalanya meliputi rasa sakit di persendian,
terutama lengan dan kaki, pening, napas pendek, sangat lelah, paralisis
dan rasa tidak enak badan. Hal tersebut dapat dicegah dengan cara
menaikkan secara perlahan kepermukaan laut (Soewolo, et al. 1999)
2.3.4 Respirasi pada Tempat Tinggi
Tekanan barometer di berbagai ketinggian tempat berbeda. Pada
ketinggian permukaan laut tekanan barometer 760 mmmHg sedangkan
pada ketinggian 10.000 kaki diatas permukaan laut hanya 523 mmHg
dan pada 50.000 kaki adalah 87 mmHg. Penurunan tekanan barometer
merupakan dasar penyebab semua persoalan hipoksia pada fisiologi
manusia ditempat tinggi. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa seiring
dengan penurunan tekanan barometer akan terjadi juga penurunan
tekanan oksigen parsial yang sebanding, sehingga tekanan oksigen
selalu tetap sedikit lebih rendah 20-21% dibanding tekanman barometer
total.
Jadi pada ketinggian permukaan laut total tekanan atmosfer 760
mmHg, ketika diatas 12.000 kaki tekanan barometernya hanay 483
mmHg. Dalam hal ini terjadi penurunan total tekanan atmosfer yang
berarti lebih sedikit 40% molekul per pernapasan pada saat berada di
tempat tinggi dibandingkan dengan permukaan laut (Anonim, 2008).
Apabila seseorang berada di tempat yang tinggi selama beberapa
hari, minggu atau tahun, menjadi semakin teraklimatisasi terhadap
tekanan pasrial oksigen yang rendah sehingga efek buruknya terhadap
tubuh makin lama semakin berkurang. Proses aklimatisasi antara satu
smapai tiga hari ( Anonim, 2008). Prinsip-prinsip utama yang terjadi
pada aklimatisasi ialah peningkatan ventilasi paru meningkat,
vaskularisasi jaringna menigkat dan kemampuan sel dalam
menggunakan oksigen meningkat, sekalipun tekanan parsial oksigennya
rendah ( Guyton, 1994).
Aklimatisasi meliputi beberapa struktur dan fungsi tubuh seperti
mekanisme kemoreseptor menigkat, tekanan arteri pulmonalis
meningkat. Selanjutnya tubuh memproduksi sel darah merah lebih
banyak didalam sumsum tulang untuk membawa oksigen, tubuh
memproduksi lebih banyak enzim 2,3-biphosphoglyserate yang
memfasilitasi pelepasan oksigen dari hemoglobin ke jaringan tubuh.
Proses aklimatisasi secara perlahan menyebabklan dehidrasi, urinasi,
meningkatkan ukuran alveoli, menurunkan kekebalan membran alveoli,
yang diikuti dengan perubahan pertukaran gas (Anonim, 2008).
Setelah mengalami aklimatisasi seseorang di tempat yang tinggi
akan mengalami peningkatan kapasitas difusi oksigen. Kapasitas difusi
normal oksigen ketika melalui membran paru kira-kira 21 ml/mmHg/
menit. Kapasitas difusi tersebut dapat meningkat sebanyak tiga kali
lipat selama olahraga. Sebagian dari peningkatan tersebut disebabkan
oleh volume darah kapiler paru yang sangat meningkat. Sebagian lagi
desebabkan oleh peningkatan volume paru yang mengakibatkan
meluasnya permukaan membran alveoulus. Terakhir disebabkan
peningkatan tekanan arteri paru. Tekanan tersebut akan mendorong
darah masuk lebih banyak ke kapiler alveolus (Guyton, 1994).
Seorang atlete untuk kompetisi pada temapat dengan lokasi
ketinggian yang bervariasi perlu melakukan proses aklimatisasi
sebelum perlombaan. Seorang pemanjat gunung pada ketinggian sedang
akan mengalami penurunan tekanan atmosfer 7-8%. Orang tersebut
akan mengalami penurunan pemasukan oksigen sehingga diduga dapat
menurunkan kekuatan otot 4-8% tergantung durasi kompetensi.
Hal tersebut tidak menguntungkan untuk mencapai finis, apabila
hal tersebut terjadi tanpa melakukan aklimatisasi terlebih dahulu
(Anonim, 2008). Meskipun seorang atlete yang melakukan persiapan
dan aklimatisasi dengan baik, tidak akan sama dengan penduduk asli di
pegunungan andes yang memilki kapasitas dada yang besar, alveoli dan
pembuluh kapiler besar dan jumlah sel darah merah lebih banyak
( Anonim, 2008).
Aklimatisasi alami pada orang yang tinggal di tempat tinggi, seperti
penduduk yang tinggal di pegunungan aedes dan himalaya 9Ketinggian
13.000-19.000 kaki) mempunyai kemapuan yang sangat superior dalam
hbunganyya dengan sistem respirasi, dibandingkan dengan penduduk
dari tempat rendah dengan kemampuan aklimatisasi yang terbaik
tinggal di tempat tinggi. Proses aklimatisasi tersebut telah dimulai
semenjak bayi.
Terutama ukuran dadanya sangat besar, sedangkan ukuran
tubuhnya sedikit lebih kecil, sehibgga rasio kapasitas ventilasi terhadap
massa tubuh menjadi besar. Selain itu, jantungnya terutama jantung
kanan jauh lebuh besar daripada jantung yang tinggal di temapat
rendah. Jantung kanan yang besar tersebut menghasilkan tekanan yang
tinggi dalam arteri pulmonalis sehingga dapat mendorong darah melalui
kapiler paru yang telah sangat melebar (Guyton, 1994).
Pengangkutan oksigen oleh darah ke jaringan lebih mudah pada
orang yang telah teraklimatisasi di tempat tinggi. Tekanan parsial 02
pada orang-orang yang tinggal di tempat itnggi 40 mm hg, tetapi karena
jumlah hemoglobinyya lebih banayk, maka jumlah oksigen dalam darah
arteri menjadi lebih banyak, maka jumlah oksigen dalam darah arteri
menjadi lebih banyak dibanding oksigen dalam darah penduduk di
tempat tinggi 15 mmHg lebih rendah dsripada tekanan parsial 01 vena
pada penduduk di temapat rendah, sekalipun tekanan parsial 02 nya
rendah. Hal tersebur menunjukkan yang secara alami telah mengalami
aklinatisasi (Guyton, 1994).
2.4 Jenis Gangguan Respirasi
Otot Pernapasan yang Abnormal
a. Penyakit otot
Kelemahan otot. Kelumpuhan otot misalnya pada polimielitis dan
sindrom guillain-bare (GBS)
b. Fungsi mekanis otot yang berkurang
Fungsi mekanis yang berkurang seperti pada emfisema
Fungsi mekanis otot berkurang pada ekspirasi misalnya obesitas.
Kelainan otot pernapasan dapat berupa kelelahan, kelemahan dan
kelumpuhan. Penelitian yang dilakukan monod scherrer pada otot diafragma
yang mengalami kelelahan, menyimpulkan bahwa keleahan yang terjadi dan
berkembang pada tot bergantung pada jumlah energi yang tersimpan dalam
otot, kecepatan pemasokan energi dan pemakaian otot yang tepat.
Pernapasan Normal Keterangan
Eupnea a. Pola pernapasan normal eupnea merupakan
pernafasan normal yang spontan biasanya terjadi
tanpa disadari.
b. Ventilasi ini terjadi sesuai dengan kebutuhan
oksigen tubuh agar metabolisme dapat berjalan
normal
c. Pada keadaan normal frekuensi pernafasan 13 –
17 x /menit. Dengan frekwensi sebesar itu akan di
peroleh volume semenit. Sebesar 7,5 liter /menit.
d. Beberapa penulis mengambil batasan untuk
frekuensi normal 20 x/ menit dengan volume tidal
500 ml.
Hiperapnea a. Peningkatan fentilasi paru yang dihubungkan
dengan kebutuhan metabolisme karena kebutuhan
oksigen meningkat.
b. kebutuhan oksigen yang meningkat dapat dicapai
dengan cara meningkatkan frekuensi pernapasan,
volume tidal atau keduanya.
Hiperventilasi a. Hiperventilasi juga berarti peningkatan ventilasi
paru. Tetapi ini lebih di tujukan kepada ventilasi
Jika kemampuan dinding thoraks atau paru untuk mengembang mengalami penurunan sedangkan tahanan pada saluran pernapasan meningkat maka tenaga yang diperlukan oleh otot pernapasan guna memberikan perubahan volume serta tenaga yang diperlukan kerja pernapasan juga akan bertambah.
sebagai akibat metabolisme yang berlebihan.
b. Pengertian hiperventilasi akan lebih jelas bila di
hubungkan dengan istilah ventilasi lain seperti
ventilasi alveoli PCO2 atau PO2.
c. Perbedaan hierpnea dan hiperventilasi akan
tampak lebih jelas kepada orang sehat. Ventilasi
periodik pada orang akan menyebabkan
penurunan PCO2 dan PO2.
d. Pada hipeprnea peristiwa tersebut tidak akan
terjadi. Hiperventilasi dapat timbul pada
penderita dengan insuvisiensi jantung dan pada
penyakit bronkhopulmona seperti kor pulmona
dan PPON.
Apnea a. Apnea berarti pernafasan berhenti atau gerakan
pernapasan hilang
b. Pada keadaan normal pernapasan berhenti dapat
terjadi sewaktu seseorang menelan. Kadang
kadang juga bisa timbul disaat melahirkan
c. Apnea yang abnormal terjadi bila menyertai
hiperventilasi atau timbul sebagai akibat trauma.
Jika Apnea berlangsung cukup lama maka disebut
respiratory arest.
Pola Pernapasan Abnormal Keterangan
Pernapasan Biot a. Pola pernapasan biot sering timbul pada penyakit
akibat kerusakan otak.
b. Secara klinis pola yang terlihat adalah satu atau
beberapa kali usaha melakukan pernapasan
dengan amplitudo dan irama yang tidak teratur,
serta diselingi periodik istirahat.
Pernapasan Cheynestoke a. pernapasan cheynestokes merupakan suatu
keadaan pernapasan dengan irama pernapasan
yang semakin lama akan semakin besar.
b. Setelah mencapai maksimum irama pernapasan
berubah semakin lama menjadi semakin kecil dan
kemudian dilanjutkan dengan tahap apnea, jadi
rangkaian pernapasannya diputus-putus oleh
periode apnea.
c. Tipe pernapasan ini dapat terjadi pada pendrita
dengan kegagalan jantung kongestif kemungkinan
disebabkan oleh waktu sirkulasi ke otak yang
meningkat.
d. Pola pernapasan seperti ini dijumpai pula pada
klien dengan kerusakan otak karena trauma,
penyakit lain atau tekana intra kranial yang
meningkat.
Pernafasan kusmaull Pola pernapasan kusmaull berupa irama pernapasan
yang lambat dalam dan teratur. Klinis keadaan ini
dijumpai pada klien dengan asidesis metabolik.
Pola Pernapasan Keterangan
Hipoventilasi a. Merupakan suatu penurunan frekuensi ventilasi.
b. Penurunan ini berkaitan dengan metabolisme atau
kecepatan metabolisme yang sedang berlangsung.
c. Contoh, kecepatan ventilasi paru 8 liter/menit
sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan seorang
yang sehat dalam keadaan istirahat guna
mempertahankan fungsi minimal organ vital
tetapi bila orang tadi meakukan latihan ringan saja
sudah timbul hipoventilasi.
Takipnea a. Merupakan peningkatan frekuensi pernafasan
tanpa memperhatikan ada atau tidaknya
perubahan pada ventilasi paru secara keseluruhan.
b. Takipnea dapat timbul bersamaan dengan
hiperpnea atau hiperventilasi.
c. Takipnea juga dapat terjadi bersamaan dengan
hipoventilasi pada keadaan ventilasi paru
menurun secara keseluruhan sehubungan dengan
penurunan volume tidal.
Dispnea a. Merupakan kesukaran bernapas dan keluhan
subjektif akan kebutuhan oksigen yang
meningkat.
b. Dispnea dapat juga diartikan sebagai suatu tanda
diperlukannya peningkatan pernapasan.
c. Dispnea merupakan suatu keluhan dan bukan
gejala. Beberapa penulis membedakan riwayat
dispnea akut dan kronis guna mempermudah
pengkajian keperawatan dalam menentukan
masalah keperawatan klien.
d. Sensasi dispnea sering dihubungkan dengan
kelainan mekanis paru misalnya klien dengan
kapasitas ventilasi yang berkurang atau sering
tampak pada insuvisiensi jantung.
Ortopnea Sesak napas yang terjadi bila penderita berada dalam
posisi berbaring. Sesak napas akan berkurang bila
penderita dalam posisi tegak (duduk atau berdiri)
2.5 Terapi Pernapasan Hiperbarik
Terapi oksigen Hiperbarik termasuk pengobatan non-medis, karena
tidak menggunakan obat-obatan untuk diminum, tetapi tetap dijalankan oleh
dokter atau tenaga medis lain. Terutama berguna bagi penderita diabetes yang
mengalami luka gangren yang sulit sembuh, yang umumnya harus
diamputasi. Terapi ini merupakan cara penyembuhan dengan menghirup
oksigen murni. Pasien ditempatkan dalam suatu alat tertutup khusus (ruang
hiperbarik) yang mempunyai tekanan udara tinggi 1,5-3 atmosfer. Tekanan
tinggi ini akan meningkatkan jumlag oksigen dalam aliran darah dan jaringan
sebanyak 10-13 kali dari kondisi normal.
Terapi oksigen Hiperbarik memasok oksigen dengan cepat dan dalam
konsentrasi tinggi ke daerah luka. Tekanan yang tinggi mengubah proses
pernapasan seluler yang normal sehingga oksigen larut dalam plasma.
Akibatnya terjadi peningkatan dalam oksigenasi jaringan yang merangsang
pertumbuhan pembuluh darah yang baru sehingga mempercepat
penyembuhan luka gangren.
Membanjiri jaringan dengan oksigen, akan menghentikan penyebaran
racun dan meningkatkan pembasmian bakteri. Dengan demikian luka gangren
terhindar dari infeksi.
Prosedur terapi oksigen Hiperbarik: begitu pasien memasuki ruang
hiperbarik, tekanan di dalam ruang akan ditingkatkan secara bertahap sampai
ke tingkat nyaman bagi pasien. Pasien akan merasakan peningkatan tekanan
tersebut pada telinganya., namun petugas akan memberikan petunjuk cara
menyesuaikan diri. Di dalam ruang hiperbarik, pasien bias tidur, atau
membaca, nonton tv, mendengarkan musik dll. Setelah di anggap mencukupi,
tekanan udara dikembalikan secara bertahap. Lamanya pasien berada dalam
ruang hiperbarik bergantung pada kondisi luka, namun biasanya sekitar 2
jam. Dilakukan sekali atau dua kali per hari, selama sekitar 10 hari untuk
kondisi akut. Sedangkan pasien dengan kondisi kronis bias menjalani terapi
hiperbarik selama beberapa bulan. Bias dilakukan secara rawat jalan.
Berbeda dengan pengobatan non-medis lain yang relative lebih
murah daripada pengobatan medis, terapi oksigen hiprbarik tidaklah murah.
Bahkan boleh di katakan sangan mahal.
2.6 Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Paru
Jumlah udara yang keluar masuk ke paru-paru setiap kali bernapas
disebut sebagai frekuensi pernapasan. Pada umumnya,frekuensi pernapasan
manusia setiap menitnya sebanyak 15-18 kali. Cepat atau lambatnya
frekuensi pernapasan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya :
2.6.1 Usia
Semakin bertambahnya usia seseorang akan semakin rendah
frekuensi pernapasannya. Hal ini berhubungan dengan energi yang
dibutuhkan. Usia yang mana saat lahir terjadi perubahan respirasi yang
besar yaitu paru-paru yang sebelumnya berisi cairan menjadi berisi
udara. Bayi memiliki dada yang kecil dan jalan nafas yang pendek.
Bentuk dada bulat pada waktu bayi dan masa kanak-kanak, diameter
dari depan ke belakang berkurang dengan proporsi terhadap diameter
transversal. Pada orang dewasa thorak diasumsikan berbentuk oval.
Pada lanjut usia juga terjadi perubahan pada bentuk thorak dan pola
napas.
2.6.2 Jenis Kelamin
Pada umumnya pria memiliki frekuensi pernapasan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan wanita.Kebutuhan akan oksigen serta
produksi karbondioksida pada pria lebih tinggi dibandingkan wanita.
2.6.3 Suhu Tubuh
Semakin tinggi suhu tubuh seseorang maka akan semakin cepat
frekuensi pernapasannya, hal ini berhubungan dengan peningkatan
proses metabolisme yang terjadi dalam tubuh. Suhu sebagai respon
terhadap panas, pembuluh darah perifer akan berdilatasi, sehingga darah
akan mengalir ke kulit. Meningkatnya jumlah panas yang hilang dari
permukaan tubuh akan mengakibatkan curah jantung meningkat
sehingga kebutuhan oksigen juga akan meningkat. Pada lingkungan
yang dingin sebaliknya terjadi kontriksi pembuluh darah perifer,
akibatnya meningkatkan tekanan darah yang akan menurunkan
kegiatan-kegiatan jantung sehingga mengurangi kebutuhan akan
oksigen.
2.6.4 Posisi atau Kedudukan Tubuh
Frekuensi pernapasan ketika sedang duduk akan berbeda
dibandingkan dengan ketika sedang berjongkok atatu berdiri. Hal ini
berhubungan erat dengan energi yang dibutuhkan oleh organ tubuh
sebagai tumpuan berat tubuh.
2.6.5 Aktivitas
Seseorang yang aktivitas fisiknya tingi seperti olahragawan akan
membutuhkan lebih banyak energi daripada orang yang diamatau
santai, oleh karena itu, frekuensi pernapasan orang tersebut juga lebih
tinggi. Gerakan dan frekuensi pernapasan diatur oleh pusat pernapasan
yang terdapat di otak. Selain itu, frekuensi pernapasan distimulus oleh
konsentrasi karbondioksida (CO₂) dalam darah.
2.6.6 Status Kesehatan
Status kesehatan, pada orang yang sehat sistem kardiovaskuler dan
pernapasan dapat menyediakan oksigen yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan tubuh. Akan tetapi penyakit pada sistem kardiovaskuler
kadang berakibat pada terganggunya pengiriman oksigen ke sel-sel
tubuh. Selain itu penyakit-penyakit pada sistem pernapasan dapat
mempunyai efek sebaliknya terhadap oksigen darah. Salah satu contoh
kondisi kardiovaskuler yang mempengaruhi oksigen adalah anemia,
karena hemoglobin berfungsi membawa oksigen dan karbondioksida
maka anemia dapat mempengaruhi transportasi gas-gas tersebut ke dan
dari sel.
2.6.7 Polusi udara
Polusi udara,dengan adanya polusi udara, kecepatan pernapasan
kita terganggu. Bernapas menjadi lebih menyesakkan sehingga
kecepatan pernapasan menurun, jumlah oksigen yang dihisap menurun,
kita pun menjadi lemas.
2.7 Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigen (O2)/Pernapasan
2.7.1 Faktor fisiologis
Faktor fisiologis yang mempengaruhi oksigenasi meliputi :
a. Penurunan kapasitas membawa oksigen
b. Penurunan konsentrasi oksigen oksigen yang diinspirasi
2.7.2 Faktor perkembangan
Saat lahir terjadi perubahan respirasi yang besar yaitu paru-paru
yang sebelumnya berisi cairan menjadi berisi udara. Bayi memiliki dada
yang kecil dan jalan nafas yang pendek. Bentuk dada bulat pada waktu
bayi dan masa kanak-kanak, diameter dari depan ke belakang berkurang
dengan proporsi terhadap diameter transversal.
Pada orang dewasa thorak diasumsikan berbentuk oval. Pada lanjut
usia juga terjadi perubahan pada bentuk thorak dan pola napas. Tahap
perkembangan klien dan proses penuaan yang normal mempengaruhi
oksigenasi jaringan:
a. Bayi Prematur.
b. Bayi dan Todler.
c. Anak usia sekolah dan remaja.
d. Dewasa muda dan dewasa pertengahan.
e. Lansia.
2.7.3 Faktor Lingkungan
Ketinggian, panas, dingin dan polusi mempengaruhi oksigenasi.
Makin tinggi daratan, makin rendah PaO2, sehingga makin sedikit O2
yang dapat dihirup individu. Sebagai akibatnya individu pada daerah
ketinggian memiliki laju pernapasan dan jantung yang meningkat, juga
kedalaman pernapasan yang meningkat.
Sebagai respon terhadap panas, pembuluh darah perifer akan
berdilatasi, sehingga darah akan mengalir ke kulit. Meningkatnya
jumlah panas yang hilang dari permukaan tubuh akan mengakibatkan
curah jantung meningkat sehingga kebutuhan oksigen juga akan
meningkat.
Pada lingkungan yang dingin sebaliknya terjadi kontriksi pembuluh
darah perifer, akibatnya meningkatkan tekanan darah yang akan
menurunkan kegiatan-kegiatan jantung sehingga mengurangi kebutuhan
akan oksigen.
2.7.4 Gaya hidup
Aktifitas dan latihan fisik meningkatkan laju dan kedalaman
pernapasan dan denyut jantung, demikian juga suplay oksigen dalam
tubuh. Merokok dan pekerjaan tertentu pada tempat yang berdebu dapat
menjadi predisposisi penyakit paru.
2.7.5 Status Kesehatan
Pada orang yang sehat sistem kardiovaskuler dan pernapasan dapat
menyediakan oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
Akan tetapi penyakit pada sistem kardiovaskuler kadang berakibat pada
terganggunya pengiriman oksigen ke sel-sel tubuh.
Selain itu penyakit-penyakit pada sistem pernapasan dapat
mempunyai efek sebaliknya terhadap oksigen darah. Salah satu contoh
kondisi kardiovaskuler yang mempengaruhi oksigen adalah anemia,
karena hemoglobin berfungsi membawa oksigen dan karbondioksida
maka anemia dapat mempengaruhi transportasi gas-gas tersebut ke dan
dari sel.
2.7.6 Narkotika
Narkotika seperti morfin dan dapat menurunkan laju dan kedalam
pernapasan ketika depresi pusat pernapasan dimedula. Oleh karena itu
bila memberikan obat-obat narkotik analgetik, perawat harus memantau
laju dan kedalaman pernapasan.
2.7.7 Perubahan/Gangguan Pada Fungsi Pernapasan
Fungsi pernapasan dapat terganggu oleh kondisi-kondisi yang dapat
mempengarhi pernapasan yaitu:
a. Pergerakan udara ke dalam atau keluar paru
b. Difusi oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru
c. Transpor oksigen dan transpor dioksida melalui darah ke dan sel
jaringan.
2.7.8 Perubahan Pola Nafas
Pernapasan yang normal dilakukan tanpa usaha dan pernapasan ini
sama jaraknya dan sedikit perbedaan kedalamannya. Bernapas yang
sulit disebut dyspnoe (sesak). Kadang-kadang terdapat napas cuping
hidung karena usaha inspirasi yang meningkat, denyut jantung
meningkat. Orthopneo yaitu ketidakmampuan untuk bernapas kecuali
pada posisi duduk dan berdiri seperti pada penderita asma.
2.7.9 Obstruksi Jalan Nafas
Obstruksi jalan napas lengkap atau sebagaian dapat terjadi di
sepanjang saluran pernapasan di sebelah atas atau bawah. Obstruksi
jalan napas bagian atas meliputi: hidung, pharing, laring atau trakhea,
dapat terjadi karena adanya benda asing seperti makanan, karena lidah
yang jatuh kebelakang (otrhopharing) bila individu tidak sadar atau bila
sekresi menumpuk disaluran napas.
Obstruksi jalan napas di bagian bawah melibatkan oklusi sebagian
atau lengkap dari saluran napas ke bronkhus dan paru-paru.
Mempertahankan jalan napas yang terbuka merupakan intervensi
keperawatan yang kadang-kadang membutuhkan tindakan yang tepat.
Obstruksi sebagian jalan napas ditandai dengan adanya suara
mengorok selama inhalasi (inspirasi).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Di dalam makalah ini dapat disimpulkan bahwa :
Kurva disosiasi memperlihatkan presentase kejenuhan hemoglobin pada
garis ventrikal dan tekanan parsial oksigen pada garis horizontal.
Tidak seperti jantung, paru-paru tidak mempunyai irama spontan.
Ventilasi bergantung pada irama kerja pusat batang otak dan keutuhan jalan
dari pusat tersebut ke otot pernapasan.
Tidak seperti jantung, paru-paru tidak mempunyai irama spontan.
Ventilasi bergantung pada irama kerja pusat batang otak dan keutuhan jalan
dari pusat tersebut ke otot pernapasan.
Pada saat latihan intensif konsumsi oksigen akan meningkat. Seorang atlet
yang latihan teratur mempunyai kapasitas paru yang lebih besar dibandingkan
dengan individu yang tidak pernah berlatih.
Pengetahuan terapan hukum-hukum fisika yang berhubungan dengan
sistem pernapasan apada kondisi ketinggian tertentu (Penyelam, penerbangan
dan puncak gunung) adalah sangat penting.
Bernapas merupakan suatu hal yang sangat penting pada kehidupan,
terutama bagi seorang penyelam. Pada saat penyelam tekanan atmosfer di
permukaan laut dengan didalam laut berbeda. Tekanan atmosfer akan
menurun pada ketinggian karena atmosfir diatasnya berkurang, sehingga
udara pun berkurang.
Apabila seseorang berada di tempat yang tinggi selama beberapa hari,
minggu atauu tahun, menjadi semakin teraklimatisasi terhadap tekanan pasrial
oksigen yang rendah sehingga efek buruknya terhadap tubuh makin lama
semakin berkurang.
Jenis Pernapasan Normal antara lain: apnea, hiperapnea, hiperventilasi,
eupnea. Pola Pernapasan Abnormal antara lain Biot, Cheynestoke, kusmaull.
Pola Pernapasan antara lain Hipoventilasi, Takipnea, Dispnea, Ortopnea.
Terapi oksigen Hiperbarik termasuk pengobatan non-medis, karena tidak
menggunakan obat-obatan untuk diminum, tetapi tetap dijalankan oleh dokter
atau tenaga medis lain. Terapi ini merupakan cara penyembuhan dengan
menghirup oksigen murni. Pasien ditempatkan dalam suatu alat tertutup
khusus (ruang hiperbarik) yang mempunyai tekanan udara tinggi 1,5-3
atmosfer
3.2 Saran
Perawat dapat mengetahui bahwa menjaga kesehatan organ pernafasan
terutama pada paru-paru dan organ sistem pernafasan lainnya itu penting.
Agar tidak terjadi gangguan pada sistem pernapasan kita, dengan cara
menghindari polusi udara dan gas-gas beracun, dan terutama hindarilah sikap
merokok. Serta rawatlah paru-paru (pulmo) agar tetap bersih, karena Paru-
paru mudah sekali terserang penyakit infeksi sehingga menimbulkan
kerusakan jaringannya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008c. Respiratory System. Http://www.brianmae.co.uk./physiollr.html (Diakses pada tanggal 12 Mei 2013, pukul 02.00)
Anonim. 2008a. Menyelam. www.coremap.or.id/download/menyelam 1158562081.pdf (Diakses pada tanggal 12 Mei 2013, pukul 02.00)
Guyton AC. 1994. Fisiologi Tubuh Manusia. Binarupa Aksara
Muttaqin Arif. 2008. Asuhan Keperawatan klien dengan gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Pahlevi, Muhammad Reza. 2012. Konsep Dasar Kebutuhan Oksigen. http://muhamadrezapahlevi.blogspot.com/2012/05/konsep-dasar-kebutuhan-oksigen.html. (diakses pada tanggal 11 Mei 2013, pukul 23.10).
Setiadi. 2007. Anatomi & Fisiologi Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sloane, ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC
Waugh & Grant. 2010. Dasar-dasar Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: Salemba Medika.